askep anak dengan ikterus neonatorum ''shanty
TRANSCRIPT
ASKEP ANAK DENGAN IKTERUS NEONATORUM
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN IKTERUS
A. TINJAUAN TEORI1. Defenisi
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum, A.H 1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
2. Etiologya. Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:
1) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran3) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada
bayi Hipoksia atau Asidosis4) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).6) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif3. Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya
sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk kembali ke hati .
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :a. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkatb. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.c. Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi albumin
menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
d. Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
4. Manifestasi klinikGejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:a. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)b. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.c. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.d. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KMKe. Letargik dan gejala sepsis lainnyaf. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosisg. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hatih. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)l. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.
5. KlasifikasiIkterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
a. Ikterus fisiologiIkterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang hari
ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
b. Ikterus Patologis1) Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.2) Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl pada bayi
aterm.4) Ikterus yang disertai proses hemolisis5) Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.6) Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah :1) Penyakit hemolitik2) Kelainan sel darah merah3) Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.4) Infeksi5) Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia6) Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida,
salisilat, sodium bensoat, gentamisin,7) Pirai enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.6. Pemeriksaan Penunjanga. Kadar bilirubin serum (total)b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepic. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayid. Pemeriksaan kadar enzim G6PDe. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
7. PenatalaksanaanBerdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemiab. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasic. Meningkatkan Badan Serum Albumind. Menurunkan Serum Bilirubina) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b) Tranfusi PenggantiTransfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.d. Tes Coombs Positife. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)c. Menghilangkan Serum Bilirubind. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
c) Therapi ObatPhenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
8. KomplikasiKomplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak dengan gambaran klinik:a. Letargi/lemasb. Kejangc. Tak mau menghisapd. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonuse. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejangf. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.B. Konsep Inkubator1. Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
2. Cara Menggunakan InkubatorMelakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan
keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu
lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
a. Inkubator Terbuka :1) Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada
bayi2) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan3) Membungkus dengan selimut hangat4) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara5) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala6) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.b. Inkubator Tertutup1) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti anpea
dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.2) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung3) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi4) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh5) Pengaturan oksigen selalu diobservasi6) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o C.3. Pengaturan Suhu Inkubator
Berat Badan Lahir (gram)
0 – 24 jam( 0 C )
2 – 3 hari( 0 C )
4 – 7 hari( 0 C )
8 hari( 0 C )
1500 34 – 36 33 – 35 33 – 34 32 – 33
1501 – 2000 33 – 34 33 32 – 33 32
2001 – 2500 33 32 – 33 32 32
> 2500 32 – 33 32 31 – 32 32
Keterangan :Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap
minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
C. Tinjauan Asuahan Keperawatan1. Pengkajiana. Anamnese orang tua/keluarga : Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan
atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
v Riwayat kelahiran:1) Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakn predisposisi
terjadinya infeksi2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas
(hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.3) Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.4) Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).b. Pemeriksaan fisik1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun2) Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga
diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
3) Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia4) Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan frekuensi
nafas.5) Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan oleh
adanya infeksi6) Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal
ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
c. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
d. Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
e. Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemahf. Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas menurun, perdarahan
baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.g. Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan
adanya tanda – tanda kern - ikterus2. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :Diagnosa I : Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bilirubinTujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan.Kriteria Hasil :
a. bayi tidak sesak napasb. Leukosit dalam batas normal.c. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi dan Rasionala. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda
vitalb. Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan. Rasional : Untuk evaluasi derajat distressc. Observasi kulit dan membran mukosa. Rasional: Untuk mengetahui sianosis perifer ( pada
kuku) dan sianosis sentral ( pada sekitar bibir).d. Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien. Rasional : Menurunkan tekanan
diafragma dan melancarkan O2e. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2. Rasional : Memperbaiki / mencegah
memburuknya hipoksiaf. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC. Rasional: Mencegah
perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis.
Diagnosa II : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.Kriteria hasil :
a. Turgor kulit baik.b. Mukosa lembab.c. Mata tidak cekungd. Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).e. Penurunan BB dalam batas normal.f. Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
Intervensi Dan Rasionala. Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol. Rasional :Memenuhi kebutuhan cairan
sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin keadekuatanb. Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa. Rasional : Dapat menentukan
tanda-tanda dehidrasi dengan tepat.c. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasional :Mengetahui keseimbangan antara masukan
dan pengeluaran.d. Monitor TTV. Rasional : Mengetahui status perkembangan pasien.e. Kaji hasil test elektrolit. Rasional : Perpindahan cairan atau elektrolit, penurunan fungsi ginjal
dapat meluas mempengaruhi penyembuhan pasien.Diagnosa Keperawatan III : Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia berhubungan dengan sistem pengaturan suhu tubuh yang belum matangTujuan keperawatan : Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36 – 37 5 o CKriteria hasil : Bayi akan :
a. Mempertahankan suhu tubuh normal 36 – 37 5 o Cb. Akral hangatc. Tidak sianosisd. Badan berwarna merah
Intervensi dan Rasional :a. Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
Rasional : Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2 (hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
b. Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik.Rasional :Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O2 dan kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
c. Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tuaRasional : Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin
d. Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop.Rasional : Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
e. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutupRasional : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
ASUHAN KEPERAWATAN IKTERUS NEONATORUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Ikterus Neonatorum adalah iketrus yang mempunyai dasar patologis / kadar bilirubin yang
mencapai nilai yang disebut Hyperbilirubinemia (Purnawan Junaedi ;1995)
Berdasarkan hasil pendataan epidemiologi di Ruang Perawatan IV RS. Dustira
menunjukkan bahwa jumlah pasien anak dengan ikterus neonatorum satu tahun terakhir
sebanyak 78 anak dengan rata-rata 6 anak setiap bulannya.
Mahasiswa akademi perawat dalam melaksanakan praktek tentang Perawatan Kesehatan
Anak harus mampu menguasai tehnik perawatan dengan melakukan kompetensi sesuai dengan
tugasnya yaitu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif agar klien dapat
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
B. Ruang Lingkup Masalah
Dalam laporan ini ditetapkan cara-cara pengkajian data dasar kepada pasien setelah
menetapkan pengkajian diteruskan dengan menegakkan diagnosa keperawatan, dilanjutkan
dengan menetapkan tujuan, intervensi dan diimplementasikan lalu membuat evaluasinya.
Berdasarkan deskripsi mata kuliah Perawatan Kesehatan Anak yang berisi kompetensi
yaitu mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien sesuai dengan kebutuhannya :
a. Melakukan pengkajian
b. Menegakkan diagnosa keperawatan
c. Menetapkan intervensi keperawatan
d. Melaksanakan implementasi
e. Membuat evaluasi dan catatan perkembangan
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam membuat dan melaksanakan asuhan
keperawatan.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pasien.
