bab 6 : aspek teknis per sektor bidang cipta karya laporan...
TRANSCRIPT
6 - 1
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011, permukiman didefinisikan sebagai
bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari
pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan
perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan,
kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6 - 2
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat
peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi
tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada
awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup
penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan
permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung
jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan
penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan
penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh
di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
6 - 3
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai Isu Strategis, Kondisi Eksisting,
Permasalahan dan Tantangan Permukiman yang ada di Kabupaten
Kepulauan Anambas.
a. Isu Strategis
Untuk mengetahui kondisi eksisting Permukiman dan Infrastrktur di
Kabupaten Kepulauan Anambas, telah dilakukan survey lapangan.
Berdasarkan hasil Survey dilapangan, Kondisi Permukiman di Kabupaten
Kepulauan Anambas secara umum berada pada daerah berbukit, dan
banyak menyebar didaerah tepi laut, selain itu kondisi permukiman di
Kabupaten Kepulauan Anambas masih belum didukung dengan
Infrastruktur yang cukup memadai.
Selain isu-isu yang telah disebutkan diatas, masih ada lagi isu strategis
permukiman di Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu masih adanya
permukiman kumuh yang ada di Pulau Matak yang sudah ditetapkan
melalui Keputusan Bupati No. 204 Tentang Penetapan Lokasi Kumuh di
Kabupaten Kepulauan Anambas.
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGS 2020 yaitu penurunan proporsi
rumah tangga kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan program-program direktif
presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Percepatan pembangunan di wilayah timur Indinesia (Provinsi NTT,
Provinsi Papua fan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi
kesenjangan.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi tehadap proporsi penfufuk
perkotaan dan bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan infrastruktur permukiman yang sudah
dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung
pembangunan permukiman
6 - 4
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
b. Kondisi Eksisting
Tipologi Kawasan Permukiman di Kabupaten Kepulauan Anambas
Berdasarkan Hasil Survey Lapangan di Kabupaten Kepulauan Anambas
Tipologi Permukiman di Kabupaten Kepulauan Anambas secara garis
besar berada pada Permukiman Tepi Laut. Untuk lebih jelasnya mengenai
kondisi eksisting permukiman tepi lau di Kabupaten Kepulauan Anambas
dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 6.1 : Kondisi Permukiman di Kabupaten Kepulauan Anambas
Sebaran Kawasan Permukiman Kumuh di Kabupaten Anambas
Sedangkan untuk sebaran lokasi kumuh yang ada di Kabupaten
Kepulauan Anambas yang mengacu terhadap Keputusan Bupati
Kabupaten Kepulauan Anambas No. 204 Tahun 2014 lokasinya ada di
Desa Putik, Desa Tanjung, yang sebaranya di dua pulau yang berbeda,
6 - 5
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
dan Desa Teluk Rid untuk lebih jelasnya mengenai visual lokasi kawasan
kumuh di Kabupaten Kepulauan Anambas akan disajikan pada Gambar
6.2 sebagai berikut :
Gambar 6.2 : Visual Kondisi Permukiman Kumuh di Kabupaten
Kepulauan Anambas
Kondisi Permukiman Kumuh di Desa Tanjung
Kondisi Permukiman Kumuh di Desa Putik
Kondisi Insfrastruktur Permukiman
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai kondisi Infrastruktur Permukiman di
Kabupaten Kepulauan Anambas :
Jaringan Jalan
Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Kepulauan Anambas secara umum
dan sebagian besar sudah pakai jenis perkerasan aspal. Pengembangan
Jaringan Jalan di Kabupaten Kepulauan Anambas secara umum
terkendala oleh banyaknya batuan besar yang berada di Kepulauan
Anambas. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi Jaringan Jalan di
Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Gambar- gambar
dibawah ini :
6 - 6
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Gambar 6.3. : Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Kepulauan Anambas
Sumber Air
Berdasarkan Hasil Survey Lapangan yang sudah dilakukan di Kabupaten
Kepulauan Anambas, kondisi Sumber Air bersih di Kabupaten Kepulauan
Anambas banyak menggunakan Air yang berasal dari Air Tanah, dan juga
Air terjun. Untuk lebih jelasnya mengenai Kondisi Jaringan Sumber Air di
Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 6.4. : Kondisi Eksisting Sumber Air di Kabupaten Kepulauan Anambas
Tabel 6.1. : Peraturan Daerah Terkait Pengembangan Permukiman Perkotaan
No. Peraturan Amanat Kebijakan
Daerah Jenis Produk Pengaturan No./Tahun Perihal
1.
Keputusan Bupati
Kabupaten. Kepulauan
Anambas
204/2014
Penetapan
Lokasi
Perumahan dan
Permukiman
Kumuh
Sumber : Perbup Kab. Kep. Anambas
6 - 7
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Tabel 6.2 : Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Kep. Anambas
No Lokasi
Kawasan Kumuh
Luas Kawasan (Ha)
Jumlah Rumah
Permanen
Jumlah Rumah Semi Permanen
Jumlah Penduduk
1. Desa Tanjung 7,58 Ha - - -
2. Desa Putik - - - -
Sumber : Kab. Kep. Anambas Dalam Angka
Tabel 6.3. : Data Program Pedesaan di Kabupaten Kep. Anambas
No. Program/Kegiatan Lokasi Volume/Sat Status Kondisi
Infrastruktur
1. Program Peningkatan dan
Pengelolaan Air irigasi untuk
Kawasan Agropoltan
Kecamatan
Jemaja Kecamatan Siap
2. Program penetapan dan
pengembangan kawasan
sentra produksi perikanan
untuk mendukung
pengembangan kawasan
minapolitan dan kawasan
Ekonomi Khusus perikanan
tangkap Kabupaten
Kecamatan
Siantan
Selatan
Kecamatan Siap
Sumber : RPJMD Kab. Kep. Anambas
c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan Permukiman di Indonesia yang aman, nyaman,
harmoni dan berkelanjutan. Di tingkat Nasional masih banyak
permasalahan dan Tantangan dalam pengembangan permukiman,
diantaranya yaitu :
Permasalahan Pengembangan Permukiman :
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni
sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan
pelayanan infrastruktur yang terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar dapa daerah tertinggal,
pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial
Tantangan Pengembangan Permukiman diantaranya :
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
6 - 8
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis
Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman
3. Pencapaian taerget MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian
Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian Pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta
Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih
rendah
5. Memberikan pemahaman kepada Pemerintah daerah bahwa
pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi
tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam penyusunan RPI2JM
bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota
Sedangkan untuk Identifikasi Permasalahan dan Tantangan
Pengembangan Permukiman di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat
dilihat pada Tabel 6.4 sebagai berikut :
Tabel 6.4. : Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Kepulauan Anambas
No. Permasalahan Pengembangan
Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi
1. Aspek Teknis :
Kondisi Permukiman di Kabupaten
Kepulauan Anambas pada
Umumnya masih berada pada
Kawasan Perbukitan yang
medannya agak sulit untuk dicapai
Masih banyaknya permukiman di
tepi laut
Kondisi Permukiman di Kabupaten
Kepulauan Anambas masih belum
Adanya konsentrasi
pertumbuhan permukiman di
tepi-tepi laut di Kabupaten
Kepulauan Anambas
Pemerintah Kabupaten
Kepulauan Anambas
perlu menerbitkan
dokumen atau regulasi
mengenai permukiman
di Kabupaten
Kepulauan Anambas
2. Aspek Kelembagaan :
Berdasarkan Kondisi Eksisting di
Kabupaten Kepulauan Anambas
sampai saat ini masih belum
diterbitkannya dokumen
perencananaan terkait dengan
permukiman seperti SPPIP dan
RPKPP
Perlu segera disusunya
Dokumen Perencanaan
terkait dengan
Permukiman dan
Segera di Perda-kan.
6 - 9
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No. Permasalahan Pengembangan
Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi
3. Aspek Pembiayaan :
Saat ini pembiayaan mengenai
Pengembangan Permukiman di
Kabupaten Kepulauan Anambas
masih menggunakan Anggaran
Pedapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Kepulauan Anambas
Perlu adanya kerja sama
dengan pihak asing/swasta
dalam pembiayaan
pengembangan permukiman
di Kabupaten Kepulauan
Anambas
Pemerintah perlu
mengalokasikan
Pendanaan
Pengembangan
Permukiman dalam
Skala Prioritas 1.
Sumber : Hasil Analisa
6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Ditingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDG’s 2015
(Pengurangan proporsi Rumah Tangga Kumuh Tahun 2020), Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh
tahun 2014 sebesar 10 %, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan
pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan direktif Presiden untuk
program Pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.
Sedangkan ditingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW
Kabupaten/Kota, maupaun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut
hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan
Pengembangan Permukiman.
Adapun Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman 5 Tahun
kedepan di Kabupaten Bintan adalah sebagai berikut :
Tabel 6.5. : Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan untuk 5 Tahun
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Ket
1
Jumlah Penduduk Jiwa 43.518 45.467 47.416 49.365 51.314
Kepadatan
Penduduk Jiwa/Km2 69 72 75 78 81
Proyeksi
Persebaran
Penduduk
Jiwa/Km2 69 72 75 78 81
Proyeksi
Persebaran
Penduduk Miskin
Jiwa/Km2 23 24 25 26 27
6 - 10
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Ket
2
Sasaran
Penurunan
Kawasan Kumuh
Ha - - - - - -
3 Kebutuhan
Rusunawa TB - - - - - -
4 Kebutuhan RSH Unit - - - - - -
5
Kebutuhan
Pengembangan
Permukiman Baru
Kawasan - - - - - -
Sumber : Hasil Analisa
Sementara itu Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan
Permukiman di Perdesaan dapat dilihat pada Tabel 6.6 berikut ini :
Tabel 6.6 : Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang membutuhkan Penanganan untuk 5 Tahun
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019
1
Jumlah
Penduduk Jiwa
43.518 45.467 47.416 49.365 51.314
Kepadatan
Penduduk Jiwa/Km2 69 72 75 78 81
Proyeksi
Persebaran
Penduduk
Jiwa/Km2 69 72 75 78 81
Proyeksi
Persebaran
Penduduk
Miskin
Jiwa/Km2 23 24 25 26 27
2
Desa
Potensial
Untuk
Agropolitan
Desa Desa
Letung
Desa
Mampok
Desa Air
Biru
Desa Bukit
Padi
Desa
Kuala
Maras
3
Desa
Potensial
untuk
Minapolitan
Desa Desa Air
Sena
Desa Air
Sena
Desa Air
Sena
Desa Air
Sena
Desa Air
Sena
4
Kawasan
Rawan
Bencana
Kws
Kawasan
Pesisir
Kab.
Kepulauan
Anambas
Kawasan
Pesisir
Kab.
Kepulauan
Anambas
Kawasan
Pesisir
Kab.
Kepulauan
Anambas
Kawasan
Pesisir
Kab.
Kepulauan
Anambas
Kawasan
Pesisir
Kab.
Kepulauan
Anambas
5 Kawasan
Perbatasan Kawasan
6 - 11
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019
6
Kawasan
Permukiman
Pulau-Pulau
Kecil
Kawasan
7
Desa
Kategori
Miskin
Desa
8
Kawasan
dengan
Komoditas
Unggulan
Kawasan
Sumber : Hasil Analisa
6.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan Pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan Permukiman kawasan perkotaan terdiri dari :
1) Pengembangan kawasan Permukiman baru dalam bentuk
pembangunan Rusunawa serta
2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan Pedesaan terdiri dari :
1) Pengembangan kawasan Permukiman perdesaan untuk kawasan
potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta
perbatasan dan pulau kecil,
2) Pengembangan kawasan Pusat pertumbuhan dengan Program PISEW
(RISE)
3) Desa Tertinggal dengan Program PPIP dan RIS PNPM
Selain kegiatan Fisik diatas program/kegiatan pengembangan
permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP
dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh
Infrastruktur Permukiman RSH
Rusunawa beserta Infrastruktur pendukungnya
6 - 12
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur Kawasan Permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
Infrastruktur Kawasan Permukiman Rawan Bencana
Infrastruktur Kawasan Permukiman perbatasan dan Pulau Kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Infrastruktur Perdesaan PPIP
Infrastruktur Perdesaan RIS PNPM
Kriteria Kesiapan (Readliness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan,
yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra
Kesiapan lahan (sudah tersedia)
Sudah tersedia DED
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP,
RTBL KSK, Masterplan, Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana
daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem
bisa berfungsi
Ada unit pelaksana kegiatan
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi
2. Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda untuk Penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air
Minum, dan PSD lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
6 - 13
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan
BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum
Ditangani program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang
mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii)
pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)
pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang
harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan
permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan.
Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Permukiman kumuh memiliki ciri :
(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi,
(2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum,
(3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta
prasarana, sarana dan utilitas umum, serta
(4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini
diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut :
6 - 14
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas
kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik Bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh
memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman
kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas
bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang
dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan
permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan
penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat Kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada
wilayah kota, apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukkan ruang kota, dimana keterkaitan
dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor
untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang
termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis
dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun. Pertokoan, atau
fungsi lainnya.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana : Kondisi Jalan, Drainase, Air
Bersih dan Limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan
kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme
kelembagaan penanganannya. Ketersediaan perangkat dalam
penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario)
kawasan, rencana, rencan induk (master plan) kawasan dan lainnya.
6 - 15
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.1.5. Usulan Program, Kegiatan dan Pembiayaan
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan
antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan
program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh
waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga
untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan
suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga
kelima. Untuk lebih jelasnya mengenai usulan program dan kegiatan
Bidang Pengembangan Permukiman dapat dilihat pada table berikut.
6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun
di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada undang-
undang dan peraturan antara lain :
1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan dan pengendalian termasuk didalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No 1 Tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling
tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang
dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
6 - 16
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6 - 17
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
2. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
UU No. 28 Tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
dielenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai fungsinya,
serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung.
Persyaratan Administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan atau izin pemanfaatan dari pemegang
hak atas tanah
b. Status kepemilikan bangunan gedung dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung
Persyaratan teknis bangunan gedung mellingkupi persyaratan tata
bangunan dan persyaratan keandalan bangunan, Persyaratan tata
bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh pemda
mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung arsitektur
bangunan gedung dan pengendalian dampak lingkunagan sedangkan
persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamtan,
kesehatan, keamanan dan kemudahan UU No. 28 tahun 2002 juga
mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang
meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36
Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan dari UU No. 28/2002 PP
ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan
bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran
masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan
gedung dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah
daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian
pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
6 - 18
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan
pelaksanaan dokumen RTBL maka telah ditetapkan Permen PU No.
