analisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP
ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) DAN ANGKA MELANJUTKAN
(AM-SMP/MTs) PERIODE 2007-2009
(Studi Empiris : Provinsi Jawa Tengah)
Dina Agustina
Johanna Maria Kodoatie, S.E, M.Ec, Ph.D
ABSTRACT
Decentralization theory argue that the implementation of fiscal decentralization could
improving level efficiency of public provision of goods and services. The aim of this study is to
examine empirically the effect of fiscal decentralization on infant mortality rate (IMR) and the
transition rate (AM) SMP / MTs. Infant mortality is measured as the ratio of the number of infant
deaths per 1000 live births. While the transition rate SMP / MTs is expressed as a ratio students
who have completed primary education at school level and continue on the level of secondary
school. In addition to measuring the impact of fiscal decentralization on the IMR and AM-
SMP/MTs, this study also aims to examine indicators of fiscal decentralization in terms of
revenue and expenditure side. It aims to find indicators of fiscal decentralization that could
describe the degree of decentralization in Central Java.
In this study the type of data used is panel data. Panel data in this study covers 35
districts / cities in Central Java province, in the period 2007 to 2009. Panel data analysis
methods in the current study using a random effects model approach (REM) and path analysis.
Based on the results of this study found that indicators of fiscal desentralsiasi appropriate in
describing the degree of fiscal decentralization at counties / cities in Central Java province is an
indicator of fiscal decentralization is measured in terms of revenue. Indicators of fiscal
decentralization on the revenue side is the ratio of local revenue (PAD) to total revenue (TPD).
Based indicator fiscal decentralization can be concluded that the implementation of fiscal
decentralization had a positive impact to AM-SMP/MTs and IMR. The results of This research
can be concluded that if the degree of fiscal decentralization increased by one percent then it
will increase AM-SMP/MTs as much as 0.13 percent, and reduce the IMR as much as 0.517
percent.
Keyword : Fiscal decentralization, panel data, Infant mortality (IMR), transition rate (AM-
SMP/MTs), Random effect, path analysis,
1. PENDAHULUAN
Desentralisasi fiskal telah dilaksanakan oleh berbagai Negara didunia termasuk
Indonesia. Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia efektif dilaksanakan tahun 2001 dengan
di keluarkannya UU no.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan disempurnakan dengan
UU no.32 dan UU no.33 tahun 2004. Dalam pelaksanaan desentralisasi terjadi pelimpahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Untuk mendukung
pelaksanaan pelimpahan kewenangan ini, pemerintah daerah juga diberikan kewenangan
untuk menggali pendapatan daerahnya sendiri melalui pemungutan pajak (Taxing power)
dan melakukan peran alokasi secara mandiri.
Pelaksanaan desentralisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pemerintah daerah
memiliki pengetahuan yang lebih baik akan daerahnya dibandingkan pemerintah pusat.
Sehingga dengan keunggulan yang dimiliki oleh pemerintah daerah ini maka pemerintah
daerah akan mampu bekerja lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas pelayan
publik. Namun perlu diingat bahwa pelaksanaan desentralisasi tidak hanya dapat
menimbulkan keuntungan dalam proses pembangunan tetapi juga terdapat pandangan lain
yang memandang desentralisasi juga memiliki potensi yang sebaliknya yaitu menimbulkan
kerugian.
Pandangan negatif dari pelaksanaan desetralisasi fiskal telah melahirkan berbagai isu
sentral terkait pelaksanaan desentralisasi. Isu yang muncul sejalan dengan pelaksanaan
desentralisasi ini antara lain bergesernya egoisme sektoral menjadi fanatisme daerah dimana
dalam pemilihan daerah sering dimunculkan isu putra daerah, pemerintah daerah lebih
berorientasi dalam peningkatan pendapatan daerah (PAD) sehingga pemerintah daerah akan
memperluas sumber pendapatannya melalui pajak dan retribusi yang berakibat dapat
menambah beban pajak bagi masyarakat, dan masalah selanjutnya yang menjadi isu adalah
meningkatnya potensi terjadinya korupsi yang lebih luas. Hal ini sebagai akibat dari
pemberian kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah sehingga kurang adanya
pengawasan dan intervensi dari pemerintah pusat sehingga peluang untuk melakukan
korupsi semakin besar terutama dalam bidang pelayan public (Mudrajad, Kuncoro (2004)).
Sehingga dari masalah-masalah tersebut justru akan berimplikasi terhadap terjadinya
inefisiensi dalam pelayanan pemerintah terhadap masyarakat.
Kesahatan dan pendidikan sebagai suatu gabungan modal manusia (human capital)
memiliki peran penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pendidikan bagi setiap orang telah disadari oleh pemerintah baik pada tingkat pusat maupun
tingkat daerah. Kesadaran akan pentingnya pendidikan dasar bagi seluruh masyarakat
Indonesia tertuang dalam UU no. 23 tahun 2003 tentang alokasi anggaran untuk bidang
pendidikan dan kesehatan. Dimana pemerintah berkomitmen untuk mengalokasikan 20
persen anggaran APBD untuk sektor pendidikan dan 15 persen untuk sektor kesehatan.
Selain itu komitmen pemerintah juga digambarkan dalam keikutsertaan Indonesia dalam
mensukseskan Millenium development goals (MDGs). Dimana dalam komitmen MDGs
pendidikan untuk semua menjadi tujuan kedua, dan kesehatan anak menjadi tujuan keempat
dari delapan tujuan utama MDGs.
Banyak studi yang telah dilakukan untuk mengukur dampak dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal terhadap outcomes bidang kesehatan. Studi terdahulu tersebut telah
dilakukan di beberapa Negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001 oleh Robalino, Picazo,
dan Voetberg melakukan penelitian untuk mengukur dampak desentralisasi fiskal terhadap
outcomes bidang kesehatan pada negara dengan pendapatan rendah dan juga tinggi ( cross
country ) dengan menggunakan variabel outcomes kesehatannya adalah angka kematian
bayi. Variabel desentralisasi fiskal yang diukur sebagai rasio pengeluaran yang dilakukan
oleh pemerintah daerah terhadap pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Sedangkan kontrol variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah GDP perkapita, dan
pengeluaran publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hasil dari penelitian ini
menyebutkan terdapat hubungan negatif antara desentralisasi fiskal dan kematian bayi,
dimana dengan derajat desentralisasi fiskal yang lebih besar maka akan secara konsisten
menurunkan tingkat kematian bayi. Penelitian-penelitian lain yang dilakukan diberbagai
Negara juga menunjukkan dukungan terhadap penelitian Rubalino,et al (2001). Beberapa
penelitian yang mendukung hasil temuan ini antara lain adalah penelitian yang dilakukan
oleh Uchimura dan Jutting (2002). Sedangkan penelitian sejenis yang dilakukan di
Indonesia oleh Ahmad, Afridian (2009) menunjukkan hasil yang sebaliknya yaitu
desentralisasi fiskal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap angka kematian bayi
dan angka harapan hidup.
Penelitian untuk mengukur dampak desentralisasi fiskal terhadap outcomes bidang
pendidikan dilakukan oleh Salinas, Paula (2007) di 50 provinsi di Spanyol. Dalam penelitian
ini Salinas, Paula (2007) menggunakan angka melanjutkan sebagai indikator outcomes
bidang pendidikan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara
desentralisasi fiskal dengan Angka melanjutkan pada secondary school, dan dampak ini
dapat menjadi lebih besar pada daerah yang memiliki derajat desentralisasi fiskal yang
tinggi.
Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap
berbagai indikator hasil akhir pada bidang kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan hasil
tersebut terlihat bahwa masih ditemukan perbedaaan hasil temuan pada penelitian-penelitian
terdahulu. Perbedaan hasil temuan dalam penelitian terdahulu ini diduga disebabkan oleh
perbedaan indikator desentralisasi yang digunakan dan keadaan daerah penelitian. Untuk itu
maka diperlukan suatu studi empiris untuk menguji kembali pengaruh dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal terhadap indikator hasil akhir kesejahteraan anak seperti, angka
kematian bayi dan juga angka melanjutkan SMP/MTs. Karena anak adalah generasi penerus
bangsa yang sangat membutuhkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar yang baik
demi meningkatan kualitas dirinya.
Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap angka melanjutkan SMP/MTs dan angka kematian bayi
(AKB). Dan juga menemukan ukuran yang tepat dalam mengukur besar pengaruh
desentralisasi fiskal. Sehingga diharapkan dengan adanya pengujian secara empiris tentang
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap outcomes bidang pendidikan ini mampu
membuktikan pengaruh yang sesungguhnya terjadi dari pelaksanaan desentralisasi fiskal di
Indonesia khususnya di Jawa Tengah. Dan juga menemukan ukuran terbaik dalam
mengukur derajat desentralisasi fiskal ini.
Sehingga dapat disimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka kematian bayi di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam periode 2007-2009?
2. Bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka melanjutkan SMP/MTs di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam periode 2007-2009?
3. Apakah perbedaan ukuran derajat desentralisasi fiskal memberikan derajat yang berbeda?
Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
a. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka kematian bayi di
Kabupaten/Kota pada Prov. Jawa Tengah dalam periode 2007-2009
2. Untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka melanjutkan
SMP/MTs di Kabupaten/Kota pada Prov. Jawa Tengah dalam periode 2007-2009
3. Untuk menemukan ukuran derajat desentralisasi fiskal yang dapat menggambarkan
derajat desentralisasi fiskal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
b. Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam
merumuskan kebijakan ekonomi yang terkait dengan APBN dan APBD
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap outcomes bidang kesehatan dan pendidikan sebagai upaya peningkatan
kualitas kesehatan dan pendidikan.
3. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan informasi bagi pembaca pada
umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya.
2. TELAAH TEORI
2.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Terdapat berbagai pengertian mengenai otonomi daerah yang berkembang di
berbagai Negara. Maddick mendefinisikan otonomi daerah sebagai proses dekonsentrasi
dan devolusi. Devolusi adalah penyerahan kekuasaaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu kepada pemerintah daerah. Sedangkan dekonsentrasi merupakan pendelegasian
wewenang atas fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang tinggal di luar
kantor pusat (Maddick (1983) dalam kuncoro (2004)). Di Indonesia desentralisasi diatur
dalam Undang-undang (UU) no. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah pasal 1 butir 5,
otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga
harus didukung oleh kemampuan fiskal yang memadai. Sehingga desentralisasi fiskal
hadir sebagai pendukung pelaksanaan desentralisasi. Menurut Oates, 1993, desentralisasi
merupakan pilihan terbaik dalam menciptakan kesejahteraan dan mengurangi
eksternalitas yang terjadi, dibandingkan sentralisasi. Pemilihan sistem desentralisasi lebih
baik dibandingkan dengan system sentralisasi didasarkan pada pandangan bahwa
pemerintah daerah memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang daerahya dibandingkan
pemerintah pusat. Sehingga penyediaan barang dan jasa publik dapat disesuaikan dengan
kebutuhan daerah. Dengan pengetahuan ini maka pemerintah daerah dapat bekerja lebih
efisien daripada pemerintah pusat.
Dari teori yang dikemukan oleh Oates diatas secara implisit teori tersebut
berasumsi bahwa pemerintah daerah lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan
dapat mengatur sumberdaya finansial lebih efisien (Dolores, Rubio 2010). Namun, ketika
dana transfer muncul sebagai dana kompensasi yang dilakukan dalam upaya pemerataan
penerimaan tiap daerah, dikhawatirkan dana perimbangan yang diberikan kepada daerah
memberikan tekanan kepada daerah dalam mengatur pengeluaran daerahnya secara
efisien. Dengan kata lain dikhawatirkan dana perimbangan akan mengurangi kebebasan
pemerintah daerah dalam melakukan pengeluaran sesuai dengan prioritas pembangunan
dari daerah masing-masing. Di Indonesia sebagian besar daerah masih belum sepenuhnya
mandiri, sebagian besar daerah masih mengandalkan dana perimbangan dari tingkat
pemerintah yang lebih tinggi, keadaan seperti dapat mendorong inefisiensi karena pada
dana tersebut telah terkandung tugas-tugas tertentu dari tingkatan pemerintah yang lebih
tinggi (dekonsentrasi, dan tugas pembantuan).
Dalam teori desentralisasi yang dikemukakan oleh Oates juga menyebutkan
bahwa pada system desentralisasi masyarakat akan memanfaatkan hak pilih mereka
secara optimal. Masyarakat akan memilih wakil-wakil yang mampu menyeimbangkan
aspirasi mereka terhadap jumlah barang publik dan tingkat pajak yang menyertainya
(Musgrave (1959) dalam Uchimura,and Jutting (2009)). Namun pada masa desentralisasi
egoisme sektoral telah bergeser menjadi fanatisme daerah. Egoisme sektoral yang terjadi
karena pembangunan bertumpu pada asas dekonsentrasi dan bersifat sektoral. Sehingga
pada masa desentralisasi bupati dan walikota seolah-olah terbebas dari intervensi
pemerintah pusat maupun provinsi. Sehingga fanatisme daerah muncul, prioritas putra
daerah menjadi suatu isu utama dalam setiap pemilihan kepala daerah dan hal ini akan
akan menciptakan peluang korupsi yang lebih besar pada pemerintah daerah
(kuncoro,Mudrajad (2004)).
2.2 Indikator Outcomes Bidang Pendidikan Dan Kesehatan
2.2.1 Indikator Kesehatan
Untuk mencipatakan masyarakat yang sehat pemerintah Indonesia melalui
Departemen Kesehatan telah merumuskan berbagai indikator untuk mencapai
Indonesia sehat. Selain melalui Kementrian Kesehatan pemerintah Indonesia juga
telah ikut serta dalam MDGs, dimana MDGs merupakan komitmen Internasional
untuk memberantas kelaparan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
Tujuan ke-dua dari MDGs adalah menurunkan angka kematian bayi. Hal ini penting
karena bayi lebih rentan terhadap penyakit dan juga kondisi lingkungan yang kurang
sehat. Sehingga diperlukan peran pemerintah untuk menciptakan angka kematian bayi
yang rendah. Indikator kesehatan berdasarkan visi Indonesia Sehat 2010 yang telah
dirumuskan oleh Dinas Kesehatan RI terdiri dari :
1. Indikator masukan
A. Pelayanan Kesehatan
a. Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
B. Sumberdaya Kesehatan
a. Rasio dokter per-100.000 penduduk
C. Manajemen Kesehatan
a. Rata-rata persentase anggaran kesehatan dalam APBD kabupaten/kota
b. Persentase kabupaten/kota yang memiliki dokumen system kesehatan
D. Kontribusi Sektor-Sektor Terkait
a. Persentase penduduk yang melek huruf
b. Persentase keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih
2. Indikator hasil antara (Intermediate Output). Indikator ini terdiri dari indikator-indikator
ketiga pilar yang mempengaruhi hasil akhir, yaitu:
