aplikasi transduser 2 infra red receiver1

Upload: nuutz

Post on 14-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

123

TRANSCRIPT

APLIKASI TRANSDUSER-2

APLIKASI TRANSDUSER-2Infra Red Receiver

Sinar infra merah yang dipancarkan oleh pemancar infra merah tentunya mempunyai aturan tertentu agar data yang dipancarkan dapat diterima dengan baik di receiver. Oleh karena itu baik di transmitter infra merah maupun receiver infra merah harus mempunyai aturan yang sama dalam mentransmisikan (bagian transmitter) dan menerima sinyal tersebut kemudian mendekodekannya kembali menjadi data biner (bagian receiver). Receiver Infra Merah

Komponen yang dapat menerima infra merah ini merupakan komponen yang peka cahaya yang dapat berupa dioda (photodioda) atau transistor (phototransistor). Komponen ini akan merubah energi cahaya, dalam hal ini energi cahaya infra merah, menjadi pulsa-pulsa sinyal listrik.

Komponen ini harus mampu mengumpulkan sinyal infra merah sebanyak mungkin sehingga pulsa-pulsa sinyal listrik yang dihasilkan kualitasnya cukup baik. Semakin besar intensitas infra merah yang diterima maka sinyal pulsa listrik yang dihasilkan akan baik jika sinyal infra merah yang diterima intensitasnya lemah maka infra merah tersebut harus mempunyai pengumpul cahaya (light collector) yang cukup baik dan sinyal pulsa yang dihasilkan oleh sensor infra merah ini harus dikuatkan.

Pada prakteknya sinyal infra merah yang diterima intensitasnya sangat kecil sehingga perlu dikuatkan. Selain itu agar tidak terganggu oleh sinyal cahaya lain maka sinyal listrik yang dihasilkan oleh sensor infra merah harus difilter pada frekeunsi sinyal carrier yaitu pada 30KHz sampai 40KHz. Selanjutnya baik photodioda maupun phototransistor disebut sebagai photodetector.

Dalam penerimaan infra merah, sinyal ini merupakan sinyal infra merah yang termodulasi. Pemodulasian sinyal data dengan sinyal carrier dengan frekuensi tertentu akan dapat memperjauh trasnmisi data sinyal infra.

Gambar 1

Respon Penerimaan Sensor Infra Merah

Komponen photodetector mempunyai karakteristik seperti komponen yang dinamakan solar cell, yang merubah energi cahaya menjadi energi listrik. Jika photo detector ini mendapat cahaya maka akan menghasilkan tegangan sekitar 0.5 volt dan arus yang dihasilkan tergantung dari intensitas cahaya yang masuk pada photo detector tersebut. Teknik ini biasa disebut sebagai unbiased current sourcing atau photovolataic mode. Teknik ini jarang digunakan karena tidak efisien dan mempunyai respon yang lambat tehadap pulsa-pulsa cepat sinyal cahaya.

Konfigurasi photo detector yang umum dipakai adalah teknik yang dikenal sebagai reserved biased atau photoconductive mode. Pada mode reverse bias/bias terbalik, photo detector dibias dengan tegangan external mulai dari beberapa volt sampai sekitar 50 volt (tergantung karakteristik photo detector). Jika karakteristik photodetector tidak diketahui maka bias tegangan dapat diberi 12V agar tidak merusak photodetector tersebut.

Ketika photo detector ini mendapat cahaya, dalam hal ini cahaya infra merah maka terdapat arus bocor yang relatif kecil. Besar-kecilnya arus bocor ini tergantung dari intensitas cahaya infra merah yang mengenai photodetector tersebut.

Sebuah photodioda, biasanya mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada phototransistor dalam responya terhadap cahaya infra merah. Biasanya photo dioda mempunyai respon 100 kali lebih cepat daripada phototransistor. Oleh sebab itulah para designer cenderung menggunakan photodioda daripada menggunakan phototransistor. Tetapi sebuah phototransistor tetap mempunyai keunggulan yaitu mempunyai kemampuan untuk menguatkan arus bocor menjadi ratusan kali jika dibandingkan dengan photodioda.