2. Mahasiswa mampu menganalisis data dan membuat prioritas masalah
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan.
4. Mahasiswa mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan
5. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan perawatan sesuai perencanaan.
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan.
7. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi asuhan keperawatan.
D. Rumusan Masalah
a. Konsep dasar penyakit dan penatalaksanaan asuhan keperawatan
b. Asuhan Keperawatan sesuai kebutuhan dasar manusia
E. Metode Penulisan
Laporan ini disusun secara narasi deskriptif yang diperoleh berdasarkan metode studi
lapangan dengan menggunakan Ruang Perawatan IV sebagai lahan praktek, anamnesa, observasi
dan pemeriksaan fisik, juga studi dokumentasi dengan melihat catatan medik klien, dan studi
literatur dengan menggunakan buku-buku sumber sebagai bahan acuan praktek.
F. Sistematika Penulisan
Bab Satu membahas pendahuluan yang mengemukakan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab Dua membahas tinjauan
teoritis mencakup konsep dasar penyakit, etiologi, penatalaksanaan, patologi, pengobatan dan
penatalaksanaan asuhan keperawatan. Bab Tiga menguraikan proses keperawatan dari
pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, pelaksanaan tindakan, evaluasi dan catatan
perkembangan. Bab Empat membahas penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
IKTERUS NEONATORUM
Billirubin dalam darah mengalami proses dan berubah menjadi billirubin direct. Billirubin
direct kemudian diekskresikan ke usus dan sebagian dikeluarkan dalam bentuk billirubin direct
dan sebagian lagi dalam bentuk sterkobilin, bila terjadi hambatan/gangguan dalam usus maka
oleh pengaruh enzim B glukorodinasi billirubin sebagian dirubah menjadi billirubin indirect
yang kemudian diserap ke sirkulasi darah.
Billirubin ini kemudian diangkut ke hepar untuk di proses lagi, pada janin sebagian
billirubin ini diekskresikan ke plasenta. Pada BBL ekskresi melalui plasenta terputus sehingga
masuk lagi ke hepar. Karena itu bila fungsi hepar belum sempurna/ terdapat gangguan, misal :
hypoxia, kekurangan glukosa maka kadar billirubin indirect dalam darah meningkat yang dapat
menimbulkan icterus.
A. TANDA-TANDA
- Timbul pada hari ke-2 dan ke-3
- Kadar billirubin direct tidak melebihi 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg %
pada neonatus kurang bulan.
- Kecepatan peningkatan kadar billirubin tidak melebihi 5 mg % /hari.
- Kadar billirubin direct tidak melebihi 1 mg %.
- Icterus menghilang pada 10 hari pertama.
- Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
B. PENYEBAB
- Penambahan volume sel darah
- Umur sel darah merah janin yang pendek
- Billirubin meningkat karena sel yang rusak
- Meningkatnya reabsorpsi billirubin dari usus
- Pemberian minum terlambat
C. PENATALAKSANAAN
- Pemberian ASI diteruskan
- Bayi ditidurkan di dekat jendela untuk mendapatkan sinar matahari
ICTERUS PATOLOGIS
A. Definisi
Adalah icterus yang mempunyai dasar patologis/kadar billirubin mencapai nilai yang disebut
hyperbillirubinemia.
B. Patofisiologi
Sama dengan icterus fisiologi.
C. Tanda
- Icterus terjadi 24 jam pertama
- Kadar billirubin indirect melebihi 10 mg % /hari
- Peningkatan billirubin lebih dari 5 mg % /hari
- Icterus menetap sesudah 2 minggu pertama
- Kadar billirubin indirect melebihi 1 mg %
- Mempunyai hubungan dengan proses patologis
D. PENYEBAB
- Terjadi penghancuran eritrosit yang hebat
- Fungsi hepar belum sempurna
- Terlambat mengikat tali pusat
- Hypoxia
E. PENATALAKSANAAN
- Berikan banyak minum ASI
- Pemberian fototherapi
- Pemberian plasma/albumin 1 gr/kg BB
- Tranfusi tukar
- Test diagnostik
Apabila bayi hari pertama sudah kuning dan 3 hari masih dalam keadaan kuning bayi
segera dirujuk ke RS.
ASKEP PADA BAYI DENGAN ICTERUS NEONATORUM
A. PENGUMPULAN DATA
1. Data subyektif :
- Biodata
- Anamnesa
- Keluhan utama
2. Data objektif
- Kulit kuning
- Malas minum
- Tidak mau menghisap
- Lethargi
- Suhu tidak stabil
- Kadar billirubin direct dan indirect meningkat
B. INTERPRETASI DATA
1. Kulit kuning
2. Suhu tidak stabil
3. Reflek menghisap kurang
C. ANTISIPASI MASALAH
1. Potensial icterus patologis
2. Potensial terjadinya penurunan BB patologis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI.A
DENGAN ICTERUS NEONATORUM
DI RUANG IV RS DUSTIRA
I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama : By. W
Tgl lahir : 20 Desember 2001 (9 hari)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : Satu
Tgl masuk RS : 30 – 12 - 2001
Tgl dikaji : 01 – 01 - 2001
Diagnosa medis : Icterus neonatorum
No Reg : 0021/D/01/02
Penanggung jawab
Nama Bapak : Tn. Ade
Umur : 27 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : TNI AD
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Jl. Sangkuriang No.38 Rt: 06/02 Cimahi
Nama Ibu : Ny. Mira
Umur : 24 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
B. Alasan Masuk Rumah Sakit
Ibu membawa bayinya ke rumah sakit karena bayinya terlihat kuning sejak usia 10 hari, dan
bayinya tampak lemah.
C. Keluhan Utama
Sejak usia 10 hari bayi terlihat kuning dan lemah, hingga bayi tidak mau menetek, warna kuning
terlihat jelas terutama di daerah wajah dan sklera.
D. Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Yang Lalu
Ibu mengatakan bayinya tidak mempunyai penyakit apapun sejak dilahirkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan bayinya terlihat kuning dan menjadi lemah sejak usia 10 hari, hingga bayi tidak
mau menetek, warna kuning terlihat jelas di daerah wajah dan sklera
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga belum pernah ada yang menderita penyakit menular baik
pernafasan ataupun pencernaan, tidak ada riwayat gangguan kardiovaskuler, tidak riwayat
penyakit keturunan dan tidak ada riwayat hepatitis.
