bab i
TRANSCRIPT
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SMP
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Pamulang Tangerang Banten
Tanggal Masuk RS : 27 Maret 2009
Pengambilan Data : 30 Maret 2009
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 24 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).
B. Keluhan Tambahan
Pasien tidak bisa diajak bicara
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke RSUP Fatmawati dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari
SMRS. Menurut keterangan dari keluarga, saat itu pasien sedang berbincang-bincang
bersama dengan anggota keluarga yang lain sambil bercanda-canda. Tiba-tiba pasien
muntah menyembur beberapa kali, setelah itu pasien mulai mengalami penurunan
kesadaran. Pasien seperti orang yang tertidur dan sulit untuk dibangunkan. Selain itu pasien
juga mengompol. Keluarga pasien tidak dapat memberikan keterangan apakah ada
kelemahan sesisi atau tidak. Kejang (-), demam (-), penurunan kesadaran (-), sakit kepala
1
(+), bicara pelo (+), mulut mencong (-), sering tersedak (+), kesulitan menelan (+), riwayat
trauma (-), riwayat penurunan berat badan disangkal.
Pasien merupakan seorang penderita hipertensi tidak terkontrol sejak lebih kurang 4
tahun yang lalu.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+)
DM disangkal
Penyakit jantung disangkal
Stroke disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, DM, penyakit jantung, stroke tidak diketahui.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : Apatis, GCS E3M6V5 = 13
Sikap : Duduk dan berbaring
Kooperasi : Kurang Kooperatif
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 180/ 100 mmHg (kanan dan kiri) Suhu : 36,7 ºC
Nadi : 80 kali/menit Pernafasan : 20 kali/menit
B. Keadaan Lokal
Traumata Stigmata : Tidak ada.
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba pulsasi kanan dan kiri equal, regular, isi cukup.
Pembuluh Darah Perifer : Capillary Refill Time < 2 detik.
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar, NT (-).
Columna Vertebralis : Lurus di tengah
2
C. Pemeriksaan
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS V linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Suppel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat + + , edema - -
+ + - -
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70° > 70°
Laseque Menyilang : (-) (-)
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
3
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : Tidak valid dinilai
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : TVD TVD
Visus Campus : TVD TVD
Melihat Warna : TVD TVD
Funduskopi : Katarak matur ODS
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Nasal Bawah : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokhor Isokhor
Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : Baik Baik
Konvergensi : ` Baik Baik
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : TVD TVD
Cabang Sensorik
4
Optahalmik : TVD TVD
Maxilla :
Mandibularis :
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Baik Baik
Motorik Orbicularis : Baik Sudut nasolabialis lebih datar
Pengecap Lidah : TVD TVD
Parese n VII Sentral sinistra
N. VIII
Vestibular
Vertigo : TVD
Nistagmus : TVD
Cochlear
Tuli Konduktif : TVD
Tuli Perspeptif : TVD
N. IX, X
Motorik : TVD
Sensorik :
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : TVD TVD
Menoleh : TVD TVD
N. XII
Pergerakan Lidah : Deviasi ke kanan saat istirahat (parese n XII sentral sinistra)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
5
D. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : Kesan hemiparesis sinistra
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal :
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : Normotrofik
