appeal training materials for literacy personnel (altp...

36
Naskah Akademik 66 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 86 Tahun 2014, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. UNESCO. 1978. Literacy in Asia: A Continuing Challenge. Report of the UNESCO Regional Experts Meeting on Literacy in Asia (Bangkok, 22–28 November 1977). Bangkok: UNESCO Regional Office for Education in Asia and Oceania. ........... 1989. Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP). Volume 1. Principles of Curriculum Design for Literacy Training. Bangkok: Unesco Asia and Pacific Regional Bureau for Education ........... 2004. The Plurality of Literacy and Its Implication of Policies and Programmes. UNESCO Education Sector Position Paper. Paris: UNESCO. ........... 2006. LIFE 2006-2015. Vision and Strategy Paper (3rd Edition). Hamburg: Unesco Institute for Lifelong Learning. ......... 2006. Education for All. Literacy for Life. Paris: the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. .......... 2007. Mother Tongue-Based Literacy Programmes: Case Studies of Best Practice in Asia. Bangkok: Unesco Asia and Pacific Regional Bureau for Education. .......... 2008. Improving the Quality of Mother Tongue-based Literacy and Learning Case Studies from Asia, Africa and South America. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education. ........... 2009. Mother Tongue-based Literacy Programmes: Case Studies of Good Practice in Asia. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education. Pendidikan Multikeaksaraan i

Upload: lamdat

Post on 11-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik66

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 86 Tahun 2014, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan.

Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019.Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.UNESCO. 1978. Literacy in Asia: A Continuing Challenge. Report of the UNESCO Regional

Experts Meeting on Literacy in Asia (Bangkok, 22–28 November 1977). Bangkok: UNESCO Regional Offi ce for Education in Asia and Oceania.

........... 1989. Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP). Volume 1. Principles of Curriculum Design for Literacy Training. Bangkok: Unesco Asia and Pacifi c Regional Bureau for Education

........... 2004. The Plurality of Literacy and Its Implication of Policies and Programmes. UNESCO Education Sector Position Paper. Paris: UNESCO.

........... 2006. LIFE 2006-2015. Vision and Strategy Paper (3rd Edition). Hamburg: Unesco Institute for Lifelong Learning.

......... 2006. Education for All. Literacy for Life. Paris: the United Nations Educational, Scientifi c and Cultural Organization.

.......... 2007. Mother Tongue-Based Literacy Programmes: Case Studies of Best Practice in Asia. Bangkok: Unesco Asia and Pacifi c Regional Bureau for Education.

.......... 2008. Improving the Quality of Mother Tongue-based Literacy and Learning Case Studies from Asia, Africa and South America. Bangkok: UNESCO Asia and Pacifi c Regional Bureau for Education.

........... 2009. Mother Tongue-based Literacy Programmes: Case Studies of Good Practice in Asia. Bangkok: UNESCO Asia and Pacifi c Regional Bureau for Education.

Pendidikan Multikeaksaraan i

Page 2: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademikii

KATA SAMBUTAN

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas tanpa memandang usia, jenis kelamin, ras, golongan maupun agama

tertentu. Ternyata masih banyak kelompok masyarakat orang dewasa yang belum mendapatkan haknya dalam memperoleh pendidikan yang layak, bahkan untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung sekalipun. Melalui jalur pendidikan nonformal, pemerintah mengembangkan layanan program pendidikan masyarakat untuk mendorong tumbuhnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Berbagai inisiatif dan inovasi program dikembangkan secara periodik sehingga dapat menyumbang investasi pendidikan nasional dalam upaya pemenuhan hak warga negara terhadap akses pendidikan.

Sebagai upaya memenuhi hak asasi manusia tersebut, melalui program pendidikan masyarakat, dikembangkan program pendidikan keaksaraan dalam rangka pemberantasan buta aksara orang dewasa dan sebagai pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui program pendidikan keaksaraan ini diharapkan orang dewasa yang belum bisa membaca, menulis, dan berhitung dapat dibelajarkan dengan efektif dan efisien agar memiliki kemampuan dasar sehingga dapat hidup layak, bermasyarakat dan berpatisipasi dalam pembangunan. Program pendidikan keaksaraan dikembangkan dalam beberapa layanan antara lain pendidikan keaksaraan dasar dan pendidikan keaksaraan lanjutan. Pendidikan keaksaraan lanjutan terdiri dari pendidikan keaksaraan usaha mandiri dan pendidikan multikeaksaraan.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat

Pendidikan Multikeaksaraan 65

Khan, Manas S. Hardas, Yongbin Ma. 2005. A Study of Problem Diculty Evaluation for Semantic Network Ontology Based Intelligent Courseware Sharing wi, pp.426-429, 2005 IEEE/WIC/ACM International Conference on Web Intelligence (WI’05).

Knowles, M.S. 1979. The Adult Learner: A Neglected Species. Houston: Gulf Publishing Company.Knowles, M.S. 1980. The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy To Andragog.

Chicago: Follett Publishing Company. Knowles, M.S., Holton, E.F. and Swanson, R.A. 2005. The Adult Learner. The Defi nitive Classic

in Adult Education and Human Resource Development. (6th Edition). New York: Butterworth-Heinemann.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Kusmiadi, Ade. 2007. Model Pengelolaan Pembelajaran Pasca Keaksaraan melalui Penguatan Pendidikan Kecakapan Hidup Bagi Upaya Keberdayaan Perempuan Pedesaan (studi pemeberdayaan perempuan pedesaan di Kampung Cibago Kecamatan Cisalak Kab Subang) Disertasi Doktor pada Pasca Sarjana UPI Bandung; tidak diterbitkan.

Lerner, Daniel. 1978. Memudarnya Masyarakat Tradisional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lind, A. 1996. Free to Speak Up – Overall Evaluation of the National Literacy Programme in Namibia. Edited by Directorate of Adult Basic Education, Ministry of Basic Education and Culture. Windhoek, Namibia, Gamsberg: MacMillan.

Mezirow, J. 1996. Contemporary Paradigms of Learning. Adult Education Quarterly, Vol. 46, pp. 158–72.

Rifai, A. 2005. Pendekatan Membangun Masyarakat dalam Percepatan Desa Tuntas Buta Aksara. Makalah Disajikan Dalam Rangka Sosialisasi Gerakan Percepatan Desa Tuntas Buta Aksara, Dinas Pendidikan Jawa Tengah. 26-9- 2005.

Sandiford, P. J., Cassel, M. and Sanchez, G. 1995 The Impact of Women’s Literacy on Child Health and its Interaction with Access to Health Services. Population Studies, Vol. 49, pp. 5–17.

Soedjatmoko. 1983. Dimensi Manusia dalam Pembangunan.Jakarta: Penerbit LP3ES.

Dokumen-dokumen terkait yang dijadikan bahan bacaanInstruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Perecepatan Penuntasan Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Dan Pemberantasan Tuna Aksara.OECD. 2000. Literacy in the Information Age: Final Report of the International Adult Literacy

Survey. Paris: OECD.Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Dalam Negeri Dan

Menteri Pendidikan Nasional, No. 17/Men.PP/Dep. II/VII/2005, Nomor: 28A TAHUN 2005, No.: 1/PB/2005 Tentang Percepatan Pemberantasan Buta Aksara Perempuan.

Permendiknas Nomor 35 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Penuntasan Buta Aksara.

Page 3: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik64

BukuAlisjahbana, S. Takdir. 1966. Essay of a New Anthropology Values as Integrating Forces in

Personality Society and Culture. Kuala Lumpur: University of Malaya Press.Barro, R. 1991. Economic Growth in A Cross Section of Countries. Quarterly Journal of

Economics, No. 106, pp. 407–43.Bashir, A.H. M. and Darrat, A. F. 1994. Human Capital, Investment and Growth: Some Results

from An Endogenous Growth Model. Journal of Economics and Finance, Vol. 18, No. 1, pp. 67–80.

Becker, W., Wesselius, F. and Fallon, R. 1976. Adult Basic Education Follow-Up Study 1973–75. Kenosa, Wis., Gateway Technical Institute.

Catanese-Anthony J.dan C. James C. Snyder. 1989. Perencanaan Kota. Edisi Kedua Jakarta: Erlangga.

Carron, G., Wriria, K. and Righa, G. 1989. The Functioning and Eff ects of the Kenya Literacy Programme. IIEP Research Report No. 76. Paris, International Institute for Educational Planning.

Chambers, R. 1995. “Poverty and Livelihood: Whose Reality Count?” Dalam: People From Improverishment to Empowemnet. New York: Uner Kirdar dan Leonard Silk (Eds), New York: University Press.

Davidoff , P. 1965. Advocacy and Pluralism in Planning. Journal of the American Institute of Planners.

Dodge, Diane Trister, Judy R. Jablon, and Toni S. Bickart. 1994. Constructing Curriculum for the Primary Grades. Washington, DC: Teaching Strategies, Inc.

Egbo, B. 2000. Gender, Literacy and Life Chances in Sub-Saharan Africa. Cleveland/Buff alo/Sydney, Multilingual Matters.

Freire, P. and Macedo, D. 1987. Literacy: Reading the Word and the World. S. Hadley, Mass: Bergin and Garvey.

Friedmann, J. 1992. Empowerment: The Politics of Alternative Development. Oxford: Blackwell Publishers.

Hanemann, U. 2005. Literacy in Confl ict Situations. Background Paper for EFA Global Monitoring Report 2006, Hamburg: UNESCO Institute for Education.

Hannum, E. and Buchman, C. 2003. The Consequences of Global Educational Expansion. Cambridge: American Academy of Arts and Sciences.

Jalal, F. and Sardjunani, N. 2005. Increasing Literacy for a Better and More Promising Indonesia. Background Paper for EFA Global Monitoring Report 2006. Hamburg: UNESCO Institute for Education.

Kartawinata, Ade Makmur. 1995. Orang Betawi di Jakarta: Kajian Konsep Ruang Ketahanan Budaya. Tesis. Bangi: UKM.

DAFTAR PUSTAKA

Pendidikan Multikeaksaraan iii

Dalam upaya meningkatkan dan menjamin pembelajaran pada pendidikan keaksaraan dapat berjalan dengan baik, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, dan Pendidikan Masyarakat melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan menyiapkan sejurnlah standar dan perangkat pembelajaran keaksaraan. Standar pembelajaran keaksaraan tersebut mencakup Naskah Akademik Pendidikan Multikeaksaraan, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan program keaksaraan. Selain itu, disusun buku bahan ajar keaksaraan, buku pedoman tutor, dan pedoman penilaian dalam pembelajaran keaksaraan.

Melalui penyediaan standar pembelajaran tersebut diharapkan pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keaksaraan. Untuk itu, kita sampaikan terima kasih dan sambut dengan baik upaya penyusunan standar dan perangkat pembelajaran keaksaraan lainnya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran keaksaraan di lapangan.

Jakarta, Maret 2016Direktur Jenderal

Harris Iskandar, Ph.D.NIP 196204291986011001

Page 4: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademikiv

KATA PENGANTAR

Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan

Pendidikan Keaksaraan terdiri dari keaksaraan dasar dan keaksaraan lanjutan. Pendidikan keaksaraan lanjutan merupakan tindak lanjut dari keaksaraan dasar untuk pemeliharaan keberaksaraan, yang didasarkan pada

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan. Keaksaraan Lanjutan terdiri dari Pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri dan Pendidikan Multikeaksaraan. Untuk mengimplementasikannya, perlu disusun Naskah Akademik sebagai dasar untuk menyusun perangkat pembelajaran pendidikan multikeaksaraan.

Pendidikan multikeaksaraan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan kompetensi bagi warga masyarakat pasca-pendidikan keaksaraan dasar. Oleh karena itu, tujuan pendidikan multikeaksaraan, adalah pendidikan keaksaraan yang menekankan peningkatan keragaman keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan. Area program yang dapat menjadi kompetensi dari program pendidikan multikeaksaraan, yang meliputi:a. pekerjaan, keahlian, dan profesi;b. pengembangan dalam seni dan budaya;c. sosial, politik dan kebangsaan;d. kesehatan dan olah raga; e. ilmu pengetahuan dan teknologi.

Capaian kompetensi tersebut, diwujudkan pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan lulusan. Perwujudan dari sikap ditunjukkan oleh etika yang mencerminkan sikap orang beriman dan bertanggung jawab menjalankan peran dan fungsi dalam kemandirian berkarya di masyarakat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Pendidikan Multikeaksaraan 63

B. Rekomendasi 1. Untuk menegaskan pelaksanaan pendidikan yang didasarkan pada aspek

fi losofi s, juridis, dan kebudayaan dalam meningkatkan kesadaran warga masyarakat guna memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang setara dengan warga masyarakat dunia, dipandang perlu disusun program pendidikan multikeaksaraan.

2. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu disusun program pendidikan dan pengembangan kurikulum pendidikan multikeaksaraan yang menekankan pada peningkatan keragaman keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan, seperti: agama, sosial dan budaya, ekonomi, serta kesehatan dan lingkungan sebagai upaya pendidikan yang keberlanjutan.

3. Perlu disusun penyelenggaraan program pendidikan multikeaksaraan yang sejalan dengan kebutuhan belajar dan latar sosial budaya masyarakat serta relevan dengan tuntutan pembangunan manusia.

4. Untuk keperluan pada butir di atas, perlu disusun hal-hal yang terkait dengan program pendidikan multikeaksaraan, meliputi: kurikulum pendidikan multikeaksaraan, panduan pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan, panduan penilaian pendidikan multikeaksaraan, bahan ajar pendidikan multikeaksaraan, dan petunjuk teknis pendidikan multikeaksaraan.

Page 5: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik62

Bab terakhir ini merupakan penutup dari naskah akademik tentang pendidikan multikeaksaraan, berisi simpulan dan saran tindak atau rekomendasi. Simpulan dan saran tindak, sebagai berikut:

A. Simpulan: 1. Pendidikan multikeaksaraan, dalam hubungannya dengan Pembukaan

UUD 1945, yaitu tentang mencerdaskan kehidupan bangsa, tampaknya sebagai upaya yang terus-menerus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keberaksaraan melalui pendidikan keaksaraan. Untuk itu, kemampuan yang dapat dijadikan sebagai gerbang atau pintu masuk menapak kesadaran dalam menempatkan dan memfokuskan warga masyarakat memiliki pengetahuan yang setara dengan warga masyarakat dunia.

2. Dalam tataran fi losofi s kebangsaan, dan dari berbagai perundangan, peraturan, dan berbagai ketentuan dan kebijakan yang terkait dengan pendidikan menunjukkan, bahwa pendidikan multikeaksaraan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan warga masyarakat yang tidak kalah pentingnya dengan upaya lain pembangunan yang diselenggarakan negara untuk mensejahterakan kehidupan bangsa. Karena itu, penyelengaraan program pendidikan multikeaksaraan menjadi hal terpenting untuk membuka kesadaran berbangsa dan bernegara, serta pendidikan yang berkelanjutan.

3. Pendidikan multikeaksaraan merupakan pendidikan keaksaraan yang menekankan pada peningkatan keragaman keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan, seperti: agama, sosial dan budaya, ekonomi, serta kesehatan dan lingkungan.

4. Penyelenggaraan pendidikan keaksaraan semakin mempertegas peningkatan kemultikeaksaraan warga masyarakat yang dalam penerapannya perlu mempertimbangkan realitas sosial dan budaya masyarakat setempat serta lingkungannya.

BAB VPENUTUP

Pendidikan Multikeaksaraan v

Mengacu pada lima area program pendidikan multikeaksaraan tersebut, maka perlu ditindaklanjuti penyusunan kurikulum yang meliputi lima tema multikeaksaraan.

Melalui naskah akademik ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan dasar dalam melakukan inovasi dan kreasi dalam pengembangan tema dan subtema multikeaksaraan sesuai dengan kebutuhan lokalitas masyarakat. Akhirnya, saya ucapkan selamat memanfatkan naskah akademik ini sebagai upaya meningkatkan mutu program keaksaraan. Semoga bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan dan praktisi pendidikan keaksaraan di Indonesia.

Jakarta, Maret 2016Direktur

Dr. Erman SyamsuddinNIP 195703041993031015

Jakarta, Maret 2016Direktur

Dr. Errmam n SyamsuddinNIP 191 5703041993031

Page 6: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademikvi

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ................................................................................... iiKATA PENGANTAR ................................................................................. ivDAFTAR ISI ............................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1A. Latar Belakang .......................................................................... 1B. Landasan dan Filosofi s Kebangsaan dalam Pendidikan Multikeaksaraan ........................................... 6C. Tujuan ...................................................................................... 8D. Ruang Lingkup ......................................................................... 9

BAB II KONSEP PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN ...................... 10

BAB III PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DALAM MASYARAKAT .. 17A. Arah dan Strategi Pendidikan Multikeaksaraan .......................... 17B. Pemberdayaan Peserta Didik ..................................................... 22C. Relevansi Pendidikan Multikeaksaraan ......................................... 25

BAB IV PROGRAM PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN ................. 29A. Asesmen Kebutuhan Belajar ...................................................... 29B. Area Program Pendidikan Multikeaksaraan ............................... 32C. Manajemen Pelaksanaan ............................................................ 35D. Monitoring, Pembinaan dan Tindak Lanjut .............................. 56

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 62A. Simpulan ................................................................................... 62B. Rekomendasi ............................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64

Pendidikan Multikeaksaraan 61

objek dari berbagai proses pembelajaran, tetapi merupakan subjek pembelajaran itu sendiri. Karena itu, agar pemberdayaan untuk penguatan kualitas peran dalam masyarakat, diperlukan hal-hal sebagai berikut:a. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi peserta

didik berkembang;b. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh peserta didik;c. memberdayakan mengandung pula arti melindungi.

Dengan cara ini lulusan program pendidikan multikeaksaraan bukan hanya memiliki kemampuan akademik dengan mengikuti program kesetaraan, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas peran dalam masyarakat dan lingkungan sosial sesuai dengan kompetensi yang menjadi andalannya.