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata bangunan
dan lingkungan, Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa RTBL
disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan
yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun,
kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana serta kawasan
gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut, Dokumen RTBL yang
disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan
Permen PU No: 14/PRT/M/2010 tentang Standar pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan penataan Ruang mengamanatkan jenis
dan mutu pelayanan dasar bidang Pekerjaan Umum dan penataan
Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal, Pada Permen tersebut dilampirkan
indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di
lingkungan Kementrian PU beserta sektor-sektornya.
6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis bidang PBL maka dapat dilihat dari
agenda internasional yang mempengaruhi sektor PBL untuk agenda
Nasional, salah satunya adalah program PNPM Mandiri, yaitu Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka
kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) bidang pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untk
sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam
pengurusan IMB di Kabupaten / Kota dan tersedianya pedoman Harga
Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/Kota.
6 - 19
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapain MDG’s
2015 khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup,
Target MDGs yang terkait bidang cipta karya adalah target 7c, yaitu
menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap
air minum layak dan sanitasi layak pada 2015 serta target 7D, yaitu
mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin
di permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu agenda internasional yang
juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat 1 yang
diselenggarakan di Vancouver, Canada pada 31 Mei- 11 Juni 1976
sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978 yaitu sebagai
lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan
permukiman serta pembangunan perkotaan, Konferensi habitat II yang
dilaksanakan di Istanbl Turki, pada 3 – 1 Juni 1996 dengan dua tema
pokok yaitu “Adequate Shelter For All” dan ‘Suistainable Human
Settlements Development in an Urbanizing word” sebagau keraangka
dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi
masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk
bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di
perkotaan
c. Pemenuhan Kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka
hijau (RTH) di perkotaan
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan
bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh
kembangnya ekonomi lokal
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenurahan
standar pelayanan minimal
f. Perlibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan
6 - 20
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangungan gedung
(Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan kemudahan)
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda
bangunan gedung di kab/kota
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional
tertib andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan
rumah negara
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung
dan rumah negara
3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakaat miskin pada tahun 2012 sebesa 29,13 juta
orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk indonesia
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk
sharing in-cash sesuai MoU Paket
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah
dalam penanggulangan kemiskinan.
Tabel 6.8. : Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Kep. Anambas
Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL
Penataan Lingkungan Permukiman
Masih rendahnya kualitas lingkungan yang belum
memenuhi SPM
Masih banyaknya permukiman di tepi laut yang
kumuh
Sebagai wilayah perairan atau kelautan yang
dominan dalam wilayahnya sehingga akan
memudahkan dalam perencanaan dan
pembangunan fisik bangunan
Memiliki beberapa fasilitas sosial dan ekonomi yang
tersebar diseluruh kecamatan, namun sebagian
besar terkonsentrasi di Siantan
Memiliki bandara penerbangan dan pelabuhan antar
pulau dan antar wilayah sehingga memudahkan dan
meningkatkan arus pergerakan barang dan
penumpang
Masih adanya bangunan-bangunan Permukiman
Tradisional dan Bangunan Gedung bersejarah yang
dapat dijadikan Potensi Wisata
Sumber : Hasil Analisa
6 - 21
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
B. Kondisi Eksisting
Kabupaten Kepulauan Anambas adalah sebuah Kabupaten maritim di
Laut China Selatan yang berada dalam wilayah administratif provinsi
Kepulauan Riau.
Kondisi Eksisting Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten
Kepulauan Anambas secara umum masih belum tertata dengan baik,
karena berdasarkan isu strategis yang teah disebutkan masih rendahnya
kualitas lingkungan dan masih belum memenuhi SPM, dan yang paling
penting saat ini Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas masih belum
memiliki dokumen atau regulasi terkait dengan penataan bangunan dan
lingkungan.
Untuk visualisasi mengenai kondisi umum Penataan Bangunan dan
Lingkungan di Kabupaten Kepulauan Anambas Mengenai Sektor Kondisi
Permukiman dapat dilihat pada Gambar-Gambar yang disajikan berikut ini.
Gambar 6.6. : Kondisi Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Kep. Anambas
6 - 22
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain :
Penataan Lingkungan Permukiman
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan sistem proteksi
kebakaran
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa
RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam
penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan
ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta Heritage
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi
anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka
pemenuhan SPM
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi
efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan
besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan
pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan )
Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang yang tidak
berfungsi dan kurang mendapat perhatian
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah
serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
6 - 23
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib
dan efisien
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan
baik
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan lingkungan
Hijau/terbuka, sarana olahraga
Kapasitas Kelembagaan Daerah
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan
Masih adanya tuntunan reformasi peraturan perundang-undangan dan
peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan
gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan
Dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan Tantangan yang akan disajikan pada Tabel Identifikasi
Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Kabupaten Kepulauan Anambas berikut ini :
Tabel 6.9. : Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Kepulauan Anambas
No. Aspek PBL Permasalahan yang
Dihadapi Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
I. Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan
1. Aspek Teknis Masih adanya permukiman kumuh yang tersebar di sebagian wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas, khususnya di Kecamatan Siantan,Siantan Tengah, Palmatak dan Jemaja
Perlu adanya tindakan dari Pemerintahmengenai permukiman permukiman di Tepi laut
Relokasi Permukiman yang menyebar di Tepi Laut.
Belum tersusunnya RencanaDetail Tata Ruang Kecamatan, diseluruh Kecamatan pada wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas.
Perlu dilakukan Penyusunan Dokumen Tentang Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Bintan dan segera di Perda-Kan
Penyusunan Dokumen Penataan Bangunan dan Lingkungan
6 - 24
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No. Aspek PBL Permasalahan yang
Dihadapi Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata
Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan.
Pemerintah perlu perawatan dan pemantauan secara intensif dalam pemeliharaan sarana Lingkungan.
2. Aspek Kelembagaan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas belum terkoordinasi dengan baik dalam peraturan penataan bangunan dan ingkungan di Kabupaten Kepulauan Anambas
Masih belum tersedianya dokumen RDTR di setiap kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas
3. Aspek Pembiayaan Masih minimnya dana yang diperuntukan untuk kegiatan penataan lingkungan permukiman
Dibutuhkan dana yang lebih besar untuk kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penambahan dana untuk kegiatan penataan lingkungan permukiman
4. Aspek Peran Serta Masyarakat/swasta
Tingginya jumlah penduduk miskin di Kecamatan Siantan, Sianatan Tengah, Palmatak dan Kecamatan Jemaja
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan diwilayahnya
5. Aspek Lingkungan Permukiman
Tidak terpenuhinya standart lingkungan permukiman
Diperlukan pembangunan dan optimalisasi aspek lingkungan permukiman agar memenuhi SPM
Pembangunan dan optimalisasi aspek lingkungan permukiman agar memenuhi SPM
6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh
Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor
6 - 25
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang
telah dijelaskan pada Subbab 6.2.1. Pada Permen PU No.8 tahun 2010,
dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan
permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di perkotaan.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.
Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RISPK (Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran)
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti
yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas
peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun
6 - 26
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan
sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara
pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian
dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana Sistem
Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan
Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK
memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari
kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota,
lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan
edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan
penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK
juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang
terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta
penyelamatan jiwa dan harta benda.
Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan
Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap
aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat
setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting
untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin
aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan
keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada
Permen PU No.01 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal
6 - 27
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk
sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang
dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah
satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL
sebagaimana terlihat pada tabel 6.9 yang dapat dijadikan acuan
bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor
Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 6.10 : Standar Pelayanan Minimal Penataan Bangunan dan Lingkungan Berdasarkan Permen PU No. 01/PRT/M/2014
Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan Minimal
Waktu
Pencapaian Ket
Indikator Nilai
Penataan
Bangunan
dan
Lingkungan
Izin
Mendirikan
Bangunan
(IMB)
Jumlah IMB yang
diterbitkan adalah 60 % 100% 2019
Dinas yang
membidangi
perizinan
(IMB)
Sumber : Permen PU No. 01/PRT/M/2014
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum
memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan
Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung
dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga
pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan
pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
6 - 28
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Tabel 6.11. : Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Uraian Satuan Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019
I. Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan
1 Ruang Terbuka
Hijau M2 85.156 98.260 126.485 182.920 210.369
2 Ruang Terbuka M2 12.780 13.425 14.980 15.782 16.358
3 PSD Unit 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000
4 PS Lingkungan Unit 900 1.000 1.100 1.200 1.300
Sumber : Hasil Analisa
6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan
(Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci,
indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika
diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani
pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur
dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
adalah:
Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda
Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
6 - 29
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri
Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah
ada PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;
• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage;
• Kawasan rawan bencana;
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha,
fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus,
kawasan sentra niaga (central business district);
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan
rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan
termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan
pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.
6 - 30
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi
perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan
wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan
Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus
Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi
Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia
dengan taman (RTH Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun
ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal
20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
masyarakat;
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat
(kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang
khas dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
6 - 31
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran (RISPK):
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko
tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP
No.26/2008 ttg Tata Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan
Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman
Tradisional-Bersejarah;
• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman
tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang
publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur
tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi
Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah
(minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan
dengan DPRD);
6 - 32
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan:
• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat
peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial
masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
6.2.5. Usulan Program, Kegiatan dan Pembiayaan PBL
Setelah melalui analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara
kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program
dan pembiayaan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi
oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota
sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM
dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama
hingga kelima. Lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.
6.3. Sistem Penyediaan Air Minum
6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi,
memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non
fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah
badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD),
koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang
6 - 33
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6 - 34
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air
minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan,
perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi
dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang
menjadi dasar dalam pengembangan SPAM diantaranya:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku
untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan
sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem
penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program
Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan
prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan
pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan
membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik)
dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran
masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju
keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas
penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan
akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan
pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan
6 - 35
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau
meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 01/PRT/M/2014 tentang
SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang
aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan
perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan
pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau
bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat
meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan
unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat
meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air
hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi
kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi
kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang
sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan
perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16
Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum,
Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai
tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta
Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di
bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun
fungsinya antara lain mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem
penyediaan air minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan
sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana
alam dan kerusuhan sosial;
6 - 36
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
Dalam Pengembangan Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum di
Indonesia untuk mencapai target pembangunan terdapat isu-isu strategis
dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Air Minum Khususnya
Direktorat Cipta Karya. Isu isu strategis tersebut yaitu :
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum
2. Pengembangan Pendanaan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-Undangan
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum
6. Rencana Pengamanan Air Minum
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang sesuai dengan Kaidah
Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi Tinggi
Isu Isu strategis diatas merupakan isu isu yang ada di Tingkat Pusat.
Dalam pengembangan SPAM di Tingkat daerah lebih khususnya di
Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau terdapat
beberapa isu strategis yaitu :
1. Berkurangnya pemakaian air tanah dan terpeliharanya sumber daya air
tanah dan air permukaan sebagai air baku.
2. Terlaksananya distribusi air minum untuk seluruh lapisan masyarakat
baik di perkotaan maupun di pedesaan serta pulau - pulau kecil yang
memiliki keterbatasan sumberdaya air baku untuk air minum
3. Terlaksananya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang
dapat mendukung kebutuhan penduduk serta aktivitas kawasan
perencanaan dengan melihat kecenderungan dan kendala faktor
ketersediaan produksi air dan kecenderungan peningkatan aktivitas
dan penduduk dan penyediaan air minum untuk masyarakat dengan
kualitas yang baik serta kuantitas yang mencukupi secara
berkesinambungan.
4. Terlaksananya konservasi air tanah untuk pengendalian muka tanah,
muka air tanah dan kerusakan struktur tanah.
6 - 37
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
5. Tersedianya air minum yang memenuhi standar yang ditetapkan, baik
secara kualitas maupun kuantitas kepada seluruh penduduk.
6. Terjaganya konservasi hutan dalam rangka menjaga ketersediaan air
baku dari sumber sumber air yang ada di Kabupaten Kepulauan
Anambas.
A. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM di Kabupaten Kepulauan
Anambas
Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di
Kabupaten Kepulauan Anambas secara umum akan dibagi menjadi 3
(tiga) aspek yaitu (i) Aspek Teknis yang mencakup didalamnya mengenai
Sumber Air Baku, Pipa Transmisi Air, dan Retribusi (ii) Aspek Pendanaan
berisi uraian umum pembiayaan air minum baik sistem jaringan perpipaan
ataupun jaringan non-perpipaan, serta aspek yang terakhir yaitu (iii) aspek
kelembangaan yang berisikan penjelasan dan uraian mengenai kondisi
organisasi pengelola sistem penyediaan air minum di Kabupaten
Kepulauan Anambas.
1. Aspek Teknis
Jenis dan Jumlah
Jenis dan Jumlah Sistem Pengolahan Air Minum di Kabupaten
Kepulauan Anambas berdasarkan hasil survey yaitu :
1) SPAM yang dikelola oleh PDAM Cabang Tarempa.
2) SPAM yang dikelola oleh PDAM Cabang Jemaja yang sumber
Airnya dari Waduk David yang memiliki debit air sebesar 20
Lt/dt.
3) SPAM yang dikelola oleh masyarakat setempat yaitu dipulau
matak yang sumber airnya dari mata air pulau Matak.
Sumber Air Baku
Sumber Air Baku yang digunakan di Kabupaten Kepulauan
Anambas berdasarkan hasil survey lapangan memanfaatkan tiga
sumber air untuk tiga Pulau yang berbeda.
Sumber Air Terjun Temburun merupakan sumber air yang
berasal dari air terjun temburun. Sumber Air ini digunakan oleh
6 - 38
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci,
memasak, dan lain sebagainya di Pulau Siantan
Sumber Air Waduk David merupakan air permukaan waduk
tadah hujan. Sistem perpipaan dari waduk Kolong David dengan
Kapasitas 10 liter/detik. Sumber Air Waduk David ini digunakan
sebagai Sumber Air di Pulau Jemaja.
Sumber Air Mata Air Matak merupakan sumber mata air yang
digunakan warga di pulau Matak, digunakan warga untuk
keperluan sehari hari seperti, memasak, mandi, air minum dan
sebaginya.
Untuk lebih jelasnya mengenai sumber air di Kabupaten Kepulauan
Anambas dapat dilihat pada gambar-gambar yang disajikan berikut
ini :
Gambar 6.7. : Visualisasi Sumber Air di Pulau Anambas
Aspek Pendanaan
Untuk menjalankan kegiatan operasional sebagai badan Usaha dan
untuk menutupi beba-beban biaya akibat dari operasional tersebut,
PDAM sangat mengandalkan pendapatan utama dari hasil
penjualan air. Pendapatan penjualan air ini sangat ditentukan oleh
tarif yang berlaku dan jumlah pemakaian air pelanggan.
PDAM yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas saat ini belum
menerapkan tarif retribusi terhadap penggunaan air minum
Pengenaan tarif hanya sebesar Rp. 5000 untuk setiap pelanggan
(berapapun penggunaannya).
