atcs1 - copy
TRANSCRIPT
![Page 1: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/1.jpg)
EVALUATION OF INTERSECTION PERFORMACE BY
AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) APLICATION TOWARD
FUEL CONSUMPTION IN SURAKARTA CITY
Presented in partial fulfillment of the requirements
for the degree Bachelor of Civil Engineering
BY:
Alfia Magfirona D 100 102 004
CIVIL ENGINEERING DEPARTEMENT
ENGINEERING FACULTY
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA
June, 2013
![Page 2: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/2.jpg)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri lagi saat ini hampir setiap kota besar di
dunia dihadapkan pada problem transportasi yang serius, antara lain adalah
kemacetan dan tundaan pada ruas-ruas jalan terutama di persimpangan
jalan. Kondisi semacam itu dapat berlangsung pada saat-saat jam sibuk
(peak hour), yaitu pada jam keberangkatan menuju kantor dan sekolah
(06.00 – 07.00 WIB), jam pulang sekolah (12.30 – 14.00 WIB) maupun
jam pulang kantor (16.00 – 17.00 WIB). Fenomena kemacetan lalu lintas
di persimpangan terutama pada saat – saat peak hour dapat dijumpai salah
satunya di Surakarta.
Kota Surakarta merupakan kota pengemban beragam fungsi
(perdagangan, jasa, pariwisata, industri, pendidikan dan olahraga)
sehingga tingkat aksesbilitas dan mobilitas penduduk di dalam kota cukup
tinggi, hal ini mengakibatkan semakin peliknya pola pergerakan
masyarakatnya. Dalam mengantisipasi hal tersebut, pembangunan sarana
trasportasi di arahkan agar dapat berperan sebagai urat nadi kehidupan
ekonomi, sosial, budaya, politik dan keamanan sehingga dapat
memperlancar lalu lintas penumpang dan barang secara tertib, aman dan
lancar serta untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan data yang dimiliki Dishubkominfo Surakarta, jumlah
kendaran selalu meningkat setiap tahunnya, imbasnya lalu lintas di kota
Surakarta semakin sibuk dan padat yang menyebabkan biaya operasi
kendaraan dan waktu perjalanan bertambah, prosentase peningkatan
kendaraan di kota Surakarta meningkat 7,5 % per tahun. Namun, pada
tahun 2011 ke 2012 lalu volume kendaraan di Surakarta meningkat hingga
36 %. Jumlah kendaraan pada tahun 2012 menembus angka 443.845 unit
dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya sekitar 332.945 unit.
Salah satu upaya Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Surakarta
tengah mengembangkan sistem pengendali lalu lintas yang terpadu yang
![Page 3: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/3.jpg)
dinamakan Area Traffic Control System (ATCS) dan diterapkan pada
persimpangan dengan memiliki tingkat volume lalu lintas yang tinggi,
tahap I – IV tahun 2006 – 2009 dan tahap V tahun 2010 dibantu oleh
Kementrian Perhubungan. Teknologi ATCS sendiri telah banyak
diterapkan di berbagi negara maju namun di Indonesia tidak setiap daerah
terpasang ATCS karena membutuhkan biaya operasional yang relatif
mahal. Dengan ATCS, maka dapat dijadikan sebagai sarana implementasi
transportasi hijau/green freight transport sehingga dapat meminimalisir
penggunaan bahan bakar pada kendaraan sekaligus dapat dilakukan upaya
menajemen rekayasa lalu lintas yang mengkoordinasikan semua titik –
titik persimpangan bersinyal melalui pusat kontrol ATCS, sehingga
diperoleh kondisi pergerakan lalu lintas secara efisien.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa
permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kinerja simpang dengan penerapan ATCS di kota
Surakarta untuk mengatasi konflik yang terjadi di persimpangan dilihat
dari kapasitas simpang dan derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan
terhenti dan tundaaan berkenaan dengan manajemen simpang bersinyal.
2. Apakah tundaan pada simpang dengan penerapan ATCS di kota
Surakarta bepengaruh terhadap kebutuhan bahan bakar minyak.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengevaluasi kinerja pesimpangan di kota Surakarta berkenaan
dengan manajemen simpang bersinyal dilihat dari kapasitas simpang dan
derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan terhenti dan tundaaan.
