aspek politik, sosial dan budaya dalam pendidikan …

19
ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM Sholikin 1 Abstract: Educational institutions hope society participation. This is the a community based management application concept which is in accordance with Islamic concept that emphasizes parent’s responsibility towards their children’s education. Islamic education institutions’ progress is determined by their ability in establishing cooperation with the community in a fact. This condition is because of the support of system changes from centralization to decentralization and regional autonomy. This shows that education from social aspect is regarded as one of social construction or created by social interaction between school residents and community. Another support is the relationship of educational goals, curriculum, teaching and learning process, and other educational components. Meanwhile, the cutural aspect in Islamic education can be implemented in educational vision, mission, goals, curriculum, teaching and learning programs, management, academic atmosphere and multicultural education. This is appropriate with pluralistic Indonesian society, both cultural, ethnic, social, political, economic stratification and so on. This article discusses about politic, social, cultural aspects related to Islamic education, such as; the importance of community empowerment, community- based management in facing the future, mobilizing the participation of parents and the community, and the role of education council and school committee in improving the quality of Islamic education. Keywords: society perticipation, Islamic educational institution Pendahuluan Pendidikan Islam, 2 sebagai usaha dan karya manusia, berkembang seiring dengan dinamika dan perubahan pranata sosial. Jika mampu mengikuti irama perubahan, maka akan survive. Sebaliknya jika lamban, maka cepat atau lambat akan tertinggal dan ditinggalkan di landasan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa eksistensi pendidikan Islam merupakan salah satu syarat mendasar dalam meneruskan dan mengabadikan kebudayaan manusia. Hal ini disebabkan karena pendidikan Islam, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, memegang amanat untuk membina dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana tercermin dalam pembukaan UUD 1945, untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 3 Secara tegas dinyatakan dalam amanat Pasal 31 UUD 1945 dan perubahannya yang menyebutkan bahwa (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, (2) 1 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Jombang Jawa Timur. 2 Kata pendidikan dalam bahasa Inggris yaitu education dan bahasa Arab disebut tarbiyah, yang berarti tumbuh dan berkembang. Abu Luwis al-Yasu’i, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Munjid fi al-A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, tt.), 81. 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), 3.

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN

ISLAM

Sholikin1

Abstract: Educational institutions hope society participation. This is the a community

based management application concept which is in accordance with Islamic concept that

emphasizes parent’s responsibility towards their children’s education. Islamic education

institutions’ progress is determined by their ability in establishing cooperation with the

community in a fact. This condition is because of the support of system changes from

centralization to decentralization and regional autonomy. This shows that education from

social aspect is regarded as one of social construction or created by social interaction

between school residents and community. Another support is the relationship of

educational goals, curriculum, teaching and learning process, and other educational

components. Meanwhile, the cutural aspect in Islamic education can be implemented in

educational vision, mission, goals, curriculum, teaching and learning programs,

management, academic atmosphere and multicultural education. This is appropriate with

pluralistic Indonesian society, both cultural, ethnic, social, political, economic

stratification and so on. This article discusses about politic, social, cultural aspects related

to Islamic education, such as; the importance of community empowerment, community-

based management in facing the future, mobilizing the participation of parents and the

community, and the role of education council and school committee in improving the

quality of Islamic education.

Keywords: society perticipation, Islamic educational institution

Pendahuluan

Pendidikan Islam,2 sebagai usaha dan karya manusia, berkembang seiring dengan

dinamika dan perubahan pranata sosial. Jika mampu mengikuti irama perubahan, maka

akan survive. Sebaliknya jika lamban, maka cepat atau lambat akan tertinggal dan

ditinggalkan di landasan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa

eksistensi pendidikan Islam merupakan salah satu syarat mendasar dalam meneruskan dan

mengabadikan kebudayaan manusia. Hal ini disebabkan karena pendidikan Islam, sebagai

bagian dari sistem pendidikan nasional, memegang amanat untuk membina dan

membangun manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana tercermin dalam pembukaan

UUD 1945, untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.3

Secara tegas dinyatakan dalam amanat Pasal 31 UUD 1945 dan perubahannya yang

menyebutkan bahwa (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, (2)

1Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Jombang Jawa Timur. 2Kata pendidikan dalam bahasa Inggris yaitu education dan bahasa Arab disebut tarbiyah, yang berarti

tumbuh dan berkembang. Abu Luwis al-Yasu’i, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Munjid fi al-A’lam (Beirut:

Dar al-Masyriq, tt.), 81. 3Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), 3.

Page 2: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.4

Bagi umat Islam, agama merupakan dasar utama dalam mendidik anak-anaknya

melalui sarana-sarana pendidikan. Dengan menanamkan nilai-nilai agama akan sangat

membantu terbentuknya sikap dan kepribadian anak kelak pada masa dewasa. Dapat

dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan

kepribadian anak agar sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam,

memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab

sesuai dengan nilai-nilai Islam.5

Secara yuridis, pendidikan Islam berada pada posisi strategis, baik pada UUSPN

Nomor 2 Tahum 1989 maupun pada Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Sebagaimana yang terlihat pasal 1 ayat 5 UU Sisdiknas yang menyebutkan bahwa

pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.6 Pasal 4

UU menyatakan bahwa pendidikan nasioanal bertujuan mengembangkan peserta didik

agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, berbudi mulia, sehat berilmu, kompeten, terampil, kreatif, mandiri, estetis,

demokratis dan memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan.7 Sedangkan Pasal 13 ayat

1 huruf a UU Sisdiknas menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan

pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan

diajarkan oleh pendidik yang seagama.8

Mencermati pasal-pasal tersebut di atas, terlihat bahwa pendidikan agama (Islam)

tidak hanya menekankan kepada pengembangan IQ, tetapi EQ dan SQ secara harmonis.

Pendidikan Islam dituntut harus mampu melahirkan insan yang beriman-takwa, berakhlak

mulia dan memiliki kualitas intelektual yang tinggi.

Terkait aspek kelembagaan, pendidikan Islam tidak dapat melepaskan diri dari

faktor lingkungan pendidikan yang menjadi salah satu penentu keberhasilan pendidikan itu

4Ibid, 25. 5Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 152. 6Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Eko Jaya, 2003),

5. 7Ibid, 8. 8Ibid, 11.

