analisis penyebab perilaku aman bekerja · pdf filemetode: penelitian ini menggunakan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN BEKERJA PADA
PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN
TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Mayarakat (SKM)
Oleh :
DENISA LISTY KIAY DEMAK
(NIM : 109101000007)
PEMINATAN KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2013
Denisa Listy Kiay Demak
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2013
Denisa Listy Kiay Demak. NIM: 109101000007
Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja Pada Perawat Di RS Islam Asshobirin
Tangerang Selatan Tahun 2013
xv + 139 halaman, 10 tabel, 4 bagan, 3 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang: Perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam
mengakibatkan suatu kecelakaan, sehingga cara yang efektif untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya perilaku tidak aman. Dari hasil studi
pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari 10 perawat yang diamati berperilaku aman
dengan memakai APD saat bekerja sedangkan sisanya tidak berperilaku aman. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menggali secara mendalam bagaimana perilaku aman dan
faktor penyebab perbedaan perilaku pada perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di
rumah sakit dalam mencegah terjadinya kecelakaan.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kualitatif. Pengambilan dan
penggalian informasi diperoleh melalui observasi,wawancara mendalam dan telaah dokumen.
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa bentuk perilaku aman bekerja pada
perawat yaitu menggunakan APD, mengikuti SOP, mengambil posisi kerja yang aman dan
hati-hati saat bekerja. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pengetahuan yang dimiliki
oleh perawat sudah cukup baik, mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dari ilmu yang
diperoleh dari perkuliahan, membaca, serta sosialisasi oleh kepala ruangan untuk bertindak
aman ketika bekerja. Dan adanya motivasi yang tinggi untuk selamat dari bahaya. Selain itu
didukung juga dengan sikap positif perawat terhadap ketersediaan APD dengan selalu
menggunakan APD saat bekerja. Serta adanya pengawasan oleh tim supervisi sehingga
perawat berperilaku aman saat bekerja. Sedangkan perilaku tidak aman pada perawat yaitu
selain tidak menggunakan sarung tangan saat menyuntik dan memasang infus juga tidak
memakai sepatu saat bekerja. Hal ini disebabkan karena sikap perawat yang tidak disiplin
dalam memakai APD dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin belum sesuai dengan
standar Depkes RI.
Saran: RS Islam Asshobirin diharapkan dapat menerapkan K3RS sesuai dengan
KEPMENKES RI, memperbaiki SOP seperti prosedur menyuntik agar sesuai dengan
DepKes RI dan mengadakan pelatihan K3.
Kata Kunci : perilaku aman, perawat, kualitatif
Daftar Bacaan : 55 (1970 – 2012)
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
DEPARTEMENT OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis , December 2013
Denisa Listy Kiay Demak. NIM: 109101000007
CAUSE ANALYSIS OF SAFETY WORK BEHAVIOR OF NURSES AT RS
ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN IN 2013
xv + 139 pages, 10 tables, 4 charts, 3 images, 5 attachments
ABSTRACT
Background: Human behavior is an element that holds an important role in the result
of an accident. Therefore, an effective way to prevent the workplace accidents is by
avoids the occurrence of unsafe behavior. The results of preliminary studies in
Islamic Hospital Asshobirin, 7 of 10 nurses were observe behave safely by wearing
PPE while working and the rest do not behave safely. This study aims to identify and
explore in details that how safety behavior and the factors causing differences in the
behavior of the nurse as a health worker in hospital to prevent the occurrence of
accidents.
Methods: This study used a qualitative research approach. The information taking
and exploration are done through the observation, in-depth interviews and documents
review.
Results: This research found that the safe working behavior on the nurses is by using
PPE, following the SOP , taking a safe position and being careful in the work.
Moreover, it also caused by several things that are: the knowledge possessed by the
nurse is good enough, they get the knowledge of the lectured knowledge, reading and
socialization by the Head of to act safely when working, also by the high motivation
to avoids the dangers. In addtional also supported by the positive attitude of the nurse
to the availability of PPE, by always use PPE when working. As well as the
supervision by the Supervision Team so that the nurse behaves safely while working.
And unsafe behavior on nurse is in addition to not use gloves when injecting an IV
drip and also do not wear shoes at work. This is because the attitude of nurses who
are not disciplined in the use of PPE and SOP are applicable in the RS Islam
Asshobirin not in accordance with DEPKES RI standards.
Suggestion: RS Islam Asshobirin expected to apply K3RS in accordance with
KEPMENKES, repair procedures such as repair the SOPs such as the injection
procedure to match the Ministry of Health (DepKes RI) and conduct the K3 training.
Keywords : safety behavior, nursing , qualitative
Reading List : 55 (1970 – 2012)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN BEKERJA PADA PERAWAT
DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Denisa Listy Kiay Demak
NIM : 109101000007
Jakarta, 2 Januari 2014
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Minsarnawati, SKM, M.Kes Riastuti Kusuma Wardani, MKM
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN PADA
PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TAHUN 2013 telah diujikan dalam
sidang ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Desember 2013. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta, 27 Desember 2013
Sidang Ujian Skripsi
Ketua,
Fajar Ariyanti, Ph.D
Anggota,
Karyadi, Ph.D
Fase Badriah, Ph.D
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Denisa Listy Kiay Demak
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 22 Agustus 1991
Alamat : Perumahan Catalina Blok AA 4 No.31 RT.01 RW.01
Telaga Gading Serpong – Tangerang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status Materital : Belum Menikah
Golongan Darah : O
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
1997 – 2003 : SD Negeri Sukatani IV Depok
2003 – 2006 : SMP Negeri 11 Depok
2006 – 2009 : SMA Negeri 7 Tangerang Selatan
2009 – 2013 : S-1 Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil‟alamin, segala puji syukur penulis panjatkan atas
kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul „‟Analisis Penyebab Perilaku
Aman Bekerja Pada Perawat di RS Islam Asshobirin Tahun 2013‟‟. Penyelesaian
pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, nasehat, motivasi, dan dukungan
serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas
diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terimakasih yang tak terhingga dengan
ketulusan dan kerendahan hati yang dihaturkan kepada :
1. ALLAH SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan
kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. My Beloved Parents, dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan
bantuan baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan
program studi ini.
3. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes. selaku pembimbing akademik I, terima
kasih atas kesabarannya membimbing dan memberi masukan-masukan yang
sangat bermanfaat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Ibu Riastuti KW, MKM. selaku pembimbing akademik II, terima kasih atas
bimbingannya dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis
menyusun skripsi ini.
5. RS Islam Asshobirin yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melakukan dan mengambil data penelitian.
6. Ibu Tati, selaku Kepala Perawat RS Islam Asshobirin yang selalu bersedia
membantu penulis dalam mengambil data di Rumah Sakit.
7. Zhamis Adham atas dukungan yang sudah diberikan.
8. Heni Sholatya yang sudah membantu memberi masukan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Vzeh teman seperjuanganku yang selama ini setia menemani sampai akhirnya
kita bisa selesai sama-sama, thx nduut cantik.
10. Nia, Ana, Mupil, Ubay yang selalu memberi semangat dan menghibur penulis
selama menyusun skripsi ini.
11. Alfa Gratia sahabat paling setia dari jaman dahulu, makasi atas bawelannya
selama ini sampe akhirnya bisa selesai juga skripsi ini.
12. Angkatan K3 dan Kesmas 2009 yang selalu memberi motivasi dan semangat
untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak terkait yang tidak tersebut yang telah membantu dan mendukung
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga bimbingan, bantuan dan dorongan semangat serta amal kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari ALLAH SWT.
Dengan segala rasa kerendahan hati, penulis menyadari bahwa kesempurnaan
tidak akan mutlak di didapat pada setiap hal apapun di dunia ini. Demikian juga
dengan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu, mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaian.
TERIMA KASIH
Jakarta, Desember 2013
Denisa Listy Kiay Demak
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................................................ ii
ABSTRACT ...................................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ iv
PENGESAHAN PANITIA SIDANG ............................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR. ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI. .................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL. ........................................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR. ....................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku ........................................................................................................................ 9
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman .................................................... 19
2.3 Profesi Perawat............................................................................................................. 40
2.4 Kerangka Teori............................................................................................................. 47
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................................................ 49
3.2 Definisi Istilah .............................................................................................................. 53
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .......................................................................................................... 56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 56
4.3 Informan Penelitian ...................................................................................................... 56
4.4 Kriteria Informan Utama .............................................................................................. 57
4.5 Instrumen Penelitian..................................................................................................... 58
4.6 Sumber dan Pengumpulan Data ................................................................................... 59
4.7 Keabsahan Data ............................................................................................................ 59
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................................... 61
4.9 Penyajian Data ............................................................................................................. 61
BAB V HASIL
5.1 Karakteristik Informan ................................................................................................. 62
5.2 Hasil Penelitian ............................................................................................................ 67
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 107
6.2 Perilaku Aman Perawat ................................................................................................ 107
6.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Bekerja................................................... 112
6.4 Analisis Penyebab Perilaku Aman ............................................................................... 134
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ...................................................................................................................... 137
7.2 Saran ............................................................................................................................. 138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Program K3RS ................................................................................................... 33
Tabel 2.2 Bahaya-bahaya Potensial di Rumah Sakit ......................................................... 47
Tabel 3.1 Definisi Istilah .................................................................................................... 53
Tabel 4.1 Kriteria Informan Utama .................................................................................... 58
Tabel 4.2 Validitas Data ..................................................................................................... 60
Tabel 5.1 Informan Utama yang Berperilaku Aman .......................................................... 63
Tabel 5.2 Informan utama yang berperilaku tidak aman ................................................... 65
Tabel 5.3 informan kunci ................................................................................................... 66
Tabel 5.4 informan pendukung .......................................................................................... 67
Tabel 5.6 SOP Penggunaan APD ....................................................................................... 69
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................................. 48
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 52
Bagan 6.1 Alur Terjadinya Perilaku Aman Pada Perawat RS Islam Asshobirin ............... 135
Bagan 6.2 Alur Terjadinya Perilaku Tidak Aman Pada Perawat RS Islam Asshobirin .... 136
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 The Safety Triad ............................................................................................. 16
Gambar 2.2 Aspek Internal Dan Eksternal Yang Dapat Menentukan Keberhasilan
Proses Keselamatan ............................................................................................................ 17
Gambar 2.3 Piramida Keselamatan .................................................................................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Ijin Penelitian di RS Islam Asshobirin
Lampiran 2 Matriks Wawancara
Lampiran 3 Transkip Wawancara
Lampiran 4 Hasil Dokumentasi
Lampiran 5 Pedoman Wawancara Mendalam dan Observasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan kerja 88% disebabkan akibat perilaku kerja yang tidak aman
(Unsafe Act), seperti tidak memakai APD, tidak mengikuti prosedur kerja, tidak
mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak hati-hati (Heinrich,
1980). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia
merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu
kecelakaan, sehingga cara yang efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja adalah dengan menghindari terjadinya perilaku tidak aman (Biro Pelatihan
Tenaga Kerja dalam Budiono, 2003).
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1998 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain (KEPMENKES
RI Nomor. 432/MENKES/SK/IV/2007). Di Indonesia, penelitian dari Joseph
tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka kecelakaan Needle Stick Injury atau
tertusuk jarum mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan, dan salah satu
penyebabnya ditemukan bahwa pada saat bekerja mereka tidak memakai alat
pelindung diri seperti sarung tangan (Idayanti, 2008).
Selain itu juga didapatkan dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah
Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami
gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa
nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Laporan lainnya yakni di Israel,
angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan
pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low
back pain dan di AS, insiden cedera muskuloskeletal 4.62/100 perawat per tahun
(KEPMENKES RI Nomor. 432/MENKES/SK/IV/2007). Gangguan
musculoskeletal pada perawat ini berhubungan dengan cara atau posisi kerja yang
tidak aman saat menangani pasien contohnya seperti cara mengangkat yang salah
(Carayon, 2008).
Geller (2001) dalam Halimah (2010) menggambarkan pentingnya pendekatan
perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya
meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam
perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau
tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat
diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan
dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman
(safe behavior) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan
kerja.
Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety
berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya
mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha
pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan
juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan
(Halimah, 2010).
Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-
faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti susunan
syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor
yang berasal dari luar (eksternal) seperti lingkungan fisik/non fisik, iklim,
manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).
Beberapa penelitian menyebutkan beberapa faktor terkait dengan K3 (perilaku
aman), diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasriani pada tahun
2009 yang dilakukan pada perawat Rumah Sakit Paru di Salatiga menunjukan
adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku
K3. Selanjutnya hasil penelitian Imania (2012) menunjukkan bahwa perilaku K3
pada perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Surabaya yang
tergolong kategori baik sebanyak 13 orang (56,5%) dan kategori cukup sebanyak
10 orang (43,5%), dan hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan pelatihan penanganan pasien
gawat darurat dengan perilaku K3, namun ada hubungan antara masa kerja
dengan perilaku K3.
Selain itu juga ada penelitian yang berhubungan dengan perilaku aman, antara
lain penelitian yang dilakukan oleh Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS
Indonesia, diperoleh 94% responden termasuk dalam kategori baik berperilaku
aman. Selain itu, didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan,
motivasi, persepsi, peran rekan kerja, dan penyelia terhadap perilaku aman.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) menyebutkan bahwa
dari 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa supervisor
(pengawas) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman,
dan faktor lainnya yang berhubungan dengan perilaku tidak aman yaitu peran
rekan kerja yang rendah (40,71%), persepsi yang rendah (36,63%), dan motivasi
yang rendah (40,71%).
Dari beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah
salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien yang
intensitasnya paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Perawat
sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit
(sebesar 40 – 60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran kunci dalam
mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit (Depkes, 2003).
Setiap hari perawat tidak pernah jauh dan selalu berinteraksi dengan pasien.
Hal tersebut yang membuat perawat selalu berhadapan langsung dengan bahaya
dan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja perawat itu sendiri
maupun orang-orang yang berada disekitarnya. Karena keberadaan dan
kepentingan perawat yang tidak hanya berada di rumah sakit tetapi juga terhadap
lingkungan diluar rumah sakit, maka dikhawatirkan jika seorang perawat secara
tidak langsung dapat menjadi penyebab sumber penyakit maupun sumber dari
efek negatif dari resiko profesi mereka menjadi perawat (Fatmawati, 2010).
Di Rumah Sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-
gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomic. Termasuk juga di RS Islam
Asshobirin, yang merupakan rumah sakit tipe C dan belum terdapat SMK3RS
(Sistem Manajemen K3 di Rumah Sakit) sehingga diperlukan masukan untuk
meningkatkan kinerjanya.
Dari hasil observasi selama studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari
10 perawat yang diamati saat bekerja menggunakan APD berupa sarung tangan
dan masker. Namun masih terdapat 3 perawat yang tidak menggunakan APD saat
tindakan tertentu. Peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku aman secara
lebih mendalam serta penyebabnya pada perawat dalam mencegah terjadinya
kecelakaan dan kesakitan (PAK). Minimnya akan pengetahuan dan kesadaran
perawat tentang K3 merupakan dampak terbesar akan terjadinya kecelakaan kerja,
disamping itu juga kurangnya pemahaman tentang K3 (perilaku aman) dapat
mempengaruhi perilaku pekerja di tempat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil observasi selama studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari
10 perawat yang diamati saat bekerja menggunakan APD berupa sarung tangan
dan masker. Namun masih terdapat 3 perawat yang tidak menggunakan APD saat
tindakan tertentu. Dari hasil tersebut terdapat perbedaan perilaku pada perawat
sebagian besar dapat dikatakan sudah berperilaku aman dan sebagian kecilnya
masih ada yang berperilaku tidak aman padahal perawat tersebut ada didalam satu
institusi yang sama yaitu di RS Islam Asshobirin, sehingga perlu diketahui
penyebab perawat berperilaku aman saat bekerja.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah perilaku aman dalam bekerja dan faktor penyebabnya pada
perawat di RS Islam Asshobirin tahun 2013.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran mengenai perilaku aman bekerja dan faktor
penyebab perbedaan perilaku pada perawat, guna mencegah terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) di RS Islam Asshobirin tahun
2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
a) Diketahuinya gambaran mengenai faktor predisposisi (pengetahuan,
sikap, motivasi, usia, dan masa kerja) yang berkaitan dengan perilaku
aman bekerja.
b) Diketahuinya gambaran mengenai faktor pemungkin (ketersedian
APD dan Program K3RS) yang berkaitan dengan perilaku aman
bekerja.
c) Diketahuinya gambaran mengenai faktor penguat (SOP, dan
pengawasan) yang berkaitan dengan perilaku aman bekerja.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Rumah Sakit
a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit mengenai prilaku aman bekerja terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) pada perawat di RS Islam Asshobirin guna
mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
b) Sebagai masukan pada Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan
performa dan produktivitas kerja perawat melalui K3RS.
1.5.2 Bagi Perawat
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman terhadap K3, sehingga pekerja dapat mencegah terjadinya
kecelakaan dan PAK agar produktivitas para perawat tidak menurun.
1.5.3 Bagi Peneliti
a) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai
perilaku aman pada pekerja khususnya perawat di RS Islam
Asshobirin.
b) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku aman dan faktor yamg
mempengaruhinya pada perawat di RS Islam Asshobirin. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April - Agustus 2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif. Informan utama penelitian ini adalah perawat di RS Islam Asshobirin.
Data penelitian ini diperoleh dengan cara pengambilan data primer yang
dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan telaah dokumen kepada
informan penelitian. Dan pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan
mengumpulkan data yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan gambaran
umum RS Islam Asshobirin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-
tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena
mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud
dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas
dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Geller (2001) dalam Halimah (2010), perilaku sebagai
tingkah atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa
yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama dengan apa
yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini. Dan Skiner (1938)
dalam Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “ Stimulus – Organisme –
Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, kemudian organisme tersebut merespon.
2.1.2 Bentuk Perilaku
Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dikemukakan
oleh Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung
atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesdaran dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat
diamati dengan jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)
Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat
oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3 Perilaku Aman
Perilaku aman menurut Heinrich (1980) dalam Budiono (2003) adalah
tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan
yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap
karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain (1990) perilaku aman
adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau
insiden.
Adapun landasan perilaku aman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mengacu pada Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 12
mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja. Dimana pada butir b
disebutkan bahwa adanya penggunaan alat-alat pelindung diri yang
diwajibkan dan pada butir c diebutkan agar memenuhi dan mentaati semua
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan..
Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku aman, yaitu :
1. Menurut Frank E Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation
Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman, meliputi :
a. Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan.
b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya.
c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya.
d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.
e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi.
f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan.
g. Menggunakan peralatan yang seharusnya.
h. Menggunakan peralatan yang sesuai.
i. Menggunakan APD dengan benar.
j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan
cara mengangkat yang benar.
l. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan.
m. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.
2. Menurut Heinrich (1980), perilaku aman terdiri dari :
a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai
b. Mengoperasikan peralatan yang memang haknya
c. Menggunakan peralatan yang sesuai.
d. Menggunakan peralatan yang benar.
e. Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.
f. Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman.
g. Menggunakan PPE dengan benar.
h. Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan
menempatakannya di tempat yang seharusnya.
i. Mengambil benda dengan posisi yang benar.
j. Cara mengangkat material atau alat dengan benar.
k. Disiplin dalam pekerjaan.
l. Memperbaiki perlatan dalam keadaan mati.
Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yaitu dua hal
terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terdiri dari
perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman.
Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan
yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang
tidak aman sebagai berikut :
a) sembrono dan tidak hati-hati
b) tidak mematuhi peraturan
c) tidak mengikuti standar prosedur kerja
d) tidak memakai alat pelindung diri
e) kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab
yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24%
dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan
73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima
perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas (Budiono, 2003).
2.1.4 Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan (safety culture) yang dipaparkan oleh Hale
(2002) dalam Neal dan Griffin (2002) adalah sesuatu yang berkenaan
dengan sikap, keyakinan, dan persepsi yang didapat dari kelompoknya
sebagai penentu norma atau nilai yang menentukan bagaimana mereka
bereaksi sehubungan dengan risiko dan system control risiko.
Geller (2001) dalam Halimah (2010) memaparkan sebuah misi dalam
mengembangkan total budaya keselamatan (Total Safety Culture) yang
berperan sebagai suatu petunjuk atau standar yang diperkenalkan dalam
bukunya yang berjudul The Psychology of Safety Hanbook. Pernyataan
misi budaya keselamatan ini mencakup :
a. Mempromosikan suatu lingkungan pekerjaan yang didasarkan pada
keterlibatan karyawan, kepemilikan, kerjasama kelompok, pendidikan,
pelatihan, dan kepemimpinan.
b. Membangun penghargaan pada diri sendiri, empowerment,
kebanggaan, gairah, optimis, dan dorongan inovasi.
c. Penguatan kebutuhan akan karyawan yang secara aktif memperhatikan
teman sekerja mereka.
d. Mempromosikan filosofi keselamatan yang merupakan bukanlah suatu
prioritas yang dapat disampaikan lagi, tetapi suatu nilai yang
dihubungkan dengan setiap prioritas.
e. Mengenali kelompok dan prestasi individu.
Geller (2001) mengungkapkan “misi total budaya keselamatan ini
lebih mudah dikatakan daripada prakteknya, tetapi terjangkau melalui
suatu sumber variasi proses keselamatan yang diawali dari disiplin
psikologi dan engineering”. Pada umumnya, suatu total budaya
keselamatan memerlukan perhatian yang berkesinambungan pada ketiga
faktor, yaitu :
1. Faktor lingkungan (termasuk peralatan, equipment, layout fisik,
standar, prosedur, dan temperatur).
2. Faktor orang (pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, inteligensi,
motif, termasuk sikap masyarakat, kepercayaan, dan kepribadian).
3. Faktor perilaku (Persetujuan, Pelatihan, Pengenalan, Komunikasi,
Pertunjukan, “kepedulian yang aktif” termasuk praktek kerja aman dan
beresiko (tidak aman), seperti halnya melampaui panggilan tugas
untuk campur tangan atas keselamatan orang lain).
Ketiga faktor tersebut biasanya dinamakan "tiga serangkai
keselamatan (The Safety Triad)". Menurut Geller (2001), ketiga faktor
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam proses
pencapaian keselamatan di perusahaan dan jika terjadi perubahan pada
salah satu faktor tersebut maka kedua faktor lainnya pun ikut berubah.
Geller (2001) juga menyebutkan bahwa faktor perilaku dan faktor orang
merupakan aspek manusia dan biasanya kedua faktor tersebut lebih sedikit
diperhatikan dari pada faktor lingkungan yang digambarkan pada gambar
di bawah ini (Halimah,2010) :
Gambar 2.1
The Safety Triad
Sumber : Geller (2001)
Kemudian Geller (2001) mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut
dan berdasarkan hasil integrasi diperoleh dua faktor internal dan
eksternal. Geller (2001) memaparkan bahwa keberhasilan proses
keselamatan kerja terdiri dari dua faktor internal (meliputi sikap,
kepercayaan, perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, dan nilai-nilai,
tujuan) dan eksternal (meliputi pelatihan, pengenalan, persetujuan,
komunikasi, dan menunjukan kepedulian secara aktif) (Halimah, 2010).
Hal tersebut digambarkan sebagai berikut ini :
Equipment, Tools,
Physical Layout,
Procedures, Standards,
and Temperature
PERSON ENVIRONMEN
T
SAFETY
CULTURE
BEHAVIO
R
Knowledge, Skill,
Abilities, Intelligence,
Motives and
Personality
Complying, Coaching,
Recognizing, Demonstrating
„‟Actively Caring‟‟
Gambar 2.2
Aspek Internal Dan Eksternal Yang Dapat Menentukan
Keberhasilan Proses Keselamatan
Sumber : Geller (2001)
Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan
keselamatan yang didasari perilaku (behavior based safety) dalam upaya
meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif.
Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang
berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian.
Hal ini dapat diartikan upaya reaktif menunggu terjadi tidak aman
dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja
ditelusuri dari perilaku yang menghasilkan suatu keberhasilan
Manusia
Internal Status ciri –ciri :
Sikap, kepercayaan,
perasaan, pemikiran,
kepribadian,
persepsi, dan nilai-
Eksternal Perilaku :
Pelatihan, Pengenalan,
Persetujuan,Komunikas
i, dan menunjukan
kepedulian secara aktif.
Pendidikan
Person Based
Teori Kognitif
Survey Persepsi
Pelatihan
Behavior Based
Ilmu Perilaku
Audit Perilaku
pencegahan kecelakaan kerja. Sedangkan, pencapaian keselamatan kerja
melalui perspektif reaktif sulit dicapai hasil maksimal karena sifatnya
yang berusaha mencari kesalahan atau kegagalan yang dilakukan.
Adanya ketakutan dan citra yang jelek untuk diketahuinya oleh pihak lain
membuat cara ini sulit untuk mendapatkan gambaran mendalam atas
suatu kecelakaan (Halimah, 2010).
Selanjutnya Waters & Duncan (2001) mengemukakan bahwa
pendekatan keselamatan berbasis perilaku dapat meningkatkan perilaku
aman dalam bekerja dan mengurangi insiden kecelakaan kerja.
Peningkatan keselamatan di tempat kerja dalam pendekatan keselamatan
berbasis perilaku dirancang dengan berkonsentrasi pada bagian perilaku
dari piramida keselamatan (Ratnaningsih, 2010).
Pada piramida keselamatan Earnest, dapat dilihat bahwasanya perilaku
merupakan penyebab dari kejadian kecelakaan kerja. Konsekuensi yang
terjadi akibat perilaku yang tidak aman meliputi hampir celaka,
kerusakan alat, luka-luka yang tercatat, luka-luka yang menyebabkan
hilangnya hari kerja, hingga yang terparah adalah fatal. Praktek
implementasi pendekatan keselamatan berbasis perilaku dapat digunakan
pada berbagai karakteristik pekerjaan. Beberapa bidang tersebut di
antaranya konstruksi pertambangan, petrokimia, rumah sakit dan
transportasi (Ratnaningsih, 2010).
Berikut ini gambar piramida keselamatan Earnest :
Gambar 2.3
Piramida Keselamatan
Sumber : (Earnest dalam Agraz-Boeneker, Groves, & Haight, 2007)
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman
Menurut teori Lawrence Green dan kawan – kawan (1980) dalam
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2
faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku
(non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk
dari 3 faktor yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor predisposisi, menurut Green (1980) adalah faktor-faktor
yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran atau motivasi yang
terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, nilai, keyakinan dan
variabel demografi (usia, pendidikan, masa kerja).
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2003).
