analisis potensi kekeringan das ciujung provinsi banten
TRANSCRIPT
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
22 | Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Analisis Potensi Kekeringan DAS Ciujung Provinsi Banten
Restu Wigati1, Soedarsono2, Ahmad Faqih Irsyad3, Sulastri Oktaviani4 dan Rahmad Permadi5
1Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jenderal Sudirman Km 3 Cilegon 2Jurusan Teknik Sipil Universitas Banten Jaya, Jl. Ciwaru 2 Serang
3,4,5Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jenderal Sudirman Km 3 Cilegon Email: [email protected]
ABSTRAK
Letak geografis diantara dua benua dan dua samudra serta letak di sekitar garis
khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia.
Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim
monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El Nino Southern Oscillation
(ENSO) penyebab terjadinya kekeringan. Kurangnya informasi mengenai awal, akhir dan
besarnya kekeringan dijadikan dasar perkiraan terhadap dampak yang mungkin terjadi
sehingga upaya mitigasi dapat dilakukan secepat mungkin jauh sebelum dampak terjadi.
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung 1.987 km2 dengan Sungai Ciujung sebagai
sungai terbesar di Provinsi Banten fungsi utamanya adalah sebagai daerah irigasi sangat
erat kaitannya dengan kekeringan, karena dapat berpengaruh pada kestabilan ekonomi
khususnya pada bidang pertanian. Untuk itu perlu dilakukan observasi dengan
menganalisis kekeringan meteorologi yang merupakan besaran curah hujan yang terjadi
dibawah kondisi normal pada suatu musim. Pada kajian penelitian ini metode
Standardized Precipitation Index (SPI) digunakan untuk mengidentifikasi tingkat
kekeringan untuk durasi 1; 3; 6 dan 12 bulan. Berdasarkan historis hujan tahun 1998-2014
menunjukan kekeringan terparah untuk SPI-1 terjadi pada September 2006 dengan indeks
-3,79; SPI-3 terjadi pada November 2006 degan indeks -3,68; SPI-6 terjadi pada Juli 2003
dengan indeks -3,26 dan SPI-12 terjadi pada Juni 2003 dengan indeks -3,81. Pola
kekeringan terjadi pada pertengahan tahun di bulan Juni-September dengan jumlah defisit
terbesar terjadi di bulan Juli – Agustus dengan tingkat kekeringan normal berdasarkan
rata-rata bulanan.
Kata kunci: Kekeringan, DAS Ciujung, Standardized Precipitation Index
ABSTRACT
The geographical location between two continents and two oceans and the location
around the equator is a climatological factor causing floods and drought in Indonesia.
This geographical position causes Indonesia to be in a hemisphere with a tropical
monsoon climate that is very sensitive to the El Nino Southern Oscillation (ENSO)
climate anomaly causing drought. The lack of information regarding the beginning, the
end and the magnitude of the drought is used as a basis for estimating impacts that might
occur so that mitigation efforts can be carried out as quickly as possible long before the
impacts occur. The area of Ciujung River Basin (DAS) 1,987 km2 with Ciujung River as
the largest river in Banten Province, its main function as an irrigation is very closely
related to drought, because it can affect the economic stability, especially in agriculture.
For this reason it is necessary to observe by analyzing the meteorological drought which
is the amount of rainfall that occurs under normal conditions in a season. In this study,
the Standardized Precipitation Index (SPI) method is used to identify the level of dryness
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 23
for duration 1; 3; 6 and 12 months. Based on historical rainfall in 1998-2014, the worst
drought for SPI-1 occurred in September 2006 with an index of -3.79; The SPI-3
occurred in November 2006 with an index of -3.68; SPI-6 occurred in July 2003 with an
index of -3.26 and SPI-12 occurred in June 2003 with an index of -3.81. The drought
patterns occur in the middle of the year in June-September with the largest amount of
deficits occurring in July - August with normal drought levels based on monthly
averages.
