askep nyeri

52
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA TN. M DENGAN NYERI B.D AGEN CIDERA FISIK POST JATUH DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKR ( CIDERA KEPALA RINGAN ) DI BANGSAL KH. AHMAD DAHLAN RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG Disusun oleh: Nama : Muhammad Fauzul Walial Fatah NIM : A1. 0900530 PRODI S1 KEPERAWATAN

Upload: fauzul-walial-fatah

Post on 30-Jun-2015

1.418 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP NYERI

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA TN. M DENGAN NYERI B.D

AGEN CIDERA FISIK POST JATUH DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKR

( CIDERA KEPALA RINGAN )

DI BANGSAL KH. AHMAD DAHLAN

RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG

Disusun oleh:

Nama : Muhammad Fauzul Walial Fatah

NIM : A1. 0900530

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2010/2011

Page 2: ASKEP NYERI

LEMBAR PENGESAHAN

Kebutuhan Dasar Manusia

Nyeri Berhubungan Dengan Agen Cidera Post Jatuh Dengan Diagnosa

Medis CKR ( Cidera Kepala Ringan )

Di Bangsal K.H Ahmad Dahlan Dalam

RS PKU Muhammadiyah Sruweng

Telah disahkan

Hari : ....................................

Tanggal : ....................................

Pembimbinh Lahan, Mahasiswa,

( ) ( )

Pembimbing Akademik,

( )

Page 3: ASKEP NYERI

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Lembar Pengesahan ii

Daftar Isi iii

BAB I Laporan Pendahuluan 1

BAB II Tinjauan Kasus 17

Page 4: ASKEP NYERI

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI

A. DEFINISI NYERI

Nyeri adalah sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat

akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan

dalam istilah seperti kerusakan. ( Wilkinson, Judith. M, 2007 )

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat

terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

B. FISIOLOGI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf

bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara

potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis

reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak

bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan

pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang

timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.

Page 5: ASKEP NYERI

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal

dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor

jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang

terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan

sulit dilokalisasi

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat

pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.

Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri

yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi

organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri

yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan

organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

C. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya nyeri adalah suatu ketidakseimbangan aktivitas dari

neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak tidak dapat mengatur

proses pertahanan. Menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat

menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang

mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, (Tamsuri, 2007)

Page 6: ASKEP NYERI

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls

nyeri dapat timbul, diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di

sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

pertahanan tertutup tidak berfungsi optimal dalam menghambat sebuah

impuls, sehingga nyeri ditimbulkan.

D. PATOFISIOLOGI

Terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah proses

penyampaian informasi adanya stimuli noksius, di perifer, ke sistim saraf

pusat. Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau

merupakan akibat terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan

mekanik, suhu dan kimia. Bagaimana informasi ini di terjemahkan sebagai

nyeri melibatkan proses yang kompleks.

Deskripsi makasnisme dasar terjadinya nyeri secara klasik dijelaskan dengan

empat proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi. Pengertian

transduksi adalah proses konversi energi dari rangsangan noksius (suhu,

mekanik, atau kimia) menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor

sensorik untuk nyeri (nosiseptor). Sedangkan transmisi yaitu proses

penyampaian impuls saraf yang terjadi akibat adanya rangsangan di perifer ke

pusat. Persepsi merupakan proses apresiasi atau pemahaman dari impuls saraf

yang sampai ke SSP sebagai nyeri. Modulasi adalah proses pengaturan

impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di setiap tingkat, namun biasanya

diartikan sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak terhadap proses di

kornu dorsalis medulla spinalis.

E. INTENSITAS NYERI

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri

Page 7: ASKEP NYERI

dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan

respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran

dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri

itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

Page 8: ASKEP NYERI

F. RESPON PSIKOLOGI

respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri

yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.

Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :

1) Bahaya atau merusak

2) Komplikasi seperti infeksi

3) Penyakit yang berulang

4) Penyakit baru

5) Penyakit yang fatal

6) Peningkatan ketidakmampuan

7) Kehilangan mobilitas

8) Menjadi tua

9) Sembuh

10) Perlu untuk penyembuhan

11) Hukuman untuk berdosa

12) Tantangan

13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain

14) Sesuatu yang harus ditoleransi

15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki

Page 9: ASKEP NYERI

Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat

pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya

Respon fisiologis terhadap nyeri

1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

b) Peningkatan heart rate

c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

d) Peningkatan nilai gula darah

e) Diaphoresis

f) Peningkatan kekuatan otot

g) Dilatasi pupil

h) Penurunan motilitas GI

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a) Muka pucat

b) Otot mengeras

c) Penurunan HR dan BP

d) Nafas cepat dan irreguler

e) Nausea dan vomitus

f) Kelelahan dan keletihan

Page 10: ASKEP NYERI

Respon tingkah laku terhadap nyeri

1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari &

tangan

5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,

Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas

menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awalnya mendadak dapat bereaksi

sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau

menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu

terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan

nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena

menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini

bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang

belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran

perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi

pada klien.

2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Page 11: ASKEP NYERI

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat

subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.

Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang

lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan

mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi

terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri

kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan

nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya

rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang

yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar

endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit

merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih

besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari

ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien

itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang

menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila

klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak

mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu

tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien

mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien

masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis,

sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila

klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)

dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam

membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan

kemungkinan nyeri berulang.

Page 12: ASKEP NYERI

Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1) Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika

sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung

memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah

hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit

berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2) Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara

signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:

tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3) Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa

nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,

jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4) Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan

dan bagaimana mengatasinya.

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,

guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

Page 13: ASKEP NYERI

6) Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan

seseorang cemas.

7) Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini

nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.

Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa

lalu dalam mengatasi nyeri.

8) Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang

mengatasi nyeri.

9) Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau

intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan

nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah

ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini

juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih

obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi

yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini

diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Page 14: ASKEP NYERI

Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih

intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa

jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling

tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah

kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical

rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.

Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka

direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS

adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat

merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien

dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.

Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat

keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat

dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk

atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter,

2005).

Page 15: ASKEP NYERI

G. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis atau tanda dan gejala gannguan rasa nyaman atau nyeri

menurut buku saku diagnosa keperawatan NIC-NOC antara lain :

A. Subjektif

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.

B. Objektif

a. Gerakan menghindari nyeri

b. Perubahan autonomic dari tonus otot.

c. Respon-respon autonomic ( diaphoresis, tekanan darah, pernafasan,

nadi atau dilatasi pupil ).

d. Posisi menghindar dari nyeri

e. Perilaku distraksi ( mondar-mandir, aktivitas berulang )

f. Perilakun ekspresif ( kegelisahan, merintih, menangis, kewaspadaan

berlebihan, peka terhadap rangsang dan menarik nafas dalam )

g. Wajah topeng.

h. Gangguan tidur ( mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak

menentu ).

D. FOKUS PENGKAJIAN

1. Riwayat keperawatan

a. Apa yang menyebabkan nyeri?

b. Kapan nyeri mulai dirasakan?

c. Adakah cara untuk meredam atau menghilangkan nyeri ?

d. Adakah satus fisik pasien yang dapat meningkatkan tanda infeksi

seperti demam ataupun kejang?

e. Adakah toleransi aktivitas tertentu?

Page 16: ASKEP NYERI

2. Faktor yang mempengaruhi nyeri

a. Status kesehatan,

b. Kultur dan kepercayaan,

c. Faktor apa yang menjadikan lebih baik.

d. Faktor psikologis,

e. Faktor apa yang menjadikan semakin terasa nyeri.

f. Obat-obat penghilang nyeri yang diberikan.

3. Intensitas Nyeri ( 0 s.d 10 meliputi segment pembagian: tidak ada, nyeri

ringan, nyeri sedang, nyeri berat, atau nyeri berat tidak terkontrol yang

dirasakan ).

4. Sifat Nyeri, bagaimana gambaran nyeri yang dirasakan, rasa terbakar,

seperti ditusuk-tusuk, tegang, atau seperti disayat-sayat ??

5. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan fisik: apatis,lesu, gelisah, murung.

b. Berat badan : kurus. otot : flaksia, tonus kurang, tidak mampu bekerja.

c. Sistem saraf: bingung, rasa terbakar, reflek menurun.

d. Fungsi gastrointestinal: anoreksia, konstipasi, diare,pembesaran liver.

e. Kardiovaskuler: denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal,

tekanan darah rendah/tinggi.

f. Rambut: kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah.

g. Kulit: akral hangat atau dingin, kulit kering, pucat, iritasi, petekhie,

lemak disubkutan tidak ada.

h. Bibir: kering, pecah-pecah, bengkak, lesi,stomatitis, membrane

mukosa pucat.

i. Gusi: perdarahan,peradangan.

j. Lidah: edema,hiperemasis.

k. Gigi: karies,nyeri, kotor.

l. Mata: konjungtiva pucat,kering,exotalmus,tanda-tanda infeksi.

m. Kuku: mudah patah.

Page 17: ASKEP NYERI

6. Laboratorium

a. Albumin (N:4-5,5 mg/100ml)

b. Transferin (N:170-25 MG/100 ML)

c. Hb (N: 12 MG%)

d. BUN (N:10-20 mg/100ml)

e. Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N :LAKI-LAK1: 0,6-1,3 MG/100

ML,WANITA: 0,5-1,0 MG/ 100 ML)

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil/evaluasi : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang,

expresi wajah rilex, TTV normal.

intervensi :

Kaji keadaan umum dan tanda vital

- Rasional: untuk Mengetahui kesadaran, dan kondisi tubuh dalam keadaan

normal atau tidak.

Kaji tingkat nyeri, lokasi, intensitas dan type nyeri

- Rasional: untuk mengetahui seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan dan

menmberikan penanganan yang tepat.

Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit

- Rasional: untuk menghindari infeksi berlanjut kerena pergerakan otot

rangka.

Page 18: ASKEP NYERI

Atur posisi tidur yang tepat / senyaman mungkin

- Rasional: untuk menghindari ketegangan otot.

Ajarkan tehnik relaksasi

- Rasional: untuk menenangkan pikiran yang terganggu karena nyeri.

Ajarkan tehnik distraksi

- Rasional: untuk mengurangi ketegangan otot dan persendian karen proses

nyeri ada.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

- Rasional: untuk memberikan penangan dalam menguragi atau

menghilangkan nyeri dengan farmakologi.

Page 19: ASKEP NYERI

DAFTAR PUSTAKA

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima

Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Syaifudin.2006.Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.Jakarta: EGC

Arisman, 2004.Gizi dalam daur kehidupan.Jakarta : EGC

Betz, L & Linda S, 2002.Buku saku peditrik.Alih bahasa monica ester edisi 8,

jakarta, EGC

Page 20: ASKEP NYERI

BAB II

TINJAUAN KASUS

Tanggal Masuk : 24 Oktober 2010

Jam Masuk : 19.00 WIB

Tangaal Pengkajian : 25 Oktober 2010

Jam Pengkajian : 07.00 WIB

Ruang : Bangsal KH. Amad Dahlan Bedah,

RS PKU Muhammadiyah Sruweng

Pengkaji : Muh. Fauzul Walial Fatah

1. DATA SUBYEKTIF

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 30 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

No.RM : 06-44-95

Diagnosa Medis : CKR ( Cidera Kepala Ringan )

Alamat : Karangsari Rt 04 Rw 05, Kebumen

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. Y

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 65 thn

Agama : Islam

Page 21: ASKEP NYERI

Hubungan : Ibu

Alamat : Karangsari Rt 04 Rw 05, Kebumen.

c. Keluhan utama

Pasien menyatakan nyeri di atas pelipis sebelah kiri.

d. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan saat ini

Pasien Tn. M datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Sruweng

pada tanggal 24 Oktober 2010 pukul 19.30 WIB diantar oleh keluarganya

dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri dada, agak sesak, terdapat luka

VL di atas pelipis sebelah kiri sepanjang lebih kurang 7 cm, pasien tidak

mau dijahit lukanya. Kemudian, pasien dibawa ke Bangsal KH. Ahmad

Dahlan Bedah. Pada saat dikaji tanggal 25 Oktober 2010 jam 07.00 WIB,

pasien sadar dengan GCS= GCS 4E, 5V, 6M dengan TTV: TD=110/70

mmHg, N=80 x/mnt, S= 36,5˚C, RR= 18x/menit. Pasien mengatakan jatuh

dari atap rumah sekitar jam 11.30. Di rumah, pasien sempat pingsan, mual,

muntah. Pasien terpasang binasal kanul 2 L/mnt dan infuse RL 20 tpm.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien belum pernah mondok di Rumah Sakit.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit yang sama.

e. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar Virginia Henderson

1. Pola Oksigenasi

Sebelum Sakit : Pasien menyatakan tidak mengalami sesak nafas.

