bab i

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global atau biasa disebut global warming telah menjadi perbincangan umum di kalangan masyarakat luas. Fenomena global yang menyangkut keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini telah menjadi suatu permasalahan penting bagi lingkungan hidup. Salah satu indikator dari fenomena global warming adalah terjadinya perubahan iklim. Menurut Murdiyarso (2003), perubahan iklim yang terjadi bukanlah fenomena lokal jangka pendek yang terjadi akibat variasi iklim dengan gejala yang berdampak signifikan, namun perubahan iklim ini menyangkut fenomena iklim berskala global yang berjangka panjang. Perubahan iklim diakibatkan oleh aktivitas manuisa dengan adanya alih guna lahan dan penggunaan bahan bakar fosil. Aktivitas tersebut mengakibatkan banyaknya gas-gas yang mengapung di atmosfer. Beberapa di antara gas-gas tersebut adalah gas-gas yang bersifat seperti kaca, yang meneruskan radiasi gelombang pendek matahari namun memantulbalikkan radiasi gelombang panjang dari Bumi, sehingga terjadi peningkatan suhu di Bumi. Gas-gas tersebut biasa disebut sebagai gas rumah kaca (GRK), yang meliputi antara lain adalah CO 2 , CH 4 , dan N 2 O. Perubahan iklim maupun global warmimg bukanlah kejadian sesaat, namun merupakan kejadian yang berangsur-angsur dengan efek yang semakin membesar dan terlihat tiap waktu. Sebagai 1

Upload: bayu-argadyanto

Post on 14-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 1 skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanasan global atau biasa disebut global warming telah menjadi perbincangan umum

di kalangan masyarakat luas. Fenomena global yang menyangkut keberlangsungan hidup

manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini telah menjadi suatu permasalahan penting bagi

lingkungan hidup. Salah satu indikator dari fenomena global warming adalah terjadinya

perubahan iklim. Menurut Murdiyarso (2003), perubahan iklim yang terjadi bukanlah fenomena

lokal jangka pendek yang terjadi akibat variasi iklim dengan gejala yang berdampak signifikan,

namun perubahan iklim ini menyangkut fenomena iklim berskala global yang berjangka panjang.

Perubahan iklim diakibatkan oleh aktivitas manuisa dengan adanya alih guna lahan dan

penggunaan bahan bakar fosil. Aktivitas tersebut mengakibatkan banyaknya gas-gas yang

mengapung di atmosfer. Beberapa di antara gas-gas tersebut adalah gas-gas yang bersifat seperti

kaca, yang meneruskan radiasi gelombang pendek matahari namun memantulbalikkan radiasi

gelombang panjang dari Bumi, sehingga terjadi peningkatan suhu di Bumi. Gas-gas tersebut

biasa disebut sebagai gas rumah kaca (GRK), yang meliputi antara lain adalah CO 2, CH4, dan

N2O.

Perubahan iklim maupun global warmimg bukanlah kejadian sesaat, namun merupakan

kejadian yang berangsur-angsur dengan efek yang semakin membesar dan terlihat tiap waktu.

Sebagai contoh, emisi GRK yaitu CO2 pada masa revolusi industri memiliki konsentrasi sebesar

290 ppmv, sekarang konsentrasi CO2 telah meningkat tajam menjadi 350 ppmv (Murdiyarso,

2003). Sedangkan menurut Liu dan Zhao (1999), cadangan karbon di atmosfer adalah sebesar

kurang lebih 34 milyar ton. Hal ini akan dapat berubah lebih parah lagi apabila kegiatan manusia

yang mengakibatkan pemanasan global ini tidak berhenti dan tidak adanya upaya memperbaiki

lingkungan. Bukan hal yang mustahil, dalam beberapa tahun mendatang konsentrasi emisi-emisi

ini akan semakin meningkat tajam. Pemanasan global yang meningkat tentu saja akan semakin

mempengaruhi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

1

Page 2: BAB I

Gambar .1.1. Grafik kenaikan konsentrasi CO2 pada beberapa lokasi di dunia

(IPCC, 2001)

Salah satu GRK yang memiliki peranan penting dalam pemanasan global adalah CO2 atau

karbon dioksida. Gas CO2 sebenarnya memiliki efek yang kecil terhadap pemanasan global.

Namun karena gas CO2 memiliki konsentrasi yang terbesar di atmosfer sehingga gas ini cukup

berkontribusi besar bagi pemanasan global, hal ini karena CO2 juga dapat terbentuk dari CH4,

CO, dan senyawa hidrokarbon lainnya. Emisi CO2 yang tinggi di atmosfer ini mulai

mengkhawatirkan, maka banyak muncul wacana-wacana dalam upaya pengurangan emisi karbon

di udara. Wacana global dalam pengurangan emisi GRK dan penanganan pemanasan global

2

Page 3: BAB I

diantaranya seperti munculnya Protokol Kyoto dan IPCC yang mengajak semua negara di dunia

dalam upaya penanganan pemanasan global dengan cara pengurangan emisi GRK.