Menurut Purwanto (1990) dalam Millah (2008), pengetahuan
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan individu berbuat atau
bertindak. Dengan demikian perbuatan atau tingkah laku seseorang dapat
terjadi menurut apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang
berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting
dalam pekerjaannya. Hal ini berarti pengetahuan akan melahirkan sikap
yang akan mengarahkan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung (Green,
1980). Hasil penelitian Angkat (2008) menunjukkan adanya hubungan
antara pengetahuan Keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan
kecelakaan kerja diperoleh, diperoleh P sebesar 0,001. Tampak bahwa
nilai p= 0,001< 0,05 sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan
pencegahan kecelakaan kerja pada karyawan.
Kemudian Sialagan (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan nilai 13%.
Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya. Dan Saputra (1997)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
dengan perilaku K3 dengan p value 4%. Artinya ada perbedaan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang
dilakukannya (Bachri, 2010).
2. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003) :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap positif belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :
a) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada
situasi saat itu.
b) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang
mengacu kepada pengalaman orang lain.
c) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan
pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
e. Nilai (value)
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan untuk
terjadinya suatu tindakan, misalnya adanya fasilitas. Disamping faktor
fasilitas juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain untuk
terjadinya tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sialagan (2008)
terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan
perilaku aman. Lain halnya dengan penelitian. Helliyanti (2009) dan
Karyani (2005) dan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman
pekerja.
3. Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk
berperilaku tertentu. Oleh karena itu dalam mempelajari motivasi kita
akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di
dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sifat, kekuatan dan
ketetapan dari tingkah laku manusia (Quinn, 1995 dalam Bachri, 2010).
Menurut Etkiston motivasi merupakan suatu disposisi laten yang
berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebelum disposisi
tersebut belum terpenuhi, maka motivasi selalu muncul ke permukaan
(Saleh dan Nisa, 2006). Sedangkan untuk memotivasi pekerja untuk
berperilaku aman dalam bekerja ada 6 prinsip dasar menurut Frank E.
Bird, 1996 yaitu :
1. Prinsip penetapan tujuan dan sasaran
2. Prinsip keterlibatan pekerja yang bersangkutan
3. Prinsip mutual interest dari pekerja
4. Prinsip psychological Appeal dari pekerja
5. Prinsip pemberian informasi kepada pekerja
6. Prinsip penguatan perilaku.
Dengan 6 prinsip dasar yang ada dapat dilakukan untuk memotivasi
pekerja untuk dapat dan harus berperilaku aman dalam bekerja
dilingkungan kerja. Sehingga dapat mengurangi frekuensi tingkat
kecelakaan yang mungkin terjadi (Bachri, 2010).
Berdasarakan penelitian Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS
Indonesia didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap
perilaku K3. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005)
juga didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi dengan
perilaku K3 dalam bekerja. Dimana, motivasi pekerja yang tinggi
mempunyai peluang 3 kali untuk berperilaku aman pekerja dibanding
pekerja yang mempunyai motivasi yang rendah.
4. Persepsi
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang
melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu (Gibson, 1996). Persepsi
merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus
yang diterimanya. Menurut Notoadmodjo (2003) persepsi merupakan
proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang
diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang
berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu.
Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan
stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan
obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya
dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik
tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang
dimilikinya.
Krech (1962) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan persepsi
dipengaruhi oleh :
a) Frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki dan
diperoleh dari pendidikan, bacaan, penelitian, atau cara lain.
b) Field of expreance yaitu pengalaman yang telah dialami sendiri
dan tidak terlepas dari keadaan lingkungan.
Dari beberapa uraian diatas persepsi merupakan suatu proses yang
terjadi dalam diri manusia dimana rangsangan yang diterima oleh indera
melalui proses belajar atau pengalaman diorganisasikan dan
diinterpretasikan lebih dahulu sebelum stimulus tersebut dapat dimengerti
dan direspon. Dengan kata lain persepsi adalah pendapat, penilaian, dan
keyakinan yang timbul dalam diri seseorang mengenai objek tertentu.
Berdasarkan penelitian Karyani (2005) dan Sialagan (2008), terdapat
hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman
pekerja. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Karyani (2005) bahwa responden yang memiliki persepsi kurang baik
mempunyai peluang 4.656 kali berperilaku tidak aman dibanding
responden yang persepsinya baik.
5. Nilai – Nilai
Green (1980) berpendapat bahwa nilai-nilai atau norma yang berlaku
akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang
telah melekat pada diri seseorang. Kemudian Notoatmodjo (2003)
menambahkan bahwa didalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku
nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan
hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang
selalu hidup di masyarakat.
6. Keyakinan
Menurut Notoatmodjo (2003) keyakinan atau kepercayaan sering
diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak
kesulitan waktu melahirkan. Seseorang yang mempunyai atau meyakini
suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam
menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya
(Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003).
7. Usia
Siagian (1995) mengatakan bahwa jika seseorang makin bertambah
usianya, maka cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis
maupun kedewasaan psikologis. Artinya semakin bertambah usianya
maka semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa yaitu semakin
bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin mampu
mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku
yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-sifat lain yang menunjukkan
kematangan intelektual dan psikologis (Millah, 2008).
Menurut Hurlock (1994) dalam Helliyanti (2009), semakin tua usia
seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisiologis, fungsi batin, dan
fisik sehingga kemampuan untuk menyerap ilmu juga menurun jika
dibandingkan golongan usia muda. Hal ini agak berbeda dengan
Simanjutak (1985), umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap
kondisi fisik seseorang, ada saat usia tertentu dimana seseorang dapat
berprestasi secara maksimal tetapi ada saat dimana terjadinya penurunan
prestasi. Tingkat prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan
meningkatnya umur, untuk kemudian menurun menjelang usia tua
(Halimah, 2010).
8. Pendidikan
MU Lawrevelt dalam Notoatmodjo (1993) berpendapat bahwa
pendidikan adalah setiap usaha, pengarah, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak didik yang tertuju pada kedewasaan. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat
mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan (Millah,2008).
9. Masa Kerja
Masa kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat
mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal
menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja
seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan
memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman (Dirgagunarsa, 1992).
Berdasarkan hasil studi ILO (1989) di Amerika menunjukan bahwa
kecelakaan kerja terjadi selain karena faktor mannusia, disebabkan juga
karena masih baru dan kurang pengalaman. Sedangkan menurut Cooper
(2001) orang sering berperilaku tidak aman karena orang tersebut belum
pernah cedera saat melaksanakan pekerjaanya dengan tidak aman. Tetapi
jika kita melihat Heinrich‟s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari
potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) meyebutkan faktor
pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat
mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku
karena menyenangkan, nyaman dan menghemat waktu dan perilaku ini
cenderung berulang (Dirgagunarsa, 1992).
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik
sesuai usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja
yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara
mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka
sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang
diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup mendapat
perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada
mereka sebelum melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari
permulaan bekerja adalah sangat penting. Dimana, dalam suatu
perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang berpengalaman sering
mendapatkan kecelakaan sehingga diperlukan perhatian khusus
(Suma‟mur, 1996).
Berdasarkan pendapat Suma‟mur (1996) diatas dapat disimpulkan
bahwa pengalaman dapat mempengaruhi perilaku bekerja dalam
melakukan pekerjaannya dan pengalaman dapat mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat
lebih menekankan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya
dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan
dan keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum berpenglaman atau
masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan keselamatan.
b. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan
fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor
pemungkin. Faktor pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program
K3RS.
1) Ketersediaan APD
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor,
salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan
sumber-sumber/fasilitas, Kesesuaian/ Kenyamanan. Ketersediaan APD
dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari faktor pemungkin
perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu
tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku
tersebut.
Sahab (1997) mengatakan ketersediaan APD dapat mencegah perilaku
tidak aman dalam bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia
(sumber daya manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang penting
dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan
APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki
pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang aman,
daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang memenuhi
standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan bagi
tenaga kerja.
Perawat bertanggung jawab menjaga keselamatan diri sendiri dan
klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan
melalui penyebaran infeksi. Berbagai cara dalam mengurangi
kemungkinan kecelakaan kerja salah satunya pemakaian alat pelindung
diri yang sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja.
APD perawat ketika praktik terdiri dari sarung tangan, alat pelindung
wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki atau
sepatu. (Depkes RI, 2003). Salah satu Alat Pelindung Diri (APD) yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat
dengan pasien selain masker adalah sarung tangan.
Pengunaan APD seperti sarung tangan sangatlah mutlak dilakukan, di
samping pengunaan alat – alat medis yang steril dalam pengunaan alat –
alat medis yang steril dalam setiap pemberian tindakan perawatan.
Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana, namun sarung tangan
harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasif. Pemakaian sarung
tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah,
semua jenis cairan tubuh, sekret dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung
tangan di perkenalkan pertama kalinya sebagai salah satu prosedur
perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi
petugas kesehatan, sarung tangan juga mengurangi penyebaran infeksi
pada pasien (DepKes, 2003).
2) Program K3RS
Program K3RS merupakan salah satu bentuk fasilitas pendukung
yang dapat membentuk perilaku aman dalam bekerja. Untuk menguatkan
perilaku keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan upaya K3RS guna
mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK)
sehingga produktifitas optimal (Chiou ST, dkk, 2013).
K3RS merupakan upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja,
tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja
Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit. Program K3 di rumah
sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta
meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien,
pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Kinerja setiap petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja.
Program K3RS yang harus ditetapkan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Program K3RS
1 Pengembangan kebijakan K3RS
a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan.
(setiap 3 tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan
kebutuhan
2 Pembudayaan perilaku K3RS
a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit
baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengantar
pasien/pengunjung rumah sakit.
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui
film, leaflet, poster, pamflet dll.
c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja di setiap unit
RS dan pada para pasien serta para pengantar
pasien/pengunjung rumah sakit
3 Pengembangan SDM K3RS
a. Pelatihan umum K3RS
b. Pelatihan intern rumah sakit, khususnya SDM per unit
rumah sakit
c. Pengiriman SDM rumah sakit untuk pendidikan formal,
pelatihan lanjutan, seminar dan workshop yang berkaitan
dengan K3.
4 Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard
Operational Procedure (SOP) K3RS
a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah Sakit;
b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan
kerja;
c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan
kerja ;
d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS;
e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran;
f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan
Rumah Sakit;
g. Penyusunan pedoman pengelolaan faktor risiko dan
pengelolaan limbah Rumah Sakit;
h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
i. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi;
j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit;
k. Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya
(B3);
l. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit
kerja Rumah Sakit.
5 Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
a. Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja
yang dianggap berisiko dan berbahaya, area/tempat kerja
yang belum melaksanakan program K3RS, area/tempat
kerja yang sudah melaksanakan program K3RS,
area/tempat kerja yang sudah melaksanakan dan
mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS);
b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan
observasi, wawancara SDM Rumah Sakit, survei dan
kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan tempat kerja
secara rinci
6 Pelayanan kesehatan kerja
a. Melakukan pemeriksaan kesehatann sebelum bekerja,
pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan
kesehatan khusus bagi SDM Rumah Sakit;
b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi
bagi SDM Rumah Sakit yang menderita sakit
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani)
dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit;
d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada
SDM Rumah Sakit yang bekerja pada area/tempat kerja
yang berisiko dan berbahaya;
7 Pelayanan Keselamatan kerja
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana
,prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit;
b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan
kerja
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana,
prasarana dan peralatan Rumah Sakit;
d. Pengadaan peralatan K3RS.
8 Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah
padat, cair dan gas
a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan
limbah padat, cair dan gas;
b. Pengelolaan limbah medis dan nonmedis.
9 Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya (Permenkes No.472 tahun 1996);
b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan
dan penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan
Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety
Data Sheet) atau Lembar Data Pengaman (LDP); lembar
informasi dari pabrik tentang sifat khusus (fisik/kimia) dari
bahan, cara penyimpanan, risiko
10 Pengembangan manajemen tanggap darurat
a. Menyusun rencana tanggap darurat(survey bahaya,
membentuk tim tanggap darurat, menetapkan prosedur
pengendalian, pelatihan dll);
b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana;
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap
darurat
d. Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya
serta membuat denahnya (laboratorium, rontgen, farmasi,
CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit
menular dll);
e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana;
f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya
pencegahan dan pengendalian bencana pada tempat-tempat
yang berisiko tersebut;
g. Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk
evakuasi apabila terjadi bencana;
h. Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di
tempat-tempat yang berisiko (masker, apron, kaca mata,
sarung tangan dll);
i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit;
j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal
tanggap darurat Rumah Sakit;
k. Evaluasi sistem tanggap darurat.
11 Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan
kegiatan K3
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta
penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan
bencana (termasuk format pencatatan dan pelaporan yang
sesuai dengan kebutuhan);
b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP
pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
celaka (near miss) dan celaka
c. Pendokumentasian data
12 Review program tahunan
a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan
instrumen self assessment akreditasi Rumah Sakit;
b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara
langsung, observasi singkat, survey tertulis dan kuesioner,
dan evaluasi ulang;
c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian
penyakit dan kecelakaan akibat kerja;
d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit. Sumber : KEPMENKES RI Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan keselamatan kerja Di rumah sakit
c. Faktor Penguat (reinforcing factors)
Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang menentukan
apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan atau tidak dengan
memberikan reward, insentif, dan punishment seperti undang-undang,
kebijakan, SOP dan Pengawasan (Notoatmodjo,2003).
1) Standar Operasional Prosedur (SOP)
Menurut Lina (2004) dalam Desi (2013) SOP merupakan serangkaian
prosedur kerja yang ada di perusahaan yang digunakan untuk
mengendalikan jenis pekerjaan yang berpotensi terjadinya kecelakaan.
Dalam suatu perusahaan, peraturan kerja biasanya diawali dari bentuk
pedoman atau petunjuk kerja. Prosedur kerja ini berisi tentang
keselamatan yang berkaitan dengan pengolahan material, proses
menjalankan mesin atau pekerjaan lainnya. Prosedur kerja ini tidak dapat
menggantikan alat-alat perlindungan, tetapi berguna sebagai penunjang
penggunaan alat-alat pengaman.
Sedangkan menurut Depkes RI (2004), Standar Operasional Prosedur
adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang
dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan tatacara
atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang
dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab
untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga
suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.
Pedoman atau prosedur kerja ini tidak ada manfaatnya jika tidak
diamati, apabila setiap prosedur kerja telah dapat dijalani dengan baik
maka prosedur kerja tersebut dapat ditetapkan menjadi suatu ketentuan
atau peraturan dengan disertai pengadaan sesuatu yang perlu.
2) Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil
yang dikehendaki. Agar pengawasan berhasil maka manajer harus
melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pengcocokan,
inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu,
bahkan bilamana perlu mengatur dan mencegah sebelumnya terhadap
kemungkinan kemungkinan adanya yang mungkin terjadi (Sarwono,
1991).
Syarat-syarat pengawasan agar pengawasan dapat berjalan efisien
perlu adanya sistem yang baik daripada pengawasan tersebut. Sistem yang
baik ini menurut William H. Newman seperti yang dikutip dari buku
Sarwono (1991), memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:
a) Harus memperhatikan atau disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan
organisasi
b) Harus mampu menjamin adanya tindakan perbaikan (checking,
reporting, corrective action).
c) Harus luwes.
d) Harus memperhatikan faktor-faktor dan tata organisasi di dalam mana
pengawasan akan dilaksanakan.
e) Harus ekonomis dalam hubungan dengan biaya.
f) Harus memperhatikan pula prasyarat sebelum pengawasan itu dimulai
yaitu:
1) Harus ada rencana yang jelas
2) Pola/tata organisasi yang jelas (jelas tugas-tugas dan
kewenangan-kewenangan yang terdapat dalam organisasi yang
bersangkutan).
Di samping syarat-syarat di atas dapat pula dikemukakan hal-hal
sebagai ciri (sifat) pengawasan yang baik:
1) Pengawasan harus bersifat “fact finding”, artinya pengawas harus
menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan
dalam organisasi.
2) Pengawasan harus bersifat preventif, artinya harus dapat mencegah
timbuknya penyimpangan-penyimpangan dan penyelewengan-
penyelewengan dari rencana semula.
3) Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang.
4) Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi dan
tidak boleh dipandang sebagai tujuan
5) Karena pengawasan hanya sekedar alat administrasi, pelaksanaan
pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan.
6) Pengawasan tidak dimaksudkan untuk terutama menemukan siapa
yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa
yang tidak betul.
7) Pengawasan bersifat harus membimbing agar supaya para pelaksana
meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang telah
ditentukan baginya.
Teknik pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara
sebagai berikut :
1) Pengawasan langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan oleh
manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan. Pengawasan
ini dapat berbentuk inspeksi langsung, observasi di tempat (on the spot
observation) dan laporan di tempat (on the spot report) yang berarti
juga penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan, karena makin
kompleksnya tugas seorang manajer, pengawasan langsung tidak
selalu dapat dijalankan dan sebagai gantinya sering dilakukan dengan
pengawasan tidak langsung.
2) Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan dari jarak jauh melalui
laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat
berbentuk laporan tertulis dan lisan. Kelemahan pengawasan bentuk
ini adalah bahwa dalam laporan-laporan tersebut tidak jarang hanya
dibuat laporan-laporan yang baik saja yang diduga akan
menyenangkan atasan. Manajer yang baik akan meminta laporan
tentang hal-hal yang baik maupun yang tidak baik. Sebab kalau
laporan tersebut berlainan dengan kenyataan selain akan menyebabkan
kesan yang berlainan juga pengambilan keputusan yang salah.
2.3 Profesi Perawat
2.3.1 Pengertian Perawat
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, menyebutkan
bahwa perawat adalah orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
2.3.2 Peran, Fungsi dan Tugas Perawat
Peran utama perawat professional adalah memberikan asuhan
keperawatan kepada manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu
keperawatan: ontologism) yang meliputi (Nursalam, 2007) :
a) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan
kebutuhan klien
b) Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis dan
spiritual
c) Memberikan asuhan keperawatan kepada klien (klien, keluarga, dan
masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Selain itu menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam
Nursalam (2007) juga diesebutkan bahwa perawat mempunyai peran
penting terhadap klien, berikut beberapa peran perawat yaitu :
1) Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat
dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari
yang sederhana sampai dengan kompleks.
2) Sebagai advokat klien. Peran ini dilakukan perawat dalam
membantu klien & keluarga dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat
juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak
pasien meliputi :
a) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
b) Hak atas informasi tentang penyakitnya
c) Hak atas privasi
d) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian
3) Sebagai educator. Peran ini dilakukan dengan membantu klien
dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
4) Sebagai coordinator. Peran ini dilaksanakan dengan
mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan
kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5) Sebagai kolaborator. Peran ini dilakukan karena perawat
bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan.
6) Sebagai konsultan. Perawat berperan sebagai tempat konsultasi
dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
7) Sebagai pembaharu. Perawat mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan.
Dalam Nursalam (2007) juga dijelaskan bahwa menurut Kozier
(1991) terdapat tiga fungsi perawat dalam melaksanakan perannya,
yaitu:
a. Fungsi Independen. Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung
pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya
dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.
b. Fungsi Dependen. Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai
tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan
oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat
primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen. Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim
yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang
lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun lainnya.
Berikut ini adalah merupakan uraian tugas perawat secara umum,
yaitu :
1. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standard
2. Mengadakan serah terima (operan) dinas dengan tim/grup
lain (grup petugas pengganti) shift selanjtnya mengenai :
a) Kondisi pasien
b) Logistik keperawatan
c) Administrasi rumah sakit
d) Pelayanan penunjang
e) Kolaborasi program pengobatan.
3. Membaca buku laporan shift sebelumnya
4. Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan
oleh shift sebelumnya
5. Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya
6. Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visit dokter
7. Mendampingi dokter visit, mencatat dan melaksanakan
program pengobatan dokter
8. Memberikan terapi baik oral maupun injeksi kepada pasein.
9. Membantu melaksanakan rujukan seperti mengantar pasien
untuk kegiatan pemeriksaan rontgen/ lab.
10. Mempersiapkan ruangan operasi
11. Memandikan pasien atau mengganti balutan
12. Memberikan makanan pada pasien
13. Melaksanakan orientasi terhadap pasien/keluarga baru,
mengenai :
a) Tata tertib ruangan
b) Perawat yang bertugas
14. Menyiapkan pasien pulang dan memberi penyuluhan
kesehatan
15. Memelihara kebersihan ruang rawat dengan :
a) Mengatur tugas cleaning service
b) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada
semua petugas, peserta didik dan pengunjung
ruangan
16. Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik
keperawatan
17. Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan
asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan
18. Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan
lingkungan
19. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga
20. Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak dan kewajiban
pasien.
2.3.3 Potensi Bahaya dan Resiko pada Perawat di Rumah Sakit
Perawat berisiko terhadap bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit
yang disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri,jamur,parasit); faktor
kimia (antiseptik, reagent, gas anestesi); faktor ergonomi (lingkungan
kerja,cara kerja, dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu, cahaya,
bising, listrik, getaran dan radiasi) dan faktor psikososial (kerja bergilir,
beban kerja, hubungan sesama pekerja/atasan, stress kerja) yang dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
PAK di Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi
(kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia
(pemaparan dalam dosis kecil yang terus menerus seperti antiseptik pada
kulit, gas anestesi pada hati); faktor ergonomi (cara duduk salah, cara
mengangkat pasien salah); faktor fisik (panas pada kulit, tegangan tinggi
pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem produksi sel darah); faktor
psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien gawat darurat,
bangsal penyakit jiwa, dan lain-lain).
Tabel 2.2
Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit
Bahaya
Fisik
Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas, suhu
dingin, bising, getaran, pencahayaan
Bahaya
Kimia
Diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether,
Halothane, Etrane,Mercury, Chlorine
Bahaya
Biologi
Diantaranya Virus (misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV),
Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp.,
H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus,
Pseudomonas) Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S.
Scabiei)
Bahaya
Ergonomi
Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja (membungkuk,
mengangkat,dll)
Bahaya
Psikososial
Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
traumatic
Bahaya
Mekanik
Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk
benda tajam
Bahaya
Listrik
Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir,
listrik statis
Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam
Limbah RS Diantaranya limbah medis (jarum suntik,vial obat, nanah, darah)
limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet, liur,
sputum). Sumber : KEPMENKES RI Nomor : 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
keselamatan kerja Di rumah sakit
2.4 Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan mengacu pada teori Green
(1980), dimana dalam teori tersebut terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
perilaku manusia yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat.
Menurut Green faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap,
motivasi, persepsi, nilai-nilai, keyakinan dan variabel demografi (usia,
pendidikan, masa kerja). Sedangkan faktor pemungkin yang mencakup tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja,
misalnya ketersedian APD (alat pelindung diri) dan adanya Program K3RS. Dan
faktor penguat yang meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan,
SOP (standar operasional prosedur) dan sebagainya.Hal tersebut digambarkan
sebagai berikut :
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber : Green (1980)
PERILAKU
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Persepsi
Motivasi
Nilai-nilai
Keyakinan
Usia
Pendidikan
Masa kerja
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sumber-sumber/fasilitas,
Kesesuaian/ Kenyamanan
Faktor Penguat
Undang-Undang Peraturan
SOP
Pengawasan
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku aman pada
perawat di Rumah Sakit Islam Asshobirin. Dalam penelitian ini yang diamati
perilaku aman yang dipengaruhi oleh faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan,
sikap, motivasi, dan masa kerja, lalu faktor pemungkin yang terdiri dari
ketersedian alat pelindung diri (APD) dan program K3RS. Serta faktor penguat
yaitu standar operasional prosedur (SOP) dan pengawasan. Menurut Notoatmodjo
(2003) faktor yang menentukan perilaku terdiri dari :
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi,
nilai-nilai, keyakinan dan variabel demografi (usia, pendidikan, masa kerja).
Pengetahuan dapat mempengaruhi seseorang berperilaku hal ini terjadi karena
perbuatan atau tingkah laku seseorang dapat terjadi menurut apa yang
diketahui dan diyakini sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang
memiliki pengetahuan yang berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang
merupakan peranan penting dalam berperilaku aman dalam bekerja.
Motivasi dapat mepengaruhi perilaku K3, secara umum motivasi
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan sesorang untuk
berperilaku tertentu. Dengan adanya suatu dorongan dapat mempengaruhi
seseorang untuk berperilaku aman.
Dan masa kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja
dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal
menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang
maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan
pekerja dapat bekerja lebih aman.
Adapun persepsi, nilai-nilai, keyakinan, usia dan pendidikan tidak
dilakukan penelitian dengan alasan persepsi seseorang terbentuk dari
pengetahuan dan pengalaman seseorang (Krech, 1962) yang dapat terlihat
dalam variabel pengetahuan dan masa kerja, Sedangkan nilai-nilai dan
keyakinan perawat di Rumah Sakit Islam Asshobirin menurut peneliti
homogen karena mayoritas beragama islam. Untuk usia bersifat homogen
karena rata-rata merupakan usia produktif kerja dan pendidikan perawat
bersifat homogen juga dikarenakan rata-rata lulusan pendidikan keperawatan.
2. Faktor Pemungkin
Faktor pemungkin yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja,
misalnya ketersedianya alat pelindung diri (APD) dan program K3RS.
Ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam bekerja.
Sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber dan manusia) dan fasilitas
merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan
keselamatan di tempat kerja.
Dan program K3RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM
Rumah Sakit, pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk
menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk
pemukiman masyarakat sekitarnya, dengan diterapkannya K3RS dapat
memperkuat perilaku aman pada perawat untuk meningkatkan keselamatan
dan kesehatan kerja.
3. Faktor penguat
Faktor penguat meliputi undang-undang, peraturan-peraturan,
pengawasan, standar operasional prosedur dan sebagainya. Pada penelitian ini
alasan standar operasional prosedur (SOP) dan pengawasan saja yang diambil
dikarenakan standar operasional prosedur telah mencakup terhadap peraturan.
Sedangkan pengawasan menurut Sarwono (1991) merupakan kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana
yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Azwar (1998) dalam
Annishia (2010) menyatakan bahwa dengan adanya pengawasan dan
peraturan yang mengikutinya merupakan salah satu faktor yang akan
mempengaruhi perilaku seseorang.
