bab i- depresi endogen

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1993). Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, diskripsi tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada dokumen purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah mania dan melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 Gules Folret menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, dimana pasien mengalami perubahan mood. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering 1

Upload: sturdust-pscsgirl

Post on 03-Dec-2015

57 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

depresi endogen adalah depresi yang penyebabnya belum diketahui namun terjadi karna faktor dari dalam

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada

pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa

putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1993).

Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, diskripsi

tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada dokumen

purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah mania dan

melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 Gules Folret

menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, dimana pasien

mengalami perubahan mood.

Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan

dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang

universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada

wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi

berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada

usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah dan

bercerai atau berpisah.

Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan

belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang seiring

dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.

1.2. TUJUAN

- Mahasiswa mengetahui definisi depresi endogen

- Mahasiswa mengetahui etiologi dan gejala depresi endogen

- Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan deperesi endogen

1

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEPRESI

2.1 Definisi depresi

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga

hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas

(Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak

mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), perilaku  dapat

terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2006).

Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk

gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif  mood), yang ditandai dengan

kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa

dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri

sedih, merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda–tanda

retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat

gangguan vegetatif seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan Sadock,2003).

Bermacam-macam gangguan psikiatrik, dapat dialami penderita stroke,

hal ini sudah lama diketahui oleh para ahli. Emil Kraeplin mengatakan bahwa

penyakit serebrovaskuler bisa menyertai gangguan manik depresif (Bipolar I)

atau menyebabkan keadaan depresi (Kaplan Sadock,2003).

2.2. Epidemiologi depresi

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur

hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10%

perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah

didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5%

dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.

1. Jenis Kelamin

Perempuan 2x lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya

perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial

3

antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang

ketidakberdayaan.

Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan

depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-

laki (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3

kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki. Walaupun alasan

adanya perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan untuk perbedaan tersebut

didalilkan sebagai keterlibatan dari perbedaan hormonal, efek kelahiran,

perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang

dipelajari (Kaplan, 2010).

Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa

prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan

dikarenakan adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung

mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya

dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang

telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan

pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah

tangga dan kemiskinan.

2. Usia

Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-

50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut

usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20

tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan

penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat

adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset

antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset

selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis

menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat

pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010). Pada

penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat

prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang

terendah pada kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang

4

didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak

ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).

3. Status Perkawinan

Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan

interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita

yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita

depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding

terbalik untuk laki-laki. Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi

paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang

erat, pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010). Penelitian yang

dilakukan oleh Akhtar (2007) memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari

depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.

4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya

Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan

depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan disbanding

daerah perkotaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National

Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok

responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup

tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat

depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada

responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%).

Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi

pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif

dengan terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).

2.3. Etiologi depresi

Etiologi depresi terdiri dari:

1. Faktor genetic

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan

gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak

kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga

tersebut.

5

Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di

dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola

penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan

saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non

genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan

gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga

menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan

depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak

saudara derajat pertama (Kaplan, 2010; Tomb, 2004).

2. Faktor Biokmia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di

dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter

norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.3.2). Dalam penelitian lain

juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di

atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi

yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric

Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis

(Kaplan, 2010). Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat

disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan

hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada

pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal

melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan,

penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH

(Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:

a. Hipotesis Katekolamin

Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi

katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak

diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat (Ingram dkk,

1993).

Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak)

menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami

episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira (Ingram dkk,

1993).

6

b. Hipotesis Indolamin

Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-

hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi

indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA

rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang

mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak (Ingram dkk,

1993).

3. Faktor Hormon

Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan

kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason.

Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil

abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien

dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam

keluarga (Ingram dkk, 1993).

Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau

menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum

menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore.

Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan

faktor penting dalam menentukan etiologi (Ingram dkk, 1993).

4. Faktor Kepribadian Premorbid

Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama

hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna.

Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan

kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih riang,

energetik dan lebih ramah dari rata-rata.

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya

dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres

besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog

menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif

mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan

perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru

dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon

mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang

belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres

7

kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan

lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan

psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran

sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik

kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke

generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana

dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan

tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan

depresif.

5. Faktor Lingkungan

Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak

peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan

dan mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi

didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada

serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak

yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan

populasi lainnya (Ingram dkk, 1993).

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,

pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal,

sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode

gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan

lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif

muncul.

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa

peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului

episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya (Kaplan,

2010; Slotten, 2004). Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan

pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama

menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan

yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan

fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal

intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan

seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode

gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor external

(Kaplan, 2010).

8

Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi

Faktor yang diduga menjadi penyebab depresi secara garis besar dibedakan

menjadi faktor biologis dan faktor psikososial. Faktor tersebut berinteraksi satu

sama lain. Sebagai contoh faktor psikososial dapat mempengaruhi faktor biologis

(contoh,konsentrasi neurotransmiter tertentu). Faktor biologis dapat

mempengaruhi respon seseorang terhadap stresor psikososial (Amir,2005).

Faktor yang diduga sebagai penyebab depresi dapat saling berinteraksi

adalah:

1.    Faktor biologi, meliputi genetik/ keturunan dan proses penuaan,

abnormalitas tidur, kerusakan syaraf atau penurunan neurotransmiter,

norefeneprin, serotonin, dan dopamin; hiperaktifitas aksis sistem

limbik-hipotalamus-adrenal (Kaplan & Sadock, 2003).

2.    Faktor psikososial meliputi faktor ekstrinsik yaitu : peristiwa

kehidupan yang dapat menyebabkan harga diri rendah dan tidak dapat

dihadapi dengan efektif, kehilangan seseorang atau dukungan, tekanan

sosial; dan faktorintrinsik meliputi sifat kepribadian yaitu narcissistic,

obsessive – compluse,dan dependen personality, konflik dari diri

sendiri yang tidak terselesaikan, perasaan bersalah, evaluasi diri yang

negatif, pemikiran pesimis, kurang pertolongan, penyakit fisik serta

penggunaan obat – obatan dan pendekatan/ persepsi terhadap

kematian (Faisal,2007). Faktor intrinsik lainnya ketidakmampuan

dalam melakukan Activity Daily Living(Auryn,2007).

Teori Terjadinya Depresi

Teori penyebab depresi meliputi :

1. Teori biologi yang menerangkan bahwa depresi berhubungan dengan

gangguan pada ritme sirkandian, disfungsi otak, aktifitas kejang limbik,

disfungsi neuroendokrin, defisiensi biogenik amine, cacat pada sistem

imun, dan genetik.

2. Teori psikoanalitical yang menjelaskan depresi berasal dari respon

kehilangan,kekecewaan atau kegagalan,rasa marah dipindahkan &

9

dikembalikan pada diri sendiri, ketidakmampuan berduka cita karena

adanya kehilangan.

3.   Teori behavioral yang menjelaskan kegagalan untuk menerima

reinforcement positif dari orang lain dan dari lingkungan merupakan

predisposisi bagi sesorang untuk mengalami depresi.

4.  Teori Kognitif yang menjelaskan konsep negatif dari diri, pengalaman,

orang lain & dunia, kepercayaan bahwa seseorang tidak dapat mengontrol

situasi memberikan konstibusi terjadinya depresi.

5.  Teori sosiological yang menjelaskan kehilangan kekuasaan, status,

identitas, nilai & tujuan untuk menciptakan eksistensi yang tepet akan

menyebabkan depresi .

6.   Teori holism yang menjelaskan depresi adalah hasil dari genetik,biologi,

psikoanalisa, tingkah laku, kognitif,m dan pengalaman sosiologis

(Intansari,2002).

