bab i

140
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang kebumian, termasuk didalamnya mengenai sumberdaya alam yang ada dibumi. Salah satu sumberdaya alam yang ada di bumi adalah minyak dan gas bumi. Untuk memperoleh minyak dan gas bumi dibutuhkan tahapan studi regional, tahapan eksplorasi hingga eksploitasi. Eksplorasi di dunia migas sudah maju hal ini ditunjukkan dengan data yang dibutuhkan untuk eksplorasi ini semakin banyak. Data yang dapat diperoleh untuk mengetahui kondisi bawah permukaan antara lain log gamma ray (GR), spontaneous potential (SP), resistivitas (MSFL, LLD dan LLS), densitas (RHOB), neutron (NPHI), log sonik (DT), seismik, cutting serta data core. Dengan data tersebut maka dapat mengurangi resiko kegagalan dalam proses eksplorasi. Dalam eksplorasi terdapat tahapan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan data wireline log, yang 1

Upload: ichsan-adhi-chrisna

Post on 11-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

TUGAS AKHIR

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang kebumian,

termasuk didalamnya mengenai sumberdaya alam yang ada dibumi. Salah

satu sumberdaya alam yang ada di bumi adalah minyak dan gas bumi. Untuk

memperoleh minyak dan gas bumi dibutuhkan tahapan studi regional, tahapan

eksplorasi hingga eksploitasi.

Eksplorasi di dunia migas sudah maju hal ini ditunjukkan dengan data

yang dibutuhkan untuk eksplorasi ini semakin banyak. Data yang dapat

diperoleh untuk mengetahui kondisi bawah permukaan antara lain log gamma

ray (GR), spontaneous potential (SP), resistivitas (MSFL, LLD dan LLS),

densitas (RHOB), neutron (NPHI), log sonik (DT), seismik, cutting serta data

core. Dengan data tersebut maka dapat mengurangi resiko kegagalan dalam

proses eksplorasi.

Dalam eksplorasi terdapat tahapan analisis kuantitatif dan kualitatif.

Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan data wireline log, yang

dilanjutkan dengan melakukan analisis kuantitatif untuk memperoleh nilai

cadangan hidrokarbon.

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi hidrokarbon dan

telah dilakukan ekplorasi adalah di wilayah Cekungan Jawa Barat Utara.

Tahapan eksploitasi juga telah dilakukan pada daerah ini.

PT PERTAMINA ASET 3 merupakkan salah satu perusahaan yang

melakukan eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon di Cekungan Jawa Barat

Utara. Salah satu lapangan yang dikelola oleh PT PERTAMINA ASET 3

adalah Lapangan Karangbaru.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam tugas akhir ini mengangkat

topik dan judul yaitu: Analisis log untuk mengetahui potensi cadangan

1

Page 2: BAB I

hidrokarbon pada Sumur w, x, y dan z pada Formasi Talang Akar

Lapangan Karangbaru Cekungan Jawa Barat Utara.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam melakukan suatu penelitian mengenai eksplorasi hidrokarbon

hingga memperoleh cadangan hidrokarbon dibutuhkan studi mengenai proses

untuk mendapatkan cadangan hidrokarbon tersebut. Mengetahui zona yang

prospek sebagai tempat terakumulasinya hidrokarbon dan melakukan

perhitungan petrofisika adalah bagian dari tahapan untuk memperoleh

cadangan hidrokarbon.

Berdasarkan hal tersebut, identifikasi masalah dalam penelitian yang

dilakukan ini adalah:

1. Apa urutan litostratigrafi yang ada pada tiap sumur yang di teliti?

2. Apa tipe litologi yang prospek sebagai tempat terakumulasinya

hidrokarbon?

3. Bagaimana mengetahui zona prospek hidrokarbon yang ada pada tiap

sumur yang diteliti?

4. Bagaimana mengetahui volume hidrokarbon yang diteliti dengan

menggunakan radius dari titik lubang sumur?

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain:

1. Penentuan tipe urutan litologi yang ada pada sumur yang diteliti

dengan analisis wireline log yang terdiri dari log gamma ray (GR),

spontaneous potential (SP), resistivitas (MSFL, LLD dan LLS),

densitas (RHOB), neutron (NPHI) dan log sonik (DT).

2. Penentuan zona prospek hidrokarbon pada setiap sumur dengan

melihat data wireline log yang terdiri dari log gamma ray (GR),

spontaneous potential (SP), resistivitas (MSFL, LLD dan LLS),

densitas (RHOB), neutron (NPHI) dan log sonik (DT).

2

Page 3: BAB I

3. Melakukan perhitungan petrofisika untuk mendapatkan nilai, volume

shale, saturasi air, porositas dan permeabilitas.

4. Penentuan cadangan hidrokarbon yang ada pada setiap sumur yang

diteliti.

1.4 Maksud dan Tujuan

1.4.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisis kualitatif berupa penentuan urutan litostratigrafi

dan penentuan daerah yang dianggap prospek hidrokarbon pada

sumur w,x,y, dan z menggunakan data log gamma ray (GR), log

spontaneous potensial (SP), log resistivitas (MSFL, LLD dan LLS),

log densitas (RHOB), log neutron (NPHI), dan log sonik (DT).

2. Melakukan perhitungan petrofisika dan perhitungan cadangan well

basis pada sumur w,x,y, dan z.

1.4.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui jenis litologi dan korelasi litologi.

2. Mengetahui litologi yang dianggap sebagai zona prospek

hidrokarbon pada setiap sumur.

3. Mengetahui parameter petrofisika berupa porositas (Φ), Resistivitas

(Rt), permeabilitas (K), kejenuhan air (Sw), serta cadangan

hidrokarbon pada sumur w,x,y, dan z.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk peneliti, untuk

pembaca penelitian ini maupun bagi PT PERTAMINA ASET 3 sebagai

perusahaan tempat penulis melakukan penelitian.

Melalui penelitian ini maka didapat beberapa manfaat, yaitu diketahuinya

jenis litologi yang memiliki prospek hidrokarbon, serta jumlah cadangan di

3

Page 4: BAB I

setiap sumurnya, sehingga dapat membantu perusahaan untuk mengetahui

jumlah cadangan yang ada.

1.6 Lokasi DanTempat Pelaksanaan Penelitian

Lokasi penelitian terletak pada Lapangan Karangbaru Cekungan Jawa

Barat Utara.

Gambar 1.1 Lokasi objek penelitian (Pertamina EP, 1996)

Penelitian dilaksanakan di kantor Teknik G & G PT PERTAMINA

ASET 3, yang beralamat di Jalan Patra Raya Klayan No. 1 Cirebon, Jawa

Barat, 45151.

1.7 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian atau Tugas Akhir adalah selama dua bulan

yang dimulai pada tanggal 1 Agustus 2014 sampai 30 September 2014,

dengan pembagian waktu pelaksanaan Tugas Akhir sebagai berikut:

4

Page 5: BAB I

Tabel 1.1 Waktu Pelaksanaan

NoKEGIATAN

AGUSTUS SEPTEMBER#1 #2 #3 #4 #1 #2 #3 #4

1Studi Pustaka dan pengumpulan data sekunder

2Analisis litologi dan penentuan zona prospek dengan data log

3Korelasi litologi

4Perhitungan Petrofisika pada setiap sumur yang diteliti

5Perhitungan cadangan pada setiap sumur yang diteliti

6 Pembuatan Laporan

1.8 Sistematika Penulisan Laporan Penelitian Tugas Akhir

Sistematika penulisan pada laporan penelitian tugas akhir ini adalah:

1. BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat

pelaksanaan penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, dan sistematika

penulisan dari laporan penelitian tugas akhir.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi mengenai pustaka yang berhubungan dengan penelitian,

seperti kondisi geologi regional dan stratigrafi. Serta berisi konsep

analisis log gamma ray (GR), log spontaneous potensial (SP), log

resistivitas (MSFL, LLD dan LLS), log densitas (RHOB), log neutron

(NPHI) dan log sonik (DT), konsep perhitungan petrofisis dan

perhitungan cadangan hidrokarbon.

5

Page 6: BAB I

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan mengenai metode yang digunakan yaitu, metode

deskriptif dan analisis, yang dilanjutkan dengan urutan tahapan dalam

penelitian, mulai dari tahapan awal penelitian hingga tahapan akhir

penelitian.

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Menjabarkan hasil pengolahan data dan analisis yang meliputi:

penentuan jenis litologi yang ada pada formasi yang diteliti, penentuan

korelasi dari data log, perhitungan petrofisis pada setiap sumur yang

diteliti, dan perhitungan cadangan hidrokarbon pada sumur yang

diteliti.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup yang menyajikan kesimpulan yang

didapatkan dari hasil penelitian ini yang disertai saran bagi perusahaan.

1.9 Peneliti Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan di daerah Cekungan Jawa Barat Utara

adalah:

1. Budiyani, Sri., Priambodo, Doddy.1991. Konsep Eksplorasi di Cekungan

Jawa Barat Utara. Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia PIT ke-20.

Twentieth IAGI Annual Convention Jakarta, Indonesia December 10 – 12,

1991.

isi dari penelitian adalah mengenai konsep dan analisis yang diterapkan

dalam kegiatan eksplorasi hidrokarbon pada daerah Cekungan Jawa Barat

Utara.

2. Sukmono, S. dan Santoso, D., 2006. Integrating Seismic Attribute For

Reservoir Characterization In Melandong Field, Indonesia. ITB,

Bandung.

Penelitian ini membahas mengenai integrasi antara rms amplitude,

variance, dan AI yang diterapkan dalam interpretasi dan karakterisasi

reservoir TAF channels dan karbonat BRF pada Lapangan Melandong.

6

Page 7: BAB I

3. Surbakti, A. H., 2007. Studi Distribusi Properti Reservoir HN-77 Dan HN-

79 Formasi Talang Akar, Lapangan Hani, Sub Cekungan Ardjuna. ITB,

Bandung.

Penelitian ini membahas hubungan properti reservoir mengetahui luas

pelamparan dan penyebaran properti reservoir tersebut.

4. Nugraha, Dimas A., 2013. Pemetaan Bawah Permukaan dan Analisis

Persebaran Reservoir Pada Formasi Talang Akar Area Lapangan

Raraswari Cekungan Jawa Barat Utara. Program Studi Teknik Geologi,

Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Isi dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik kenampakan fisik

formasi, pemetaan bawah permukaan, analisis persebaran reservoir serta

perhitungan cadangan pada Lapangan Raraswari, Cekungan Jawa Barat

Utara.

7

Page 8: BAB I

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara

Menurut Martodjojo (2003), Cekungan Jawa Barat Utara terletak di

barat daya Pulau Jawa dan meluas hingga lepas pantai Laut Jawa. Cekungan

Jawa Bagian Utara secara regional merupakan sistem busur belakang (back

arc basin) yang terletak di antara lempeng mikro Sunda dan tunjaman Tersier

India-Australia. Aktivitas tektonik telah menghasilkan sesar-sesar turun

berarah utara-selatan di bagian utara cekungan serta membagi tiga sub

cekungan yaitu: Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan Pasir Putih dan Sub

Cekungan Jatibarang.

Gambar 2.1 Regional Section Cekungan Jawa Barat Bagian Utara (Martodjojo, 2003)

Sesar-sesar tersebut mengontrol pembentukan struktur horst dan graben

yang menyusun serta mempengaruhi sedimentasi di sub cekungan. Ketiga sub

cekungan dipisahkan oleh blok naik dari sesar yaitu: blok naik

Rengasdengklok, blok naik Tangerang dan blok naik Pamanukan. Di bagian

selatan cekungan berkembang sesar-sesar naik yang berarah timur-barat.

8

Page 9: BAB I

Sesar-sesar ini berumur lebih muda dan memotong sedimen Tersier sampai

permukaan.

Cekungan Jawa Barat Utara secara umum dibatasi oleh Cekungan

Bogor di bagian selatan, Platform Seribu di bagian barat laut, Cekungan

Arjuna di bagian utara dan Busur Karimun Jawa di bagian timur laut

(Narpodo, 1996).

2.1.1 Fisiografi Cekungan

Menurut Padmosukismo dan Yahya (1974), Cekungan ini dibatasi oleh

Cekungan Bogor di bagian selatan, dibagian barat laut dibatasi oleh seribu

platform, dibagian utara oleh Cekungan Arjuna dan di bagian timur oleh

Busur Karimun Jawa. Sesar-sesar utama yang berpola utara selatan dan

berumur pratersier menyebabkan cekungan ini terpisah menjadi tiga sub

cekungan, yaitu: Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan pasir putih, dan Sub

Cekungan Jatibarang yang merupakan blok turun dari sesar-sesar utama.

Ketiga sub cekungan tersebut dibatasi blok naik yang merupakan blok naik

dari sesar-sesar utama, yaitu: blok naik Tangerang, blok naik Rengasdengklok

dan blok naik Pamanukan.

2.2 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Bagian Utara

Sedimentasi Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada Kala

Eosen Tengah-Oligosen Tengah dengan pengendapan Formasi Vulkanik

Jatibarang di atas permukaan bidang erosi dari batuan dasar Pra-Tersier.

Material vulkanik dihasilkan oleh aktivitas vulkanisme dari pusat-pusat erupsi

di Sub Cekungan Jatibarang dan Blok naik Pamanukan. Terdapat

konglomerat dan tufa di timur Paparan Pulau Seribu yaitu di blok naik

Tangerang yang dihasilkan oleh erosi aktif dekat sumber di sebelah barat. Sub

Cekungan Pasir Putih dan Jatibarang terus mengalami penurunan dengan

cepat sehingga dapat menerima sedimen vulkanik sampai 1000 m

(Martodjojo, 2003).

Pada Miosen Awal, fase transgresi pertama mulai berlangsung dengan

dimulainya penggenangan cekungan oleh air laut pada daerah timur dan pada

9

Page 10: BAB I

daerah barat adalah percampuran dari air dari laut dan air dari darat. Fase

transgresi ini menghasilkan sedimen anggota Cibulakan bawah yang setara

dengan Formasi Talang Akar yang diendapkan di atas bidang bidang

ketidakselarasan menyudut dari Formasi Vulkanik Jatibarang. Kondisi

cekungan stabil, hanya Sub Cekungan Ciputat yang mengalami penurunan

cepat, air menggenangi blok naik Tangerang sehingga sedimen klastik yang

dihasilkan, diendapkan di laut yang berbeda.

Pada akhir Miosen Awal, kondisi cekungan secara keseluruhan relatif

stabil. Daerah sebelah barat Pamanukan merupakan platform laut dangkal dan

karbonat berkembang membentuk batugamping setara Formasi Baturaja,

sedangkan di bagian timur laut manjadi lebih dalam. Kondisi adanya karbonat

yang tebal menunjukkan bahwa bagian barat mengalami penurunan lagi. Blok

naik Tangerang tetap muncul walaupun dengan relief yang rendah.

Pada Miosen Tengah, seiring dengan pengendapan karbonat, laut

meluas ke arah barat dan menggenangi blok naik Tangerang. Transgresi ini

terjadi disebabkan oleh penurunan yang cepat Sub Cekungan Ciputat dan

Pasir Putih. Blok naik Rengasdengklok tergenang air laut. Sedimen yang

terbentuk merupakan anggota Cibulakan Atas dengan ketebalan 1200 m di

Sub Cekungan Pasir.

Selama akhir Miosen Tengah sampai awal Miosen Akhir cekungan

kembali menjadi stabil dan fase transgresi kedua mulai terjadi pengendapan

batugamping Formasi Parigi. Cekungan berada dalam lingkungan yang

dangkal, hangat dan jernih. Karbonat Formasi Parigi berkembang membentuk

carbonate build up yang memanjang dengan arah relatif utara-selatan,

sedangkan lereng berkembang sejajar dengan bentuk sembulannya. Pada

periode ini dari Jatibarang ke Cicauh arah laut terbuka adalah ke arah selatan,

sedangkan dari Cicauh, Jatinegara dan Rengasdengklok arah laut terbuka

adalah ke arah Barat.

Mulai Miosen Akhir sampai Pliosen, fase transgresi mencapai

maksimum dan terjadi pengangkatan daratan di bagian utara serta dasar laut

menjadi dalam sehingga pertumbuhan karbonat berhenti. Regresi terjadi

10

Page 11: BAB I

dengan adanya pengendapan Formasi Cisubuh di lingkungan marginal

marine paralic. Formasi Cisubuh tersusun oleh perselingan batulempung

dengan batupasir dan batugamping. Pengangkatan di bagian sumbu Pulau

Jawa membentuk antiklin pada Pliosen Akhir, mengakhiri pengendapan

Formasi Cisubuh.

Urutan stratigrafi tersebut dari yang paling tua sampai yang termuda

(Martodjojo, 2003) adalah sebagai berikut:

2.2.1 Batuan Dasar

Batuan Dasar berupa batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur

Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra-

Tersier (Sinclair, dkk., 1995). Lingkungan pengendapannya merupakan

suatu permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata,

1980).

2.2.2 Formasi Jatibarang

Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama

dijumpai pada bagian tengah dan timur Cekungan Jawa Barat Bagian Utara.

Pada bagian barat cekungan ini yang termasuk adalah daerah Tambun –

Rengasdengklok, Formasi Jatibarang tidak banyak terlihat. Pada bagian

bawah Formasi ini tersusun oleh tufa bersisipan lava sedangkan bagian atas

tersusun oleh batupasir.