Keywords: Drought, Ciujung Watershed, Standardized Precipitation Index
1. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung
sebagai sungai terbesar di Provinsi Banten,
melewati Kabupaten Lebak, Pandeglang
dan Serang memiliki luas DAS 1.987 km2
terdiri dari 3 anak sungai utama. Fungsi
utama DAS Ciujung Sebagai daerah irigasi
sangat erat kaitannya dengan kekeringan.
Kekeringan merupakan parameter yang
dapat terukur seperti halnya banjir
terutama kekeringan meteorologi yang
sepenuhnya berasal dari data curah hujan
wilayah. Ada kecenderungan bahwa
kekeringan lebih sering terjadi dan
intensitas meningkat serta durasinya
bertambah panjang (Adidarma, 2014).
Untuk mengetahui tingkat kekeringan,
durasi kekeringan dan karakteristik
kekeringan yang dapat terjadi di suatu
daerah, sehingga bisa dijadikan sebagai
peringatan awal akan adanya kekeringan
yang lebih jauh dapat diketahui atau
dianalisis dengan menggunakan beberapa
metode, diantaranya Percent of Normal,
Desil, Standardized Precipitation Index
(SPI), Palmer Drought Severity Index
(PDSI), dan Theory of Run. Dengan
menggunakan Theory of Run dapat
dilakukan perhitungan indeks kekeringan
berupa durasi kekeringan terpanjang dan
jumlah kekeringan terbesar dengan periode
ulang tertentu di suatu wilayah. Indeks
kekeringan dapat digunakan untuk
mengindikasikan tingkat keparahan
kekeringan yang terkandung dalam seri
data hujan. Tingkat keparahan kekeringan
digambarkan oleh periode ulang. Pada
tulisan ini kajian penelitian indeks
kekeringan menggunakan metode
Standardized Precipitation Index (SPI)
yang digunakan untuk mengidentifikasi
tingkat kekeringan sebagai monitoring dan
peringatan dini terhadap dampak
kekeringan pada DAS Ciujung.
Metode Standardized Precipitation
Index (SPI) pertama kali dikembangkan
oleh McKee di tahun 1993, Metode ini
merupakan model untuk mengukur
kekurangan atau defisit curah hujan pada
berbagai periode berdasarkan kondisi
normalnya. Kekeringan yang digunakan
pada metode SPI adalah kekeringan
meteorologis yang merupakan besaran
curah hujan yang terjadi dibawah kondisi
normal pada suatu musim.
2. Landasan Teori
2.1 Kekeringan
Kekeringan merupakan salah satu
jenis bencana alam yang terjadi secara
perlahan, berdampak sangat luas dan
bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial,
kesehatan, pendidikan, dan lain-lain).
Kekeringan merupakan kejadian biasa dan
menggambarkan iklim yang senantiasa
berulang, meskipun sering disalahartikan
sebagai kejadian acak dan sangat jarang.
Dalam kenyataanya terjadi pada semua
jenis iklim meskipun karakteristiknya
sangat berbeda dari satu wilayah ke
wilayah yang lain. Kekeringan merupakan
penyimpangan temporer dan sangat
berbeda dengan kegersangan (aridity) yang
lebih bersifat permanen dimana curah
hujan yang turun jumlahnya kecil.
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
24 | Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2.2 Metode korelasi distandardisasi
nonlinier bertingkat
Untuk mendapatkan gambaran
hubungan variabel dari stasiun yang diisi
dengan variabel stasiun pengisi untuk data
asli maka dihitung koefisien korelasinya.
Pedoman untuk memnberikan interpretasi
koefisien korelasi sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi skala nilai SPI
Nilai Interpretasi
korelasi
0
0,01 – 0,20
0,21 – 0,40
0,41 – 0,60
0,61 – 0,80
0,81 – 0,99
1
Tidak berkolerasi
Sangat rendah
Rendah
Agak rendah
Cukup
Tinggi
Sangat tinggi
Sumber: Husaini Usman (Pengantar
Statistika 2006)
Persamaan untuk estimasi koefisien
korelasi data asli tertera pada rumus (1)
berikut:
XmXXX
n
i
XmimXiXiXi
m
XXXXn
.........