Gambar 2. Alur Tindak Lanjut Pendidikan Multikeaksaraan dari Program Pendidikan Keaksaraan Dasar-Lanjutan Ke Kesetaraan dan Penguatan Kualitas

Peran dalam Masyarakat

Page 7: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik60

Pencapaian kompetensi tersebut, jelas menunjukan satu sisi dari keterampilan yang didasarkan pada hasil pembelajaran multikeaksaraan, yang dibuktikan dengan secarik kertas berupa SUKMA-L, dan tentunya lagi dengan keterampilan itu dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas peran dalam masyarakat sebagai bekal kehidupan diri maupun lingkungan sosialnya. Namun terlepas dari sisi keterampilan itu, juga tidak kalah pentingnya sisi yang lain, adalah pengakuan akademik sebagai hasil pembelajaran pendidikan multikeaksaraan, dapat digunakan untuk mengikuti program kesetaraan yang dikenal dengan Paket A, B, dan Paket C tentunya sejalan dengan peraturan yang berlaku.

Capaian pendidikan kesetaraan ini, bermanfaat bagi mereka yang menginginkan langkah mengikuti aktivitas di luar konteks lingkungan sosial, tetapi akan mengikuti aktivitas dalam dunia yang lebih luas, dunia politik misalnya, yang kini amat memerlukan persyaratan akademik serupa itu. Proses tindak lanjut itu, sebagaimana tergambarkan pada Gambar 2. “Alur Tindak Lanjut Pendidikan Multikeaksaraan dari Program Pendidikan Keaksaraan Dasar-Lanjutan ke Kesetaraan dan Penguatan Kualitas Peran dalam Masyarakat”.

Berdasarkan alur tindak lanjut pendidikan multikeaksaraan itu, secara ringkas dapat diungkapkan, bahwa dari pencapaian mengikuti program pendidikan lanjutan yang dalam hal ini pendidikan multikeaksaraan. Program ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti lulusan mengikuti program Paket A, B, atau C yang tentunya sejalan dengan ketentuan yang berlaku. Selain melalui program tersebut, juga lulusan dapat menindaklanjuti pencapaian program pendidikan multikeaksaraan dengan penguatan kemampuan keberagaman keaksaraan dengan peningkatan kualitas peran dalam masyarakat.

Program penguatan ini, merupakan penerapan dari kompetensi yang menjadi pilihannya, ketika mengikuti program pendidikan multikeaksaraan, misalnya pengembangan dalam seni dan budaya, maka yang bersangkutan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang seni atau budaya sebagai bukan hanya untuk kepentingan pelestarian kebudayaan di lingkungannya, tetapi sekaligus menjadi bekal kehidupan baik bagi diri dan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

Program penguatan serupa itu, dapat ditempuh melalui cara pendampingan dan pemberdayaan, karena dengan cara ini peserta didik tidak dijadikan

Pendidikan Multikeaksaraan 1

PENDAHULUAN

BAB I

A. Latar Belakang

Berdasarkan data tahun 2014 penduduk buta aksara di Indonesia sebanyak 5.984.075 orang atau 3,70% dari populasi penduduk Indonesia. Dari sejumlah penduduk buta aksara tersebut, sebagian besar berada pada usia produktif antara 15 hingga 59 tahun yang semestinya menjadi sumber daya manusia yang bermutu. Untuk meningkatkan sumber daya manusia tersebut perlu dilakukan bukan hanya pendidikan keaksaraan yang mendidik masyarakat mampu membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga pendidikan keaksaraan untuk pengembangan kemampuan individu agar mampu mengatasi persoalan kehidupan.

Hal itu, sejalan dengan kesepahaman masyarakat dunia tentang peningkatan keaksaraan yang ditulis dalam Deklarasi Persepolis yang kemudian melahirkan Hari Keaksaraan Internasional (International Literacy Day). Di dalam deklarasi tersebut, dikandung makna untuk mendorong setiap negara selalu menaruh perhatian terhadap peningkatan keaksaraan dan rumusan konsep buta aksara sebagai sebuah jalan bagi pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.

Menyimak deklarasi tersebut menunjukkan bahwa membebaskan masyarakat dari kebutaaksaraan menjadi salah satu tujuan berdirinya suatu negara dan kehidupan bernegara sebagaimana diisyaratkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Tuna Aksara; yang kemudian ditindaklanjuti melalui Permendiknas No. 35 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan

Page 8: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik2

Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Penuntasan Buta Aksara; termasuk di dalamnya upaya terus menerus peningkatan keaksaraan yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019. Berbagai kebijakan tentang upaya peningkatan keaksaraan penduduk terus dilakukan, sehingga saat ini tersisa 3,70 persen penduduk Indonesia masih buta aksara yang tersebar di enam provinsi terpadat, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Selatan, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebagaimana tampak pada grafi k di bawah ini.

6 Provinsi Terpadat Buta Aksara 11 Provinsi dengan Capaian di atas 3.70%

Sumber: Pusat Data dan Statistik Pendidikan, Kemdikbud, 2014

Grafi k 1. Provinsi dengan Persentase dan Jumlah Buta Aksara TertinggiTahun 2014

Keberhasilan menurunkan angka buta aksara tersebut merupakan hasil dari upaya terus menerus bangsa Indonesia sejak sebelum merdeka, setelah merdeka, dan hingga saat ini. Disaat bangsa Indonesia belum merdeka, dari sebagian mereka yang telah mengenyam pendidikan kolonial dari golongan sosial yang dikenal dengan sebutan pribumi telah menebarkan kemampuan akademiknya melalui gerakan mengajarkan baca tulis kepada warga masyarakat lainnya, walaupun capaian jumlahnya masih sedikit.

Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mencanangkan suatu gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Gerakan ini begitu gencar dan masif. Gerakan ini dinilai sebagai gerakan memberadabkan bangsa Indonesia, atau dengan kata lain mereka yang buta huruf dipersepsikan sebagai orang yang tidak berbudaya. Konon ungkapan itulah yang menjadi slogan gerakan membebaskan rakyat dari buta huruf saat itu.

Pendidikan Multikeaksaraan 59

Dalam pengertian itu, pendidikan multikeaksaraan mempersiapkan individu untuk meningkatkan kualitas peran dalam kehidupan bagi diri dan warga masyarakat, sekaligus dapat meningkatkan kualitas masyarakat sebagai warga negara. Karena itu, pencapaian kualitas multikeaksaraan seperti itu, perlu tindak lanjut dari program pendidikan multikeaksaraan, seperti juga tindak lanjut program pendidikan keaksaraan dasar yang memperoleh Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA), sebagai bukti telah menyelesaikan program pendidikannya.

Demikian juga halnya peserta didik program pendidikan keaksaraan lanjutan khususnya dalam pembelajaran pada program pendidikan multikeaksaraan, setelah dinyatakan selesai, akan memperoleh SUKMA-L. Selain tentunya, dengan sertifi kat serupa itu, bukan hanya sebagai tanda peningkatan kualitas keaksaraan yang dapat digunakan dalam program penyetaraan, tetapi juga hasil pembelajaran multikeaksaraan itu bermanfaat untuk meningkatkan kualitas peran lulusan program pendidikan multikeaksaraan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan area program yang dipilihnya.

Area program yang dapat menjadi kompetensi dari program pendidikan multikeaksaraan, yang meliputi:a. pekerjaan, keahlian, dan profesi;b. pengembangan dalam seni dan budaya;c. sosial, politik dan kebangsaan;d. kesehatan dan olah raga; e. ilmu pengetahuan dan teknologi.

Capaian kompetensi tersebut, diwujudkan pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan lulusan. Perwujudan dari sikap ditunjukkan oleh etika yang mencerminkan sikap orang beriman dan bertanggung jawab menjalankan peran dan fungsi dalam kemandirian berkarya di masyarakat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Demikian juga perwujudan dari pengetahuan memberi arah bagi penguasaan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tentang pengembangan peran dan fungsi dalam kehidupan di masyarakat dengan memperkuat cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan berhitung untuk meningkatkan kualitas hidup. Di samping perwujudan dari keterampilan itu, dapat menunjukkan pada kemahiran menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan berhitung secara efektif dalam melakukan pengembangan peran dan fungsi untuk kemandirian berkarya dalam masyarakat serta meningkatkan kualitas hidup.

Page 9: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik58

Provinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Kecamatan, Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Kecamatan dan Lembaga Penyelengara Pogram Pendidikan Keaksaraan.

2. Pembinaan

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan. Dalam pelaksanaannya, setiap penyelenggara pendidikan multikeaksaraan wajib membuat laporan atas hasil kegiatannya kepada dinas pendidikan setempat.

3. Tindak Lanjut

Berdasarkan uraian dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya tentang proses pembelajaran pendidikan multikeaksaraan, menunjukkan bahwa dalam program pendidikan multikeaksaraan tidak hanya sekadar bisa baca, tulis dan berhitung, tetapi kemampuan keberaksaraan itu bisa memberikan bekal dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pencapaian kompetensi pendidikan multikeaksaraan dalam prakteknya tidak terlepas dari kebijakan pembangunan pendidikan nasional sebagai suatu usaha yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, dan mandiri. Artinya, sejalan dengan Visi 2025 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, adalah “Menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna)”. Makna insan Indonesia cerdas, adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yaitu cerdas spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan kinestetik.

Dengan demikian, untuk mewujudkan kebijakan seperti itu, pendidikan multikeaksaraan tentunya menjadi syarat bagi setiap insan Indonesia untuk meraihnya. Insan Indonesia yang tidak mengenal batas-batas usia, tempat, dan waktu, serta pemerintah sendiri menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fi sik, mental, ekonomi, sosial, ataupun geografi s untuk mencapai menjadi insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif .

Lantaran itu, melalui pendidikan multikeaksaraan membuka peluang dan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap individu untuk mengenal dunia sekitarnya. Pengenalan terhadap dunia sekitarnya, dengan memahami berbagai faktor yang memengaruhi lingkungan tempatnya hidup, sebagai bekal untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan, dan sekaligus memperkuat identitas kebudayaannya.

Pendidikan Multikeaksaraan 3

Kondisi bebas buta huruf memang telah tercapai saat itu, namun bisa jadi pengertian bebas buta huruf pada waktu itu semata-mata tolok ukurnya adalah terbebaskan dari tidak bisa membaca dan menulis menjadi bisa membaca nama diri dan menuliskannya. Demikian pula, dia dapat melengkapi dokumen atau daftar hadir di suatu pertemuan resmi dapat membubuhkan tanda tangannya.

Apakah bebas buta huruf atau mengenal keaksaraan itu sebatas capaian sebagaimana digambarkan di atas itu?, tentu saja tidak sebatas itu, sebab jika itu capaiannya tentu kemampuan itu akan lenyap dengan sendirinya dan kembali menjadi buta huruf. Berkenaan dengan hal itu, Soedjatmoko (1983:72), mengungkapkan “... Jumlah mutlak kaum buta huruf di negara ini telah mulai bertambah lagi, juga bertambah banyak mereka yang tak berhasil mengikuti sistem pendidikan maupun mereka yang putus sekolah, kemudian mendorong kaum muda pergi dari desa-desa ke pusat-pusat kota besar”. Katanya lagi, karena sistem pendidikan malah mendidik orang untuk menjauhi jenis pekerjaan yang diperlukan di desa-desa dan mencari kesempatan-kesempatan kerja yang lebih menarik di kota-kota.

Dalam konteks itu, urbanisasi sepertinya tidak mensyaratkan apakah ia dapat membaca atau tidak, sebagaimana dikemukakan Daniel Lerner (1978), puluhan tahun yang lalu mengatakan urbanisasi cenderung mengurangi buta huruf, sebab dengan berkurangnya buta huruf ini cenderung meningkatkan keterbukaan terhadap media informasi. Adanya keterbukaan terhadap media informasi dapat mendorong meningkatkan partisipasi ekonomi yang lebih luas dan partisipasi politik yang bersandar pada kemampuan olahpikirnya semakin tegak.

Menilik apa yang dinyatakan Daniel Lerner tersebut, boleh jadi secara fi sik urbanisasi diartikan sebagai proses perpindahan penduduk dari desa ke kota, yang telah memiliki kemampuan membaca dan menulis termasuk di dalamnya kemampuan berhitung tentunya. Namun demikian, dapat pula arti urbanisasi yang disebutkan Daniel Lerner itu juga mengandung makna migrasinya proses berpikir masyarakat dari cara berpikir irasional ke berpikir rasional. Itu artinya, menurut Daniel Lerner, suatu masyarakat yang mobil harus mendorong kerasionalan karena perhitungan pemilihan membentuk perilaku individu serta dan menentukan imbalannya. Karena itu, masyarakat lebih melihat masa depan sosial sebagai sesuatu yang dapat dibentuk daripada sesuatu yang dianugerahkan dan masyarakat lebih melihat prospek pribadi di dalam arti hasil karya daripada di dalam arti warisan.

Page 10: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik4

Dengan demikian, karya yang dihasilkan itu sebagai akhir dari proses olahpikir, nalar atau rasio. Itu artinya, rasionalitas dalam konteks itu, adalah bertujuan membentuk cara berpikir, dan berlaku adalah alat bagi tujuan, bukan alat kepercayaan (Lerner, 1978:33). Sejalan dengan pemikiran Daniel Lerner itu, manusia yang berhasil atau gagal diuji oleh apa yang mereka capai, bukan apa yang mereka puja.

Terkait dengan pemikiran Daniel Lerner tersebut, menunjukkan bahwa rasionalitas semata-mata hanya dapat diperoleh melalui kemampuan membaca dan menulis. Sebab, dengan kemampuan membaca dan menulis yang tinggi dapat mendukung kemampuan menganalisa. Kemampuan membaca dan menulis dalam pengertian itu, adalah keahlian dasar dari setiap orang yang bukan hanya dapat mengenal huruf dan menuliskannya, tetapi juga dengan kemampuannya itu memperoleh lebih dari sekadar pengetahuan membaca yang sederhana. Bahkan, dengan kemampuan membaca seperti itu, akan meningkatkan pula kesadaran untuk menuliskan segala suatu sebagai hasil olahpikirnya. Selain itu, juga dapat mengungkapkan hasil olahpikirnya itu secara lisan dengan penuh nuansa keluasan pengetahuan sebagai dasar argumentasinya atas sesuatu hal yang dinyatakannya itu.

Kemampuan mengembangkan membaca dan menulis, yang bukan hanya sekadar mengenal huruf dan menuliskannya itu, juga diungkapkan oleh Koentjaraningrat (1974) sebagai ciri sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Koentjaraningrat, janganlah dilupakan, bahwa untuk mengembangkan sumber daya manusia berkualitas terlebih dahulu perlu dibudayakan kebiasaan membaca dan kemampuan menyerap isi bacaan seefektif dan seefi sien mungkin. Kebiasaan membaca dan kemampuan menyerap isi bacaan serta menuangkannya dalam tulisan merupakan wujud dari suatu totalitas kelakuan yang lahir dari perkembangan budi manusia yang selalu tersusun dalam suatu pola atau konfi gurasi nilai-nilai (Alisjahbana, 1966). Konfi gurasi nilai menurut Sutan Takdir Alisjahbana (STA), timbul dari aktivitas budi manusia yang terdiri atas: nilai ekspresif, nilai progresif, dan nilai integratif. Ketiga nilai itu, menurut STA lebih jauh merupakan turunan dari nilai seni dan agama yang menjadi dasar dari nilai ekspresif. Nilai ilmu dan ekonomi yang merupakan dasar dari nilai progresif, serta nilai politik dan solidaritas yang mendasari nilai integratif.

Dari ketiga nilai itu, nilai progresif merupakan daya cipta yang akan mewujudkan kemampuan berpikir sehingga dapat menumbuhkan kepekaan

Pendidikan Multikeaksaraan 57

a. Komponen masukan, mencakup: kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, pembiayaan, sarana dan prasarana pembelajaran

b. Komponen proses, mencakup: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengawasan.

c. Komponen keluaran, mencakup: jumlah peserta didik yang berhasil, dan nilai rata-rata ujian.

d. Komponen dampak, mencakup: jumlah lulusan yang bekerja atau melakukan usaha mandiri atau perannya dalam masyarakat, rata-rata penghasilan lulusan setiap bulan, dan partisipasi lulusan dalam kegiatan di masyarakat.

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh unit utama di lingkungan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Acuan utama dalam mengukur kesesuaian program yang tercantum dalam kebijakan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan adalah Standar Nasional Pendidikan. Apabila dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi ditemukan masalah atau penyimpangan, maka secara langsung dapat dilakukan bimbingan, saran-saran dan cara mengatasinya serta melaporkannya secara berkala kepada Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan. Karena itu, melalui monitoring dan evaluasi dapat diketahui berbagai hal yang berkaitan dengan tingkat pencapaian tujuan atau keberhasilan, ketidakberhasilan, hambatan, tantangan, dan ancaman tertentu dalam mengelola dan menyelenggarakan program pendidikan multikeaksaraan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, Unit Pelaksana Teknis Pendidikan kecamatan dan lembaga penyelenggara program pendidikan multikeaksaraan.

Evaluasi kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara periodik untuk mengetahui perkembangan kemampuan peserta didik dalam hal mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung, serta perannya di dalam kehidupan masyarakat. Pada akhir program, dilakukan evaluasi akhir untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik. Evaluasi pembelajaran merujuk pada acuan penilaian pendidikan keaksaraan.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Dinas Pendidikan

Page 11: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik56

D. Monitoring, Pembinaan, dan Tindak Lanjut1. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi serta analisis data yang berlangsung terus menerus untuk memastikan dan mengendalikan keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah ditetapkan, serta kualitas program sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam konteks kebijakan, sistem ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian dan kesesuaian antara rencana program pendidikan keaksaraan lanjutan yang didalamnya tercakup pendidikan multikeaksaraan sebagai Kebijakan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Tahun 2015 dan hasil yang dicapai berdasarkan program yang dilaksanakan melalui program pendidikan multikeaksaraan bagi lembaga penyelenggara pendidikan masyarakat dalam rangka mengatasi masalah peningkatan keaksaraan masyarakat.

