anti kejang bekicot achantina fulica

Upload: zenk-ahmed

Post on 13-Jul-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kongres Ilmiah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia XI11 Tahun 2000 153

DAYA ANTIINFLAMASI LENDIR BEKICOT PADA MENCITDionisia Sih Tripurnomorini, Rita Suhadi, Imono Argo DonatusLabwaton'um Fannako/ogiDan Tokw'kdqgi, Fakuhs FamMsJ Unive&tas Sanata Dhama, Y m k a t i a

ABSTRACTSnail (Achantina filka Fer.) is one of the natural medicines from animal. The research of this medicine is needed. Traditional community use snail to heal new injury. Scientific study of the snail mucus effect for wounds had been done. Inflammation response will c w r when a tissue is injured. This study has the purpose to observe the potency of snail mucus as anti-inflammatory agent in mice. The study was conducted based on complete randomized design and analyzed by one way variance (anova) statistics. Thirty mice were divided into six groups. The group one was the negative control injected with carragenin subplantarly. The group two was administered with WP (polyvinyl pyrrolidone) orally as treatment control. The group three is the positive control, which given with acetosal orally. Group four, five and six were given with snail mucus orally at the dosage of 11.86, 23.72 and 47.43 mg/kgBW respectively. Data were collected as the weight of mouse leg (paw ~ m l a l and used in ) the calculation of antiinflammation response percentage according to Langford method after the data were analyzed statistically by one way variance (anova). The result showed that acetosal 150 mg/kgBW and snail mucus at the dosage of 11.86, 23.72 and 47.43 mg/kgBW, gave anti-inflammatory responses as follow 46.07%, 19.12%, 36.31% and 63.31% rey>ectively that were given significantly. The antiinflammatory response of the four groups differed significantly from WP (polyvinyl pyrrolidone) control group that produced anti-inflammatory response at -7.87%. It can be concluded that snail mucus has the potency as the anti-inflammatory agent.KEYWORDS :antiinflammation, snail (Achantina fvliica Fer.), snail mucus KATA KUNCI :antiinflamasi, bekicot, lendir bekicot

PENDAHULUAN

Bekicot (Achantina h/im Fer.) sebagai salah satu obat tradisional dari bahan hewan, perlu diteliti dan dikembangkan. Secara tradisional, bekicot digunakan oleh masyarakat sebagai obat penyembuh luka baru. Secara ilmiah pemah diiakukan penelitian tentang kemampuan fraksi hasil pemisahan lendir bekicot sebagai antimikroba E-richh & Strepttmcms ; haemolMcus, ~lmone//a WPM P s e m n a s a e r u g i m dan OndMa abkans (Ernawati dan Sunari, 1994); efek cairan atau lendir, ekstrak air dan ekstrak etanol daging bekicot terhadap penyembuhan luka terbuka (Ibrahim dkk, 1995).

Bila sel-sel atau jaringan tubuh yang mengalami cedera atau luka, maka akan ada respon yang mencolok pada jaringan hidup sekitamya. Respon terhadap cedera ini dinamakan peradangan atau sering diistilahkan sebagai inflamasi (Price, 1995). Lendir bekicot yang oleh rnasyarakat biasa digunakan sebagai penyembuh luka baru, secara ilmiah sudah pemah ditelii. peranan bekicot sebagai Namun antiinflamasi belum pemah diteliti clan masih belum diketahui. Pertanyaan yang muncul : apakah lendir bekicot merniliki daya sebagai antiinflamasi ? Dan seberapa besarkah daya tersebut ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan uji b e W daya antiinflamasi lendir ((Achantina I r ) pada mendt

154 DS Tripurnomorini et. al. Daya Antiinflamasi Lendir Bekicot Pada Mencit

jantan, dengan harapan setelah dilakukan penelitian ini akan diketahui pengaruh dan kemampuan lendir bekicot sebagai antiinflamasi, sehingga dapat dilakukan sebagai acwn peneliin berikutnya untuk pengembangan obat tradisional penyembuh luka.

