askep gerd 2012 sudah di edit
DESCRIPTION
wjdfowjfowjfTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN GASTROESOPHAGEAL REFLUX
DISEASE (GERD)
KELOMPOK III
1. NYOMAN SUKMA SARIANI (1202115001)
2. (1202115022)
3. (1202115021)
4. (1202115004)
5. (1202115018)
6. (1202115002)
7. (1202115035)
8. (1202115039)
9. (1202115026)
10. (1202115027)
11. (1202115028)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
1
KONSEP DASAR PENYAKIT GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
(GERD)
A. PENGERTIAN
1. Gastroesophageal reflux disease adalah suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung kedalam esofagus, dengan berbagai
gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus,faring,laring dan saluran
nafas. (Aru W. Sudoyo, 2007 )
2. GERD adalah kembalinya isi lambung kedalam esofagus dengan cara pasif
yang disebabkan oleh hipotoni sfingter esofagus bagian bawah,posisi
abnormal sambungan esofagus dengan kardia. atau pengososngan isi
lambung yang lambat (Arief Mansjoer,2000 ).
3. Gastroesophageal reflux adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus
yang terjadi secara intermiten pada seseorang, terutama setelah makan
( Asroel, 2002).
4. Refluks gastroesofagus merupakan kembalinya isi lambung ke esophagus
atau lebih proksimal. Isi lambung tersebut dapat berupa asam lambung,
udara maupun makanan ( Resto, 2000).
Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh
kegagalan dari mekanisme anti reflux ,hipotoni sfingter esophagus bagian
bawah, posisi abnormal sambungan esofagus dengan kardia atau
pengososngan isi lambung yang lambat untuk melindungi mukosa eshopagus
terhadap reflux asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparan yang
berulang dan dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan
esofagus,faring,laring dan saluran nafas, yang terjadi secara intermiten
terutama setelah makan, dan isi lambung tersebut dapat berupa asam lambung,
udara maupun makanan.
B. EPIDEMIOLOGI
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada
populasi di negara-negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di
negara-negara Asia-Afrika. Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD
2
FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, mendapatkan kasus esofagitis
sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi
atas indikasi dyspepsia, gastroesofageal reflux didapatkan pada 45-89%
penderita asma, hal ini mungkin disebabkan oleh refluks esofageal,
refluksesfagopulmoner dan bat relaksan otot polos yaitu golongan betha
adrenergik, aminofilin, inhibitr fosfodiesterase menyebabkan inkompetensi
LES esfagus. Pada Bayi mengalami refluks ringan, sekitar 1 : 300 hingga
1:1000. Gastroesofagus refluks paling banyak terjadi pada bayi sehat berumur
4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, Pada umur 6 – 7 bulan, gejala
berkurang dari 61% menjadi 21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang
masih mengalami GERD. Sedangkan pada populasi dewasa yang masih
menderita GERD sekitar 20-40% . Perbandingan populasi antara laki-laki dan
perempuan tidak terdapat perbedaan insiden yang begitu jelas kecuali jika
dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-erosive reflux disease
lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi
faktor utama dalam perkembangan GERD, namun Barretts esophagus lebih
sering terjadi pada laki-laki. Prevalensi GERD meningkat pada orang tua dari
40 tahun.
C. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Defensif dari Esofagus
a. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
b. Ketahanan epitel esophagus menurun
c. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
d. Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
e. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
2. Ofensif dari bahan refkluksan
a. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2, adanya
pepsin, garam empedu, HCl
b. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
c. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral
d. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang
3
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah
termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai
antihistamin dan beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat.
D. MANIFESTASI KLINIS
1) Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
2) Muntah
3) Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
4) Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
5) Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip
dengan lokasi panas dalam perut.
6) Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
7) Suara parau
8) Ludah berlebihan (water brash)
9) Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
10) Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
11) Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
12) Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau
darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
13) Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi
bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum
kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
4
Tabel 1. Tanda dan Gejala GERD pada Bayi dan Anak
Bayi Anak dan Remaja
Tidak mau makan/minum/menetek Nyeri perut
Muntah berulang Rasa terbakar di dada/ulu hati
(heartburn)
Gagal tumbuh (failure to thrive) Muntah berulang
Rewel terus-menerus Kesulitan menelan (disfagia)
Tersedak/apnea (henti napas sesaat)
berulang
Batuk kronik/mengi
Posisi opistotonus Suara serak
Tabel diambil dari Medscape
E. PATOFISIOLOGI
GERD terjadi karena beberapa factor seperti Hiatus hernia, pendeknya
LES, penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang menyebabkan penurunan
tonus LES dan terjadi relaksasi abnormal LES sehingga timbul GERD. Hiatus
hernia juga menyebabkan bagian dari lambung atas yang terhubung dengan
esophagus akan mendorong ke atas melalui diafragma sehingga terjadi
penurunan tekanan penghambat refluks dan timbul GERD. Selain itu, GERD
juga terjadi karena penurunan peristaltic esophagus dimana terjadi penurunan
kemampuan untuk mendorong asam refluks kembali ke lambung, kelemahan
kontraksi LES dimana terjadi penurunan kemampuan mencegah refluks,
penurunan pengosongan lambung dimana terjadi memperlambat distensi
lambung, dan infeksi H. Pilory dan korpus pedominas gastritis. GERD dapat
menimbulkan perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks
mengakibatkan nyeri akut. Selain itu GRED menyebabkan kerusakan sel
skuamosa epitel yang melapisi esophagus sehingga terjadi nyeri akut,
gangguan menelan, dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Gangguan nervus
yang mengatur pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga timbul pola
nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks cairan masuk
ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi . GERD dapat menyebabkan
5
refluks asam lambung dari lambung ke esophagus sehingga timbul odinofagia,
merangsang pusat mual di hipotalamus, cairan terasa pahit pada mulut, aliran
balik dalam jumlah banyak sehingga terjadi penurunan nafsu makan
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter
(LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada
saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran
retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster
ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau
sangat rendah (< 3 mmHg). Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi
melalui 3 mekanisme:
a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah
menelan
c. Meningkatnya tekanan intraabdominal
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya
GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan
faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esophagus,
adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus
(lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang
termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES.
Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde
pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang
normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya
hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya),
obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan
faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.
6
Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri,
tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal
yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES
relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan
berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat
(delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala
GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus
LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus
adalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan
kembali ke lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh
proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi
oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak
antara bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin
besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD
ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi
menimbulkan kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar
mekanisme bersihan esophagus tidak aktif.
c. Ketahanan epithelial esophagus
7
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak
memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme
ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :
Membran sel
Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus
Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan
bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+
dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel
esophagus, sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas
epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi
daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya
rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang
dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada
pH < 2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya
itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD
adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks
fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan
delayed gastric emptying.
Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD
relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada
hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag
A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan
adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD
merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap
sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat
tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang
8
tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant
antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya
gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala
refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh
eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta
memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-
infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H. pylori
dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung.
Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori
dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat
memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung.
Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori
dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan
serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan
PPI jangka panjang.
Non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala
GERD. Non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat
asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga
karena hipersensitivitas visceral.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya
hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai
dilakukan terapi endoskopik.
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus,
menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas
hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
1. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer.
Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya,
9
namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi
refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama
tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel,
mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang
dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung,
menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,
menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan
memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis
beta adrenergic, progesterone.
2. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa
sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan
motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya
sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada
pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up
dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-
obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis
reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan
penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down
pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan
10
dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up.
Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik
tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini
pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan
terapi step down.
Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat
kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya
dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau
bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-
obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan
sampai gejala hilang.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup
efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD :
a. Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi
esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan
obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat
menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium,
11
penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.
b. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan
nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif
dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis
2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini
hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi.
c. Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD
karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun,
pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada
penekanan sekresi asam.
d. Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan
dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi
dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena
melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan
saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
e. Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan
efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena
tidak melalui sawar darah otak.
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan
penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat
ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung.
f. Cisapride
12
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus
LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan
lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
g. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini
tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai
buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan
garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena
bekerja secara topikal (sitoproteksi).
h. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton
sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap
sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan
serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive
derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor
H2.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi
inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.
3. Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan,
penyempitan, tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pengobatan apapun. Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.