Saat di kaji : Pasien terpasang kanul O2 2L/mnt, tidak sesak, tidak

batuk, irama teratur, dada, RR 18 x/mnt regular.

2. Pola Nutrisi

Sebelum sakit : pasien makan dengan teratur 3x sehari. ,minum

cukup 2500 cc.

Page 22: ASKEP NYERI

Saat dikaji : pasien tidak mau makan, mual, muntah. Minum

1500 cc.

3. Pola Eliminasi

BAK

Sebelum Sakit : BAK Lancar 5-6x sehari, 500 mL-600mL, warna

kuning jernih, tidak sakit saat BAK.

Saat dikaji : BAK 3-4x sehari, 300 mL-400 mL, warna

kuning, tisak sakit saat BAK.

BAB

Sebelum Sakit : BAB lancar 1x sehari, tidak diare.

Saat dikaji : BAB lancar 1x sehari, tidak diare, konsistensi

keras, ada ampasnya, sakit pinggang saat BAB

4. Pola aktivitas

Sebelum sakit : Pasien menyatakan dapat beraktivas sesuai

kemampuannya.

Saat dikaji : Pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur, semua

kebutuhan makan, minum, BAK dan BAB dibantu

perawat/keluarga.

5. Pola istirahat

Sebelum sakit : pasien menyatakan bisa tidur malam 7-8 jam.

Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bisa istirahat dengan

nyaman karena nyeri, tidur malam kurang, 5-6 jam.

6. Pola Suhu

Sebelum sakit : Normal

Saat dikaji : 36,5˚ C

7. Pola Spiritual

Sebelum sakit : pasien dapat menjalankan Sholat dengan baik.

Saat dikaji : pasien hanya bisa menjalankan Sholat di atas

tempat tidur dengan tata cara tertentu.

8. Kebutuhan berkomunikasi

Sebelum sakit : pasien dapat berkomunikasi dengan lancar

menggunakan bahasa jawa atau bahasa indonesia.

Page 23: ASKEP NYERI

Saat dikaji : pasien bisa berkomunikasi dengan lancar dan baik.

2. DATA OBYEKTIF

a. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : sedang, tenang.

2. Kesadaran : Composmetis

3. TD : 110/70 mmHg

4. N : 80 x/menit

5. S : 36,5 oC

6. R : 18 x/menit

b. Pemeriksaan Fisik ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi )

meliputi fungsi bila merupakan panca indra:

1. Kepala : bentuk kepala mesochepal, rambut kusam, rambut

hitam, kulit kepala kering, ada luka VL pada pelipis

sebelah kiri dan memar, ada nyeri tekan dengan skala 4

di area pelipis sebelah kiri.

2. Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, respon mata

kanan/kiri terhadap cahaya normal.

3. Hidung : simetris, kemerahan, ada peradangan, tidak ada

perdarahan, fungsi pembau normal.

4. Telinga : bentuk simetris, fungsi pendengaran normal.

5. Mulut : tidak ada perdarahan, tidak ada peradangan, mulut tidak

bermukosa.

6. Tenggorokan : tidak ada peradangan, tidak panas dalam.

7. Dada :

I= simetris

P= tidak terdengar bunyi tambahan.

P= ada nyeri tekan.

A= bunyi jantung normal terdapat kontraksi inspirasi.

8. Paru : suara nafas vesicular.

9. Jantung : denyut jantung teraba, irama denyut teratur, tidak ada

Page 24: ASKEP NYERI

pembengkakan jantung, terdengar bunyi jantung II.

10. Abdomen :

I= tidak ada lesi

A= suara bising usus keras.

P= ada nyeri tekan

P= tympani

11. Integument : tidak ada Oedema, ada lesi di pelipis sebelah kiri,

kemerahan di VL, turgor buruk,

12. Genetalia : tidak ada kelainan, tidak terpasang alat bantu.

13. Ekstremitas :

Atas : akral hangat, fungsi fisiologis ekstermitas normal.

Bawah : fungsi fisiologis ekstermitas normal.

Kekuatan otot ( exkstremitas )

4 4

4 4

Page 25: ASKEP NYERI

c. Pemeriksaan Penunjang

Darah ( 25/10/2010 Jam 08.00)

Pemeriksaan Darah

Para Result Ref. Range Para Result Ref. Range

WBC H 12,0 x 103/uL 4,0 – 10,0 MCV L 76,3 fL 82,0 – 95,0

Lymph# H 1,5 x 103/uL 0,8 – 4,0 MCH 29,9 pg 27,0 – 31,0

Mid# 0,8 x 103/uL 0,1 – 0,9 MCHC H 39,29 g/dL 32,0 -36,0

Gran# 6,7 x 103/uL 2,0 – 7,0 RDW-CV 13,4 % 11,5 – 14,5

Lymph# 3,7 % 20,0 - 40,0 RDW-SD 36,2 fL 35,0 – 56,0

Mid% 6,5 % 3,0 – 9,0 PLT 227 x 103/uL 150 – 500

Gran% 55,8 % 50,0 -70,0 MPV L 6,1 fL 7,0 – 11,0

HGB 14,3 g/dL 11,0 – 16,0 POW 15,3 15,0 – 17,0

RBC 4,78 x 106/uL 3,50 – 5,50 PCT 0,138 % 0,108 – 0,282

HCI L 36,4 % 37,0 -50,0

Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin II 14,2 gr/dL L: 14-18, P: 12-16

Hemoglobin III 14,3 gr/dL L: 14-18, P: 12-16

Retikulosit % 0,5 1,5

Eritrosit %

LED 1 jam % L: 0-15

LED 2 jam % L: 0-20

Basofil % 0-1

Eosinofil % 1-4

Batang % 2-5

Segmen % 36-66

Page 26: ASKEP NYERI

Limfosit % 22-40

Monosit % 4-8

Retikulosit % 0,5-1,5

Hematokrit L: 40-48, P: 37-43

Golongan darah O

Malaria negatif

Trombosit 150.000- 500.000

d. Terapi ( 25 Oktober s.d Sembuh )

Obat Oral:

- Amoxilin 3 x 500 mg ( 05.00 13.00 21.00 )

- Nasaflam 3 x 30 mg ( 05.00 13.00 21.00 )

Injeksi via bolus:

- Rantin 2x 50 mg ( 08.00 - 20.00 )

- Ondansetron 2 x 250 mg ( 08.00 - 20.00 )

Page 27: ASKEP NYERI

3. ANALISA DATA

No. Tgl/Jam Data Fokus Pathway Etiologi Problem

1. 25 Oktober

2010, jam

07.00 WIB

DS: pasien menyatakan

nyeri di atas pelipis kiri.

DO: pasien terdapat luka di

atas pelipis sebelah kiri 7

cm-an. Memar di pelipis

VL. Pasien masih berwajah

topeng (nyeri).

TD: 110/70 mmHg, N:

80x/mnt, R: 18x/mnt, S:

36,5 oC

P: nyeri datang terutama

pada saat aktivitas seperti

saat makan.

Q: Nyeri seperti ditusuk-

tusuk jarum.

R: Nyeri terasa pada kepala

terutama di atas pelipis

sebelah kiri .

S: skala nyeri 4

T: Nyeri sering terasa kalau

tidak diberi obat, terutama

pada malam hari.

Agen cidera fisik post jatuh.

Kerusakan jaringan

Memberikan

stimulus

kasar/nyeri pada

saraf

Nyeri

( diterjemahkan

oleh otak )

Agen cidera fisik

post jatuh.

Nyeri

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Page 28: ASKEP NYERI

Nyeri b.d Agen cidera fisik post jatuh.

5. INTERVENSI

Tgl/jam Dx. Kep. Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Paraf

25

Oktober

2010,

jam

07.00

WIB

Nyeri b.d

Agen cidera

fisik post

jatuh.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

diharapkan nyeri

pasien berkurang atau

hilang, dengan KH=

1. Tidak ada ekspresi

nyeri secara lisan

atau isyarat.

2. Tidak gelisah dan

Tidak susah tidur

karena gangguan

rasa nyaman karena

nyeri.

3. Keadaan umum dan

TTV normal.

4. Tidak terjadi infeksi

karena cidera pada

fisiknya.

5. Mengenali factor

penyebab dan

menggunakan

tindakan untuk

mencegah nyeri.

1. Pantau keadaan

umum pasien dan

TTV

2. Kaji skala nyeri

3. Catat tindakan

kemampuan

untuk

mengurangi atau

mencegah rasa

nyeri.