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : tidak valid dinilai
Eksteroseptif : tidak valid dinilai
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : Tidak valid dinilai
Tes Rhomberg : Tidak valid dinilai
Disdiadokinesia : Tidak valid dinilai
Jari-Jari : Tidak valid dinilai
Jari-Hidung : Tidak valid dinilai
Tumit-Lutut : Tidak valid dinilai
Rebound Phenomenon : Tidak valid dinilai
Hipotoni : Tidak valid dinilai
6
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : tidak valid dinilai
Apraksia : tidak valid dinilai
Afasia : tidak valid dinilai
K. Fungsi Otonom
Miksi : Terpasang kateter
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
Ereksi :
L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Berbangkis : (+) (+)
Faring : (+) (+)
Bisep : (++) (++)
Trisep : (++) (++)
Radius : (++) (++)
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
Lutut : (++) (++)
Tumit : (++) (++)
Cremaster :
Sfingter Ani :
M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (+) (+)
Chaddock : (+) (+)
Gordon : (+) (+)
7
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (+) (+)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : TVD
Tanda regresi :
Demensia :
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (25-03-2009)
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.2–17.3 g/dl 15,7 g/dl
Hematokrit 33-45 % 46 %
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 16 ribu/ul
Trombosit 150-440 ribu/ul 216 ribu/ul
Eritrosit 4.40-5.90 juta/uL 5,47 juta/ul
LED 0.0-20.0 mm/jam 35.0 mm/jam
VER/HER/KHER/RDW
VER 00.0-100.0 fl 84,3 fl
HER 26.0-34.0 pg 28,7 pg
KHER 32.0-36.0 g/dl 34,1 g/dl
RDW 11.5-14.5 % 13,3 %
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 0-34 U/l 17 U/l
SGPT 0-40 U/l 17 U/l
Protein Total 6.00-8.00 g/dl 6.55 g/dl
Albumin 3.40-4.80 g/dl 3.92 g/dl
8
Globulin 2.50-3.00 g/dl 2.64 g/dl
Bilirubin Total 0.00-1.00 mg/dl 1.21 mg/dl
Bilirubin direk < 0.02 mg/dl 0.28 mg/dl
Bilirubin indirek < 0.6 mg/dl 0.93 mg/dl
DIABETES
Glukosa sewaktu 70-140 mg/dl 142 mg/dl
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 20-40 mg/dl 38 mg/dl
Creatinin Darah 0.6-1.5 mg/dl 1,1 mg/dl
LEMAK
TG < 155 mg/dl 122 mg/dl
Kolesterol total < 200 mg/dl 173 mg/dl
HDL 37-92 mg/dl 42 mg/dl
LDL < 130 mg/dl 107 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135-147 mmol/l 144 mmol/l
Kalium 3.10-5.10 mmol/l 2,50 mmol/l
Klorida 95-108 mmol/l 105 mmol/l
HITUNG JENIS
Netrofil 50-70 89
Limfosit 20-40 8
Monosit 2-8 3
GAS DARAH
pH 7.370-7.440 7.509
Pco2 35-45 34.0
Po2 83.0-108.0 128.8
HCO3 27
BE 5.2
9
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Rontgen thorax : kesan kardiomegali dan elongasi aorta
CT Scan kepala : CVD hemoragik di mid cerebellum dengan perdarahan intraventrikel IV
dan multiple infark di pons dan parietal kanan. Infark lama dengan kalsifikasi di
frontoparietal kanan (dd/ lesi vaskular). Periventrikular hipodens dengan ventrikulomegali
ec susp hidrosefalus obstruktif.
VII. RESUME
Anamnesis : Pasien dibawa ke RSUP Fatmawati dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 1 hari SMRS. Menurut keterangan dari keluarga, saat itu pasien sedang berbincang-
bincang bersama dengan anggota keluarga yang lain sambil bercanda-canda. Tiba-tiba
pasien muntah menyembur beberapa kali, setelah itu pasien mulai mengalami penurunan
kesadaran. Pasien seperti orang yang tertidur dan sulit untuk dibangunkan. Selain itu pasien
juga mengompol. Keluarga pasien tidak dapat memberikan keterangan apakah ada
kelemahan sesisi atau tidak. Kejang (-), demam (-), penurunan kesadaran (-), sakit kepala
(+), bicara pelo (+), mulut mencong (-), sering tersedak (+), kesulitan menelan (+), riwayat
trauma (-), riwayat penurunan berat badan disangkal.
Pasien merupakan seorang penderita hipertensi tidak terkontrol sejak lebih kurang 4
tahun yang lalu.
