bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/bab 2_09-231.pdflandasan teori...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Indeks dan Saham
2.1.1 Pengertian Umum Indeks dan Saham
Pengertian dari Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan
pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya
pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar
sedang aktif atau lesu (www.idx.co.id).
Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham
saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika diawal bulan nilai indeks
300 dan diakhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-
rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.
Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk
menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau
beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan
menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat
pula.
Di Bursa Efek Indonesia terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, antara lain:
1. Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap
harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
6
7
2. Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk
dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan
lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian,
pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti,
infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index),
menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan
indeks.
4. Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu
kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6
bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang
terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks
yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini
dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat
Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang
kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
• Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan
yang dilarang.
• Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan
asuransi konvensional.
8
• Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan
makanan dan minuman yang tergolong haram.
• Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-
barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham
yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI
yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.
7. Indeks KOMPAS 100 yang merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama
Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100
saham dengan proses penentuan sebagai berikut :
a. Telah tercatat di BEJ minimal 3 bulan.
b. Saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG (Indeks Harga Saham
Gabungan).
c. Berdasarkan pertimbangan faktor fundamental perusahaan dan pola
perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkan saham
tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham.
d. Masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekwensi transaksi
serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar Reguler, selama 12 bulan terakhir.
e. Dari sebanyak 150 saham tersebut, kemudian diperkecil jumlahnya
menjadi 60 saham dengan mempertimbangkan nilai transaksi terbesar.
f. Dari sebanyak 90 saham yang tersisa, kemudian dipilih sebanyak 40
saham dengan mempertimbangkan kinerja: hari transaksi dan frekuensi
9
transaksi serta nilai kapitalisasi pasar di pasar reguler, dengan proses
sebagai berikut:
i. Dari 90 sisanya, akan dipilih 75 saham berdasarkan hari transaksi di
pasar reguler.
ii. Dari 75 saham tersebut akan dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi
transaksi di pasar reguler.
iii. Dari 60 saham tersebut akan dipilih 40 saham berdasarkan
Kapitalisasi Pasar.
g. Daftar 100 saham diperoleh dengan menambahkan daftar saham dari hasil
perhitungan butir (e) ditambah dengan daftar saham hasil perhitungan
butir (f)
h. Daftar saham yang masuk dalam KOMPAS 100 akan diperbaharui sekali
dalam 6 bulan, atau tepatnya pada bulan Februari dan pada bulan Agustus.
Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling
populer. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika
memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan
instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu
memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau
pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (www.idx.co.id).
10
Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim
atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli
atau memiliki saham:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan
berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal
ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut
dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada
dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan
dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah
rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang
berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga
jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya
pembagian dividen saham tersebut
11
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya
Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian
menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut
mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor
menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli
dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami
penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham.
Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga
Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.
2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan,
atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham
mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari
hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan
kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada
seluruh pemegang saham.
12
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham
tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko
yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut
untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.
Pada pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga
saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan
harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut.
Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut.
Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya
spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan
tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga,
inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik,
dan faktor lainnya.
2.1.2 Indeks LQ45
Indeks ini terdiri dari 45 saham dengan likuiditas (LiQuid) tinggi, yang
diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi
atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar (www.idx.co.id).
2.1.3 Kriteria Pemilihan Saham untuk Indeks LQ45
Untuk dapat masuk dalam pemilihan, suatu saham harus memenuhi kriteria-kriteria
berikut ini:
13
1. Masuk dalam urutan 60 terbesar dari total transaksi saham di Pasar Reguler
(ratarata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).
2. Urutan berdasarkan kapitalisasi pasar (rata-rata nilai kapitalisasi pasar selama
12 bulan terakhir)
3. Telah tercatat di BEJ selama paling sedikit 3 bulan.
4. Kondisi keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan, frekuensi dan
jumlah hari transaksi di pasar Reguler.
2.1.4 Evaluasi Indeks dan Penggantian Saham
Bursa Efek Jakarta secara rutin memantau perkembangan kinerja komponen
saham yang masuk dalam penghitungan Indeks LQ45. Setiap 3 bulan review
pergerakan ranking saham akan digunakan dalam kalkulasi Indeks LQ45.
Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan
Februari dan Agustus. Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria seleksi
Indeks LQ45, maka saham tersebut dikeluarkan dari penghitungan indeks dan diganti
dengan saham lain yang memenuhi kriteria.
2.2 Definisi Resiko dan Manajemen Resiko
Menurut Idroes (2006), Resiko adalah sebuah konsep yang abstrak. Seorang
ekonom berpendapat bahwa resiko adalah sebuah preferensi yang berbeda untuk
setiap orang. Jika kita mengunakan definisi dari Cambridge Dictionary maka resiko
adalah kemungkinan dari sesuatu yang buruk dan tidak diinginkan terjadi. Dalam
14
thesis ini, resiko difenisikan sebagai volatilitas dari suatu hasil yang tak terduga
secara umum berasal dari suatu nilai asset atau liabilitas atau suku bunga. Pada
industri keuangan, resiko finansial dapat didefinsikan sebagai resiko-resiko yang
berhubungan dengan kerugian dalam pasar finansial yang disebabkan antara lain oleh
pergerakan suku bunga, kegagalan obligasi (default), dan lain lain.
Tidak ada satupun lembaga yang mampu menghilangkan resiko tetapi resiko
dapat diminimalisir dampaknya dan untuk memitigasi dampak dari resiko tersebut,
diperlukan suatu manajemen tersendiri yang disebut dengan manajemen resiko.
Untuk setiap sektor, bukan hanya keuangan saja, manajemen resiko menjadi sesuatu
yang penting. Sebagai contoh bagi sektor teknologi manajemen resiko berarti suatu
penggunaan teknologi secara terkendali dan ramah lingkungan, bagi sektor keuangan
dapat diartikan suatu teknik pengaturan nilai lindung, swap, dan sejenisnya; bagi
sektor medis khususnya rumah sakit berarti sebuah jaminan kualitas dari kecelakaan
dan mal praktek. Sebagai kesimpulan manajemen resiko adalah sebuah ilmu untuk
mengelola kemungkinan kejadian masa depan yang dapat menyebabkan dampak
kerugian. Manajemen resiko sendiri mendapat tempat yang paling diutamakan di
dalam industri asuransi dan perbankan.
2.3. Jenis Resiko Finansial
Ada 3 jenis resiko yang secara umum dikenal didalam resiko financial yaitu
resiko kredit, resiko pasar, dan resiko operational (Idroes, 2006).
15
2.3.1 Resiko Kredit
Resiko Kredit didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan dengan
pihak peminjam tidak dapat atau tidak mau memenuhi kewajibannya untuk
membayar kembali pinjamannya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya
(Idroes, 2006; Jorion, 2005).
Pinjaman yang dimaksud dalam pembahasan resiko kredit ini adalah aktiva
produktif lembaga keuangan yang ditmepatkan pada pihak lawan transaksi atau
peminjam atau debitur dimana peminjam berkewajiban untuk mengembalikannya
kembali pada waktu yang disepakati. Pengembaliannya berupa pokok pinjaman
ditambah bunga atau bentuk hasil investasi lain.
2.3.2 Resiko Pasar
Resiko Pasar adalah sebuah resiko yang timbul akibat pergerakan harga atau
volatilitas pasar (Idroes, 2006; Jorion, 2005). Dengan VAR sebagai alat yang popular
untuk mengukurnya. Ada empat faktor utama yang menyusun resiko ini yaitu:
Pertama, Resiko suku bunga yang merupakan kerugian yang disebabkan oleh
pergerakan yang berlawanan dengan keinginan perubahan suku bunga. Faktor yang
kedua adalah resiko ekuitas, yaitu resiko yang merupakan kerugian potensial yang
disebabkan oleh gerakan perubahan harga saham yang berlawanan dengan keinginan.
Hal ini terjadi pada seluruh instrument yang menggunakan harga yang wajar sebagai
bagian dari penilaian. Faktor yang ketiga adalah Resiko Valuta asing, yang adalah
kerugian poternsial yang disebabkan oleh perubahan harga yang berlawanan dengan
16
keinginan valuta asing. Faktor yang keempat adalah resiko posisi komoditas yang
adalah potensi kerugian yang disebabkan perubaham harga yang berlawanan dengan
keinginan harga komoditas. Hal ini berlaku bagi seluruh komoditas dean setiap
komoditas dan derivatifnya.