Monitoring dan evaluasi dilakukan dalam konteks peningkatan mutu penyelenggaraan program pendidikan multikeaksaraan yang ditempuh melalui proses perencanaan dan pelaksanaan program di tingkat pusat dan daerah. Proses ini sekaligus sebagai upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas lembaga penyelenggara pendidikan multikeaksaraan - secara sinergis dan berkesinambungan, sehingga program pendidikan multikeaksaraan dapat dilaksanakan dengan baik dalam waktu yang telah ditetapkan.

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan, pada hakekatnya, untuk mengukur kesesuaian pencapaian indikator kinerja atau target kerja yang ditetapkan dalam penyelenggaraan program pendidikan multikeaksaraan dengan target yang dapat dicapai melalui strategi tertentu. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap kinerja lembaga penyelenggara yang mencakup aspek teknis, administrasi dan pengelolaan kegiatan dan/atau program kegiatan. Oleh karena itu, indikator kinerja yang digunakan memiliki kriteria yang berlaku spesifi k, jelas, relevan, dapat dicapai, dapat dikuantifi kasikan, dan dapat diukur secara obyektif serta fl eksibel terhadap perubahan/penyesuaian.

Penyelenggaraan program multikeaksaraan terdapat berbagai aspek yang perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, yaitu masukan, proses, keluaran, dan dampak. Masing-masing aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:

Pendidikan Multikeaksaraan 5

pada invensi dan teknologi. Tentunya, untuk dapat menumbuhkan nilai progresif seperti itu, melek aksara menjadi syarat utama. Melek aksara yang bukan sekadar mengenal huruf dan menuliskan susunan huruf-huruf menjadi rangkaian kata dan kalimat yang tidak bermakna, tetapi lebih jauh dari sekadar itu, ialah melek aksara sebagai penjelmaan dari aktivitas budi yang mampu mendakwa keupayaan berpikir untuk menentukan kadar perubahan (Kartawinata, 1995). Perubahan yang terjadi sebagai pertanda keupayaan dan tabiat berpikir yang lebih maju.

Dalam pengertian tersebut, juga menandakan adanya perubahan dalam konfi gurasi nilai dan penilaian yang telah tersusun sebelumnya, dari yang lebih mengutamakan nilai ekspresif kemudian diperkokoh oleh tumbuhnya nilai progresif atas kemampuannya menyerap keaksaraan, di samping meneguhkan pula nilai integratif. Itu artinya, perubahan yang disebabkan melek aksara serupa itu, mampu mendorong invensi sebagai bagian dari daya cipta yang seimbang dalam tataran nilai baik yang ekspresif, progresif maupun integratif yang sanggup menggerakkan, memberi arah dan merangsang inspirasi atas keragaman kehidupan manusia yang terkait dengan kebudayaan dan transformasi sosial.

Sejalan dengan pemikiran itu, pendidikan keaksaraan bagi pembangunan sumber daya manusia yang bermutu tidak hanya sekadar mendidik masyarakat agar mampu membaca, menulis, dan berhitung, namun pendidikan keaksaraan merupakan pengembangan kemampuan individu agar mampu mengatasi persoalan kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan keaksaraan diarahkan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan aksara dan angka dalam bentuk bahasa tulis, lisan, dan penguasaan informasi dan teknologi komunikasi pada tingkat yang diperlukan untuk berfungsi di tempat kerja, berusaha mandiri, dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam masyarakat modern, kemampuan keaksaraan seperti itu dibutuhkan untuk menentukan pengambilan keputusan, pengembangan pribadi, keterlibatan aktif dan pasif baik di tingkat lokal, nasional maupun masyarakat global. Di samping itu, pendidikan keaksaraan itu juga memiliki berbagai manfaat terutama dalam rangka penanggulangan masalah lingkungan dan kemiskinan yang ditentukan oleh perbedaan latar kebudayaan. Demikian pula pendidikan keaksaraan dapat menjadi wahana untuk mengembangkan masyarakat demokratis melalui penerapan strategi pembelajaran yang mampu mengembangkan kesadaran sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

Page 12: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik6

Itulah sebabnya, pendidikan keaksaraan hendaknya selalu dikaitkan dengan arah kebijakan pembangunan nasional dan penyelenggaraannya mengacu kepada kebutuhan belajar warga masyarakat dan latar budaya setempat.

Dengan demikian, keaksaraan merupakan prasyarat penting bagi setiap warga negara untuk menjadi individu pembelajar. Kemampuan keaksaraan membuka kesempatan luas bagi setiap individu mengenal dunia sekitarnya, memahami berbagai faktor yang memengaruhi lingkungannya, berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan kehidupan demokrasi, serta memperkuat identitas kebudayaannya. Keaksaraan juga penting bagi tumbuhnya kemampuan multiaksara yang diperlukan untuk mencari, memperoleh, menguasai, dan mengelola informasi di abad ini, di mana seseorang secara kritis mampu membaca sekaligus menilai teks dan konteks secara mandiri dalam nuansa belajar sepanjang hayat. Kemampuan multiaksara serupa itu, tampaknya dapat dicapai melalui pendidikan keaksaraan yang menitikberatkan pada pendidikan multikeaksaraan.

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka menyelenggarakan pendidikan multikeaksaraan bagi masyarakat pasca-penyandang buta aksara sangat penting dan strategis bagi upaya meningkatkan kemampuan keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

B. Landasan dan Filosofi s Kebangsaan dalam Pendidikan Multikeaksaraan

Dengan mencermati latar belakang permasalahan dan pentingnya penyelengaraan pendidikan keaksaraan yang menitikberatkan pada pendidikan multikeaksaraan, maka penting untuk menempatkan pendidikan multikeaksaraan pada fi losofi yang lebih mendasar dan menyeluruh. Landasan tersebut adalah Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia; sebagai cita-cita moral bangsa, dan merupakan pondasi sekaligus penuntun kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kesadaran untuk selalu menempatkan kembali pendidikan multikeaksaraan pada Pancasila sebagai dasar/landasan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi semakin dirasakan penting apabila mempertimbangkan dua alasan pokok. Yang pertama adalah kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara yang sejak era Reformasi semakin tersisihkan dari horison wacana publik dan semata-mata dipahami sebagai teks-teks yang sekadar “bunyi-bunyian” penuh

Pendidikan Multikeaksaraan 55

peserta didik); dan (e) tetapkan bentuk dan cara penyajian laporan hasil penilaian yang akan digunakan.

Bentuk dan penyajian laporan penilaian dapat menggunakan metode Deskriptif. Cara ini dipergunakan karena mampu mendeskripsikan tingkat kompetensi yang dicapai peserta didik, sehingga memudahkan pendidik maupun peserta didik untuk meningkatkan hasil belajarnya. Beberapa kompetensi multikeaksaraan yang perlu dilaporkan secara deskriptif adalah: a. Kompetensi membaca, menggambarkan kemampuan membaca yang

dapat diperagakan peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan yang telah dicapainya.

b. Kompetensi menulis, menggambarkan kemampuan menulis yang dapat diperagakan peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan yang telah dicapainya.

c. Kompetensi berhitung, menggambarkan kemampuan menghitung menggunakan lambang bilangan yang dapat diperagakan peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan yang telah dicapainya.

d. Kompetensi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, menggambarkan kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang dapat diperagakan peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan multikeaksaraan yang telah dicapainya.

Selain itu perlu dilaporkan pula capaian atas kompetensi yang sesuai dengan kurikulum pendidikan multikeaksaraan, yaitu:a. Kompetensi inti yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial,

pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran pendidikan multikeaksaraan dalam mencapai kompetensi lulusan.

b. Kompetensi dasar yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan dalam muatan pembelajaran pada pendidikan multikeaksaraan.

Sertifi kasi diberikan kepada peserta didik yang telah memenuhi kompetensi lulusan pendidikan multikeaksaraan dengan memperoleh sertifi kat berupa Surat Keterangan Melek Aksara Lanjutan (SUKMA-L) yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang ditandatangani oleh Kepala Bidang yang menangani pendidikan nonformal. Untuk kelengkapan surat keterangan tersebut, Nomor SUKMA-Lanjutan dikeluarkan oleh Direktorat yang menangani pendidikan keaksaraan dalam hal ini adalah Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.

Page 13: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik54

keterampilan, sikap, dan keyakinan. Dodge dan Bickart (1994) menyatakan bahwa penilaian merupakan proses memperoleh informasi tentang karakteristik belajar peserta didik yang digunakan untuk membuat keputusan tentang pendidikannya.

Dalam membuat keputusan tentang nilai yang objektif, pendidik harus memiliki hasil belajar peserta didik seperti pengetahuan, keterampilan, dan kemajuan belajar yang diperoleh melalui pengamatan, dokumentasi, dan review pekerjaan peserta didik secara terus-menerus. Karena itu, penilaian terdiri atas tahap pengumpulan data tentang perkembangan dan aktivitas belajar, menentukan kebermaknaan tujuan program, memadukan informasi ke dalam perencanaan program, dan mengkomunikasikan hasil penilaian kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Metode dan instrumen penilaian pendidikan multikeaksaraan dapat berupa observasi, penilaian mandiri oleh peserta didik, tugas praktik, hasil pekerjaan peserta didik, tes tertulis, dan penilaian portofolio. Dalam menentukan nilai pada peserta didik, tutor menggunakan skor yang diperoleh peserta didik kemudian membandingkannya dengan kreteria yang telah dirumuskan.

Dengan cara ini peserta didik dapat memperoleh keuntungan apabila penilaian diberikan secara teratur, karena penilaian itu dipandang sebagai kegiatan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bukan sebagai penentuan nilai akhir. Melalui penilaian yang teratur peserta didik akan mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam mengikuti program pembelajaran, dan pendidik dapat memberikan saran tentang cara-cara mengembangkan kemampuan peserta didik.

Penilaian hasil belajar multikeaksaraan yang dilakukan hendaknya lebih difokuskan pada penilaian berbasis kompetensi. Pengembangan instrumen untuk mengukur hasil belajar multikeaksaraan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) telaah kembali Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidikan Multikeaksaraan yang meliputi: kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar; (b) tetapkan aspek yang akan diukur (sikap, pengetahuan, dan keterampilan); (c) pilih teknik dan alat penilaian yang akan digunakan (penilaian tertulis, penilaian kinerja atau unjuk kerja/perbuatan, atau penilaian hasil karya

Pendidikan Multikeaksaraan 7

retorika warisan Orde Baru. Hal ini tidak terjadi begitu saja melainkan suatu konsekuensi logis yang muncul akibat beberapa kekeliruan pemahaman dan kesewenangan penyelenggaraan kekuasaan negara di masa lalu yang terlalu mengekang, sentralistik, dan monolitik. Akibatnya, setelah terbukanya ruang demokrasi dan kebebasan berpolitik maka secara sporadis terjadilah arus penyebaran serta pemerataan kekuasaan yang menciptakan multipolaritas dalam kehidupan sosial politik. Multipolaritas ini, yang memang sebetulnya baik untuk kehidupan berbangsa, tetapi menciptakan juga kebingungan tersendiri dalam memahami Pancasila yang karena trauma masa lalu sering diposisikan secara keliru. Kekeliruan dalam memahami Pancasila sebagai pilar, bukan sebagai dasar negara adalah suatu bentuk contoh dari kebingungan pemahaman tersebut.

Yang kedua adalah dengan semakin terbukanya arus informasi dan kemajuan teknologi informasi yang melanda kehidupan bangsa Indonesia di satu sisi dan di sisi lainnya, masih dijumpai kehidupan bangsa yang masih dikategorikan miskin sehingga dalam kehidupannya lebih mengutamakan mencari nafkah yang amat terbatas daripada meningkatkan kemampuan melek aksara apalagi menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Tentunya, kerentanan melek aksara akan sangat berpengaruh terhadap mutu sumber daya manusia Indonesia. Suatu sumber daya manusia yang bermutu, adalah manusia yang tidak hanya mampu dan tahan hidup dalam masa perubahan, tetapi juga beradab dan beriman di tengah arus globalisasi dan luberan teknologi informasi yang mengalir semakin deras di masa depan. Sebagai suatu fenomena yang mendunia, globalisasi merupakan bentuk proses perkembangan zaman yang tidak dapat dihindari apalagi ditolak.

Di tengah arus globalisasi ini tuntutan melek aksara yang tidak hanya sekadar mengenal huruf dan angka, tetapi menggunakan kemampuan membaca dan menulis untuk kepentingan meningkatkan kualitas kehidupannya. Namun jika sebaliknya, capaian melek aksara hanya untuk kepentingan teknis birokrasi agar dapat dinyatakan bebas buta aksara, justru realitas itu dapat menjadi kendala pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu, sekaligus juga mengikis akar kebangsaan tempatnya hidup. Kerentanan ini jika tidak diantisipasi berdampak langsung pada keutuhan bangsa dan ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam menghadapi tantangan-tantangan zaman. Agar kemampuan melek aksara dapat dijadikan wacana merespon tantangan-tantangan zaman, tentunya juga menjadi faktor penentu

Page 14: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik8

ketahanan serta keutuhan bangsa di masa depan. Pendidikan keaksaraan merupakan bentuk upaya dalam mengantisipasi kerentanan masyarakat di tengah arus globalisasi yang akan mengalir semakin deras.

Dalam konteks inilah, pendidikan keaksaraan senantiasa mengacu kepada Pancasila sebagai dasar kehidupan bernegara sekaligus sebagai cita-cita moral yang mengarahkan serta memandu dinamika kehidupan berbangsa. Itu artinya, peningkatan keaksaraan yang terarah pada Pancasila ini pula yang membuat bangsa Indonesia memiliki karakternya yang khas sebagai subyek manusia di dalam pembangunan nasional dan pergaulan internasional. Hal ini, menjadi semakin penting, bahwa ketahanan suatu bangsa terletak pada kekuatan sosial yang manusianya terlepas dari buta aksara.

Dalam kaitan ini kiranya tepat jika dikatakan, bahwa pendidikan multikeaksaraan sebagai subyek mandiri yang merupakan kekuatan sosial tersendiri yang akan menentukan ketahanan sekaligus efektivitas ideologi negara dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika ideologi diartikan sebagai seperangkat nilai dan keyakinan yang terarah pada tindakan, maka Pancasila juga merupakan ideologi negara yang terarah pada tindakan konkret dan nyata untuk melindungi segenap rakyat Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Oleh karena itulah capaian warga negaranya dari melek aksara akan senantiasa memainkan peran utama sebagai warga negara yang secara aktif mengajak seluruh masyarakat untuk mengalami kembali keutamaan Pancasila sebagai dasar negara di tengah arus globalisasi yang mengandung dampak positif maupun negatif. Tujuannya tidak lain adalah untuk menguatkan dan merekatkan kembali konsensus dasar didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Pancasila sebagai dasarnya. Itu sebabnya, pendidikan multikeaksaraan bukan hanya dapat mencerdaskan kehidupan bangsa sejalan dengan Pancasila sebagai ideologi negara, tetapi juga dapat menjadi jalan terang yang dituntut oleh kaidah-kaidah dasar untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.

C. Tujuan

Secara umum, naskah akademik program pendidikan multikeaksaraan bertujuan untuk menyediakan acuan bagi semua pihak yang berkepentingan terkait dalam menyelenggarakan program pengembangan kurikulum

Pendidikan Multikeaksaraan 53

terutama bagi pendidik. Orang dewasa yang menyelesaikan pengalaman belajar dan menyelesaikan tugas belajar dengan perasaan termotivasi terhadap materi yang telah dipelajari, mereka akan lebih mungkin menggunakan materi yang telah dipelajari. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa semakin orang dewasa memiliki pengalaman belajar yang termotivasi, maka orang dewasa semakin menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Membangkitkan minat belajar. Mengaitkan pembelajaran dengan minat belajar orang dewasa adalah sangat penting, dan, karena itu, tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka. Demikian pula tujuan pembelajaran yang penting adalah membangkitkan hasrat ingin tahu orang dewasa mengenai pelajaran yang akan datang, dan karena itu pembelajaran akan mampu meningkatkan motivasi intrinsik orang dewasa untuk mempelajari materi pembelajaran yang disajikan oleh pendidik. Dengan demikian, pendidik yang terampil akan mampu menggunakan cara untuk membangkitkan dan memelihara rasa ingin tahu orang dewasa di dalam kegiatan pembelajaran. Cara yang dilakukan oleh pendidik dapat membangkitkan hasrat ingin tahu orang dewasa tentang apa yang terjadi, dan mengapa peristiwa itu terjadi, dan begitu seterusnya.

8. Penilaian dan Sertifi kasi

Penilaian merupakan proses pengumpulan dan analisis data atau informasi untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan atau nilai tambah dari kegiatan pendidikan. Untuk mencapai ke arah itu penilaian merupakan kegiatan yang bersifat sistematis dan kompleks. Sistematis karena penilaian menggunakan teknik-teknik atau prosedur yang harus diikuti secara runtut. Kompleks karena penilaian bukan sekadar kegiatan yang berkaitan dengan perumusan tujuan, perumusan tes, atau analisis data, melainkan lebih dari itu, yakni mencakup kegiatan pembuatan keputusan tentang nilai.

Kompleksitas kegiatan itu mengakibatkan seorang pendidik dihadapkan pada berbagai masalah seperti keterbatasan waktu, biaya, keahlian, keinginan penyelenggara program multikeaksaraan dan beberapa faktor lainnya. Di samping itu pendidik juga dihadapkan pada masalah tentang tanggung jawab, dan kewajiban sebagai seorang pendidik profesional. Dalam konteks itu, Khan, Hardas, dan Ma (2005) menyatakan, bahwa penilaian merupakan proses mendokumentasikan pengetahuan,

Page 15: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik52

Dalam hal ini, biaya investasi, operasional, dan personal pendidikan multikeaksaraan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah menjadi tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kewenangannya. Demikian pun, biaya investasi, operasional, dan personal pendidikan multikeaksaraan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai penyelenggara. Meskupun begitu, pemerintah atau pemerintahan daerah dapat membantu pembiayaan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan batas kewenangannya.

