analisis gempa terhadap struktur gedung satuan … · terhadap struktur gedung satuan kerja...
TRANSCRIPT
ANALISIS GEMPA TERHADAP STRUKTUR GEDUNG
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) I
KOTA TANGERANG SELATAN
TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Gempa
Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota
Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Tubagus Verry Snovile Arunda
NIM F44120068
ABSTRAK
TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA. Analisis Gempa Terhadap Struktur
Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan.
Dibimbing oleh MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA dan MUHAMMAD
FAUZAN.
Proyek pembangunan Gedung SKPD I berlokasi di Kelurahan Serua,
Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
keamanan struktur bangunan Gedung SKPD I terhadap pengaruh kombinasi
pembebanan gempa, beban mati, beban hidup, beban hujan, dan beban angin
sebagai dasar dalam memperbaiki performa struktur ketika mengalami deformasi
akibat pembebanan. Penelitian ini menggunakan metode analisis gempa berupa
statik ekuivalen, modal response spectrum, dan fast nonlinear analysis (FNA).
Nilai story drift gedung yang diperoleh dari semua metode analisis gempa berada
dalam batas aman karena tidak melebihi nilai yang diijinkan. Pengaruh P-delta
dapat diabaikan dalam proses analisis, karena dari hasil statik ekuivalen diketahui
bahwa koefisien stabilitas kurang dari 0.10. Hasil analisis tulangan menunjukkan
beberapa tipe balok anak mampu menahan kombinasi pembebanan gempa statik
maupun dinamis, namun tidak untuk balok utama yang tergolong ke dalam collapse
prevention dan life safety untuk kondisi kerusakan struktur. Luasan tulangan torsi
untuk balok BA3/BA4 dan BA6 tidak mencukupi untuk menahan accidential
torsion. Kolom utama di lantai dasar dekat tangga utama maupun kolom lift K5 dan
K6 juga tidak dapat menahan gaya geser gempa serta tergolong pula ke dalam
collapse prevention dan life safety.
Kata kunci: analisis gempa, fast nonlinear analysis, modal response spectrum,
statik ekuivalen, story drift
ABSTRACT
TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA. Seismic Analysis of Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) I Building Structure at South Tangerang City.
Supervised by MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA and MUHAMMAD
FAUZAN.
Construction project of SKPD I Building is located at kelurahan Serua,
Ciputat district, South Tangerang. This study aimed to analyse the structural safety
of SKPD I Building towards combined effect of earthquake loading, dead loads,
live loads, rain loads, and wind loads as a basis to improve deformation of structure
performance. This research used seismic analysis methods such as equivalent static,
modal response spectrum, and fast nonlinear analysis (FNA). The value of story
drift from all buildings earthquake analysis methods were within safe limits because
it didn’t exceed the value of permitted story drift. Effect of P-delta can be ignored
in the analysis process, because the results of equivalent static showed that stability
coefficient was less than 0.10. Results of the analysis showed that several type of
sub-main beam were able to withstand static and dynamic earthquake loading, but
not for the main beam that was classified into the collapse prevention and life safety
for the conditions of structural damage. Torsion reinforcement area of BA3/BA4
and BA6 beam can’t afford the accidential torsion. Main columns on the ground
floor near the main stairs and also lift column of K5 and K6 couldn’t withstand
earthquake shear stress and also classified into collapse prevention and life safety.
Key words: equivalent static, fast nonlinear analysis, modal response spectrum,
seismic analysis, story drift
ANALISIS GEMPA TERHADAP STRUKTUR GEDUNG
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) I
KOTA TANGERANG SELATAN
TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan
Nama : Tubagus Verry Snovile Arunda
NIM : F44120068
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Nora Herdiana Pandjaitan, DEA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Ir Machmud Arifin Raimadoya, MSc
Muhammad Fauzan, ST, MT
Pembimbing I Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan karunia dan rahmat-Nya lah maka karya ilmiah berjudul “Analisis Gempa
Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota
Tangerang Selatan” ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M. Sc. selaku pembimbing pertama yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Muhammad Fauzan, ST. MT. selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan dan bimbingannya selama melakukan penelitian.
3. Dr. Ir. Meiske Widyarti, M. Eng. selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak saran dan masukan.
4. PT. Brantas Abipraya (Persero) selaku perusahaan kontraktor BUMN yang
telah mengizinkan penggunaan lokasi konstruksi sebagai tempat penelitian.
5. PT. Katama Suryabumi selaku perusahaan pemilik paten pondasi konstruksi
sarang laba-laba (KSLL) yang menyediakan data uji tanah dari tempat
penelitian.
6. Orang tua, adik, dan keluarga besar yang selalu memberikan doa tulus untuk
kelancaran pelaksanaan rangkaian penelitian.
7. Muhammad Nofal, Larasati Swisti Wirabumi, Siti Rahmatika, dan Muhammad
Gilang Nugraha selaku teman sebimbingan sebagai tempat bercerita, berbagi
ide, diskusi, dan berkeluh kesah.
8. Ario Wisnu Wicaksono, Harits Kusuma Andaerri, dan Muhamad Ridwan yang
berjasa dalam membantu mengembangkan bakat menulis karya ilmiah dan ide-
ide penelitian.
9. Seluruh teman-teman SIL angkatan 49 atas keceriaannya selama tiga tahun
menjalani kuliah bersama.
Terima kasih juga diucapkan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2016
Tubagus Verry Snovile Arunda
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Pembebanan Struktur 3
Metode Analisis Gempa 5
Hysteretic Models dan Hinge Status 7
Konfigurasi Bangunan 10
METODE PENELITIAN 10
Lokasi dan Waktu 10
Alat dan Bahan 10
Prosedur Penelitian 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Parameter Input 14
Nilai Story Drift dan Gaya Geser Gedung 15
Kondisi Elemen Struktural Setelah Mengalami Pembebanan Gempa 18
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL
1 Nilai batasan IDR terhadap kondisi kerusakan dari bangunan
reinforced concrete 9
2 Nilai koefisien stabilitas pada sumbu x 17
3 Nilai koefisien stabilitas pada sumbu y 18
4 Hasil analisis penulangan pelat lantai 19
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses iterasi metode FNA 7
2 Kurva model hysteretic non linier 8
3 Tingkatan performa bangunan 9
4 Peta lokasi penelitian 11
5 Diagram alir tahapan penelitian 12
6 Tampilan tiga dimensi gedung SKPD I (Tekla) 13
7 Kurva horizontal response spectra desain 14
8 Synthetic time history desain 14
9 Hubungan nilai story drift (arah x) terhadap ketinggian gedung 15
10 Hubungan nilai story drift (arah y) terhadap ketinggian gedung 15
11 Tampilan story drift maksimum 16
12 Kurva gaya geser lantai sumbu x 16
13 Kurva gaya geser lantai sumbu y 17
14 Detail balok utama (Tekla) 18
15 Detail kolom utama (Tekla) 19
16 Hinge status dari struktur gedung 20
17 Hinge status dari balok struktur lantai satu 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komponen beban mati tambahan (kg/m2) dalam perencanaan
gedung 24
2 Beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan beban hidup
terpusat minimum bangunan 25
3 Klasifikasi situs 26
4 Koefisien situs Fa dan Fv 27
5 Ketidakberaturan horizontal pada struktur 28
6 Ketidakberaturan vertikal pada struktur 29
7 Dokumen quality control baja tulangan BJTD 40 dan BJTP 30 30
8 Dokumen quality control beton K-400 31
9 Dokumen quality control beton K-300 32
10 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 0.2 detik 33
11 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 1 detik 34
12 Hasil uji tanah Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan 35
13 Hasil Dutch Cone Penetration Test Gedung SKPD I
Kota Tangerang Selatan 36
14 Hasil perhitungan story drift statik ekuivalen pada sumbu x dan y 37
15 Hasil perhitungan story drift modal response spectrum pada
sumbu x dan y 38
16 Hasil perhitungan story drift fast nonlinear analysis (FNA) pada
sumbu x dan y 39
17 Hasil analisis penulangan balok 40
18 Hasil analisis penulangan kolom 41
19 Backbone curve dari kolom utama di lantai dasar 42
20 Backbone curve dari balok utama di lantai satu 43
21 Diagram alir perhitungan tulangan lentur ganda balok 44
22 Diagram alir perhitungan tulangan geser balok dan kolom 45
23 Diagram alir perhitungan tulangan gaya interaksi P-M2-M3 kolom 46
24 Diagram alir perhitungan tulangan gabungan geser dan torsi balok 47
25 Validasi gaya-gaya dalam pada balok induk di lantai satu 48
26 Validasi desain tulangan gaya interaksi Pu-Mu2-Mu3 kolom utama
di lantai dua 50
27 Validasi desain tulangan geser kolom utama di lantai dua 52
28 Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
(ETABS) 54
29 Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
(ETABS extrude) 55
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertambahan jumlah gedung maupun infrastruktur lainnya (perumahan,
jalan, jembatan, dan lainnya) terus mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Di wilayah perkotaan, laju
pertumbuhan kawasan pemukiman tercatat mencapai 1.37%/tahun dan penyebab
utamanya adalah laju urbanisasi yang mencapai 4.4%/tahun (Dirjen CK 2010).
Pertambahan kawasan pemukiman tersebut perlu didukung oleh peningkatan
fasilitas-fasilitas umum seperti Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I
Kota Tangerang Selatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan umum terhadap
masyarakat sekitar. Mengacu terhadap fungsinya, maka dalam proses konstruksi
fasilitas tersebut harus memenuhi suatu standar nasional yang mengatur proses
perencanaan bagian-bagian struktur, kualitas material bangunan, dan pembebanan
minimum untuk bangunan.
Perancangan struktur bangunan, terutama gedung tinggi memerlukan
perhatian lebih terhadap pengaruh beban gempa. Letak geografis Indonesia berada
di wilayah yang terkenal sebagai ring of fire dengan jumlah gunung vulkanik yang
banyak serta zona patahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia. Salah satu
kejadian gempa pada tahun 2006 yang ditimbulkan oleh pergerakan lempeng
tektonik Eurasia dengan lempeng tektonik Australia mengakibatkan kerusakan
yang cukup berat pada kota Yogyakarta dan mengakibatkan korban sebanyak 6 234
orang. Menurut USGS (2006), gempa terukur sebesar 6.2 skala Richter pada
kedalaman 33 km selama 57 detik. Korban jiwa dari gempa tersebut dapat ditekan
bila struktur bangunan dirancang untuk bertahan terhadap deformasi akibat gempa
dengan mematuhi seluruh peraturan pada SNI yang berlaku.
Prinsip dasar pendesainan struktur bangunan yang dapat menahan beban
gempa didasarkan pada faktor resonansi dan damping yang dimiliki oleh struktur
bangunan berdasarkan massa, kekakuan, serta ada tidaknya elemen peredam pada
struktur. Secara umum untuk massa dan kekakuan struktur dipengaruhi langsung
oleh material pembentuk beton, bentuk penampang, dan tulangannya. Metode
untuk menetapkan respon bangunan terhadap gempa salah satunya dapat dilakukan
melalui penggunaan response spectrum analysis (RSA). Pada metode ini periode
struktural (T) digunakan untuk untuk mendapatkan percepatan spectral dari gempa
dan kemudian mendefinisikan besarnya gaya gempa yang timbul serta defleksi pada
struktur bangunan (Booth 2014). Faktor damping berhubungan langsung terhadap
persamaan dinamik gempa yang berpengaruh terhadap reduksi lendutan yang
terjadi pada struktur seiring bertambahnya waktu. Bertambahnya nilai damping
umumnya menurunkan besarnya lendutan pada struktur. Pengaruh resonansi
berkaitan erat terhadap frekuensi natural bangunan yang didasarkan oleh nilai
periode getaran alami struktur bangunan. Frekuensi natural bangunan dalam
perencanaan dijaga agar tidak berada di dekat nilai frekuensi natural lingkungan
maupun gempa untuk menghindari terjadinya peristiwa resonansi yang dapat
meningkatkan efek osilasi pembebanan gempa maupun angin.
2
Perumusan Masalah
Mengacu terhadap latar belakang permasalahan pada pendahuluan dengan
keterangan garis besar antara lain:
1. Mengevaluasi ketahanan struktur terhadap pembebanan gempa.
2. Membandingkan hasil analisis statik ekuivalen, modal response spectrum, dan
fast nonlinear.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan keamanan struktur bangunan
Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan terhadap pengaruh kombinasi
pembebanan gempa, beban mati, beban hidup, beban hujan, dan beban angin
sebagai dasar dalam memperbaiki performa struktur ketika mengalami deformasi
akibat pembebanan.
Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini dapat diketahui seberapa besar ketahanan Gedung
SKPD I Kota Tangerang Selatan terhadap beban gempa dan dapat digunakan
sebagai tinjauan bagi pemilik gedung untuk melakukan modifikasi terhadap
struktur bangunan gedung.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan:
1. Struktur gedung yang dianalisis hanya struktur atas bangunan saja, yaitu struktur
dari lantai basement hingga top floor dengan memperhitungkan semua
komponen strukturalnya seperti balok, kolom, dan pelat lantai. Shear wall tidak
diperhitungkan karena menganut sistem rangka pemikul momen khusus
(SRPMK). Pengaruh penggunaan pondasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL)
diabaikan dan tumpuan kolom lantai dasar dianggap terjepit karena nilai
kekakuan dan damping dari pondasi tersebut tidak tersedia untuk
memperhatikan efek soil-structure interaction (pondasi dianggap tiang
pancang).
2. Analisis dan perhitungan struktur dilakukan dengan menggunakan variasi beban
mati, beban hidup, beban angin, beban gempa, dan beban hujan.
3. Analisis beban gempa dilakukan dengan menggunakan tipe analisis gempa statik
ekuivalen, modal response spectrum, dan fast nonlinear analysis (FNA).
4. Gaya dalam dan analisis beban gempa dihitung menggunakan program ETABS
2015 dan untuk dimensi struktur disesuaikan dengan shop drawing.
5. Analisis beban gempa menggunakan Peta Gempa Indonesia yang mengacu pada
SNI 1726-2012 (BSN 2012).
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pembebanan Struktur
Beban Mati
Beban mati dapat dinyatakan sebagai gaya statis yang disebabkan oleh berat
setiap unsur di dalam struktur dan terbagi menjadi beban mati struktural dan beban
mati tambahan (super impossed dead load). Gaya-gaya yang menghasilkan beban
mati terdiri dari berat unsur pendukung beban dari bangunan, lantai, penyelesaian
langit-langit, dinding partisi tetap, penyelesaian fasade, tangki simpan, sistem
distribusi mekanis, dan seterusnya. Gabungan beban semua unsur ini merupakan
total beban mati dari suatu bangunan (Schueller 2001). Komponen beban mati
tambahan yang digunakan dalam perencanaan dapat dilihat pada Lampiran 1
(Direktorat PMB 1983).
Beban Hidup
Beban hidup berbeda dengan beban mati karena sifatnya (beban ini berubah-
ubah dan sulit diperkirakan). Perubahan beban hidup terjadi tidak hanya sepanjang
waktu, tetapi juga sebagai fungsi tempat. Perubahan ini bisa berjangka pendek
ataupun panjang sehingga hampir mustahil untuk memperkirakan beban-beban
hidup secara statis.
Beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu
bangunan disebut beban penghunian (occupancy load). Beban-beban ini mencakup
beban peluang untuk berat manusia, perabot, partisi yang dapat dipindahkan,
lemari, perlengkapan mekanis, kendaraan bermotor, perlengkapan industri, dan
semua beban sementara, tetapi bukan bagian dari struktur dan tidak dianggap
sebagai beban mati (Schueller 2001). Beban hidup rencana yang bekerja pada
struktur pelat lantai gedung berdasarkan SNI 1727-2013 dapat dilihat di Lampiran
2 (BSN 2013a).
Beban Hujan
Beban hujan diperhitungkan dalam perencanaan suatu atap dan setiap bagian
atap harus mampu menahan beban dari semua air hujan yang terkumpul apabila
sistem drainase primer tertutup. Selain itu ditambah pula dengan beban merata yang
disebabkan oleh kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase sekunder (BSN
2013a). Beban hujan (R) tersebut dapat dihitung melalui persamaan (1).
𝑅 = 0.0098(𝑑𝑠 + 𝑑ℎ) (N/mm2)........................................................................... (1)
Keterangan:
ds = Kedalaman air pada atap di sistem drainase sekunder apabila sistem drainase
primer tertutup (mm).
dh = Tambahan kedalaman air pada atap di atas lubang masuk sistem drainase
sekunder (mm).
4
Beban Angin
Beban angin pada bangunan bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor lengkungan seperti kekasaran dan bentuk permukaan, bentuk kerampingan,
dan tekstur fasade struktur itu sendiri serta peletakan bangunan yang berdekatan.
Unsur-unsur tesebut mempengaruhi kecepatan, arah, dan perilaku angin ketika
bekerja pada bangunan. Kecepatan angin rata-rata pada umumnya meningkat
seiring dengan bertambahnya ketinggian bangunan. Namun, tingkat pertambahan
kecepatan rata-rata adalah fungsi dari kekasaran permukaan tanah karena
perjalanan angin dihambat di dekat permukaan tanah oleh gaya gesek. Semakin
banyak pengaruh benda-benda sekitar, semakin meningkat pula ketinggian tempat
terjadinya kecepatan maksimum (Vmax) (Schueller 2001). Menurut BSN (2012),
beban angin (p) untuk bangunan gedung kaku tertutup dan tertutup sebagian
dihitung melalui persamaan (2).
𝑝 = 𝑞𝐺𝐶𝑝 − 𝑞𝑖(𝐺𝐶𝑝𝑖) (N/mm2) ........................................................................... (2)
Keterangan:
q = qz untuk dinding di sisi angin datang yang diukur pada ketinggian z di atas
permukaan tanah, sedangkan qh untuk dinding di sisi angin pergi, dinding
samping dan atap yang diukur pada ketinggian h (m/det).
qi = qz untuk mengevaluasi tekanan internal negatif, sementara qz untuk
mengevaluasi tekanan internal positif pada bangunan tertutup sebagian
(m/det).
G = Faktor efek tiupan angin.
(GCpi) = Koefisien tekanan internal.