Alat yang digunakan dalam penelitian daya antiinflamasi lendir bekiwt ini meliputi alat-alat gelas seperti gelas beaker, labu takar, tabung reaksi, batang pengaduk; spuit injeksi oral; spuit injeksi 1 ml; seperangkat alat bedah; timbangan analitik, Metler Toledo tipe AB 204, Switzerland; pengaduk elektrik.B. Pengelompokan dan perlakuan Penelitian uji daya antiinflamasi lendir bekiwt dilakukan dengan rancangan eksperimental sederhana : acak lengkap pola searah. Tiga puluh ekor mencit dibagi secara random menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok diberi perlakuan sebagai berikut :

A. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam peneliian daya antiinflamasi lendi; bekiwt ini meliputi : mendt jantan galur Swiss, lendir bekicot (Achantim hlka Fer.) dewasa, karagenin, asetosal dan PVP (polivinil pirolidon) KelompokI:

Kelompok

I1 :

Kelompok

11: 1

Kelompok

IV :

Kelompok

V:

Kelompok

VI :

Kelompok kontrol karagenin. Kaki kiri mencit diberi injeksi subplantar 0,05 ml karagenin I%, sedangkan kaki kanan sebagai kontrol hanya disuntik subplantar dengan spuit injeksi tanpa karagenin. Kelompok kontrol WP. Mencit diberi perlakuan secara oral WP 5% dengan volume 5 ml, yang setara dengan 11/36 mg/kgBB. Tiga puluh menit kemudian diberi injeksi subplantar 0,05 ml karagenin 1%. Kelompok kontrol asetosal. Mencit diberi perlakuan secara oral asetosal dengan dais 150 mg/kgBB. Tiga puluh menit kemudian diberi injeksi subplantar 0,05 ml karagenin 1 h . Perlakuan lendir bekiwt peringkat dosis-1. Mencit diberi perlakuan secara oral lendir bekiwt dengan dosis 11,86 mg/kgBB. Tiga puluh menit kemudian diberi injeksi subplantar 0,05 ml karagenin 1Yo. Perlakuan dengan lendir bekiwt dosis-2. Mencit diberi perlakuan secara oral lendir bekicot dengan dosis 23,72 mg/kgBB. Tiga puluh menit kemudian diberi injeksi subplantar 0,05 ml karagenin 1%. Perlakuan lendir bekiwt peringkat dosis-3 Mencit diberi perlakuan secara oral lendir bekiwt dengan dais 47/43 mg/kgBB. Tiga puluh menit kemudian diberi injeksi subplantar 0,05 ml karagenin 1Yo. Data hasil penimbangan bobot kaki digunakan untuk mencari respon antiinflamasi. Prosen respon antiinflamasi dihitung mengikuti metode Langford dkk (1972), yaitu : O h rapon antiinflamasi = U - D x 100h D

Setelah masing-masing kelompok hewan uji diberi perlakuan di atas, selanjutnya tiap kelompok hewan uji dikurbankan pada selang waktu 3 jam kemudian dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocnrral diimbang.

Kongres Ilmiah Ikatan Sarjana F a r m i Indonesia X 1 Tahun 2000 155 I1

U adalah harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan). D adalah harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan).C. Analisis hasil