2.4. Klasifikasi depresi

Klasifikasi depresi menurut DSM IV (Diagnostic and Stastistical Manual

of Mental Disorders) yaitu  :

1. Gangguan depresi mayor unipolar dan bipolar

2. Gangguan mood spesifik lainnya

Gangguan distimik depresi minor

Gangguan siklotimik depresi dan hipomanik saat ini atau baru saja

berlalu

(secara terus-menerus selama 2 tahun).

Gangguan depresi atipik

Depresi postpartum

Depresi menurut musim

3. Gangguan depresi akibat kondisi medik umum dan gangguan depresi

akibat zat.

4.Gangguan penyesuaian dengan mood : depresi disebabkan oleh stresor

psikososial (Amir, 2005).

10

2.5. Tanda dan gejala depresi

Menurut  Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi :

1.   Gangguan tidur

2. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri,

pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan

(meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun

atau bertambah).

3. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat

(agitasi atauhiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau

menurun, tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual

berubah (mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan

gejala biasanya lebih buruk di pagi hari.

4.   Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia,

letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah,

frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan sosial,

kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa

dilakukan, banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif

terhadap diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.

2.6. Diagnosis depresi

DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan

depresi mayor/ major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang

tidak terklasifikasikan. MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau

lebih episode depresi mayor (Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan

beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya

dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang

terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang

signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus

dapat disingkirkan.

Episode depresi berdasarkan ICD-10

11

Kriteria Umum

1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu

2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi

kriteria untuk episode hypomanic atau manik pada setiap saat

dalam kehidupan individu

3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan

mental organik.

Gejala Utama

1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi

individu, hadir untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap

hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan, dan

bertahan selama minimal 2 minggu

2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya

menyenangkan

3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat

Gejala Lainnya

1. Kehilangan percaya diri atau harga diri

2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan

dan tidak tepat

3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh

diri

4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau

berkonsentrasi, seperti keraguan atau kebimbangan

5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

6. Gangguan tidur

7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan

perubahan berat badan yang sesuai

Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor

A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan

memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood

depresi (2)kehilangan minat

12

1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari,

diindikasikan dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau

kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak dan

remaja, dapat mudah marah

2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal

3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau

penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note :

pada anak-anak, berat badan yang tidak naik

4. Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari

5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang

lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan

atau lamban)

6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa

terjadi delusi) hampir setiap hari

8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari

9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang

tanpa perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.

B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran

C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan

secara klinis

D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat,

obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid)

E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement

MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita

atau saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi

mayor dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga

memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi

dan derajat keparahan.

Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul

dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi

dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan

13

memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan kriteria-kriteria

depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.

Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD

Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci

Depresi melankolis Dengan gambaran

melankolis

Mood nonreaktif,

anhedonia, kehilangan

berat badan, rasa

bersalah, agitasi dan

retardasi psikomotorik,

mood yang memburuk

pada pagi hari, terbangun

di pagi buta

Depresi atipikal Dengan gambaran

atipikal

Mood reaktif, terlalu

banyak tidur, makan

berlebihan, paralisis yang

dibuat, sensitive pada

penolakan interpersonal

Depresi psikotik

(waham)

Dengan gambaran

psikotik

Halusinasi atau waham

Depresi katatonik Dengan gambaran

katatonik

Katalepsi, katatonik,

negativism, mutisme,

mannerism, echolalia,

echopraxia (tidak lazim

pada klinis sehari-hari)

Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan

kriteria MDD

Gangguan afektif

musiman

Musiman Onset yang seperti biasa

dan kambuh pada saat

musim tertentu (biasanya

musim gugur/dingin)

Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4

14

minggu postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat

keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-

TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi

dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya

gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi

berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang

menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk

menentukan derajat keparahan.

Tabel 4. Derajat keparahan depresi

Keparahan

depresi

Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10

Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan

minat + 4 gejala depresi lainnya

2. Gangguan minor sosial/

pekerjaan

1. 2 gejala tipikal

2. 2 gejala inti

lainnya

Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan

minat + 4 atau lebih gejala

depresi lainnya

2. Gangguan sosial/pekerjaan yang

bervariasi

1. 2 gejala tipikal

2. 3 atau lebih gejala

inti lainnya

Berat 1. Mood depresi atau kehilangan

minat + 4 atau lebih gejala

depresi lainnya

2. Gangguan sosial atau pekerjaan

yang berat atau ada gambaran

psikotik

1. 3 gejala tipikal

2. 4 atau lebih gejala

inti lainnya

Juga dapat dengan

atau tanpa gejala

psikotik

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.

15

Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :

Semua gejala utama depresi :

- afek depresif

- kehilangan minat dan kegembiraan

- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah.

Gejala lainnya:

- konsentrasi dan perhatian berkurang

- harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

- pandangan masa depan yang suram dan pesimis

- gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

- tidur terganggu

- nafsu makan berkurang

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka

masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2

minggu.

Episode depresif ringan menurut PPDGJ III

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti

tersebut di atas

2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode

berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

4. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya.

Episode depresif sedang menurut PPDGJ III

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama

2. Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya

3. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu

4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,

dan urusan rumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ

III :

16

1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada

2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat

3. Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok,

maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan

banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara

menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.

4. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas

(F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.

Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal

itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina

atau menuduh, atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat

menuju pada stupor.

Asesmen Depresi

Geriatric Depression Scale (GDS)

Terdiri dari 30 pertanyaan, biasanya dipergunakan untuk

memisahkan apakah pasien tersebut masuk ke dalam kelompok depresi.

Alat ukur GDS ini memiliki sensitivitas 88,9% dan spesifisitas 47,8%.

Penilaian skala ini berdasarkan aspek kekhawatiran somatik, penurunan

afek, gangguan kognitif, berkurangnya orientasi terhadap masa yang akan

datang, dan kurangnya harga diri. Skala ini telah direkomendasikan agar

dipergunakan dalam situasi klinis oleh Institute of Medicine.

2.7. Tatalaksana depresi

Medikamentosa

Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah

episode depresif telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan

keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi

17

berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit

bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk

pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi

tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus

dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi

lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.

o Anti depresi

- Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine,

Tianeptine

- Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.

- Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF

MONOAMIN OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide

- Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) :

Sertraline, Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine,

citalopram.

- Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.

Psikologi Terapi

- Behaviour therapy

- Interpersonal Therapy

- Problem solving

B. DEPRESI ENDOGEN

a. Definisi depresi endogen

Depresi endogen adalah depresi yang sumbernya karna factor

biologis dan depresi yang disebabkan oleh sesuatu dari dalam.

Endogen depresi adalah sub-kelas atipikal dari gangguan suasana

mood, gangguan depresif Mayor (depresi klinis). Depresi endogen

termasuk pasien dengan gangguan depresi yang tahan pengobatan, bebas-

psikotik, gangguan depresi mayor (MDD), ditandai dengan perilaku yang

tidak normal dari sistem opioid endogen tetapi bukan sistem

monoaminergic.

Endogen adalah sebuah kata yang berarti "dari dalam." Psikiater

dan peneliti sekali berteori bahwa itu penting untuk membedakan antara

18

endogen terutama (biologis dan genetik di alam) dan eksogen (peristiwa

kehidupan reaktif stres) jenis depresi.

Mereka percaya bahwa perawatan selalu akan bervariasi

tergantung pada bahwa perbedaan. Namun, awal penelitian obat

antidepresan gagal untuk mengungkapkan perbedaan dan istilah

"endogen" sebagian besar telah terserap ke dalam sastra psikiatri untuk

menggambarkan fitur melankolis yang terkait dengan gangguan depresif

Mayor (MDD).

Penelitian terbaru

Studi dari 1980-an dan 90-an tidak menemukan statistik korelasi

antara efektivitas antidepresan pada depresi yang disebabkan oleh

peristiwa merugikan kehidupan atau biologis di alam. Namun, penelitian

baru menunjukkan terdapat perbezaan antara dua subtipe.

