analisis kandungan polifenol dari hasil fermentasi paecilomyces sp isolat fungi endofit kulit buah...
TRANSCRIPT
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………... iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………… iv
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………. v
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................. vi
ABSTRAK..................................................................................... ix
ABSTRACT................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................. xi
DAFTAR TABEL........................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................... 4
II.1 Uraian Tanaman Kakao (Theobroma cacao L) ……….. 4
II.1.1 Klasifikasi ……………………………………………….. 4
II.1.2 Nama Lain ………………………………………………. 5
II.1.3 Morfologi ………………………………………………… 5
II.1.4 Kandungan Kimia …………………………………….... 5
II.2 Fungi ………………………………………………………. 6
II.3 Fungi Endofit ……………………………………………. . 8
II.4 Fermentasi Mikroorganisme……………………………... 12
II.5 Senyawa Polifenol ……………………………………….. 15
II.6 Spektrofotometer Sinar Tampak dan Ultraviolet ……… 17
xii
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ………………………….. 19
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan ………………………. 19
III.2 Penyiapan Kultur Fungi Endofit ………………………. 19
III.2.1 Peremajaan Fungi Endofit ………………………. ….. 19
III.2.2 Pembuatan Suspensi Fungi Endofit ………………..... 20
III.2.3 Pembuatan Media Kultur ……………………………… 20
III.2.4 Pembuatan Media Produksi …………………………… 20 20
III.2.5 Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder ………………… 20 20
III.3 Uji Kualitatif Metabolit Sekunder ……………………….. 21
III.4 Uji Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat ……………….………. 21
III.4.1 Pembuatan Larutan Natrium Karbonat 10% ............... 21
III.4.2 Pembuatan Larutan Standar dan Kurva Baku Asam Galat 21
III.4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Spektogram 22
III.4.4 Penentuan Kandungan Polifenol ………….………… 22
III.5 Pengolahan dan Analisis Data …………………………. 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………. 23
IV.1 Hasil Penelitian ………………………………………….… 23
IV.2 Pembahasan ………………………………………………. 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 29
V.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 29
V.2 Saran …………………………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 30
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 33
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil KLT ekstrak etil asetat isolat fungi endofit………………….. 23
2. Hasil pengukuran kadar polifenol dengan menggunakanmetode spektrofotometri……………………………………………… 23
3. Hasil pengukuran serapan larutan baku asam galat…………….. 38
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Rumus Struktur Polifenol……………………………………………. 15
2. Kerangka Dasar Flavonoid ………………………........................... 16
3. Foto Isolat Fungi Endofit Paecilomyces sp ………………………. 25
4. Foto Identifikasi Noda Hasil Kromatografi Lapis Tipis…………… 26
5. Foto Hasil Fermentasi……………………………………………….. 37
6. Foto Proses Pemecahan Sel Fungi dengan Menggunakan alat
Sonikasi ………………………………………………………………. 37
7. Grafik Hubungan Antara Serapan Larutan Asam Galat BakuPembanding Dengan Konsentrasi Pada Panjang Gelombang763 nm ………………………………………………………………… 37
8. Grafik Penentuan Kandungan Polifenol Lapisan Air Ekstrak EtilAsetat Dengan Pereaksi Folin Ciocalteau…………………..………. 39
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I. Skema Kerja Fermentasi Isolat Fungi Endofit ……………. 33
II. Skema Kerja Uji Kualitatif …………………………………... 34
III. Skema Kerja Pembuatan Larutan Baku Asam Galat ……. 35
IV. Skema Kerja Penentuan Kandungan Polifenol……………. 36
V. Hasil Fermentasi ……………………………………………… 37
VI. Hasil Analisis Data Spektrofotometer ……………………….. 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman dan mikroorganisme mempunyai hubungan yang sangat
erat satu sama lain. Mikroorganisme dapat menyerang tanaman sehingga
menyebabkan penyakit pada tanaman inangnya, sementara ada pula
mikroorganisme yang bersimbiosis dengan tanaman inangnya.
Mikroorganisme pada tanaman terdiri dari dua jenis yaitu mikroorganisme
yang tinggal di permukaan tanaman disebut epifit (epiphyte) dan
mikroorganisme yang tinggal di dalam tanaman disebut endofit
(endophyte) (1).
Potensi yang dimiliki tanaman sebagai bahan baku obat tak ternilai
harganya, perlu terus-menerus mendapat perhatian kita semua. Hal ini
untuk menjaga tingkat produksi obat herbal tersebut dengan bahan baku
obat herbal yang terbatas karena sebagian besar bahan baku obat herbal
diambil dari tanaman inangnya, sehingga dikhawatirkan bahwa sumber
daya hayati ini akan musnah disebabkan karena adanya kendala dalam
budidayanya (2).
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan
tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk
koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap
tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang
mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang
2
diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic
recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (3).
Sebagian besar endofit ini menghasilkan metabolit sekunder jika
dikultur fermentasi (4). Di dalam medium fermentasi tersebut mikroba
endofit umumnya dapat menghasilkan senyawa sejenis yang terkandung
pada tanaman inang dengan bantuan aktivitas suatu enzim (5).