Page 3: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

sendiri dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Lingkungan pendidikan adalah segala

sesuatu yang ada dan terjadi di sekeliling proses pendidikan ittu berlangsung terdiri dari

manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda mati. Keempat kelompok benda-benda

lingkungan pendidikan itu ikut berperan sebagai usaha setiap peserta didik

mengembangkan dirinya, namun manajemen pendidikan menaruh perhatiannya terutama

lingkungan yang berwujud manusia, yaitu masyarakat.9

Lingkungan pendidikan yang dimaksud adalah masyarakat. Terdapat hubungan

saling memberi dan saling menerima antara lembaga pendidikan dengan masyarakat

sekitarnya. Lembaga pendidikan merealisasikan cita-cita warga masyarakat tentang

pengembangan putra-putri mereka. Hampir tidak ada orang tua siswa yang mampu

membina sendiri putra-putri mereka untuk dapat tumbuh dan berkembang secara total,

integratif dan optimal seperti yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya

lembaga-lembaga pendidikan mengambil alih tugas ini. Lembaga pendidikan memberikan

sesuatu yang sangat berharga kepada masyarakat.

Lembaga pendidikan sebenarnya melaksanakan fungsi ganda terhadap masyarakat,

yaitu memberikan layanan dan sebagai agen pembaharu. Fungsi layanan karena lembaga

pendidikan melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat berupa memberikan pendidikan

dan pengajaran kepada putra-putri mereka. Sedangkan sebagai agen pembaharu karena

harus selalu mengikutsertakan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan agar

hasilnya lebih efektif.

Dengan mengadakan kontak hubungan dengan masyarakat, akan memudahkan

lembaga pendidikan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi lingkungan yang

meliputi aspek politik, sosial dan budaya. Lembaga pendidikan lebih mudah menempatkan

diri di masyarakat, dalam arti dapat diterima sebagai bagian dari milik warga masyarakat

dan mampu mengikuti arus dinamika masyarakat lingkungannya. Dengan demikian,

lembaga pendidikan akan mampu bertahan lama dan memiliki nama baik di hati

masyarakat. Lembaga pendidikan yang tidak memiliki nama baik di masyarakat yang

simpatik dan mau mengantarkan anaknya ke lembaga pendidikan tersebut.

Berdasarkan konsep di atas, pemerintah menyerukan bahwa pendidikan adalah

tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Seruan ini

mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan harus tidak menutup diri, melainkan selalu

mengadakan kontak hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya sebagai

9Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 177.

Page 4: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

penanggung jawab pendidikan. Hal ini sejalan dengan konsep Islam tentang kewajiban

setiap masyarakat (orang tua) untuk selalu mendidik dan mengarahkan anaknya agar tidak

terjerumus kepada api neraka, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. al-Tahrim: 6.

Lembaga pendidikan, dengan demikian, bukan badan yang berdiri sendiri dalam

membina pertumbuhan dan perkermbangan putra-putri bangsa, melainkan suatu bagian

yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang luas. Dia sebagai sistem terbuka, yang selalu

mengadakan kerjasama dengan warga masyarakat lainnya, secara bersama-sama

membangun di bidang pendidikan. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena masyarakat

sadar tentang manfaat pendidikan sebagai modal utama dalam membangun dan

memajukan bangsa, termasuk masyarakat dan keluarga sendiri.

Artikel ini akan membahas aspek politik, sosial dan budaya yang terkait dengan

pendidikan Islam, yang meliputi pentingnya pemberdayaan masyarakat, manajemen

berbasiskan masyarakat dalam menyongsong masa depan, menggalang partisipasi orang

tua dan masyarakat serta peran dewan pendidikan dan komite sekolah dalam meningkatkan

mutu pendidikan Islam.

Pembahasan

A. Pemberdayaan Masyarakat

Kata power dalam empowerment diartikan sebagai daya, sehingga empowerment

diartikan sebagai pemberdayaan. Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi

dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar.10 Pada konteks

pemberdayaan masyarakat, dapat dilihat dalam berbagai sisi. Pertama adalah menciptakan

suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di

sini, titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang

dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya atau potensi

manusia dengan upaya mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran tentang

potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkannya. Kedua adalah memperkuat

potensi atau daya serta upaya untuk mengembangkannya. Ketiga adalah memperkuat

potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Untuk itu diperlukan

langkah-langkah yang nyata, program yang terarah dan menciptakan iklim dan suasana

yang kondusif. Keempat adalah memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam

melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak

10Ginanjar Kartasasmita, Manajemen dan Visi Pembangunan Indonesia (Jakarta: Intermasa, 1997), 8.

Page 5: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

seimbang dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Upaya memberdayakan

masyarakat harus terarah. Kelima adalah pemberdayaan adalah konsep yang menyeluruh

(holistic). Pemberdayaan itu menyangkut dapat memberikan nilai tambah dalam ekonomi,

sosial, budaya dan politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.11

Salah satu ciri masyarakat pada milenium ketiga adalah masyarakat industri.12 Visi

masyarakat Indonesia, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartasasmita, ada dua konsep

besar. Pertama adalah manusia Indonesia yang berpendidikan lebih tinggi, lebih sehat,

pengetahuan umumnya lebih luas, makin cerdas manusia dan pekerjaannya makin

terspesialisasi, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih, makin

berdisiplin dan dengan interaksi yang makin intensif dengan dunia internasional. Kedua

adalah kualitas demokrasi meningkat, kehidupan masyarakat yang transparan,

berkembangnya sikap pembaruan dan kritis masyarakat serta meningkatnya kualitas

partisipasi masyarakat.13

Widodo mengemukakan gambaran kualitas SDM Indonesia yang diharapkan pada

milenium ketiga. Pertama adalah manusia yang sadar ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kedua adalah manusia kreatif. Ketiga adalah manusia beretika solidaritas. Manusia yang

sadar ilmu pengetahuan dan teknologi adalah manusia yang sadar ilmu dalam arti manusia

serba tahu dan mereka merasa bahwa proses belajar tidak pernah selesai. Manusia tersebut

harus mampu belajar sepanjang hayat (life long learning), karena dunia berubah dengan