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagan 3.1
Kerangka Berpikir
Faktor Predisposisi
Faktor Pemungkin
Faktor Penguat
4. Masa Kerja
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Motivasi
1. Ketersediaan APD
APD
2. Program K3RS
1. SOP
2. Pengawasan
Perilaku Aman Bekerja
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
No Istilah Definisi Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil Ukur Sumber
Informasi
1 Perilaku
aman
bekerja
Tindakan atau
perbuatan dari perawat
yang memperkecil
kemungkinan
terjadinya kecelakaan
saat bekerja, seperti
menggunakan APD,
sesuai SOP,dll.
(Heinrich, 1980).
Indepth
interview
dan
observasi
Pedoman
Indepth
interview
Dan
lembar
observasi
Informasi
mengenai
wujud perilaku
aman dalam
bekerja.
Perawat,
Kepala
Ruangan dan
Kepala
Perawat
2 Pengetahuan Segala informasi yang
telah diketahui dan
dipahami oleh perawat
tentang perilaku aman
dalam bekerja
(Annishia, 2011).
Indepth
interview
Pedoman
Indepth
interview
Informasi
mengenai
pengetahuan
perawat
mengenai
perilaku aman.
Perawat,
Kepala
Ruangan dan
Kepala
Perawat
3 Sikap Kecenderungan untuk
berespons
positif atau negatif
terhadap
perilaku aman
(Annishia, 2011).
Indepth
interview
dan
observasi
Pedoman
Indepth
interview
dan
lembar
obsevasi
Gambaran
positif atau
negatif
mengenai:
Penilaian
dalam
menghadapi
bahaya yang
ada di RS,
penilaian
terhadap
penyediaan
APD, penilaian
terhadap
adanya
peraturan atau
SOP.
Perawat,
Kepala
Ruangan dan
Kepala
Perawat
4 Motivasi Dorongan yang
membuat perawat
untuk berperilaku
aman (Annishia,
2011).
Indepth
interview
Pedoman
Indepth
interview
Informasi
mengenai
motivasi apa
yang membuat
perawat
berperilaku
aman
Perawat,
Kepala
Ruangan dan
Kepala
Perawat
5 Masa Kerja Waktu yang telah
dijalani perawat dalam
menjalankan
kerja.(Dirgagunarsa,
1992)
Indepth
interview
dan
telaah
dokumen
Pedoman
Indepth
interview
dan
lembar
telaah
dokumen
Informasi
mengenai masa
kerja yang
sudah dijalani
perawat selama
ini
Perawat
6 Ketersedian
APD
Ketersedian alat
pelindung diri di
rumah sakit dalam
melakukan asuhan
keperawatan seperti
sarung tangan dan
masker serta peraturan
yang ada di rumah
sakit (Depkes, 2003)
Indepth
interview
dan
observasi
Pedoman
Indepth
interview
dan
lembar
observasi
Informasi
mengenai
ketersedian
APD untuk
perawat dan
peraturan di
RS.
Perawat,
Kepala
Ruangan,
Kepala
Perawat,
Kabid
Pelayanan
Medis dan
Keperawatan
7 Program
K3RS
Upaya terpadu dari
seluruh SDM RS,
pasien, serta
pengunjung atau
pengantar orang sakit
untuk menciptakan
lingkungan kerja RS
yang sehat, aman dan
nyaman termasuk
pemukiman
masyarakat sekitarnya
(KEPMENKES RI,
2010).
Indepth
interview
Pedoman
Indepth
interview
Informasi
mengenai
program apa
saja yang telah
ada di Rumah
Sakit terkait
K3RS.
Perawat,
Kepala
Ruangan,
Kepala
Perawat,
Kabid
Pelayanan
Medis dan
Keperawatan
8 SOP Suatu perangkat
instruksi atau langkah-
langkah kegiatan
untuk bekerja secara
aman yang dibakukan
untuk memenuhi
kebutuhan tertentu
Indepth
interview
dan
telaah
dokumen
Pedoman
Indepth
interview
dan
lembar
telaah
dokumen
Informasi
mengenai ada
atau tidak
adanya SOP
terkait
peerilaku aman
saat bekerja
Perawat,
Kepala
Ruangan,
Kepala
Perawat,
Kabid
Pelayanan
klien (Depkes, 2004). Medis dan
Keperawatan
9 Pengawasan Kegiatan manajer atau
supervisi yang
mengusahakan agar
pekerjaan sesuai
dengan ketetapan
(Sarwono, 1991).
Indepth
intervie ,
observasi
dan
telaah
dokumen
Pedoman
Indepth
interview ,
lembar
observasi
dan
lembar
telaah
dokumen
Informasi
mengenai
dilakukan
pengawasan
atau tidak
terkait perilaku
aman bekerja
terhadap
perawat di
rumah sakit.
Perawat,
Kepala
Ruangan dan
Kepala
Perawat.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam
mengenai penyebab perilaku aman bekerja pada perawat. Metode ini menyajikan
secara langsung hubungan antara peneliti dengan orang yang akan memberikan
informasi, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat
(insight) mengenai perilaku aman bekerja pada perawat.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2013 di Rumah
Sakit Islam Asshobirin yang berlokasi di Jalan Raya Serpong KM.11, Pondok
Jagung – Tangerang Selatan.
4.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling.
Pemilihan informan dilakukan secara langsung melalui pertimbangan -
pertimbangan yang ditentukan peneliti sesuai dengan tujuan dan masalah
penelitian (Bungin, 2010). Selain itu untuk menentukan jumlah informan
dilakukan dengan teknik sequential yaitu jumlah informan yang dipilih tidak
ditentukan batasannya sampai peneliti menilai data yang dikumpulkan dari
sejumlah informan tersebut telah mencapai titik jenuh atau tidak ada hal baru lagi
yang dapat dikembangkan (Neuman, 2003). Mengacu pada prinsip tersebut, maka
informan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Informan utama yaitu perawat yang mencerminkan perilaku aman dalam
bekerja dan yang berperilaku tidak aman.
2. Informan kunci yaitu Kepala Ruangan yang bertanggung jawab di ruangan
perawat bekerja yang mengetahui mengenai perilaku informan utama dan
Kepala Perawat.
3. Informan pendukung yaitu Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan.
4.4 Kriteria Informan Utama
Untuk menetapkan informan utama, peneliti melakukan observasi terlebih
dahulu sebelum melakukan wawancara mendalam. Observasi dilakukan kepada
perawat dengan mengamati secara langsung perilakunya saat bekerja tanpa
diketahui oleh perawat dengan menggunakan lembar observasi. Pengamatan
dilakukan selama sebulan yang tidak menentu waktunya tergantung dengan shift
perawat. Dalam melakukan observasi terhadap informan peneliti menggunakan
kriteria atau indikator sebagai berikut :
Tabel 4.1
Kriteria Informan Utama
No Indikator Perilaku Aman Bekerja
1 Bekerja menggunakan APD berupa :
1) Masker untuk setiap tindakan.
2) Sarung tangan untuk tindakan tertentu seperti menyuntik,
memasang infus, mengganti balutan luka, memandikan
pasien, dsb.
2 Bekerja sesuai peraturan dan SOP di rumah sakit.
3 Mengambil posisi kerja yang aman seperti cara mengangkat yang
benar, tidak membungkuk saat bekerja, dsb.
4 Bekerja dengan kecepatan yang sesuai (tidak terburu-buru dan
sembrono).
5 Disiplin dan hati-hati dalam bekerja. (Sumber : Heinrich, 1980)
4.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama, namun
untuk memperoleh data yang dibutuhkan dibantu dengan instrumen lain berupa
pedoman wawancara mendalam mengenai prilaku aman dan faktor yang
mempengaruhinya. Adapun jenis wawancara yang akan penulis gunakan dalam
penelitian ini dengan cara mewawancarai responden secara perorangan. Hal ini
menurut peneliti sangat efektif untuk mendapatkan data yang lebih valid dan
akurat. Disamping itu untuk mendapatkan kejelasan dan kekuatan digunakan
instrument pendukung berupa lembar observasi, alat pencatat, kamera, dan
perekam suara.
4.6 Sumber dan Pengumpulan Data
Sumber data dari penelitian ini, yaitu :
1. Data primer
Data yang langsung dikumpulkan oleh peniliti dari informan. Data primer
yang dibutuhkan adalah mengenai perilaku aman dan faktor yang
mempengaruhinya melalui wawancara mendalam (indepth interview)
dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi dengan
menggunakan lembar observasi kepada seluruh informan penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu profil rumah sakit, data
kenegakerjaan dll. Selain itu data juga diperoleh dari studi literature.
4.7 Keabsahan Data
Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan memiliki akurasi data
yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka pengecekan keabsahan
data yang nanti diperoleh adalah salah satu tahapan yang peneliti lakukan.
Pengecekan tersebut dilakukan dengan cara triangulasi, yaitu (Sugiono, 2009) :
1) Triangulasi Sumber, yaitu melakukan wawancara mendalam dengam
informan yang berbeda yaitu perawat, kepala ruangan, kepala perawat
dan Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan RS Islam Asshobirin.
2) Triangulasi Metode, yaitu melakukan dengan beberapa metode antara
lain wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen untuk
mempertajam analisis dan memvalidasi data hasil wawancara.
Tabel 4.2
Validitas Data
Informasi Triangulasi Metode Triangulasi Sumber
Wawancara
mendalam
Observasi Telaah
Dokumen
Perawat Kepala
ruangan
Kepala
perawat
Kabid
Pelayanan
Medis dan
Ke-
perawatan
Perilaku
Aman
√ √ - √ √ √ -
Pengetahuan √ - - √ √ √ -
Sikap √ - - √ √ √ -
Motivasi √ - - √ √ √ -
Masa kerja √ - √ √ √ √ -
Tersedianya
APD
√ √ - √ √ √ √
Program
K3RS
√ √ - √ √ √ √
SOP √ √ √ √ √ √ √
Pengawasan √ √ √ √ √ √ -
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1) Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari seluruh informan melalui
wawancara mendalam dan observasi
2) Hasil wawancara mendalam dicatat kembali, berdasarkan rekaman yang
diperoleh pada saat wawancara mendalam ke dalam bentuk tulisan (transkrip).
3) Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data selanjutnya
dikategorisasi dalam bentuk matriks.
4) Selanjutnya dilakukan analisis data dan interpretasi data secara kualitatif dan
membandingkannya dengan teori yang ada.
4.9 Penyajian Data
Setelah dianalisis dan ditarik kesimpulan kemudian data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk narasi kutipan hasil wawancara yang kemudian
dibandingkan dengan teori. Dan juga disajikan dalam bentuk matriks berdasarkan
unsur-unsur yang diteliti.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Informan
Informan yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari tiga informan,
yaitu informan utama, informan kunci dan informan pendukung. Masing-
masing jenis informan memiliki beberapa kriteria seperti yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya. Karakteristik informan yang diperoleh dalam penelitian ini
antara lain : nama, usia, pendidikan, lama bekerja dan tugas perawat. Pada
penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam
dengan semua informan, observasi dan telaah dokumen. Berikut adalah
gambaran dari masing-masing informan :
A. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini ditentukan dengan cara observasi
terhadap perawat selama sebulan di RS Islam Asshobirin. Kemudian memilih
3 orang masing-masing untuk informan utama yang berperilaku aman dan
yang berperilaku tidak aman. Pengumpulan data yang diperoleh dari informan
utama dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam mengenai
perilaku aman dalam bekerja.
Informan utama dari kelompok perawat yang berperilaku aman terdiri
dari tiga informan. Ketiga informan tersebut merupakan perawat yang
memenuhi kriteria indikator perilaku aman saat bekerja selama sebulan
pengamatan yang dilakukan peneliti. Indikator perilaku aman diantaranya
bekerja menggunakan APD secara lengkap (handscoon/sarung tangan dan
masker), mengambil posisi kerja yang aman, bekerja secara hati-hati atau
tidak terburu-buru, dan memenuhi peraturan (SOP) yang berlaku.
Untuk informan utama dari kelompok pekerja yang berperilaku tidak
aman juga terdiri dari tiga informan. Penentuan informan utama yang
berperilaku tidak aman dilakukan dengan cara mengamati beberapa perawat
yang memenuhi salah satu kriteria/indikator perilaku tidak aman selama masa
penelitian seperti tidak disiplin menggunakan APD dan mengambil posisi
kerja yang tidak aman.
1) Informan Utama Yang Berperilaku Aman
Karakteristik informan utama yang berperilaku aman, disajikan dalam
Tabel 5.1 berikut ini :
Tabel 5.1
Informan Utama Yang Berperilaku Aman
Informan Umur
(tahun)
Pendidikan
terakhir
Lama
Kerja
Spesifikasi
tugas
Ruangan
IU1 34 D3
Keperawatan
10 tahun Pelaksana Muzdalifah
IU2 24 S1 Keperawatan 9 bulan Pelaksana Namirah
IU3 26 S1 Keperawatan 1,5 tahun Pelaksana ICU
Sumber : Data Primer
Tugas perawat pelaksana yaitu melakukan tindakan asuhan
keperawatan antara lain TTV (periksa tanda-tanda vital seperti tekanan
darah, suhu, pernafasan, nadi, dll), kemudian NGT (pemasangan selang
yang langsung ke lambung), pasang infus, pasang cateter, injeksi, ganti
balutan, visit dokter atau konsultasi, dan lain-lain.
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, diketahui bahwa Informan IU1 berumur
34 tahun dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan dan masa kerjanya
sudah 10 tahun, tugas utamanya yaitu sebagai pelaksana di ruangan
Muzdalifah. Sedangkan untuk Informan IU2 berumur 24 tahun dengan
pendidikan terakhir S1 Keperawatan dan baru 9 bulan masa kerjanya,
tugas utamanya sebagai pelaksana di ruangan Namirah. Dan terakhir
informan IU3 berumur 26 tahun dengan pendidikan terakhir S1
Keperawatan sudah bekerja selama kurang lebih 1,5 tahun, tugas
utamanya sebagai pelaksana di ruangan ICU. Perilaku aman bekerja yang
dilakukan oleh ketiga informan tersebut yaitu disiplin dalam
menggunakan APD secara lengkap (handscoon/sarung tangan dan
masker), mengambil posisi kerja yang aman, bekerja secara hati-hati
(tidak terburu-buru) dan mematuhi peraturan atau sesuai SOP.
2) Informan Utama Yang Berperilaku Tidak Aman
Karakteristik pekerja yang berperilaku tidak aman dapat dilihat pada
Tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2
Informan Utama Yang Berperilaku Tidak Aman
Informan Umur
(tahun)
Pendidikan
terakhir
Lama
Kerja
Spesifikasi
tugas
Ruangan
IU4 39 D3
Keperawatan
15 tahun Pelaksana Mina
IU5 23 S1
Keperawatan
7 bulan Pelaksana Namirah
IU6 28 D3
Keperawatan
4 tahun Pelaksana ICU
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui bahwa Informan IU4 berumur
39 tahun dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan sudah bekerja
selama kurang lebih 15 tahun. Tugas utamanya yaitu sebagai pelaksana di
ruangan Mina. Sedangkan untuk Informan IU5 berumur 23 tahun dengan
pendidikan terakhir S1 Keperawatan dan masa kerja baru 7 bulan, tugas
utamanya sebagai pelaksana di ruangan Namirah. Dan informan IU6
berumur 28 dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan sudah bekerja
selama 4 tahun, tugas utamanya sebagai pelaksana di ruangan ICU.
Perilaku tidak aman bekerja yang dilakukan oleh ketiga informan
tersebut yaitu tidak menggunakan APD secara lengkap (sarung tangan dan
masker), tidak memakai alas kaki yang sesuai.
B. Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini yaitu pihak-pihak yang terkait
langsung dengan informan utama di RS Islam Asshobirin yaitu kepala
ruangan dan kepala perawat. Pengambilan informan kunci bertujuan untuk
melakukan cross check informasi yang didapat dari informan utama.
Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci tersebut
tentang perilaku aman pada perawat.
Kepala ruangan merupakan orang yang mengetahui dengan baik
perilaku informan utama karena tugas utamanya yaitu mengawasi dan
mengendalikan kegiatan pelayanan Keperawatan di ruang rawat yang berada
di wilayah tanggung jawabnya. Sedangkan Kepala perawat merupakan orang
yang mengetahui semua hal terkait keperawatan di RS Islam Asshobirin
karena tugasnya mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan
keperawatan pada semua ruang rawat di RS Islam Asshobirin.
Karakteristik Informan Kunci, disajikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5.3
Informan Kunci
Informan Pendidikan Terakhir Jabatan
IK1 D3 Keperawatan Kepala Ruangan Namirah
IK2 D3 Keperawatan Kepala Perawat RS Islam
Asshobirin
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa Informan kunci sebanyak
dua orang. Informan kunci pertama yaitu IK1 yang ditunjuk sebagai Kepala
ruangan Namirah dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan. Dan IK2
yang ditunjuk sebagai kepala perawat dengan pendidikan terakhir D3
Keperawatan.
C. Informan Pendukung
Informan pendukung merupakan orang yang mengetahui terkait
Program K3RS di RS Islam Asshobirin yaitu Kepala Bidang Pelayanan Medis
dan Keperawatan. Informan pendukung sebanyak satu orang yaitu IP1
seorang dokter yang ditunjuk sebagai Kepala Bidang Pelayanan Medis dan
Keperawatan dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi (S1). Karakteristik
informan pendukung dapat dilihat dalam tabel 5.4 sebagai berikut :
Tabel 5.4
Informan Pendukung
Informan Pendidikan
Terakhir
Jabatan
IP1 S1 Kedokteran Kepala Bidang Pelayanan Medis dan
Keperawatan Sumber : Data Primer
5.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan analisis faktor penyebab perilaku aman
bekerja pada perawat di RS Islam Asshobirin meliputi gambaran faktor
predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Dari hasil penelitian
perilaku aman, informasi ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
informan utama. Sedangkan untuk memvalidasi data maka dilakukan cross
check sumber dengan cara melakukan wawancara mendalam terhadap informan
kunci yaitu Kepala Ruangan dan Kepala Perawat serta informan pendukung yaitu
Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan di RS Islam Asshobirin. Dan
cross chek metode dengan melakukan observasi dan telaah dokumen.
5.2.1 Perilaku Aman Bekerja pada Perawat
Perilaku aman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
tindakan yang dilakukan perawat sehubungan dengan perilaku aman di
rumah sakit selama penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil observasi
selama sebulan terhadap perawat di RS Islam Asshobirin, diperoleh
gambaran perilaku aman yaitu hampir semua perawat menggunakan APD
berupa masker saat bekerja. Serta menggunakan handscoon (sarung
tangan) dalam melakukan tindakan-tindakan yang berisiko.
Peneliti memfokuskan untuk memilih 3 orang informan utama
yang berperilaku aman untuk di teliti. Berdasarkan hasil observasi, ketiga
informan tersebut menggunakan APD seperti masker dan sarung tangan
saat melakukan tindakan keperawatan sesuai SOP di RS Islam Asshobirin,
bekerja secara hati-hati, tidak terburu-buru dan mengambil posisi kerja
yang aman.
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa SOP
terkait penggunaan APD yang ada di RS Islam Asshobirin terdiri dari SOP
penggunaan masker dan sarung tangan diposible. Berikut ini kutipan isi
kebijakan dari SOP mengenai penggunaan APD :
Tabel 5.5
SOP Penggunaan APD
No Dokumen Isi Kebijakan
1 SOP Penggunaan
Masker
Setiap perawat yang melakukan tindakan
yang berisiko terhadap kontaminan
penularan penyakit melalui udara harus
menggunakan masker.
2 SOP Penggunaan
Sarung Tangan
Disposible
Setiap perawat yang melakukan tindakan
yang berisiko kontaminan melalui kontak
kulit wajib memakai sarung tangan
disposible Sumber : SOP RS Islam Asshobirin
Melalui wawancara mendalam dengan informan utama yang
berperilaku aman , diperoleh informasi mengenai perilaku aman dalam
bekerja sebgai berikut :
“Pakai APD dan kerja secara hati- hati aja, karena penting untuk
berperilaku aman bagi diri sendiri. Pakai APD nya tergantung
penyakit pasien juga kalo kadang gak pake handscoon pas ganti
infusan misalnya pasiennya sakit demam berdarah gak pake kecuali
penyakit infeksi baru pake. Kan klo demam berdarah kan gak terlalu
begitu parah ya tapi kalo nyuntik selalu pake handscoon, kalo
misalnya penyakit paru lebih pernapasan ya lebih menular jadi kalo
masker selalu pake ke setiap pasien kecuali kalo mendadak karena
buru-buru jadi gak pake”(Informan IU1).
“Pake APD untuk semua tindakan yang berisiko, ya untuk keamanan
diri sendiri sebagai pencegahan. kalo disini sih tindakan yang gak
pake sarung tangan misalnya kalo mau kasih obat, terus ttv kecuali
kalo misalnya ada aids atau resiko penyakit menular baru pake apd
lengkap, terus misalnya ada pasien ISPA ya otomatis kita harus pake
masker” (Informan IU2).
“Yang sesuai SOP seperti pakai APD, ya supaya tidak menularkan
sesuatu pada pasien dan sebaliknya, jadi kita harus memilah milah
pasien mana yang perlu pake APD lengkap mana yang gak perlu
supaya gak menyinggung pasien juga kan misalnya pasiennya batuk-
batuk ya kita harus pake masker takutnya kan TBC ya. Di SOP juga
sudah ada kriterianya yang harus pake APD gimana” (informan
IU3).
Selain itu, peneliti melakukan triagulasi sumber dengan
informan kunci, yaitu kepala ruangan diketahui bahwa bentuk perilaku
aman perawat dalam bekerja sehari-hari yaitu menggunakan APD dan
sesuai SOP. Berikut kutipannya :
“selama ini sih sesuai aja ya, jarang melakukan kesalahan tapi
kadang-kadang ya mungkin kalo dia lagi lupa apa gimana kadang
gak pake masker, tapi emang kalo untuk akhir-akhir ini penggunaan
APDnya sudah bagus mereka” (Informan IK1).
Dan melalui wawancara dengan kepala perawat juga
didapatkan informasi yang sesuai dengan informan utama bahwa setiap
perawat dalam berperilaku aman dalam bekerja selalu memakai APD.
Berikut kutipannya :
“perilaku aman yang dilakukan perawat disini yang pasti
menggunakan APD, karena dalam prosedur juga kan sudah ada ya
dan setiap perawat mengetahuinya” (Informan IK2).
5.2.2 Faktor Predisposisi Perilaku Aman Bekerja pada Perawat
Faktor predisposisi dalam penelitian ini meliputi pengetahuan,
sikap, motivasi dan masa kerja :
1. Pengetahuan
Gambaran pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini,
meliputi pengetahuan informan utama dalam menjelaskan atau
memaparkan definisi tentang bahaya yang ada di Rumah Sakit,
perilaku aman dalam bekerja, manfaat dari berperilaku aman dan
dampak dari berperilaku tidak aman dalam bekerja.
a) Bahaya di Rumah Sakit
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan
informan utama, baik yang berperilaku aman maupun yang
berperilaku tidak aman, diperoleh hasil bahwa informan utama
yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman
semuanya mengetahui bahaya yang ada di rumah sakit..
Informan utama yang berperilaku aman bisa menyebutkan
paling banyak empat bahaya, sedangkan yang berperilaku tidak
aman hanya bisa menyebutkan satu bahaya. Yang paling diketahui
informan utama yaitu bahaya tertular penyakit infeksi, padahal di
rumah sakit potensi bahayanya cukup banyak terkait keselamatan.
Hal ini dikarenakan pengetahuan yang mereka dapatkan hanya
berdasarkan pengalaman saja dan belum di sosialisasikan oleh
pihak rumah sakit. Berikut kutipan informan utama yang
berperilaku aman :
“Ya penyakit infeksi menular mba, terus hmm apa lagi ya
tertusuk jarum juga bisa, teruslimbah medis berbahaya, Ya
apalagi kalo kondisi kita lagi lemah pasti mudah tertular
penyakit apalagi kalo di ruangan isolasi kan banyak penyakit
yang lebih menular ya, takutnya kalo kondisi kita lemah daya
tahan tubuh kita turun pasti mudah terkena penyakit”
(Informan IU1).
“Tertular infeksi, hepatitis bisa, paru-paru bisa, HIV juga
dan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum, stress juga bisa
kalo ngadepin keluarga pasien kan kadang suka ada yang
repot‟‟ (Informan IU2).
“Nosokomial, terus K3 ya itu apa sih namanya kecelakaan
kerja, itu apa sih namanya kena jarum suntik, terus apa ya
ngangkat pasien tertiban‟‟ (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan informan utama yang berperilaku tidak
aman, pengetahuan mereka tentang bahaya di R umah Sakit yaitu
tertular penyakit infeksi :
“Tertular infeksi nosokomial sih setau saya” (Informan IU4)
“Paling Infeksi nosokomial ya yang bahaya” (Informan IU5)
“Ya Infeksi penyakit menular, HIV, paru-paru terus
hhmmm…” (Informan IU6)
b) Perilaku aman dalam bekerja
Pengetahuan mengenai perilaku aman dalam bekerja, semua
informan utama, baik yang berperilaku aman maupun yang
berperilaku tidak aman, mengetahui tentang perilaku aman dalam
bekerja. Namun, mereka tidak secara lengkap menyebutkan
definisi perilaku aman itu sendiri, mereka hanya memberikan
contoh-contoh perilaku aman seperti menggunakan APD, bekerja
sesuai SOP, dan laim-lain.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman
mengenai pengetahuannya tentang perilaku aman dalam bekerja :
“Pakai APD, hhmm intinya sih pake apd setiap tindakan yang
berisiko, ketelitian, kerapihan dalam bekerja” (Informan IU1.)
“Ya sesuai SOP, pakai APD juga harus untuk melindungi kita
dan selalu jaga kebersihan dengan cuci tangan” (Informan
IU2).
“Ya sesuai dengan prosedur terus sama APDnya juga harus
lengkap dan lebih hati-hati dalam bertindak” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku
tidak aman, mengenai pengetahuannya tentang perilaku aman
dalam bekerja :
“Ya pakai APD saat bekerja, memperhatikan kesterilan alat-
alat dan tindakan sesuai SOP aja sih” (Informan IU4).
“Ya sesuai standar operasional aja dari APDnya juga”
(Informan IU5).
“Proteksi diri aja seperti pakai APD dan sesuai SOP”
(Informan IU6).
c) Manfaat perilaku aman bekerja
Hasil wawancara mendalam mengenai pengetahuan perawat
tentang manfaat dari berperilaku aman saat bekerja, diperoleh hasil
bahwa semua informan mengetahui tentang manfaat perilaku aman
dalam bekerja. Jawaban dari semua informan utama, baik yang
berperilaku aman maupun informan utama yang berperilaku tidak
aman, bisa disimpulkan bahwa, manfaat perilaku aman saat
bekerja adalah untuk mencegah terjadinya tertular penyakit, hanya
satu informan yang menjawab untuk mencegah kecelakaan kerja.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman
mengenai pengetahuannya tentang manfaat berperilaku aman
dalam bekerja:
“Ya terhindar dari penyakit infeksi, penyakit menular
mengamankan diri sendiri agar tidak celaka atau sakit“
(Informan IU1).