Formasi ini diendapkan pada fasies continental-fluvial. Minyak dan gas

di beberapa tempat dapat ditemukan di rekahan-rekahan tufa tersebut.

Formasi ini terletak secara tidak selaras di atas batuan dasar.

2.2.3 Formasi Talang Akar

Pada synrift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar. Pada

awalnya Formasi ini memiliki fasies fluvial-deltaic sampai fasies marine.

Litologi Formasi ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir dengan

serpih non-marine dan diakhiri oleh perselingan antara batugamping, serpih

dan batupasir dalam fasies marine. Ketebalan Formasi ini sangat bervariasi

dari pada blok naik Rengasdengklok ketebalannya 254 m, di blok naik

Tambun-Tangerang ketebalanya diperkirakan lebih dari 1500 m pada pusat

11

Page 12: BAB I

Rendahan Ciputat. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai

dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan

berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitarnya.

Formasi ini diendapkan pada Kala Oligosen sampai dengan Miosen

Awal. Pada Formasi ini juga dijumpai lapisan batubara yang kemungkinan

terbentuk pada lingkungan delta. Batubara dan serpih tersebut merupakan

batuan induk untuk hidrokarbon.

2.2.4 Formasi Baturaja

Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.

Litologi penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu dengan penyebaran

tidak merata. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif yang

semakin ke atas semakin berpori. Selain ditemukan dolomit, interkalasi

serpih glaukonit, napal, rijang dan batubara. Formasi ini terbentuk pada

Kala Miosen Awal sampai Miosen Tengah terutama dari asosiasi

foraminifera. Lingkungan pembentukan Formasi ini adalah pada kondisi

laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari cukup terutama dari

melimpahnya foraminifera spiroclypens sp. Ketebalan Formasi ini berkisar

pada 50 - 300 m.

2.2.5 Formasi Cibulakan Atas

Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan

batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan

batugamping klastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara

setempat-setempat. Batugamping terumbu ini dikenal sebagai Mid Main

Carbonate (MMC). Formasi ini terbagi menjadi tiga anggota yaitu:

a. Massive

Anggota ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja.

Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir

yang mempunyai ukuran butir dari halus-sedang. Pada Massive dijumpai

hidrokarbon terutama pada bagian atas (Arpandi dan

Padmosukismo,1975).

12

Page 13: BAB I

b. Main

Anggota Main terendapkan secara selaras di atas anggota Massive.

Litologi penyusunnya adalah perselingan batulempung dengan batupasir

yang mempunyai ukuran butir halus-sedang bersifat glaukonitan. Pada

awal pembentukannya berkembang batugamping dan juga blangket-

blangket pasir, di mana pada bagian ini anggota Main terbagi lagi yang

disebut dengan Mid Main Carbonate (MMC).

c. Pre-Parigi

Anggota Pre-Parigi terendapkan secara selaras di atas anggota Main.

Litologinya adalah perselingan batu gamping, dolomit, batupasir dan

batulanau. Anggota ini terbentuk pada Kala Miosen Tengah sampai

Miosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan neritik tengah-neritik

dalam (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) dengan dijumpainya fauna-

fauna laut dangkal dan juga komposisi batupasir glaukonitan.

2.2.6 Formasi Parigi

Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.

Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu-abu terang,

berfosil, berpori dengan sedikit dolomit. Litologi penyusun lainnya adalah

serpih karbonatan dan napal yang dijumpai pada bagian bawah. Selain itu,

komposisi coral dan algae banyak dijumpai. Pengendapan batugamping ini

melampar keseluruh Cekungan Jawa Barat Utara. Lingkungan pengendapan

formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah.

Formasi Parigi berkembang sebagai batugamping terumbu, namun di

beberapa tempat ketebalannya menipis dan berselingan dengan napal. Batas

bawah Formasi Parigi ditandai dengan perubahan berangsur dari batuan

fasies campuran klastika karbonat Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan

karbonat Formasi Parigi. Kontak antara Formasi Parigi dengan Formasi

Cisubuh yang berada di atasnya sangat tegas yang merupakan kontak antara

batugamping bioklastik dengan napal yang berfungsi sebagai lapisan

penutup. Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Akhir-Pliosen.

13

Page 14: BAB I

2.2.7 Formasi Cisubuh

Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi

penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir,

batulempung dan batugamping. Umur formasi ini adalah Kala Miosen Akhir

sampai Pliosen - Plistosen. Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut

dangkal yang semakin ke atas menjadi lingkungan litoral.

Dari seluruh formasi di atas, formasi yang merupakan penghasil

hidrokarbon di Cekungan Jawa Barat Bagian Utara adalah Formasi Talang

Akar yang terletak di Rendahan Ciputat, Kepuh Pasirbungur, Cipunegara

dan Jatibarang. Formasi-Formasi ini berfungsi sebagai source rock. Dari

sejumlah source rock telah digenerasikan hidrokarbon seperti yang dijumpai

di lapangan minyak dan gas yang ada di Jawa Barat Bagian Utara.

Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo,1975)

14

Page 15: BAB I

2.3 Dasar – Dasar Eksplorasi Minyak Bumi dan Gas Bumi

Dalam kegiatan eksplorasi, pada umumnya keberadaan minyak dan gas

bumi tidak diketahui atau ditentukan secara langsung, melainkan dilakukan

dengan pendekatan tidak langsung, yakni didasarkan pada pendekatan

interpretasi geologi dan geofisika. Pendekatan yang tidak langsung ini

menyebabkan tidak selalu ditemukan minyak maupun gas bumi.

Menurut Koesoemadinata (1980), pertimbangan yang harus diingat

dalam pencarian minyak dan gas bumi adalah mengenai syarat – syarat

terjadinya minyak dan gas bumi itu sendiri, yang diantaranya adalah sebagai

berikut:

2.3.1 Batuan Induk (Source Rock)

Batuan induk adalah batuan tempat minyak dan gas bumi terbentuk.

Batuan ini umumnya berupa serpih atau lempung yang tebal dan memiliki

komposisi material organik. Serpih dan lempung terdapat sekitar 80% dari

jumlah keseluruhan batuan sedimen dibumi. Meskipun demikian jumlah

material organik yang terkomposisi hanya 1% - 2%.

Faktor lain yang sangat penting bagi suatu batuan induk adalah ketebalan

batuan serta luas pelamparan, karena semakin tebal dan luas pelamparannya,

maka akan semakin banyak menghasilkan hidrokarbon.

2.3.2 Perangkap (Trap)

Perangkap adalah tempat minyak dan gasbumi terperangkap, setelah

bergerak atau berpindah dari batuan asal. Perangkap ini dapat berupa

perangkap struktural seperti tutupan dari suatu bentuk antiklin, kubah atau

dome, sesar, dan perangkap startigrafi, seperti batupasir channel maupun

sandstone bar.

Perangkap stratigrafi adalah perangkap yang terjadi karena adanya

perubahan jenis litologi dari batuan yang sebagai tempat terakumulasinya

hidrokarbon menjadi litologi yang tidak dapat dilewati hidrokarbon karena

litologi tersebut kedap akan fluida, hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena

perbedaan fasies antara batuan reservoir dengan batuan yang kedap, sehingga

hidrokarbon terperangkap.

15

Page 16: BAB I

Unsur-unsur utama perangkap startigrafi, diantaranya adalah:

1. Litologi memiliki porositas dan permeabilitas yang buruk sehingga tidak

ada fluida yang terakumulasi pada litologi tersebut seperti serpih.

2. Adanya lapisan penutup atau penyekat yang menghimpit lapisan reservoir

tersebut baik ke arah atas maupun ke arah samping.

3. Lapisan yang kedap berada diatas lapisan reservoir sehingga hidrokarbon

ataupun air tidak dapat mengalami migrasi kembali dan terjebak karean

adanya lapisan kedap tersebut.

Perangkap staratigrafi didapatkan karena letak struktur batuan yang kedap

sedemikian rupa, sehingga batas lateral batuan tersebut merupakan

penghalang permeabilitas baik kearah atas maupun kearah samping.

2.3.3 Migrasi

Migrasi adalah perpindahan hidrokarbon dari batuan induk melalui batuan

berpori dan kedap atau bidang sesar menuju tempat dengan tekanan yang

lebih rendah. Beberapa jenis sumber penggerak migrasi hidrokarbon

diantaranya adalah kompaksi, tegangan permukaan, gaya pelampungan,

tekanan hidrostatik, tekanan gas dan gradien hidro-dinamik. Pergerakkannya

sendiri bisa dengan atau tanpa bantuan air.

Migrasi hidrokarbon akan terhenti apabila hidrokarbon telah terperangkap

dalam suatu sistem trap dan muncul ke permukaan tanah berupa rembesan

minyak dan gas serta habis menguap di udara.

2.3.4 Batuan Penutup (Seal Rock)

Batuan penutup adalah batuan kedap yang terletak diatas reservoir,

sehingga hidrokarbon tidak akan keluar dari perangkap. Batuan kedap ini

berfungsi sebagai penutup, contohnya adalah serpih dan karbonat masif.

2.3.5 Batuan Reservoir

Batuan reservoir adalah batuan yang memiliki komposisi hidrokarbon

dalam rongga - rongga atau pori yang terdapat diantara butiran mineral atau

dapat pula dalam rekahan batuan yang memiliki porositas rendah. Mengingat

bahwa hidrokarbon dalam batuan menempati rongga-rongga yang ada di

16

Page 17: BAB I

antara butir batuan, maka pada umumnya batuan reservoir ini adalah jenis

batuan sedimen karena sifat batuannya yang berpori dan tidak kedap, seperti

batupasir ataupun batuan karbonat.

Sifat – sifat suatu reservoir, seperti jenis litologi, ukuran butir,

permeabilitas, porositas dan jenis sementasi, selain tergantung pada proses –

proses yang terjadi pada saat pengendapan, juga kepada jenis lingkungan

pengendapan dan proses yang terjadi setelah pengendapan seperti proses

erosi, pelapukan dan deformasi. Proses diagenesis yang terjadi pada saat

setelah penimbunan atau burial, juga sangat berpengaruh pada porositas dan

permeabilitas.

Komponen – komponen tersebut kemudian membentuk suatu sistem

yang disebut dengan petroleum system. Setiap komponen berperan dalam

proses terbentuknya hidrokarbon.

2.4 Konsep Logging

Logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data bawah

permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan kedalam lubang

sumur, untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri fisik batuan dibawah

permukaan (Harsono, 1997). Tujuan dari logging adalah untuk mendapatkan

inFormasi litologi, pengukuran porositas, pengukuran resistivitas, dan

kejenuhan hidrokarbon. Sedangkan tujuan utama dari logging ini adalah

untuk menentukan zona, dan memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi

dalam suatu reservoir.

Logging merupakan salah satu metode yang akurat dalam penentuan

kedalaman dan ketebalan suatu lapisan dibandingkan dengan metode lainnya.

Suatu prosedur logging terdiri dari alat logging yang disambungkan oleh

wireline ke dalam sumur yang di bor untuk mengetahui sifat fisik batuan dan

fluida formasi.

17

Page 18: BAB I

2.5 Jenis-Jenis Log

Ada 4 jenis log yang sering digunakan dalam interpretasi yaitu :

1. Log listrik, terdiri dari log resistivitas dan log SP (Spontaneous

Potential).

2. Log radioaktif, terdiri dari log GR (Gamma Ray), log porositas yaitu

terdiri dari log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI) merupakan

Log ini menyelidiki intensitas radioaktif mineral yang berkomposisi

radioaktif dalam suatu lapisan batuan dengan menggunakan suatu

radio aktif tertentu.

3. Log akustik berupa log berfungsi dalam penentuan besarnya harga

porositas dari batuan.

4. Log Caliper merupakan log penunjang keterangan log ini digunakan

untuk mengetahui perubahan diameter dari lubang bor yang bervariasi

akibat adanya berbagai jenis batuan yang ditembus mata bor.

2.5.1 Log Listrik

Log listrik merupakan suatu jenis log yang digunakan untuk mengukur

sifat kelistrikan batuan, yaitu untuk mengukur resistivitas atau tahanan jenis

batuan dan juga potensial diri dari batuan.

1. Log Spontaneus Potensial (SP)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di

permukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang

bor yang bergerak naik turun. Log SP dapat berfungsi jika lubang di isi

oleh lumpur konduktif. Skala SP dalam milivolt, tidak ada harga mutlak

yang sama dengan nol karena hanya perubahan potensial yang dicatat.

Dibagian yang shaly, nilai defleksi SP maksimum kearah kanan yang

dapat menentukan suatu garis dasar shale. Defleksi dari bentuk log shale

baseline menunjukkan zona batuan tidak kedap yang memiliki komposisi

fluida dengan salinitas yang berbeda dari lumpur pemboran (Russel,

1951).

Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan tidak kedap, namun tidak

dapat mengukur harga absolut dari permeabilitas maupun porositas dari

18

Page 19: BAB I

suatu formasi. Log SP sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti

resistivitas formasi, air lumpur pemboran, ketebalan formasi dan parameter

lain, jadi pada dasarnya jika salinitas komposisi dalam lapisan lebih besar

dari salinitas lumpur maka kurva SP akan berkembang negatif dan jika

salinitas komposisi dalam lapisan lebih kecil dari salinitas lumpur maka

kurva SP akan berkembang positif. Jika salinitas komposisi dalam lapisan

sama dengan salinitas lumpur maka defleksi kurva SP akan merupakan

garis lurus sebagaimana pada shale (Doveton, 1986)

Fungsi dari Log SP adalah sebagai berikut (Nugroho, 2012) :

1. Identifikasi lapisan-lapisan tidak kedap.

2. Mencari batas-batas lapisan tidak kedap dan korelasi antar sumur

berdasarkan batasan lapisan tersebut.

3. Menentukan nilai resistivitas air-formasi (Rw)

4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.

Dari kondisi batuan dan komposisi yang ada di dalamnya, bentuk-

bentuk kurva SP adalah sebagai berikut :

1. Pada lapisan shale, kurva Sp berbentuk garis lurus.

2. Pada lapisan tidak kedap dengan komposisi air asin, defleksi kurva

akan berkembang negatif atau kearah kiri dari garis shale.

3. Pada lapisan tidak kedap dengan komposisi hidrokarbon, defleksi SP

akan berkembang negatif.

2. Log Resistivitas

Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu kemampuan

batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui

batuan tersebut (Thomer, 1984). Resistivitas rendah apabila batuan mudah

mengalirkan arus listrik. Resistivitas kebalikan dari konduktivitas, satuan

dari resistivitas suatu batuan adalah ohmmeter (Ωmeter). Besarnya harga

resistivitas suatu batuan tergantung pada sifat karakter dari batuan tersebut.

Dalam log resistivitas juga digunakan log induksi (Induction Log) yang

terdiri dari alat transmitter dan receiver, yang juga digunakan untuk

mengukur tahanan jenis batuan. Resistivitas rendah apabila batuan mudah

19

Page 20: BAB I

untuk mengalirkan arus listrik dan resistivitas tinggi apabila batuan sulit

untuk mengalirkan arus listrik. Nilai resistivitas pada suatu formasi

bergantung dari (Chapman, 1976) :

1. Salinitas air formasi yang ada.

2. Jumlah air formasi yang ada.

3. Struktur geometri pori-pori.

Sifat atau karakter batuan di antaranya adalah porositas, salinitas dan

jenis batuan, hal ini dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Pada lapisan kedap yang berkomposisi air tawar, harga resistivitasnya

tinggi, karena air tawar mempunyai salinitas rendah bahkan lebih

rendah dari air filtrasi sehingga konduktivitasnya rendah.

2. Pada lapisan kedap yang berkomposisi air asin, harga resistivitasnya

rendah karena air asin mempunyai salinitas yang tinggi sehingga

konduktivitasnya tinggi.

3. Pada lapisan yang berkomposisi hidrokarbon resistivitasnya tinggi.

4. Pada lapisan yang berkomposisi sisipan shale, harga resistivitasnya

menunjukkan penurunan yang selaras dengan persentase sisipan

tersebut.

Pada lapisan kompak harga resistivitas tinggi, karena lapisan kompak

mempunyai porositas mendekati nol sehingga celah antar butir yang

menjadi media penghantar arus listrik relatif kecil.

2.5.2 Log Radioaktif

Log ini mengukur intensitas radioaktif mineral yang memiliki unsur

radioaktif dalam lapisan batuan dengan menggunakan suatu radioaktif

tertentu.

Terdapat beberapa jenis log radioaktif, tetapi dalam penelitian kali ini

yang digunakan adalah log gamma ray (GR) dan log densitas (RHOB), dan

berikut adalah penjelasan dari kedua jenis log tersebut:

1. Log Gamma Ray

Log Gamma Ray adalah suatu pengukuran terhadap komposisi

radioaktivitas alam dari suatu formasi. Sinar gamma sangat efektif untuk

20

Page 21: BAB I

membedakan lapisan kedap dan yang kedap karena radioaktif cenderung

berpusat dalam serpih yang kedap terlihat kurva log GR mengalami

defleksi ke kanan, sedangkan untuk lapisan tidak kedap unsur radioaktif

jumlahnya sedikit, kurva log GR defleksi ke kiri. Menurut Bassiouni

(1994), Log ini digunakan untuk mengukur intensitas radioaktif yang

dipancarkan dari batuan yang didasarkan bahwa setiap batuan memiliki

komposisi komponen radioaktif yang berbeda-beda. Unsur – unsur

radioaktif itu adalah Uranium (U), Thorium (Th), dan Pottasium (K). Log

sinar gamma mengukur intensitas sinar gamma alami yang dipancarkan

oleh formasi. Sinar gamma ini berasal dari peluruhan unsur-unsur

radioaktif yang berada dalam batuan.