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman
inangnya dan telah berhasil dibiakkan dalam media perbenihan yang
sesuai, salah satunya adalah fungi endofit dari kulit buah kakao di mana
kandungan yang terdapat dalam kulit buah kakao terdiri dari substansi
flavonoid yang mempunyai sifat fisik sebagai antioksidan, antibakteri,
antiinflamasi, serta mampu menetralkan asam dalam mulut (9).
Salah satu tanaman yang memiliki fungi endofit adalah tanaman
coklat atau tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk ke dalam
familia Sterculiaceae. Tanaman kakao memiliki banyak khasiat salah
satunya berkhasiat sebagai antioksidan. Tanaman kakao mengandung
teobromin 0,4%b/b, kalium 3-4%, polisakarida yang meliputi pektin, gom,
dan selulosa, serta senyawa-senyawa polifenol, antara lain: katekin,
epikatekin, antosianin, proantosianidin, asam-asam fenolat, tannin
terkondensasi, dan flavonoid-flavonoid lainnya (6, 7). Katekin yang
terkandung di dalam tanaman kakao berkhasiat sebagai antimikroba
terhadap beberapa bakteri patogen dan kariogenik, Senyawa tersebut
bersifat bakterisida (8, 9, 10). Katekin merupakan salah satu komponen
3
substansi flavonoid yang terdapat dalam kulit buah kakao mampu
menghambat keaktifan glucosyltransferase (GTF). Kemampuan enzim
GTF dapat mengubah sukrosa menjadi glukan yang bertanggung jawab
terhadap adhesi streptococcus mutans pada permukaan gigi. Selain
manfaat di atas ada satu hal yang mungkin dapat dikembangkan dari kulit
buah kakao yaitu fungi endofit (9).
Sartini telah memperoleh isolat fungi endofit dari tanaman kakao,
salah satunya yaitu Paecilomyces sp (11). Hasil penelitian Cho, kultur
Paecilomyces sp pada media fermentasi yang divariasikan dengan
sumber nitrogen menunjukkan adanya peningkatan produksi pigmen
merah sebanyak sembilan kali lipat (12).
Permasalahannya adalah apakah hasil fermentasi Paecilomyces sp
dari isolat fungi endofit kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)
mengandung senyawa polifenol. Untuk itu akan dilakukan analisis
kandungan senyawa polifenol dari hasil fermentasi Paecilomyces sp fungi
endofit kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) secara analisis kualitatif
dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan analisis
kuantitatif dengan menggunakan metode Folin Ciocalteau. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kadar dari kandungan polifenol total hasil
fermentasi Paecilomyces sp dari isolat fungi endofit kulit buah kakao
(Theobroma cacao L.) dengan menggunakan baku pembanding asam
galat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
Tanaman coklat atau tanaman kakao (Theobroma cacao L.), suku
sterculiaceae, merupakan suatu jenis tanaman hutan hujan tropis.
Tanaman kakao bersifat antimikroba terhadap terhadap beberapa bakteri
patogen dan kariogenik, juga berkhasiat sebagai antioksidan, mencegah
penyakit-penyakit degeneratif utamanya penyakit kardiovaskuler, kanker,
dan antivirus. Penelitian-penelitian mengarah kepada kakao makin banyak
dilakukan saat ini karena adanya kandungan flavour dan atau lemak
kakao, juga karena aktivitas antioksidan dan antimikrobanya banyak
memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan (9)
II.1.1 Klasifikasi (13)
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan.
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
5
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
II.1.2 Nama lain (13)
Yunani : Theobroma
Malaysia : Koko
Inggris : Chocolate / cocoa
Indonesia : Kakao
II.1.3 Morfologi (13,14)
Tanaman coklat mempunyai tinggi sekitar 5-10 m. Batang berkayu
(lignosus), bulat, percabangan monopodial, dan berwarna cokelat kotor.
Daun tunggal bertangkai, bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
panjang daun 10-48 cm, lebar 4-20 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal,
berada di ketiak daun, berkelamin dua, kelopak putih dengan panjang 6-8
mm, mahkota panjang 8-9 mm, benang sari bentuk periuk, stamodia ungu
tua, ujung putih, bakal buah beruang lima, bunga berwarna merah.
Buah kakao termasuk buah buni, bulat telur, kulit buah tebal,
panjang 12-22 cm, berwarna merah. Bijinya berbentuk bulat telur, dibalut
selaput putih, tebal, berwarna cokelat. Akarnya termasuk akar tunggang,
bercabang, bulat, dan berwarna kecokelatan.
II.1.4 Kandungan Kimia
Tanaman kakao termasuk dalam suku Sterculiaceae. Tanaman
kakao kaya akan senyawa-senyawa kimia, antara lain : asam asetat,
alanin, alkaloid, arginin, asam askorbat, asam askorbat oksidase, beta-
6
karoten, kafein, katekin, katekol, selulosa, asam sitrat, kumarin, sianidin,
epigalokatekin, glukosa, glikosida, epikatekin, leusin, lipase, nitrogen,
asam hidroksifenil asetat, polifenol-oksida, polifenol, asam stearat,
sukrosa, tannin (8).
Kulit buah kakao mengandung theobromin sekitar 0,4% b/b dan
kalium 3-4% b/b dalam sampel kering, pigmen kakao (campuran dari
flavanoid terpolimerasi atau terkondensasi meliputi antosianidin, katekin,
leukoantosianidin) yang kadang berikatan dengan glukosa, karbohidrat
berbobot molekul besar (polisakarida) dan berbobot molekul rendah
(monosakarida). Kulit buah kakao mengandung polisakarida meliputi
pektin, gom, dan selulosa (15).