Keterangan :
: Laki-laki : Hubungan perkawinan
: Perempuan : Tinggal serumah
: Klien
F. Riwayat Kehamilan
1. Pre Natal
a. Kehamilan : merupakan kehamilan yang pertama dan sangat diharapkan.
b. Penerimaan Kehamilan : Ibu sangat senang dengan kehamilannya dan sangat diharapkan.
c. Gizi Ibu Selama Hamil : Baik, Ibu mengatakan selama hamil selalu mengkonsumsi makanan
bergizi (sayuran, ikan, susu, buah).
d. Kesehatan Ibu Selama Hamil : Saat hamil ibu dalam keadaan baik, tidak mengalami gangguan
kesehatan.
e. Makanan Yang Dipantang : Tidak ada, kecuali makanan pedas.
f. Pertambahan BB : BB ibu selama hamil 11,5 kg.
g. Keluhan Selama Hamil : Ibu mengeluh mual dan muntah pada trimester pertama, pada
trimester selanjutnya ibu mengeluh aktifitas terganggu dengan perutnya yang besar.
h. Obat-obat Yang Pernah Diminum : Ibu mengkonsumsi zat besi 1x1 tab.
i. Penyakit Kehamilan : Ibu mengatakan tidak menderita penyakit apapun selama hamil.
j. Imunisasi TFT :
1). TFT I pada umur kehamilan 5 bulan
2). TFT II pada umur kehamilan 6 bulan
2. Natal
a. Bayi lahir ditolong bidan di ruang bersalin RS Dustira.
b. Jenis persalinan spontan.
c. Keadaan waktu bersalin : Ibu dalam keadaan sehat.
d. APGAR score : 1 menit (8), 5 menit (9).
e. BB Lahir : 2900 gr.
f. PB Lahir : 50 cm.
g. Posisi janin waktu lahir : Posisi foetal
3. Post Natal
a. Kesehatan Ibu : Setelah melahirkan ibu tidak mengalami gangguan kesehatan, tidak
mengalami perdarahan atau komplikasi lainnya.
b. Kesehatan Bayi : Bayi lahir dengan sehat, bayi langsung menangis.
c. Nutrisi (colostrum) : Diberikan segera setelah lahir.
d. Reflek Fisiologis :
1. Moro : Ada
2. Sucking : Ada, kurang
3. Grasping : Ada
4. Rooting : Ada
5. Tonick Neck : Ada
6. Babinski : Ada
G. Data Biologis Ibu
1. Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi : 3x sehari
- Jenis : Nasi, sayur, lauk, buah.
- Porsi : 1 porsi habis
- Makanan Pantangan : Tidak ada
b. Minum
- Frekuensi : 6-8 x sehari
- Jenis : Air putih dan susu
- Jumlah : 1500-2000 ml/hari
2. Istirahat Tidur
- Tidur Malam : 5-6 jam
- Tidur Siang : 1-2 jam
- Gangguan : Ada, bayi sering menangis
3. Aktifitas : Ibu Rumah Tangga
H. Data Biologis AnakNo Pola Kebiasaan Di Rumah Di RS
1 2 3 4
1
2
Nutrisi
Jenis susu yang diberikan
Cara pemberian
Umur mendapat makanan tambahan
Reaksi pada waktu menetek
Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsistensi
Warna
Bau
b. BAK
Frekuensi
Warna
Bau
ASI
Ad libitum
Belum mendapat makanan tambahan
Tidak ada reaksi muntah, reflek sucking kurang
1 – 2 x/hari
lembek
Kuning tengguli
Tidak berbau
8 – 9 x/hari
Jernih
Tidak berbau
ASI
Ad libitum
Belum mendapat makanan tambahan
Tidak ada reaksi muntah dan refleksucking baik.
1 – 2 x/hari
lembek
Kuning tengguli
Tidak berbau
10 – 11 x/hari
Jernih
Tidak berbau
1 2 3 4
3
4
5
Istirahat dan tidur
a. Tidur malam
b. Gangguan tidur
c. Tidur siang
d. Tidur dengan siapa
e. Kebiasaan sebelum tidur
Bermain dan rekreasi
Kebersihan
9-10 jam
Tidak ada
8-10 jam
Ibunya
Menetek
Belum tampak
Ibu memandikan bayinya 2x sehari dan mengganti pakaian/popok setiap habis mandi/BAB/BAK
9-10 jam
Tidak ada
8-10 jam
Dalam inkubator
Menetek
Belum tampak
Ibu hanya menyeka bayinya 2x sehari dan mengganti pakaian/popok setiap habis mandi/BAB/BAK
I. Tumbuh Kembang/DDST
1. Motorik Kasar : Belum nampak
2. Motorik halus : memandang, bersuara tetapi bukan menangis
3. Perkembangan bicara dan bahasa : Belum nampak
4. Perkembangan emosi dan hubungan sosial : Belum nampak
J. Riwayat ImunisasiBayi belum mendapat imunisasi dasar maupun ulangan
K. Kepribadian dan Riwayat Sosial
Yang mengasuh/merawat anak : Ibu kandung
L. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis
2. Antropometri :
a. BB : 3050 gr
b. TB : 52 cm
c. LK : 35 cm
d. LLA : 10 cm
e. LD : 31 cm
f. LP : 34 cm
3. Tanda Vital :
S : 36,50C N : 136 x/mnt
R : 45 x/mnt TD : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Umum
a. Kepala
Bentuk tampak simetris, rambut hitam, tidak nampak cephal haematoma, LK 35 cm, tidak
tampak hydrocephalus, fontanel belum menutup, caput cecudanum ada.
b. Mata
- Bentuk dan gerak mata : bentuk simetris, reflek mengedip dan melirik masih kurang.
- Konjunctiva : tidak anemis
- Sklera : ikterik
- Pupil : reflek cahaya baik
- Lensa : tampak bening
- Kelopak mata : tampak simetris, dapat menutup rapat, reflek mengedip ada
c. Hidung
- Mukosa : lembab, tidak tampak lesi atau massa
- Septum : simetris
- Bulu hidung : tampak distribusi merata
- Penyumbatan, perdarahan, sekret : tidak nampak
d. Mulut
- Warna : merah muda
- Lidah : tampak simetris, warna merah muda, tidak nampak lesi, massa atau beslag
- Gigi : belum tumbuh
- Bibir : Tampak simetris, warna merah muda, tidak tampak lesi atau massa
e. Telinga
- Bentuk dan besar : tampak simetris dan proporsional
- Letak : kanan dan kiri, spina sejajar dengan ujung mata
- Daun telinga : tampak menonjol
- Tidak nampak ada benjolan massa
- Membran telinga : tampak utuh, bening/transparan
- Tidak tampak sekret dan tidak bau
f. Leher
- Gerakan leher : menengok ke kanan atau ke kiri, reflek tonick neck ada
- KGB / Kelenjar tiroid : tidak teraba
- Vena jugularis : tidak meningkat
- Tidak tampak oedem, massa / lesi.
g. Dada
Gerak dan bentuk simetris, tidak tampak retraksi dinding dada, tidak tampak lesi/massa
Pola nafas teratur, bunyi nafas vesikuler, frekuensi nafas 45 x/mnt, tidak terdengar wheezing,
ronchi, krepitasi/stridor.
h. Perut
- Inspeksi : warna kulit sama dengan permukaan tubuh yang lain, tampak ikterik, kelembaban
baik, tampak cembung, simetris, tali pusat sudah lepas, tidak tampak lesi.