RPD : Riwayat keganasan (-), hipertensi (+), DM (-), penyakit jantung (-), stroke (-),
penyakit paru (-), asma (-), alergi (-).
RPK : Riwayat keganasan (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), stroke (-),
penyakit paru (-), asma (-), alergi (-).
Pemeriksaan fisik
A. Status generalis
Kesadaran : Apatis, GCS E3M6V4 = 13
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 180/ 100 mmHg (kanan dan kiri)
Suhu : 36,7 ºC
10
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Traumata stigmata : Tidak ada
KGB : Tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-).
Columna Vertebralis : Lurus di tengah
Jantung : BJ I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Suara napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : Datar, suppel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba membesar,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
B. Status Neurologis
Pupil : Bulat, isokhor, Ø 3mm/ 3 mm. RCL +/+, RCTL +/+
Tanda Ragsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Peningkatan TIK : (-)
Nervus cranialis : Parese n VII dan n XII Sinistra Sentral
Motorik :
Ekstremitas Atas Proksimal Distal Kesan hemiparesis sinistra
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal
refleks fisiologis (++), refleks patologis (+/+)
Sensorik : tidak valid dinilai
Otonom : Terpasang kateter
Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium
Kesan : leukositosis
B. Rontgen thorax
Kesan : kardiomegali dan elongasi aorta
11
C. CT Scan kepala
CVD hemoragik di mid cerebellum dengan perdarahan intraventrikel IV dan multiple
infark di pons dan parietal kanan. Infark lama dengan kalsifikasi di frontoparietal kanan
(dd/ lesi vaskular). Periventrikular hipodens dengan ventrikulomegali ec susp hidrosefalus
obstruktif.
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : Hemiparesis sinistra, parese n VII dan n XII, Hipertensi grade II.
Hidrocephalus.
Diagnosis etiologi : Perdarahan intraventrikel, mid cerebelli.
Diagnosis topik : subkorteks
IX. PENATALAKSANAAN
IVFD Asering 500 cc/12 jam
Inj brain act 2 x 500 mg
Manitol loading 250 cc dilanjutkan 4 x 125 cc
Vitamin K Inj 3 x1
Vitamin C Inj 2 x 1
Ketorolac Inj 3 x 1
OMZ Inj 2 x 1
Transamin Inj 3 x 1
Captopril 2 x 12,5 mg
KSR 2 X 1
Konsul bedah saraf
Konsul rehabilitasi medik
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
12
XI. PROGNOSA
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, disertai gangguan kesadaran atau
tidak yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke hemoragik). Stroke atau
serangan otak merupakan suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi
bila pasokan darah ke otak terhenti atau gagal, atau dapat pula sebagai akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Dalam waktu hitungan detik ke menit, sel otak akan segera mati melalui
berbagai proses patologis yang saat ini sudah banyak diketahui.
Stroke merupakan penyebab kematian tersering ke tiga di negara Amerika, merupakan
penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.Menurut American Heart Association,
diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru
terjadi pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50- 100/100.000
penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana
angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti
mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan karena
kontrol yang baik terhadap faktor resiko penyakit stroke.
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi
penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang minim pada populasi
masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5%
(Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000
penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995)
DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di
Indonesia.
14
Faktor Resiko Stroke
Yang dapat diubah :
Hipertensi,
DM,
merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral,
hematokrit meningkat,
bruit karotis asimptomatis,
hiperurisemia,
dislipidemia.
Yang tidak dapat diubah
Usia yang meningkat,
jenis kelamin
ras,
riwayat keluarga,
riwayat TIA atau stroke,
penyakit jantung koroner,
fibrilasi atrium,
homosisitinuria homozigot atau heterozigot.