Batupasir dan batugamping hampir tidak memiliki unsur-unsur

radioakif. Serpih mempunyai komposisi radioaktif yang tinggi yaitu

sekitar 6 ppm Uranium, 12 ppm Thorium dan 2 ppm Potassium

(Schlumberger, 1958). Oleh karena itu log sinar gamma dapat digunakan

untuk mengetahui komposisi serpih pada suatu formasi.

2. Log Densitas (RHOB)

Log ini menunjukkan besarnya densitas dari batuan yang ditembus

lubang bor. Dari besaran ini sangat berguna dalam penentuan besaran

porositas. Selain itu juga dapat mendeteksi adanya komposisi hidrokarbon

atau air bersama-sama dengan log neutron. Prinsip dasar dari log densitas

ini adalah menggunakan energi yang berasal dari sinar gamma. Pada saat

sinar gamma bertabrakan dengan elektron dalam batuan akan mengalami

pengurangan energi. Energi yang kembali sesudah mengalami benturan

akan diterima oleh detektor yang berjarak tertentu dengan sumbernya,

makin lemah energi yang kembali menunjukkan semakin banyaknya

elektron – elektron dalam batuan, yang berarti semakin padat butiran

mineral penyusun batuan persatuan volume (Dewan, 1983).

Kegunaan log densitas adalah untuk (Sonnenberg, 1991) :

1. Mengukur nilai porositas.

2. Korelasi antar sumur pemboran.

21

Page 22: BAB I

3. Mengenali komposisi fluida dari formasi.

3. Log Neutron (NPHI)

Log Neutron memberikan suatu perekaman reaksi formasi terhadap

penambahan neutron. Log ini mencerminkan banyaknya atom hidrogen

dalam formasi. Biasanya makin banyak fluida dalam formasi akan

memberikan pembacaan porositas yang tinggi sebab fluida menunjukkan

pori-pori batuannya besar hingga harga porositas neutronnya tinggi. Log

neutron berguna untuk penentuan besarnya porositas batuan. Prinsip dasar

dari log ini adalah log ini memancarkan neutron secara terus menerus dan

konstan pada lapisan, keterangan massa neutron netral dan hampir sama

dengan massa atom hidrogen (Schlumberger, 1958).

2.5.3 Log Akustik atau Log Sonik

Berupa log sonik berfungsi untuk mendapatkan harga porositas dari

batuan dengan memancarkan gelombang suara dari transmitter dan akan

diterima oleh receiver. Harga porositas akan berbanding terbalik terhadap

waktu rambat gelombang suara tersebut. Semakin lama waktu tempuhnya

maka porositas batuannya tinggi / batuan tidak kompak dan sebaliknya

(Foster & Edward, 1990).

2.5.4 Log Caliper

Log ini merupakan log penunjang, keterangan log ini digunakan untuk

mengetahui perubahan diameter dari lubang bor yang bervariasi akibat

adanya berbagai jenis batuan yang ditembus mata bor. Pada lapisan shale

atau clay yang permeabilitasnya hampir mendekati nol, lumpur pemboran

tidak dapat masuk kedalam litologi tersebut sehingga terjadi keruntuhan

pada dinding sumur dari litologi shale / clay tersebut yang disebut dengan

washed out, sehingga dinding sumur bor mengalami perbesaran diameter,

sedangkan pada lapisan tidak kedap terjadi pengecilan lubang sumur bor

karena terjadi endapan lumpur pada dindingnya yang disebut kerak lumpur

(mud cake). Pada dinding sumur yang tidak mengalami proses penebalan

dinding sumur, diameter lubang bor akan tetap. Log ini berguna untuk

mencari ada atau tidaknya lapisan tidak kedap (Rider, 2002).

22

Page 23: BAB I

2.6 Analisis Kualitatif

Analisis Kualitatif log adalah analisis tentang kualitas log dan bentuk

kurva log tanpa menghitung besaran – besaran yang di ukur oleh log. Analisis

ini meliputi penentuan zona batuan tidak kedap, zona batuan kedap, ketebalan

batuan tidak kedap dan fluida di dalamnya (Schlumberger, 2008).

2.6.1 Penentuan Zona Batuan Tidak Kedap

Pada data log sumur zona batuan reservoir dicirikan oleh:

1. Kurva Log SP akan terdefleksi baik positif maupun negatif tergantung

pada jenis komposisi fluidanya. Positif bila memiliki komposisi air

tawar dan akan negatif bila komposisinya air asin atau hidrokarbon.

2. Pada kurva log GR akan menunjukkan harga yang rendah, karena

batuan tidak kedap hanya memiliki komposisi radioaktif yang sedikit.

3. Log Caliper mengalami defleksi ke arah kiri yang menunjukkan

adanya mudcake.

4. Adanya perbedaan antara kurva resistivitas zona terinvasi dengan

yang tidak terinvansi karena adanya mud filtrat ke dalam formasi.

2.6.2 Penentuan Zona Batuan Kedap

Pada data log sumur zona tidak kedap dicirikan oleh:

1. Kurva log SP statis bila tidak ada mud filtrat dalam batuan sehingga

tidak ada beda potensial antara lumpur pemboran dengan lapisan

batuan.

2. Pada kurva log GR akan menunjukkan harga yang tinggi, karena

batuan kedap banyak memiliki komposisi unsur radioaktif bumi.

3. Log Caliper merekam adanya pembesaran merekam adanya

pembesaran lubang bor secara tiba – tiba yang disebut caving karena

lumpur pemboran tidak dapat menempel pada serpih yang

permeabilitasnya sangat rendah, yang menyebabkan filtrat lumpur bor

akan berinteraksi dengan fluida pada serpih hingga menyebabkan

lempung mengembang dan akhirnya terjadi caving.

23

Page 24: BAB I

2.6.3 Penentuan Ketebalan Lapisan Tidak Kedap

Untuk penentuan ketebalan lapisan tidak kedap digunakan log GR dan

Log SP. Pada batuan lunak log SP memberikan perbedaan yang lebih

kontras antara serpih dan pasir dibandingkan dengan log GR, sehingga akan

memudahkan dalam penentuan ketebalan lapisan. Sedangkan untuk batuan

yang kompak perubahan log SP sangat kecil, sehingga dalam kondisi ini

sinar gamma akan lebih baik karena memberikan resolusi lapisan yang lebih

baik.

Gambar 2.3 Pembacaan kurva log SP (Bassiouni, 1994).

Gambar 2.4 Defleksi log gamma ray (Dewan, 1983).

24

Page 25: BAB I

2.6.4 Penentuan Jenis Fluida

1. Zona Air

Adalah zona rongga dalam batuan yang mempunyai kejenuhan air

formasi 100%, ditunjukkan oleh :

a. Pemisahan antara kurva resistivitas zona terinvasi atau Rxo dengan

kurva resistivitas batuan atau Rt. Jika salinitas air formasi lebih tinggi

dari mud filtrat maka Rt < Rxo, dan begitu juga sebaliknya.

b. Kurva SP akan menunjukkan defleksi negatif pada zona air asin dan

positif pada zona air tawar. Hal ini terjadi jika salinitas lumpur bor

lebih rendah daripada salinitas air formasi.

2. Zona Minyak

a. Nilai resistivitas zona tak terinvasi atau Rt tinggi karena minyak

bersifat non konduktif. Bisa sama, lebih tinggi atau lebih rendah

daripada zona terinvasi atau Rxo, tergantung pada kedalaman invasi

filtrat lumpur.

b. Nilai Rxo relatif tinggi karena pengaruh filtrasi lumpur.

3. Zona Gas

a. Pemisahan yang cukup besar antara kurva resistivitas zona terinvasi

atau Rxo dengan kurva resistivitas batuan atau Rt, dengan Rt > Rxo.

Rt zona gas lebih tinggi daripada Rt pada zona minyak.

b. Nilai porositas neutron kecil begitu juga dengan nilai densitasnya.

Gambar 2.5 Defleksi log resistivitas (Rider, 1996).

25

Page 26: BAB I

2.7 Analisis Kuantitatif

Petrofisika adalah ilmu yang mempelajari tentang properti batuan dan

interaksinya dengan fluida yang berada pada batuan yaitu gas, minyak dan

air, dikarenakan batuan reservoir mempunyai porositas dan permeabilitas,

maka pembahasan akan selalu berhubungan dengan porositas dan

permeabilitas batuan.

Tujuan utama dari pembahasan ini adalah memberikan penjelasan dan

pengertian tentang properti permeabilitas petrofisika dari batuan dan

interaksinya dengan fluida terhadap permukaan batuan yang berpori.

Pada perhitungan petrofisika bertujuan untuk menentukan segala aspek

pada batuan reservoir, dimana matriks batuan reservoir terdiri dari butiran-

butiran batupasir, gamping, dolomit ataupun campuran dari kesemuanya,

antar butiran tersebut mempunyai ruang pori yang berisi air, minyak

ataupun gas, air akan menempati celah-celah yang sangat halus, dan juga

membentuk suatu jalur yang menerus, sedangkan minyak akan menempati

ruang pori yang lebih besar, jika pada batuan reservoir terdapat gas, maka

gas akan menempati ruang pori yang lebih besar dan terpisah dari minyak.

Sifat-sifat batuan yang penting untuk analisis log adalah porositas,

saturasi air dan permeabilitas, dengan porositas dan saturasi air banyaknya

hidrokarbon pada lapisan reservoir dapat dihitung, sedangkan dengan

permeabilitas, dapat menunjukan pada tingkat mana hidrokarbon dapat

diproduksi.

Didalam analisis kuantitatif terdapat penentuan porositas batuan,

penentuan volume shale, penentuan satuarasi air serta penentuan

permeabilitas dan berikut adalah penjelasannya:

2.7.1 Porositas Batuan (Φ)

Porositas ditandai dengan lambang Φ, porositas adalah bagian dari

volume total batuan yang berpori dan dapat menunjukan kapasitas

penyimpanan fluida pada suatu reservoir, nilai dari porositas akan menjadi

tinggi apabila ukuran butir pada suatu batuan mempunyai ukuran yang

seragam, dan akan menjadi rendah apabila ukuran butir tidak seragam ini

26

Page 27: BAB I

dikarenakan ukuran butir yang lebih kecil mengisi pori diantara butir yang

ukurannya lebih besar, pada kondisi ini Formasi batuan tersebut dapat

disebut formasi renggang (unconsolidated formation), pada porositas yang

lebih rendah mendekati 0, partikel batuan umumnya bergabung bersama

material yang berkomposisi silika atau zat kapur dan pada kondisi ini

formasi batuan tersebut dapat disebut sebagai Formasi rapat (consolidated

formation). Ada beberapa macam porositas, yaitu:

1. Porositas Total (Φt) : Porositas total adalah perbandingan antara ruang

kosong pada pori - pori, retakan, rekahan yang tidak diisi oleh benda

padat, baik pori yang saling berhubungan maupun yang tidak

berhubungan dengan volume total batuan, porositas primer meliputi:

a. Porositas primer : porositas yang berada diantara butir ataupun kristal

suatu batuan, yang merupakan hasil dari deposisi sedimen atau

terbentuk pada saat proses sedimentasi.

b. Porositas sekunder : porositas yang diperoleh dari proses disolusi, dan

porositas rekahan yang diperoleh secara mekanik, banyak

berhubungan dengan batuan zat kimia atau biokimia.

2. Porositas efektif (Φe) : porositas efektif adalah porositas yang dapat

dilalui fluida dengan bebas, tidak termasuk porositas yang tidak

bersambungan serta air resapan dan serpih.

Gambar 2.6 Perkembangan porositas sekunder dari porositas primer (Boggs, 1987)

27

Page 28: BAB I

Kontrol pada porositas pada batupasir sebagian besar dikontrol oleh

sortasi batuan, jika sortasi batuan baik, ukuran butir mempunyai ukuran

yang hampir seragam maka akan membuat pori yang lebih besar antar

butirnya, porositas pada batuan sortasi baik biasanya lebih tinggi. Jika pada

batuan dengan sortasi buruk porositas akan berkurang dikarenakan ukuran

butir yang lebih kecil akan mengisi ruang pori sehingga ukuran pori akan

semakin kecil dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kenampakan pemilahan sortasi batuan (Boggs, 1987)

untuk mendapatkan besaran nilai dari porositas total (Φt) dan

porositas efektif (Φe) dapat melakukan perhitungan sebagai berikut:

A. Mencari Volume Shale (Vsh)

Untuk mencari volume shale dapat dilakukan dengan bantuan log

gamma-ray (GR), log spontaneus-potensial (SP) maupun log neutron

(NPHI) dan log densitas (RHOB), perhitungan ini berguna untuk

melakukan koreksi terhadap keberadaan volume shale untuk mencari

nilai dari pasir bersih dari suatu reservoir, perhitungan kali ini dilakukan

dengan log gamma-ray (GR) dengan rumus :

28

Page 29: BAB I

Vsh= 2.1

GR Log = Nilai Gamma-ray dari kedalaman yang akan diteliti (API)GR Max = Nilai Gamma-ray maksimum shale (API)GR Min = Nilai Gamma-ray minimum clean sand (API)

B. Perhitungan Porositas

Pada perhitungan porositas dapat dilakukan melalui log neutron, log

density dan log sonic, perhitungan ini berguna untuk mengetahui besaran

nilai kemampuan batuan untuk menyimpan fluida dari suatu batuan

reservoir, untuk menghitung besaran porositas diperlukan nilai poros dari

masing masing log density dan neutron. Untuk perhitungan pada log

density dilakukan dengan rumus:

ΦD= 2.2

Pma = Densitas matriks batuan (g/cm³)Pb = Densitas bulk formasi (g/cm³)Pf = Densitas fluida mud (g/cm³)

Jika Densitas formasi Pb telah ditentukan (pembacaan Pb dapat dilihat

langsung dari log densitas pada kedalaman tertentu), maka dapat dihitung

porositasnya, karena densitas bulk formasi adalah fungsi dari densitas

matriks batuan, porositas dan fluida yang terdapat pada batuan yang

berpori, untuk merubah nilai densitas formasi ke nilai porositas

diperlukan nilai dari densitas matriks batuan karena densitas dari formasi

berbeda dengan nilai dari densitas matriks batuan, maka dari itu

pembacaan dari densitas formasi yang berpori tidak sama dengan

pembacaan densitas dari batuan yang sama tanpa ruang pori.

Sehingga bila mengukur densitas formasi, nilai densitas yang diukur

adalah tergantung pada densitas batuan, jumlah ruang pori matriks dan

29

Page 30: BAB I

densitas fluida dari pengisi formasi, ini mencerminkan porositas, karena

porositas adalah banyaknya fluida yang mengisi ruang pori batuan.

Sebelum nilai porositas ditentukan, harus diketahui dulu densitas

matriks batuan (Pma) yang dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2.1 Besaran densitas matriks batuan (Harsono, 1997)Litologi Densitas (g/cm3)

Sandstone 2.65

Limestone 2.71

Dolomite 2.876

Anhydrite 2.977Salt 2.032

Harus diketahui juga angka dari densitas fluida (Pf) dimana jika

menggunakan fresh water maka nilainya 1, jika menggunakan salt water

maka nilainya 1.1.

Setelah mendapatkan nilai porositas densitas (ΦD) maka langkah

selanjutnya adalah melakukan koreksi terhadap keberadaan serpih,

koreksi ini berguna untuk mendapatkan porositas densitas bersih,

porositas densitas bersih tersebut dapat dihitung menggunakan rumus:

ΦDc = ΦD – (ΦDsh.Vsh) 2.3

ΦDc = Koreksi porositas density (fraksi)ΦD = Porositas density (fraksi)ΦDsh= Porositas density serpih terdekat (fraksi)Vsh = Volume serpih (%)

Tahapan selanjutnya adalah mencari nilai dari porositas neutron, log

neutron pengukuran utamanya adalah mengukur konsentrasi hidrogen

pada formasi, energi neutron yang hilang dapat dikonversi menjadi

porositas karena energi hidrogen terkonsentrasi didalam fluida yang

mengisi pori batuan, energi neutron hilang pada komposisi fluida yang

mempunyai konsentrasi hidrogen yang tinggi.

Reservoir yang mempunyai komposisi fluida gas mempunyai

konsentrasi hidrogen yang rendah dibanding komposisi fluida minyak

30

Page 31: BAB I

ataupun air, oleh sebab itu porositasnya akan lebih rendah dibanding

reservoir yang mempunyai komposisi minyak ataupun air.