2. Untuk mengetahui kebutuhan bahan bakar minyak yang dipengaruhi
oleh tundaan pada simpang dengan penerapan ATCS di kota Surakarta.
![Page 4: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/4.jpg)
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada masyarakat tentang kelayakan ATCS yang dapat monitoring
kondisi dan status simpang secara terpusat, sehingga antisipasif terhadap
dinamika lalu lintas di kota Surakarta. Bagi pihak pengambil keputusan
diharapkan dapat memberikan acuan mengenai kinerja simpang dengan
penerapan ATCS berdasarkan konsumsi bahan bakar minyak yang
dipengaruhi oleh tundaan, sehingga dapat dilakukan suatu tindakan untuk
mengoptimalkan kinerja simpang di kota Surakarta.
E. Batasan Penelitian
Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu meluas, maka dalam
penelitian ini hanya akan membahas tentang:
1. ATCS yang ada di kota Surakarta dan peranannya sebagai monitoring
dan kendali simpang.
2. Data Primer penelitian diperoleh dari salah satu titik simpang bersinyal
yang terpasang ATCS di kota Surakarta.
3. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perhubungan dan Komunikasi
(DISHUBKOMINFO) kota Surakarta.
4. Dalam menganalisa kinerja persimpangan ini sesuai dengan syarat
teknis simpang bersinyal menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (
MKJI ) 1997.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis ini dengan judul EVALUASI PERBAIKAN
KINERJA PERSIMPANGAN DENGAN MENERAPKAN AREA
TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) TERHADAP PEMAKAIAN
BAHAN BAKAR MINYAK DI KOTA SURAKARTA belum pernah
dilakukan di Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, sehingga penelitian ini merupakan penelitian
yang baru pertama kali dilakukan.
![Page 5: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/5.jpg)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya mengenai kinerja simpang yang digunakan
sebagai tinjauan pustaka adalah:
1. ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SIMPANG
BANGKONG DAN SIMPANG MILO SEMARANG
BERDASARKAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK oleh
Eko Nugroho Julianto, 2007.
Simpang di Kota Semarang sebagian besar merupakan
simpang sebidang, sehingga akan menyebabkan terjadinya konflik
yang menimbulkan beberapa permasalahan lalu lintas seperti
kemacetan. Untuk mengurangi atau meminimalkan konflik tersebut,
simpang- simpang yang ada di atur dengan menggunakan Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL). Maksud dari penelitian ini adalah untuk
menganalis variabel kinerja persimpangan dengan lampu lalu lintas.
Variabel kinerja simpang tersebut adalah waktu hilang, kapasitas
simpang dan derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan terhenti
dan tundaan. Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini secara
khusus adalah menampilkan kinerja simpang yang dikaitkan dengan
kebutuhan bahan bakar minyak.
Penelitian ini akan menganalisis variabel kinerja simpang dengan
menggunakan MKJI yang dilakukan dalam kondisi awal dan terbangun
untuk waktu puncak pagi dan kondisi awal pada waktu puncak siang
dan sore. Pada pendekatan MKJI, variabelnya adalah ukuran kota,
geometrik, arah arus, volume, kecepatan dan fase. Setelah dilakukan
analisis akan diperoleh variabel kinerja simpang dengan lampu lalu
lintas yang meliputi derajat kejenuhan, panjang antrian, jumlah waktu
henti dan tundaan. Untuk melakukan analisis kebutuhan bahan bakar
minyak variabel kinerja simpang bersinyal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tundaan.
![Page 6: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/6.jpg)
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa pengaturan
lalu lintas yang dilakukan saat ini sudah dapat membantu pengguna
jalan untuk melakukan penghematan bahan bakar minyak meskipun
belum maksimal. Kebutuhan bahan bakar minyak untuk menempuh
ruas jalan Brigjen Katamso yang terletak diantara Simpang Milo dan
Simpang Bangkong dari arah timur ke barat maupun dari barat ke
timur pada kondisi awal memerlukan bahan bakar minyak sebesar
yaitu 0,533 liter/smp pada tundaan total sebesar 1298,92 detik/smp.