A. Keadaan Lingkungan
B. Perilaku Hidup Masyarakat
C. indikator-indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan.
3. Indikator hasil akhir ( Derajat Kesehatan)
A. mortalitas (kematian)
a. Angka kematian bayi per-1.000 kelahiran hidup
b. Angka kematian balita per-1.000 kelahiran hidup
c. Angka harapan hidup waktu lahir
2.2.2 Indikator Pendidikan
Dalam UU no.23 tahun 2003 pasal 9 disebutkan bahwa anak-anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya. Untuk memenuhi hak anak tersebut dan pendidikan bagi seluruh
kalangan masyarakat pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan pendidikan
dasar Sembilan tahun bagi semua. Selain komitmen nasional, pemeritah Indonesia juga
berkomitmen dalam dunia Internasional melalui MDGs. Tujuan kedua dari MDGs adalah
menciptakan pendidikan dasar bagi semua. Untuk melihat pencapaian dan keadaan
derajat pendidikan di Indonesia Departemen Pendidikan telah menetapkan beberapa
Indikator di bidang pendidikan. Indikator- Indikator tersebut antara lain :
1. Indikator Masukan
a. Pembiayaan bidang pendidikan
b. Penyediaan fasilitas-fasilitas pembelajaran bagi masyarakat
c. Kualitas suberdaya manusia termasuk tenaga pengajar
d. Indikator-indikator kontribusi sektor terkait
2. Indikator hasil antara (Intermediate Output)
a. Keadaan lingkungan
b. Perilaku hidup masyarakat
c. Indikator-indikator akses dan mutu pelayanan pendidikan
3. Indikator hasil akhir (outcomes)
a. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan
1. Angka Melanjutkan
2. Angka Pertisipasi Kasar (APK)
3. Angka Partisipasi Murni (APM)
4. Rasio Siswa per-sekolah
5. Rasio Kelas per-siswa
Komitmen pemerintah melalui Departemen Pendidikan adalah untuk memastikan
pendidikan dasar sembilan tahun telah terlaksana di seluruh wilayah Indonesia. Wajib
belajar Sembilan tahun mencakup enam tahun pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan
tiga tahun pada jenjang sekolah menengah pertama atau madrasyah tsanawiyah. Indikator
APK SD menunjukkan persentase yang mendekati 100 persen (Kementrian Pendidikan
Jawa Tengah). Sehingga dalam penelitian ini indikator Angka Melanjutkan SMP/MTs
untuk melihat apakah siswa yang telah menyelesaikan pendidikannya pada jenjang
sekolah dasar akan melanjutkan pada jenjang pendidikan dasar selanjutnya yaitu
SMP/MTs.
2.3 Studi Empiris Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap AM-SMP/Mts dan
Angka Kematian Bayi (AKB)
2.3.1 Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap AM-SMP/Mts
Salinas, paula (2007) dalam penelitiannya menggunakan panel data dari 50
provinsi yang ada di Spanyol pada tahun 1980-2003. Studi empiris ini menggunakan
variable pendapatan per-kapita, population education, rasio murid per guru, dan
tingkat pengangguran sebagai kontrol variable. Sedangkan variable desentralisasi
fiskal diukur menggunakan surplus anggaran dan defisit anggaran. Hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Salinas, paula adalah proses desentralisasi yang terjadi
di Spanyol memiliki dampak yang positif terhadap outcomes bidang pendidikan yang
diukur dengan menggunakan Survival rate. Dan dalam penelitiannya Salinas, Paula
menemukan bahwa daerah dengan tingkat disiplin fiskal yang tinggi (memiliki
surplus anggaran) akan menerima dampak positif yang lebih besar dari pelaksanaan
desentralisasi dan pada daerah dengan disiplin fiskal yang buruk (memiliki defisit
anggaran) memperoleh dampak yang positif yang lebih kecil dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal tersebut.
2.3.2 Pengaruh Desentralisasi fiskal terhadap Angka Kematian Bayi
Pada tahun 2001 oleh Robaino, Picazo, dan Voetberg melakukan penelitian
untuk mengukur dampak desentralisasi fiskal terhadap outcomes bidang kesehatan
pada negara dengan pendapatan rendah dan juga tinggi ( cross country ) dengan
menggunakan variabel outcomes kesehatannya adalah angka kematian bayi. Variabel
desentralisasi fiskal yang diukur sebagai rasio pengeluaran yang dilakukan oleh
pemerintah daerah terhadap pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Sedangkan kontrol variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah GDP
perkapita, dan pengeluaran publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hasil dari
penelitian ini menyebutkan terdapat hubungan negatif antara desentralisasi fiskal dan
kematian bayi, dimana dengan derajat desentralisasi fiskal yang lebih besar maka akan
secara konsisten menurunkan tingkat kematian bayi.
Gambar 1.1
Skema Penelitian Terdahulu
2.4 Ukuran Desentralisasi Fiskal
Data yang digunakan untuk menghitung besarnya derajat desentralisasi ini
diturunkan dari data ringkasan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang
diterbitkan oleh dinas perimbangan keuangan Republik Indonesia.
Suatu ukuran desentralisasi yang baik adalah harus dapat benar-benar
menggambarkan tingkat desentralisasi secara nyata yang terjadi pada tiap daerah. Dalam
menentukan ukuran desentralisasi fiskal dalam penelitian kali ini mengikuti ukuran
desentralisasi fiskal yang dilakukan oleh Rubio, Dolores (2010). Dalam penelitiannya
Rubio, Dolores (2010) menggunakan dua ukuran desentralisasi fiskal. Ukuran
desentralisasi fiskal yang pertama merupakan ukuran desentralisasi fiskal yang
dikembangkan oleh Oates 1993 yaitu ExpDec.
ExpDec merupakan suatu ukuran desentralisasi fiskal dari sisi pegeluaran.
Dimana ExpDec merupakan rasio pengeluaran pemerintah daerah terhadap pengeluaran
pemerintah provinsi. Ukuran ini juga digunakan oleh sebagian besar peneliti dalam
menentukan besarnya derajat desentralisasi fiskal seperti Uchimura, Jutting (2009),
Robalino, et al (2001), dan Rubio, Dolores (2010) yang ketiga penelitiannya digunakan
untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal secara empiris terhadap outcomes bidang
kesehatan di berbagai Negara. Dan selanjutnya dalam penelitian ini disebut sebagai derajat
kemandirian fiscal (DK).
Ukuran yang kedua yang digunakan merupakan pengukuran desentralisasi dari
sisi pendapatan yaitu AutTaxRevDec yang merupakan rasio pendapatan asli daerah (PAD)
terhadap total penerimaan pemerintah daerah. Dalam penelitian kali ini rasio ini disebut
sebagai daerajat desentralisasi fiskal (DDF).
2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam studi ini analisis dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu analisis
panel data menggunakan pendekatan Random Effect Model (REM) dan analisis Jalur.