Beban Gempa
Menurut Schodek (1999), gempa bumi dapat terjadi karena fenomena getaran
dengan kejutan pada kerak bumi. Faktor utama adalah benturan pergeseran kerak
bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Gempa bumi ini menjalar dalam
bentuk gelombang. Gelombang ini mempunyai suatu energi yang dapat
menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya menjadi bergetar. Getaran
ini nantinya akan menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena struktur
cenderung mempunyai gaya (inersia dan kekakuan struktur) untuk
mempertahankan dirinya dari gerakan.
Analisis dinamik untuk perancangan struktur bangunan tingkat tinggi tahan
gempa dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis
terdapat dua metode, yakni analisis ragam riwayat waktu (time history modal
analysis) dan analisis ragam spektrum respon (respons spectrum modal analysis).
Analisis ragam riwayat waktu memakai data rekaman percepatan gempa,
sedangkan Analisis ragam spektrum respon menggunakan data spektrum respon
rencana (design spectra) untuk mendapatkan respon maksimum dari tiap ragam
getar yang terjadi. Analisis dinamis elastis digunakan untuk mendapatkan respon
struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung
(direct integration method). Analisis dinamik elastis sering digunakan karena lebih
sederhana (Booth 2014).
5
Metode Analisis Gempa
Analisis Gempa Statik Ekuivalen
Analisis beban statik ekuivalen adalah salah satu cara analisis statik struktur
yang memperhatikan pengaruh gempa terhadap struktur dan menganggap beban-
beban statik horizontal hanya boleh diterapkan pada struktur gedung sederhana dan
beraturan yang tidak menunjukkan perubahan mencolok dalam perbandingan
antara berat dan kekakuan pada tingkat-tingkatnya. Analisis beban gempa statik
ekuivalen pada struktur bangunan tiga dimensi secara praktis dapat berperilaku
seperti struktur dua dimensi, sehingga respon dinamiknya dapat ditentukan oleh
respon ragam pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik
ekuivalen (Diredja et al. 2009). Secara teoritis statik ekuivalen yang tergolong
analisis statik dapat menghasilkan bentuk defleksi ekstrim yang akan muncul ketika
gempa. Kesamaan yang muncul antara statik ekuivalen dengan analisis dinamik
sangat mungkin terjadi bila hanya memperhatikan satu mode modal. Namun apabila
mode modal yang diperhatikan lebih dari satu serta pengaruh mode coupled lateral-
torsional diperhitungkan, maka diperlukan analisis dinamis yang dapat
menggambarkan respon maksimum pada setiap rentang waktu (Booth 2014). Beban
geser dasar nominal statik ekuivalen yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung
berdasarkan persamaan (3).
𝑉 = 𝑆𝐷𝑆
(𝑅
𝐼𝑒) 𝑊𝑡 (kN) ................................................................................................ (3)
Dengan keterangan SDS adalah nilai parameter percepatan spektrum respons desain
dalam rentang periode pendek (m/det), R adalah faktor modifikasi respons, Ie adalah
faktor keutamaan gempa, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban
hidup yang telah disesuaikan (kN) (BSN 2012).
Beban geser dasar nominal (V) harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
gedung dan menjadi beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang ditangkap pada
pusat massa lantai tingkat ke-i. Nilai Fi dihitung menurut persamaan (4).
𝐹𝑖 = 𝑤𝑥 ℎ𝑥
𝑘
∑ 𝑤𝑖 ℎ𝑖𝑘𝑛
𝑖=1
𝑉 (kN) ......................................................................................... (4)
Dengan Wi dan Wx adalah berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau
dikenakan pada tingkat i atau x serta termasuk beban hidup yang sesuai (kN), hi dan
hx adalah tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m), dan k adalah eksponen yang
terkait dengan perioda struktur (BSN 2012).
Analisis Gempa Modal Response Spectrum
Metode ini dalam mendapatkan gaya lateral gempa melalui proses analisis
modal dari struktur, kemudian analisis statik dari struktur dengan gaya lateral
ekuivalen pada setiap mode vibrasi yang dilakukan untuk mendapat respon yang
diinginkan (Datta 2010). Secara umum prosedur analisis modal response spectrum
melalui tahapan seperti berikut:
1. Analisis modal dari struktur dilakukan untuk mendapatkan mode bentuk,
frekuensi, dan mode faktor partisipasi dari struktur.
6
2. Beban statik ekuivalen digunakan untuk mendapatkan respon yang sama dengan
respon maksimum yang didapatkan pada setiap mode vibrasi, menggunakan
acceleration response spectrum dari gempa.
3. Respon modal maksimum kemudian dikombinasikan menggunakan metode
square root of sum of squares (SRSS) dan complete quadratic combination rule
(CQC) untuk mencari total respon maksimum dari struktur (Datta 2010).
Metode tersebut dikembangkan terlebih untuk single degree of freedom
(SDOF) dengan single-component earthquake. Namun metode itu dapat digunakan
untuk mendapatkan respon struktur dengan kondisi multi degree of freedom
(MDOF) melalui beberapa asumsi tambahan (Datta 2010).
Proses awal metode ini membutuhkan kurva spektrum respon desain, dengan
data-data yang dibutuhkan berupa:
1. Parameter percepatan batuan dasar.
2. Parameter kelas situs (Lampiran 3).
3. Koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter percepatan respon spektrum
gempa maksimum yang dipertimbangkan berdasarkan resiko tertarget (MCEg)
pada Lampiran 4.
Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai percepatan respon spektrum
terhadap periode struktur dan membentuk grafik. Penetapan nilai desain percepatan
respon spektrum (Sa) untuk periode lebih kecil dari periode pada waktu nol detik
(T0). Nilai Sa ditentukan dengan persamaan (5).
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆(0.4 + 0.6𝑇
𝑇0) (m/det2) .......................................................................... (5)
Pada periode yang lebih besar dari atau sama dengan T0, serta kurang atau
sama dengan periode pendek (Ts), nilai Sa sama dengan parameter respon spektral
percepatan desain pada periode pendek (SDS) (BSN 2012). Untuk periode yang
lebih besar dari Ts, nilai Sa diambil berdasarkan persamaan (6).
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷1
𝑇 (m/det2) ................................................................................................ (6)
Keterangan:
SD1 = Parameter percepatan spektrum desain pada periode 1 detik (m/det2).
T = Periode struktur (detik)
Analisis Gempa Fast Nonlinear
Respon dari struktur asli ketika menerima input dinamik yang besar biasanya
menyertakan sifat non linier yang signifikan berupa efek-efek dari P-delta effect,
large displacements dan atau sifat non linier dari material. FNA dapat
menghasilkan respon non linier struktur terhadap gempa secara akurat dan efisiensi
melalui penerapan kekakuan serta mass orthogonal load dependent ritz vectors dari
sistem struktural elastis. Gaya-gaya di dalam elemen-elemen non linier dihitung
melalui iterasi pada akhir dari setiap langkah waktu atau beban (Wilson 2002).
Proses iterasi untuk mendapatkan respon non linier struktur dapat dilihat pada
Gambar 1 (Wilson 2002).
7
Gambar 1 Diagram alir proses iterasi metode FNA
Hysteretic Models dan Hinge Status
Hysteretic merupakan fenomena non linier yang terjadi pada berbagai bidang
ilmu, salah satunya untuk menjelaskan inelasticity suatu material. Struktur yang
mengalami eksitasi kuat terhadap gempa dirancang untuk menghilangkan energi
gempa melalui sifat inelastic material, gesekan internal, dan lainnya (Sivaselvan
dan Reinhorn 2000). Pengaruh hysteretic sangat penting dalam pemodelan sifat non
8
linier material ketika mengalami pembebanan dalam bentuk siklus (seperti gempa).
Model dasar hysteretic dikembangkan untuk analisis SDOF, dengan hubungan
pembebanan yang digambarkan oleh tiga garis lurus. Garis ketiga menggambarkan
hubungan strain hardening dan dua garis lainnya menjelaskan hubungan
unloading. Setengah siklus dari pembebanan yang terkait dengan deformasi
inelastic digambarkan oleh perubahan kekakuan struktur (Judi et al. 2002). Dalam
memodelkan komponen struktur bangunan, umumnya menggunakan model
bilinear, clough, takeda, dan trilinear seperti pada Gambar 2 (Judi et al. 2002).
Gambar 2 Kurva model hysteretic non linier
Hinge status menggambarkan kondisi fisik komponen joint dan keseluruhan
bangunan setelah mengalami pembebanan gempa. Bangunan yang dianalisis
melewati berbagai tingkat performa yang dijelaskan melalui kondisi batas
kerusakan untuk bangunan. Ketika displacement maupun deformasi bangunan
meningkat, begitu pula dengan tingkat kerusakan seperti pada Gambar 3 (Dya dan
Oretaa 2015). Tingkatan performa bangunan umumnya didefinisikan seperti
berikut:
9
1. Immediate occupancy (IO): Kerusakan tergolong ringan dan struktur
mempertahankan sebagian besar kekuatan dan kekakuan.
2. Life safety (LS): Kerusakan tergolong menengah dan struktur bangunan telah
kehilangan sebagian besar kekuatan dan kekakuan.