Tanda Klinis Serangan
Tekanan perfusi otak merupakan komponen terpenting pada sirkulasi darah otak yang
merupak€an integrasi fungsi jantung, pembuluh darah dan komposisi darah. Tekanan perfusi
otak menentukan Cerebral Blood Flow (CBF), dimana penurunan CBF yang tidak lebih dari 80%
masih memungkinkan sel otak untuk pulih kembali. Sedangkan pada penurunan lebih dari 80 %
sudah dipastikan terjadi kematian sel otak. Kehidupan sel otak sangat tergantung pada sirkulasi
kolateral di otak, faktor resiko, dan perubahan metabolisme di otak.
Pada umumnya manifestasi klinis serangan otak dapat berupa:
15
Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai sesisi atau kedua sisi
dari tubuh.
Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun
Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi
Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh
Kesulitan menelan
Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
Derilium atau kesadaran berkabut (sudden confusion)
Pusing atau vertigo
Sakit kepala
Mual dan muntah
Kejang
Hemiparese
Gangguan sensorik: hemihipestesi
Gangguan bicara: disartria, disfasia, disfoni
Gangguan penglihatan: hemianopsia
Gangguan kesadaran
Proses patologis yang terjadi dapat berupa perdarahan (20%) dan iskemia (80%).
Biasanya manifestasi klinis gangguan fungsi otak pada perdarahan lebih berat oleh karena selain
proses iskemi, didapatkan pula proses desak ruang (hematoma). Amati serta pelajari manifestasi
klinis gangguan fungsi otak tersebut dan segera lakukan tata laksana kegawatdaruratan medik
sedini mungkin. Agaknya waktu antara onset dan IGD (Instalasi Gawat Darurat) di rumah sakit
dimana dapat dilakukan antisipasi medis secara tepat. Peran serta masyarakat juga sangat
menentukan apalagi bila sudah dibekali dengan bagaimana cara pengenalan serta pemahaman
serangan otak.
16
Klasifikasi StrokeBerdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya • Stroke iskemik
– Trombosis
– Emboli
• Stroke hemoragik
Berdasarkan stadium • Transient Ischemic Attack (TIA)
• Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
• Stroke in evolution
• Completed Stroke
Berdasarkan sistem pembuluh darah • Sistem karotis
• Sistem vertebrobasiler
Perbedaan Stroke Hemoragik Dengan Stroke Iskemik
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Onset Sedang atau setelah
beraktifitas
Istirahat > Aktifitas
Tekanan Darah Hampir selalu tinggi Normal atau tinggi
Kesadaran Menurun Baik
Nyeri Kepala +++ ±
Muntah + _
Kejang + _
Kaku kuduk + _
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan penyebab utama ketidak mampuan penderita atau
disabilitas. Hanya sekitar 20% penderita yang dapat berdiri sendiri/independent dalam 6 bulan
dan 10% yang dapat berdiri sendiri setelah 30 hari kejadian. 20-30% perdarahan akan bertambah
17
dalam 24 jam dan ini dapat diketahui dengan bertambah jeleknya keadaan umum penderita serta
gejala neurologis yang timbul.
Hasil akhir dari stroke hemoragik ini antara lain:
- volume hematome,ini merupakan hal yang paling penting dalam menentukan hasil akhirnya
- efek kompresi
- efek destruksi
- iskhemia
- kemampuan neurotoxic dari hasil degradasi darah
Lokasi perdarahan 60% deep subcortical, 30% superfisial atau lobar dan 10% terletak
infra tentorial/cerebellum. Angka kematian da!am 30 hari pertama setelah terjadi perdarahan
yaitu 35- 50%; lebih dari setengahnya mati pada 2 hari pertama dan 6% penderita mati sebelum
mencapai rumah sakit.(3,4). Tingginya morbidity dan mortality pada stroke hemoragik oleh
karena massa hematome dan efek mekanik terhadap jaringan otak sekitarnya.
Patofisiologi dan Prognosis
Jeleknya hasil akhir dari perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan
otak [23]. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan
otak sekitarnya. Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak meninggi dan
mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage pembuluh darah. Perubahan
pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena efek mekanik
langsung,menyebabkan iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga terjadi kerusakan gel-gel otak.
Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil akhirnya [5,23]. Hal lain
yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume darah didalam ventrikel. Volume
darah lebih dari 60 ml, mortalitasnya 93% bila lokasinya deep subcortical dan 71 % bila
lokasinya lobarsuperfisial. Untuk perdarahan cerebellum, bila volumenya 30-60 ml, 75%
fatal;pada perdarahan didaerah pons lebih dari 5ml,fatal. Bagaimanapun kerusakan jaringan otak
dan perubahan-perubahan karena perdarahan didalam otak tidak statis. Volume hematome selalu
progressive [6,24,25]. Dalam satu jam setelah kejadian, volume darah akan bertambah pada 25%
penderita; sekitar 10% dari semua penderita volumenya bertambah setelah 20 jam. Pada CT Scan
18
tampak daerah hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum dari
hematome tersebut.
Figure 2. Most Common Sites and Sources of Intracerebral Hemorrhage.Intracerebral hemorrhages most commonly involve cerebral lobes, originating from penetrating cortical branches of the anterior, middle, or posterior cerebral arteries (A); basal ganglia, originating from ascending lenticulostriate branches of the middle cerebral artery (B); the thalamus, originating from ascending thalmogeniculate branches of the posterior cerebral artery (C); the pons, originating from paramedian branches of the basilar artery (D); and the cerebellum, originating from penetrating branches of the posterior inferior, anterior inferior, or superior cerebellar arteries (E).
Di ruang IGD atau PraktikSesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia serta perbedaan fasilitas yang dimiliki
rumah sakit maupun tingkat ekonomi masyarakat, maka SOP (Standard Operating Procedure)
untuk serangan otak sudah diupayakan pembakuannya di Indonesia, antara lain :
A. Diagnosis Serangan Otak
a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler.
19
b. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
c. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
perdarahan di otak.
d. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat
digunakan :
Algoritme Stroke Gajah Mada
Djunaedi Stroke Score
Siriraj Stroke Score:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik) - (3 x
petanda ateroma) -12
keterangan:
derajat kesadaran : 0 kompos mentis; 1 somnolen; 2 sopor/koma
vomitus : 0 tidak ada; 1 ada
nyeri kepala : 0 tidak ada; 1 ada
ateroma : 0 tidak ada; 1 salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit pembuluh darah
e. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus
f. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam.
g. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah ekstrakranial
dan intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik, terapeutik, dan prognostik.
B. Pemeriksaan Penunjang Rutin
Penanganan stroke akut memerlukan pemeriksaan kondisi yang mengiringi stroke sehingga
hasilnya bermanfaat untuk menentukan antisipasinya.
a. Laboratorium :
Pemeriksaan DPL, LED, hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan.
Gula darah dan profil lipid
Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan urin lengkap
Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium)
b. Roentgen Toraks
c. Elektrokardiografi
20
C. Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas
Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus, perlu suatu
eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus.
a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis :
i. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT, fibrinogen, D-dimer, protein C dan
S, dan agregasi trombosit.
ii. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll)
c. Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan untuk mengetahui adanya
vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.
d. Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM, aneurisma, plak
karotis, dan lain-lain)
e. SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak direkomendasikan untuk
pemakaian rutin kasus stroke.
f. EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan enarterektomi karotis.
D. Penatalaksanaan Umum
Dasar penatalaksanaan suatu stroke akut adalah dengan mengoptimalkan sirkulasi dan
metabolisme umum dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial akibat edema otak.