Waduk David Sumber Air yang digunakan
warga di Pulau Jemaja
Sumber Mata Air
di Pulau Siantan
6 - 39
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan
Pengelolaan Air Minum di Kabupaten Kepulauan Anambas adalah
sebagai berikut :
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18/PRT/M2007 tentang
Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2009
tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Bukan
Jaringan Perpipaan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 907/Menkes/SK/VII/2002
Tanggal 29 Juli 2002 tentang Persayaratan Kualitas Air Minum
Perda Provinsi Kepulauan Riau No. 2 Tahun 2006 tentag
Pembentukan BUMD
Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau No.8 Tahun 2006
tentang Nilai Perolehan Air Sebagai Dasar Penetapan Pajak
Tabel 6.13. : Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten Kep. Anambas
Sistem Jaringan
Daerah Pelayanan Tingkat Pelayanan Sumber Air
Luas WP (m2)
Jumlah PDDK WP
Jmlh Pddk Terlayani
% Pddk %
Wilayah Lokasi Debit
PDAM Cabang Jemaja
192.658 7.260 1.129 20 15 Waduk David
150 L/dt
PDAM Cabang Tarempa
125.685 8.950 1.129 18 12 Waduk Kolong Enam
175 dt
Sumber : Hasil Analisa
B. Permasalahan Pengembangan SPAM di Kabupaten Kepulauan
Anambas
Dalam pengembangan SPAM di Indonesia ada timbul permasalahan-
permasalahan dalam pengembangan Air Minum. Permasalahan
pengembangan Air Minum di Tingkat Nasional antara lain :
6 - 40
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat Pertumbuhan Cakupan pelayanan air minum sistem
perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan
penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih
memerlukan pembinaan
c) Tingkat Kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan
tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus
membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air
minum masyarakat belum memadai
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak
minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan
buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah
pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan
pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung
dari pinjaman luar negeri
c) Komitmen dan Prioritas pendanaan dari Pemerintah Daerah dalam
Pengembangan SPAM masih rendah
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/Dinas didaerah terkait penyelenggaraan
SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh
penyelenggara SPAM (PDAM)
c) Pemekaran wilayah dibeberapa kabupaten/kota mendorong
pemekaran Badan Pengelola SPAM
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin
terbatas.
6 - 41
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
b) Kualitas Sumber Air Baku semakin menurun.
c) Adanya peraturan perizinan penggunaan air baku di beberapa
daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi
d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga
menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan
air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan
masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum
sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah
c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang
mencukupi kebutuhannya sendiri.
Secara Garis besar permasalahan utama pengembangan RISPAM yang
ada di Kabupaten Kepulauan Anambas adalah :
1) Sumber Air Baku
Wilayah Kepulauan Anambas memiliki potensi sumber air baku yang
berasal dari mata air pegunungan dan saat ini belum optimal untuk di
kelola oleh PDAM. Selain itu jika terjadi musim kemarau di Kabupaten
Kepulauan Anambas, terkadang air sulit untuk mengalir, dan warga tidak
bisa memenuhi kebutuhan sehari hari . Saat ini warga sehari-hari lebih
menggunakan sumber air tanah jika terjadi musim kemarau di Kabupaten
Anambas.
2) Sistem Pengolahan Air
Sistem Pengolahan Air di Kabupaten Kepulauan Anambas saat ini masih
bisa dikatakan jauh dari baik, hal ini dikarenakan masih banyak keluhan
warga bahwa air yang dikelola oleh PDAM masih berwarna coklat.
3) Kelembagaan Pengolahan Air Minum
Belum terbentuknya kelembagaan pengelolaan air minum di Kabupaten
Kepulauan Anambas menjadi salah satu masalah utama. Hingga saat ini
kelembagaan yang ada masih mengacu pada Kabupaten Natuna sebagai
kabupaten Induk.
6 - 42
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Tabel 6.14. : Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM di Kabupaten Kepulauan Anambas
No. Aspek Pengelolaan
Air Minum Permasalahan
Tindakan
Yang sudah dilakukan
Yang sedang dilakukan
1. Aspek Kelembagaan
Belum ada kejelasan sistem dan prosedur kerja cabang-cabang dengan penyusunan sistem operasi, khususnya bidang keuangan yang terintegritas
Setiap semua cabang tidak terdapat catatan akuntansi yang layak, sehingga tidak terdapat laporan keuangan (neraca, laba/rugi dan perputaran kas) hanya terdapat operasional saja
Belum tersedianya Dokumen RISPAM di Kabupaten Kepulauan Anambas
2. Teknis Operasional Jika Terjadi musim kemarau di
Kabupaten Kepulauan Anambas warga kekurangan air
Sumber : Hasil Analisa
Tabel 6.15. : Analisis Permasalahan Melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
No. Parameter yang
Diperbandingkan
Alternatif 1 Alternatif 2
Teknis Manfaat Biaya Teknis Manfaat Biaya
1. Teknis Operasional
Melakukan
Upaya
penurunan
baik
kebocoran
teknis ataupun
kebocoran
non-teknis
Untuk
Mengurangi
upaya
kebocoran
Sedang
Melakukan
pemantauan
yang cukup
rutin dengan
menurunkan
personel
pagi siang
dan malam
Agar lebih
terpantau
mengenai
kebocoran
kebocoran
di waduk
terkait
Murah
Pengupayaan
Agar
Pengolahan
IPA Efektif dan
Efisien
Pengurangan
Bahan Bakar
sehingga
biaya
operasional
murah
Sedang
Perbaikan
Jaringan Pipa
Distribusi
Sekunder dan
Tersier secara
berkala
Untuk
Rehabilitasi
jaringan Pipa
Distribusi dan
Transmisi
Mahal
Melakukan
Pengurasan
Pipa
distribusi
secara
periodik
Untuk
perawatan
pipa
distribus
dan
transmisi
Mahal
Sumber : Hasil Analisa
6 - 43
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
C. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar
kedepan, agar dapat digambarkan :
1) Tantangan Internal:
a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini
adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang
belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada
tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air.
Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya
tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai
kriteria yang telah disyaratkan.
b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang
belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif
dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar
dalam pengembangan SPAM.
c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional
merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa
depan.
d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan
minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta
tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan
SPAM yang belum diberdayakan.
2) Tantangan Eksternal
a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang
menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
c) Komitmen terhadap kesepakatan MDGs 2015 dan Protocol Kyoto
dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang
dengan pembangunan perdesaan.
d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal
dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha,
swasta
6 - 44
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung
iklim investasi yang kompetitif
6.3.3. Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap
antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada
kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional
sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber air
minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan
45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis
kebutuhan sistem penyediaan air minum di masing-masing
kabupaten/kota sesuai dengan arahan dibawah ini.
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Kep.
Anambas
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian
analisis diantaranya adalah analisa hasil survey kebutuhan nyata (real
demand survey), analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan
program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat pelayanann serta
analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel seperti
dicontohkan tabel 6.16 berikut :
Tabel 6.16. : Analisis Kebutuhan Air di Kabupaten Kep. Anambas
No Uraian Kondisi
Eksisting
Kebutuhan
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019
1.Sistem Perpipaan
a. Kebocoran (%) 25 20 15 10 5 5
b. Cakupan Pelayanan Penduduk (%)
28 33 38 43 48 53
c. Kebutuhan (lt//hari)
14.209.800 14.494.050 14.783.850 15.079.500 15.381.000 15.688.650
2.Sistem Bukan Perpipaan
a. Kebocoran (%) - - - - - -
b. Cakupan Pelayanan Penduduk (%)
- - - - - -
c. Kebutuhan (lt//hari)
- - - - - -
6 - 45
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Uraian Kondisi
Eksisting
Kebutuhan
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019
3.Sistem Perpipaan Non PDAM
a. Kebocoran (%) - - - - - -
b.
Cakupan
Pelayanan
Penduduk (%)
- - - - - -
c. Kebutuhan
(lt/org/hari) - - - - - -
4. Kebocoran Total 3.552.450 2.898.810 2.217.577 1.507.950 769.050 784.432
5.Jumlah Pelanggan
a.
Proporsi
Sambungan
Langsung
85 85 85 85 85 85
b.
Proporsi
Sambungan
Umum
15 15 15 15 15 15
c.
Jumlah
Sambungan
Langsung
3.083 3.273 3.436 3.634 3.815 4.005
d.
Jumlah
Sambungan
Umum
545 572 600 630 661 694
6. Unit Konsumsi
a. Sambungan
Langsung 3.083 3.273 3.436 3.634 3.815 4.005
b. Sambungan
Umum 545 572 600 630 661 694
c. Non Domestik
7. Kebutuhan Air
(Liter/Hari)
a. Kebutuhan Air
Domestik
11.367.840 11.595.240 11.827.080 12.063.600 12.304.800 12.550.920
b. Kebutuhan Air
Non Domestik 2.841.960 2.898.810 2.956.770 3.015.900 3.076.200 3.137.730
c. Sub Total
Kebutuhan Air 14.209.800 14.494.050 14.783.850 15.079.500 15.381.000 15.688.650
8. Kebutuhan Air
Rata-Rata (Qr) 17.762.250 18.156.350 18.956.200 19.305.145 20.150.315 21.260.108
9.
Kebutuhan Air
Maksimum
(Qmax)
19.538.475 19.971.985 20.851.820 21.235.659 22.165.346 23.386.118
10. Faktor Jam
Puncak 26.643.375 27.234.525 28.434.300 28.957.717 30.225.472 31.920.162
Sumber : Hasil Analisa
Berikut ini adalah kebutuhan pengembangan SPAM yang mengacu
renstra DJCK tahun 2010-2014 khususnya dalam kegiatan : Pengaturan,
6 - 46
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola
Investasi dan Penyelenggaraan Serta Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum.
Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan target
pengembangan sistem penyediaan air minum di masing-masing
kabupaten/kota sesuai dengan tabel 8.17 dibawah ini.
Tabel 6.17. : Analisis Kebutuhan Program Pengembangan SPAM
No OUTPUT SATUAN
KEBUTUHAN
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
1. Layanan Perkantoran Laporan √ √ √ √ √
2. Peraturan Pengembangan Sistem Air Minum
Laporan √
3.
Laporan Pembinaan Pelaksanaan Pengembangan SPAM
a. RISPAM Laporan √
b. NSPK SPAM NSPK √
4.
Laporan Pengawasan Pelaksanaan Pengembangan SPAM
Laporan √ √ √ √ √
5.
Percontohan Re-Use dan Daur Ulang Air Minum
a. Kampanya hemat air
Kws √ √ √ √ √
b. Aktivitas reuse & daur ulang air
Kws √ √ √ √ √
6.
Penyelenggaraan SPAM terfasilitasi
a. PDAM yang memperoleh pembinaan
Laporan √ √ √ √ √
b. Pengelola air minum non PDAM yang memperoleh pembinaan
Laporan √ √ √ √ √
c. Laporan pra-studi kelayakan KPS
Laporan √ √ √ √ √
d. PDAM terfasilitasi untuk mendapatkan pinjaman Bank
Laporan √ √ √ √ √
e. Studi Alternatif Pembiayaan
Laporan √ √ √ √ √
7. SPAM Regional Region
6 - 47
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No OUTPUT SATUAN
KEBUTUHAN
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
8. SPAM Di kawasan MBR
Kws
9. SPAM di ibukota Kecamatan (IKK)
Kws
10.
SPAM Perdesaan
a. PS Air Minum Perdesaan
Desa
b. Pro Rakyat PDT Desa
11.
SPAM Kawasan Khusus
a. Kawasan pulau terluar, perbatasan, terpencil
Kws
b. Kawasan Pemekaran, KAPET
Kws
c. Pelabuhan perikanan dan Pro Rakyat KKP
Kws
i. Pelabuhan perikanan
Kws
ii. Pro Rakyat KKP Kws
Sumber : Hasil Analisa
6.3.4. Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema
Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
1. Program-Program Pengembangan SPAM
Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain:
A. Program SPAM IKK
Sasaran : IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan :
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit
distribusi utama)
Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan
Rumah (SR) total
Indikator :
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Sasaran : Optimalisasi SPAM IKK
6 - 48
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Kegiatan :
Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total
SR untuk MBR
Indikator :
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani
SPAM
C. Program Perdesaan Pola Pamsimas
Sasaran : IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan :
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit
distribusi utama)
Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan
Rumah (SR) total
Indikator :
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
D. Program Desa Rawan Air/Terpencil
Sasaran : Desa rawan air, desa miskin dan daerah
terpencil (sumber air baku relatif sulit)
Kegiatan : Pembangunan unit air baku, unit produksi dan
unit distribusi utama
Indikator : Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM
E. Program Pengamanan Air Minum
Sasaran : PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko
Kegiatan : Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari
hulu sampai hilir
Indikator : Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.
Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum
(RISPAM) yang disusun berdasarkan:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;
3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;
6 - 49
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat;
5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.
Lebih jelasnya mengenai lingkup penyusunan RISPAM dapat dilihat
pada table berikut.
Tabel 6.18. : Lingkup Penyusunan RISPAM
KEGIATAN WILAYAH
ADMINISTRASI KAB/KOTA
WILAYAH PELAYANAN
SATU WILAYAH LINTAS
KAB/KOTA LINTAS PROVINSI
Penyusun Pemda Penyelenggara di
Kab/Kota Penyelenggara
Regional Penyelenggara
Regional
Acuan RTRW RTRW & RISPAM
Kab/Kota RTRW & RISPAM Kab/Kota Terkait
RTRW Prov, RTRW & RISPAM Kab/Kota
Terkait
Penetapan Bupati/Walikota Bupati/Walikota
Gubernur setelah berkonsultasi
dengan Bupati//Walikota
terkait
Menteri setelah berkonsultasi dengan
Gubernur dan Bupati/Walikota Terkait
Konsultasi Publik Pemda Penyelenggara
dengan Fasilitasi dari Pemda
Penyelenggara dengan Fasilitasi dari Pemdaterkait
dan Gubernur
Penyelenggara dengan fasilitasi dari
pemda terkait, Gubernur dan Menteri
Pelaksanaan Penyusunan
Penyedia Jasa/Sendiri
Penyedia Jasa/Sendiri
Penyedia Jasa/Sendiri
Penyedia Jasa/Sendiri
2. Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)
Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan
SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No.
16/2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk
Pengembangan SPAM.
2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya
3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya
– Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik
atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm
– Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20
l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm;
– Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik
atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;
4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007)
5. Ada indikator kinerja untuk monitoring
6 - 50
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
– Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik
– Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh
masyarakat pada tahun yang sama
6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan
7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai
kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan
dibangun
8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB,
UPTD atau BLUD)
9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang
kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas.
3. Skema Kebijakan Pendanaaan
a. Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
Adapun skema kebijakan pendanaan pengembangan SPAM
adalah tergambar dalam tabel 6.19.