II.2 Fungi
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang
berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler)
dan ada yang tersusun dari beberapa sel (multiseluler) (16).
Organisme yang termasuk dalam mikroorganisme adalah bakteri,
artchaea dan virus yang termasuk dalam golongan prokariotik sedangkan
fungi, protozoa dan algae termasuk dalam golongan eukariotik (16).
Fungi adalah eukariota, dan sebagian besar adalah eukariota
multiseluler. Meskipun fungi pernah dikelompokkan ke dalam kingdom
tumbuhan, fungi adalah organisme unik yang umumnya berbeda dari
eukariota lainnya ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi
7
struktural, serta pertumbuhan dan reproduksi. Pada kenyataannya, kajian
molekuler menunjukkan bahwa fungi dan hewan kemungkinan berasal
dari satu nenek moyang yang sama (17).
Fungi merupakan protista nonfotosintetik yang tumbuh dengan
bercabang, jalinan filamen (hifa) yang dikenal dengan sebutan miselium.
Meskipun hifa memiliki sekat atau septa, akan tetapi septa umumnya
memiliki pori yang cukup besar sehingga ribosom, mitokondria dan
bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke sel lain. Sebagian besar
fungi membentuk dinding selnya terutama dari kitin (17,18).
Kata fungi dan kapang dapat menimbulkan kesan yang tidak
menyenangkan. Fungi menguraikan kayu, menyerang tumbuhan, merusak
makanan, dan menyebabkan penyakit lain pada manusia seperti gatal-
gatal pada kaki atlet dan penyakit yang lebih buruk lagi. Akan tetapi,
ekosistem akan musnah jika tidak ada fungi yang menguraikan organisme
mati, dedaunan yang gugur, feses dan bahan organik lain. Hampir semua
tumbuhan bergantung pada fungi simbiotik yang membantu akarnya
menyerap mineral dan air dari dalam tanah. Kita memakan beberapa jenis
fungi, membiakkan fungi untuk menghasilkan antibiotik dan obat-obatan
lainnya, menambahkan fungi ke adonan agar adonan mengembang, dan
menggunakan fungi untuk memfermentasi bir dan anggur (17).
Fungi menempati lingkungan yang sangat beraneka ragam dan
berasosiasi secara simbiotik dengan banyak organisme. Meskipun paling
sering ditemukan di habitat darat, beberapa fungi hidup di lingkungan
8
akuatik, dimana fungi tersebut berasosiasi dengan organisme laut dan air
tawar serta dengan bangkainya. Lichen, perpaduan simbiotik antara fungi
dan alga, banyak terdapat di mana-mana dan ditemukan di beberapa
habitat yang sangat tidak bersahabat di bumi ini; gurun yang dingin dan
kering di antartika, tundra alpin dan arktik. Fungi simbiotik lainnya hidup di
dalam jaringan tumbuhan yang sehat, dan spesies lain membentuk
mutualisme-mutualisme pengkonsumsi-selulosa dengan serangga, semut
dan rayap (17).
Hampir semua tumbuhan bergantung pada fungi simbiotik yang
membantu akarnya menyerap mineral dan air dari dalam tanah. Kita
mengonsumsi beberapa jenis fungi, membiakkan fungi untuk
menghasilkan antibiotik dan obat-obatan lainnya, dan menambahkan fungi
ke adonan agar mengembang, serta menggunakan fungi untuk
memfermentasi bir dan anggur (17).
Secara umum, fungi dapat dibagi atas dua kelompok berdasarkan
atas tipe selnya yaitu : fungi yang bersifat uniselluler (khamir, ragi, yeast)
dan fungi yang bersifat multiselluler (kapang, jamur, cendawan) (19).
II. 3 Fungi Endofit
Endofit merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan
tanaman tetapi tidak membahayakan inangnya, dapat diisolasi dari
jaringan tanaman yang telah disterilisasi permukaan ataupun diekstraksi
dari dalam jaringan tanaman. Endofit dapat memiliki beberapa efek yang
menguntungkan pada inangnya dan dapat digunakan sebagai kontol
9
biologis bagi hama tanaman, juga dapat mempertinggi karakteristik
tanaman seperti meningkatkan ketahanan terhadap kering, panas,
efisiensi nitrogen, sebagai bioherbisida dan juga memiliki efek
farmakologis (4).
Mikroba endofit mampu menghasilkan enzim yang penting untuk
kolonisasi dalam jaringan tanaman. Enzim-enzim yang dihasilkan seperti
enzim perombak oligosakarida, xylanase, mannanase, dan inulinase.
Selain itu, endofit juga dapat menghasilkan pemacu tumbuh, hormon dan
zat antibiotik serta metabolit sekunder lain yang bermanfaat dalam bidang
pertanian, farmasi maupun industri (4).
Fungi endofit berpenetrasi ke dalam sel tanaman melalui celah
alami ataupun lewat luka, lentisel, serangga, kumbang tanduk, dan
beberapa binatang yang hidup dan berkembang biak di pohon.
Tampaknya juga dapat masuk ke dalam jaringan tanaman dengan
menggunakan enzim hidrolitik seperti cellulase dan pektinase. Selain itu
fungi endofit juga dapat menghasilkan pemacu tumbuh, hormon, dan zat
antibiotik serta metabolit sekunder lain yang bermanfaat dalam bidang
pertanian, farmasi maupun industri (4, 20).
