analisis komparatif usahatani …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/34/umj-1x... · web...
TRANSCRIPT
ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DAN VOOR OOGST DI
KABUPATEN JEMBERSKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Oleh :
NANI WINDARTI02.131.020
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JEMBER 2006
SKRIPSI ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI TEMBAKAU
BESUKI NA OOGST DAN VOOR OOGST DI KABUPATEN JEMBER
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Nani Windarti02.131.020
Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 21 September 2006
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Ketua Sekretaris
Ir. Edy Sutiarso, MS Ir. Henik PrayuginingsihNIP. 131472660 NPK. 9110376
Anggota I Anggota II
Ir. Maspur, MP Syamsul Hadi, SP, MS
Jember, Universitas Muhammadiyah Jember
Fakultas Pertanian
Ir. Bejo Suroso, MP. NIP. 131883031
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang permasalahan usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst yang bertujuan untuk : (a) mengetahui perbedaan produktivitas antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, (b) mengetahui perbedaan efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, (c) mengetahui perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, (d) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst.
Penelitian ini merupakan studi kasus di tiga kecamatan yaitu : Kecamatan Ambulu, Wuluhan, dan Pakusari, Kabupaten Jember, pada musim tanam 2005. Pengambilan sampel petani menggunakan metode “purposive” atau sengaja, dengan petani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst sebagai unit analisis. Adapun jumlah sampel petani yang diambil sebanyak 53 sampel untuk petani tembakau Besuki Na Oogst dan 45 sampel untuk petani tembakau Besuki Voor Oogst.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, pencatatan dari instansi terkait, dan observasi ke masyarakat. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji beda dan analisis regresi.
Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan bahwa : a) ada perbedaan produktivitas antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, b) ada perbedaan efisiensi biaya antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, c) ada perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, (d) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan tembakau Besuki Na Oogst maupun Voor Oogst adalah produksi, harga output, dan biaya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah (SKRIPSI) dengan judul “ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI
TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DAN VOOR OOGST DI KABUPATEN
JEMBER”.
Karya tulis ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Sarjana Pertanian Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Bejo Suroso, M.P, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Jember.
2. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Jember.
3. Ir. Edy Sutiarso, M.S, selaku Dosen Pembimbing Utama yang banyak
meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan pengarahan maupun
bimbingan selama penulisan ini.
4. Ir. Henik Prayuginingsih selaku Dosen Pembimbing Anggota yang banyak
membantu memberikan bimbingan dalam penulisan ini.
5. Para Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama belajar di Fakultas
Pertanian.
6. Pemerintah Kecamatan Ambulu, Wuluhan, dan Pakusari, serta masyarakat
setempat.
7. Semua pihak yang banyak memberikan bantuan selama melaksanakan
penelitian dan skripsi.
Penulis menyadari akan segala kekurangan yang terdapat dalam karya
tulis ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan dimasa akan datang. Semoga karya tulis ini bermanfaat
serta dapat memberikan sumbangan ilmu bagi yang memerlukan.
Jember, Oktober 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ivv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar belakang .................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 7
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 8
1.3.1. Tujuan Penelitian ...................................................... 8
1.3.2. Kegunaan Penelitian ................................................. 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9
2.1. Teori Produksi .................................................................... 12
2.2. Produktivitas ....................................................................... 16
2.3. Teori Biaya Produksi .......................................................... 17
2.4. Teori Efisiensi Biaya .......................................................... 19
2.5. Keuntungan ......................................................................... 20
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 22
3.1. Landasan Teori ................................................................... 22
3.2. Hipotesis ............................................................................. 29
BAB IV. METODE PENELITIAN ......................................................... 31
4.1. Metode Penelitian ............................................................... 31
4.2. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian............................... 31
4.3. Metode Pengumpulan Data................................................... 31
4.4. Metode Pengambilan Sampel................................................ 30
4.5. Metode Analisis Data ......................................................... 32
4.6. Definisi dan Pengukuran Variabel ...................................... 36
BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ..................... 38
5.1. Letak dan Keadaan Wilayah ............................................... 38
5.1.1. Letak Geografis ........................................................ 38
5.1.2. Topografi .................................................................. 38
5.1.3. Iklim .......................................................................... 39
5.2. Keadaan Penduduk ............................................................. 40
5.2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ............................. 40
5.3. Penggunaan Lahan dan Potensinya .................................... 40
5.3.1. Sub Sektor Perkebunan ............................................. 41
5.3.2. Keadaan Perkebunan Tembakau di Kabupaten Jember .......................................................................
42
5.4. Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst .............................. 44
5.5. Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst .......................... 47
BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 54
6.1. Profil Petani Tembakau Besuki .......................................... 54
6.2. Luas Lahan Usahatani Tembakau Besuki .......................... 57
6.3. Analisis Biaya Usahatani Tembakau Besuki ...................... 59
6.4. Produktivitas Lahan Usahatani Tembakau Besuki ............. 63
6.5. Efisiensi Biaya Usahatani Tembakau Besuki ..................... 65
6.6. Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki .......................... 69
6.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki ...............................................................
71
BAB VII.KESKESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 78
7.1. Kesimpulan ......................................................................... 78
7.2. Saran ................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80
RINGKASAN ............................................................................................. 82
LAMPIRAN ............................................................................................... 88
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst ………………………………………………………..
11
Tabel 5.1. Luas Areal Potensial Perkebunan Tanaman Penting di Kabupaten Jember, Tahun 2004 …………………………….
42
Tabel 5.2. Produksi Perkebunan Tanaman Penting di Kabupaten Jember, Tahun 2004 ………………………………………………….
42
Tabel 5.3. Luas Areal Perkebunan di Kabupaten Jember, Tahun 2004 . 43
Tabel 5.4. Luas Areal Pertanaman Tembakau Rakyat Berdasarkan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Jember, Tahun 2004 …...
44
Tabel 6.1. Profil Petani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………….
54
Tabel 6.2. Rata-rata Luas Lahan Garapan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
58
Tabel 6.3. Rata-rata Biaya Produksi per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………………………………..
60
Tabel 6.4. Hasil Uji Beda Biaya Produksi per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………………………………………...
62
Tabel 6.5. Rata-rata Produktivitas Lahan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
64
Tabel 6.6. Hasil Uji-Beda Produktivitas Lahan antara Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………….
65
Tabel 6.7. Rata-rata Efisiensi Biaya per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………………………………………………….
66
Halaman
Tabel 6.8. Hasil Analisis RC-ratio Dengan Tingkat Suku Bunga Bank (1+i) Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………………………….
67
Tabel 6.9. Hasil Uji Beda Efisiensi Biaya per Hektar antara Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………….
68
Tabel 6.10. Rata-rata Penerimaan, Biaya, dan Keuntungan per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………….
70
Tabel 6.11. Hasil Uji Beda Keuntungan per Hektar antara Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………….
71
Tabel 6.12. Analisis Regresi Fungsi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………..
72
Tabel 6.13. Analisis Regresi Fungsi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……
75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Hubungan Input dan Output ................................................. 13
Gambar 2.2. Kurva Penerimaan Total, Biaya Total, Biaya Total Variabel, dan Biaya Tetap …………………………………………...
18
Gambar 3.1. Konsep Kerangka Penelitian ………………....…………… 30
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Profil Sampel Petani Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……..................………
88
Lampiran 2. Profil Petani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………………………………….
90
Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Beda Profil Petani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 .
92
Lampiran 4. Biaya Produksi per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………...……….
93
Lampiran 5. Biaya Produksi per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………...
95
Lampiran 6. Biaya Produksi per Unit Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……....................
97
Lampiran 7. Biaya Produksi per Unit Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………
99
Lampiran 8 Hasil Analisis Uji Beda Biaya Produksi Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………….............................
101
Lampiran 9. Rata-rata Produktivitas Lahan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………..
102
Lampiran 10. Rata-rata Nilai Produktivitas Lahan Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …
104
Lampiran 11. Hasil Analisis Uji Beda Produktivitas Lahan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ..……………………………………...
106
Halaman
Lampiran 12. Rata-rata Produksi, Biaya, dan Keuntungan per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………………………………….
107
Lampiran 13. Rata-rata Produksi, Biaya, dan Keuntungan per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………………………………….
109
Lampiran 14. Rata-rata Produksi, Biaya, dan Keuntungan per Unit Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ..……………………………………...
111
Lampiran 15. Rata-rata Produksi, Biaya, dan Keuntungan per Unit Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………………………………….
113
Lampiran 16. Hasil Analisis Uji Beda Efisiensi Biaya Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …..…………………………………...
115
Lampiran 17. Hasil Analisis RC-ratio Dengan Tingkat Suku Bunga Bank (1+i) Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………………………………….
116
Lampiran 18. Hasil Analisis RC-ratio Dengan Tingkat Suku Bunga Bank (1+i) Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………………………..
117
Lampiran 19. Hasil Analisis Uji Beda Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……..
118
Lampiran 20. Fungsi Regresi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ……………..
119
Lampiran 21. Hasil Analisis Fungsi Regresi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………………………………………………………..
121
Lampiran 22 Fungsi Regresi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 …………...
124
Lampiran 23. Hasil Analisis Fungsi Regresi Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005 ………………………………………………………..
126
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkelanjutan dan berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas nasional yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Istilah pembangunan sudah menjadi semacam ideologi di negara sedang
berkembang dalam arti mencerminkan keaktifan pemerintah untuk menyusun
rencana guna menggerakkan kekuatan yang terdapat di dalam masyarakat menuju
kearah pertumbuhan dan perubahan. Formulasi tujuan yang hendak dicapai
terutama adalah perubahan dan pertumbuhan taraf hidup rakyat. Dengan demikian
pada hakekatnya pembangunan adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
meteriil maupun spirituil rakyat secara berimbang (Squire, 1982).
Pembangunan sub sektor perkebunan, ditujukan pada peningkatan ekspor
dan memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama keperluan industri. Untuk
menunjang pembangunan pertanian tersebut perlu dilakukan usaha penelitian dan
pengembangan, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
petani dalam mengelola dan mengembangkan usahatani dengan cara memberikan
perhatian khusus yang mengacu pada usaha perlindungan dan pengembangan
usahatani rakyat. Salah satu usahatani yang merupakan tanaman perdagangan
adalah tanaman tembakau (Mubyarto, 1991).
Petani dengan segala keterbatasannya senantiasa dihadapkan pada
ketidakpastian terhadap besarnya pendapatan yang diperoleh. Bagi para petani,
khususnya petani subsisten, faktor ketidakpastian ini merupakan hal yang sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Pengelolaan usahatani pada
hakekatnya merupakan langkah dalam pengambilan keputusan dari sekian
alternatif yang tersedia. Pada umumnya petani di Indonesia belum mampu
mengambil keputusan yang ekonomis menguntungkan. Hal ini mengingat
pengelolaan usahatani bukan hanya mencakup cara menghasilkan produk yang
maksimum, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mempertinggi
keuntungan dari suatu cabang usaha (Soekartawi, 1984).
Menurut Mubyarto (1989), usahatani yang bagus sebagai usahatani yang
produktif atau efisisen. Usahatani yang produktif berarti usahatani itu
produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan
penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah.
Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh
dari suatu kesatuan input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu
menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal
sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan
teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara
efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Dalam ekonomi pertanian dibedakan
pengertian produktivitas dan pengertian produktivitas ekonomis daripada
usahatani. Dalam pengertian ekonomis maka letak atau jarak usahatani dari pasar
penting sekali artinya. Kalau dua buah usahatani mempunyai produktivitas yang
sama, maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi
karena produktivitas ekonominya lebih besar.
Efisiensi menunjukkan banyaknya hasil yang diterima dari pengorbanan
sejumlah input tertentu. Usahatani dikatakan lebih efisien disbanding usahatani
lain jika pada penggunaan input yang sama memperoleh hasil yang lebih sedikit,
atau pada penggunaan input yang lebih memperoleh hasil yang sama. Kurang
efisiennya petani dalam mengusahakan usahataninya disebabkan oleh beberapa
masalah misalnya skala usahatani yang relatif kecil, penggunaan tenaga kerja
yang berlebih, dan penggunaan sarana produksi dalam jumlah yang kurang tepat.
Semua itu akan mengakibatkan tingginya biaya produksi yang akhirnya
menyebabkan rendahnya penerimaan.
Tembakau merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Tidak dapat
dipungkiri bahwa tembakau telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi
pendapatan negara. Dari segi lain yaitu menciptakan lapangan kerja, tembakau
telah mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja, baik dalam kegiatan produksi,
pengolahan, perdagangan, industri, maupun pengangkutan (Setiawan dan
Trisnawati, 1992).
Prospek dan peranan pertembakauan dalam perekonomian nasional sampai
saat ini masih cukup penting, baik dari aspek sumber devisa negara, ekspor non
migas, penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani, negara maupun
sektor jasa lainnya. Pada wilayah karesidenan Besuki, khususnya wilayah Jember,
terdapat dua jenis tembakau yaitu (a) tembakau Na Oogst disebut juga tembakau
Besuki Na Oogst adalah jenis tembakau cerutu yang ditanam pada musim
kemarau dan dipanen pada musim penghujan, dan (b) tembakau Besuki Voor
Oogst ditanam pada musim penghujan dan dipanen awal musim kemarau
(Cahyono, 1998).
Persaingan pasar tembakau internasional saat ini sudah semakin ketat, hal
ini merupakan tantangan bagi tembakau Indonesia untuk tetap bertahan di pasar
internasional. Pada umumnya dalam hal kualitas, tembakau rakyat masih berada
di bawah tembakau perkebunan besar, karena petani kecil masih lemah dalam hal
permodalan untuk melakukan budidaya tembakau secara intensif, di samping itu
juga karena kurangnya pengetahuan mengenai teknik bercocok tanam dan
pengolahan hasil. Hal ini sesuai dengan pendapat Mubyarto (1994), bahwa ciri
lain dari petani tembakau rakyat yaitu produktivitas yang rendah, metode produksi
dan mutu hasil yang rendah serta posisi yang umumnya kurang menguntungkan
dalam memasarkan hasil. Sulitnya memasarkan hasil merupakan akibat dari
kombinasi faktor-faktor yang disebutkan di atas yang akhirnya menyebabkan
harga hasil yang diterima oleh petani relatif rendah.
Secara garis besar permasalahan pertembakauan di Indonesia dapat
dibedakan dalam beberapa aspek yaitu (Santoso, 1991):
1. Aspek teknis, yaitu menyangkut iklim, tanah, masukan produksi dan
pemeliharaannya yang dapat mengakibatkan produktivitas lahan rendah.
2. Aspek permodalan usaha, yaitu permodalan yang digunakan untuk
memproduksi tembakau (pembelian input dan biaya tenaga kerja).
3. Aspek pemasaran, yaitu pemasaran hasil di dalam negeri, karena fluktuasi
harga di tingkat petani tinggi “bargaining position” petani yang selalu berada
di pihak yang lemah.
4. Aspek ekspor-impor, yaitu ekspor tembakau cerutu yang semakin turun,
sadangkan impor tembakau untuk sementara pabrik rokok tinggi.
5. Aspek campur tangan pemerintah dalam meningkatkan produktivitas belum
efektif.
Kabupaten Jember merupakan daerah potensi dalam perkebunan
tembakau. Potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Jember berupa iklim,
lahan, air, serta sumber daya manusia sangat mendukung untuk pengembangan
tanaman tembakau. Tanaman tembakau memiliki sifat Location Specific,
maksudnya adalah tanaman tembakau yang dikembangkan di suatu daerah dan
telah beradaptasi dengan iklim daerah tersebut cenderung memiliki penampilan
khusus. Bila tanaman tersebut ditanam di daerah atau lokasi lain, maka
penampilan tersebut akan hilang. Tanaman tembakau yang sudah beradaptasi di
Kabupaten Jember dan sudah terkenal dalam perdagangan internasional adalah
Tembakau Besuki, karena memiliki aroma dan citarasa yang khas bila
dibandingkan dengan daerah atau negara lain, sehingga Tembakau Besuki
merupakan produk unggulan Kabupaten Jember dan merupakan produk unggulan
Indonesia.