Untuk mencari nilai dari porositas neutron dapat dilihat langsung pada

log neutron. Setelah mendapatkan nilai dari porositas neutron lalu hitung

koreksi terhadap serpih, dengan rumus:

ΦNc = ΦN – (ΦNsh.Vsh) 2.4

ΦNc = Koreksi porositas neutron (%)ΦN = Porositas neutron (%)ΦNsh= Porositas neutron serpih terdekat (Vi)Vsh = Volume serpih (%)

Tahap terakhir dari perhitungan nilai porositas adalah mencari nilai

dari porositas efektif, porositas efektif adalah fluida pada batuan

reservoir yang mengisi pada pori yang berukuran besar, untuk mencari

nilai dari porositas efektif terdapat 2 cara yaitu:

Φe = 2.5

Φe = Porositas efektif (%)ΦDc = Porositas Koreksi Densitas (%)ΦNc = Porositas Koreksi Neutron (%)

Φe = Φt x (1 – vsh) 2.6

2.7.2 Saturasi Air (Sw)

Saturasi air adalah bagian dari ruang pori yang berisi air, ditandai dengan

simbol Sw, sisa dari bagian yang tidak terdapat air biasanya diisi oleh

hidrokarbon dengan simbol Sh atau sama dengan (1-Sw), terdapatnya

perhitungan saturasi air dan hidrokarbon disebabkan karena pada awalnya

reservoir terisi air dan seiring berjalannya waktu geologi, minyak ataupun

gas yang terbentuk ditempat lain mengalami migrasi dan pindah ke batuan

yang berpori dan menggantikan air pada pori yang lebih besar, akan tetapi

minyak dan gas tidak menggantikan semua air yang ada, terdapat saturasi

air sisa dengan lambang (Swir), ini dikarenakan air tertinggal di pori yang

31

Page 32: BAB I

sangat kecil di batuan reservoir, namun air sisa ini tidak akan mengalir

ketika formasi batuan reservoir dibuka dan diproduksi.

Gambar 2.8 komposisi fluida pada suatu reservoir (Halliburton, 2001)

Untuk mencari besaran nilai dari saturasi air, diperlukan dahulu nilai dari

resistivitas batuan, resistivitas menggunakan arus listrik untuk mengetahui

keadaan bawah permukaan, dengan cara mengalirkan arus listrik ke dalam

formasi, perlu diketahui pula komponen - komponen apa saja dibawah

permukaan yang menerima dan menolak aliran arus listrik tersebut.

Aliran arus listrik dapat merambat hanya karena adanya air yang

konduktif di formasi tersebut, secara umum terdapat dua bagian pada

reservoir yang mampu menghantarkan dan yang tidak mampu

menghantarkan listrik dari alat log resistivitas, yang termasuk kedalam non

konduktif adalah hidrokarbon dan air, sedangkan yang konduktif adalah air

asin dan beberapa mineral dalam batuan, kemampuan menghantarkan listrik

tersebut mempengaruhi nilai pembacaan dari log resistivitas.

Pada batuan yang kedap seperti shale, invasi tidak akan terjadi sedangkan

pada batuan yang tidak kedap, zona invasi yang berada pada sekitar lubang

bor, pori batuannya akan dipenuhi oleh filtrasi lumpur pemboran dapat

dilihat pada Gambar 2.9.

32

Page 33: BAB I

Gambar 2.9 Lubang bor dan daerah yang terkena invasi lumpur pemboran (Asquith, 1982).

Pemilihan jenis lumpur pada saat pengeboran berlangsung juga

mempengaruhi pembacaan resistivitas batuan, resistivitas batuan pada zona

yang terinvasi lumpur pemboran (invaded zone) akan berbeda dengan

pembacaan resistivitas batuan pada zona yang tidak terinvasi lumpur

pemboran (uninvaded zone), ini dikarenakan jenis lumpur yang berbeda

yaitu salt mud atau fresh mud yang digunakan, akan mempengaruhi nilai

pembacaannya. Jika lumpur pengeboran menggunakan fresh mud ,

resistivitas lumpur pemboran (Rmf) lebih tinggi dibandingkan resistivitas

air Formasi (Rw), maka resistivitas pada zona terinvasi (Rxo) akan lebih

tinggi nilainya, ini disebabkan karena pada zona yang terinvasi terdapat

filtrasi lumpur pemboran dan hidrokarbon, sehingga jika menggunakan

fresh mud maka Rxo > Rt.

Jika lumpur pengeboran menggunakan salt mud , resistivitas lumpur

pemboran (Rmf) hampir sama dengan resistivitas air formasi (Rw), maka

resistivitas pada zona terinvasi (Rxo) akan lebih rendah nilainya.

Jauh dari lubang bor hidrokarbon tidak bercampur dengan filtrasi lumpur

pemboran maka pembacaan resistivitas pada zona tidak terinvasi (Rt) akan

meningkat.

33

Page 34: BAB I

Untuk melakukan perhitungan besaran nilai resistivitas dapat ditentukan

dengan log LLS, LLD dan MSFL dengan satuan (ohm-m), resistivitas

Formasi adalah salah satu parameter utama yang diperlukan untuk

menentukan saturasi hidrokarbon, arus listrik dapat mengalir didalam

formasi batuan dikarenakan konduktivitas dari air pada pori - pori batuan,

oleh karena itu resistivitas bawah permukaan dapat dihitung nilainya.

Tahapan pertama dari penentuan nilai resistivitas adalah menentukan

nilai true resistivity (Rt), yang dimaksud dari true resistivity adalah nilai

dari resistivitas yang tidak dipengaruhi oleh fluida dari pengeboran, dapat

diartikan komposisi fluida pada formasi adalah 100% air (Sw=100%) nilai

dari Rt dapat dilihat langsung pada kurva log resistivity pada kedalaman

tertentu.

Tahap selanjutnya adalah mencari besaran nilai resistivitas dari air pada

formasi (Rw), untuk mencari nilai dari resistivitas air dapat digunakan

perhitungan sebagai berikut:

Rw= 2.7

Rw = Resistivitas Air (ohm-m)Φ = Porositas Efektif a = Panjang Alur m = Faktor SementasiRt = Resistivitas log (ohm-m)

Dimana untuk menentukan nilai dari panjang alur (a), faktor sementasi

(m) dapat ditentukan dengan tabel berikut:

Tabel 2.2 nilai faktor sementasi dan panjang alur setiap litologi (Hadi Nugroho, 2012)

Litologi a m nSandstone (loose) 0.62 2.15 2

Sandstone (Consolid) 0.81 2.15 2Limestone (Porous) 2 2.15 2

Limestone (Tight) 2.5 1.8 2Most rock 1 1.8 2

34

Page 35: BAB I

Tahap selanjutnya adalah mencari nilai resistivitas batuan pada flushed

zone (Rxo), Rxo berguna untuk koreksi terhadap nilai Rt dan yang

dimaksud flushed zone adalah zona rembesan pada formasi yang disebabkan

oleh lubang pemboran, yang nantinya akan berpengaruh terhadap

pembacaan nilai resistivitas, konduktivitas air dan lumpur sangat

berpengaruh pada pembacaan resistivitas, untuk mencari nilai dari Rxo

dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Rxo = 2.8

Rxo = Resistivitas batuan pada flushed zone (ohm-m)Rmf = Resistivitas filtrat lumpur (dapat dibaca pada header log)Rw = Resistivitas air formasi (ohm-m)Rt = Resistivitas log (ohm-m)

Saturasi air adalah kalkulasi dari porositas (Φ) dengan resisitivitas (R)

dan beberapa asumsi dasar, contoh asumsi dasar adalah, jika porositas (Φ)

diukur 2-3 inchi dari lubang bor maka dapat diasumsikan dapat menunjukan

porositas (Φ) keseluruhan formasi, jika resistivitas dalam diukur 5-7 feet

dari dinding lubang bor, maka dapat diasumsikan dapat menunjukan zona

yang tidak terkena invasi lumpur pemboran.

Untuk mendapatkan besaran nilai saturasi air (Sw) dari reservoir, maka

telah diketahui saturasi adalah rasio dari volume fluida yang mengisi suatu

pori batuan reservoir, saturasi menghitung jumlah air yang berada pada pori

batuan reservoir (Sw) yang akan dikalkulasikan dengan jumlah

hidrokarbonnya (Sh).

Perhitungan saturasi air (Sw) yang paling umum digunakan adalah

menggunakan rumus archie biasanya digunakan untuk pasir bersih, dengan

perhitungan sebagai berikut:

Sw O = 2.9

dan untuk zona rembesan perhitungan nya sebagai berikut:

35

Page 36: BAB I

Sw O = 2.10

Sw = Saturasi air m = Sementasi (nilainya berkisar antara 1.7 hingga 3.0, nilai paling

umum 2.0)Φ = Porositas efektifRw = Resistivitas air formasi (ohm-m)Rmf = Resistivitas filtrat lumpur (ohm-m)Rxo = Resistivitas air pada zona rembesan (ohm-m)Rt = Resistivitas log (ohm-m)

Untuk metode Indonesia digunakan rumus sebagai berikut:

n

Sw = 2.11

m = Sementasi a = Panjang alur

n = Eksponen saturasi (nilainya berkisar antara 1.7 hingga 3.0, nilai yang paling umum 2.0)

Φ = Porositas efektifRw = Resistivitas air formasi (ohm-m)Rmf = Resistivitas filtrat lumpur (ohm-m)Rsh = Resistivitas shale (ohm-m)Rt = Resistivitas log (ohm-m)Vsh = Volume Shale (%)

Setelah mendapatkan nilai dari saturasi air, maka dapat ditentukan pula

nilai dari saturasi hidrokarbonnya, dimana nilai dari saturasi hidrokarbon

dan air dalam satu pori batuan bernilai 1, perhitungan nya adalah sebagai

berikut :

Sh = 1 – Sw

So + Sg + Sw = 1 2.12

36

Page 37: BAB I

Sangat penting untuk merealisasikan ketika saturasi air (Sw)

menampilkan presentase dari jumlah air pada pori suatu formasi, tetapi itu

tidak menunjukan rasio dari air ke hidrokarbon yang akan di produksi dari

reservoir. Batupasir serpihan dengan mineral lempung adalah jebakan yang

besar untuk air oleh karena itu kemungkinan akan mempunyai besaran nilai

saturasi air (Sw) yang tinggi, namun yang akan diproduksi hanya

hidrokarbonnya, saturasi secara mudahnya hanya menggambarkan proposi

dari jumlah fluida dari suatu reservoir, meskipun demikian memperoleh

nilai yang akurat dari saturasi air (Sw) adalah tujuan utama dari analisa log.

Dengan pengetahuan dari saturasi air (Sw), maka ada kemungkinan untuk

menetapkan presentase dari porositas yang dari fluida yang mengisi pori, air

atau hidrokarbon dan juga cadangan dari hidrokarbon.

2.7.3 Permeabilitas (K)

Permeabilitas adalah suatu pengukuran yang menyatakan tingkat

kemudahan fluida mengalir di dalam formasi batuan, batuan dikatakan

kedap bila porositas pada batuan tersebut saling berhubungan misalnya pori-

pori, kaliper, retakan dan rekahan pada batuan untuk mengalirkan fluida.

Permeabilitas diukur dalam satuan darcy, batuan yang memiliki

permeabilitas 1 darcy maka terdapat 1 cc dari fluida dengan viskositas 1

centipoise (viskositas dari air adalah 680 F), namun hanya sedikit batuan

yang mempunyai permeabilitas 1 darcy, oleh karena itu permeabilitas

biasanya diukur dalam miliDarcy (mD) atau 1/1000 dari Darcy.

Permeabilitas pada batuan umumnya mempunyai rentangan nilai antar 5

dan 1000 mD, reservoir yang mempunyai permeabilitas 5 Md atau lebih

kecil disebut batupasir yang rapat atau batugamping yang penih, untuk

pembagian kualitas batuan berdasarkan permeabilitas adalah sebagai berikut

(Asquith, 1982):

Buruk = 1-10 mD

Baik = 10-100 mD

Sangat baik = 100-1000 mD

37

Page 38: BAB I

Porositas dan permeabilitas saling mempengaruhi, ukuran butir pada

batupasir mempunyai porositas yang saling berhubungan, namun terdapat

juga pori yang terlalu kecil dan hasilnya adalah pori yang kecil dapat

menghambat dan membuat berliku dan membuat nilai dari permeabilitas

dapat berkurang.

Pada serpih dan lempung mempunyai ukuran butir yang kecil dan

seragam dikarenakan ruang pori yang begitu sempit, maka serpih dan

lempung mempunyai nilai permeabilitas yang rendah, namun pada

batugamping banyak terdapat rekahan, rekahan yang saling berhubungan

dapat meningkatkan nilai permeabilitas, yang membedakan antara porositas

dan permeabilitas adalah jika porositas tidak terpengaruh oleh ukuran butir

sedangkan permeabilitas terpengaruh oleh ukuran butir.

Gambar 2.10 Pengaruh ukuran butir terhadap nilai permeabilitas (Halliburton, 2001)

Pada reservoir dengan komposisi fluida air (Sw=100%) maka dapat

disebut permeabilitas absolut, permeabilitas pada lapisan yang reservoir jika

ada salah satu fluida hadir dibanding fluida lainnya maka dapat disebut

permeabilitas efektif, untuk permeabilitas relatif adalah rasio antara

permeabilitas efektif baik itu minyak (Kro), gas (Krg) maupun air (Krw)

terhadap permeabilitas absolut.

Untuk mencari besaran dari permeabilitas diperlukan nilai porositas dan

nilai saturasi air sisa (Swir), saturasi air sisa adalah keadaan dimana Krw

38

Page 39: BAB I

sudah mendekati nilai 0 dan air yang tersisa pada pori sudah tidak dapat

dipindahkan kembali, biasanya pada pori yang sangat kecil, untuk

menentukan nilai dari saturasi air sisa maka digunakan perhitungan sebagai

berikut:

Swir 2.13

Swir = Saturasi air sisaa = Panjang alur m = Sementasi

Setelah mendapatkan nilai dari saturasi air sisa maka dilakukan

perhitungan permeabilitasnya menggunakan perhitungan sebagai berikut:

k½= 2.14

k = Permeabilitas (Md)Φ = Porositas efektif Swir = Saturasi air sisa

2.8 Penentuan cadangan hidrokarbon

Dalam penentuan cadangan hidrokarbon yang terdapat pada setiap sumur

digunakan nilai cut off. Nilai cut-off digunakan untuk menentukan nilai net-

to-gross ratio yang digunakan untuk mengetahui kontinuitas dari sebuah

reservoir. Sehingga dibutuhkan nilai net thickness sebagai input dari net-to-

gross ratio. Jika cut-off Vsh dan porositas dikorelasikan dengan dengan nilai

permeabilitas, maka hal ini akan menjamin aliran fluida dari reservoir dapat

mengalir.

Nilai cut-off akan mengeliminasi batuan maupun komposisi dalam batuan

yang tidak sesuai dengan cut-off tersebut. Hal ini akan mempengaruhi

penentuan dari nilai hydrocarbon-in-place (IOIP maupun IGIP).

Berikut ini adalah penjelasan mengenai nilai cut off :

39

Page 40: BAB I

a. Nilai penggalan ditujukan untuk menghilangkan bagian reservoir

yang dianggap tidak produktif

b. Nilai cut-off disesuaikan dengan karakter fisik dari reservoir

c. Nilai yang dipakai adalah Sw, Vsh dan Porositas

d. Nilai penggalan ditentukan dari hasil data produksi, data log, data

analisa core dan pengalaman di lapangan

e. Nilai cut-off bersifat subyektif, tergantung dari keputusan suatu

perusahaan. Namun, nilai cut-off tidak dapat ditentukan dengan

sewenang-wenang.

Dalam penentuan cadangan hidrokarbon ini digunakan rumusan Initial

Oil In Place (IOIP). IOIP ini merupakan besarnya volume minyak yang

terdapat dalam reservoir pada saat awal sebelum diproduksi, besarnya IOIP

ini dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

IOIP = 2.15

IOIP = Initial Oil in Place (STB,Stock Tank Barrels)7758 = Faktor konversi dari acre.ft ke barrelsVb = Volume Bulk dari reservoir (acre.ft) diasumsikan volume bulk

berupa bentuk tabung pada sumur. = Rata-rata porositas efektif pada kedalaman yang diteliti

Sw = Saturasi AirBoi = Oil formation volume factor (STB/bbls)

2.9 Definisi dan klasifikasi cadangan hidrokarbon

Definisi cadangan berdasarkan Petroleum Resources Management System

(PRMS, 2007; dalam Dadang Rukmana, 2009) adalah sejumlah minyak dan

gas bumi yang dapat diproduksikan secara komersial dengan menerapkan

teknologi yang ada saat ini. Cadangan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Cadangan Pasti (Proven Reserve) :

Jumlah hidrokarbon yang ditemukan di dalam batuan reservoir yang

terbukti dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi yang

40

Page 41: BAB I

tersedia dengan tingkat keyakinan 90% berdasarkan data log sumur ,

geologi dan keteknikan reservoir serta didukung oleh produksi aktual atau

uji alir produksi.

b. Cadangan Mungkin (Probable Reserve) :

Jumlah hidrokarbon yang ditemukan di dalam batuan reservoir yang

mungkin dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi yang

tersedia dengan tingkat keyakinan 50% berdasarkan data log sumur,

geologi dan keteknikan reservoir tetapi tidak/belum didukung oleh

produksi aktual atau uji alir produksi.

c. Cadangan Harapan (Possible Reserve) :

Jumlah hidrokarbon yang ditemukan di dalam batuan reservoir yang

diharapkan dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi yang

tersedia dengan tingkat keyakinan 10% berdasarkan korelasi data geologi,

geofisika, keteknikan reservoir dan tidak / belum ada data sumur.