Sedangkan untuk waktu puncak pagi pada kondisi terbangun dengan
memerlukan bahan bakar minyak sebanyak 0,078 liter/smp pada
tundaan total sebesar 128,28 detik/smp untuk arah timur ke barat.
Kebutuhan bahan bakar minyak pada waktu puncak siang untuk arah
gerakan dari timur ke barat maupun dari arah barat ke timur dengan
total tundaan yang terjadi sebesar 194,35 detik/smp adalah sebesar
0,104 liter/smp untuk waktu puncak siang dan total tundaan 186,49
detik/smp adalah sebesar 0,101 liter/smp untuk waktu puncak sore.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis yang disampaikan
dalam penelitian ini terbukti dimana konsumsi bahan bakar minyak
bagi kendaraan yang lewat dua simpang bersinyal lebih kecil
dibandingkan dengan rute alihan. Rekomendasi yang disampaikan
untuk untuk meningkatkan kinerja Simpang Bangkong dan Simpang
Milo adalah dengan melaksanakan pengaturan lalu lintas satu arah
untuk arah timur ke barat pada jalan Brigjen Katamso selama satu
hari penuh. Rekomendasi ini muncul dengan pertimbangan
memberikan kemudahan akses menuju ke pusat kota dan banyaknya
pilihan jalur untuk meninggalkan pusat kota menuju ke arah timur.
2. STUDI AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) PADA
PERSIMPANGAN DI KOTA MALANG(JALAN A. YANI – L. A.
SUCIPTO – BOROBUDUR) oleh Mahyudi Noor, 2007.
Area Traffic Control System (ATCS) adalah suatu sistem pengendalian
simpang lalu lintas jalan raya dengan menggunakan lampu lalu lintas
![Page 7: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/7.jpg)
(traffic light) dimana pengaturan lampu lalu lintas pada masing-masing
simpang saling terkoordinasi, sehingga pengguna jalan (kendaraan)
mendapatkan tundaan yang minimum. Dengan penerapan ATCS atau
lampu lalu lintas terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi pergerakan
dan akan meningkatkan kapasitas simpang untuk melayani lalu lintas,
waktu perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat resiko
kecelakaan bagi pengendara dan kesempatan juga keselamatan yang
lebih tinggi bagi pejalan kaki/penyeberang jalan serta kenyamanan
pengguna jalan yang lebih baik. ATCS sangat baik diterapkan pada
persimpangan yang mempunyai banyak titik konflik pergerakan lalu
lintas dan volume lalu lintas yang cukup tinggi, seperti persimpangan
jalan A. Yani – L.A. Sucipto – Borobudur di Kota Malang. Tujuan
dari studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas dan
tingkat kemacetan (jam sibuk dan tidak sibuk) serta analisa kinerja
pada persimpangan jalan A.Yani – L.A. Sucipto – Borobudur sehingga
dapat menjadi acuan dalam mengoptimalkan pengendalian simpang
dengan sistem lampu lalu lintas terkoordinasi (ATCS). Sesuai dengan
uraian diatas, maka tahap awal yang dilakukan adalah survei kondisi
eksisting simpang (geometrik), survei volume lalu lintas dan fase
perwaktuan dari masing-masing arah lalu lintas yang selanjutnya
dianalisa untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas dan tingkat
kinerja persimpangan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa karakteristik
volume lalu lintas pada persimpangan jalan A.Yani – L.A. Sucipto –
Borobudur sangat bervariasi. Ini bisa dilihat dari volume lalu lintas
yang relatif tinggi pada persimpangan tersebut dan pada jam senggang
volume lalu lintas masih sangat rendah. Sedangkan tingkat kinerja
persimpangan masih kurang optimal, hal ini dapat dilihat dengan
besarnya tundaan simpang rata-rata yaitu 176,86 det/smp. Sedangkan
dengan diterapkannya ATCS berhasil meminimumkan tundaan sampai
dengan 40% yaitu sebesar 107,24 det/smp pada persimpangan jalan A.