Pada umumnya isolat mikroba endofit adalah fungi. Fungi tumbuh
dalam bentuk filamen-filamen yang tumbuh dari bagian tanaman pada
permukaan medium isolasi. Kebanyakan isolat fungi yang diperoleh
termasuk dalam golongan fungi imperfekti atau deuteromisetes. Sebagian
besar endofit ini menghasilkan metabolit sekunder jika dikultur fermentasi.
10
Akan tetapi, temperatur, komposisi medium, dan derajat aerasi sangat
menentukan jumlah dan macam komponen yang dihasilkan oleh fungi
endofit (4).
Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, fungi ini merupakan
organisme yang sangat heterogen. Fungi endofit digolongkan ke dalam
kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini
cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan
Pyrenomycetes, selain itu ada juga fungi endofit meliputi genus Pestalotia,
Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain (4). Fungi endofit dimasukkan
ke dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella,
Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae
umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara
simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini,
fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan
oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang
dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh
fungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (21).
Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya digolongkan
dalam 2 kelompok (21):
1. Mutualisme konstitutif yaitu asosiasi yang erat antara fungi dengan
tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini fungi endofit
menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih
serta organ penyerbukan inang.
11
2. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara fungi dengan tumbuhan
inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara.
Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali
berada dalam keadaaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup
lama.
Jamur endofit memiliki arti ekonomis penting di masa depan karena
menyimpan potensi tak terbatas yang saat ini belum banyak diaplikasikan
dalam bidang industri farmasi sebagai sumber bahan baku obat, enzim,
dan senyawa biologis berkhasiat lainnya. Jamur endofit hidup intraseluler
di dalam jaringan tanaman yang sehat. Kemungkinan terjadi rekombinasi
genetik dengan inangnya, sehingga beberapa endofit telah terbukti
menghasilkan senyawa alami yang karakteristik bagi inangnya (22)
Komunitas fungi endofit yang terdapat dalam tanaman kakao hasil
identifikasi morfologi dan sekuensing rDNA, antara lain genus dari :
Acremonium, Blastomyces, Botryosphaeria, Cladosporium, Colletotrichum,
Cordyceps, Diaporthe, Fusarium, Geotrichum, Gibberella, Gliocladium,
Lasiodiplodia, Monilochoetes, Nectria, Pestalotiopsis, Phomopsis,
Pleurotus, Pseudofusarium, Rhizopycnis, Syncephalastrum, Trichoderma,
Verticillium, dan Xylaria (30).
Hasil identifikasi Nur Ima Fatimah terhadap isolat fungi endofit dari
kulit buah kakao, antara lain genus dari : Acremonium, Beauveria, dan
Aspergillus (9).
12
II.4 Fermentasi Mikroorganisme
Pada awalnya, fermentasi diartikan sebagai adanya gelembung
yang timbul pada saat terjadinya proses perubahan gula atau pati menjadi
minuman beralkohol. Kemudian, fermentasi diartikan sebagai proses
pembentukan alkohol dari substrat gula, tanpa memperdulikan apakah
proses ini disebabkan oleh agen biologik ataupun tidak. Kemudian datang
pendapat dari Pasteur, dia menyatakan proses fermentasi terjadi pada
keadaan anaerobik dimana mikroorganisme menghasilkan energi tanpa
adanya oksigen. Pada saat sekarang, makna fermentasi telah
berkembang, mencakup aktivitas metabolisme mikrobial baik melalui
proses aerobik ataupun anaerobik dimana terjadi perubahan kimia spesifik
dari suatu substrat organik. Dan jika ditinjau dari pandangan indusri
mikrobiologi maka pengertian ini berkembang menjadi semua proses yang
terjadi dikarenakan atau dilakukan oleh mikroorganime yang
menghasilkan produk yang bernilai ekonomis (23).
Pada beberapa tahun belakangan ini, banyak produk hasil
fermentasi mikrobial yang memiliki nilai komersil yang telah dipelajari
secara intensif, tetapi dari semuanya hanya beberapa yang diterapkan
hingga sekarang. Adanya proses yang lebih baik, nilai ekonomis yang
rendah, kurangnya biaya untuk menghasilkan produk fermentasi telah
menghambat penggunaan komersil dari berbagai produk hasil fermentasi
ini, meskipun demikian di masa mendatang penggunaan secara komersil
mungkin dapat terlaksana jika kondisi ini telah berubah (23).
13
Dalam proses fermentasi mikroorganisme, pemilihan medium yang
tepat adalah sangat penting terhadap kesuksesan industri fermentasi.
Medium menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan, energi, zat pembangun
sel, dan substrat biosintesis produk fermentasi. Medium yang digunakan
untuk menumbuhkan fungi mengandung sumber karbon (umumnya
glukosa), sumber nitrogen (umumnya amonia atau nitrat terkadang asam
amino), fosfat, sulfat, magnesium, potasium, dan unsur mikro seperti besi,
mangan, zink, tembaga. Dan sebagai tambahan, terkadang juga
ditambahkan pada medium sumber dari bahan alam seperti air rendaman
jagung, ekstrak yeast, jus buah-buahan, dan protein terhidrolisa. (23, 24)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses
fermentasi mikroorganisme antara lain : (24)
1. Kultur Permukaan (surface culture)
Pada metode ini, medium diinokulasikan spora atau miselium fungi.