2.9.1 Pembagian kategori cadangan

a. Batas P1 (Proven)

3. 1.5 x Radius Investigasi hasil dari uji alir produksi atau drill steam test

(DST) pada lapisan/zona yang terwakili.

4. 1.5 x Radius pengurasan yang dihitung berdasarkan analisa decline

profile produksi untuk sumur yang telah berproduksi.

- Apabila tidak tersedia data uji alir produksi atau drill steam test (DST)

yang memadai maka perkiraan batas area Proven (P1) mak 250 m

untuk reservoir minyak, sedangkan untuk reservoir gas maksimum 750

m dengan pemahaman penyebaran secara lateral yang sangat baik.

b. Batas area 2P (Proven + Probable)

- 2,5 x Radius area P1 (Proven).

- Apabila dalam area P1 terpotong oleh fasies berbeda atau adanya

patahan maka area yang terpotong pada posisi tidak ada data sumur

dikategorikan sebagai P2.

41

Page 42: BAB I

c. Di luar area 2P pada struktur yg sama sebagai area possible (P3).

2.9.2 Pembagian cadangan berdasarkan sumuran

Pembagian cadangan berdasarkan sumuran ini menggunakan luasan area

dan dihitung vertikal kebawah pada zona prospek hidrokarbon, dimana area

P1 minyak berdasarkan radius masing - masing sumur 250 m atau 1.5 x

Radius Investigasi, sedangkan area 2P sebesar 2.5x dari besarnya area P1

atau batas terbawah dari low known oil (LKO), dan jika didukung data yang

lebih banyak maka dapat membuat cadangan P3 dengan memiliki batas oil

water contact (WOC).

Gambar 2.11 Kenampakan luasan area zona cadangan sumuran (Dadang Rukmana, 2009)

Gambar 2.12 Penampang cadangan hidrokarbon sumuran (Dadang Rukmana, 2009)

42

Page 43: BAB I

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Nazir (2005), metode penelitian merupakan suatu teknik atau

cara untuk mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data yang

digunakan untuk keperluan menyusun suatu karya ilmiah dan kemudian

menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok

permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data yang akan

diperoleh. Pada penelitian Tugas Akhir ini, metode yang digunakan adalah

sebagai berikut :

3.1.1.Metode Deskriptif

Menurut Nazir (2005), metode deskriptif merupakan metode yang

bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Pada penelitian Tugas Akhir ini dilakukan deskripsi terhadap kurva log

secara quicklook meliputi log gamma ray (GR), spontaneous potential (SP),

resistivitas (MSFL, LLD dan LLS), densitas (RHOB), neutron (NPHI) dan

log sonik (DT), sehingga dapat diketahui jenis litologi, jenis komposisi

fluida pengisi batuan reservoir serta lebih lanjut lagi untuk mendapatkan

gambaran tanda-tanda keberadaan hidrokarbon dan kedalaman zona

hidrokarbon.

3.1.2.Metode Analisis

Menurut Nazir (2005), metode analisis merupakan metode yang

bertujuan untuk mereduksi data menjadi perwujudan yang lebih dapat

dipahami dan diinterpretasikan dengan cara tertentu sehingga hubungan dari

43

Page 44: BAB I

masalah penelitian dapat ditelaah serta diuji. Metode analisis yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Metode crossplot log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI) untuk

menentukan jenis litologi.

2. Metode perhitungan petrofisika deterministik terhadap data wireline log

pada 8 sumur penelitian untuk menentukan nilai properti reservoir antara

lain volume serpih (Vsh), porositas efektif (Фe), dan saturasi air (Sw),

permeabilitas (K).

3. Metode volumetrik untuk perhitungan cadangan hidrokarbon.

3.2 Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan meliputi 4 tahap utama yaitu tahap persiapan,

tahap studi geologi regional, tahap pengolahan dan analisis data, serta tahap

penyusunan laporan

3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini bertujuan untuk mempersiapkan segala sesuatu

sebelum memulai penelitian. Hal pertama yang dilakukan adalah

penyusulan langkah kerja secara sistematik. Langkah kerja ini nantinya akan

menjadi acuan dalam melakukan penelitian, karena didalamnya mencakup

tahapan-tahapan yang telah disusun secara sistematik sesuai dengan tema

penelitian yang akan dilakukan dan rencana waktu yang diperlukan dalam

melakukan penelitian.

3.2.2 Tahap Studi Pustaka

Studi Pustaka mencakup studi geologi regional, hal ini dikarenakan

studi geologi regional memberikan informasi tentang gambaran, kondisi,

serta sejarah geologi pada suatu daerah penelitian. Studi Pustaka juga

meliputi analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan juga proses perhitungan

cadangan hidrokarbon.

3.2.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data

44

Page 45: BAB I

Tahap ini bermaksud untuk melakukan pemetaan bawah permukaan

serta perhitungan cadangan hidrokarbon pada daerah penelitian. Tahap ini

meliputi :

1. Analisis Data Log

Analisis data log ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik

reservoir. Analisis data log meliputi analisis litologi analisis, analisis data

petrofisika, penentuan marker stratigrafi, dan korelasi data log

berdasarkan marker stratigrafi, dalam melakukan analisis litologi

digunakan konsep penggunaan crossplot. Crossplot digunakan dengan

membaca nilai NPHI dan nilai RHOB, yang mana besarnya nilai mineral

yang ada pada setiap jenis batuan dapat ditentukan dengan crossplot ini,

yang kemudian dapat ditentukan termasuk kedalam batuan apa.

2. Korelasi antar Sumur

Pada tahap korelasi sumur disini sebagai penentu persebaran dari

jenis litologi yang sama dengan menggunakan marker. Penentuan marker

stratigrafi dilihat berdasarkan prinsip stratigrafi sekuen. Penentuan

marker dilakukan berdasarkan pada Log Gamma Ray (GR)

Saat ini korelasi yang dilakukan adalah korelasi Stratigrafi, pada

korelasi stratigrafi ini dilakukan dengan menggunakan suatu lapisan

marker, marker disini adalah sebagai kode penentuan kesamaan litologi

yang ada pada Formasi tersebut. Marker disini juga sebagai datum.

Datum yang digunakan harus memiliki kemenerusan yang luas dan ada

pada sumur tersebut. Pada korelasi stratigrafi ini dilakukan sebagai untuk

mengetahui sejarah pengendapan dan hubungan sratigrafinya sebelum

terkena suatu pengharuh struktur

3. Analisis Petrofisika

Pada sistem analisis data petrofisika merupakan salah satu metode

atau sistem cara untuk mengetahui sifat karakteristik batuan pada suatu

Formasi. Analisis petrofisika ini tidak hanya untuk mengetahui

karakteristik sifat batuan saja tetapi juga untuk mengetahui pada suatu

zona reservoar yang didapat pada sistem perhitungan secara sistematis

45

Page 46: BAB I

dan manual. Pada sistem perhitungan analisis petrofisika dilakukan untuk

menghitung beberapa nilai , diantaranya : Nilai komposisi shale (Vsh),

Porositas (ф) , Kejenuhan air (Sw), dan Permeabilitas (K).

Pada sistematis perhitungan petrofisika dilakukan pada perangkat

lunak (software) paradigm geolog , yang dimana pada hal perhitungan

sama juga seperti halnya perhitungan manual, tetapi yang menjadi

perbedaan dalam perhitungan petrofisika sistematis dan manual adalah

pada sistematis kita menghitung per marker yang ada dan setelah itu

dicari gradien temperaturnya ( precalc) dll. nilai dimasukkan pada tabel

yang sudah ada pada jenis penghitungan yang dicari. Nilai didapatkan

pada wireline log pada sumur tersebut.

Pada perhitungan manual petrofisika pada dasarnya dilakukan

melalui beberapa tahap analisa petrofisika. tetapi nilai diperoleh tetap

pada wireline log atau pada log nya, sesuai dengan kebutuhan nilai apa

yang akan dicari pada hal perhitungan petrofisika. Tahap-tahap

perhitungan petrofisika secara umum ada beberapa tahapan memulai

perhitungan , seperti mencari nilai awal yaitu Resistivitas water nya atau

lebih mudahnya resistivitas air (Rw), selanjutnya nilai yang akan dicari

Saturasi waternya (Sw), Volume shale (Sh), Porositas (ф), dan

permeabilitas (K).Melalui tahapan disini maka nilai akan dimasukkan

dan dihitung sesuai rumus yang ada.

4. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon

Perhitungan cadangan hidrokarbon dilakukan dengan perhitungan

pada setiap sumur, dalam batuan yang prospek berupa gross sand, dicari

hingga dapatnya net pay, maka sejumlah itu lah cadangan yang ada di

setiap sumur tersebut, perhitungan cadangan yang dilakukan adalah

perhitungan cadangan pasti menggunakan radius serap untuk hirokarbon.

3.2.4 Tahap Penyusunan Laporan

1. Pendahuluan

46

Page 47: BAB I

Pada tahap pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang dari

penelitian, maksud dan tujuan mengenai penelitian yang dilakukan, serta

manfaat dari penelitian tersebut.

2. Dasar Teori

Pada bab dasar teori ini berisi mengenai geologi regional setempat,

mengenai konsep logging serta alat-alat log, perhitungan petrofisika dan

perhitungan cadangan hidrokarbon.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian tentang bagaimana cara penelitian ini dilakukan serta

tahapan – tahapan yang dilakukan selama penelitian, dari awal penelitian

dilakukan hingga penelitian selesai sampai ditahap pembuatan laporan.

4. Pembahasan

Pembahasan berisi mengenai semua yang dilakukan selama penelitian,

data-data yang di olah, proses pengolahan data hingga semua data

tersebut telah selesai diolah dan mendapatkan hasilnya.

5. Kesimpulan dan Saran

Penutup berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, serta saran yang harus dilakukan untuk perusahaan maupun

untuk peneliti selanjutnya.

47

Page 48: BAB I

3.3 Diagram Alir

48

Tahap Pengolahan dan Interpretasi Data

Penentuan zona prospektif hidrokarbon

Analisis litologi & korelasi stratigrafi

Perhitungan petrofisika (volume shale, porositas, resistivitas, kejenuhan air, permeabilitas)

Interpretasi Wireline Log gamma ray (GR), spontaneous potential (SP), resistivitas (MSFL, LLD dan LLS), densitas (RHOB), neutron (NPHI), log sonik (DT)

Analisis kuantitatif

Perhitungan Cadangan Hidrokarbon

Potensi cadangan hidrokarbon pada Sumur w, x, y dan z pada Formasi Talang Akar, Lapangan Karangbaru,

Cekungan Jawa Barat Utara

Mulai

Tahap Persiapan

Studi RegionalStudi Kajian Pustaka

Tahap Pengambilan Data : Data Primer: Wireline Log gamma ray (GR), spontaneous potential (SP),

resistivitas (MSFL, LLD dan LLS), densitas (RHOB), neutron (NPHI), log sonik (DT)

Data Sekunder: Mud Log, Header Log, drill steam test

Page 49: BAB I

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan :

a. Komputer DELL.

b. Geolog Versi 7.0, merupakan perangkat lunak dibawah lisensi

Paradigm, digunakan dalam analisis data log, penentuan litologi,

penentuan korelasi, perhitungan petrofisika dan mengetahui pay

summary.

c. Microsoft Word, Excel dan Power point Versi 2013, digunakan untuk

menunjang dalam pembuatan laporan dan perhitungan petrofisika.

Bahan yang digunakan :

a. Basemap atau peta dasar pada lapangan “HSF”

b. Wireline Log gamma ray (GR), spontaneous potential (SP),

resistivitas (MSFL, LLD dan LLS), densitas (RHOB), neutron

(NPHI), log sonik (DT).

c. Mud log dan Header log.

3.5 Hipotesis Penelitian

1. Diperkirakan, litologi batuan sedimen silisiklastik dan batuan karbonat

pada interval penelitian merupakan penyusun Formasi Talang Akar di

Lapangan Karangbaru.

2. Diperkirakan, tekstur batuan reservoir memperlihatkan nilai properti

sebagai reservoir hidrokarbon.

49

Page 50: BAB I

3. Diperkirakan, batuan reservoir memperlihatkan prospeksi cadangan

hidrokarbon.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data Log

Penelitian ini dilakukan pada 4 sumur, yaitu sumur hsf_01, hsf_02,

hsf_03 dan hsf_04. Analisis data log yang dilakukan menggunakan data log

gamma ray, log caliper, LLS, MFSL, LLD, RHOB, NPHI, DT. Analisis

kualitatif yang dilakukan menggunakan software geolog lisensi paradigm,

mencakup penentuan jenis litologi dan penentuan crossplot menggunakan

log RHOB dan NPHI untuk penentuan litologi dari setiap sumur yang

diteliti, serta korelasi litologi.

Gambar 4.1 Basemap 4 sumur yang diteliti pada Lapangan Karangbaru

4.1.1 Analisis Litologi

50

Page 51: BAB I

Analisis litologi dilakukan dengan melakukan pembacaan kurva log

yang ada, yang selanjutnya dianalisis untuk mengetahui jenis dari batuan

yang terdapat pada setiap kedalaman yang dibaca kurva log tersebut.

Berikut ini merupakan litologi yang terdapat pada data yang diteliti:

1. Batupasir

Litologi batupasir ini dapat dilihat melalui log gamma ray yang

nilai kurvanya rendah, di angka sekitar 40 gAPI yang menunjukan kurva

defleksi ke arah kiri, hal ini karena batupasir memiliki unsur radioaktif

yang rendah. Log LLD,LLS, MSFL tidak menunjukan kurva log yang

saling berhimpit sehingga menujukkan bahwa pada lapisan tersebut

merupakan lapisan yang kedap, sedangkan pada log SP menunjukan

kurva defleksi ke arah kanan yang menandakan bahwa lapisan tersebut

kedap.

Litologi batupasir pada log neutron menunjukan kurva defleksi ke

arah kanan karena pada batupasir memiliki porositas yang cukup baik

sekitar 18%, yang ditunjukan dengan nilai kurva neutron yang rendah

sehingga partikel neutron akan memancar cukup jauh menembus formasi

sebelum tertangkap kembali oleh alat log, sedangkan log densitas

mengalami kurva defleksi kerah kiri, karena log densitas membaca unsur

radioaktif yang sama dengan gamma ray, pada saat sinar gamma

bertabrakan dengan elektron dalam batuan akan mengalami pengurangan

energi, Semakin sedikit elektron dalam batuan maka semakin banyak

rongga antar butiran atau mineral penyusun batuan tersebut dan

menyebabkan pada batuan ini memiliki porositas yang tinggi sekitar 18%

hal ini menyebabkan fluida dapat terisi didalamnya, dapat dilihat pada

gambar 4.2.

Batupasir memiliki peran sebagai tempat terakumulasinya

hidrokarbon karena memiliki porositas dan permeabilitas yang baik

untuk terisi dengan fluida.

51

Page 52: BAB I

Gambar 4.2 Contoh kenampakan litologi batupasir pada sumur HSF-03

Crossplot pada log RHOB dan NPHI batupasir berada dikisaran

angka 2,65 gr/cc, dimana nilai kurva tersebut sama dengan densitas dari

mineral kuarsa, dapat dilihat pada gambar 4.3.

52

Well : HSF 02

Page 53: BAB I

Gambar 4.3 Kenampakan batupasir pada crossplot log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI)

2. Serpih

Litologi serpih pada log gamma ray menunjukan kurva defleksi

kearah kanan dan memiliki nilai kurva yang tinggi, sekitar 110 gAPI. Hal

ini disebabkan karena serpih memiliki komposisi radioaktif yang terdiri

dari unsur uranium, thorium, dan potassium. Log SP pada serpih relatif

lurus yang menunjukan salinitas komposisi dalam lapisan batuan sama

dengan salinitas lumpur.

Litologi serpih pada log resistivitas yaitu MSFL, LLS, dan LLD

posisi kurva ketiganya berhimpit, hal ini terjadi karena pada serpih

memiliki porositas yang kecil sehingga celah antar butir yang menjadi

media penghantar arus listrik kecil dan kemungkinan lapisan batuan ini

memiliki salinitas yang rendah.

Litologi serpih pada log neutron menunjukan nilai kurva yang tinggi

dan pada log densitas menunjukan kurva defleksi kearah kanan, oleh

karena itu batuan ini mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil.

Litologi serpih dalam petroleum system berperan sebagai batuan penutup

karena memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil dan tidak dapat

menyimpan fluida dengan baik, dapat dilihat pada gambar 4.4.

53

Page 54: BAB I

Gambar 4.4 Contoh kenampakan litologi serpih pada sumur HSF-03

Crossplot pada log RHOB dan NPHI dari serpih memiliki nilai

kurva yang tinggi diatas 2,8 gr/cc dan nilai NPHI diatas 0,15 v/v, dalam

crossplot terlihat kurva letaknya relatif kekanan, dapat dilihat pada

Gambar 4.5.