- Auskultasi : bising usus 10 – 11 x/mnt
- Perkusi : bunyi perkusi pekak
- Palpasi : tidak teraba massa, hepar atau lien
i. Kulit
Tampak ikterik diseluruh tubuh terutama wajah, kelembaban baik.
j. Ekstremitas
- Atas : Gerak aktif, jumlah jari dan kuku lengkap, tidak tampak sianosis, reflek grasping baik.
- Bawah : Gerak aktif, jumlah jari dan kuku lengkap, tidak tampak sianosis, reflek babinski baik, tidak
tampak lesi.
k. Genetalia dan Rectum
Tidak ada kelainan, labia mayora menutup labia minor, lubang anus ada.
M. Reaksi Hospitalisasi
Bayi tampak bergerak-gerak seperti gelisah.
N. Data Penunjang
Tanggal 3 – 1 – 2002 Nilai Normal Interpretasi
- Bilirubin Total 8,87 mg/dl 0,3-1,3 mg/dl Abnormal
- Bilirubin Direct 0,59 mg/dl 0-0,25 mg/dl Abnormal
O. Therapi
- ASI
- Fototerapi
II. ANALISIS DATA
No Data Senjang Kemungkinan Penyebab Masalah
1 2 3 4
1.
DO :
Sklera ikterik
Wajah dan permukaan kulit tubuh yang lain tampak ikterik
Bilirubin total 8,87 mg/dl
Bilirubin Direct 0,59 mg/dl
Fungsi hepar belum sempurna
Proses metabolisme bilirubin terganggu
Bilirubin darah meningkat
Ikterus
Gangguan Metabolisme
DS :
Ibu mengatakan bahwa bayinya sejak usia 5 hari terlihat kuning
2.
DO :
- Reflek sucking kurang
- Bayi tampak malas minum
- BB : 3100gr menjadi 3050 gr
DS :
Ibu mengatakan bayi nya malas minum
Bayi malas minum
Reflek sucking kurang
Nutrisi kurang
BB turun
Resiko tinggi terjadinya penurunan BB patologis
3.
DO : - Mata tidak ditutup gaas
Genetalia tidak ditutup gaas
Bayi mendapat fototerapi
Fototerapi
Ultra Violet
Sel-sel berubah bentuk
Kerusakan organ penglihatan dan genetalia
Resiko tinggi kerusakan mata dan genetalia
III. DIAGNOSA PERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan metabolisme bilirubin berhubungan dengan belum sempurnanya fungsi hati
2. Resiko tinggi terjadinya penurunan BB berhubungan dengan bayi malas minum.
3. Resiko tinggi kerusakan mata dan genetalia berhubungan dengan fototherapi
BAB ITINJAUAN TEORIIKTERUS NEONATORUM
1.1 Tinjauan Medis1.1.1 Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum, A.H 1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
1.1.2 Etiologi1. Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:
a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada
bayi Hipoksia atau Asidosis .d) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).f) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.g) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat
langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
1.1.3 FisiologiSegera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam
lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
1.1.4 PatofisiologiBilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah
merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk kembali ke hati .Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
1. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkat2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.3. Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi albumin
menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
4. Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
Web of caution
1.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)2. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.3. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.4. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KMK5. Letargik dan gejala sepsis lainnya6. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)9. Omfalitis (peradangan umbilikus)10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.
1.1.6 KlasifikasiIkterus pada neonatorum dapat dibagi dua :1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus
fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.2. Ikterus Patologis
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.b. Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jamc. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl pada bayi
aterm.d. Ikterus yang disertai proses hemolisise. Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.f. Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah1. Penyakit hemolitik2. Kelainan sel darah merah3. Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.4. Infeksi5. Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia6. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida, salisilat,
sodium bensoat, gentamisin,7. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang1. Kadar bilirubin serum (total)2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).1.1.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi3. Meningkatkan Badan Serum Albumin4. Menurunkan Serum Bilirubin
1.1.8.1 Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.1.1.8.2 Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.4. Tes Coombs Positif5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)3. Menghilangkan Serum Bilirubin4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.1.1.8.3 Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
1.1.9 KomplikasiKomplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:
1. Letargi/lemas2. Kejang3. Tak mau menghisap4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
1.2 Konsep Inkubator1.2.1 Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
1.2.2 Cara Menggunakan InkubatorMelakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan
keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
1) Inkubator Terbuka :(1) Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada
bayi(2) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan(3) Membungkus dengan selimut hangat(4) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara(5) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala(6) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.2) Inkubator Tertutup :(1) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti anpea
dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.(2) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung(3) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi(4) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh(5) Pengaturan oksigen selalu diobservasi(6) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o C.