Miselium akan tumbuh diseluruh permukaan medium cair membentuk
suatu koloni bervariasi. Ini merupakan metode yang paling mudah dan
murah, akan tetapi memiliki beberapa kerugian yaitu pertumbuhan yang
tidak homogen dimana koloni terdiri dari beberapa miselium yang berbeda
pertumbuhannya dan lingkungan tumbuhnya dimana miselium yang
berada diatas pemukaan koloni berada dalam kondisi yang lebih aerobik
dibandingkan yang dibawah permukaan koloni, hal ini berkebalikan pada
keadaan kontak dengan medium.
14
2. Kultur dengan pengocokan (shaker culture)
Pada metode ini medium dikocok setelah diinokulasikan spora atau
miselium sehingga pertumbuhan akan tampak pada seluruh medium.
Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode kultur permukaan
yaitu pemanfaatan medium oleh mikroorganisme lebih efisien,
mempercepat pertumbuhan dan pertumbuhannya lebih homogen.
3. Kultur dengan pengocokan, mengalirkan udara (stirred aerate culture)
Metode ini merupakan pengembangan dari metode kultur dengan
pengocokan, menggunakan pengaduk medium dan jalur udara atau
oksigen. Dikarenakan efisiensi pengocokan dan aerasi produksi dapat
meningkat pesat dan ini merupakan metode yang paling efisien untuk
memproduksi metabolit fungi dalam skala besar.
4. Kultur berkelanjutan (continous culture)
Metode ini dilakukan dengan cara berkala mengganti medium pada
fermentor dengan medium fermentasi yang baru, hal ini akan
menyebabkan proses fermentasi akan terus berlangsung. Metode ini akan
sangat bermanfaat untuk penelitian laboratorium fermentasi, karena
dengan menjaga ketersediaan medium baru kita dapat menjaga proses
fermentasi pada tahapan yang diinginkan sementara efek yang lain
dipelajari.
15
II.5 Senyawa Polifenol
Polifenol adalah suatu senyawa yang mempunyai beberapa gugus
hidroksil (-OH) pada cincin aromatiknya. Polifenol kakao utamanya
flavonoid mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami (6).
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol alam yang dalam
tumbuhan merupakan aglikon mengandung 15 atom karbon yang terdiri
dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier
terdiri dari 3 atom C6 dan 3 atom karbon sehingga mempunyai struktur
dasar C6-C3-C6. Setiap atom C6 yang merupakan cincin benzene yang
dihubungkan dengan tiga karbon (C3) rantai alifatis yang dapat pula
membentuk cincin ketiga. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau
isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (25).
Gambar 1. Struktur Polifenol
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis
yang sama, yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat
malonat. Flavonoid pertama dihasilkan segera setelah kedua jalur itu
bertemu. Flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis
15
II.5 Senyawa Polifenol
Polifenol adalah suatu senyawa yang mempunyai beberapa gugus
hidroksil (-OH) pada cincin aromatiknya. Polifenol kakao utamanya
flavonoid mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami (6).
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol alam yang dalam
tumbuhan merupakan aglikon mengandung 15 atom karbon yang terdiri
dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier
terdiri dari 3 atom C6 dan 3 atom karbon sehingga mempunyai struktur
dasar C6-C3-C6. Setiap atom C6 yang merupakan cincin benzene yang
dihubungkan dengan tiga karbon (C3) rantai alifatis yang dapat pula
membentuk cincin ketiga. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau
isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (25).
Gambar 1. Struktur Polifenol
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis
yang sama, yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat
malonat. Flavonoid pertama dihasilkan segera setelah kedua jalur itu
bertemu. Flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis
15
II.5 Senyawa Polifenol
Polifenol adalah suatu senyawa yang mempunyai beberapa gugus
hidroksil (-OH) pada cincin aromatiknya. Polifenol kakao utamanya
flavonoid mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami (6).
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol alam yang dalam
tumbuhan merupakan aglikon mengandung 15 atom karbon yang terdiri
dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier
terdiri dari 3 atom C6 dan 3 atom karbon sehingga mempunyai struktur
dasar C6-C3-C6. Setiap atom C6 yang merupakan cincin benzene yang
dihubungkan dengan tiga karbon (C3) rantai alifatis yang dapat pula
membentuk cincin ketiga. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau
isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (25).
Gambar 1. Struktur Polifenol
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis
yang sama, yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat
malonat. Flavonoid pertama dihasilkan segera setelah kedua jalur itu
bertemu. Flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis
16
yaitu khalkon dan semua bentuk lain diturunkan dari khalkon melalui
berbagai alur. Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada
berbagai tahap dan menghasilkan penambahan atau pengurangan
hidroksilasi, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid; isoprenilasi gugus
hidroksil atau inti flavonoid; metilenasi gugus orto-dihidroksi; dimerisasi
(pembentukan) bisulfit; dan yang terpenting glikosilasi gugus hidroksil
(pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan
flavonoid C-glikosida) (25).
Senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis, tergantung pada
tingkat oksidasi dari rantai propan dari system 1,3-diarilpropan. Dalam hal
ini, flavon mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa
ini dianggap sebagai senyawa induk dalam tatanama senyawa-senyawa
turunan flavon (25).