Tembakau Besuki merupakan tembakau yang relatif paling bervariasi
dalam jumlah maupun harga rata-ratanya. Hal ini antara lain disebabkan oleh
sangat bervariasinya produksi tembakau rakyat dikarenakan pola penanaman yang
tidak terarah. Tembakau Besuki yang didominasi tembakau rakyat baik dalam hal
luas areal pertanaman maupun jumlah produksi, di dalam pengusahaannya telah
melibatkan jumlah petani yang sangat banyak dengan rata-rata luas garapan yang
kecil. Ciri lain dari pengusahaan tembakau rakyat adalah sangat berfluktuasinya
volume produksi dari tahun ke tahun karena hasrat menanam tembakau banyak
dipengaruhi oleh harga tembakau tahun sebelumnya. Sedangkan tembakau
perkebunan banyak diusahakan oleh perusahaan swasta maupun negeri dengan
rata-rata luas garapan yang besar, dan volume produksi sesuai dengan permintaan
eksportir. Di samping itu berhasilnya usaha penanaman tembakau juga tergantung
pada keadaan iklim khususnya curah hujan. Oleh karena hal-hal tersebut diatas
maka penanaman tembakau merupakan salah satu usaha yang cukup mengandung
resiko, khususnya bagi petani kecil yang lemah permodalannya (Iskandar, 1993).
Sentra penghasil tembakau di Kabupaten Jember di bagi menjadi 3 areal
tanam, yaitu daerah Jember Utara, Jember Tengah, dan Jember Selatan.
Kabupaten Jember bagian Utara dan Tengah (Kecamatan Arjasa, Pakusari, Jelbuk,
Kalisat, Mayang, Sumberjambe), merupakan sentra produksi tembakau Besuki
Voor Oogst. Sedangkan sentra produksi tembakau Besuki Na Oogst berada di
Kabupaten Jember bagian selatan (Kecamatan Ambulu, Wuluhan, Tempurejo,
Puger). Hal ini disebabkan karena Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
menghendaki iklim dan kondisi lahan yang tidak sama, apabila kondisi iklim dan
lahan tidak memenuhi syarat untuk tumbuh maka daun tembakau yang dihasilkan
tidak baik kualitasnya.
Adanya kondisi alamiah yang berbeda tersebut justru menyebabkan
produktivitas tembakau di berbagai kecamatan tersebut dapat dikatakan cukup
baik. Oleh karena itu tembakau dalam beberapa tahun terakhir masih menjadi
komoditas yang selalu diusahakan di daerah tersebut. Kecamatan Ambulu,
Wuluhan, dan Pakusari, memiliki keadaan iklim yang cocok untuk usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst, dan mayoritas penduduknya bekerja
di sektor pertanian. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, peneliti ingin
mengetahui perbedaan produktivitas, efisiensi biaya produksi, keuntungan, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan antara tembakau Besuki Na
Oogst dan Voor Oogst.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan produktivitas antara usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dengan Voor Oogst?
2. Apakah ada perbedaan efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau
Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst?
3. Apakah ada perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dengan Voor Oogst?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perbedaan produktivitas antara usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dengan Voor Oogst.
2. Mengetahui perbedaan efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau
Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst.
3. Mengetahui perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dengan Voor Oogst.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
1. Bahan infomasi bagi petani dalam peningkatan dan pengembangan usahatani
tembakau.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu sosial ekonomi pertanian yang berkaitan dengan
usahatani tembakau.
3. Dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam penentuan
kebijakan perencanaan usahatani tembakau.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Tujuan pembangunan di bidang pertanian sub sektor perkebunan
diantaranya adalah untuk memacu perkembangan industri dan hasil-hasil
perkebunan, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani. Perkebunan
diharapkan lebih mempercepat tercapainya usaha pemerintah memperoleh devisa
dari ekspor non migas. Sehubungan dengan tujuan tersebut, pembangunan
perkebunan ditekankan pada efisiensi sistem produksi, pengolahan, dan
pemasaran hasil pertanian (Haryanto, 1993).
Komoditi perkebunan merupakan komoditi di luar minyak dan gas alam
yang mempunyai potensi dan pasar yang baik di pasar dunia. Dewasa ini dengan
berkurangnya devisa dan pendapatan negara dari hasil minyak bumi menyebabkan
pemerintah berupaya menggalakkan peranan sector non migas, terlebih lagi
investasi dari sektor industri telah jenuh, sehingga perlu dibuka lapangan investasi
baru di bidang pertanian. Salah satu komoditi perkebunan yang menjadi mata
dagangan ekspor adalah tembakau.
Berdasarkan waktu dan masa panennya, tembakau dibedakan menjadi 2
yaitu tembakau Besuki Na Oogst dan tembakau Besuki Voor Oogst. Tembakau
Besuki Voor Oogst merupakan jenis tembakau yang ditanam pada akhir musim
hujan dan dipanen pada musim kemarau. Sedangkan tembakau Besuki Na Oogst
merupakan tembakau yang ditanam pada misim kemarau dan dipanen pada awal
musim penghujan. Kelebihan yang juga sering disebut kelemahan dalam
usahatani tembakau adalah sifat Location Specific, maksudnya adalah tanaman
tembakau yang dikembangkan di suatu daerah dan telah beradaptasi dengan iklim
daerah tersebut cenderung memiliki penampilan khusus. Bila tanaman tersebut
berada di daerah atau lokasi lain, maka penampilan tersebut akan hilang. Salah
satu tanaman tembakau yang sudah beradaptasi dengan di Kabupaten Jember dan
sudah terkenal dalam perdagangan internasional adalah tembakau Besuki.
Tembakau Besuki Na Oogst dikenal sebagai tembakau cerutu untuk
pembalut dan pengisi yang baik, dapat juga dipakai sebagai pembungkus. Dikenal
di pasaran luar negeri karena memiliki daun-daun yang tipis, terutama aroma dan
keempukan yang sangat baik. Penilaian mutu dan sortasi umumnya didasarkan
atas letak daun batang, warna, kebersihan, cacat daun dan panjang daun.
Umumnya pada cerutu dikenal tiga bagian tembakau yang digunakan, yaitu
sebagai pembalut (wrapper, dekblad), pembungkus ( binder, omblad), dan pengisi
(filler). Daun pembalut cerutu merupakan bagian terluar dari cerutu dan yang
paling mahal harganya.
Tembakau Besuki Voor Oogst, umumnya dipasarkan di dalam negeri
sebagai bahan baku industri rokok. Hasil panen umumnya diolah dengan cara
dirajang, lalu dikeringkan dengan penjemuran matahari (sun curing). Kegunaan
tembakau Besuki Voor Oogst dalam industri rokok adalah sebagai bahan baku
rokok sigaret kretek. Konsumen terbesar adalah produsen dalam negeri dan
hampir sebagian besar terserap dalam industri rokok kretek. Varietas tembakau
Voor Oogst yang ditanam pada umumnya adalah Kasturi dan Virginia.
Perbedaan antara tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst ditunjukkan
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
Perbedaan Besuki Na Oogst Besuki Voor Oogst
1. Musim tanam Musim kemarau Akhir musim hujan
2. Musim panen Awal musim penghujan Musim kemarau
3. Kegunaan Pembungkus cerutu Bahan baku pembuatan rokok sigaret, asepan, tembakau rakyat (rajangan)
4. Lahan Sawah Tegalan atau tanah kering
5. Pemetikan daun terbaik
Pada tingkat kemasakan tepat masak atau hampir masak
Tingkat kemasakan tepat masak atau masak sekali
6. Proses pengolahan
Air-curing (mengangin-anginkan), fire-curing (pengapian)
Sun-curing (penjemuran matahari), Flue curing (pemanasan buatan)
Berdasarkan taksonomi, sistematika tanaman tembakau adalah sebagai
berikut:
Divisio : SpermatophytaSub divisio: AngiospermaeKlas : DicotylodoneaeSub klasis : SympetalesOrdo : SolanalesFamilia : SolanaceaeGenus : NicotianaSpecies : Nicotiana tabacum
2.1. Teori Produksi
Produksi merupakan suatu proses pendayagunaan faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan suatu produk. Produksi dalam bidang pertanian yang
diusahakan oleh masing-masing petani akan bervariasi, baik secara kualitas
maupun kuantitas. Hal ini dapat dimengerti karena tinggi rendahnya produk yang
dihasilkan petani tergantung dari jumlah dan kualitas faktor produksi yang
dikorbankan (Mubyarto, 1986).
Menurut Heidar (1995), teori produksi mempelajari tentang perilaku
produsen dalam menentukan berapa output yang akan dihasilkan dan ditawarkan
pada berbagai tingkat harga sehingga keuntungan maksimum dapat dicapai. Ada
dua keputusan yang harus diambil oleh produsen dalam usaha mencapai
keuntungan maksimum yaitu berapa output yang harus dihasilkan serta berapa
dan dalam kondisi yang bagaimana faktor-faktor produksi itu digunakan.
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara input dan output,
sehingga dengan demikian penambahan pupuk (X1), bibit (X2), obat-obatan (X3),
dan sejumlah input yang lain (X4) akan memperbesar jumlah produksi (Y) yang
diperoleh. Hubungan fisik antara X dan Y ini sering disebut dengan istilah Factor
Relationship (FR) dan dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = f (Xj) atau Y = f (X1, X2,...,Xk)
Keterangan:Y = hasil produksi fisikX1,X2,…,Xk = faktor-faktor produksi
Pada umumnya hubungan antara faktor-faktor produksi tersebut akan
cenderung berbentuk kombinasi dari kenaikan hasil yang bertambah dan kenaikan
hasil yang berkurang, yang digambarkan dalam hukum kenaikan hasil yang makin
berkurang (The Law of Deminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa
semakin banyak penambahan faktor produksi atau unit maka kenaikan hasil yang
dihasilkan semakin berkurang. Hubungan ini dapat ditunjukkan pada gambar
berikut ini (Soekartawi, 1994).
Gambar 2.1.Hubungan Input dan Output
Y
0
20
40
60
80
100
120
140
0 100 200 300 400 500 600 700 800
-0.20
-0.10
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Daerah I Daerah II Daerah III
Daerah II
AP
MP
TP
Pada Gambar 2.1, dapat dilihat berbagai hubungan antara PT dan PM,
serta PR dan PM, sebagai berikut (Soekartawi, 1994):
1. Tiga Tahapan Identifikasi PM :
a. PM yang terus menaik pada keadaan PT juga menaik (tahap I);
b. PM yang terus menurun pada keadaan PT sedang menaik (tahap II); dan
c. PM yang terus menurun sampai angka negatif bersamaan dengan PT yang
juga menurun (tahap III).
Dengan informasi seperti itu, maka dijumpai adanya peristiwa bahwa tahap I, II,
III, masing-masing, mewakili daerah I, II, III, yaitu suatu daerah yang
menunjuk elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda.
2. Elastisitas Produksi
Elastisitas Produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output sebagai akibat
dari presentase perubahan input. Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai
berikut :
Karena ΔY/ ΔX adalah PM, maka besarnya Ep tergantung dari suatu input,
misalnya input X.
Hubungan antara PM dan PT, terlihat pada Gambar 2.1 menunjukkan bahwa :
- Bila PT tetap menaik, maka nilai PM positif.
- Bila PT mencapai maksimum, maka nilai PM menjadi nol.
- Bila PT sudah mulai menurun, maka nilai PM menjadi negatif; dan
- Bila PT menaik pada tahapan, increasing rate, maka PM bertambah pada
descreasing rate.
3. Hubungan antara PM dan PR
Di samping hubungan PM dan PT, dapat pula dilihat di Gambar 2.1 kaitan
antara PM dan PR. Kalau PR didefinisikan sebagai perbandingan antara PT
perjumlah input, maka rumus untuk mencari PR adalah:
PR =
Dengan demikian hubungan PM dan PR dapat dicari, antara lain:
- Bila PM lebih besar dari PR maka posisi PR masih dalam keadaan menaik.
- Sebaliknya bila PM lebih kecil dari PR. Maka posisi PR dalam keadaan
turun.
- Bila terjadi PM sama dengan PR, maka PR dalam keadaan meksimum.
Kalau hubungan antara PM dan PT serta PM dan PR dengan besar-
kecilnya Ep, maka dapat pula dilihat di Gambar 2.1 bahwa:
- Ep = 1 bila PR mencapai maksimum atau bila PR sama dengan PM-nya.
- Sebaliknya, bila PM = 0 dalam siatusi PR sedang menurut, maka Ep = 0.
- Ep > 1 bila PT menaik pada tahapan increasing rate dan PR juga menaik di
daerah I. Di sini petani masihmampu memperoleh sejumlah produksi yang
cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan.
- Nilai Ep lebih besar dari nol tetapi leibh kecil dari satu atau 1 < Ep < 0.
- Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi
secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa seperti ini
terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap
menaik pada tahapan decreasing rate.
- Selanjutnya nilai Ep < 0 yang berada di daerah II; pada situasi yang demikian PT
dalam keadaan menurut, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan
menurun.
- Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input
tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan.
2.2. Produktivitas
Produktivitas adalah perbandingan antara apa yang dihasilkan (output)
dengan apa yang dikorbankan (input). Input merupakan semua yang digunakan
kedalam proses produksi, seperti tanah, tenaga kerja, benih, pupuk, insektisida,
dan alat-alat pertanian lainnya. Sementara output merupakan hasil tanaman yang
dihasilkan dalam proses produksi.
Konsep pengukuran produktivitas usahatani adalah dengan
membandingkan besarnya produksi total dalam satuan luas lahan garapan pada
satu kali proses produksi, disebut konsep produktivitas lahan. Sementara
perbandingan antara hasil yang dicapai tenaga kerja per satuan waktu atau
diidentifikasikan sebagai perbandingan antara produksi dengan jam kerja yang
digunakan, adalah konsep produktivitas tenaga kerja.
Petani dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatannya dalam
berusahatani khususnya dalam usahatani tembakau, dipengaruhi oleh faktor sosial
dan faktor ekonomi. Adapun faktor sosial meliputi umur, pendidikan, jumlah
anggota keluarga, pengalaman berusahatani, dan jumlah atau hari kerja.
Sedangkan faktor ekonomi meliputi: luas lahan, modal, tenaga kerja, produksi,
harga, dan biaya sarana produksi. Dengan demikian pendapatan usahatani
tergantung dari kemampuan petani dalam mengelola faktor sosial dan faktor
ekonomi tersebut. Di samping itu petani harus menekan biaya produksi dalam
usahataninya untuk mengimbangi apabila harga turun (Mubyarto, 1989).
2.3. Teori Biaya Produksi
Dalam pelaksanaan manajemen produksi, komponen biaya merupakan
faktor penting. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan
uang dan diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam satu periode
produksi. Biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada
besar kecilnya volume produksi, misalnya sewa atau bunga modal yang berupa
uang. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan
langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk
bibit, biaya persiapan, dan pengolahan tanah. Hubungan antara biaya tetap (fixed
cost), biaya variabel (variable cost), dan produksi dapat ditunjukkan dalam
Gambar 2.2.
Gambar 2.2.
Kurva Penerimaan Total, Biaya Total, Biaya Total Variabel, dan Biaya Tetap
Keterangan:TC = total cost (total biaya)TFC = total fixed cost (total biaya tetap)TVC = total variabel cost (total biaya variabel)Q = produksi
Sumber: Mubyarto (1986), Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.
Kurva TFC mendatar menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap tidak
tergantung pada jumlah produksi. Kurva TVC membentuk huruf S terbalik,
menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat produktivitas dengan besarnya
biaya. Kurva TC sejajar dengan TVC menunjukkan bahwa perubahan biaya total
semata-mata ditentukan oleh perubahan biaya variabel.
