bab i pendahuluan -...

12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik dan tindakan kekerasan dalam kehidupan manusia sekarang ini semakin meningkat bahkan tidak sedikit korban yang berjatuhan. Secara khusus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, konflik dan tindakan kekerasan meningkat dengan melibatkan berbagai elemen bangsa ini, terutama kelompok-kelompok masyarakat satu dengan lainnya. Konflik juga mencakup berbagai bidang kehidupan, konflik bisa mengandung makna positif tetapi juga makna negatif yang tidak terhindarkan bahkan dapat menimbulkan korban dan berdampak pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Webster, istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan atau perjuangan”, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. 1 Jadi konflik secara etimologis bisa berarti pertengkaran, percekcokan, perkelahian, perselisihan tentang pendapat atau keinginan; atau perbedaan; pertentangan; berlawanan dengan; berselisih dengan. 2 Lebih lanjut konflik dilihat sebagai persaingan antara dua kelompok masyarakat sosial yang mempunyai kebudayaan hampir sama bahkan berbeda. Dalam ilmu sosial, konflik dipandang sebagai pertentangan antara anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. 1 Dean G. Pruitt, Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 9. 2 W. J. S. Poerwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia; edisi ke-2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 519.

Upload: trannga

Post on 03-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik dan tindakan kekerasan dalam kehidupan manusia sekarang

ini semakin meningkat bahkan tidak sedikit korban yang berjatuhan. Secara

khusus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, konflik dan tindakan

kekerasan meningkat dengan melibatkan berbagai elemen bangsa ini, terutama

kelompok-kelompok masyarakat satu dengan lainnya. Konflik juga mencakup

berbagai bidang kehidupan, konflik bisa mengandung makna positif tetapi juga

makna negatif yang tidak terhindarkan bahkan dapat menimbulkan korban dan

berdampak pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Menurut Webster, istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti

suatu “perkelahian, peperangan atau perjuangan”, yaitu berupa konfrontasi

fisik antara beberapa pihak.1 Jadi konflik secara etimologis bisa berarti

pertengkaran, percekcokan, perkelahian, perselisihan tentang pendapat atau

keinginan; atau perbedaan; pertentangan; berlawanan dengan; berselisih

dengan.2 Lebih lanjut konflik dilihat sebagai persaingan antara dua kelompok

masyarakat sosial yang mempunyai kebudayaan hampir sama bahkan berbeda.

Dalam ilmu sosial, konflik dipandang sebagai pertentangan antara anggota

masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan masyarakat.

1 Dean G. Pruitt, Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2009), 9. 2 W. J. S. Poerwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia; edisi ke-2 (Jakarta: Balai

Pustaka, 1976), 519.

2

Konflik juga lebih dipahami sebagai kondisi atau keadaan tidak

berfungsinya komponen-komponen masyarakat sebagaimana mestinya atau

gejala pertengkaran dalam masyarakat yang terintegrasi dengan tidak sempurna

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bahkan konflik dapat diartikan sebagai

perwujudan dari adanya pertentangan antara dua hal atau lebih yang secara

terang-terangan atau tersembunyi.3

Menurut Rusmadi Murad, konflik identik dengan sengketa ataupun

masalah. Sengketa itu juga berlaku dalam berbagai bidang termasuk agraria.

Sifat suatu konflik yang berhubungan dengan bidang pertanahan atau agraria

ada beberapa macam, misalnya persoalan yang menyangkut prioritas untuk

dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak,

atau tanah yang belum ada haknya, kekeliruan atau kesalahan pemberian hak

yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang benar dan sengketa yang

mengandung unsur-unsur sosial praktis atau yang bersifat strategis.4

Konflik dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu yang pertama,

konflik dianggap sebagai sesuatu yang ada dan selalu mewarnai seluruh aspek

kehidupan manusia. Kedua, adalah pertikaian terbuka seperti perang, revolusi,

pemogokan dan perlawanan.5 Dengan demikian menurut penulis, konflik

merupakan perlawanan, perselisihan dan pertentangan untuk mencapai suatu

3 James D. Adam, “Peranan Teori Konflik dalam Interaksi Bisnis”, Jurnal Bisnis dan

Usahawan, Vol. 6, Nomor 2,(Januari 2008), 139. 4 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah, (Bandung: Alumni,