Data kuantitatif proses respon antiinflamasi diantara kelompok perlakuan selanjutnya dianalis secara statistik menggunakan metode analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95Oh.HASIL PENEURAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol karagenin memberikan rata-rata bobot udem sebesar 0,1008 g. Perlakuan asetosal dosis 150 mg/kgBB sebagai kontrol positif memberikan respon antiinflamasi sebesar 46,07%, sedangkan perlakuan lendir bekicot dengan peningkatan dosis 11,68, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB masing-masing memberikan proses respon antiinflamasi sebesar 19,12%, 36,3l0/0 dan 63,31h. Perlakuan lendir bekicot dengan dais 11,86 dan 23,72 mg/kgBB masing-masing memberikan proses respon antiinflamasi 58,49% dan 21,19% lebih kecil dari asetosal, sedangkan pada dosis 47,43 mg/kgBB, lendir bekicot memberikan proses respon antiinflamasi 37,4246 lebih besar dari asetosal. Hasil analisis statistik (anova) menunjukkan bahwa antara perlakuan asetosal dosis 150 mg/kgBB dengan perlakuan lendir bekicot dosis 11,86, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB memberikan proses respon antiinflamasi yang berbeda makna. Uji anova yang memberikan hasil berbeda makna dapat diieruskan dengan uji Scheffe untuk mengetahui kelompok mana saja diantara kelompok perlakuan asetosal dosis 150 mg/kgBB dengan perlakuan lendir bekicot dosis 11,86, 23,72 dan 47,43

mg/kgBB yang memiliki perbedaan bermakna. Dari hasil uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% diketahui bahwa hanya kelompok perlakuan lendir bekicot dais 11,86 dan 47,43 mg/kgBB yang makna, sedangkan antar berbeda kelompok perbkuan yang lain tidak ada perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa daya antiinflamasi lendir bekicot dosis 11,86, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB sama dengan daya antiinflamasi asetosal dosis 150 mg/kgBB. Sedangkan kenaikan dosis empat kali lipatnya, yaitu dari 11,86 ke 47,43 mg/kgBB, baru menunjukkan perbedaan respon. Dalam penelitian ini, digunakan PVP sebagai kontrol perlakuan, disarnping digunakan sebagai pelarut asetosal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah WP mempunyai pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasi dari asetosal atau tidak. Selain itu kontrol WP dapat dijadikan sebagai pembanding perbedaan aktivitas dari lendir bekicot. Sebagai kontrol, seharusnya WP menunjukkan nilai prosen antiinflamasi mendekati nd. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa WP memberikan prosen antiinflamasi sebesar -7,87%. Dan hasil ini, dapat dilihat bahwa ternyata WP meningkatkan udem yang diinduksi oleh karagenin. Jadi ada kemungkinan W P mempengaruhi aktivitas asetosal sebagai antiinflarnasi, karena asetosal sebagai kontrol positif, dilarutkan dalam WP. Peningkatan udem pada perlakuan PVP tersebut dapat terjadi karena PVP merupakan salah satu zat iritan penginduksi udem (Bonta, et. al., 1977). Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang berrnakna atau tidak dari perlakuan kontrol PVP dengan kontrol positif asetosal serta perlakuan lendir bekicot dais ll,86, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB, maka dilakukan analisis statistik (anova) dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil analisa menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antara perlakuan kontrol WP dengan kontrol asetosal serta perlakuan lendir bekicot dais 11,86, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB. Hal ini menunjukkan

