apendicitis
DESCRIPTION
peradangan usus buntuTRANSCRIPT
A. Anatomi dan Histologi Appendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22
cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli,
kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang
digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka
kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut
dengan titik Mc Burney. Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan
apeksnya menempel pada sekum. (Anonim, 2007)
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa
appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks. Arteri apendikuler
adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Vena
appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena mesenterika superior.
Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal. Syaraf apendiks berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen
yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk
ke medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula
disekitar umbilikus. (Fefendi, 2008)
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan
mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar
limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah
besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel
kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan
muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan
muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi
dari 3 tenia koli diperbatasan antara sekum dan apendiks. (J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D.
L. Kasper, 2007)
B. Appendicitis
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Apendisitis umumnya
terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya
adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur,
benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.
(Anonim, 2008)
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh
lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap
harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum
menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah
bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks,
sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan
timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Bila kemudian
aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya
gangren. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis
berada dalam keadaan perforasi. (Mansjoer, 2005)
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa appendicitis: (Budi, Satria Adam,
2008)
1. Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada
perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi,
maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu
semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang
lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi.
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup
membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita
hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan
CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah
segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka
dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler,
maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi
terhadap penderita. (Mansjoer, 2005)