54

Page 55: BAB I

Gambar 4.5 Kenampakan shale pada crossplot log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI)

3. Shalysand

Shalysand merupakan batupasir yang memiliki komposisi bercampur

dengan serpih, kenampakan pada kurva log gamma ray cenderung

defleksi kearah kiri tetapi tidak sama dengan batupasir memiliki nilai

sekitar 50 – 90 gAPI, dengan pembacaan seperti itu dimungkinkan pada

batuan ini terdapat unsur radioaktif seperti halnya pada serpih tetapi

unsur radioaktif tersebut tidak sebanyak pada serpih. Pada log SP terlihat

defleksi kearah kanan tetapi tidak signifikan, dimungkinkan lapisan pada

batuan ini sedikit kedap.

Shalysand, pada log resistivitas yaitu MSFL, LLS, dan LLD posisi

kurva ketiganya tidak berhimpit dan terlihat kurva terdefleksi kearah

kanan tetapi tidak signifikan yang memungkinkan juga lapisan ini sedikit

kedap.

55

Well : HSF 02

Page 56: BAB I

Shalysand pada log neutron menunjukan nilai kurva yang tinggi dan

pada log densitas menunjukan kurva defleksi kearah kiri, maka pada

lapisan ini memiliki porositas yang cukup baik tetapi permeabilitasnya

buruk. Litologi ini tidak terlalu baik sebagai reservoir maupun sebagai

penutup, karena sifat dari batuan ini sendiri dapat dilihat pada gambar

4.6.

Gambar 4.6 Contoh kenampakan litologi shalysand pada sumur HSF-03

Crossplot pada log RHOB dan NPHI dari shalysand berada pada

garis batupasir hingga serpih, karena komposisi dari shalysand

merupakan pasir yang bercampur dengan serpih dapat dilihat pada

gambar 4.7.

56

Page 57: BAB I

Gambar 4.7 Kenampakan shalysand pada crossplot log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI)

4. Batugamping

Litologi batugamping memiliki nilai kurva yang rendah pada

pembacaan di log gamma ray, yaitu di sekitar 30 – 60 gAPI, hal ini sama

dengan di batupasir, karena batugamping juga memiliki unsur radioaktif

yang rendah. Pada log SP lapisan batuan ini kurvanya mengalami

defleksi kearah kanan, hal ini menunjukan suatu lapisan yang kedap.

Litologi batugamping pada log resistivitas yaitu MSFL, LLS, dan

LLD, posisi kurva ketiganya tidak berhimpit dan kurva terdefleksi ke

arah kanan sehingga menujukan suatu lapisan kedap dengan resistivitas

yang tinggi.

Litologi batugamping pada log neutron menunjukan nilai kurva yang

cukup rendah dan pada log densitas menunjukkan nilai kurva yang cukup

tinggi, oleh karena itu batuan ini mempunyai porositas yang cukup baik.

57

Well : HSF 02

Page 58: BAB I

Batugamping juga memiliki peran sebagai reservoir dalam petroleum

system, namun pada Formasi Talang Akar ini yang menjadi reservoir

adalah batupasir, dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Contoh kenampakan litologi batugamping pada sumurHSF-03

` Crossplot pada log RHOB dan NPHI batugamping berada

dikisaran angka 2,71 gr/cc sampai 2,85 gr/cc , dimana nilai kurva

tersebut sama dengan densitas dari mineral kalsit dan dolomit, dapat

dilihat pada gambar 4.9.

58

Page 59: BAB I

Gambar 4.9 Kenampakan batugamping pada crossplot log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI)

5. Batubara

Litologi batubara pada Formasi Talang Akar cukup banyak

dijumpai, batubara dapat dilihat pada kurva log gamma ray seperti

batupasir ataupun batugamping, yaitu kurva terdefleksi kearah kiri tetapi

pada kurva log SP tidak mengalami defleksi seperti pada serpih. Pada log

resistivitas MSFL, LLS, dan LLD kurva terdefleksi kearah kanan dan

sangat tinggi, semakin tinggi nilai resistivitas maka komposisi air dalam

batubara semakin sedikit dan komposisi karbon semakin banyak.

Batubara dengan kualitas baik memiliki komposisi karbon yang tinggi

(>93%).

Batubara merupakan jenis batuan yang terbentuk dari bahan

organik dan tidak memiliki unsur radioaktif berupa uranium, thorium dan

59

Well : HSF 02

Page 60: BAB I

pottasium sehingga tingkat radioaktifnya kecil. Nilai log SP tidak

menunjukan kurva terdefleksi karena batubara merupakan batuan yang

tidak kedap sehingga tidak terjadi perubahan pada kurva log SP. Pada log

resistivitas yaitu MSFL, LLS, dan LLD kurva ketiganya terdefleksi

sangat tinggi karena pada log ini menunjukan bahwa batubara tidak dapat

mengantarkan arus listrik dengan baik. Matriks dari batubara berupa

material organik banyak memiliki komposisi C, H, dan O yang tidak

konduktif.

Batubara pada log densitas dan log neutron kurva terdefleksi kearah

kiri sangat tinggi, Hal ini karena komposisi dari batubara itu sendiri

sehingga partikel neutron yang bertumbukan dengan atom-atom

mengalami sedikit hilang, pada log densitas nilai kurvanya rendah karena

batubara tidak memiliki porositas yang baik. Butiran atau mineral

penyusun batuan tersebut semakin padat dan mengakibatkan semakin

banyak tumbukan antara sinar gamma dengan elektron dalam batuan

dapat dilihat pada gambar 4.10.

Gambar 4.10 Contoh kenampakan litologi batubara pada sumur HSF-03

60

Page 61: BAB I

Penentuan batubara sama dengan organicshale, hal ini dikarenakan

nilai densitas dan neutron keduanya sama, dimana defleksi kurva keduanya

cenderung kearah kiri, dan dalam crossplot persebaran batubara maupun

shalysand cenderung menyebar tidak pada titik yang sama, dapat dilihat

pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Kenampakan batubara pada crossplot nilai log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI)

6. Organicshale

Organicshale memiliki karakteristik yang sama dengan batubara,

yang membedakan adalah pada kurva log gamma ray cenderung

memiliki nilai kurva yang tinggi, menunjukan bahwa unsur radioaktif

didalamnya besar, hal ini dimungkinkan karena jumlah unsur organik

yang terendapkan dalam proses yang sama dengan pembentukan

batubara, terdapat shale yang memiliki unsur radioaktif yang tinggi

sehingga saat pembacaan di kurva log gamma ray memiliki nilai yang

besar. Log SP sama dengan batubara kurva tidak mengalami defleksi.

61

Well : HSF 02

Page 62: BAB I

Organicshale pada log densitas dan log neutron kurva mengalami

defleksi kearah kiri sangat tinggi, Hal ini karena komposisi yang sama

dengan batubara itu sendiri sehingga partikel neutron yang bertumbukan

dengan atom-atom mengalami sedikit hilang, pada log densitas nilai

kurvanya rendah karena organicshale tidak memiliki porositas yang baik.

Butiran atau mineral penyusun batuan tersebut semakin padat dan

mengakibatkan semakin banyak tumbukan antara sinar gamma dengan

elektron dalam batuan, dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Contoh kenampakan litologi Organicshale pada sumurHSF 03

Analisis data log berupa penentuan litologi ini dilakukan pada 4

sumur yang dijadikan bahan penelitian, yaitu sumur HSF 01, HSF 02,

HSF 03, dan HSF 04. Dari hasil analisis log ini ditentukan lapisan yang

prospek sebagai reservoir, dengan melihat adanya cross atau kurva log

densitas dan neutron yang saling mendekat sehingga dapat di prediksi

62

Page 63: BAB I

bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan yang prospek sebagai

reservoir, dapat dilihat pada gambar 4.13. Zona prospek dibagi

berdasarkan marker yang dibuat, pada sumur HSF 01 zona prospek

terdapat pada marker TAF 6 dan TAF 8. Sumur HSF 02 zona prospek

terdapat pada marker TAF 5, TAF 6, dan TAF 8. Sumur HSF 03 zona

prospek terdapat pada marker TAF 3.1, TS, TAF 6, dan TAF 8. Sumur

HSF 04 zona prospek terdapat pada marker TA6 5, dan TAF 8. Marker

ini dibuat untuk memudahkan dalam menentukan daerah yang prospek

dan untuk mengetahui kesamaan jenis dan karakteristik lapisan pada

setiap well yang berbeda-beda.

Gambar 4.13 Contoh kenampakan daerah yang prospek pada sumur HSF-03

63

Page 64: BAB I

4.1.2 Korelasi Stratigrafi

Korelasi stratigrafi pada penelitian kali ini dilakukan untuk

mengetahui persebaran litologi yang memiliki karakteristik yang sama pada

setiap sumur. Korelasi litostratigrafi ini pada hakekatnya merupakan

penghubungan antar lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan

jenis litologinya. Batas satuan litostratigrafi ini merupakan kontak antara

dua satuan yang memiliki ciri litologi yang berlainan, yang dijadikan

sebagai dasar pembeda antara keduanya.

Korelasi ini didahului dengan penentuan marker litologi yang

dimungkinkan sebagai reservoir, serta korelasi dilakukan pada litologi

batubara yang merupakan salah satu cara untuk mempermudah dalam

melakukan korelasi antar sumur, dikarenakan persebaran batubara yang

secara lateral.

Dalam korelasi stratigrafi kedalaman yang digunakan adalah TVDSS

(True Vertical Depth Sub Sea) dikarenakan ketinggian muka air laut pada

daerah tersebut dianggap sama, sehingga ketinggian lapisan yang berada

dibawah permukaan laut tersebut juga sama

Dasar korelasi yang dilakukan adalah kesamaan jenis batuan yang

berada pada tiap sumur yang berbeda dan dianggap sebagai satu lapisan

batuan yang sama, dimana korelasi dilakukan pada sumur yang diteliti,

korelasi yang dilakukan adalah korelasi pada litologi yang dianggap sebagai

reservoir, dan juga pada lapisan batubara yang sama dan ada di semua

sumur yang diteliti hal ini merupakan korelasi litostratigrafi, dari hasil

korelasi litostratigrafi tersebut maka diketahui lapisan yang dianggap sama

pada setiap sumur dan dapat dibandingkan nilai perhitungan petrofisika dan

cadangan hidrokarbonnya, terdapat pada gambar 4.14 dan 4.15 korelasi

litostratigrafi.

64

Page 65: BAB I

Gambar 4.14 Korelasi litostratigrafi dari 4 sumur HSF-01, HSF-02, HSF-03, HSF-04

65

HSF-01 HSF-04HSF-02 HSF-03

Page 66: BAB I

Gambar 4.15 Korelasi litostratigrafi dari 4 sumur HSF-01, HSF-02, HSF-03, HSF-04

66

HSF-01HSF-01 HSF-02HSF-02 HSF-03HSF-03 HSF-04HSF-04

Page 67: BAB I

4.2 Analisis Petrofisika

Analisis petrofisika merupakan salah satu metode untuk mengetahui

karakteristik fisik pada suatu zona reservoir dengan perhitungan secara

matematis. Dalam penelitian kali ini analisis menggunakan software geolog

dan microsoft excel untuk perhitungan manual.

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui nilai komposisis shale

(Vsh), porositas (ɸ), resistivitas (R), kejenuhan air (Sw) dan kejenuhan

hidrokarbon (Sh).

4.2.1 Perhitungan Resistivitas Air Formasi

Perhitungan pada zona air bertujuan untuk mendapatkan nilai

resistivitas air, yang digunakan untuk perhitungan parameter petrofisika

berikutnya pada zona hidrokarbon. Penentuan zona air dapat langsung

dilakukan melalui pembacaan log, pada daerah yang dianggap sebagai zona

air, hal yang mendasari penentuan tersebut adalah nilai dari log gamma ray

yang rendah, log densitas dan neutron menunjukan bentukan khas batupasir

serta yang paling menunjukan keberadaan fluida air adalah nilai resistivitas

yang lebih rendah dibandingkan nilai pada kedalaman zona prospek

hidrokarbon.

Perhitungan nilai resistivitas, dapat ditentukan dengan log resistivitas

LLD, LLS dan MSFL dengan satuan ohm-m, resistivitas Formasi adalah

salah satu parameter utama yang diperlukan untuk menentukan saturasi

hidrokarbon, arus listrik dapat mengalir didalam Formasi batuan

dikarenakan konduktivitas dari air pada pori - pori batuan, oleh karena itu

resistivitas bawah permukaan dapat dihitung nilainya.

Mencari nilai dari resistivitas air dapat digunakan pendekatan dengan

berbagai macam cara dan perhitungan, pada penelitian kali ini digunakan 2

metode yaitu “Rw dari Rwa” dan “Ratio Method”. Perhitungan “Rw dari

Rwa” sebagai berikut:

Rw= 4.1

67

Page 68: BAB I

Rw = Resistivitas Air (ohm-m)Φ = Porositas a = Panjang Alur m = Faktor SementasiRt = Resistivitas log (ohm-m)

Menentukan nilai true resistivity (Rt), yang dimaksud dari true

resistivity adalah nilai dari resistivitas yang tidak dipengaruhi oleh fluida

dari pengeboran, dapat diartikan komposisi fluida pada formasi adalah

100% air (Sw=100%) nilai dari Rt dapat dilihat langsung pada kurva log

resistivity pada daerah yang tidak terinvasi lumpur pemboran (uninvaded

zone) pada zona air. Nilai porositas didapatkan dari pembacaan langsung

dari log neutron, Nilai panjang alur (a) dan faktor sementasi (m), didapat

dari data core

Untuk metode rasio digunakan rumus sebagai berikut:

Rw= (Rt*Rmf)/Rxo 4.2

Rw = Resistivitas air FormasiRmf = Resistivitas mud filtrateRxo = Resistivitas pada flushed zone

Untuk nilai Rmf dapat dilihat dari data header log sedangkan untuk

nilai Rxo dapat dilihat langsung pada log resistivitas pada zona flushed

zone, dari kedua metode pencarian Rw tersebut diambil rata ratanya maka

resistivitas air formasi (Rw) akan diperoleh.

Sumur HSF ini tidak memiliki zona air untuk dilakukan perhitungan

Rw sehingga nilai Rw didapat dari analisa laboratorium air formasi yang

ikut terproduksikan, dimana pada analisa laboratorium tersebut daerah yang

ada pada sumur HSF ini memiliki salinitas air Formasi sebesar 15.000 ppm,

pada suhu sebesar 270C, selanjutnya untuk menentukan RW menggunakan

kurva schlumberger chart.

68

Page 69: BAB I

Gambar 4.16 Schlumberger chart resistivity NaCl Solution

Berdasarkan Schlumberger chart tersebut dengan nilai salinitas formasi

dan suhu yang ada maka didapat nilainya pada kisaran 0,36 ohmm, maka

nilai resistivitas pada sumur HSF pada Formasi Talang Akar adalah 0,36

ohmm pada suhu 270C.

4.2.2 Perhitungan Volume Shale

Perhitungan awal adalah mencari nilai volume shale, nilai volume shale

digunakan untuk koreksi terhadap nilai porositas dan pemotongan zona

prospek hidrokarbon, karena yang dibutuhkan adalah zona yang sudah tidak

terdapat litologi shale. Perhitungan manual yang digunakan pada penelitian

69

Page 70: BAB I

kali ini menggambil dari salah satu sumur yaitu sumur HSF-03 pada

kedalaman 2865,7296 m dan hasilnya sebagai berikut:

Vsh= 4.3

Vsh= = 0,2 4.4

GR Log = Nilai Gamma-ray pada kedalaman yang diteliti(API)GR Max = Nilai Gamma-ray maksimum shale (API)GR Min = Nilai Gamma-ray minimum clean sand (API)

Penggunaan software geolog menggunakan chart histogram untuk

menentukan sandbaseline dan shalebaseline. Sandbaseline dan

shalebaseline tersebut dapat dilihat pada kurva log gamma ray dan tentukan

nilainya dari masing-masing tersebut yang diprediksi sebagai baseline, yang

selanjutnya akan didapatkan nilai vsh dengan menggunakan determin dalam

software tersebut, maka nilai vsh dari setiap kedalaman yang ada pada

sumur tersebut akan diketahui besaran nilainya.

Sumur HSF-01 ini marker yang menunjukkan kesamaan baseline

adalah marker TAF,TAF 1, Btm.TAF 1, TAF 2, Btm. TAF 2, TAF 3,

Btm.TAF 3, TAF 4, Btm. TAF 4, TAF 5, Btm. TAF 5, Coal, Coal 1, TS,

TAF 6, Btm. TAF 6, Coal 2, TAF 7, Btm. TAF 7, Coal 3, Coal 4. Dari

marker tersebut menunjukkan sand baseline berada pada nilai 41,947 gAPI,

sedangkan shale baseline berada pada nilai 109,381 gAPI. Berikut ini

adalah bentukan dari histogram Vsh pada semua marker tersebut:

70

Page 71: BAB I

Gambar 4.17 Histogran Vsh pada sumur HSF-01

Sumur yang lainnya juga didapatkan vsh dengan cara yang sama

seperti pada HSF-01 ini, untuk mendapatkan sand baseline dan shale

baseline.

4.2.3 Perhitungan Porositas

Perhitungan porositas dapat dilakukan melalui log neutron, log

densitas dan log sonik, perhitungan ini untuk mengetahui besaran nilai

kemampuan batuan untuk menyimpan fluida dari suatu batuan reservoir,

untuk menghitung besaran porositas diperlukan nilai kurva dari masing-

masing log densitas dan log neutron.

Pada Sumur HSF-03 pada kedalaman 2865,7296 m perhitungan

porositas densitas menggunakan persamaan berikut:

71

Hsf-

Page 72: BAB I

ΦD= 4.5

ΦD= = 0,1 4.6

ρma = Densitas matriks batuan (g/cm³)ρb = Densitas bulk kedalaman yang diteliti (g/cm³)ρf = Densitas fluida mud (g/cm³)

Pembacaan ρb dapat dilihat langsung dari log densitas, karena densitas

bulk formasi adalah fungsi dari densitas matriks batuan, densitas dari

matriks batuan tergantung dengan jenis dari batuan itu sendiri sehingga

memiliki nilai yang berbeda, dari jenis batuan yang berbeda itu lah maka

memiliki nilai porositas yang berbeda pula.

Dalam mengukur nilai densitas formasi, nilai densitas yang diukur

adalah tergantung pada densitas batuan, jumlah ruang pori matriks dan

densitas fluida dari pengisi formasi, karena porositas adalah banyaknya

fluida yang mengisi ruang pori batuan (Harsono, 1997).

Nilai densitas fluida mud dapat diperkirakan dari pembacaan log

resistivitas, hal ini berkaitan dengan pembacaan resistivitas yang berbanding

terbalik dengan konduktivitas fluida dan lingkungan pengeboran.

Pada sumur HSF nilai resistivitas dangkal (invaded zone) lebih tinggi

daripada nilai resistivitas dalam (uninvaded zone) maka dapat

diinterpretasikan jenis fluida yang dipakai pada saat pengeboran adalah

fresh mud system¸ dikarenakan air biasa / fresh water mempunyai nilai

konduktivitas lebih rendah dibandingkan air asin, sedangkan nilai

resistivitas berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas maka dapat

diperkirakan air formasi lebih asin dibandingkan air yang dipakai pada saat

pengeboran, oleh karena itu nilai densitas fluida mud adalah 1.

72

Page 73: BAB I

Porositas neutron dapat dibaca langsung dari log neutron (NPHI), log

neutron pengukuran utamanya adalah mengukur konsentrasi hidrogen pada

formasi, energi neutron yang hilang dapat dikonversi menjadi porositas

karena energi hidrogen terkonsentrasi didalam fluida yang mengisi pori

batuan, energi neutron hilang pada komposisi fluida yang mempunyai

konsentrasi hidrogen yang tinggi.

Sumur HSF-03 pada kedalaman 2865,7296 m mempunyai nilai

porositas neutron 0,18 dan nilai Vsh 0,2. Mencari porositas total dari sumur

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Φt =

Φt = = 0,14 4.7

Porositas efektif didapatkan dengan rumusan sebagai berikut:

ΦDc = 0,1 – (0,03.0,2) = 0,09

ΦNc = 0,18 – (0,349.0,2) = 0,11

Φe = = 0,1 4.8

Sedangkan dalam penentuan menggunakan software geolog yang

digunakan adalah parameter penentuan porositasnya menggunakan densitas

dan neutron, dimana dalam hal ini melakukan crossplot pada daerah yang

diteliti yang dianggap sebagai zona yang prospek, dalam hal ini dengan

menentukan titik yang dianggap sebagai matriks yang dominan dalam kurva

densitas dan neutron, yang selanjutnya penentuan dry shale. Dry shale ini

dianggap sebagai titik dimana didapatkan shale yang dalam kondisi kering

berada, acuan dalam penentuan dry shale adalah mineral lempung seperti

illit, kaolinit dan lainnya. Selanjutanya untuk densitas fluida memiliki nilai

maksimal diangka 1000, karena dianggap nilai fluida air terbesar sekitar

1000.

73

Page 74: BAB I

Selanjutnya untuk penentuan shale didapat pada titik dari dryshale

kegaris menuju fluida dan pada shale yang dominan. Porositas total dari

suatu lapisan didapat dari nilai matriks dari batuan tersebut dan besarnya

neutron pada lapisan tersebut, setelah mengetahui besarannya maka

porositas akan diperoleh.

A. Sumur HSF-01

Sumur HSF-01 ini terdapat 2 lapisan yang dianggap prospek, untuk

mengetahui porositas dari zona yang prospek tersebut menggunakan

crossplot RHOB dan NPHI, dalam crossplot tersebut memasukkan nilai

matriks dari batuan yang berporositas baik, dryshale, shale, dan fluida.

Lapisan pertama yang prospek terdapat pada pada marker TAF 6 dengan

nilai RHOB 2550 gAPI dan nilai NPHI 0,09 v/v, yang selanjutnya untuk

mengetahui dry shale, dan shale menggunakan marker yang berada didekat

dari marker TAF 6 yaitu marker Btm. TAF 6 dengan shale memiliki nilai

RHOB 2729,285 gAPI dan nilai NPHI 0,248 v/v, marker ini digunakan

karena litologinya berupa shale yang dominan, untuk fluida memiliki nilai

RHOB 999,272 gAPI dan nilai NPHI 0,904 v/v. Berikut ini adalah crossplot

pada daerah yang dianggap prospek yaitu TAF 6 serta marker yang

dianggap lapisan dominan shale marker Btm. TAF 6.

74

Page 75: BAB I

Gambar 4.18 Crossplot pada sumur HSF-01 zona prospek 1

Zona prospek yang terdapat pada sumur HSF-01 berada pada marker

TAF 8 dengan nilai RHOB 2550 gAPI dan nilai NPHI 0,08 v/v, yang

selanjutnya untuk mengetahui dry shale, dan shale menggunakan marker

yang berada didekat dari marker TAF 8 yaitu marker Btm. TAF 8 dengan

shale memiliki nilai RHOB 2729,089 gAPI dan nilai NPHI 0,146 v/v,

marker ini digunakan karena litologinya berupa shale yang dominan, untuk

fluida memiliki nilai RHOB 1000 gAPI dan nilai NPHI 0,92 v/v. Berikut ini

adalah crossplot pada daerah yang dianggap prospek yaitu TAF 8 serta

marker yang dianggap lapisan dominan shale marker Btm. TAF 8.

75

Well : HSF-01

Page 76: BAB I

Gambar 4.19 Crossplot pada sumur HSF-01 zona prospek 2

B. Sumur HSF-02

Sumur HSF-02 ini terdapat 3 lapisan yang dianggap prospek, untuk

mengetahui porositas dari zona yang prospek tersebut menggunakan

crossplot RHOB dan NPHI, dalam crossplot tersebut memasukkan nilai

matriks dari batuan yang berporositas baik, dryshale, shale, dan fluida. Pada

lapisan yang pertama batuan yang memiliki porositas terdapat pada marker

TAF 5 dan TAF 4 tetapi yang prospek hanya pada TAF 5, dimana crossplot

yang dibuat dari marker TAF 4 – TS, hal ini dikarenakan untuk mengetahui

rentang dari matriks batuan yang berporositas baik serta kelimpahan shale,

sehingga mendapatkan nilai yang dominan dan lebih merata untuk titik dari

matriks maupun shale, dari crossplot didapat matriks dengan nilai RHOB

2700 gAPI dan nilai NPHI 0,1 v/v, yang selanjutnya untuk mengetahui dry

shale, dan shale menggunakan marker yang berada didekat dari marker

TAF 5 dan TAF 4 yaitu marker Btm. TAF 4, Btm TAF 5, Coal, Coal 1, dan

TS dengan shale memiliki nilai RHOB 2811,051 gAPI dan nilai NPHI

0,358 v/v, marker ini digunakan karena litologinya berupa shale yang

76

Well : HSF-01

Page 77: BAB I

dominan, untuk fluida memiliki nilai RHOB 1000 gAPI dan nilai NPHI 0,89

v/v.

Lapisan kedua yang memiliki zona prospek terdapat pada marker TAF

6 dengan nilai RHOB 2650 gAPI dan nilai NPHI 0,09 v/v, yang selanjutnya

untuk mengetahui dry shale, dan shale menggunakan marker yang berada

didekat dari marker TAF 6 yaitu marker Btm. TAF 6 dengan shale memiliki

nilai RHOB 2823,992 gAPI dan nilai NPHI 0,275 v/v, marker ini digunakan

karena litologinya berupa shale yang dominan, untuk fluida memiliki nilai

RHOB 1000 gAPI dan nilai NPHI 0,99 v/v, berikut ini adalah crossplot

pada daerah yang dianggap prospek yaitu crossplot pada TAF 4 – TS

dengan zona prospek berada pada marker TAF 5 dan crossplot TAF 6 serta

marker yang dianggap lapisan dominan shale marker Btm. TAF 6:

Gambar 4.20 Crossplot pada sumur HSF-02 zona prospek 1

77

Well : HSF 02

Page 78: BAB I

Gambar 4.21 Crossplot pada sumur HSF 02 zona prospek 2

Zona prospek lapisan ketiga yang terdapat pada sumur HSF-02

berada pada marker TAF 8 dengan nilai RHOB 2700 gAPI dan nilai NPHI

0,02 v/v, yang selanjutnya untuk mengetahui dry shale, dan shale

menggunakan marker yang berada didekat dari marker TAF 8 yaitu marker

Btm. TAF 8 dan MFS dengan shale memiliki nilai RHOB 2763,599 gAPI

dan nilai NPHI 0,279 v/v, marker ini digunakan karena litologinya berupa

shale yang dominan, untuk fluida memiliki nilai RHOB 1000 gAPI dan nilai

NPHI 0,98 v/v, berikut ini adalah crossplot pada daerah yang dianggap

prospek yaitu TAF 8 serta marker yang dianggap lapisan dominan shale

marker Btm. TAF 8.

78

Well : HSF-02

Page 79: BAB I

Gambar 4.22 crossplot pada sumur HSF-02 zona prospek 3

C. Sumur HSF-03

Pada HSF-03 ini terdapat 4 lapisan yang dianggap prospek, untuk

mengetahui porositas dari zona yang prospek tersebut menggunakan

crossplot RHOB dan NPHI, dalam crossplot tersebut memasukkan nilai

matriks dari batuan yang berporositas baik, dryshale, shale, dan fluida. Pada

lapisan prospek yang pertama dan kedua batuan yang memiliki porositas

terdapat pada marker TAF 3.1, TAF 4 dan TAF 5 tetapi yang prospek hanya

pada marker TAF 3.1 dan TS, dimana crossplot yang dibuat dari marker

TAF 3.1 – TS, hal ini dikarenakan untuk mengetahui rentang dari matriks

batuan yang berporositas baik serta kelimpahan shale, sehingga

mendapatkan nilai yang dominan dan lebih merata untuk titik dari matriks

maupun shale. Dari crossplot didapat matriks dengan nilai RHOB 2550

gAPI dan nilai NPHI 0,1 v/v, yang selanjutnya untuk mengetahui dry shale,

79

Well : HSF-02

Page 80: BAB I

dan shale menggunakan marker yang berada didekat dari marker matriks

TAF 3.1, TAF 4, TAF 5 dan TS yaitu marker Btm. TAF 3.1, Btm. TAF 4,

Btm TAF 5, Coal dan Coal 1 dengan shale memiliki nilai RHOB 2815,364

gAPI dan nilai NPHI 0,332 v/v, marker ini digunakan karena litologinya

berupa shale yang dominan, untuk fluida memiliki nilai RHOB 1000 gAPI

dan nilai NPHI 0,9 v/v.

Daerah yang dianggap prospek yaitu crossplot pada TAF 3.1 – TS

dengan zona prospek berada pada marker TAF 3.1 dan marker TS, yang

keduanya berada pada crossplot yang sama dengan nilai RHOB dan NPHI

dari matriks, shale, dry shale, dan fluida yang dianggap memiliki nilai yang

sama, berikut ini adalah crossplot-nya:

Gambar 4.23 Crossplot pada sumur HSF 03 zona prospek 1 dan 2

Lapisan ketiga yang memiliki zona prospek terdapat pada marker

TAF 6 dengan nilai RHOB 2550 gAPI dan nilai NPHI 0,1 v/v, yang

selanjutnya untuk mengetahui dry shale, dan shale menggunakan marker

80

Well : HSF-03

Page 81: BAB I

yang berada didekat dari marker TAF 6 yaitu marker Btm. TAF 6 dengan

shale memiliki nilai RHOB 2737,717 gAPI dan nilai NPHI 0,24 v/v, marker

ini digunakan karena litologinya berupa shale yang dominan, untuk fluida

memiliki nilai RHOB 1000 gAPI dan nilai NPHI 0,99 v/v, berikut ini adalah

crossplot pada daerah yang dianggap prospek yaitu TAF 6 serta marker

yang dianggap lapisan dominan shale marker Btm. TAF 6:

Gambar 4.24 Crossplot pada sumur HSF 03 zona prospek 3

Zona prospek lapisan keempat yang terdapat pada sumur HSF 03

berada pada marker TAF 8, pada crossplot berikut terdapat dua lapisan yang

memiliki porositas yaitu marker TAF 7.1 dan TAF 8, tetapi yang memenuhi

syarat sebagai zona prospek adalah marker TAF 8, pada crossplot ini

memiliki matriks dengan nilai RHOB 2740 gAPI dan nilai NPHI 0,01 v/v,

yang selanjutnya untuk mengetahui dry shale, dan shale menggunakan

81

Well : HSF-03

Page 82: BAB I

marker yang berada didekat dari marker TAF 7.1 dan TAF 8 yaitu marker

Btm TAF 7.1 dan Btm. TAF 8 dengan shale memiliki nilai RHOB 2785,168

gAPI dan nilai NPHI 0,281 v/v, marker ini digunakan karena litologinya

berupa shale yang dominan, untuk fluida memiliki nilai RHOB 1000 gAPI

dan nilai NPHI 0,989 v/v, berikut ini adalah crossplot dari marker TAF 7.1

– Btm. TAF 8:

Gambar 4.25 Crossplot pada sumur HSF-03 zona prospek 4

D. Sumur HSF-04

Pada HSF-04 ini terdapat 2 lapisan yang dianggap prospek, untuk

mengetahui porositas dari zona yang prospek tersebut menggunakan

crossplot RHOB dan NPHI, dalam crossplot tersebut memasukkan nilai

matriks dari batuan yang berporositas baik, dryshale, shale, dan fluida.

Lapisan pertama yang prospek terdapat pada marker TAF 6 dengan nilai

RHOB 2550 gAPI dan nilai NPHI 0,09 v/v, yang selanjutnya untuk

mengetahui dry shale, dan shale menggunakan marker yang berada didekat

82

Well : HSF 03

Page 83: BAB I

dari marker TAF 6 yaitu marker Btm. TAF 6 dan Coal 2 dengan shale

memiliki nilai RHOB 2780,854 gAPI dan nilai NPHI 0,271 v/v, marker ini

digunakan karena litologinya berupa shale yang dominan, untuk fluida

memiliki nilai RHOB 1000 gAPI dan nilai NPHI 0,78 v/v, berikut ini adalah

crossplot pada daerah yang dianggap prospek yaitu TAF 6 serta marker

yang dianggap lapisan dominan shale marker Btm. TAF 6 dan Coal 2.

Gambar 4.26 Crossplot pada sumur HSF-04 zona prospek 1

Zona prospek lapisan kedua yang terdapat pada sumur HSF-04 berada

pada marker TAF 8, pada crossplot berikut terdapat dua lapisan yang

memiliki porositas yaitu marker TAF 7.1 dan TAF 8, tetapi yang memenuhi

syarat sebagai zona prospek adalah marker TAF 8, pada crossplot ini

memiliki matriks dengan nilai RHOB 2740 gAPI dan nilai NPHI 0,01 v/v,

yang selanjutnya untuk mengetahui dry shale, dan shale menggunakan

marker yang berada didekat dari marker TAF 7.1 dan TAF 8 yaitu marker

Btm TAF 7.1 dan Btm. TAF 8 dengan shale memiliki nilai RHOB 2759,285

83

Well : HSF 04

Page 84: BAB I

gAPI dan nilai NPHI 0,305 v/v, marker ini digunakan karena litologinya

berupa shale yang dominan, untuk fluida memiliki nilai RHOB 1000 gAPI

dan nilai NPHI 0,9 v/v, berikut ini adalah crossplot dari marker TAF 7.1 –

Btm. TAF 8:

Gambar 4.27 Crossplot pada sumur HSF-04 zona prospek 2

4.2.4 Perhitungan Saturasi Air

Saturasi adalah volume fluida yang mengisi suatu pori batuan

reservoir, saturasi menghitung jumlah air yang berada pada pori batuan

reservoir (Sw) yang akan diakumulasi dengan jumlah hidrokarbonnya (Sh).