7. Motivasi

Pembelajaran orang dewasa yang tepat sasaran harus memenuhi kebutuhan individu. Pendekatan pembelajaran seperti ini disebut sebagai pendekatan terpusat pada peserta didik atau pendekatan yang diarahkan oleh peserta didik. Dalam pendektan ini, orang dewasa termotivasi belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar dan minat dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang ingin dipelajari oleh orang dewasa adalah berkaitan dengan pekerjaan atau kehidupan sehari-hari sehingga kebutuhan dan minat belajar orang dewasa merupakan faktor yang sangat penting untuk dijadikan sebagai pijakan dalam mengelola kegiatan pembelajaran orang dewasa.

Motivasi memegang peran penting dalam mengarahkan kegiatan belajar orang dewasa. Apabila terdapat dua orang dewasa yang memiliki kemampuan sama dan memiliki peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai tujuan belajar, orang dewasa yang termotivasi akan memperoleh hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak termotivasi. Hal ini dapat diketahui dari pengalaman dan pengamatan sehari-hari. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa apabila orang dewasa tidak memiliki motivasi belajar, tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri orang dewasa tersebut. Walaupun begitu, hal itu kadang-kadang menjadi masalah karena motivasi bukanlah suatu kondisi. Apabila motivasi orang dewasa itu rendah, prestasi belajarnya akan rendah.

Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar. Secara historik, pendidik selalu mengetahui kapan orang dewasa perlu dimotivasi selama proses belajar sehingga aktivitas belajar berlangsung lebih menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan orang dewasa, meningkatkan kreativitas dan aktivitas belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh orang dewasa yang termotivasi akan benar-benar menyenangkan,

Pendidikan Multikeaksaraan 9

pendidikan multikeaksaraan yang relevan dengan tuntutan kebutuhan belajar kelompok sasaran dan latar sosial budaya masyarakat, serta tuntutan pembangunan manusia itu sendiri. Secara khusus, penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk menyiapkan pedoman:1. Penyelenggaraan program pendidikan multikeaksaraan yang sesuai dengan

kebutuhan belajar dan latar sosial budaya masyarakat.2. Pengelolaan kurikulum pendidikan multikeaksaraan berbasis kebutuhan

belajar kelompok sasaran dan sosial budaya masyarakat.

D. Ruang Lingkup

Naskah akademik ini memuat pandangan, argumen dan konsep-konsep tentang program pengembangan kurikulum pendidikan multikeaksaraan yang relevan dengan kebutuhan belajar sasaran program dan latar sosial budaya masyarakat serta tuntutan pembangunan manusia umumnya. Untuk itu, ruang lingkup Naskah Akademik ini sebagai berikut: arah dan strategi pendidikan multikeaksaraan, rancangan program pendidikan multikeaksaraan, dan kurikulum pendidikan multikeaksaraan.

Page 16: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik10

BAB IIKONSEP PENDIDIKAN

MULTIKEAKSARAAN

Keaksaraan sebagai konsep memiliki makna yang sangat luas, dinamik dan selalu berubah, karena pemahaman terhadap keaksaraan dipengaruhi oleh pengalaman personal, pemikiran, temuan-temuan penelitian,

kebijakan pemerintah, dan nilai-nilai budaya di masyarakat. Dalam komunitas pendidikan internasional, keaksaraan dipandang sebagai proses perolehan keterampilan dasar yang bersifat kognitif, menuju pada penggunaan keterampilan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial ekonomi, mengembangkan kecakapan kesadaran sosial dan refl eksi kritis sebagai dasar bagi perubahan personal dan sosial. Hal yang dinyatakan terakhir itulah yang kemudian dikenal sebagai pendidikan multikeaksaraan yang menekankan pada peningkatan keragaman keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan.

Dalam arti lain, pendidikan keaksaraan yang demikian itu, menekankan interelasi antara keaksaraan dan pembangunan sehingga memunculkan konsep keaksaraan yang mengarah pada pendidikan multikeaksaraan. Dalam hal ini, pendidikan multikeaksaraan tidak semata-mata dipandang sebagai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, melainkan juga mempersiapkan individu untuk berperan dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan sebagai warga negara.

Pemahaman ini sejalan dengan Deklarasi Persepolis yang menyatakan, bahwa pendidikan keaksaraan tidak hanya proses belajar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, melainkan juga memberi kontribusi pada pembebasan dan pembangunan kemanusiaan. Itu artinya, dalam melaksanakan pendidikan keaksaraan harus mampu mengembangkan masyarakat untuk memeroleh kesadaran kritis terhadap kondisi kontradiktif yang mereka hadapi. Keaksaraan juga harus mampu merangsang inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan kegiatan untuk mengubah dan mengelola lingkungannya dan membangun kemanusiaan. Karena itu, keaksaraan harus mampu membuka jalan bagi semua orang untuk menguasai teknik dan hubungan antarmanusia.

Pendidikan Multikeaksaraan 51

kemampuan keberaksaraannya. Selain itu, penyelenggara baik tenaga kependidikan maupun pendidik perlu menyediakan prasarana untuk terselenggaranya pembelajaran multikeaksaraan, meluputi: ruang belajar, atau tempat praktek keterampilamn yang tentunya pula sesuai dengan kebutuhan pembelajaran multikeaksaraan, dan jika memungkinkan perlu juga disediakan ruang administrasi. Kesemuannya itu, dimaksudkan untuk mengatur dan mengelola secara kreatif, dan inovatif segala aktivitas yang terkait dengan pendidikan multikeaksaraan.

Tentunya, ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran itu, yang mampu mendukung suasana pembelajaran yang efektif, adalah sarana dan prasarana belajar yang mampu menimbulkan suasana menyenangkan. Para pakar psikologi, menyatakan bahwa, lingkungan belajar dapat memengaruhi aktivitas belajar orang dewasa. Karena lingkungan seperti itu, dapat meningkatkan hubungan inter-personal yang berkualitas sehingga memengaruhi aktivitas belajar peserta didik yang terlibat di dalamnya. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan belajar, adalah bahwa aktivitas belajar yang efektif memerlukan adanya kekayaan sumber daya dan kemudahan dalam memperoleh sumber daya tersebut, baik sumber daya manusia maupun materi.

Syarat minimal sarana dan prasarana belajar yang harus dipenuhi adalah buku-buku, poster, dan buku panduan. Sebelum kegiatan belajar dimulai, lingkungan fi sik hendaknya ditata sehingga tampak menyenangkan. Misalnya saja, meja dan kursi disusun dalam bentuk tapal kuda, lingkaran kecil, setengah lingkaran, dan sejenisnya. Apabila letak papan tulis kurang tepat penempatannya, akan lebih baik ditata terlebih dahulu. Demikian pula apabila udara terasa pengap atau panas, perlu diperhatikan ventilasi udara agar peserta didik merasa senang. Di samping itu, perlu diperhatikan pula sarana belajar lainnya diatur penempatannya agar tidak mengganggu peserta didik ketika sedang mengikuti proses pembelajaran.

6. Pembiayaan

Untuk melangsungkan aktivitas penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan, selain tersediannya sarana dan program pembelajaran, juga tidak kalah pentingnya adalah pembiayaan pendidikan. Pembiayaan pendidikan multikeaksaraan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Masing-masing pembiayaan itu, dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab dari setiap penyelenggara.

Page 17: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik50

dan lingkungannya ini, peserta didik dapat memperoleh manfaat karena melibatkan diri dalam perencanaan, analisis, dan menerapkan kegiatan belajarnya dan dengan cara ini mereka akan menjadi perserta didik yang mandiri.

Peran pendidik dalam metode pembelajaran ini, adalah melibatkan diri dalam proses inkuiri, analisis, dan pembuatan keputusan dengan peserta didik dan bukan sebagai transmiter pengetahuan kepada peserta didik, kemudian mengujinya untuk mengetahui daya serap peserta didik. Sejalan dengan bertambahnya usia dan pengalaman, akan terjadi perbedaan karakteristik orang dewasa sehingga metode pembelajaran dalam program pendidikan multikeaksaraan perlu memberikan peluang perbedaan gaya, waktu, tempat, dan langkah-langkah peserta didik untuk mengikuti pembelajaran multikeaksaraan.

Apa yang ingin dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pendidikan multi keaksaraan, adalah faktor yang sangat penting dalam mengelola program pembelajaran. Pada mulanya, peserta didik tidak memiliki kepercayaan diri dalam mengikuti program pembelajaran. Namun demikian, makin besarnya peluang untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, mereka makin mengetahui makna keikutsertaannya dalam pembelajaran multikeaksaraan dan meningkatkan kepercayaan diri dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan cara ini, metode pembelajaran pendidikan multikeaksaraan, adalah mengarahkan peserta didik untuk mengambil kendali belajarnya sendiri dan melibatkan diri dalam layanan pendidikan multikeaksaraan. Selain tentunya, melalui metode pembelajaran yang dilangsungkan secara tatap muka, tutorial, dan pendampingan.

5. Sarana dan Prasarana

Sarana belajar disesuaikan dengan suasana, tempat, media, dan konteks pembelajaran orang dewasa. Sarana belajar disesuaikan dengan kemampuan pendidik atau fasilitator dalam menyediakan sarana pembelajaran seperti tersedianya perangkat, peralatan, media pembelajaran, dan sumber belajar lainnya. Pemilihan jenis dan kelengkapan sarana serta penentuan jumlah sarana belajar disesuai dengan karakteristik pembelajaran multikeaksaraan. Dalam penyediaan sarana pembelajaran multikeaksaraan fl eksibel, yang terpenting adalah dapat menyenangkan dan memotivasi peserta didik dalam meningkatkan

Pendidikan Multikeaksaraan 11

Dalam proses pendidikan keaksaraan seperti itu, Freire dan Macedo (1987), menekankan pentingnya membawa realitas sosial budaya peserta didik dalam proses belajar, kemudian menggunakan proses pembelajaran sebagai proses sosial. Inti pendidikannya adalah pengembangan pengetahuan kritis, dan tujuan ini dapat dicapai melalui kegiatan: (1) membaca, yakni menafsirkan, merenungkan, menginterogasi, berteori, menyelidiki, mengeksplorasi, serta mempertanyakan, dan (2) menulis, yakni berdialog dan bertindak secara transformatif terhadap lingkungan sosial. Konsep keaksaraan Freire ini digunakan sebagai pendekatan pedagogis untuk mendukung peserta didik yang tertindas dan terlupakan atau kurang beruntung karena masalah gender, etnis, atau status sosial-ekonomi.

Dalam pemahaman itu, pendidikan keaksaraan lebih dari capaian sekadar kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, tetapi membedakan antara keaksaraan sebagai keterampilan dan keaksaraan sebagai praktik budaya dan sosial. Capaian pendidikan keaksaraan serupa ini yang kemudian dikenal sebagai kebutuhan belajar esensial - sebagai kontinum pendidikan nonformal dan pendidikan formal, serta memperluas sasarannya kepada semua orang dan usia (UNESCO, 2004). Hal itu, tampak sejalan dengan keinginan besar pemerintah untuk mengembangkan pendidikan multikeaksaraan sebagai kelanjutan dari pendidikan keaksaraan dasar.

Pendidikan multikeaksaran yang dikenal dengan pasca-keaksaraan (post literacy) dapat dipandang sebagai konsep, proses dan program (Kusmiadi, 2007). Sebagai konsep, pendidikan pasca-keaksaraan merupakan bagian dari pendidikan sepanjang hayat, pendidikan orang dewasa dan pendidikan berkelanjutan. Tentunya, pendidikan multikeaksaraan sebagai bagian dari pendidikan berkelanjutan, program pendidikan multikeaksaraan berupaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi belajarnya setelah mengikuti program keaksaraan dasar. Di sisi lain, konsep pendidikan multikeaksaraan ini selain memberikan keterampilan keaksaraan, juga secara langsung maupun tidak langsung berusaha mentransformasi peserta didik menjadi “manusia seutuhnya” yang terdidik, sehingga menjadi aset yang secara sosio-ekonomi produktif bagi masyarakatnya dan mampu berpartisipasi aktif dan produktif dalam proses pembangunan bangsanya.

Demikian pula pendidikan multikeaksaraan sebagai program merupakan kegiatan yang secara khusus dikembangkan untuk mereka yang baru melek aksara dan dirancang untuk membantunya menjadi melek aksara fungsional serta menjadi peserta didik yang otonom. Dengan mengingat program pendidikan

Page 18: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik12

multikeaksaraan mencakup semua kesempatan belajar bagi semua orang di luar pendidikan keaksaraan dan pendidikan dasar, maka program pendidikan multikeaksaraan (lanjutan) ini merupakan: (a) pendidikan berkelanjutan untuk orang dewasa; (b) merespon kebutuhan dan keinginan; serta (c) mencakup pengalaman yang diberikan sub-sistem pendidikan formal, nonformal dan informal.

Begitu pun pendidikan multikeaksaraan sebagai program berfungsi: (a) memadukan keterampilan keaksaraan dasar; (b) memungkinkan berlangsungnya pendidikan sepanjang hayat; (c) meningkatkan pemahaman masyarakat dan komunitas; (d) menyebarkan teknologi dan ketrampilan vokasional; (e) memotivasi, mengilhami dan meneguhkan harapan menuju kualitas kehidupan; dan (f ) menumbuhkembangkan kebahagiaan kehidupan keluarga melalui pendidikan (Unesco dalam Ade Kusmiadi, 2007). Sedangkan maksud keaksaraan lanjutan, seperti yang dikemukakan oleh Sakya (dalam UNESCO, 1989), adalah untuk: (a) meneguhkan keterampilan keaksaraan; (b) mengajarkan keterampilan ekonomi; (c) mendapatkan akses pada informasi baru untuk memperbaiki kualitas hidup; (d) menumbuhkan kesadaran kritis tentang peristiwa mutakhir di lingkungan sekitarnya; (e) membantu mengembangkan sikap rasional dan ilmiah; (f ) mengorientasikan pada nilai-nilai dan sikap baru yang dibutuhkan dalam pembangunan; dan (g) untuk hiburan dan kegembiraan.

Pencapaian pendidikan multikeaksaraan seperti itu, berkaitan dengan “Menuju Tahun 2030: Visi Baru untuk Pendidikan”, yang dicetuskan oleh World Education Forum (WEF) yang diselenggarakan di Incheon Korea Selatan, Mei 2015, telah dibangun kesepakatan yang diberi nama “Incheon Declaration” atau “Deklarasi Incheon”. Peserta berkomitmen terhadap agenda pendidikan yang holistik, bercita-cita luhur dan aspiratif, tanpa meninggalkan satu orang pun di belakang. Visi baru tersebut sepenuhnya diterjemahkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 4: “Memastikan pendidikan inklusif, adil dan bermutu, dan mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua” dan target lainnya yang sesuai. Target ini bersifat transformatif dan universal, hadir untuk “urusan yang belum selesai” dari agenda PUS dan MDGs bidang pendidikan, dan menjawab tantangan pendidikan global dan nasional. Target ini juga terinspirasi oleh visi humanistik pendidikan dan pembangunan berbasis hak asasi manusia, harkat dan martabat, keadilan sosial, perlindungan, keragaman budaya, dan tanggung jawab bersama dan akuntabilitas. Komitmennya menegaskan kembali, bahwa pendidikan merupakan barang publik, hak asasi manusia paling mendasar

Pendidikan Multikeaksaraan 49

kependidikan di dalam mengembangkan perasaan positif orang dewasa terhadap pembelajaran adalah: (a) membantu orang dewasa menggunakan pengalamannya sendiri sebagai sumber belajar dengan menggunakan teknik seperti diskusi, permainan peran, studi kasus, dan sejenisnya; (b) menyampaikan isi pembelajaran berdasarkan sumber-sumber belajar yang sesuai dengan tingkat pengalaman orang dewasa; dan (c) membantu menerapkan hasil belajar ke dalam dunia nyata (transfer of learning). Hal ini akan membuat belajar lebih bermakna dan terpadu.

Prinsip berikutnya terkait dengan bebas dari ancaman. Kegiatan belajar bagi orang dewasa lebih mudah dan lebih bermakna apabila terjadi di dalam suasana bebas dari ancaman. Ancaman yang dimaksud dapat berasal dari berbagai sumber antara lain perilaku pendidik, evaluasi, kenaikan kelas, dan kelulusan. Tugas pendidik dan tenaga kependidikan dalam menciptakan iklim belajar yang bebas dari ancaman adalah: (a) menciptakan kondisi fi sik yang menyenangkan, seperti tempat duduk, yang kondusif untuk terciptanya interaksi antar peserta didik; (b) memandang setiap orang dewasa merupakan pribadi yang bermanfaat, dan menghormati perasaan dan gagasan-gagasannya; dan (c) membangun hubungan saling membantu antarorang dewasa dengan mengembangkan kegiatan yang bersifat kooperatif dan mencegah adanya persaingan dan saling memberikan penilaian.

Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa itu, menunjukkan bahwa hal itu termasuk pula sebagai staregi pembelajaran fungsional yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari peserta didik, selain juga memperlihatkan strategi pembelajaran praktis tik yang dapat digunakan sebagai sarana berlatih bagi peserta didik untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung untuk mengomunikasikan teks lisan dan tulis dengan menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia. Semua itu untuk meningkatkan kualitas keberaksaraan yang bermanfaat bagi mengembangkan peran dalam kehidupan bermasyarakat.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menumbuhkan keaksaraan orang dewasa adalah pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Dalam arti, metode pembelajaran yang menghormati pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik sebagai orang dewasa merupakan metode pembelajaran yang sangat bermanfaat dalam pembelajaran keaksaraan. Melalui metode pembelajaran yang memerhitungkan realitas peserta didik

Page 19: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik48

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan prinsip pertama dalam pembelajaran orang dewasa, adalah bahwa orang dewasa memutuskan apa yang akan mereka pelajari. Orang dewasa ingin belajar jika kegiatan belajar yang akan diikuti memenuhi kebutuhan, keinginan, minat ataupun fantasinya. Tugas fasilitator dalam hal ini pendidik dan tenaga kependidikan mengarahkan orang dewasa menjadi orang dewasa yang dapat: (a) mendorong orang dewasa untuk memenuhi kompetensi baru; (b) membantu memperjelas aspirasinya guna meningkatkan kompetensinya; (c) membantu mendiagnosis kesenjangan antara aspirasi dengan kinerjanya sekarang; (d) membantu mengidentifi kasi masalah-masalah kehidupan yang mereka alami; dan (e) melibatkan orang dewasa dalam proses merumuskan tujuan belajar dengan mempertimbangkan kebutuhan orang dewasa yang telah didiagnosis.