Tabel 6.19. : Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan
SPAM
KEGIATAN
SPAM AIR BAKU UNIT PRODUKSI
TRANSMISI DAN DISTRIBUSI
(SR DAN HU)
KOTA APBN APBD, PDAM, KPS,
APBN
APBN, PDAM, KPS, APBN
(MBR)
IKK APBN APBN APBN (s.d. Hidran umum)
Desa Rawan Air APBN APBN APBN (s.d. Hidran umum)
Desa dengan air
baku mudah
(Pamsimas)
APBN APBN, APBD,
Masyarakat
PAMSIMAS (APBN : 70%,
APBD:10% dan Masyarakat :
20%
b. Pendekatan Pembiayaan APBN
1) Non Cost-Recovery
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi)
pada IKK, kawasan perbatasan/ pulau terdepan;
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi)
bagi kawasan-kawasan tertinggal (kawasan kumuh, kawasan
nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;
6 - 51
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan
air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih
dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi
masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM
berbasis masyarakat; dan pengembangan SPAM skala kecil
(perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK.
2) Cost recovery
Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui
kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan Fasilitasi
penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN,
PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan,
Pemda/PDAM, serta KPS.
c. Alternatif Pola Pembiayaan
Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash
PDAM dan Pemda untuk program penambahan sambungan
rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan
dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi;
Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber
pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity
tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh
PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan
menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif
dasar);
Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari
pinjaman bank komersial melalui pihak ke tiga
(kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari
pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih).
Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur
sesuai dengan perjanjian;
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber
pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan
kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah
(BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki
6 - 52
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan
studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;
Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat
utang yang akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan
oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB;
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan
yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk
tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana
perusahaan itu berada.
6.3.5. Usulan Program Pembiayaan SPAM
Setelah melalui analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara
kondisi eksisting dengan kebutuhan maka disusun usulan program dan
pembiayaan kegiatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
6.4. Penyehatan Lingkungan permukiman
Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di
bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan,
pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase
dan persampahan permukiman.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656,
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah,
drainase dan persampahan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air
limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
c. Pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;
6 - 53
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6 - 54
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
d. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah,
drainase dan persampahan; dan
e. Pelaksanaan tata usaha direktorat.
6.4.1. Air Limbah
6.4.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air
Limbah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah
disebutkan pada pasal 13 bahwa pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi aspek pencegahan,
penanggulangan dan pemuihan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,
peran dan tanggung jawab masing-masing pada penjelasan terkait ayat ini
yang dimaksud pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
hidup yang ada dalam ketentuan ini antara lain pengendalian :
a. Pencemaran air, udara dan laut
b. Kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim
Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal
Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang
berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak
mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang
dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang
merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan
pengolahan.
Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua
sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat
(offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas
pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan
6 - 55
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat
(offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan
dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumahrumah
menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL).
Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal
Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang
berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak
mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang
dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang
merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan
pengolahan.
Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua
sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat
(offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas
pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan
merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat
(offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan
dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah-rumah
menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL).
6.4.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan
Tantangan Air Limbah Permukiman
A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman
Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan
identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan
pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat
nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW
Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, RP2KP, SSK dan dokumen lainnya yang
selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai
dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota.
6 - 56
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman
di Kabupaten Kep. Anambas sebagaimana terlihat pada table berikut ini.
Tabel 6.21. : Isu strategis penanganan Air Limbah Kabupaten Kep. Anambas
Isu Strategis Keterangan
Belum tersedianya sistem pengolahan air limbah off-site Di seluruh wilayah Kabupaten Anambas masih menggunakan sistem On-site
Dalam bidang kelembagaan yang menangani air limbah masih belum berjalan dengan optimal baik dari sisi teknis operasional, sumber daya pengelola maupun pendanaan
Di Kabupaten Anambas penanganan pengelolaan air limbah belum menjadi prioritas
Pembangunan Instalasi dan atau prasarana pengolah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) pada kegiatan yang menghasilkan limbah B3
Masih minimnya sistem pengelolaan air limbah
Belum adanya peraturan Daerah yang mengatur tentang pengelolaan air limbah dan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan air limbah
Tidak ada Perda yang mengatur mengenai pengelolaan air limbah
Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah
Minimnya pemahaman masyarakat akan pengelolaan air limbah secara benar
Sumber : BPS Kabupaten Anambas, Tahun 2014
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman
a. Aspek Teknis
Limbah cair atau waste water merupakan produk definit yang dihasilkan
dari kegiatan domestik/rumah tangga dan juga kegiatan di lingkungan
industri. Sehingga jenis limbah dibagi menjadi dua yaitu: limbah domestik
(pemukiman) dan limbah non domestik (industri, perkantoran dan
pertokoan). Untuk itu pengelolaan limbah cair harus dilakukan secara
tepat agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan dan
masyarakat.
Limbah cair dapat dikelola secara on site maupun off site, tergantung
pada jenis dan besarnya debit limbah cair yang dihasilkan. Sistem
terpusat masih dibagi lagi menjadi beberapa jaringan penyaluran limbah
yaitu sistem jaringan perpipaan, sistem pengaliran (hidraulis) yaitu melalui
pemompaan, sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yaitu dengan
teknologi proses kimia dan biologi. Sementara Sistem Setempat (On-Site)
merupakan sistem pengelolaan air limbah dengan pengumpulan dan
6 - 57
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
penyimpanan di tempat yang sama, dan dapat bersifat individual seperti
jamban keluarga/MCK Umum, maupun tangki septik atau cubluk.
Kota Tarempa dengan kondisi lahan yang bervariasi antara pemukiman
on water landed dan kemiringan yang cukup terjal biasanya sistem
pembuangan limbah cair domestik sebagian besar masih mengaplikasikan
sistem setempat (on-site) dengan menggunakan tangki septik atau juga
dialirkan ke penampungan yang memang sengaja dibuat masyarakat
sebagai tempat pembuangan seperti lahan-lahan kosong yang memiliki
resapan tinggi atau jaringan drainase yang ada seperti parit/saluran air,
akan tetapi pemukiman yang berada on water atau berada diatas sungai
dan laut langsung membuangnya ke dalam sungai dan laut
Secara umum sistem pengelolaan air limbah yang ada di Kabupaten
Kepulauan Anambas terdiri dari air limbah yang berupa lumpur tinja dan
air limbah yang dihasilkan oleh sisa buangan rumah tangga, Sistem
pengolahan air limbah di Kabupaten Kepulauan anambas menggunakan
sistem pengolahan sanitasi setempat (on site) dan belum memiliki
pengolahan air limbah terpusat, pembuangan air limbah domestik dikelola
sendiri oleh sebagian masyarakat dengan membangun tangki septikm
effluen dari tangki septic kemudian dibuang ke saluran yang ada, laut,
sungai bagi sebagian masyarakat yang belum mempunyai tangki septik,
masih menggunakan laut dan sungai atau anak sungai saerta kolam,
kebun sebagai prasarana untuk buang air besar
Saat ini sistem pembuangan air limbah yang berupa lumpur tinja dikelola
sendiri oleh masyarakat melalui septic tank dengan leher angsa dan non
angsa, dibuang ke sungai sebagai buangan terakhir, Kondisi ini terlihat
bagi penduduk yang tidak memiliki jamban pribadi dan berada di tepi
sungai dan laut, Namun juga di beberapa kawasan yang memanfaatkan
MCK Umum yang dibangun pemerintah melalui swadaya masyarakat,
Sedangkan air limbah sisa buangan rumah tangga baik cuci maupun
mandi terutama bagi yang di pinggitan sungai dan laut umumnya langsung
dibuang ke sungai maupun laut, Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
kesadaran masyarakat masih rendah dan juga akibat tingkat ekonomi
masyarakat rendah pula, Namun keadaan ini akan menibulkan terhadap
6 - 58
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
tingkat kesehatan dan pencemaran yang berdampak kepada penghuni di
sekitarnya,
Untuk pembuangan air limbah air kotor dari rumah tangga (air dapur,
mandi, cuci) umumnya masih menjadi satu dengan pembuangan air hujan
(drainase) yang pada akhirnya dialirkan ke sungai dan laut bahkan ada
yang sembarang, Kondisi ini pada akhirnya dapat mencemari lingkungan
khusunya pencemaran terhadap air sungai dan laut yang dapat
mengganggu biota laut termasuk kelangsungan hidup ikan di dalamnya,
Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi eksisting sistem pengelolaan air
limbah di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat di lihat pada gambar
berikut:
Kondisi Permukiman Dengan Sistem Air Limbah On Site
Dari gambar diatas dapat terlihat rumah-rumah di Kabupaten Anambas
mayoritas masih menggunakan sistem onsite tanpa septiktank dan hanya
mengalirkan langsung ke air yang berada di kolong rumah.
sistem pengelolaan air limbah (lumpur tinja) yang ada di masyarakat dengan cara dibuang langsung ke laut dan ada yang memanfaatkan MCK Umum, sedankan air sisa buangan rumah tangga dibuang ke saluran terdekat
6 - 59
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Kondisi eksisiting jaringan air limbah secara teknis dapat ditampilkan pada
tabel-tabel berikut:
Tabel 6.22. : Cakupan Pelayanan Sistem On Site
No Kecamatan
Jumlah PS Sanitasi Sistem Onsite Pengumpulan Pengolahan
Jamban Keluarga
MCK Lainnya Septiktank Cubluk Lainnya
1 Jemaja 55% 45% 50% 50%
2 Jemaja Timur 60% 40% 55% 45%
3 Siantan 45% 55% 35% 65%
4 Siantan Selatan
65% 25% 50% 50%
5 Siantan Tengah
35% 65% 50% 50%
6 Siantan Timur 25% 75% 40% 60%
7 Palmatak 60% 40% 50% 50%
Sumber : BPS Kabupaten Anambas, Tahun 2014
Untuk menunjukan parameter teknis wilayah kabupaten/kota yang menjadi
dasar dalam analisis kebutuhan prasarana air limbah permukiman maka
diperlukan Karakteristik fisik kabupaten/kota ditunjukan dengan jumlah
penduduk, luas wilayah berdasarkan tingkat kepadatan, tipe bangunan,
dan keterangan mengenai badan air. Seperti yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 6.23. : Paremeter Teknis Wilayah
No Uraian Besaran Keterangan
Karakteristik Fisik Kota 1. Jumlah Penduduk 37.493 Jiwa Tingkat Kepadatan Sangat Tinggi (>400jiwa/Ha) - Tinggi (300-400 jiwa/Ha) - Sedang (200-300 jiwa/Ha) - Rendah (<200 jiwa/Ha) 200.100 Ha 2. Tipe Bangunan Rumah Tangga Permanen 50% Semi Permanen 30% Tidak Permanen 20% 3. Badan Air Nama Sungai/danau/waduk Sumber mata air pulau siantan
Sumber mata air Pulau matak
Sumber mata air Pulau Jemaja
Sumber mata air Pulau Mubur
Peruntukan Sumber air baku Debit 51.666 m3/hari
Sumber : BPS Kabupaten Anambas, Tahun 2014
6 - 60
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
b. Pendanaan
Pendanaan dan pembiayaan sub sektor Air limbah domestik dialokasikan
pada SKPD Badan Lingkungan Hidup. Sedangkan pendapatan yang
dihasilkan dari retribusi Air Limbah belum ada.
c. Kelembagaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 14/PRT/M/2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang, maka koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi
yang bertanggung jawab di Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota, menurut indikator
kinerja target 2010-2014.
Disebutkan, indikator layanan dasar penyehatan lingkungan permukiman
untuk air limbah permukiman (air limbah domestik) adalah penyediaan
sistem air limbah setempat yang memadai sebesar 60 %, dan sistem air
limbah skala komunitas/kawasan/kota sebesar 5%, oleh dinas yang
membidangi pekerjaan umum. Dalam konteks Kabupaten Kepulauan
Anambas, pengelolaan air limbah domestik secara khusus belum
dilakukan. Namun jika merujuk tupoksi SKPD, maka pengelolaan air
limbah domestik yang merupakan salah satu sub sektor sanitasi, memiliki
relevansi dengan tupoksi Dinas Pekerjaan Umum.
d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan air limbah permukiman
yang dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait
tentang Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola air limbah, retribusi, dll
(perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Swasta dan Masyarakat
Pengelolaan air limbah masih membutuhkan perhatian serius dan perlu
melibatkan berbagai pihak, tidak saja pemerintah tetapi yang paling utama
adalah masyarakat itu sendiri karena selain sebagai obyek, saat ini
masyarakat diharapkan lebih banyak memainkan peran dalam berbagai
aspek pembangunan termasuk sektor sanitasi.
6 - 61
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Pemenuhan sarana dan prasarana tentu saja sangat penting dalam
pembangunan sektor sanitasi tetapi capaian tujuan secara menyeluruh
selalu bermuara pada sejauhmana penyediaan sarana dan prasarana
tersebut dapat memberikan manfaat bagi perbaikan kualitas hidup
masyarakat. Karena pada kenyataannya, ketersediaan sarana dan
prasarana hanya dapat berdampak positif jika masyarakat dapat
memanfaatkan secara baik, yang berarti pengetahuan, wawasan dan
tingkat kasadaran masyarakat merupakan bagian yang memiliki intervensi
sangat signifikan dalam pembangunan sektor sanitasi terlebih mengenai
pengelolaan air limbah. Namun di Kabupaten Kep. Anambas belum ada
terdapat satu sarana dan prasarana sanitasi yang menyangkut sektor air
limbah berbasis masyarakat.
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah
a) Identifikasi Permasalahan Air Limbah
Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di
Kab./Kota masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang
ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan
dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need)
yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu,
dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan
dengan mempertimbangkan tipologi serta parameter-parameter teknis
yang ada di kawasan tersebut.
Tabel 6.24. : Permasalahan Pengelolaan Air Limbah yang Dihadapi
No Aspek Pengelolaan Air
Limbah Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
A. Kelembagaan
- Bentuk Organisasi Belum adanya badan khusus yang menangani air limbah, masih berada di bawah dinas Pu dan dinas Lingkungan Hidup
Pembentukan instansi khusus yang menangani permasalahan air limbah
6 - 62
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Aspek Pengelolaan Air
Limbah Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
- Tata Laksana (Tupoksi, SOP, dll)
Tumpang tindihnya kebijakan penanganan pengelolaan air limbah
Melakukan koordinasi terkait Tupoksi dan pembagian tanggung jawab permasalahan air limbah di Kabupaten Anambas
- Kualitas dan Kuantitas SDM
Masih kurangnya kualitas dan kuantitas SDM yang menangani permasalahan air limbah
Dilakukan penambahan jumlah SDM serta mengadakan pelatihan yang berkoordinasi dengan Provinsi ataupun pusat
B. Perundangan terkait sektor air limbah (Perda, Pergub, Perwali)
Belum ada Perda yang mengatur penanganan air limbah
Menyusun perda yang mengatur permasalahan air limbah
C. Pembiayaan : - Sumber-sumber
pembiayaan - Retribusi
Tidak adanya sumber dana pemasukan atau retribusi yang dihasilkan dari pengolahan air limbah
Membanngun IPAL dan menetapkan tarif retribusi yang dapat menjadi sumber pemasukan
D. Peran serta Masyarakat dan swasta
Minimnya peran serta masyarakat dan swasta
Mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya untuk mengolah limbah dengan benar dan mengundang pihak swasta untuk berinvestasi di sektor air limbah.