1991), 23. 5 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) dalam

buku: Bertholomeus Bolong, Memeburu Hak Mengorbankan Persaudaraan: Potret Konflik Pengklaiman Hak Atas Tanah Di Ngada, (Yogyakarta: BIGRAF Publishing Bekerjasama dengan Penerbit SAN JUAN, 2005), 9.

3

tujuan dengan mengorbankan pihak yang dihadapi sebagai lawan tanpa

mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku.

Konflik di antara dua unsur struktur sosial ini sendiri merupakan

perkembangan yang menarik dan penting dalam sebuah perkembangan sejarah

atau perubahan. Tetapi juga konflik itu memiliki makna krusial, karena salah

satu unsurnya adalah kelompok masyarakat, yang didalamnya terkait dengan

individu itu sendiri.6

Kenyataannya dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah

atau konflik baik itu dalam keluarga, kelompok komunitas, masyarakat bahkan

bangsa dan negara di tingkat Nasional maupun Internasional. Maka para ahli

perspektif konflik masa kini melihat bahwa konflik merupakan fenomena yang

selalu ada dalam kehidupan sosial dan sebagai hasilnya masyarakat senantiasa

berada dalam perubahan yang terus-menerus.7

Konflik yang terjadi dalam masyarakat beraneka ragam, di

antaranya adalah konflik antar suku, konflik antar etnik, konflik antar pemeluk

agama, bahkan konflik yang terjadi antara pemilik modal atau kapitalis dengan

kaum petani. Salah satu konflik yang berkepanjangan sampai saat ini adalah

konflik antara perusahaan perkebunan dengan pemilik lahan di Kabupaten

Mesuji, Provinsi Lampung dan Kecamatan Mesuji Kabupaten Ogan Komering

Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, yang berakhir dengan kematian beberapa

warga masyarakat. Warga di antara dua daerah ini, merupakan warga yang

memiliki tanah sejak menempati lokasi-lokasi yang ada sebagai peserta

6 James c. Coleman, Dasar-dasar Teori Sosial, (Bandung: Nusa Media,2008), 701. 7 Rohim H. Syaiful, Teori Komunikasi, Perspektif, Ragam dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2009), 51.

4

transmigrasi dengan penghasilan relatif cukup dari perkebunan sawit yang

dimilikinya. Sehingga dengan hasil yang mereka peroleh cukup untuk

membiayai beberapa anak bersekolah sampai tingkat pendidikan tinggi.

Tragedi yang terjadi ini berawal dari berlarut-larutnya proses ganti

rugi lahan milik warga oleh perusahaan, setelah perusahaan berjanji akan

memberikan ganti rugi yang sesuai tetapi tidak terwujud. Namun fakta yang

ada bahwa setelah PT. Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) masuk dan

beroperasi dengan menguasai tanah perkebunan sejak tahun 1994, maka

kehidupan perekonomian mereka semakin berkurang, jika dibandingkan

dengan keadaan sebelumnya. Akibatnya kesejahteraan warga masyarakat di

daerah itu merosot jauh dari yang mereka harapkan dan penghasilan mereka

sebagai petani sawit juga mulai menurun. Beberapa warga mengakui bahwa,

sebelum masuknya perusahaan ke daerah ini, secara ekonomi mereka makmur,

bahkan sepuluh dari anak-anak petani ini berhasil disekolahkan sampai

memperoleh gelar sarjana. Kondisi tekanan ekonomi inilah yang membuat

warga masyarakat menuntut ganti rugi atas lahan milik mereka yang selama ini

dikuasai oleh perusahaan.8

Perusahaan menjajah hak-hak warga masyarakat setempat, karena

menggarap lahan dan memanfaatkan lahan perkebunan yang sebenarnya adalah

milik warga dengan sebebas-bebasnya. Namun perusahaan tidak sepenuhnya

mengganti kerugian atas lahan yang digunakan tersebut. Berdasarkan

kenyataan ini warga masyarakat yang merasa dirugikan dengan sikap

8 Novri Susan, Negara Gagal Mengelola Konflik, Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di

Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 73.