Senyawa flavonoid yang terdapat pada kulit buah kakao antara lain
antosianidin, katekin, dan leukoantosianidin (15).
Gambar 2. Kerangka Dasar Flavonoid (25)
17
II.6 Spektrofotometer Sinar Tampak dan Ultraviolet
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (26).
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau
blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absobsi antara sampel
dan blanko (26)
1. Sumber : Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi
adalah lampu wofram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu.
i= KVn , i = arus cahaya, V = tegangan, n = eksponen.
2. Monokromator : Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau grating. Untuk
mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil
penguraian, dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka
prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan yang
diinginkan.
3. Sel absorpsi : Pada pengukuran pada daerah tampak kuvet kaca atau
kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada
18
daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus
cahaya pada daerah ini.
4. Detektor : Peranan detektor penerima adalah memberikan respon
terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut:
Tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama
sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih
fotosel yang cocok 650-1100 nm agar daerah yang diperlukan dapat
terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup (nol) galvanometer
didapat dengan memutar tombol sensivitas. Dengan mengggunakan
tombol transmitansi kemudian atur besarnya pada 100% . Lewatkan
berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala
absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (26).
Komposisi pereaksi FC (Folin Ciocalteu), yaitu : (29)
- Natrium Tungstat P (Na2WO4 P) 100 g
- Natrium Molibdat (Na2Mo04 P) 25 g
- Asam Fosfat (H2PO4 P) 50 ml
- Asam Klorida (HCl P) 100 ml
- Litium Sulfat (LiSO4) 150 g
- Brom P (Br2 P)
- Air suling 1000 ml
19
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf (All American Model 25x -
2), batang pengaduk, corong pisah, enkas, elenmeyer (pyrex), gelas ukur
(pyrex), gelas piala (pyrex), inkubator (WTB Binder), pelat KLT silica
GF254, LAF (Laminar Air Flow) (Envirco), lemari pendingin (Panasonic),
pinset, pipet kapiler, shaker incubator (Gemmy Orbit), sentrifuge (model
DKC-1006T), sonikasi (soniclean), spektrofotometer UV-VIS (Agilent),
spoit, tabung sentrifuge, timbangan analitik, vial.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, asam hidroklorida,
asam asetat glasial, asam galat, Dimetil Sulfooksida (DMSO), etanol 96%,
ekstrak yeast, ekstrak maltosa, etil asetat, glukosa, isolat fungi endofit kulit
buah kakao Paecilomyces sp ( Koleksi Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar), Kalium Bifosfat (KH2PO4),
kapas, kertas saring, magnesium sulfat, n-butanol, natrium karbonat,
pepton, PDA (Potato Dekstrosa Agar), Folin-Ciocalteau (E.Merck)
III.2 Penyiapan Kultur Fungi Endofit
III.2.1 Peremajaan Fungi
Medium PDA (Potato Dekstrosa Agar) dibuat dalam bentuk agar
miring. Kemudian isolat fungi endofit yang telah diperoleh dari penelitian
sebelumnya, diinokulasi pada media agar miring. Diinkubasi selama 3 x 24
jam pada suhu 25 oC.
20
III.2.2 Pembuatan Suspensi Fungi Endofit
Isolat fungi endofit dari kulit buah kakao yang telah diremajakan di
dalam medium PDA (Potato Dekstrosa Agar) ditambahkan dengan 2 ml air
suling, kemudian spora isolat fungi endofit dilepaskan dari media agar.
III.2.3 Pembuatan Media Kultur
Ekstrak khamir ditimbang sebanyak 0,15 g, ekstrak malt sebanyak
0,15 g, pepton sebanyak 0,25 g, glukosa sebanyak 0,5 g, ditambahkan air
suling hingga 50 ml, lalu ditambahkan isolat fungi endofit yang telah
disuspensikan, diukur pHnya, kemudian difermentasi selama 3 hari.
III.2.4 Pembuatan Media Produksi
Ekstrak khamir ditimbang sebanyak 0,2 g, glukosa sebanyak 2 g,
pepton sebanyak 0,2 g, MgSO4 sebanyak 0,05 g, KH2PO4 sebanyak 0,05
g, ditambahkan 10 ml larutan media kultur yang telah difermentasi selama
3 hari, lalu ditambahkan air suling hingga 100 ml, diukur pHnya, kemudian
difermentasi selama 10 hari. Hasil fermentasi media produksi kemudian
disonikasi, setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama
15 menit, kemudian dipisahkan supernatan dan endapannya yang berupa
massa sel.
III.2.5 Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder
Supernatan yang diperoleh dari hasil fermentasi media produksi
yang sebelumnya telah disentrifugasi disesuaikan pHnya sampai pH 3
dengan penambahan HCl 2N, supernatan diekstraksi dengan
menggunakan etil asetat di dalam corong pisah, setelah itu diuapkan,
21
kemudian ekstrak etil asetat yang diperoleh siap untuk diuji kualitatif dan
kuantitatif.