Yani – L.A. Sucipto – Borobudur. Selanjutnya untuk menganalisis
![Page 8: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/8.jpg)
ATCS ditampilkan dalam bentuk gambar-gambar rencana dalam
format Autocad 2005 for Windows.
B. Pengertian Persimpangan Jalan
Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau
lebih ruas jalan (link) saling bertemu/berpotongan yang mencangkup
fasilitas jalur jalan (roadway) dan tepi jalan (roadside), dimana lalu lintas
dapat bergerak didalamnya (Haryanto, J., 2004). Persimpangan ini
merupakan bagian terpenting dari jalan raya sebab sebagian besar dari
efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan, biaya operasi, waktu perjalanan,
keamanan dan kenyamanan akan tergantung pada perencanaan
persimpangan tersebut. Setiap persimpangan mencangkup lalu lintas
menerus dan lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih dari
kaki persimpangan dan mencangkup juga pergerakan perputaran.
Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan berbagai cara, bergantung pada
jenis persimpangannnya. Dari sifat dan tujuan gerakan didaerah
persimpangan, dikenal beberapa bentuk alih gerak yaitu: Diverging
(memisah), Merging (menggabung), Crossing (memotong), Weaving
(menyilang).
C. Simpang Bersinyal
Oglesby dan Hick, 1982 (dalam Wishnukoro, 2008) menulis,
Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal . Sinyal
adalah semua peralatan pengatur yang menggunakan tenaga listrik, rambu
dan marka jalan untuk mengarahkan atau memperingatkan pengemudi
kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan kaki.
D. Kinerja Simpang
Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai
ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas
![Page 9: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/9.jpg)
simpang, pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan,
kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, peluang antrian, panjang
antrian atau rasio kendaraan berhenti.
E. Volume Lalulintas
Volume lalulintas menurut MKJI 1997 adalah jumlah kendaraan
yang lewat pada suatu jalan dalam satuan waktu (hari, jam, menit).
Volume lalulintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang
lebih besar. Satuan volume lalulintas yang digunakan sehubungan dengan
analisis panjang antrian adalah volume jam perencanaan (VJP) dan
kapasitas.
F. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan menunjukkan rasio arus lalulintas pada pendekat
tersebut terhadap kapasitas. Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat
menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi lalulintas puncak (MKJI
1997).
G. Panjang Antrian
Panjang antrian merupakan jumlah kendaraan yang antri dalam
suatu lengan/pendekat. Panjang antrian diperoleh dari perkalian jumlah
rata-rata antrian(smp) pada awal sinyal dengan luas rata-rata yang
digunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk simpang
(MKJI 1997).
H. ATCS Surakarta
ATCS adalah sebuah sistem pengaturan lalu lintas bersinyal
terkoordinasi yang diatur mencakup satu wilayah secara
terpusat. Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub)
Surakarta tengah mengembangkan sistem pengendali lalu lintas yang
![Page 10: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/10.jpg)
terpadu untuk memantau situasi dan kondisi lalu lintas di kota Solo.
Melalui ruang kendali (CC room) yang dinamakan Area Traffic Control
System (ATCS), pengendalian sistem lalu lintas bisa dilakukan secara
remote. Komponen yang dikendalikan ATCS kota Surakarta mencakup
beberapa aspek seperti:
a. Alat Pengatur Isyarat Lalu Lintas(APILL) atau yang sering juga
disebut dengan traffic Light yang pintar, terkoordinasi antar
persimpangan dan penetapan waktu dioptimasi melalui program
canggih, serta pemberian prioritas kepada angkutan massal.Terdapat
51 buah APILL yang telah dipasang dan terpantau melalui CC room
di kantor Dinas Perhubungan Surakarta.
b. Pedestrian Light Controlled (Pelican Crossing).
c. VMS (Variable Messages Sign).