Bedasarkan paparan sebelumnya maka kerangka pemirikan teoritis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: dianalisis secara langsung AMHW : angka melek huruf wanita
: dianalisis secara bertahap
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sektor Kesehatan
Fasilitas
pendidikan
dan : 1.Rasio
siswa per-
guru.
Pelayanan
kesehatan:
1. cakupan
imunisasi
2.persalina
n tenkes
Sumber
daya
Kesehata
n: 1. rasio
dokter
per-
100000
penduduk
Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Melanjutkan SMP/MTs
Kondisi
hidup:
1.PDRB
per kapita
2. Exp.
tembakau
3. amhw
Kondisi hidup:
1.PDRB per-
kapita
2.penganggur
an
3.population
background
Pengeluaran
Pemerintah
Bidang
Kesehatan
Desentralisasi
Fiskal
Pengeluaran
Pemerintah
Bidang
Pendidikan
1. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dan angka
kematian bayi di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah periode 2007-2009
Sektor Pendidikan
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dan Angka
Melanjutkan SMP/MTs di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah periode 2007-
2009.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Variabel
a. Desentralisasi fiskal
1. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)/ Desentralisasi Dari Sisi
PendapatanKetersediaan sumber daya fiskal merupakan kemampuan murni yang
berasal dari daerah yaitu PAD. Rasio PAD terhadap total penerimaan daerah ini
mencerminkan kemandirian suatu daerah dalam satuan desimal.
2. Derajat Desentralisasi FIskal (DK)/ Desentralisasi dari sisi pengeluaran Derajat
desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi pengeluaran daerah merupakan konsep
yang menunjukkan jumlah anggaran yang dibutuhkan daerah dalam menjalankan
proses pembangunan, baik untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan.
b. Angka Melek Huruf Wanita
Definisi Angka Melek Huruf (AMH) menurut Badan Pusat Statistik adalah
persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta
mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Angka melek huruf
didapat dengan membagi jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat
membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas kemudian
hasilnya dikalikan dengan seratus.
c. Rasio Dokter per 100.000 penduduk
Jumlah dokter per 100.000 penduduk merupakan jumlah dokter yang bertugas di
rumah sakit pemerintah, puskesmas, puskesmas pembantu atau fasilitas kesehatan
publik milik pemerintah lainnya di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu
(Hakimuddin, 2010). Satuan yang digunakan dalam menggambarkan variabel ini
adalah per 100.000 penduduk.
d. Persentase cakupan Imunisasi bayi
Variabel persentse bayi yang menerima imunisasi lengkap merupakan gambaran
seberapa banyak bayi yang berada di kabupaten/kota Jawa tengah yang telah
menerima imunisasi dasar lengkap. Imunisasi dasar lengkap meliputi imunisasi
BCG, Polio, campak, DPT + HB, dan imunisasi hepatitis B3. Cakupan imunisasi
Bayi ini memiliki satuan dalam bentuk persen.
e. Persentase Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
Variabel persentse persalinan yang ditolong tenaga kesehatan merupakan gambaran
seberapa banyak masyarakat yang memafaatkan fasilitas kesehatan modern dan
meninggalkan cara persalinan tradisional seperti menggunakan jasa dukun atau
dibantu oleh anggota keluarga lainnya. Persentase persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan merupakan persentase dari jumlah persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan pada suatu daerah dan waktu tertentu terhadap jumlah persalinan pada
daerah dan waktu yang sama dalam satuan persen.
f. PDRB per kapita
PDRB merupakan Jumlah nilai tambah (value added) yang timbul dari semua unit
produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan PDRB
perkapita merupakan jumlah PDRB dibagi dengan jumlah penduduk dipertengahan
tahun yang tinggal diwilayah tersebut. Dalam penelitian kali ini digunakan data
PDRB per-kapita atas dasar harga berlaku.
g. Persentase Pengeluaran Konsumsi
Variable persentase pengeluaran tembakau diadopsi dari penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Rubio, Dolores (2010) dengan sedikit modifikasi. Persentase
pengeluaran konsumsi tembakau merupakan persentase rata-rata pengeluaran
penduduk untuk konsumsi tembakau dalam waktu satu bulan.
h. Angka melanjutkan ke tingkat SMP (AM SMP/MTs)
Angka melanjutkan ke tingkat SMP (AM SMP/MTs) adalah perbandingan antara
jumlah lulusan jenjang sekolah dasar, termasuk MI terhadap jumlah siswa baru
tingkat 1 pada jenjang SMP, termasuk MTs yang dinyatakan dalam satuan persen.
i. Rasio murid per guru (RMG)
Rasio murid per guru (RMG) adalah perbandingan antara jumlah murid dengan
jumlah guru pada jenjang pendidikan tertentu.
j. Population background
Population background merupakan persentase peduduk wanita dan pria yang
menamatkan pendidikan tinggi DIV/S1 dan S2.
k. Persentase Tingkat Pengangguran
Persentase pengangguran adalah perbandingan jumlah penduduk yang sedang
mencari pekerjaaan pada wilayah dan tahun tertentu terhadap jumlah Angkatan Kerja
di wilayah dan tahun yang sama.
l. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dan pendidikan
Variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan ini
menggunakan angka absoulut dalam satuan jutaan rupiah.
3.2 Model Dasar
Dalam mengukur hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap angka kematian
bayi (AKB) dan angka melanjutkan SMP/MTs dalam studi kali ini digunakan panel data
dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2007 sampai tahun 2009.
Penelitian hanya dilakukan dalam periode tiga tahun karena terkendala ketersediaan data.
Model persamaan pendidikan dibangun berdasarkan fungsi produksi pendidikan hal ini
mengikuti penelitian serupa yang dilakukan oleh Salinas, Paula (2007). Sedangkan untuk
model kesehatan diadaptasi berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh
Rubio, Dolores (2010). Model dasar dari persamaan dalam penelitian kali ini adalah
sebagai berikut:
Eij = αi + βXij + βCij + εij (1)
Hij = αi + βXij + βCij + εij (2)
Dimana :
H = indikator kesehatan E = indikator pendidikan
X = indikator desentralisasi fiskal C = kontrol variabel
ε = error i = waktu
j = daerah
1. Model Kesehatan
a. Model 1 (pertama)
AKBij = αij + β1X(1.1)ij +β2X2ij +β3X3ij +β4X4ij + β5X5ij + εij….…………………(3)
AKBij =αij + β1X(1.2)ij +β2X2ij +β3X3ij +β4X4ij + β5X5ij +εij…..……….………….(4)
Dimana :
AKB = Angka kematian bayi
X(1.1) = Desentralisasi fiskal (DDF)
X(1.2) = desentraliasi fiskal (DK)
X2 = PDRB perkapita
X4 = Angka melek huruf penduduk wanita 10 tahun ke atas
X3 = Rasio Jumlah dokter per 100000 penduduk
X5 = Persentase pengeluaran konsumsi tembakau
ε = Eror i = Waktu
j = Daerah
b. Model 2 ( Kedua)
AKBij = αij + β1X(1.1)ij +β2X2.2ij +β3X3.2ij +β4X4.2ij + β5X5.2ij + εij….……………(5)
AKBij =αij + β1X(1.2)ij +β2X2.2ij +β3X3.2ij +β4X4.2ij + β5X5.2ij +εij…..……….……(6)
Dimana:
AKB = Angka kematian bayi
X(1.1) = Desentralisasi fiskal (DDF)
X(1.2) = desentraliasi fiskal (DK)
X2.2 = Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan
X3.2 = Persentase bayi yang menerima imunisasi lengkap
X4.2 =Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
X5.2 = Angka melek huruf wanita
ε = Eror
i = Waktu
j = Daerah
2. Model pendidikan
AM-SMP/MTsij = αij + β1X(1.1)ij +β2Xi2j + β3X3ij+ β4X4ij + β4X5ij +εi……(7)
AM-SMP/MTsij = αij + β1X(1.2)ij +β2Xi2j + β3X3ij+ β4X4ij + β4X5ij +εi……(8)
Dimana:
AM-SMP/MTs = Angka Melanjutkan SMP/MTs
X(1.1) = Desentralisasi fiskal (DDF)
X(1.2) = desentralisasi fiskal (DK)
X2 = PDRB perkapita
X3 = Rasio Murid per Guru
X4 = population background
X5 = Persentase pengangguran
ε = Eror i = Waktu
j = Daerah
3.2 Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik
Untuk mendeteksi ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik dalam model digunakan
uji normalitas, uji autokolerasi, uji heteroskedastisitas, dan juga uji multikolinearitas.