Sebuah laporan yang diterbitkan dalam molekul psikiatri di 2012

menemukan bahwa "endogen depresi dan stres kronis respon diatur oleh

molekul jalur independen." Hal ini menyebabkan peneliti menduga

bahwa orang-orang yang lebih rentan terhadap stres dapat

mengembangkan subtipe depresi yang berbeda dari orang-orang endogen.

Mereka menyarankan bahwa mungkin akan bermanfaat untuk

mengembangkan novel baru dan perawatan untuk membantu pasien-

pasien ini. Penelitian sedang berlangsung.

Perbedaan antara endogen dan eksogen depresi

Untuk individu dengan depresi endogen,gejala sering muncul

"dari mana" dan tampaknya tanpa alasan. Depresi endogen dicirikan oleh

perasaan bersalah dan tidak berharga dan anhedonia. Anhedonia adalah

ketidakmampuan untuk mendapatkan kesenangan dari sekali

menyenangkan kegiatan seperti olahraga, hobi atau seks.

Meskipun ada sejumlah besar tumpang tindih antara dua jenis

depresi, bentuk eksogen biasanya dipicu oleh situasi yang sangat stres.

Ini paling sering tidak memiliki gejala fisik seperti perubahan dalam tidur

atau kebiasaan makan. Meskipun peristiwa stres sering memicu kedua

19

jenis depresi, orang-orang dengan bentuk endogen lebih mungkin untuk

kambuh daripada orang-orang yang depresi lebih reaktif di alam.

Satu Inggris studi yang dilakukan pada 1990-an ditemukan

bahwa, bagi menimbulkan depresi kedua, 70 persen dengan depresi

reaktif telah mengalami stres berat tak lama sebelum mereka? kambuh.

Dan hanya sepertiga dari orang-orang dalam kelompok endogen.

b. Etiologi depresi endogen

Depresi endogen adalah depresi yang terjadi karna factor dari

dalam, seperti gangguan hormone, gangguan kimia dalam otak atau

susunan saraf

a. Factor hormone meliputi perubahan siklus mentruasi, kehamilan,

keguguran, pasca melajirkan menjelang monopouse dan saat

monopouse

b. Gangguan kimia. Adanya perubahan kimia di otak.

Kelainan fisik yang dapat menyebabkan depresi

1. Efek samping obat-obatan : amfetamin simetidin

2. Kelainan hormonal : penyakit Addison, penyakit cushing,

hiperparatiroidisme, hipertiroidisme , hipopituitarisme

3. Kelainan neurologis : tumor otak, cedera kepala, epilepsy lobus

temporalis

Factor yang diduga sebagai penyebab depresi dapat saling

berinteraksi (Auryn,2007)

1. Factor biologi meliputi genetic/ keturunan dan proses penuaan,

abnormalitas tidur, kerusakan saraf atau penurunan neurotransmitter,

norefeneprin, serotonin, dan dopamine; hiperaktifitas aksis system

limbic hypothalamus adrenal

2. Factor psikosisal meliputi factor intrinsic yang meliputi sifat

kepribadian yaitu narcissistic, obsessive- compulse, dan depende

personality, konflik dari diri sendiri yang tidak terselesaikan, perasaan

bersalah, evaluasi diri yang negative, pemikiran pesimis, kurang

pertolongan, penyakit fisik serta penggunaan obat-obatan dan

pendekatan/persepsi terhadap kematian.

20

c. Gejala Depresi Endogen

Seperti halnya dengan gangguan depresif Mayor, individu dengan

depresi endogen sering mengalami anhedonia bersama dengan perasaan

putus asa, ketidakberdayaan, tidak dihargai, rasa bersalah, atau self-hate.