1.2.3 Pengaturan Suhu Inkubator
Berat Badan Lahir (gram)
0 – 24 jam( 0 C )
2 – 3 hari( 0 C )
4 – 7 hari( 0 C )
8 hari( 0 C )
1500 34 – 36 33 – 35 33 – 34 32 – 331501 – 2000 33 – 34 33 32 – 33 322001 – 2500 33 32 – 33 32 32
> 2500 32 – 33 32 31 – 32 32
Keterangan :Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
1.3 Tinjauan Asuahan Keperawatan1.3.1 Pengkajian1.3.1.1 Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
1) Riwayat kelahiran:Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
3) Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
4) Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
1.3.1.2 Pemeriksaan fisik1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun2) Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
3) Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia4) Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan frekuensi
nafas.5) Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan oleh
adanya infeksi6) Perut
a. Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
b. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
7) Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
8) Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
9) Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
10) Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
11) Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan adanya tanda – tanda kern - ikterus
1.3.2 Rencana Asuhan Keperawatan1.3.2.1 Diagnosa Keperawatan 1
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak adekuat dan kemapuan menghisap turun
1) Batasan KarakteristikMayor (harus terdapat)Seseorang yang mengalami puasa dilaporkan atau mempunyai ketidakcukupan masukan makanan, kurang dari yang dianjurkan sehari-hari (RDA) dengan atau tanpa terjadinya penurunan berat badan dan atau kebutuhan metabolic actual atau potensial pada kelebihan masukan terhadap penurunan berat badan
Minor (mungkin terdapat)(1) Berat badan 10% - 20% di bawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh di bawah ideal(2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah dan lingkar otot(3) Pertengahan lengan kurang 60% dan ukuran standar(4) Kelemahan dan nyeri tekan otot(5) Mudah tersinggung dan bingung(6) Penurunan albumin serum(7) Penurunan transferin atau kapasitas pengikat zat besi2) Tujuan
Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayi3) Kriteria hasil :
Bayi akan :(1) Menerima nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai dengan umur dan kebutuhan(2) Mendemonstrasikan peningkatan ketrampilan dalam cara makan yang sesuai dengan
kemampuan perkembangannya4) Implementasi dan rasional(1) Mulai pemberian makan sementara dengan menggunakan selang sesuai indikasi
R: Pemberian makan perselang mungkin perlu untuk memberikan nutrisi adekuat pada bayi yang telah mengalami koordinasi, menghisap yang buruk dan reflek menelan atau yang menjadi lelah selama pemberian makan
(2) Masukkan ASI atau formula dengan perlahan selama 10 menit pada kecepatan 1 ml/mntR : Pemasukan makanan ke dalam lambung yang terlalu cepat dapat menyebabkan respons balik
cepat dengan regurgitasi peningkatan resiko aspirasi dan distensi abdomen, semua ini menurunkan status pernafasan
(3) Pertahankan termonetral lingkungan dan oksigenasi jaringan dengan tepat.Gangguan pada bayi harus seminimal mungkin
R : Stress dingin hypoxia, dan penanganan yang berlebih meningkatkan laju metabolisme dan kebutuhan kalori bayi, kemungkinan memperlambar pertumbuhan dan peningkatan berat badan
(4) Catat pertumbuhan dengan membuat pengukuran BB setiap hari dan setiap minggu dari panjang badan dan lingkar kepala
R : Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah kriteria untuk penentuan kebutuhan kalori untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan frekuensi pemberian makan. Pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan kalori dan kebutuhan energy
(5) Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan BB bayi dan perkiraan kapasitas lambung
R: Bayi kurang dari 1250 gr (2 bl 12 OZ) diberi makan setiap jam, bayi antara 1500 dan 1800 (3 bulan OZ sampai 4 bl) diberi makan setiap 3 jam
1.3.2.2 Diagnosa Keperawatan 2Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi immunologi
1) Batasan KarakteristikMayor
Terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsiolesa2) Tujuan pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda peradangan3) Kriteria hasil
1. Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)2. Orang tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat
4) Tindakan Keperawatan1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
R : Meminimalkan introduksi bakteri dan penyebaran infeksi2. Observasi bayi terhadap abnormalitas kulit (misal : lepuh, pethiciae, pustule, pucat)
R : Abnormaliotas ini mungkin merupakan tanda-tanda infeksi3. Pakai sarung tangan saat bersentuhan dengan secret
R : Membantu mencegah kontaminasi silang terhadap bayi4. Jauhkan bayi dari sumber infeksi
R : Mencegah terjadi penularan infeksi pada bayi5. Lakukan perawatan tali pusat secara aseptik dan mempertahankan tetap bersih dan kering
R : Menjaga tidak terjadi infeksi1.3.2.3 Diagnosa Keperawatan 3
Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bilirubin1) Batasan karakteristik :
MayorDispnea saat melekukan aktivitasMinor:
a. Konfusi / agitasib. Bernapas dengan bibirc. Latergi atau keletihan
2) Tujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan. 3) Kriteria Hasil :
a. bayi tidak sesak napasb. Leukosit dalam batas normal.c. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi dan Rasional1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R : Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital2. Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan. R : Untuk evaluasi derajat distress3. Observasi kulit dan membran mukosa
R : Untuk mengetahui sianosis perifer ( pada kuku) dan sianosis sentral ( pada sekitar bibir)4. Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien. R : Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2
5. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2
R : Memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC
R: Mencegah perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis
1.3.2.4 Diagnosa Keperawatan 4Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
1) Batasan karakteristik :Mayor :
(1) Ketidakcukupan masukan cairan per oral.(2) Tidak adanya keseimbangan antara asupan dan haluaran.(3) Membran mukosa atau kulit kering.(4) BB kurang.
Minor :(1) Meningkatnya Na darah.(2) Menurunnya haluaran urine.(3) Sering berkemih.(4) Turgor kulit menurun.(5) Haus atau mual atau anoreksia.2) Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.3) Kriteria hasil :a. Turgor kulit baik.b. Mukosa lembab.c. Mata tidak cekungd. Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).e. Penurunan BB dalam batas normal.f. Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
Intervensi Dan Rasional(1) Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol.(2) R :Memenuhi kebutuhan cairan sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin keadekuatan
Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa.R : Dapat menentukan tanda-tanda dehidrasi dengan tepat.
(3) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.R : Mengetahui keseimbangan antara masukan dan pengeluaran.
(4) Monitor TTV.R : Mengetahui status perkembangan pasien.
(5) Kaji hasil test elektrolit.
R : Perpindahan cairan atau elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan pasien.
1.3.2.5 Diagnosa Keperawatan 5Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia berhubungan dengan sistem pengaturan suhu tubuh yang belum matang
1) Batasan karakteristikMayor (80% - 100%)Hipotermia :
(1) Penurunan suhu tubuh di bawah 35.50 C (960 F) per rectal(2) Kulit dingin(3) Pucat (sedang)(4) Menggigil (ringan)
Hipertermia(1) Suhu lebih tinggi dari 37,80 C (1000 F) per oral atau 38,8 0 C (1010 F) per rektal
Minor (50% - 79%)Hipotermia
(1) Kebingungan mental atau mengantuk atau gelisah(2) Nadi dan pernafasan menurun(3) Kakeksia atau malnutrisi
Hipertermia(1) Kulit kemerahan(2) Hangat pada sentuhan(3) Peningkatan frekuensi pernafasan(4) Takikardia(5) Menggigil atau merinding(6) Dehidrasi2) Tujuan
Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36 – 37 5 o C3) Kriteria hasil :
Bayi akan :(1) Mempertahankan suhu tubuh normal 36 – 37 5 o C(2) Akral hangat(3) Tidak sianosis(4) Badan berwarna merah
4) Implementasi dan Rasional(1) Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
R : Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2 (hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
(2) Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik
R : Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O2dan kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
(3) Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua
R : Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin(4) Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup
plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskopR : Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
(5) Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutupR : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
Ikterus neonatorus
Bayi kuning atau bahasa medisnya ikterus neonatorus adalah keadaan yg disebabkan oleh
adanya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kata dokter sih hal ini merupakan proses
alamiah pada bayi yang baru lahir untuk melakukan penyesuaian terhadap keadaan di luar
kandungan dan biasanya kondisi ini “tidak berbahaya”.