III.3 Uji Kualitatif Metabolit Sekunder
Ekstrak etil asetat diuji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Ekstrak
ditotolkan pada pelat KLT silika gel 60 F254 dengan menggunakan pipa
kapiler. Selanjutnya, ekstrak dikromatografi di dalam wadah yang telah
dijenuhkan dengan eluen (n-butanol : asam asetat glasial : H2O, 9:1:3)
lalu pelat dikeringkan, kemudian diamati di bawah sinar UV 254 nm dan
366 nm. Setelah diamati, kemudian disemprot dengan pereaksi semprot,
FeCl3 dan Sitratborat. Jika terlihat noda, maka noda tersebut diberi tanda
dengan pensil. Lalu dihitung harga Rf-nya.
III.4 Uji Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat
III.4.1 Pembuatan Larutan Natrium Karbonat 10%
Natrium karbonat ditimbang seksama sebanyak 1 g, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 10 ml, kemudian dilarutkan dengan 10,0 ml air suling.
Larutan kemudian didiamkan selama satu malam.
III.4.2 Pembuatan Larutan Standar dan Kurva Baku Asam Galat
Asam galat ditimbang seksama sebanyak 10 mg, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 10 ml, kemudian dilarutkan dengan 10,0 ml air suling.
Larutan standar asam galat dipipet sebanyak 10,0 l; 20,0 l; 30,0 l; 40,0
l; 50,0 l lalu ditambahkan air suling sampai 5,0 ml, hingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 bpj. Masing-masing dimasukkan
dalam labu tentukur 5,0 ml, ditambah dengan 100,0 l pereaksi Folin
22
Ciocalteau, dihomogenkan lalu ditambah 100,0 l larutan Na2CO3 10%,
kemudian ditambahkan air suling sampai 5,0 ml, dikocok sampai
homogen. Didiamkan selama 2 jam pada suhu kamar, lalu diukur serapan
pada panjang gelombang 763 nm.
III.4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Spektogram
Larutan standar asam galat konsentrasi 6 bpj diukur panjang
gelombang maksimum (maks) 443 nm – 1100 nm.
III.4.4 Penentuan Kandungan Polifenol
Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 50 mg, dilarutkan dengan 2
tetes DMSO, dimasukkan ke dalam labu tentukur 5,0 ml, kemudian
ditambahkan air suling sampai 5,0 ml. Larutan sampel dipipet 1,0 ml,
ditambahkan 100,0 l pereaksi Folin Ciocalteau, dihomogenkan, dan
ditambahkan 100,0 l Na2CO3 10%, kemudian dimasukkan ke dalam labu
tentukur 5 ml, lalu ditambahkan air suling sampai 5,0 ml. Diukur serapan
pada panjang gelombang 763 nm. Dilakukan 3 kali pengulangan sehingga
kadar polifenol yang diperoleh hasilnya didapat sebagai mg ekuivalen
asam galat/g.
III.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan berupa persen kadar dari pengujian
kuantitatif.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil penelitian
Setelah dilakukan fermentasi dari isolat fungi endofit Paecilomyces
sp, uji kualitatif dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis, dan
uji kuantitatif dengan menggunakan metode spektrofotometri diperoleh
data pengamatan sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat isolat fungi endofit
Sampel Sinar UV Reagen semprot
254 nm 366 nm FeCl3Sitratborat+UV
366 nm Keterangan
Lapisan AirEkstrak Etil Asetat
Nodaberwarna
coklat
Nodaberpendar
kuning
Nodaberwarna
coklat
Noda berpendardan tampaklebih kuning
Positifmengandung
flavonoid
Lapisan EtilAsetat
Nodaberwarna
coklat
Nodakurang
berpendar
Nodaberwarnakehitaman
Tidak terlihatnoda
Negatif
Sampel adar Polifenol (%)
Lapisan air ekstrak etilasetat
0, 275 % b/b
Tabel 2. Hasil pengukuran kadar polifenol yang dihtung sebagai asamgalat dengan menggunakan metode spektrofotometer
24
IV.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan pengujian analisis kadar polifenol dari
hasil fermentasi isolat fungi endofit Paecilomyces sp yang diekstraksi
dengan pelarut etil asetat.
Media fermentasi yang digunakan adalah media kultur yang
mengandung ekstrak khamir, ekstrak maltosa, pepton, glukosa, dan air
suling yang selanjutnya ditambahkan ke dalam media produksi yang
mengandung ekstrak khamir, glukosa, pepton, MgSO4, KH2PO4, dan air
suling. Media kultur merupakan media pertumbuhan untuk fungi sehingga
pertumbuhannya lebih banyak sedangkan media produksi merupakan
media yang digunakan untuk pertumbuhan sel fungi juga untuk
pembentukan enzim dalam menghasilkan metabolit sekunder. Ekstrak
khamir digunakan karena ekstrak khamir merupakan sumber nitrogen
yang mengandung asam amino, peptida, dan polipeptida hasil pecahan
ikatan peptida secara enzimatik di dalam khamir, vitamin, dan sebagai
sumber nutrisi di dalam medium mikrobiologi (27). Ekstrak khamir memiliki
total nitrogen sebanyak 10,70 % dan amino nitrogen 5,40% (27), sehingga
sangat baik digunakan sebagai sumber nitrogen dalam nutrisi
pertumbuhan mikroorganisme dan untuk menghasilkan metabolit
sekunder. Pemecahan sel fungi yang dilakukan dengan menggunakan
seperangkat alat sonikator yang bekerja dengan cara mengubah getaran
listrik untuk memecah ikatan antar molekul sehingga terjadi pemecahan
25
sel gunanya untuk memecahkan sel supaya cairan intraselnya keluar dari
dalam sel.