Selanjutnya, adalah belajar mengetahui cara-cara belajar sebagaimana menjadi prinsip kedua, yaitu pembelajaran akan lebih bermakna apabila mampu menumbuhkan keinginan dan hasrat belajar berkesinambungan dan mengetahui tentang cara-cara belajar. Tugas pendidik dan tenaga kependidikan dalam hal ini, membantu orang dewasa mengetahui cara-cara belajar dengan: (a) memotivasi orang dewasa mempelajari tugas-tugas belajar yang telah dirancang bersama; dan (b) membantu merancang pengalaman belajar, memilih bahan belajar, dan metode belajar, dan melibatkan orang dewasa dalam pembuatan keputusan bersama.

Prinsip selanjutnya dalam pembelajaran orang dewasa adalah belajar mengevaluasi diri. Evaluasi diri merupakan prasyarat bagi perkembangan otonomi orang dewasa. Evaluasi yang berkaitan dengan kenaikan kelas, kelulusan dan sejenisnya diyakini oleh orang dewasa akan menggangu kegiatan belajarnya. Karena itu, tugas pendidik dan tenaga kependidikan di dalam kegiatan evaluasi diri pada orang dewasa adalah: (a) melibatkan orang dewasa dalam mengembangkan kriteria kinerja, dan metode dalam mengukur kemajuan tujuan belajarnya; dan (b) membantu mengembangkan dan menerapkan prosedur evaluasi kemajuan belajar.

Begitu pun prinsip yang terkait dengan perasaan. Pendidik orang dewasa hendaknya memiliki anggapan tidak adanya perbedaan penting antara aspek kognitif dan afektif dalam pembelajaran. Perilaku pendidik hendaknya menunjukkan rasa kasih sayang, persaudaraan, menghormati, menghargai, dan mendukung orang dewasa. Tugas pendidik dan tenaga

Pendidikan Multikeaksaraan 13

dan pondasi jaminan perwujudan hak-hak lainnya. Pendidikan penting untuk perdamaian, pemenuhan hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan.

Ada 20 butir kesepakatan penting dari Deklararasi Incheon, yang salah satunya adalah berkomitmen untuk melaksanakan Kerangka Aksi Pendidikan 2030, untuk menginspirasi dan membimbing negara dan mitra untuk memastikan agenda dapat tercapai. Deklarasi tersebut memfokuskan upaya pada akses, keadilan dan inklusi, mutu dan hasil pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran sepanjang hayat” (butir no 6). Tentu saja butir-butir deklarasi tersebut patut diapresiasi. Satu butir deklarasi ini saja nilai yang terkandung di dalamnya sangat tinggi. Seluruh peserta yang hadir menyampaikan perlunya “pendidikan sepanjang hayat yang bermutu, inklusif dan adil”.

Pendidikan multikeaksaraan sebagaimana keinginan besar pemerintah untuk menuntaskan keberaksaraan masyarakat, adalah layanan pendidikan keaksaraan yang menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik yang telah selesai melaksanakan pendidikan keaksaraan dasar. Pendidikan multikeaksaraan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan kompetensi bagi warga masyarakat pasca-pendidikan keaksaraan dasar. Oleh karena itu, tujuan pendidikan multikeaksaraan, adalah pendidikan keaksaraan yang menekankan peningkatan keragaman keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan.

Sehubungan itu, kompetensi lulusan pendidikan multikeaksaraan harus memiliki kualifi kasi kemampuan lulusan yang mencakup tiga ranah hasil belajar, yang meliputi: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Itu artinya, kualifi kasi kemampuan pada dimensi:

1. Sikap, berupa dimilikinya perilaku dan etika yang mencerminkan sikap orang beriman dan bertanggung jawab menjalankan peran dan fungsi dalam kemandirian berkarya di masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Kompetensi dasar pendidikan multikeaksaraan pada dimensi sikap mencakup:a. Meningkatkan rasa syukur dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas potensi diri yang dimiliki;b. Menunjukkan sikap jujur sebagai dasar dalam membangun hubungan

social;c. Menunjukkan komitmen untuk membangun kebersamaan dalam

mengembangkan peran dan fungsi kehidupan di masyarakat.2. Pengetahuan, berupa penguasaan pengetahuan faktual, konseptual, dan

prosedural tentang pengembangan peran dan fungsi dalam kehidupan

Page 20: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik14

di masyarakat dengan memperkuat cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan berhitung untuk meningkatkan kualitas hidup. Kompetensi dasar pendidikan multikeaksaraan pada dimensi pengetahuan mencakup: a. Menggali informasi dari teks penjelasan tentang wawasan keilmuan

dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan sesuai dengan yang diminati, minimal dalam 7 (tujuh) kalimat sederhana;

b. Menggali informasi dari teks penjelasan tentang pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang dimiliki dan diminati minimal dalam 7 (tujuh) kalimat sederhana;

c. Menggali informasi dari teks khusus yang berbentuk brosur atau leafl et sederhana tentang keilmuan dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan tertentu yang diminati berkaitan dengan pekerjaan atau profesinta;

d. Mengenal penggunaan operasi bilangan tentang produk teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, jasa, dan uang yang disesuaikan dengan kebutuhan;

e. Menggunakan konsep pecahan sederhana dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan pada kehidupan sehari-hari;

f. Menggali informasi dari teks tabel atau diagram sederhana yang berkaitan dengan kajian keilmuan dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan serta keterampilan tertentu yang diminati;

g. Mengidentifi kasi pengetahuan keruangan (geometri) sederhana yang diterapkan dalam kajian keilmuan dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan tertentu yang diminati dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari;

h. Menggali informasi dari teks petunjuk atau arahan yang berkaitan dengan pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang dimiliki dan diminati minimal dalam 7 (tujuh) kalimat sederhana;

i. Menggali informasi dari teks narasi yang berkaitan dengan pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang dimiliki dan diminati minimal 7 (tujuh) kalimat sederhana;

j. Menggali informasi dari teks laporan yang berkaitan dengan pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang diumiliki dan diminati minimal 7 (tujuh) kalimat sederhana.

Pendidikan Multikeaksaraan 47

dewasa telah memiliki pola berpikir dan kebiasaan yang pasti dan karena itu mereka cenderung kurang terbuka.

Kesiapan belajar. Sebagai akibat dari peranan sosial yang dilakukan, orang dewasa memiliki masa kesiapan untuk belajar. Havighurts mengidentifi kasi tiga masa kedewasaan dan sepuluh peran sosialnya (Knowles, 1980). Ketiga masa kedewasaan itu adalah: (a) dewasa awal berlangsung antara usia 18-30 tahun, (b) dewasa pertengahan berlangsung antara usia 30-55; dan (c) dewasa akhir berlangsung pada usia 55 tahun atau lebih. Sementara itu kesepuluh peranan sosial yang dilakukan oleh orang dewasa yaitu sebagai pekerja, kawan, orang tua, kepala rumah tangga, anak dari orang tua yang telah berumur, warga negara, anggota organisasi, kawan sekerja, anggota keagamaan, dan pemakai waktu luang. Peranan sosial itu akan selalu berubah sejalan dengan perubahan ketiga masa kedewasaan tersebut, sehingga mengakibatkan pula perubahan dalam kesiapan belajar.

Orientasi belajar. Orang dewasa cenderung memiliki perspektif untuk secepatnya menerapkan apa yang telah dipelajari. Mereka terlibat dalam kegiatan belajar adalah karena adanya respon terhadap apa yang dirasakan dalam kehidupannya sekarang. Oleh karena itu pendidikan bagi orang dewasa dipandang sebagai proses peningkatan kemampuan untuk memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi.

Sejalan dengan konteks itu, untuk melangsungkan program pendidikan multikeaksaraan pada pembelajaran orang dewasa, pemikiran Knowles, Holton dan Swanson (2005) tentang lima prinsip pembelajaran orang dewasa perlu dipahami oleh pendidik program pendidikan multikeaksaraan. Pertama, orang dewasa mempelajari sesuatu karena adanya kebutuhan atau masalah yang harus dipecahkan. Kedua, orang dewasa mempelajari cara-cara memperoleh pengetahuan (learning to learn), adalah lebih penting dibandingkan dengan perolehan pengetahuan. Ketiga, evaluasi diri (self-evaluation) merupakan tindakan paling bermakna bagi kegiatan belajar. Keempat, perasaan adalah penting dalam proses belajar, dan belajar tentang cara-cara merasakan sesuatu (learning to feel), adalah penting sebagaimana belajar tentang cara-cara memikirkan sesuatu (learning to think). Kelima, belajar akan terjadi apabila orang dewasa berada di dalam suasana saling menghormati, menghargai, dan mendukung.

Page 21: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik46

Konsep diri. Perkembangan kedewasaan merupakan aspek normal menuju proses kematangan, dan proses ini bergerak dari ketergantungan pada orang lain menuju pada kemandirian. Namun demikian setiap perkembangan individu memiliki ritme dan irama yang berbeda-beda. Orang dewasa memandang dirinya mampu mengatur dirinya sendiri. Oleh karena itu orang dewasa memerlukan perlakuan yang sifatnya menghargai, terutama dalam bidang pengambilan keputusan. Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti anak-anak, misalnya diberi ceramah tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Begitu pula orang dewasa akan menolak situasi belajar yang kondisinya bertentangan dengan konsep diri sebagai individu yang mandiri. Di pihak lain apabila orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang memperlakukan mereka dengan penuh penghargaan, mereka akan melakukan proses belajar dengan penuh pelibatan diri secara mendalam. Dalam situasi seperti ini orang dewasa telah memiliki kemauan sendiri untuk belajar. Pendidik pendidikan orang dewasa hendaknya memperhatikan konsep diri orang dewasa dan membina kematangan orang dewasa secara optimal sehingga mereka mampu belajar mandiri.

Peranan pengalaman belajar.

Semakin lama orang dewasa itu hidup, semakin menumpuk pula pengalaman yang dimiliki dan semakin berbeda pula pengalamannya dengan orang lain. Pengalaman yang dimiliki oleh orang dewasa adalah berbeda dengan yang dimiliki oleh anak-anak. Pengalaman yang dimiliki oleh anak-anak adalah sesuatu yang terjadi pada dirinya. Artinya, pengalaman itu merupakan suatu stimulus yang berasal dari luar dan mempengaruhi dirinya - bukan merupakan bagian terpadu dari dirinya. Sementara itu pengalaman orang dewasa adalah dirinya sendiri. Orang dewasa merumuskan dan menciptakan identitas dirinya atas dasar seperangkat pengalaman yang dimiliki secara unik. Perbedaan pengalaman yang dimiliki oleh anak-anak dan orang dewasa itu memiliki konsekuensi dalam belajar. Pertama, sebagai akibat dari pengalaman diri sebagai sumber belajar, orang dewasa memiliki kesempatan lebih banyak untuk memberikan kontribusi di dalam proses belajar. Kedua, orang dewasa memiliki pengalaman yang lebih kaya yang berkaitan dengan pengalaman baru, sehingga dalam mempelajari sesuatu baru mereka cenderung mengambil makna dari pengalaman yang telah dimiliki. Ketiga, orang

Pendidikan Multikeaksaraan 15

3. Keterampilan, berupa kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan berhitung secara efektif dalam melakukan pengembangan peran dan fungsi untuk kemandirian berkarya di masyarakat serta meningkatkan kualitas hidup. Pencapaian kompetensi dasar pendidikan multikeaksaraan pada dimensi keterampilan mencakup:a. Mengolah informasi dari teks penjelasan tentang pekerjaan, profesi,

atau kemahiran yang dimiliki dan diminati dalam bahasa Indonesia minimal 5 (lima) kalimat sederhana secara lisan dan tertulis;

b. Mengolah teks penjelasan tentang wawasan keilmuan dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan serta keterampilan tertentu dalam bahasa Indonesia minimal 5 (lima) kalimat sederhana secara tertulis;

c. Mengolah teks khusus yang berbentuk brosur atau leafl et sederhana tentang ilmu dan teknologi, kesehatan, dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan tertentu yang diminati berkaitan dengan pekerjaan atau profesi;

d. Mempraktikkan pengetahuan dan kreativitas yang dimiliki dan diminati menjadi produk teknologi sederhana, kesehatan dan olah raga, seni, budaya yang inovatif dengan memanfataatkan peluang dan sumber daya yang ada di sekitarnya;

e. Menggunakan sifat operasi hitung dalam menyederhanakan atau menentukan hasil penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan;

f. Menggunakan uang atau jenis transaksi lainnya dalam kehidupan sehari-hari;

g. Memperkirakan kebutuhan komponen produk teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya yang inovatif yang sedang dikerjakan, dimiliki dan diminati untuk menentukan biaya yang diperlukan;

h. Menerapkan pecahan sederhana ke bentuk pecahan desimal dan persen pada perhitungan yang berkaitan dengan uang dan produk teknologi sederhana, kesehatan dan olah raga, seni, budaya yang inovatif dan diminati;

i. Menggunakan satuan pengukuran panjang, waktu, berat, atau satuan lainnya yang diperlukan pada kegiatan menciptakan produk teknologi sederhana, kesehatan dan olah raga, seni, budaya yang inovatif;

Page 22: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik16

j. Menggunakan hasil pengolahan dan penafsiran data dalam bentuk tabel, diagram, dan grafi k sederhana mengenai kajian imu dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, politik dan kebangsaan serta keterampilan tertentu yang diminati;

k. Mengolah informasi dari teks narasi yang berkitan dengan pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang dimiliki dan diminati dalam 5 (lima) kalimat sederhana secara lisan dan tertulis;

l. Mempraktikkan kemitraan dalam mengembangkan produk teknologi sederhana, kesehatan dan olah raga, seni, budaya secara inovatif yang diminati di wilayahnya;

m. Mengolah informasi teks laporan yang berkitan dengan hasil produk teknologi sederhana, kesehatan dan olah raga, seni, budaya, secara inovatif yang diminati;

n. Mengomunikasikan ide dan produk inovatif berkaitan dengan ilmu dan teknologi, kesehatan dan olah raga, seni, budaya yang diminati.

Pendidikan Multikeaksaraan 45

menjadi pemimpin di dalam proses pembelajaran itu.

Hasil akhir dari kegiatan perencanaan program pembelajaran, adalah perencanaan yang dapat diimplementasikan. Walaupun demikian, tidak seorang pun percaya bahwa keterlibatan peserta didik merupakan salah cara untuk mencapai tujuan pendidikan, karena masih banyak cara yang dapat digunakan. Brower (1964) dalam analisisnya tentang dilema fi losofi s tentang pendidik orang dewasa, mengidentifi kasi empat pendekatan alternatif dalam pengembangan program, yaitu: (1) pendekatan akademik, di mana otoritas profesional menjadi pertimbangan utama dalam pembuatan keputusan; (2) pendekatan akar rumput di mana peserta didik menjadi aktor dalam pembuatan keputusan; (3) pendekatan pendidikan yang realistis di mana pendidik dan peserta didik saling terlibat di dalam mengembangkan program; dan (4) pendekatan propaganda, di mana program itu dikembangkan oleh pihak ketiga, misalnya agensi yang menjual gagasan kepada masyarakat.

Dengan demikian, upaya yang patut dilakukan dalam merancang program pembelajaran pendidikan multikeaksaraan yang baik, adalah dengan cara melibatkan peserta didik agar mereka dapat mengidentifi kasi kebutuhan belajarnya sendiri. Hal itu dilakukan agar pengembang program pembelajaran: (1) mampu menyeleksi peserta didik yang akan mengikuti program pembelajaran; dan (2) peserta didik dapat berfungsi sebagai kelompok pemecah masalah secara efektif.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pendidikan multikeaksaraan menggunakan strategi pembelajaran andragogis, fungsional, praktis, dan metode pembelajaran dengan memanfaatkan bahan ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar peserta didik juga sesuai dengan tuntutan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

Strategi pembelajaran andragogis yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip pembelajaran orang dewasa. Karena itu, dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran orang dewasa, pengembang kurikulum dan pendidik multikeaksaraan perlu memahami karakteristik orang dewasa dalam mengiktui pendidikan. Knowles (1979), Knowles (1980), Knowles, Horton dan Swanson (2005) merumuskan beberapa karakteristik orang dewasa belajar berkenaan dengan konsep diri, peranan pengalaman belajar, kesiapan belajar, dan orientasi belajar.

Page 23: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik44

dan (g) alokasi waktu yang terkait dengan lingkungan dan potensi masyarakat. Karena pembelajaran multikeaksaraan mengarah pada penggalian pengalaman peserta didik dari lingkungan lokalitasnya, sehingga bermanfaat langsung bagi peserta didik dalam melangsungkan perannnya yang berkualitas pada masyarakatnya. Dengan perencanaan seperti itu, pembelajaran pendidikan multikeaksaraan dapat dilaksanakan setelah pendidik menyiapkan sumber atau bahan belajar yang terdiri atas: (a) modul pembelajaran; (b) akses sumber informasi; (c) media cetak; (d) kejadian/fakta; (e) pengalaman belajar dari pendidik atau peserta didik; dan (f ) sumber belajar lainnya.

Dengan perkataan lainnya, bahwa pelaksanaan pembelajaran itu, pendidik dituntut memerhatikan: (1) proses partisipatif, yaitu pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif memanfaatkan keterampilan yang sudah dimiliki; (2) konteks lokal, yaitu mempertimbangkan kebutuhan belajar dan minat peserta didik, latar belakang sosial budaya, agama, kondisi geografi s, termasuk didalamnya masalah kesehatan, mata pencaharian, pekerjaan peserta didik; (3) desain lokal, yaitu proses pembelajaran merupakan respons terhadap kebutuhan belajar dan minat peserta didik yang dirancang sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing kelompok belajar; dan (4) fungsionalisasi hasil belajar, yaitu hasil belajar mampu meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan sikap positif terhadap mutu kehidupan dan penghidupan peserta didik, serta dapat meningkatkan kualitas peran dari capaian pembelajarannya di dalam kehidupan bermasyarakat.