4. Terapi endoskopi :
Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam konteks penelitian,
akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada GERD
yaitu :
1. penggunaan energi radiofrekuensi
13
2. plikasi gastric endoluminal
3. implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di
bawah mukosa esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus
bagian distal menjadi lebih kecil.
5. Pada anak :
1) Bayi dengan refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau
setengah tegak dan kemudian dijaga pada posisi tegak untuk 30
menit setelah makan
2) Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa diangkat 6
inci (kira-kira 15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di
waktu malam, menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum waktu
tidur, minum minuman berkarbonat atau apa yang mengandung
kafein, menjauhi asap tembakau.
3) Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan mengganti/menambahkan
ASI dengan susu formula, dan pada bayi dengan konsumsi susu
formula, tidak perlu mengganti ke jenis susu formula khusus.
Tabel 2. Pengaturan Kebiasaan/Perilaku pada Bayi/Anak dengan
GERD
Bayi Anak dan Remaja
Makanan/minuman dibuat lebih
kental
Mengurangi berat badan
jika overweight
Makan/minum sedikit tapi sering Modifikasi diet/pola makan
Posisi tegak setelah makan/minum Menghindari merokok
Menghindari paparan asap rokok
Tabel diambil dari Medscape
14
4) Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa
proton (proton pump inhibitors) dapat mengurangi gejala dan
memulihkan mukosa (selaput lendir) saluran cerna.
Tabel 3. Dosis Obat pada GERD dengan Indikasi
Obat Dosis Frekuensi
Antagonis H2
Cimetidine 40 mg/kg/hari 3 – 4 x/hari
Famotidine 1 mg/kg/hari 2 x/hari
Ranitidine 5-10 mg/kg/hari 2 – 3 x/hari
Penghambat Pompa Proton (PPI)
Lansoprazole 0.4-2.8 mg/kg/hari Sekali sehari
Omeprazole 0.7-3.3 mg/kg/hari Sekali sehari
Tabel diambil dari Medscape
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala
khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
2) Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD,
namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari
endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis
peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.
15
3) Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian
distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran
pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
4) Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M
dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap
monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas.
Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami
pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini
dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya
nyeri yang berasal dari esophagus.
5) Manometri esofagus
Mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah menunjukan
kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup yang
berfungsi buruk kekuatan sphincter
H. PENCEGAHAN
Ajarkan kepada pasien hal-hal yang menyebabkan refluks, cara menghindari
refluks dengan penatalaksanan anti refluks (obat-obatan, diet, dan therapi
posisi) dan keluhan atau gejala yang harus diperhatikan serta dilaporkan.
a. Intruksikan pasien untuk menghindari keadaan yang dapat meningkatkan
tekanan intra-abdomen ( seperti membungkuk, batuk, latihan berat,
pakaian ketat, konstipasi dan obesitas ) dan menghindari substansi yang
dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah ( rokok,
alkohol, makanan berlemak, serta kafein )
b. Sarankan pasien untuk duduk tegak, khususnya sehabis makan, dan
makan makanan dengan porsi kecil tetapi sering. Beri tahukan kepadanya
untuk menghindari makanan pedas atau makanan dengan bumbu
16
merangsang, minuman asam, minuman beralkohol, kebiasaan makan
camilan sebelum tidur, dan makan makanan kaya karbohidrat, atau lemak
yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Pasien
penyakit refluks gastroesofagus harus sudah makan dua hingga tiga jam
sebelum tidur.
c. Beri tahu pasien untuk meminum obat antasid sebagaimana diinstruksikan
dokter ( biasanya 1 serta 3 jam sesudah makan dan pada saat akan tidur ).
I. KOMPLIKASI
a. Esofagitis ulseratif
b. Esofagus barrett’s : yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi
kolumner metaplastik.
c. Striktur esofagus
d. Gagal tumbuh (failur to thrive)
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f. Aspirasi.
( Asroel, 2002 )
17
KASUS : Ny. Y datang ke IRD dengan keluhan mual muntah yang terus menerus,
rasa terbakar di dada, dari 2 hari kemarin, terdapat tanda-tanda dehidrasi, konjungtiva
anemis, mukosa bibir kering, CRT 4 detik.