2.3.3 Resiko Operasional
Resiko operasional adalah sebabai resiko kerugian atau ketidakcukupan dari
proses internal, manusia dan sistem yang gagal atau dari peristiwa eksternal (Idroes,
2006; Jorion, 2005). Secara umum, resiko operasional banyak terkait dengan
kegagalan suatu proses dan prosedur. Resiko ini bukan hanya ada di dalam resiko
financial tetapi juga terdapat di dalam seluruh bidang bisnis, yang merupakan akibat
dari berlangsungnya suatu aktivitas dan proses.
2.4 Sejarah Pengembangan VAR
Value at Risk, disingkat VAR, dikembangkan dan diperkenalkan secara luas
pada tahun 1993 oleh kelompok G30 (Pearson, 2002) sebagai reaksi terhadap
bencana financial yang terjadi sebelumnya. Pada awalnya, tujuan dari VAR adalah
untuk menghitung risiko finansial dengan menggunakan teknik statistik. VAR
mengukur ekspektasi kerugian terburuk sepanjang suatu horison dalam kondisi pasar
yang normal pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Bagi hampir semua pengguna,
VAR adalah suatu aplikasi pasif dari penghitungan risiko. Akan tetapi, pada saat
sekarang, VAR sudah digunakan untuk mengontrol dan mengatur risiko secara aktif.
17
Dengan menggunakan alat VAR, investor dapat menentukan bagaimana
mengalokasikan modalnya dan bagaimana melakukan trade-off antara risiko dan
hasil.
2.5 Definisi VAR
Menurut Dowd (2005, hal: 27), “Value-at-Risk (VAR) adalah: ekspektasi
kerugian maksimum sepanjang suatu horison tertentu pada tingkat kepercayaan
tertentu”. Menurut Jorion (2002, hal: 22), “VAR mengukur ekspektasi kerugian
terburuk sepanjang horison tertentu dalam kondisi pasar yang normal pada tingkat
kepercayaan tertentu. Sebagai contoh, suatu bank mengatakan VAR harian dari
perdagangan portofolionya adalah $1 juta pada tingkat kepercayaan 99%. Dengan
kata lain, dibawah kondisi pasar yang normal, hanya 1% kemungkinan saja, kerugian
harian akan melebihi $1 juta.”. Secara lebih formal lagi, VAR mendeskripsikan
kuantil distribusi dari kerugian sepanjang horison yang ditargetkan. Jika c adalah
tingkat kepercayaan yang dipilih, VAR merupakan (1 – c) pada lower-tail level.
Jadi, dari definisi-definisi di atas dapat dirangkum bahwa Value at Risk (VAR)
adalah suatu konsep yang diperoleh dari perkiraan secara statistik mengenai kerugian
yang dapat dialami suatu portofolio akibat perubahan dalam harga yang
mendasarinya, selama horison tertentu, untuk suatu tingkat kepercayaan yang dipilih
di bawah situasi dan kondisi bisnis yang normal (Idroes, 2006).
VAR adalah suatu alat yang efektif untuk mendeskripsikan dan
mengkomunikasikan risiko karena ia menaksir risiko dengan cara yang berbeda
18
dalam istilah matriks yang umum (misalnya, kerugian terkait dengan suatu satuan
standar). Karena alasan ini, VAR dapat digunakan untuk membandingkan dan
menggabungkan risiko untuk tipe-tipe instrumen, satuan perdagangan, dan pasar.
Oleh karena itu, VAR dengan sendirinya dapat digunakan sebagai suatu alat
perbandingan antara hasil perdagangan dan risiko yang diambil dalam mencapai hasil
tersebut. Hal ini dikarenakan VAR terartikulasi dalam istilah ukuran dari potensi
kerugian. Dari sini, VAR juga harus dilengkapi oleh bentuk lain dari pengukuran,
termasuk analisis sensitivitas dan analisis skenario supaya dapat menangkap
peristiwa yang berada diluar parameter dari model VAR.