E Teknis Operasional
1. Sistem On-site Sanitation
- MCK Masih terbatasnya jumlah MCK yang tersebar di Kecamatan-Kecamatan di Anambas
Akan dilakukan penambahan jumlah MCK di Kabupaten Anambas
- Jamban Keluarga/Septiktank
- Septiktank Komunal Tidak ada Septiktank komunal di Kabupaten Kepulauan Anambas
Pembuatan septiktank komunal di permukiman padat perkotaan
6 - 63
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Aspek Pengelolaan Air
Limbah Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
- PS Sanimas Kurangnya
Prasarana dan
Sarana Sanimas di
Kabupaten
Anambas
Penambahan prasarana
dan sarana Sanimas di
Kabupaten Anambas
- Truk tinja Kurangnya fasilitas
truk Tinja di
Kabupaten
Anambas
Penambahan fasilitas
truk tinja di Kabupaten
Anambas
- IPLT Belum ada IPLT di
Kabupaten
Anambas
Untuk kedepannya
diperlukan IPLT untuk
Kabupaten Anambas
2. Sistem Off-site Sanitation
Belum ada sistem off-site sanitation di Kabupaten Kepulauan
Anambas
- Sambungan Rumah - Sistem Jaringan
Pengumpul - Sistem sanitasi berbasis
masyarakat - IPAL
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2014
Permasalahan Pembangunan Sektor Air Limbah di Indonesia, secara
umum adalah:
(1) Belum optimalnya penanganan air limbah
(2) Tercemarnya badan air khususnya air baku oleh limbah
(3) Belum optimalnya manajemen air limbah:
a. Belum optimalnya perencanaan;
b. belum memadainya penyelenggaraan air limbah.
b) Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah
Tantangan dan pengembangan sektor air limbah di Kabupaten Kep.
Anambas akan di uraikan sebagai berikut :
1. Tantangan
Masih adanya masyarakat buang air besar di sembaran tempat
Kecenderungan meningkatnya angka penyakit terkait air
(Waterborne diseases) akibat rendahnya cakupan pelayanan baik
di perkotaan maupun di perdesaan.
6 - 64
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Perlunya konservasi sumber air baku untuk menjamin terjaganya
kualitas dan kuantitas air baku akibat menurunnya kualitas air tanah
dan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum
Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya operasi dan
pemeliharaan terutama dari pihak swasta yang harus sinergis
dengan penerapan pemulihan biaya (cost recovery) secara
bertahap merupakan tantangan yang harus segera dicari solusinya
Pembagian porsi antara dana APBN dan APBD yang akan
dialokasikan dalam pengembangan penyelenggaraan pengelolaan
air limbah belum terlihat secara tegas
2. Peluang
Tuntutan keterpaduan penanganan Air Limbah dan pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum sebagaimana tertuang dalam PP
16/2005
Adanya Potensi masyarakat baik di perkotaan maupun perdesaan
dalam penyelenggaraan Air Limbah Permukiman
Pentingnya pengelolaan Air Limbah untuk mendukung konservasi
sumber daya air, seperti tertuang dalam UU RI No. 7 tahun 2004
Adanya kewajiban bagi setiap orang untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana tertuang dalam UU Ri No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Selain itu peraturan menteri PU No. 01/PRT/M/2014 menekankan tentang
target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggung jawab
pemerintah Kabupaten/Kota, sebagaimana terlihat pada tabel berikut
Tabel 6.25. : Standar Pelayanan Minimal Air Limbah Berdasarkan Permen PU No. 01/PRT/M/2014
Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan Minimal Batas Waktu Pencapaian
Ket
Indikator Nilai
Penyehatan Lingkungan Permukiman
Air Limbah Permukiman
Jumlah penduduk yang terlayani sistem pengelolaan air limbah pada tahun 2019 sebesar 60%
60% 2019 Dinas yg
membidangi PU
Sumber : Permen PU No. 01/PRT/M/2014
6 - 65
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Peluang dalam pengelolaan air limbah adalah telah diaturnya kewajiban
penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan dan perlindungan
sumber air baku dalam tataran undang-undang sampai dengan peraturan
daerah. Peraturan perundangan juga telah mengatur keterpaduan
penanganan air limbah dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum. Peluang yang lain adalah adanya peningkatan kesadaran
masyarakat dalam penyelenggaraan air limbah permukiman.
6.4.1.3. Analisis Kebutuhan Air Limbah
A. Analisis Kebutuhan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air
Limbah adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem
pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya
kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota
(development need).
Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan kebutuhan komponen
pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis baik sistem setempat
individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta memperlihatkan
arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem
pengelolaan air limbah (on site dan off site), analisis jaringan perpipan air
limbah untuk sistem terpusat, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta
analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 8.36
berikut ini.
Tabel 6.26. : Analisis Kebutuhan Air Limbah
No Aspek Pengelolaan Air
Limbah Kondisi Eksisting
Kebutuhan
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019
A. Peraturan terkait sektor
air limbah
- Ketersediaan peraturan
bidang air limbah
(Perda)
Belum ada
peraturan yang
mengatur bidang
air limbah
√
6 - 66
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Aspek Pengelolaan Air
Limbah Kondisi Eksisting
Kebutuhan
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019
B. Kelembagaan
- Bentuk Organisasi Tidak ada instansi
yang khusus
menangani
persoalan air
limbah
√
- Tata Laksana (Tupoksi,
SOP, dll) Tidak ada
√
- Kualitas dan Kuantitas
SDM
Kurangnya kualitas
dan kuantitas SDM
yang menangani
permasalahan air
limbah
√
C. Pembiayaan :
- Sumber-sumber
pembiayaan APBD Prov, APBD
Kab
- Retribusi Tidak ada
penarikan retribusi
- Realisasi penarikan
retribusi (% terhadap
target)
-
D. Peran serta masyarakat
dan swasta Belum Ada
E. Sistem On-site
Sanitation
- Ketersediaan dan kondisi
IPLT Belum Ada
- Ketersediaan dan Kondisi
truk tinja
Sumber : Hasil Analisi, Tahun 2014
6.4.1.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah
Progam dan kriteria pengembangan Air Limbah adalah acuan untuk
pengembangan sarana dan prasarana Air Limbah acuan tersebut
mengatur tentang kriteria lokasi, lingkup kegiatan dan kriteria kesiapan,
dari kriteria tersebut dapat dilihat kesiapan suatu kota dalam
pengembangan pengolahan Air Limbah, untuk lebih jelasnya mengenai
kriteria pengembangan Air Limbah dapat di lihat pada tabel berikut :
6 - 67
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Tabel 6.27. : Kriteria Kegiatan Infrastruktur Air Limbah Sistem Setempat dan Komunal
Program Kriteria Lokasi Lingkup Kegiatan Kriteria kesiapan
Pembangungan prasarana Air
Limbah Sistem setempat (on-site)
dan Komunal
- Kawasan Rawan Sanitasi (padat,kumuh dan miskin) di Perkotaan
- Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat
- Rekruitment dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis masyarakat
- Pelatihan TFL Secara regional termasuk refreshing/coaching
- Pengadaan material dan upah pembangunnan prasarana air limbah (septic tank komunal MCK IPAL Komunal
- Pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan RSH
- Sudah memiliki RPI2JM CK dan SSK / memorandum program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP
- Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah di bebaskan)
- Sudah terdapat Institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun
- Pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan Pemeliharaan
Pembangunan prasarana Air
Limbah Terpusat (off-site)
- Kota yang telah mempunyai infrastruktur air limbah sistem terpusat (sewerage system)
- Kota yang telah menyusun Masterplan Air Limbah serta DED untuk tahun pertama
- Sasaran Kota (Pusat Kota) besar/metropolitan dengan penduduk >1juta Jiwa
- Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan
- Pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama sekunder
- TOT kepada tim pelatih kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator IPAL
- Sosialisasi / diseminasi NSPM pengelolaan IPAL
- Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat
- Sudah memiliki RPI2JM CK dan SSK/Memorandum program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP
- Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan) dan disediakan oleh pemda (±6000 m2)
- Terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang
- Sudah terdapat Institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun
- Pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemliharaan
Sumber : Pedoman RPI2JM
6 - 68
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem
Setempat (On-site) dan Komunal
Gambar diatas menunjukan pembagian peran antara pemerintah pusat
dan pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur pengolahan
air limbah sistem setempat (on-site) Peran pemerintah pusat adalah
membantu pendanaan fasilitator dan konstruksi PS air limbah skala
kawasan, serta membangun IPLT pemerintah daerah mempunyai
peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan
pemeliharaan, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.
Skema kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem
Terpusat (off-site)
6 - 69
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Dalam pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat ,
pemerintah pusat memiliki peran melakukan pembangunan IPAL dan
mengembangkan jaringan pipa sewr sampai dengan pipa lateral,
sedangkan pemerintah daerah mempunyai peran dalam penyediaan
lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan dan pembangunan
sambungan rumah.
6.4.2. Persampahan
6.4.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan
Persampahan
Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem
pengelolaan persampahan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas,
kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih
rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan
prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan
pelestarian sumber air.
3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang
mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah,
pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap
pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:
- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam
jangka waktu tertentu;
- Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
- Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
6 - 70
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat
pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem
pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun
terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini.
4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses
pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan
dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.
5. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
yang meliputi:
- Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
- Penyelenggaraan pengelolaan sampah;
- Kompensasi;
- Pengembangan dan penerapan teknologi;
- Sistem informasi;
- Peran masyarakat; dan
- Pembinaan.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang.
Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah
di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai
persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.
Ruang lingkup Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum,
Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan
6 - 71
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA. Sampah
yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun
2008 yaitu: a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja); b) Sampah
sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;
c) Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat
bencana, bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah
secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah
spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum
ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan
khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan.
Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang
berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan,
transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi,
teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.
6.4.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Persampahan
A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan
Isu strategis pengelolaan persampahan di Kabupaten Anambas dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6.28. : Isu-isu Strategis Sektor Persampahan Kabupaten Anambas
Isu Strategis Keterangan
Terbatasnya layanan dan fasilitas pengumpulan sampah (TPS, Kontainer dan Transfer Depo)
Presentase layanan dan fasilitas pengumpulan sampah di Kabupaten Anambas hanya 36 %
Terbatasnya armada pengangkut sampah berupa Dumb Truck sehingga menyebabkan tertumpuknya sampah di TPS
Jumlah armada Dumb Truck tidak memadai
Rendahnya partisipasi masyarakat untuk mau membantu pengelolaan persampahan
Masyarakat Kabupaten Anambas lebih memilih untuk membakar sampahnya
Belum adanya lembaga teknis (operator) yang bertanggung jawab secara khusus terhadap layanan pengolahan sampah di Kabupaten Anambas
Hanya ada Dinas PU sebagai regulator terkait persampahan
Peluang kerjasama dengan pihak swasta terkait pengelolaan persampahan
Belum ada investor swasta yang berinvestasi dibidang persampahan Kabupaten Anambas
6 - 72
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan
Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan persampahan
yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal
berikut ini:
a. Aspek Teknis
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik yang
dianggap tidak berguna lagi ataupun yang terbuang dan harus dikelola
agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan. Sampah juga merupakan indikator dari kesehatan
lingkungan dan kebersihan suatu kota, sampah selalu menjadi
masalah selama sistem pengelolaannya masih kurang. Pengolahan
sampah adalah upaya utuk mengurangi volume sampah atau merubah
bentuk menjadi yang bermanfaat, antara lain dengan cara pebakaran,
pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan dan pendaur
ulangan.
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang kian tahun kian
meningkat, jumlah sampah yang dihasilkan juga terus meningkat dan
jenisnya semakin beragam, baik sampah yang berasal dari aktivitas
rumah tangga, pasar, perkantoran, maupun kegiatan industri dan lain-
lainnya. Ditinjau dari jenisnya sistem pengelolaan sampah secara
garis besar terdiri dari :
1. Sistem Komunal
Cara pewadahan sampah sampah oleh dan untuk bersama-
bersama dalam suatu tempat atau pengelolaan sampah secara
berkelompok dengan menyediakan alat angkutan dan tempat
pembuangan sampah sementara (TPS). Sistem komunal ini masih
dapat dilihat pada lokasi perumahan-perumahan yang memang
telah memiliki sistem pengelolaan secara komunal namun ada
beberapa pemukiman penduduk di luar perumahan yang ada di
wilayah perencanaan yang juga telah melakukan sistem
pengelolaan seperti ini
2. Sistem Pengelolaan secara individu/perorangan
Cara penampungan sampah sementara di masing-masing
sumbernya atau pengumpulan sampah yang dilakukan secara
6 - 73
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
individu/perorangan dengan menyediakan semdiri tempat
pembuangan sampah disekitar rumah dengan cara dibuang ke
dalam lubang tanah atau ditimbun. Sedangkan klasifikasi sampah
berdasarkan sumbernya dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
- Sampah domestik yaitu sampah yang dihasilkan dari rumah
tangga
- Sampah komersil yaitu sampah yang dihasilkan dari
perkantoran, pasar dan perdagangan
- Sampah industru yaitu sampah yang dihasilkan dari hasil proses
produksi
- Sampah alami dan lainnya yaitu sampah dedaunan, debu dan
sebagainya
Sebagian sampah yang dihasilkan di Kabupaten Kepulauan
Anambas saat ini berasal dari sampah domestik yaitu sampah yang
berasal dari buangan rumah tangga dan pengolahannya masih
menggunakan pengolahan sampah konvensional, Secara umum
teknis pengelolaan sampah konvensional akan meliputi kegiatan
pewadahan (Storage) , Pengumpulan (Collection) pemindahan
(Transfer), pengangkutan, pembuangan akhir serta operasi dan
pemeliharaan teknis pengolahan sampah dapa dijelaskan sebagai
berikut:
Pewadahan (Storage)
Pewadahan adalah penampungan sementara ditempat
sumbernya, baik pewadahan sampah individual maupun
komunal, sebaiknya dalam pewadahan ini diletakan pada
tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan
pengangkut sampah sehingga pengumpulan dari tempat
sumber-sumber pewadahan dapat sesingkat mungkin,
Pewadahan ini dapat dilakukan dengan menggunakan kantong
plastik, tong, karung, bak plastik keranjang, tong kayu/drum dan
kontainer tergantung dari komposisi dan sifat sampah dan
kapasitasnya tetapi sebaiknya komposisi sifat dan kapasitasnya
diseragamkan sesuai dengan pewadahannya sehingga dalam
pengklasifikasian jenis sampah yang ada dapat lebih mudah.