cepat. Sedangkan manusia sadar iptek menurut Mangunwijaya, sebagaimana dikutip

Widodo, adalah manusia perantau dalam arti kultural dan gaya hidup, dalam cara pikir dan

suasana hati dengan iklim penghayatan multidimensional.14

Manusia yang sadar iptek memiliki beberapa indikator. Pertama adalah

kemampuan belajar sepanjang hayat membuat manusia mampu dua atau tiga karakter

sekaligus. Kedua adalah manusia mampu mencerna informasi yang bertubi-tubi

membanjiri dari luar, termasuk di dalamnya hasil teknologi canggih dan mampu membuat

analisis secara tajam atas segala perubahan. Ketiga adalah mampu berpikir secara kreatif,

integrative dan konseptual. Kemampuan-kemampuan tersebut ibarat masuknya informasi

kepada seseorang sebagai komoditi yang mahal di samping komoditi yang lainnya. Dalam

perkembangan iptek, terutama teknologi informasi, bahwa informasi yang diterima peserta

11Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2004), 63. 12M. Dawam Rahardjo, Menuju Masyarakat Industrial Pancasila (Jakarta: Mizan, 1996), 139. 13Ginanjar Kartasasmita, Manajemen dan Visi Pembangunan Indonesia, 43. 14Widodo, Menuju Masyarakat Baru Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), 1-2.

Page 6: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

didik bukan hanya lewat institusi pengajaran, tetapi juga lewat institusi lain, di antaranya

media massa, baik sadar bahwa pentingnya harga suatu informasi. Manusia mampu

bereaksi secara cepat dalam menghadapi dunia yang berubah secara kompetitif.15

Manusia kreatif mampu menghadapi tantangan baru dan mampu mengantisipasi

perkembangan iptek. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia kreatif antara lain adalah

kemandirian, keberanian dan tidak mau kompromi, sebab konformitas merupakan bahaya

terbesar bagi perkembangan kreativitas. Kreativitas disertai keberanian dan bertanggung

jawab sebagai realisasi dari sikap mandiri.

Manusia mandiri akan bersungguh-sungguh menghidupi kehidupan dan tanpa sikap

mandiri manusia akan hidup terus tergantung, kurang gerak untuk memperbaiki

kehidupannya, tidak ada keinginan untuk menciptakan peluang dan selalu menunggu untuk

diberi kesempatan. Manusia yang tidak mandiri dan tidak kreatif akan menghambat

pembangunan. Namun manusia yang memiliki kemandirian dan kreativitas akan memiliki

harga diri, memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan memungkinkan manusia tersebut

untuk berprakarsa dan bersaing.

Kemandirian manusia, menurut Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan

Hidup RI, sebagaimana yang dikutip Widodo dalam Samsul Nizar, dapat dilihat dari

beberapa dimensi. Pertama adalah bebas, dalam arti tumbuhnya tindakan atas kehendak

sendiri dan bukan karena orang lain, bahkan dan tidak tergantung kepada orang lain.

Kedua adalah progresif dan ulet, seperti tampak pada usaha mengejar prestasi, penuh

ketekunan, merencanakan dan mewujudkan harapan-harapannya. Ketiga adalah

berinisiatif, yang berarti mampu berpikir dan bertindak secara rasional, kreativitas dan

penuh inisiatif. Keempat adalah pengendalian dari dalam, adanya kemampuan untuk

mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya dan kemampuan

mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri. Kelima adalah kemantapan diri (self-

esteem, self confidence), mencakup aspek percaya pada diri sendiri dan memperoleh

kepuasan atas usahanya sendiri.

Manusia beretika adalah manusia yang memiliki pedoman moral etis dalam setiap

tindakan yang dilakukan. Manusia pada milenium ketiga berpegang kepada prinsip

keadilan yang pada hakikatnya berarti memberikan kepada semua pihak yang menjadi

haknya. Manusia yang memahami dan mengamalkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari.

15Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, 32.

Page 7: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

Semua orang bernilai sama sebagai manusia. Tuntutan paling mendasar adalah

keadilan dan perlakuan yang sama terhadap semua orang dalam situasi yang sama. Dalam

prinsip keadilan tersebut harus menghargai orang yang telah berhasil dalam berusaha dan

memberikan yang menjadi hak seseorang. Konsep tenggang rasa merupakan salah satu

semangat keadilan sosial. Manusia berkeadilan sosial menghargai manusia lain sebagai

pribadi sebagai perwujudan sikap untuk menghargai diri sebagai pribadi. Manusia

memiliki tiga prinsip moral, yaitu prinsip sikap baik mengacu kepada nilai yang ada,

prinsip hormat kepada orang yang bersikap positif untuk prinsip keadilan dan prinsip

hormat kepada diri sendiri mengacu pada nilai yang tidak terhingga untuk setiap makhluk

manusia.

Tiga kemampuan manusia berkualitas yaitu sadar iptek, kreatif dan beretika

solidaritas sangat berperan dalam menghadapi era globalisasi, khususnya untuk memasuki

milenium ketiga. Era globalisasi merupakan masa yang dunia menjadi begitu terbuka dan

transparan, sehingga ada kesan seolah-olah tidak ada lagi batas suatu negara (boarderless

states). Di dalam era globalisasi dan abad virtual dewasa ini, banyak konsep-konsep sosial

seperti integrasi, kesatuan, persatuan, nasionalisme dan solidaritas, tampak semakin

kehilangan realitas sosialnya dan akhirnya menjadi mitos. Berbagai realitas sosial yang

berkembang dalam skala global, khususnya sebagai akibat kemajuan teknologi informasi,

justru menggiring masyarakat global ke arah akhir sosial.16

Globalisasi ini dimulai dalam bidang teknologi informasi dan ekonomi yang

kemudian mempunyai implikasi kepada bidang-bidang lain. Kekuatan global yang

dimaksud pada umumnya bertumpu kepada kemajuan iptek terutama dalam bidang

informasi serta inovasi baru dalam bidang teknologi yang mempermudah kehidupan

manusia, perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan iptek, kerja sama regional dan

iternasional yang telah menyatukan kehidupan berusaha dari bangsa-bangsa tanpa

mengenal batas negara dan meningkatkan kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta

kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama.17

Kewajiban iptek dalam bidang informasi membuat masyarakat tidak merasa bahwa

guru sebagai satu-satunya sumber dalam belajar pada sistem pendidikan tinggi, karena

perguruan tinggi belum mampu mentransfer iptek dalam upaya peningkatan kualitas

sumber daya manusia. Hal ini dapat berubah sangat cepat dalam struktur ekonomi dunia

16Samsul Nizar dkk, Isu-Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), 88-90. 17HAR. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional (Magelang: Tera Indonesia, 1998), 41.