2.6 Komponen Utama VAR
Dari definisi VAR yang diuraikan pada Bab 2.5 maka secara umum dapat
disimpulkan ada 3 variabel yang mempengaruhi VAR yaitu:
1. Volatilitas
Volatilitas dari suatu posisi saham individual
Volatilitas dari seluruh portofolio saham
Korelasi antara posisi saham individual
2. Tingkat kepercayaan atau interval
3. Periode holding
Dengan demikian, interpretasi dari gambaran VAR membutuhkan
pengetahuan dari interval kepercayaan dan periode holding yang digunakan dalam
estimasinya. Dalam hal volatilitas, ada beberapa jalan dalam menginterpretasikan dan
19
menghitung volatilitas, yang mana pada akhirnya mengarah pada variasi dari
metodologi VAR (Tampubolon, 2004).
2.6.1 Volatilitas
Volatilitas merupakan ukuran secara statistik dari variasi harga suatu
instrumen yang disebut juga sebagai standar deviasi, dimana aturannya adalah
volatilitas yang diperoleh merupakan standar deviasi dari return instrumen saham
bukannya standar deviasi dari harga saham itu sendiri (Tampubolon, 2004). Jika
harga aktual dari saham yang digunakan dalam mengukur standar deviasi, maka akan
diperoleh hasil yang tidak konsisten karena standar deviasi aktual berubah sejalan
dengan meningkatnya harga saham.
2.6.1.1 Volatilitas dari Posisi Saham Individual
Volatilitas dari posisi individual biasanya dihitung sebagai standar deviasi (σ)
dari presentasi perubahan dalam harga asset yang relevan pada periode yang
ditentukan (Tampubolon, 2004). Tergantung pada metodologi yang digunakan dan
instrumen yang dilibatkan, volatilitas dapat dihitung menggunakan volatilitas masa
lalu dalam suatu serial waktu yang dipilih dari data pada faktor risiko atau
menggunakan volatilitas yang terkandung dari instrument yang diperdagangkan yang
dikenal dengan implied volatility.
20
2.6.1.2 Volatilitas dari Portofolio
Untuk menghitung volatilitas dari portofolio, kita perlu menghitung volatilitas
dari posisi individu, seperti juga korelasi antara asset dalam portofolio. Adalah tidak
tepat menghitung volatilitas dari portofolio dengan cara menjumlahkan semua
volatilitas dari semua asset dalam potofolio sejak hal ini akan menyebabkan
overestimate dari hasil VAR untuk setiap portofolio yang diberikan. Dengan
menjumlahkan, kita mengasumsikan bahwa korelasi sama dengan satu, yang mana
dalam banyak kasus akan bervariasi dan boleh dikatakan selalu kurang dari satu. Jika
korelasi kurang dari +1, maka akan ada keuntungan diversifikasi ketika memegang
portofolio tersebut. Keuntungan diversifikasi ini akan mengurangi keseluruhan VAR
portofolio (Tampubolon, 2004).
2.6.2 Tingkat Kepercayaan
Konsep dari tingkat kepercayaan didisain untuk mengijinkan suatu estimasi
yang dibuat berdasarkan kemungkinan dimana perubahan dalam faktor risiko tidak
akan melebihi suatu tingkat nominasi tertentu menurut asumsi yang mendasarinya
(Tampubolon, 2004). Dalam statistik, tingkat kepercayaan ini didefinisikan sebagai
suatu kemungkinan yang berhubungan dengan suatu estimasi interval. Kemungkinan
ini mengindikasikan seberapa yakin parameter populasi akan termasuk dalam
estimasi interval tersebut.
Semakin tinggi tingkat kepercayaan yang dipilih, semakin tinggi variasi dari
kemungkinan perubahan yang diterima dalam portofolio, yang secara tidak langsung
21
juga mengartikan bahwa investor lebih bersifat risk averse (menghindari risiko). Jadi,
penghindaran risiko dari investor akan menentukan tingkat kepercayaan yang dipilih.
BIS (Bank for International Settlements) merekomendasikan penggunaan
tingkat kepercayaan 99% satu tail untuk menghitung VAR. Pemilihan dari tingkat
kepercayaan yang lain dari 99% harus disokong oleh hasil backtesting yang dapat
dipercaya. Backtesting yang dilakukan adalah membandingkan apakah prosentase
hasil yang diamati dari pengukuran risiko konsisten dengan tingkat kepercayaan 99%.