156 DS Tripurnomorini et. al. Daya Antiinflamasi Lendir Bekicot Pada Mencit

bahwa perlakuan asetosal dan lendir bekiit dengan 3 peringkat dosis, memberikan respon antiinflamasi yang berarti pada udem kaki men& yang diinduksi oleh karagenin. Uji anwa yang memberikan hasil berbeda bermakna dapat diteruskan dengan uji SchefFe menggunakan taraf kepercayaan 95Oh untuk mengetahui letak perbedaan diantara kelompok perlakuan kontrol PVP dengan kontrol asetosal serta perlakuan lendir bekicot dosis 11,86, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB. Dari hasil uji SchdTe menunjukkan bahwa antara k e b p o k kontrol PVP dengan kontrd asetosal serta perlakuan lendir bekicot dosis 23,72 dan 476,43 mg/kgBB memberikan prosen respon antiinflamasi yang berbeda bermakna. Sedangkan prosen respon antiinflamasi antara kelompok kontrol PVP dengan kebmpok perlakuan lendir bekicot mg/kgBB menunjukkan dosis 11,86 perbedaan yang tidak bermakna. Hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa lendir bekicot mempunyai aktivitas atau kemampuan sebagai antiinflamasi. Menurut peneliian Emawati dan Sunari (1994), lendir bekicot memberikan reaksi positif terhadap pengujian kandungan protein. Protein dapat berupa senyawa-senyawa yang sangat kompleks, diantaranya adalah asam amino dan enzim. Protein dapat berfungsi dan berperan dalam pertumbuhan, pertahanan fungsi tubuh dan sebagai fungsi protektif yaitu pengganti jaringan dan sel-sel yang rusak. Berpijak dari fungsi protein ini, diperkirakan kandungan protein hewani pada lendir bekicot mempunyai nilai biologis yang tinggi, yaitu dalam penyembuhan dan penghambatan proses inflamasi. Dari hasil penelitian ini, diharapkan bekicot dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai obat tradisional penyembuh luka dan sebagai antiinflamasi, sehingga memberikan tambahan nilai manfaat bagi masyarakat luas.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian daya antiinflamasi lendir bekicot (Adtantiha &/& Fer.) yang telah dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1 Lendir bekicot (Adtantiha &/ka Fer.) . mempunyai kemampuan sebagai antiinflamasi. 2. Lendir bekicot (Adlbntiw f i l h Fer.) pada dosis 11,86, 23,72 dan 47,43 mg/kgBB, masing-masing memberikan prosen antiinflamasi sebesar 19,12%, 36,31% dan 63,31h yang relatif sama dengan daya antiinflamasi asetosal.SARAN

Berdasarkan penelitian antiinflamasi lendir bekicot (Achantim &liw Fer.) yang telah dilakukan, perlu disarankan hal-ha1 sebagai berikut : 1 Menguji daya analgetik dari lendir . bekicot (Adrsniiha &libFer.). 2. Menguji daya antiinflamasi dan analgetik dari ekstrak daging bekicot (Achantim &I& Fer.). 3. Membuat sediaan kering bekicot (Achantina && Fer.) serta menguji I daya antiinflamasi dan analgetik dari bekicot yang telah dikeringkan tersebut. 4. Membuat serbuk fraksi pemisahan lendir bekicot serta menguji daya antiinflamasi serta analgetiknya. 5. Menguji kandungan lendir dan daging bekicot (Adtantiha &/ka Fer.) secara lebih spesifik.DAFTAR PUSTAKABonta IL, 3 BNne R. 1977. In-trim : M~~ and 7Wr I p c c Mw. mat m 1722. Bilkhauser verlay, Basel. Emwvatr I.1994. Pemisahan Lendir Bekicot Serta Uji Mikrobiologi Fraksi Hasil Pemisahan Temadap W d r i a & s&@mus haemditibs dan , and& dhtmssecara In V . SMpsi. Fakultas i m Fannasi, UGM, Yogyakarta. Ibrahim F, Azlzahwati, K m r y a n i H. 1997. E M Eksbak Air dan Eksbak Etanol Daging Bekicot

Kongres Ilmiah Ikatan Sarjana Fannasi Indonesia XI11 Tahun 2000 157( m n t i i w ti11k-a Fer.) Temadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Pubih. RvSbing 55'mparrumkneL/tlan 6bhan A W I WI. Hal. 4437. Perhimpunan Pendian Bahan Alami, Bogor. Langford FD, Hdrnes PA, Ernele JF. 1972. Obpctiw Method for Evaluation of Analgesia Antiinflammatory Activity. J PYlann. W. 61 (1). . p. 75-7. Price SA dan Wilson LM. 1995. P a t o / i m L Diterjemahkan oleh Anugerah P. Edisi 4. Buku I. Hal. 36-57. EGC, Jakarta. Sunari S. 1994. Uji Mikro Fraksi-fraksi Hasil Pemisahan Lendir Bekimt Temadap S31hod& mi. k%e&mms amgiiwsa dan O M d n a . Skripsi. Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta.