analisis vegetasi hutan lindung tagafura di kota tidore
TRANSCRIPT
426
OPEN ACCES
Vol. 13 No. 2: 426-434 Oktober 2020
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal AgribisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.426-434
Analisis Vegetasi Hutan Lindung Tagafura di Kota Tidore Kepulauan
(Vegetation Analysis of the Tagafura Forest Park in Tidore Island)
Sabaria Niapele1 dan Tamrin Salim1
1 Dosen Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Nuku. Tidore-Indonesia, Email : [email protected] ;
[email protected] Info Artikel:
Diterima: 06 Nov. 2020
Disetujui: 25 Nov. 2020
Dipublikasi: 30 Nov. 2020
Reserch Article
Keyword:
Vegetation Analysis, Forest
Fark, INP
Korespondensi:
Sabaria Niapele
Universitas Nuku. Tidore,
Indonesia
Email: [email protected]
Copyright© Oktober 2020
AGRIKAN
Abstrak. Keberadaan Hutan Lindung Tagafura sebagai hutan penutupan vegetasi sangatlah penting untuk
dijaga dan dilestarikan keberadaannya, karena sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia di muka
bumi. Dimana fungsinya dapat memberikan perlindungan pada kawasan sekitarnya sebagai pengaturan tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah. Potensi sumber daya hutan yang
terdapat di kawasan hutan lindung tagafura sangat melimpah, namun belum seluruhnya diketahui struktur
dan komposisi yang terdapat pada kawasan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka menjadi dasar
pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis vegetasi di Kawasan Hutan Lindung
Tagafura Kota Tidore Kepulaua degan tujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi pada
Kawasan Hutan Lindung Tagafura dan diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah daerah untuk
mengambil kebijakan dalam pengelolaan Hutan Lindung Tagafura. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini untuk Penempatan petak ukur dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan metode
kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak.Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan rumus kerapatan dan kerapatan relatife, Dominasi dan dominasi relatife, frekuensi dan
frekuensi relatife, dan Indeks Nilai Penting (INP). Struktur hutan yang ditemukan pada Kawasan Hutan
Lindung Tagafura meliputi 25 jenis yang terdiri dari semai 15 jenis, pancang 10 jenis, tiang 13 jenis dan
pohon 12 jenis. Komposisi jenis yang mendominasi semua tingkat pertumbuhan berdasarkan nilai INP yaitu
jenis (1). Augenia aromatic dengan nilai INP pada semai sebesar 45,49, INP pancang sebesar 18,05. INP
tiang sebesar 23.67, INP pohon sebesar 132.08 , (2). Myristica fragrans, INP pada semai sebesar 31,44, INP
pancang sebesar 15,11, INP tiang sebesar 30,27, INP pohon sebesar 47,25, (3). Gnetum gnemo INP pada
semai sebesar 19,48, INP pancang sebesar 24,21, INP tiang sebesar 49,92, INP pohon sebesar 10,83, (4).
Arenga Pinnata INP semai sebesar 18,13, INP pancang sebesar 36,11, INP tiang sebesar 24,04, INP pohon
sebesar 17,51 dan (5). Cinnamomum verum INP pada semai sebesar 11,84, INP pancang sebesar 33,17, INP
tiang sebesar 26,42, INP pohon sebesar 7,36.
Abstract. The existence of Forest park vegetation in Tagafura as the vegetation cover are important to be
maintain and preserved, since it’s effective for the human live on the earth. The function of this forest park is
to defend the field around the forest in several ways such as, the water cycle, avoid the flood, erosion scheming
and the soil fruitfulness keeper. The Tagafura Forest Park has a lot of natural resource, but the structure and
the composition of the field are not completely found yet. Based on the the statement above the Researcher are
interested to conduct the research entitled “ VEGETATION ANALYSIS OF THE TAGAFURA FOREST
PARK IN TIDORE ISLAND to know about the structure and the composition of the vegetation in the Forest
park of Tagafura and be able to being as the government substance while made a decision about the Forest park.
This research used purposive sampling with a combination of to track and double plot to placement the plot.
The data then analyzing used the density and relative density formula, domination and relative domination
formula, frequency and relative frequency formula and The Importance Value Index (INP). Based on the
research result, the data was founded that the forest has 25 structures include 15 types of Seedlings, 10 type of
Stakes, 13 type of poles and 12 types of tress. The domination of the composition type amount the growth
based on the INP is (1). Augenia aromatic with the INP in Seedling are 45,49. INP for Stand are 18,05. INP
for the are 23,67 and the INP for the trees are 132.08. (2). Myristica fragrans has the INP for the seedlings are
31.44. INP for Stand are 15.11. INP for the poles are 30.27 and the INP for the trees are 47.25. (3). Gnetum
gnemo has the INP for the seedlings are 19,48. INP for Stand are 24.21. INP for the poles are 49.92 and the
INP for the trees are 10.83. (4). Arenga Pinnata has the INP for the seedlings are 18,13. INP for Stand are
36.11. INP for the poles are 24.04 and the INP for the trees are 17.51. (5). Cinnamomum verum has the INP
for the seedlings are 11.84. INP for Stand are 33.17. INP for the poles are 26.42 and the INP for the trees are
7.36.
I. PENDAHULUAN
Kawasan hutan Propinsi Maluku Utara
yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri
Kehutanan RI Nomor SK.302/Menhut-II/2013
Tanggal 1 Mei 2013 adalah seluas ± 2.515.220 ha.
Luas kawasan ini mencakup Kawasan Suaka Alam
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
427
(KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
seluas ± 218.499 hektar, Kawasan hutan Lindung
(HL) seluas ± 584.058 hektar, Kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HTP) seluas ± 666..851 hektar,
Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas ± 481.730
hektar dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat
Dikonversi (HPK) seluas 564.082 hektar.[1]
Salah satu kawasan hutan yang ditetapkan
berdasarkan SK Menhut No. 302 Tahun 2013
terdapat di Kota Tidore Kepulauan, dimana salah
satunya adalah Kawasan Hutan Lindung.
Keberadaan Hutan Lindung sebagai hutan
penutupan vegetasi sangatlah penting untuk
dijaga dan dilestarikan keberadaannya, karena
sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup
manusia di muka bumi. Dimana fungsinya dapat
memberikan perlindungan pada kawasan
sekitarnya sebagai pengaturan tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara
kesuburan tanah
Berdasarkan peta lampiran SK No.
302/Menhut-II/2013 tentang Kawasan Hutan
Maluku Utara terdapat Kawasant Hutan Lindung
Tagafura yang terletak di wilayah Kota Tidore
Kepulauan dengan luasanya secara digital seluas ±
2.181 hektar. Dimana tutupan lahan hutannya
terdiri dari Hutan Lahan Kering ± 702,73 hektar,
semak belukar ± 610,87 hektar, dan pertanian
lahan kering seluas ± 867,40 hektar.
Keberadaan Hutan Lindung Tagafura
sebagai hutan penutupan vegetasi sangatlah
penting untuk dijaga dan dilestarikan
keberadaannya, karena sangat bermanfaat untuk
kelangsungan hidup manusia di muka bumi.
Dimana fungsinya dapat memberikan
perlindungan pada kawasan sekitarnya sebagai
pengaturan tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan
tanah
Fungsi Hutan Lindung Tagafura sangat
ditentukan oleh vegetasi yang menutupi kawasan
hutan tersebut dimana keberadaan vegetasi dapat
digambarkan dengan menganalisa struktur
vegetasi.[2]. Analisis vegetasi merupakan suatu
cara mempelajari susunan atau komposisi jenis
dalam bentuk struktur atau struktur vegetasi. Oleh
karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam
analisis vegetasi adalah untuk mengetahui
komposisi dan struktur vegetasi pada suatu
kawasan.
Potensi sumber daya hutan yang terdapat di
kawasan hutan lindung tagafura sangat melimpah,
namun belum seluruhnya diketahui struktur dan
komposisi yang terdapat pada kawasan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka menjadi
dasar pertimbangan peneliti untuk melakukan
penelitian dengan judul Analisis vegetasi di
Kawasan Hutan Lindung Tagafura Kota Tidore
Kepulaua degan tujuan untuk mengetahui
struktur dan komposisi vegetasi pada Kawasan
Hutan Lindung Tagafura dan diharapkan dapat
menjadi pertimbangan untuk kebijakan
pengelolaan Hutan Lindung Tagafura.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Hutan
Lindung Tagafura Kota Tidore Kepulauan
yang direncanakan pada Tahun 2020
2.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu: Kompas, GPS, Phi Band, Haga Meter,
Rol Meter, Tally Sheet, Tali RafiaKamera dan
Alat Tulis
2.3. Prosedur Penelitian
1. Penentuan Petak Pengamatan
Petak pengamatan pada areal hutan
lindung tagafura dengan menggunakan metode
stratified sampling ( sampling berlapis). Dalam
cara sampling ini populasi yang heterogen
dipisah-pisahkan menjadi beberapa kelompok
yang masing-masing mempunyai mempunyai
ragam yang lebih kecil dibanding dengan
ragam populasinya. [14]. Dimana petak
pengamatan dibagi menjadi stratum
berdasarkan arah mata angin yaitu: Utara,
Timur, Selatan, dan Barat,
2. Penentuan Petak Ukur
Penempatan petak ukur dilakukan secara
purposive sampling denganmenggunakan
metode kombinasi antara metode jalur dan
garis berpetak dengan jumlah petak untuk
setiap stratum sebanyak 5 petak sehingga
jumlah keseluruhan petak ukur yang
digunakan sebanyak 20 buah petak ukur.
3. Pembuatan Petak Ukur
Petak yang dibuat berbentuk bujur
sangkar dengan luas 1 petak ukur (PU) 0.04 Ha
(20 meter x 20 meter) untuk pengamatan tingkat
pohon, (10 meter x 10 meter) untuk pengamatan
tingkat tiang, (5 meter x 5 meter) untuk
pengamatan tingkat sapihan dan (2 meter x 2
meter) untuk pengamatan tingkat semai
4. Pengambilan Data
Dalam setiap petak ukur dilakukan
pengamatan terhadap tingkat pohon, tiang,
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
428
sapihan dan semai. Parameter yang diamati
meliputi: jenis, jumlah individu yang ada dan
parameter diameter dan tinggi untuk tingkat
pohon dan tiang.
2.4. Analisis Data
Data vegetasi yang telah terkumpul
kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan
jenis (K), kerapatan relatife (KR), dominasi jenis
(D), dominasi relative (DR), frekwensi jenis (F),
frekwensi relative (FR), serta indeks nilai penting
(INP) menggunakan rumus Mueller-Dombais dan
Ellenberg sebagai berikut:[15]
100%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan
Lindung Tagafura Kota Tidore Kepulauan
Maluku Utara. Berdasarkan hasil analisis vegetasi
yang dilakukan di Kawasan Hutan Lindung Kie
Matubu ditemukan sturktur vegetasi meliputi
semai, pancang, tiang dan pohon sebanyak 25
jenis. Berikut komposisi jenis tingkat semai dan
pancang dapat dilihat pada diagram (Gambar 1
dan Gambar 2.
Gambar 1. Diagram Komposisi Jenis Pada Tingkat Semai
Diagram 2. Komposisi Jenis Tingkat Pancang
429
Berdasarkan diagram diatas diketahui
bahwa pada tingkat semai jenis Augenia aromatica
dan Myristica fragrans merupakan jenis yang
paling banyak ditemukan di kawasan Hutan
Lindung Tagafura pada tingkat semai bila
dibandingkan dengan jenis yang lainnya.
Sedangkan pada tingkat pancang diketahui bahwa
jenis Pania sp merupakan spesies yang paling
banyak pada tingkat pancang, selanjutnya Arenga
pinata, Cinnamomun verum dan Gnetum gnemo.
Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa
masyarakat yang tinggal disekitar Hutan Lindung
Tagafura sebagian besar memanfaatkan jenis
Pania sp, Arenga pinata, Cinnamomun verum dan
Gnetum gnemo untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari. Menurut Sutisna (1972) dalam Faisal
(2013) bahwa keberadaan suatu jenis ditentukan
oleh beberapa faktor antara lain: 1). Habitat akan
mengadakan seleksi terhadap jenis yang mampu
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
setempat, 2). Waktu dengan sendirinya diperlukan
untuk mantapnya mengatasi hal ini. Dengan
berjalannya waktu, vegetasi tumbuh dengan
keadaan stabil. 3). Komposisi suatu vegetasi
ditentukan pula adanya kesempatan suatu jenis
untuk mengembangkan diri. Berdasarkan hasil
analisis data diketahui struktur vegetasi di Hutan
Lindung Kie Matubu pada tingkat semai dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Struktur Vegetasi Tingkat Semai Yang Ditemukan di Hutan Lindung Tagaura
Spesies Famili Nama Latin KR FR INP
Pala Myristicaceae Myristica fragrans 18.10 13.33 31.44
Beringin Moraceae Ficus benjamina 0.86 3.33 4.20
Biji Kala Zingiberaceae pania sp 6.47 6.67 13.13
Rotan Calamus axillaris Palmae 0.43 1.67 2.10
Pinang Arecaceae Area catechu 4.31 5.00 9.31
Cengkih Myristicaceae Augenia aromatic 27.16 18.33 45.49
Melinjo Gnetaceae Gnetum gnemo 9.48 10.00 19.48
Awar-awar Moraceae Ficus septic 1.29 3.33 4.63
Aren Arecaceae Arenga pinnata 6.47 11.67 18.13
Kayu Manis Lauraceae Cinnamomum verum 5.17 6.67 11.84
Siri Hutan Piperaceae Piper betle 3.45 3.33 6.78
Durian Welfaceae Durio zibethinus 2.16 5.00 7.16
Temulawak Zingiberaceae Curcuma zanthorrhiza 2.59 3.33 5.92
Daun Gatal Urticaceae Lapertea aestuans 1.29 3.33 4.63
Tumbuhan Paku Lomaiopsidaceae Nephrolepis biserrata 10.78 5.00 15.78
Sumber: Data Primer 2020
Gambar 3. Diagram Nilai INP Tingkat Semai
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
430
Berdasarkan tabel 1 dapat dibuat diagram
perbandingan nilai INP tingkat semai pad Gambar
3, dimana berdasarkan diagram diatas diketahui
bahwa nilai INP tertinggi pada tingkat semai yaitu
jenis Augenia aromaticsebesar 45,49, dimana nilai
kerapatan relatife tertinggi sebesar 27,16 % dan
frekuensi relatife sebesar 18,33 %. Menurut
Sutisna (1998) mengatakan bahwa semakin banyak
individu dan semakin tinggi frekuensi relatife
suatu jenis maka hal ini menunjukan jenis
tersebut merata di suatu areal. Berdasarkan hasil
penelitian di lapangan diketahui nilai kerapatan
relatife jenis Augenia aromaticmemiliki
nilaitertinggi tetapi nilai frekuensi relatife rendah
hal ini menujukan bahwa jenis Augenia aromatic
tidak merata pada semua petak penelitian.