)).......()()((1
210
1
,2,21,10,0
,...2,1,0
(1)
2.3 Metode standardized precipitation
index (SPI)
Metode SPI di desain untuk
mengetahui secara kuantitatif defisit hujan
dengan berbagai skala waktu, metode
tersebut dihitung berdasarkan berbagai
skala waktu seperti 3 atau 6 atau 9 atau 12
atau 24 atau 48 bulan. SPI dihitung
berdasarkan selisih antara hujan yang
sebenarnya terjadi dengan hujan rata-rata
menggunakan skala waktu tertentu, dibagi
dengan simpangan bakunya. Untuk
menghilangkan faktor musim pada deret
data hujan bulanan disamping membentuk
satu deret data dengan distribusi
probabilitas yang sama, dilakukan
transformasi data. Pertama kali dengan
merubah data menjadi bentuk peluang
kumulatif (cdf atau cumulative
distribution function) dengan jenis
distribusi Gamma, selanjutnya dirubah
menjadi bentuk distribusi normal baku
(Standard), dan nilai yang dihasilkan
merupakan indeks kekeringan SPI. Proses
perhitungan SPI sebenarnya merupakan
upaya untuk menjadikan seri data asli
menjadi seragam sehingga regionalisasi
dapat dilakukan.
Tabel 2. Klasifikasi skala nilai SPI
Nilai SPI Kategori
≥2,00 Sangat Basah
1,50 ~ 1,99 Basah
1,00 ~ 1,49 Agak Basah
-0,99 ~ 0,99 Normal
-1,00 ~ -1,49 Agak Kering
-1,50 ~ -1,99 Kering
≤ -2.00 Sangat Kering
Sumber: BMKG
Seri data periodik berupa hujan
bulanan adalah ,vX dimana v
menunjukkan tahun dan adalah bulan
(dari Januari sampai dengan Desember),
maka persamaan distribusi probabilitas
cdf Gamma seperti terlihat pada
persamaan 2.
iiki X
ikiiiiiik eXXXG
/1
,,,/1;;
(2)
dengan: 22 / iii , iii X/2 ,
i = rata-
rata ikX ,pada bulan ke i dan
i = simpangan
baku pada bulan ke i.
Seri probabilitas diubah menjadi nilai Z
yang mempunyai cdf (cumulative distribution
function) dari Distribusi Normal Standard
seperti terlihat pada persamaan 3. Dimana Z
disebut Standardized Precipitation Index atau
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 25
disingkat SPI. Seri data hujan bulanan
melalui SPI dapat menghasilkan seri data SPI
baru. Jika durasi kekeringan sudah dihitung
maka intensitas kekeringan SPI dapat
ditentukan. Selanjutnya, hujan bulanan
dialihkan menjadi hujan 1-bulanan, sehingga
dihasilkan SPI 1-bulanan, demikian juga
untuk hujan 3, 6, 12 dan 48 bulanan. Deret
SPI, akhirnya merupakan deret waktu dengan
distribusi frekuensi mendekati Normal,
melalui proses transformasi dan standarisasi
menjadi normal.
zZXZxXXFx vv Pr/PrPr ,, (3)
3. Metodologi Penelitian
Di dalam analisa kekeringan untuk suatu
lokasi, dibutuhkan data curah hujan bulanan
(Tabel 3) dengan periode waktu yang cukup
panjang. Dalam penelitian ini di gunakan
data curah hujan bulanan tahun 1997-2014 di
10 stasiun di DAS Ciujung-Cidanau-Cidurian
seperti pada Gambar 1 dibawah ini yang
merupakan salah satu data hujan di stasiun
Bojongmanik.