Biasanya bayi akan kelihatan kuning pd usia 3-4 hari dan akan semakin jelas pada usia 6-7 hari,
tp kemudian akan berkurang malah hilang setelah usia 10-14 hari.
Dalam hal ini jika anda baru mempunyai bayi (momongan) yang perlu anda lakukan yaitu
1. Menjaga bayi agar mendapatkan cukup kalori dan cairan dengan ASI sebanyak mungkin, bila
perlu tambahkan dengan susu formula.
2. Setiap hari sekitar jam 7-9 pagi bayi anda dijemur selama sekitar 30 menit sampai 1 jam
dengan sinar matahari langsung mengenai kulitnya (tidak terhalangi kain bedongan -----> kecuali
bagian mata dan alat kelaminnya)
Jika anda datang ke lab untuk memeriksakan bilirubinnya mungkin didapat hasil kurang dari 10
gr/dl atau maksimalnya 12 gr/dl.
Beberapa kasus tertentu, kuning pada pasien bayi bisa jadi berbahaya juga dan bisa menimbulkan
komplikasi seperti kejang, keterlambatan perkembangan atau bahkan kematian, oleh sebab itu
diperlukan penanganan serta terapi yang tepat.
Jika kadar bilirubin bayi lebih dari 12 gr/dl, maka bayi harus disinar dengan sinar biru (orang
bilang sih fototerapi atau blue light therapy) secara terus menerus sampai kadar bilirubin dalam
ambang normal dengan maksud untuk mengubah bilirubin yang sukar larut dalam air menjadi
larut dan terbuang melalui urin ataupun tinja (kotoran).
Tapi jika kadar bilirubin melebihi dari 20 gr/dl maka bayi harus menjalani transfusi tukar darah.
Dari mana sih bilirubin?
Pada saat masih dalam kandungan, bayi (janin) membutuhkan eritrosit yang sangat banyak
karena paru-parunya belum berfungsi. Nah, eritrositlah yang bertugas mengangkut oksigen dan
nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta. Sesudah ia lahir, paru-parunya mulai berfungsi,
sehingga eritrosit tadi tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu
adalah bilirubin.
Proses penghancuran tersebut akan menghasilkan heme dan globin, yg dalam proses berikutnya
zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin bebas atau indirect. Dalam kadar tinggi bilirubin bebas
ini bersifat racun dan sulit larut dalam air. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah
bilirubin indirect menjadi direct yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru
lahir belum dapat berfungsi optimal dalam menjalankan fungsinya untuk
Kris Cahyo Mulyatno
ITD UAmengeluarkan/memproses bilirubin bebas tersebut, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
penumpukan bilirubin yang kemudian menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit bayi.
Lantas di mana terjadinya pemecahan eritrosit tersebut?
Itu bisa terjadi karena adanya tabrakan-tabrakan di saluran pembuluh darah, di sel-sel hati atau di
sel limfa. Kadang-kadang pemecahan eritrosit terjadi sangat berlebihan sehingga meningkatkan
kadar bilirubin.
Ini biasanya disebabkan beberapa hal:
Pada ketidakcocokan golongan darah, misalnya bila si ibu berdarah O, sedangkan si bayi
(janin) berdarah A atau B. "Pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling
mengalir lewat plasenta. Kalau darah si janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka si ibu akan
membentuk zat antibodinya (zat penangkis). Zat ini sedikit banyak akan mengalir lagi ke tubuh
si janin melalui plasenta. Akibatnya, zat antibodi ini akan menghancurkan sel darah merah si
bayi, sehingga meningkatkan kadar bilirubinnya."
Sedangkan untuk ketidakcocokan golongan darah akibat rhesus, biasanya terjadi bila ibu
golongan darah rhesus negatip dan janin rhesus positip.
Selain karena pemecahan sel darah merah yang berlebihan, peningkatan kadar bilirubin juga bisa
berasal dari penyumbatan, yaitu bila saluran empedunya tersumbat sehingga bilirubinnya tidak
bisa dikeluarkan. Atau juga bila hatinya membengkak (hepatitis), sehingga pipa-pipanya
tersumbat. Tapi umumnya kuning yang disebabkan oleh penyumbatan terlihat sesudah minggu
kedua atau lebih.
Bagaimana membedakan kuning pada bayi karena bilirubin yang indirect (pemecahan yang
belebihan) atau direct (penyumbatan)? mmm "lihat dari kotorannya. Bila kotorannya kuning,
biasanya karena pemecahan. Tapi bila kotorannya putih biasanya disebabkan oleh penyumbatan,
Hal ini karena empedunya tidak bisa masuk usus, sehingga kotoran tidak bisa diolah dan
menyebabkan berwarna putih."
Jika bayi anda kelihatan agak kuning, lakukan tindakan Pencegahan seperti ;
1.Cari sebab terjadinya kuning tersebut.
Jika kuning karena fisiologis (ringan, terjadi pada usia bayi > 24 jam) tak perlu tindakan karena
akan hilang sendiri. Jika terjadi karena patologis (berat, terjadi sebelum usia bayi 24 jam, kotoran
berwarna pucat, warna kuning sampai pd telapak kaki / tangan) maka harus di konsultasikan ke
dokter anak terdekat.
2.Perhatikan dan tandai kapan munculnya kuning, kecepatan peningkatan kuningnya, serta
lamanya.
3.Jangan memberi sembarang obat-obatan pada bayi.
4.Hindarkan bayi dari infeksi. Bayi juga sangat rentan, sebab itu usahakan selalu bersih dan tidak
tercemar sesuatu dari luar.
5.Jangan biarkan bayi "puasa" terlalu lama, berikan ASI atau susu formula tiap 3-4 jam.
6.Sebaiknya hindari pemakaian kamper / kapur barus saat menyimpan baju-baju bayi.
IKTERUS NEONATORUMIKTERUS
A. PENGERTIAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih
menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus
pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis,
terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga
merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat
berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat),
penyumbatan saluran empedu, dan lain lain.