Indonesia merupakan negara tropis yang sangat rentan terhadap efek dari pemanasan

global dan perubahan iklim. Hal ini dikarenakan posisi Indonesia yang terletak pada kawasan

iklim tropis yang berpengaruh terhadap sistem atmosfer global. Gerakan massa udara dari

kawasan subtropis di utara dan selatan Indonesia dapat memasuki kawasan Indonesia, hal ini

dikarenakan adanya ITCZ ( Intertropical Convergence Zone). Massa udara tersebut membawa

berbagai gas dan partikel udara yang berasal dari berbagai tempat, dan dipastikan terdapat

berbagai macam GRK di dalamnya. Hal ini ditambah oleh akumulasi GRK yang terdapat pada

atmosfer Indonesia akibat adanya kebakaran hutan maupun kegiatan lain yang menambah

kuantitas GRK di atmosfer. Kerentanan Indonesia terhadap pemanasan global juga disebabkan

oleh tingginya pertumbuhan penduduk, kemampuan ekonomi yag rendah, dan rendahnya

teknologi dalam penanganan permasalahan pemanasan global dan pengurangan emisi GRK

( Murdiyarso, 2003).

Indonesia tidak hanya memiliki kerentanan terhadap pemanasan global. Namun,

Indonesia juga memiliki peranan penting dalam upaya pengurangan emisi GRK. Letak Indonesia

di kawasan tropis ternyata sangat berkontribusi terhadap upaya ini, dimana iklim tropis yang

memiliki curah hujan yang tinggi tiap tahunnya merupakan kondisi yang sangat ideal bagi

pertumbuhan vegetasi. Hal ini tidak mengherankan apabila di Indonesia masih banyak dijumpai

hutan-hutan yang lebat. Hutan-hutan tersebut sangat berfungsi sebagai agen penyerapan karbon.

Salah satu kawasan yang sangat potensial dalam penyerapan emisi karbon adalah kawasan karst

yang tersebar hampir di seluruh kawasan di Indonesia. Ekosistem karst yang terdiri atas

batugamping dan dolomit, memiliki proses pelarutan batuan yang potensial sebagai pemendam

CO2 ( Haryono dan Day, 2004).Indonesia memiliki cakupan kawasan karst yang cukup luas,

hampir di seluruh pulau di Indonesia memiliki batuan karbonat pembentuk karst. Luasan batuan

karbonat di Indonesia adalah sekitar 154.032 km2 menurut peta geologi skala 1:1.000.000, namun

masih ada beberapa wilayah batuan karbonat yang belum terpetakan. Cadangan batuan karbonat

di Indonesia sendiri diperkirakan sebesar 39,27 trilyun ton (Ko, 2004). Kawasan karst sangat

efektif dalam penyerapan karbon karena karst memiliki suatu proses pelarutan batugamping yang

membutuhkan CO2 sebagai agen. Daoxian (2002) menyebutkan bahwa setiap 1 ton pelarutan

batugamping mampu menyerap 120 kg karbon di atmosfer. Selain itu curah hujan yang cukup 3

Page 4: BAB I

tinggi di daerah Gunungkidul juga berperan membantu proses penyerapan karbon dalam

pelarutan batugamping.

Gambar 1.2. Penyerapan karbondioksida (CO2) dari atmosfer pada proses pelarutan batu

gamping, di mana setiap pelarutan 1 ton batu gamping akan diikuti penyerapan

karbondioksida (CO2) sebesar 0,12 ton dari atmosfer (Haryono dkk, 2009)

Permasalahan yang muncul adalah belum adanya upaya dalam konservasi kawasan karst

berdasarkan fungsinya sebagai penyerapan karbon. Selain itu, masih sangat sedikit dijumpai

penelitian tentang karbon di dalam sistem karst, khususnya di Indonesia. Hal ini menyebabkan

sangat sulitnya informasi tentang penyerapan karbon oleh kawasan karst. Proses penyerapan

emisi karbon membutuhkan sebuah tampungan karbon (carbon pool) yang berguna sebagai

perangkap karbon dan menyimpannya di dalamnya. Menurut Mulatsih (2010), pemendaman

karbon dalam sistem karst yang menyertakan pelarutan batugamping dan masuk ke sistem gua

karst disebut juga sebagai litogenic carbon pool. Kawasan karst memiliki karakteristik lahan

yang unik, karena mempunyai dua tipe bentukan yaitu, eksokarst dan endokarst. bentukan

eksokarst merupakan bentukan karst yang berada di permukaan tanah, seperti kubah karst

(conical hill), dolina, uvala, maupun lapies. Bentukan endokarst yang sangat umum di kawasan

karst adalah gua karst. Gua karst merupakan sebuah lorong yang menampung air yang berasal

dari permukaan, baik air hujan yang masuk ke dalam sistem akuifer karst maupun dari aliran

permukaan yang menghilang (resurgence river), serta menjadi jalur aliran air bawah tanah di

kawasan karst. Air hujan melarutkan emisi karbon di atmosfer dan terinfiltrasi ke dalam tanah

lalu air hujan tersebut membawa karbon melewati rekahan-rekahan (diaklas) batugamping. Air 4

Page 5: BAB I

hujan yang melakukan kontak dengan batugamping ini membantu proses pelarutan batugamping

tersebut, sehingga senyawa karbon pada air akan terurai dan bereaksi terhadap kandungan

CaCO3 pada batugamping. Karbon yang terdapat pada air ini akan keluar melalui celah-celah

pada ornamen-ornamen tetesan gua menjadi karbon anorganik.

Gua karst banyak terdapat di kawasan karst Gunungsewu yang membentang dari Gunung

Kidul hingga Pacitan. Pelarutan dan presipitasi kalsit dalam sistem CO2 – H2O merupakan

sebuah proses yang sangat mempengaruhi perkembangan sistem karst (Dreybrodt,1988 dalam

Liu dan Dreybrodt, 1997).Gua-gua ini sangat berpotensi menjadi tampungan karbon di atmosfer

yang terlarut oleh air hujan dan menjadi karbon anorganik. Selain itu pula, pelarutan dan

presipitasi kalsit dalam sistem CO2 – H2O merupakan sebuah proses yang sangat mempengaruhi

perkembangan sistem karst (Dreybrodt,1988 dalam Liu dan Dreybrodt, 1997). Perkembangan

sistem perguaan terutama perkembangan ornamen dalam gua sangat tergantung oleh kadar CO2

yang terkandung dalam air. Namun saat ini masih sedikitnya pengetahuan tentang gua dan siklus

karbon dalam karst menjadikan belum adanya upaya konservasi gua karst sebagai penampung

karbon, sehingga masih terjadi alih guna lahan dan terjadinya penambangan batugamping yang

mereduksi kemampuan kawasan karst sebagai pemendam karbon. Bagaimana konsentrasi CO2

dalam gua juga belum dapat diketahui dan pengaruhnya terhadap proses karstifikasi.

Permasalahan ini yang memicu penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “STUDI

KANDUNGAN CO2 PADA TETESAN AIR ORNAMEN GUA KARST (Kasus pada Gua

Gilap, Kawasan Karst Gunungsewu)”. Penelitian ini menitikberatkan pada distribusi

konsentrasi CO2 yang keluar melalui tetesan air pada ornamen dalam gua karst. Penelitian ini

diharapkan mampu memberikan gambaran tentang konsentrasi CO2 dalam tetesan air ornamen

gua, menjelaskan variasi spasial dan temporalnya, dan hubungannya terhadap faktor hidrologi

lain dalam proses pelarutan pada sistem gua karst.

1.2 Rumusan Masalah

Ornamen tetesan gua karst memiliki perbedaan tipe yang didasarkan pada bentuk dan

proses pembentukannya. Variasi tipe ornamen ini akan berpengaruh terhadap sistem hidrologi

yang bekerja, dan akan mempengaruhi unsur kimia pada air yang menetes pada ornamen. Sistem

hidrologis yang bekerja pada air tetesan ornamen gua karst ini akan mempengaruhi konsentrasi

CO2 pada air tetesan. Penggunaan lahan permukaan dan ketebalan batugamping juga

5

Page 6: BAB I

mempengaruhi kandungan CO2 dalam air tetesan. Berdasarkan pemahaman diatas maka perlu

dikaji mengenai kondisi permukaan gua,kondisi fisik, dan kimia air tetesan yang memiliki

pengaruh pada kandungan CO2 pada air tetesan. Maka perumusan masalah penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Seberapa besar konsentrasi CO2 yang menetes pada ornamen gua?

2. Seberapa besar konsentrasi CO2 atmosfer yang terserap pada air yang menetes pada

ornamen gua?

3. Bagaimana hubungan dan pengaruh konsentrasi CO2 pada tetesan air ornamen terhadap

kondisi hidrologi air pada pelarutan batuan karbonat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui konsentrasi CO2 yang menetes pada ornamen dalam gua.

2. Mengetahui konsentrasi CO2 atmosfer yang terserap pada air yang menetes pada ornamen

gua.

4. Mengetahui hubungan dan pengaruh konsentrasi CO2 pada tetesan air ornamen terhadap

kondisi hidrologi air pada pelarutan batuan karbonat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pembelajaran geografi fisik dan lingkungan

tentang kawasan karst dan ilmu speleologi. Sebagai referensi dalam upaya penyerapan emisi

karbon di atmosfer seiring meningginya konsentrasi karbon. Sebagai bahan referensi dalam

pengelolaan dan konservasi kawasan karst dalam fungsinya sebagai media penyerapan karbon.

Selain itu juga dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya

6