3. Collapse prevention (CP): Kerusakan tergolong parah dan hanya sebagian kecil
kekuatan dan kekakuan yang tersisa (Srinivasu dan Panduranga 2013).
Gambar 3 Tingkatan performa bangunan
Ketiga kategori kerusakan tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan interstory
drift ratio (IDR) maksimum. Besar nilai batasan IDR dapat dilihat pada Tabel 1
(El-Esnawy 2007).
Interstory drift ratio = δ
h ................................................................................. (7)
Keterangan:
h = Ketinggian lantai (m) δ = Interstory drift (m)
Tabel 1 Nilai batasan IDR terhadap kondisi kerusakan dari bangunan reinforced
concrete
10
Konfigurasi Bangunan
Bangunan dengan konfigurasi beraturan dengan massa yang terdistribusi
merata serta kekakuan sepanjang denah dan elevasi mengalami kerusakan yang
lebih kecil dibandingkan dengan konfigurasi tidak beraturan. Kerusakan pada
konfigurasi tidak beraturan lebih besar dikarenakan adanya diskontinuitas pada
massa, kekakuan, dan geometri dari struktur yang tergolong dalam konfigurasi
tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan kelemahan struktural dan diskontinuitas
antar lantai sering diasosiasikan dengan perubahan secara mendadak pada geometri
frame sepanjang tinggi dari struktur (Athanassiadou 2008).
Naik et al. (2015), dalam penelitiannya yang menyelidiki pengaruh
ketidakberaturan konfigurasi bangunan terhadap base shear, lateral displacement,
dan story drift menyatakan bahwa terdapat keterkaitan yang cukup signifikan antara
ketidakberaturan bangunan terhadap variabel yang telah disebutkan sebelumnya.
Ketika persentase ketidakberaturan pada elevasi meningkat, nilai base shear
menurun dan mengurangi kapasitas tahanan bangunan terhadap beban lateral.
Selain itu terdapat penurunan secara signifikan terhadap respon seperti lateral
displacement, story drift, dan story, walaupun deformasi meningkat dikarenakan
formasi dari mekanisme keruntuhan.
Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak
beraturan berdasarkan kriteria yang terdapat pada pasal di SNI 1726-2012 (BSN
2012). Kategori ketidakberaturan terbagi menjadi dua kategori, yakni
ketidakberaturan horizontal dan vertikal. Apabila struktur bangunan gedung
mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan pada kriteria yang terdapat pada
Lampiran 5 dan 6 (BSN 2012), maka struktur bangunan tersebut termasuk ke dalam
salah satu golongan ketidakberaturan tersebut. Kondisi keamanan struktur dapat
dilihat dari story drift terhadap simpangan antar lantai yang diizinkan (Δa), sebesar
0.020 per ketinggian lantai (mm) untuk SRPMK dengan kategori resiko III (ASCE
2010).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Februari-April 2016.
Pengumpulan data dilakukan di PT. Brantas Abipraya pada proyek pembangunan
Gedung SKPD I, yang beralamatkan di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat,
Tangerang Selatan yang ditunjukkan pada Gambar 4. Analisis data dilaksanakan di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain laptop, software
ETABS 2015, microsoft word dan excel, Tekla structure, serta AutoCAD 2014.
11
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu shop drawing struktur (denah,
dimensi, dan detail penulangan) dan dokumen quality control material bangunan.
Struktur bangunan yang dikaji yaitu kolom, balok induk dan anak, dan pelat lantai.
Pembebanan minimum akan mengacu pada SNI 1727-2013 (BSN 2013a) dan super
impossed dead load mengacu pada PPIUG 1983 (Direktorat PMB 1983). Analisis
gempa akan mengacu pada SNI 1726-2012 (BSN 2012) dan analisis desain struktur
beton bangunan mengacu kepada SNI 2847-2013 (BSN 2013b).
Gambar 4 Peta lokasi penelitian
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian secara umum terdiri dari pengumpulan data, pemodelan
struktur, analisis pembebanan minimum, analisis struktur, evaluasi kondisi struktur,
dan penyusunan laporan akhir (Gambar 5). Pemodelan struktur dilakukan dengan
program ETABS dan hasil akhir yang didapat berupa model struktur dalam bentuk
tiga dimensi. Analisis pembebanan minimum struktur, komponen-elemen struktur,
dan elemen-elemen pondasi dirancang besar kuat rencananya sama atau melebihi
pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinasi seperti pada persamaan (8).
Kombinasi pembebanan mati, beban hidup, dan beban gempa:
(1.2 + 0.2𝑆𝐷𝑆)𝐷 + 1.0𝜌𝐸 + 𝐿 ............................................................................. (8)
Keterangan:
D = Beban mati (kN)
L = Beban hidup (kN)
E = Beban gempa (kN)
𝜌 = Faktor redundansi
Lokasi
Proyek
12
Gambar 5 Diagram alir tahapan penelitian
Penetapan karakteristik material struktur secara umum mengacu pada
dokumen quality control pada Lampiran 7, 8, dan 9. Struktur kolom bangunan
menggunakan kualitas beton K-400 serta kualitas beton pada balok dan pelat lantai
setara K-300. Untuk baja dengan diameter lebih dari atau sama dengan 10 mm
menggunakan jenis baja BJTD-40 dan diameter di bawah itu menggunakan baja
BJTP-30. Input analisis diafragma pelat lantai untuk keseluruhan menggunakan tipe
rigid. Proses analisis nilai pergerakan tanah dilakukan dengan menetapkan nilai
percepatan respon spektrum 1 detik di batuan dasar SB untuk probabilitas 2% dalam
50 tahun (S1) serta nilai percepatan respon spektrum 0.2 detik di batuan dasar SB
untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (Ss) pada Peta Gempa Indonesia
di SNI 1726-2012 (BSN 2012). Dengan diketahui nilai S1 dan Ss, maka proses
analisis gempa dengan metode statik ekuivalen, modal response spectrum, dan fast
nonlinear dapat dilaksanakan.
Analisis struktur dilakukan melalui program ETABS 2015 dan microsoft
excel. Dalam penganalisisan struktur menggunakan ETABS, gaya-gaya dalam pada
struktur bangunan dihitung secara otomatis melalui load cases analysis.
Perhitungan kebutuhan tulangan baja yang diatur pada SNI 2847-2013 (BSN
2013b) terbagi menjadi tiga macam, yakni kebutuhan tulangan lentur, geser, dan
torsi untuk balok dan kolom hanya gaya interaksi P-M2-M3 dan geser. Perhitungan
manual untuk validasi kebutuhan tulangan dilakukan dengan mengikuti acuan SNI
13
2847-2013 (BSN 2013b) dan SNI 1726-2012 (BSN 2012). Batas story drift,
nilainya tidak boleh lebih dari nilai simpangan izin (Δa).Untuk pengaruh efek P-
delta, berdasarkan SNI 1726-2012 (BSN 2012) disyaratkan bahwa geser dan
momen tingkat, gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan simpangan
antar lantai tingkat yang timbul oleh pengaruh ini tidak diperhitungkan bila
koefisien stabilitas (θ) sama dengan atau kurang dari 0.10 dan tidak melebihi θmax
(BSN 2012).
Torsi pada struktur menurut ASCE (2010), terdiri dari torsi bawaan dan tak
terduga. Untuk diafragma rigid, distribusi gaya lateral pada setiap lantai
memperhatikan efek momen torsi bawaan (Mt) dan momen torsi tak terduga (Mta)
dengan adanya eksentrisitas akibat pergeseran pusat massa sebesar 5% terhadap
dimensi struktur yang searah dengan gaya yang bekerja (ASCE 2010). Amplifikasi
torsi tak terduga untuk struktur yang tergolong kategori desain gempa C, D, E, atau
F, dengan ketidakberaturan torsi tipe 1a atau 1b harus memasukkan faktor yang
diperhitungkan dengan mengalikan Mta pada setiap lantai dengan faktor amplifikasi
torsi (Ax) (ASCE 2010). Evaluasi kondisi struktur dilakukan melalui bentuk kurva
hinge status serta kondisi batas kurva sesuai dengan kondisi pada Gambar 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan memiliki luasan tipikal sebesar 576
m2 per lantai, dengan total tujuh lantai dan rooftop. Ketinggian gedung terhitung
sebesar 33.48 m serta rooftop difungsikan sebagai ruangan rapat bagi pegawai
SKPD. Detail penampakan struktur bangunan dapat dilihat pada Gambar 6.
Bangunan dianalisa melalui dua jenis analisis, yakni statik dan dinamis. Analisis
dinamik berupa modal response spectrum (respon spektrum) dan time history non
linier yang diwakili oleh metode fast nonlinear.
Gambar 6 Tampilan tiga dimensi gedung SKPD I (Tekla)
Atap gedung
Lantai 7
Lantai 6
Lantai 7
Lantai 7 Lantai 5
Lantai 7
Lantai 7
Lantai 3A
Lantai 7
Lantai 7
Lantai 3
Lantai 7
Lantai 7 Lantai 2
Lantai 7
Lantai 7
Lantai 1
Lantai 7
Lantai 7 Lantai dasar
Lantai 7
Lantai 7
Ko
nfig
urasi la
ntai
tergo
long tip
ikal.
14
Parameter Input
Besar nilai pergerakan tanah awal yang dibutuhkan untuk pembuatan kurva
horizontal response spectra didapat dari hasil interpolasi terhadap Peta Gempa
Indonesia yang mengacu pada SNI 1726-2012 pada Lampiran 10 dan 11 (BSN
2012). Nilai Ss berada pada interval 0.7–0.8 g dan nilai yang diambil sebesar 0.744
g. Untuk nilai S1 berada pada interval 0.3-0.4 g dan nilai akhir yang diambil sebesar
0.32 g. Nilai Ss dan S1 tersebut tergolong klasifikasi situs SC (tanah keras)
berdasarkan hasil uji tanah pada Lampiran 12 dan 13. Kurva horizontal response
spectra desain hasil interpolasi disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Kurva horizontal response spectra desain
Untuk menentukan gaya lateral ekivalen dibutuhkan nilai periode
fundamental bangunan dan nilainya adalah sebesar 1.098 detik. Nilai periode
tersebut berasal dari hitungan manual dan dimasukkan pada program ETABS
melalui pilihan user define pada earthquake load cases. Pada metode analisis fast
nonlinear, kurva pada Gambar 7 dikonversi menjadi synthetic time history
menggunakan kaidah fourier transformation pada program ETABS (Datta 2010).
Data synthetic time history dari kurva horizontal response spectra desain dapat
dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Synthetic time history desain
Per
cepat
an t
anah
(m
/det
ik2)
Waktu (detik)
0
1
2
3
4
5
6
0 2 4 6 8 10 12
Per
cepat
an t
anah
(m
/det
ik2)
Periode (detik)
15
Nilai Story Drift dan Gaya Geser Gedung
Kondisi keamanan struktur dapat dilihat dari simpangan antar lantai (Δ) yang
dihitung berdasarkan perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat atas dan
bawah lantai yang ditinjau (ASCE 2010). Gambar 9 dan 10 menyajikan kurva
simpangan antar lantai (story drift) terhadap ketinggian lantai. Simpangan antar
lantai desain tidak diperbolehkan melebihi simpangan antar lantai yang diizinkan
(Δa) yaitu sebesar 0.020 per ketinggian lantai (mm) untuk SRPMK dengan kategori
resiko III (ASCE 2010).
Gambar 9 Hubungan nilai story drift (arah x) terhadap ketinggian gedung
Mengacu pada kurva story drift pada arah sumbu x dan y pada Gambar 9 dan
10, diketahui bahwa story drift gedung untuk semua metode analisis gempa berada
dalam batas aman karena tidak melebihi nilai story drift yang diijinkan. Nilai story
drift yang terbesar dihasilkan oleh modal response spectrum dan menggambarkan
drift maksimum yang diperkirakan terjadi pada struktur gedung ketika menerima
satu mode modal dengan respon terbesar. Data perhitungan story drift pada arah x
dan y untuk seluruh metode analisis gempa tersaji pada Lampiran 14, 15, dan 16.
Gambar 11 menunjukkan tampilan story drift maksimum dari metode modal
response spectrum, dengan kondisi modal ritz vector berada di mode 39 saat
periode gempa memasuki nilai 0.45 detik.
Gambar 10 Hubungan nilai story drift (arah y) terhadap ketinggian gedung
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ket
inggia
n l
anta
i (m
m)
Story drift (mm)
Statik Ekuivalen
Respon Spektrum
Fast Nonlinear Analysis
Allowable Story Drift
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ket
inggia
n l
anta
i (m
m)
Story drift (mm)
Statik Ekuivalen
Respon Spektrum
Fast Nonlinear Analysis
Allowable Story Drift
16
Gambar 11 Tampilan story drift maksimum
Kurva nilai gaya geser per lantai gedung untuk sumbu x dan y yang tertera
pada Gambar 12 dan 13 menunjukkan gaya geser yang diperhitungkan melalui
metode statik ekuivalen menghasilkan nilai yang paling besar di lantai dasar gedung
untuk sumbu y. Meskipun respon spektrum menghasilkan nilai gaya geser dasar
yang paling besar pada sumbu x, namun nilai gaya geser sumbu y lebih besar
dibanding sumbu x. Dengan nilai gaya geser gempa pada lantai terbawah yang lebih
besar pada metode statik ekuivalen, maka metode tersebut digunakan untuk
memperhitungkan pengaruh P-delta terhadap respon struktur gedung.
Gambar 12 Kurva gaya geser lantai sumbu x
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
0 5000 10000 15000 20000 25000
Ket
ingg
ian
lan
tai (
mm
)
Gaya geser (kN)
Statik Ekuivalen
Respon Spektrum
Fast Nonlinear Analysis
Story drift
maksimum tercatat
sebesar 56 mm
pada atap gedung.
17
Gambar 13 Kurva gaya geser lantai sumbu y
Perlu atau tidaknya pengaruh P-delta dalam analisis gempa pada struktur
gedung menurut SNI 1726-2012 ditentukan berdasarkan koefisien stabilitas (θ)
(BSN 2012). Bila nilai θ kurang dari 0.10, pengaruh P-delta dapat diabaikan dalam
proses analisis (BSN 2012). Pemeriksaan nilai koefisien stabilitas berdasarkan
metode statik ekuivalen disajikan pada Tabel 2 dan 3. Dari hasil analisis diperoleh
nilai koefisien stabilitas kurang dari 0.10 untuk seluruh lantai.
Tabel 2 Nilai koefisien stabilitas pada sumbu x
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
0 10000 20000 30000 40000
Ket
ingg
ian
lan
tai (
mm
)
Gaya geser (kN)
Statik Ekuivalen
Respon Spektrum
Fast Nonlinear Analysis
18
Tabel 3 Nilai koefisien stabilitas pada sumbu y
Kondisi Elemen Struktural Setelah Mengalami Pembebanan Gempa
Kebutuhan luasan tulangan pada balok untuk menghadapi gaya lentur
dipengaruhi oleh besarnya momen lentur (M3) akibat kombinasi pembebanan.
Dalam perencanaan penentuan luasan tulangan digunakan prinsip tension
controlled. Berdasarkan hasil analisis tulangan balok di Lampiran 17, beberapa tipe
balok anak mampu menahan kombinasi pembebanan gempa statik maupun
dinamis. Namun balok utama tidak mampu menahan gaya geser gempa modal
response spectrum karena kurangnya tulangan geser dan torsi yang dibutuhkan
akibat kurangnya luasan penampang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan
timbulnya retakan flexural-shear pada balok, dengan diawali retakan inclined pada
ujung balok dan menyebar ke bagian lain dari balok (Hassoun dan Al-Manaseer
2012). Tampilan balok utama dapat dilihat pada kotak merah di Gambar 14.
Gambar 14 Detail balok utama (Tekla)
19
Momen torsi muncul di balok ketika momen bekerja pada penampang yang
paralel terhadap permukaannya (Hassoun dan Al-Manaseer 2012). Momen torsi
dapat ditahan dengan tulangan longitudinal maupun sengkang (closed stirrups).
Analisis terhadap struktur gedung, balok utama, balok anak BA-3/BA-4, serta BA-
6 memerlukan tambahan luasan tulangan torsi. Kebutuhan tulangan kolom untuk
menahan gaya interaksi P-M2-M3 maupun geser ditunjukkan pada Lampiran 18.
Kolom utama yang berada di lantai dasar dan satu tidak dapat menahan gaya
interaksi P-M2-M3 dan geser berdasarkan analisis modal response spectrum. Luasan
penampang yang dibutuhkan tidak dapat dihitung akibat rasio penulangan melebihi
yang diijinkan (luasan penampang kurang). Selain itu, berdasarkan hasil analisis
kolom lift K5 dan K6 tergolong tidak aman dan membutuhkan penambahan luasan
penampang untuk menampung luasan tulangan yang lebih besar. Tampilan kolom
utama struktur ditunjukkan pada kotak merah di Gambar 15.
Gambar 15 Detail kolom utama (Tekla)
Analisis pelat lantai dari gedung dilakukan menggunakan metode analisis
pelat dua arah, dengan dua sumbu yang diamati (x dan y). Didasari pada hasil
perhitungan, tulangan dan tebal pelat lantai eksisting dirancang sesuai dengan
peraturan. Data perhitungan pelat lantai dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil analisis penulangan pelat lantai
Kondisi kerusakan pada komponen struktur ditampilkan berupa hinge status
dengan batasan keamanan yang ditampilkan pada Gambar 3. Terlihat bahwa kolom
utama di lantai dasar dekat tangga utama (di dalam lingkaran merah) tergolong ke
collapse prevention yang menandakan kolom mengalami kerusakan parah dan
dapat menyebabkan keruntuhan seperti pada Gambar 16. Selain itu balok utama
20
juga tergolong ke dalam collapse prevention dan life safety dikarenakan kurangnya
tulangan geser dan torsi, sehingga mengalami kerusakan yang berat. Untuk
mengurangi kerusakan struktur akibat gempa dapat digunakan damper dan seismic
isolation system pada struktur yang ada. Kasai et al. (2013) melaporkan bahwa dari
327 bangunan yang memakai sistem isolasi gempa, tercatat sebanyak 28%
mengalami kerusakan di expansion joints sedangkan sisanya hanya mengalami
kerusakan ringan saat gempa Tohoku. Damper dapat pula mengurangi hingga 20%
percepatan tanah akibat gempa berdasarkan penelitian Murudi dan Mane (2004)
terhadap alat tuned mass damper dan mengurangi respon maksimum bangunan
secara signifikan saat gempa. Detail kondisi kerusakan balok utama dapat dilihat
pada Gambar 17. Hasil tersebut ditegaskan dengan backbone curve dari kolom dan
balok utama ketika mengalami pembebanan gempa pada Lampiran 19 dan 20.