Dengan kata lain, merupakan usaha yang mencoba melihat apakah ukuran risiko 99%
benar-benar menutupi 99% hasil perdagangan. Back test ini merupakan evaluasi dari
parameter dan model yang digunakan dalam kalkulasi VAR.
2.6.3 Periode Holding
Periode Holding didefinisikan sebagai lamanya suatu investasi dipegang.
Dalam VAR, Periode holding berarti jangka waktu ke depan dalam satuan waktu
(biasanya harian) VAR dihitung. VAR akan meningkat dengan semakin lamanya
periode holding sebab volatilitas berbanding lurus dengan akar kuadrat dari Periode
holding (Tampubolon, 2004). Pemilihan dari periode holding berhubungan dengan
potensi periode pencairan dari suatu posisi. Jadi, periode holding yang ditujukan
untuk perdagangan, lebih singkat dari periode holding untuk tujuan investasi.
Bagaimanapun juga, bahkan untuk tujuan perdagangan, periode holding akan
tergantung pada likuiditas dari instrumen yang bersangkutan dan besarnya posisi
yang diambil.
22
Dalam dunia bank, BIS 2 kembali menegaskan ketepatan dari keperluan bank
dalam menghitung VAR berdasarkan pada kejutan (instantaneous shock) yang
sepadan dengan 10 hari pergerakan dalam harga (periode holding). Bank boleh
menggunakan nilai VAR yang dikalkulasi berdasarkan periode holding yang lebih
pendek (misalnya 1 hari) diskalakan sampai 10 hari dengan mengalikannya dengan
akar kuadrat dari waktu (nilai VAR-nya dikalikan dengan √10).
2.7 Distribusi Normal
Distribusi probabilitas kontinyu yang sangat penting adalah distribusi normal,
yang dikenal pula sebagai distribusi Gaussian. Distribusi normal ini berperan penting
dalam perhitungan VAR, terutama dalam metode parametrik/varian-kovarian.
Distribusi normal juga secara lebih lanjut terkait dengan pembuktian Central Limit
Theorem oleh P.S Laplace yang menyatakan bahwa apabila banyaknya observasi
bertambah, maka mean konvergen akan menuju ke distribusi normal (Jorion, 2002).
Hal inilah yang menjadi dasar perhitungan VAR yang menggunakan distribusi
parametrik (dalam metode ini, perhitungan VAR menggunakan asumsi-asumsi
distribusi normal).
Distribusi normal dinotasikan dengan N(μ,σ2), dimana μ adalah mean dan σ2
adalah varian. Fungsi distribusi pada distribusi normal ini diformulasikan sebagai
berikut:
23
Dimana π = 3.14159
e = 2.71828 (bilangan natural)
σ = Standar Deviasi
μ = mean (rata-rata) variable
Dalam praktek, proses penghitungan ini dapat disederhanakan menggunakan
table distribusi normal dengan mean nol dan varian satu, yang sering disebut juga
dengan fungsi distribusi normal standar N(0,1). Persamaan yang digunakan dalam
membuat nilai-nilai variabel distribusi menjadi dalam satuan standar deviasi
distribusi normal standar :
dimana x: nilai dari variable data
μ : rata-rata variable distribusi
σ : standar deviasi distribusi
z : nilai variabel distribusi dalam satuan standar deviasi distribusi normal standar
Karena nilai VAR adalah ekspektasi kerugian terburuk, maka metode yang
paling tepat adalah menggunakan distribusi dari return portofolio. Kerugian
dideskripsikan sebagai area di sisi kiri (negatif) dari mean (expected return), dan
apabila fΔP merupakan fungsi densitas probabilitasnya (pdf) dari ΔP, dan c merupakan
2
24
selang kepercayaan, maka nilai VAR sepanjang suatu horison waktu dapat
dikalkulasi dari persamaan berikut ini:
Adapun dari tabel distribusi normal satu tail quantil kiri, untuk besar percentil, c,
atau tingkat kepercayaan diperoleh nilai z seperti pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Distribusi normal satu tail quantil kiri Tingkat kepercayaan
99%
95%
90%
50%
z-score -2.326 -1.645 -1.282 0
Sumber: Hasil perhitungan dari fungsi NORMSINV pada Microsoft Excel
2.8 Model Metodologi
Secara garis besar, setidaknya ada 3 jenis model metodologi (Tampubolon, 2004;
Jorion, 2005) dalam menghitung VAR, yaitu:
1. Metode Historis
2. Metode Variance Covariance
3. Metode simulasi Monte Carlo
2.8.1 Metode Historis
Dengan metode ini, instrumen keuangan dianalisis selama sejumlah hari
dengan melakukan observasi pada periode masa lalu. Perubahan aktual yang dialami
dalam nilai dari masing-masing instrumen finansial dihitung menggunakan horison
waktu yang diinginkan. Setelah perubahan dalam nilai tersebut dihitung, masing-
masing perubahan tersebut diatributkan ke dalam nilai instrumen finansial yang
25
sekarang (yang diprediksi) sehingga dihasilkan suatu susunan pengamatan. Susunan
ini kemudian dianalisis secara statistik (Tampubolon, 2004). Sebagai contoh, jika ada
100 pengamatan dengan horison harian, urutan pengamatan nilai terendah kelima
terakhir akan menjadi VAR dengan tingkat keyakinan 95% dalam satu hari .
Metode historis VAR paling mudah diimplementasi, akan tetapi, karena
kalkulasi ini mengulang kejadian berdasarkan cerminan masa lalu, maka pandangan
terhadap risiko yang dihasilkan tergantung dari periode waktu yang dipilih.
Maksudnya adalah apabila yang dicari adalah VAR harian, maka data historis yang
digunakan adalah data harian. Jika yang dicari VAR bulanan, maka data historis
bulananlah yang digunakan. Jadi pengali akar dari waktu dalam penyesuaiannya
dengan periode holding tidak valid digunakan dalam metode ini. Karena sejumlah
skenario yang digunakan dibatasi oleh ketersediaan dari data historis, metodologi ini
boleh jadi mempunyai convergence error yang lebih besar dari metode Monte Carlo
maupun metode Variance Covariance.
2.8.2 Metode Variance Covariance
Metode Variance Covariance, mengasumsikan bahwa hasil dari instrumen
finansial berdistribusi normal. Oleh karena itu mean dan standar deviasi dari
instrumen finansial dapat dihitung untuk mengestimasi percentile dari semua
perubahan dalam nilai posisi (Tampubolon, 2004). Metode ini adalah suatu
transformasi sederhana dari matriks Variance-covariance. Oleh karena itu metode ini
tidak dapat bekerja dengan baik untuk aplikasi posisi yang tidak linier
26
2.8.3 Metode Simulasi Monte Carlo
Metode Monte Carlo mengasumsikan distribusi probabilitas teoritis dari perubahan
dalam nilai untuk setiap instrumen finansial atau ekivalennya dikalkulasi untuk setiap
horison waktu sesuai perparameter distribusi yang dispesifikasi dalam simulasi.
Perubahan teoritis dalam nilai yang digenerasi kemudian diatributkan ke nilai
prediksi instrumen finansial dan disusun seperti pada kasus historical VAR untuk
menghasilkan tingkat keyakinan VAR yang diinginkan (Tampubolon, 2004). Proses
ini sering diselesaikan dengan melakukan variasi pada parameter masukannya dan
memerlukan sejumlah ruang komputasi yang sangat besar dimana membutuhkan
evaluasi sampai dengan 10.000 set data.
2.9. Backtesting VAR Model
VAR adalah sebuah estimasi dan setiap perhitungan estimasi tentunya
memiliki masalah dengan perubahan-perubahan nilai suatu asset yang tidak memiliki
pola yang tetap, sehingga model perhitungan VAR yang dibentuk dalam
mengestimasi volatilitas secara periodik perlu divalidasi atau dikalibrasi, sehingga
model yang dihasilkan dalam perhitungan VAR diharapkan menjadi suatu model
yang baik.
Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan validasi ini adalah
dengan metode backtesting. Metode ini bekerja dengan melakukan perbandingan
antara estimasi VAR yang dihitung dengan perubahan negatif nilai suatu asset yang
terjadi. Apabila perubahan negatif tersebut ternyata lebih besar dari perhitungan VAR
27
maka kejadian tersebut dinamakan exception (penyimpangan). Pertanyaannya
berapakah batas jumlah penyimpangan yang diperbolehkan sehingga suatu model
VAR tetap dapat digunakan.