![Page 11: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/11.jpg)
III. LANDASAN TEORI
A. MKJI 1997
Manual Kapasitas Jalan Indonesia adalah suatu sistem yang
disusun sebagai suatu metode efektif yang berfungsi untuk perancangan dan
perencanaan manajemen lalu lintas yang direncanakan terutama agar pengguna
dapat memperkirakan perilaku lalu lintas dari suatu fasilitas pada kondisi lalu
lintas, geometrik dan keadaan lingkungan tertentu, sehingga diharapkan dapat
membantu untuk mengatasi permasalahan seputar kondisi lalu lintas di jalan
perkotaan. MKJI 1997 juga memuat pedoman teknik lalu lintas yang
menyarankan pengguna sehubungan dengan pemilihan tipe fasilitas dan
rencana sebelum memulai prosedur perhitungan rincian untuk rnenentukan
perilaku 1alu lintasnya.
B. Prosedur Perhitungan Simpang Bersinyal
a. Kondisi Geometrik Pengaturan Lalu Lintas dan Kondisi Lingkungan
Perhitungan dikerjakan sebagai kapasitas simpang, tipe jalan dapat
berupa komersial, pemukiman atau akses.
b. Kondisi Arus Lalu Lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih
periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam
puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan
(belok kiri QLT, lurus QST dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan
per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan
menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing
pendekat terlindung, dan terlawan.
Sumber : MKJI 1997
![Page 12: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/12.jpg)
(smp/jam) Total
)LT(smp/jamPLT
(smp/jam) Total
)RT(smp/jamPRT
Rasio kendaraan belok kiri ( PLT ) dan rasio kendaraan belok kanan ( PRT )
ditentukan melalui persamaan berikut :
Dimana : LT = arus belok kiri
RT = arus belok kanan
c. Fase Sinyal
1. Waktu antar hijau dan waktu hilang
Waktu antar hijau adalah periode setelah hijau sampai akan hijau lagi
pada satu pendekat. Waktu antar hijau dihasilkan dari perhitungan
waktu merah semua.
dimana: LEV, LAV = Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-
masing untuk kendaraan yang berangkat dan
yang datang (m).
IEV = Panjang kendaraan yang berangkat (m).
VEV, VAV = Kecepatan masing-masing untuk kendaraan
yang berangkat dan yang datang (m/det).
Apabila waktu merah semua untuk masing-masing perubahan fase telah
ditetapkan, maka waktu hilang total (LTI) dapat dihitung sebagai
jumlah waktu antar hijau.
Waktu kuning pada sinyal-sinyal lalu lintas di Indonesia biasanya 3
detik.
2. Perhitungan waktu siklus sebelum penyesuaian
Waktu siklus sebelum penyesuaian ( Cua) dihitung menggunakan rumus
berikut :
dimana:
![Page 13: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/13.jpg)
Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det).
LTI = Waktu hilang total per siklus (det).
IFR = Rasio arus simpang (FRCRIT).
3. Perhitungan waktu hijau
Waktu hijau untuk masing-masing tase dihitung dengan rumus:
dimana:
gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (det).
Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det).
LTI = Waktu hilang total per siklus.
PRi = Rasio fase FRCRIT / (FRCRIT).
4. Perhitunganwaktu siklus yang disesuaikan (c)
Waktu siklus yang disesuaikan berdasrkan pada waktu hijau yang
diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang ditentukan dengan
rumus :
5. Perhitungan Kapasitas persimpangan
Untuk masing-masing pendekat pada persimpangan kapasitasnya dapat
dihitung dengan rumus :
6. Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas
untuk suatu pendekat. Derajat kejenuhan masing-masing pendekat,
ditentukan dengan rumus :
7. Panjang antrian
a. Menghitung jumlah antrian smp (NQ1) yang tersisa dari fase hijau
sebelumnya.
![Page 14: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/14.jpg)
Untuk DS > 0,5 :
Untuk DS 0,5 : NQ1=0
dimana :
NQ1 : Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
DS : Derajat kejenuhan
GR : Rasio hijau
C : Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh dikalikan rasio hijau (SxGR)
Grafik 3.1. Jumlah Kendaraan Antri (smp) yang Tersisa
dengan Derajat Kejenuhan
b. Menghitung jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
(NQ2)
Dimana :
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama rase merah.
DS = Derajat kejenuhan.
GR = Rasio hijau.
C = Waktu siklus (det).
QMASUK = Arus lalu lintels pada tempat masuk diluar LTOR (smp/ jam).