Berbeda dengan jenis Arenga Pinnata dimana jenis
tersebut memiliki nilai kerapatan relatifnya
rendah tetapi nilai frekuensi relatifnya tinggi. Hal
ini menunjukan bahwa jenis Arenga pinnata
jumlahnya sedikit tetapi terdapat di beberapa
petak penelitian. Hasil analisis data diketahui
struktur vegetasi pada tingkat pancang dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Struktur Vegetasi Tingkat Pancang yang ditemukan di Hutan Lindung Tagafura
Family Nama Latin KR FR INP
Myristicaceae Myristica fragrans 9.23 5.88 15.11
Sterculiaceae Theobroma cacao 3.08 2.94 6.02
Lauraceae Cinnamomum verum 18.46 14.71 33.17
Gnetaceae Gnetum gnemo 15.38 8.82 24.21
Moraceae Ficus benjamina 3.08 2.94 6.02
Zingiberaceae pania sp 21.54 26.47 48.01
Arecaceae Arenga Pinnata 18.46 17.65 36.11
Myristicaceae Augenia aromatic 9.23 8.82 18.05
Urticaceae Lapertea aestuans 0.77 2.94 3.71
Arecaceae Area catechu 0.77 8.82 9.59
Sumber: Data Primer 2020
Gambar 4. Nilai INP Tingkat Pancang
Berdasarkan tabel 2 dapat dibuat diagram
perbandingan nilai INP tingkat pancang pada
Gmambar 4., dimana berdasarkan tabel diatas
menunjukan bahwa jenis Pania sp memiliki nilai
INP tertinggi sebesar 48,01 dengan nilai kerapatan
relatife yang tertinggi yaitu sebesar 21,54% dan
nilai frekuensi relatife yang juga tertinggi yaitu
sebesar 26,47%, hal ini menunjukan bahwa jenis
pania memiliki jumlah yang banyak dan tersebar
di beberapa petak ukur sedangkan jenis
Theobroma cacaodan Ficus benjamina memiliki
nilai kerapatan relatife yang rendah yaitu sebesar
3,08% dan juga nilai frekuensi relatife yang rendah
yaitu sebesar 2,94%, hal ini menunjukan bahwa
jenis tersebut banyak tetapi tidak menyebar di
petak pengamatan.
Hasil analisis data menunjukan bahwa
struktur vegetasi tingkat tiang dapat dilihat pada
tabel 3.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
431
Tabel 3. Struktur Vegetasi Tingkat Tiang Yang Ditemukan di Hutan Lindung Tagaura
Famili Nama Latin KR FR DR INP
Gnetaceae Gnetum gnemo 16.67 21.88 11.37 49.92
Rubiaceae Anthocephalus macrophyllus 2.38 3.13 1.28 6.79
Moraceae Ficus benjamina 2.38 3.13 12.84 18.35
Arecaceae Arenga Pinnata 9.52 9.38 5.14 24.04
Myristicaceae Augenia aromatic 7.14 6.25 10.28 23.67
Arecaceae Area catechu 33.33 25.00 25.69 84.02
Arecaceae Cocos nucifera 2.38 3.13 1.28 6.79
Myristicaceae Myristica fragrans 11.90 9.38 8.99 30.27
Lauraceae Cinnamomum verum 4.76 6.25 15.41 26.42
Malvaceae Durio zibethinus 2.38 3.13 3.85 9.36
Moraceae Artocarpus heterophyllus 2.38 3.13 1.28 6.79
Fabaceae Laucaena leococephala 2.38 3.13 1.28 6.79
Lauraceae Persea americana 2.38 3.13 1.28 6.79
Sumber: Data Primer 2020
Gambar 5. Diagram Nilai INP Tingkat Tiang
Berdasarkan tabel 3 dapat dibuat diagram
perbandingan nilai INP tingkat tiang seperti pada
Gambar 5. Tabel 3 menunjukan bahwa jenisArea
catechu memiliki nilai kerapatan relatife yang
tinggi dan nilai frekuensi relatife yang juga tinggi
hal ini menunjukan bahwa jenis tersebut memiliki
jumlah yang banyak dan tersebar di beberapa
petak ukur sedangkan jenis Anthocephalus
macrophyllus, Cocos nucifera, Artocarpus
heterophyllus, Laucaena leococephala, Persea
americana memiliki nilai kerapatan relatife yang
rendah dan frekuensi relatife yang rendah juga.
Kerapatan relatife dan frekuensi yang rendah
menunjukan bahwa jenis tersebut jumlahnya
sangat sedikit dan penyebaranya sangat rendah.
Berdasarkan hasil analisi data diketahui
nilai INP tingkat Pohon yang dapat dilihat pada
tabel 4 dan Gambar 5. Selanjutnya Tabel 5
menunjukan bahwa jenis Augenia aromatic
memiliki nilai INP pohon tertinggi yaitu sebesar
132,08 dengan nilai kerapatan relatife yang tinggi
yaitu sebesar 45,24% dan nilai frekuensi relatife
yang juga tinggi yaitu sebesar 27,59% dan nilai
dominasi relatife yang tinggi yaitu sebesar 59,26% ,
hal ini menunjukan bahwa jenis tersebut memiliki
jumlah yang banyak dan tersebar di beberapa
petak ukur dan merupakan jenis yang paling
dominan. Sedangkan jenis memiliki nilai
kerapatan relatife yang rendah yaitu sebesar
2,38%,frekuensi relatife yang rendah yaitu sebesar
3,45 dan tingkat dominasi yang paling rendah
yaitu sebesar 1,26%.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
432
Tabel 4. Struktur Vegetasi Tingkat Pohon Yang Ditemukan di Hutan Lindung Tagaura
Spesies Famili Nama Latin KR FR DR INP
Cengkih Myristicaceae Augenia aromatic 45.24 27.59 59.26 132.08
Mangga Anacardiaceae Mangifera 2.38 3.45 1.37 7.19
Pala Myristicaceae Myristica fragrans 16.67 20.69 9.90 47.25
Alvukad Lauraceae Persea americana 2.38 3.45 2.50 8.33
Lamtoro Fabaceae Laucaena leococephala 4.76 6.90 4.10 15.75
Durian Malvaceae Durio zibethinus 4.76 6.90 2.66 14.32
Sagu Arecaceae Metroxylon sagu 2.38 3.45 1.26 7.09
Samama Rubiaceae A. macrophyllus 4.76 6.90 2.89 14.55
Beringin Moraceae Ficus benjamina 4.76 6.90 6.08 17.73
melinjo Gnetaceae Gnetum gnemo 4.76 3.45 2.62 10.83
Aren Arecaceae Arenga Pinnata 4.76 6.90 5.85 17.51
Kayu Manis Lauraceae Cinnamomum verum 2.38 3.45 1.53 7.36
Gambar 6. Diagram Nilai INP Tingkat Pohon
Tabel 5. Nilai INP Tingkat Semai, Pancang, Tiang Dan Pohon
No Nama Spesies Semai Pancang Tiang Pohon
1 Myristica fragrans 31.44 15.11 30.27 47.25
2 Ficus benjamina 4.20 - - -
3 Pania sp 13.13 48.01 - -
4 Palmae 2.10 - - -
5 Area catechu 9.31 9.59 84.02 -
6 Augenia aromatic 45.49 18.05 23.67 132.08
7 Gnetum gnemo 19.48 24.21 49.92 10.83
8 Ficus septic 4.63 - - -
9 Arenga Pinnata 18.13 36.11 24.04 17.51
10 Cinnamomum verum 11.84 33.17 26.42 7.36
11 Piper betle 6.78 - - -
12 Durio zibethinus 7.16 - 9.36 14.32
13 Curcuma zanthorrhiza 5.92 - - -
14 Lapertea aestuans 4.63 3.71 - -
15 Nephrolepis biserrata 15.78 - - -
16 Theobroma cacao - 6.02 - -
17 Ficus benjamina - 6.02 18.35 -
18 Anthocephalus macrophyllus - - 6.79 14.55
19 Ficus benjamina - - - 17.73
20 Cocos nucifera - - 6.79 -
21 Artocarpus heterophyllus - - 6.79 -
22 Laucaena leococephala - - 6.79 15.75
23 Persea Americana - - 6.79 8.33
24 Mangifera - - - 7.19
25 Metroxylon sagu - - - 7.09
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
433
Berdasarkan tabel 5 dari hasil perhitungan
INP maka semua tingkat pertumbuhan yaitu
semai, pancang, tiang dan pohon ditemukan jenis
yang dominan pada semu tingkat pertumbuhan
dengan nilai INP tertinggi yaitu Augenia aromatic,
Myristica fragrans, Gnetum gnemo, Arenga
Pinnatadan Cinnamomum verum. Jenis yang
dominan pada semua tingkat pertumbuhan hal ini
disebabkan karena jenis tersebut mampu bersaing
dengan jenis yang lainnya baik itu persaingan
unsur hara, cahaya, tempat tumbuh, air, oksigen
maupun unsur yang lainnya. Berdasarkan
pengamatan di lapangan bahwa masyarakat yang
tinggal disektar Hutan Lindung Tagafura pada
umumnya memanfaatkan jenis Augenia aromatic,
Myristica fragrans, Gnetum gnemo, Arenga Pinnata
dan Cinnamomum verum sebagai sumber
penghasilan masyarakat setemapat.
IV. PENUTUP
Berdasarkan hasilpenelitian yang dilakukan
di Kawasan Hutan Lindung Tagafuradapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur hutan yang ditemukan pada Kawasan
Hutan Lindung Tagafura meliputi 25 jenis yang
terdiri dari semai 15 jenis, pancang 10 jenis,
tiang 13 jenis dan pohon 12 jenis
2. Komposisi jenis yang mendominasi semua
tingkat pertumbuhan berdasarkan nilai INP
yaitu jenis (1). Augenia aromatic dengan nilai
INP pada semai sebesar 45,49, INP pancang
sebesar 18,05. INP tiang sebesar23.67, INP
pohon sebesar132.08 , (2). Myristica
fragrans,INP pada semai sebesar 31,44, INP
pancang sebesar 15,11, INP tiang sebesar 30,27,
INP pohon sebesar 47,25, (3). Gnetum gnemoINP
pada semai sebesar 19,48, INP pancang sebesar
24,21, INP tiang sebesar 49,92, INP pohon
sebesar 10,83, (4). Arenga Pinnata INP semai
sebesar 18,13, INP pancang sebesar 36,11, INP
tiang sebesar 24,04, INP pohon sebesar 17,51dan
(5).Cinnamomum verum INP pada semai sebesar
11,84, INP pancang sebesar 33,17, INP tiang
sebesar 26,42, INP pohon sebesar 7,36.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
maka disarankan untuk perlu dilakukan
penelitian yang lebih lanjut di Kawasan Hutan
Lindung Tagafura pada beberapa titik ketinggian
agar keanekaragaman hayati tumbuhan yang
diketahui lebih beragam.
REFERENSI
Anonim, 2013. Surat Keputusan Mentri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 302/Menhut-II/2013 Tentang
Kawasan Hutan Propinsi Maluku Utara. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Direktorat Bina Program Kehutanan. 1981. Kumpulan Surat Keputusan.
Fisal, N. 2013. Analisis Vegetasi Tingkat Pancang dan Tiang di Tman Nasional Aktajawe Lolobata (Studi
Kasus Blok Tayawi Kecamatan Oba, Kota Tidore Kepulauan). Skripsi mahasiswa Fapertahut
Universitas Nuku. Halmahera Tengah.
Haris, R. 2014. Keanekaragaman Vegetasi dan Satwa Liar Hutan Mangrove. Jurnal Bionature, 15
Indriyanto, 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Indiarto, 2005. Dendrologi. Bandar Lampung: Universitas Lampug.
Indriyanto, 2008. Pengantar Budidaya Hutan: Bumi Aksara.
Kadri, W. dkk, 1992. Manual Kehutanan. Jakarta: Depaartemen Kehutanan Republik Indonesi
Kusmana, 1977. Metode Survei Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Maridi, Saputra A., dan Agustina P, 2015. Analisis Struktu Vegetasi di Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali, Jurnal Bioedukasi Vol 8. No 1 . Halaman 28-42. ISSN: 1693-2654
Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
434
Soerianegara, T. 1972. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Management Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
Soerianegara, I. Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Indonesia. Fakultas
Kehutanan. Institut Petanian Bogor. Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Kehutanan. Jakarta: Depatemen Kehutanan
dan Perkebunan.