ASUHAN KEPERAWATAN GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik dan didapatkan
data : Ny. Y datang ke IRD dengan keluhan mual muntah yang terus menerus,
rasa terbakar di dada, dari 2 hari kemarin, terdapat tanda-tanda dehidrasi,
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT 4 detik
a. Keadaan Umum ( tidak ada data )
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital ( tidak ada data )
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya ( tidak ada data )
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita penyakit paru yang
dapat menjadi predisposisi GERD.
d. Pola Fungsi Keperawatan Menurut Gordon
1) Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan ( tidak ada data )
18
Deskipsi pasien ttg status kesehatan umum, riwayat sakit yg
lalu, operasi, dirawat di rumah sakit, persepsi penyebab sakit saat ini
dan upaya yg dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.
2) Nutrisi – metabolic
Data subjektif : “ Ny. Y mengeluh mual muntah yang terus
menerus sejak 2 hari kemarin “
Data objektif : tanda – tanda dehidrasi (+) , konjungtiva anemis,
mukosa bibir kering, CRT 4 detik.
3) Eliminasi ( tidak ada data )
Kaji Pola BAB, BAK, fungsi ekskresi kulit, penggunaan alat
untuk eliminasi frekwensi karakter BAB, BAB terakhir frekwensi,
karakteristik ekskresi urin, kesulitan BAK.
4) Aktivitas – latihan ( tidak ada data )
Kaji Pola latihan, ADL, aktifitas waktu luang, / rekreasi,
keseimbangan energi, focus pada aktifitas yg penting Status
kardiopulmonal dan pengaruhnya terhadap aktifitas
5) Istirahat – tidur ( tidak ada data )
Frekwensi dan durasi periode istirahat tidur, penggunaan obat
tidur, kondisi lingkungan saat tidur
6) Kognitif – perceptual
Kaji fungsi sensori ( pendengaran: nyeri pada telinga,
penglihatan, perasa, pembau, perabaan ) kenyamanan dan nyeri, fungsi
kognitif ( bahasa, memori, penilaian, pengambilan keputusan )
Data subjektif : “ Ny. Y datang dengan mengeluh nyeri seperti
rasa terbakar di dada dari 2 hari kemarin “
Data objektif : -
7) Persepsi diri / konsep diri ( tidak ada data )
Kaji perasaan harga diri secara umum, sikap tentang dirinya,
identitas diri, pola emosional umum
8) Peran – hubungan ( tidak ada data )
19
Kaji peran kelurga dan peran social, kepuasan dan
ketidakpuasan dengan peran, persepsi terhadap peran yg terbesar
dalam hidup
9) Seksual – reproduksi ( tidak ada data )
Focus pasutri terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dengan
seks, pola reproduksi ; menstruasi
10) Koping – toleransi stress ( tidak ada data )
Kaji metode untuk mengatasi atau kooping thd stress,
mendefinisakan stressor, toleransi thd stress, efektifitas kooping
11) Nilai – kepercayaan ( tidak ada data )
Kaji Nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan dengan
pilihan, atau membuat keputusan, kepercayaan spiritual, issu ttg hidup
yg penting, hubungan antara pola nilai kepercayaan dengan masalah
dan praktek kesehatan
e. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
1) Tampak tanda- tanda dehidrasi.
2) Tampak konjuntiva anemis
3) Tampak mukosa bibir kering.
Palpasi :
1) CRT 4 detik.
f. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang ( tidak ada data )
20
2. WOC DAN MASALAH KEPERAWATAN
21
faktor defensive dari esofagus faktor opensif dari bahan refluksat
GERD
Regurgitasi
Resiko Aspirasi
Refluk ke Air way
Peradangan Pita Suara
Inflamasi saluran nafas
Rangsang Medola OblongataRespon
peradangan lokal
Kerusakan Mukosa Esofagus
Hambatan komunikasi
verbal
Pola Nafas Tak Efektif
HipersalivaPeradangan Esofageal
Nyeri Epigastrik
Disfagia, Odinofagia
PK Perdarahan
Nyeri
Anoreksia
Intake menurun
Perubahan status
kesehatan anak
Informasi klg, anak kurang
Inefektif breast
feeding
Gangguan Menelan
Kekurangan volume cairan
Keterlambatan tumbuh
kembang
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Waktu & Frek kontak mukosa
dgn asam meningkat
Metaplasia epitel
Barret Desease
Ansietas Kurang Pengetahuan
PK Keganasan
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif ditandai dengan “Ny. Y mengeluh mual muntah
sejak 2 hari kemarin “, tanda- tanda dehidrasi (+), konjungtiva anemis,
mukosa bibir kering, CRT 4 detik.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis ( peradangan ) ditandai dengan “ Ny. Y mengeluh nyeri seperti
rasa terbakar di dada “
22
4. PERENCANAAN (NNN)
No Diagnosa Keperawatan Intervensi1 Kekurangan Volume Cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan “ Ny. Y mengeluh mual muntah sejak 2 hari kemarin “, tanda-tanda dehidrasi (+), konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT 4 detik.
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada natrium
NOC: Fluid balance Hydration Nutritional Status : Food and Fluid
Intake Nausea and vomiting control
Kriteria Hasil : Mempertahankan urine output
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan, CRT normal.
Mual dan muntah dapat diatasi.
NIC :
Fluid management
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Monitor vital sign Monitor masukan makanan / cairan dan
hitung intake kalori harian Kolaborasi pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan Berikan diuretik sesuai interuksi Berikan cairan IV pada suhu ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan Tawarkan snack ( jus buah, buah segar ) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk Atur kemungkinan tranfusi
Nausea management
23
Kaji mual terkait frekuensi, durasi, keparahan dan faktor pencetus munculnya mual
Observasi secara nonverbal ketidaknyamanan
Kaji riwayat diet makanan, yang disukai, tidak disukai, dan budaya makan
Identifikasi faktor terkait obat dan prosedur yang mungkin sebagai penyebab mual.
Kolaborasi pemberian obat antiemetic untuk mencegah mual.
Kontrol faktor lingkungan yang mungkin memicu mual ( stimulasi suara atau cahaya.
Kurangi dan hindari faktor personal yang mungkin mencetus mual ( takut, cemas, lelah ).
Identifikasi strategi yg berhasil mengatasi mual.
Promosikan istirahat dan tidur yang cukup untuk mengurangi mual.
Makan porsi kecil tapi sering. Anjurkan makan tinggi karbohidrat dan
rendah lemak. Monitor kecukupan nutrisi dan kalori.
2 Nyeri akut berhubungan dengan agens
cedera biologis ( peradangan ) ditandai
NOC : Pain Level,
NIC :
24
dengan “ Ny. Y mengeluh nyeri seperti
rasa terbakar di dada “
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa ( International Association for the Study of Pain ); awitan yang tiba –tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
Pain control,Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat
25
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
26
5. EVALUASI
a. Diagnosa I :
S : “ Ny Y mengatakan mual muntah sudah hilang “
O : tanda-tanda dehidrasi (-), konjungtiva merah muda, mukosa bibir lembab,
CRT < 2 detik, tanda- tanda vital normal
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intake dan output cairan.
b. Diagnosa II :
S : “ Ny Y mengatakan nyeri seperti rasa terbakar di dada sudah hilang “
O : tanda vital dalam batas normal
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
27
PENDIDIKAN YANG PERLU DIBERIKAN PADA PASIEN DAN
KELUARGA :
1. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang
menyebabkan, tanda gejala, bagaimana cara pengobatan, dan prognosis penyakit
yang diderita.
2. Menginstruksikan untuk menghindari factor yang menurunkan tekanan sfingter
esofagus
3. Menginstruksikan untuk menghindari factor yang dapat menyebabkan iritasi
esofagus
4. Menginstruksikan untuk makan diet rendah lemak, tinggi serat
5. Menghindari kafein, tembakau, dan pepermin
6. Menghindari makan atau minum 2 jam sebelum tidur
7. Hindari berat badan berlebihan (obesites)
8. Meninggikan kepala tempat tidur 6-8 inci (15-20 cm) menghindari regurgitasi.
12 Makanan dan Minuman Tips untuk Pertolongan Heartburn
Malam Hari
1. Mencegah nyeri ulu hati dengan membatasi makanan asam, seperti jeruk bali,
jeruk, tomat, atau cuka.
2. Makanan pedas akan menyebabkan nyeri ulu hati? Kurangi merica atau cabe
3. Jangan berbaring selama dua hingga tiga jam setelah Anda makan. Ketika Anda
duduk, gravitasi membantu makanan menguras dan asam lambung ke perut Anda
4. Nikmatilah daging tanpa lemak dan makanan tanpa lemak. Makanan berminyak
(seperti kentang goreng dan burger keju) dapat memicu mulas.
