atcs1 - copy

22
EVALUATION OF INTERSECTION PERFORMACE BY AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) APLICATION TOWARD FUEL CONSUMPTION IN SURAKARTA CITY Presented in partial fulfillment of the requirements for the degree Bachelor of Civil Engineering BY: Alfia Magfirona D 100 102 004 CIVIL ENGINEERING DEPARTEMENT ENGINEERING FACULTY MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA June, 2013

Upload: ayatifa

Post on 27-Oct-2015

138 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Atcs1 - Copy

EVALUATION OF INTERSECTION PERFORMACE BY

AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) APLICATION TOWARD

FUEL CONSUMPTION IN SURAKARTA CITY

Presented in partial fulfillment of the requirements

for the degree Bachelor of Civil Engineering

BY:

Alfia Magfirona D 100 102 004

CIVIL ENGINEERING DEPARTEMENT

ENGINEERING FACULTY

MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA

June, 2013

Page 2: Atcs1 - Copy

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri lagi saat ini hampir setiap kota besar di

dunia dihadapkan pada problem transportasi yang serius, antara lain adalah

kemacetan dan tundaan pada ruas-ruas jalan terutama di persimpangan

jalan. Kondisi semacam itu dapat berlangsung pada saat-saat jam sibuk

(peak hour), yaitu pada jam keberangkatan menuju kantor dan sekolah

(06.00 – 07.00 WIB), jam pulang sekolah (12.30 – 14.00 WIB) maupun

jam pulang kantor (16.00 – 17.00 WIB). Fenomena kemacetan lalu lintas

di persimpangan terutama pada saat – saat peak hour dapat dijumpai salah

satunya di Surakarta.

Kota Surakarta merupakan kota pengemban beragam fungsi

(perdagangan, jasa, pariwisata, industri, pendidikan dan olahraga)

sehingga tingkat aksesbilitas dan mobilitas penduduk di dalam kota cukup

tinggi, hal ini mengakibatkan semakin peliknya pola pergerakan

masyarakatnya. Dalam mengantisipasi hal tersebut, pembangunan sarana

trasportasi di arahkan agar dapat berperan sebagai urat nadi kehidupan

ekonomi, sosial, budaya, politik dan keamanan sehingga dapat

memperlancar lalu lintas penumpang dan barang secara tertib, aman dan

lancar serta untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan data yang dimiliki Dishubkominfo Surakarta, jumlah

kendaran selalu meningkat setiap tahunnya, imbasnya lalu lintas di kota

Surakarta semakin sibuk dan padat yang menyebabkan biaya operasi

kendaraan dan waktu perjalanan bertambah, prosentase peningkatan

kendaraan di kota Surakarta meningkat 7,5 % per tahun. Namun, pada

tahun 2011 ke 2012 lalu volume kendaraan di Surakarta meningkat hingga

36 %. Jumlah kendaraan pada tahun 2012 menembus angka 443.845 unit

dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya sekitar 332.945 unit.

Salah satu upaya Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas

Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Surakarta

tengah mengembangkan sistem pengendali lalu lintas yang terpadu yang

Page 3: Atcs1 - Copy

dinamakan Area Traffic Control System (ATCS) dan diterapkan pada

persimpangan dengan memiliki tingkat volume lalu lintas yang tinggi,

tahap I – IV tahun 2006 – 2009 dan tahap V tahun 2010 dibantu oleh

Kementrian Perhubungan. Teknologi ATCS sendiri telah banyak

diterapkan di berbagi negara maju namun di Indonesia tidak setiap daerah

terpasang ATCS karena membutuhkan biaya operasional yang relatif

mahal. Dengan ATCS, maka dapat dijadikan sebagai sarana implementasi

transportasi hijau/green freight transport sehingga dapat meminimalisir

penggunaan bahan bakar pada kendaraan sekaligus dapat dilakukan upaya

menajemen rekayasa lalu lintas yang mengkoordinasikan semua titik –

titik persimpangan bersinyal melalui pusat kontrol ATCS, sehingga

diperoleh kondisi pergerakan lalu lintas secara efisien.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa

permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kinerja simpang dengan penerapan ATCS di kota

Surakarta untuk mengatasi konflik yang terjadi di persimpangan dilihat

dari kapasitas simpang dan derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan

terhenti dan tundaaan berkenaan dengan manajemen simpang bersinyal.

2. Apakah tundaan pada simpang dengan penerapan ATCS di kota

Surakarta bepengaruh terhadap kebutuhan bahan bakar minyak.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengevaluasi kinerja pesimpangan di kota Surakarta berkenaan

dengan manajemen simpang bersinyal dilihat dari kapasitas simpang dan

derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan terhenti dan tundaaan.

2. Untuk mengetahui kebutuhan bahan bakar minyak yang dipengaruhi

oleh tundaan pada simpang dengan penerapan ATCS di kota Surakarta.

Page 4: Atcs1 - Copy

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan informasi

kepada masyarakat tentang kelayakan ATCS yang dapat monitoring

kondisi dan status simpang secara terpusat, sehingga antisipasif terhadap

dinamika lalu lintas di kota Surakarta. Bagi pihak pengambil keputusan

diharapkan dapat memberikan acuan mengenai kinerja simpang dengan

penerapan ATCS berdasarkan konsumsi bahan bakar minyak yang

dipengaruhi oleh tundaan, sehingga dapat dilakukan suatu tindakan untuk

mengoptimalkan kinerja simpang di kota Surakarta.

E. Batasan Penelitian

Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu meluas, maka dalam

penelitian ini hanya akan membahas tentang:

1. ATCS yang ada di kota Surakarta dan peranannya sebagai monitoring

dan kendali simpang.

2. Data Primer penelitian diperoleh dari salah satu titik simpang bersinyal

yang terpasang ATCS di kota Surakarta.

3. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perhubungan dan Komunikasi

(DISHUBKOMINFO) kota Surakarta.

4. Dalam menganalisa kinerja persimpangan ini sesuai dengan syarat

teknis simpang bersinyal menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (

MKJI ) 1997.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis ini dengan judul EVALUASI PERBAIKAN

KINERJA PERSIMPANGAN DENGAN MENERAPKAN AREA

TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) TERHADAP PEMAKAIAN

BAHAN BAKAR MINYAK DI KOTA SURAKARTA belum pernah

dilakukan di Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Muhammadiyah Surakarta, sehingga penelitian ini merupakan penelitian

yang baru pertama kali dilakukan.

Page 5: Atcs1 - Copy

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya mengenai kinerja simpang yang digunakan

sebagai tinjauan pustaka adalah:

1. ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SIMPANG

BANGKONG DAN SIMPANG MILO SEMARANG

BERDASARKAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK oleh

Eko Nugroho Julianto, 2007.

Simpang di Kota Semarang sebagian besar merupakan

simpang sebidang, sehingga akan menyebabkan terjadinya konflik

yang menimbulkan beberapa permasalahan lalu lintas seperti

kemacetan. Untuk mengurangi atau meminimalkan konflik tersebut,

simpang- simpang yang ada di atur dengan menggunakan Alat Pemberi

Isyarat Lalu Lintas (APILL). Maksud dari penelitian ini adalah untuk

menganalis variabel kinerja persimpangan dengan lampu lalu lintas.

Variabel kinerja simpang tersebut adalah waktu hilang, kapasitas

simpang dan derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan terhenti

dan tundaan. Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini secara

khusus adalah menampilkan kinerja simpang yang dikaitkan dengan

kebutuhan bahan bakar minyak.

Penelitian ini akan menganalisis variabel kinerja simpang dengan

menggunakan MKJI yang dilakukan dalam kondisi awal dan terbangun

untuk waktu puncak pagi dan kondisi awal pada waktu puncak siang

dan sore. Pada pendekatan MKJI, variabelnya adalah ukuran kota,

geometrik, arah arus, volume, kecepatan dan fase. Setelah dilakukan

analisis akan diperoleh variabel kinerja simpang dengan lampu lalu

lintas yang meliputi derajat kejenuhan, panjang antrian, jumlah waktu

henti dan tundaan. Untuk melakukan analisis kebutuhan bahan bakar

minyak variabel kinerja simpang bersinyal yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tundaan.

Page 6: Atcs1 - Copy

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa pengaturan

lalu lintas yang dilakukan saat ini sudah dapat membantu pengguna

jalan untuk melakukan penghematan bahan bakar minyak meskipun

belum maksimal. Kebutuhan bahan bakar minyak untuk menempuh

ruas jalan Brigjen Katamso yang terletak diantara Simpang Milo dan

Simpang Bangkong dari arah timur ke barat maupun dari barat ke

timur pada kondisi awal memerlukan bahan bakar minyak sebesar

yaitu 0,533 liter/smp pada tundaan total sebesar 1298,92 detik/smp.

Sedangkan untuk waktu puncak pagi pada kondisi terbangun dengan

memerlukan bahan bakar minyak sebanyak 0,078 liter/smp pada

tundaan total sebesar 128,28 detik/smp untuk arah timur ke barat.

Kebutuhan bahan bakar minyak pada waktu puncak siang untuk arah

gerakan dari timur ke barat maupun dari arah barat ke timur dengan

total tundaan yang terjadi sebesar 194,35 detik/smp adalah sebesar

0,104 liter/smp untuk waktu puncak siang dan total tundaan 186,49

detik/smp adalah sebesar 0,101 liter/smp untuk waktu puncak sore.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis yang disampaikan

dalam penelitian ini terbukti dimana konsumsi bahan bakar minyak

bagi kendaraan yang lewat dua simpang bersinyal lebih kecil

dibandingkan dengan rute alihan. Rekomendasi yang disampaikan

untuk untuk meningkatkan kinerja Simpang Bangkong dan Simpang

Milo adalah dengan melaksanakan pengaturan lalu lintas satu arah

untuk arah timur ke barat pada jalan Brigjen Katamso selama satu

hari penuh. Rekomendasi ini muncul dengan pertimbangan

memberikan kemudahan akses menuju ke pusat kota dan banyaknya

pilihan jalur untuk meninggalkan pusat kota menuju ke arah timur.

2. STUDI AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) PADA

PERSIMPANGAN DI KOTA MALANG(JALAN A. YANI – L. A.

SUCIPTO – BOROBUDUR) oleh Mahyudi Noor, 2007.

Area Traffic Control System (ATCS) adalah suatu sistem pengendalian

simpang lalu lintas jalan raya dengan menggunakan lampu lalu lintas

Page 7: Atcs1 - Copy

(traffic light) dimana pengaturan lampu lalu lintas pada masing-masing

simpang saling terkoordinasi, sehingga pengguna jalan (kendaraan)

mendapatkan tundaan yang minimum. Dengan penerapan ATCS atau

lampu lalu lintas terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi pergerakan

dan akan meningkatkan kapasitas simpang untuk melayani lalu lintas,

waktu perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat resiko

kecelakaan bagi pengendara dan kesempatan juga keselamatan yang

lebih tinggi bagi pejalan kaki/penyeberang jalan serta kenyamanan

pengguna jalan yang lebih baik. ATCS sangat baik diterapkan pada

persimpangan yang mempunyai banyak titik konflik pergerakan lalu

lintas dan volume lalu lintas yang cukup tinggi, seperti persimpangan

jalan A. Yani – L.A. Sucipto – Borobudur di Kota Malang. Tujuan

dari studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas dan

tingkat kemacetan (jam sibuk dan tidak sibuk) serta analisa kinerja

pada persimpangan jalan A.Yani – L.A. Sucipto – Borobudur sehingga

dapat menjadi acuan dalam mengoptimalkan pengendalian simpang

dengan sistem lampu lalu lintas terkoordinasi (ATCS). Sesuai dengan

uraian diatas, maka tahap awal yang dilakukan adalah survei kondisi

eksisting simpang (geometrik), survei volume lalu lintas dan fase

perwaktuan dari masing-masing arah lalu lintas yang selanjutnya

dianalisa untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas dan tingkat

kinerja persimpangan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa karakteristik

volume lalu lintas pada persimpangan jalan A.Yani – L.A. Sucipto –

Borobudur sangat bervariasi. Ini bisa dilihat dari volume lalu lintas

yang relatif tinggi pada persimpangan tersebut dan pada jam senggang

volume lalu lintas masih sangat rendah. Sedangkan tingkat kinerja

persimpangan masih kurang optimal, hal ini dapat dilihat dengan

besarnya tundaan simpang rata-rata yaitu 176,86 det/smp. Sedangkan

dengan diterapkannya ATCS berhasil meminimumkan tundaan sampai

dengan 40% yaitu sebesar 107,24 det/smp pada persimpangan jalan A.

Yani – L.A. Sucipto – Borobudur. Selanjutnya untuk menganalisis

Page 8: Atcs1 - Copy

ATCS ditampilkan dalam bentuk gambar-gambar rencana dalam

format Autocad 2005 for Windows.

B. Pengertian Persimpangan Jalan

Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau

lebih ruas jalan (link) saling bertemu/berpotongan yang mencangkup

fasilitas jalur jalan (roadway) dan tepi jalan (roadside), dimana lalu lintas

dapat bergerak didalamnya (Haryanto, J., 2004). Persimpangan ini

merupakan bagian terpenting dari jalan raya sebab sebagian besar dari

efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan, biaya operasi, waktu perjalanan,

keamanan dan kenyamanan akan tergantung pada perencanaan

persimpangan tersebut. Setiap persimpangan mencangkup lalu lintas

menerus dan lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih dari

kaki persimpangan dan mencangkup juga pergerakan perputaran.

Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan berbagai cara, bergantung pada

jenis persimpangannnya. Dari sifat dan tujuan gerakan didaerah

persimpangan, dikenal beberapa bentuk alih gerak yaitu: Diverging

(memisah), Merging (menggabung), Crossing (memotong), Weaving

(menyilang).

C. Simpang Bersinyal

Oglesby dan Hick, 1982 (dalam Wishnukoro, 2008) menulis,

Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal . Sinyal

adalah semua peralatan pengatur yang menggunakan tenaga listrik, rambu

dan marka jalan untuk mengarahkan atau memperingatkan pengemudi

kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan kaki.

D. Kinerja Simpang

Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai

ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas

Page 9: Atcs1 - Copy

simpang, pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan,

kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, peluang antrian, panjang

antrian atau rasio kendaraan berhenti.

E. Volume Lalulintas

Volume lalulintas menurut MKJI 1997 adalah jumlah kendaraan

yang lewat pada suatu jalan dalam satuan waktu (hari, jam, menit).

Volume lalulintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang

lebih besar. Satuan volume lalulintas yang digunakan sehubungan dengan

analisis panjang antrian adalah volume jam perencanaan (VJP) dan

kapasitas.

F. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan menunjukkan rasio arus lalulintas pada pendekat

tersebut terhadap kapasitas. Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat

menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi lalulintas puncak (MKJI

1997).

G. Panjang Antrian

Panjang antrian merupakan jumlah kendaraan yang antri dalam

suatu lengan/pendekat. Panjang antrian diperoleh dari perkalian jumlah

rata-rata antrian(smp) pada awal sinyal dengan luas rata-rata yang

digunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk simpang

(MKJI 1997).

H. ATCS Surakarta

ATCS adalah sebuah sistem pengaturan lalu lintas bersinyal

terkoordinasi yang diatur mencakup satu wilayah secara

terpusat. Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub)

Surakarta tengah mengembangkan sistem pengendali lalu lintas yang

Page 10: Atcs1 - Copy

terpadu untuk memantau situasi dan kondisi lalu lintas di kota Solo.

Melalui ruang kendali (CC room) yang dinamakan Area Traffic Control

System (ATCS), pengendalian sistem lalu lintas bisa dilakukan secara

remote. Komponen yang dikendalikan ATCS kota Surakarta mencakup

beberapa aspek seperti:

a. Alat Pengatur Isyarat Lalu Lintas(APILL) atau yang sering juga

disebut dengan traffic Light yang pintar, terkoordinasi antar

persimpangan dan penetapan waktu dioptimasi melalui program

canggih, serta pemberian prioritas kepada angkutan massal.Terdapat

51 buah APILL yang telah dipasang dan terpantau melalui CC room

di kantor Dinas Perhubungan Surakarta.

b. Pedestrian Light Controlled (Pelican Crossing).

c. VMS (Variable Messages Sign).