Terkait dengan hal tersebut, sedikitnya ada tiga anggapan yang dilontarkan oleh para ahli pendidikan yang mendasari konsep pelibatan peserta didik di dalam pengembangan program pendidikan orang dewasa. Ketiga anggapan itu, adalah sebagai berikut: (1) keputusan tentang kebutuhan pendidikan peserta didik itu akan lebih akurat dan peluang program pendidikan itu akan tercapai apabila peserta didik terlibat dalam pembuatan keputusan. Diyakini bahwa, apabila peserta didik dihadapkan pada masalah nyata, mereka akan mengidentifi kasi masalah secara kritis; (2) keterlibatan peserta didik akan mempercepat proses perubahan. Hal ini, sejalan bahwa orang-orang yang terlibat di dalam program akan membantu menyebarkan dan melegitimasi program pendidikan berikutnya; dan (3) keterlibatan dalam pengembangan program merupakan pengalaman belajar. Peserta didik akan memperoleh informasi dan benar-benar mereka dipersiapkan untuk

Pendidikan Multikeaksaraan 17

A. Arah dan Strategi Pendidikan Multikeaksaraan

Dalam rangka mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, Pemerintahan Kabinet Kerja telah menetapkan Visi Pembangunan 2014 – 2019 dalam Nawacita serta didasari juga Visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2025, yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”. Sebagai suatu usaha yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri dan modern. Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas yang meliputi dimensi sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Pendidikan menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan mobilitas masyarakat yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru. Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat terdidik yang menjadi elemen penting dalam memperkuat daya rekat sosial (social cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas, perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian, pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi sosial.

BAB III

PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN

DALAM MASYARAKAT

Page 24: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik18

Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, menyosialisasikan nilai, dan menanamkan etos di kalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memerkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Bahkan, peran pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus globalisasi demikian kuat membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.

Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang handal untuk menjadi subjek penggerak pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga dapat menghasilkan tenaga-tenaga terampil yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian nasional. Bahkan, peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antarbangsa di era global.

Di era global, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Karena itu, pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (education for the knowledge economy). Dengan demikian, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat pengembangan sumber daya manusia unggul yang memiliki kemampuan kompetitif yang mendukung pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan. Di samping itu, ketersediaan manusia bermutu sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian, pendidikan keaksaraan diharapkan dapat mendukung bangsa Indonesia meraih keunggulan dalam persaingan global.

Pendidikan Multikeaksaraan 43

lain; (4) dalam belajar mengutamakan pada bahan belajar yang digali dari lingkungan hidup peserta didik itu sendiri yang memiliki karakteristik beragam; dan (5) proses belajar perlu didesain agar responsif dan relevan dengan konteks sosial-kultural peserta didik dan lingkungan tempatnya melangsungkan kehidupan.

Dalam konteks itu, kurikulum pendidikan multikeaksaraan sepatutnya mengandung makna, bahwa: (1) penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan perlu sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar peserta didik; (2) relevan dengan fungsi dan tujuan diselenggarakannya pembelajaran multikeaksaraan, dan (3) terdapat jaminan bahwa hasil pembelajaran dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas peran peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat.

Kurikulum pendidikan multikeaksaraan dirancang agar dapat diterapkan pada masyarakat yang mengalami kendala mengikuti pendidikan formal karena faktor geografi s, seperti masyarakat yang hidup di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, atau komunitas adat terpencil/khusus, tetapi juga karena faktor kemiskinan dan daerah padat yang memerlukan layanan dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan. Dalam latar sosial dan budaya seperti itu, pendidikan multikeaksaraan selayaknya mampu memberikan layanan yang berorientasi pada pendidikan akademik, artinya melalui pendidikan multikeaksaraan, peserta didik dapat melanjutkan pada pendidikan kesetaraan, dan layanan yang berorientasi pendidikan multikeaksaraan yang terintegrasi dengan pengembangan kemampuan warga masyarakat untuk meningkatkan peran yang berkualitas kehidupan dan penghidupannya.

4. Pembelajaran

Proses pembelajaran pada pendidikan multikeaksaraan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan dapat memotivasi peserta didik dalam membentuk sikap, mengembangkan pengetahuan, dan meningkatkan keterampilan. Proses pembelajaran dimaksud meliputi: (a) perencanaan pembelajaran; (b) pelaksanaan pembelajaran dan pendampingan; serta (c) penilaian.

Dalam perencanaan program pendidikan multikeaksaraan perlu memperhatikan: (a) identitas lembaga dan rombongan belajar; (b) kompetensi dasar; (c) materi pembelajaran; (d) indikator pencapaian kompetensi; (e.) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; (f ) penilaian;

Page 25: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik42

melainkan juga menggunakan pengetahuan yang berkaitan, misalnya teknologi, politik, demografi , geografi , ekonomi, dan budaya. Demikian pula, orang dewasa yang sedang berbelanja di pasar, dia bukan hanya menggunakan keterampilan menjumlahkan ketika membandingkan harga di tempat pedagang satu dengan lainnya, melainkannya juga memperhatikan pengalaman yang telah dimilikinya, misalnya kesukaan keluarganya, merek produk yang akan dibeli, dan sebagainya.

Pendidikan multikeaksaraan terjadi dalam latar sosial dan budaya tertentu, sehingga penting untuk memahami strategi pembelajaran yang akan dipilih dalam proses pembelajaran. Masyarakat memiliki pemahaman tentang cara-cara belajar, memiliki teori-teori tentang keaksaraan, berhitung dan pendidikan dan menggunakan strategi tertentu dalam mempelajari hal-hal baru. Pemahaman terhadap multikeaksaraan merupakan aspek penting terhadap seseorang dalam melakukan kegiatan belajar, dan teori-teori yang mereka pergunakan, walaupun tidak secara eksplisit mereka menggunakannya.

Program pendidikan multikeaksaraan merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi masyarakat yang ingin memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang bermanfaat bagi kehidupannya. Peserta didik multikeaksaraan tidak hanya memiliki kemampuan membaca, menulis dan berhitung, melainkan juga berkomunikasi dalam bahasa Indonesia agar dapat berperan dalam kehidupan bermasyarakat, sekaligus juga dapat beradaptasi dan bertahan hidup dalam kehidupan yang terus berubah.

Pengertian tersebut memberikan gambaran, bahwa kurikulum pada pendidikan multikeaksaraan berupa program pembelajaran dengan pendekatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terpadu yang fungsional. Pendekatan TIK terpadu yang fungsional dalam konteks itu terintegrasi dengan kehidupan keseharian peserta didik, yang meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan olah raga, pengembangan seni dan budaya, sosial-politik, kebangsaan, profesi-keahlian, dan pekerjaan, serta keagamaan. Itu artinya, dengan pendekatan pendidikan multikeaksaraan tersebut, mendorong penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan memerhatikan hal-hal sebagai berikuti: (1) mengembangkan kemampuan baca, tulis, dan hitung dengan menekankan pada kemampuan menulis, membaca aktif dan berhitung; (2) menekankan keterlibatan peserta didik secara aktif dan kreatif; (3) membangun pengetahuan, pengalaman dengan memperhatikan tradisi lisan peserta didik (bahasa ibu) dan keaksaraan

Pendidikan Multikeaksaraan 19

Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizens), yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan dapat melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai bangsa. Visi dan idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional, yang dianut oleh seluruh komponen bangsa.

Dalam jangka panjang, pendidikan niscaya akan melahirkan lapisan masyarakat terpelajar, kemudian mengembangkan masyarakat berpikir dan berkesadaran kritis yang menjadi elemen pokok dalam upaya membangun masyarakat madani. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha besar untuk meletakkan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan masyarakat kelas menengah terdidik agar menjadi pilar utama masyarakat madani, yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.

Untuk mencapai hal itu, diperlukan penekanan strategi pendidikan keaksaraan yang memberdayakan bagi penduduk usia muda yang masuk dalam kelompok usia produktif. Masalah ini muncul sebagai akibat dari tingginya angka putus sekolah, terbatasnya akses ke pendidikan, dan pelatihan di berbagai wilayah daerah terpencil, tertinggal, terdepan, dan terluar, serta kurang efektifnya pendidikan-pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan di lembaga pendidikan formal.

Berkenaan dengan hal itu, dalam rangka pengembangan pendidikan keaksaraan yang relevan dengan kebutuhan belajar kelompok sasaran, latar sosial budaya masyarakat, serta tuntutan pembangunan manusia, diperlukan kebijakan pendidikan multikeaksaraan yang mengarah pada kurikulum yang berbasis kebutuhan belajar peserta didik, dan sosial budaya masyarakat. Dengan kebijakan seperti itu, mewujudkan kurikulum yang mampu mendorong invensi sebagai bagian dari daya cipta yang sanggup menggerakkan, dan merangsang inspirasi bagi terjadinya transformasi sosial.

Tentunya, untuk menyusun kebijakan pendidikan multikeaksaraan tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya dengan kebijakan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 2015-2019, yakni “Pendidikan untuk Semua”. Itu

Page 26: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik20

artinya, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pendidikan harus dapat diakses oleh setiap orang dengan tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu, pemerintah harus menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fi sik, mental, ekonomi, sosial, ataupun geografi s”.

Sumber: Pusat Data dan Statistik Pendidikan, Kemdikbud, 2014

Grafi k 2. Perbandingan Persentase Buta Aksara terhadap Persentase Kemiskinan

Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan keaksaraan, persoalan yang terkait dengan hambatan-hambatan tersebut menjadi hal yang perlu mendapat perhatian, bukan saja dari sisi penyelenggara di satu pihak, tetapi juga dari sisi peserta didik itu sendiri di lain pihak. Hal itu seperti tampak pada perbandingan persentase buta aksara dan persentase kemiskinan pada daerah-daerah di seluruh Indonesia, antara kemiskinan dan buta aksara seolah-olah menjadi kausalitas, semakin tinggi tingkat kemiskinan di suatu daerah semakin tinggi pula tingkat buta aksara penduduknya. Itulah yang disebut masalah keaksaraan, karena penduduk yang menyandang kemiskinan bukan saja tidak tertarik pada peningkatan keaksaraan, tetapi juga keperluan pemenuhan kebutuhan pokok menjadi hal yang utama untuk melangsungkan kehidupan.

Pendidikan Multikeaksaraan 41

3. Kurikulum

Dengan arah kebijakan dan strategi pendidikan multikeaksaraan sebagaimana telah digambarkan pada Bab III di atas, menunjukkan bahwa melek aksara yang dimaksudkan bukan hanya bisa baca tulis dan berhitung, tetapi lebih jauh dari hal itu, adalah memperlihatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung untuk mengelola informasi, sekaligus dapat menyampaikan gagasan dan pendapat, serta membuat keputusan dalam memecahkan masalah baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat dan sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Dalam konteks arah kebijakan dan strategi tersebut, melek aksara akan memberikan implikasi, bahwa: (a) seseorang menjadi melek aksara dan mampu berhitung tidak hanya memiliki keterampilan mekanik enkoding dan decoding, melainkan juga pengetahuan dan keterampilan serta pemahaman yang memungkinkan mereka melakukannya sebagai individu, keluarga, masyarakat dan melakukan pekerjaan di lingkungan kerja; (b) bidang kehidupan dan latar sosial dimana membaca dan berhitung itu digunakan akan menentukan bahan belajar yang harus dipelajari oleh seseorang; dan (c) keaksaraan dan kemampuan berhitung selalu digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya memecahkan masalah atau membuat keputusan, dalam latar tertentu. Karena itu, penggunaan kemampuan membaca dan berhitung berkaitan erat dengan kehidupan sosial dimana seseorang itu berada.

Pembelajaran yang terjadi dengan latar kehidupan sosial (insidental) itu sama pentingnya dengan program pembelajaran yang dirancang (intensional). Dengan kata lain, pembelajaran keaksaraan dan berhitung tidak dapat dilepaskan dari latar sosial seseorang, sehingga proses pembelajaran multikeaksaraan harus memperhatikan bahasa dan budaya lokal.

Beberapa kegiatan multikeaksaraan seringkali berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti membayar hutang, membaca berita di koran atau kegiatan membaca yang berkaitan dengan pekerjaan. Kegiatan multikeaksaraan adalah terpadu dengan keterampilan dan pemahaman yang diorganisir di dalam latar tertentu dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan kegiatan. Kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan kognitif yang kompleks dan tergantung pada pengetahuan yang bersifat kontekstual. Misalnya, seseorang membaca berita di dalam surat kabar, dia bukan saja menerjemahkan kata-kata,

Page 27: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik40

action learning adalah merupakan proses pendidikan dan pembelajaran terhadap persoalan yang menghadapkan peserta didik pada masalah nyata, kompleks dan menekan untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Formula yang digunakan dalam action learning, adalah L = (P = Q). L adalah learning, sedangkan P adalah pengalaman masa lalu (past experience) dan Q adalah pertanyaan (questioning) yang membukakan wawasan. Ringkasnya, dengan formula ini proses pembelajaran dalam multikeaksaraan akan berlangsung dengan menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dan mengajukan pertanyaan mengenai relevansi, asumsi dan aplikasi pengetahuan pada situasi tertentu. Implikasi dari pendekatan pembelajaran action learning dan fasilitasi ini perlu penataan waktu yang baik agar kegiatan tidak terbatas sekali waktunya sehingga pengaturan dan kerjasama dengan tenaga pengelola (kependidikan) lainnya menjadi penting.

Demikian juga, peran yang tidak kalah pentingnya dalam penyelenggaraan program pendidikan multikeaksaraan, adalah tersedianya tenaga kependidikan. Dalam hal ini, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan keaksaraan. Karena itu, peran tenaga kependidikan dalam program pendidikan multikeaksaraan, adalah bertanggungjawab untuk mendukung dan membantu kelancaran penyelenggaraan serta pengelolaan pendidikan sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan.

Ringkasnya, pendidik multikeaksaraan sebagaimana disebutkan di atas, memiliki kualifi kasi dan kompetensi antara lain: (a) pendidikan minimal SMA/sederajat; (b) kemampuan membantu membelajarkan peserta didik; (c) kemampuan keaksaraan; (d) pengetahuan dasar tentang substansi yang akan dibelajarkan; dan (e) kemampuan mengelola pembelajaran dengan kaidah-kaidah pembelajaran orang dewasa. Selain pendidik yang memiliki kualifi kasi tersebut, juga bertempat tinggal atau dekat dengan lokasi pembelajaran, dan dapat bertanggungjawab untuk merencanakan, melaksanakan, menilai, dan mengendalikan proses pembelajaran yang mengacu pada tujuan penyelenggaraan dan pengelolaan pembelajaran pendidikan multikeaksaraan. Demikian pula, tenaga kependidikan diharapkan selain dapat membatu melancarkan aktivitas pembelajaran, juga bertempat tinggal di sekitar peserta didik, agar dapat mengetahui dengan berbagai kebutuhan belajar peserta didik.

Pendidikan Multikeaksaraan 21

Gambar 1. Arah Kebijakan dan Strategi dalam Pendidikan Multikeaksaraan

Berkenaan dengan penyusunan kebijakan pendidikan keaksaraan, persoalan kemiskinan dan persoalan aksesibilitas warga masyarakat yang memerlukan jangkauan layanan pendidikan penting diperhatikan. Bahkan, sudah seharusnya kedua persoalan itu dijadikan strategi pendidikan keaksaraan yang terkait pengembangan kurikulum multikeaksaraan sebagai bagian dari aksi-refl eksi atas situasi kemiskinan dan aksesibilitas warga. Hal itu, sebagaimana tampak pada Gambar 1 di atas. Arah Kebijakan dan Strategi dalam Pendidikan Multikeaksaraan.

Dalam konteks itu, pembelajaran dan pemberdayaan perlu menjadi strategi untuk menyusun rancangan kurikulum multikeaksaraan. Artinya, dengan perancangan kurikulum seperti ini akan menciptakan suasana yang

Page 28: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik22

berkembang sehingga dapat menguatkan daya yang dimiliki kemauan bukan saja untuk melindungi atas situasi persaingan, dan eksploitasi dari sesama peserta didik tetapi juga dari situasi luaran yang dapat menghambat program pendidikan multikeaksaraan. Karena program pembelajaran disusun sesuai dengan tingkat kebutuhan belajar mereka.

B. Pemberdayaan Peserta Didik

Pemberdayaan masyarakat, adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people-centered, participatory, empowering, and sustainable (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang dikatakan oleh Friedman (1992) disebut alternative development yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity.

Dalam kerangka berpikir seperti itu, upaya memberdayakan peserta didik sebagai peserta didik, dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi peserta didik berkembang (enabling); (2) memperkuat potensi atau daya (empowering) yang dimiliki oleh peserta didik; dan (3) memberdayakan yang mengandung pula arti melindungi (Rifai, 2005). Dalam proses pemberdayaan, yang harus dicegah adalah yang lemah menjadi bertambah lemah, disebabkan oleh kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Dengan demikian, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan peserta didik. Melindungi dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Itulah sebabnya, pemberdayaan peserta didik bukan membuat mereka menjadi makin bergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri, dan hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain. Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan peserta didik, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara bersinambungan.