1. Uji normalitas
Penelitian ini akan menggunakan metode J-B test yang dilakukan dengan menghitung
perbedaan skweness dan kurtosis data. Apabila J-B hitung < nilai X2 (Chi Square)
tabel atau probabilitas melebihi 0.05, maka nilai residual berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Dalam penelitian kali ini digunakan koefisien korelasi antar variable independent
untuk menguji ada tidaknya masalah mutikolinearitas pada model. Apabila koefisien
korelasi antar variable independent melebihi 0.80 maka dapat disimpulkan bahwa
terjadi masalah multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini digunakan uji White untuk menguji ada tidaknya
heteroskedasitas. Dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lainnya Uji white dapat menjelaskan apabila nilai
probabilitas Obs*Rsquare lebih kecil dari α (5%) maka data bersifat heteroskedasitas
begitu pula sebalikanya.
4. Uji Autokolerasi
Apabila nilai DW hasil perhitungan terletak diantara 1.562 dan 2.438, maka dalam
model tidak terdapat masalah autokolerasi baik positif maupun negatif.
3.3 Uji Statistik
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian kali ini meliputi uji signifikansi secara
bersama-sama seluruh variable independen (Uji F), pengujian signifikasi masing-masing
variable independen terhadap variable dependen (Uji T), dan interpretasi hasil (R2).
3.4 Metode Pengujian Hipotesis
1. Panel Least Square/ Pooled least square (PLS)
Metode pendekatan kuadrat terkecil ini pada dasarnya sama dengan metode
ordinary least square (OLS) hanya saja data yang digunakan berupa panel data
(gabungan antara time series dan cross section). Metode PLS ini merupakan
metode paling sederhana, karena pada pendekatan ini dimensi ruang dan waktu
yang dimiliki oleh data panel diabaikan (Firmansyah, 2009).
2. Effect Tetap
Dalam pendekatan efek tetap diasumsikan bahwa data gabungan yang ada telah
mewakili kondisi yang sesungguhnya. Dalam pendekatan efek tetap diasumsikan
bahwa data gabungan yang ada telah mewakili kondisi yang sesungguhnya. Hasil
analisis regresi ini dianggap berlaku pada semua objek pada semua waktu.
Metode ini disebut juga common effect. Kelemahan dari pendekatan efek tetap
ini adalah adanya ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya.
Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan
sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain (firmansyah,
2009).
3. Random effect Model
Efek acak digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang
menggunakan variable semu yang akan berakibat pada berkurangnya derajat
kebebasan (degree of freedom), sehingga model mengalami ketidakpastian.
Tanpa menggunakan efek semu metode efek acak menggunakan efek residual,
yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Karena hal
tersebut, model efek acak sering disebut model komponen eror (error component
model).
4. Hausman Test
Pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah
menggunakan model fixed effect ataukah menggunakan Random effect dapat
dilakukan dengan Hausman Test. Jika hasil dari Hausman test signifikan
(probability dari hausman < α ) maka H0 ditolak, artinya fixed effect digunakan.
3.5 Analisis Jalur
Analisis jalur atau path analysis merupakan suatu pengembangan model regresi.
Analisis jalur dilakukan untuk mengetahui apakah variabel desentralisasi fiskal memiliki
pengaruh terhadap AKB dan AM-SMP/MTs. Dan seberapa jauh variabel ini mampu
mempengaruhi dependen variabel dalam penelitian ini (Ghozali, Imam 2009).
Pengembangan model untuk analisis jalur pada model kesehatan dan pendidikan adalah
sebagai berikut:
a. Persamaan Jalur untuk model kesehatan
X2 = β1 X1 + ε1
X3 = β1 X1 + β2 X2 + ε2
X4 = β1 X1 + β2 X2 + ε3
X5 = β1 X1 + β2 X2 + ε4
Y = β1 X1 + β2 X2 +β3 X3 +β4 X4 +β5 X5 + ε5
Keterangan:
Y : Angka kematian bayi (AKB)
X1 : Desentralisasi fiskal (DDF dan DK)
X2 : Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan
X3 : Persentase cakupan imunisasi lengkap
X4 : Persentase persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan
X5 : Angka melek huruf wanita
β : Nilai koefisien jalur
ε : Error term
b. Persamaan Jalur untuk model pendidikan
X2 = β1 X1 + ε1
X3 = β1 X1 + β2 X2 + ε2
X4 = β1 X1 + β2 X2 + ε3
Y = β1 X1 + β2 X2 +β3 X3 +β4 X4+ ε4
Keterangan:
Y : Angka melanjutkan SMP/MTs
X1 : Desentralisasi fiskal (DDF dan DK)
X2 : Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan
X3 : Rasio siswa per-guru SMP/MTs
X4 : Population education
β : Nilai koefisien jalur
ε : Error term
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyimpangan Asumsi Klasik
Dalam pengujian asumsi klasik seperti yang sudah dipaparkan diatas,
menunjukkan hasil bahwa model dalam penelitian baik dalam model kesehatan
maupun pendidikan telah terbebas dari masalah autokolerasi, multikolinearitas, dan
heteroskedastisitas. Namun, dari hasil hasil pengujian normalitas data Nampak bahwa
data belum terdistribusi dengan normal. Masalah normalitas tersebut membawa
konsekunsi transformasi dalam model persamaan. Transformasi model yang
dilakukan adalah merubah model kedalam bentuk Ln( log liniear) baik pada dependen
maupun independen variable. Setelah data ditransformasi ternyata residual masih
tidak terdistribusi dengan normal. Maka dalam penelitian ini digunakan asumsi
bahwa residual dalam model telah terdistribusi dengan normal.
4.2 Hausman Test
Dari hasil pengujian data panel dengan menggunakan software Eviews 6.0
diperoleh hasil pengujian Hausman test secara keseluruhan menunjukkannilai pro.chi-
square yang melebihi 0.05. dan hal ini menunjukkan bahwa metode pengolahan data
panel dengan pendekatan random effect dapat diterima dan lebih baik dibandingkan
dengan pendekatan fixed effect (effect tetap).
4.3 Hasil dan Pembahasan
Dari data yang diperoleh dilakukan pengolahan data menggunakan Random
Effect Model (REM) untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
AKB dan AM-SMP/MTs. Setelah ditemukan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap AKB dan AM-SMP/MTs dilakukan kembali pengujian variabel
desentralisasi fiskal (DDF dan DK) menggunakan analisis jalur. Penggunaan analisis
jalur bertujuan untuk menemukan pengaruh langsung dan tidak langsung, dan
variabel antara yang mampu memediasi variabel desentralisasi fiskal (DDF dan DK)
terhadap AKB dan AM-SMP/MTs. Hasil estimasi data menggunakan metode REM
dan analisis jalur dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hasil Pengaruh Desentralisasi fiskal terhadap AKB
1. Model Pertama : Pengaruh Desentralisasi Fiskal (DDF) Terhadap AKB
Variable yang digunakan dalam persamaan ini merupakan variable-variable
yang telah dibangun pada penelitian Rubio, Dolores (2010). Dari hasil
pengolahan data menggunakan metode random effect model diperoleh
persamaan regresi sebagai berikut:
LnY = 4.96 – 0.419LnX1.1 + 0.019LnX2 – 0.847LnX3 – 0.126LnX4 – 0.003LnX5
(0.207) (0.152) (0.906) (0.295) (0.511) (0.989)
LnY = 0.326 + 0.326LnX1.2 – 0.054LnX2 – 1.879LnX3* – 0.023LnX4 – 0.12LnX5.
(0.005) (0.113) (0.722) (0.029) (0.907) (0.668)
Keterangan:
LnY : angka kematian bayi (AKB)
LnX1.1: desentralisasi fiskal (DDF)
LnX1.2: desentralisasi fiskal (DK)
LnX2 : PDRB per-kapita atas dasar harga berlaku
LnX3 : angka melek huruf wanita
LnX4 :Rasio Doker terhadap populasi
LnX5 : persentase konsumsi tembakau
* signifikan pada alpha 5%
Berdasarkan kedua persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa variable
desentralisasi fiskal baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran, tidak
signifikan terhadap angka kematian bayi. Hal ini terlihat dari tingkat probabilitas
yang lebih besar dari tingkat kepercayaan sepuluh persen. sedangkan variable
kontrol baik PDRB per-kapita, rasio dokter terhadap populasi, dan persentase
konsumsi tembakau tidak signifikan pada tingkat kepercayaan sepuluh persen.
Dari persamaan kedua dengan menggunakan variable desentralisasi fiskal yang
diukur dari sisi pengeluaranvariable LnX3 atau variable angka melek huruf wanita
yang signifikan pada tingkat kepercayaan lima persen (0.029 < 0.05).
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa variable-variable yang
diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Rubio, Dolores (2010) tidak cukup
berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi di Jawa Tengah. Sedangkan
variable angka melek huruf wanita hanya signifikan pada model persamaan
dengan meggunakan variable desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi
pengeluaran. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model persamaan yang
diadaptasi dari penelitian Rubio,Dolores (2010) tidak sesuai untuk diterapkan di
Indonesia khususnya di daerah Jawa Tengah. Sehingga diperlukan tinjauan ulang
terhadap variabel-variable tersebut diatas.
2. Model Kedua : Pengaruh Desentralisasi Fiskal (DDF) Terhadap AKB
Pada analisis dengan model persamaan ke-dua ini, digunakan beberapa
kontrol variable baru untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
angka kematian bayi di Indonesia. Persamaan dalam model persamaan pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap angka kematian bayi ini terletak pada variable
desentralisasi fiskal yang tetap diukur dari sisi penerimaan maupun sisi
pengeluaran, dan angka melek huruf wanita. Tujuan dari penggunaan kembali
variable-variable ini adalah untuk menguji kembali pengaruh variable-variable
tersebut terhadap angka kematian bayi dan kontrol variable yang baru.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode REM didapat persamaan matematis
sebagai berikut:
LnY= 9.860 – 0.517LnX1.1* + 0.267LnX2 – 0.959LnX3
** – 1.330LnX4
* –0.363LnX5
(0.138) (0.045) (0.133) (0.072) (0.027) (0.696)
LnY=16.78 + 0.187LnX1.2 + 0.145LnX2 – 0.878LnX3**
– 1.219LnX4**
– 1.482LnX5
(0.006) (0.298) (0.394) (0.099) (0.051) (0.1003)
Keterangan:
LnY : angka kematian bayi (AKB)
LnX1.1 : desentralisasi fiskal (DDF)
LnX1.2 : desentralisasi fiskal (DK)
LnX2 : pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan
LnX3 : persentase bayi yang menerima imunisasi lengkap
LnX4 : persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
LnX5 : persentase angka melek huruf wanita
* signifikan pada alpha 5%
** signifikan pada alpha 10%
Dari persamaan diatas terlihat bahwa indikator desentralisasi fiskal yang
diukur dari sisi penerimaan (DDF) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
angka kematian bayi. Hal ini didasarkan pada tingkat signifikansi DDF yang lebih
kecil dari tingkat kepercayaan lima persen. Berdasarkan persamaan diatas variable
desentralisasi fiskal (DDF) berpengaruh negatif terhadap angka kematian bayi.
Hasil ini mendukung hipotesis dalam penelitian ini, teori desentralisasi yang
dikemukakan oleh Oates (1993), dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rubio, Dolores (2010). Namun untuk variable desentralisasi fiskal yang diukur
dari sisi pengeluaran tidak signifikan. Hal ini terllihat dari signifikansi variable
DK yang melebihi alpha sepuluh persen.
Berdasarkan kedua persamaan tersebut terlihat bahwa model kedua dalam
persamaan pengaruh desetralisasi fiskal terhadap angka kematian bayi dapat lebih
baik dalam menjelaskan variable-variable yang mempengaruhi angka kematian
bayi dibandingkan dengan model pertama. Selain itu, variable desetralisasi fiskal
yang diukur dari sisi pendapatan yang dapat menggambarkan pengaruh
sesungguhnya dari variable ini terhadap AKB.
3. Part Analysis Model kesehatan
Berdasarkan hasil analysis jalur diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1. Desentralisasi fiskal yang diukur sebagai rasio pegeluaran pemerintah daerah
terhadap pemerintah provinsi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan. Variabel desentralisasi fiskal
(DK) signifikan pada tingkat kepercayaan lima persen, dengan nilai koefisien
sebesar 0.339. Nilai koefisien ini bermakna bahwa apabila terjadi peningkatan
indikator desentralisasi fiskal (DK) maka akan meningkatkan pengeluaran
pemerintah sebesar 0.339.
2. Variabel desentralisasi fiskal (DK) memiliki pengaruh langsung terhadap
persentase imunisasi bayi. Pengaruh desentralisasi fiskal (DK) terhadap
imunisasi bayi ini signifikan pada tingkat kepercayaan lima persen dengan
nilai koefisien sebesar 0.084. Berdasarkan nilai koefisien ini maka apabila
terjadi kenaikan satu persen dari rasio total pengeluaran pemerintah daerah
terhadap pemerintah provisi maka akan meningkatkan persentase bayi yang
menerima imunisasi sebanyak 0.084 persen.
3. Variable desentralisasi fiskal (DK) tidak memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap angka kematian bayi (AKB). Hasil dari analisis jalur ini
mendukung temuan sebelumnya bahwa DK tidak memiliki pengaruh yang
signifikan secara langsung terhadap AKB. Namun, desentralisasi fiskal (DK)
memiliki pengaruh tidak langsung melalui variable pengeluaran pemerintah
dan juga imunisasi bayi.
b. Hasil Pengaruh Desentralisasi fiskal terhadap AM-SMP
1. Model Random Effect Model
Dalam pengujian pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka melanjutkan
SMP/MTs ini untuk mengukur desentralisasi fiskal tetap digunakan indikator
desentralisasi fiskal sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
menggunakan metode Random effect diperoleh persamaan matematis untuk
mengukur pengaruh desentralisasi fiskal terhadap AM-SMP/MTs adalah sebagai
berikut :
LnY= 5.367 + 0.130LnX1.1**
+ 0.041LnX2 – 0.228LnX3* + 0.068LnX4
* – 0.003LnX5
(0.000) (0.0686) (0.309) (0.034) (0.049) (0.954)
LnY= 4.818 – 0.077LnX1.2**
+ 0.041LnX2 – 0.231LnX3* + 0.081LnX4
* – 0.038LnX5
(0.000) (0.059) (0.296) (0.030) (0.014) (0.459)
Keterangan:
LnY : angka melanjutkan SMP (AM-SMP)
LnX1.1 : desentralisasi fiskal (DDF)
LnX1.2 : desentralisasi fiskal (DK)
LnX2 : PDRB per-kapita atas dasar harga berlaku
LnX3 : rasio murid per-guru
LnX4 : population background
LnX5 : persentase tingkat pengangguran
Berdasarkan persamaan diatas telihat bahwa variabel desentralisasi fiskal yang
diukur dari sisi pendapatan dan sisi pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap angka melanjutkan SMP/MTs. Namun, terdapat perbedaan pengaruh yang
diberikan oleh ke-dua indikator desentralisasi fiskal ini. indikator desentralisasi fiskal
dari sisi pendapatan yang diukur dengan rasio PAD terhadap TPD, memberikan
pengaruh positif terhadap angka melanjutkan SMP/MTs. Sedangka indikator
desentralisasi fiskal dari sisi pengeluaran yang diukur dengan rasio total pengeluaran
pemerintah daerah terhadap pengeluaran pemerintah provinsi memberikan pengaruh
negatif terhadap angka melanjutkan SMP/MTs.
Indikator desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi pendapatan yang memberikan
pengaruh positif ini mendukung temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Salinas,
Paula (2007) yang juga menemukan bahwa desentralisasi fiskal mampu
meningkatkan angka bertahan (AM-SMP/MTs).
2. Part Analysis Model Pendidikan
Berdasarkan hasil analisis jalur yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Desentralisasi fiskal (DK) memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap
pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan. DK berpengaruh terhadap
pengeluaran pemerintah pada tingkat kepercayaan lima persen dengan nilai
koefisien sebesar 0.59. nilai koefisien ini bermakna apabila terjadi peningkatan
satu persen terhadap DK maka akan meningkatkan pengeluaran pemerintah
terhadap bidang pendidikan sebesar 0.59 persen.
2. Desentralisasi fiskal (DK) memiliki pengaruh langsung dan signifikan pada
tingkat kepercayaan 0.1 persen terhadap angka melanjutkan SMP/MTs. Dengan
nilai koefisien sebesar -0.153. nilai ini bermakna bahwa setiap peningkatan satu
persen terhadap DK maka akan menurunkan angka melanjutkan SMP/MTs
sebesar 0.153
3. Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
AM-SMP/MTs. Namun secara keseluruhan, pengaruh yang diberikan dari DK
memiliki pengaruh yang negatif terhadap angka melanjutkan SMP/MTs. Dan
hasil analisis jalur ini mendukung hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan
REM.
5. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Variabel desentralisasi fiskal yang diukur menggunakan rasio PAD terhadap TPD
(DDF) berpengaruh negatif terhadap angka kematian bayi. Sedangkan variabel
desentralisasi fiskal yang diukur melalui rasio pengeluaran pemerintah daerah
terhadap pemerintah provinsi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap angka
kematian bayi.
2. Variabel desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi pendapatan (DDF) memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap angka melanjutkan SMP/MTs. Sedangkan
variabel desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi pengeluaran (DK) memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap angka melanjutkan SMP/MTs.
3. Berdasarkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki
pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung desentralisasi
melalui variabel antara yaitu variable pengeluaran pemerintah. Pada persamaan
untuk mengukur pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka kematian bayi,
variabel DDF memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan. Dan variable DK juga memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Namun,
variable DK memiliki pengaruh yag lebih besar dalam peningkatan pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan dibandingkan variabel DK.
4. Berdasarkan hasil analisis jalur untuk mengukur pengaruh desentralisasi (DDF dan
DK) terhadap AM-SMP/MTs menunjukkan bahwa variabel desentralisasi fiskal
memiliki pengaruh langsung dan juga pengaruh tidak langsung terhadap AM-
SMP/MTs. Variabel desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi pendapatan (DDF)
menunjukkan pengaruh negatif terhadap pengeluaran pemerintah untuk sektor
pendidikan. Sedangkan variabel desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi
pengeluaran (DK) memiliki pengaruh positif terhadap pegeluaran pemerintah untuk
sektor pendidikan.
5. Variabel persentase bayi yang menerima imunisasi lengkap dan persentase
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap nagka kematian bayi (AKB). Sedangkan variable rasio siswa per-guru dan
population background memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap angkan
melanjutkan SMP/MTs (AM-SMP/MTs).
6. Dari hasil analisis jalur dan juga data panel dengan pendekatan random effect maka
dapat disimpulkan bahwa variabel desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi
pengeluaran tidak dapat menggambarkan derajat desentralisasi fiskal yang
sesungguhnya. Hal ini dikarenakan dalam total pengeluaran pengeluaran pemerintah
daerah didominasi dari dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Sehingga pemerintah daerah tidak dapat secara mandiri dalam
mengalokasikan dana tersebut, dan hal ini akan mengurangi tingkat efisiensi dari
pelaksanaan pelayan publik yang diakukan oleh pemerintah daerah.
7. Variable desentralisasi fiskal yang diukur dari sisi penerimaan sebagai rasio PAD
terhadap TPD merupakan indikator yang tepat dalam menggambarkan derajat
desentralisasi fiskal. Karena indikator ini mencerminkan kemampuan finasial
sesungguhnya dari pemerintah daerah. Dimana dengan sumberdaya finansial dari
PAD, pemerintah daerah dapat secara mandiri mengalokasikan sumberdaya tersebut
untuk malaksanakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan aktual dari
masyarakat.
5.2. Keterbatasan
1. Pengunaan asumsi residual yang terdistribusi secara normal dalam melakukan
analisis regresi data panel. Meskipun langkah perbaikan telah dilakukan untuk
mengatasi masalah ini telah dilakukan yaitu mentransformasi model persamaan
dalam bentuk Ln (log natural) masalah normalitas tetap terjadi. sehingga dalam
penelitian ini diduga masalah normalitas ini terjadi karena jumlah observasi yang
hanya berjumlah 105 observasi (tiga tahun penelitian, dengan 35 kabupaten/kota)
belum mampu merangkum seluruh proses desentralisasi. Maka diharapkan pada
penelitian selanjutkan agar dapat menambah jumlah observasi dan menambah
periode penelitian.
2. Dalam penelitian ini desentralisasi hanya diukur dengan menggunakan indikator
fiskal, sedangkan desentraisasi merupakan suatu fenomena yang kompleks
sehingga tidak terdapat ukuran yang dapat benar-benar dapat mengukur semua
dimensi dari pelaksanaan desentralisasi ini.
3. Masih terdapat banyak ukuran yang dapat digunakan dalam mengukur pencapaian
bidang pendidikan dan kesehatan. Indikator outcomes lain yang dapat digunakan
seperti angka kematian ibu, dan angka harapan hidup. Sedangkan indikator
outcomes lain dalam pendidikan seperti APM, tingkat putus sekolah, persentase
siswa yang lulus UN, dll. Sehingga ukuran pencapaian yang digunakan dalam
penelitian ini belum dapat menggambarkan secara keseluruhan pencapaian
bidang kesehatan dan pendidikan.
4. Diduga definisi variabel yang direplikasi berdasarkan penelitian terdahulu
memiliki standar yang terlalu tinggi dibandingkan Indonesia. Seperti pada
variabel population education yang mengukur pendidikan tinggi masyarakat
berdasarkan pendidikan yang ditamatkan adalah DIV/S1 dan S2/S3. Sedangkan
untuk Indonesia mayoritas masyarakat menamatkan pendidikan pada jenjang
Sekolah Menengah Atas atau Diploma Tiga (SMA/DIII). Sehingga pengaruh
yang diberikan tidak signifikan. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai standar kualitas pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
5. Variabel PDRB per-kapita yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam
harga berlaku. Sehingga perlu dicermati kembali penggunaan variable ini
didalam model, karena diduga varibel tersebut tidak dapat mampu
menggambarkan tingkat pendapatan masyarakat yang sesungguhnya.
5.3. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa derajat desentralisasi fiskal
yang diukur dengan rasio PAD terhadap TPD memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap pencapaian AKB dan AM-SMP/MTs. Sehingga diharapkan
pemerintah daerah dapat terus menggali sumberdaya fiskal terutama melalui
peningkatan PAD. Peningkatan PAD ini dapat melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi pajak daerah, dan pengoptimalan pajak daerah yang telah ada.
2. Pemerintah daerah harus terus meningkatkan pelayanan publik baik pada sektor
kesehatan maupun sektor pendidikan. Peningkatan pelayanan sektor kesehatan
seperti menyediakan tenaga medis yang professional dan merata pada setiap pusat
kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) pada setiap daerah. Hal ini bertujuan agar
tercipta peningkatan angka persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, dan
pemerataan imunisasi pada bayi.
3. Peningkatan pelayanan untuk bidang pendidikan melalui pemerataan jumlah
pendidik (guru) pada setiap daerah di kabupaten/kota. Hal ini bertujuan agar
tercipta kondisi belajar-mengajar yang semakin efektif, dengan jumlah tenaga
pengajar yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina,Neli.2010. “Desentralisasi Fiscal, Tax Effort, Dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah:
Studi Empiric Kabupaten/Kota Se-Indonesia 2001-2008”. Tesis dipublikasikan, Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Ahmad, Afridian. 2010. Dampak Desentralisasi Fiscal Terhadap Outcomes Bidang Kesehatan
Studi Empiris Di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat. Padang . Jurnal ekonomi
akuntansi
Asfaw, A., Frohberg, K., James, K. S., and Jütting, J. (2007). Fiscal Decentralization And Health
Outcomes: Empirical Evidence From Rural India. Journal of Developing Areas, Fall
2007.
Bastias, Desi . 2010. “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan,
Dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1969-2009”.
Skripsi dipublikasikan, fakultas ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
Cantarero, D., and Pascual, M. 2008. “Analysing The Impact Of Fiscaldecentralization On
Health Outcomes: Empirical Evidence From Spain”. Applied Economic Letters, (15) 109-
111.
Firmansyah. 2009. Modul Regresi Data Panel : Aplikasi dengan Eviews 6.0. LSKE Undip.
Semarang.
Frengler,Wolfgang., Ishihara, Yoichiro dan Grando, Jevier. 2007. “Kajian pengeluaran public
Indonesia: memaksimalkan peluang baru”. Kajian pengeluaran public Indonesia 2007.
Jakarta. World Bank
Gujarati,Damodar. N. 2003, Basic Econometric Fourt Edition. New York : The McGraw-Hill
Compaies Inc
Guritno, Mangkoesoebroto. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta. BPFE
Hakimudin,Dimas.2010. “Analisis efisiensi Belanja Kesehatan Pemerintah daerah Di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2005-2007”. Skripsi S1 dipublikasikan. Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang
Isdijoso, Brahmantio dan Wibowo, Tri. 2002. Analisis kebijakan fiscal pada era otonomi daerah
studi kasus: sector pendidikan di kota Surakarta. Kajian ekonomi dan keuangan vol.6
no1.
Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: teori, konsep, dan aplikasi dengan SPSS 17. Semarang.
Badan penerbit Universitas Diponegoro
Jiménez-Rubio, D. 2010. “The impact of decentralization of health services on health outcomes:
evidence from Canada”. Forthcoming in Applied Economics.Granada: University of
Granada
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Kedua, Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Mudrajad, Kuncoro, 2004, Ekonomika Indonesia, Yogyakarta .UPP AMP YKPN.
Mudrajad, Kuncoro, 2004, Otonomi daerah dan pembangunan daerah (reformasi, perencanaan,
strategi, dan peluang) , Jakarta . Erlangga
Mudrajad, Kuncoro, 2004, Metode Kuantitatif, teori dan aplikasi untuk bisnis dan ekonomi,
Yogyakarta .UPP AMP YKPN.
Oates, WE, 1993, Fiscal Decentralization And Economic Development, national tax journal
Robalino, D. A., Picazo, O. F., and Voetberg, A. 2001. “Does fiscal decentralization improve
health outcomes? Evidence from a crosscountry analysis”. Policy Research Working
Paper No. 2565. Washington DC: World Bank.
Rubio, Dolores. 2010. “The impact of decentralization of health services on health outcomes:
evidence from Canada”. Forthcoming in Applied Economics.Granada: University of
Granada
Samuelson, A. dan Nordhaus, D. 2003. Microeconomics. Jakarta. Penerbit Media Global
Edukasi.
Salinas, Paula,. 2007. “Evaluation Of Effects Of Decentralization On Educational Outcomes In
Spain”. Institut d’economia de Barcelona
Sasana, hadi,. 2009. “Peran desentralisasi fiscal terhadap kinerja ekonomi di kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal ekonomi pembangunan vol.10, no.1 hal.103-124
Stalker, Peter. 2008. Laporan MDG’s demi pencapaiannya di Indonesia. Jakarta. BAPENNAS
Setda Provinsi Jawa Tengah, 2010, Rekap APBD Kabupaten/Kota tahun 2005- 2007, Semarang
Suparmoko. 1987. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta. BPFE
Todaro, Michael P. 2006. Pemabangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi 9. Jakarta : Erlangga.
Alih Bahasa Drs. Haris Munandar
Uchimura, H., Jütting, J. 2009. “Fiscal decentralization, Chinese style: good for health
outcomes”. World Development, 37 (12), 1924-1936.
Winarto, Wing wahyu,. 2009. “Analisis Ekonometrika Dan Statistika Dengan Eviews”. YKPN.
Yogyakarta