analisis sinyal

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Sistem komunikasi HF yang bekerja pada rentang frekuensi 3-30 MHz mampu mencapai jarak ribuan kilometer dengan menggunakan lapisan ionosfer sebagai media propagasi. Namun sistem komunikasi dipengaruhi oleh variasi kondisi lapisan ionosfer sepanjang hari selama siang dan malam serta gangguan pada lapisan ionosfer khususnya di daerah khatulistiwa yang disebut Equatorial Spread-F (ESF). Fenomena ini berpotensi menyebabkan delay spread dan variasi waktu yang lebih besar dibanding dengan daerah-daerah pada garis lintang yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dilakukan implementasi sistem pengukuran respon impuls untuk menganalisis karakteristik kanal HF pada lintasan Surabaya – Merauke. Parameter yang digunakan dalam karakterisasi kanal HF yaitu power delay profile untuk mengetahui nilai statistik delay spread dari daya terima. Pengolahan data dilakukan denga proses korelasi silang antara sinyal yang dikirim berupa Pseudo Random Binary Sequence (PRBS) dengan sinyal yang diterima berupa sinyal kompleks Inphase dan Quadrature I+jQ. Probabilitas daya noise yang berada di atas level threshold ditentukan sebesar 5%. Nilai threshold digunakan untuk mitigasi noise sehingga diharapkan respon impuls yang diperoleh sama dengan sinyal terima. Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan nilai rata-rata rms delay pada rentang pengukuran malam hingga dini hari lebih besar dibandingkan rms delay pada siang hingga sore hari. Berdasarkan uji distribusi, sinyal yang telah melewati kanal HF diasumsikan terdistribusi rayleigh. Kata Kuncidelay spread, karakterisasi kanal, respon impuls, power delay profile, sistem pengukuran HF. I. PENDAHULUAN istem komunikasi High Frequency (HF) telah dikembangkan sejak tahun 1950-1960 sebagai tulang punggung sistem komunikasi jarak jauh [1]. Di samping sebagai solusi alternatif sistem komunikasi satelit yang mahal, sistem komunikasi HF memiliki kemampuan untuk mengakses daerah terpencil atau pulau-pulau yang sulit dijangkau oleh sistem komunikasi kabel. Sistem komunikasi HF dengan menggunakan pita lebar dapat dimanfaatkan sebagai pendukung infrastruktur sistem komunikasi berkualitas tinggi yang handal seperti komunikasi darurat (misalnya peringatan bencana dini, search and rescue, dan lain-lain), penyampaian informasi medis untuk jasa pelayanan kesehatan, e-learning ,dan sebagainya [2]. Sistem komunikasi HF yang bekerja pada rentang frekuensi 3-30 MHz sangat dipengaruhi oleh kondisi ionosfer karena fungsi dari lapisan ionosfer sebagai reflektor gelombang radio HF. Namun terdapat variasi kondisi lapisan ionosfer dalam satu hari selama siang dan malam seperti yang ditunjukan pada gambar 1. serta gangguan pada lapisan ionosfer khususnya di daerah khatulistiwa yang disebut Equatorial Spread-F (ESF). Fenomena ini berpotensi menyebabkan delay spread dan variasi waktu yang lebih besar dibanding dengan daerah- daerah pada garis lintang yang lebih tinggi. Berdasarkan literatur, terdapat banyak pendekatan yang dapat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik kanal HF pita lebar. Pada penelitian sebelumnya, pada lintang tengah Amerika, dipelajari karakteristik kanal komunikasi HF yang dilakukan melalui pengukuran pada lintasan sejauh 3000 km [4]. Pada lintang tengah Amerika dan Asia Barat Daya diteliti parameter karakteristik kanal yaitu delay spread dan doppler spread, kemudian dipelajari juga fungsi autokorelasi dan fungsi distribusi dari parameter-parameter tersebut [4],[5]. Sayangnya, penelitian karakteristik kanal HF di garis khatulistiwa seperti Indonesia masih belum banyak disebutkan. Di dalam makalah ini, dilaporkan pengukuran respon impuls kanal HF pada lintasan Surabaya – Merauke sejauh 3036 km untuk mengetahui karakteristik kanal HF. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai perancangan sistem pengukuran termasuk parameter-parameter yang diperlukan pada sistem pengukuran. Selanjutnya, menentukan pengolahan data pengukuran untuk mendapatkan parameter model kanal seperti power delay profile dari daya terima. Dalam perancangan sistem komunikasi HF, pengetahuan mengenai karakteristik kanal HF menjadi sangat penting. Dengan mengetahui karakteristik kanal HF yang tepat, kita dapat mencapai kinerja sistem komunikasi yang lebih baik. Karakterisasi Kanal Radio Sistem Komunikasi High Frequency (HF) pada Lintasan Surabaya - Merauke Nisa Awaliyah, Prasetiyono Hari Mukti, dan Gamantyo Hendrantoro Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected], [email protected] S Gambar 1. Lapisan ionosfer [3]