5. Menghindari pemicu gejala GERD? Anda mungkin ingin mengurangi cokelat,
mint, jeruk, tomat, merica, cuka, saus, dan mustard.
6. Hindari minuman yang dapat memicu refluks, seperti alkohol, minuman dengan
kafein, dan minuman berkarbonasi.
7. Perihal Ukuran: Makan porsi kecil dan Anda mungkin menghindari memicu gejala
GERD.
8. Menikmati minuman sepulang kerja? Anda mungkin ingin beralih ke teetotaling:
Alkohol dapat bersantai esophageal sphincter, memburuknya GERD.
28
9. Kalau suka minuman ber cola? Mungkin sudah saatnya untuk mengurangi. Cola
dapat berhubungan dengan refluks dan gejala GERD.
10. Jangan makan terlalu cepat! Cobalah menempatkan garpu Anda di antara gigitan.
11. Hindari ngemil pada waktu tidur. Makan dekat dengan waktu tidur dapat memicu
gejala sakit maag.
12. Mengurangi risiko nyeri ulu hati malam hari Anda: Makan makan dua sampai tiga
jam sebelum tidur
16 Tips gaya hidup untuk Pertolongan Heartburn di Malam Hari
1. Hindari pakaian ketat. Ikat pinggang ketat, ikat pinggang, dan stoking dapat
menekan perut Anda yang memicu heartburn
2. Berusaha hidup kurang stres. Stres dapat meningkatkan asam lambung,
meningkatkan gejala sakit maag.
3. Cobalah menurunkan berat badan. Tekanan dari kelebihan berat badan
meningkatkan asam lambung kesempatan akan cadangan ke dalam
kerongkongan.
4. Popping antasida lebih dari sekali seminggu? Anda mungkin memiliki GERD, tidak
disertai nyeri dan membutuhkan pengobatan lebih agresif.
5. Cobalah mengunyah permen karet pada malam hari. Hal ini dapat meningkatkan
produksi air liur yang menetralisir asam lambung.
6. Tidak semua "pemicu" makanan menyebabkan gejala GERD pada semua orang.
Melacak gejala Anda untuk menemukan pemicu pribadi Anda.
7. Hamil? Anda mungkin mempunyai pengalaman heartburn atau GERD. Bicarakan
dengan dokter anda untuk menemukan solusi
8. Heartburn memburuk setelah latihan? Minum banyak air. Ini membantu dengan
hidrasi dan pencernaan.
9. GERD yang tidak diobati secara radikal dapat meningkatkan risiko kanker
kerongkongan. Tapi refluks dapat dikelola. konsultasikan dengan dokter Anda.
10. Mencoba menyimpannya berupa buku harian atau log untuk memantau kegiatan
yang mungkin memicu insiden.
11. Perut yang terasa penuh dapat berarti nyeri heartburn akan terasa disepanjang
malam Tunggu paling tidak 2-3 jam setelah Anda makan sebelum tidur.
29
12. Jangan lakukan aktivitas dengan segera jika tidak ingin memicu heartburn Tunggu
minimal dua jam setelah makan sebelum berolahraga.
13. Nikotin dapat menyebabkan sfingter esofagus Anda berelaksasi Jika Anda
merokok, menghentikan kebiasaan itu.
14. Beberapa obat dapat memperburuk refluks. Konsultasikan dengan dokter Anda
tentang alternatif.
15. Gunakan blok atau batu bata di bawah tiang ranjang untuk menaikkan kepala 6
inci tempat tidur Anda sehingga Anda dapat tidur dengan kepala dan dada
ditinggikan. Anda juga dapat mencoba bantal ganjalan.
16. Tekuk kedua lutut. Membungkuk di pinggang cenderung meningkat gejala
refluks.
30
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santoso.Panduan Diagnosa Keperawatan Nandha.Jakarta : Prima Medika ;2005
Carpenito – moyet,L.J. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3 th ed. Jakarta :
EGC.
Gastroesophageal Refflux disease (GERD ).http://www.emedicine.com/med/topic
859.htm,di akses tanggal 18 mei 2010
Gastroesophageal Refflux disease .http://
www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/medmaster/a6977.html,dia akses
tanggal 18 mei 2010
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC; 2001.
31