5

perusahaan yang sewenang-wenang itu, melakukan protes terhadap perusahaan

agar bersikap adil kepada mereka sebagai pemilik lahan dan menuntut janji

perusahaan untuk memberi ganti rugi. Namun perusahaan dengan kekuatan

yang dimiliki9 mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya, bahkan

mempekerjakan mereka sebagai buruh dengan upah yang tidak sesuai. "Kami

dipekerjakan sebagai buruh perusahaan di perkebunan dalam sebulan hanya

sepuluh hari dengan upah kerja per hari Rp 31.000 dan upah itu di luar biaya

transportasi kami keluar-masuk areal perkebunan milik perusahaan," kata

Koko. Warga mengaku sudah jengah dengan tindakan kesewenang-wenangan

perusahaan terhadap mereka sebagai petani kecil.10

Di samping itu, masih pengakuan warga, ketika mereka memanen

sawit di salah satu kebun milik warga yang juga diklaim oleh perusahaan

sebagai milik perusahaan, tiba-tiba didatangi oleh petugas keamanan perusahan

dan Pamswakarsa.11

Secara langsung salah satu motor warga diikat dan ditarik

paksa dengan menggunakan truk, bahkan satu di antara rekan mereka hilang

tanpa jejak. Oleh karena itu "Kami beramai-ramai mendatangi kantor

kepolisian bermaksud mengambil motor dan menanyakan di mana keberadaan

saudara kami, tapi belum saja kami sampai dan bertanya, anggota kepolisian

memberondong kami dengan peluru tajam," ujarnya. Dalam insiden itu, satu

warga tewas. Kemarahan warga pun semakin memanas dan akhirnya

9 Perusahaan menggunakan jasa petugas keamanan (Polisi dan TNI) sebagai backing

untuk mempertahankan kekuasaan yang mereka miliki. Petugas keamanan di gaji oleh perusahaan untuk menjaga keamanan.

10 “Warga Mesuji: Kami Pernah Makmur Sebelum Mereka Caplok Tanah Kami!”, Republika Online, 6 Januari 2012.

11 Pamswakarsa adalah tim pengamanan khusus yang dibentuk oleh pihak perusahaan dengan didukung oleh aparat keamanan.

6

membakar gedung-gedung milik perusahaan tersebut. Di sana juga warga

masyarakat masih dihujani dengan peluru oleh aparat dan pihak keamanan

perusahaan.12

Insiden ini dinilai sebagai salah satu kasus besar bentuk pelanggaran

HAM yang bermula dari konflik tanah di wilayah Provinsi Lampung, yakni

PT. BSMI yang menguasai lahan milik warga tanpa melalui proses ganti rugi.

Dari peristiwa ini terdapat korban meninggal dunia.13

Di samping itu juga

Konflik perambahan hutan dan penguasaan tanah Register 45 yang dilakukan

oleh para perambah dengan pihak keamanan dan tim penertiban Kawasan

Hutan Produksi (KHP) Register 45 Mesuji. Masyarakat yang datang dan

mendiami wilayah Register 45 ini awalnya membeli tanah dari oknum-oknum

tertentu yang menjual tanah milik negara ini dengan bebas. Sehingga para

perambah ini merasa keberatan untuk meninggalkan tanah yang sudah mereka

tempati selama belasan tahun.

Keadaan demikian inilah yang memicu semangat dan emosi warga

masyarakat untuk melakukan protes terhadap perusahaan menuntut ganti rugi

atas lahan mereka yang dikuasi perusahaan sebagai milik perusahaan sejak

tahun 1996 melalui perluasan lahan yang dilakukan oleh perusahaan.