Page 8: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

yang makin menyatu. Era globalisasi telah masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan

yang membuat setiap bangsa menjadi bagian dari nilai dunia. Dalam era globalisasi ini

muncul ketidakpuasan masyarakat pada sistem pendidikan, khususnya sistem pendidikan

tinggi. Hal ini dapat dilihat ada rendahnya daya saing tenaga kerja Indonesia sebagai

produk perguruan tinggi terhadap tuntutan lingkungan yang berubah sangat cepat dalam

struktur ekonomi dunia yang makin menyatu. Berkaitan dengan rendahnya daya saing

tenaga kerja Indonesia dikemukakan oleh Umar Juoro bahwa perlu mengantisipasi

perubahan persaingan yang ditentukan oleh kualitas smber daya manusia dan kemampuan

teknologi.18

Tantangan strategi pembangunan nasional adalah menggeser titik tumpu daya saing

nasional pada lemampuan SDM dan teknologi dan pada saat yang sama

mentransformasikan unit-unit usaha kecil dan menengah yang merupakan basis ekonomi

rakyat menjadi salah satu pendukung utama kekokohan perekonomian nasional. Fokus

sekarang adalah pada pembangunan manusia (people centered development), baik dalam

mendukung pertumbuhan maupun pemerataan hasil-hasilnya. Peran serta masyarakat

dalam kegiatan produktif akan semakin menentukan perekonomian, baik dalam pengertian

meningkatkan daya saing maupun dalam memeratakan hasil pembangunan.

Masyarakat madani, di sisi lain, diskursusnya di Indonesia pertama kali digagas

oleh Muhammad AS Hikam pada tahun 1993 melalui karyanya Democracy and Civil

Society. Konsep ini mengambil inspirasi karya Adam Ferguson melalui bukunya yang

berjudul An Essay on The History of Civil Society dan telah dipublikasikan sejak tahun

1767. Kemudian malalui forum Islamika Festifal Istiqlal pada tahun 1995, Anwar Ibrahim

(Deputi PM Malaysia saat itu) mencoba memberikan formulasi yang lebih spesifik dengan

menelusuri akar permasalahannya melalui sejarah umat Islam. Konsep masyarakat madani,

secara semantik merupakan terjemahan dari al-mujatama’ al-madani dengan derivasi kata

madinah yang berarti masyarakat kota. Di sisi lain, Madani berasal dari kata tamaddun dan

madaniyah yang bermakna peradaban. Dengan demikian, masyarakat madani identik

dengan masyarakat kota yang beradab. Profil masyarakat tersebut mengacu kepada

struktur masyarakat yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw ketika menata

masyarakat Madinah. Jika dicermati lebih lanjut format penataan masyarakat Madinah

yang dilakukan Nabi Saw, dengan data otentik yang dapat dijadikan rujukan, adalah

18Umar Juoro, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Teknologi (Jakarta: Amanah Putra Nusantara,

1996), 168.

Page 9: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

sebuah undang-undang yang disusun Nabi Saw berdasarkan kesepakatan seluruh penduduk

Madinah dan sekitarnya yang terekam secara eksplisit dalam konstitusi yang dikenal

dengan Piagam Madinah. Dalam teks Piagam Madinah, masyarakat yang dibangun Nabi

Saw jelas memiliki karakter masyarakat heterogen, baik segi keturunan, budaya dan

agama. Di dalamnya terdapat masyarakat muslim, yaitu golongan Muhajirin dan Anshor,

kaum Yahudi dan Arab non-muslim.19

Perubahan menuju masyarakat madani dan untuk selanjutnya menuju masyarakat

etis diperlukan individu dan masyarakat yang berkemampuan tinggi. Peran pendidikan

adalah mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan dan

motivasi serta berpartisipasi secara aktif dalam aktualisasi dan institusionalisi masyarakat

madani. Misalnya untuk menjadi pelaku aktif dalam ekonomi pasar, masyarakat

membutuhkan lembaga-lembaga perekonomian madani, dalam sektor manufaktur ataupun

jasa, yang efektif dan hanya mungkin diisi oleh sumber daya manusia bermutu tinggi.

Dalam bidang politik, untuk membangun sistem politik multi partai, lembaga perwakilan

yang representatif, pemerintah bersih dan berwibawa juga membutuhkan sumber daya

manusia profesional dalam bidangnya dan memiliki komitmen tinggi terhadap tata nilai

dan sistem masyarakat madani yang diperjuangkan.

Pada masyarakat pra-modern, pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab

keluarga. Namun dengan semakin kompleksnya masyarakat, keluarga tidak mungkin lagi

menunaikan fungsi pendidikan secara tuntas. Dalam masyarakat modern, muncul sistem

pendidikan yang diyakini mampu melaksanakan fungsi pendidikan dengan baik, sistem

pendidikan ini cenderung lebih banyak dikelola dan diwarnai kepentingan negara.

Memang tidak dapat diingkari bahwa pendidikan juga menjadi kepentingan negara, namun

tetap menjadi kepentingan masyarakat dan keluarga.

Kebijaksanaan reformasi pendidikan yang meliputi aspek-aspek makro, yaitu visi

sampai manajemen, dan aspek-aspek mikro, yaitu kebijaksanaan mengenai proses

pendidikan, isi dan prosedur pembelajaran harus terjadi. Pendidikan harus mampu

menghasilkan manusia unggul secara intelektual, mantap secara moral, kompetensi

menguasai iptek dan memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial. Pada level

makro, dibutuhkan sistem pendidikan nasional yang demokratis, desentralisasi dan

berorientasi kemajemukan, semua itu tercermin di antaranya dalam pemerataan dan

aksebilitas kesempatan pendidikan. Desentralisasi kewenangan yang harus disertai dengan

19Syakirman M. Noor, Menuju Masyarakat Madani (Padang: Baitul Hikmah Press, 2000), v.