Tabel 3. Data curah hujan bulanan stasiun hujan Bojongmanik
Tahun
/ Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1997 192 416 234 156 230 66 69 0 0 102 107 262
1998 299 221 294 365 323 42 233 217 63 219 269 295
1999 352 437 174 220 128 81 157 134 134 224 243 333
2000 321 289 332 105 109 200 150 53 128 131 175 102
2001 240 316 129 152 241 118 239 102 195 52 75 252
2002 227 329 111 302 64 16 20 0 15 12 80 150
2003 397 95 18 7 12 24 0 0 32 62 64 73
2004 353 402 736 277 146 89 550 296 130 237 167 421
2005 190 101 123 136 136 117 224 23 219 120 251 271
2006 411 224 443 227 0 0 0 0 0 0 105 158
2007 476 135 371 206 309 312 313 55 0 174 247 597
2008 504 651 348 109 51 30 0 180 73 371 322 260
2009 493 188 73 48 199 49 46 33 0 115 660 182
2010 303 241 142,5 0 274 57,5 181 117,5 191,5 215,13 120,28 459,79
2011 328,33 293,74 457,55 278,1 308,38 122,69 245 0 48,13 313,5 177,49 299,51
2012 664,38 240,13 91,29 117,52 16,21 106,24 0 0 52,05 153 374,6 184,65
2013 829,04 421,56 121,28 302,67 221,44 139,37 316,8 176,23 101,19 58,09 226,3 504,54
2014 417,57 282,53 182,33 169,63 302,19 94,3 72,18 162,27 75,05 122,49 146,34 0
Sumber: BBWS Ciujung - Cidanau – Cidurian, 2015
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
26 | Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Gambar 1. Peta DAS Ciujung dan lokasi stasiun hujan
4. Analisis dan Pembahasan
4.1 Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk
mengukur kekuatan asosiasi (hubungan)
linear antara dua variable. Korelasi tidak
menunjukkan hubungan fungsional atau
dengan kata lain, analisis korelasi tidak
membedakan antara variabel dependen
(terikat) dengan variabel independen (bebas).
Analisis kekeringan dilakukan di stasiun-
stasiun hujan di DAS Ciujung yang
memenuhi nilai koefisien korelasi cukup
(0,61 – 0,80). Perhitungan koefisien korelasi
menggunakan persamaan 1. Tidak semua
stasiun hujan memenuhi nilai koefisien
korelasi yang cukup. Stasiun yang memiliki
nilai koefisien korelasi yang kecil tidak di
gunakan dalam menganalisis kekeringan di
DAS Ciujung. Maka dari 10 stasiun dipilih 6
stasiun yang digunakan untuk perhitungan,
dilihat dari nilai korelasinya pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi stasiun hujan di DAS Ciujung
Stasiun Bojongmanik
Pamarayan
Pipitan Cibeureum
Pasir
Ona
Sampang
Pendeuy
Rata-
Rata
Bojongmanik 1,000 1,000
Pamarayan 0,495 1,000 0,748
Pipitan 0,444 0,693 1,000 0,712
Cibeureum 0,647 0,605 0,568 1,000 0,705
Pasir Ona 0,491 0,666 0,534 0,643 1,000 0,667
Sampang 0,629 0,633 0,567 0,792 0,612 1,000 0,705
Rata-Rata 0,618 0,719 0,667 0,811 0,806 1,000
4.2 Analisis kekeringan
Berdasarkan Data curah hujan bulanan
stasiun hujan Bojongmanik (Tabel 3) dapat
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 27
diketahui nilai hujan rata-rata di setiap
bulannya. Untuk hujan bulanan menjadi
hujan 3, 6 dan 12 bulanan dilakukan dengan
menjumlahkan 3 hujan
bulanan, 6 hujan bulanan dan 12 hujan
bulanan secara berturut-turut. Perhitungan
hujan bulanan ini meliputi nilai rata-rata,
simpangan baku, lambda, beta, dan alfa di
masing – masing stasiun hujan. Tabel 5
berikut merupakan data perhitungan untuk
stasiun hujan Bojongmanik.