Akibatnya, protes ini menimbulkan konflik dan kekerasan terhadap warga

masyarakat yang memuncak pada 10 November 2011, sehingga menyebabkan

kerugian yang sangat besar, baik itu harta maupun nyawa sebagai korban dari

konflik mempertahankan tanah warga setempat. Akumulasi korban jiwa dari

12 Ibid, Republika Online. 13 “DPR: Proses Hukum Pembantaian Mesuji”, Republika, 16 Desember 2011, 11.

7

mulai muncul sengketa perebutan lahan ini sampai pada saat pecahnya konflik

masih simpang siur. Namun ada beberapa sumber yang mengatakan sudah

sebanyak tiga puluh orang tewas.14

Bahkan warga harus kehilangan hak

ekonomi, sosial, jaminan keamanan dan politik sebab lahan yang menjadi

sumber penghidupan mereka di sabotase oleh perusahaan, sementara negara

tidak berpihak kepada rakyat sebagai pemilik lahan yang diterlantarkan.

Sedangkan disisi lain perusahaan juga mengalami kerugian materi yang cukup

besar karena konflik yang terjadi.

Konflik kepemilikan tanah yang terjadi ini belum sepenuhnya

mendapatkan perhatian serius dari pihak-pihak terkait dalam penyelesaiannya.

Oleh karena itu menyikapi permasalahan di bidang pertanahan bukanlah

pekerjaan sederhana. Di antara berbagai permasalahan tersebut, status

kepemilikan atau penguasaan tanah perlu dicarikan jalan keluar yang tepat. Di

samping itu konflik di bidang pertanahan ini membawa dampak yang sangat

besar bagi masyarakat setempat, terutama di bidang ekonomi, sosial, politik,

keamanan dan psikologis bagi korban konflik. Persoalan ini sangat menarik

untuk diteliti lebih lanjut.

Dari latar belakang di atas, yakni konflik kepemilikan tanah di

sebagian besar wilayah Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, dapat dilihat

bahwa persoalan itu sangat serius sehingga perlu mendapat perhatian sungguh-

sungguh dari semua pihak terutama pemerintah dan unsur-unsur terkait dalam

penyelesaiannya, karena konflik yang terjadi selama ini berdampak pada sendi-

14 “Pimpinan Polri Turun Langsung ke Mesuji,” Bisnis Indonesia, 16 Desember 2011, 12.

Dan Ibid, Novri Susan, Negara Gagal Mengelola Konflik…, 73.

8

sendi kehidupan masyarakat setempat. Persoalan inilah yang menjadi daya

tarik bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penulis berharap

agar hasil penelitian ini akan menjadi sumbangan yang positif bagi pihak-pihak

terkait terutama pemerintah dalam penyelesaian berbagai konflik di tanah air

Indonesia terutama konflik kepemilikan tanah di Kabupaten Mesuji, Provinsi

Lampung.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, konflik kepemilikan tanah yang terjadi di

Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung telah menimbulkan dampak yang

berkepanjangan bagi masyarakat setempat, maka permasalahan yang dianggap

penting untuk diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apa sebab-sebab konflik pemilikan tanah di Mesuji?

2. Bagaimana dampak-dampak yang dialami oleh masyarakat setempat sebagai

akibat dari konflik kepemilikan tanah yang terjadi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pokok dari penelitian ini:

1. Mendeskripsikan sebab-sebab terjadinya konflik pemilikan tanah.

2. Mendeskripsikan dampak politik, ekonomi, keamanan, sosial budaya,

lingkungan hidup, psikologis dan religius yang dialami oleh masyarakat

setempat dari konflik kepemilikan tanah yang terjadi di Kabupaten Mesuji,

Provinsi Lampung.

9

D. Metode Penelitian

1. Metode dan Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian Kualitatif. Metode Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan pelaku yang dapat diamati.15

Metode penelitian ini bertujuan untuk

membuat gambaran yang teratur dan sistematis serta akurat tentang fenomena

konflik tanah dan dampak-dampak yang di alami oleh masyarakat setempat

yang akan di teliti.

