askep siadh edited
DESCRIPTION
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan SIADHTRANSCRIPT
KMB PENCERNAANRENCANA KEPERAWATAN PADA SIADH
(Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion)
OLEH :KELOMPOK 2
EMILIA ASTUTI B 006 STYC 12FAHRIYANSYAH FURQAN B 007 STYC 12FANIA DYAH UTARI B 008 STYC 12FE. MUH. ISNAENI B 009 STYC 12ENDANG SUSILOWATI F.H. B 039 STYC 12ENDANG YULIANI B 040 STYC 12ERLINA SURYANI B 041 STYC 12ERWIN WIKSUARINI B 042 STYC 12HENDRI AGUS BUDIARTONO B 043 STYC 12HUSNIA RUAEDA B 044 STYC 12ISTISARAH B 045 STYC 12LALE WIDYAWATI B 046 STYC 12LINDAWATI B 047 STYC 12
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAMSTIKES YARSI MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN NON-REGULER2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan SIADH ini
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai SIADH (Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion). Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Mataram, September 2013
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................iKata Pengantar....................................................................................................iiDaftar Isi.............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................11.1 Latar Belakang.............................................................................................11.2 Rumusan Masalah........................................................................................21.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II Pembahasan............................................................................................32.1 Definisi.......................................................................................................32.2 Epidemiologi..............................................................................................32.3 Etiologi.......................................................................................................42.4 Patofisiologi...............................................................................................52.5 Manifestasi Klinis......................................................................................82.6 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................92.7 Penatalaksanaan.........................................................................................92.8 Prognosis..................................................................................................11
BAB III Rencana Asuhan Keperawatan............................................................133.1 Fokus Pengkajian.......................................................................................133.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................133.3 Intervensi....................................................................................................14
Daftar Pustaka...................................................................................................15
iii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal hal ini
diatur oleh arginin vasopresin (AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’. SIADH
(Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) adalah sindrom
yang mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya
keluaran air bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu, hiponatremia,
hipoosmolalitas dan natriuresis. Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan pengertian SIADH adalah suatu keadaan dengan kadar natrium
serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang,
survey NIH , AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek
pada kurang dari 200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa,
pada anak sering menyertai kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia
dan hiponatremia. Angka insiden yang pasti sulit diketahui, karena penyakit
ini bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain berhubungan dengan
gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi
cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok
usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan
antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis
yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH
meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3
nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan
perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada
pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dari SIADH (Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion)?
2. Bagaimanakah diagnose dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion)?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memahami diagnosa dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion)?
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami Definisi SIADH
2. Memahami Epidemiologi SIADH
3. Memahami Etiologi SIADH
4. Memahami Patofisiologi SIADH
5. Memahami Manifestasi Klinis SIADH
6. Memahami Pemeriksaan Diagnostik pada SIADH
7. Memahami Komplikasi SIADH
8. Memahami Prognosis dari SIADH
2
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Definisi
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon
antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome,
Schwartz-Bartter syndrome. SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan
produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau
hiponatremia.
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan
oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam
bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K.Timby, 2000)
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah
dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)
SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena ekresi ADH yang
berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan
Matassarin Jacob, 1993)
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah
dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon)
adalah gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan
pelepasan ADH dari hipofisis posterior.(elizabet j.corwin, 2001)
2.2 Epidemiologi
Hampir dari dua pertiga pasien dengan SIADH mengalami neoplasma.
Keganasan yang paling sering berhubungan dengan sindrom ini adalah kanker
paru ( sel gandum ), kanker duodenum dan pankreas, limfoma, timoma, dan
mesotelioma. Beberapa zat kemoterapi, sisplatin, siklofosfamid, vinblastin,
dan vinkristin telah menunjukkan pelepasan ADH yang tidak mencukupi
3
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi
cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok
usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan
antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis
yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH
meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3
nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan
perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada
pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya
2.3 Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan
gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan
kelenjar hipofise dalam memproduksi hormone). Pada kasus lainnya, misal:
beberapa keganasan pad tubuh bisa merangsang produksi hormon anti
diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya seperti dibawah ini:
1. Kelebihan vasopressin
2. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma
pada otak.
3. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin,
cisplatin, dan ocytocin)
4. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary
anterior
5. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic
yang dapat mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
6. Cidera Kepala
7. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
8. Obat- obatan seperti
a. Cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
b. Carbamazepine (obat anti kejang)
c. Tricilyc (antidepresan)
4
d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
9. Meningitis
10. Kelebihan ADH
Faktor Pencetus :
1. Trauma Kepala
2. Meningitis.
3. Ensefalitis.
4. Neoplasma.
5. Cedera Serebrovaskuler.
6. Pembedahan.
7. Penyakit Endokrin.
2.4 Patofisiologi
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes
ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan
ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume
dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus
ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan
hiponatremi delusional.Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam
urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi
pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.
5
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan
tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal. Tiga mekanisme
patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH, yaitu :
1. Sekresi ADH yang abnormal sari sistem hipofisis.
Mekanisme ini disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor,
ensafalitis, sindrom guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status
asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan
positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar
system supraoptik – hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik
( misalnya pada infeksi).
3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami
pemacuan .bermacam-macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi
pelepasan ADH. obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer,
barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid, obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol dan empat anti neoplastic:
sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.
6
7
SIADH
Penurunan konsentrasi air dlam urin
Perubahan eliminasi urine
Volume intra vaskular meningkat
Vol. Cairan lebih dari kebutuhan
tubuh
Filtrasi glomerulus meningkat
Berkurangnya rearbsorbsi Na oleh tubulus proximal
natriuresis
Mual
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
hiponatrimia
Hipo osmolalitas
Air masuk ke intrasel otak
Overhidrasi selular
Gangguan SSP
Edema otak
Kerusakan perfusi jaringan
disorientasi
Gangguan proses pikir
Stimulasi kelenjar hipofisispofisis
Osmolalitas plasma menurun
ADH gagal di stop
Sekresi ADH meningkat
Peningkatan permeabilitas tubulus
distal
Reabsorbsi air meningkat
Ca paru Penyakit SSP
Obat-obatan
Kelebihan air dalam tubuh
Kenaikan berat badan
Pathways
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang sering muncul adalah:
1. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
2. Mual, muntah, anorexia, diare
3. Takhipnea
4. Retensi air yang berlebihan
5. Letargi
6. Penurunan kesadaran sanpai koma.
7. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma , menyebabkan produksi
urine yang kurang terlarut.
8. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan
9. Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular
Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan
SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu
dilakukan pemeriksaan tingka osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin,
Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:
1. Na serum >125 mEq/L.
a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.
e. Edema diatas sternum.
8
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L (menandakan konservasi ginjal
terhadap Na)
2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum, mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na
dan Kalium sedikit.
3. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun, tergantung ion mana yang
hilang dengan DNA.
4. Osmolalitas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin, dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH
dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis
urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.
5. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan
cairan melawan dehidrasi.
6. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,
natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L).
7. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid normal.
8. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia,
hipokalemia, peningkatan natrium urin
2.7 Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi
(Bodansky & Latner, 1975)
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan
untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal
9
dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi
tumor tersebut.
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi
masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa
sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala
dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan
hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
Rencana non farmakologi
1. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
2. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3
% secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan
osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara
penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.
Pengobatan khusus = prosedur pembedahan
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH
bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk
menghilangkan tumor tersebut.
Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :
a. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan
untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan
(menghemat cairan untuk situasi sosial dan rekreasi).
10
b. Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan
diuretic secara kontinyu.
c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah,
anoreksia segera lapor dokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek
samping.
f. Pentingnya tindak lanjut medis: tanggal dan waktu.
g. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala
sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih parah,maka
diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus
pengumpul. Kadang-kadang digunakan larutan natrium klorida hipertonik
untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma. Apabila ADH berasal
dari produksi tumor ektopik, maka terapi untuk menghilangkan tumor
tersebut.
2.8 Prognosis
Kecepatan dan durasi respon sangat bergantung pada penyebabnya .
SIADH biasanya berkurang dengan regresi tumor , tetapi dapat menetap
walaupun tumor primer telah terkontrol . gangguan neurologis akibat
intoksikasi air biasanya bersifat reversibel dan tidak memerlukan rehabilitas
jangka panjang.
SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang
makin berat dan ditambah terlambatnya penanganan akan sangat
berkontribusi terhadap berat ringannya angka mortalitas dan morbiditas
pasien.
1. Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi
dibandingkan pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2 x
lipat (25%) bila pasien konsentrasi serum Na < 120 mmol/L dibanding
pasien degan hiponatremia ringan
11
2. Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan
drastis serum Na secara akut, tergantung derajatnya. Sementara pasien
anak angka mortalitas hanya 8%. Bayi dalam kandungan akan merespon
edema yang terjadi diotak dengan lebih baik, karena lebih luasnya volum
kranium. Hiponatremi paskaoperasi bisa menyebabkan angka mortalitas
dan mormeningkat pada kedua jenis kelamin, karena tidak adekuatnya
adaptasi otak dengan volum luas dan lambatnya berobat.
12
BAB IIIRENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Fokus Pengkajian (Doengoes,Marilyn C. 2003)
1. Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat penyakit dahulu: adakah penyakit atau trauma pada kepala yang
pernah diderita klien,serta riwayat radiasi pada kepala.
3. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala,
demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau
bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga: riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular.
5. Pantau status cairan dan elektrolit.
6. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan
segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.
7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan
pada dokter).
8. Pengkajian Fisik:
a. Inspeksi: Vena leher penuh.
b. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
c. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
3.2 Diagnosa Keperawatan (Diagnosa Keperawatan NANDA. 2005-2006)
1. Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang
berlebihan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan absorbsi nutrisi dan natrium.
3. Retensi urine berhubungan dengan hiponatremia
4. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na
13
3.3 Intervensi (Diagnosa Keperawatan NANDA. 2005-2006)
1. Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang
berlebihan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan pengeluaran urin
kembali seimbang.
Kriteria Hasil :
a. Volume cairan dan elektrolit dapat kembali dalam batas normal
b. Klien dapat mempertahankan berat badan dan volume urin 800 – 2000
ml/hari
c. Input sama dengan output
Intervensi:
1) Pantau masukan dan haluaran cairan dan tanda tanda kelebihan cairan
setiap 1 – 2 jam.
Rasional: Catatan masukan dan haluaran membantu mendeteksi tanda
dini ketidakseimbangan
2) Catat seri Berat badan, bandingkan dengan pemasukan pengeluaran
Rasional: Seri berat badan adalah indikator akurat status Volume
cairan. Keseimbangan cairan positif dengan peningkatan Berat badan
menunjukan retensi Cairan.
3) Evaluasi terjadinya takipnea,dispnea, peningkatan upaya pernapasan
dan beritahu dokter
Rasional: distensi abdomen dapat menyebabkan sesulitan bernapas
4) Kaji sakit kepala,kram otot, kacau mental, disorientasi
Rasional: gejala menunjukan hiponatremia atau intoksikasi air
5) Pantau elektrolit atau osmolalitas serum resiko gangguan signifikan
bila serum Na kurang dari 125 mEq/L
Rasional: Untuk mengetahui keadaan natrium serum
6) Batasi masukan cairan.
Rasional: Mencegah intoksikasi air.
14
7) Monitor TTV
Rasional: Tanda-tanda vital menjadi indikasi dari kondisi klien.
8) Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan.
Rasional: Untuk memberikan terapi medis pada klien
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan absorbsi nutrisi dan natrium.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan BB stabil,pasien bebas dari tanda-tanda malnutrisi
dan pasien dapat mengumpulkan energi untuk beraktivitas kembali.
Kriteria Hasil :
a. Asupan nutrisi terpenuhi.
b. Asupan makanan dan cairan.
c. BB meningkat.
d. Kekuatan dapat terkumpul kembali.
Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional: mengidentifikasi atau menduga kemungkinan intervensi
yang akan di beriakan
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional: Mengawasi Jumlah kalori/ kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Memberikan informasi tentang keadaan masukan diet atau
penentuan kebutuhan nutrisi.
4) Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol
pilihan sebanyak mungkin.
Rasional: Untuk membuat klien meningkat kepercayaan dirinya dan
merasa mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan
untuk dimakan.
5) Berikan makanan tinggi kalori untuk peningkatan energi.
Rasional: Untuk meningkatkan atau mengembalikan tenaga klien
15
6) Tingkatkan makanan yang mengandung protein,vitamin dan besi
apabila dianjurkan.
Rasional: Untuk mempercepat proses pembentukan sel-sel yang rusak
7) Pantau hasil pemeriksaan Lab. Misal: Hb/Ht, BUN, Albumin, Protein
dan elektrolit serum
Rasional: meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk
sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
8) Konsul pada ahli gizi
Rasional: memantau dalam membuat rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan klien.
9) Kolaborasi, Berikan cairan IV hiperalimentasi dan lemak sesuai
indikasi1. Kaji BB
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi sampai masukan
oral dapat dimulai.
3. Retensi urine berhubungan dengan hiponatremia .
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,
pengeluaran urin kembali normal
Kriteria hasil :
a. Volume urine kembali normal.
b. Urin dapat keluar dengan lancar.
c. Na serum dapat kembali normal.
Intervensi :
1) Kaji dengan mengidentifikasi dan penanganan penyebab yang
mendasari
Rasional : memberikan petunjuk untuk intervensi dini.
2) Batasi masukan cairan.
Rasional : menjaga keseimbangan cairan tubuh.
3) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan apabila tiba-tiba
dirasakan
Rasional: meminimalkan retensi urine distensi yang berlebihan pada
kandung kemih
16
4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan
penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenisnya
Rasional: retensi urin meningkatkan tekanan saluran perkemihan atas,
yang mempengaruhi fungsi ginjal.
5) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatannya.
Rasional: berguna untuk mengevaluasi kemungkinan penyebab
obstruksi dan pilihan intervensi
6) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine.
Rasional: dapat mengidentifikasi retensi urine bila berkemih sering
dalam jumlah sedikit
7) Periksa residu volume urin, setelah berkemih bila di indikasikan
Rasional: Tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara lengkap
bisa meningkatkan kemungkinan infeksi dan nyeri.
8) Pemberian lasix atau furosemid untuk memudahkan pengeluaran
cairan.
Rasional : untuk mempermudah pengeluaran urin.
4. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat meningkat kembali.
Kriteria hasil:
a. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya.
c. Orientasi pasien kembali normal.
d. Proses informasi bisa kembali lancar.
Intervensi:
a) Kaji keadaan umum pasien.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kesadaran akibat hiponatrimea
b) Pantau tentang kebingungan, dan catat tingkat anxietas pasien.
Rasional: Rentang perhatian untuk berkonsentrasi mungkin
memendek secara tajam yang berpotensi terhadap terjadinya ansietas
yang mempengaruhi prose pikir pasien
17
c) Batasi aktivitas pasien dalam batas-batas wajar untuk mengumpulkan
energi.
Rasional: Tingkah laku yang sesuai tidak akan memerlukan energi
yang banyak dan mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur
internal.
d) Monitor TTV.
Rasional: Tanda-tanda vital menjadi indikasi dari kondisi klien
e) Monitor fungsi ginjal
Rasional: untuk mengetahui keadaan ginjal karena hiponatremi
f) Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi,
dan konfrontasi
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya respon penolakan atau
pertengkaran
g) Ajarkan untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: Dapat membantu memfokuskan kembali perhatian klien dan
untuk menurunkan ansietaspada tingkat yang dapat ditanggulangi.
h) Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk
mengontrol tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat
informasiKaji keadaan umum pasien.
Rasional: Penting untuk mmepertahankan harapan dari kemampuan
untuk mempertahankan harapan,dan meningkatkan aktivitas
rehabilitasi
18
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,Marilyn C. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Kugler, John. 2000. Hiponatremia dan Hipernatremia di Lansia. American
Family Physician
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Gejala SIADH-Gejala sindrom SIADH, Penyebab dan Perawatan. 2000.
www.CancerTherapyChina.com (online) diakses tanggal 6 September
2013 pukul 20.00 WITA
19