Tabel 5. Perhitungan Rata-rata, simpangan baku, lada, beta dan alfa stasiun hujan Bojongmanik
untuk SPI-6
Tahun
/ Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1998 1544 1478 1474 1243 1097 1043 1296
1999 1415 1635 1746 1747 1606 1392 1197 894 854 858 973 1225
2000 1389 1544 1742 1623 1489 1356 1185 949 745 771 837 739
2001 829 1092 1093 1114 1180 1196 1195 981 1047 947 781 915
2002 903 1130 1046 1296 1285 1049 842 527 431 141 157 291
2003 668 749 752 747 679 553 182 106 120 175 227 276
2004 604 986 1690 1905 1987 2003 2200 2094 1488 1448 1469 1801
2005 1441 1246 1239 1138 1107 803 837 759 855 839 954 1108
2006 1295 1496 1720 1827 1815 1604 1211 994 558 425 291 389
2007 847 975 1339 1451 1655 1809 1646 1566 1214 1182 1120 1405
2008 1596 2192 2521 2456 2260 1693 1207 736 461 723 994 1224
2009 1699 1707 1707 1384 1261 1050 603 448 428 495 956 1089
2010 1346 1554 1644 1571 1185 1061 939 815 864 1037 883 1285
2011 1433 1609 1875 1938 2126 1789 1705 1427 1018 1053 922 1099
2012 1519 1743 1786 1590 1429 1236 593 362 323 358 717 795
2013 1602 2015 2084 2234 2081 2035 1523 1278 1258 1013 1018 1383
2014 1484 1590 1671 1783 1859 1449 1103 983 876 828 673 906
Rata-
rata 1254,30 1453,94 1603,44 1612,75 1562,73 1389,46 1155,66 964,31 810,72 787,70 824,38 1013,37
s.dev 357,48 393,89 428,69 430,93 438,37 413,79 481,03 493,13 380,26 362,70 336,38 416,46
lambda 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,01
beta 101,88 106,71 114,61 115,15 122,97 123,23 200,22 252,18 178,36 167,01 137,26 171,15
alfa 12,31 13,63 13,99 14,01 12,71 11,28 5,77 3,82 4,55 4,72 6,01 5,92
n 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
freq =
m 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
q =
m/n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Parameter yang dihasilkan dipergunakan
untuk menemukan probabilitas kumulatif dari
kejadian curah hujan yang diamati untuk
setiap bulan dan skala waktu dari tiap stasiun.
Probabilitas kumulatif ini dihitung dengan
persamaan 2. Untuk selanjutnya didapatkan
nilai perhitungaan distribusi probabilitas
Gamma pada Tabel 6.
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
28 | Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Tabel 6. Perhitungan distribusi probabilitas Gamma
Tahun /
Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1998 0,677 0,774 0,855 0,871 0,819 0,768 0,776
1999 0,701 0,702 0,660 0,652 0,576 0,542 0,589 0,510 0,606 0,634 0,710 0,730
2000 0,677 0,623 0,657 0,545 0,469 0,507 0,579 0,556 0,492 0,543 0,569 0,278
2001 0,104 0,180 0,105 0,113 0,195 0,348 0,587 0,581 0,765 0,714 0,502 0,458
2002 0,160 0,212 0,081 0,242 0,281 0,212 0,281 0,185 0,145 0,003 0,001 0,009
2003 0,029 0,017 0,008 0,007 0,006 0,005 0,001 0,001 0,002 0,007 0,007 0,007
2004 0,014 0,105 0,613 0,767 0,837 0,920 0,969 0,971 0,944 0,947 0,955 0,953
2005 0,723 0,321 0,202 0,127 0,143 0,057 0,277 0,391 0,607 0,615 0,692 0,639
2006 0,582 0,578 0,638 0,714 0,739 0,723 0,599 0,591 0,278 0,146 0,021 0,031
2007 0,116 0,098 0,286 0,383 0,618 0,847 0,850 0,884 0,859 0,863 0,822 0,835
2008 0,835 0,957 0,972 0,962 0,932 0,783 0,596 0,371 0,175 0,489 0,728 0,729
2009 0,888 0,757 0,628 0,320 0,260 0,213 0,103 0,125 0,143 0,219 0,694 0,624
2010 0,635 0,633 0,572 0,497 0,199 0,222 0,366 0,442 0,616 0,781 0,620 0,769
2011 0,716 0,681 0,754 0,787 0,894 0,837 0,872 0,838 0,745 0,792 0,661 0,632
2012 0,784 0,782 0,691 0,515 0,413 0,388 0,097 0,071 0,062 0,088 0,422 0,335
2013 0,839 0,913 0,867 0,916 0,878 0,929 0,797 0,772 0,877 0,765 0,749 0,824
2014 0,758 0,665 0,597 0,681 0,767 0,595 0,512 0,583 0,626 0,984 0,366 0,449
Probabilitas kumulatif H(x) kemudian
ditransformasikan ke dalam standard normal
random variabel Z dengan nilai rata-rata 0
dan variansi 1, nilai Z tersebut merupakan
nilai SPI (Tabel 7) berdasarkan persamaan 3.
Tabel 7. Perhitungan SPI-6 stasiun Bojongmanik
Tahun /
Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1998 0,46 0,75 1,06 1,13 0,91 0,73 0,76
1999 0,53 0,53 0,41 0,39 0,19 0,11 0,22 0,03 0,27 0,34 0,55 0,61
2000 0,46 0,31 0,40 0,11 -0,08 0,02 0,20 0,14 -0,02 0,11 0,17 -0,59
2001 -1,26 -0,92 -1,26 -1,21 -0,86 -0,39 0,22 0,20 0,72 0,56 0,01 -0,11
2002 -1,00 -0,80 -1,40 -0,70 -0,58 -0,80 -0,58 -0,90 -1,06 -2,75 -3,05 -2,37
2003 -1,90 -2,11 -2,42 -2,46 -2,51 -2,58 -3,26 -2,98 -2,93 -2,45 -2,46 -2,45
2004 -2,19 -1,25 0,29 0,73 0,98 1,40 1,86 1,90 1,59 1,62 1,70 1,68
2005 0,59 -0,46 -0,83 -1,14 -1,07 -1,58 -0,59 -0,28 0,27 0,29 0,50 0,36
2006 0,21 0,20 0,35 0,57 0,64 0,59 0,25 0,23 -0,59 -1,06 -2,03 -1,86
2007 -1,20 -1,29 -0,56 -0,30 0,30 1,02 1,04 1,20 1,07 1,09 0,92 0,97
2008 0,97 1,71 1,92 1,78 1,49 0,78 0,24 -0,33 -0,94 -0,03 0,61 0,61
2009 1,21 0,70 0,33 -0,47 -0,64 -0,80 -1,26 -1,15 -1,07 -0,78 0,51 0,31
2010 0,35 0,34 0,18 -0,01 -0,85 -0,77 -0,34 -0,15 0,29 0,78 0,31 0,74
2011 0,57 0,47 0,69 0,80 1,25 0,98 1,13 0,99 0,66 0,81 0,42 0,34
2012 0,79 0,78 0,50 0,04 -0,22 -0,29 -1,30 -1,47 -1,54 -1,35 -0,20 -0,43
2013 0,99 1,36 1,11 1,38 1,16 1,47 0,83 0,74 1,16 0,72 0,67 0,93
2014 0,70 0,43 0,25 0,47 0,73 0,24 0,03 0,21 0,32 2,15 -0,34 -0,13
Rata-
rata -0,011 0,000 -0,003 -0,002 -0,004 -0,007 -0,032
-
0,032
-
0,037 0,058
-
0,058 -0,037
s.dev 1,10 1,04 1,06 1,05 1,06 1,08 1,17 1,15 1,17 1,34 1,27 1,19
Berdasarkan Tabel 7 nilai indeks kekeringan
bervariatif dilihat dari nilai kekeringan yang
terjadi dengan nilai indeks dibawah -1,0
(agak kering sampai dengan sangat kering)
lebih sering terjadi pada pertengahan tahun
kecuali pada tahun 2002 sampai dengan
tahun 2003 dimana di indeks kekeringan
terjadi di setiap bulan dan maksimum terjadi
pada bulan Juli 2003. Hal tersebut terjadi
dikarenakan nilai hujan bulanan yang terjadi
lebih rendah dari rata-rata hujan pada tiap
bulannya. Berdasarkan data tersebut
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 29
diketahui pula pola kekeringan yang identik
pada musim dimana curah hujan yang terjadi
berada di bawah rata-rata semakin bergeser.
Anomali yang terjadi tidak bersifat permanen
dan cenderung terjadi karena kondisi curah
hujan yang kecil. Pola kekeringan metode
Standardized Precipitation Index (SPI) DAS
Ciujung berdasarkan nilai hujan rata-rata
bulanan dan klasifikasi skala SPI (Tabel 2)
antara -0,06 sampai dengan 0,06 termasuk
kategori normal. Dari nilai indeks yang
didapat pada perhitungan SPI-6 dan SPI-12
stasiun Bojonegara dapat dirubah ke dalam
bentuk grafik bulanan tujuannya adalah
untuk mempermudah melihat durasi
kekeringan dan kebasahannya seperti terlihat
pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut ini.
Gambar 2. Indeks SPI 6 bulan stasiun hujan Bojongmanik
Gambar 3. Indeks SPI 12 bulan stasiun hujan Bojongmanik
Durasi kekeringan atau lamanya waktu
penyimpangan curah hujan dibawah normal
diperlihatkan pada nilai indeks dibawah nol.
Durasi terpanjang terlihat untuk SPI-6 terjadi
pada tahun 2002 sampai dengan awal 2004
dengan indeks terbesar terjadi pada bulan Juli
2003 yaitu sebesar -3,26 sedangkan SPI-12
terjadi pada tahun 2001 sampai dengan
pertengahan tahun 2004 dengan indeks
terbesar terjadi pada bulan Juni 2003 yaitu
sebesar -3,81. Sedangkan untuk durasi
kebasahan atau lamanya waktu
penyimpangan curah hujan diatas normal
diperlihatkan pada nilai indeks diatas nol.
Indeks kebasahan terpanjang terjadi pada
bulan Februari 2008 untuk SPI-6 dan bulan
Maret 2008 untuk SPI-12 sebesar 1,92 dan
1,96. Langkah yang sama dilakukan terhadap
stasiun hujan lainnya sehingga didapatkan
hasil analisis SPI bulanan untuk wilayah
DAS Ciujung seperti pada Tabel 8 berikut.
Berdasarkan Tabel 8 rata-rata indeks
kekeringan pada 6 stasiun hujan di DAS
Ciujung berada pada kisaran nilai indeks
normal (menurut nilai SPI, Normal = -0.99 ~
0.99).
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
30 | Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Tabel 8. Indeks SPI-6 DAS Ciujung
Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Bojongmanik -0,011 0,000 -0,003 -0,002 -0,004 -0,007 -0,032 -0,032 -0,037 0,058 -0,058 -0,037
Cibeureum -0,002 0,000 0,005 0,006 0,006 0,005 0,004 0,004 0,011 0,019 0,003 0,013
Pamarayan -0,003 -0,001 0,001 0,001 0,004 0,003 0,002 0,007 0,019 0,126 0,027 -0,004
Pasir Ona -0,003 0,002 0,003 0,005 0,008 0,004 0,005 0,005 0,002 0,001 -0,010 0,002
Pipitan 0,004 0,007 0,006 0,004 0,005 0,001 0,000 0,014 0,023 0,041 0,002 0,015
Sampang 0,005 0,006 0,007 0,005 0,002 0,007 0,007 0,145 0,009 0,002 -0,002 0,006
5. Kesimpulan
Berdasarkan nilai SPI-1 kekeringan
terparah terjadi di stasiun Sampang pada
bulan September tahun 2006 dengan indeks
kekeringan -3,79, untuk SPI-3 kekeringan
terparah terjadi di stasiun Pipitan pada bulan
November tahun 2006 dengan indeks
kekeringan -3,68, untuk SPI-6 kekeringan
terparah terjadi di stasiun Bojongmanik pada
bulan Juli tahun 2003 dengan indeks
kekeringan -3,26, dan untuk SPI-12
kekeringan terparah terjadi di stasiun
Bojongmanik pada bulan Juni tahun 2003
dengan indeks kekeringan -3,81. Berdasarkan
analisis SPI kekeringan terlama terjadi di
stasiun Bojongmanik, yaitu kekeringan 1
bulanan dari bulan Februari sampai dengan
Mei 2003 dengan indeks kekeringan sampai -
3,51, untuk kekeringan 3 bulanan dari bulan
Maret 2003 sampai dengan Januari 2004
dengan indeks kekeringan sampai -3,66,
untuk kekeringan 6 bulanan dari bulan
Oktober 2002 sampai dengan Januari 2004
dengan indeks kekeringan sampai -3,26, dan
untuk kekeringan 12 bulanan dari bulan
Februari 2003 sampai dengan Februari 2004
dengan indeks kekeringan sampai -3,81. Pola
kekeringan yang terjadi pada Daerah Aliran
Sungai Ciujung menunjukkan nilai normal
dihitung dari nilai rata-rata pada setiap
bulannya. Berdasarkan historis curah hujan
tahun 1998-2014 kekeringan meteorologis di
wilayah DAS Ciujung terjadi pada periode
Juni-September.
6. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
(DRPM) Direktorat Jenderal Penguatan Riset
dan Pengembangan Kemenristekdikti serta
semua pihak yang telah memberikan bantuan
serta dukungan dalam pelaksanaan Penelitian
Hibah Bersaing.
7. Daftar Pustaka
[1] Adidarma, W. K, Diktat Pelatihan
Kekeringan. Balai Hita, Puslitbang
Sumber Daya Air. Bandung, 2010.
[2] Adidarma, W. K, Analisa Kekeringan,
Puslitbang Sumber Daya Air. Bandung,
2014.
[3] Badan Litbang Pertanian, “Penyuluh
Pertanian dalam Rangka Peningkatan
Kesadaran Petani Terhadap Isu-isu
Perubahan Iklim serta Mitigasi dan
Adaptasinya”, BMKG, Jakarta, 2011.
[4] Departemen Pekerjaan Umum,
“Pengisian Kekosongan Data Hujan
Dengan Metode Korelasi
Distandardisasi Nonlinier Bertingkat”,
Departemen PU, Bandung, 2004.
[5] Harto, Sri, Analisis Hidrologi. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1993.
[6] Maryono, A, Menangani Banjir,
Kekeringan, dan Lingkungan. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta,
2005.
[7] Maryono, A, Eko-Hidraulik
Pengelolaan Sungai Ramah
Lingkungan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 2008.
[8] McKee, T.B., Doesken, N. J. & Kleist,
J, The Relationship Of Drought
Frequency And Duration To Time
Scales. Department of Atmospheric
Science, Colorado, 1993.
[9] Stasiun Klimatologi Pondok Betung,
“Buku Informasi Peta Kekeringan
Dengan Metode SPI”, BMKG, Jakarta
2014.
[10] Syahrial A, Azmeri, Meilianda E.
“Analisis Kekeringan Menggunakan
Metode Theory of Run di DAS Krueng
Aceh”. E-Jurnal Teknik Sipil Volume
Jurnal Fondasi, Volume 9 No 1 2020
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 31
24 Nomor 2 Halaman 167-172.E- ISSN
2549-2659. 2017.
[11] Triatmoko, D, Penggunaan Metode
Standardized Precipitation Index untuk
Identifikasi Kekeringan Meteorologi di
Wilayah Pantura Jawa Barat, 2012.
[12] Utami, D., dkk. “Prediksi Kekeringan
Berdasarkan Standardized Precipitation
Index (SPI) pada Daerah Aliran Sungai
Keduang di Kabupaten Wonogiri”. E-
Jurnal Matriks Teknik Sipil, 221-226.
2013.
[13] Usman, H., Akbar, & Purnomo Setiady,
Pengantar Statistika, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.
[14] Wigati, R., Oktaviani, S., dan
Soedarsono, S. “Analisis Kekeringan
Menggunakan Metode Theory of Run
(Studi Kasus DAS Ciujung)”. Jurnal
Industrial Services, 1(2). 2016.
[15] World Meteorological Organization,
Standardized Precipitation Index, User
Guide. WMO-No. 1090. 2012.