2. Unit Amatan dan Unit Analisa

Unit amatan adalah masyarakat Kabupaten Mesuji secara umum dan

khususnya adalah masyarakat setempat dan perusahaan-perusahaan yang

terlibat langsung dalam konflik pemilikan tanah ini. Sedangkan unit analisa

dalam penelitian ini, yaitu konflik pemilikan tanah yang terjadi antara

masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mesuji.

3. Batasan Penelitian

Yang menjadi fokus dalam penelitian ini diarahkan pada pokok

persoalan sebagai pemicu konflik pemilikan tanah dan akibat yang ditimbulkan

dari konflik tersebut yaitu sebab-sebab dan dampak-dampak yang dialami oleh

masyarakat dari konflik yang terjadi. Sebab-sebab utama terjadinya konflik

15 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

1994), 4.

10

pemilikan tanah di Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung merupakan “bara api”

yang selama ini memanas. Sedangkan dampak adalah pengaruh kuat yang

mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif).16

Dampak-dampak yang

dialami dari konflik kepemilikan tanah ini adalah dampak keamanan, ekonomi,

sosial budaya, lingkungan hidup, politik, psikologis dan Religius.

4. Sumber Data dan Teknik Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian kualitatif yang memfokuskan pada

perilaku manusia yang berhubungan dengan konflik dan dampak dari konflik

itu, maka untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,

peneliti melakukan penelitian dengan tiga cara yaitu:

a. Participant observation

Teknik ini digunakan untuk mengungkapkan makna di balik satu kegiatan.

Dalam penelitian ini yang diamati adalah kegiatan masyarakat sehari-hari

dengan berbagai latar belakang (ekonomi, sosial, politik, religius dan

psikologis masyarakat sebagai korban sebelum maupun pasca konflik),

khususnya dalam bentuk interaksi antar kelompok.

b. Studi Kepustakaan (dokumenter)

Mempelajari literatur serta dokumen yang berhubugan dengan masalah

yang sedang diteliti. Tujuannya untuk memperdalam kajian teoritis dan

analisis tentang masalah yang diteliti.

16 Ibid, 290.

11

c. Wawancara secara mendalam (depth interview)

Mempermudah pengumpulan data dengan menggunakan wawancara,

maka wawancara dilakukan secara terbuka. Oleh karena itu peneliti

menggunakan tape recorder, handycam, camera digital dan catatan.

Memilih dan menentukan informan kunci (key informant) untuk

diwawancarai karena dianggap cukup memahami masalah yang sedang

diteliti. Informan Kunci adalah:

1) Pemerintah Kabupaten Mesuji

2) Tokoh Masyarakat

3) Pemerintah Kecamatan setempat

4) Kepala Kampung

5) Tokoh Agama

E. Signifikansi Penelitian

1. Signifikansi Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan memperkaya pembaca dan memberikan

informasi yang cukup tentang dampak-dampak konflik kepemilikan tanah

sebagai sebuah perubahan sosial yang terjadi khususnya di masyarakat

Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung.

2. Signifikansi Praktis

Signifikansi praktis yang diharapkan dari penelitian ini bahwa penelitian

ini akan menjadi salah satu alat pembanding sekaligus motivasi bagi

pemerintah dan memperkaya upaya-upaya terhadap penyelesaian konflik

12

tanah yang telah terjadi selama ini dan memberikan satu pemahaman bagi

perusahaan untuk bersikap adil dalam pengolahan dan pemanfaatan tanah

di wilayah tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibagi dalam lima bagian besar yaitu: Bab I:

merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang, pertanyaan

penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, signifikansi penelitian dan

sistematika penulisan tesis ini. Bab II: berisi pendekatan teoritis yakni teori

konflik dari beberapa tokoh konflik sosial, Bab III: berisi pendekatan empirik

yaitu temuan-temuan dalam penelitian lapangan. Bab IV: berisi tentang

analisis sebab-sebab terjadinya konflik dan dampak-dampak konflik

kepemilikan tanah di Kabupaten Mesuji warga masyarakat. Dan Bab V:

merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.