Batas penyimpangan harus ditetapkan, karena kalau suatu model setelah
divalidasi ternyata tidak ditemukan terjadi penyimpangan maka model tersebut dapat
dikatakan sebagai model yang konservatif demikian sebaliknya jika jumlah
penyimpangan yang terjadi relatif banyak maka model tersebut kurang dapat
melakukan estimasi dalam menghitung VAR.
Ada dua metode yang dipakai pada penelitian ini untuk menghitung
backtesting yang pertama adalah POF test oleh Kupiec (1995) dan yang kedua adalah
regulatory framework dari Basel (Basel, 1996; Jorion, 2002). Adapun kedua metode
itu berusaha untuk membawa keseimbangan antara type 1 dan type II error.
Gambar 2.1 Type I dan Type II error Sumber: www.bionicturtle.com
Pada Gambar 2.1 terlihat jelas bahwa ada 4 jenis hasil dan 2 merupakan jenis error
yaitu:
28
Terima null hypothesis dan model benar maka hasil adalah valid(Correct)
Terima alternatif hypothesis dan model dinyatakan salah maka hasil adalah
valid (Correct)
Tolak Null hypothesis tetapi model benar ini adalah Type I error
Terima Null hypothesis tetapi model salah ini adalah Type II error
2.9.1 Backtesting dengan Metode Kupiec
Test ini dikenal luas setelah diperkenalkan oleh Kupiec, dan terkadang
disebut juga sebagai kupiec test. Informasi yang diperlukan untuk mengimplementasi
model ini adalah jumlah observasi (T), jumlah eksepsi (exceptions) (x) dan tingkat
keyakinan (c)
Null hypothesis untuk metode ini adalah:
Intinya adalah untuk mencari apakah adalah signifikan terhadap p, dan tingkat
kegagalan yang disarankan oleh tingkat kepercayaan. Berdasarkan Kupiec (1995),
POF-test ini; paling baik dilakukan sebagai sebuah likelihood-ratio (LR) test.
Bentuk test statistik dari test tersebut adalah:
Dibawah null hypothesis model adalah benar, dan LRPOF adalah asymtotik dengan
29
χ2 distribusi (chi-squared) dengan derajat kebebasan tertentu. Jika nilai dari LRPOF
melebihi nilai kritis distribusi χ2 maka null hypothesis akan ditolak dan model akan
dinyatakan tidak akurat.
Tabel 3.2 menyajikan wilayah penolakan untuk POF-test dibawah tingkat
kepercayaan tertentu dan jumlah sample tertentu.
Tabel 2.2 Tabel Hasil Wilayah Penolakan POF test
2.9.2 Backtesting dengan Aturan Basel
Prosedur backtesting ini diterapkan oleh Basel Comitte dengan tiga zona yaitu
merah, kuning, dan hijau dan sering disebut juga dengan metode “traffic light”
(Ghozali, 2007). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan daftar dari wilayah
penolakan metode ini dengan tingkat kepercayaan 99% dan sample sebanyak 250
hari (1 tahun).
Tabel 2.3 Tabel Hasil Wilayah Penolakan metode traffic-light
30
Masuk pada zona merah maka akan menghasilkan sebuah penalty, sedangkan
untuk zona kuning akan ada penindakan dari supervisor dan akan dilihat dari
berbagai sudut. Komite Basel memberikan beberapa kategori dalam zona kuning:
1. Basic Integrity of The Model: penyimpangan akibat kesalahan code program
2. Keakuratan model dapat diperbaiki
3. Perdagangan intraday
4. Special exception dan bad luck: Pasar mengalamai volatilitas atau perubahan
korelasi.
Jika ditemukan ternyata bahwa exception breaches terjadi karena penyebab bad luck
maka Basel selaku regulator tidak akan memberikan sanksi dan arahan apapun juga.
Jika termasuk dalam kategori ketiga, maka Basel akan memberikan pertimbangan.
Jika termasuk dalam kategori pertama dan kedua, maka Basel akan menerapkan
penalty. Sekali lagi tujuan dari metode backtesting ini adalah menyeimbangkan
antara type I error dan type II error.