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak
disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari
kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan
kecacatan pada bayi. Sampai hari ketujuh biasanya akan menghilang.
Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya
melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.IKTERUS FISIOLOGIS
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada
bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL,
kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.
Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL
dengan bilirubin terkonyugasi <1 2 mg/Dl.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan
faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari
ke-4 dan 5 setelah lahir.
Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,
pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan
dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum
matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam
Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:
• Timbul pada hari kedua – ketiga
• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak mempunyai dasar patologis
IKTERUS PATOLOGIS
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai
ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus
ke arah terjadinya kerinkterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap
sebagai hiperbilirubinemia ialah:
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang
bulan dan 12,5 mg% pada neonates cukup bulan
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
e. Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah. Kernikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya
ditemukan pada neonates cukup bulan dengan ikterus berat
(bilirubin indirek lebih dari 20 mg% dan disertai penyakit hemolitik
berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak.
Kernikterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastic yang
terjadi secara kronik.
(http://www.smallcrab.com/anak-anak/52-anak-anak/535-mengenal-
ikterus-neonatorum/09/03/2009)
B. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi
enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari
gangguan fungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.
Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake”
bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat
bilirubin.Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek
yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver
(karena infeksi atau kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat
terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan
diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain.
(http://www.smallcrab.com/anak-anak/52-anak-anak/535-mengenal-
ikterus-neonatorum/09/03/2009)
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
(http://one.indoskripsi.com/node/6347/09/03/2009)
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi.Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah)
2. Pucat. Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD)
atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir. Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala),
perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan
oleh keterlambatan memotong tali pusat.
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya.
6. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi
congenital, sepsis atau eritroblastosis.
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering
berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit
hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus
koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus
obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
(http://www.klikdokter.com/illness/detail/212/09/03/2009)
D. PENILAIAN IKTERUS MENURUT KRAMER
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya.
Untuk penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam
lima bagian yang di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat,
pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu
pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan
telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan
lain lain.Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di
sesuaikan dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak
menunjukkan intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru
lahir. Nomor urut menunjukkan arah meluasnya ikterus.
Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer
Zona Bagian tubuh yang
kuning
Rata-rata serum bilirubin
indirek
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki >250
(Mansjoer, Arief. 2000.hlm.504
E. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada
otak disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
F. KLASIFIKASI
1. Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah
merah yang berlebihan. Ikterus hemolitik merupakan penyebab
prahepatik karena terjadi akibat faktor-faktor yang tidak harus
berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada
destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat
mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat
dijumpai pada reaksi transfuse, atau lisis sel darah merah akibat
gangguan hemoglobin, misalnya anemia sel sabit dan talasemia.
Destruksi sel darah merah karena proses otoimun yang dapat
menyebabkan ikterus semolitik.
Pada ikterus hemolitik apapun sebabnya, sebagian bilirubin akan
terkonjugasi (disebut bilirubin bebas atau hiperbilirubinemia
indirek) akan meningkat.
2. Ikterus Hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi
pada disfungsi hepatosis dan disebut ikterus hepatoseluler.
Disfungsi hati dapat terjadi apabila hepatosit terinfeksi dan oleh
virus, misalnya pada hepatitis, apabila sel sel hati rusak akibat
kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga
mempengaruhi kemampuan hati untuk menangani bilirubin, Obat-
obatan tertentu termasuk hormone steroid, sebagian anti biotic dan
anestetik halotan juga dapat mengganggu sel hati. Apabila hati
tidak dapat mengkonjugasikan bilirubin, kadar bilirubin terkonjugasi
akan meningkat sehingga timbul ikterus.
3. Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran empedu keluar hati atau duktus
biliaris disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif dianggap
berasal intrahepatik apabila disebabkan oleh sumbatan aliran
empedu melintasi duktus biliaris. Obstruksi intra hepatik dapat
terjadi apabila duktus biliaris tersumbat oleh batu empedu atau
tumor.
Pada kedua jenis obstruksi tersebut, hati tetap
mengkonjugasikan bilirubin, tetapi bilirubin tidak dapat mencapai
usus halus. Akibatnya adalah penurunan atau tidak adanya ekskresi
urobilinogen di tinja sehingga tinja berwarna pekat. Bilirubin
terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan sebagian besar di
ekskresikan melalui ginjal sehingga urin berwarna gelap dan
berbusa. Apabila obstruksi tersebut tidak di atasi maka kanalikulus
biliaris di hati akhirnya mengalami kongesti dan rupture sehingga
empedu tumpah ke limfe dan aliran darah.
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PENUNJANG
1. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih
dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit
diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias
penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak
direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih
boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining
positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih
lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus
secara visual, sebagai berikut:
a) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di
siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat
lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa
tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
b) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui
warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.
c) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian
tubuh yang tampak kuning.
2. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan
diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya
intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini
merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin
total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium
foil).
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila
kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
3. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya
dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan
merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang
diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat
yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai
menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak
terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan
untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional
prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin
transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin
serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris,
melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu.
Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi
bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini
didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB)
memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001),>
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk
tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk.
(2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun
transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi
dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya
ensefalopati hiperbilirubin.
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak.
Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi
pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar
bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna.
Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus
neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme
dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen.
Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks
produksi bilirubin.
Tabel. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Bagian tubuh manapun
Tengan dan tungkai *
Tangan dan kaki *
Berat
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama
dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua,
maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan
terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
(http://www.smallcrab.com/anak-anak/52-anak-anak/535-mengenal-
ikterus-neonatorum/09/03/2009)
H. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada
masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin,
oksitosin dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi
I. KOMPLIKASI
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat perlangketan
bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinik pada
permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi,
mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
J. PENATALAKSANAAN
1.MEDIS
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus,
kecuali pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan
kalori yang cukup. Pemberian minum sedini mungkin akan
meningkatkan molitas khusus dan juga menyebabkan bakteri di
introduksi ke usus. Bakteri dapat merubah bilirubin direct menjadi
urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan demikian, kadar
bilirubin serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari
selama 15-20 menit, ini di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 –
8.00. Selama ikterus masih terlihat, perawat harus memperhatikan
pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup dan
pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin
meningkat intensitasnya, harus segera di catat dan di laporkan
karena mungkin di perlukan penanganan yang khusus.
Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu
hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir
d. Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat.
e. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.