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, infus terpasang, boleh dimulai bertahap bila
hemodinamik stabil
Bebaskan jalan nafas, bila perlu berikan oksigen 1-3 L/menit sampai ada hasil
pemeriksaan gas darah
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus segera dikoreksi
Suhu tubuh harus dipertahankan normal
21
Asupan nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik dan
apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui
pipa nasogastrik dengan 1500 kalori
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
Pemberian caian intravena 24 jam pertama cairan emergensi RL, NaCl 0,9%, Asering,
dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang
mengandung glukosa murni atau hipotonik
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH dosis rendah bila tidak
ada kontraindikasi
Mobilisasi dan neurorestorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi.
E. Penatalaksanaan Spesifik
Prinsip dasar penatalaksanaan stroke akut adalah upaya memulihkan tekanan perifer otak,
mencegah kematian sel otak, mengoptimalkan metabolisme, dan mencegah terjadinya proses
patologis yang mengiringi serangan otak tersebut, antara lain :
Stroke hemoragik
1. Perdarahan Intraserebral
- Mengobati etiologinya, menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi
dengan neuroprotektor dapat diberikan.
- Tindakan bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia dan skala
koma Glasgow lebih dari 4 dan hanya dilakukan pada penderita dengan:
- Perdarahan serebellum dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan
kraniotomi dekompresi
- Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikuler atau serebellum dapat
dilakukan VP shunting
- Perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peningkatan intrakranial
akut dan disertai dengan ancaman herniasi
2. Perdarahan Subarakhnoid
- nimodipine dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada perdarahan
subarachnoid primer akut, diawali dengan 1-2 jam pertama 1 mg/jam dilanjutkan 1-6
22
mg/jam dengan continous infusion dan selanjutkan dengan pemberian per oral 4-6x60
mg.
- Terapi hipervolimik-hipertensif hemodelusi di ICU/NCCU
- Pengobatan baru dengan a ballon angioplasty, intraarterial papaverine atau
kombinasi keduanya.
- Pemasangan coil atau clipping aneurisma 30 % untuk mencegah
rebleeding.
Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat inap
Terapi umum pada stroke hemoragik
Rawat ICU bila:
Volume hematome lebih dari 30 cc, perdarahan intraventrikuler, timbul hidrosefalus, klinis
cenderung menurun.
Tekanan darah:
Diturunkan perlahan-lahan (15-20%) bila tekanan sistolik >180 dan tekanan diastolic >120.
MAP >130, volume hematome bertambah dan terdapat gagal jantung (Labetolol IV 10 mg
sampai 20 mg dengan maksimum 300 mg, Enapril IV 0,625 mg-1,25 mg/6 jam, Captopril
3x6,25-25 mg)
Tekanan intracranial meningkat:
Posisi kepala dinaikkan 30º dengan posisi kepala dan dada satu bidang.
Manitol
Hiperventilasi (pCo2 30-35 mmHg)
Terapi khusus
Perdarahan intra serebral
Medis
Bedah: evaluasi hematoma
Perdarahan subarakhnoid
Medis (antifibrinolitik, Ca antagonis)
Bedah (aneurisma, AVM) dengan ligasi, embolisasi, ekstirpasi, gamma knife
23
Rehabilitasi : Fisioterapi
Terapi wicara
Terapi okupasi
Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat jalan
Bertujuan mencegah stroke ulang, mencegah kematian jangka panjang, dan rehabilitasi.
1. Mencegah terjadinya stroke ulang, dengan cara:
Gaya hidup sehat
Mengendalikan faktor resiko:
DM mengontrol kadar gula darah dengan diet, obat anti diabetik,
insulin (actrapid)
Hipertensi mengupayakan tekanan sistolik<140, diastolik < 90
(Captopril, Norvask, Nifedipin)
Fibrilasi atrium warfarin (INR 2,5; range 2,0-3,0)
Antitrombotik
Antiplatelet : aspirin, dipiridamol, tiklopidin, klopidrogel, cilostazol
Antikoagulan : warfarin
Angioplasty dan stenting
2. Mencegah kematian jangka panjang, yang dapat disebabkan oleh: PJK, insfeksi
sal. napas, infeksi sistemik lainnya.