1
2
(A) (B)
Gambar 3. Foto Isolat Fungi Endofit Paecilomyces spKeterangan :
(A) : Difoto dari depan(B) : Difoto dari belakang1. Isolat Fungi Endofit Paecilomyces sp2. MediaPDA
Isolat fungi endofit Paecilomyces sp yang digunakan berasal dari
kulit buah kakao. Isolat fungi endofit Paecilomyces sp yang telah
diremajakan pada media PDA (Potato Dextrosa Agar) dapat dilihat pada
gambar 3. Hasil fermentasi kemudian dipartisi dengan pelarut etil asetat
menggunakan corong pisah, ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
pelarut etil asetat yang baru pada larutan sampel secara terus menerus
agar mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya
kontaminasi sampel (33). Seluruh lapisan air dan lapisan etil asetat
diuapkan, selanjutnya masing-masing residu yang ada ditambahkan
etanol 96% sebagai pelarut untuk dilakukan KLT.
26
Pada tabel 1 terlihat bahwa pada uji kualitatif dengan cara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen n-butanol :
asam asetat glasial : air dengan perbandingan 9 : 1 : 3 menunjukkan
bahwa lapisan air dari hasil ekstraksi etil asetat memberikan hasil positif
mengandung polifenol golongan flavonoid dimana pada UV 366 nm noda
yang berpendar berwarna kuning, setelah disemprot dengan pereaksi
sitroborat yang merupakan pereaksi spesifik untuk golongan flavonoid
noda yang tampak lebih kuning berpendar pada gambar 4B, sedangkan
pada saat disemprot dengan pereaksi FeCl3 yang merupakan pereaksi
spesifik untuk golongan fenol, noda yang muncul berwarna kecoklatan
(28), dapat dilihat pada gambar 4C. Untuk lapisan etil asetat menunjukkan
hasil negatif terhadap senyawa fenol dimana tidak terlihat noda setelah
disemprot dengan pereaksi sitroborat dan pereaksi FeCl3.
1 2 1 2 1 2(A) (B) (C)
Gambar 4. Foto Identifikasi Kromatografi Lapis TipisKeterangan :
(A) ; Sebelum disemprot dengan pereaksi sitroborat pada UV 366 nm(B) : Setelah disemprot dengan pereaksi sitroborat pada UV 366 nm(C) : Setelah disemprot dengan pereaksi FeCl3
1 : Hasil fermentasi ekstrak lapisan air2 : Hasil fermentasi ekstrak lapisan etil asetat
27
Pada pengujian KLT digunakan eluen yang bersifat polar maka
senyawa polar akan terelusi lebih dahulu dan memiliki nilai Rf yang lebih
tinggi, dibandingkan dengan senyawa non-polar ataupun semipolar. Pada
penampakan noda lempeng di UV 366 nm diketahui bahwa terdapat
senyawa flavonoid, karena pada kulit buah kakao mengandung pigmen
kakao (campuran dari flavonoid terpolimerasi atau terkondensasi meliputi
antosianidin, katekin, leukoantosianidin) yang kadang berikatan dengan
glukosa, karbohidrat berbobot molekul besar (polisakarida) dan berbobot
molekul rendah (monosakarida) (15).
Berdasarkan penelitian sebelumnya diperoleh noda hasil KLT di
dalam ekstrak hasil fermentasi isolat fungi endofit Paecilomyces sp
terdapat senyawa polifenol, golongan flavonoid. Flavonoid di dalam isolat
fungi endofit Paecilomyces sp mempunyai aktivitas antibakteri. Salah satu
flavonoid yaitu katekin yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Streptococcus mutans (31).
Selanjutnya, dilakukan uji kuantitatif dengan menggunakan baku
pembanding asam gallat untuk mengukur kadar polifenol lapisan air dari
hasil ekstraksi etil asetat dengan cara spektrofotometri menggunakan
pereaksi Folin Ciocalteau. Hasil pengukuran kadar polifenol lapisan air
dari hasil ekstraksi etil asetat diperoleh 0,275 % b/b dihitung sebagai
asam galat. Kadar total polifenol yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
senyawa polifenol yang terkandung di dalam hasil fermentasi
Paecilomyces sp isolat fungi endofit kulit buah Kakao (Theobroma cacao)
28
memiliki kadar yang rendah yaitu 0,275 % b/b dihitung sebagai asam
galat, dari hasil penelitian sebelumnya di dalam ekstrak etanol kulit buah
Kakao (Theobroma Cacao) diperoleh kadar total polifenol sebesar 0,91 %
b/b dihitung sebagai asam galat (32). Untuk lapisan etil asetat tidak
dilakukan pengukuran karena ditinjau dari hasil pengujian KLT lapisan etil
asetat yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang negatif mengandung
senyawa polifenol, kemungkinan disebabkan karena kadar polifenolnya
yang sangat kecil sehingga tidak terdeteksi pada analisis kualitatif KLT.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis kadar polifenol dari hasil
fermentasi Paecilomyces sp isolat fungi endofit kulit buah kakao
(Theobroma cacao L.) sebesar 0,275 % b/b dihitung sebagai asam galat.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai variasi media fermentasi dan
optimasi kondisi fermentasi dari isolat fungi endofit Paecilomyces sp.
29