“Manfaatnya baik bagi keamanan pasien dan terhindar dari
bahaya-bahaya bagi perawat” (Informan IU2).
“Supaya kita selamat, hhmm sebagai pasien dan perawat”
(Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku
tidak aman mengenai pengetahuannya tentang manfaat berperilaku
aman dalam bekerja :
“Hhhmm…terhindar dari kecelakaan kerja dan infeksi
nosocomial” (Informan IU4).
“Ya sebaliknya dari dampak mba supaya gak tertular penyakit
tadi” (Informan IU5).
“Apa ya hhmm….mengurangi tertularnya penyakit” (Informan
IU6).
d) Dampak perilaku tidak aman
Pengetahuan pekerja mengenai dampak jika berperilaku tidak
aman, diperoleh hasil bahwa semua informan utama mengetahui
tentang kerugian perilaku tidak aman dalam bekerja. Jawaban dari
semua informan utama dapat disimpulkan bahwa, dampak jika
berperilaku tidak aman adalah berisiko tertular, penyakit infeksi
dan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum, yang bisa merugikan
diri sendiri. Berikut ini kutipan dari informan utama yang
berperilaku aman mengenai pengetahuannya mengenai dampak
berperilaku tidak aman dalam bekerja:
“Bisa terjadi kesalahan pada pasien dan terinfeksi bagi
perawat serta kecelakaan juga” (Informan IU1).
“Terkena infeksi, kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum”
(Informan IU2).
“itu tadi infeksi nosokomial, kalo untuk aku tertular penyakit
bisa jadi kecelakaan juga, ya merugikan diri sendiri lah”
(Informan IU3).
Dan informan utama yang berperilaku tidak aman pun dapat
menjawab mengenai pengetahuannya tentang dampak berperilaku
tidak aman dalam bekerja. Berikut kutipannya:
“hhmmm dampaknya ya itu tertular penyakit” (Informan
IU4).
“Ya tertular penyakit tadi mba” (Informan IU5).
“Ya itu mba bisa berisiko terhadap kita” (Informan IU6).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan
utama baik yang berperilaku aman diketahui bahwa pengetahuan
tentang perilaku aman yang mereka miliki selain dari ilmu yang
diperoleh saat perkuliahan, juga didapatkan dari membaca buku dan
informasi dari kepala ruangan terkait perilaku aman dalam bekerja,
juga dari hasil seminar atau pelatihan yang pernah diikuti semasa
kuliah. Berikut kutipan informan utama yang berperilaku aman :
“Dari ilmu yang pernah saya pelajari, kan emang teorinya
udah ada ya dari dulu yang jelas dari teori terus ditambahkan
sekarang ada prosedurnya SOP dan berdasarkan pengalaman
aja sih terus juga pernah ikut seminar” (Informan IU1).
„‟Tau nya itu kan dari perkuliahan terlebih dahulu kan
awalnya sebelum masuk kerja, baru disini dikasih tau lagi
sama kepala ruangan atau senior pasien-pasien apa aja yang
apdnya harus lengkap terus pasien apa aja yang gak perlu
lengkap apdnya, misalnya kalo pasien ISPA kan harus
menggunakan masker, kalo misalnya pasien yang aids atau
resiko tertular harus sarung tangan apdnya, itu aja sih. Kalo
ISPA kan batuk bisa ada reaknya juga kan,kalo misalnya itu
apdnya dua-duanya pake masker dan sarung tangan, selain itu
juga dari buku-buku pas kuliah dulu sama suka ikut seminar
atau pelatihan di kampus‟‟ (Informan IU2).
“Selain tau dari SOP ya sebelum kerja juga sudah tau ya kan
dulu waktu kuliah juga ada pelatihan-pelatihan, terus juga
dapat dari hasil seminar, misalnya si A seminar di siloam
nanti di seminarkan lagi disini dipersentasikan, kan ada
fotocopyannya juga jadi ya saya baca-baca, ” (Informan IU3).
Sedangkan informan utama yang berperilaku tidak aman
diketahui bahwa pengetahuan yang dimiliki mengenai perilaku aman
bekerja didapatkan dari ilmu yang diperoleh saat perkuliahan serta
pengalaman dan SOP. Berikut kutipan informan utama yang
berperilaku tidak aman :
“sudah tau dari sekolah dulu terus paling sama dari kepala
ruangan atau kepala perawat aja mengenai SOPnya”
(Informan IU4).
“Taunya dari itu aja sih dikasih tau sama kepala ruangan pas
baru masuk kerja, SOP gimana, dan lain-lain..” (IU5).
“ya berdasarkan pengalaman aja, kan udah tau harus gimana
kalo kerja yang aman” (IU6).
Selain itu, peneliti juga melakukan triagulasi sumber kepada
informan kunci yaitu kepala ruangan dan kepala perawat mengenai
pengetahuan informan utama tentang perilaku aman dalam bekerja.
Berikut kutipannya:
“Ya mereka sudah tau, dan juga sudah saya sosialisasikan
dan kalo misalnya ada yang gak tau ya mereka nanya dan kalo
ada info-info baru pasti dikasih tau” (Informan IK1).
“Untuk pengetahuan mereka kita juga melakukan sosialisasi,
jadi kita memang punya tahapannya kalau perawat baru itu
satu tentang peraturan dan tata tertib di rumah sakit kemudian
tentang SOP perawat” (Informan IK2).
2. Sikap
Sikap perawat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
gambaran positif atau negatif mengenai respon dalam menghadapi
bahaya yang ada di rumah sakit, respon terhadap adanya peraturan
atau SOP dan respon terhadap penyediaan APD.
a) Sikap Perawat dalam Menghadapi Bahaya di Rumah Sakit
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan
dengan informan utama, baik dari informan utama yang
berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman, diperoleh
semua informan utama memiliki sikap yang positif dalam
menghadapi bahaya di rumah sakit yaitu dengan menggunakan
APD, lebih hati-hati dalam bekerja dan mencuci tangan.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang
berperilaku aman mengenai sikap dalam menghadapi bahaya yang
ada di rumah sakit :
“Ya menghindari dengan cara APDnya” (Informan
IU1).
“Satu APD tadi sama cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan” (Informan IU2)
“Memakai APD setiap tindakan, memakai masker,
handscoon terus sepatu, terutama cuci tangan”
(Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan utama yang
berperilaku tidak aman mengenai sikap dalam menghadapi bahaya
yang ada di rumah sakit :
“Harus peduli lah, perlu diperhatikan efeknya baik
dan buruknya” (Informan IU4).
“Ya hati-hati aja paling mba” (Informan IU5).
“Harus lebih teliti dan pakai APD” (Informan IU6).
b) Sikap terhadap peraturan dan SOP
Sikap informan utama terhadap adanya peraturan dan
SOP di rumah sakit, didapatkan hasil bahwa hampir semua
informan utama mengikuti peraturan yang ada serta
menjalankannya.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang
berperilaku aman mengenai sikap terhadap adanya peraturan dan
SOP di rumah sakit :
“Ya mengikuti peraturan yang ada, misalnya bekerja
sesuai SOP” (Informan IU1).
“Menerima dan melaksanakan peraturan yang ada”
(Informan IU2).
“ Harus mengikuti lah, kan demi kebaikan kita juga”
(Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan yang berperilaku
tidak aman mengenai gambaran sikap terhadap adanya peraturan
dan SOP di rumah sakit :
“Sebagian besar dijalani, sebagiannya lagi tidak
misalnya tidak pakai scoot (jas pelindung) karena
memang gak ada” (Informan IU4).
“insyaAllah sih mengikuti“ (Informan IU5).
“Mengikuti SOP” (Informan IU6).
c) Sikap terhadap penyediaan APD
Hasil penelitian mengenai sikap pekerja terhadap
penyediaan APD di rumah sakit, diperoleh hasil bahwa informan
utama memiliki sikap yang positif. Semua informan utama
menyatakan bahwa mereka menggunakan APD yang sudah
tersedia dan mengajukannya jika tidak tersedia. Namun dari hasil
observasi masih di temukan informan yang tidak memakai APD.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang
berperilaku aman mengenai sikap informan terhadap penyediaan
APD di rumah sakit :
“APDnya menurut saya sih cukup, ya saya
menggunakannya mba seperti masker itu selalu
digunakan setiap tindakan” (Informan IU1).
“Menggunakannya untuk keselamatan diri sendiri”
(Informan IU2).
“Sebagian disediakan sebagian tidak, jadi saya
mengajukan supaya untuk disediakan, kalo sudah
disediakan tentunya harus dipakai” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan yang berperilaku
tidak aman mengenai gambaran sikap informan terhadap
penyediaan APD di rumah sakit :
“Ya tentunya harus dipakai, tapi kan gak setiap saat
kita pakai tertentu aja mba” (Informan IU4).
“hhmm gimana ya, udah lengkap sih sesuai standar
lah” (Informan IU5).
“Dipakai APD nya” (Informan IU6).
Kemudian peneliti melakukan triagulasi sumber kepada
informan kunci (kepala ruangan) terkait sikap perawat. Dari hasil
wawancara mendalam informan kunci juga membenarkan bahwa
perawat bersikap positif saat bekerja seperti yang telah di bahas
diatas. Berikut kutipannya :
“Kalau sekarang sih sudah lumayan ya sikapnya,
sudah bagus untuk APDnya sendiri, untuk tindakannya
juga udah sesuai SOP, ya pokoknya sesuai lah cukup
baik, meskipun terkadang masih ada yang gak pake
apd” (Informan IK1).
Dan juga didukung dari hasil wawancara dengan
informan kunci yaitu kepala perawat diperoleh hasil sebagai
berikut :
“Sebagai seorang perawat harus memiliki sikap yang
baik seperti mengikuti SOP dan harus peduli terhadap
bahaya yang ada dirumah sakit, karena perawat tidak
hanya bertanggung jawab terhadap keselamatannya
sendiri tetapi yang terutama itu harus memperhatikan
keselamatan pasien juga karena jika mereka bersikap
yang buruk hal ini menyangkut mutu pelayanan rumah
sakit juga, ya tapi kalo masih ada perawat yang
sikapnya gak sesuai itu kan tergantung masing-masing
orang juga ya ada yang peduli ada juga yang cuek,
kembali lagi ke diri masing-masing, masih ada juga
perawat yang gak pakai sarung tangan saat menyuntik
ya mungkin karena sensitifitas supaya lebih gampang”
(Informan IK2).
Selain itu berdasarkan hasil observasi perilaku aman
dalam bekerja atas sikap informan utama, didapatkan bahwa :
1) Informan utama IU1 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam
menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu dengan
menggunakan APD dan bekerja sesuai SOP, dalam
kesehariannya ia memang benar menggunakan APD seperti
masker setiap tindakan dan sarung tangan untuk tindakan
seperti menyuntik, mengganti cateter, membersihkan pasien
dan mengangkat linen kotor serta sesuai dengan SOP.
2) Informan utama IU2 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam
menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu dengan
menggunakan APD dan mencuci tangan serta menerima dan
melaksanakan peraturan yang ada, dalam kesehariannya ia
memang benar mengikuti peraturan yang ada seperti selalu
menggunakan APD berupa masker dan mencuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan.
3) Informan utama IU3 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam
menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu dengan
menggunakan APD setiap tindakan, seperti masker, sarung
tangan, sepatu dan mencuci tangan serta mengikuti SOP yang
ada. Peneliti menemukan bahwa ia memang benar
menggunakan APD lengkap (masker dan sarung tangan) saat
tindakan memasang infus dan memasang NGT, dan selalu
menggunakan masker untuk setiap tindakan serta mencuci
tangan.
4) Informan utama IU4 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam
menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu dengan
menggunakan APD lengkap saat tindakan tertentu yang
berisiko dan hati-hati dalam bekerja kemudian sebagian besar
SOP nya dijalani dan sebagiannya lagi tidak seperti tidak
memakai scoot, dalam kesehariannya sesuai dengan yang
dikatakan tersebut ia jarang memakai APD dan saat
melakukan tindakan menyuntik peneliti menemukan perawat
tersebut tidak memakai sarung tangan dan juga tidak memakai
alas kaki yang sesuai.
5) Informan utama IU5 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam
menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu dengan hati-hati
dalam bekerja dan menerima serta melaksanakan peraturan
yang ada. Dalam kesehariannya peneliti menemukan bahwa ia
jarang menggunakan APD berupa masker dan tidak
menggunakan sarung tangan saat memasang infus. Hal
tersebut tidak mencerminkan perilaku aman dalam bekerja.
6) Informan utama IU6 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam
menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu harus lebih teliti,
serta memakai APD sesuai SOP. Peneliti menemukan dalam
kesehariannya ia terkadang menggunakan APD (masker) dan
kadang tidak menggunakannya, dan ia selalu menggunakan
alas kaki yang tidak sesuai saat bekerja.
3. Motivasi
Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran
mengenai alasan atau dorongan yang membuat perawat berperilaku
aman saat bekerja. Yang dimaksud perilaku aman dalam hal ini seperti
bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, mengikuti aturan atau
SOP dan tidak bercanda serta bermalas-malasan saat bekerja.
Dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama baik
yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman
didapatkan hasil bahwa mereka berperilaku aman saat bekerja dengan
alasan untuk keselamatan dan supaya aman dari bahaya-bahaya dan
terhindar dari kecelakaan dan resiko tertular penyakit.
Berikut ini kutipan informan utama yang berperilaku aman :
“Ya untuk keselamatan diri sendiri, untuk mengurangi resiko
bahaya-bahaya tadi “(Informan IU1).
“Supaya aman, supaya tidak terjadi kecelakaan kerja, supaya
tidak terjadi penularan antara pasien dan saya” (Informan
IU2).
“Agar tidak terjadi kecelakaan, tidak tertular penyakit., terus
untuk memberikan pelayanan dan menjaga kepercayaan
pasien” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan yang berperilaku tidak
aman :
“Supaya mencegah tertular infeksi nosokomial, kecelakaan
kerja dan agar tidak terjadi kesalahan saat tindakan, ya
supaya professional” (Informan IU4).
“Ya itu untuk mengindari resiko tertular penyakit” (Informan
IU5).
“Ya begitulah” (Informan IU6).
Kemudian, peneliti melakukan triagulasi sumber kepada
informan kunci mengenai motivasi informan utama. berdasarkan hasil
wawancara dengan informan kunci diperoleh hasil bahwa motivasi
informan utama untuk berperilaku aman bekerja yaitu untuk
keselamatan perawat sendiri dengan menggunakan APD. Berikut
kutipannya :
“Motivasinya ya untuk diri sendiri ya untuk keselamatan biar
aman aja, kan kalo menurut saya APD itu penting banget
karena untuk mencegah paparan langsung dengan bahaya ya
jadi perawat harus pake APD” (Informan IK1).
“Tentu saja alasan berperilaku aman itu menghindari bahaya
dan supaya aman saat bekerja bagi perawat serta pasien”
(Informan IK2).
4. Masa Kerja
Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu waktu
yang telah dijalani perawat dalam menjalankan kerja sabagai perawat.
Dari hasil wawancara dengan informan utama yang berperilaku aman
didapatkan informasi yaitu informan 1U1 sudah bekerja selama empat
tahun, informan IU2 baru bekerja selama sembilan bulan, dan
informan IU3 sudah bekerja selama satu setengah tahun.
Sedangkan untuk informan yang berperilaku tidak aman yaitu
informan IU4 sudah bekerja selama lima belas tahun, informan IU5
baru bekerja tujuh bulan dan informan IU6 sudah sebelas tahun
bekerja. Berikut kutipannya :
“kurang lebih 10 tahun ya” (Informan IU1).
“baru 9 bulan, awal masuknya akhir tahun 2012” (Informan
IU2).
“satu setengah tahun lah kurang lebih, dari tahun 2012
(Informan IU3).
“udah lama banget saya mah udah lebih dari sepuluh tahun,
15 tahun mah ada dari tahun 99‟‟ (Informan IU4).
“masih 7 bulan, dari awal tahun 2013” (Informan IU5).
“kurang lebih 4 tahun ya, udah dari tahun 2010 mba”
(Informan IU6).
Melalui hasil telaah dokumen oleh peneliti, masa kerja perawat
dapat dilihat juga pada dukumen jadwal dinas di setiap ruangan. Dari
dokumen tersebut selain masa kerja dapat diketahui juga pendidikan
terakhir perawat. Kolom dalam dokumen tersebut terdiri dari nama
perawat, pendidikan, tahun mulai bekerja, dan jadwal dinas.
5.2.3 Gambaran Faktor Pemungkin Perilaku Aman Bekerja pada Perawat
Faktor pemungkin perilaku aman pada perawat yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu terkait dengan fasilitas tempat informan utama bekerja,
yaitu ketersediaan APD dan program K3RS.
1. Ketersediaan APD
Ketersediaan APD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
gambaran mengenai ada atau tidaknya APD yang disediakan rumah
sakit serta peraturannya. Dari hasil wawancara mendalam dengan
informan utama baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku
tidak aman, didapatkan seluruh informan menggambarkan bahwa APD
sudah disediakan oleh rumah sakit dan peraturan terkait penggunaan
APD terdapat pada SOP.
Para informan utama menggambarkan APD yang sudah
tersedia di ruangan masing-masing sesuai dengan kebutuhan seperti
tersedia sarung tangan (handscoon) dan masker tetapi untuk APD yang
lain seperti scoot belum disediakan. APD tersebut dapat diambil di
apotek atau bagian farmasi jika diruangan sudah habis.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman :
“Biasanya disetiap ruangan itu disediain APD kaya masker,
,sarung tangan, nah kalo habis kita ngamprah ke farrmasi,
sebenernya kalo sesuai prosedur kesehatan ya gak cukuplah,
tapi kan setiap rumah sakit beda, harusnya kan kaya sepatu,
dan topi disediain juga kalo nyuntik kan takutnya jatuh, kan
kita pake sepatunya biasa bukan yang khusus perawat gitu”
(Informan IU1).
”ada seperti masker dan handscoon, ngambilnya amprahan
atau ngorder dari ruangan ke farmasi, kalau peraturan gak
ada sanksi mau pakai atau tidak pakai APD, Kalo menurut
saya APD nya sih mungkin kuranglah, kalo misalnya kaya
scoot penting sih disinikan ada pasien bayi, kalo misalnya ada
ruang bayi kan nanti berisiko ke bayinya kalo baju kita
misalnya terkontaminasi dari luar, makanya harus lengkap
scootnya, masker, sarung tangan, gitu lah kalo misalnya disini
kurang sih” (Informan IU2).
“Sudah disediakan, biasanya ngamprah atau diambil di apotik
sesuai kebutuhan di ruangan ini seperti handscoon, dan
masker, kalo scoot gak ada. Kalo peraturan tentang APD itu
biasanya udah ada dalam SOP, tapi gak ada sanksi kalo
misalnya ada yang gak pake APD” (Informan IU3).
Dan berikut kutipan informan utama yang berperilaku tidak
aman tentang ketersediaan APD di rumah sakit :
“Ada, seperti masker, handscoon, ngambilnya di apotik atau
bagian farmasi” (Informan IU4).
“Amprahan dari ruangan ke apotik (farmasi), APD nya
masker, handscoon udah itu aja”(Informan IU5).
“Disediakan APD, ada masker dan hanscoon di ruangan”
(Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada
informan utama terkait tidak disediakannya APD berupa scoot, topi,
dan sepatu. Dari hasil wawancara diketahui bahwa untuk ruang rawat
inap tidak disediakan scoot, topi dan sepatu, tetapi hanya di sediakan
di ruang UGD dan ruang operasi. Berikut kutipannya:
“Kalo scoot itu emang khusus ruangan bedah aja mba, kalo
topi khusus buat perawat laki-laki kalo untuk wanita kan kita
semua pake kerudung, jadi engga perlu topi buat kita mba,
kalo sepatu saya juga kurang tahu mba, padahal menurut saya
penting” (Informan IU1).
“saya juga kurang tau mba alasan kenapa gak disedian, saya
mah pake apd yang ada aja disini” (Informan IU2).
“Katanya sih mba scoot itu kalo disini cuma ada diruang UGD
dan OK aja, ruangan buat operasi bedah gitu mba” (Informan
IU3).
“mungkin terkait anggaran biaya juga kali ya mba, makanya
gak disedian di setiap ruangan” (Informan IU4).
“Mungkin karena disini ruang rawat aja mba, bukan ruang
bedah, jadi mungkin tidak perlu mba, makanya tidak
disediakan dari atasannya” (Informan IU5).
“Yah kebijakan dari sananya udah begitu, ya mau gimana
kita??” (Informan IU6).
Selain itu peneliti juga menanyakan kepada informan utama
mengenai pentingnya menggunakan APD seperti scoot, topi, dan
sepatu dalam bekerja. Berikut kutipannya:
“Menurut saya sih scoot pentinglah mba, buat melindungi
perawat dari kontaminasi kontaminasi penyakit tertular mba,
tapi kalo topi engga perlu mba, kan cewenya berjilbab semua
disini, kalo sepatu baru penting mba supaya kitanya terhindar
dari benda tajam yang jatuh mba” (Informan IU1).
“Kalo scoot menurut saya penting mba, ini kan ada ruangan
bayi jadi harus bener-bener steril yang kita pakai ini, kasian
bayi nya kalo tertular dari pakaian kita, trus kalo topi mungkin
engga perlu yah mba, soalnya disini semua berjilbab mba,
kalo sepatu juga penting mba menurut saya biar ngelindungi
perawat dari jarum suntik kalo jatoh ke lantai gt mba”
(Informan IU2).
“Menurut saya pentinglah mba, ini kan diruang ICU,
seharusnya di ruang ICU ada scoot bukan hanya di UGD dan
OK untuk menjaga steril mba, kalo topi gak terlalu penting
karena wanitanya berjilbab semua mba, kalo sepatu harusnya
sih penting agar melindungi perawat dari alat-alat yang jatoh
pas lagi kita gunakan” (Informan IU3).
“Menurut saya sih penting mba, disini kan ruangan ICU , jadi
perlu lah scoot itu untuk melindungi kita juga” (Informan IU4).
“menurut saya sih yang paling penting itu ada masker dan
sarung tangan udah cukup lah” (InformanIU5).
„‟penting sih mba, tapi ya gitu deh………” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti melakukan triagulasi sumber kepada
informan kunci yaitu kepala ruangan (IK1) dan kepala perawat (IK2)
terkait ketersediaan APD terhadap perawat yang ada di Rumah Sakit
Assobirin. Berikut kutipannya:
“kalo untuk disini ya kan ya standar rumah sakit kelas tiga
terus menengah kebawah, kalo itu sih cukup untuk APDnya
kaya masker dan sarung tangan saja” (Informan IK1).
“APD nya kalo diruangan sih condongnya cuma masker sama
sarung tangan saja mba” (Informan IK2).
Selanjutnya, peneliti menanyakan juga apakah APD yang
disediakan oleh Rumah Sakit Assobirin sudah cukup sebagai alat
pelindung diri perawat dalam bekerja. Berikut kutipannya:
“Menurut saya sih sudah cukup mba, karena ini rumah sakit
tipe C dan masih menegah ke bawah jadi untuk rumah sakit
sekelas ini sudah cukup lah APD nya seperti itu” (Informan
IK1).
“Kalo untuk standar APD dasar kita sudah cukuplah mba”
(Informan IK2).
Selain itu, peneliti menanyakan tentang ketersediaannya APD
seperti scoot, sepatu, dan topi kepada informan kunci (kepala
perawat). Berikut kutipannya:
“kalo scoot dan sepatu boots ya di rumah sakit ini hanya untuk
di ruangan UGD dan OK saja ada” (Informan IK2).
Selanjutnya, peneliti menanyakan mengapa ketersediaan APD
seperti scoot, sepatu, dan topi hanya untuk diruangan UGD dan OK
kepada Informan Kunci (Kepala perawat). Berikut kutipannya:
“karena sudah standarnya seperti itu mba, yang perlu scoot,
sepatu itu yah pas saat operasi, persalinan saja mba, trus kalo
topi yah karena diruang UGD dan OK ada perawat laki-laki
nya, jadi harus memakai topi sedangkan untuk ruang rawat itu
perawat perempuan dan mereka semua berjilbab jadi gak pake
topi” (Informan IK2).
Dan melalui wawancara dengan informan pendukung yaitu IP1
selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan, diperoleh
informasi bahwa ketersedian APD di RS Islam Asshobirin antara lain
masker, sarung tangan, scoot dan topi.
Untuk ruang rawat biasanya APD yang digunakan hanya
masker dan sarung tangan, sedangkan penggunaan topi dan scoot
harus dipakai di ruangan operasi dan bedah seperti ruangan OK
(Operasi). Berikut kutipannya :
“kalo di OK itu harus pake topi operasi sama scoot juga,
karena selama ini disini standarnya adalah masker dan sarung
tangan untuk ruang rawat, yang dasar kan baru itu aja ya,
kalo disini kan gak ada ruangan yang khusus seperti misalnya
ruang kemoterapi kanker, flue burung disni juga belum ada,
disini kan ada tingkatannya dan yang ada di SOP ini untuk
sementara saya liat cukup simple kok” (Informan IP1).
2. Program K3RS
Program K3RS yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
gambaran mengenai ada atau tidak adanya program terkait K3 yang
bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta
meningkatkan produktifitas SDM Rumah Sakit, melindungi pasien,
pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar
rumah sakit.
Dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama baik
yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman
didapatkan seluruh informan menggambarkan bahwa program terkait
K3 di Rumah Sakit Islam Asshobirin belum ada Berikut ini
kutipannya:
“Kalo untuk K3 sih kayaknya belum ada” (Informan IU1).
“Belum ada mba kayaknya, kan saya baru 9 bulan disini jadi
kayaknya sampe saat ini engga ada deh” (Informan IU2).
“Belum ada mba setau saya sampai saat ini” (Informan IU3).
“Belum ada mba selama disini” (Informan IU4).
“belum tau mba” (Informan IU5)
“gak ada tuh” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti menanyakan kembali kepada informan
utama terkait program apa saja yang pernah ada untuk perawat.