Sebuah photodioda biasanya dikemas dengan plastik transparan yang juga berfungsi sebagai lensa fresnel. Lensa ini merupakan lensa cembung yang mempunyai sifat mengumpulkan cahaya. Lensa tersebut juga merupakan filter cahaya, lebih dikenal sebagai optical filter, yang hanya melewatkan cahaya infra merah saja. Walaupun demikian cahaya yang nampakpun masih bisa mengganggu kerjsa dari dioda infra merah karena tidak semua cahaya nampak bisa difilter dengan baik. Oleh karena itu sebuah penerima infra merah harus mempunyai filter kedua yaitu rangkaian filter yang berfungsi untuk memfilter sinyal 30KHz sampai 40KHz saja.

Faktor lain yang juga berpengaruh pada kemampuan penerima infra merah adalah active area dan respond time. Semakin besar area penerimaan suatu dioda infra merah maka semakin besar pula intensitas cahaya yang dikumpulkannya sehingga arus bocor yang diharapkan pada teknik reserved bias semakin besar. Selain itu semakin besar area penerimaan maka sudut penerimaannya juga semakin besar.

Kelemahan area penerimaan yang semakin besar ini adalah noise yang dihasilkan juga semakin besar pula. Begitu juga dengan respon terhadap frekuensi, semakin besar area penerimaannya maka respon frekuansinya turun dan sebaliknya jika area penerimaannya kecil maka respon terhadap sinyal frekuensi tinggi cukup baik.

Respond time dari suatu dioda infra merah (penerima) mempunyai waktu respon yang biasanya dalam satuan nano detik. Respond time ini mendefinisikan lama agar dioda penerima infra merah merespon cahaya infra merah yang datang pada area penerima.

Sebuah dioda penerima infra merah yang baik paling itdak mempunyai respond time sebesar 500 nano detik atau kurang. Jika respond time terlalu besar maka dioda infra merah ini tidak dapat merespon sinyal cahaya yang dimodulasi dengan sinyal carrier frekuensi tinggi dengan baik. Hal ini akan mengakibatkan adanya data loss.

Filter Optikal

Filter ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai lensa fresnel dan juga sebagai filter cahaya yang masuk ke area penerimaan dioda infra merah. Biasanya terbuat dari bahan polycarbonate,berbentuk cembung dan transparan. Filter opikal ini akan membatasi cahaya-cahaya yang tidak diinginkan kecuali cahaya infra merah sehingga tidak mengganggu sinyal cahaya infra merah yang diterima oleh detektor/area penerima.

Current to Voltage Converter

Arus bocor yang dihasilkan oleh detektor photodioda besarnya linier terhadap intensitas cahaya infra merah yang dimasuk ke dalam area penerimaan. Oleh sebab itu arus ini harus dirubah ke tegangan agar dapat didapatkan sinyalnya kembali.

Pada dasarnya ada tiga teknik pengubahan arus ke tegangan yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Gambar 2

High Impedance Detector

High Impedance Detector. Detektor ini banyak digunakan dirangkaian-rangkaian pada umumnya karena kesederhanaan rangkaiannya dan respon yang cukup baik. Untuk mengubah arus menjadi tegangan digunakan sebuah resistor R1 dengan nilai yang cukup besar. Besarnya nilai R harus disesuaikan agar tidak menyebabkan dioda infra merah jenuh karena jika dioda infra merah jenuh maka tidak ada sinyal carrier yang diteruskan sehingga data yang ditransmisikan tidak dapat diterima lagi.

Untuk mencegah agar tidak jenuh maka tegangan bias tidak boleh terlalu tinggi dan nilai R yang digunakan juga tidak boleh terlalu besar. Pada suatu kondisi tertentu jika cahaya selain cahaya infra merah terlalu terang maka arus bocor dapat mencapai beberapa miliamper dan resistansinya turun menjadi 10k saja sehingga untuk mencegah saturasi maka nilai R harus kurang dari 10k juga. Dengan nilai R 10k ini akan dapat merubah tiap 1uA menjadi 10mV.

Kondisi ini merupakan kondisi ideal yang jauh berbeda dengan keadaan sebenarnya dimana sinyal yang diterima sangat lemah sehingga hanya menghasilkan arus bocor yang sangat kecil sehingga nilai R yang digunakan juga harus diganti dengan nilai yang lebih besar untuk dapat mengkonversi arus menjadi tegangan yang tepat.

Transimpedance Amplifier Detector. Teknik ini merupakan pengembangan yang sangat baik dari teknik yang pertama. Dengan dilengkapi dengan sebuah induktor diharapkan agar sinyal carrier tidak cacat pada saat dirubah menjadi tegangan. Dengan penggantian R dengan sebuah induktor ini akan menyebabkan reaktansinya berubah terhadap frekuensi sinyal, berarti sekaigus juga menjadi filter yang sederhana karena tegangan yang dihasilkan untuk frekuensi yang berbeda tentunya akan menghasilkan tegangan yang lebih lemah. Reaktansi ini digunakan untuk Feedback yang berupa LC ini menghasilkan suatu Q yang cukup tinggi sehingga hanya sinyal tertentu saja yang dikuatkan. Q harus diletakkan pada frekuensi sekitar 30KHz sampai 40KHz.

Gambar 3

TransimpedanceAmplifier Detector

Tabel 1

Tabel Nilai Induktor dan Nilai Reaktansi

Transimpedance Amplifier Detector with limited Q. Penggunaan LC yang di set pada frekuansi kerja sinyal carrier tertentu dapat menghambat sinyal selain sinyal data infra merah. Biasanya cahaya tampak merupakan pengganggu utama dalam pendeteksian dengan menggunakan infra merah. Q yang tinggi juga menjadi masalah yaitu dapat mengakibatkan osilasi yang tidak dinginkan.

Untuk dapat membatasi nilai Q maka dapat diparalelkan sebuah resistor pada induktor seperti nampak pada gambar 4. Untuk aplikasi trasnmisi data dimana duty cycle sinyal nya rendah (pulsa-pulsa dengan durasi pendek) maka adalah baik jika Q ditentukan mendekati 1. Jika nilai resistor paralel sama dengan nilai reaktansi induktor pada frekuensi yang diinginkan.

Jika nilai Q lebih dari 1 maka osilasi dapat terjadi, hal ini akan mengakibatkan sinyal dengan pulsa-pulsa pendek (data stream) akan menghasilkan ripple-ripple yang tidak diinginkan pada saat pindah logika. Bahkan jika nilai Q sangat besar bukanlah tidak mungkin akan menjadi osilator yang sering disebut sebagai self-osilator.

Gambar 4

Transimpedance Amplifier Detector with limited Q

Pada aplikasi dengan pulsa-pulsa pendek seperti pada transmisi data nilai induktor dapat dipilih berdasarkan panjang pulsa yang ditrasnmisikan untuk mendapatkan suatu hasil yang maksimal.

Berikut merupakan salah satu contoh rangkaian yang menggunakan Q dimana nilai Q nya dibatas tidak sampai 1. R7 yang memparalel induktor L2 akan menyebabkan nilai Q tidak lebih dari 1 sehingga tidak terjadi self-osilasi. L1 merupakan induktor yang berfungsi untuk mencegah agar sinyal AC tidak masuk ke dalam power supply. Komponen ini tidak terlalu kritis jika digunakan paa frekuensi 30KHz 40KHz saja sehingga komponen ini dapat tidak digunakan.

Gambar 5

Rangkaian Penerima IR

Sistem Pengaman Kendaraan Menggunakan Infra Red

Saat ini dengan kondisi perekonomian yang tidak segera membaik ini menyebabkan timbulnya berbagai gejolak baik politik maupun keamanan. Masyarakat merasa keamanan saat ini tidaklah kondusif, banyak perampokan, penodongan, maupun pembunuhan yang mengakibatkan kerugian baik materi yang bagi kelas masyarakat tertentu dinilai besar. Menyikapi keadaan ini maka dipasaran banyak dijual alat-alat yang digunakan untuk melindungi kendaraan bermotor baik mulai dari kunci ganda sampai dengan alarm yang sangat canggih. Alat ini memang khusus dirancang untuk kendaraan roda dua tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan pada kendaraan roda empat misalnya. Ide perancangan alat ini diutamakan pada keamanan dan praktis dalam pemakaiannya. Alat ini secara otomatis aktif ketika kunci kontak dimatikan, cukup praktis dan cukup cepat. Untuk menonaktifkan alat ini digunakan remote infra merah dengan kontak kendaraan dalam keadaan ON.

Alat ini didesain untuk mengatasi kekurangan alarm yang umum dijual dipasaran karena alarm yang dijual dipasaran tidak dapat secara otomatis bekerja tetapi harus dinyalakan secara manual. Dan pada alat ini didisain sehingga alat ini tidak dapat dinon-aktifkan melalui tombol-tombol tertentu tetapi hanya bisa menggunakan remote infra merah. Dengan sedikit modifikasi maka dapat ditambahkan tombol Non-Aktif yang tidak mudah diketahui oleh orang.

Alat ini dinamakan automatic infra red keylock.

Blok Diagram Automatic Infra Red Keylock

Pada dasarnya automatic infra red keylock ini terdapat 2 bagian utama yaitu bagian pemancar dan bagian penerima. Pada bagian pemancar terdapat pemancar infra merah yang dimodulasi dengan frekuansi tertentu, dalam alat ini pada frekuensi 38KHz sampai 44 KHz.

Gambar 1

Blok Diagram

Frekuensi ini bisa diatur dengan menggunakan potensiometer pada LM555 sebagai generator gelombang kotak.

Pada bagian penerima, sinyal infra merah yang dipancarkan diterima dengan menggunakan photo transistor kemudian dikuatkan. Frekunsi sinyal di pilih pada bagian bandpass filter sehingga tidak semua sinyal infra red bisa masuk mengendalikan alat ini.

Infra Red Transmitter

Blok infra red transmitter ini dibangun dengan menggunakan dua buah IC LM555. IC ini sudah umum penggunaanya sebagai generator gelombang kotak baik sebagai astable, bistable, mapun monostable. Pada proyek kali ini LM 555 digunakan sebagai generator gelombang kotak sehingga harus dikonfigurasikan sebagai astable.

IC LM555 yang pertama digunakan untuk menghasilkan gelombang kotak dengan frekuensi 38KHz sampai 44KHz sedangkan IC LM555 yang kedua digunakan untuk menghasilkan gelombang kotak dengan frekuensi dalam orde ratusan hertz. Jadi IC LM555 yang pertama seolah-olah menjadi carrieer generator dan IC LM 555 yang kedua menghasilkan sinyal yang dimodulasi dengan carrier yang dihasilkan oleh IC LM555 yang pertama.

Gambar 2

Bentuk Sinyal Output Transmitter Infra Red

Sinyal output dari LM555 diatur dengan mengatur potensiometer R5 dan R6. Frekuensinya ditentukan oleh rangkaian R1(R2) R5(R6) C1(C2) dengan menggunakan rumus sebagai berikut (untuk U1):

f = 1.44 / {(R1 + 2R5) x C1}

Gambar 3

Rangkaian Pemancar Infra Merah Termodulasi

Sedangkan duty cyclenya diatur dengan menggunakan rumus :

D = (R1 + R5) / (R1 + 2 R5) x 100%

Output dari kedua IC LM555 ini dimasukkan ke 4093, sebuah NAND gate untuk memodulasi sinyal 38KHz - 44KHz dengan sinyal data yang dihasilkan oleh IC LM555 yang kedua (U2). Konfigurasi ini dapat dibalik, U1 menghasilkan sinyal frekuensi rendahnya (data) sedangkan U2 menghasilkan sinyal carriernya (38KHz sampai 44 KHz).

Dasar pemilihan IC 4093 karena IC in imerupakan IC CMOS yang mampu bekerja dengan tegangan sampai 16 volt DC dan mempunyai schmitt trigger pada tiap inputnya sehingga dapat mengurangi noise yang ditimbulkan ari LM555.

Karena kedua output dari LM555 masuk pada input 4093 maka output 4093 akan menghasilkan sinyal kotak 38KHz 44KHz yang dinyala/dimatikan dengan frekuensi ratusan hertz. Output dari 4093 ini dapat langsung dihubungkan dengan sebuah led infra merh yang dihubungkan ke VCC dengan resistor 300 ohm. Jika ternyata dibutuhkan daya pancar yang lebih jauh maka output dari 4093 dapat dilewatkan pada sebuah transistor switching untuk memperkuat arus yang lewat ke led infra merah.

Infra Red Receiver

Pada bagian receiver ini, untuk menerima pancaran sinyal infra merah yang dipancarkan oleh bagian transmitter digunakan photo transistor tipe NPN. Selain itu dapat juga digunakan photo dioda sebagai pengganti photo transistor tersebut.

Output dari photo transistor sinyal 38 KHz 44 KHz yang diterima, masih sangat kecil level tegangannya. Sinyal ini diambil komponen sinyalnya saja dan diperkuat dengan menggunakan TLC271. TLC 271 merupakan operational amplifier yang mempunyai bandwidth yang sangat lebar dan gain yang sangat besar. Walaupun demikian dapat digunakan LM741, general operational amplifier jika TLC 271 tidak dapat ditemukan dipasaran atau opamp opamp yang lain yang mampu memperkuat sinyal 38KHz 44KHz ini dengan gain sampai 200. Penguatan tegangan pada alat ini diatur pada 101x sehingga menghasilkan sinyal yang cukup kuat untuk difilter oleh LM567.

Sinyal output dari TLC271 dengan penguatan 100x (pembulatan) di filter oleh dua buah IC LM567. LM567 merupakan IC tone decoder yang didalamnya sudah dibangun sebuah band pass filter yang cukup sempit dengan Q yang baik. LM567 akan mendeteksi ada/tidaknya sinyal dengan frekuensi tertentu. Jika LM567 mendeteksi adanya sinyal dengan frekuensi tertentu maka LM567 akan mengoutputkan low pada outputnya yang harus dipull-up dengan resistor 20k.

Frekuensi sinyal yang diditeksi oleh LM567 in ditentukan dengan rumus (untuk LM567 yang pertama) : f = 1 / (1.1 x R4 x C3)

LM567 yang pertama akan mendeteksi ada/tidaknya sinyal dengan frekuensi 38KHz 44KHz tersebut. Jika ada maka LM567 akan mengoutputkan low selama ada sinyal dengan frekuensi 38KHz 44KHz. Output dari LM567 yang pertama ini dimasukkan ke LM567 yang kedua untuk mendeteksi frekuensi yang kedua (frekuensi yang lebih rendah data) dan jika ternyata benar maka output LM567 yang kedua ini akan low. Kondisi low ini akan mentrigger RS flip-flop menjadi high dan akan mempertahankannya sampai supply tegangan diputus.

Jadi setelah mendapat trigger tersebut kondisi output RS flip-flop akan tetap high dan mengaktifkan relay yang menhubungkan jalur listrik kontak kendaraan. Relay yang digunakan disini adalah relay yang normally open sehingga pada saat kontak dimatikan maka relay akan open dan untuk mengaktifkannya RS flip-flop harus mendapatkan trigger dari IR transmitter sehingga outputnya high . Output RS flip-flop yang high ini digunakan untuk mengaktifkan relay menjadi close.

Proses Installasi

Dari alat ini terdapat konektor 5 pin. Dari konektor ini pin nomor 5 hubungkan dengan posistif aki sedangkan pin 4 hubungkan dengan body kendaraan atau kutub negatif aki.

Carilah kabel pada kontak yang terhubung pada ground jika kontak dalam keadaan OFF, tidak terhubung dengan ground jika kontak ON. Hubungkan kabel ini dengan pin nomor 2 sedangkan pin nomor 1 (common relay) dihubungkan ke body kendaraan.

Gambar 4

Rangkaian Penerima Infra Merah

Sehingga jika sensor tidak menerima sinyal maka kondisi antara pin 1 dan pin 2 (normally closed) pada konektor terhubung sehingga kendaraan tidak bisa di starter. Tetapi jika sensor (photo transistor) menerima sinyal maka output dari RS flip-flop akan high sehingga mengaktifkan relay dan menyebabkan pin 1 dan pin 2 tidak terhubung. Kondisi menyebabkan kendaraan dapat di starter.

Jika ingin mengaktifkan alat ini, caranya cukup mudah. Yang perlu dilakukan hanya menempatkan kontak dalam posisi OFF dan jika kontak diposisikan dalam keadaan ON kembali maka kendaraan tidak dapat di starter dan hanya bisa di starter jika receiver mendapat sinyal dari bagian transmitter.

Walaupun demikian alat ini masih mempunyai kelemahan yaitu jarak transmisi sinyal infra-merahnya tidak cukup jauh karena sensor yang digunakan tidak cukup peka. Dengan menggunakan modul IR yang sudah jadi, dengan sedikit perubahan pada rangkaian maka jarak transmisinya jadi lebih jauh.

Selain itu alat ini juga bergantung pada remote (bagian transmitter) untuk itu perlu dibuat tombol yang sangat rahasia untuk dapat mengaktifkannya. Modifikasi ini dilakukan pada konektor pin 1 dan pin 2. diantara pin 1 dan pin 2 ini diseri sebuah saklar sehingga jika relay tidak aktif (karena tidak ada sinyal yang diterima oleh receiver) maka saklar ini tetap dapat memutuskan pin1 dan pin 3 sehingga kendaraan dapat di starter. Dan yang penting adalah saklar ini harus sangat rahasia dan tidak mudah diketahui oleh orang lain.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Ir. Yudhi Gunadi, MT.Traducer 15