Gejala lain yang mungkin menyertai endogen depresi mencakup:

- kelelahan atau kurang energi

- iritabilitas dan kesulitan berkonsentrasi

- isolasi sosial

- insomnia atau hypersomnia (berlebihan tidur)

- perubahan nafsu makan dengan sesuai berat keuntungan atau

kerugian

- pikiran bunuh diri atau perilaku

Dalam banyak kasus, pasien juga bisa mengalami gejala

psikotik seperti delusi atau halusinasi

Gejala lain depresi endogen

Anhedonia bersamaan dengan perasaan putus asa

tidak berdaya

tidak berharga

rasa bersalah

terkadang mengalami gejala psikotik seperti halusinasi atau delusi

d. Diagnosis dan Treatment

Perlu pemeriksaan medic dan psikiatrik. Tanyakan tentang

gambaran-gambaran vegetative dan evaluasi potensi bunuh diri

Apakah pasien:

a. Mengalami ketidakmampuan akibat gangguan ini

b. Mempunyai lingkungan rumah yang dekstruktif atau dukungan

lingkungan yang terbatas

c. Mempunyai ie-ide bunuh diri

d. Mempunyai penyakit medic terkait yang memerlukan pengobatan

atau perawatan.

21

Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan

beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Jenis terapi bergantung

pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi

sebelumnya.

Karena depresi endogen bentuk gangguan depresif Mayor,

diagnosis dan pengobatan adalah sama. Seorang dokter atau

profesional kesehatan mental akan meminta pasien serangkaian

pertanyaan tentang gejala mereka, sejarah medis, dan masalah

penyalahgunaan zat. Tes laboratorium juga biasanya dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab fisik seperti ketidakseimbangan hormon.

Baris pertama dari pengobatan untuk endogen bentuk depresi

adalah biasanya obat-biasanya, inhibitor selektif serotonin re-uptake

(SSRI)-jenis antidepresan. Pengobatan tambahan sering terdiri dari

beberapa bentuk terapi bicara, seperti terapi perilaku kognitif. Dalam

kasus yang lebih serius, antipsikotik atau terapi electroconvulsive

( ECT ) dapat di gunakan. (Michael Kerr, 2012).

Farmakoterapi

Penanganan efektif dan spesifik biasanya diberikan

antidepresan selektif serotonine Reuptake inhibitor (SSRI) seperti

fluoxetine, paroxetine (paxil) dan sertraline, atau antidepresan

golongan lain misalnya bupropion, venlafaxine, mrnunjukkan secara

klinis hasil yang sama efektif dengan obat terdahulu tetapi lebih aman

dan toleransinya lebih baik. Prinsip indikasi untuk antidepresi adalah

episode depresi berat. Gejala pertama menjadi pegangan adalah sulit

tidur dan gangguan pola makan. Gejala lainya yang dapat timbul

adalah mengamuk, cemas, dan rasa putus asa.

Edukasi pasien yang adekuat tentang kegunaan antidepresan

sebagai hal penting untuk kesuksesan terapi termasuk pemilihan obat

dan dosis yang paling sesuai. Dokter harus menekankan kepada pasien

tidak akan menjadi ketergantungan dengan obat antidepresan, karna

obat tidak memberikan kepuasan segera dan dosis obat akan

diturunkan secara perlahan-lahan sesuai dengan evaluasi gejala.

22

Pada pemberian antidepresan, obat akan memperlihatkan efek

antidepresan yang optimal 3-4 minggu. Timbulnya efek samping

menunjukkan obat bekerja, tetapi efek samping yang timbul ini harus

dijelaskan secara detail. Sebagai contoh, beberapa pasien meminum

antidepresan golongan SSRIs menjadi gelisah, mual dan muntah

sebelum adanya perbaikan gejala. Efek samping berkurang seiring

berjalanya waktu. Dengan obat trisiklik dan MAOis, dokter akan

menjelaskan pada pasien bahwa gejala yang akan membaik lebih awal

adalah adanya perbaikan tidur dan selera makan, yang diikuti oleh

perbaiakan pada perasaan kurang energy, dan terakhir perasaan

depresi, untungnya hal terakhir merupakan gejala yang terakhir

muncul. Apabila pada 3 minggu setelah pemberian obat antidepressant

pasien belum memperlihatkan perbaikan gejala kurang dari 20%

maka perlu mengganti antidepresan dengan antidepresan golongan

lainya. Namun setelah 3-6 minggu pemberian antidepresan, hanya

didapatkan respon parsial, maka dosis obat harus terus dinaikkan

sampai dosis maksimal atau dengan pemberian augmentasi, misalnya

dengan lithium, atau psikostimulan yang terbukti pada penelitian

mempercepat perbaikan gejala dalam waktu 1-2 minggu pada 25

persen pasien.

Alternative pengobatan. ECT biasanya digunakan jika

pasien tidak berespon terhadap farmakoterapi dengan dosis yang

sudah adekuat atau tidak dapat mentoleransi farmakoterapi atau pada

tampilan klinis yang sangat berat yang memperlihatkan perbaikan

sanagt cepat dengan penggunaan ECTs

23

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila

kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial

sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa

gejala Gangguan Depresi berat dengan gejala psikotik adalah perasaan sedih,

rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan

semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur dan terdapat waham dan

halusinasi atau stupor depresi. Depresi sering merupakan salah satu penyebab

utama kejadian bunuh diri. Dan lebih spesifik, Endogen depresi adalah sub-kelas

atipikal dari gangguan suasana mood, gangguan depresif Mayor (depresi klinis).

Terapi yang diberikan yaitu Farmakologi dan psikoterapi atau konseling.

Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat

membantu dalam penyembuhan.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan and Saddock. (1993). Synopsis of Psychiatry. 7th ed. Vol 1. Sans

Tache. New York.

2. Hawari, Dadang. (2006). Manajemen Stress, Cemas, Dan Depresi.: Gaya

Baru, Jakarta.

3. Amir. (2005). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Depresi Pasca Stroke.

Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta

4. Kaplan, Saddock. (2003). Sinopsis Psikiatry, Ilmu Pngetahuan Perilaku

Psikiatri Klinis. Binarupa Aksara, Jakarta

5. Kaplan and Saddock. (2010). Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed.

Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia.

6. I.M Ingram. dkk. (1993). Catatan kuliah Psikiatri. Buku kedokteran EGC,

Jakarta

7. Lumbantobing. (2004). Neurogeriatri. FKUI, Jakarta

8. Faisal, Idrus. (2007). Depresi Pada Penyakit Parkinson Cermin Dunia

Kedokteran No.156. FK Hasanuddin, Makassar

9. Intansari. (2002). Perubahan Tingkat Depresi Setelah Electroconvulsive

Therapy (ECT) Di RSUP DR Sardjito Berita Kedokteran Masyarakat

XVII(2). UGM, Yogyakarta 

10.Nyhuis-P-W, Specka-M, Gastpar-M (2006). "Does the antidepressive

response to opiate treatment describe a subtype of depression?". European

Neuropsychopharmacology 

11.Jump up^ Bodkin, JA; Zornberg, GL; Lukas, SE; Cole, JO (February 1995).

"Harvard Medical School Clinical Study "Buprenorphine treatment of

refractory depression."". Journal of Clinical Psychopharmacology 

12. Michael Kerr. (2012). Endogenous Depression. Available from

www.healthline.com/health/depression/endogenous-depression. Diakses pada

tanggal 18 September 2015.

13. W. Lam R, Mok H. (2000). Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck

Institutes. p. 1-57.

14. Kaplan & Sadock's. (2007). Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. p.

1-89.

25

15. Maj M, Sartorius N. (2002). Depressive Disorder Second Edition. Evidence

and experience in psychiatry. p. 8-12.

16. W. Long P. Mayor depressive Disorder, Treatment. [online]. Updated on Feb.

9, 1998. p 1-31. Available from : http://www.mentalhealth.com . Diakses

pada tanggal 18 September 2015

17. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R,

Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group

2003. p. 10-3.

26