Seluruh informan utama baik yang berperilaku aman maupun yang
berperilaku tidak aman mengatakan bahwa program yang sering
diadakan yaitu dalam bentuk seminar dan pelatihan. Berikut
kutipannya :
“Untuk pelatihan sih ada tapi yang ngadain bukan rumah sakit
kita, itu pelatihannya dari luar, biasanya kita hanya diutus
untuk perwakilan aja. Kalo seminar untuk perawat di rumah
sakit ini ada kok mba” (Informan IU1).
“Kayaknya cuma seminar aja deh kalo untuk kita” (Informan
IU2).
“pernah ada seminar mba untuk perawat” (Informan IU3).
“Ya paling seminar sama pelatihan aja sih mba” (Informan
IU4).
“ kurang tau deh mba..” (Informan IU5).
“seminar-seminar ada kok kadang diadain” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti juga menanyakan seminar atau pelatihan
yang seperti apa yang pernah ada untuk perawat. Informan utama
menyebutkan seminar untuk karyawan seperti tentang APD, Infeksi
Nosokomial, Pendokumentasian dan lainya. Berikut kutipannya:
“ehmmm, ada tentang APD, infeksi nosokomial, seiinget saya
itu” (Informan IU1).
“Ehhmm, kurang tahu mba, saya kan baru 9 bulan disini”
(Informan IU2).
“Pernah ada mba, seperti pendokumentasian dan tentang APD
gitu mba” (Informan IU3).
“Ehmm.. seminar APD, Infeksi nosokomial mba, trus
pendokumentasian kalo yang terakhir sih itu yang saya tahu
mba” (Informan IU4).
Selanjutnya, peneliti menanyakan kepada informan utama
apakah pernah mengikuti seminar tersebut. Dua dari informan utama
yang berperilaku aman, belum pernah mendapat giliran untuk
mengikuti pelatihan maupun seminar di RS Islam Asshobirin. Hal ini
terkait jadwal dinas informan dan kebijakan yang dibuat oleh kepala
ruangan. Berikut kutipan informan utama yang berperilaku aman :
“Ya kalo ada saya ikut tapi kalo saya engga banyak ikutnya.
Kalo disini mah biasanya ditunjuk, seringnya kepala ruangan,
kalo perawat-perawatnya jarang, tapi kadang sapa yang mau
ikut bisa asal tidak menganggu jam dinas”(Informan IU1).
“Kalo saya disini belum pernah ikut seminar yang ada
dirumah sakit dan belum pernah jadi perwakilan juga buat ikut
seminar atau pelatihan, paling cuma pas kuliah dulu aja suka
ikut seminar-seminar” (Informan IU2).
“Kalo saya belum pernah disuruh tuh buat pelatihan diluar
sama kepala ruangan, kalo seminar juga belum paling dapat
materinya aja dari yang ikut mba yang sering ikut seminar dan
pelatihan mah paling kepala ruangannya mba”(Informan IU3).
Sedangkan informan utama yang berperilaku tidak aman, juga
diperoleh bahwa dari tiga informan hanya satu orang yang pernah
mengikuti seminar maupun pelatihan di RS Islam Asshobirin, berikut
kutipannya:
“pernah ikut, terakhir seminar tentang pendokumentasian”
(Informan IU4).
“saya belum pernah ikut sama sekali” (Informan IU5).
“Pelatihan ada tapi paling senior-senior doang yang ikut
kayak kepala perawat gitu, kalo saya belum pernah ikut.
Karena kan biasanya perwakilan, jadi paling senior-senior aja
yang diutus,nah kalo seminar biasanya kita cuma dikasih tau
hasil seminarnya itu apa” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti melakukan triagulasi sumber mengenai
program terkait K3 untuk perawat kepada informan kunci. Informasi
yang didapatkan dari informan utama sesuai dengan yang dikatakan
oleh informan kunci yaitu belum adanya program K3 di Rumah Sakit
Assobirin dan tiga dari empat informan utama memang benar belum
pernah mengikuti seminar atau pelatihan. Berikut kutipannya:
„‟Kalo program K3 gak ada,tapi kalo seminar atau pelatihan
disini ada tapi jarang, paling kalo untuk pelatihan biasanya
ke rumah sakit lain, Cuma kalo ke rumah sakit lain juga
memang yang didahulukan yang senior yang sudah lama,
seperti kepala ruangan terus nanti ada wakilnya, terus
dibawahnya lagi, kita bertahap ya sampai nanti kebawah,
jadi emang mereka ada yang belum kebagian karena belum
sampai ke bawah. Kalo misalnya ada seminar paling ada
fotocopyan ya saya suruh baca, terus kalo ada info-info baru
ya dikasih tau.” (Informan IK1).
„‟seminar ada, tapi yang ikut gantian, sesuai jam dinas juga,
juga ada seminar di rumah sakit lain nanti kita utus berapa
orang, dalam satu ruangan bergantian asal gak mengganggu
jam dinas bisa ikut, setiap ruangan ada perwakilannya.
Misalnya kaya kemaren ada pelatihan di Anyer, hasilnya
dipersentasikan kembali di aula dan dihadiri perwakilan dari
setiap ruangan, kepala ruangan yang menentukan. Juga
dilihat pelatihannya tentang apa misalnya imunisasi kan
condongnya perawat ruangan anak, kebidanan, bayi,
perawat yang diutus sesuai dengan perawatnya, misalnya
sifat pelatihannya umum maka semua perawat bisa ikut.”
(Informan IK2).
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan informan
kunci yaitu IK2 selaku kepala perawat didapatkan juga informasi
bahwa selain ada seminar di rumah sakit Islam Asshobirin juga
memiliki tim KPRS (Keselamatan Pasien di Rumah Sakit) yang
berfungsi sebagai tim penyelidik jika terjadi kecelakaan terhadap
pasien. Berikut kutipannya:
“Disini adanya KPRS (Keselamatan Pasien di rumah sakit)
jadi masih fokus untuk pasiennya untuk perawatnya belum ada
secara khusus. Jadi misalnya ada kejadian terhadap pasien
nanti kepala ruangan lapor ke tim kprs kronologisnya seperti
apa, kemudian nati dilihat masalahnya dimana apakah SDM
nya atau alatnya dan sebagainya, mislanya masalahnya SDM
nya maka nanti akan disosialisasikan kembali tentnag
penggunaaan alat itu atau tentunya salah satunya SOPnya
juga.” (Informan IK2).
Berdasarkan wawancara mendalam dengan informan
pendukung yaitu IP1 selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis dan
Keperawatan juga diperoleh informasi sebagai berikut :
“kalau untuk K3RS belum karena terkait biaya jadi kita
secara bertahap dulu. Lagi pula untuk tenaga ahli K3 nya
disini belum ada, baru ada bagian Kesling, tetapi terkait K3
di rumah sakit secara umum sebenernya sudah di monitor
secara umum sama bagian kesling tersebut misalnya
pengolahan limbahnya, sumber airnya phnya berapa,
kebisingan diruangan datanya kita juga punya, kita lulus
karena dibawah NAB nya itu tapi saya lupa berapa, itu juga
sebenernya kan untuk keselamatan pekerjanya juga Cuma itu
lebih secara umum bukan untuk keperawatan aja tapi
cleaning service juga APDnya dan lain-lain. Kemudian kalo
untuk KPRS itu lebih mendalam lagi ke kasus pasien karena
nanti terkait dengan teknik medis operasi, macam-macam
deh” (Informan IP1).
5.2.4 Gambaran Faktor Penguat Perilaku Aman Bekerja pada Perawat
Faktor penguat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor lain
selain dari diri pekerja itu sendiri yang menguatkan pekerja untuk
berperilaku aman dalam bekerja. Faktor penguat tersebut dalam hal ini
adalah SOP(Standard Operating Procedure) dan pengawasan.
1. SOP (Standard Operating Procedure)
SOP yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya prosedur
atau petunjuk kerja yang ada di rumah sakit terkait perilaku aman
dalam bekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama
yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman
menggambarkan bahwa prosedur kerja sudah ada di rumah sakit yaitu
dalam bentuk SOP tindakan keperawatan, misalnya SOP tentang
memasang infus, memasang cateter, memakai APD, dan lainnya.
Namun pengenalan SOP ini hanya dilakukan saat awal masuk bekerja
oleh kepala ruangan secara lisan.
Berikut ini kutipan informan utama yang berperilaku aman :
“Sudah ada prosedur, ya kan udah dihapalin juga dari kuliah
juga udah tau, setiap ruangan punya SOPnya kan ada,
misalnya ya SOP nyuntik, pertama harus cuci tangan dulu
sebelum tindakan, pake alcohol, siapin obatnya, cek dulu
bener gak itu obatnya, dan seterusnya deh kya gitu”(Informan
IU1).
“Ada SOP, kan awalnya dikasih tau dulu sama kepala
ruangannya tindakan apa aja yang harus dilakuin terus apa
namanya kalo pasien baru ngapain aja, pasien pulang ngapain
aja, terus terapi obat apa aja yang diberikan, waktu terapi
kapan aja dilaksanakannya, kalo sakit ini begini caranya ya
gitu-gitu deh, buat saya sih sesuai SOPnya seperti yang
dipelajari dari kampus juga.”(Informan IU2).
“Ada, seperti contohnya SOP suntikan, persiapannya pertama
lihat nama obatnya dulu, dosis obatnya, waktu dan jamnya
harus sesuai pemberiannya, lihat obat apa yang sebelumnya
diminum ya gitu deh kalo udah siap semuanya baru
disuntik”(Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan informan utama yang beperilaku tidak aman:
“Sudah ada, tapi belum disosialisasikan lagi sekarang, kan
yang lama udah ditarik diperbaharui lagi” (Informan IU4).
“Ada SOP tapi belum pernah liat langsung cuma dikasih tau
sama kepala ruangan aja, sebenarnya perlu sih SOP itu
supaya kita sesuai dengan yang ditetapkan” (Informan IU5).
“Paling SOP tindakan ya, misalnya kalo mau ambil darah
pasiennya dengan HIV, kan kalo HIV itu kan bisa menular
lewat suntikan jadi harus pake sarung tangan, terus kalo
misalnya kita mau berhadapan dengan pasien TBC, kalo
misalnya batuk kan bisa menular jadi harus pake masker gtuh.
Saya tau dari waktu perkuliahan kan udah ada ya, terus
diperkenalkan sih SOP disini juga ada pas awal masuk kerja”
(Informan IU6).
Selain itu berdasarkan hasil triagulasi sumber dilakukan
dengan informan kunci yaitu IK1 selaku kepala ruangan dan IK2
selaku kepala perawat didapatkan informasi yang sama dengan
jawaban informan utama, berikut kutipannya :
“SOP ada ya, setiap perawat sudah tau kan saya juga
sosialisasikan diawal masuk kerja, kalo misalnya ada yang gak
tau ya pasti nanya. Tapi kalo untuk briefing tentang SOP disini
jarang ya, paling ngobrol-ngobrol biasa aja, misalnya ada
keluhan masalah mereka pasti cerita, paling kalo ada rapat-
rapat ruangan jarang paling 3 bulan sampai 6 bulan sekali.”
(Informan IK1).
“SOP sudah ada, disebarkan ke setiap ruangan
disosialisasikan ke setiap kepala ruangan tetapi yang lama
sudah ditarik semuanya karena ada pembaharuan dan
setelah diperbaharui lagi belum diperbanyak kembali terkait
belum ada biaya jadi sekarang masih di ada di saya SOPnya
tapi kalo ada ruangan yang perlu mau pinjam ya bisa
diambil. SOP tindakan keperawatan seperti menggunakan
handsoon dan lain-lain” (Informan IK2).
Selain itu, peneliti juga melakukan triagulasi sumber dengan
informan pendukung yaitu IP1 selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis
dan Keperawatan, informan pendukung membenarkan bahwa SOP
sudah ada di rumah sakit Islam Asshobirin dan sudah berlaku sejak
lama dan tentunya sudah disosialisasikan. Berikut kutipannya :
“SOP itu ada, setidaknya kalo sudah ada SOP itu kan berarti
sudah disosialisasikan, nah sosialisasinya itu yang saya gak
tau kapan waktunya. Tapi SOP itu sebenernya kan sudah
berlaku lama dan itu biasanya arsip data sudah masuk ke
kaperawatan” (Informan IP1).
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan peneliti
mengenai SOP yang terdapat di ruangan kepala perawat dan belum di
sebarluaskan kembali ke setiap ruangan. Dokumen SOP tersebut
dijilid menjadi 2, dokumen SOP yang pertama tentang SOP
Keperawatan (Anak) dan yang kedua yaitu SOP Keperawatan (Bedah).
Namun isi kedua dokumen tersebut hampir sama. Dalam
dokumen tersebut diantaranya terdapat SOP mengenai mencuci
tangan, SOP penggunaan tutup kepala, SOP penggunaan masker, SOP
penggunaan sarung tangan disposable, SOP mengukur tekanan darah,
SOP penjadwalan pasien operasi, SOP memberikan obat dan lain-lain.
Dalam setiap dokumen SOP tersebut terdiri dari beberapa
kolom yang berisi mengenai nama SOP nya, pengertian, tujuan,
kebijakan dan prosedur penggunaan. Namun dalam setiap SOP
tindakan tersebut misalnya seperti tindakan menyuntik, tidak terdapat
mengenai penggunaan APD yang harus digunakan.
2. Pengawasan
Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
pengawasan yang dilakukan pihak rumah sakit terkait tugas perawat.
Dari hasil wawancara dengan informan utama yang berperilaku aman
maupun yang tidak berperilaku aman diperoleh hasil bahwa di RS
Islam Asshobirin, ada pengawasan dalam bentuk obeservasi yang
dilakukan setiap hari disetiap ruangan dengan melihat kondisi pasien
dan kesesuaian perawat dalam melakukan tindakan terhadap pasien.
Berikut kutipannya:
“Pengawasan ada mba timnya sendiri, biasanya sih kalo pagi
itu kepala perawatnya langsung” (Informan IU1).
“Pengawasan ada kok, supervisi yang mengawasi tiap hari
mba,yang dilihat paling kondisi ruangan seperti apa, lihat
jumlah pasiennya, jumlah perawatnya, trus dilihat pekerjaan
perawatnya, trus tentang perawatan apa yang diberikan ke
pasien mba” (Informan IU2).
“ Ada, kepala perawat dan supervise setiap hari ngeliat ke
kita, ke pasien, dan jumlah pasiennya, kondisi pasien, cairan
infusnya, trus dilihat juga kita sesuai atau engga kerjanya,
misalnya kan dia liat pasang infus engga bener tuh, nanti kita
dipanggil tuh, ketat deh pokoknya” (Informan IU3).
“Pengawasan pasti ada mba setiap harinya , biasanya
dilakuin oleh kepala perawat dan tim supervise mba. Biasa
nya yang mereka awasi itu kayak lihat absen perawat mba,
trus liat kondisi pasien, pokoknya ngeliat tugas-tugas kita deh
mba” (Informan IU4).
“Setiap dinas atau per shift biasanya yang ngawas perawat
senior atau supervisi, menurut saya perlu diawasi agar tidak
ada kesalahan apalagi perawat yang baru seperti saya ini”
(Informan IU5).
“Ada pengawasan. Supervisi yang melakukan pengawasan
biasanya pagi dan sore. Sangat diperlukan pengawasan agar
perawat tetap disiplin dalam bekerja” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti menanyakan kepada informan utama
apakah ada sanksi yang diberikan kepada perawat jika ditemukan
ketidaksesuaian dalam bekerja. Seluruh informan utama mengatakan
tidak ada sanksi yang diberikan jika terjadi kesalahan yang dilakukan
oleh perawat tetapi ada teguran ringan yang diberikan oleh kepala
perawat dan supervisi yaitu berupa peringatan.
Selain itu, peneliti juga melakukan triagulasi sumber kepada
informan kunci (kepala ruangan dan kepala perawat). Informasi yang
didapatkan sesuai dengan yang dikatakan oleh informan utama yaitu
pengawasan dilakukan setiap hari oleh kepala perawat dan supervisi,
pengawasa yang dilakukan berupa melihat jumlah perawat di dalam
ruangan, jumlah pasien, kondisi pasien, kondisi ruangan, dan
kesesuaian kerja perawat. Berikut kutipannya:
“Setiap hari ada kok pengawasan, kalo pagi biasanya kepala
perawatnya yang keliling setiap ruangan, yang dilihat ya
jumlah pasiennya, jumlah perawatnya, kondisi diruangan
bagaimana, trus sama kerjanya perawat, sedangkan kalo
supervisi yang bertanggung jawab biasanya ngawasnya sore
dan malam, sama kalo kerjanya mah” (Informan IK1).
“Saya melakukan pemantauan ke setiap ruangan setiap
harinya, trus kalo sore sama sama malam yang ngawasin itu
supervisi , kerjanya yah, lihat kondisi ruangan dan lihat
kerjanya perawat, yah pokoknya semuanya saya lihatlah”
(Informan IK2).
Berdasarkan penjabaran dan hasil observasi atas pengawasan,
disimpulkan bahwa kepala perawat melakukan pengawasan setiap hari
ke setiap ruangan pada pagi hari. Dan saat shift siang dan malam yang
melakukan pengawasan yaitu supervisi yang bertanggung jawab. Dan
hasil telaah dokumen, peneliti menemukan sebuah dokumen terkait
pengawasan yang dilakukan oleh tim supervisi dalam bentuk buku
yang berisi mengenai hasil pengawasan pada setiap ruangan yang
dilakukan setiap hari. Isi buku laporan tersebut terdapat beberapa
kolom yang terdiri dari nama ruangan, nama pengawas, jumlah
perawat yang bertugas, jumlah pasien, sarana , prasarana, keterangan
dan tanda tangan pengawas yang bertugas.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan,antara lain :
1. Subjektivitas yang ada pada peneliti, karena penelitian sangat tergantung dari
kemampuan peneliti dalam menentukan tingkat kepadatan isi jawaban,
mengandalkan informan sehingga sumber informasi yang diberikan agar
relevan dan jelas, serta menggali dan mengarahkan informan tetap pada
tujuan wawancara. Untuk itu juga diperlukan validitas data yaitu melalui
triangulasi sumber dan data agar subjektivitas dapat dikendalikan.
2. Kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat
wawancara dilakukan.
3. Jumlah informan yang sedikit, dikarenakan keterbatasan peneliti dalam
melakukan observasi.
6.2 Perilaku Aman Perawat
Perilaku aman adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang,
yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap dirinya maupun
orang lain dan lingkungan sekitarnya (Heinrich, 1980). Dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan perilaku aman bekerja adalah tindakan atau perbuatan
dari perawat yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan saat bekerja
seperti bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, dan sesuai SOP. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa perawat berperilaku aman dalam bekerja, hal itu
menandakan bahwa perilaku aman dalam bekerja pada perawat sudah cukup
baik.
Perilaku aman dalam bekerja yang dilakukan oleh perawat di RS Islam
Assobirin yaitu menggunakan APD berupa masker saat bekerja dan memakai
sarung tangan untuk tindakan-tindakan tertentu. Kemudian bekerja secara hati-
hati (tidak terburu-buru), mengambil posisi kerja yang aman (tidak
membungkuk) dan mematuhi peraturan (SOP) yang berlaku di RS Islam
Asshobirin.
Hal tersebut sesuai dengan teori dari Bird dan Germain (1990) yang
mengemukakan bahwa perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Jenis-jenis perilaku aman
diantaranya seperti melakukan pekerjaan sesuai wewenang, menggunakan APD,
tidak bercanda ketika bekerja dan lain-lain. Selain itu Heinrich (1980) juga
menyebutkan bahwa jenis perilaku aman salah satunya yaitu menggunakan APD
yang benar dan disiplin dalam bekerja.
Dan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 12 mengenai
kewajiban dan hak tenaga kerja. Dimana pada butir b disebutkan bahwa adanya
penggunaan alat-alat pelindung diri yang diwajibkan dan pada butir c disebutkan
agar memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan. Dalam hal ini perawat di RS Islam Asshobirin sudah
berperilaku aman sesuai dengan undang-undang.
Namun berdasarkan hasil observasi meskipun perawat sudah
berperilaku aman, didapatkan masih ada juga perawat yang berperilaku tidak
aman yaitu tidak menggunakan APD berupa sarung tangan saat melakukan
tindakan menyuntik dan memasang infus. Menurut Supartono (1996) memang
pada kenyatannya masih banyak petugas kesehatan seperti dokter dan perawat
tidak menggunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan keperawatan
seperti tindakan menyuntik dengan alasan karena mereka khawatir akan
kehilangan kepekaan dan selain itu juga karena merasa tidak nyaman (Idayanti,
2008). Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2006) yang mengemukakan
bahwa petugas kesehatan wajib menggunakan sarung tangan karena memakai
sarung tangan merupakan bagian dari pada prosedur menyuntik yang berguna
untuk melindungi tangan petugas kesehatan.
Menurut para informan utama penggunaan sarung tangan saat
menyuntik tergantung dari jenis penyakit pasien, jika pasien tersebut memiliki
penyakit yang berisiko menularkannya, maka perawat tersebut akan
menggunakan APD. Hal ini sangat bertentangan karena sebenarnya petugas
kesehatan harus memberlakukan semua pasien sama tanpa memandang penyakit
atau diagnosanya dengan asumsi bahwa semua penyakit pasien berisiko atau
infeksi berbahaya sehingga mereka harus menggunakan APD seperti misalnya
sarung tangan (DepKes RI, 2003).
Pengunaan APD seperti sarung tangan sebenarnya sangatlah mutlak
untuk dilakukan, di samping pengunaan alat–alat medis yang steril dalam setiap
pemberian tindakan perawatan. Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana,
namun sarung tangan harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasive,
karena pemakaian sarung tangan bagi petugas kesehatan bertujuan untuk
melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret
dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung tangan di perkenalkan pertama kalinya
sebagai salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis.
Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga dapat mengurangi
penyebaran infeksi pada pasien (DepKes, 2003).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman dalam
bekerja yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor
predisposisi adalah faktor-faktor yang dapat memberikan dorongan pada perawat
untuk berperilaku aman dalam bekerja, faktor pendorong ini terdiri dari
pengetahuan, sikap, motivasi dan masa kerja perawat. Faktor pemungkin adalah
faktor-faktor yang memungkinkan perawat untuk berperilaku aman dalam
bekerja, ketersediaan APD dan program K3RS merupakan faktor pemungkin.
Sedangkan yang dimaksud dengan faktor penguat adalah faktor-faktor yang
memberikan dukungan terhadap pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja,
yang termasuk faktor penguat adalah SOP dan pengawasan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman dalam bekerja pada
perawat tersebut, sama dengan teori Green (1980) yang menganalisis bahwa
faktor perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor yaitu :
a. Predisposing factors (faktor-faktor pendorong) adalah faktor-faktor yang
mempermudah atau mendahului terjadinya perilaku seseorang antara lain:
pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi nilai, keyakinan, dan sebagainya.
b. Enabling factors (faktor pemungkin) adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku. Yang dimaksud dengan
faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku aman, seperti penyediaan APD dan program K3RS.
c. Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor-faktor yang mendukung
atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terwujud dalam SOP dan
pengawasan.
Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Handayani
(2009) tentang Analisis Perilaku K3 pada Perawat Rumah Sakit di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit X Semarang, yang mengemukakan bahwa
perilaku dipengaruhi oleh faktor pemudah (umur, tingkat pendidikan, masa
kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (pendidikan dan pelatihan
K3, komitmen manajemen dan ketersediaan sarana dan prasana) dan faktor
pengungat (supervisi dan rekan kerja), dimana ketiga faktor berperan dalam
tindakan seseorang.
6.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman Bekerja
6.3.1 Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Motivasi, dan Masa Kerja)
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan faktor
predisposisi yaitu hal-hal yang dapat memberikan dorongan kepada
pekerja dalam berperilaku aman saat bekerja. Faktor pendorong yang
diteliti dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap, motivasi, dan
masa kerja perawat.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa semua
informan utama memiliki pengetahuan mengenai perilaku aman dalam
bekerja. Untuk sikap yang dimiliki informan utama dalam berperilaku
aman bekerja sebagian informan bersikap positif. Sedangkan motivasi
informan utama dalam berperilaku aman bekerja semuanya memiliki
motivasi yang baik.
1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan
terhadap objek yang diamatinya. Pengetahuan yang dimaksud dalam
penelitian ini meliputi, definisi perilaku aman, manfaat berperilaku
aman dan dampak dari berperilaku tidak aman serta bahaya yang ada
di rumah sakit.
Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya pengetahuan
yang dimiliki perawat terkait perilaku aman dalam bekerja tergolong
baik. Pengetahuan tersebut diperoleh dari ilmu saat perkuliahan dan
pengarahan mengenai SOP saat awal masuk bekerja oleh kepala
ruangan. Namun, pada pengetahuan yang dimiliki perawat tentang
bahaya yang ada dirumah sakit masih kurang. Hal ini, dikarenakan
kurangnya informasi yang didapat perawat dari kepala ruangan
mengenai potensi bahaya yang ada dirumah sakit dan juga jarang
dilakukan briefing sebelum bekerja. Namun meskipun pengetahuan
mereka masih ada yang kurang tetapi secara umum perawat sudah
berperilaku aman saat bekerja.
Hasil penelitian tersebut, sejalan dengan penelitian Hasriani
(2009) yang menyatakan ada hubungan antara penegetahuan dengan
perilaku K3 pada perawat RS Paru di Salatiga. Selain itu juga sama
dengan hasil penelitian Sialagan (2008) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3.
Hal ini dikarenakan perilaku akan nampak jika didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran. Orang akan mencerminkan perilakunya
dari pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sama dengan penelitian
Rogers (1997) dalam Pratiwi (2009) yang menyatakan bahwa
perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Jika orang tidak
mengetahui dengan baik konsekuensi atau manfaaat dari suatu
perilaku, maka orang tersebut tidak akan melakukannya.
Hal ini juga dikuatkan dengan dengan pernyataan yang
dikeluarkan oleh Bloom dalam Pratiwi (2009), yakni untuk
melakukan perilaku kerja aman, tidak cukup bila hanya mengetahui
prosedur kerja maupun bahaya yang mereka hadapi. Perilaku kerja
aman akan muncul pada saat pekerja sudah sampai pada tahap
memahami manfaat dari berperilaku kerja aman kemudian
menerapkannya dalam pola kerja sehari-hari.