Perhitungan saturasi air (Sw) yang dilakukan pada penelitian ini

adalah menggunakan persamaan Indonesia dikarenakan litologi didominasi

oleh perselingan antara batupasir dan shale yang menjadi ciri khas pada

daerah yang ada di indonesia. Perhitungan menggunakan persamaan berikut

84

Well : HSF 04

Page 85: BAB I

n

Sw =

1,92

Sw = 0,48

m = Sementasi n = Eksponen saturasiΦ = Porositas efektifRw = Resistivitas air Formasi (ohm-m)Rmf = Resistivitas filtrat lumpur (ohm-m)Rsh = Resistivitas shale (ohm-m)Rt = Resistivitas log (ohm-m)Vsh = Volume ShaleSh = 1-SwSh = 1- 0,48 = 0,52Sw = Saturasi air Sh = Saturasi hidrokarbon

Hal sama dilakukan dalam penggunaan software geolog yaitu

memasukkan nilai a,m, n, Rw serta nilai Rt pada software tersebut sehingga

nilai dari saturasi dari akan keluar, dalam hal ini nilai a, m dan n, pada zona

yang dianggap prospek berbeda-beda, pada daerah yang dianggap sebagai

marker TAF 6 memiliki nilai a = 1, m = 1,8109 dan nilai n = 1,9268 dan

pada marker TAF 8 memiliki nilai a = 1, m = 1,6796 dan nilai n = 1,8921,

sedangkan pada marker yang lainnya digunakan nilai default dari batupasir,

karena batupasir sebagai zona reservoirnya, yaitu memiliki nilai a = 0,62, m

= 2,15 dan nilai n = 2

4.2.5 Perhitungan Permeabilitas

85

4.9

Page 86: BAB I

Permeabilitas adalah kemampuan dari suatu batuan untuk mudah atau

tidaknya fluida mengalir di dalam formasi batuan, batuan dikatakan tidak

kedap bila porositas pada batuan tersebut saling berhubungan misalnya pori,

retakan dan rekahan pada batuan untuk mengalirkan fluida, untuk

menentukan nilai permeabilitas diperlukan nilai saturasi air sisa, saturasi air

sisa merupakan air yang berada pada pori suatu batuan yang tidak dapat

terdorong oleh fluida hidrokarbon dan tetap mengisi pori batuan bersama

fluida hidrokarbon yang masuk kedalam rongga pori batuan tersebut.

penentuan nilai saturasi air sisa (Swir) menggunakan persamaan sebagai

berikut:

Swir

= 0,1

Swir = Saturasi air sisaa = Panjang alur m = Sementasiɸ = porositas total pada kedalaman yang diteliti

Nilai saturasi air sisa adalah pembacaan kuantitas air sisa pada suatu

reservoir, pada sumur HSF-03 pada kedalaman 2865,7296 m saturasi air

sisanya 0,1 berarti hanya sedikit air yang terjebak pada lapisan reservoir

batupasir, dalam penggunaan software geolog nilai Swir sudah ditentukkan

yang didapat dari data core. Nilai Swir yang didapat dari data core ada 3

nilai yaitu nilai untuk TAF 6 pada semua sumur HSF yaitu 27%, pada TAF

8 pada semua sumur HSF yaitu 24%.

Setelah didapatkan nilai saturasi air maka dapat menentukan nilai

permeabilitas dengan persamaan sebagai berikut:

86

4.10

Page 87: BAB I

K =

K = = 3 md 4.12

= Porositas pada kedalaman yang ditelitiSwir = Saturasi air sisa (didapat dari data core)K =Nilai permeabilitas

Dalam penggunaan software geolog nilai Swir dalam setiap lapisan

dimasukkan untuk mengetahui besaran dari permeabilitasnya itu sendiri, dan

berikut ini merupakan tabel kesebandingan dari besarnya permeabilitas

dengan porositas efektif pada satu lapisan yang ada pada sumur HSF 03

pada marker TAF 6

Gambar 4.28 Kurva hubungan porositas dan permeabilitas pada HSF-03 TAF 6.

Dapat dilihat antara permeabilitas dengan porositas efektif pada

marker TAF 6 di sumur HSF-03 berbanding lurus , hal ini membuktikan

bahwa batuan yang berporositas baik memiliki kemampuan untuk

mengalirkan fluida yang baik juga, pada daerah tersebut jika terdapat fluida

87

PE

RM

EA

BIL

ITA

S

POROSITAS

4.11

Page 88: BAB I

maka fluida tersebut dapat mengalir dengan baik, karena hubungan antara

porositas dan permeabilitas tersebut.

4.2.6 Penentuan Nilai Penggalan (Cut Off)

Setelah mendapatkan nilai parameter petrofisika di setiap kedalaman

maka akan dilakukan pemotongan terhadap nilai parameter petrofisika yang

melebihi nilai cut-off. Nilai cut-off digunakan untuk menentukan nilai net-

to-gross ratio yang digunakan untuk mengetahui kontinuitas dari sebuah

reservoir. Sehingga dibutuhkan nilai net thickness sebagai input dari net-to-

gross ratio. Jika cut-off Vsh dan porositas dikorelasikan dengan dengan nilai

permeabilitas, maka hal ini akan menjamin aliran fluida dari reservoir dapat

mengalir. Nilai cut-off akan mengeliminasi batuan maupun fluida dalam

batuan yang tidak prospek hidrokarbon. Hal ini akan mempengaruhi

penentuan dari nilai hydrocarbon-in-place (IOIP)

Pada penelitian ini digunakan nilai cut-off yang berbeda untuk setiap

marker yang ada, pada marker TAF 6 yaitu Vsh (0.2), ɸ (0,09) dan Sw

(0.73), pada marker TAF 8 yaitu Vsh (0.28), ɸ (0,105) dan Sw (0.69), pada

marker yang berada diatas marker TAF 6 nilai yang digunakan yaitu Vsh

(0.28), ɸ (0,08) dan Sw (0.8). Nilai cut-off didapatkan dari data perusahaan.

Parameter petrofisika yang telah dihitung akan dilakukan penggalan untuk

menentukan beberapa zona yang dianggap prospek, dari hasil tiap

penggalan akan didapat nilai yang berbeda, jika nilai penggalan Vsh dan

porositas yang digunakan maka akan memperoleh hasil berupa nilai net

reservoir, yaitu merupakan nilai yang dianggap sebagai zona yang

dimungkinkan prospek atau dianggap sebagai zona pasir yang bersih tanpa

terpengaruh oleh keberadaan shale, tetapi untuk mendapatkan zona yang

dimungkinkan minyak, penggalan Sw dibutuhkan untuk mengetahui besaran

dari saturasi air yang ada pada daerah tersebut, jika diasumsikan air total

adalah 100%, dan jika pada daerah tersebut ternyata air hanya 65% maka

dimungkinkan sisanya adalah hidrokarbon.

88

Page 89: BAB I

Gambar 4.29 Cut-off nilai Φe & Vsh pada sumur HSF-01, HSF-02, HSF-03, HSF-04 lapisan batupasir TAF 6

Gambar 4.30 Cut-off saturasi air pada sumur HSF-01, HSF-02, HSF-03, HSF-04 lapisan batupasir TAF 6

89

Page 90: BAB I

Tabel 4.2.1 Nilai Cut Off Net Reservoir

Min Max Avg Min Max Avg Min Max Avg1 HSF 01 TAF 6 SS 2840,051 2857,272 17,44205 11,4750342 0,657895 9% 18% 13% 58% 88% 74% 2,476 39,801 11,559027032 HSF 01 TAF 8 SS 3035,733 3043,048 7,447886 3,951939264 0,530612 11% 15% 13% 25% 82% 46% 5,991 26,284 16,947615383 HSF 02 TAF 6 SS 2881,021 2898,090 17,28871 10,25082634 0,59292 10% 20% 17% 53% 88% 68% 2,3617 59,8625 28,618392544 HSF 02 TAF 8 SS 3082,342 3092,857 10,64005 9,12004272 0,857143 13% 20% 17% 24% 49% 28% 12,9436 80,2649 47,152051675 HSF 02 TAF5 SS 2804,364 2808,174 3,952019 1,976009256 0,5 8% 15% 13% 56% 87% 64% 7,6947 91,4875 55,477815386 HSF 03TAF3.1 SS 2747,162 2752,344 5,334 1,9812 0,371429 9% 22% 17% 54% 54% 54% 0,18401 7,95489 3,4323015387 HSF 03 TS SS 2853,690 2863,291 9,7536 2,8956 0,296875 12% 18% 15% 66% 84% 77% 8,49396 35,53069 21,107533689 HSF 03 TAF 6 SS 2863,444 2886,608 23,3172 16,3068 0,699346 13% 19% 17% 43% 82% 67% 11,1287 48,62526 29,4551849510 HSF 03 TAF 8 SS 3056,687 3067,964 11,43 8,6868 0,76 11% 19% 14% 24% 76% 44% 7,00928 60,71281 23,3932696511 HSF 04 TAF 6 SS 2852,375 2857,272 17,7477 15,14674339 0,853448 12% 20% 16% 39% 79% 59% 7,35386 60,87056 23,927539612 HSF 04 TAF 8 SS 3041,808 3047,295 5,661017 4,59001368 0,810811 11% 21% 15% 27% 41% 31% 5,14045 66,37914 22,95683

Cut-off Por dan Vsh (NET RESERVOIR ZONE)

NO WELL LITOLOGITOP

(Meter)BOTTOM (Meter)

GROSS NET (Meter)Φ (V/V)

N/GSW (V/V) PERM (mD)

90

Page 91: BAB I

Tabel 4.2.1 Nilai Cut Off Net Pay

Min Max Avg Min Max Avg Min Max Avg1 HSF 01 TAF 6 SS 2840,051 2857,272 17,44205 11,32203374 0,649123 9% 18% 13% 58% 73% 67% 2,695 34,962 10,599352942 HSF 01 TAF 8 SS 3035,733 3043,048 7,447886 3,03995328 0,408163 11% 15% 14% 25% 69% 37% 7,712 26,284 17,42373 HSF 02 TAF 6 SS 2881,021 2898,090 17,28871 8,567854848 0,495575 10% 20% 17% 53% 73% 65% 2,3617 59,8625 29,639378574 HSF 02 TAF 8 SS 3082,342 3092,857 10,64005 9,12004272 0,857143 13% 20% 17% 24% 49% 28% 12,9436 80,2649 47,152051675 HSF 02 TAF5 SS 2804,364 2808,174 3,952019 1,824008544 0,461538 8% 15% 13% 56% 76% 62% 7,6947 91,4875 57,663241676 HSF 03TAF3.1 SS 2747,162 2752,344 5,334 1,9812 0,371429 9% 22% 17% 54% 54% 54% 0,18401 7,95489 3,4323015387 HSF 03 TS SS 2853,690 2863,291 9,7536 2,4384 0,25 12% 18% 15% 66% 80% 76% 8,49396 35,53069 21,422969389 HSF 03 TAF 6 SS 2863,444 2886,608 23,3172 12,8016 0,54902 13% 19% 17% 43% 73% 64% 11,1287 47,76248 28,694020610 HSF 03 TAF 8 SS 3056,687 3067,964 11,43 8,0772 0,706667 11% 19% 14% 24% 69% 42% 7,00928 60,71281 24,2616090611 HSF 04 TAF 6 SS 2852,375 2857,272 17,7477 14,38175635 0,810345 12% 20% 16% 39% 71% 58% 7,35386 60,87056 24,0852188312 HSF 04 TAF 8 SS 3041,808 3047,295 5,661017 4,59001368 0,810811 11% 21% 15% 27% 41% 31% 5,14045 66,37914 22,95683

GROSSNO WELL LITOLOGITOP

(Meter)BOTTOM (Meter)

Cut-off SW (NET PAY ZONE)

NET (Meter) N/GΦ (V/V) SW (V/V) PERM (mD)

91

Page 92: BAB I

4.3 Penentuan Cadangan Hidrokarbon

Dalam penentuan cadangan hidrokarbon yang dilakukan adalah

perhitungan cadangan sumuran, sehingga yang digunakan dalam penelitian

ini adalah berupa radius dari lubang sumur yaitu 250 meter dari titik bor

yang diteliti, perhitungan cadangan kali ini menggunakan perhitungan

cadangan volumetrik pada setiap sumur, untuk cadangan di setiap sumur

akan berbeda, hal ini dikarenakan karakteristik yang berbda dari setiap

reservoir yang sama walaupun dalam tahap korelasi berada pada marker

yang sama.

Dalam penentuan cadangan hidrokarbon ini digunakan rumusan Initial

Oil In Place (IOIP). IOIP ini merupakan besarnya volume minyak yang

terdapat dalam reservoir pada saat awal sebelum diproduksi, besarnya IOIP

ini dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

IOIP =

IOIP = 295728,204 STB pada sumur HSF 03 marker TAF 6

IOIP = Initial Oil in Place (STB,Stock Tank Barrels)7758 = Faktor konversi dari acre.ft ke barrelsVb = Volume Bulk dari reservoir (acre.ft) diasumsikan volume

bulk berupa bentuk tabung pada sumur.1223,48 = merupakan nilai dari meter ke acre

= Rata-rata porositas efektif pada kedalaman yang diteliti

Sw = Saturasi AirBoi = Oil formation volume factor (STB/bbls)

92

...4.13

Page 93: BAB I

Nilai Boi sudah ditetapkan, pada marker TAF 6 dan TAF 8 nilainya

3,23 bbls, sedangkan pada marker yang lainnya nilainya adalah 0,63 bbls.

4.4 Diskusi

Dalam perhitungan cadangan hidrokarbon terdapat cadangan pasti,

cadangan mungkin dan cadangan harapan, penelitian yang dilakukan ini

adalah melakukan perhitungan cadangan pasti, dalam cadangan pasti

memiliki kepastian sekitar 90%, untuk memperoleh cadangan pasti ini

maka diambil radius sebesar 250 meter dari titik lubang bor sumur yang

produksi.

Pada setiap sumur terdapat masing-masing lapisan yang dapat

diproduksi, dan juga ada lapisan yang sama dengan sumur yang lainnya,

hal ini dapat dilihat dari korelasi litologi. Perhitungan cadangan

hidrokarbon yang dilakukan ini adalah perhitungan cadangan sumuran,

sehingga volumebulk yang digunakan mengacu pada bentuk dari lubang

sumur itu sendiri, dimana lubang bor tersebut berbentuk tabung maka

volume yang digunakan adalah volume tabung. Dari hasil perhitungan

tersebut pada setiap sumur yang ada maka didapat lah nilai IOIP dari

setiap kedalaman yang prospek pada setiap sumur, sehingga nilai yang ada

pada setiap sumur adalah jumlah yang dimungkin kan dapat diproduksi,

dan berikut ini adalah tabel dari nilai IOIP yang ada pada setiap sumur:

93

Page 94: BAB I

Tabel 4.3 Initial Oil In Place daerah yang diteliti

NO WELLGROSS SAND

(m)

NET SAND

(m)

NET PAY (m)

PAY ZONEIOIP (STB)

WELLIOIP

TOTAL (STB)

JENIS HIDROKARBON

AVG POROSITY

(%)

AVG SWE (%)

1 HSF 01 TAF 6 17,442 11,47503 11,32203 13% 67% 180595,194HSF 01 280.258,2737

MINYAK

2 HSF 01 TAF 8 7,448 3,951939 3,039953 14% 37% 99663,07943 HSF 02 TAF 6 17,28871 10,25083 8,567855 17% 65% 190634,129

HSF 02 801.975,54234 HSF 02 TAF 8 10,640 9,120043 9,120043 17% 28% 433394,4815 HSF 02 TAF5 3,952019 1,976009 1,824009 13% 62% 177946,9336 HSF 03TAF3.1 5,334 1,9812 1,9812 17% 54% 301098,539

HSF 03 1.036.363,1997 HSF 03 TS 9,754 2,8956 2,4384 15% 76% 179852,2599 HSF 03 TAF 6 23,3172 16,3068 12,8016 17% 64% 295728,20410 HSF 03 TAF 8 11,43 8,6868 8,0772 14% 42% 259684,19711 HSF 04 TAF 6 17,7477 15,14674 14,38176 16% 58% 373320,833

HSF 04 560.232,222312 HSF 04 TAF 8 5,661017 4,590014 4,590014 15% 31% 186911,389

94

Page 95: BAB I

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis data log, diketahui litologi yang menyusun pada

Lapangan Karangbaru Formasi Talang Akar adalah batupasir, shalysand,

batugamping, serpih, sisipan batubara, dan organicshale.

2. Batuan yang prospek sebagai reservoir dan tempat terakumulasinya

hidrokarbon adalah batupasir, dengan adanya cross antara kurva log

densitas (RHOB) dengan kurva log neutron (NPHI) dan nilai resistivitas

(Rt) berada pada 4 ohmm – 44 ohmm, dengan kisaran nilai resistivitas

tersebut hidrokarbon yang terdapat pada Formasi Talang Akar

merupakan tipe minyak, hasil analisis dari keempat sumur yang diteliti

memiliki kisaran nilai rata-rata porositas (Φ) sebesar 13% - 17 %,

sedangkan nilai rata- rata saturasi air (Sw) 28% - 76%, nilai rata – rata

permeabilitas (K) 3 mD – 57 mD,

3. Nilai prospeksi cadangan hidrokarbon sumuran / cadangan pasti (P1)

pada setiap sumur adalah sebagai berikut: HSF 01 sebesar 280.258,2737

STB, sumur HSF 02 sebesar 801.975,5423 STB, pada sumur HSF 03

sebesar 1.036.363,199, pada sumur HSF 04 sebesar 560.232,2223 STB.

5.2 Saran

1. Perhitungan cadangan yang dilakukan adalah perhitungan cadangan

sumuran dengan radius 250 m dari titik sumur yang merupakan cadangan

pasti (P1), untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal cadangan

hidrokarbon yang dihitung lebih baik per area, sehingga besaran zona

lebih luas dan dimungkinkan nilai cadangan hidrokarbon akan lebih

besar, dengan dukungan data seismik sehingga mendapatkan cadangan

harapan (P3).

95