4. Perawatan luka

5. Bantu/ajarkan

relaksasi dan

distraksi.

1. Mengetahui

keasadaran, dan

kondisi tubuh

dalam keadaan

normal atau tidak.

2. Untuk mengetahui

seberapa jauh rasa

nyeri yang

dirasakan

3. Bagaimana pasien

meredam nyeri

atau untuk

menghindar dari

rasa nyeri.

4. Untuk

menghindari dari

infeksi karena

luka.

5. menciptakan rasa

aman, mengurangi

ketegangan otot

sehingga

menurunkan atau

menghilangkan

nyeri.

Page 29: ASKEP NYERI

6. Kaji pola istirahat

atau tidur malam

terkait nyeri yang

diderita.

7. Beri obat dengan

kolaborasi dokter.

6. untuk

mengidentifikasi

kesulitan atau

tidak untuk

istirahat/tidur yang

disebabkan rasa

nyeri.

7. Pemberian obat

sesuai jadwalnya.

Page 30: ASKEP NYERI

6. PELAKSANAAN

Tgl/jam Dx. Kep IMPLEMENTASI Respon Paraf

25

Oktober

2010,

jam

07.00

WIB

Nyeri b.d Agen

cidera fisik post

jatuh.

1. Memonitor KU dan

TTV

2. Melakukan perawatan

luka post jatuh.

3. Mengkaji pola tidur

malam

4. Mengkaji skala nyeri

1. KU = sedang, GCS=

15, composmetis.

TD = 110/100, N = 80

x/menit, R = 18

x/menit. S = 36,5oC.

2. Pasein kooperatif,

ganti balut luka

terhadap pasien

sebagai antisipasi

terhadap infeksi luka.

3. Pasien menyatakan

susah tidur malam

karena nyeri karena

luka dipelipis sering

datang. Tidur malam

kurang: 4-5 jam.

4. Pasien menyatakan

nyeri di kepala area

atas pelipis sebelah

kiri, nyeri seperti

ditusuk-tusuk, skala

nyeri 4, nyeri sering

datang saat aktivitas

seperti saat makan

Page 31: ASKEP NYERI

5. Mencatat tindakan

kemampuan

mengurangi atau

mencegah rasa nyeri.

dan saat tidur.

5. Pasien kooperatif dan

dapat bertindak

mandiri untuk

mencegah nyeri

datang dengan

menenangkan diri dan

pikiran.

Jam

13.00

WIB

. 6. Memberikan obat oral:

Amoxillin 500 mg dan

Nasaflam 30 mg sesuai

dengan kolaborasi

dokter.

6. Obat masuk oral,

pasien kooperatif,

tidak ada keluhan dari

pemberian obat.

25

Oktober

2010,

jam

14.00

WIB

1. Memonitor KU dan TTV

2. Membantu dan

mengajarkan teknik

relaksasi dan distraksi.

3. Mengkaji skala nyeri

4. Menganjurkan pasien

untuk istirahat.

1. KU =

sedang, GCS= 15,

composmetis. TD =

120/78, N = 88

x/menit, R =

20x/menit. S = 37oC.

2. Pasien

kooperatif, pasien

menyatakan lebih

rileks dan nyaman

pada tubuh dan

kepalanya.

3. Pasien

menyatakan skala

nyeri 4.

Page 32: ASKEP NYERI

4. Pasien

merasa nyaman.

25

Oktober

2010,

jam

19.00

WIB

1. Memonitor KU dan TTV

2. Mengkaji skala nyeri

1. KU = sedang, GCS=

15, composmetis.

TD = 120/80, N =

70x/menit, R =

20x/menit. S =

36,3oC.

2. Pasien menyatakan

nyeri masih dalam

skala 4.

Jam

21.00

3. Memberikan obat oral:

Amoxillin 500 mg dan

Nasaflam 30 mg sesuai

dengan kolaborasi

dokter.

4. Menganjurkan pasien

untuk beristirahat

3. Obat masuk oral,

pasien kooperatif,

tidak ada keluhan

dari pemberian obat.

4. Pasien merasa

nyaman

26

Oktober

2010

Jam

05.00

5. Memberikan obat oral:

Amoxillin 500 mg dan

Nasaflam 30 mg sesuai

dengan kolaborasi

dokter.

5. Obat masuk oral,

pasien kooperatif,

tidak ada keluhan

dari pemberian obat.