Tindakan khusus
Setiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadannya
masing masing. Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di
duga akan terjadi kern ikterus, hiperbilirubenia tersebut harus di
obati dengan tindakan berikut:
a. Pemberian fenobarbital, agar proses konjugasi bisa di percepat
serta mempermudah ekskresi. Pengobatan ini tidak begitu efektif
karena kadar bilirubin bayi dengan hiperbilirubinemia baru
menurun setelah 4-5 hari. Efek pemberian fenobarbital ini tampak
jelas bila di berikan kepada ibu hamil beberapa minggu sebelum
persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua keadaan
tersebut. Pemberian fenobarbital profilaksis tidak di anjurkan
karena efek samping obat tersebut, seperti gangguan metabolik
dan pernafasan, baik pada ibu maupun pada bayi.
b. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi,
misalnya pemberian albumin untuk memikat bilirubin bebas.
Albumin biasanya di berikan sebelum transfusi tukar dikerjakan
oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstra vaskuler ke vaskuler, sehingga bilirubin yang di ikatnya
lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi
menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi
dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke
hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di
ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui
urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar
bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat
badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan
konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan
untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
terapi sinar ialah:
lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500
jam, untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan
oleh lampu yang digunakan.
Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin
terkena sinar.
Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina.
Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual
pada neonates. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6
jam dengan membuka penutup mata.
Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan
dari cahaya fototeraphy.
Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi,
untuk mendapatkan energi yang optimal.
Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat
penyinaran seluas mungkin.
Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila
perlu.
Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine,
feses, dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan
pemantauan tanda dehidrasi
Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan
ditingkatkan.
Lamanya terapi sinar dicatat.
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam
batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih
tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa
kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi
menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan metabolisme.
Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping.
Namun, efek samping tersebut bersifat sementara, yang dapat di
cegah atau dapat ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara
penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan
bayi secara berkelanjutan.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapati
terapi sinar adalah :
Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.
Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu
lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan
melalui kulit. Terutama bayi premature atau berat lahir
sangat rendah. Keadaan ini dapat di antisipasi dengan
pemberian cairan tambahan.
Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin
indirect pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim
lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus.
Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan
mengurangi timbulnya diare.
Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas,
dan akan segera hilang setelah terapi berhenti. Di laporkan
pada beberapa bayi terjadi “bronze baby syndrome”, hal ini
terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan
segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat
sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh
kembang bayi.
Peningkatan suhu.
Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar,
menunjukkan kenaikan suhu tubuh, ini disebabkan karena
suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan
pengaturan suhu tubuh bayi.
Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum,
letargi, dan iritabilitas. Ini bersifat sementara dan hilang
sendirinya.
d. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya
faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24
jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam
pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan
O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. Setiap 4 -8 jam
kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
(Surasmi, Asrining.2003.hlm.61)
1. ASUHAN KEBIDANAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal
yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat
atau jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri,
apakah ada riwayat kontak denagn penderita sakit kuning, adakah
riwayat operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan
atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar,
obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat
ikterus, ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati
kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia
(kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang
ukuran, tepi dan permukaan); ditemukan adanya pembesaran
limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa
abdominal, selaput lender, kulit berwarna merah tua, urine pekat
warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah,
peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking.
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak
hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
merasa bounding, perpisahan dengan anak.
4. Perpisahan Keluarga
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut,
apakah mengenal keluarga lain yang memiliki sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajari hiperbilirubinemia.
5. Laboratorium
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan,
kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dl, premature lebih
dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes Comb.
B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya volume cairan berhubungan
dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, dan diare.
Tujuan: Cairan tubuh neonatus adekuat.
Intervensi:
a. Catat jumlah dan kualitas feses
b. Pantau turgor kulit
c. Pantau intake out put
d. Beri air diantara menyusui atau memberi botol
2. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
berhubungan dengan efek fototerapi.
Tujuan: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi:
a. Beri suhu lingkungan yang netral
b. Pertahankan suhu antara (35,5 – 37)oC
c. Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam
3. Diagnosa Keperawatan: Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan hiperbilirubinemia dan diare.
Tujuan: Keutuhan kulit bayi bisa dipertahankan
Intervensi:
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
b. Pantau bilirubin direk dan indirek
c. Rubah posisi setiap 2 jam
d. Masase daerah yang menonjol
e. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya
4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting berhubungan
dengan pemisahan
Tujuan:
a. Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku “Attachment”
b. Orang tua dapat mengekspresikan ketidakmengertian proses
bonding
Intervensi:
a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
b. Buka tutup mata saat disusui untuk stimulasi social dengan
ibu
c. Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara anaknya
d. Libatkan orang tua dalam perawatan bila men\mungkinkan
e. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
5. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan meningkat berhubungan
dengan terapi yang diberikan pada bayi
Tujuan: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat
mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim
kesehatan.
Intervensi:
a. Kaji pengetahuan keluarga klien
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses
terapi dan perawatannya.
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi di
rumah
6. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma berhubungan
dengan efek fototerapi.
Tujuan: Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda
gangguan akibat fototerapi.
Intervensi:
a. Tempatkan neonatus pada jaraj 45 cm dari sumber cahaya
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan
daerah genital serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya
c. Usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
d. Matikan lampu
e. Buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis
tiap 8 jam
f. Buka tutup mata setiap akan disusukan
g. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
7. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma berhubungan
dengan transfuse tukar.
Tujuan: Transfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi:
a. Catat kondisi umbilical jika vena umbilical yang digunakan
b. Basahi umbilical dengan NaCl selama 30 menit sebelum
melakukan tindakan
c. Neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan
d. Pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rh
serta darahyang akan ditransfusikan adalah darah segar
e. Pantau tanda-tanda vital, salama dan sesudah transfusi
f. Siapkan suction bila diperlukan
g. Amati adanya gangguan cairan elektrolit; apnoe, bradikardi,
kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program
C. Evaluasi
1. Tidak terjadi kern ikterus pada neonatus
2. Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara
4. Integritas kulit baik/utuh
5. Bayi menunjukkan partisipasi terhadap rangsangan visual
6. Terjalin interaksi bayi dan orang tua.
(Surasmi,Asrining.2003.hlm.68)
DAFTAR PUSTAKA
Ilasan, Rusepno.1985.Buku KuIiah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta
Nursalam Susilaningrum, Rekawati Utami,Sri. 2005. Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta:
Salemba Medika
Saifudin, Abdul Bari.2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohrdjo.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC
Mansjoer,Arief.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta:EGC
Intervensi dan Rasional :a. Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
Rasional : Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2 (hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
b. Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik.Rasional :Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O2 dan kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
c. Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tuaRasional : Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin
d. Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop.Rasional : Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
e. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutupRasional : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi