apendicitis

4
A. Anatomi dan Histologi Appendiks Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc Burney. Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya menempel pada sekum. (Anonim, 2007) Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal. Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula disekitar umbilikus. (Fefendi, 2008) Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia

Upload: anonymous-7svmdl1

Post on 24-Dec-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

peradangan usus buntu

TRANSCRIPT

Page 1: Apendicitis

A. Anatomi dan Histologi Appendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22 

cm. Letak basis apendiks berada  pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli, 

kira-kira   1-2   cm   di   bawah   ileum.  Dari   ketiga   taenia   tersebut   terutama   taenia   anterior   yang 

digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka 

kanan,  bila  diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di  kuadran kanan bawah yang disebut 

dengan titik Mc Burney. Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan 

apeksnya menempel pada sekum. (Anonim, 2007)

Vaskularisasi   appendiks   mendapatkan   darah   dari cabang   a.   ileokolika   berupa 

appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks. Arteri apendikuler 

adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Vena 

appendiks   bermuara   di   vena   ileokalika   yang  melanjutkan  diri   ke   vena  mesenterika   superior. 

Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal. Syaraf apendiks berasal dari saraf 

simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen 

yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk 

ke medulla spinalis  setinggi  segmen torakal  X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula 

disekitar umbilikus. (Fefendi, 2008)

Secara  histologi,   struktur  apendiks   sama  dengan  usus  besar.  Kelenjar   submukosa  dan 

mukosa dipisahkan dari   lamina muskularis.  Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar 

limfe.  Bagian paling   luar  apendiks  ditutupi  oleh  lamina serosa yang berjalan pembuluh darah 

besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel 

kolon   tetapi   kelenjar   intestinalnya   lebih   kecil   daripada   kolon.   Apendiks  mempunyai   lapisan 

muskulus dua lapis.  Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari   lapisan 

muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi 

dari 3 tenia koli diperbatasan antara sekum dan apendiks. (J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. 

L. Kasper, 2007)

B. Appendicitis

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Apendisitis umumnya 

terjadi  karena   infeksi  bakteri.  Berbagai  hal  berperan sebagai   faktor  pencetusnya.  Diantaranya 

adalah obstruksi  yang terjadi  pada  lumen apendiks.  Obstruksi   ini  biasanya disebabkan karena 

adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, 

benda  asing  dalam  tubuh,  dan  cacing  askaris  dapat  pula  menyebabkan   terjadinya   sumbatan. 

(Anonim, 2008)

Page 2: Apendicitis

Patologi   apendisitis   berawal   di   jaringan  mukosa   dan   kemudian  menyebar   ke   seluruh 

lapisan  dinding  apendiks.   Jaringan  mukosa  pada apendiks  menghasilkan  mukus   (lendir)   setiap 

harinya.  Terjadinya  obstruksi  menyebabkan  pengaliran  mukus  dari   lumen  apendiks  ke   sekum 

menjadi  terhambat.  Makin  lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah 

bendungan  mukus  di  dalam  lumen.  Namun,  karena  keterbatasan  elastisitas  dinding  apendiks, 

sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang 

meningkat   tersebut   akan  menyebabkan   terhambatnya   aliran   limfe,   sehingga  mengakibatkan 

timbulnya edema, diapedesis  bakteri,  dan ulserasi  mukosa.  Pada saat   inilah terjadi  apendisitis 

akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus 

terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya 

obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Bila kemudian 

aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya 

gangren. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis 

berada dalam keadaan perforasi. (Mansjoer, 2005)

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa appendicitis: (Budi, Satria Adam, 

2008)

1. Pemeriksaan fisik.

Pada   appendicitis   akut,   dengan   pengamatan   akan   tampak   adanya   pembengkakan 

(swelling)   rongga   perut   dimana   dinding   perut   tampak   mengencang   (distensi).   Pada 

perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri 

dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan 

kunci dari diagnosis apendisitis akut.

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, 

maka   rasa   nyeri   di   perut   semakin   parah.   Kecurigaan   adanya  peradangan  usus   buntu 

semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. 

Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya 

radang usus buntu.

2. Pemeriksaan Laboratorium.

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari  sel 

darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang 

lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

3. Pemeriksaan radiologi.

Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.  Namun pemeriksaan  ini   jarang 

membantu   dalam   menegakkan   diagnosis   apendisitis.   Ultrasonografi   (USG)   cukup 

Page 3: Apendicitis

membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita 

hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan 

CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah 

segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka 

dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, 

maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi 

terhadap penderita. (Mansjoer, 2005)