Page 10: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengatur manajemen mutu. Pada level mikro, proses

pendidikan harus terjadi dalam iklim demokratis, kesempatan melakukan diversifikasi

secara profesional, dalam koridor mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.

Hasil dan manfaat pendidikan jangka panjang dapat mendukung kelanjutan

masyarakat madani. Kebijaksanaan pendidikan jangka menengah dan pendek untuk

membantu bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis nasional secara

berkepanjangan dan kompleks sampai dicapai pemulihannya dalam bidang ekonomi,

politik, sosial budaya dan hukum yang peradaban. Penataan jangka panjang harus

menghasilkan sistem pendidikan yang mampu saling mendukung dengan sistem

masyarakat madani Indonesia yang pluralistis, etis dan relegius.

Jaring pengaman sosial (social safety net) yang efektif sangat mendesak diperlukan

untuk mengeliminasi ancaman yang membayangi bangsa ini, yaitu terjadinya kemerosotan

mutu satu atau dua generasi muda sebagai akibat krisis ekonomi, kekurangan gizi,

ketidakmampuan belajar dan drop out. Kebutuhan pendidikan berkelanjutan (continuing

education) membutuhkan berbagai alternatif pelayanan pembelajaran atau pendidikan

alternatif, terutama sekali untuk membantu kelompok ekonomi lemah dan yang terkena

pemutusan hubungan kerja, yang mereka ini bertanggung jawab moral untuk

meyekolahkan anaknya.

Pemberdayaan masyarakat madani membutuhkan beberapa pra-syarat, antara lain

adanya kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul,

kontrol sosial berjalan dengan baik, tegaknya supremasi hukum dalam masyarakat dan

pemerintah serta masyarakat dan pemerintah harus tunduk pada hukum yang berlaku. Di

samping itu, perlu juga diperhatikan dalam pemberdayaan masyarakat madani. Pertama

adalah pendidikan kewargaan harus mampu menumbuhkan perspektif historis, kesadaran

nilai-nilai kebangsaan yang dibutuhkan dalam masyarakat madani. Kedua adalah dalam

pembentukan kepribadian yang unggul, perlu dikembangkan juga kemampuan intelegensi

yang berdimensi majemuk (multiple inteligence), termasuk di dalamnya adalah intelegensi

emosional, moral dan spiritual. Ketiga adalah pengembangan berbagai pendekatan dengan

pemberdayaan dan pendayagunaan media komunikasi massa, cetak dan elektronika.

Masyarakat juga membutuhkan literasi teknologi, sehingga tidak buta teknologi

(technological literacy).

Berbagai hal di atas adalah gambaran pemberdayaan masyarakat yang berwujud

pada terbentuknya masyarakat madani (civil society) yang diharapkan mampu menghadapi

Page 11: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

tantangan global untuk mempertahankan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan menjadi dasar

(basic) bagi pengembangan lembaga pendidikan Islam. Ajaran Islam pun berbicara tentang

konsep masyarakat yang sejahtera lahir batin dan senantiasa berada dalam curahan

ampunan Allah Swt, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Saba’: 15.

B. Pendidikan Berbasis Masyarakat

Terdapat kaitan erat antara organisasi, administrasi dan manajemen. Organisasi

adalah sekumpulan seseorang dengan ikatan tertentu yang merupakan wadah untuk

mencapai cita-cita mereka. Administrasi adalah tata kerja pemerintahan dengan fungsi

merencanakan, mengorganisasi dan mempimpin. Sedangkan manajemen adalah proses

mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk

menyelesaikan suatu tujuan, seperti alat, media, bahan, uang dan sarana.20

Manajemen pada dunia pendidikan dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan

sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang

telah ditentukan sebelumnya. Dipilih manajemen sebagai aktivitas, bukan sebagai

individu, agar konsisten dengan istilah administrasi dengan administrator sebagai

pelaksananya dan supervisi dengan supervisor sebagai pelaksananya. Kepala sekolah,

misalnya, bisa berperan sebagai administrator dalam mengemban misi atasan, sebagai

manajer dalam memadukan sumber-sumber pendidikan dan sebagai supervisor dalam

membina guru-guru pada proses pembelajaran.

Administrasi, dengan demikian, adalah kerjasama antar anggota organisasi untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mengenai kegiatan-kegiatan rutin, seperti

administrasi pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan dan sarana prasarana.

Manajemen adalah kegiatan-kegiatan tidak rutin yang menangani gejolak, baik positif

maupun negatif, yang membutuhkan pemikiran dan aktivitas khusus untuk

menyelesaikannya, termasuk yang bertalian dengan sumber-sumber pendidikan. Gejolak

positif misalnya adalah ketidakmampuan guru dalam melaksanakan metode pembelajaran

baru. Sedangkan gejolak negatif misalnya adalah mengatasi demonstrasi siswa yang SPP-

nya tidak mau dinaikkan.

Manajemen berbasis masyarakat (community based management) memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan

kebutuhan setempat dengan mengandalkan kekuatan dan sumber daya yang digali dari

masyarakat. Dalam khazanah bangsa Indonesia, sudah sejak lama berkembang lembaga-

20Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, 1-3.

Page 12: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren yang menggunakan prinsip-prinsip ini.

Lembaga-lembaga seperti itu tumbuh dan berkembang secara mandiri, tanpa banyak

uluran tangan pemerintah.21

Penyelenggaraan pendidikan, menurut sistem ini, harus mengikutsertakan

masyarakat karena masyarakatlah yang menjadi stakeholders yang pertama dan utama dari

proses pendidikan. Hal ini berarti proses pendidikan, tujuan pendidikan dan sarana

pendidikan, termasuk pula mutu pendidikan adalah merupakan tanggung jawab

masyarakat setempat. Tidak mengherankan jika dewasa ini suatu gerakan community

based management merupakan dasar dari pembangunan suatu masyarakat demokratis. Hal

ini merupakan dampak dari pemberlakuan sistem desentralisasi pendidikan sebagai

dampak dari otonomi daerah.

Berkenaan dengan hal ini, Nabi Muhammad Saw telah menjelaskan urgensi prinsip

kerjasama dalam rangka mencapai tujuan dakwah Islamiyah dan penyebarannya di seluruh

pelosok dunia pada waktu itu. Orang-orang Islam melaksanakan taktik atas saran yang

disampaikan oleh Salman Al-Farisi dalam perang Khandaq. Mereka dengan bersemangat

dan bersungguh-sungguh menggali parit. Nabi Saw memerintahkan untuk menggali parit

itu dan turut serta menggali. Nabi Saw memindahkan tanah dari parit hingga debu

menyelimuti tubuhnya.22 Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan

pentingnya kerjasama dalam berbagai hal untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

C. Menggalang Partisipasi Orang Tua

Masyarakat memandang sekolah (lembaga pendidikan) sebagai cara yang

meyakinkan dalam membina perkembangan para peserta didik, sehingga masyarakat

berpartisipasi dan setia kepadanya. Namun hal ini tidak otomatis terjadi terutama di

negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyak warga

masyarakat yang belum paham tentang makna lembaga pendidikan, terlebih jika kondisi

sosial ekonominya rendah, mereka hampir tidak hirau kepada lembaga pendidikan. Pusat

perhatian mereka adalah pada kebutuhan dasar kehidupan sehari-hari.

Keikutsertaan warga masyarakat dalam pembangunan pendidikan di sekolah ini

sudah sepatutnya para manajer pendidikan melaui tokoh-tokoh masyarakat aktif

menggugah perhatian mereka. Para manajer dapat mengundang para tokoh ini untuk

membahas kerjasama dalam meningkatkan pendidikan. Dalam pertemuan ini mereka akan

21Isjoni, Serial Manajemen: Arah Pendidikan Riau (Pekanbaru: Unri Press, 2003), 33-34. 22Nawwal al-Thuwairaqi, Sekolah Unggulan Berbasis Sirah Nabawiyah, ter. Asmuni (Jakarta: Darul Falah,

2004), 134-135.

Page 13: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

mengadu pendapat, bertukar pikiran, untuk menemukan alternatif-alternatif peningkatkan

pendidikan. Keputusan diambil secara musyawarah untuk memperoleh alternatif yang

terbaik.

Komunikasi tentang pendidikan kepada masyarakat tidak cukup hanya dengan

informasi verbal saja, tetapi juga perlu dilengkapi dengan pengalaman nyata yang

ditunjukkan kepada masyarakat, seperti pameran, kemampuan para siswa tampil dalam

acara cerdas cermat di televisi, piagam penghargaan yang diterima siswa berprestasi dalam

bidang tertentu dan berbagai penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan. Di samping

itu, jika lembaga pendidikan sanggup mencetak lulusan siap pakai, semua itu merupakan

faktor yang ikut membuat warga masyarakat berpartisipasi aktif dalam pembangunan

pendidikan disekolah.23

Pada negara-negara maju, terutama yang menganut sistem desentralisasi sekolah,

kesadaran masyarakat sebagai pemilik dan penanggung jawab lembaga pendidikan sudah

tinggi. Partisipasi mereka sudah besar, baik dalam perencanaan pelaksanaan maupun

dalam melakukan kontrol. Mereka benar-benar merasa memiliki, sehingga sumbangan

moral dan material mereka terhadap lembaga pendidikan begitu besar. Mereka melakukan

semua itu karena mereka yakin sekali bahwa pendidikan adalah modal utama bagi

peningkatan kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa.24

Di Indonesia, meskipun garis-garis besar aktivitas pendidikan beserta metode

kerjanya sudah diberikan oleh pemerintah pusat, tidak berarti tidak ada yang perlu

dipikirkan oleh para manajer pendidikan beserta tokoh-tokoh masyarakat dalam

pendidikan, antara lain dewan pendidikan, komite sekolah, persatuan orang tua siswa dan

lain sebagainya. Berkaitan dengan hal ini, betapa Islam juga memberikan perhatian yang

tinggi terhadap urgensi sekolah/madrasah melibatkan orang tua dan masyarakat dalam

penyelenggaraan lembaga pendidikan. Muhammad al-Balihisyi menulis bahwa jika

sekolah/madrasah mampu membangun komunikasi dengan para wali murid, maka berarti

sekolah itu telah mampu menciptakan suasana yang baik dan kondusif bagi para murid

serta suasana yang jauh dari berbagai kesulitan.25 Manajemen sekolah, dengan demikian,

harus berusaha menciptakan suasana yang penuh kasih sayang dan saling pengertian ketika

berhubungan dengan orang tua, masyarakat, sekalipun mereka berbeda-beda tingkatannya.

D. Peran Dewan Pendidikan

23Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 114. 24Ibid, 187. 25Nawwal al-Thuwairaqi, Sekolah Unggulan Berbasis Sirah Nabawiyah, 50.

Page 14: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

Pemerintah, melalui Kemendikbud, melakukan berbagai terobosan untuk mencapai

paradigma baru untuk peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan semangat

otonomi pendidikan, sebagai dampak dari perubahan paradigma pemerintahan dari

sentralisasi ke arah desentralisasi. Produk perubahan ini memberikan kesempatan kepada

msyarakat untuk dapat meningkatkan peran serta dalam pengelolaan dan pengawasan

terhadap kebijakan pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mewujudkan

melalui dewan pendidikan, sebagai amanat rakyat yang tertuang dalam UU Nomor 25

Tahun 1999 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2002-2004.26

Pembentukan dewan pendidikan untuk kabupaten dan kota bukan mengada-ada,

namun memiliki dasar hukum yang jelas. Dasar itu meliputi tujuh poin, salah satunya

adalah Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah.27 Pasal 1 dari Kepmendiknas tersebut ditetapkan bahwa (1) Pada setiap

kabupaten/kota dibentuk dewan pendidikan atas prakarsa masyarakat dan/atau pemerintah

kabupaten/kota. (2) Pada setiap satauan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan

dibentuk komite sekolah atas prakarsa masyarakat, satuan pendidikan dan/atau pemerintah

kabupaten/kota.

Untuk melaksanakan amanat rakyat tersebut, maka pemerintah melalui

Kepmendiknas di atas, sejak tahun 2001 sudah melaksanakan rintisan sosialisasi

pembentukan dewan pendidikan di Provinsi Sumatera Barat, Bali dan Jawa Timur. Dari

hasil sosialisasi disimpulkan bahwa keberadaan dewan pendidikan sangat dipandang perlu

dan cukup strategis sebagai wahana untuk meningkatkan mutu pendidikan dan masyarakat

sendiri cukup antusias mendukung gagasan ini. Hasil evaluasi menunjukkan kiranya perlu

adanya materi sosialisasi berupa buku panduan, petugas sosialisasi dan koordinasi dengan

pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Dewan pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat untuk

meningkatkan mutu, pemerataan dan efesiensi pengelolaan pendidikan kabupaten/kota.

Dewan ini bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan hirarki dengan dinas pendidikan

kabupaten/kota maupun lembaga pemerintah lainnya. Dewan pendidikan merupakan

organisasi masyarakat pendidikan yang memiliki komitmen dan loyalitas serta memiliki

kepedulian terhadap kualitas pendidikan di daerah.

26Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004

(Jakarta: Sinar Grafika, 2001), 169-170. 27Kepmendiknas RI Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Sisdiknas

2003 (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), 109.

Page 15: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

Keberadaan dewan pendidikan sebagai mitra (patnership), baik bagi pihak

eksekutif, legislatif maupun dinas pendidikan. Dewan ini berperan seperti tercantum

melalui Kepmendiknas tersebut. Pertama adalah pemberian pertimbangan atau advisory

agency dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Kedua adalah sebagai

pendukung atau supporting agency, baik berbentuk finansial, pemikiran maupun tenaga

dalam penyelenggaraan pendidikan. Ketiga adalah sebagai pengontrol atau controlling

agency, untuk transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.

Keempat adalah sebagai mediator antara pemerintah selaku eksekutif dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah selaku legislatif dengan masyarakat.28

Jika dihayati dan direnungkan, dewan pendidikan itu bersifat mandiri dan

independen. Anggota dan pengurus terdiri dari tokoh-tokoh pendidikan, praktisi

pendidikan, LSM, tokoh masyarakat, yayasan penyelenggara pendidikan, dunia industri,

PGRI dan perwakilan komite sekolah. Pada umumnya mereka adalah pekerja sosial dan

honor bukan menjadi prioritas bagi mereka, akan tetapi yang sangat terpenting adalah

mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan keluaran SDM berkualitas.

Kepmendiknas di atas menunjukkan banyak tugas dan peran serta fungsi dewan

pendidikan. Selain peran di atas, fungsi dewan pendidikan antara lain mendorong

komitmen masyarakat pendidikan bermutu, melakukan kerjasama dengan masyarakat,

pemerintah dan DPRD, menampung dan menganalisis aspirasi, ide dan tuntutan yang

diajukan masyarakat, memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada

pemerintah daerah, DPRD, mendorong orang tua berpartisipasi dalam pendidikan,

melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan

keluaran pendidikan dan lain sebagainya. Berdasarkan poin-poin tersebut, benar adanya

tugas dewan pendidikan sangat berat. Namun menyadari tentunya tugas yang dibebankan

tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari eksekutif maupun legislatif, mana

mungkin dewan pendidikan bekerja maksimal.

Komite sekolah, di sisi lain, identik dengan sebutan lain, seperti komite pendidikan,

dewan sekolah, majelis sekolah dan lain sebagainya. Nama komite sekolah merupakan

nama generik, artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

masing-masing dan badan ini berada di satuan pendidikan. Berdasarkan perspektif historis

persekolahan dari tingkat SD, SLTP, SLTA di Indonesia, sesungguhnya masyarakat

sekolah, khususnya orag tua peserta didik, telah mengenal dan memerankan sebagian

28Isjoni, Serial Manajemen, 47-48.

Page 16: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

fungsinya sesuai dengan aspek hukum yang mendasarinya dalam membantu

penyelenggaraan pendidikan. Sebelum tahun 1974, masyarakat orang tua peserta didik di

lingkungan masing-masing sekolah telah membentuk persatuan orang tua dan guru

(POMG). Sesuai dengan perkembangan tuntutan mayasrakat terhadap penyelenggaraan

pendidikan jalur sekolah semakin meningkat, maka POMG pada awal tahun 1974

dibubarkan dan dibentuk badan penyelenggara pembantu penyelenggara pendidikan (BP3)

berdasarkan instruksi bersama Mendikbud, Mendagri Nomor 17/0/1974 dan Nomor

29/0/1974 tentang pembentukan BP3.

Instruksi bersama tersebut ditindaklanjuti oleh surat edaran PUOD/17/1/1982

Nomor 5306.MPK/78 tanggal 9 Pebruari 1978 tentang iuran BP3. Pasang surut

perkembangan penyelenggaraan pendidikan jalur dan jenis sekolah tidak dapat dilepaskan

dari partisipasi masyarakat, khususnya orang tua peserta didik, termasuk keberadaan BP3.

Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil

pendidkan yang diberikan oleh sekolah dan perubahan sistem penyelenggaraan tatanan

pemerintahan dari sistem sentralisasi ke arah desentralisasi, maka dicarikan pilihan

konseptual yang dapat memecahkan persoalan persekolahan. Salah satu konsep yang

diduga akan memberikan pilihan pemecahan masalah adalah manajemen berbasis sekolah

(MBS). Dalam konteks MBS, partisipasi masyarakat merupakan faktor strategis. Oleh

sebab itu dipandang perlu ada suatu penataan peran dan fungsi BP3 yang selaras dengan

tuntutan maka sekarang dan masa depan.

BP3, dalam kurun waktu 26 tahun, pada umumnya masih belum berjalan sesuai

dengan harapan, terutama kelemahan dalam implementasi peran dan fungsinya.29 Pada saat

ini, selain adanya BP3 dibentuk pula komite sekolah yang beranggotakan kepala sekolah

sebagai ketua dan salah seorang guru, ketua BP3, ketua LKMD dan tokoh masyarakat

sebagai anggota. Pembentukan komite ini dimaksudkan untuk menangani pelaksanaan

rehabilitasi bangunan sekolah di jenjang SD/MI dan pembangunan unit gedung baru di

jenjang SMP/MTs. Sedangkan di jenjang SMK, selain BP3, dibentuk pula majelis sekolah

yang memiliki peran menjembatani sekolah dengan industri dalam pelaksanaan magang

dan bursa kerja khusus, kerjasama sekolah dengan Disnaker dalam pemasaran lulusan

SMK.

Pada saat implementasi MBS, organisasi yang ada tersebut mengalami pergeseran

peran dan fungsi serta melebur menjadi organisasi baru yang disebut dewan sekolah.

29Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah, 110.

Page 17: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

Pembentukan dewan sekolah diharapkan mampu mewujudkan masyarakat sekolah yang

memiliki komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas peserta didik.

Tujuan pembentukan dewan sekolah adalah, (1) mewadahi dan meningkatkan partisipasi

para stakeholder pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta merumuskan,

menetapkan, melaksanakan dan memonitoring pelaksanaan kebijakan sekolah dan

pertanggungjawaban yang terfokus pada kualitas pelayanan peserta didik secara

proporsional dan terbuka, (2) mewadahi partisipasi para stakeholder turut serta dalam

manajemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, berkenaan dengan perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi program sekolah secara proporsional, (3) mewadahi partisipan,

baik individu maupun kelompok sukarela (volounteer) pemerhati atau pakar pendidikan

yang peduli kepada kualitas pendidikan secara proporsional dan profesional selaras dengan

kebutuhan sekolah, (4) menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah

kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dan kewenangan di tingkat daerah.30

Dewan sekolah yang dibentuk sesuai dengan jenjang dan jenis sekolah dalam

posisinya sebagai mitra kerja sekolah memiliki wewenang bersama-sama sekolah

menetapkan rencana strategis pengembangan sekolah, menetapkan standar pelayanan

sekolah, membahas bentuk kesejahteraan personil sekolah, menetapkan RAPBS, mengkaji

dan menilai kinerja sekolah, merekomendasikan kepala sekolah atau guru yang berprestasi

untuk promosi kepada pihak yang berwenang dan merekomendasikan kepala sekolah atau

guru berwenang untuk menerima sanksi. Sedangkan dalam posisinya sebagai mitra kerja

sekolah, dewan sekolah memiliki punyai tugas pokok bersama-sama sekolah, yaitu (1)

merumuskan dan menetapkan visi dan misi sekolah, (2) menyusun standar pelayanan

pembelajaran disekolah, (3) menyusun rencana strategis pengembangan sekolah, (4)

menyusun dan menetapkan program sekolah tahunan, termasuk RAPBS, (5) membahas

dan turut menetapkan pemberian tambahan honorarium kepada kepala sekolah, guru dan

karyawan sekolah, (6) mengembangkan potensi ke arah prestasi unggulan, baik bersifat

akademis maupun non-akademis, (7) menghimpun dan menggali sumber dana dari

masyarakat untuk meningkatkan kualitas pelayanan sekolah, (8) mengelola kontribusi

masyarakat baik material maupun non-material yang diberikan kepada sekolah, (9)

mengevaluasi program sekolah secara profesional, (10) mengidentifikasi berbagai

permasalahan dan memecahkannya bersama-sama dengan pihak sekolah, (11) memberikan

respons terhadap kurikulum yang dikembangkan, (12) memberikan motivasi dan

30Ibid, 118.

Page 18: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

penghargaan kepada tenaga pendidik atau tenaga administrasi dan seseorang yang berjasa

kepada sekolah secara profesional dan lain sebagainya.31

Penutup

Pendidikan Islam, sebagai sebuah lembaga, tidak terlepas dari aspek politik, sosial

dan budaya yang ada pada lingkungan masyarakat sekitarnya. Kemajuan lembaga

pendidikan sangat ditentukan dengan kemampuan lembaga pendidikan itu sendiri dalam

menjalin hubungan kerjasama harmonis dengan masyarakat sekitar. Kondisi tersebut

didukung oleh perubahan sistem pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan

otonomi daerah, yang menempatkan kewenangan penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya

menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah. Masyarakat memiliki

tanggung jawab yang besar terhadap kelangsungan pendidikan bagi anak-anaknya.

Partisipasi masyarakat selalu diharapkan lembaga pendidikan. Bentuk partisipasi

masyarakat terhadap lembaga pendidikan seperti dewan pendidikan dan komite sekolah.

Keduanya telah mendapat legitimasi secara yuridis dari pemerintah melalui UU dan

Kepmendiknas. Fakta ini merupakan aplikasi dari konsep pendidikan berbasis masyarakat

(community based management). Konsep ini sejalan dengan konsep Islam yang

menekankan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. Dengan

demikian, ke depan optimalisasi peran dewan pendidikan dan komite sekolah harus

senantiasa dilakukan untuk memajukan lembaga pendidikan, khususnya lembaga

pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,

2004.

Isjoni. Serial Manajemen: Arah Pendidikan Riau. Pekanbaru: Unri Press, 2003.

Juoro, Umar. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Teknologi. Jakarta: Amanah

Putra Nusantara, 1996.

Kartasasmita, Ginanjar. Manajemen dan Visi Pembangunan Indonesia. Jakarta: Intermasa,

1997.

Kepmendiknas RI Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

dalam Sisdiknas 2003. Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

31Ibid, 122.

Page 19: ASPEK POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PENDIDIKAN …

Nizar, Samsul dkk. Isu-Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia,

2010.

Noor, Syakirman M. Menuju Masyarakat Madani. Padang: Baitul Hikmah Press, 2000.

Pidarta, Made. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Rahardjo, M. Dawam. Menuju Masyarakat Industrial Pancasila. Jakarta: Mizan, 1996.

Sufyarma. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2004.

al-Thuwairaqi, Nawwal. Sekolah Unggulan Berbasis Sirah Nabawiyah, ter. Asmuni.

Jakarta: Darul Falah, 2004.

Tilaar, HAR. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Magelang: Tera

Indonesia, 1998.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun

2000-2004. Jakarta: Sinar Grafika, 2001.

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:

Eko Jaya, 2003.

Widodo. Menuju Masyarakat Baru Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1990.

al-Yasu’i, Abu Luwis. al-Munjid fi al-Lughah wa al-Munjid fi al-A’lam. Beirut: Dar al-

Masyriq, tt.

Zuhairini dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.