6 - 74
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Berikut mengenai sistem pewadahan di Kabupaten Kepulauan
Anambas akan di terangkan dalam gambar berikut:
Gambar 6.7 : Sistem Pewadahan
Pengumpulan (Collection)
Pengumpulan sampah adalah penanganan sampah dengan
cara pengumpulan dari tiap-tiap sumber sampah untuk diangkut
ke tempat pembuangan sementara atau diangkut ke TPA tanpa
melalui proses pengangkutan, Teknik pengumpulan sampah
yang dilakukan di Kabupaten Kepulauan Anambas adalah
teknik pengangkutan menggunakan kontainer dari tempah
pewadahan yang disimpan di spot-spot tertentu.Untuk lebih
jelasnya mengenai sistem pengumpulan di Kabupaten
Kepulauan Anambas dapat di lihat pada gambar berikut:
Gambar 6.8 : Sistem Pengumpulan
6 - 75
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Tabel 6.29. : Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini, Tahun 2014
No Uraian Volume
1 Cakupan Pelayanan 20 %
2 Perkiraan Timbulan Sampah 75 M3/hari
3
Timbulan Sampah yang Terangkut :
- Permukiman
- Non Permukiman
- Total
50 M3/hari
25 M3/hari
75 M3/hari
4 Kapasitas Pelayanan TPA - Ha
Sumber : Bappeda Kab. Kepulauan Anambas, Tahun 2014
b. Pendanaan
Pendanaan dan pembiayaan sub sektor persampahan dialokasikan
pada SKPD Dinas Pekerjaan Umum. Sedangkan pendapatan yang
dihasilkan dari retribusi persampahan sudah ada, yang dikelola oleh
Dinas Pendapatan Pengelolaan Aset Daerah (DP2KA). Namun
reaslisasinya dimulai dari Januari 2014. Tahun-tahun sebulumnya
belum dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten
c. Kelembagaan
Berdasarkan orientasi kerja dan kesepadanan tupoksi SKPD maka
pengelolaan sub sektor persampahan secara operasional berkaitan
langsung dengan Dinas Pekerjaan Umum, sedangkan Badan
Lingkungan Hidup dan Bappeda lebih berperan dalam perumusan
kebijakan serta perencanaan secara makro.
Pengelolaan sub sektor persampahan tidak cukup hanya berorientasi
pada upaya-upaya penyediaan sarana dan prasarana serta
penyelamatan lingkungan tetapi juga sangat diintervensi oleh aspek
penyehatan lingkungan dan perilaku hidup masyarakat sehingga Dinas
Kesehatan juga memegang peranan penting terutama dalam tahap
preventif dan promotif.
Kebersihan dan Pertamanan adalah bidang pada Dinas Pekerjaan
Umum yang memiliki mandat tupoksi langsung dengan pengelolaan
sub sektor persampahan. tupoksi yang dimaksud antara lain
merencanakan langkah-langkah teknik, menyusun konsep yang
sifatnya teknis, melaksanakan pengawasan dan pengendalian serta
monitoring dan evaluasi secara teknis kegiatan Bidang Kebersihan.
6 - 76
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Pengawasan Lingkungan, serta Pengawasan dan Pengendalian
adalah bidang pada Badan Lingkungan Hidup yang memiliki
keterkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Hal
tersebut tergambar dari tupoksi yang diemban antara lain merumuskan
kebijakan operasional, melaksanakan pembinaan, evaluasi
implementasi program pencegahan dan pengendalian serta pemulihan
kualitas lingkungan. Tupoksi tersebut kemudian menempatkan Badan
Lingkungan Hidup pada posisi regulator dalam pengelolaan sub sektor
persampahan.
Pengelolaan persampahan dilakukan melalui berbagai tahapan yakni
perencanaan, pengadaan sarana dan prasarana, pengelolaan,
pengaturan dan pembinaan serta monitoring dan evaluasi. Dalam
konteks Kabupaten Kepulauan Anambas, hal tersebut belum
seluruhnya dapat dilakukan. Pemerintah kabupaten sebagai salah
satu pemangku kepentingan dalam hal ini masih mengalami berbagai
keterbatasan, baik sumberdaya manusia, ketersediaan sarana dan
prasarana, penganggaran, regulasi hingga aspek kelembagaan. Disisi
lain, pihak swasta yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap pengelolaan sub sektor persampahan terutama pada posisi
pengadaan sarana dan pengelolaannya, juga belum memberikan
partisipasi nyata. Demikian pula dengan keterlibatan masyarakat
secara langsung dalam tahapan fungsi pengelolaan persampahan,
masih sangat minim. Sebagian besar masih mengelola sampah
dengan membakar atau bahkan membuang begitu saja ke lingkungan.
Pelibatan berbagai pemangku kepentingan dalam pembangunan dan
pengeolaan persampahan perlu dilakukan dalam berbagai tahap
dengan fungsi sesuai proporsi masing-masing, baik dari pihak
pemerintah, swasta maupun masyarakat secara umum.
d. Peraturan Perundangan
Menguraikan peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini yang terkait
dengan pengelolaan persampahan (tingkat propinsi dan
kabupaten/kota),
1) Peraturan perundangan tentang kebersihan;
2) Peraturan perundangan tentang Pembentukan badan pengelola
persampahan skala kota/kabupaten;
6 - 77
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
3) Peraturan perundangan tentang retribusi (struktur tarif, prosedur
dan kewajiban pelanggan);
4) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan
persampahan skala regional dengan pemerintah kota/kabupaten
lain;
5) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan
persampahan skala kawasan dengan badan usaha swasta;
6) Peraturan perundangan tentang peran serta masyarakat. Dalam
aspek peraturan perundangan perlu juga diuraikan tentang
kesesuaian peraturan dan kondisi lapangan serta pelaksanaan
peraturan yang ada.
e. Peran Serta Masyarakat
Sejalan dengan uraian sebelumnya, bahwa masih kurangnya
partisipasi dan inisiatif masyarakat dalam pengelolaan persampahan
tidak hanya disebabkan oleh belum mencukupinya kebutuhan sarana
dan prasarana persampahan, tetapi juga kondisi ekonomi,
pengetahuan dan wawasan yang akhirnya berpengaruh nyata
terhadap tingkat kesadaran masyarakat menjadi indikasi masih
rendahnya pengelolaan sanitasi termasuk sub sektor persampahan.
Demikian pula dengan masyarakat miskin yang masih mengalami
kesulitan terhadap akses, terutama informasi maupun transportasi.
Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah relatif masih tinggi
sehingga dalam proses perencanaan, pengadaan sarana,
pengelolaan, pengaturan serta monitoring dan evaluasi terhadap
pengelolaan persampahan diserahkan kepada kebijakan yang ada.
Dalam konteks yang lebih mikro, keluarga sebagai unit terkecil yang
diharapkan menjadi wahana promosi dan pembinaan pengelolaan
persampahan belum dapat diberdayakan secara optimal.
Kesejajaran peran laki-laki dan perempuan cukup proporsional tetapi
pada tahap tertentu misalnya pengambilan keputusan, penentuan
lokasi, ukuran dan sistem masih didominasi oleh laki-laki, padahal
peran perempuan sangatlah penting.
6 - 78
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Persampahan
a) Identifikasi Permasalahan Persampahan
Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di
Kab./Kota masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang
ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan
dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need)
yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu,
dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan
dengan mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis
yang ada di kawasan tersebut.
Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan data-data
permasalahan pada sub sektor persampahan. Hasil identifikasi
permasalahan dituangkan dalam bentuk tabel seperti yang dicontohkan
pada tabel 6.30.
Tabel 6.30. : Permasalahan Pengelolaan Persampahan
No Aspek Pengelolaan
Persampahan Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
A. Kelembagaan - Bentuk Organisasi Belum ada instansi
yang khusus menangani persampahan, masih dibawah Dinas PU
Membentuk instansi yang khusus menangani persampahan
- Tata Laksana (Tupoksi, SOP, dll)
Belum ada SOP yang jelas mengenai pengolahan persampahan di Kabupaten Anambas
Pembuatan SOP yang jelas mengenai sistem pengolahan persampahan mulai dari pewadahan, pengangkutan hingga pemrosesan akhir
- Kualitas dan Kuantitas SDM
Kurangnya kuantitas SDM yang fokus mengatur permasalahan persampahan
Penambahan SDM yang fokus untuk pengolahan persampahan
B. Perundangan Terkait Sektor Persampahan (Perda, Pergub, Perwali)
Belum ada perundangan terkait sektor persampahan
Menyusun peraturan terkait sektor persampahan
6 - 79
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Aspek Pengelolaan
Persampahan Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
C. Pembiayaan : - Sumber-sumber
pembiayaan - Retribusi
Sumber-sumber pembiayaan masih belum maksimal penarikan retribusinya
Penarikan retribusi persampahan secara lebih maksimal
D. Peran serta masyarakat dan swasta
Masyarakat kurang menyadari pentingnya pengolahan sampah, masih banyak masyarakat yang memilih membuang ke sungai maupun pantai atau membakar sampah mereka
Sosialisasi mengenai dampak pembuangan sampah sembarangan sehingga menciptakan kesadaran dari diri masyarakat untuk aktif membantu permasalahan sampah
E Teknis Operasional 1. Dokumen Perencanaan
(MP,FS,DED) Belum ada dokumen perencanaan terkait sektor persampahan
Penyusunan DED, MP dan FS terkait sektor persampahan
2. Pewadahan Pewadahan berupa tong sampah masih terbatas jumlahnya, bak sampah besar yang diletakkan di beberapa titik kurang kapasitasnya
Penambahan tong sampah dan bak sampah besar/container
3. Pengumpulan Masih terbatasnya jumlah Dump Truck, Becak sampah, maupun motor pengangkut sampah
Penambahan jumlah Dump Truck, Becak sampah maupun motor pengangkut sampah
4. Penampungan Sementara Penampungan sementara sangat terbatas jumlahnya,
Penambahan jumlah
serta perawatan
penampungan
sementara 5. Pengangkutan Masih terbatasnya
jumlah Dump Truck, Becak sampah, maupun motor pengangkut sampah
Penambahan jumlah
Dump Truck, Becak
sampah maupun
motor pengangkut
sampah 6. Pengolahan 3R Masih terbatasnya
peralatan pengolahan sistem 3R
Pelatihan dan Pnegadaan barang serta sosialisasi mengenai konsep 3R
7. Pengelolaan Akhir di TPA Sistem Di TPA masih menggunakan sistem open dumping atau konvensional yaitu sampah hanya ditumpuk di lahan luas tanpa ada sistem pengelolaan
6 - 80
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
b) Tantangan Pengembangan Persampahan
Setiap Kabupaten/Kota perlu menguraikan tantangan dan peluang sesuai
karakteristik masing-masing daerah terkait pembangunan sektor
persampahan. Tantangan dalam sektor persampahanan meliputi
peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kelembagaan, penggalian
sumber dana dari pihak swasta, peningkatan kondisi dan kualitas TPA
melalui peningkatan komitmen stakeholder kota/kabupaten dalam hal
alokasi pembiayaan dan inovasi teknologi pengolahan sampah,
peningkatan pelaksanaan program 3R, serta peningkatan upaya
penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah.
Tantangan lainnya adalah dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimum. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen PU
No.01/PRT/M/2014 yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai
bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani
bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang
dituangkan didalam dokumen RPI2JM bdang Cipta Karya yang
merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan
Persampahan. Target pelayanan dasar bidang Persampahan sesuai
dengan Peraturan Menteri PU Nomor 01/PRT/M/2014 Tentang Standar
Pelayanan Minimum dapat dilihat melalui tabel 6.31.
Tabel 6.31. : Standar Pelayanan Minimal Persampahan Berdasarkan Permen PU No.01/PRT/M/2014
Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan Minimal
Waktu Pencapaian
Ket
Indikator Nilai
Pengelolaan Persampahan
Pengurangan
Sampah di perkotaan
adalah 20% untuk
Tahun 2019
20% 2019 Dinas yang
membidangi PU
Pengoperasian TPA
adalah 70 % untuk
tahun 2019
70% 2019 Dinas yang
membidangi PU
Sumber : Permen PU No. 01/PRT/M/2014
6 - 81
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.4.2.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan
A. Analisis Kebutuhan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem
Persampahan adalah uraian faktor-faktor yang mempengaruhi sistem
pengelolaan persampahan kota, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota
(development need).
Pada bagian ini Kabupaten/Kota harus menguraikan kebutuhan
komponen pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis
operasional (sejak dari sumber sampai dengan pengolahan akhir
sampah), aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek peraturan
perundangan dan aspek peran serta masyarakat, serta memperlihatkan
arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah analisis
sistem pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan
serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel
6.32 berikut ini:
Tabel 6.32. : Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah
No Uraian Kondisi
Eksisting
Kebutuhan
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
A. Kelembagaan - Bentuk Organisasi Belum Ada
- Tata Laksana
(Tupoksi, SOP, dll) Belum Ada
- Kualitas dan
Kuantitas SDM Kurangnya
kuantitas SDM
B. Peraturan Terkait Persampahan
- Ketersediaan Peraturan bidang persampahan (perda, pergub)
Belum Ada
C. Pembiayaan :
- Sumber-sumber
pembiayaan
APBD Prov, APBD Kab,
APBN, Retribusi
- Tarif Retribusi
- Realisasi Penarikan
Retribusi (% Terhadap target)
6 - 82
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Uraian Kondisi
Eksisting
Kebutuhan
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
D.
Peran serta Masyarakat dan swasta (sudah ada atau belum bentuk kontribusi)
Belum Ada
E Teknis Operasional
1. Perencanaan (MP,FS,DED)
Belum Ada
2. Jumlah Penduduk (Jiwa)
37.493 40.522 41.602 43.878 45.045
3. Volume Sampah (M3/hari)
75 81 83 87 90
4. Pewadahan Tong sampah (Unit) 1.874 2.026 2.080 2.193 2.252
Container (Unit) 93 101 104 109 112 5. Pengumpulan /
Pengangkutan
Dump Truk / Arm Roll Truck (Unit)
7 8 8 9 9
6. TPA
Volume Sampah (M3/hari)
- - - - -
Volume Sampah Setelah Pemadatan (M3/hari)
- - - - -
Volume tanah Penutup (M3/tahun)
- - - - -
Luas Lahan TPA yang Dibutuhkan (m2)
33.120 34.671 35.269 37.127 38.687
Buffer zone dan utilitas (20%) (m2)
6.624 6.934 7053 7.425 7.737
Total Kebutuhan Lahan TPA (Ha)
4 4 4 4,5 4,5
Sumber : Hasil Analisa
Rencana prasarana dan sarana pengelolaan persampahan di Kabupaten
Anambas dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Sistem Penanganan Sampah Pada Lingkungan Permukiman
Perkotaan
Rencana sistem penanganan sampah di permukiman perkotaan di
Kabupaten Kepulauan Anambas adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan sampah permukiman perkotaan di Kabupaten
Anambas dilakukan melalui proses pewadahan, pemilahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pengolahan.
b. Sistem pengolahan sampah direncanakan sistem pengolahan
sampah secara terpadu.