Pendidikan Multikeaksaraan 39

Seorang pendidik yang berkualitas, dituntut memiliki kepribadian dan keterampilan yang mampu mendorong peserta didik terlibat aktif di dalam pendidikan. Oleh karena itu, beberapa kemampuan personal yang perlu dimiliki adalah: (1) bersikap sebagai pembelajar yang baik, tidak menggurui dan tidak mendudukkan diri sebagai orang yang serbatahu; (2) menciptakan suasana yang membuat peserta didik terlibat di dalam pengkajian, perumusan simpulan serta tindak lanjut dari pendidikan; (3) menggunakan contoh-contoh berdasarkan pengalaman peserta didik atau hal yang dekat dengan kehidupan peserta didik; (4) menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh peserta didik. Jika terpaksa harus menggunakan bahasa yang tidak biasa didengar peserta didik, jelaskan secara gamblang dalam bahasa keseharian peserta didik; (5) bersikap adil, memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mengungkapkan pendapatnya; (6) mendorong peserta didik yang pasif untuk urun pendapat, dan memberi pengertian pada peserta didik yang dominan mengenai pentingnya memberi kesempatan kepada peserta didik lain; (7) menghindari perdebatan terbuka antarpendidik atau antara pendidik dan peserta didik yang tidak jelas arahnya; (8) pandai mengelola pembicaraan peserta didik yang keluar jalur, tanpa menyinggung atau membuatnya merasa tidak dihargai: (9) kreatif dalam menggali inspirasi peserta didik dan menggunakan pertanyaan untuk mengembangkan daya analitis dan inspirasi peserta didik; (10) memiliki keterampilan menggunakan media visual dalam bentuk gambar, bagan atau permainan peran;

yang senada dengan materi yang disampaikan yang memudahkan peserta didik mencerna makna dari materi pembelajaran yang disampaikan; (12) berbicara dengan nada suara berirama yang menyenangkan dan tegas; (13) peka dengan situasi peserta didik dan cekatan mengeluarkan kreativitas ketika menghadapi peserta didik yang kurang bersemangat, tidak cukup aktif atau terlalu aktif; dan (14) terampil dalam mengajukan pertanyaan, mengelola belajar dalam kelompok kecil dan perseorangan, dan mengelola variasi penggunaan media dan sumber belajar.

Dengan demikian, pendidik yang berkualitas seperti itu dapat mengembangkan suatu model pedekatan pembelajaran sebagai alternatif dalam proses pembelajaran pada program multikeaksaraan. Suatu model pendekatan pembelajaran yang menempatkan pendidik sebagai fasilitator, adalah model “Action Learning”. Revans, Ball (2004), menyatakan bahwa

Page 29: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik38

peserta didik, dan berakhlak mulia; (3) kompetensi profesional, yakni kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi; dan (4) kompetensi sosial, yakni kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat sekitar. Dari keempat kompetensi yang terpadu itu, tugas pendidik dapat dikelompokkan menjadi tugas kemanusiaan, tugas profesi, dan tugas kemasyarakatan.

Dalam konteks itu, tugas pendidik, adalah bukan hanya mengajar atau melatih, melainkan juga mendidik. Mendidik berarti memberikan bimbingan kepada peserta didik agar dapat berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan. Pendidik sebagai pembimbing memberi tekanan pada tugas pemberian bantuan kepada peserta didik di dalam memenuhi kebutuhan belajar dan memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas ini merupakan tugas mendidik sebab tugas pendidik di samping menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga mengembangkan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai pada peserta didik.

Mengajar berarti mengelola kondisi lingkungan agar peserta didik, belajar optimal dan memperoleh tujuan yang diharapkan. Tugas utama pendidik dalam pembelajaran adalah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan berhasil. Oleh karena itu, di samping menguasai materi pembelajaran, pendidik juga dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknik pembelajaran. Kemudian, agar pendidik mampu menjalankan tugas profesinya, dia dituntut selalu mencari gagasan baru dalam menyempurnakan pelaksanakan pendidikan dan pembelajaran, mencoba berbagai metode pembelajaran, mengupayakan pembuatan dan penggunaan media pembelajaran.

Untuk menjadi pendidik yang berkualitas, seseorang harus mampu dan mau mendengarkan, mengelola gagasan, mengemas sumbangsaran yang mengarah pada pencapaian tujuan yang telah menjadi kebutuhan belajar peserta didik. Kemampuan berkomunikasi yang membuat peserta didik merasa nyaman, adalah menjadi kunci utama efektivitas pendidik, selain kepekaan dalam menangkap situasi peserta didik. Oleh karena itu, belajar sambil bekerja (learning by doing) merupakan pengalaman terbaik untuk menambah keterampilan memfasilitasi aktivitas belajar orang dewasa.

Pendidikan Multikeaksaraan 23

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan, adalah bahwa peserta didik tidak dijadikan o bjek dari berbagai proses pembelajaran, tetapi merupakan subjek pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan konsep demikian, pemberdayaan peserta didik harus mengikuti pendekatan sebagai berikut: Pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut pemihakan. Ia ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhan belajarnya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan belajar mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) peserta didik dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri peserta didik miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individu.

Pendekatan kelompok inilah yang lebih efektif dan jika dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efi sien. Di samping itu, kemitraan usaha antara kelompok tersebut dan kelompok yang lebih maju harus terus-menerus dibina dan dipelihara secara saling menguntungkan dan memajukan. Selanjutnya, untuk kepentingan analisis, pemberdayaan peserta didik harus dapat dilihat baik dengan pendekatan komprehensif rasional maupun instrumental.

Dalam pengertian pertama, dalam upaya ini, diperlukan perencanaan berjangka, serta pengerahan sumber daya yang tersedia dan pengembangan potensi yang ada secara nasional, yang mencakup semua peserta didik. Dalam upaya ini, perlu dilibatkan semua peserta didik, baik pemerintah maupun dunia usaha dan lembaga sosial dan kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh dan individu-individu yang mempunyai kemampuan untuk membantu. Dengan demikian, programnya harus bersifat nasional, dengan curahan sumber daya yang cukup besar untuk menghasilkan dampak yang berarti.

Dengan pendekatan kedua, perubahan yang diharapkan tidak selalu harus terjadi secara cepat dan bersamaan dalam derap yang sama. Kemajuan dapat dicapai secara bertahap, langkah demi langkah, mungkin kemajuan-kemajuan kecil, juga tidak selalu merata. Pada satu sektor dan sektor lainnya dapat berbeda percepatannya, demikian pula antara satu wilayah dan wilayah lain, atau suatu

Page 30: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik24

kondisi dan kondisi lainnya. Dalam pendekatan ini, desentralisasi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan teramat penting. Tingkat pengambilan keputusan haruslah didekatkan sedekat mungkin kepada masyarakat.

Salah satu pendekatan yang mulai banyak digunakan terutama oleh Lembaga Swadaya Masyarakat adalah advokasi. Pendekatan advokasi pertama kali diperkenalkan pada pertengahan tahun 1960-an di Amerika Serikat (Davidoff, 1965). Model pendekatan ini mencoba meminjam pola yang diterapkan dalam sistem hukum, di mana penasihat hukum berhubungan langsung dengan klien. Dengan demikian, pendekatan advokasi menekankan pada pendamping dan kelompok masyarakat dan membantu mereka untuk membuka akses kepada pelaku-pelaku pembangunan lainnya, membantu mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi sumber daya yang dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dari kelompok masyarakat tersebut. Pendekatan advokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang masing-masing mempunyai kepentingan dan sistem nilai sendiri-sendiri.

Masyarakat pada dasarnya bersifat majemuk, di mana kekuasaan tidak terdistribusi secara merata dan akses keberbagai sumber daya tidak sama (Catanese and Snyder, 1986). Kemajemukan atau pluralisme inilah yang perlu dipahami. Menurut paham ini, kegagalan pemerintah sering terjadi karena memaksakan pemecahan masalah yang seragam kepada masyarakat yang realitanya terdiri atas kelompok-kelompok yang beragam. Ketidakpedulian terhadap heterogenitas masyarakat mengakibatkan individu-individu tidak memiliki kemauan politik dan hanya segelintir elit yang terlibat dalam proses pembangunan. Dalam jangka panjang, diharapkan dengan pendekatan advokasi, masyarakat mampu secara sadar terlibat dalam setiap tahapan dari proses pembangunan, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi. Seringkali pendekatan advokasi diartikan pula sebagai salah satu bentuk penyadaran secara langsung kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam proses pembangunan.

Terkait dengan pendidikan nonformal dan pendidikan sepanjang hayat, termasuk di dalamnya multikeaksaraan, Kindervatter (1979:46) mengemukakan, bahwa pendekatan pendidikan nonformal adalah proses pemberdayaan (nonformal education as empowering proccess), yang meliputi: pendekatan berdasarkan kebutuhan (need oriented), pendekatan berdasarkan

Pendidikan Multikeaksaraan 37

(1981), menyatakan bahwa peserta didik berpartisipasi dalam program pembelajaran, adalah karena berorientasi pada tujuan. Mereka memiliki masalah untuk dipecahkan, seperti keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, belajar menjadi ahli di bidang tertentu. Peserta didik yang berorientasi pada tujuan itu sangat responsif terhadap tekanan yang dihadapi dan tekanan itu menjadi pemicu atau pemrakarsa belajar. Oleh karena itu, peserta didik yang menghadapi masalah pelik dalam kehidupannya akan memiliki motivasi tinggi dalam belajar.

Di samping terdapat berbagai alasan peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran, juga ada beberapa alasan untuk tidak mengikuti program pembelajaran. Beberapa alasan itu bersifat: (1) situasional, seperti tidak ada biaya, waktu, sarana transportasi, tempat untuk praktik, dan untuk belajar bersama; (2) institusional, seperti tidak suka belajar penuh waktu, waktu belajar terlalu lama, waktu belajar tidak sesuai dengan waktu yang dimiliki, tidak memeroleh informasi tentang program pembelajaran, tidak memenuhi persyaratan dalam mengikuti program pembelajaran, dan persyaratan kehadiran sangat kaku; dan (3) disposisional, seperti terlalu tua untuk belajar, tidak percaya akan kemampuannya, tenaga sudah berkurang, tidak dapat menikmati kegiatan belajar, bosan mengikuti pembelajaran, dan tidak mengetahui apa yang harus dipelajari.

2. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik, adalah tenaga pengajar yang berkualifi kasi dan memiliki kompetensi sebagai pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan multikeaksaraan. Itu artinya, yang dapat disebut sebagai pendidik multikeaksaraan, ialah mereka yang memiliki kompetensi dengan kemampuan yang dapat diandalkan, berdaya guna dan berhasil guna dalam melayani dan membantu peserta didik di dalam proses pembelajaran multikeaksaraan.

yakni kemampuan mengelola pembelajaran peserta

didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; (2) kompetensi kepribadian, yakni kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi

Page 31: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik36

pengetahuan dan sikap pada dimensi keterampilan berupa kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan berhitung secara efektif dalam pengembangan peran dan fungsi untuk kemandirian berkarya di masyarakat serta meningkatkan kualitas hidup.

Kelompok belajar multikeaksaraan terdiri atas 10 peserta didik. Pengelompokan ini untuk efi siensi, mempermudah pengelolaan, dan memotivasi kelompok belajar. Namun, jika hal tersebut sulit dilakukan, pendidik dapat melakukan pengelompokan sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada.

Pengorganisasian kelompok belajar harus memerhatikan, bahwa: (1) bahasa Indonesia bukan merupakan mata pelajaran khusus melainkan sebagai bahasa pengantar yang terintegrasi dengan proses belajar membaca, menulis dan berhitung serta keterampilan fungsional; (2) penilaian kemampuan membaca, menulis dan berhitung dimulai dari awal pembelajaran, selama proses, dan akhir pembelajaran, dan (3) kemampuan fungsional perlu dikuasai oleh peserta didik dan diusahakan yang menyangkut hal-hal seperti kesadaran bernegara dan berbangsa serta meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, sedangkan keterampilan fungsionalnya disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan potensi lokal untuk meningkatkan pendapatan atau taraf hidup peserta didik.

Kualitas belajar yang terjadi di dalam kelompok dipengaruhi oleh kelompok itu sendiri. Dengan kata lain, kelompok itu bukan saja sebagai instrumen yang menyediakan kegiatan belajar terorganisir bagi orang dewasa, melainkan juga menyediakan lingkungan yang memperlancar aktivitas belajar orang dewasa. Oleh karena itu, kelompok itu hendaknya sebagai suatu sumber belajar.

Para pakar pendidikan orang dewasa menempatkan tekanan pada pentingnya menciptakan lingkungan yang edukatif di kelompok yang dapat membantu orang dewasa melakukan aktivitas belajar. Lingkungan yang edukatif itu ditandai oleh beberapa karakteristik, yaitu adanya: (1) sikap saling menghormati, (2) partisipasi di dalam pengambilan keputusan, (3) kebebasan berekspresi dan tersedia informasi, (4) tanggung jawab bersama dalam menetapkan tujuan, merencanakan dan melaksanakan kegiatan, dan evaluasi. Pendeknya, lingkungan yang edukatif ialah lingkungan yang terdapat budaya demokratis. Dengan cara ini, peserta didik akan mampu berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran Cross

Pendidikan Multikeaksaraan 25

keadaan setempat (indigenous), pendekatan berdasarkan rasa terciptanya percaya diri dan kemandirian (self reliant), pendekatan yang mengutamakan aspek lingkungan (ecological sound), dan pendekatan yang berorientasi transformasi struktural (based on structural transformation).

C. Relevansi Pendidikan Multikeaksaraan

Keaksaraan merupakan hak bagi setiap orang. Konsep ini berkaitan dengan asas manfaat, yakni pendidikan keaksaraan memberikan manfaat bagi individu, keluarga, masyarakat dan bangsa. Dalam masyarakat modern, kecakapan keaksaraan menjadi penting dalam pembuatan keputusan berbasis informasi, pemberdayaan personal, dan partisipasi aktif dalam komunitas lokal dan global (Stromquist, 2005). Namun, manfaat keaksaraan itu akan dirasakan apabila hak setiap individu dan kerangka kerja pembangunan dilaksanakan secara efektif.

Manfaat bagi individu, misalnya, makin bertambah apabila materi tertulis tersedia bagi aksarawan baru, dan manfaat ekonomi terjadi apabila mempertimbangkan manajemen makro ekonomi, investasi infrastruktur, dan kebijakan pembangunan yang menunjang. Secara sama, manfaat lain seperti pemberdayaan lulusan akan berhasil apabila lingkungan sosial mengakomodasi aksarawan baru. Berikut dijelaskan secara ringkas tentang relevansi pendidikan multikeaksaraan terhadap individu, politik, kultural, sosial dan ekonomi.

Individu sebagai Peserta didik. Beberapa literatur menyatakan, bahwa keaksaraan memiliki manfaat terhadap peningkatan bagi penghargaan diri (self-esteem), pemberdayaan, kreativitas, dan refl eksi kritis bagi individu yang berpartisipasi dalam proram pendidikan keaksaraan. Manfaat lainnya, adalah bahwa keaksaraan menjadi instrumen dalam meningkatkan penghargaan diri dan pemberdayaan diri bagi peserta didik. Laporan tentang penyelenggaraan program keaksaraan di Brasil, India, Nigeria, Amerika Serikat, beberapa negara Afrika dan Asia Selatan diperoleh informasi adanya perubahan perilaku orang dewasa sebagai dampak dari pendidikan keaksaraan, bahwa peserta didik memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi lingkungannya (UNESCO, 2006).

Keaksaraan juga memberdayakan peserta didik, terutama wanita, baik secara individual maupun kolektif dalam berbagai kegiatan seperti kerumahtanggaan, di tempat kerja, dan masyarakat. Dalam hal ini, program keaksaraan dirancang dan dilaksanakan agar orang dewasa menulis materi pembelajarannya sendiri,

Page 32: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik26

mengembangkan pengetahuannya, dan menjadi mitra dialog tentang kehidupannya sendiri. Di samping itu, progam keaksaraan juga dapat memberikan kontribusi terhadap proses pemberdayaan sosial ekonomi.

Demikian pula, dalam penelitian yang dilakukan oleh Lind (1996) di Namibia memperoleh informasi, bahwa orang dewasa ingin memeroleh kesadaran diri dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari. Jalal et al (2005), menyatakan bahwa pendidikan keaksaraan dapat meningkatkan angka keaksaraan di antara orang dewasa memiliki manfaat yang signifi kan terhadap peningkatan harapan hidup.

Politik. Program keaksaraan dapat meningkatkan partisipati politik dan selanjutnya memberikan kontribusi terhadap kualitas kebijakan publik dan demokrasi. Hannum dan Buchmann (2003), menyatakan adanya hubungan antara pendidikan dan partisipasi politik. Artinya, masyarakat terdidik lebih bersikap toleran dan memiliki nilai-nilai demokratis. Partisipasi masyarakat dalam program keaksaraan juga berkorelasi dengan meningkatnya partisipasi dalam kegiatan masyarakat dan politik. Orang dewasa dalam program keaksaraan di Amerika Serikat dilaporkan menunjukkan adanya peningkatan partisipasi terhadap pembangunan masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum (Becker et al, 1976). Lulusan program keaksaraan di Kenya lebih banyak berpartisipasi dalam pemilihan umum dan lembaga pedesaan dibandingkan dengan mereka yang buta huruf (Carron et al, 1989).

Perluasan pendidikan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan demokrasi. Penelitian the International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA), mengatakan kelas yang dikelola secara demokratis merupakan sarana paling efektif dalam mengembangkan pengetahuan kewarganegaraan dan keterlibatan peserta didik bermusyawarah dalam pengambilan keputusan.

. Program multikeaksaraan juga memiliki manfaat positif terhadap perdamaian dan rekonsiliasi masyarakat pascakonfl ik. Dalam laporan yang disampaikan oleh Pro-Literacy Worldwide (2004), dinyatakan, bahwa organisasi kemasyarakatan di Kolumbia menyelenggarakan program keaksaraan di Medellin, menggunakan pendekatan

Pendidikan Multikeaksaraan 35

6. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah berbagai cabang ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki keterkaitan yang luas dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara menyeluruh, atau berpotensi memberikan dukungan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat, kemajuan bangsa, keamanan dan ketahanan bagi perlindungan negara, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pelestarian nilai luhur budaya bangsa, serta peningkatan kehidupan kemanusiaan (UU No. 18 Tahun 2002).