![Page 15: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/15.jpg)
Jumlah kendaraan antri dapat dihitung dengan menjumlahkan NQ1 dan
NQ2 .
menyesuaikan NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya
pembebanan lebih POL (%), dan masukkan hasil nilai NQMAX. Untuk
perancangan dan perencanaan disarankan POL 5%, untuk operasi suatu
nilai POL = 5-10% mungkin dapat diterima.
Grafik 3.2. Hubungan antara Jumlah Antrian Maksimum (NQmax )
dengan Jumlah Antrian Rata- rata (NQ)
Menghitung panjang antrian (QL) degan mengalikan NQMAX dengan
luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) kemudian bagilah
dengan lebar masuknya.
Dimana :
QL = Panjang antrian ( m ).
NQ MAX = Jumlah antrian yang disesuaikan ( smp ).
20 = Asumsi luas rata - rata yang dipergunakan per smp.
![Page 16: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/16.jpg)
8. Tundaan
Adalah waktu rnenunggu yang disebabkan interaksi lalu lintas dengan
gerakan lalu lintas yang bertentangan. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :
DT = Tundaan lalu lintas rata - rata (det/ smp).
c = Waktu siklus (det).
GR = Rasio hijau (g/c).
DS = Derajat Kejenuhan.
C = Kapasitas (smp/ jam).
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.
Grafik 3.3. Penetapan Tundaan Lalulintas Rata – rata (DT)
![Page 17: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/17.jpg)
d. Level Of Service (LOS)
Pada umumnya tujuan dari adanya tingkat pelayanan adalah untuk melayani
seluruh kebutuhan lalu lintas (demand) dengan sebaik mungkin. Baiknya
pelayanan dapat dinyatakan dalam tingkat pelayanan (Level Of Service).
Level Of Service (LOS) merupakan ukuran kualitas sebagai rangkaian dari
beberapa faktor yang mencakup kecepatan kendaraan dan waktu pejalanan,
interupsi lalu lintas, kebebasan untuk manuver, keamanan, kenyamanan
mengemudi, dan ongkos operasi (operation cost), sehingga LOS sebagai
tolak ukur kualitas suatu kondisi lain lintas, maka volume pelayanan harus
kurang dari kapasitas jalan itu sendiri. LOS yang tinggi didapatkan apabila
cycle time-nya pendek, sebab cycle time yang pendek akan menghasilkan
delay yang kecil. Menurut Dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan,1997
klasifikasi pelayanannya LOS dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu :
1. Tingkat Pelayanan A.
a. Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan.
b. Volume kepadatan lalu lintas rendah.
c. Kecepatan kendaraan ditentukan oleh pengemudi.
2. Tingkat Pelayanan B.
a. Arus lalu lintas stabil.
b. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, tetapi tetap dapat
dipilih sesuai kehendak pengemudi.
3. Tingkat Pelayanan C.
a. Arus lalu lintas stabil.
b. Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh
besarnya volume lalu lintas sehingga pegemudi tidak dapat lagi memilih
kecepatan yang diinginkan.
4. Tingkat Pelayanan D.
a. Arus lalu lintas mulai memasuki arus tidak stabil
b. Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan
perjalanan.
![Page 18: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/18.jpg)
5. Tingkat Pelayanan E.
a. Arus lalu lintas sudah tidak stabil.
b. Volume kira-kira sama dengan kapasitas
c. Sering terjadi kemacetan.
6. Tingkat Pelayanan F.
a. Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah.
b. Sering terjadi kemacetan total.
Tingkat tundaan dapat digunakan sebagai indikator tingkat
pelayanan, baik untuk setiap pendekat maupun seluruh persimpangan.
Kaitan antara tingkat pelayanan dan lamanya tundaan adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Tundaan Berhenti pada Berbagai Tingkat Pelayanan (LOS)
Sumber : Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan
Berdiri Sendiri dengan APILL, 1996.
C. Area Traffic Control System (ATCS)
ATCS adalah sebuah sistem pengaturan lalu lintas bersinyal
terkoordinasi yang diatur mencakup satu wilayah secara terpusat. Dengan
ATCS maka dapat dilakukan upaya manajemen rekayasa lalu lintas yang
mengkoordinasikan semua titik-titik persimpangan bersinyal melalui pusat
kontrol ATCS, sehingga diperoleh suatu kondisi pergerakan lalu lintas secara
efisien. Teknologi ATCS sendiri telah banyak diterapkan di berbagai kota-kota
besar di negara-negara maju.
Dengan ATCS, penataan siklus lampu lalu lintas dilakukan berdasar
input data lalu lintas yang diperoleh secara real time melalui kamera CCTV
pemantau lalu lintas pada titik-titik persimpangan.
![Page 19: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/19.jpg)
Gambar 3.1. Cara Kerja ATCS
Penentuan waktu siklus lampu persimpangan dapat diubah berkali-
kali dalam satu hari sesuai kebutuhan lalu lintas paling efisien yang mencakup
keseluruhan wilayah tersebut. Untuk itu maka pengoperasian ATCS diatur
dengan sebuah sistem kontrol terpadu yang melibatkan beberapa komponen
berupa :
1.Pengatur arus persimpangan berupa lampu lalu lintas
2.Penginput data lalu lintas berupa kamera CCTV pemantau
3.Pengirim data berupa jaringan kabel data atau pemancar gelombang
4.Software sistem ATCS
5.Ruang kontrol (Central Control Room) ATCS plus operatornya
Gambar 3.1. ATCS Surakarta pada tahun 2006
![Page 20: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/20.jpg)
IV. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitian ini seperti yang disebutkan
berikut :
a. Metode Penentuan Subyek
Maksud penentuan subyek ini adalah variabel yang dapat dijadikan sasaran
dalam penelitian. Beberapa variabel tersebut adalah kondisi geometrik
simpang, kondisi lingkungan, pengaturan lalulintas, volume lalulintas,
jumlah pendekatan, fase sinyal, waktu siklus, klarifikasi kendaraan dan
periode pengamatan.
b. Metode Studi Pustaka
Studi pustaka diperlukan sebagai acuan penelitian setelah subyek
ditentukan. Studi pustaka juga merupakan landasan teori bagi penelitian
yang mengacu pada buku-buku, pendapat, dan teori-teori yang
berhubungan dengan penelitian.
c. Survey Pendahuluan dan Pemilihan Lokasi
Mengamati beberapa persimpangan yang ada secara visual (kondisi
geometrik, komposisi kendaraan, dan fasilitas jalan), dan akhirnya dipilih
simpang empat Jl. Jendral Sudirman karena pada simpang tersebut sudah
terpasang ATCS dan sering terjadi permasalahan yang menyangkut
perilaku lalulintas.
B. Tahapan Penelitian
Secara umum dapat dilihat pada bagan alir seperti pada gambar IV.1
![Page 21: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/21.jpg)
YES
Gambar IV.1. Bagan Alir Penelitian
Pengumpulan Data Sekunder
DISHUBKOMINFO
Kelayakan ATCS
DS ≥ 0,5
![Page 22: Atcs1 - Copy](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022062420/55cf9c00550346d033a832e5/html5/thumbnails/22.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. ____________, 1996, Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di
Persimpangan Berdiri Sendiri dengan APILL – Departemen Pekerjaan Umum.
2. ____________, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jendral
Bina Marga Indonesia – Departemen Pekerjaan Umum.
3. Hobbs, F. D., 1995, PERENCANAAN DAN TEKNIK LALU LINTAS, Edisi
ke-2 (Terjemahan), Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.
4. Haryanto, Jono, 2004, PERENCANAAN PERSIMPANGAN SEBIDANG
JALAN RAYA, JTS, FTSPUSU, Sumatra Utara.
5. Oglesby, C. H., Hicks, R. G. 1982. TEKNIK JALAN RAYA, Edisi ke-4
(terjemahan), Erlangga, Jakarta.
6. Wishnukoro, 2008, ANALISIS SIMPANG EMPAT TAK BERSINYAL
DENGAN MENGGUNAKAN MANAJEMEN LALU LINTAS, Tugas Akhir,
JTS, FTSPUII, Yogyakarta.