Gambar 16 Hinge status dari struktur
21
Gambar 17 Hinge status dari balok struktur lantai satu
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Melalui proses analisis menggunakan analisis statik ekuivalen, modal
response spectrum, dan FNA, kondisi struktur gedung kurang mampu menahan
gaya geser akibat gempa dinamik. Kondisi komponen-komponen struktur yang
dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Pelat lantai tergolong aman dengan memenuhi peraturan pelat dua arah untuk
luasan tulangan dan tebal minimum.
b. Tulangan balok utama tidak dapat menahan gaya geser gempa, terlebih pada
lantai satu yang menerima gaya geser gempa terbesar dan tergolong ke dalam
collapse prevention dan life safety. Kondisi balok anak BA-3/BA-4 dan BA-6
kekurangan luasan tulangan untuk menahan torsi.
c. Kolom utama, kolom lift K5, serta K6 tidak aman menurut analisis
pembebanan gempa dan tidak mampu menahan gaya geser pada lantai dasar
dan tergolong ke dalam collapse prevention dan life safety.
Saran
Respon struktur Gedung SKPD I perlu ditinjau lagi berdasarkan interaksi soil-
structure dan pengaruh penggunaan pondasi KSLL untuk meningkatkan akurasi
analisis.
22
DAFTAR PUSTAKA
[ASCE] American Society of Civil Engineers. 2010. Minimum Design Loads for
Building and Other Structures. ASCE 7-10 2010. Virginia (US): ASCE.
Athanassiadou CJ. 2008. Seismic performance of R/C plane frames irregular in
elevation. Engineering Structure. 30(1):1250-1261.
Booth E. 2014. Earthquake Design Practice For Buildings: Edisi Ketiga. London
(GB): ICE.
[Direktorat PMB] Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1983. Peraturan
Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG). Bandung (ID): Direktorat
PMB.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. SNI 1726-2012.
Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013a. Beban Minimum Untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain. SNI 1727-2013. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013b. Persyaratan Beton Struktural Untuk
Bangunan Gedung. SNI 2847-2013. Jakarta (ID): BSN.
Datta TK. 2010. Seismic Analysis of Structures. Singapura (SG): John Wiley.
Diredja NV, Pranata YA, Simatupang R. 2009. Analisis dinamik riwayat waktu
gedung beton bertulang akibat gempa utama dan gempa susulan. Dinamika
Teknik Sipil. 12(1):70-77.
[Dirjen CK] Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2010. Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Cipta Karya 2010-2014. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan
Umum.
Dya AFC, Oretaa AWC. 2015. Seismic vulnerability assessment of soft story
irregular buildings using pushover analysis. Procedia Engineering.
125(5):925-932.
El-Esnawy NA. 2007. Evaluation of seismic demands for RC building frames using
modal pushover analysis method. Engineering and Applied Science. 54(3):
1347-1362.
[FEMA] Federal Emergency Management Agency. 2012. 2009 NEHRP
Recommended Seismic Provisions: Design Examples. FEMA P-751 2012.
Washington DC (US): National Institute of Building Sciences.
Hassoun MN, Al-Manaseer A. 2012. Structural Concrete: Edisi Kelima. New
Jersey (US): John Wiley.
Judi H, Fenwick RC, Davidson BJ. 2002. Influence of hysteretic form on seismic
behaviour of structures. Bulletin of NZSEE. 6(5):39-49.
Kasai K, Mita A, Kitamura H. 2013. Performance of seismic protection
technologies during the 2011 Tohoku-Oki earthquake. Earthquake Spectra.
29(1):265-293.
Murudi MM, Mane SM. 2004. Seismic effectiveness of tuned mass damper (TMD)
for different ground motion parameters. WCEE. 13(1):2325-2333.
Naik SB, Saleemuddin MZ, Sangle KK. 2015. Seismic performance evaluation of
reinforced concrete frame with irregular elevations using non linear static
pushover analysis. IJMTER. 2(7):648-653.
23
Schodek DL. 1999. Struktur: Edisi Kedua. Suryoatmono B, penerjemah; Surjaman
T, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Structures.
Schueller W. 2001. Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi. Novieyandi S,
penerjemah. Bandung (ID): Refika Aditama. Terjemahan dari: High-Rise
Building Structures.
Sivaselvan MV, Reinhorn AM. 2000. Hyteretic models for deteriorating inelastic
structures. Journal of Engineering Mechanics. 126(6):633-640.
Srinivasu A, Panduranga RB. 2013. Non-linear static analysis of multi-storied
building. IJETT. 4(10):4629-4633.
[USGS] United States Geological Survey. 2006. Magnitude 6.3 – Java, Indonesia
2006 May 22:53:58 UTC. USGS [Internet]. [diunduh 2016 Jan 26]. Tersedia
pada: http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/2006/usneb6.
Wilson EL. 2002. Three-Dimensional Static and Dynamic Analysis of Structures.
California (US): Computers and Structures.
24
Lampiran 1 Komponen beban mati tambahan (kg/m2) dalam perencanaan gedung
25
Lampiran 2 Beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan beban hidup
terpusat minimum bangunan
26
Lampiran 3 Klasifikasi situs
27
Lampiran 4 Koefisien situs Fa dan Fv
28
Lampiran 5 Ketidakberaturan horizontal pada struktur
29
Lampiran 6 Ketidakberaturan vertikal pada struktur
30
Lampiran 7 Dokumen quality control baja tulangan BJTD 40 dan BJTP 30
Sumber: PT Brantas Abipraya (2015).
31
Lampiran 8 Dokumen quality control beton K-400
Sumber: PT Brantas Abipraya (2015).
32
Lampiran 9 Dokumen quality control beton K-300
Sumber: PT Brantas Abipraya (2015).
33
Lampiran 10 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 0.2 detik
Sumber: BSN (2012).
LOKASI
34
Lampiran 11 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 1 detik
Sumber: BSN (2012).
LOKASI
35
Lampiran 12 Hasil uji tanah Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
Sumber: PT Katama Suryabumi (2015).
36
Lampiran 13 Hasil Dutch Cone Penetration Test Gedung SKPD I Kota Tangerang
Selatan
Sumber: PT Katama Suryabumi (2015).
37
Lampiran 14 Hasil perhitungan story drift statik ekuivalen pada sumbu x dan y
Lantai Tinggi (mm)
Story drift
sumbu x
(mm)
Story drift izin
sumbu x (Δa
dalam mm)
Kesimpulan
Rooftop 33480 34.8 669.6 OK
Lantai 7 29500 32.6 590 OK
Lantai 6 25500 29.5 510 OK
Lantai 5 21500 26.4 430 OK
Lantai 3A 17500 23.3 350 OK
Lantai 3 13500 19.8 270 OK
Lantai 2 9500 15.8 190 OK
Lantai 1 5500 13.6 110 OK
Lantai dasar 0 0 0 OK
Lantai Tinggi (mm)
Story drift
sumbu y
(mm)
Story drift izin
sumbu y (Δa
dalam mm)
Kesimpulan
Rooftop 33480 29.5 669.6 OK
Lantai 7 29500 26.8 590 OK
Lantai 6 25500 23.8 510 OK
Lantai 5 21500 20.7 430 OK
Lantai 3A 17500 17.6 350 OK
Lantai 3 13500 15.0 270 OK
Lantai 2 9500 12.3 190 OK
Lantai 1 5500 9.7 110 OK
Lantai
dasar 0 0 0 OK
38
Lampiran 15 Hasil perhitungan story drift modal response spectrum pada sumbu x
dan y
Lantai Tinggi (mm)
Story drift
sumbu x
(mm)
Story drift izin
sumbu x (Δa
dalam mm)
Kesimpulan
Rooftop 33480 37.7 669.6 OK
Lantai 7 29500 41.4 590 OK
Lantai 6 25500 41.4 510 OK
Lantai 5 21500 39.6 430 OK
Lantai 3A 17500 37.6 350 OK
Lantai 3 13500 35.3 270 OK
Lantai 2 9500 33.0 190 OK
Lantai 1 5500 30.4 110 OK
Lantai dasar 0 0 0 OK
Lantai Tinggi (mm)
Story drift
sumbu y
(mm)
Story drift izin
sumbu y (Δa
dalam mm)
Kesimpulan
Rooftop 33480 47.5 669.6 OK
Lantai 7 29500 58.9 590 OK
Lantai 6 25500 56.0 510 OK
Lantai 5 21500 52.7 430 OK
Lantai 3A 17500 49.0 350 OK
Lantai 3 13500 44.9 270 OK
Lantai 2 9500 40.1 190 OK
Lantai 1 5500 36.0 110 OK
Lantai dasar 0 0 0 OK
39
Lampiran 16 Hasil perhitungan story drift fast nonlinear analysis (FNA) pada
sumbu x dan y
Lantai Tinggi (mm)
Story drift
sumbu x
(mm)
Story drift izin
sumbu x (Δa
dalam mm)
Kesimpulan
Rooftop 33480 34.6 669.6 OK
Lantai 7 29500 38.6 590 OK
Lantai 6 25500 38.4 510 OK
Lantai 5 21500 37.5 430 OK
Lantai 3A 17500 36.3 350 OK
Lantai 3 13500 34.8 270 OK
Lantai 2 9500 33.2 190 OK
Lantai 1 5500 31.3 110 OK
Lantai dasar 0 0 0 OK
Lantai Tinggi (mm)
Story drift
sumbu y
(mm)
Story drift izin
sumbu y (Δa
dalam mm)
Kesimpulan
Rooftop 33480 46.9 669.6 OK
Lantai 7 29500 58.2 590 OK
Lantai 6 25500 55.5 510 OK
Lantai 5 21500 52.2 430 OK
Lantai 3A 17500 48.6 350 OK
Lantai 3 13500 44.5 270 OK
Lantai 2 9500 40.4 190 OK
Lantai 1 5500 36.2 110 OK
Lantai dasar 0 0 0 OK
40
Lampiran 17 Hasil analisis penulangan balok
aUkuran dimensi penampang balok utama diperbesar hingga ukuran 500 x 900 mm untuk
menampung tambahan luasan tulangan momen lentur, geser, dan torsi.
41
Lampiran 18 Hasil analisis penulangan kolom
42
Lampiran 19 Backbone curve dari kolom utama di lantai dasar
Keterangan:
= Collapse prevention (CP)
= Life safety (LS)
= Immediate occupancy (IO)
43
Lampiran 20 Backbone curve dari balok utama di lantai satu
Keterangan:
= Collapse prevention (CP)
= Life safety (LS)
= Immediate occupancy (IO)
44
Lampiran 21 Diagram alir perhitungan tulangan lentur ganda balok
Data yang dibutuhkan: b,
d, d’, As’, Ac’, fy, dan Mu
Nilai 𝜌 =𝐴𝑠
𝑏𝑑, 𝜌′ =
𝐴𝑠′
𝑏𝑑
ρ ≥
ρmin
Nilai ρ
ditingkatkan
TIDAK YA
ρ- ρ’ ≥
K (1) YA TIDAK
fs’ < fy
Nilai c dihitung melalui:
𝐴1𝑐2 + 𝐴2𝑐 + 𝐴3 = 0
𝐴1 = 0.85𝛽1𝑓𝑐′𝑏
𝐴2 = 𝐴𝑠′ (87 − 0.85𝑓𝑐
′) − 𝐴𝑠𝑓𝑦
𝐴3 = −87𝐴𝑠′ 𝑑′
fs’ < fy
ρmin
≤ ρ-ρ’
≤
ρmax
TIDAK YA
Perhitungan fs’ < fy:
𝜀𝑠′ =
0.003(𝑐 − 𝑑′)
𝑐
𝑓𝑠′ = 𝐸𝑠𝜀𝑠
′ =87(𝑐 − 𝑑)
𝑐
𝑎 = (𝐴𝑠 − 𝐴𝑠′ )𝑓𝑦/(0.85𝑓𝑐
′𝑏) Ubah ρ
𝜀𝑡 = 0.003(𝑑𝑡 − 𝑐)/𝑐
εt ≥
0.005
YA TIDAK
Φ = 0.9 εt ≥
0.002
TIDAK YA
Φ = 0.65 𝛷 = 0.65 + (𝜀𝑡 − 0.002)(
250
3)
𝑎 =(𝐴𝑠𝑓𝑦 − 𝐴𝑠
′ 𝑓𝑠′)
0.85𝑓𝑐′𝑏
𝛷 𝑀𝑛 = 𝛷[(𝐴𝑠𝑓𝑦 − 𝐴𝑠′ 𝑓𝑠
′) (𝑑 −𝑎
2) + 𝐴𝑠
′ 𝑓𝑠′(𝑑 − 𝑑′) Selesai
Mulai
Persamaan nilai K:
𝐾 =
(0.85𝛽1)(𝑓𝑐
′
𝑓𝑦)(
𝑑′
𝑑)(
87
87−𝑓𝑦))
45
Lampiran 22 Diagram alir perhitungan tulangan geser balok dan kolom
Data yang dibutuhkan:
bw, d, fc’, fy, dan Vu Mulai
𝑉𝑐 = 2𝜆√𝑓𝑐′𝑏𝑤𝑑
Φ = 0.75
Vu ≥ Φ
Vc/2
YA TIDAK
YA
Tidak perlu
tulangan geser Vu >
Φ Vc/2
YA TIDAK
𝑉𝑠 = (𝑉𝑢 − 𝛷𝑉𝑐)/𝛷 Pilih tulangan geser
minimum.
𝐴𝑣 ≥ 50𝑏𝑤𝑆/𝑓𝑦
𝐴𝑣 = 0.75√𝑓𝑐′(
𝑏𝑤𝑆
𝑓𝑦
)
S ≤ d/2 ≤ 24 in
Stirrup minimum no. 3
di Smax.
Vs > 4
Vc YA
Perbesar
ukuran
penampang
TIDAK
𝐴𝑣 = 𝑉𝑠𝑆/𝑓𝑦𝑑
atau
𝑆 = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑/𝑉𝑠
Vs > 4
Vc YA TIDAK
YA
S ≤ d/4 ≤ 12 in. S ≤ d/2 ≤ 24 in.
S ≤ Avfy/50bw
Selesai
Selesai
46
Lampiran 23 Diagram alir perhitungan tulangan gaya interaksi P-M2-M3 kolom
Data yang dibutuhkan: b, d,
d’, As, fy, dan e Mulai
e > eb YA TIDAK
YA
Compression failure
fs < fy
a > ab
Φ = 0.65
Tension failure
fs = fy
a < ab
0.65 ≤ Φ ≤ 0.9
Asumsikan fs’ = fy Hitung nilai a:
𝐴𝑎3 + 𝐵𝑎2 + 𝐶𝑎 + 𝐷 = 0
𝐴 = 0.85𝑓𝑐′𝑏/2
𝐵 = 0.85𝑓𝑐′𝑏(𝑒′ − 𝑑)
𝐶 = 𝐴𝑠′ (𝑓𝑦 − 0.85𝑓𝑐
′)(𝑒′ − 𝑑 + 𝑑′)
− 87𝐴𝑠𝑒′
𝐷 = −87𝐴𝑠𝑒′𝛽1𝑑
𝑒′ = 𝑒 + 𝑑", 𝑐 = 𝑎/𝛽1
Hitung nilai a:
𝐴𝑎2 + 𝐵𝑎 + 𝐶 = 0
𝐴 = 0.425𝑓𝑐′𝑏
𝐵 = 2𝐴(𝑒′ − 𝑑)
𝐶 = 𝐴𝑠′ (𝑓𝑦 − 0.85𝑓𝑐
′)(𝑒′ − 𝑑 + 𝑑′)
− 𝐴𝑠𝑓𝑦𝑒′
𝑒′ = 𝑒 + 𝑑", 𝑐 = 𝑎/𝛽1
𝑓𝑠′ = [
87(𝑐 − 𝑑′)
𝑐] ≤ 𝑓𝑦
𝑓𝑠 = [87(𝑑 − 𝑐)
𝑐] ≤ 𝑓𝑦
𝑇 = 𝐴𝑠𝑓𝑠
εs’ ≥
εy
TIDAK
YA
YA
𝑓𝑠′ = 𝑓𝑦
𝑓𝑠′ = [
87(𝑐 − 𝑑′)
𝑐] ≤ 𝑓𝑦
𝑇 = 𝐴𝑠𝑓𝑠
𝐶𝑐 = 0.85𝑓𝑐′𝑎𝑏
𝐶𝑠 = 𝐴𝑠′ (𝑓𝑠
′ − 0.85𝑓𝑐′) ≥ 0
𝑃𝑛 = 𝐶𝑐 + 𝐶𝑠 − 𝑇
𝑀𝑛 = 𝑃𝑛𝑒 Selesai
𝜀𝑠′
= 0.003 (𝑐 − 𝑑′
𝑐)
𝜀𝑦 =𝑓𝑦
𝐸𝑠
47
Lampiran 24 Diagram alir perhitungan tulangan gabungan geser dan torsi balok
Data yang dibutuhkan: b, h,
Vu, Tu, closed stirrups, dan A1 Mulai
Nilai 𝑥0 = 𝑏, 𝑦0 = ℎ, 𝛷 = 0.75
Nilai 𝑥1 = (𝑏 − 3.5 𝑖𝑛. ), 𝑦1 = (ℎ − 3.5 𝑖𝑛. )
𝐴𝑐𝑝 = 𝑥0𝑦0, 𝑃𝑐𝑝 = 2(𝑥0 + 𝑦0)
𝐴0 = 0.85 𝑥1𝑦1 = 0.85𝐴0ℎ
𝑃ℎ = 2(𝑥1 + 𝑦1)
Nilai 𝑄 = (𝛷𝜆√𝑓𝑐′)𝐴𝑐𝑝
2 /𝑃𝑐𝑝
Tu >
Q YA TIDAK
YA
Tu >
4Q
TIDAK
YA
Gunakan
Tu
Tu diabaikan. Pengecekan
terhadap nilai Vu. YA
Nilai Tu = 4Q
√(𝑉𝑢
𝑏𝑤𝑑)2 + (
𝑇𝑢𝑃ℎ
1.7𝐴0ℎ2 )2 ≤ 𝛷[(
𝑉𝑐
𝑏𝑤𝑑) + (8√𝑓𝑐
′)]
YA TIDAK
YA
Tingkatkan luasan
penampang.
𝐴𝑡
𝑆= 𝑇𝑢/(2𝐴0𝑓𝑦𝑡𝑐𝑜𝑡 𝜃)
𝐴1 = (𝐴1
𝑆) 𝑃ℎ (
𝑓𝑦𝑡
𝑓𝑦
) 𝑐𝑜𝑡2 𝜃
𝐴1,𝑚𝑖𝑛 =5√𝑓𝑐
′𝐴𝑐𝑝
𝑓𝑦 − (𝐴1
𝑆)𝑃ℎ(
𝑓𝑦𝑡
𝑓𝑦)
𝐴1,𝑚𝑖𝑛 = 25𝑏𝑤/𝑓𝑦𝑡
Diameter tulangan min. = 0.042S ≥ no. 3
Total luasan closed stirrups:
𝐴𝑣𝑡 = 2𝐴𝑡 + 𝐴𝑣
𝐴𝑣𝑡 ≥ (50𝑏𝑤𝑆
𝑓𝑦𝑡
)
(Av dari geser)
Spacing dari stirrups =
luasan tulangan/ Atot
Max S = Ph/8 ≤ 12 in.
Selesai
48
Lampiran 25 Validasi gaya-gaya dalam pada balok induk di lantai satu
A. Penentuan beban merata terhadap balok utama berdasarkan kombinasi beban
mati dan hidup:
1. Beban struktur beton balok utama: 0.75 m x 0.4 m x 21.6282 kN/m3 x 1.2
= 7.79 kN/m.
2. Beban pelat lantai: 0.13 m x 4 m x 21.6282 kN/m3 x 1.2 = 13.5 kN/m.
3. Beban hidup: 2.4 kN/m2 x 4 m x 1.6 = 15.36 kN/m.
4. Beban super dead: 1.3 kN/m2 x 4 m x 1.2 = 6.24 kN/m.
5. Beban tulangan baja: 4.94 x 10-3 m2 x 76.9729 kN/m3 x 1.2 = 0.46 kN/m.
6. Beban merata total: 43.35 kN/m.
B. Analisis struktural balok utama:
Untuk 0 ≤ x ≤ 4 m
w = 43.35 kN/m
B A 8 m
m
mB
≈
B A 8 m
m
mB
4 m
m
mB
346.8 kN
m mB
B A 4 m
m
mB
346.8 kN
m mB
4 m
m
mB
Rax
m
mB
Rbx
m
mB Ray
m
mB
Rby
m
mB
∑Maz = 0
Rby . 8 – 346.8 . 4 = 0
Rby = 173.4 kN
+
∑Fy = 0
Ray + Rby = 0
Ray = 346.8 – 173.4
= 173.4 kN
+
w = 40.08 kN/m
x A
173.4 kN
-231.2 kN.m
Vx Mx
Fx
∑Fy = 0
-173.4 + 43.35x + Vx = 0
Vx = 173.4 – 43.35x
+
∑Mx = 0
231.2 - 173.4x + [(43.35x)x/2] - Mx =0
Mx = -231.2 + 173.4x - 21.675x2
-
Mb
Ma
-Ma = Mb = qL2/12
= 43.35 x 82/12
= 231.2 kN.m
49
Lampiran 25 Lanjutan
Kesimpulan:
a) Nilai Vx saat di 0 m dan 8 m = 173.4 kN (hampir sama dengan hasil ETABS).
b) Nilai Mx saat 4 m = 115.6 kN.m (hampir sama dengan hasil ETABS).
50
Lampiran 26 Validasi desain tulangan gaya interaksi Pu-Mu2-Mu3 kolom utama di
lantai dua
Nilai tulangan
desain
ETABS
(mm2)
Diameter
tulangan
(mm)
Jumlah
tulangan
fy
(ksi)
fc
(ksi)
d
(mm)
cb
(mm)
ab
(mm)
Es
(ksi)
17412 32 22 66.86 5.80 586.74 417.83 317.5 29000
Di zona kompresi:
Cc (k) fs' (ksi) Cs1 (k) fs2 (ksi) Cs2 (k) fs3 (ksi) Cs3 (k)
1736.69 74.30 545.15 46.07 103.90 17.84 33.49
Di zona tarik:
εy εs4 fs4 (ksi) T1 (k) εs5 fs5 (ksi) T2 (k) T3 (k)
0.002305 0.00068 19.61 48.91 0.00149 43.23 107.81 583.64
Gaya aksial dan momen lentur kolom yang dapat ditahan kolom utama:
Pb (kN) Mb (k.m) eb (mm) φPb (kN) φMb
(kN.m)
7467.94 3911.82 523.75 4854.16 2542.68
Kesimpulan:
a) Nilai φPb hitungan manual = 4854.16 kN (lebih besar dibandingkan gaya aksial
yang bekerja pada kolom utama).
b) Nilai φMb hitungan manual = 2542.68 kN.m (lebih besar dibandingkan momen
lentur yang bekerja pada kolom utama).
51
Lampiran 26 Lanjutan
52
Lampiran 27 Validasi desain tulangan geser kolom utama di lantai dua
Vu dari
ETABS
(k)
Vu dari
ETABS
(kN)
b (mm) d (mm) fc (ksi) fy (ksi)
54.50 242.44 800.10 739.14 5.80 66.86
bw (in) φVc (k) 1/2φVc (k) Vc1 (k) Vc2 (k)
31.5 104.72 52.36 279.24 558.48
Bila Vu > 1/2φVc maka shear reinforcement dibutuhkan dan digunakan lima tie
bars dengan diameter 10 mm atau 0.394 in dengan h = b = 70 cm atau 27.56 in.
Av
(luasan
tie bars
dalam
cm2)
Spacing
1 (cm)
Spacing
2 (cm)
Spacing
3 (cm)
392.86 44.91 36.95 65.61
Maka digunakan spacing kontrol 1 dengan maksimum 300 mm (ditetapkan dari
nilai spacing 1 = 36.95 cm) dan luasan tulangan tie bars akhir dengan spacing 300
mm adalah 1514.429 mm2/m.
Kesimpulan:
Luasan tulangan tie bars untuk menahan gaya geser gempa berdasarkan hitungan
manual adalah sebesar 1514.429 mm2/m (hampir sama dengan hasil ETABS).
53
Lampiran 27 Lanjutan
54
Lampiran 28 Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
(ETABS)
55
Lampiran 29 Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
(ETABS extrude)
56
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 20 Mei 1993
sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir.
Tubagus Imron dan Ibu Siti Rohani, SE. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar pada tahun 2005 di SD Negeri Polisi 5 Bogor,
kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Penulis
menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3
Bogor dan lulus pada tahun 2011. Di tahun yang sama penulis
diterima di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa melalui Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) dan pada tahun 2012 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor dengan jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tulis
(SNMPTN Tulis). Penulis memilih Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan,
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama masa kemahasiswaan, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan. Penulis menjadi anggota Departemen Riset dan Teknologi
Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2013-2014. Selain berorganisasi, penulis juga memiliki
prestasi akademik selama masa kemahasiswaan yaitu semifinalis lomba karya tulis
ilmiah EPW ITS pada tahun 2014 dan 2015. Selain itu penulis juga lolos dalam
seleksi untuk menjadi presenter karya ilmiah dalam ajang 12th Hokkaido Indonesian
Student Association Scientific Meeting (HISAS) di Universitas Hokkaido, Sapporo,
Jepang pada tahun 2015. Penulis juga pernah aktif menjadi asisten mata kuliah
Teknologi Kontrol Lingkungan pada tahun 2015. Penulis juga aktif mengikuti
pelatihan software seperti: SAP2000, AutoCAD, ETABS, dan TEKLA Structure,
seminar/diskusi “Innovation in Concrete Technology; Roadshow Indocement
Award” pada tahun 2014, dan pelatihan “Environmental Management System
berbasis pada ISO 14001:2004” pada tahun 2014, “Softskill: Public Speaking, Etika
dan Manner, Personal Branding, Service Excellent, dan Teknik Wawancara” pada
tahun 2015, serta Pelatihan Uji Sondir pada tahun 2015. Penulis pun berkesempatan
menjadi penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB pada tahun
2015 hingga 2016.
Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktik Lapang pada tahun 2015 di
Proyek Pembangunan Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota
Tangerang Selatan dengan Kontraktor PT. Brantas Abipraya (Persero) dan
Konsultan Pengawas Rekacipta Bangun Struktur serta menyusun laporan berjudul
“Pemanfaatan Software Tekla Structure Terhadap Pelaksanaan Pembangunan
Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Tangerang Selatan”. Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST), penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan” di bawah
bimbingan Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M. Sc. dan Bapak Muhammad Fauzan,
ST., MT.