26

Oktober

2010

1. Memonitor KU dan

TTV.

1. KU = sedang,

GCS= 15,

Page 33: ASKEP NYERI

Jam

07.00

2. Melakukan perawatan

luka post jatuh.

3. Mengkaji pola tidur

malam.

4. Mengkaji skala nyeri

5. Mencatat tindakan

kemampuan

mengurangi atau

mencegah rasa nyeri

composmetis.

TD = 130/80, N = 87

x/menit, R = 18

x/menit. S = 36oC.

2. Pasein kooperatif,

ganti balut luka

terhadap pasien

sebagai antisipasi

terhadap infeksi luka.

3. Pasien menyatakan

bisa tidur malam.

Tidur malam cukup

6-7 jam.

4. Pasien menyatakan

nyeri berkurang dari

pada hari kemarin,

skala nyeri 2.

5. Pasien kooperatif

dan dapat bertindak

mandiri untuk

mencegah nyeri seperti

bercanda dengan

keluarganya.

Jam

13.00

6. Memberikan obat oral:

Amoxillin 500 mg dan

Nasaflam 30 mg sesuai

dengan kolaborasi

dokter.

6. Obat masuk oral,

pasien kooperatif,

tidak ada keluhan dari

pemberian obat.

Page 34: ASKEP NYERI

26

Oktober

2010

Jam

14.00

1. Memonitor KU dan

TTV

2. Membantu dan

mengajarkan teknik

relaksasi dan distraksi.

3. Mengkaji skala nyeri

4. Menganjurkan

pasien untuk istirahat.

1. KU = sedang, GCS=

15, composmetis. TD

= 130/78, N = 78

x/menit, R =

18x/menit. S = 37C.

2. Pasien kooperatif,

pasien menyatakan

lebih rileks dan

nyaman pada tubuh

dan kepalanya.

3. Pasien merasakan

nyeri pada pelipis kiri

berkurang dari pada

hari kemarin. Skala

nyeri 2.

4. Pasien merasa

nyaman.

26

Oktober

2010

Jam

19.00

1. Memonitor KU

dan TTV

1. KU = sedang, GCS=

15, composmetis. TD

= 120/80, N =

70x/menit, R =

20x/menit. S = 36,3oC.

2. Pasien menyatakan

nyeri masih terasa

Page 35: ASKEP NYERI

2. Mengkaji skala

nyeri

dalam skala 2.

Jam

21.00

3. Memberikan

obat oral: Amoxillin 500

mg dan Nasaflam 30 mg

sesuai dengan kolaborasi

dokter.

4. Menganjurkan

pasien untuk beristirahat

3. Obat masuk oral,

pasien kooperatif,

tidak ada keluhan dari

pemberian obat.

4. Pasien merasa

nyaman

27

Oktober

2010

Jam

05.00

5. Memberikan

obat oral: Amoxillin 500

mg dan Nasaflam 30 mg

sesuai dengan kolaborasi

dokter.

5. Obat masuk oral,

pasien kooperatif,

tidak ada keluhan dari

pemberian obat.

Page 36: ASKEP NYERI

7. EVALUASI

Tgl/Jam Dx. Keperawatan Evaluasi/SOAP

27

Oktober

2010 Jam

07.00

Nyeri b.d Agen cidera

fisik post jatuh.

S= Pasien menyatakan masih nyeri di kepala terutama

di atas pelipis sebelah kiri. Pasien menyatakan bisa

tidur malam, tidak terganggu sekali tidur malamnya

karena nyeri.

O= KU = sedang, GCS= 15, composmetis. TD =

120/80, N = 70x/menit, R = 20x/menit. S = 36,3oC.

Terdapat luka VL di atas pelipis sebelah kiri sepanjang

lebih kurang 7 cm. Memar di pelipis VL. Pasien masih

berwajah topeng (nyeri). Skala nyeri 2.

P: nyeri datang terutama pada saat aktivitas seperti

saat makan.

Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum.

R: Nyeri terasa pada kepala terutama di atas pelipis

sebelah kiri .

S: skala nyeri 2.

T: Nyeri terasa kadang-kadang, terutama pada malam

hari.

A= Masalah belum teratasi.

P= Lanjutkan intervensi

-Kaji KU dan TTV

- Kaji skala nyeri

Page 37: ASKEP NYERI

-Ajarkan/bantu teknik relaksasi distraksi.