3. Rehabilitasi:
Fisioterapi
Terapi wicara
Terapi okupasi
4. Edukasi pasien dan Keluarga
F. Penatalaksanaan komplikasi
24
Gejala stroke akut sangat banyak variasinya serta menggambarkan perubahan yang dinamis
sehingga perlu suatu antisipasi.
Bila ada kejang diatasi segera dengan Diazepam iv perlahan atau dengan
antikonvulsan lain.
Ulkus stress diatasi dengan antagonis H2, antasid, atau inhibitor pompa
proton.
Pneumonia dapat dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.
Tekanan intrakranial yang meningkat dapat diturunkan dengan salah dsatu
cara atau gabungan cara berikut :
- Manitol bolus 1g/kgBB dalam 20-30 menit, kemudian dilanjutkan dengan 0,25-
0,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Dengan target osmolaritas 300-320
mmol/L.
- Gliserol 10%, 10mL/kg dalam 3-4 jam.
- Furosemid 1mg/kgBB iv.
- Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik hingga pCO2 29-35
mmHg.
- Steroid tidak diberikan secara rutin. Bila ada indikasi diberikan dengan pengamatan
ketat.
- Tindakan kraniotomi dekompresif.
G. Penatalaksanaan Spesifik Penatalaksanaan Kondisi Khusus
Serangan otak merupakan hasil akhir dari disintergrasi fungsi jantung, pembuluh darah,
dan komposisi drah.Proses yang mengiringi serangan otak akan memicu terjadinya gangguan
regulasi sususnan saraf pusat dengan sistem serebrovaskular dan tiak langsung terhadap sistem
dan organ lainnya. Hipertensi merupakan keadaan yang secara langsung dapat mempengaruhi
ketiga faktor utama tersebut, disusul oleh diabetes melitus dan penyakit jantunng koroner.
Menurut beberapa ahli, hipertensi terkelola baik ama dengan melakukan upaya pengobatan serta
pencegahan stroke. Dengan kata lain, Hipertensi merupakan penyebab serangan otak.
25
Stroke akut terkadang meimbulkan perubahan irama jantung, edema paru metabolik,
neuro-endokrin maupun neuro-hormonal dan neurotransmitter terutama pada kasus-kasus
perdarahan luas, letak daerah vital atau infark luas yang disertai edema luas.
Penurunan Cardiac output (CO) yang ditandai dengan penurunan tekanan darah harus
dikoreksi hingga normal atau hipertensi ringan dan diobati dengan segera penyebabnya.
Sebaiknya kasus demikian dirawat di Stroke unit atau ICU/NCCU oleh karena cenderung terjadi
perburukan yang berakhir fatal. Metabolisme otak sangat tergantung pada oksigen dan glukosa,
sehingga hipoglikemia dan hiperglikemia harus segera diobati.
o Hipoglikemia harus segera diatasi dengan Dextrose 40% iv sampai
gula darah mencapai batas normal dan segera mencari serta mengobati penyebabnya.
o Hiperglikemia harus segera dilakukan pemantauan kadar glukosa
darah setiap 6 jam dengan pemberian insulin dosis luncur3 unit bila gula darah 150-200 mg%, 5
unit bila 200-250 mg%, 8 unit bila 250-300 mg%, 10 unit bila 300-350 mg%, 12 unit bila 350-
400 mg%, 15 unit bila 400-450 mg% dan 20 unit bila >450 mg%. Dapat pula diberikan insulin iv
secara drips kontinu selama 2-3 hari dengan dosis awal 1 unit per jam diikuti dosis luncur isulin
bila diketahui seorang menderita DM yang sukar dikendalikan, hiperosmolar, atau gula darah
tetap tinggi setelah 24 jam pemantauan.