6 - 83
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
c. Penggunaan teknologi tepat guna untuk meningkatkan efisiensi dan
mengoptimalkan prasarana persampahan
d. Pengembangan prasarana sampah bahan berbahaya dan beracun
serta pengelolaannya dilakukan dengan teknologi yang tepat serta
berwawasan lingkungan
e. Pemanfaatan kembali sampah non organik pada sumber produksi
sampah; Skenario ini diharapkan dapat mereduksi sampah sebesar
20% pada TPST dan 10% di TPA sehingga total reduksi sampah
adalah 30%.
f. Komposter sampah organik pada sumber domestik; di TPST dan
TPA
g. Pengembangan sumber energi alternafif (gas metan) pada Tempat
Pengelolaan Sampah Akhir.
h. Pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir dilakuan dengan
sistem sanitari lanfill.
i. Peningkatan daerah pelayanan pengelolaan sampah.
2. Sistem penanganan sampah pada lingkungan permukiman pedesaan,
pesisir dan pulau-pulau kecil
Sistem penanganan sampah di pedesaan, pesisir dan pulau - pulau
kecil di rencanakan untuk dilakukan secara swadaya oleh masyarakat
dengan sistem komposting. Rencana sistem penanganan sampah di
permukiman pedesaan di Kabupaten Kepulauan Anambas adalah
sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kembali sampah non organik pada sumber produksi
sampah.
b. Komposter sampah organik secara on site oleh masyarakat.
Sistem persampahan di perkotaan di rencanakan dengan
pengembangan sistem yang disesuaikan dengan rencana peruntukan
tata guna lahan. Hal - hal teknis yang perlu dipertimbangkan dan
dikoordinasikan untuk merencanakan pengelolaan sampah yang
meliputi: laju pertumbuhan sampah, tempat penyimpanan,
pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan
pembuangan. Sementara hal - hal non teknis yang juga sangat penting
untuk dipertimbangkan yaitu perihal keuangan, operasionalisasi
6 - 84
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
sistem, peralatan, tenaga ahli, biaya pengeluaran dan pemasukan,
administrasi, peraturan dan petunjuk pelaksanaan, serta komunikasi
dengan masyarakat sekitar.
Komponen-komponen sistem pengelolaan persampahan ini diantaranya
adalah:
a. Sub Sistem Pengumpulan (Collecting System)
Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah adalah cara atau
proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/penampungan
dari sumber timbulan sampah sampai ke tempat pengumpulan
sementara/stasiun pemindahan atau sekaligus ke tempat pembuangan
akhir. Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan kota
atau swadaya masyarakat. Aktivitas yang termasuk dalam pengumpulan
limbah padat terbagi menjadi empat kategori, yaitu pengambilan,
pengangkutan, pembuangan, dan istirahat (off route).
1. Daerah Perumahan
Jenis sampah yang dihasilkan dari daerah perumahan berupa limbah
makanan, sampah kering, abu dan limbah khusus. Sistem
pengumpulan sampah pada daerah ini menggunakan sistem ’door to
door’. Pada aerah yang tidak dapat dijangkau oleh kendaraan
pengumpul, disediakan tempat - tempat sampah sehingga penduduk
dapat membawa sendiri sampahnya ke tempat sampah. Lokasi tempat
sampah diusahakan terletak pada rute kendaraan pengumpul.
Kendaraan pengumpul yang digunakan berupa traktor tarik dengan
kontainer gandeng dengan kapasistas 2m3 dan untuk menampung
sampah di tiap sumber digunakan kantong plastik.
Sistem pengumpulan sampah pada daerah yang di jangkau oleh
kendaraan pengumpul dengan kendaraan angkut compactor truck
berkapasitas 2 ton (8m3) dan penampungan sampah dengan kantong
plastik.
2. Daerah Pasar
Pada daerah ini sistem yang diterapkan menggunakan sistem
kontainer yang ditempatkan di setiap pasar. Kontainer ini akan
6 - 85
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
menampung seluruh sampah pasar. Kontainer secara periodik
diangkut dengan truk kontainer. Kapasitas kontainer 8 m3.
3. Daerah Komersial (pertokoan, perdagangan, perkantoran, hotel dan
fasum)
Jenis limbah yang dihasilkan dari daerah komersial berupa limbah
makanan, sampah kering, abu, pembongkaran dan konstruksi, limbah
khusus, limbah berbahaya.Pada daerah ini sistem yang dterapkan
menggunakan sistem door to door dengan penampungan awal
menggunakan kantong plastik dan pada daerah dengan jumlah
sampah besar disediakan pewadahan dengan bin container 1 m3.
Kendaraan pengumpul yang digunakan berupa compactor truck
dengan kapasitas 8 m3.
4. Daerah Industri
Pada daerah industri dimana limbah yang dihasilkan jenisnya termasuk
sampah kering, limbah pembongkaran, limbah konstruksi, limbah
khusus dan limbah berbahaya pengumpulan sampah dilaksanakan
dengan loader yang selanjutnya dipindahkan ke dump truck untuk
diangkut ke Tempat Pemprosesan Akhir (TPA).
b. Sub Sistem Pengangkutan (Transportation System)
Sistem transportasi dalam sistem Pengelolaan persampahan merupakan
bagian yang mengatur segi pemindahan atau pengangkutan sampah
mulai dari titik pengumpulan awal sumber generasi sampah menuju ke
station transfer atau ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).
Kemudian dari TPST diangkut ke Tempat Pemprosesan Akhir (TPA).
Beberapa aspek penting yang harus dijadikan pertimbangan dalam upaya
pengelolaan persampahan perkotaan dikaitkan dengan sistem
transportasi sampah ini diantaranya adalah aspek manajemen waktu
pengangkutan (termasuk tahap pengumpulan dan pembuangan),
kelengkapan sarana transportasi, sistem rute kendaraan (routing system)
dan kelengkapan serta kemampuan personil.
Sistem pengangkutan merupakan kelanjutan dari sistem pemindahan,
yaitusistem pengangkutan kontainer yang telah terisi menuju tempat
pembuangan akhir dengan trailler.
6 - 86
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
c. Sistem Pemindahan (Transfer Station System)
Sistem pemindahan menggunakan kontainer dengan kapasitas 20 ton
(kapasitas 100m3 padat) dengan sistem pemadatan. Sistem pemindahan
dilaksanakan dengan memindahkan sampah dari kendaraan pengumpul
ke kontainer yang tersedia.
d. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Akhir
Sistem pengolahan dan pembuangan akhir merupakan sistem yang
digunakan untuk mengelola sampah pada akhir sistem. Pengolahan
sampah bertujuan untuk
Mengurangi (reduksi) sampah dengan pembakaran (incenerator)
Mengurangi volume sampah denagn pemadatan (balling)
Memanfaatkan kembali (recycling) sisa limbah padat
Memanfaatkan sampah untuk kompos
Menghasilkan energi untuk proses pemusanahan sampah tersebut.
Pembuangan akhir dilakukan untuk menangani limbah dalam waktu yang
cukup lama, yaitu :
Limbah yang tidak memiliki kegunaan lagi.
Material sisa limbah padat setelah diproses.
Material sisa setelah proses daur ulang dan energi yang ada sudah
tidak tersisa.
Landfilling adalah metode yang banyak digunakan untuk menangani
sampah perkotaan. Landfilling meliputi pengawasan terhadap limbah pada
di atas atau di dalam lapisan tanah. Berbagai aspek yang harus
dipertimbangkan dalam penerapan metode ini adalah faktor pemilihan
lahan.
Tabel 6.33. : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lokasi Landfilling
Faktor Keterangan
Kondisi Lahan Lahan harus bermanfaat untuk kepentingan umum dan lebih besar dari 1 yard
Jarak Pengangkutan Memiliki keuntungan yang berarti pada biaya operasi
Kondisi tanah dan topografi Material pelindung harus terjangkau dari lokasi
Hidrologi air permukaan Memenuhi persyaratan drainase
Kondisi geologis dan hidrogeologis Memenuhi persyaratan penting dalam pengadaan lahan penimbunan, terutama pada persiapan lahan
6 - 87
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Faktor Keterangan
Kondisi klimatologi Pengujian operasional harus dilakukan pada musim hujan
Kondisi lingkungan setempat Tingkat kebisingan, bau, debu, vektor dan estetika harus memenuhi persyaratan
Kegunaan maksimum lahan Memperhitungkan efek dari manajemen jangka panjang bagi lahan
Sumber : Hasil Analisa
6.4.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem
Persampahan
A. Pembangunan Prasarana TPA
Lingkup Kegiatan
- Peningkatan Kinerja TPA
Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional,
perbaikan saluran gas dan saluran drainase serta
pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap sesuai
persyaratan sanitary landfill;
Pengadaan alat berat setelah TPA selesai dibangun dan
pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara
sanitary landfill;
Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di
sekeliling TPA, pembangunan pos pengendali, sumur
pemantau, jembatan timbang, kantor operasional oleh
pemerintah kab./kota ;
Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk
pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut
sampah (melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP);
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat
melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan
Leachate (IPL);
Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan
layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
- Pengembangan TPA Regional
Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk
pengelolaan TPA bersama secara regional;
6 - 88
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta
yang bersedia menyediakan lahan sebagai lokasi TPA
regional;
Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada
Provinsi, selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit
pelaksana teknis pengelolaan TPA regional;
Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan
TPA regional.
- Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada
Rehabilitasi Prasarana Sarana;
Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada;
Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.
- Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau
Pembinaan Sistem Modul Persampahan:
Pengadaan dan penambahan peralatan;
Pembangunan Prasarana dan sarana;
Pilot Project TPA.
- Piranti Lunak
Peningkatan kelembagaan;
Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta;
Penyiapan hukum dan kelembagaan.
Kriteria Kesiapan
Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas
adalah:
(1) Sudah memiliki RPI2-JM dan SSK/Memorandum Program atau
sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;
(2) Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk prasarana yang direncanakan;
(3) Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED;
(4) Adanya kesiapan lahan;
(5) Adanya kesiapan institusi pengelola.
B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R
Lokasi:
Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan
penerapan kegiatan berbasis masyarakat;
6 - 89
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.
Lingkup Kegiatan:
Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai
pengelola), penyusunan rencana kegiatan;
Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah,
alat komposting;
Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan
sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang
atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang
bersangkutan;
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat
melaksanakan pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat;
Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan
layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPI2-JM CK dan SSK/Memorandum Program
atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;
Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan
sudah dibebaskan);
Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh
sumber sampah yang ada di dalam kawasan;
Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk
mengurangi beban sampah yang akan diangkut ke TPA;
Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan
dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri;
Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan
kepada masyarakat.
Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai
peran membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang
diperlukan, revitalisasi TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot
pembangunan TPA kota dengan sistem semi sanitary/control landfill dan
pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPST 3R
6 - 90
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta
penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan
program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai
peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan,
penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan
masyarakat pasca konstruksi.
6.4.3. Drainase
6.4.3.1. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase
Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem
pengelolaan drainase, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan
prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk
sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta
jiwa.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa
dalam pengelolaan sumber daya air.
3. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air
Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya
melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul
air limbah pada kawasan perkotaan.
4. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014
Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam
RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalahmenurunnya luas
genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang
6 - 91
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi
SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan
skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2
jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.
6.4.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan
Tantangan Drainase
A. Isu Strategis Pengembangan Drainase
Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di
Kabupaten Kepulauan Anambas antara lain:
1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase
Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan
kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi
sebagai saluran air limbah permukiman (“grey water”). Sedangkan
fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah,
yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran.
Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke
saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola
sampah dan masyarakat.
2. Pengendalian debit puncak
Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga
mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk
menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran
puncak. Penampungan-penampungan tersebut dapat dilakukan
dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atap-
atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang
selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap.
3. Kelengkapan perangkat peraturan
Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana
penanganan drainase permukiman di daerah adalah:
Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan
seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besarbesaran,
pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan
6 - 92
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
basah dan penggunaan daerah resapan air (wet land), termasuk
sanksi yang diterapkan.
Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur,
kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjangkepentingan
masing-masing.
Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga
masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab
dan wewenangnya.
Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil
yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan
dalam peraturan daerah.
4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam
pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya
masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase,
kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran
drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan,
kolam ikan dll.
5. Kemampuan Pembiayaan
Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi
pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari
rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari
segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan.
Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada
buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.
6. Penanganan Drainase Belum Terpadu
Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu,
terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir
terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya
acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya
pertial di wilayah yang dikembangkannya saja.
Setiap Kab./Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah
masing-masing. Isu strategis dalam pengembangan drainase
perkotaan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, serta
6 - 93
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2- JM) yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs,
yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita
pembangunan nasional.
Isu strategis Sektor Drainase di Kabupaten Anambas dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 6.34. : Isu-isu Strategis Sektor Drainase Kabupaten Anambas
Isu Strategis Keterangan
Belum ada perencanaan sistem drainase yang terintegrasi,
terbukti dari belum adanya Masterplan Drainase
Kabupaten Anambas
Pembangunan jaringan drainase masih
mengikuti jaringan jalan
Ketersediaan jaringan drainase primer masih terbatas Jaringan drainase primer hanya terdapat di
Kecamatan Bunguran Timur
Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
drainase belum berjalan optimal
Banyak sarana dan prasarana drainase
yang dirusak oleh warga
Masih banyaknya saluran yang mempunyai fungsi ganda
baik sebagai saluran irigasi, saluran drainase maupun
tempat pembuangan limbah sehingga cukup sulit dalam
pemeliharaanya
Tidak adanya pemisahan saluran irigasi,
drainase maupun limbah di Kabupaten
Anambas
Belum adanya kebiijakan/peraturan pemerintah Kabupaten
Anambas terkait dengan drainase
Belum disusunnya SSK Kabupaten
Anambas
Keterbatasan anggaran untuk subsektor drainase Pembangunan drainase murni
mengandalkan APBN dan APBD
Sumber : Hasil Analisa
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
Kondisi umum pembangunan Drainase di Indonesia dapat diuraikan
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Proporsi rumah tangga yang telah terlayani saluran drainase dengan
kondisi berfungsi baik/mengalir lancar mencapai 52,83%
b. Proporsi rumah tangga dengan kondisi saluran drainase mengalir
lambat atau tergenang mencapai 14,49%
c. Proporsi rumah tangga yang tidak memiliki saluran drainase 32,68%.
Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan drainase yang
telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal
berikut ini:
6 - 94
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
a. Aspek teknis
Kondisi drainase di Kabupaten Anambas masih sangat terbatas, hanya
sebagian kecil jaringan jalan yang dilengkapi dengan jaringan drainase
yang memadai, jariingan drainase di Kabupaten Anambas memiliki lebar
antara 0,6-1 meter dan memiliki ketinggian rata-rata 1 m, berikut ini ialah
gambaran mengenai kondisi jaringan drainase di beberapa jalan di
Kabupaten Anambas
Gambar 6.9. Kondisi Jaringan Drainase di Beberapa Ruas Jalan
Dapat dilihat pada gambar diatas jaringan drainase di ruas-ruas jalan di
Kabupaten Anambas, diantaranya ruas jalan Pramuka, Hang Tuah, Adam
Malik, Datuk Kaya Wan Moh, Sihotang dan Batu Hitam. Kondisi jaringan
drainase secara keseluruhan banyak yang terputus dan terlalu sempit
sehingga tidak mampu menampung air jika intensitas hujan tinggi.
Tabel 6.35. : Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
No Nama
Jalan/Lokasi Saluran
Panjang (m)
Dimensi Luas Catchment Area (Ha)
Kondisi Tinggi (m)
Lebar (m)
1 Jalan Pramuka 1.500 m 1 1 1 Banyak jaringan drainase
yang terputus
2 Jalan Hang Tuah 1.000 m 1 0,6 2 Terlalu sempit,
menyebabkan air meluber ke jalan
3 Jalan Adam Malik 700 m 1 0,6 1 Terlalu sempit,
menyebabkan air meluber ke jalan
4 Jalan Datuk Kaya
Wan Mohd Benteng
1.000 m 1 1 1 Banyak jaringan drainase
yang terputus
5 Jalan Sihotang 1.200 m 1 1 1 Banyak jaringan drainase
yang terputus
Sumber : Hasil Analisa
6 - 95
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
b. Pendanaan
Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana
drainase perkotaan seperti pembiayaan pembangunan serta anggaran
Pemda (APBD) untuk O&P sarana prasarana yang ada
c. Kelembagaan
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah di
Kabupaten Kepulauan Anambas, maka pengelolaan drainase secara
teknis operasional dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta
Karya. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa jenis
pelayanan dasar penyehatan lingkungan permukiman termasuk drainase
dilakukan oleh dinas yang membidangi pekerjaan umum.
Drainase tersier merupakan saluran drainase yang menerima air dari
sistem drainase lokal dan menyalurkannya ke saluran sekunder. Sistem
drainase tersier sangat mempengaruhi pelayanan perbaikan sanitasi,
karena pada kenyataannya sistem drainase ini memiliki fungsi ganda,
bukan hanya penyaluran air hujan / limpasan saat hujan tiba tetapi juga
menjadi tempat pembuangan dan pengaliran limbah dan dapat
berkontribusi nyata pada kondisi kualitas air yang dialirkan. Oleh sebab itu
maka secara kelembagaan, sistem pengelolaan drainase juga melibatkan
institusi Badan Lingkungan Hidup (BLH) terutama Bidang Pengawasan
Lingkungan, Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan dimana
pencegahan pencemaran air merupakan salah satu prioritas pada jenis
pelayanan dasar bidang lingkungan hidup sebagaimana yang disebutkan
dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun
2008 tentang Petunjuk Teknis SPM Bidang Lingkungan Hidup. Sebagai
salah satu utilitas suatu daerah / wilayah, drainase tentu saja harus
direncanakan dan dibangun sesuai dengan karakteristik dan potensi yang
dimiliki serta berkesesuaian dengan utilitas lain maupun fungsi lahan yang
6 - 96
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
ada. Sehingga pembangunan dapat dilakukan secara terintegrasi dan
lebih tepat sasaran, baik penerima manfaat maupun pilihan teknologi yang
digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka eksistensi Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) terutama Bidang
Perencanaan Wilayah, memiliki intervensi yang tidak kecil terutama
karena sistem pengelolaan drainase harus dipandang sebagai bagian dari
sistem suatu wilayah, baik sarana prasarana fisik maupun aspek non fisik
lainnya.
Dewasa ini, pengelolaan drainase tidak hanya berorientasi pada aspek
fisik karena kenyataannya sangat sering dijumpai drainase suatu wilayah /
daerah tercemar dengan kondisi tergenang tanpa aliran, atau justru
dipenuhi dengan sampah yang kemudian berpotensi membahayakan
lingkungan dan kesehatan. Hal ini banyak terkait dengan perilaku
masyarakat yang ada di sekitarnya sehingga upaya-upaya
penyebarluasan informasi dan kampanye pentingnya perilaku hidup bersih
dan sehat sebagai implikasi dari kegiatan promosi kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat untuk andil dalam penyelamatan lingkungan
dan perbaikan kualitas hidup, sangat perlu dilakukan. Promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat merupakan salah jenis pelayanan yang
tercakup dalam SPM Bidang Kesehatan sebagaimana Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008.
d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan sistem drainase
perkotaan yang dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota
misalnya terkait tentang Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola,
perundangan misalnya kejadian untuk tidak bermukim di bantaran sungai
atau saluran drainase, masalah pertanahan di perkotaan yang relatif rumit,
dll (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Masyarakat dan swasta
Sistem pengelolaan drainase saja tidak cukup dilakukan dengan hanya
berorientasi pada upaya penyediaan sarana dan prasarana fisik semata,
tetapi lebih dari itu peran masyarakat sangat menentukan bukan saja
6 - 97
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
dalam penyediaannya tetapi yang terpenting adalah upaya pemeliharaan
drainase sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.Namun di
Kabupaten Kepulauan Anambas belum ada program/kegiatan drainase
perkotaan berbasis masyarakat yang berjalan.
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Drainase
a) Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan
Setiap Kab/Kota perlu menguraikan permasalahan yang dihadapi masing-
masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran
yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan
kebutuhan pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek
teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi
persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan dengan
mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis yang ada di
kawasan tersebut.
Dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan data-data
permasalahan teknis dan non teknis pada sub sektor drainase.
Permasalahan Pembangunan Sektor Drainase di Indonesia secara umum
adalah:
- Kapasitas sistem drainase tidak sesuai dengan kondisi saat ini;
- Belum memadainya penyelenggaraan sistem drainase.
Hasil identifikasi permasalahan dituangkan dalam bentuk Tabel Identifikasi
permasalahan seperti tabel 6.36 dibawah ini.
Tabel 6.36. : Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase
No Aspek Pengelolaan
Persampahan Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
A. Kelembagaan - Bentuk Organisasi Menjadi tanggung
jawab Dinas PU, sementara PU tidak fokus untuk permasalahan drainase
Perbaikan di dalam internal Dinas PU untuk fokus menangani drainase
6 - 98
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Aspek Pengelolaan
Persampahan Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
- Tata Laksana (Tupoksi, SOP, dll)
Belum ada SOP yang jelas mengenai drainase
Penyusunan SOP untuk drainase
- Kualitas dan Kuantitas SDM
Masih kekurangan SDM yang berkompeten mengenai drainase
Pelatihan mengenai sistem drainase untuk menambah kompetensi SDM
B. Perundangan Terkait Sektor Persampahan (Perda, Pergub, Perwali)
Belum ada peraturan yang mengatur drainase
Penyusunan peraturan terkait drainase terutama terkait pelanggaran bangunan yang merusak jaringan
C. Pembiayaan : - Sumber-sumber
pembiayaan - Retribusi
Belum ada sumber pembiayaan melalui retribusi, pembangunan drainase mengandalkan APBD Prov, Kab maupun APBN
Penambahan dana alokasi untuk pembangunan drainase
D. Peran serta Masyarakat
dan swasta
Belum ada peran
serta masyarakat
Sosialisasi
mengenai jaringan
drainase
E Teknis Operasional
1. Dokumen Perencanaan
(MP,FS,DED)
Belum ada
dokumen
perencanaan terkait
drainase
Perlu menyusun
dokumen
perencanaan
drainase
2. A. Saluran
Primer Banyak drainase
primer yang
terputus dan terlalu
kecil kapasitasnya
Penertiban untuk
bangunan-bangunan
yang merusak
drainase, serta
pelebaran drainase
di titik yang deras
alirannya
Sekunder Jumlah drainase
sekunder masih
sangat terbatas
Penambahan jumlah
drainase primer
Tersier Drainase tersier
mayoritas masih
berbentuk alamiah
Pembangunan
drainase tersier
B. Turap Belum ada turap di
DAS Anambas
Pembuatan turap di
DAS Anambas,
terutama yang
struktur tanahnya
lemah
C. Bangunan Pelengkap
(gorong-gorong, pintu air,
Belum ditemukan
permasalahan
6 - 99
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
No Aspek Pengelolaan
Persampahan Permasalahan
Tindakan
Yang Sudah Dilakukan
Yang Akan Dilakukan
pompa, talang)
D. Waduk, kolam retensi,
sumur resapan
Tidak ditemukan
permasalahan
Sumber : Hasil Analisa
b) Tantangan Pengembangan Drainase
Tantangan yang dihadapi secara umum adalah mencegah penurunan
kualitas lingkungan permukiman di perkotaan, optimalisasi fungsi
pelayanan dan efisiensi prasarana dan sarana drainase yang sudah
terbangun, peningkatan dan pengembangan sistem yang ada,
pembangunan baru secara efektif dan efisien yang menjangkau
masyarakat berpenghasilan rendah dan menunjang terwujudnya
lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat serta
meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.
Tantangan lainnya adalah adanya Peraturan Menteri PU Nomor
01/PRT/M/2014 Tentang Standar Pelayanan Minimum menekankan
tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab
pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan
dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian
dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke
PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam
dokumen RPI2-JM CK yang merupakan tantangan tersendiri bagi
pelayanan pengelolaan Drainase.
Tabel 6.37. : Standar Pelayanan Minimal Drainase Berdasarkan Permen PU No.01/PRT/M/2014
Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal Batas Waktu
Pencapaian Ket
Indikator Nilai
Penyehatan Lingkungan Permukiman
Drainase
SPM sistem jaringan drainase skala kota sehingga persentase penduduk yang terlayani sistem jaringan drainase skala kota tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm selama 2 jam, lebih dari 2 kali setahun) yang tertangani adalah 50% pada tahun 2019.
50% 2019 Dinas yang membidangi
PU
6 - 100
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.4.3.3. Analisis Kebutuhan Drainase
A. Analisis Kebutuhan
Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem drainase kota. Melakukan analisis atas dasar
besarnya kebutuhan penanganan drainase, baik itu untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan
kota (development need). Analisis yang terkait dengan kebutuhan
drainase adalah analisis Bidang Teknis maupun non teknis yang
mencakup kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan peran serta
Tabel 6.38. : Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah
No Uraian Kondisi
Eksisting
Kebutuhan Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
A. Kelembagaan - Bentuk Organisasi Menjadi
tanggung jawab Dinas PU
- Tata Laksana (Tupoksi, SOP, dll)
Belum ada SOP, Tupoksi
- Kualitas dan Kuantitas SDM
Masih kekurangan SDM
B. Perundangan Terkait Sektor Persampahan (Perda, Pergub, Perwali)
Belum Ada
C. Pembiayaan : - Sumber-sumber
pembiayaan (APBD Prov/Kab/Swasta/Masyarakat)
Pembangunan drainase mengandalkan APBD Prov, Kab maupun APBN
D. Peran serta masyarakat dan swasta (Sudah ada/belum ada bentuk kontribusi)
Belum Ada
E Teknis Operasional 1. Dokumen Perencanaan
(MP,FS,DED) Belum ada
2. A. Saluran Primer 25% 30% 35% 40% 45% 50% Sekunder 20% 25% 30% 35% 40% 45% Tersier 15% 20% 25% 30% 35% 40%
B. Turap Belum ada turap di DAS Anambas
C. Bangunan Pelengkap (gorong-gorong, pintu air, pompa, talang)
Tidak ada permasalahan
D. Waduk, kolam retensi, sumur resapan
Tidak ada permasalahan
6 - 101
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.4.3.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem
Drainase
A. Pembangunan Prasarana Drainase
Kriteria Lokasi :
Kota-kota yang sudah memiliki Master Plan Drainase Perkotaan
dan DED untuk tahun pertama;
Kawasan-kawasan permukiman dan strategis di perkotaan
(Metropolitan/Kota Besar) yang rawan genangan.
Lingkup Kegiatan :
Pembangunan saluran drainase primer (macro drain),
pembangunan kolam retensi, dan bangunan pelengkap utama
lainnya (pompa, saringan sampah, dsb);
Pembangunan saluran drainase sekunder dan tersier (micro
drain) oleh pemerintah kab.kota;
Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM pengelolaan saluran
drainase termasuk kegiatan pembersihan sampah di sekitar
saluran drainase;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan
layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan :
Sudah memiliki RPI2JM dan SSK/Memorandum Program atau
sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;
Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di
perkotaan;
Terintegrasi antara makro drain dan mikro drain, serta dengan
sistem pengendali banjir;
Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana
yang dibangun;
Tidak ada permasalahan lahan (lahan sudah dibebaskan, milik
Pemkot/kab);
Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk
biaya operasi dan pemeliharaan;
Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan
kepada masyarakat.
6 - 102
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya
6.4.4. Usulan Program Dan Pembiayaan
Program yang dicakup dalam Pengelolaan Air Limbah meliputi kegiatan-
kegiatan berikut ini:
1. Pembangunan pengelolaan air limbah setempat dan pembangunan
Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT);
2. Pembangunan sistem perpipaan air limbah sederhana komunitas
berbasis masyarakat (khusus bagi kawasan kumuh dan padat);
3. Pembangunan pengelolaan air limbah sistem terpusat (IPAL);
4. Operasi dan pemeliharaan;
5. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan air
limbah;
6. Penyuluhan meningkatkan pemahaman pentingnya sanitasi dan
pemeliharaan sarana yang telah dibangun.
7. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.
Program yang dicakup dalam Pengelolaan Persampahan meliputi
kegiatan berikut ini:
1. Pembangunan prasarana dan sarana TPA sampah;
2. Pembangunan prasarana dan sarana TPST 3R;
3. Operasi dan pemeliharaan;
4. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan
persampahan;
5. Penyuluhan meningkatkan pemahaman pentingnya sanitasi dan 3R;
6. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.
Program yang dicakup dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan
meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini:
1. Pelaksanaan rehabilitasi saluran yang ada;
2. Pembangunan saluran yang baru;
3. Operasi dan pemeliharaan;
4. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan drainase;
5. Penyuluhan dan pengelolaan dan pemeliharaan bangunan drainase
bagi Pemerintahan Kabupaten/Kota dan masyarakat;
6. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.
6 - 103
Laporan Akhir Bab 6 : Aspek Teknis Per Sektor Bidang Cipta Karya