P
TFC
Q0
TVC
TC
2.4. Teori Efisiensi Biaya
Prinsip optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi adalah bagaimana
cara menggunakan faktor-faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Soekartawi
(!993), menyatakan bahwa pengertian efisiensi dalam ilmu ekonomi digolongkan
menjadi tiga, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga (alokatif), dan efisiensi
ekonomis. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis bila faktor
produksi yang dipakai dapat menghasilkan produksi yang maksimum. Produsen
mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan usahanya, misalnya karena pengaruh
harga maka produsen tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor
produksinya secara efisiensi harga. Efisiensi harga (alokatif) tercapai bila nilai
dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi (input) yang
bersangkutan. Efisiensi ekonomis terjadi bila usaha yang dilakukan mencapai
efisiensi teknis sekaligus efisiensi biaya.
Efisiensi merupakan upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan
sumber-sumber seminimal mungkin. Efisiensi dalam praktek selalu dikaitkan
dengan perbandingan biaya (korbanan) dengan output atau hasil (Mubyarto,
1996).
Efisiensi biaya produksi dapat diukur dengan analisis R/C yang
merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi. Nilai R/C
menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk produksi. Tingginya nilai R/C dipengaruhi oleh besarnya
penerimaan dan biaya total yang dikeluarkan petani. Nilai R/C lebih besar dari 1
berarti dalam berbagai skala usaha layak diusahakan atau dengan kata lain usaha
tersebut secara ekonomis efisien dan layak untuk dikembangkan. Secara
sistematis analisis R/C dapat diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi, 1995).
A = R/C
R = Py.Y
C = FC + VC
A =
Keterangan:A = efisiensi biayaR = revenue (penerimaan)C = total biayaPy = harga output/unitY = outputFC = fixed cost (biaya tetap)VC = variable cost (biaya variabel)
2.5. Keuntungan
Dalam melakukan usahatani seorang petani akan selalu berpikir cara
mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh output yang
maksimal. Cara pemikiran demikian adalah wajar mengingat petani melakukan
konsep bagaimana cara memaksimalkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara
berpikir demikian disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan
(profit maximization). Dilain pihak, manakala petani dihadapkan pada
keterbatasan biaya dalam melakukan usahataninya, maka mereka juga tetap
mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala usahatani
yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana
memperoleh keuntungan yang lebih besar dan menekan biaya produksi yang
sekecil-kecilnya. Menurut Soekartawi (1989), pendekatan ini dikenal dengan
istilah meminimumkan biaya (cost minimization).
Keuntungan yang tinggi selalu diharapkan dalam usahatani. Usahatani
dikatakan mempunyai keuntungan apabila pada suatu keadaan yang lebih
diperoleh pendapatan yang maksimal. Untuk meningkatkan pendapatan maka
petani harus dapat meningkatkan produksi dan menekan biaya variabel. Oleh
karena itu hendaknya mereka dapat memanfaatkan sarana produksi seperti bibit,
pupuk, dan obat-obatan serta tenaga kerja secara efektif dan efisien. Untuk
menentukan usahatani, petani bertindak sebagai pengusaha yang sudah tentu akan
memperhitungkan biaya usahatani demi mendapat keuntungan (Mubyarto, 1989).
Menurut Wibowo, (1979), keuntungan adalah selisih dari total penerimaan
dengan biaya yang dikeluarkan, dapat diformulasikan sebagai berikut:
= TR - TC
= P.Q – C
Keterangan: = keuntunganTR = total revenue (total penerimaan)TC = total cost (total biaya)P = harga Q = produksiC = total biaya
BAB IIIKERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Landasan Teori
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di
tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air,
perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari,
bangunan-bangunan yang telah didirikan diatas tanah dan sebagainya. Usahatani
dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak. Petani dalam
melakukan usahataninya selalu berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan
mempertimbangkan besarnya biaya keseluruhan yang telah dikeluarkan dan
besarnya perbedaan nilai hasil produksi selama proses produksi berlangsung.
Menurut Mubyarto (1995), Usahatani yang baik adalah usahatani yang
produktif dan efisisen. Usahatani yang produktif berarti usahatani tersebut
produktifitasnya tinggi, dimana produktifitasnya ditentukan oleh penggunaan
faktor produksi input. Usahatani yang efisien adalah usahatani yang secara
ekonomis menguntungkan, biaya atau pengorbanan yang dilakukan untuk
produksi lebih kecil dari harga jual atau hasil penjualan yang diterima dari hasil
produksi. Kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan
tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi
bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis
produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah).
Setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya
dan selanjutnya dinilai dengan uang, maka akan menerima penerimaan kotor.
Hasil ini tidak seluruhnya diterima petani, tetapi harus dikurangi dengan biaya-
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi meliputi: harga pupuk dan jumlah
bibit, biaya pengolahan, upah tanam, biaya panen, dan sebagainya. Selisih antara
penerimaan bruto (return) dengan biaya yang dikeluarkan itulah merupakan
pendapatan usahataninya (net return). Petani komersil yang menjadi tujuan
usahataninya adalah keuntungan ekonomi (economic profit), karena itu petani
selalu dihadapkan pada pilihan dari berbagai alternatif, yaitu (1) cabang usaha
yang akan diusahakan sesuai dengan permintaan pasar, (2) penggunaan faktor
produksi yang menyangkut kualitas dan kuantitas serta alokasi penggunaan faktor
produksi.
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat
menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk,
obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen adalah faktor produksi terpenting
diantara faktor produksi lain. Hubungan antara faktor produksi (input) dan
produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau disebut juga dengan factor
relationship. Tersedianya factor produksi bukan berarti produktivitas yang
diperoleh petani akan tinggi pula. Akan tetapi yang penting adalah bagaimana
petani mampu mengelola usahataninya untuk lebih produktif dan efisien.
Luas lahan pertanian akan berpengaruh pada skala usahatani yang
akhirnya akan mempengaruhi efisien tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali
dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian, akan semakin
tidak efisien lahan tersebut. Hal ini dapat didasarkan pada pemikiran bahwa
luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada
segi efisiensi akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit, upaya
pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, kebutuhan
tenaga kerja tercukupi, dan tersedianya modal juga terlalu besar, sehingga usaha
pertanian seperti ini lebih efisien. Meskipun demikian luasan yang terlalu kecil
cenderung menghasilkan usaha tidak efisien pula (Soekartawi, 1989).
Setelah tanah, modal adalah nomor dua pentingnya dalam produksi
pertanian dalam arti sumbangannya pada nilai produksi. Modal adalah barang atau
uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja
menghasilkan barang-barang baru yang disebut hasil pertanian. Modal petani
yang berupa barang di luar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul,
bajak, dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual,
tanaman yang masih di sawah dan lain-lain. Modal usahatani dapat dibagi
menjadi dua yaitu modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (credit).
Dalam proses produksi tidak ada perbedaan apapun antara modal sendiri dan
modal pinjaman, masing-masing menyumbang langsung pada produksi. Bedanya
pada bunga modal yang dipinjamkan harus dibayar pada kreditor untuk modal
pinjaman.
Tenaga kerja sangat penting dalam kegiatan usahatani dan ikut
menentukan berhasil tidaknya usahatani tersebut. Dalam usahatani sebagian besar
tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri dan terdapat pencurahan tenaga
kerja dari golongan pria, wanita, anak-anak, dan ternak. Besarnya curahan tenaga
kerja dinyatakan dalam jam per hari satuan kerja. Penentuan satuan kerja
digunakan jam atau hari kerja pria (HKP). Jadi untuk kapasitas seorang wanita,
anak-anak, dan ternak diukur dengan kapasitas seorang pria. Tenaga kerja dari
luar keluarga dapat berupa tenaga kerja harian atau borongan tergantung
keperluan. Tenaga kerja untuk penggarapan sawah biasanya diatur secara
borongan (Tohir, 1991).
Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dan
strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai “seni” dalam merencanakan,
mengorganisasi, dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi.
Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari
berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-
orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi. Namun
pengukuran manajemen ini sangat sulit sehingga dalam pengukurannya
menggunakan indicator umur, pengalaman, dan pendidikan yang diukur dalam
lamanya tahun. Petani yang berumur tua memilikai kematangan dalam berpikir,
karena memiliki pengalaman yang lebih banyak. Pendidikan yang tinggi akan
memudahkan petani dalam proses penyerapan informasi. Petani yang memiliki
pengalaman dan pendidikan yang baik akan lebih mampu memanfaatkan
teknologi yang ada dengan cara mengkoordinasikan factor-faktor produksi yang
ada untuk menghasilkan produksi yang maksimal.
Bibit merupakan faktor produksi yang sangat menentukan besarnya hasil
yang diperoleh. Banyaknya bibit, jenis, kualitas yang ditanam berpengaruh
terhadap produksi yang dihasilkan pada suatu kegiatan usahatani. Tingkat
penggunaan pupuk dan ketepatan waktu pemberian juga akan mempengaruhi
produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemberian pupuk harus disesuaikan
dengan jenis tanaman dan kebutuhan tanaman. Pemakaian obat-obatan dalam
kegiatan usahatani harus sesuai dengan dosisnya, sasaran penyebab penyakit dan
ketepatan pemberian. Pemakaian yang tepat dapat menekan populasi hama
penyakit sehingga tanaman terhindar dari kerusakan dan akhirnya petani akan
terhindar dari kerugian.
Produksi yang tinggi dan kualitas yang baik merupakan salah satu
keinginan petani dalam setiap kegiatan usahataninya. Hal ini terjadi karena
tingginya produksi tembakau yang dihasilkan maka penerimaan yang diperoleh
petani akan tinggi pula, dan secara otomatis akan mendapat keuntungan yang
diinginkan. Produksi yang tinggi akan tercapai apabila petani mampu
mengalokasikan sarana produksi dengan tepat disertai dengan perencanaan yang
matang.
Dengan semakin tingginya tingkat produksi diharapkan pendapatan petani
akan semakin meningkat terutama dengan dipilihnya komoditas tanaman yang
lebih komersial dan memiliki harga jual yang tinggi. Harga merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku petani, karena merupakan insentif atau
perangsang bagi petani agar berupaya meningkatkan produksi dan pendapatan.
Harga yang baik akan mendorong petani meningkatkan produksi sebab besar
kecilnya pendapatan petani tergantung pada harga hasil produksi tersebut.
Selanjutnya dikatakan Mubyarto, bahwa produksi yang tinggi merupakan
tujuan akhir dari usahatani, akan tetapi belum dapat dikatakan efisien dan dapat
meningkatkan pendapatan. Efisiensi usahatani tidak saja ditentukan oleh besarnya
biaya produksi yang dipergunakan. Ada dua cara untuk meningkatkan
pendapatan, yaitu meningkatkan produksi dan menekan biaya atau kedua-duanya
sekaligus sehingga dapat meningkatkan pemenuhan kebuthan dan kesejahteraan
petani. Di samping itu berhasil tidaknya dalam mengusahakan suatu kegiatan
usahatani juga dipengaruhi faktor teknis, social ekonomi, dan tata laksana yang
dijalankan.
3.2. Syarat Tumbuh dan Faktor Pendukung Usahatani Tembakau
Untuk mendapatkan hasil panen daun tembakau yang berkualitas baik,
pembudidayaannya tidak terlepas dari pemilihan lokasi yang sesuai dengan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Setiap jenis tembakau
memerlukan lingkungan tumbuh yang berbeda. Oleh karena itu, dalam
menentukan lokasi usahatani tembakau perlu memperhatikan jenis tembakau yang
akan ditanam. Dalam usahatani tembakau, selain memperhatikan faktor iklim dan
tanah, juga perlu memperhatikan faktor penunjang yang berkaitan dengan
penentuan lokasi usahatani. Hal ini sangat penting untuk menekan biaya produksi
dan kemungkinan kelangsungan usahatani secara berkesinambungan. Selain itu
untuk memperoleh produktivitas yang tinggi sehingga petani mendapat
keuntungan sesuai yang diharapkan (Cahyono, 1998).
1. Keadaan alam dan keadaan tanah
Unsur-unsur iklim yang berpengaruh dan perlu mendapat perhatian dalam
budidaya tembakau adalah temperatur, kelembaban udara, curah hujan,
penyinaran cahaya matahari, dan angin. Keadaan tanah berpengaruh besar
terhadap kualitas tanaman tembakau yang dihasilkan. Setiap jenis tembakau
menghendaki jenis tanah yang berbeda-beda, maka yang perlu diteliti sebelum
melakukan budidaya tembakau adalah jenis tanah, sifat fisik tanah, sifat kimia
tanah, sifat biologis tanah, ketinggian tempat, dan derajat kemiringan tanah.
2. Potensi sumber daya dan status lahan
Sumber daya yang perlu diperhatikan adalah sumber daya tanah, sumber
daya air, sumber daya hayati, dan sumber daya manusia. Sumber daya tanah
sebagai tempat menanam dan tempat tumbuh tanaman perlu diteliti dengan baik.
Misalnya, kesuburan tanah, partikel-partikel penyusunnya, derajat keasaman,
kadar garam (salinitasnya), dan biologis tanahnya.
Sumber daya air yang perlu diperhatikan adalah jumlah air dan sumber air.
Tanaman tembakau yang kekurangan air dapat mati karena kekeringan. Sumber
air yang berasal dari sungai dan mengandung limbah industri sebaiknya tidak
digunakan untuk usahatani karena air tersebut jelas dan tidak baik untuk tanaman.
Sumber daya hayati yang baik untuk tanaman tembakau adalah kompos yang
bukan berasal dari tanaman inang bakteri atau virus yang dapat menyerang
tanaman tembakau. Sumber daya manusia berfungsi menjalankan proses produksi
usahatani. Sumber daya manusia di lokasi usahatani harus tersedia cukup
sehingga tidak perlu mendatangkannya dari luar. Dengan demikian, biaya
produksi usahatani lebih murah daripada harus mendatangkan tenaga dari luar
daerah. Lokasi yang akan dijadikan usahatani tidak bertentangan dengan hukum
dan tidak merusak tata lingkungan hidup.
3.2. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran tersebut diatas maka
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Ada perbedaan produktivitas antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst
dengan Voor Oogst.
2. Ada perbedaan efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dengan tembakau Voor Oogst.
3. Ada perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst
dengan Voor Oogst.
4. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keuntungan usahatani tembakau
Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst adalah produksi, harga output, dan
biaya.
Petani TembakauBesuki Na Oogst
Petani TembakauBesuki Voor Oogst
Harga InputInput :LahanBibit
PupukPestisida
Tenaga kerjaManajemen Biaya Produksi
Usahatani Tembakau[Proses Produksi]
Produksi Tembakau
Penerimaan HargaOutput
ProduktivitasLahan
KeuntunganUsahatani
Π = TR - TC
EfisiensiBiayaR/C
Berbedaµ1 ≠ µ2
S a m aµ1 = µ2
Berbedaµ1 ≠ µ2
Efisien[Untung]
R/C > (l+i)
Tidak Efisien[Rugi/Impas]R/C ≤ (l+i)
Gambar 3.1.Konsep Kerangka Pemikiran
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, korelasi, dan
komparatif. Metode deskriptif adalah metode yang memberikan gambaran
terhadap fenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesa, mendapatkan
makna dan implikasi suatu masalah yang ingin dipecahkan. Dilanjutkan dengan
metode korelasi yaitu melihat hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.
Metode komparatif bertujuan membandingkan antara petani yang menanam
tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst dalam kegiatan usahataninya (Nazir,
1985).
4.2. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Method
Sampling) di Kecamatan Wuluhan, Ambulu, dan Pakusari. Hal ini atas
pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra penghasil komoditi
tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember. Penelitian
dilakukan pada bulan Maret hingga April 2006.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan
metode wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan
(kuesioner), sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi maupun lembaga
yang terkait dalam penelitian ini.
4.4. Metode Pengambilan Sampel
Sebagai unit analisis adalah petani yang menanam tembakau Besuki Na
Oogst dan Voor Oogst pada musim tanam tahun 2005. Pengambilan sampel
dilakukan secara sengaja, dengan menggunakan metode “Purposive”.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap populasi petani tembakau Besuki Na
Oogst dan Voor Oogst pada musim tanam tahun 2005. Jumlah sampel diambil
secara acak yaitu 53 responden untuk petani Tembakau Besuki Na Oogst dan 45
responden untuk petani tembakau Besuki Voor Oogst.
4.5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji hipotesis yang pertama, yaitu untuk mengetahui adanya
perbedaan produktivitas usahatani tembakau digunakan perhitungan sebagai
berikut:
Produktivitas lahan =
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan produktivitas lahan antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst digunakan uji-t 2 arah, yaitu :
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≠ µ2
di mana : µ1 = rata-rata variabel pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst µ2 = rata-rata variabel pada usahatani tembakau Besuki Voor Oogst
Hipotesis diuji dengan menggunakan uji t :
di mana : x1 dan x2 = nilai rata-rata variabel yang dibandingkan S1 dan S1 = standar deviasi sampel yang dibandingkan n1 dan n2 = jumlah sampel yang dibandingkan
Kriteria pengambilan keputusan :
thitung ≠ ttabel : berarti ada beda nyata antara nilai rata-rata yang
dibandingkan, atau H0 ditolak
thitung = ttabel : berarti tidak ada beda nyata antara nilai rata-rata yang
dibandingkan, atau H0 diterima
2. Untuk menguji hipotesis kedua tentang efisiensi biaya produksi digunakan
analisis RC-ratio dengan formulasi sebagai berikut:
RC-ratio =
di mana:TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)
Selanjutnya untuk mengetahui efisien tidaknya suatu usahatani maka
dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku (1+i), yaitu:
Jika RC-ratio > (1+i) berarti usahatani tersebut efisien dan layak diusahakan
Jika RC-ratio (1+i) berarti usahatani tersebut tidak efisien dan tidak layak untuk diusahakan.
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi bahwa nilai RC-ratio secara
statistik signifikan, maka perlu dilakukan uji-t 1 rata-rata. Pengujian hipotesis
dapat dilakukan dengan mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H0 : 0 = (1+i)
Ha : 0 (1+i)
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan efisiensi biaya produksi antara
usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst digunakan uji-t 2
arah, analog dengan pengujian hipotesis pertama.
3. Untuk menguji hipotesis yang ketiga, yaitu untuk mengetahui keuntungan
usahatani tembakau digunakan analisis keuntungan dengan formulasi sebagai
berikut:
= TR - TC
TR= P x Q
TC= TFC + TVC
Keterangan: = keuntunganTR = total penerimaanTC = total biayaP = harga rata-rata per kgQ = produksiTFC = total biaya tetapTVC = total biaya variabel
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan keuntungan antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst digunakan uji-t 2 arah, analog
dengan pengujian hipotesis pertama.
4. Untuk menguji hipotesis keempat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
keuntungan digunakan analisis Regresi Liniear Berganda dengan formulasi
sebagai berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3
di mana : = konstanta
Y = keuntungan X1 = total produksi (kg)X2 = harga output (Rp/kg)X3 = total biaya (Rp)β1, β2, β3 = koefisien regresi
Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dalam analisis untuk
kepentingan estimasi dan interpretasinya meliputi :
(1) Pengujian keberartian koefisien regresi parsial secara keseluruhan
(bersama-sama):
Ho : Seluruh koefisien regresi dari faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap
keuntungan tidak berbeda nyata dengan nol
1 = 2 = ... = k = 0
Ha : Paling tidak salah satu koefisien regresi dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keuntungan berbeda nyata dengan nol, atau
1 ≠ 2 ≠ ... ≠ k ≠ 0
Pengujian dilakukan secara statistik menggunakan formulasi sebagai berikut:
Fhitung =
Jika F.hit
di mana : n = jumlah observasik = jumlah variabel bebas
(2) Pengujian keberartian koefisien regresi parsial secara individual:
Ho : Koefisien regresi dari faktor faktor yang berpengaruh terhadap
keuntungan tidak berbeda dengan nol, atau j = 0
Ha : Koefisien regresi dari faktor faktor yang berpengaruh terhadap
keuntungan tidak sama dengan nol, atau j ≠ 0
Pengujian hipotesis dilakukan secara statistik dengan uji-t sebagai berikut:
thitung =
Dimana adalah j yang sesuai dengan hipotesis nol, dan sbj adalah standar
error dari bj
kriteria pengambilan keputusan:
≤F(α/2;n-k-1), maka Ho diterima
>F(α/2;n-k-1), maka Ho ditolak
4.6. Definisi dan Pengukuran Variabel
1. Petani responden adalah petani yang mengusahakan tembakau Besuki Na
Oogst dan Voor Oogst.
2. Tingkat keberhasilan usahatani adalah tingkat keuntungan yang dicapai dalam
kegiatan usahatani tembakau yang diukur dengan satuan rupiah per hektar.
3. Petani produsen tembakau adalah petani yang mengusahakan lahan sawah
atau ladangnya untuk kegiatan usahatani tembakau.
4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang bekerja dalam usahatani tembakau baik
pria maupun wanita atau ternak serta mesin yang berasal dari lingkungan
keluarga sendiri maupun luar keluarga.
5. Tingkat produksi adalah seluruh hasil usahatani tembakau yang dinyatakan
dalam satuan kilogram.
6. Biaya tetap adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh petani dan tidak habis
dalam satu kali produksi.
7. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk kebutuhan
produksi yang habis dipakai dalam satu kali proses produksi.
8. Biaya total adalah Penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel.
9. Skala usaha adalah luasnya lahan sawah yang ditanami komoditi tembakau.
10. Pengalaman petani adalah lamanya petani dalam mengelola usahatani
tembakau yang diukur dalam satuan tahun.
jika
≤ t(α;n-k-1): maka Ho diterima
> t(α;n-k-1): maka Ho ditolak
11. Efisiensi biaya usahatani adalah perbandingan antara penerimaan dengan
biaya produksi.
12. Keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan-penerimaaan
usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.
13. Penerimaan petani adalah nilai hasil produksi usahatani yang dinilai dengan
uang, merupakan hasil kali produksi dengan harga jual/unit.
14. Produktivitas lahan adalah besarnya produksi total dalam satu satuan luas
lahan garapan pada satu kali proses produksi.
BAB VGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Letak dan keadaan wilayah
5.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Jember terletak pada posisi 6 27’9”sampai 7 14’ 33”BT dan 7
59’ 6”sampai 8 33’56”LS. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Jember
adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo.
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia.
Sebelah Barat : Kabupaten Lumajang.
Sebelah Timur : Kabupaten Banyuwangi
5.1.2. Topografi
Kabupaten Jember berbentuk daratan ngarai yang subur pada bagian
tengah dan selatan, dikelilingi pegunungan yang memanjang sepanjang batas utara
dan timur, serta Samudra Indonesia sepanjang batas selatan dengan Pulau Nusa
Barong yang merupakan pulau satu-satunya yang ada di wilayah Kabupaten
Jember. Berdasarkan letak tempat dari permukaan laut, wilayah Kabupaten
Jember terletak pada ketinggian 0-3300 m diatas pemukaan laut (dpl). Pembagian
wilayah Kabupaten Jember berdasarkan tinggi tempat dari permukaan laut adalah
sebagai berikut :
a. 0-25 m dpl : meliputi daerah bagian selatan di pesisir pantai Samudra
Indonesia.
b. 25-100 m dpl : meliputi daerah bagian tengah dan sebagian daerah selatan.
c. 100-500 m dpl : meliputi daerah bagian utara dan sebagian daerah barat laut,
serta daerah timur.
d. 500-1000 m dpl : meliputi daerah bagian utara, barat laut, dan daerah timur.
e. > 1000 m dpl : meliputi daerah pegunungan di bagian utara dan timur.
5.1.3. Iklim
Berdasar pengamatan 10 tahun terakhir diperoleh curah hujan rata-rata
adalah sebesar 1921 mm/tahun. Tipe iklim di Kabupaten Jember berdasarkan
Oldeman termasuk tipe iklim C2 dan C3 dengan ciri adanya perbedaan 2 musim
yang nyata yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan di Kabupaten
Jember berdasar besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. < 1500 mm/tahun : Terdapat di Kecamatan Puger, Wuluhan, Gumukmas.
b. 1500-1750 mm/tahun : Terdapat di Kecamatan Kencong dan Ambulu.
c. 1750-2000 mm/tahun : Terdapat di Kecamatan Sumbersari, Patrang, Arjasa,
Jelbuk, Mayang, Silo, Mumbulsari.
d. 2000-2500 mm/tahun :Terdapat di Kecamatan Kaliwates, Pakusari, Kalisat,
Sumberjambe, Ledokombo, Tempurejo, Sukorambi, Bangsalsari.
e. > 2500 mm/tahun : Terdapat di Kecamatan Tanggul, Sumberbaru, Panti.
Suhu harian di Kabupaten Jember berkisar antara 27-32 C dengan
kelembaban rata-rata 80%. Suhu ini cocok untuk mengembangkan komoditas
tanaman perkebunan, khususnya tanaman tembakau karena syarat tumbuh
komoditas tersebut sesuai.
5.2. Keadaan Penduduk
5.2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Jember berdasarkan hasil laporan penduduk
akhir tahun 2005 adalah 2.136.999 jiwa, mengalami peningkatan sebesar 0,27
persen dibandingkan hasil laporan penduduk tahun 2004 sebesar 2.123.968 jiwa.
Dengan rasio jenis kelamin sebesar 94,84 persen berarti penduduk perempuan di
Kabupaten Jember sedikit lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut mempengaruhi tingkat kepadatan
penduduk yang juga mengalami peningkatan sebesar 0,27 persen dari 647,15
jiwa/km2 pada tahun 2004 menjadi 648,89 jiwa/km2 pada tahun 2005.
Kepadatan penduduk yang cukup tinggi terjadi pada wilayah kecamatan
kota seperti Kecamatan Kaliwates, Sumbersari, dan Patrang dengan tingkat
kepadatan masing-masing 3.762,82 jiwa/km2, 2.772,32 jiwa/km2, dan 2.353,54
jiwa/km2, meskipun ketiga wilayah tersebut hanya memiliki persentase luas
wilayah yang relatif kecil terhadap luas Kabupaten Jember, dengan luas masing-
masing 0,76 %, 1,12%, dan 1,12 %.
5.3. Penggunaan Lahan Dan Potensinya
Tanah pertanian di Kabupten Jember terbagi atas sawah, tegalan, dan
pekarangan. Luas areal pertanian di Kabupten Jember 3.292,34 Ha. Di Kabupaten
Jember petani hanya dapat menanam jenis palawija seperti : kedelai, kacang
sayur, kacang panjang. Dan tanaman sayuran lainnya. Khusus pada lahan
pekarangan biasanya ditanami pisang, kelapa, ketela pohon dan sebagainya.
Sesuai dengan keadaan alamnya yang bercorak agraris, lebih dari separuh
penduduk Jember bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun sebagai
buruh tani, sisanya bekerja di sektor perdagangan, industri, jasa, pemerintah dan
di sektor-sektor lainnya.
5.3.1. Sub Sektor Perkebunan
Sub-sektor perkebunan yang merupakan bagian dari sektor pertanian
memegang peranan penting bagi aktivitas perekonomian di Kabupatem Jember.
Upaya peningkatan taraf hidup petani perkebunan dan pendapatan negara,
khususnya melalui komoditi ekspor non-migas terus dikembangkan.
Areal Potensial perkebunan di Kabupatem Jember yang dipergunakan pada
tahun 2003 seluas 60.959,23 hektar. Pengusahaan perkebunan yang menonjol di
wilayah Jember meliputi berbagai komoditi, yaitu : tembakau (NO, VO, dan
TBN), tebu, kopi, karet, kakao, cengkeh, teh, kelapa, kapuk randu, panili,
cengkeh, lada, jambu mete dan pinang.
Perkebunan tembakau di Kabupatem Jember memiliki luas areal potensial,
yaitu sekitar 17.704,29 ha atau 29,04% dari total areal perkebunan dibandingkan
perkebunan tanaman penting lainnya seperti tebu, karet dan kakao. Perkebunan
tembakau rakyat memiliki areal paling luas dibanding perkebunan tembakau yang
diusahakan oleh negara maupun swasta, yaitu sekitar 15.753,01 ha atau 88,9%
dari total areal perkebunan tembakau sebagaimana yang tampak pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1.Luas Areal Potensial Perkebunan Tanaman Penting di Kabupaten Jember,
Tahun 2004
No. Jenis Tanaman
Areal Perkebunan (ha) Total Areal%
Rakyat Besar (ha)1 Tembakau 15.753,01 1.951,28 17.704,29 29,042 Tebu 5.190,51 2.299,67 7.490,18 12,293 Kopi 4.911,28 11.971,73 16.883,01 27,704 Karet - 13.873,01 13.873,01 22,765 Kakao - 5.008,74 5.008,74 8,22
Jumlah 25.854,80 35.104,43 60.959,23 100 Sumber : Dinas Perkebunan Jember, 2005.
Sementara keadaan produksi tembakau di Kabupatem Jember sebagai salah
satu perkebunan tanaman unggulan yang memiliki areal cukup potensial tidak
diiringi dengan produksi yang tinggi. Pada tahun 2004 produksi tembakau berada
pada posisi ke dua dibandingkan produksi tanaman perkebunan penting lainnya
yaitu hanya sebesar 9.093,30 ton sebagaimana yang tampak pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2.Produksi Perkebunan Tanaman Penting di Kabupaten Jember, Tahun 2004
No. Jenis Tanaman
Produksi (ton) Total ProduksiPerkebunan Rakyat Perkebunan Besar (ton)
1 Tembakau 6.301,16 2.792,14 9.093,302 Tebu 32.324,23 12.306,27 44.630,503 Kopi 2.254,90 5.556,72 7.811,624 Karet 0 8.823,58 8.823,585 Kakao 0 1.819,41 1.819,41
Sumber : Dinas Perkebunan Jember, 2005.
5.3.2. Keadaan Perkebunan Tembakau di Kabupaten Jember
Areal pertanaman tembakau di Kabupatem Jember diusahakan oleh
Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar yang meliputi Perkebunan Swasta dan
Perkebunan Negara. Areal perkebunan tembakau yang diusahakan oleh
perkebunan besar relatif lebih sempit dibandingkan dengan perkebunan rakyat.
Luas areal pertanaman tembakau pada tahun 2004 di Kabupatem Jember sekitar
17.704,29 ha yang terbagi atas 5% perkebunan milik negara, 6% perkebunan
milik swasta dan sekitar 89% perkebunan milik rakyat.
Tabel 5.3.Luas Areal Potensial Perkebunan Tembakau di Kabupaten Jember, Tahun 2004
No. Jenis Perkebunan Luas Areal(ha) (%)
1 Perkebunan Negara 947,48 52 Perkebunan Swasta 1.003,80 63 Perkebunan Rakyat 15.753,01 89
Jumlah 17.704,29 100 Sumber : Dinas Perkebunan Jember, 2005.
Areal perkebunan tembakau yang diusahakan oleh rakyat di Kabupatem
Jember tersebar pada 31 kecamatan. Luas areal pertanaman tembakau rakyat pada
tahun 2004 di Kabupatem Jember sekitar 6.314,59 ha. Kecamatan Ambulu,
Wuluhan dan Kecamatan Pakusari merupakan daerah sentra perkebunan
tembakau rakyat, sekitar 31% areal pertanaman tembakau rakyat terdapat di
wilayah Kecamatan Ambulu, 26% di wilayah Kecamatan Wuluhan dan 11 %
terdapat di Kecamatan Pakusari, sebagaimana yang tampak pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4.Luas Areal Pertanaman Tembakau Rakyat Berdasarkan Wilayah Kecamatan
di Kabupaten Jember, Tahun 2004
No. Kecamatan Luas Areal(ha) (%)
1 Ambulu 981,00 312 Wuluhan 809,00 263 Pakusari 353,00 114 Sumbersari 250,50 85 Puger 202,90 76 Tempurejo 165,35 57 Balung 109,50 48 Jenggawah 97,00 39 Lainnya 149,65 5
Jumlah 3.117,90 100 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Jember, 2005.