Upload: ahmad-al-imbron

Post on 16-Feb-2016

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Analisis Sinyal

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Sinyal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

1

Sistem komunikasi HF yang bekerja pada rentang frekuensi 3-30 MHz mampu mencapai jarak ribuan kilometer dengan menggunakan lapisan ionosfer sebagai media propagasi. Namun sistem komunikasi dipengaruhi oleh variasi kondisi lapisan ionosfer sepanjang hari selama siang dan malam serta gangguan pada lapisan ionosfer khususnya di daerah khatulistiwa yang disebut Equatorial Spread-F (ESF). Fenomena ini berpotensi menyebabkan delay spread dan variasi waktu yang lebih besar dibanding dengan daerah-daerah pada garis lintang yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dilakukan implementasi sistem pengukuran respon impuls untuk menganalisis karakteristik kanal HF pada lintasan Surabaya – Merauke. Parameter yang digunakan dalam karakterisasi kanal HF yaitu power delay profile untuk mengetahui nilai statistik delay spread dari daya terima. Pengolahan data dilakukan denga proses korelasi silang antara sinyal yang dikirim berupa Pseudo Random Binary Sequence

(PRBS) dengan sinyal yang diterima berupa sinyal kompleks Inphase dan Quadrature I+jQ. Probabilitas daya noise yang berada di atas level threshold ditentukan sebesar 5%. Nilai threshold digunakan untuk mitigasi noise sehingga diharapkan respon impuls yang diperoleh sama dengan sinyal terima. Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan nilai rata-rata rms delay pada rentang pengukuran malam hingga dini hari lebih besar dibandingkan rms delay pada siang hingga sore hari. Berdasarkan uji distribusi, sinyal yang telah melewati kanal HF diasumsikan terdistribusi rayleigh.

Kata Kunci— delay spread, karakterisasi kanal, respon impuls,

power delay profile, sistem pengukuran HF.

I. PENDAHULUAN istem komunikasi High Frequency (HF) telah dikembangkan sejak tahun 1950-1960 sebagai tulang

punggung sistem komunikasi jarak jauh [1]. Di samping sebagai solusi alternatif sistem komunikasi satelit yang mahal, sistem komunikasi HF memiliki kemampuan untuk mengakses daerah terpencil atau pulau-pulau yang sulit dijangkau oleh sistem komunikasi kabel. Sistem komunikasi HF dengan menggunakan pita lebar dapat dimanfaatkan sebagai pendukung infrastruktur sistem komunikasi berkualitas tinggi yang handal seperti komunikasi darurat (misalnya peringatan bencana dini, search and rescue, dan lain-lain), penyampaian informasi medis untuk jasa pelayanan kesehatan, e-learning

,dan sebagainya [2]. Sistem komunikasi HF yang bekerja pada rentang frekuensi

3-30 MHz sangat dipengaruhi oleh kondisi ionosfer karena fungsi dari lapisan ionosfer sebagai reflektor gelombang radio

HF. Namun terdapat variasi kondisi lapisan ionosfer dalam satu hari selama siang dan malam seperti yang ditunjukan pada gambar 1. serta gangguan pada lapisan ionosfer khususnya di daerah khatulistiwa yang disebut Equatorial Spread-F (ESF). Fenomena ini berpotensi menyebabkan delay spread dan variasi waktu yang lebih besar dibanding dengan daerah-daerah pada garis lintang yang lebih tinggi.

Berdasarkan literatur, terdapat banyak pendekatan yang

dapat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik kanal HF pita lebar. Pada penelitian sebelumnya, pada lintang tengah Amerika, dipelajari karakteristik kanal komunikasi HF yang dilakukan melalui pengukuran pada lintasan sejauh 3000 km [4]. Pada lintang tengah Amerika dan Asia Barat Daya diteliti parameter karakteristik kanal yaitu delay spread dan doppler

spread, kemudian dipelajari juga fungsi autokorelasi dan fungsi distribusi dari parameter-parameter tersebut [4],[5]. Sayangnya, penelitian karakteristik kanal HF di garis khatulistiwa seperti Indonesia masih belum banyak disebutkan.

Di dalam makalah ini, dilaporkan pengukuran respon impuls kanal HF pada lintasan Surabaya – Merauke sejauh 3036 km untuk mengetahui karakteristik kanal HF. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai perancangan sistem pengukuran termasuk parameter-parameter yang diperlukan pada sistem pengukuran. Selanjutnya, menentukan pengolahan data pengukuran untuk mendapatkan parameter model kanal seperti power delay profile dari daya terima. Dalam perancangan sistem komunikasi HF, pengetahuan mengenai karakteristik kanal HF menjadi sangat penting. Dengan mengetahui karakteristik kanal HF yang tepat, kita dapat mencapai kinerja sistem komunikasi yang lebih baik.

Karakterisasi Kanal Radio Sistem Komunikasi High

Frequency (HF) pada Lintasan Surabaya - Merauke

Nisa Awaliyah, Prasetiyono Hari Mukti, dan Gamantyo Hendrantoro Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected], [email protected]

S

Gambar 1. Lapisan ionosfer [3]

Page 2: Analisis Sinyal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

2

II. IMPLEMENTASI SISTEM PENGUKURAN

A. Prosedur Implementasi Pengukuran

Secara garis besar, langkah-langkah implementasi sistem pengukuran terdiri dari penentuan parameter pengukuran termasuk menentukan frekuensi kerja dan perhitungan link budget. Setelah parameter pengukuran ditentukan, dilakukan perancangan sistem dengan mengintegrasikan seluruh perangkat baik software maupun hardware. Setelah itu, dilakukan validasi sistem dan kalibrasi sistem untuk memastikan bahwa sistem pengukuran bekerja dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Setelah implementasi dilakukan, data hasil pengukuran diolah untuk mendapatkan respon impuls dari kanal. Hal selanjutnya yang dilakukan untuk melakukan analisis karakteristik kanal yaitu menentukan parameter karakterisasi kanal seperti power delay

profile untuk mendapatkan nilai statistik dari delay spread dan uji distribusi sinyal hasil pengukuran. Diagram alir pengerjaan tugas akhir ini ditunjukan pada gambar 2.

B. Parameter Sistem Pengukuran

Dalam perancangan sistem pengukuran, diperlukan pemilihan band frekuensi kerja dimana frekuensi kerja yang figunakan adalah frekuensi non-komersial dan dapat digunakan oleh umum. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.29 Tahun 2009 dan Radio

and Space Services Australia Goverment [6], perkiraan band frekuensi pada waktu pengukuran ini adalah 7, 14 dan 21 MHz.

Berdasarkan perhitungan link budget, frekuensi kerja tersebut menunjukkan bahwa perancangan sistem pengukuran memiliki perhitungan link budget yang berbeda untuk setiap frekuensi. Dari hasil perhitungan link budget menunjukkan bahwa daya pancar yang dibutuhkan untuk sistem komunikasi radio HF link Merauke-Surabaya yang dioperasikan adalah sebesar 43.45 dBm atau 22.13 Watt. Dengan demikian, link budget ini menjadi pertimbangan dalam implementasi sistem

pengukuran agar memiliki daya transmisi sesuai dengan yang dibutuhkan.

Sebelum implementasi pengukuran, diperlukan beberapa skenario pada perancangan sistem pengukuran dimulai dengan menentukan spesifikasi sistem pengukuran seperti panjang PN-sequence, symbol rate, sampling rate seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.

Sinyal dibangkitkan menggunakan sinyal Pseudorandom Binary Sequence (PRBS). Pseudorandom

Binary Sequence (PRBS) adalah sinyal biner yang memiliki pola tertentu dan periodik tetapi mempunyai sifat sebagai sinyal acak. Jumlah sequence yang dibangkitkan sebesar (M=12) atau 1 periode yang ekuivalen dengan jumlah 4095 bit. Deretan bit dikirim dengan laju bit rate 500 kb/s. Sistem pengukuran diintegrasikan dengan perangkat Universal

Software Radio Peripherals (USRP) N210 dan perangkat lunak LabVIEW. Kemudian sinyal tersebut dimodulasi dengan menggunakan modulator BPSK. Sebelum sinyal dipancarkan, sinyal dikuatkan dengan menggunakan power amplifier.

Sistem pemancar maupun sistem penerima menggunakan antena HF yang terpolarisasi dipole ½ λ.

Pada sistem penerima, sinyal yang diterima oleh antena berupa sinyal bandpass. Antena diintegrasikan dengan LNA agar level sinyal bandpass yang diterima diperbesar untuk memudahkan proses akuisisi data. Setelah itu, sinyal akan didemodulasi menggunakan IQ demodulator untuk memisahkan sinyal Inphase dan Quadrature. Sesuai dengan teorema Nyquist, sinyal IQ di sampling dua kali sinyal informasi menjadi 1 MS/s sehingga jumlah 1 periode berjumlah 8190 sampel.

Untuk dapat melihat respon kanal maka dilakukan korelasi silang antara sinyal yang dikirim dan diterima, oleh karena itu dibutuhkan sub-sistem akuisisi data. Sub sistem ini didefinisikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengambil, mengumpulkan data, serta memprosesnya untuk menghasilkan data yang dikehendaki. Pada penelitian ini, sistem akuisisi data melakukan penyimpanan sinyal hasil demodulasi yang berupa sinyal Inphase dan Quadrature.

C. Validasi Sistem

Sebelum mengimplementasikan pengukuran dalam kondisi real, sistem pengukuran harus divalidasi untuk memastikan bahwa sistem pengukuran bekerja dengan baik dan kinerja sistem sesuai dengan yang diharapkan [7]. Validasi dilakukan untuk beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Mendapatkan keaslian dari sinyal yang ditransmisikan. Untuk memastikan bahwa sistem mentransmisikan PN-sequence dengan benar, sinyal yang ditransmisikan harus berauto-korelasi. Dengan melakukan auto-korelasi maka dapat

Implementasi Sistem Pengukuran

Mengolah Data Hasil Pengukuran

Menentukan Parameter Karakterisasi Kanal

Penarikan Kesimpulan

START

END

Kalibrasi Sistem & Validasi Program

Menentukan Parameter dan Set-up Pengukuran

Analisa Karakteristik Kanal Sistem

Pengukuran HF

A

A

Gambar 2. Diagram alir pengerjaan tugas akhir

Tabel 1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir Parameter Value

PN Sequence Stage (m) = 12 Symbol rate 500 KBps Sampling rate 1 MHz Modulasi BPSK Demodulasi IQ-Demodulator

Page 3: Analisis Sinyal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

3

dibuktikan bahwa PN sequence yang ditransmisikan memiliki urutan yang sama dengan dengan sinyal yang dihasilkan.

2. Kemampuan untuk mendapatkan respon impuls kanal. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan proses korelasi silang antara sinyal yang diterima dengan sinyal yang ditransmisikan.

3. Respon frekuensi amplifier. Sistem pengukuran dirancang dengan mengintegrasikan amplifier untuk meningkatkan gain,

oleh karena itu dilakukan validasi untuk menguji respon frekuensi sebagai karakteristik dari amplifier yang digunakan,

D. Kalibrasi Sistem

Proses kalibrasi berbeda dengan pengukuran secara actual karena sistem di set-up secara back-to-back antara transmitter dan receiver, tanpa mengintegrasikan antena dengan menggunakan variable attenuator. Konfigurasi kalibrasi sistem dijelaskan pada gambar . Kalibrasi dilakukan untuk mengetahui rentang operasi linear sistem untuk menentukan daya pancar yang tepat ketika kanal mengalami fading. Selain itu, kalibrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sinyal terima secara actual yang terbaca di spectrum analyzer dan daya di bagian baseband yang diterima di sistem penerima.

Proses kalibrasi berbeda dengan pengukuran secara actual karena sistem di set-up secara back-to-back antara transmitter dan receiver, tanpa mengintegrasikan antena dengan menggunakan variable attenuator. Konfigurasi kalibrasi sistem dijelaskan pada gambar 3. Kalibrasi dilakukan untuk mengetahui rentang operasi linear sistem untuk menentukan daya pancar yang tepat ketika kanal mengalami fading. Selain itu, kalibrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sinyal terima secara actual yang terbaca di spectrum analyzer dan daya di bagian baseband yang diterima di sistem penerima.

E. Perancangan Sistem Pengukuran

Untuk melakukan karakterisasi kanal HF, sistem pengukuran respon impuls kanal HF ini dilakukan pada lintasan Surabaya – Merauke dengan jarak lintasan sepanjang 3036 km. Ilustrasi lintasan Surabaya – Merauke ditunjukan pada gambar 4. Pada penelitian ini, sistem pengukuran dilakukan dengan meletakan sistem pemancar di atas Gedung B Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya yang terletak pada garis lintang dan garis bujur (07º15’S 112º45’E) dan sistem

penerima di samping Gedung Teknik Elektro, Universitas Musamus, Merauke pada garis lintang dan garis bujur (08º30’S 140º27’E).

Pada implementasi sistem pengukuran kanal HF ini akan dibagi menjadi 3 sub sistem, yaitu pemancar (transmitter), penerima (receiver), dan data akuisisi (aquitition

data). Perancangan diagram blok sub-sistem pengukuran diilustrasikan seperti pada gambar 5.

Dalam upaya menganalisis pengaruh ESF, dirancang skenario pengukuran meliputi pengambilan data pada saat kondisi lapisan ionosfer paling optimal hingga kondisi terburuk yang ada pada propagasi gelombang radio HF. Periode pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang, sore, hingga malam hari. Implementasi sistem pengukuran telah berlangsung selama 3 hari pada tanggal 12-15 Februari 2014. Masing-masing USRP terkoneksi dengan PC melalui Gigabit

Ethernet Interface. Sinyal dikirimkan dengan nilai daya tertentu untuk masing-masing frekuensi kerja oleh sistem pemancar selama 60 detik sementara pada sistem penerima dilakukan penyimpanan data selama 5 detik.

Pada USRP sistem penerima, data hasil pengukuran disimpan dalam bentuk file .tdms sehingga sinyal dapat dilihat kembali secara keseluruhan dengan menggunakan software

DIAdem. Bentuk sinyal hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 6. Dapat dilihat antara sinyal Inphase (I) berwarna biru dan Quadrature (Q) berwarna merah. sinyal IQ merupakan inisialisasi data yang diamati untuk melakukan karakterisasi kanal.

Gig

abit

Eth

ern

et

Inte

rfa

ce Digital

Up-Converter

(I)

Digital

Up-Converter

(Q)

DAC

DAC

LPF

LPF

40 MHz

40 MHz

MIXER

MIXER

RF

Amplifier

Tx

AntenaPersonal

Computer

Gig

abit

Eth

ern

et

Inte

rfa

ce Digital

Down-Convert

(I)

Digital

Down-Convert

(Q)

ADC

ADC

LPF

LPF

40 MHz

40 MHz

MIXER

MIXER

Low

Noise

Amplifier

Rx

AntenaPersonal

ComputerT

ran

smit

ter

Rec

eive

r

USRP

USRP

Gambar 5. Diagram blok Sistem Pengukuran [7]

Gambar 4. Peta lokasi sistem pengukuran kanal HF

LNARx-USRPTx-laptop

Measured

power

Actual

Power

Tx-laptop Tx-USRPPower Amplifier

1 watt

fix attenuator

Spektrum

Analyzer

Power Amplifier

30 watt

Variable attenuator

Gambar 3. Konfigurasi kalibrasi sistem pengukuran

Page 4: Analisis Sinyal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

4

III. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

A. Prosedur Pengolahan Data

Sinyal Inphase dan Quadrature yang diterima merupakan bilangan kompleks yang terdiri dari nilai real dan imajiner. Sinyal ini diubah menjadi bentuk polar sehingga didapatkan nilai magnitude dan phase. Pada pengolahan sinyal, respon impuls atau disebut juga )(th yang mempunyai nilai input )(tx dan memiliki nilai output )(ty dimana )(th adalah konvolusi dari )(tx dan )(ty seperti tunjukan pada gambar 6.

Untuk mendapatkan respon impuls kanal, digunakan metode fungsi auto-korelasi dari sinyal yang dikirimkan. Menghitung fungsi auto-korelasi sinyal )(tx dilakukan dengan menggunakan persamaan:

t

t

xx txtx )().()( (1)

Sinyal )(tx yang dipropagasikan melalui kanal HF memiliki respon impuls yang belum diketahui. Selanjutnya, dalam upaya mencari )(th dilakukan perhitungan fungsi korelasi silang antara sinyal )(tx dan )(ty . Sinyal yang diterima atau dapat disebut )(ty merupakan korelasi silang antara )(ty dan

)(tx pada rata-rata waktu seperti yang ditunjukan pada persamaan berikut.

t

t

yx

t

t

yx

thtxtx

tytx

)().().()(

)().()(

(2)

Dari persamaan (2) menunjukkan bahwa untuk mendapatkan respon impuls kanal dapat dilakukan dengan proses korelasi silang antara sinyal )(ty berupa IQ dan sinyal input )(tx berupa PN sequence. Dengan mengatur sinyal input

)(tx sedemikian rupa didapatkan )(txx dimana )(txx merupakan hasil proses autokorelasi sehingga diperoleh respon impuls dari kanal HF dari persamaan (3):

t

t

xxyx tht )().()( (3)

Setelah melakukan fungsi korelasi silang, dilakukan pengolahan data untuk menghilangkan efek noise dan mendapatkan sinyal asli yang diterima dengan menentukan nilai threshold. Dalam upaya melakukan mitigasi noise probability daya noise secara khusus ditentukan sebesar 5%. [8].Setelah mendapatkan respon impuls yang telah mengalami filter, dilakukan perkalian sampel antar periode. Dengan demikian didapatkan respon impuls yang merupakan lintasan jamak dari nilai yang secara konsisten selalu ada pada setiap periode sampel. Diagram alir pengolahan data ditunjukan pada gambar 7.

B. Parameter Karakterisasi Kanal Lintasan Jamak

Parameter lintasan jamak yang diamati dalam analisis karakteristik kanal HF, diantaranya maximum excess delay,

mean excess delay dan rms delay dari delay spread. Faktor utama yang dapat digunakan untuk menentukan statistik delay adalah respon impuls dari sinyal hasil pengukuran. Delay

spread merupakan parameter kanal multipath yang berasal dari power delay profile (PDP). Power delay profile (PDP) hasil pengukuran merupakan daya terima rata-rata selama rentang delay satu periode sampel sinyal yang ditransmisikan direpresentasikan pada gambar 8. Total daya yang diterima pada pengukuran sinyal merupakan penjumlahan setiap komponen lintasan jamak dimana setiap komponen memiliki amplitudo yang acak pada setiap waktu (t), sehingga power

delay profile rata-rata untuk suatu periode tertentu dinyatakan pada persamaan berikut:

1

0

2N

i

ipulse aP (4)

dimana excess delay merupakan perkalian total sampel PN sequence yaitu 8190 sampel dengan waktu sampling 1 ms

excess delay dalam 1 periode sampel sebesar 8,19 ms.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5A

mpl

itudo

Sample

Inphase

Quadrature

Gambar 5. Sampel Sinyal IQ [7]

KANAL HF

Gambar 6. Pemodelan sistem kanal HF

start

Menentukan Parameter

karakterisasi kanal

Pengolahan auto-korelasi dan

cross-korelasi

thresholding

Plot Cummulative distribution function

(CDF) & Probabilty

Distribution Function (PDF)

Analisa distribusi kanal HF

mengolah data pengukuran dengan

parameter delay spread

Pengolahan Power delay profile

Analisa karakteristik kanal HF & kesimpulan

end

A

A

Gambar 7. Diagram alir pengolahan data hasil pengukuran

Page 5: Analisis Sinyal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

5

maximum excess delay adalah rentang delay, yaitu waktu antara munculnya impuls pertama sampai impuls terakhir pada sebuah power delay profile, dituliskan secara matematis pada persamaan (4):

maximum ecess delay )((max) l (4)

Sementara mean excess delay (τ) adalah momen pertama dari PDP yang dinormalisasi dengan daya sinyal rata-rata. Dengan menghitung rata-rata komponen lintasan jamak pertama hingga komponen terakhir dikalikan daya sinyal yang diterima. dituliskan secara matematis pada persamaan [9]:

k

k

k

kk

k

k

k

kk

P

P

a

a

)(

)(

2

2

(5)

rms delay spread dimana root mean square merupakan momen kedua dari mean delay dapat dihitung berdasarkan persamaan (6):

22 )( (6) dimana

k

k

k

kk

k

k

k

kk

P

P

a

a

)(

)( 2

2

22

2

(7)

Dengan demikian, dapat diketahui nilai statistik delay

spread hasil pengukuran yang ditunjukan pada tabel 2. Untuk membandingkan besar nilai rms delay spread antara pengukuran malam hingga pagi hari, data dikelompokan ke dalam dua varians data. Tabel 2. Nilai statistik delay spread pengukuran kanal HF

Periode Pengukuran

fc

(MHz) mean excess

delay (ms)

rms delay

(ms)

maximum excess

delay (ms)

03.00-04.00

WIB

7 3.410 2.347 6.855 14 2.987 2.779 7.197 21 3.422 2.473 7.243

11.00-12.00

WIB

7 2.90 1.34 3.25 14 2.30 1.64 5.79 21 4.69 1.78 5.18

15.20-17.00

WIB

7 2.991 1.331 4.151 14 3.636 3.119 7.229 21 3.092 2.549 6.398

22.00-00.00

WIB

7 2.59 2.34 7.65 14 3.90 2.00 5.28 21 4.33 2.40 7.10

Varians pertama yaitu rms delay spread siang hari antara pukul 11.00-17.20 WIB dan rms delay spread malam hari hingga dini hari antara pukul 22.00-04.00 WIB. Berdasarkan hasil uji statistik (T-test), dapat disimpulkan bahwa rata-rata rms delay pada rentang pengukuran malam hingga dini hari memiki nilai yang lebih besar daripada rms delay pada rentang pengukuran siang hingga sore hari.

C. Distribusi Delay Spread

Seperti yang telah ditemukan dan dipelajari pada penelitian sebelumnya, bahwa delay spread dari sebuah kanal radio diwakili oleh nilai root-mean-square-nya. Faktor pada delay spread ini merupakan parameter penting untuk dapat menentukan kecepatan bit transmisi agar tidak terjadi Inter

Symbol Interference (ISI) yang disebabkan oleh karakteristik dispersi kanal pada kinerja sistem komunikasi. Untuk itu, delay spread hasil pengukuran perlu dihitung sebelum merancang sebuah sistem komunikasi digital. Pengamatan rms

delay pada setiap periode pengukuran direpresentasikan oleh kurva cumulative distribution function (CDF) pada gambar 9. Berdasarkan pengamatan, kurva CDF menunjukan nilai kumulatif rms delay paling rendah pada periode pengukuran siang hari. Sementara, pada pengukuran sore dan malam hari nilai rms delay menunjukan nilai kumulatif yang sama besar dan mencapai nilai maksimum pada pengukuran malam hari.

D. Pengolahan Distribusi Sinyal

Salah satunya pengetahuan tentang karakteristik statistik dari sinyal terima yang diperlukan dalam memprediksi kinerja sistem komunikasi adalah dengan mengetahui distribusi sinyal sebagai pemahaman tentang variabilitas pada keseluruhan sinyal terima. Pengolahan distribusi sinyal dilakukan dengan cara menggabungkan dua jenis variabel antara data hasil pengukuran dengan data yang didapatkan melalui pendekatan secara teoritis.

Pengujian dilakukan dengan uji distribusi rayleigh. Jika diasumsikan sebuah variansi untuk untuk setiap komponen Inphase dan Quadrature, maka magnitudo sebagai data yang digunakan untuk membentuk distribusi ini adalah [9]:

)()()( 22 trtrtr QI (8)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

x 10-3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

Rela

tive p

ow

er

Delay (sec) Gambar 8. Power delay profile periode pengukuran 03.00-04.00 WIB

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

rms delay spread (ms)

Cum

mula

tive D

istr

ibution F

unction

03.00-04.00 WIB

11.00-12.00 WIB

15.20-17.20 WIB

22.00-00.00 WIB

Gambar 9. CDF rms delay untuk akumulasi tiga frekuensi pada periode

pengukuran pagi, siang, sore, dan malam hari.

Page 6: Analisis Sinyal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

6

Nilai magnitudo yang didapatkan kemudian dicari bentuk probability distribution function (PDF) seperti yang ditunjukan pada gamba 10 sesuai dengan persamaan berikut [9]

2

2

2 2exp)(

rrrf untuk 0r (9)

dengan

2r atau

22

r dimana

r dan

r adalah mean dan standar deviasi hasil pengukuran. Selain itu, diperoleh Cummulative Distribution Function (CDF) antara data hasil pengukuran dan distribusi rayleigh ditunjukan pada gambar 11 didapatkan dari persamaan berikut[9]:

RR

drrfRrobRCDF0

2

2

2exp1).()(Pr)(

(10)

Setelah mengetahui karakteristik statistik suatu parameter yang diperoleh dari hasil pengukuran diperlukan pengujian kebenaran dengan model distribusi teoritis yang mampu merepresentasikan distribusi data. Berdasarkan uji distribusi kolmogorov-smirnov-test, dengan taraf signifikan sebesar 0.05 dihasilkan p_value sebesar 0.2023 sehingga dapat disimpulkan bahwa sinyal yang terima pada sistem penerima berdistribusi rayleigh. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik kanal HF lintasan Surabaya - Merauke

menggunakan mode propagasi gelombang dengan mode pantul lebih dari satu pantulan atau disebut dengan mode pantulan double-hop antara 2300-4500 km. Dengan demikian, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai distribusi rayleigh karena diasumsikan tidak ada lintasan langsung sehingga sinyal terima merupakan sinyal dari lintasan jamak yang berasal dari pantulan pada lapisan ionosfer.

IV. KESIMPULAN Setelah melakukan implementasi sistem pengukuran dan

analisis statistik parameter karakterisasi kanal maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk melakukan karakterisasi kanal, implementasi sistem

pengukuran menggunakan sinyal PRBS. Dengan menggunakan sinyal PRBS, analisis karakteristik kanal HF dapat dilakukan dengan proses auto-korelasi dan cross-korelasi.

2. Berdasarkan implementasi sistem pengukuran dapat diketahui bahwa karakteristik kanal HF pada lintasan Surabaya-Merauke memiliki kondisi lapisan ionosfer yang berubah-ubah terhadap waktu. Hal itu mengakibatkan terganggunya sistem komunikasi HF sehingga kualitas sinyal yang diterima berbeda antara siang, sore, malam dan pagi hari.

3. Dari power delay profile antara pengukuran pagi, siang, sore dan malam hari diketahui delay spread berupa mean

excess delay, maksimum excess delay dan rms delay. Delay

spread mencapai maksimum pada malam hari pada pukul 00.00 WIB dengan mean excess delay yaitu 4,33 ms, maksimum excess delay yaitu 7,1 ms dan rms delay yaitu 2,4 ms. Sedangkan delay spread mencapai nilai minimum pada pengukuran siang hari pukul 11.00 WIB dengan nilai mean excess delay sebesar 2,9 ms, maksimum excess delay 3,25 ms dan rms delay sebesar 1,3 ms.

4. Berdasarkan uji kolmogorov-smirnov test, distribusi rayleigh sesuai dengan bentuk statistik dari karakteristik kanal HF pada lintasan Surabaya-Merauke.

V. DAFTAR PUSTAKA [1] L. F. McNamara. "The Ionosphere: Communication, Surveillance, and

Direction Finder". Krieger Publishing Company. 1991. [2] Hendrantoro, G. “Sistem Komunikasi Radio HF Pita Lebar untuk

Komunikasi Jarak Jauh yang Murah dan Handal di Daerah Ekuatorial". Penelitian Strategis Nasional. Surabaya, 2013.

[3] Australian Goverment. “IPS Radio and Space Services, Introduction to HF Radio Propagation.pdf” Sidney, Australia. 2007.

[4] B.D. Perry dan R Rifkin. "Measured Wideband HF Mid Latitude Channel Characteristics". IEEE Military Communication, pp 822-829. 1989.

[5] M. A. Wallace. ”HF Radio in South West Asia”. IEEE Communication Magazine January (1992), pp 58-61. 1992.

[6] ORARI. Pembagian dan Penggunaan Segmen Band Frekuensi Amatir Radio (BANDPLAN). Kep-065/Op/Ku/2009.

[7] H.M. Prasetiyono. “Software-Defined Radio Based Channel Measurement System of Wideband HF Communication System in Low-Latitude Region”. ICCIT. 2014.

[8] Sousa, E.S., Jovanovic, V.M., Daigneault, C. ”Delay Spread Measurement for The Digital Cellular Channel in Toronto”. IEEE

Trans. On Vehicular Technology Vol. 43, no. 4: 837-847. 1994. [9] Rappaport, Theodore S. “Wireless Communication Principles and

Practice”. Prential Hall, USA. 2002.

1 2 3 4 5 60

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2x 10

4

Normalized signal level

Bin

fre

cuencie

s

Sample

Theoretical

Gambar 10. Perbandingan Probability Distribution Function antara data

empiris dan teoritis

0 1 2 3 4 5 60

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

Cum

mula

tive D

istr

ibution F

unction

normalized signal level

Theoretical

Sample

Gambar 11. Perbandingan Cummulative Distribution Function antara data

empiris dan teoritis