Geller (2001) mengungkapkan bahwa pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Sebelum seorang pekerja mengadopsi perilaku
baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat dari perilaku
tersebut bagi dirinya. Sehingga seorang pekerja akan menerapkan
perilaku aman apabila mereka sudah mengetahui tujuan dan
manfaatnya bagi keamanan diri mereka sendiri serta apa bahaya yang
akan terjadi jika mereka tidak menerapkannya (Annishia, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian peneliti mengelompokan
pengetahuan perawat menjadi 4 bagian sebagai berikut :
a) Pengetahuan tentang perilaku aman dalam bekerja
Berdasarkan hasil penelitian, perawat sudah
mengetahui mengenai perilaku aman dalam bekerja meskipun
mereka tidak menyebutkan definisi secara lengkap, tetapi dengan
memberikan contoh bentuk perilaku aman dalam bekerja seperti
menggunakan APD, bekerja sesuai SOP, ketelitian, kerapihan,
dan kebersihan atau keseterilan.
Dengan pengetahuan mereka seperti itu, bahwa sudah
cukup benar yang mereka sebutkan itu adalah perilaku aman
dalam bekerja, seperti meggunakan APD dan ketelitian dalam
bekerja merupakan perilaku yang dapat mencegah terjadinya
kecelakaan atau kesalahan terhadap pekerjaannya. Hal ini sudah
sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Heinrich (1980),
perilaku aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau
beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan
terjadinya kecelakaan terhadap karyawan.
Pengetahuan perawat yang baik mengenai perilaku
aman saat bekerja disebabkan karena diberikan informasi oleh
kepala ruangan serta kepala perawat saat baru mulai masuk
bekerja mengenai instruksi atau SOP bekerja yang aman selain itu
juga tentunya didapatkan dari ilmu yang diperoleh dari
perkuliahan.
b) Pengetahuan tentang manfaat perilaku aman
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perawat
memiliki pengetahuan yang cukup tentang manfaat perilaku aman
dalam bekerja sehingga hal ini juga mendorong perawat untuk
berperilaku aman. Mereka menyatakan bahwa manfaat perilaku
aman saat bekerja adalah untuk mencegah terjadinya tertular
penyakit dan mengamankan diri sendiri serta pasien.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bloom
dalam Pratiwi (2009), yakni perilaku kerja aman akan muncul
pada saat pekerja ini sudah sampai pada tahap memahami manfaat
dari berperilaku kerja aman. Perawat sudah mengetahui manfaat
dari berperilaku aman seperti mencegah tertularnya penyakit,
sehingga membuat mereka selalu berperilaku aman saat bekerja.
c) Pengetahuan tentang dampak perilaku tidak aman
Berdasarkan hasil penelitian, Perawat memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai dampak dari berperilaku tidak
aman dalam bekerja. Mereka menyatakan bahwa kerugian yang
dialami jika berperilaku tidak aman adalah selain bisa terjadi
kecelakaan kerja juga berisiko tertular penyakit infeksi yang dapat
merugikan diri sendiri.
Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Heinrich
(1980) dalam Teori Domino, Heinrich yang menyatakan bahwa
perilaku tidak aman menyumbang 88% penyebab kecelakaan
kerja. Sahab (1997) juga menyatakan bahwa penyebab kecelakaan
kerja didasari oleh dua faktor utama, yaitu kondisi tidak aman dan
perilaku tidak aman (Annishia, 2011).
d) Pengetahuan tentang bahaya yang ada di rumah sakit
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa
pengetahuan perawat mengenai bahaya yang ada di rumah sakit
masih kurang, karena mereka menyatakan bahwa bahaya yang
ada di rumah sakit itu seperti tertular penyakit infeksi,
nosokomial dan tertusuk jarum. Pengertian bahaya menurut
Budiono (2003) yaitu merupakan segala sesuatu yang mempunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian dalam kesehatan dan
keselamatan baik pada harta benda, lingkungan, maupun manusia.
KEPMENKES RI tahun 2010 menyebutkan bahwa
yang termasuk bahaya-bahaya potensial di rumah sakit adalah
bahaya fisik (radiasi pengion dan non-pengion, suhu panas,bising,
getaran, pencahayaan), bahaya kimia (Ethylene Oxide,
Formaldehyde, ether,dll), dan bahaya biologi (Virus: Hepatitis,
Influenza,HIV,dll),(Bakteri:S.Saphrophyticus, S.Pheumoniae,dll),
(Jamur: Candida).
Kemudian ada bahaya ergonomic (membungkuk,
mengangkat), bahaya psikososial (shift kerja, stress kerja), bahaya
mekanik (terjepit, tertusuk jarum, tersayat, dll), bahaya listrik
(kesetrum, kebakaran), limbah RS (jarum suntik,obat,darah,
droplet,sputum,dll) dan kecelakaan.
Kurangnya pengetahuan perawat mengenai bahaya
yang ada di rumah sakit, mungkin disebabkan oleh kurangnya
informasi yang diberikan oleh kepala ruangan mengenai bahaya-
bahaya tersebut. Namun meskipun pengetahuan mengenai bahaya
masih kurang, mereka tetap berperilaku aman. Hal ini tentunya
disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi mereka untuk
berperilaku aman.
Namun demikian meskipun mereka sudah berperilaku
aman, pemberian informasi mengenai bahaya yang ada di rumah
sakit tetap harus dilakukan guna memperkuat perawat dalam
berperilaku aman dalam bekerja. Pemberian informasi mengenai
bahaya bisa diberikan melalui promosi K3 kemudian saat
pengawas sedang melakukan pengawasan dengan memberikan
peringatan terhadap perawat dan melakukan briefing secara rutin
terhadap bahaya.
2. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran positif atau
negatif mengenai respon dalam menghadapi bahaya yang ada di
rumah sakit, respon terhadap adanya peraturan atau SOP dan respon
terhadap penyediaan APD.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perawat
memiliki sikap yang positif dalam berperilaku aman. Hal ini dapat
dilihat dari hasil observasi dan peryataan mereka yaitu menghindari
bahaya dengan menggunakan APD dan mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan. Kemudian mengikuti peraturan dan
SOP yang ada serta memakai APD yang telah disediakan oleh rumah
sakit saat bekerja. Pernyataan tersebut mencerminkan sikap positif
mereka dalam berperilaku saat bekerja, sehingga dapat memunculkan
perilaku aman dalam bekerja.
Hal ini sama dengan penelitian Nofriandita (2012) yang
menyatakan ada hubungan antara sikap dengan perilaku aman. Selain
itu juga sama dengan penelitian Sialagan (2008) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan
dengan perilaku aman.
Hasil penelitian ini juga berkaitan dengan teori Krech dan
Ballacy, Morgan ing, dan Howard, yang menunjukan bahwa terdapat
konsistensi antara sikap dengan perilaku aman pekerja dan terdapat
hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sikap
individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka (Nofriandita,
2012). Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan
perilaku seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten,
artinya jika sikapnya positif maka perilakunya juga pasti akan baik
atau sesuai.
Namun demikian, masih terdapat perawat yang bersikap
negative yaitu tidak disiplin atau acuh tak acuh terhadap penggunaan
APD. Hal ini bisa disebabkan karena belum adanya standar atau
peraturan yang sesuai yang dapat menguatkan perawat untuk bersikap
positif.
Notoadmodjo (2003) mengemukakan suatu sikap belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan terbuka (overt behavior),
untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Sehingga
diperlukan adanya peraturan seperti SOP yang benar atau pemberian
sanksi untuk mendukung agar perawat mau bersikap displin atau
positif.
3. Motivasi
Motivasi secara umum mengacu pada adanya kekuatan
dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Menurut
Munandar (2001), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-
kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian
kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Menurut
Astuti (2001), salah satu hal yang terpenting yang perlu
dipertimbangkan pada diri individu untuk berperilaku adalah
motivasi. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi
apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau
sebaliknya, apakah dia akan berperilaku aman atau tidak
(Halimah,2010).
Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran
mengenai alasan atau dorongan yang membuat perawat berperilaku
aman saat bekerja. Yang dimaksud perilaku aman dalam hal ini
seperti bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, mengikuti aturan
atau SOP dan tidak bercanda serta bermalas-malasan saat bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perawat
memiliki motivasi yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari
pernyataan mereka mengenai alasan berperilaku aman dalam bekerja
yaitu untuk keselamatan diri sendiri, menghindari kecelakaan kerja
dan menghindari resiko tertular penyakit infeksi. Dari pernyataan
tersebut memungkinkan perawat untuk berperilaku aman dalam
bekerja.
Hal ini sama dengan penelitian Sialagan (2008) didapatkan
hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap perilaku K3.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) juga
didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku
K3 dalam bekerja. Dimana, motivasi pekerja yang tinggi mempunyai
peluang 3 kali untuk berperilaku aman pekerja dibanding pekerja
yang mempunyai motivasi yang rendah.
Umar (2000) memaparkan bahwa motivasi kerja yang dimiliki
oleh setiap individu juga sangat mempengaruhi kualitas kerja.
Walaupun fasilitas memadai, organisasi, dan manajemen baik,
prosedur kerja baik, tanpa motivasi kerja yang tinggi maka sulit
memberikan hasil pekerjaan yang baik. Motivasi untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan prosedur diperlukan agar sesuai dengan
tujuan perusahaan dan dapat menjamin keselamatan bagi pekerja itu
sendiri (Heliyanti, 2009). Jadi jika seorang perawat memiliki motivasi
yang baik untuk keselamatannya maka sudah pasti ia akan selalu
berperilaku aman dan kualitas kerjanya juga akan baik, hal ini tentu
akan meningkatkan produktifitas kerjanya terhadap rumah sakit.
Namun untuk memperkuat motivasi tersebut diperlukan suatu
dorongan seperti diberikan reward sebagai bentuk penghargaan dan
pengembalian positif dari perilaku aman yang telah mereka terapkan
dan sebagai bentuk dukungan dari perusahaan. Sebagaimana yang
telah dipaparkan oleh Geller (2001), Penghargaan merupakan
konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok
dengan tujuan untuk mengembangkan, mendukung, dan memelihara
perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagai mestinya,
penghargaan dapat memberikan yang terbaik kepada setiap orang
karena penghargaan membentuk perasaan percaya diri, pengendalian
diri, optimisme, dan rasa memiliki (Halimah, 2010).
Selain itu juga, menurut Mangkunegara (2005), imbalan yang
diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Oleh
karena itu pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian imbalan
dalam bentuk uang yang memadai agar pekerja terpacu motivasinya
dan melakukan tindakan aman (Halimah, 2010). Dalam hal ini, jika
pemberian imbalan dikaitkan dengan perilaku perawat untuk
melakukan tindakan aman maka akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan motivasi perawat dalam berperilaku aman.
4. Masa kerja
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan masa kerja yaitu
waktu yang telah dijalani perawat dalam menjalankan kerja sebagai
perawat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa informan yang
telah bekerja lama dan baru hampir merata. Perawat yang bekerja
lama maupun baru memungkinkan untuk berperilaku aman.
Dalam hal ini perawat yang sudah lama bekerja sudah
mengetahui seluk beluk pekerjaannya sehingga mereka berperilaku
aman sedangkan perawat yang baru karena belum berpengalaman
dengan pekerjaannya lebih berhati-hati dalam bekerja untuk
mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Keduanya tidak ada
perbedaaan sama-sama berperilaku aman, sehingga masa kerja
perawat yang sudah lama dan masih baru, tidak ada hubungannya
dengan perilaku mereka.
Hal ini sama dengan hasil penelitian Halimah (2010) yang
didapatkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama
bekerja dengan perilaku aman. Hal ini diperkuat oleh Geller (2001)
yang menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan
lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut
berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan,
nyaman, dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang.
Pernyataan diatas juga diperkuat ILO (1998) yang menyatakan
bahwa pekerja lama dan berpengalaman bukan merupakan jaminan
bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan tidak aman sehingga
terhindar dari kecelakaan. Pekerja lama atau berpengalaman tidak
merasa asing dengan lingkungannya, sangat kenalnya mereka
menjadi kurang berhati-hati, apalagi bila dalam jangka waktu yang
lama tidak terjadi kecelakaan sehingga mereka cenderung
mengganggap bahaya tidak separah dengan apa yang didengar dan
dikatakan oleh pimpinannya (Halimah, 2010).
6.3.2 Faktor Pemungkin
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan gambaran faktor
pemungkin yaitu hal-hal yang dapat memungkinkan pekerja untuk
berperilaku aman saat bekerja. Faktor pemungkin yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu dilihat dari aspek ketersediaan APD dan program
K3RS.
Berdasarkan hasil penelitian, ketersediaan APD sudah ada,
sedangkan untuk program K3RS belum ada di Rumah Sakit Islam
Asshobirin. Fasilitas yang mendukung pekerja untuk berperilaku aman
sangat dibutuhkan. Karena meskipun pekerja telah memiliki kemauan
tinggi untuk berperilaku aman saat bekerja tetapi tidak dibarengi dengan
ketersediaan fasilitas yang menunjang, maka tidak akan tercapai pula
perilaku aman yang diharapkan.
1. Ketersediaan APD
Ketersedian APD yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
ketersediaan alat pelindung diri di rumah sakit guna mendukung
perawat berperilaku aman dalam melakukan tindakan keperawatan
seperti masker dan sarung tangan. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bahwa APD yang disediakan rumah sakit sudah cukup
lengkap seperti masker dan sarung tangan. APD tersebut tersedia di
setiap ruangan sesuai kebutuhan dan peraturan mengenai penggunaan
APD sudah terdapat dalam SOP. APD tersebut dapat diperoleh di
apotik atau bagian farmasi jika diruangan sudah habis. Hal ini sangat
memungkinkan perawat dalam berperilaku aman.
Hal ini sama dengan pendapat Sahab (1997) yang
mengemukakan bahwa sistem yang didalamnya terdapat manusia
(sumber daya manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang
penting dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja.
Sehingga dengan ketersediaan fasilitas berupa APD dapat mencegah
perilaku tidak aman dalam bekerja.
Dalam menerapkan perilaku aman saat bekerja, dibutuhkan
suatu peraturan yang bersifat mengikat untuk untuk mewujudkannya.
Karena meskipun pekerja tersebut mau untuk berperilaku aman saat
bekerja. Disini lah pentingnya ketersediaan APD yang memadai daan
pentingnnya ditegakkan suatu peraturan yang sifatnya mengikatnya
serta harus (Annishia, 2011). Jadi untuk mendorong perawat agar
berperilaku aman, sangat diperlukan fasilitas yang mendukung
dengan membuat peraturan yang mewajibkan dan menyediakan APD
yang sesuai dan lengkap untuk pekerjaan mereka.
Hal ini didukung oleh teori Geller (2001) dalam Halimah
(2010) yang menyatakan bahwa penerapan perilaku aman dalam
bekerja pada umumnya menyebabkan pekerja merasa kurang
nyaman. untuk itu perlu sesuatu yang harus ada untuk membuat
pekerja tersebut tetap menerapkan perilaku aman saat bekerja dan
harus disiapkan sebuah konsekuensi jika pekerja tidak
menerapkannya.
Konsekuensi yang diberikan bisa dalam bentuk peraturan yang
ada didalamnnya mengatur tentang hukuman serta penghargaan.
Lebih lanjut Geller menyatakan bahwa hasil atau keefektifan dari
konsekuensi peraturan tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk
peraturan yang ada (Halimah, 2010).
2. Program K3RS
Program K3RS merupakan salah satu bentuk fasilitas
pendukung yang dapat membentuk perilaku aman dalam bekerja.
Untuk menguatkan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja
diperlukan upaya K3RS guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja (PAK) sehingga produktifitas optimal.
Contoh program K3RS seperti pelatihan karyawan, promosi K3,
tanggap darurat, laporan kecelakaan, dll.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa program K3RS
terkait perilaku aman bekerja belum ada di rumah sakit Islam
Asshobirin. Meskipun program K3RS belum ada tetapi tetap
memungkinkan perawat untuk berperilaku aman, hal ini bisa
disebabkan karena ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti
adanya ketersedian APD dan SOP serta pengawasan yang dilakukan
setiap hari oleh tim supervisi.
Hal ini tidak sama dengan yang dikemukakan oleh Suma‟mur
(1989) bahwa keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan
dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau
situasi sehat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan
keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja terjamin
keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin,
pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan
lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi
sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana
yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat
ditingkatkan.
Selain itu menurut Budiono (2003), keselamatan dan kesehatan
kerja yang merupakan salah satu bagian dari perlindungan tenaga
kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan, mengingat keselamatan
dan kesehatan kerja bertujuan agar :
a. Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja
mendapat perlindungan atas keselamatannya.
b. Setiap sumber produksi dapat dipakai, dipergunakan secara aman
dan efisien.
c. Proses produksi berjalan lancar.
Menurut ILO (1989), pelatihan merupakan salah satu
komponen utama dari beberapa program keselamatan dan kesehatan
kerja. Dengan pendidikan dan pelatihan, pekerja mengetahui faktor-
faktor bahaya di tempat kerja, risiko bahaya, kerugian akibat
kecelakaan yang ditimbulkan, bagaimana cara kerja yang baik, serta
mengetahui tanggung jawab dan tugas dari manajemen dalam
meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bahaya potensial.
Oleh karena itu, untuk mendukung perawat di RS Islam
Asshobirin berperilaku aman maka sebaiknya didukung dengan
adanya program K3RS serta diadakan pelatihan terkait perilaku aman
bekerja bagi seluruh perawat sehingga dapat menigkatkan
produktifitas perawat dan kinerja rumah sakit.
6.3.3 Faktor Penguat
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan gambaran faktor
penguat yaitu hal-hal yang dapat memberikan dukungan kepada pekerja
untuk berperilaku aman saat bekerja. Faktor penguat yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu SOP dan pengawasan. SOP di rumah sakit ini sudah
ada. SOP terkait perilaku aman saat bekerja sudah terdapat dalam buku
Standar Prosedur Operasional Keperawatan Dasar.
Namun pada kenyataannya SOP tersebut belum di
seberluaskan kembali setelah di perbaharui ke setiap ruangan
dikarenakan minimnya biaya dan juga SOP tersebut belum dilengkapi
dengan prosedur penggunaan APD pada setiap tindakan. Sedangkan
untuk pengawasan di rumah sakit Islam Asshobirin, perawat
mendapatkan pengawasan dari tim supervisi yaitu kepala perawat dan
supervisi yang bertugas setiap hari.
1. SOP
Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi
atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu klien. Merupakan tatacara atau tahapan yang harus
dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh
seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk
mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga
suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes
RI, 2004).
Dalam penelitian ini SOP yang dimaksud adalah suatu
standar/petunjuk tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan
menggerakkan perawat untuk bekerja secara aman. Hasil penelitian
diperoleh bahwa sudah ada SOP di rumah sakit Islam Asshobirin,
sehingga memperkuat perawat untuk bekerja secara aman meskipun
dalam SOP tersebut masih ada yang kurang. Hal ini sama dengan
penelitian Novriandita (2012) yang menyatakan ada hubungan antara
ketersediaan SOP dengan perilaku aman.
Hal ini juga sama dengan pendapat Geller (2001) dalam
Karyani (2005) yang mengungkapkan perubahan perilaku tingkat
kepatuhan yang baik adalah internalisasi, dimana individu melakukan
sesuatu karena memahami makna, mengetahui pentingnya tindakan
dan keadaan ini. Hal ini cendrung akan berlangsung lama dan
menetap dalam diri individu. Jadi para perawat yang mematuhi SOP
karena mereka menyadari dan mengerti akan pentingnya menjaga
keselamatan maka perilaku tersebut cendrung akan berlangsung lama.
Selanjutnya Neal dan Griffin (2002) membedakan kinerja
keselamatan menjadi dua tipe yaitu safety compliance dan safety
participation. Safety compliance digambarkan sebagai aktivitas-
aktivitas inti yang perlu dilaksanakan oleh individu-individu untuk
memelihara keselamatan di tempat kerja, seperti mengikuti SOP dan
menggunakan APD dengan baik (Novriandita, 2012). Penelitian ini
sesuai dengan teori Neal dan Griffin yang mempunyai pandangan
tentang SOP merupakan kinerja keselamatan kerja, sehingga
mempunyai pengaruh terhadap perilaku aman dalam bekerja.
Namun meskipun sudah terdapat SOP di RS Islam Asshobirin,
masih ada kekurangan dalam SOP tersebut yaitu tidak terdapat
prosedur penggunaan APD untuk setiap tindakan contohnya seperti
tindakan injeksi (menyuntik), memasang infus, mengganti balutan
luka, dan lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2006) yang
menyebutkan bahwa tindakan mencuci tangan dan memakai sarung
tangan merupakan bagian dari prosedur menyuntik. Sehingga
diwajibkan memakai sarung tangan saat tindakan menyuntik guna
melindungi tangan perawat dan mencegah terjadinya penyebaran
infeksi.
Selain itu juga dalam buku Keterampilam Keperawatan Dasar
(Paket 1) disebutkan dalam prosedur memasang cairan infus,
mengganti balutan luka, oksigenasi dan memandikan pasien di tempat
tidur terdapat prosedur untuk mengenakan sarung tangan untuk
tindakan tersebut maupun tindakan lainnya.
Prosedur tindakan keperawatan yang masih terdapat
kekurangan di RS Islam Asshobirin memungkinkan masih adanya
perawat yang berperilaku tidak aman. Sehingga perlu dilakukan
perbaikan SOP sesuai dengan standar dan ketentuan semestinya agar
mengurangi resiko perilaku tidak aman pada perawat dan perlu
disosialisasikan kembali mengenai SOP yang benar.
2. Pengawasan
Menurut Sarwono (1991) pengawasan merupakan kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan
rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.
Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kegiatan
manajer atau supervisi yang mengusahakan agar pekerjaan sesuai
dengan ketetapan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada pengawasan
yang dilakukan oleh kepala perawat dan supervisi terhadap perawat
dalam bekerja. Hal ini menguatkan perawat untuk berperilaku aman.
Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Azwar (1998)
dalam Annishia (2010) yang menyatakan bahwa dengan adanya
pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan salah satu
faktor yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut
Sarwono (1991), dengan pengawasan yang dilakukan secara berkala
dan intens, kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman
dapat diketahui dengan segera dan dapat dilakukan usaha untuk
memperbaikinya.
Jadi dengan adanya pengawasan yang dilakukan setiap hari
oleh supervisor dapat membentuk perilaku perawat agar disiplin
untuk berperilaku aman dalam bekerja, dan dengan pengawasan ini
juga memungkinkan untuk mengurangi resiko yang ada misalnya
kesalahan perawat dalam menangani pasien. Kondisi yang tidak aman
seperti ini dapat segera diketahui dan diperbaiki secepatnya.
Hal ini juga dikuatkan dengan pendapat Geller (2001) yang
menyebutkan adanya peran manager dalam perilaku kerja, keduanya
berhubungan langsung degan target individu yang sedang
berlangsung. Menurut Bird dan Germain (1990), supervisor
(pengawas) memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan,
sikap keterampilan, dan kebiasaan akan keselamatan setiap karyawan
dalam suatu area tanggung jawabnya.
Para pengawas mengetahui lebih baik daripada pihak lain
mengenai diperhatikannya individu-individu, catatan cuti, kebiasaan
bekerja, perbuatan, keterampilan dalam bekerja. Para pengawas juga
memonitor kinerja pekerja, dimana hal ini merupakan sesuatu yang
penting untuk kesusksesan program (Salawati,2009).
6.4 Analisis Penyebab Perilaku Aman
Berdasarkan hasil penelitian terhadap perawat di RS Islam Asshobirin,
didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan perawat
berperilaku aman dalam bekerja.
Pada bagan 6.1 dapat dijelaskan bahwa perilaku aman bekerja pada
perawat di RS Islam Asshobirin yaitu menggunakan APD, mengikuti SOP,
mengambil posisi kerja yang aman dan bekerja secara hati-hati. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh perawat
sudah cukup baik karena mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dari ilmu
yang diperoleh saat perkuliahan, membaca, serta sosilisasi oleh kepala ruangan
untuk bertindak aman ketika bekerja.
Dan adanya motivasi tinggi yang dimiliki perawat untuk selamat saat
bekerja dan terhindar dari bahaya yang ada di rumah sakit membuat perawat
untuk berperilaku aman. Selain itu didukung juga dengan sikap perawat yang
positif terhadap ketersediaan APD dengan selalu menggunakan APD saat
bekerja. Serta adanya pengawasan oleh tim supervisi sehingga perawat
berperilaku aman saat bekerja.
Bagan 6.1
Alur terjadinya Perilaku Aman bekerja pada perawat di RS Islam
Asshobirin
Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan penyebab perilaku
tidak aman pada perawat di RS Islam Asshobirin. Bentuk perilaku tidak aman
Pengetahuan yang
baik dari ilmu yang
diperoleh dari
perkuliahan,
membaca serta
sosialisasi oleh
kepala ruangan.
Adanya motivasi
untuk selamat dari
bahaya. Perilaku
Aman
Bekerja Sikap yang postif
(disiplin) untuk
menghindari bahaya.
Ketersedian APD
berupa masker dan
sarung tangan.
Adanya pengawan
oleh tim supervisi
setiap hari.
Menggunakan
APD,
mengikuti
SOP,
mengambil
posisi kerja
yang aman dan
bekerja secara
hati-hati.
pada perawat di RS Islam Asshobirin yaitu tidak menggunakan APD saat
menyuntik dan memasang infus serta tidak memakai sepatu yang sesuai. Hal ini
disebabkan karena sikap yang negative (tidak disiplin) dalam menggunakan APD
saat bekerja dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin masih kurang lengkap,
sehingga memungkinkan perawat untuk tidak menggunakan APD saat bekerja.
Bagan 6.2
Alur terjadinya perilaku tidak aman pada perawat di RS Islam Asshobirin
Sikap
negative
(tidak
disiplin)
menggunaka
n APD.
SOP masih
kurang
lengkap.
Tidak
menggunakan
sarung tangan
saat menyuntik
dan memasang
infus serta tidak
memakai sepatu
yang sesuai.
Perilaku
Tidak
Aman
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di dalam penelitian ini, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
a. Bentuk perilaku aman pada perawat dalam bekerja di RS Islam Asshobirin
yaitu :
1. Menggunakan APD (masker dan sarung tangan)
2. Mengikuti peraturan dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin
3. Bekerja secara hati-hati dan mengambil posisi kerja yang aman.
b. Bentuk perilaku tidak aman pada perawat yaitu :
1. Tidak memakai sarung tangan ketika tindakan menyuntik dan
memasang infus
2. Tidak menggunakan sepatu yang sesuai.
c. Faktor predisposisi yang menyebabkan perawat berperilaku aman dalam
bekerja yaitu :
1. Pengetahuan yang cukup baik mengenai perilaku aman dalam bekerja
yang didapatkan dari ilmu yang diperoleh saat perkuliahan, membaca
dan informasi yang diberikan oleh kepala ruangan.
2. Sikap positif dalam menghadapi bahaya dengan selalu menggunakan
APD yang disediakan serta mengikuti SOP yang berlaku di RS Islam
Asshobirin.
3. Adanya motivasi yang tinggi untuk keselamatan diri sendiri serta
pasien.
d. Faktor pemungkin yang menyebabkan perawat berperilaku aman dalam
bekerja yaitu adanya ketersediaan APD berupa masker dan sarung tangan
yang digunakan perawat dalam bekerja.
e. Faktor penguat yang menyebabkan perawat berperilaku aman dalam
bekerja yaitu adanya pengawasan terhadap perawat oleh tim supervisi
yang dilakukan setiap hari.
f. Faktor yang menyebabkan perawat berperilaku tidak aman yaitu :
1. Sikap negative perawat yang tidak disiplin dalam menggunakan APD.
2. SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin belum sesuai dengan
standar DepKes RI (2006) terkait penggunaan APD pada prosedur
menyuntik.
7.2 Saran
a. Untuk RS Islam Asshobirin :
1) Menerapkan K3RS atau SMK3RS secara komprehensif sesuai dengan
KEPMENKES RI Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang
Standar K3RS. Hal ini dikarenakan sudah ada beberapa substansi yang
di laksanakan RS Islam Asshobirin seperti menyediakan APD untuk
pekerja, dan melakukan pemantauan mengenai pengolahan limbah RS,
PH sumber air yang digunakan, kebisingan di rumah sakit, dan lainnya
serta sudah ada KPRS (Keselamatan Pasien di Rumah Sakit). Dengan
adanya program K3RS dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja
yang aman dan meningkatkan perilaku aman bekerja pada perawat.
2) Revitalisasi (memperbaiki) SOP yang sudah ada, seperti prosedur
menyuntik agar sesuai dengan standar DepKes RI.
3) Memberikan reward atau punishment bagi perawat yang tidak disiplin
menggunakan APD dengan benar.
4) Mengadakan pelatihan mengenai K3 terkait perilaku aman untuk
perawat guna meningkatkan kinerja perawat.
b. Untuk Perawat
1) Sebaiknya perawat lebih meningkatkan perilaku aman dalam bekerja
selain menggunakan masker dan sarung tangan juga harus memakai
sepatu bukan sandal. Dan sebaiknya penggunaan APD tersebut harus
lengkap digunakan setiap tindakan seperti tindakan menyuntik.
2) Sebaiknya perawat mengikuti pelatihan terkait K3 guna menambah
keterampilan untuk perilaku aman.
DAFTAR PUSTAKA
A Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Kerja. Cet. ke-2,
Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003
Alimul, Aziz. 2002. Pengantar Pendidikan Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto
Anik, Maryunani. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Jakarta: TIM. 2013
Annishia, Fristi Bellia. 2010. Analisis Perilaku Tidak Aman Pekerja Konstruksi PT. PP
(persero) di Proyek Pembangunan Tiffany Apartemen Jakarta Selatan tahun 2011.
Skripsi FKIK UIN
Azmi, Rahimah. 2008. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Oleh P2K3 Untuk Meminimalkan Kecelakaan Kerja Di PT Wijaya Karya Beton Medan
Tahun 2008. Skripsi S1 Universitas Sumatra Utara
Bachri, Syaiful. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Keselamatan dan
kesehatan kerja (k3) pada Karyawan di area produksi bagian weaving Pt.Unitex tbk
Tahun 2010. Skripsi Program Kesmas UIN Syahid Jakarta
Bird, E. Frank, Germain, L. George. 1990. Practical Loss Control Leadership. Institute
Publishing: Georgia
Budiono, Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja. Semarang :
Universitas Diponegoro
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Cetakan keempat. Jakarta: Kencana
Cahyani, Dewi. 2004. faktor-faktor yang berhubungan dengan perilku tidak aman pada
pekerja pabrik billet baja PT Karakatau Steel, Cilegon, Jawa Barat Tahun 2004..
Skripsi. Depok : FKM UI
Carayon, P., Alvarado, JC. 2008. Patient Safety and Quality: An Evidance-Based Handbook
for Nurses. Chapter 39. Personal Safety for Nurses. Rockville (MD): Agency for
Healthcare Research Quality (US)
Chandra Pratiwo, Feny Rahayu, Kartika Arumsari Kartika. 2011. Proteksi dari Resiko Infeksi
Nosokomial. Jurnal keperawatan Politeknik Kesehatan Malang.
Chiou ST, Chiang JH, Huang N, Wu CH, Chien LY. 2013. Health issues among nurses in
Taiwanese hospitals: National survey. International Journal of Nursing Studies.
Dahlawy, Dharief. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku K3 di Area Pengolahan
PT. Antam tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun 2008.
Jakarta : FKIK UIN
DEPKES RI. 2003. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI.
___________. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. DepKes, Jakarta.
___________. 2006. Peningkatan Menejemen Kinerja Klinik (PMKK ) Perawat dan Bidan,
Pusdiklat SDM Kesehatan bekerjasama dengan Direktorat Bina pelayanan Keperawatan,
Jakarta
Digagurnasa, Srigali. 1992. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara
Fatmasari, Agarika. 2010. Penentuan Faktor-Faktor Bahaya yang Dihadapi Perawat di
RSUD Kabupaten Karanganyar dan Usulan Pencegahannya Menggunakan Metode
AHP. Skripsi UNS-F.Teknik Jur. Teknik Industri
Geller, E Scoot. 2001. The Pshychology Of Safety Handbook. USA : Lewis Publisher
Green, Lawrence W. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach. California :
Mayfield Publishing Company
Halimah, Siti. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan Di PT.
SIM PLANT TAMBUN II Tahun 2010. Skripsi Program Kesmas UIN Syahid Jakarta
Hasriani , Resti Dwi. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perawat Rumah Sakit Paru Di Salatiga. Undergraduate
thesis, Diponegoro
Helliyanti, Putri. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman di
Dept. Utility and Operation PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour
Mills tahun 2009. Skripsi. Depok : FKM UI
Hendrabuwana, La Ode. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bekerja
Selamat Bagi Pekerja Di Depatemen Cor PT Pindad Persero Bandung Tahun 2007.
Skripsi. Depok : FKM UI
Idayanti. 2008. Hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan standard
operational procedure (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Tesis USU Medan
Imania,, Lutvi. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Perilaku K3 pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat RSU. Haji Surabaya. Skripsi FKM UNAIR
Karyani. 2005. Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku aman (safe behavior) di
Schlumberger Indonesia tahun 2005. Tesis. FKM UI Depok
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1087/MENKES/SK/VIII/2010
tentang Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Bina Kesehatan Kerja Tahun 2010
Lexy J Moleong. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Maanaiya, Imam. 2005. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman
(Unsafe act/substandard practice) pekerja di bagian Press PT YIMM Tahun 2005. Tesis.
Depok : FKM UI
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Penerbit PT Refika
Aditama
Millah, Izzatu. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku menggunakan sabuk
keselamatan pada Pengemudi angkutan umum di terminal bus Pulo gadung tahun 2008.
Skripsi Program Kesmas UIN Syahid Jakarta
Moh. Nazir. Ph. D. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia
Neuman, W Lawrence. 2003. Basics of Social research, qualitative and quantitative
approaches. Boston: Allyn & Bacon
Nofriandita, Yukitri. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Bekerja Yang Aman Pada
Pekerja Bengkel Servis Mobil Di Depok Tahun 2012. Skripsi FKM UI Depok
Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Pratiwi, Shinta Dwi. 2009. Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak Aman pada Pekerja
Konstruksi Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek Pembangunan Fasilitas dan
Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker, Ciracas, Jakarta Timur 2009. Skripsi.
Depok: FKMUI.
Ratnaningsih, Ika Zenita. 2010. Manajemen Diri Untuk Menurunkan Perilaku Tidak Aman
Dalam Bekerja Pada Pengemudi Bus Trans Jogja. Tesis Fakultas Psikologi UGM
Jogjakarta
Robin, S., P. (2003). Perilaku organisasi. (Pujaatmaka, H & Molan, B, Penerjemah). Ed. Ke-
9. Jakarta: Gramedia.
Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT.
Bina Sumber Daya Manusia.
Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT.
Bina Sumber Daya Manusia.
Salawati, Liza. 2009. Hubungan perilaku, manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
dengan terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium patologi klinik rumah sakit umum
DR. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2009. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Medan
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1991. Teori-Teori Psikologi Sosial. CV. Rajawali: Jakarta
Sialagan. Togar Robin. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Perilaku
Aman di PT EGS Indonesia Tahun 2008. Tesis. Depok : FKM UI
Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung : Alfabeta. Hlm: 127-128
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktek,. Jakarta:
Rineka Cipta. Hlm:129
Suma‟mur, P.K. 1989. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. PT. Toko Gunung
Agung: Jakarta
_____________. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Gunung Agung
Susiati, Maria. 2008. Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta : Erlangga
Syartini, Titi. 2010. Penerapan SMK3 Dalam Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di PT.
Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang. Laporan Khusus
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Undang-undang No.01 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Wijaya, dkk. 2006. Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Gangguan Tidur dan Kelelahan
Kerja Perawat Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit DR. Sadjito Yogyakarta. Sekolah
Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Pedoman Wawancara Mendalam pada Perawat
Gambaran Perilaku Aman pada Perawat di RS Islam Asshobirin Tahun 2013
I. Informan Utama
Tanggal :
Nama pewawancara :
Karakteristik informan
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Usia :
4. Status perkawinan :
5. Alamat :
6. Telepon :
7. Bagian/ruangan :
8. Masa kerja :
9. Spesifikasi Tugas :
Perilaku Aman
10. Pada saat bekerja, apa saja yang anda lakukan untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja?
Pengetahuan
11. Apa yang Anda ketahui tentang bahaya yang ada di rumah sakit?
12. Apa yang Anda ketahui tentang perilaku aman dalam bekerja?
13. Apa saja manfaat dari berperilaku aman dalam bekerja?
14. Apa saja dampak yang dialami jika berperilaku tidak aman dalam
bekerja?
Sikap
15. Bagaimana sikap Anda menghadapi bahaya yang ada di tempat
bekerja saat ini? Apa alasannya?
16. Bagaimana sikap Anda terhadap peraturan dan SOP yang berlaku
di tempat bekerja saat ini? Jelaskan mengapa demikian?
17. Bagaimana sikap Anda terhadap penyediaan APD di tempat
bekerja saat ini? Jelaskan mengapa demikian?
Motivasi
18. Apa alasan anda berperilaku aman (bekerja secara hati-hati,
menggunakan APD, mengikuti Standar Prosedur Kerja dan tidak
bercanda serta tidak bermalasan pada saat bekerja)?
Tersedianya APD
19. Bagaimana ketersediaan APD serta peraturan yang ada di rumah
sakit? (Probing: jenis APD)
Program K3RS
20. Adakah program terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang
pernah di laksanakan rumah sakit ini? (Probing: apa saja,
bagaimana pelaksanaannya)
SOP
21. Lalu bagaimana dengan prosedur, adakah prosedur kerja terkait
perilaku aman bekerja? (Probing: jenis prosedur, perlu kah adanya
prosedur)
Pengawasan
22. Menurut anda, adakah pengawasan yang dilakukan pihak RS
terkait perilaku aman bekerja? (Probing: siapa pengawasnya, perlu
kah adanya pengawasan)
II. Informan Kunci
Tanggal :
Nama pewawancara :
Karakteristik informan
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Usia :
4. Status perkawinan :
5. Alamat :
6. Telepon :
7. Jabatan :
8. Masa kerja :
Perilaku Aman
9. Pada saat bekerja, apa saja yang perawat lakukan untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja?
Pengetahuan
10. Apakah perawat mengetahui tentang bahaya yang ada di rumah sakit
dan bagaimana berperilaku aman bekerja?
Sikap
11. Bagaimana sikap perawat dalam berperilaku aman bekerja?
Motivasi
12. Apa alasan perawat berperilaku aman (bekerja secara hati-hati,
menggunakan APD, mengikuti Standar Prosedur Kerja dan tidak
bercanda serta tidak bermalasan pada saat bekerja)?
Tersedianya APD
13. Bagaimana ketersediaan APD serta peraturan yang ada di rumah sakit?
(Probing: jenis APD)
Program K3RS
14. Adakah program terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang pernah
di laksanakan rumah sakit ini? (Probing: apa saja, bagaimana
pelaksanaannya)
SOP
15. Lalu bagaimana dengan prosedur, adakah prosedur kerja terkait
perilaku aman bekerja? (Probing: jenis prosedur, perlu kah adanya
prosedur)
Pengawasan
16. Menurut anda, adakah pengawasan yang dilakukan pihak RS terkait
perilaku aman bekerja? (Probing: siapa pengawasnya, perlu kah
adanya pengawasan)
III. Informan Pendukung
Tanggal :
Nama pewawancara :
Karakteristik informan
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Usia :
4. Status perkawinan :
5. Alamat :
6. Telepon :
7. Jabatan :
8. Masa kerja :
Tersedianya APD
9. Bagaimana ketersediaan APD serta peraturan yang ada di rumah sakit?
(Probing: jenis APD)
Program K3RS
10. Adakah program terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang pernah
di laksanakan rumah sakit ini? (Probing: apa saja, bagaimana
pelaksanaannya)
SOP
11. Lalu bagaimana dengan prosedur, adakah prosedur kerja terkait
perilaku aman bekerja? (Probing: jenis prosedur, perlu kah adanya
prosedur)
LEMBAR OBSERVASI
Indikator Perilaku
Aman
Nama
Perawat
Pengamatan
1 2 3 4 5
1. Bekerja
menggunakan APD
(sarung tangan dan
masker)
2. Bekerja dengan
kecepatan yang
sesuai (tidak terburu-
buru,hati-hati,tidak
sembrono)
3. Menggunakan
peralatan yang sesuai
dan benar
4. Mengambil posisi
kerja yang aman dan
sesuai (tidak
membungkuk)
5. Memenuhi peraturan
yang ada
Informasi Pengamatan Hasil Observasi
Usia Cek KTP
Tersedianya APD Cek Stok APD
SOP Cek Dokumen
Pengawasan Observasi
MATRIKS WAWANCARA
Variabel Informan utama Informan Kunci
Informan
Pendukung
Perilaku
Aman IU1 IU2 IU3 IU4 IU5 IU6 IK1 IK2 IP1
Bentuk
perilaku
pekerja
- Bekerja
meng-
gunakan APD
lengkap
(masker dan
sarung tangan)
- Mengambil
posisi kerja
yang aman
- mematuhi
peraturan yang
berlaku
- Bekerja
meng-gunakan
APD
(memakai
masker setiap
melakukan
tindakan)
- bekerja
secara hati-
hati (tidak
terburu-buru)
- mematuhi
peraturan yang
berlaku
- bekerja
menggunakan
APD lengkap
(masker dan
sarung
tangan)
- bekerja
secara hati-
hati (tidak
terburu-buru)
- mematuhi
peraturan
yang berlaku
- Bekerja tidak
menggunakan
APD lengkap
- Mengambil
posisi kerja
yang tidak
aman
(membungkuk)
- Bekerja
tidakmenggunakan
APD lengkap.
- Bekerja
tidak
menggunakan
APD lengkap
- Pakai
APD
- Pakai
APD
Predisposing
Factors
(Pengetahuan
Perawat)
Pengahuan
mengenai
bahaya di RS
- penyakit
infeksi
menular
- tertusuk
- Tertular
infeksi
- hepatitis
- paru-paru
- nosokomial,
- kecelakaan
kerja
- kena jarum
- Tertular
infeksi
nosokomial
- Infeksi
nosokomial
- Infeksi
penyakit
menulaR
- HIV
- perawat
mengetahui
- perawat
mengetahui
jarum - HIV
- ke-celakaan
kerja seperti
tertusuk jarum.
suntik
- ngangkat
pasien
tertiban
- paru-paru
Pengetahuan
mengenai
perilaku aman
bekerja
- Pakai apd,
- ketelitian, -
kerapihan
dalam bekerja
-sesuai SOP
- pakai APD
- kebersihan
- sesuai
prosedur
- pakai APD
- pakai APD
- mem
perhatikan
kesterilan alat-
alat
- tindakan
sesuai SOP
- sesuai standar
operasional
- APDnya juga
- Pakai apd,
- ketelitian
- kerapihan
dalam
bekerja
Pengetahuan
mengenai
dampak dari
perilaku tidak
aman bekerja
berisiko
terhadap kita
tertular
penyakit
- infeksi
nosokomial, -
tertular
penyakit
- merugikan
diri sendiri
- Terkena
infeksi
- kecelakaan
kerja seperti
tertusuk jarum
tertular penyakit - terjadi
kesalahan
pada pasien
- terinfeksi
bagi perawat
Pengetahuan
mengenai
manfaat
perilaku aman
bekerja
- terhindar
dari penyakit
infeksi dan
penyakit
menular
-
mengamankan
diri sendiri
- untuk
keamanan
pasien
- terhindar dari
bahaya-bahaya
bagi perawat
Supaya
selamat
pasien dan
perawat
- terhindar dari
kecelakaan
kerja
- infeksi
nosocomial
Tidak tertular
penyakit
mengurangi
tertularnya
penyakit
Predisposing
Factors
(Sikap
Perawat)
Sikap dalam
menghadapi
bahaya di RS
menghindari
dengan APD
- APD
- cuci tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan
- memakai
APD setiap
tindakan,
- memakai
masker,
handscoon,
sepatu,
- cuci tangan.
- peduli
- perlu
diperhatikan
efeknya baik
dan buruknya
hati-hati - lebih teliti
- pakai APD.
- Mau
meng
gunakan
APD
- Tindakan
nya sesuai
SOP
- Meng
ikuti SOP
Sikap
terhadap
peraturan dan
SOP yang
berlaku di RS
mengikuti
peraturan yang
ada
Menerima dan
melaksanakan
peraturan yang
ada
mengikuti Sebagian besar
dijalani,
sebagiannya
lagi tidak
insyaAllah
mengikuti
Mengikuti
SOP
Sikap
terhadap
penyediaan
APD
Menggunakan-
nya
Menggunakan-
nya untuk
keselamatan
diri sendiri
mengajukan
supaya untuk
disediakan
harus dipakai,
tapi tertentu
sesuai standar Dipakai APD
nya
Predisposing
Factors
(Motivasi
Perawat)
Alasan
bekerja secara
hati-hati ,
menggunakan
APD dan
mengikuti
SOP serta
- untuk
keselamatan
diri sendiri
- mengurangi
resiko bahay-
- supaya aman
- tidak terjadi
kecelakaan
kerja
- tidak terjadi
- Agar tidak
kecelakaan
- tidak
tertular
penyakit
- mencegah
tertular infeksi
nosokomial
dan kecelakaan
kerja
- tidak terjadi
mengindari resiko
tertular penyakit
Ya begitulah - Untuk ke-
selamatan
diri sendiri
- Untuk
aman dan
meng-
hindari
bahaya
tidak bercanda
saat bekerja
bahaya penularan
antara pasien
dan saya
- untuk
memberikan
pelayanan
dan menjaga
kepercayaan
pasien.
kesalahan saat
tindakan
- supaya
profesional.
Predisposing
Factors
(Masa Kerja)
Masa kerja
perawat
10 tahun 9 bulan 1,5 tahun 15 tahun 7 bulan 4 tahun
Enabling
Factors
(Tersedianya
APD)
Ketersedian
APD serta
peraturannya
di RS
disediakan
APD berupa
masker dan
sarung tangan,
masker dan
handscoon,
Ada
handscdaoon
dan masker,
Ada masker,
handscoon,
scoot.
masker dan
handscoon
ada masker
dan hanscoon
di ruangan.
- APD
yang ada
masker dan
sarung
tangan
- sudah
disediakan
di setiap
ruangan
sarung
tangan dan
masker
- ada scoot
tapi untuk
ruang
operasi dan
bedah saja
- di ruang
OK
(Operasi)
harus pakai
topi operasi
dan scoot
- untuk
ruang rawat
masker dan
sarung
tangan
standarnya
Enabling
Factors
(Program
K3RS)
Program
terkait K3
yang ada di
RS
Belum ada
program K3
Belum ada
program K3
Belum ada
K3
Belum ada K3 tidak ada Belum tau - K3 belum
ada
- K3RS
belum ada
tetapi ada
tim KPRS
- K3RS
belum ada
Reinforcing
Factors
(SOP)
Prosedur
(SOP) terkait
perilaku aman
bekerja
Ada SOP Ada SOP Ada SOP Ada SOP Ada SOP Ada SOP -ada SOP -ada SOP -ada SOP
Reinforcing
Factors
(Pengawasan)
Pengawasan Kepala
perawat
mengawas
dan timnya
Tim
supervise
yang
mengawasi
Kepala
perawat dan
supervise
mengawas
setiap hari
Ada
pengawasan
Perawat senior
atau supervise
yang mengawas
Ada
pengawasan
oleh tim
supervisi
-kepala
perawat
mengawasi
setiap pagi
dan
supervise
yang ber-
tanggung
jawab
mengawas
setiap sore
dan malam
- kepala
perawat
dan tim
supervise
memantau
setiap hari
Transkip Wawancara Informan Utama
Pertanyaan Informan Utama
Brperilaku Aman Berperilaku Tidak Aman
Perilaku Aman
Bekerja
IU1 IU2 IU3 IU4 IU5 1U6
Pada saat bekerja,
apa saja yang anda
lakukan untuk
menciptakan
keselamatan dan
kesehatan kerja?
Pakai APD dan
kerja secara hati-
hati aja, karena
penting untuk
berperilaku aman
bagi diri sendiri.
Pakai APD nya
tergantung penyakit
pasien juga kalo
kadang gak pake
handscoon pas ganti
infusan misalnya
pasiennya sakit
demam berdarah
gak pake kecuali
penyakit infeksi
baru pake. Kan klo
demam berdarah
kan gak terlalu
begitu parah ya tapi
kalo nyuntik selalu
pake handscoon,
kalo misalnya
penyakit paru lebih
pernapasan ya lebih
menular jadi kalo
masker selalu pake
ke setiap pasien
kecuali kalo
mendadak karena
buru-buru jadi gak
pake
Pake APD untuk
semua tindakan
yang berisiko, ya
untuk keamanan diri
sendiri sebagai
pencegahan. kalo
disini sih tindakan
yang gak pake
sarung tangan
misalnya kalo mau
kasih obat, terus ttv
kecuali kalo
misalnya ada aids
atau resiko penyakit
menular baru pake
apd lengkap, terus
misalnya ada pasien
ISPA ya otomatis
kita harus pake
masker
Yang sesuai SOP
seperti pakai APD,
ya supaya tidak
menularkan
sesuatu pada
pasien dan
sebaliknya, jadi
kita harus memilah
milah pasien mana
yang perlu pake
APD lengkap mana
yang gak perlu
supaya gak
menyinggung
pasien juga kan
misalnya pasiennya
batuk-batuk ya kita
harus pake masker
takutnya kan TBC
ya. Di SOP juga
sudah ada
kriterianya yang
harus pake APD
gimana
Ya pakai APD saat
bekerja,
memperhatikan
kesterilan alat-alat dan
tindakan sesuai SOP
aja sih, kadang kalo
gak pake APD karena
sudah terbiasa dan gak
semua tindakan perlu
pakai APD hanya
tertentu saja.
Ya sesuai standar
operasional aja dari
APDnya juga,
tindakan tertentu
aja baru pakai APD
lengkapnya
biasanya mah yang
standar dipake itu
masker aja , kadang
suka lupa atau
misalnya pas
keadaan darurat
atau buru-buru.
Proteksi diri aja
seperti pakai APD
dan sesuai SOP,
kan sudah tau
mana penyakit
yang parah dan
yang gak parah
jadi udah biasa
mba.
Predisposing
Factors
(Pengetahuan
Perawat)
Apa yang Anda
ketahui tentang
perilaku aman
dalam bekerja?
Pakai APD, hhmm
intinya sih pake apd,
ketelitian, kerapihan
dalam bekerja
Ya sesuai SOP,
pakai APD juga
harus untuk
melindungi kita dan
selalu jaga
kebersihan dengan
cuci tangan
Ya sesuai dengan
prosedur terus sama
APDnya juga harus
lengkap dan lebih
hati-hati dalam
bertindak
Ya pakai APD saat
bekerja,
memperhatikan
kesterilan alat-alat
dan tindakan sesuai
SOP aja sih
Ya sesuai standar
operasional aja dari
APDnya juga
Proteksi diri aja
seperti pakai APD
dan sesuai SOP
Menurut anda apa
saja manfaat dari
berperilaku aman
dalam bekerja?
Ya terhindar dari
penyakit infeksi,
penyakit menular ya
intinya
mengamankan diri
sendiri agar tidak
celaka atau sakit
Manfaatnya baik
bagi keamanan
pasien dan
terhindar dari
bahaya-bahaya bagi
perawat
Supaya kita selamat,
hhmm sebagai
pasien dan perawat
Hhhmm…terhindar
dari kecelakaan
kerja dan infeksi
nosocomial
Ya sebaliknya dari
dampak mba supaya
gak tertular
penyakit tadi
Apa ya
hhmm….menguran
gi tertularnya
penyakit
Menurut anda apa
saja dampak yang
dialami jika
berperilaku tidak
aman dalam
bekerja?
Bisa terjadi
kesalahan pada
pasien dan terinfeksi
bagi perawat serta
kecelakaan juga
Terkena infeksi,
kecelakaan kerja
seperti tertusuk
jarum
itu tadi infeksi
nosokomial, kalo
untuk aku tertular
penyakit bisa ya
merugikan diri
sendiri lah
hhmmm dampaknya
ya itu tertular
penyakit
Ya tertular penyakit
tadi mba
Ya itu mba bisa
berisiko terhadap
kita
Apa yang Anda
ketahui tentang
bahaya yang ada di
rumah sakit?
Ya penyakit infeksi
menular mba, terus
hmm apa lagi ya
tertusuk jarum juga
bisa. Ya apalagi kalo
kondisi kita lagi
lemah pasti mudah
tertular penyakit
apalagi kalo di
ruangan penyakit
dalam ya banyak
penyakit yang lebih
menular. Kan kalo
diruangan ini ada
dua bagian ya
ruangan isolasi dan
ruangan
biasa/perawatan,
Tertular infeksi,
hepatitis bisa, paru-
paru bisa, HIV juga
dan kecelakaan
kerja seperti
tertusuk jarum,
stress juga bisa kalo
ngadepin keluarga
pasien kan kadang
suka ada yang repot
Nosokomial, terus
K3 ya itu apa sih
namanya kecelakaan
kerja, itu apa sih
namanya kena jarum
suntik, terus apa ya
ngangkat pasien
tertiban
Tertular infeksi
nosokomial sih setau
saya
Paling Infeksi
nosokomial ya yang
bahaya
Ya Infeksi penyakit
menular, HIV,
paru-paru terus
hhmmm…
takutnya kalo kita di
isolasi kondisi kita
lemah daya tahan
tubuh kita turun
pasti mudah terkena
penyakit
Bagaimana anda
memperoleh
pengetahuan
tersebut?
Dari ilmu yang
pernah saya
pelajari, kan emang
teorinya udah ada
ya dari dulu yang
jelas dari teori terus
ditambahkan
sekarang ada
prosedurnya SOP
dan berdasarkan
pengalaman aja sih
terus juga pernah
ikut seminar
Tau nya itu kan dari
perkuliahan terlebih
dahulu kan awalnya
sebelum masuk
kerja, baru disini
dikasih tau lagi
sama kepala
ruangan atau senior
pasien-pasien apa
aja yang apdnya
harus lengkap terus
pasien apa aja yang
gak perlu lengkap
apdnya, misalnya
kalo pasien ISPA
kan harus
menggunakan
masker, kalo
misalnya pasien
yang aids atau
resiko tertular harus
sarung tangan
apdnya, itu aja sih.
Kalo ISPA kan
batuk bisa ada
reaknya juga
kan,kalo misalnya
itu apdnya dua-
duanya pake masker
dan sarung tangan,
selain itu juga dari
buku-buku pas
kuliah dulu sama
suka ikut seminar
Selain tau dari SOP
ya sebelum kerja
juga sudah tau ya
kan dulu waktu
kuliah juga ada
pelatihan-pelatihan,
terus juga dapat dari
hasil seminar,
misalnya si A
seminar di siloam
nanti di seminarkan
lagi disini
dipersentasikan, kan
ada fotocopyannya
juga jadi ya saya
baca-baca
sudah tau dari
sekolah dulu terus
paling sama dari
kepala ruangan atau
kepala perawat aja
mengenai SOPnya
Taunya dari itu aja
sih dikasih tau sama
kepala ruangan pas
baru masuk kerja,
SOP gimana, dan
lain-lain
ya berdasarkan
pengalaman aja,
kan udah tau harus
gimana kalo kerja
yang aman
atau pelatihan di
kampus
Predisposing
Factors
(Sikap Perawat)
Bagaimana sikap
Anda menghadapi
bahaya yang ada di
tempat bekerja saat
ini? Apa
alasannya?
Ya menghindari
dengan cara
APDnya
Satu APD tadi sama
cuci tangan sebelum
dan sesudah
tindakan
Memakai APD setiap
tindakan, memakai
masker, handscoon
terus sepatu,
terutama cuci tangan
Harus peduli lah,
perlu diperhatikan
efeknya baik dan
buruknya
Ya hati-hati aja
paling mba
Harus lebih teliti
dan pakai APD
Bagaimana sikap
Anda terhadap
peraturan dan SOP
yang berlaku di
tempat bekerja saat
ini? Jelaskan
mengapa
demikian?
Ya mengikuti
peraturan yang ada,
misalnya bekerja
sesuai SOP
Menerima dan
melaksanakan
peraturan yang ada
Harus mengikuti lah,
kan demi kebaikan
kita juga
Sebagian besar
dijalani,
sebagiannya lagi
tidak misalnya tidak
pakai scoot (jas
pelindung) karena
memang gak ada
insyaAllah sih
mengikuti
Mengikuti SOP
Bagaimana sikap
Anda terhadap
penyediaan APD di
tempat bekerja saat
ini? Jelaskan
mengapa
demikian?
APDnya menurut
saya sih cukup, ya
saya
menggunakannya
mba seperti masker
itu selalu digunakan
setiap tindakan
Menggunakannya
untuk keselamatan
diri sendiri
Sebagian disediakan
sebagian tidak, jadi
saya mengajukan
supaya untuk
disediakan, kalo
sudah disediakan
tentunya harus
dipaka
Ya tentunya harus
dipakai, tapi kan gak
setiap saat kita pakai
tertentu aja mba
hhmm gimana ya,
udah lengkap sih
sesuai standar lah
Dipakai APD nya
Predisposing
Factors
(Motivasi
Perawat)
Apa alasan anda
bekerja secara hati-
hati , menggunakan
APD dan mengikuti
SOP serta tidak
bercanda saat
bekerja
Ya untuk
keselamatan diri
sendiri, untuk
mengurangi resiko
bahaya-bahaya tadi
Supaya aman,
supaya tidak terjadi
kecelakaan kerja,
supaya tidak terjadi
penularan antara
pasien dan saya
Agar tidak terjadi
kecelakaan, tidak
tertular penyakit.,
terus untuk
memberikan
pelayanan dan
menjaga
kepercayaan pasien
Supaya mencegah
tertular infeksi
nosokomial,
kecelakaan kerja dan
agar tidak terjadi
kesalahan saat
tindakan, ya supaya
professional
Ya itu untuk
mengindari resiko
tertular penyakit
Ya begitulah
Predisposing
Factors
(Masa Kerja
Perawat)
Sudah berapa lama
anda bekerja
sebagai perawat?
Sejak kapan?
kurang lebih 10
tahun ya
baru 9 bulan, awal
masuknya akhir
tahun 2012
satu setengah tahun
lah kurang lebih,
dari tahun 2012
udah lama banget
say amah udah lebih
dari sepuluh tahun,
15 tahun mah ada
dari tahun 99‟‟
masih 7 bulan, dari
awal tahun 2013
kurang lebih 4
tahun ya, udah dari
tahun 2010 mba
Enabling Factors
(Tersedianya
APD)
Bagaimana
ketersedian APD
serta peraturannya
di RS
Biasanya disetiap
ruangan itu
disediain APD kaya
masker, ,sarung
tangan, nah kalo
habis kita ngamprah
ke farrmasi,
sebenernya kalo
sesuai prosedur
kesehatan ya gak
cukuplah, tapi kan
setiap rumah sakit
beda, harusnya kan
kaya sepatu, dan
topi disediain juga
kalo nyuntik kan
takutnya jatuh, kan
kita pake sepatunya
biasa bukan yang
khusus perawat gitu
ada seperti masker
dan handscoon,
ngambilnya
amprahan atau
ngorder dari
ruangan ke farmasi,
kalau peraturan gak
ada sanksi mau
pakai atau tidak
pakai APD, Kalo
menurut saya APD
nya sih mungkin
kuranglah, kalo
misalnya kaya scoot
penting sih
disinikan ada pasien
bayi, kalo misalnya
ada ruang bayi kan
nanti berisiko ke
bayinya kalo baju
kita misalnya
terkontaminasi dari
luar, makanya harus
lengkap scootnya,
masker, sarung
tangan, gitu lah
kalo misalnya disini
kurang sih
Sudah disediakan,
biasanya ngamprah
atau diambil di
apotik sesuai
kebutuhan di
ruangan ini seperti
handscoon, dan
masker, kalo scoot
gak ada. Kalo
peraturan tentang
APD itu biasanya
udah ada dalam
SOP, tapi gak ada
sanksi kalo misalnya
ada yang gak pake
APD
Ada, seperti masker,
handscoon,
ngambilnya di apotik
atau bagian farmasi
Amprahan dari
ruangan ke apotik
(farmasi), APD nya
masker, handscoon
udah itu aja
Disediakan APD,
ada masker dan
hanscoon di
ruangan
Mengapa APD Kalo scoot itu saya juga kurang Katanya sih mba mungkin terkait Mungkin karena Yah kebijakan dari
berupa Scoot, topi
dan sepatu tidak
disediakan disini?
emang khusus
ruangan bedah aja
mba, kalo topi
khusus buat perawat
laki-laki kalo untuk
wanita kan kita
semua pake
kerudung, jadi
engga perlu topi
buat kita mba, kalo
sepatu saya juga
kurang tahu mba,
padahal menurut
saya penting
tau mba alasan
kenapa gak
disedian, saya mah
pake apd yang ada
aja disini
scoot itu kalo disini
cuma ada diruang
UGD dan OK aja,
ruangan buat
operasi bedah gitu
mba
anggaran biaya juga
kali ya mba,
makanya gak
disedian di setiap
ruangan
disini ruang rawat
aja mba, bukan
ruang bedah, jadi
mungkin tidak perlu
mba, makanya tidak
disediakan dari
atasannya
sananya udah
begitu, ya mau
gimana kita??
Menurut anda
pentingkah atau
perlukan
disediakan ADP
seperti scoot, topi
dan sepatu dalam
bekerja?
Menurut saya sih
scoot pentinglah
mba, buat
melindungi perawat
dari kontaminasi
kontaminasi
penyakit tertular
mba, tapi kalo topi
engga perlu mba,
kan cewenya
berjilbab semua
disini, kalo sepatu
baru penting mba
supaya kitanya
terhindar dari benda
tajam yang jatuh
mba
Kalo scoot menurut
saya penting mba,
ini kan ada ruangan
bayi jadi harus
bener-bener steril
yang kita pakai ini,
kasian bayi nya kalo
tertular dari
pakaian kita, trus
kalo topi mungkin
engga perlu yah
mba, soalnya disini
semua berjilbab
mba, kalo sepatu
juga penting mba
menurut saya biar
ngelindungi perawat
dari jarum suntik
kalo jatoh ke lantai
gt mba
Menurut saya
pentinglah mba, ini
kan diruang ICU,
seharusnya di ruang
ICU ada scoot bukan
hanya di UGD dan
OK untuk menjaga
steril mba, kalo topi
gak terlalu penting
karena wanitanya
berjilbab semua
mba, kalo sepatu
harusnya sih penting
agar melindungi
perawat dari alat-
alat yang jatoh pas
lagi kita gunakan
Menurut saya sih
penting mba, disini
kan ruangan ICU ,
jadi perlu lah scoot
itu untuk melindungi
kita juga
menurut saya sih
yang paling penting
itu ada masker dan
sarung tangan udah
cukup lah
‟penting sih mba,
tapi ya gitu
deh………
Enabling Factors
(Program K3RS)
Apa saja Program
terkait K3 yang ada
di RS (Probing: apa
saja, bagaimana
Kalo untuk K3 sih
kayaknya belum ada.
Untuk pelatihan sih
ada tapi yang
Belum ada mba
kayaknya, kan saya
baru 9 bulan disini
jadi kayaknya
Belum ada mba
setau saya sampai
saat ini. Paling
seminar mba untuk
Belum ada mba
selama disini. Ya
paling seminar sama
pelatihan aja sih
belum tau mba,
kurang tau deh mba
, saya belum pernah
ikut sama sekali
gak ada tuh,
seminar-seminar
ada kok kadang
diadain, Pelatihan
pelaksanaannya,
pernahkah
mengikutinya)
ngadain bukan
rumah sakit kita, itu
pelatihannya dari
luar, biasanya kita
hanya diutus untuk
perwakilan aja. Kalo
seminar untuk
perawat di rumah
sakit ini ada kok
mba , ehmmm, ada
tentang APD, infeksi
nosokomial, seiinget
saya itu. Ya kalo ada
saya ikut tapi kalo
saya engga banyak
ikutnya. Kalo disini
mah biasanya
ditunjuk, seringnya
kepala ruangan,
kalo perawat-
perawatnya jarang,
tapi kadang sapa
yang mau ikut bisa
asal tidak
menganggu jam
dinas
sampe saat ini
engga ada deh.
Kayaknya cuma
seminar aja deh
kalo untuk kita.
Ehhmm, kurang
tahu mba, saya kan
baru 9 bulan disini
belum tau
seminarnya apa.
Kalo saya disini
belum pernah ikut
seminar yang ada
dirumah sakit dan
belum pernah jadi
perwakilan juga
buat ikut seminar
atau pelatihan,
paling cuma pas
kuliah dulu aja suka
ikut seminar-
seminar
perawat mah.
Pernah ada mba,
seperti
pendokumentasian
dan APD gitu mba.
Kalo saya belum
pernah disuruh tuh
buat pelatihan diluar
sama kepala
ruangan, kalo
seminar juga belum
paling dapat
materinya aja dari
yang ikut mba yang
sering ikut seminar
dan pelatihan mah
paling kepala
ruangannya mba
mba.
Ehmm.. seminar
APD, Infeksi
nosokomial mba,
trus
pendokumentasian
kalo yang terakhir
sih itu yang saya
tahu mba. pernah
ikut, terakhir
seminar tentang
pendokumentasian
ada tapi paling
senior-senior
doang yang ikut
kayak kepala
perawat gitu, kalo
saya belum pernah
ikut. Karena kan
biasanya
perwakilan, jadi
paling senior-
senior aja yang
diutus,nah kalo
seminar biasanya
kita cuma dikasih
tau hasil
seminarnya itu apa
Reinforcing
Factors
(SOP)
Adakah
prosedur(SOP)
K3RS terkait
perilaku aman
bekerja (Probing:
sebutkan)
Sudah ada prosedur,
ya kan udah
dihapalin juga dari
kuliah juga udah
tau, setiap ruangan
punya SOPnya kan
ada, misalnya ya
SOP nyuntik,
pertama harus cuci
tangan dulu sebelum
tindakan, pake
Ada SOP, kan
awalnya dikasih tau
dulu sama kepala
ruangannya
tindakan apa aja
yang harus dilakuin
terus apa namanya
kalo pasien baru
ngapain aja, pasien
pulang ngapain aja,
terus terapi obat
Ada, seperti
contohnya SOP
suntikan,
persiapannya
pertama lihat nama
obatnya dulu, dosis
obatnya, waktu dan
jamnya harus sesuai
pemberiannya, lihat
obat apa yang
sebelumnya diminum
Sudah ada, tapi
belum
disosialisasikan lagi
sekarang, kan yang
lama udah ditarik
diperbaharui lagi
Ada SOP tapi belum
pernah liat
langsung cuma
dikasih tau sama
kepala ruangan aja,
sebenarnya perlu
sih SOP itu supaya
kita sesuai dengan
yang ditetapkan
Paling SOP
tindakan ya,
misalnya kalo mau
ambil darah
pasiennya dengan
HIV, kan kalo HIV
itu kan bisa
menular lewat
suntikan jadi harus
pake sarung
tangan, terus kalo
alcohol, siapin
obatnya, cek dulu
bener gak itu
obatnya, dan
seterusnya deh kya
gitu
apa aja yang
diberikan, waktu
terapi kapan aja
dilaksanakannya,
kalo sakit ini begini
caranya ya gitu-gitu
deh, buat saya sih
sesuai SOPnya
seperti yang
dipelajari dari
kampus juga.
ya gitu deh kalo
udah siap semuanya
baru disuntik
misalnya kita mau
berhadapan
dengan pasien
TBC, kalo misalnya
batuk kan bisa
menular jadi harus
pake masker gtuh.
Saya tau dari
waktu perkuliahan
kan udah ada ya,
terus diperkenalkan
sih SOP disini juga
ada pas awal
masuk kerja
Reinforcing
Factors
(Pengawasan)
Adakah
pengawasan yang
dilakukan pihak RS
terkait perilaku
aman bekerja?
(Probing: siapa
pengawasnya, perlu
kah adanya
pengawasan)
Pengawasan ada
mba timnya sendiri,
biasanya sih kalo
pagi itu kepala
perawatnya
langsung
Pengawasan ada
kok, supervise yang
mengawasi tiap hari
mba,yang dilihat
paling kondisi
ruangan seperti
apa, lihat jumlah
pasiennya, jumlah
perawatnya, trus
dilihat pekerjaan
perawatnya, trus
tentang perawatan
apa yang diberikan
ke pasien mba
Ada, kepala perawat
dan supervise setiap
hari ngeliat ke kita,
ke pasien, dan
jumlah pasiennya,
kondisi pasien,
cairan infusnya, trus
dilihat juga kita
sesuai atau engga
kerjanya, misalnya
kan dia liat pasang
infus engga bener
tuh, nanti kita
dipanggil tuh, ketat
deh pokoknya
Pengawasan pasti
ada mba setiap
harinya , biasanya
dilakuin oleh kepala
perawat dan tim
supervise mba. Biasa
nya yang mereka
awasi itu kayak lihat
absen perawat mba,
trus liat kondisi
pasien, pokoknya
ngeliat tugas-tugas
kita deh mba
Setiap dinas atau
per shift biasanya
yang ngawas
perawat senior atau
supervisi, menurut
saya perlu diawasi
agar tidak ada
kesalahan apalagi
perawat yang baru
seperti saya ini
Ada pengawasan.
Supervisi yang
melakukan
pengawasan
biasanya pagi dan
sore. Sangat
diperlukan
pengawasan agar
perawat tetap
disiplin dalam
bekerja
Transkip Wawancara Informan Kunci
Pertanyaan Informan Kunci
Perilaku Aman Bekerja IK1 IK2
Pada saat bekerja, apa saja yang
perawat lakukan untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja?
selama ini sih sesuai aja ya, jarang melakukan
kesalahan tapi kadang-kadang ya mungkin kalo dia lagi
lupa apa gimana kadang gak pake masker, tapi emang
kalo untuk akhir-akhir ini penggunaan APDnya sudah
bagus mereka
perilaku aman yang dilakukan perawat disini yang
pasti menggunakan APD, karena dalam prosedur
juga kan sudah ada ya dan setiap perawat
mengetahuinya
Predisposing Factors
(Pengetahuan Perawat)
Apakah perawat mengetahui mengenai
perilaku aman dan bahaya yang ada di
rumah sakit? (Probing : bagaimana
mereka mengetahuinya?)
Ya mereka sudah tau, dan juga sudah saya
sosialisasikan dan kalo misalnya ada yang gak tau ya
mereka nanya dan kalo ada info-info baru pasti dikasih
tau
Untuk pengetahuan mereka kita juga melakukan
sosialisasi, jadi kita memang punya tahapannya
kalau perawat baru itu satu tentang peraturan dan
tata tertib di rumah sakit kemudian tentang SOP
perawat
Predisposing Factors
(Sikap Perawat)
Bagaimana sikap perawat dalam
berperilaku aman bekerja?
Kalau sekarang sih sudah lumayan ya sikapnya, sudah
bagus untuk APDnya sendiri, untuk tindakannya juga
udah sesuai SOP, ya pokoknya sesuai lah cukup baik
Sebagai seorang perawat harus memiliki sikap yang
baik seperti mengikuti SOP dan harus peduli
terhadap bahaya yang ada dirumah sakit, karena
perawat tidak hanya bertanggung jawab terhadap
keselamatannya sendiri tetapi yang terutama itu
harus memperhatikan keselamatan pasien juga
karena jika mereka bersikap yang buruk hal ini
menyangkut mutu pelayanan rumah sakit juga, ya
tapi kalo masih ada perawat yang sikapnya gak
sesuai itu kan tergantung masing-masing orang juga
ya ada yang peduli ada juga yang cuek, kembali lagi
ke diri masing-masing
Predisposing Factors
(Motivasi Perawat)
Menurut anda, apa alasan perawat
bekerja secara hati-hati , menggunakan
APD dan mengikuti SOP serta tidak
bercanda saat bekerja?
Motivasinya ya untuk diri sendiri ya untuk keselamatan
biar aman aja, kan kalo menurut saya APD itu penting
banget karena untuk mencegah paparan langsung
dengan bahaya ya jadi perawat harus pake APD
Tentu saja alasan berperilaku aman itu menghindari
bahaya dan supaya aman saat bekerja bagi perawat
serta pasien
Enabling Factors
(Tersedianya APD)
Bagaimana ketersedian APD serta
peraturannya di RS?
kalo untuk disini ya kan ya standar rumah sakit kelas
tiga terus menengah kebawah, kalo itu sih cukup untuk
APDnya kaya masker dan sarung tangan saja. Menurut
saya sih sudah cukup mba, karena ini rumah sakit tipe C
dan masih menegah ke bawah jadi untuk rumah sakit
sekelas ini sudah cukup lah APD nya seperti itu
APD nya kalo diruangan sih condongnya cuma
masker sama sarung tangan saja mba, Kalo untuk
standar APD dasar kita sudah cukuplah mba.
kalo scoot dan sepatu boots ya di rumah sakit ini
hanya untuk di ruangan UGD dan OK saja ada.
karena sudah standarnya seperti itu mba, yang perlu
scoot, sepatu itu yah pas saat operasi, persalinan
saja mba, trus kalo topi yah karena diruang UGD
dan OK ada perawat laki-laki nya, jadi harus
memakai topi sedangkan untuk ruang rawat itu
perawat perempuan dan mereka semua berjilbab
jadi gak pake topi
Enabling Factors
(Program K3RS)
Apa saja Program terkait K3 yang ada
di RS (Probing: apa saja, bagaimana
pelaksanaannya)
Kalo program K3 gak ada,tapi kalo seminar atau
pelatihan disini ada tapi jarang, paling kalo untuk
pelatihan biasanya ke rumah sakit lain, Cuma kalo ke
rumah sakit lain juga memang yang didahulukan yang
senior yang sudah lama, seperti kepala ruangan terus
nanti ada wakilnya, terus dibawahnya lagi, kita
bertahap ya sampai nanti kebawah, jadi emang mereka
ada yang belum kebagian karena belum sampai ke
bawah. Kalo misalnya ada seminar paling ada
fotocopyan ya saya suruh baca, terus kalo ada info-info
baru ya dikasih tau.
seminar ada, tapi yang ikut gantian, sesuai jam
dinas juga, juga ada seminar di rumah sakit lain
nanti kita utus berapa orang, dalam satu ruangan
bergantian asal gak mengganggu jam dinas bisa
ikut, setiap ruangan ada perwakilannya. Misalnya
kaya kemaren ada pelatihan di Anyer, hasilnya
dipersentasikan kembali di aula dan dihadiri
perwakilan dari setiap ruangan, kepala ruangan
yang menentukan. Juga dilihat pelatihannya tentang
apa misalnya imunisasi kan condongnya perawat
ruangan anak, kebidanan, bayi, perawat yang diutus
sesuai dengan perawatnya, misalnya sifat
pelatihannya umum maka semua perawat bisa ikut.
Disini adanya KPRS (Keselamatan Pasien di rumah
sakit) jadi masih fokus untuk pasiennya untuk
perawatnya belum ada secara khusus. Jadi misalnya
ada kejadian terhadap pasien nanti kepala ruangan
lapor ke tim kprs kronologisnya seperti apa,
kemudian nati dilihat masalahnya dimana apakah
SDM nya atau alatnya dan sebagainya, mislanya
masalahnya SDM nya maka nanti akan
disosialisasikan kembali tentnag penggunaaan alat
itu atau tentunya salah satunya SOPnya juga.
Reinforcing Factors
(SOP)
Adakah prosedur(SOP) K3RS terkait SOP ada ya, setiap perawat sudah tau kan saya juga SOP sudah ada, disebarkan ke setiap
perilaku aman bekerja sosialisasikan diawal masuk kerja, kalo misalnya ada yang gak
tau ya pasti nanya. Tapi kalo untuk briefing tentang SOP disini
jarang ya, paling ngobrol-ngobrol biasa aja, misalnya ada
keluhan masalah mereka pasti cerita, paling kalo ada rapat-rapat
ruangan jarang paling 3 bulan sampai 6 bulan sekali.
ruangan disosialisasikan ke setiap kepala
ruangan tetapi yang lama sudah ditarik
semuanya karena ada pembaharuan dan
setelah diperbaharui lagi belum
diperbanyak kembali terkait belum ada
biaya jadi sekarang masih di ada di saya
SOPnya tapi kalo ada ruangan yang perlu
mau pinjam ya bisa diambil. SOP tindakan
keperawatan seperti menggunakan
handsoon dan lain-lain
Reinforcing Factors (Pengawasan)
Adakah pengawasan yang dilakukan
pihak RS terkait perilaku aman
bekerja? (Probing: siapa pengawasnya,
perlu kah adanya pengawasan)
Setiap hari ada kok pengawasan, kalo pagi biasanya kepala
perawatnya yang keliling setiap ruangan, yang dilihat ya jumlah
pasiennya, jumlah perawatnya, kondisi diruangan bagaimana,
trus sama kerjanya perawat, sedangkan kalo supervisi yang
bertanggung jawab biasanya ngawanya sore dan malam, sama
kalo kerjanya mah
Saya melakukan pemantauan ke setiap
ruangan setiap harinya, trus kalo sore
sama sama malam yang ngawasin itu
supervisi , kerjanya yah, lihat kondisi
ruangan dan lihat kerjanya perawat, yah
pokoknya semuanya saya lihatlah
Transkip Wawancara Informan Pendukung
Pertanyaan Informan Pendukung (IP1)
Enabling Factors (Tersedianya APD)
Bagaimana ketersedian APD serta peraturannya di RS? kalo di OK itu harus pake topi operasi sama scoot juga, karena selama ini disini
standarnya adalah masker dan sarung tangan untuk ruang rawat, yang dasar kan
baru itu aja ya, kalo disini kan gak ada ruangan yang khusus seperti misanya
ruang kemoterapi kanker, flue burung disni juga belum ada, disini kan ada
tingkatannya dan yang ada di SOP ini untuk sementara saya liat cukup simple ko
Enabling Factors (Program K3RS)
Apa saja Program terkait K3 yang ada di RS (Probing: apa
saja, bagaimana pelaksanaannya)
kalau untuk K3RS belum karena terkait biaya jadi kita secara bertahap dulu. Lagi
pula untuk tenaga ahli K3 nya disini belum ada, baru ada bagian Kesling, tetapi
terkait K3 di rumah sakit secara umum sebenernya sudah di monitor secara umum
sama bagian kesling tersebut misalnya pengolahan limbahnya, sumber airnya
phnya berapa, kebisingan diruangan datanya kita juga punya, kita lulus karena
dibawah NAB nya itu tapi saya lupa berapa, itu juga sebenernya kan untuk
keselamatan pekerjanya juga Cuma itu lebih secara umum bukan untuk
keperawatan aja tapi cleaning service juga APDnya dan lain-lain. Kemudian kalo
untuk KPRS itu lebih mendalam lagi ke kasus pasien karena nanti terkait dengan
teknik medis operasi, macam-macam deh
Reinforcing Factors (SOP)
Adakah prosedur(SOP) K3RS terkait perilaku aman
bekerja?
SOP itu ada, setidaknya kalo sudah ada SOP itu kan berarti sudah
disosialisasikan, nah sosialisasinya itu yang saya gak tau kapan waktunya. Tapi
SOP itu sebenernya kan sudah berlaku lama dan itu biasanya arsip data sudah
masuk ke kaperawatan