5.4. Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst
Pelakasanaan kegiatan usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dapat dilihat
pada penjelasan berikut:
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau ini meliputi kegiatan
pembukaan lahan, penjuringan, pendangiran, dan pembersihan rumput.
Pembukaan lahan dilakukan dengan mamakai traktor. Selain pembajakan juga
dilakukan lotari yang berfungsi menghancurkan tanah dan penggarbuan yang
berfungsi untuk penggemburan tanah dan mempercepat pengeringan. Frekuensi
pengolahan tanah antara petani satu dengan lainnya berbeda-beda. Perbedaan
tersebut terletak pada kondisi tanah dan kemampuan petani yang bersangkutan.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah pengolahan tanah selesai. Petani tembakau
pada umumnya memindah bibit dan menanam tembakau pada saat umur antara
40-45 untuk bibit cabutan. Penanaman tembakau dilakukan sore hari karena
menghindari kelayuan pada bibit.
3. Penyiraman dan Penyulaman
Penyiraman dilakukan pada saat penanaman tembakau dan dilanjutkan
pada hari kedua sampai tanaman mulai hidup dan segar, atau minimal dilakukan
selama satu minggu berturut-turut. Penyiraman dapat dilakukan pada waktu pagi
dan sore hari.
Penyulaman dilakukan apabila bibit tersebut mati atau terdapat gejala
keriting. Penyulaman dilakukan paling akhir saat tinggi tanaman mencapai
sekitar 20 cm. Hal ini dimaksudkan agar tidak ketinggalan pertumbuhannya.
4. Pemupukan dan Pengendalian Hama Penyakit
Pemupukan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Jika pertumbuhan terganggu, maka kualitas akan berkurang.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan setiap 7 hari sekali, dimulai pada saat
tanaman berumur sekitar 7 hari sampai tanaman habis panen. Adapun petani yang
tidak berpedoman cara tersebut melainkan berdasarkan ada atau tidaknya hama
yang menyerang tanaman tembakau dan kemampuan petani dalam melakukan
pengendalian hama penyakit tersebut. Hama yang banyak menyerang tanaman
tembakau Besuki Na Oogst adalah ulat, belalang, dan cabuk. Sedangkan penyakit
yang sering menyerang adalah bercak daun, keriting daun.
5. Pemanenan
Panen atau pemetikan daun tembakau yang dilakukan pada tanaman yang
belum cukup umur akan menghasilkan daun berkualitas rendah. Adapun daun
tembakau yang dipetik lewat umur, daunnya sudah terlalu tua yang dicirikan
dengan warna kuning tua hingga kecoklatan akan menghasilkan krosok yang
bermutu rendah. Pemetikan daun tembakau yang terbaik adalah jika tanaman
sudah cukup umur dan daun-daunnya telah masak petik yang dicirikan dengan
warna hijau kekuningan.
Tingkat kematangan daun tembakau dalam satu pohon tidak serempak, tetapi
berurutan dari bawah keatas. Jarak waktu pemanenan antar daun yang satu dengan
yang lainnya sekitar 2 hari. Dalam satu kali petik sekitar 1-2 daun per pohon.
6. Penyujenan
Penyujenan merupakan kegiatan menggandeng tembakau satu dengan
lainnya. Penyujenan dimaksudkan untuk mempermudah proses pengeringan.
Penyujenan tembakau biasanya menggunakan tali rafia (tali plastik). Penyujenan
dilakukan setelah tembakau selesai dipetik. Panjang sujen bekisar 20 cm dengan
isi sekitar 30-35 daun per sujen. Setelah penyujenan, dilakukan pengglantangan
(dinaikkan untuk proses pengeringan) berdasarkan batas ruangan (longkang),
Setiap longkang jumlah sujen berbeda-beda yaitu berdasarkan besar kecilnya
gudang yang dipakai.
7. Pengeringan
Proses pengeringan tembakau dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
air-curing ( mengangin-anginkan dalam ruangan teduh), smoke curing
(pemanasan dengan api atau asap), dan flue curing (panas buatan melalui pipa-
pipa api).
8. Peromposan Tembakau
Setelah daun tembakau kering dan diturunkan dari gudang pengasapan,
maka proses selanjutnya adalah peromposan. Pada proses ini daun tembakau
dilepas dari sujennya, setelah dilepas dari sujen krosok tembakau dibedakan
berdasarkan panjang daunnya, ketebalan, warna, dan lain sebagainya. Setiap
krosok yang sudah dipisah-pisahkan kemudian diikat dengan rafia atau tali plastik
berdasarkan jenisnya. Ada pula krosok yang dilepas dari sujen melainkan tetap
dibiarkan pada sujen.
9. Penjualan
Semua krosok yang sudah dirompos atau disortir, siap untuk dijual. Pada
umunya petani tidak menyimpan dalam waktu lama, melainkan hanya bersifat
menunggu pembeli datang. Sistem penjualan yang dilakukan oleh petani adalah
dengan menjual tembakau dalam bentuk krosok.
Saluran penjualan dilakukan petani yaitu melalui pedagang perantara
ataupun pedagang besar dan sebagian kecil dijual kepada pedagang eksportir.
Dalam proses penjualan tersebut, pedagang mendatangi petani penanam tembakau
kecuali untuk pedagang besar atau eksportir.
5.6. Usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst
Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah yang terkenal sebagai
penghasil tembakau terbesar, maka para petani di Kabupaten Jember setiap
tahunnya selalu menanam tembakau karena tanaman tembakau sangat cocok
tumbuh di wilayah pedesaan Kabupaten Jember. Dalam pelaksanaan kegiatan
usahatani, petani akan melaksanakan berbagai tahapan kegiatan mulai dari
pengolahan tanah sampai produksi tersebut siap dijual. Pelaksanaan kegiatan
usahatani tembakau Besuki Voor Oogst dapat dilihat pada penjelasan sebagai
berikut :
1. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Bedengan
Kegiatan pengolahan tanah untuk tanaman tembakau meliputi pembukaan
lahan, penyesuaian PH tanah, penggemburan tanah, pembuatan guludan,
pembuatan saluran drainase, dan pembuatan lubang tanam. Pengolahan lahan
yaitu membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman padi atau rerumputan kemudian
tanah dibajak atau dicangkul sesuai dengan kondisi lahan. Untuk mengurangi
kemasaman tanah, lahan yang telah dibajak atau dicangkul kemudian dijemur dan
diangin-anginkan, bersamaan dengan itu dibuat saluran drainase (irigasi)
kemudian dilaksanakan pembajakan dengan memotong arah bajakan dan
pembuatan bedengan meliputi kegiatan pengolahan tanah yaitu dengan
mencangkul dan membajak, kemudian tanah dibiarkan selama 1-2 minggu.
Setelah itu membuat gulutan untuk untuk penanaman. Pembajakan dilakukan
dengan memakai traktor dan sebagian kecil menggunakan ternak sapi unuk lotari.
Selain pembajakan juga dilakukan lotari yang berfungsi menghancurkan tanah
dan penggarbuan yang berfungsi untuk penggemburan tanah dan mempercepat
pengeringan. Frekuensi pengeringan tanah antara petani satu dengan lainnya tidak
sama. Perbedaan tersebut terletak pada kondisi tanah dan kemampuan petani yang
bersangkutan dalam memodali usahataninya.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah pengolahan tanah selesai. Proses penanaman
dilakukan oleh petani apabila lahan sudah siap untuk dilakukan proses
penanaman. Sebelum penanaman dilakukan, petani harus membuat saluran
drainase dan gulutan agar bila terjadi hujan aatau diairi, air tidak menggenang.
Sedangkan penentuan arah gulutan harus disesuaikan dengan arah datangnya air
irigasi berasal. Selain itu juga, lubang tanam harus dibuat terlebih dahulu sebelum
dilakukan penanaman bibit tembakau Besuki Voor Oogst. Setelah pembuatan got
dan gulutan serta lubang tanam selesai dilakukan maka lahan sudah siap untuk
ditanami. Sebelum menanam petani harus menentukan jarak tanam terlebih
dahulu yang sesuai dengan anjuran dari Disbun adalah 100x60 cm dengan jumlah
populasi tanaman 16.000-18000 per hektar. Sebelum melakukan penanaman,
lubang tanam harus disiram air sebanyak 1-2 liter per lubang. Pada waktu
penananaman, bibit dipegang pada lehernya kemudian dimasukkan ke dalam
lubang tanam, setelah itu lubang tanam ditimbun tanah sambil ditekan. Proses
penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari setelah pukul 14.00 WIB.
Tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang sempurna agar segera disulam
dan penyulaman selambat-lambatnya sampai umur 10-15 hari.
3. Penyiraman atau pengairan
Penyiraman atau pengairan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman serta
kondisi maupun jenis tanahnya. Jadwal penyiraman adalah sebagai berikut :
a. Mulai tanam sampai umur 7 hari setelah tanam, penyiraman dilakukan
setiap hari (4 hari pada pagi hari dan 3 hari pada sore hari).
b. Umur 7-25 hari setelah tanam, penyiraman dilakukan 3-5 hari sekali.
c. Umur sekitar 30 hari setelah tanam, jika cuaca sangat kering perlu
dilakukan penorapan (torap)/pengairan sehingga dapat merangsang
pertumbuhan akar.
d. Umur sekitar 45 hari setelah tanam, dilakukan penorapan kedua.
4. Pemupukan
Kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh petani rata-rata sebanyak 3 kali,
dimana pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 5 – 10 hari,
sedangkan pemupukan kedua dilakukan setelah tanaman berumur sekitar 21 hari,
dan pemupukan ketiga dilakukan pada saat tanaman berumur diatas 50 hari
(setelah pemunggelan), untuk pemupukan ini disesuaikan dengan kondisi tanah
dan tanaman. Cara pemberian pupuk yang pertama dan kedua adalah sama
dengan cara memasukkan pupuk kedalam tanah tepat disebelah tanaman
kemudian ditutup kembali dengan tanah. Sedangkan cara pemberian pupuk yang
ketiga adalah dengan menyebarkan pupuk ke sekitar tanaman setelah irigasi, yang
biasanya disebut pupuk sebar.
5. Pendangiran, Penyiangan dan Pembumbunan
Pendangiran dan pembumbunan untuk menggemburkan tanah. Sedangkan
penyiangan bertujuan untuk menghilangkan gulma/rumput sehingga dalam
menyerap unsur hara, tanaman tidak terganggu oleh “pesaingnya” berupa
gulma/rumput. Pendangiran pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam
dengan menggunakan cangkul dan tidak terlalu dalam. Cara agar pada saat
pendangiran tidak terlalu dalam yaitu tanah disekitar tanaman dipecah sambil
menghilangkan gulma/rumput. Selanjutnya bongkahan tanah dibalik, dihancurkan
dan dibumbunkan pada tanaman. Pendangirann kedua dilakukan pada umur 30
hari setelah tanam, caranya sama dengan pendangiran pertama hanya lebih dalam,
tetapi tidak boleh terlalu dekat dengan tanaman agar tidak terkena akar, tanah
dikecrik dangkal dengan menggunakan cangkul sambil menghilangkan
gulma/rumput. Selanjutnya tanah dihancurkan dan dibumbunkan ke arisan
tanaman setinggi mungkin. Penyiangan biasanya dilakukan bersamaan dengan
pendangiran dan pembumbunan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan tanaman dilakukan oleh petani
sesuai dengan kondisi lapang yang ada, apabila hama dan penyakit tanaman
berada di ambang ekonomis maka petani harus melakukan aplikasi obat atau
dapat dikatakan aplikasi obat disesuaikan dengan kebutuhan. Hama yang sering
menyerang tanaman tembakau Besuki Voor Oogst adalah cabuk/kerok, ulat daun
dan ulat tanah. Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah bercak daun,
lanas, keriting daun. Jenis obat-obatan yang digunakan oleh petani dalam
pengendalian adalah Cobox, Manzate, Buldog, Drusban, Curacron, Confidor, dan
Kanon.
7. Pemanenan
Kegiatan pemanenan atau pemetikan daun tembakau berkaitan dengan
mutu dan kualitas yang merupakan tahap awal dalam suatu proses pasca panen
tanaman tembakau, maka dalam melakukan pemetikan hendaknya perlu
memperhatikan kemasakan atau ketuaan daun. Tanda atau kriteria yang telah
masak tua dan dapat mulai dipanen atau dipetik yaitu tanaman telah berumur 60-
70 hari dan perubahan warna daun dari hijau mengarah kekuning-kuningan.
Pemetikan dilakukan pada saat sore hari, jumlah daun yang dipetik pada setiap
tahap pemetikan sebanyak 2-3 lembar, interval pemetikan 4-5 hari dan pada waktu
pemetikan dan pengangkutan harus selalu dihindari hal-hal yang mengakibatkan
kerusakan daun.
8. Pengangkutan
Pengangkutan merupakan salah satu fungsi pasca panen yang penting
dalam memindahkan komoditas secara fisik dari lokasi asal ke lokasi pengolahan.
Fungsi ini dalam proses pasca panen berperan penting, dimana merupakan
kegiatan memperlancar pemrosesan untuk meningkatkan efisiensi dalam
melakukan proses pasca panen. Biaya pengangkutan dipengaruhi kondisi jalan,
jarak angkut dan kapasitas angkut..
9. Penyujenan
Penyujenan merupakan kegiatan menggandeng tembakau satu dengan
lainnya. Penyujenan dimaksudkan untuk mempermudah proses pengeringan.
Penyujenan tembakau biasanya menggunakan tali rafia (tali plastik). Penyujenan
dilakukan setelah sortasi daun basah yang dilakukan pada saat daun yang telah
dipetik diangkut ke gudang dengan memperhatikan kemasakan atau ketuaan daun,
posisi daun (kos, kak, teng, pucuk) dan keutuhan daun. Daun yang telah disortasi
ditusuk dengan menggunakan sujen dari bambu dengan ukuran panjang 30 cm
dan dapat berisi 4-5 lembar daun.
10. Penjemuran
Penjemuran atau proses pengeringan daun tembakau Besuki Voor Oogst
menggunakan sinar matahari secara langsung atau secara sun cured. Lama proses
pengeringan tergantung keadaan cuaca dan atau posisi daun pada batang tanaman,
atau berkisar antara 12-15 hari.
BAB VIHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1. Profil Petani Tembakau Besuki
Observasi terhadap kegiatan usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan
Voor Oogst yang meliputi beberapa permasalahan usahatani dengan produktivitas
lahan, efisiensi biaya produksi, keuntungan usahatani dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya diperoleh data-data yang menunjukkan gambaran tentang
permasalahan tersebut. Analisis hasil penelitian dilakukan terhadap data primer
yang diperoleh dari 98 sampel rumah tangga petani tembakau Besuki Na Oogst
dan Voor Oogst di Kabupaten Jember yang terdiri dari 53 sampel petani tembakau
Besuki Na Oogst dan 45 sampel petani tembakau Besuki Voor Oogst. Dalam
analisis ini pembahasan dijelaskan secara kualitatif, kuantitatif maupun statistik.
Di samping itu juga dapat diketahui status sosial ekonomi yang meliputi: umur
petani, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga, dan luas lahan garapan
petani.
Tabel 6.1Profil Petani Tembakau
Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
No. Profil PetaniPetani Tembakau
Besuki NO Besuki VO1 Umur (tahun) 45 472 Pendidikan (tahun) 7 73 Pengalaman (tahun) 16 174 Jumlah anggota keluarga (jiwa) 3 3
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Petani dalam kehidupannya di samping berfungsi sebagai penata laksana
atau pengelola usahataninya, juga sebagai sumber tenaga kerja. Dalam
usahataninya petani berperan sebagai manajer, produsen, pemilik modal, dan juga
sebagai motivator atau penggerak. Sebagai produsen dan penggerak, petani
dituntut untuk memiliki ketrampilan guna meningkatkan usahataninya. Sebagai
produsen, petani bertujuan memperoleh produksi yang setinggi-tingginya dengan
tujuan akhir memperoleh keuntungan yang maksimum guna meningkatkan
kesejahteraan hidup keluarganya.
Dalam Tabel 6.1. dapat dilihat gambaran mengenai keadaan petani
tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember. Umur dan
pengalaman petani dalam melaksanakan usahatani sangat berpengaruh terhadap
tingkat produksi dan pendapatan. Pada umumnya petani yang berumur muda dan
sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat daripada petani tua. Dengan
kemampuan fisik yang lebih kuat tersebut mereka lebih mampu mengelola
usahatani, mudah menyerap dan mengadopsi teknologi baru serta berani
menanggung resiko. Akan tetapi petani tua mempunyai kematangan dalam
berpikir, karena memiliki pengalaman yang lebih banyak.
Dari analisis data primer, petani sampel yang termuda berumur 22 tahun
dan tertua berumur 67 tahun. Dari Tabel 6.1 terlihat bahwa tingkat umur rata-rata
petani tembakau Besuki Na Oogst 45 tahun, sedangkan tingkat umur rata-rata
petani tembakau Besuki Voor Oogst 47 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur
petani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst tidak menunjukkan perbedaan
yang begitu jauh. Dengan demikian bahwa pada umur tersebut petani masih
dalam taraf usia yang cukup matang untuk menjalankan tugasnya.
Tingkat pendidikan petani menentukan dan mempengaruhi cara berpikir
dalam mengelola usahatani. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka
semakin tinggi pula kreatifitasnya dalam mengembangkan usahanya. Tingkat
pendidikan petani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di daerah
penelitian tidak terlalu berbeda jauh yaitu dengan rata-rata 7. Hal ini menunjukkan
bahwa para petani tersebut telah menempuh pendidikan formal selama kurang
lebih 7 tahun atau telah lulus sekolah dasar. Kondisi petani tersebut belum cukup
mendukung dalam hal proses adopsi teknologi baru.
Apabila dihubungkan dengan tingkat pengalaman petani dalam
berusahatani, maka menunjukkan bahwa petani tembakau Besuki Voor Oogst
memiliki pengalaman yang relatif lebih lama daripada petani tembakau Besuki Na
Oogst. Tetapi perbedaan pengalaman ini tidak terlalu jauh, sehingga dapat
dikatakan mereka cukup berpengalaman dan memiliki kemampuan serta
ketrampilan yang relatif baik dalam mengambil keputusan, memilih alternatif-
alternatif yang paling menguntungkan dalam mengelola usahataninya. Ditinjau
dari segi jumlah anggota keluarga, menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota
keluarga petani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst masing-masing
adalah 3 jiwa. Hal ini menunjukkan angka yang sama, sehingga rata-rata jumlah
anggota keluarga di kedua sampel petani tembakau tersebut tergolong keluarga
kecil.
6.2. Luas Lahan Usahatani
Tanah merupakan tumpuan harapan bagi petani, baik sebagai tempat
tinggal, tempat menanam, ataupun untuk mengusahakan aktivitas lainnya yang
dapat memberikan penghasilan bagi petani. Lahan usahatani yang umumnya
dinyatakan dalam satuan hektar merupakan salah satu dari beberapa faktor
produksi yang menentukan skala usahatani. Faktor lainnya adalah jumlah tenaga
kerja yang dikerahkan pada berbagai cabang usaha, dan jumlah sarana produksi
yang digunakan dalam penyelenggaraan usahatani. Tanah juga merupakan faktor
produksi terpenting dalam usaha pertanian. Dalam perkiraan pendapatan
masyarakat pedesaan yang sebagian besar diperoleh dari bidang pertanian, tanah
dijadikan patokan dalam mengukur tingkat pendapatan.
Besar kecilnya pendapatan petani tembakau ditentukan oleh beberapa hal,
yaitu: luas lahan garapan, produktivitas dan kesuburan tanah, serta tingkat
penerapan teknologi pertanian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin
luas lahan garapan akan semakin besar pula pendapatan total yang diterimanya.
Luas lahan garapan selain menentukan keuntungan, juga akan mempengaruhi
efisien tidaknya suatu usahatani, seringkali dijumpai bahwa semakin kecil skala
usahatani yang dikelola akan semakin kurang efisien. Hal ini disebakan karena
tenaga kerja yang dicurahkan seringkali berlebihan, sehingga berdampak pada
kemampuan petani dalam membiayai kegiatan usahataninya.
Bagi sebagian besar masyarakat pedesaan, lahan pertanian merupakan
salah satu modal usaha yang sangat penting, karena dengan hasil tanah itu mereka
mampu menghidupi keluarganya, meningkatkan taraf hidup, dan derajat
kesejahteraan keluarga. Selain sebagai modal usaha, tanah pertanian merupakan
lambang status sosial ekonomi petani, sehingga semakin luas penguasaan lahan
pertanian petani maka akan semakin tinggi status sosial ekonominya di
lingkungan masyarakat pedesaan.
Dari analisis data primer, distribusi luas lahan garapan petani sampel
bervariasi, antara yang tersempit yaitu 0,200 hektar sampai yang terluas yaitu
4,000 hektar untuk sampel petani tembakau Besuki Na Oogst. Sementara untuk
sampel petani tembakau Besuki Voor Oogst berkisar dari yang tersempit yaitu
0,250 hektar dan yang terluas yaitu 4,000 hektar. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6.2.Rata-rata Luas Lahan Garapan Usahatani
Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
No. Petani tembakau Besuki
Luas lahan garapan (ha)
1 Na Oogst 0,6333
2 Voor Oogst 0,6909
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Pada Tabel 6.2 menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan garapan yang
diusahakan petani tembakau Besuki Na Oogst adalah 0,6333 hektar yang relatif
lebih sempit daripada luas lahan garapan yang diusahakan petani tembakau
Besuki Voor Oogst yaitu sekitar 0,6909 hektar. Rata-rata luas lahan usahatani
tembakau Besuki ini menggambarkan bahwa luas rata-rata lahan garapan petani di
daerah penelitian relatif sempit karena kurang dari 1 hektar.
6.3. Analisis Biaya Produksi Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
Biaya mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan
usahatani. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu
menentukan besarnya harga pokok dari produk yang akan dihasilkan. Secara
umum hal-hal yang mempengaruhi besarnya biaya produksi dari suatu cabang
usahatani adalah struktur tanah, topografi tanah, jenis tanaman, dan varietas
tanaman. Berdasarkan realisasinya, biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi
dalam usahatani dibagi menjadi 2 yaitu biaya tunai dan biaya in natura. Upah
tenaga kerja dan biaya sarana produksi termasuk dalam biaya tunai. Sementara
pajak, sumbangan, biaya panen, bagi hasil, dan pengairan merupakan biaya in
natura.
Berdasarkan peranan dalam usahatani, biaya produksi dibedakan menjadi
2, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besar
kecilnya tidak berhubungan langsung dengan besar kecilnya produksi, misalnya
sewa tanah (bunga atas tanah) dan bunga kredit dari bank. Biaya lain-lain pada
umumnya termasuk biaya variabel karena besar kecilnya berhubungan langsung
dengan besar kecilnya produksi, misalnya biaya untuk pembelian bibit, biaya
persiapan, dan biaya pengelolaan tanah. Tetapi pengertian biaya tetap dan biaya
variabel ini hanya merupakan arti dalam jangka pendek, sebab dalam jangka
panjang biaya tetap dapat berubah menjadi biaya variabel, misalnya sewa tanah
dapat berubah, alat-alat pertanian harus ditambah, dan bangunan harus diperluas.
Analisis biaya produksi bertujuan untuk mengkaji tentang biaya produksi
pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst pada musim tanam
2005. Hal ini untuk mengetahui struktur dan besarnya biaya produksi pada kedua
cabang usahatani tersebut. Kegiatan produksi dalam usahatani merupakan suatu
aktivitas usaha dimana biaya faktor produksi merupakan aspek penting dalam
proses produksi. Pentingnya biaya produksi tidak saja dapat dilihat dari segi jenis
penggunaannya, tetapi dapat ditinjau dari segi besarnya biaya yang dipergunakan
dalam proses produksi tersebut. Oleh karena itu, kedua hal tersebut dapat
dijadikan pertimbangan bagi petani dalam upayanya meningkatkan produksi
pertanian. Biaya produksi usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst,
meliputi pembelian sarana produksi, tenaga kerja, dan biaya lain-lain (biaya sewa
tanah, sewa gudang). Untuk mengetahui besarnya biaya antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3Rata-rata Biaya Produksi per Hektar Usahatani
Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
No. Uraian Tembakau Besuki NO Tembakau Besuki VO
(Rp/ha) (%) (Rp/ha) (%)1 Sarana Produksi 1.351.726 10,0% 1.099.604 14,5%2 Tenaga Kerja 6.207.440 46,0% 3.135.108 41,2%3 Lain-lain 6.037.868 44,0% 3.365.556 44,3%
Total 13.597.034 100,0% 7.600.268 100,0% Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Pada Tabel 6.3. menunjukkan bahwa total biaya produksi usahatani
tembakau Besuki Na Oogst sebesar Rp.13.597.034, lebih besar daripada biaya
produksi usahatani tembakau Besuki Voor Oogst yang hanya sebesar
Rp.7.600.268. Hal ini disebabkan karena pada usahatani tembakau Besuki Na
Oogst terdapat lebih banyak kegiatan yang dilakukan mulai dari pra tanam sampai
pasca panen, sehingga membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang lebih besar
pula. Pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst terdapat biaya sewa gudang,
karena pada jenis tembakau ini harus dilakukan proses pengeringan di dalam
gudang, sedangkan pada usahatani tembakau Besuki Voor Oogst tidak ada, karena
jenis tembakau ini cukup dijemur di sawah atau halaman.
Biaya sarana produksi meliputi biaya pembelian bibit, pupuk, dan
pestisida. Pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst biaya produksi terbesar
adalah biaya tenaga kerja, di mana pengeluaran mencapai 46,0% dari total biaya
produksi,yaitu sebesar Rp.6.207.440. Biaya terbesar berikutnya adalah biaya lain-
lain yang meliputi sewa lahan dan sewa gudang, mencapai Rp.6.037.868,
sedangkan yang terkecil adalah biaya sarana produksi yang hanya mencapai
Rp.1.351.726. Dalam usahatani tembakau Besuki Na Oogst penggunaan sarana
produksi meliputi bibit, pupuk, dan pestisida. Pupuk yang digunakan terdiri dari
pupuk KS dan pupuk Urea, sedangkan untuk obat-obatan atau pestisida
menggunakan Desis dan Buldog. Pada usahatani ini tingkat penggunaan tenaga
kerja ditentukan oleh aktivitas pra tanam, tanam, pemeliharaan, panen dan pasca
panen serta frekuensi panen yang dilakukan.
Hal yang sama juga terlihat pada biaya usahatani tembakau Besuki VO.
Pengeluaran terbesar pada usahatani tembakau Besuki Voor Oogst adalah biaya
lain-lain yaitu biaya sewa lahan sebesar Rp. 3.365.556 atau sekitar 44,3% dari
total biaya produksi. Sementara biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi
masing-masing sebesar Rp.3.135.108 dan Rp.1.099.604. Jenis pupuk yang
digunakan dalam pemeliharaan tembakau oleh petani tembakau Voor Oogst di
Kabupaten Jember lebih bervariasi yaitu Urea, Za dan TSP. Sementara untuk
pestisida digunakan jenis padat maupun cair.
Tabel 6.4.Hasil Uji Beda Biaya Produksi per Hektar antara Usahatani Tembakau
Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Jenis tembakau Besuki
Biaya produksi (Rp/ha)
Perbedaan rata-rata (Rp/ha)
Kesalahan standart
perbedaant-hitung
NO 13.597.033 5.996.765 344.020 17,431***VO 7.600.267
Keterangan: ***Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Dari hasil analisis pada Tabel 6.4 menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata dalam penggunaan biaya produksi antara usahatani tembakau yang
diperbandingkan Didapatkan t-hitung sebesar 17,431 dan signifikan secara
statistik pada taraf uji kepercayaan 99%. Perbedaan rata-rata biaya produksi
antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst adalah
Rp.5.996.765/ha.
6.3. Produktivitas Lahan
Dalam proses produksi usahatani tembakau pada akhirnya harus dilihat
dari produktivitas yang diperoleh petani dan mengkaji faktor-faktor yang
berpengaruh. Hal ini dimaksudkan untuk melihat tingkat perbedaan produktivitas
tembakau yang diperoleh petani dari usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan
Voor Oogst. Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani adalah
dengan meningkatkan produksi. Konsep pengukuran produktivitas usahatani
adalah membandingkan besarnya produksi total dalam satuan luas lahan garapan
pada satu kali proses produksi. Hal ini disebut dengan konsep produktivitas lahan.
Tingkat produktivitas lahan antara lain dipengaruhi oleh kesuburan tanah,
penerapan teknologi, tersedianya modal, dan keterampilan petani. Usahatani yang
bertujuan mencapai produksi yang setinggi-tingginya dengan luas lahan tertentu
pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi
setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan.
Tujuan penelitian dalam hal ini adalah untuk mengetahui perbedaan
tingkat produktivitas lahan pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor
Oogst. Produktivitas lahan dalam penelitian ini diarahkan pada nilai produktivitas
lahan itu sendiri yaitu penerimaan yang diperoleh petani tembakau Besuki.
Berdasarkan Tabel 6.5. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan produktivitas
lahan antar usahatani tembakau Besuki di Kabupaten Jember. Produktivitas lahan
diperoleh dari perhitungan produksi dibagi dengan luas lahan. Dijelaskan bahwa
produksi per hektar lahan jenis tembakau Besuki Na Oogst pada musim tanam
tahun 2005 di Kabupaten Jember sebesar 1.389 kg/ha, sedangkan pada jenis
tembakau Besuki Voor Oogst sebesar 1.963 kg/ha.
Tabel 6.5.Rata-rata Produktivitas Lahan Usahatani Tembakau
Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
No. Jenis tembakau Besuki
Produktivitas lahan (kg/ha)
Harga/satuan (Rp/kg)
Nilai produktivitas (Rp/ha)
1 NO 1.389 17.998 25.008.062
2 VO 1.963 5.815 11.417.193
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Nilai produktivitas diperoleh dari total nilai produksi dibanding dengan
luas lahan per hektar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata
produktivitas lahan usahatani tembakau Besuki NO lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata produktivitas lahan usahatani tembakau Besuki VO. Namun jika
ditinjau dari nilai produktivitas, maka usahatani yang lebih produktif adalah
usahatani tembakau Besuki NO karena penerimaan yang diperoleh lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh harga output yang diperoleh pada usahatani tembakau
Besuki NO lebih tinggi daripada usahatani tembakau Besuki VO.
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan produktivitas lahan antara
usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst pada Tabel 6.6. Dari
hasil analisis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada taraf uji
kepercayaan 99%, artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada nilai
produktivitas lahan antara usahatani tembakau Besuki yang diperbandingkan.
Perbedaan rata-rata nilai produktivitas lahan antara usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dengan Voor Oogst adalah Rp. 13.590.868/ha.
Tabel 6.6.Hasil Uji Beda Produktivitas Lahan antara Usahatani Tembakau
Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Jenis tembakau Besuki
Nilai Produktivitas
(Rp/ha)
Perbedaan rata-rata
(Rp/ha)
Kesalahan standart
perbedaant-hitung
NO 25.008.06213.590.868 1.753.768 7.750***
VO 11.417.193 Keterangan: ***Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
6.5. Analisis Efisiensi Biaya Usahatani
Biaya merupakan peranan penting dalam pengambilan keputusan
usahatani. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu
menentukan besarnya harga pokok dari produk yang akan dihasilkan. Secara
umum hal-hal yang mempengaruhi besarnya biaya produksi dari suatu cabang
usahatani adalah struktur tanah, topografi tanah, jenis tanaman dan varietas
tanaman. Besar kecilnya biaya produksi antara lain ditentukan oleh sistem
pengelolaan yang dipakai. Dalam hal ini indikator yang digunakan adalah
besarnya pengeluaran untuk sarana produksi, tenaga kerja, dan lain-lain.
Efisiensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat keberhasilan
pengelolaan faktor-faktor produksi dalam usahatani untuk mendapatkan
keuntungan tertentu dengan pengorbanan yang tertentu pula. Gambaran hubungan
antara korbanan atau biaya yang dikeluarkan dengan produk yang dihasilkan
sangat penting bagi petani. Karena gambaran analisa tersebut membantu petani
dalam memperkirakan tambahan yang akan diterimanya dalam penggunaan biaya.
Tujuan penelitian dalam hal ini adalah untuk mengetahui efisiensi biaya produksi
antara tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst. Untuk mengetahui tingkat
efisiensi antara kedua usahatani tersebut digunakan perhitungan RC-ratio. RC-
ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan.
Efisiensi juga akan dibandingkan dengan tingkat suku bunga (1+i) yang berlaku.
Efisiensi yang lebih tinggi dari suku bunga menunjukkan bahwa usahatani
tersebut mampu menutup biaya produksi dan biaya modal atau kredit.
Tabel 6.7.Rata-rata Efisiensi Biaya per Hektar Usahatani Tembakau
Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
No. VariabelTembakau Besuki
Na Oogst Voor Oogst
1 Produksi (kg/ha) 1.389 1.963
2 Harga (Rp/kg) 17.998 5.8153 Penerimaan (Rp/ha) 25.008.062 11.417.1934 Biaya (Rp/ha) 13.597.034 7.600.2685 RC-ratio 1,82 1,50
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006
Pada Tabel 6.7. terlihat bahwa tingkat efisiensi pada usahatani tembakau
Besuki Na Oogst (1,82) lebih besar dibandingkan dengan tingkat efisiensi
tembakau Besuki Voor Oogst (1,50). Dengan demikian dapat dikatakan usahatani
tersebut menguntungkan karena nilai RC-ratio lebih besar dari satu. Selanjutnya
untuk melihat apakah usahatani yang diusahakan oleh masing-masing petani
tersebut benar-benar menguntungkan atau tidak, dan dapat menutup biaya
produksi maka RC-ratio dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank (1+i), jika
per musim tanam tembakau bunganya 0,048, maka RC-ratio uji bernilai 1,048.
Tabel 6.8. menunjukkan bahwa RC-ratio usahatani tembakau Besuki Na
Oogst (1,82) lebih besar daripada RC-ratio usahatani tembakau Besuki Voor
Oogst (1,50). Artinya setiap Rp.1.000 yang dikeluarkan untuk biaya produksi
tembakau Besuki NO sekitar 1,82 akan memberikan keuntungan sebesar Rp.820,
sehingga penerimaan yang diperoleh sebesar Rp.1.820. Sementara RC-ratio untuk
tembakau Besuki VO sebesar 1,50, artinya setiap Rp.1.000 biaya produksi yang
dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.500, sehingga penerimaan
yang diperoleh sebesar Rp.1.500.
Tabel 6.8.Hasil Analisis RC-ratio Dengan Tingkat Suku Bunga Bank (1+i)
Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Usahatani tembakau Besuki RC-ratio RC-ratio
Uji Perbedaan Rata-rata t-hitung
NO 1,82 1,048 0,7739 7,64***VO 1,50 1,048 0,4507 8,29***
Keterangan: *** Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Jika dibandingkan dengan (1+i) maka setiap Rp.1.000 biaya produksi yang
dikeluarkan pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst maupun Voor Oogst akan
memberikan keuntungan sebesar Rp.48, sehingga penerimaan yang diperoleh
sebesar Rp.1.048. Dengan demikian, RC-ratio berusahatani tembakau Besuki Na
Oogst maupun Voor Oogst lebih besar daripada RC-ratio dengan tingkat suku
bunga bank. Tabel 6.8. menunjukkan RC-ratio usahatani tembakau Besuki Na
Oogst sebesar 1,82 dengan RC-ratio uji 1,048 didapatkan t-hitung sebesar 7,64,
signifikan secara statistik pada taraf uji kepercayaan 99%. Sementara untuk
usahatani tembakau Besuki Voor Oogst, RC-ratio sebesar 1,50 dengan RC-ratio
uji 1,048 didapatkan t-hitung sebesar 8,29, signifikan secara statistik pada taraf uji
kepercayaan 99%.
Tabel 6.9.Hasil Uji Beda Efisiensi Biaya per Hektar antara Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Jenis tembakau Besuki Efisiensi biaya
Perbedaan rata-rata
(Rp/ha)
Kesalahan standart
perbedaant-hitung
NO 1,82 0,3252 0,12062 2,696***VO 1,50
Keterangan: *** Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Dari Tabel 6.9. terlihat adanya perbedaan yang signifikan secara statistik
pada taraf uji kepercayaan 99%, artinya ada perbedaan yang nyata pada tingkat
efisiensi biaya antara usahatani yang diperbandingkan. Perbedaan rata-rata
efisiensi biaya antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst
adalah 0,3252.
Rendahnya RC-ratio pada usahatani tembakau Besuki Voor Oogst
dibandingkan dengan tembakau Besuki Na Oogst disebabkan rendahnya harga
output yang diperoleh, karena harga sangat menentukan terhadap tinggi
rendahnya penerimaan. Apabila harga rendah maka penerimaan yang diperoleh
juga rendah. Besar kecilnya penerimaan dibanding biaya berbanding lurus dengan
keuntungan. Dengan demikian semakin besar RC-ratio pada suatu usahatani
semakin besar pula keuntungan yang diterima petani.
6.6. Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
Tujuan akhir yang diharapkan dari suatu kegiatan usahatani adalah
diperolehnya keuntungan yang tinggi. Produktivitas hasil yang maksimum tidak
menjamin bahwa petani akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula dari
usahataninya. Besarnya keuntungan yang akan diterima petani tidak hanya
ditentukan oleh tingginya produksi, akan tetapi juga ditentukan oleh harga dan
besarnya biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, semakin tinggi produktivitas
hasil dan harga yang diterima petani, serta semakin rendah biaya yang
dikeluarkan, maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh petani.
Keuntungan usahatani yang dimaksud adalah sisa dari pengurangan nilai
penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Kemudian dari
jumlah ini akan dapat dinyatakan besarnya balas jasa atas penggunaan tenaga
kerja petani dan keluarganya, modal sendiri, dan keahlian pengelolaan petani.
Ukuran keuntungan atau penghasilan usahatani tersebut sangat penting artinya,
karena dengan ukuran-ukuran tersebut dapat diketahui sejauh mana keberhasilan
petani dalam mengelola usahataninya, dibandingkan dengan rata-rata usahatani
yang terdapat di lokasi yang sama dengan kondisi alam dan kesempatan ekonomi
yang sama pula.
Tabel 6.10. menunjukkan bahwa rata-rata keuntungan pada usahatani
tembakau Besuki Na Oogst sebesar Rp.11.411.028 jauh lebih besar daripada
keuntungan usahatani tembakau Besuki Voor Oogst yang hanya Rp.3.816.925.
Apabila dikaji berdasarkan biaya yang dikeluarkan, menunjukkan bahwa biaya
produksi pada usahatani tembakau Besuki Na Oogst lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya produksi pada usahatani tembakau Voor Oogst. Akan tetapi jika
dilihat dari penerimaan yang diperoleh, menunjukkan bahwa penerimaan pada
usahatani tembakau Besuki Na Oogst jauh lebih besar daripada penerimaan pada
usahatani tembakau Besuki Voor Oogst. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani
tembakau Besuki NO lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani
tembakau Besuki VO. Akan tetapi resiko yang ditanggung pada usahatani
tembakau Besuki NO juga lebih tinggi daripada usahatani tembakau Besuki Voor
Oogst.
Tabel 6.10.Rata-rata Penerimaan, Biaya, dan Keuntungan per Hektar Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Jember, Tahun 2005
No. VariabelTembakau Besuki
Na Oogst Voor Oogst1 Produksi (kg/ha) 1.389 1.9632 Harga (Rp/kg) 17.998 5.8153 Penerimaan (Rp/ha) 25.008.062 11.417.1934 Biaya (Rp/ha) 13.597.034 7.600.268
5 Keuntungan (Rp/ha) 11.411.028 3.816.925 Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
Dari analisis uji-t pada Tabel 6.11, diketahui keuntungan usahatani
tembakau Besuki Na Oogst lebih besar dibandingkan dengan keuntungan
usahatani tembakau Besuki Voor Oogst. Didapatkan t-hitung sebesar 4,657, dan
perbedaan rata-rata keuntungan sebesar Rp.7.594.103. Perbedaan ini secara
statistik signifikan pada taraf uji kepercayaan 99%. Rendahnya keuntungan pada
usahatani tembakau Besuki Voor Oogst daripada usahatani tembakau Besuki Na
Oogst disebabkan hasil penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan lebih kecil
dibandingkan dengan hasil penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan pada
usahatani tembakau Besuki Na Oogst.
Tabel 6.11.Hasil Uji Beda Keuntungan per Hektar antara Usahatani Tembakau
Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Jenis tembakau Besuki
Keuntungan(Rp/ha)
Perbedaan rata-rata (Rp/ha)
Kesalahan standart
perbedaant-hitung
NO 11.411.0287.594.103 1.630.651 4,657***
VO 3.816.925 Keterangan: ***Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, Tahun 2006.
6.7. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keuntungan Usahatani Tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
Hasil pendugaan fungsi keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst
dan Voor Oogst di Kabupaten Jember disajikan pada Tabel 6.12 dan Tabel 6.13.
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat keuntungan pada kedua usahatani
tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor: (1) produksi; (2) harga output; dan (3)
biaya produksi usahatani. Untuk mengestimasi pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
digunakan analisis fungsi keuntungan linier berganda.
(1) Tembakau Besuki Na Oogst
Dari hasil analisis sebagaimana disajikan pada Tabel 6.12 menunjukkan
bahwa secara bersama-sama semua faktor yang masuk dalam model yang diduga
berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan usahatani tembakau Besuki
Na Oogst. Sebagian dari faktor variabel berpengaruh negatif terhadap keuntungan
usahatani tembakau Besuki Na Oogst yaitu faktor biaya. Sementara faktor
variabel produksi dan harga output berpengaruh positif. Berdasarkan hasil analisis
yang disajikan pada Tabel 6.12. dapat dituliskan persamaan fungsi keuntungan
usahatani tembakau Besuki Na Oogst sebagai berikut:
Y = -16071888,175 + 19739,277X1 + 707,041X2 - 0,670X3.
Tabel 6.12.Analisis Regresi Fungsi Keuntungan Tembakau Besuki Na Oogst
di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Variabel Parameter Koefisien regresi
Konstanta α -16071888,175Produksi 1 19739,277***Harga Output 2 707,041***Biaya 3 -0,670***SE Estimasi 2456160,67R2 Adjusted 0,969
R2 0,971F hitung 541,333***n 53
Keterangan: *** Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2006.
Pada usahatani Tembakau Besuki Na Oogst, di lihat dari koefisien
determinasi (R2) yang sebesar 0,971 menunjukkan bahwa sumbangan semua
faktor yang berpengaruh (variabel independen) dalam menjelaskan variabel
dependen sekitar 97,1%. Berarti hanya sekitar 2,9% yang disebabkan oleh faktor
lain yang tidak masuk ke dalam model, misalnya sistem penjualan tembakau dari
petani ke pedagang. Berdasarkan pengamatan di lapangan sebagian petani
menjual tembakau secara tebasan. Berdasarkan pendugaan fungsi keuntungan,
faktor-faktor yang dimasukkan kedalam model berpengaruh secara signifikan
pada taraf uji kepercayaan 99% terhadap keuntungan usahatani tembakau Besuki
Na Oogst.Hal ini dapat dilihat dari Fhitung (= 541,333) yang lebih besar daripada
Ftabel (3,49;0,01) = 7,19.
Tinggi rendahnya produksi tergantung pada aktivitas usahatani. Dilihat
dari hubungan antara penggunaan biaya dengan produksi, menunjukkan hubungan
positif dengan nilai koefisien korelasi (r= 953), signifikan pada taraf uji 1%.
Artinya, semakin tinggi produksi yang dihasilkan, berarti semakin banyak biaya
yang harus dikeluarkan. Nilai koefisien korelasi variabel produksi terhadap
keuntungan adalah (r= 0,959), signifikan pada taraf uji 1%. Dengan demikian
variabel produksi berpengaruh positif terhadap tingkat keuntungan. Terbukti dari
hasil analisis pendugaan fungsi keuntungan berpengaruh positif dan signifikan
(taraf uji 99%), dan didapatkan t-hitung sebesar 15,692.
Faktor lain yang secara signifikan dan positif berpengaruh terhadap
keuntungan adalah harga output. Faktor ini sangat erat kaitannya dengan
produksi. Dilihat dari hubungan antara produksi yang dihasilkan dengan harga,
menunjukkan hubungan positif dengan nilai koefisien korelasi (r=0,199). Harga
output sangat menentukan terhadap tinggi rendahya keuntungan usahatani
tembakau Besuki Na Oogst, karena perkalian harga dan produksi merupakan
penerimaan dari hasil penjualan produksi. Nilai koefisien korelasi harga output
terhadap keuntungan adalah (r= 0,383) dan nyata pada taraf uji 1%. Semakin
tinggi harga yang diterima oleh petani semakin tinggi pula keuntungan yang
diterima. Pada Tabel 6.12. menunjukkan nilai koefisien regresi harga output
sebesar 707,041. Berdasarkan nilai tersebut menggambarkan besar pengaruh
faktor harga secara parsial terhadap keuntungan usahatani tembakau Besuki Na
Oogst per hektar di mana setiap ada peningkatan harga sebesar Rp 1/kg akan
meningkatkan keuntungan usahatani sebesar Rp. 707,041/ha dengan asumsi faktor
lain konstan. Berdasarkan kenyataan harga jual hasil pertanian berfluktuasi, oleh
karena itu petani harus selalu mencari harga yang baik, yaitu dengan cara
membawa hasil usahatani ke pasar yang lebih menguntungkan.
Dalam fungsi keuntungan tembakau Besuki Na Oogst, koefisien regresi
biaya berpengaruh negatif terhadap keuntungan dan signifikan (taraf uji 1%). Hal
ini secara teoritis sesuai karena faktor biaya berpengaruh negatif, dengan
pengertian bahwa pengurangan biaya akan meningkatkan keuntungan usahatani.
Akan tetapi jika dilihat dari hubungan antara penggunaan biaya dengan
keuntungan terjadi korelasi positif (r= 0,892) signifikan pada taraf uji 1%. Hal ini
disebabkan karena biaya merupakan pencerminan terhadap pemakaian teknologi
karena semakin tinggi biaya yang digunakan dalam penggunaan teknologi maka
keuntungan yang diperoleh juga tinggi. Pada Tabel 6.12. menunjukkan nilai
koefisien regresi biaya sebesar -0,670, berarti setiap Rp.1/kg biaya produksi yang
dikeluarkan akan mengurangi keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst
sebesar Rp. 0,670/ha dengan asumsi faktor lain konstan.
(2) Tembakau Besuki Voor Oogst
Pada usahatani Tembakau Besuki Voor Oogst di lihat dari koefisien
determinasi (R2) yang sebesar 0,915 menunjukkan bahwa sumbangan semua
faktor yang berpengaruh (variabel independen) dalam menjelaskan (variabel
dependen) sekitar 91,5%. Berarti hanya sekitar 8,5% yang disebabkan oleh faktor
lain. Faktor produksi dan harga output berpengaruh positif, sedangkan biaya
produksi berpengaruh negatif.
Tabel 6.13.Analisis Regresi Fungsi Keuntungan Tembakau Besuki Voor Oogst
di Kabupaten Jember, Tahun 2005
Variabel Parameter Koefisien regresi
Konstanta α -6580462Produksi 1 7382,649***Harga Output 2 956,307***Biaya 3 -1,156***SE Estimasi 1003439,66R2 Adjusted 0,909R2 0,915R Berganda 0,915F hitung 147,249***n 45
Keterangan:.***Signifikan pada taraf uji 1% menggunakan pengujian hipotesis dua arah. Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2006.
Dari hasil analisis sebagaimana disajikan pada Tabel 6.13. menunjukkan
bahwa secara bersama-sama semua faktor yang masuk dalam model (diduga)
berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan usahatani tembakau Besuki
Voor Oogst pada taraf keyakinan 99%. Hal ini terlihat dari nilai Fhitung (=147,249)
yang lebih besar dari Ftabel(3,41;0,01) = 7,31. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel
6.13. dapat dituliskan persamaan fungsi keuntungan usahatani tembakau Besuki
Voor Oogst sebagai berikut:
Y = -6580462 + 7382,649X1 + 956,307X2 - 1,156X3.
Dalam pendugaan fungsi keuntungan usahatani tembakau Voor Oogst,
variabel produksi berpengaruh positif dan signifikan pada taraf uji 1% dengan
nilai koefisien regresi sebesar 7382,649. Ditinjau dari keeratan hubungan antara
produksi dengan tingkat keuntungan yang diperoleh menunjukkan bahwa
hubungannya adalah positif (r= 0,787) dan sangat nyata (taraf uji 1%). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi produksi maka akan semakin tinggi pula
keuntungan. Jika ditinjau keeratan hubungan antara produksi dengan biaya,
menunjukkan hubungan yang positif (r= 956) dan signifikan (taraf uji 1%). Ini
menunjukkan bahwa semakin besar biaya yang digunakan, semakin besar
produksi sehingga keuntungan yang didapat juga besar.
Variabel harga ouput berpengaruh positif dan signifikan pada taraf uji 1%
dengan nilai koefisien regresi sebesar 956,307. Berdasarkan nilai tersebut
menggambarkan besar pengaruh variabel harga output secara parsial terhadap
keuntungan usahatani tembakau Besuki Voor Oogst per hektar, di mana setiap
ada peningkatan harga sebesar Rp.1/kg akan meningkatkan keuntungan usahatani
tembakau Besuki Voor Oogst sebesar Rp. 956,307/ha dengan asumsi variabel lain
konstan. Korelasi antara harga output dengan tingkat keuntungan menunjukkan
hubungan positif (r= 0,257) dan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi harga maka akan semakin tinggi pula keuntungan yang diterima petani.
Ditinjau dari keeratan hubungan antara harga dengan produksi (r= 0,040) dan
hubungan antara harga dengan biaya (r= 0,122) menunjukkan hubungan positif
yang nyata .Uraian di atas membuktikan bahwa semakin tinggi produksi dan
biaya usahatani, maka belum tentu harga yang diperoleh petani juga tinggi.
Pada Tabel 6.13. menunjukkan bahwa koefisien regresi untuk variabel biaya
bernilai negatif sebesar -1,156. Berdasarkan nilai tersebut menggambarkan besar
pengaruh variabel biaya secara parsial terhadap keuntungan usahatani tembakau
Besuki Voor Oogst per hektar, dimana setiap ada penggunaan biaya produksi
sebesar Rp.1/kg akan mengurangi keuntungan usahatani tembakau Besuki Voor
Oogst sebesar Rp. 1,156/ha dengan asumsi bahwa variabel lain konstan. Dilihat
dari hubungan antara biaya dengan keuntungan menunjukkan korelasi positif (r=
0,632) dan signifikan (taraf uji 1%). Hal ini sama dengan hubungan antara biaya
dengan produksi yang juga menunjukkan korelasi positif (r= 0,956) dan signifikan
(taraf uji 1%). Apabila produktivitas yang dihasilkan tinggi dengan diimbangi
harga jual yang tinggi maka biaya yang dikeluarkan semakin besar terutama biaya
tenaga kerja yang digunakan sehingga akan berpengaruh terhadap keuntungan
yang diperoleh petani tembakau Besuki Voor Oogst.
BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan atas hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis komparatif
usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst di Kabupaten Jember,
maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Ada perbedaan yang signifikan dalam produktivitas lahan antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst. Produktivitas usahatani
tembakau Besuki Voor Oogst lebih tinggi daripada produktivtas tembakau
Besuki Na Oogst.
2. Ada perbedaan yang signifikan dalam efisiensi biaya antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst. Efisiensi biaya usahatani
tembakau Besuki Na Oogst lebih tinggi daripada efisiensi biaya usahatani
tembakau Besuki Voor Oogst.
3. Ada perbedaan yang signifikan dalam keuntungan antara usahatani tembakau
Besuki Na Oogst dan Voor Oogst. Keuntungan usahatani tembakau Besuki Na
Oogst lebih besar daripada keuntungan usahatani tembakau Besuki Voor
Oogst.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan
Voor Oogst adalah produksi dan harga output berpengaruh positif, sedangkan
biaya berpengaruh negatif
7.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan permasalahan yang ada, maka dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Petani hendaknya dapat meningkatkan dan mengembangkan usahataninya
dengan cara menggunakan biaya produksi seefisien mungkin agar dapat
memperoleh keuntungan yang maksimum.
2. Perlunya campur tangan pemerintah secara lebih intensif untuk meningkatkan
produksi tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst dengan cara
mengembangkan fungsi-fungsi pelayanan, seperti perkreditan, pengadaan dan
penyaluran sarana produksi, penyuluhan dan pelatihan tentang
pertembakauan, serta pemasaran hasil.
3. Dalam memasarkan hasil usahatani tembakau, petani hendaknya
mempertimbangkan penjualan dalam bentuk basah atau olahan, dan mencari
pasar yang baik agar memperoleh harga yang tinggi, dengan harapan
didapatkan keuntungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan cara-cara
penjualan secara diborongkan atau ditebaskan kepada para pengijon.
4. Apabila petani mempunyai kesempatan yang sama dalam hal kondisi alam,
permodalan dan pemasaran, maka sebaiknya mengusahakan usahatani
tembakau Besuki Na Oogst karena lebih efisien dan menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono (1982), Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta.
Cahyono, B. (1998), Budidaya dan Analisis Usahatani: Tembakau, Kanisius, Yogyakarta.
Dinas Perkebunan Kabupaten Jember (2005), Perkebunan Dalam Angka, Dinas Perkebunan Kabupaten Jember, Jember.
Haryanto, I. (1993), Studi Keunggulan Komparatif Antar Komoditi Perkebunan di Jawa Timur, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Jember, Jember.
Heidar, A. (1995), Pengantar Ekonomi Mikro, Fakultas Ekonomi Universitas Jember, Jember.
Hernanto, F. (1979), Ilmu Usahatani, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB, Bogor.
Herwanto, W. (2005), Studi Komparatif Teknologi Irigasi Pompa Dan Non Pompa Dalam Usahatani Lahan Kering (skripsi), Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember, Jember.
Iskandar, R. (1993), Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Budidaya Tembakau Kasturi, Pusat Penelitian Universitas Jember, Jember.
Mubyarto (1986), Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.
MPR RI (1993), Garis-Garis Besar Haluan Negara, Jakarta.
Nazir, M, (1983), Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Rahardja dan Manurung (2000), Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Santoso, K. (1991), Tembakau Dalam Analisis Ekonomi, Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember.
Setiawan, A.I dan Trisnawati Yani (1992), Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Tembakau , Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeharjo dan Patong (1973), Sendi-sendi Pokok Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Jember, Jember.
Soekartawi (1989), Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Rajawali, Jakarta.
_______(1994). Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali Press, Jakarta.
Squire, L. (1982), Kebijaksanaan Kesempatan Kerja di Negara-negara Sedang Berkembang, Penerbit UI, Jakarta.
Sutiarso, E. (1989), Analisis Usahatani Kopi Rakyat, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember, Jember.
Tohir, Kaslan. A. (1991), Usahatani Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.
Wibowo, R. (2001), Ekonomi Mikro, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Jember, Jember.
RINGKASAN
Pembangunan di bidang perkebunan, ditujukan pada peningkatan ekspor
dan memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama keperluan industri. Untuk
menunjang pembangunan pertanian tersebut perlu dilakukan usaha penelitian dan
pengembangan, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
petani dalam mengelola dan mengembangkan usahatani dengan cara memberikan
perhatian khusus yang mengacu pada usaha perlindungan dan pengembangan
usahatani rakyat. Salah satu usahatani yang merupakan tanaman perdagangan
adalah tanaman tembakau .
Petani dengan segala keterbatasannya senantiasa dihadapkan pada
ketidakpastian terhadap besarnya pendapatan yang diperoleh. Bagi para petani,
khususnya petani subsisten, faktor ketidakpastian ini merupakan hal yang sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Pengelolaan usahatani pada
hakekatnya merupakan langkah dalam pengambilan keputusan dari sekian
alternatif yang tersedia. Pada umumnya petani di Indonesia belum mampu
mengambil keputusan yang ekonomis menguntungkan. Hal ini mengingat
pengelolaan usahatani bukan hanya mencakup cara menghasilkan produk yang
maksimum, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mempertinggi
keuntungan dari suatu cabang usaha.
Tembakau merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Tidak dapat
dipungkiri bahwa tembakau telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi
pendapatan negara. Dari segi lain yaitu menciptakan lapangan kerja, tembakau
telah mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja, baik dalam kegiatan produksi,
pengolahan, perdagangan, industri, maupun pengangkutan. Prospek dan peranan
pertembakauan dalam perekonomian nasional sampai saat ini masih cukup
penting, baik dari aspek sumber devisa negara, ekspor non migas, penyediaan
lapangan kerja, sumber pendapatan petani, negara maupun sektor jasa lainnya.
Pada wilayah karesidenan Besuki, khususnya wilayah Jember, terdapat dua jenis
tembakau yaitu (a) tembakau Na Oogst disebut juga tembakau Besuki Na Oogst
adalah jenis tembakau cerutu yang ditanam pada musim kemarau dan dipanen
pada musim penghujan. Dan (b) tembakau Besuki Voor Oogst ditanam pada
musim penghujan dan dipanen awal musim kemarau.
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: (1) apakah ada perbedaan produktivitas antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst denganVoor Oogst, (2) apakah ada perbedaan
efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor
Oogst, (3) apakah ada perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki
Na Oogst dengan Voor Oogst, (4) faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
keuntungan antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) mengetahui perbedaan produktivitas antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst, (2) mengetahui perbedaan
efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor
Oogst, (3) mengetahui perbedaan keuntungan antara usahatani tembakau Besuki
Na Oogst dengan Voor Oogst, (4) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst.
Kegunaan dari penelitian ini adalah: (1) sebagai bahan infomasi bagi
petani dalam peningkatan dan pengembangan usahatani tembakau, (2) sebagai
sumbangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosial ekonomi pertanian yang
berkaitan dengan usahatani tembakau, (3) sebagai dasar pengambilan keputusan
dalam penentuan kebijakan perencanaan usahatani tembakau.
Produksi merupakan suatu proses pendayagunaan faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan suatu produk. Produksi dalam bidang pertanian yang
diusahakan oleh masing-masing petani akan bervariasi, baik secara kualitas
maupun kuantitas. Hal ini dapat dimengerti karena tinggi rendahnya produk yang
dihasilkan petani tergantung dari jumlah dan kualitas faktor produksi yang
dikorbankan. Teori produksi mempelajari tentang perilaku produsen dalam
menentukan berapa output yang akan dihasilkan dan ditawarkan pada berbagai
tingkat harga sehingga keuntungan maksimum dapat dicapai. Ada dua keputusan
yang harus diambil oleh produsen dalam usaha mencapai keuntungan maksimum
yaitu berapa output yang harus dihasilkan serta berapa dan dalam kondisi yang
bagaimana faktor-faktor produksi itu digunakan.
Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang
dan diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam satu periode produksi.
Biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar
kecilnya volume produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang.
Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan
langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk
bibit, biaya persiapan, dan pengolahan tanah. Produktivitas adalah perbandingan
antara apa yang dihasilkan (output) dengan apa yang dimasukkan (input). Input
merupakan semua yang dimasukkan kedalam proses produksi, seperti tanah yang
dipergunakan, tenaga kerja, benih, pupuk, insektisida, dan alat-alat pertanian
lainnya. Sedangkan output merupakan hasil tanaman yang dihasilkan dalam
proses produksi.
Prinsip optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi adalah bagaimana
cara menggunakan faktor-faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Pengertian
efisiensi dalam ilmu ekonomi digolongkan menjadi tiga, yaitu efisiensi teknis,
efisiensi harga (alokatif), dan efisiensi ekonomis. Penggunaan faktor produksi
dikatakan efisien secara teknis bila faktor produksi yang dipakai dapat
menghasilkan produksi yang maksimum. Produsen mendapatkan keuntungan
besar dari kegiatan usahanya, misalnya karena pengaruh harga maka produsen
tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi
harga. Efisiensi harga (alokatif) tercapai bila nilai dari produk marginal sama
dengan harga faktor produksi yang bersangkutan. Efisiensi ekonomis terjadi bila
usaha yang dilakukan mencapai efisiensi teknis sekaligus efisiensi biaya.
Keuntungan adalah selisih dari total penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan. Keuntungan yang tinggi selalu diharapkan dalam usahatani.
Usahatani dikatakan mempunyai keuntungan apabila pada suatu keadaan yang
lebih diperoleh pendapatan yang maksimal. Untuk meningkatkan pendapatan
maka petani harus dapat meningkatkan produksi dan menekan biaya variabel.
Oleh karena itu hendaknya mereka dapat memanfaatkan sarana produksi seperti
bibit, pupuk, dan obat-obatan serta tenaga kerja secara efektif dan efisien. Untuk
menentukan usahatani, petani bertindak sebagai pengusaha yang sudah tentu akan
memperhitungkan biaya usahatani demi mendapat keuntungan.
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran tersebut diatas maka
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: (1) ada perbedaan produktivitas
antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst, (2) ada
perbedaan efisiensi biaya produksi antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst
dengan tembakau Voor Oogst, (3) ada perbedaan keuntungan antara usahatani
tembakau Besuki Na Oogst dengan Voor Oogst, (4) faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
adalah produksi, harga output, dan biaya.
Penelitian ini merupakan studi kasus di Kabupaten Jember, pada musim
tanam 2005. Pengambilan sampel petani menggunakan metode “Purposive” atau
sengaja, dengan petani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst sebagai unit
analisis. Adapun jumlah sampel petani yang diambil sebanyak 53 sampel untuk
petani tembakau Besuki Na Oogst dan 45 sampel untuk petani tembakau Besuki
Voor Oogst. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan
kuesioner dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya,
pencatatan dari instansi terkait, dan observasi ke masyarakat. Data yang
terkumpul dianalisis dengan pengujian hipotesis menggunakan uji-t, analisis
regresi dan fungsi keuntungan linier.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) ada perbedaan yang
signifikan dalam produktivitas lahan antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst
dengan Voor Oogst, produktivitas usahatani tembakau Besuki Voor Oogst lebih
tinggi daripada usahatani tembakau Besuki Na Oogst, (2) ada perbedaan yang
signifikan dalam efisiensi biaya antara usahatani tembakau Besuki Na Oogst
dengan Voor Oogst, efisiensi biaya usahatani tembakau Besuki Na Oogst lebih
tinggi daripada efisiensi biaya usahatani tembakau Besuki Voor Oogst, (3) ada
perbedaan yang signifikan dalam keuntungan usahatani tembakau Besuki Na
Oogst dan Voor Oogst, keuntungan usahatani tembakau Besuki Na Oogst lebih
tinggi daripada keuntungan usahatani tembakau Besuki Voor Oogst, (4) faktor-
faktor yang mempengaruhi usahatani tembakau Besuki Na Oogst dan Voor Oogst
adalah produksi dan harga output berpengaruh positif, sedangkan biaya
berpengaruh negatif.