Masalah hipertensi pada stroke adalah masalah yang paling sering dijumpai dan sering
menimbulkan pertanyaan apakah hipertensi pada stroke diobati. Sebagian besar ahli tidak
merekomendasikan pegobatan hipertensi pada stroke iskemik kecuali bila terdapat krisis
hipertensi. Krisis hipertensi sendiri adalah suatu keadaan klinis tertentu dimana diperlukan
penurunan tekanan darah segera karena akan menentukan keadaan selanjutnya dari si pasien.
Tekanan darah pada krisis hipertensi ini sangat bervariasi tingginya dan tergantung jenis
hipertensi dan target organ yang sudah terkena. Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi :
Hipertensi emergensi
Pada umumnya dijumpai pada:
- Hipertensi maligna terakselerasi dengan papil edema
- Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark luas pada otak, perdarahan
intraserebral, perdarahan subarakhnoidal, dan cedera kranioserebral.
26
- Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, dan
pasca operasi bypass koroner.
- Kondisi ginjal : glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal akibat
penyakit collagen-vascular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
- Akibat katekolamin yang tersirkulasi : pada penghentian mendadak obat hipertensi,
interaksi obat atau makanan dengan MAO inhibitor, krisis feokromositoma,
hiperrefleksia otonom pasca cedera medula spinalis.
- Eklamsia
- Kondisi bedah : hipertensi berat pada pre operasi cito , hipertensi pasca operasi, dan
perdarahan pasca operasi.
- Luka bakar luas dan berat
- Epistaksis berat
- Trombotik Trombositopenia purpura.
Sedangkan hipetensi emergensi pada stroke biasanya tekanan diastolik lebih dari 140
mmHg setelah diukur 2 kali dengan selang 5 menit, atau tekanan sistolik lebih dari 230 mmHg
dan atau tekanan diastolik 121-140 mmHg pada 2 pengukuran yang berselang waktu 15 menit,
atau tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120 mmHg. Selain itu
terbukti pula adanya keadaan perdarahan intraserebral, gagal jantung kiri, edema paru, gagal
ginjal, aorta diseksi, atau tekanan darah arterial rata-rata yang lebih dari 145 mmHg ( [ tekanan
sistolik + 2 tekanan diastolik]/3). Obat anti hipertensi harus diberikan secara parenteral dengan
penurunan yang harus mulai terjadi dalam benberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Obat
untuk hipertensi emergensi yang sering dipergunakan di Indonesia, antara lain:
o Diltiazem, diberikan dalam bolus 10 mg yang dilarutkan dengan 10 mL saline
fisiologis dalam jangka waktu 3-5 menit. Lalu evaluasi dan hitung frekuensi jantung serta
bagaimana irama jantung. Obat ini kontra indikasi pada keadaan blok sino-arterial dan blok AV
derajat 2.
o Nicardipine, 5-15 mg/jam IV kontinu. Efek samping yang perlu diperhatikan antara
lain sakit keapal, mual, flushing, tachycardia, dan phlebitis lokal.
27
o Nimodipine, dengan dosis awal 1mL/jam (1 mg) dinaikkan setiap 13 menit 0,5-1,0
hingga tercapai target dengan maksimal dosis yang dianjurkan 5 mL/jam (5 mg). Obat ini juga
berperan sebgai neuroprotektor selain sebagai antihipertensi.
o Labetolol, diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit IV kontinu.
Efek samping obat ini dapat berupa muntah, mual, gagal jantung, bronkospasme, dan kerusakan
hepar karena obat ini merupakan suatu alfa dan beta blocker.
o Nitroprusid dan nitrogliserin, keduanya diberikan di ICU.
Hipertensi urgensi
Apabila tekanan darah sistolik 130-180 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120
mmHg tanpa ditemukan target organ, pengobatan dimulai bila tekanan darah menetap pada
pengukuran dua kali selang 60 menit. Sedangkan pada kasus baru diawali dengan ACEI atau
ARB, long acting Ca Channel Blocker, atau Beta Blocker atau alfa-beta Blocker dengan
diuretika. Target penurunan adalah beberapa hari.
28