Page 11: Atcs1 - Copy

III. LANDASAN TEORI

A. MKJI 1997

Manual Kapasitas Jalan Indonesia adalah suatu sistem yang

disusun sebagai suatu metode efektif yang berfungsi untuk perancangan dan

perencanaan manajemen lalu lintas yang direncanakan terutama agar pengguna

dapat memperkirakan perilaku lalu lintas dari suatu fasilitas pada kondisi lalu

lintas, geometrik dan keadaan lingkungan tertentu, sehingga diharapkan dapat

membantu untuk mengatasi permasalahan seputar kondisi lalu lintas di jalan

perkotaan. MKJI 1997 juga memuat pedoman teknik lalu lintas yang

menyarankan pengguna sehubungan dengan pemilihan tipe fasilitas dan

rencana sebelum memulai prosedur perhitungan rincian untuk rnenentukan

perilaku 1alu lintasnya.

B. Prosedur Perhitungan Simpang Bersinyal

a. Kondisi Geometrik Pengaturan Lalu Lintas dan Kondisi Lingkungan

Perhitungan dikerjakan sebagai kapasitas simpang, tipe jalan dapat

berupa komersial, pemukiman atau akses.

b. Kondisi Arus Lalu Lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih

periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam

puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan

(belok kiri QLT, lurus QST dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan

per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan

menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing

pendekat terlindung, dan terlawan.

Sumber : MKJI 1997

Page 12: Atcs1 - Copy

(smp/jam) Total

)LT(smp/jamPLT

(smp/jam) Total

)RT(smp/jamPRT

Rasio kendaraan belok kiri ( PLT ) dan rasio kendaraan belok kanan ( PRT )

ditentukan melalui persamaan berikut :

Dimana : LT = arus belok kiri

RT = arus belok kanan

c. Fase Sinyal

1. Waktu antar hijau dan waktu hilang

Waktu antar hijau adalah periode setelah hijau sampai akan hijau lagi

pada satu pendekat. Waktu antar hijau dihasilkan dari perhitungan

waktu merah semua.

dimana: LEV, LAV = Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-

masing untuk kendaraan yang berangkat dan

yang datang (m).

IEV = Panjang kendaraan yang berangkat (m).

VEV, VAV = Kecepatan masing-masing untuk kendaraan

yang berangkat dan yang datang (m/det).

Apabila waktu merah semua untuk masing-masing perubahan fase telah

ditetapkan, maka waktu hilang total (LTI) dapat dihitung sebagai

jumlah waktu antar hijau.

Waktu kuning pada sinyal-sinyal lalu lintas di Indonesia biasanya 3

detik.

2. Perhitungan waktu siklus sebelum penyesuaian

Waktu siklus sebelum penyesuaian ( Cua) dihitung menggunakan rumus

berikut :

dimana:

Page 13: Atcs1 - Copy

Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det).

LTI = Waktu hilang total per siklus (det).

IFR = Rasio arus simpang (FRCRIT).

3. Perhitungan waktu hijau

Waktu hijau untuk masing-masing tase dihitung dengan rumus:

dimana:

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (det).

Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det).

LTI = Waktu hilang total per siklus.

PRi = Rasio fase FRCRIT / (FRCRIT).

4. Perhitunganwaktu siklus yang disesuaikan (c)

Waktu siklus yang disesuaikan berdasrkan pada waktu hijau yang

diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang ditentukan dengan

rumus :

5. Perhitungan Kapasitas persimpangan

Untuk masing-masing pendekat pada persimpangan kapasitasnya dapat

dihitung dengan rumus :

6. Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas

untuk suatu pendekat. Derajat kejenuhan masing-masing pendekat,

ditentukan dengan rumus :

7. Panjang antrian

a. Menghitung jumlah antrian smp (NQ1) yang tersisa dari fase hijau

sebelumnya.

Page 14: Atcs1 - Copy

Untuk DS > 0,5 :

Untuk DS 0,5 : NQ1=0

dimana :

NQ1 : Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

DS : Derajat kejenuhan

GR : Rasio hijau

C : Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh dikalikan rasio hijau (SxGR)

Grafik 3.1. Jumlah Kendaraan Antri (smp) yang Tersisa

dengan Derajat Kejenuhan

b. Menghitung jumlah antrian smp yang datang selama fase merah

(NQ2)

Dimana :

NQ2 = Jumlah smp yang datang selama rase merah.

DS = Derajat kejenuhan.

GR = Rasio hijau.

C = Waktu siklus (det).

QMASUK = Arus lalu lintels pada tempat masuk diluar LTOR (smp/ jam).

Page 15: Atcs1 - Copy

Jumlah kendaraan antri dapat dihitung dengan menjumlahkan NQ1 dan

NQ2 .

menyesuaikan NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya

pembebanan lebih POL (%), dan masukkan hasil nilai NQMAX. Untuk

perancangan dan perencanaan disarankan POL 5%, untuk operasi suatu

nilai POL = 5-10% mungkin dapat diterima.

Grafik 3.2. Hubungan antara Jumlah Antrian Maksimum (NQmax )

dengan Jumlah Antrian Rata- rata (NQ)

Menghitung panjang antrian (QL) degan mengalikan NQMAX dengan

luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) kemudian bagilah

dengan lebar masuknya.

Dimana :

QL = Panjang antrian ( m ).

NQ MAX = Jumlah antrian yang disesuaikan ( smp ).

20 = Asumsi luas rata - rata yang dipergunakan per smp.

Page 16: Atcs1 - Copy

8. Tundaan

Adalah waktu rnenunggu yang disebabkan interaksi lalu lintas dengan

gerakan lalu lintas yang bertentangan. Dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana :

DT = Tundaan lalu lintas rata - rata (det/ smp).

c = Waktu siklus (det).

GR = Rasio hijau (g/c).

DS = Derajat Kejenuhan.

C = Kapasitas (smp/ jam).

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.

Grafik 3.3. Penetapan Tundaan Lalulintas Rata – rata (DT)

Page 17: Atcs1 - Copy

d. Level Of Service (LOS)

Pada umumnya tujuan dari adanya tingkat pelayanan adalah untuk melayani

seluruh kebutuhan lalu lintas (demand) dengan sebaik mungkin. Baiknya

pelayanan dapat dinyatakan dalam tingkat pelayanan (Level Of Service).

Level Of Service (LOS) merupakan ukuran kualitas sebagai rangkaian dari

beberapa faktor yang mencakup kecepatan kendaraan dan waktu pejalanan,

interupsi lalu lintas, kebebasan untuk manuver, keamanan, kenyamanan

mengemudi, dan ongkos operasi (operation cost), sehingga LOS sebagai

tolak ukur kualitas suatu kondisi lain lintas, maka volume pelayanan harus

kurang dari kapasitas jalan itu sendiri. LOS yang tinggi didapatkan apabila

cycle time-nya pendek, sebab cycle time yang pendek akan menghasilkan

delay yang kecil. Menurut Dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan,1997

klasifikasi pelayanannya LOS dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu :

1. Tingkat Pelayanan A.

a. Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan.

b. Volume kepadatan lalu lintas rendah.

c. Kecepatan kendaraan ditentukan oleh pengemudi.

2. Tingkat Pelayanan B.

a. Arus lalu lintas stabil.

b. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, tetapi tetap dapat

dipilih sesuai kehendak pengemudi.

3. Tingkat Pelayanan C.

a. Arus lalu lintas stabil.

b. Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh

besarnya volume lalu lintas sehingga pegemudi tidak dapat lagi memilih

kecepatan yang diinginkan.

4. Tingkat Pelayanan D.

a. Arus lalu lintas mulai memasuki arus tidak stabil

b. Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan

perjalanan.

Page 18: Atcs1 - Copy

5. Tingkat Pelayanan E.

a. Arus lalu lintas sudah tidak stabil.

b. Volume kira-kira sama dengan kapasitas

c. Sering terjadi kemacetan.

6. Tingkat Pelayanan F.

a. Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah.

b. Sering terjadi kemacetan total.

Tingkat tundaan dapat digunakan sebagai indikator tingkat

pelayanan, baik untuk setiap pendekat maupun seluruh persimpangan.

Kaitan antara tingkat pelayanan dan lamanya tundaan adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.1. Tundaan Berhenti pada Berbagai Tingkat Pelayanan (LOS)

Sumber : Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan

Berdiri Sendiri dengan APILL, 1996.

C. Area Traffic Control System (ATCS)

ATCS adalah sebuah sistem pengaturan lalu lintas bersinyal

terkoordinasi yang diatur mencakup satu wilayah secara terpusat. Dengan

ATCS maka dapat dilakukan upaya manajemen rekayasa lalu lintas yang

mengkoordinasikan semua titik-titik persimpangan bersinyal melalui pusat

kontrol ATCS, sehingga diperoleh suatu kondisi pergerakan lalu lintas secara

efisien. Teknologi ATCS sendiri telah banyak diterapkan di berbagai kota-kota

besar di negara-negara maju.

Dengan ATCS, penataan siklus lampu lalu lintas dilakukan berdasar

input data lalu lintas yang diperoleh secara real time melalui kamera CCTV

pemantau lalu lintas pada titik-titik persimpangan.

Page 19: Atcs1 - Copy

Gambar 3.1. Cara Kerja ATCS

Penentuan waktu siklus lampu persimpangan dapat diubah berkali-

kali dalam satu hari sesuai kebutuhan lalu lintas paling efisien yang mencakup

keseluruhan wilayah tersebut. Untuk itu maka pengoperasian ATCS diatur

dengan sebuah sistem kontrol terpadu yang melibatkan beberapa komponen

berupa :

1.Pengatur arus persimpangan berupa lampu lalu lintas

2.Penginput data lalu lintas berupa kamera CCTV pemantau

3.Pengirim data berupa jaringan kabel data atau pemancar gelombang

4.Software sistem ATCS

5.Ruang kontrol (Central Control Room) ATCS plus operatornya

Gambar 3.1. ATCS Surakarta pada tahun 2006

Page 20: Atcs1 - Copy

IV. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang dipakai pada penelitian ini seperti yang disebutkan

berikut :

a. Metode Penentuan Subyek

Maksud penentuan subyek ini adalah variabel yang dapat dijadikan sasaran

dalam penelitian. Beberapa variabel tersebut adalah kondisi geometrik

simpang, kondisi lingkungan, pengaturan lalulintas, volume lalulintas,

jumlah pendekatan, fase sinyal, waktu siklus, klarifikasi kendaraan dan

periode pengamatan.

b. Metode Studi Pustaka

Studi pustaka diperlukan sebagai acuan penelitian setelah subyek

ditentukan. Studi pustaka juga merupakan landasan teori bagi penelitian

yang mengacu pada buku-buku, pendapat, dan teori-teori yang

berhubungan dengan penelitian.

c. Survey Pendahuluan dan Pemilihan Lokasi

Mengamati beberapa persimpangan yang ada secara visual (kondisi

geometrik, komposisi kendaraan, dan fasilitas jalan), dan akhirnya dipilih

simpang empat Jl. Jendral Sudirman karena pada simpang tersebut sudah

terpasang ATCS dan sering terjadi permasalahan yang menyangkut

perilaku lalulintas.

B. Tahapan Penelitian

Secara umum dapat dilihat pada bagan alir seperti pada gambar IV.1

Page 21: Atcs1 - Copy

YES

Gambar IV.1. Bagan Alir Penelitian

Pengumpulan Data Sekunder

DISHUBKOMINFO

Kelayakan ATCS

DS ≥ 0,5

Page 22: Atcs1 - Copy

DAFTAR PUSTAKA

1. ____________, 1996, Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di

Persimpangan Berdiri Sendiri dengan APILL – Departemen Pekerjaan Umum.

2. ____________, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jendral

Bina Marga Indonesia – Departemen Pekerjaan Umum.

3. Hobbs, F. D., 1995, PERENCANAAN DAN TEKNIK LALU LINTAS, Edisi

ke-2 (Terjemahan), Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.

4. Haryanto, Jono, 2004, PERENCANAAN PERSIMPANGAN SEBIDANG

JALAN RAYA, JTS, FTSPUSU, Sumatra Utara.

5. Oglesby, C. H., Hicks, R. G. 1982. TEKNIK JALAN RAYA, Edisi ke-4

(terjemahan), Erlangga, Jakarta.

6. Wishnukoro, 2008, ANALISIS SIMPANG EMPAT TAK BERSINYAL

DENGAN MENGGUNAKAN MANAJEMEN LALU LINTAS, Tugas Akhir,

JTS, FTSPUII, Yogyakarta.