Dalam konteks penerapan program pendidikan multikeaksaraan, cakupan IPTEK dimaksud meliputi:a. Literasi teknologib. Pengetahuan umumc. Teknologi tepat gunad. Literasi keuangan*e. Mitigasi Bencana

C. Manajemen Pelaksanaan 1. Peserta Didik – Kelompok Belajar

Peserta didik, adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada program pendidikan multikeaksaraan. Dalam pembelajaran multikeaksaraan peserta didik berhimpun dalam kelompok belajar. Kelompok belajar multikeaksaraan, adalah sekumpulan warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri dan saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya.

Kelompok belajar multikeaksaraan menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: (1) memperoleh kemampuan pada dimensi sikap dengan dimilikinya perilaku dan etika yang mencerminkan sikap orang beriman dan bertanggung jawab menjalankan peran dan fungsi dalam kemandirian berkarya di masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup; (2) memiliki kemampuan pada dimensi pengetahuan berupa penguasaan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tentang pengembangan peran dan fungsi dalam kehidupan di masyarakat dengan memperkuat cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan berhitung untuk meningkatkan kualitas hidup; dan (3) mengembangkan kemampuan

Page 33: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik34

menata kelakuan dalam mengatur kehidupan bersama yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Dalam konteks penerapan program pendidikan multikeaksaraan, cakupan pengembangan seni budaya dimaksud meliputi:a. Kearifan budaya lokal, tradisi, bahasa ibu, dan tatakrama*b. Seni taric. Seni suarad. Cerita rakyate. Permainan tradisional

4. Sosial, Politik, dan kebangsaan

Pengertian sosial, politik, dan kebangsaan dalam konteks ini, adalah wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai warga bangsa yang dapat mengukuhkan ikatan-ikatan sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional yang berlandaskan wawasan kebangsaan.

Dalam konteks penerapan program pendidikan multikeaksaraan, cakupan sosial, politik, dan kebangsaan dimaksud meliputi:a. Organisasi dan Kelembagaanb. Perdamaianc. Wawasan kebangsaan*d. Cinta tanah aire. HAM

5. Kesehatan dan Olah Raga

Pengertian kesehatan dan olahraga, adalah upaya menjaga kesehatan diri dan lingkungan guna meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan sedini mungkin dengan memanfaatkan aktivitas fi sik agar memperkuat daya tahan tubuh dan kebugaran yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks penerapan program pendidikan multikeaksaraan, cakupan kesehatan dan olah raga dimaksud meliputi:a. Kesehatan Lansia*b. Kesehatan diric. Kesehatan Lingkungand. Olahraga tradisionale. Kesegaran jasmani

Pendidikan Multikeaksaraan 27

teks, di mana peserta didik menulis teks berdasarkan pada pengalamannya sendiri. Peserta didik sebanyak 900 laki-laki dan perempuan. Mereka bermigrasi ke Medellin dari daerah pedesaan yang diakibatkan oleh konfl ik angkatan bersenjata, berpartisipasi dalam projek keaksaraan orang dewasa yang kuncinya adalah pendidikan perdamaian dan pendidikan kewarganegaraan. Dengan memobilisasi kapasitas masyarakat untuk kesadaran, peserta didik menulis pengalamannya sendiri dan berbagi pengalaman dengan orang lain ternyata dapat membantu mereka untuk mengatasi trauma dan mengubah mereka untuk melakukan tindakan konstruktif (Hanemann, 2005).

Budaya. Program keaksaraan dapat memfasilitasi transmisi nilai-nilai dan sekaligus mengembangkan transformasi nilai-nilai, sikap dan perilaku melalui refl eksi kritis. Mereka juga memberikan akses terhadap budaya tulis, di mana aksarawan baru dapat menggali secara mandiri terhadap orientasi kulturalnya ketika mengikuti program keaksaraan. Karena itu, program ini menjadi instrumen dalam memelihara dan mengembangkan keterbukaan dan keragaman budaya. Dalam konteks itu, pendidikan keaksaraan dapat mengembangkan pola-pola sikap dan perilaku kultural peserta didik. Jenis pendidikan keaksaraan yang menggunakan pendekatan transformasi budaya ini merupakan pendekatan yang digunakan oleh Paulo Freire yang bertujuan untuk mengembangkan kecakapan refl eksi kritis. Pendekatan ini juga digunakan oleh Mezirow (1996) dengan menerapkan pendekatan experiental learning atau learning by doing. Pendidikan multikeaksaraan ini, juga bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai kesetaraan, inklusi, menghormati keragaman budaya, perdamaian, dan demokrasi.

Sosial. Pendidikan multikeaksaraan dapat berperan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat menjaga kesehatan yang baik dan mutu kehidupan, belajar sepanjang hayat, mengendalikan perilaku reproduksi, dan mengasuh anak. Di samping itu, meningkatnya tingkat keaksaraan juga memiliki

Page 34: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik28

manfaat sosial sangat besar, seperti peningkatan harapan hidup, penurunan angka kematian anak, dan peningkatan kesehatan anak.

Penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi manfaat pendidikan keaksaraan terhadap kesehatan menunjukkan mandat yang sama seperti dalam pendidikan pada umumnya dan dalam beberapa kasus, manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan pendidikan pada umumnya. Misalnya, penurunan tingkat kematian bayi. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian pada ibu-ibu di Nikaragua yang berpartisipasi dalam kampanye keaksaraan orang dewasa dibandingkan dengan mereka yang tidak mengikutinya, dan penurunan tingkat kematian itu lebih besar pada mereka yang melek huruf melalui pendidikan keaksaraan dibandingkan dengan mereka yang melek huruf melalui pendidikan di sekolah dasar (Sandiford et al, 1995). Penelitian kualitatif di Nigeria menemukan, bahwa keaksaraan memengaruhi budaya masyarakat yang pada gilirannya memengaruhi kesehatan (Egbo, 2000). Keaksaraan juga memiliki manfaat di bidang peningkatan pendidikan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan kenyataan, bahwa orang tua yang berpendidikan, baik melalui pendidikan sekolah atau program pendidikan orang dewasa, lebih banyak menyekolahkan anak mereka dan lebih mampu membantu anak-anak dalam mengikuti pendidikan.

Ekonomi. Pendidikan secara konsisten terbukti menjadi faktor penentu pendapatan individu, di samping pengalaman profesional. Ini berarti bahwa multikeaksaraan memiliki dampak positif pada pendapatan seseorang. Penelitian tentang hubungan antara keaksaraan dan pertumbuhan ekonomi, menurut Barro (1991), yang menggunakan data lintas negara pada tahun 1960-1985, menemukan bahwa tingkat keaksaraan orang dewasa, serta tingkat partisipasi sekolah, memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Bashir dan Darrat (1994), yang menemukan hubungan yang sama pada periode yang sama di tiga puluh dua negara berkembang.

Pendidikan Multikeaksaraan 33

1. Keagamaan

Pengertian keagamaan dalam konteks ini, adalah suatu sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia, manusia dengan lingkungannya yang terkait oleh ajaran agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam konteks penerapan program pendidikan multikeaksaraan, cakupan keagamaan dimaksud meliputi:a. Rasa syukur dan keimanan pada Tuhan Yang Maha Esab. Sikap jujurc. Komitmen untuk membangun kebersamaan dalam kehidupan

bermasyarakat

2. Pekerjaan, Keahlian, dan profesi

Pekerjaan adalah suatu aktivitas antar-manusia untuk saling memenuhi kebutuhan dengan tujuan tertentu. Tujuan tertentu yang dimaksudkan di sini adalah memperoleh uang. Sebuah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan dan keterampilan tingkat menengah diklasifi kasikan sebagai keahlian. Sedangkan profesi adalah pekerjaan yang menuntut kompetensi tingkat tinggi serta pengakuan keprofesian.

Dalam konteks penerapan program pendidikan multikeaksaraan, cakupan pekerjaan, keahlian, dan profesi dimaksud meliputi bidang:a. Tata Bogab. Kesehatanc. Pendidikand. Jasae. Pertanian*f. Kelautang. Kehutananh. Peternakani. Perikanan

3. Pengembangan Seni dan Budaya

Pengertian pengembangan seni dan budaya, adalah segala sesuatu ciptaan manusia yang berkembang bersama pada suatu kelompok yang mengandung unsur kebiasaan, norma, dan keindahan (estetika) untuk

Page 35: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik32

kompetensinya. Perbedaan antara hasil identifi kasi dari para pakar dan tingkat kompetensi yang dimiliki oleh para profesional itu menjadi dasar untuk memilih isi pendidikan dan pengembangan rancangan peserta didik. Prosedur yang digunakan adalah, sebagai berikut: (a) mengembangkan model kompetensi. Ini dapat dikembangkan melalui data yang diperoleh dari penelitian, pendapat pakar, analisis tugas, dan partisipasi kelompok; (b) asesmen tingkat kinerja sekarang. Ini dapat dilakukan melalui kegiatan diagnosis diri sendiri untuk memperoleh informasi yang akurat. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah mendorong peserta didik agar merasa bebas di dalam menilai kemampuan diri sendiri; dan (c) asesmen kebutuhan belajar. Ini dilakukan dengan cara mengakses kesenjangan antara model perilaku yang diinginkan dengan tingkat kinerja yang dimiliki.

6. Percakapan informal. Pendidik orang dewasa umumnya memiliki kegiatan harian, mereka banyak kontak dan berkomunikasi dengan peserta didik dan koleganya. Kontak tersebut dapat memberi masukan berkenaan dengan kebutuhan belajar peserta didik. Kebutuhan belajar yang diidentifi kasi dengan cara ini dapat diklarifi kasi dan dispesifi kasi dengan cara membicarakannya dengan orang-orang tertentu seperti pemimpin masyarakat dan orang lain yang memiliki kepedulian terhadap program. Pendidik itu sebaiknya menjadi pendengar yang baik di dalam masyarakat karena masyarakat kadang-kadang mendiskusikan isu-isu atau berbagai masalah yang sedang dihadapi. Kegiatan ini apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh akan memperoleh manfaat yang sangat besar. Di dalam pelatihan, misalnya, reaksi dari peserta didik, kotak saran yang disediakan di luar ruang pelatihan, pertanyaan yang muncul selama pelatihan merupakan reaksi yang dapat menggambarkan kebutuhan belajar peserta didik.

B. Area Program Pendidikan Multikeaksaraan

Cakupan area program pendidikan multikeaksaraan, adalah bersumber dari konteks lokal, agar peserta didik mampu memahami dan mendayagunakan sumberdaya lokal untuk digunakan sebagai sarana memperoleh pengetahuan, membentuk sikap dan mengembangkan keterampilan. Area program yang dapat dijadikan materi pembelajaran dalam pendidikan multikeaksaraan, adalah merujuk pada konteks lokal dan tuntutan kebutuhan lokalitasnya itu sendiri untuk meningkatkan kualitas peran dalam kehidupan yang lebih luas. Hal itu sebagaimana dinyatakan di bawah ini.

Pendidikan Multikeaksaraan 29

A. Asesmen Kebutuhan Belajar

Kebutuhan belajar bagi manusia merupakan suatu konsep yang kompleks, penting, dan memiliki implikasi jauh ke depan dalam perancangan peserta didik terutama bagi orang dewasa. Kebutuhan belajar merupakan suatu kondisi antara apa yang senyatanya dan apa yang seharusnya, atau apa yang senyatanya dan apa yang diinginkan (Knowles, 1980). Kebutuhan belajar merupakan pendorong perilaku sehingga menciptakan keadaan tidak seimbang. Jadi, kebutuhan belajar dapat mencerminkan ketidakseimbangan atau kesenjangan antara situasi yang ada dan keadaan yang seharusnya dan baru atau perubahan seperangkat kondisi yang diasumsikan menjadi lebih diinginkan. Dalam konteks pendidikan, kebutuhan belajar dapat bersifat nyata yang diekspresikan melalui bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan perilaku peserta didik.

Boyle (1981), menyusun formula dalam rangka mengidentifi kasi kebutuhan belajar manusia dengan menggunakan kerangka kerja perbandingan.

yakni situasi sekarang dengan apa yang seharusnya, yakni

kondisi yang diinginkan. Hasil dari perbandingan itu kemudian menjadi deskripsi tentang kesenjangan atas pemenuhan kebutuhan. Kaufman (1971) menyatakan, bahwa kebutuhan belajar merupakan kesenjangan antara berada dimanakah kita sekarang (where are we now) dan berada di manakah kita seharusnya (where are we to be). Identifi kasi kebutuhan belajar, berarti menspesifi kasi kesenjangan antara dua arah tersebut. Kegiatan ini sangat kritis untuk memperoleh rancangan pendidikan yang baik, sehingga data yang diperoleh dalam identifi kasi itu harus benar-benar sahih (valid) dan representatif.

Ritter (Long, 1983) memandang kebutuhan dan tujuan memiliki acuan yang sama, namun penggunaannya berbeda, untuk membedakan antara kondisi lingkungan yang menentukan arah interaksi seseorang dengan lingkungannya

BAB IVPROGRAM PENDIDIKAN

MULTIKEAKSARAAN

Page 36: Appeal Training Materials For Literacy Personnel (ALTP ...sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-07/naskah-akademik-multi... · Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan

Naskah Akademik30

(tujuan) dan fokus penentuan arah personal (kebutuhan). Lebih jauh Ritter menyatakan, tujuan merupakan penguatan dari lingkungan untuk memenuhi perilaku yang diarahkan secara personal yang diidentifi kasi sebagai kebutuhan. Perilaku, kebutuhan, dan tujuan seseorang adalah tidak bersifat independen, namun ketiganya menjadi bagian dari sistem yang terkait secara fungsional. Oleh karena itu, istilah kebutuhan dapat disamakan dengan motif.

Kebutuhan yang masih bersifat potensial itu mungkin menjadi lemah atau kuat sesuai dengan dua komponen utama, yaitu nilai kebutuhan dan harapan. Dari kedua nilai itu, nilai harapan merupakan komponen yang mengubah kekuatan kebutuhan untuk dipenuhi (Long, 1983). Misalnya, peserta didik memiliki harapan tinggi untuk memperoleh tujuan yang dinilai tinggi meningkatkan potensi kebutuhan belajar dan perilaku untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki harapan rendah untuk memeroleh tujuan yang dinilai rendah akan menghasilkan potensi kebutuhan yang rendah, dan perilaku peserta didik dalam belajar tidak akan konsisten. Demikian pula adanya situasi yang rumit dan individu memiliki harapan sedang terhadap tujuan yang dinilai tinggi, perilaku peserta didik itu akan bersifat ambivalen.

Kebutuhan belajar memiliki tiga unsur pokok. Pertama, serangkaian perilaku yang diarahkan pada tujuan yang sama atau tujuan yang sama yang berkaitan. Perilaku ini disebut kebutuhan belajar potensial. Istilah ini mengacu pada kekuatan potensial perilaku tertentu, yakni kemungkinan potensi itu muncul dalam situasi tertentu. Kedua, berkaitan dengan harapan, bahwa perilaku tertentu mengarahkan pada hasil yang berharga bagi individu. Ketiga, nilai yang melekat pada tujuan itu sendiri, yakni derajat kesukaan individu terhadap salah satu dari berbagai tujuan yang dicapai.

Kebutuhan belajar dalam pendidikan, adalah segala sesuatu yang harus dipelajari oleh peserta didik untuk kebaikannya sendiri, untuk kebaikan organisasi, ataupun untuk kebaikan masyarakat. Kebutuhan belajar itu merupakan kesenjangan antara tingkat kompetensi sekarang dan tingkat lebih tinggi yang diperlukan bagi kinerja yang efektif seperti yang ditetapkan oleh dirinya sendiri. Kebutuhan belajar dalam pendidikan merupakan kesenjangan antara apa yang diinginkan oleh peserta didik, organisasi ataupun masyarakat dengan apa yang mereka miliki. Makin konkret individu mengidentifi kasi aspirasi dan mengakses tingkat kompetensinya, makin tepat pula mereka menetapkan kebutuhan pendidikannya, dan makin intensif pula mereka

Pendidikan Multikeaksaraan 31

termotivasi untuk belajar. Kemudian, makin sesuai kebutuhan belajar individu dengan aspirasi organisasi dan masyarakatnya, makin efektif pula kegiatan belajar yang ada di masyarakat.

Unsur penting yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam mengidentifi kasi kebutuhan belajar, adalah keterampilan dan kepekaan dalam membantu kelompok masyarakat dalam mengakses kebutuhan pendidikan individu, organisasi dan masyarakat; menegosiasikan berbagai kesesuaian kebutuhan tersebut, kemudian merangsang penerjemahan kebutuhan belajar kedalam minat. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kebutuhan belajar merupakan kesenjangan antara apa yang diinginkan dan apa yang telah dimiliki. Setiap peserta didik mengikuti didikan baru telah membawa berbagai macam kebutuhan belajar, dan setiap peserta didik memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda.

Untuk mengetahui keragaman kebutuhan belajar itu, diperlukan asesmen dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Asesmen kebutuhan belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa di antaranya adalah, sebagai berikut:1. Dari peserta didik. Banyak peserta didik yang menyadari kebutuhan belajar

untuk pengembangan dirinya. Beberapa teknik dapat digunakan antara lain: (1) kuesioner proyektif, yakni meminta responden memproyeksikan dirinya ke dalam situasi tertentu dan menyatakan apa yang mereka rasakan; dan (2) kuesioner melengkapi kalimat, yakni meminta responden melengkapi kalimat yang telah disediakan.

2. Dari orang-orang yang membantu peserta didik. Cara ini dapat dilakukan dengan cara mewawancarai atau memberikan kuesioner kepada penilik, pendidik, atau penyelenggara program keaksaraan.

3. Dari media massa. Cara ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji - penting yang ada di dalam media massa.

4. Dari hasil survai masyarakat. Cara ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji hasil survai yang berkaitan dengan kondisi masyarakat atau organisasi, sehingga dapat ditemukan kebutuhan belajar individu.

5. Model kompetensi. Model ini acapkali digunakan sebagai dasar untuk merancang program bagi para profesional. Model ini menggunakan informasi dari para pakar di bidang-bidang tertentu untuk mengidentifi kasi kompetensi minimum atau kompetensi yang diharapkan untuk dimiliki oleh para profesional. Peserta didik diuji untuk menentukan tingkat