analisis efisiensi pemasaran - repository.ipb.ac.id · kemudian transportasi atau kendaraan...

90
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) (Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten) SKRIPSI AHMAD BANGUN H34076012 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: nguyenque

Post on 06-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)

(Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten)

SKRIPSI

AHMAD BANGUN H34076012

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

RINGKASAN

AHMAD BANGUN. Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Panimbang, Serang, Banten. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI).

Indonesia merupakan negara agraris, dengan dukungan kondisi alamnya menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang menunjang perekonomian nasional disamping sektor pertanian lainnya. Sampai saat ini udang windu masih menjadi komoditas perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena digemari konsumen lokal (domestik) dan luar negeri. Hasil perikanan yang melimpah akan mengalami kerugian apabila tanpa ada proses pemasaran yang cepat dan tepat. Arus pemasaran udang windu dari produsen ke konsumen melalui berbagai lembaga pemasaran sangat beragam. Banyak dan sedikitnya lembaga pemasran yang dilalui akan sangat berpengaruh terhadap share harga yang diterima produsen maupun yang harus dibayar konsumen. Di bidang pemasaran, khususnya udang windu merupakan salah satu komoditas perikanan yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2003, volume ekspor udang tercatat 92,1 ton dengan nilai US$ 11,28 per kg. Pada masa yang datang, jika kualitas udang nasional terus ditingkatkan dan memenuhi standar mutu produk yang dibutuhkan oleh negara-negara konsumen maka akan dapat meningkatkan permintaan akan udang windu diperkirakan akan meningkat.

Penelitian dilaksanakan di Desa Panimbang, Serang, Banten pada aktivitas kelompok petambak udang windu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Panimbang, Serang, Banten merupakan salah satu daerah produksi udang windu yang berkembang. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten sebanyak 20 orang, pedagang pengumpul lima orang dan pedagang pengecer tujuh orang. Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menganalisis saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten, menganalisis lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran tersebut dan menganalisis struktur dan perilaku pasar pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten serta menganalisis saluran pemasaran udang windu yang efisien bagi petambak di Desa Panimbang, Serang, Banten

Jika dilihat dari saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka dapat diketahui pada Saluran pemasaran pertama, terdapat margin pemasaran sebesar Rp 15.000 atau sekitar 17,2 persen dari harga jual akhir dari pedagang pengecer. Margin terbesar berada pada pedang pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 atau sekitar 11,76 persen dari harga juual akhir. Sementara margin pemasaran yang terkecil terdapat pada pola ini diperoleh dari pedagang pengumpul sebesar Rp 5000 atau 6,67 persen dengan biaya hanya sebesar 200 per kilogram dari 800 kilogram udang windu. Pada dasarnya, para petambak menjual dengan harga udang size 30 Rp 70.000. Diantaranya komponen biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul adalah kebutuhan es yang telah

dihancurkan sebanya enam balok es berkisar Rp 160.000 sebanyak lima balok es per 800 kilogram udang windu, sementara ditingkat pedagang pengecer membutuhkan empat tenaga kerja masing-masing Rp 25.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer berkisar Rp 100.000 per 800 kilogram. Kemudian transportasi atau kendaraan bermotor dengan kebutuhan biaya bahan bakar dalam satu kali pemasaran Rp 30.000 per 800 kilogram udang windu. Kebutuhan es balok oleh pedang pengecer sebanyak empat balok Rp 60.000 per 800 kilogram, sewa lapk untuk usaha perhari dikenakan biaya sebesar Rp 10.000 per 800 kilgram dengan biaya retribusi sebesar Rp 1.000. Pada pola saluran dua, margin terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 15.000 atau 17,64 persen dari harga jual akhir dengan biaya yang jauh lebih besar Rp 2.260 dari biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar 525.

Sehingga marjin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih kecil dari perolehan pedagang pengecer dari harga jual akhir. Pada saluran ini, pedagang pengecer cukup memiliki mobilitas tinggi untuk mendistribusikan udang windu kebeberapa konsumen lembaga pemasaran di daerah Panimbang, sehingga menjadi suatu hal yang wajar pula terhadap margin pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer khususnya pada pola ini. Pada pola saluran pemasaran ke tiga, mobilitas yang cukup tinggi diperanankan oleh pedagang pengumpul sendiri yang mendistribusikan udang windu kebeberapa lembaga pemasaran khususnya diluar Desa Panimbang, Serang. Banten misalnya hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. Dimana margin yangdiperoleh pedagang pengumpulpada pola saluran ini cukup tinggi dan sesuai dengan tingkat mobilitasnya, yaitu sebesar Rp 5.000 atau 6,67 persen dari harga jual akhir oleh pedagang pengumpul yang langsung kepada konsumen lembaga yang telah melakukan pesanan, berdasarkan perhitungan efisiensi bahwa saluran pemasaran yang efisien adalah pola saluran pemasaran satu, karena pola saluran satu memiliki keuntungan yang tinggi dibandingkan pola saluran lainnya.

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon )

(Studi Kasus : di Desa Panimbang Serang, Banten)

AHMAD BANGUN H34076012

Skrisi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon)

(Studi Kasus : di Desa Panimbang Serang, Banten)

Nama : Ahmad Bangun

NRP : H34076012

Disetujui, Pembimbing

Ir. Popong Nurhayati, MM NIP 19670211 199203 2002

Diketahui Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1002

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi

Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) Kasus di Desa Panimbang, Serang,

Banten “ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

Ahmad Bangun H34076012

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 4 Februari 1986, yang

merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Kerani Bangun dan Ibu Nurcahaya

Sitepu. Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SD Negeri No 112320

Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 1998. Pendidikan Madrasyah Sanawiah

Pesantren Darul Arafah Deli Serdang dapat penulis selesaikan dengan baik pada

tahun 2001. Setelah itu penulis langsung melanjutkan pendidikan Madrsyah

Aliyah di Pesantren Darul Arafah Deli Serdang dan lulus pada Tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program

Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi

kamahasiswaan baik di program Studi Diploma III, Manajemen Bisnis Perikanan

dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan

lulus pada Tahun 2007. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis

Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala berkat

dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul,

Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa

Panimbang, Serang, Banten.

Penelitian ini bertujuan menganalisis saluran pemasaran udang windu serta

menganalisis fungsi-fungsi lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Sangat

disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang

dihadapi.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena

keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran

dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada sekripsi ini sehingga

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2010 Ahmad Bangun

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... iv

I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 5 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 6

II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Udang Windu ............................ 7

2.2 Morfologi Udang Windu ....................................................... 7 2.3 Sifat Udang Windu ................................................................ 8 2.4 Siklus Hidup .......................................................................... 9 2.5 Budidaya Udang Windu ........................................................ 9 2.6 Penelitian Sebelumnya............................................................. 10

2.7 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu ............................... 12 III KERANGKA PEMIKIRAN......................................................... 14 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis.................................................... 14 3.1.1 Konsep Pemasaran ....................................................... 14 3.1.2 Lembaga-lembaga pemasaran…………………………... 15 3.1.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran………………………………. 16 3.1.4 Saluran Pemasaran……………………………………… 17 3.1.5 Struktur Pasar…………………………………………... 19 3.1.6 Perilaku Pasar………………………………………….... 20 3.1.7 Keragaan Pasar ………………………………………... 21 3.1.8 Efisiensi Pemasaran…………………………………….. 22 3.1.8.1 Marjin Pemasaran ……………………………... 22 3.1.8.2 Farmer’s share………………………………… 23

3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C)……………. 24 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional……………………………. 25

VI METODE PENELITIAN.............................................................. 27

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 27 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 27 4.3 Metode Penentuan Responden ............................................... 31 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………. 31

4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran ..................................... 31 4.4.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran ........................... 31 4.4.3 Analisis Struktur Pasar ............................................. 32

ii

4.4.4 Analisis Perilaku Pasar ............................................. 32 4.4.5 Marjin Pemasaran .................................................... 32 4.4.6 Analisis Farmer`s Share ........................................... 33 4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan dan Biaya ............... 33

4.4 Definisi Operasional Data ………………………………….. 34

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................ 35 5.1 Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah .... 35

5.2 Gambaran Umum Demografis ................................................ 36 5.1.1 Kondisi Perekonomian Daerah ...................................... 36 5.1.2 Fasilitas Umum dan Sosial ............................................. 37 5.1.3 Sarana dan Prasarana Pemukiman ................................. 39 5.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan ....................... 39

VI HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 40 6.1 Karakteristik Responden Petambak........................................ 40 6.2 Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul (Bakul) ......... 42 6.3 Saluran Pemasaran ................................................................. 43 6.4 Fungsi Pemasaran ................................................................... 45

6.4.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Petambak...... 46 6.4.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul..... 47 6.4.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pengecer ........................ 48

6.5 Analisis Struktur Pasar ........................................................... 51 6.5.1 Jumlah Lembaga Pemasaran ........................................... 51

6.5.2 Sifat Produk ................................................................. 53 6.5.3 Syarat Keluar Masuk Pasar .......................................... 57

6.5.4 Informasi Pasar ............................................................ 54 6.6 Perilaku Pasar Jumlah Lembaga Pemasaran ........................... 55

6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian .............................. 55 6.6.2 Sistem Pembayaran Harga ............................................ 56 6.6.3 Penentuan Harga .......................................................... 57 6.6.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran ........................... 58

6.7. Analisis Keragaan Pasar ...................................................... 59 6.7.1 Margin Pemasaran ........................................................ 60 6.7.2 Farmer’s Share ............................................................ 63 6.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ........................................ 64

6.8 Efisiensi Pemasaran ............................................................. 65

VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 67 7.1 Kesimpulan .......................................................................... 67 7.2 Saran .................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 72

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. 73

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Ekspor Nasional Udang 2003 – 2007...... 2

2. Perkembangan Ekspor Nasional Udang 2003 – 2007...... 3

3. Perkembangan Konsumsi Nasional Udang 2003 – 2007.. 3 4. Karakteristik Struktur Pasar ........................................... 20

5. Kualitas Penduduk Berdasarkan Kualitas Pendidikan........... 38

6. Persentase Usia Petambak Udang Windu di Desa Panimbang.. .......................................................... 40 7. Persentase Tingkat Pendidikan Petambak Udang Windu

di Desa Panimbang ........................................................ 41 8. Data Responden Mengenai Pengalaman Petambak Udang Windu di Desa Panimbang……………………….. 41 9. Persentase Usia Pedagang Pengumpul Udang Windu di Desa Panimbang……………………………………………... 42

10. Fungsi- Fungsi Lembaga Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Kabupaten Serang. Banten................................... 50

11. Harga Beli Udang Windu di Masing-Masing Lembag Pemasaran di Desa Panimbang, Serang.Banten..................... 53

12. Komponen Biaya Pemasaran dari Pola Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten .............. 60

13. Biaya, Margin dan Keuntungan pemasaran dari masing-masing pola saluran.................................................. 62 14. Persentase Farmer’s Share Pada Setiap Saluran Pemasaran…………………………………………. 64

15. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pada Setiap Saluran Pemasaran Udang Windu di desa Panimbang, Serang.......... 64

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jalur distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian........................ 19

2. Hubungan antara Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Pemasaran Menurut Dahl dan Hammond, (1977) .................. 23

3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional .................................. 26

4. Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang.. ........... 44

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris, dengan dukungan kondisi alamnya,

menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor perekonomian nasional

disamping sektor lainnya. Sampai saat ini udang windu masih menjadi komoditas

perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena digemari konsumen

lokal (domestik) dan luar negeri. Hal ini disebabkan oleh rasa udang windu yang

enak dan gurih serta kandungan gizinya yang tinggi. Daging udang windu

diperkirakan mengandung 17-20 persen protein. Protein dalam daging udang

(termasuk udang windu) mengandung asam amino esensial yang lengkap, dan

kandungan lemaknya hanya sedikit. Di pasaran, udang windu yang dipilih sebagai

udang konsumsi, dimana udang yang dipasarkan terdiri dari udang yang masih

segar, udang beku, udang kupas beku (tanpa kepala), dan udang olahan. Udang

olahan tersedia dalam bentuk kalengan atau bentuk olahan lainnya. Udang segar

lebih banyak dipasarkan di dalam negeri (domestik), sementara udang beku

umumnya dipasarkan ke luar negeri (ekspor).

Hasil perikanan yang melimpah akan mengalami kerugian apabila tanpa

ada proses pemasaran yang cepat dan tepat. Arus pemasaran udang windu dari

produsen ke konsumen melalui berbagai lembaga pemasaran sangat beragam.

Banyak dan sedikitnya lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui akan sangat

berpengaruh terhadap share harga yang diterima produsen maupun yang harus

dibayar konsumen

. Penangkapan sumberdaya kelautan yang masih dilakukan

secara langsung dari alam membuat kelangkaan pada komoditas udang di musim

tertentu. Oleh karena itu, sangat diperlukan beberapa unit pelaksanaan teknis

Daerah sekaligus penyuluhan yang berkaitan dengan peningkatan prosuktivitas

sumberdaya perikanan dan kelautan khususnya, di Daerah Panimbang, Serang,

Banten. Budidaya perikanan merupakan potensi yang cukup potensial untuk di

ekspor. Hingga saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai

prospek cukup baik, baik untuk konsumsi dalam negri maupun konsumsi luar

negri. Perkembangan produksi udang nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

2

Tabel 1. Tahun

Perkembangan Produksi Nasional Udang Tahun 2003-2007 Volume (Ton) Pertumbuhan %

2003 368.190 -

2004 375.776 2,87

2005 416.000 9,669

2006 360.000 -15,555

2007 365.750 15,972

Jumlah 1.885.716 -

Sumber : BPS Serang, Banten (2007)

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa produksi udang Nasional

mengalami peningkatan setiap tahunnya, kondisi ini menunjukkan usaha tambak

udang memberikan nilai ekonomi yang layak dan menguntungkan dan menjadi

salah satu produk.

Di bidang pemasaran, khususnya udang windu merupakan salah satu

komoditas perikanan yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap

perekonomian nasional. Pada tahun 2003, volume ekspor udang tercatat 92,1 ton

dengan nilai US$ 11,28 per kg. Meski demikian pada tahun selanjutnya,

khususnya sejak tahun 2004, sebagai akibat menurunnya harga udang di pasaran

internasional menjadi US$ 6,08 per kg, nilai ekspor udang pada tahun 2007

mengalami penurunan menjadi US$ 127,3. Pada masa yang datang, jika kualitas

udang nasional terus ditingkatkan dan memenuhi standar mutu produk yang

dibutuhkan oleh negara-negara konsumen khususnya Jepang dan AS. Prospek

pemasaran udang nasional diperkirakan akan meningkat. Kedua negara itu, sangat

ketat terhadap produk makanan yang masuk ke negaranya. Untuk itu standar

manajemen mutu di Indonesia harus mampu dipenuhi oleh pengusaha tambak

udang nasional, sehingga mampu memiliki nilai kompetitif dengan produk udang

negara-negara lain. Perkembangan ekspor nasional dapat dilihat pada Tabel 2.

3

Tabel 2. Perkembangan Ekspor Nasional Udang Tahun 2003 – 2007

Tahun Volume (Ribu Ton) Nilai (US$)

2003 92,1 1.007 971,5

2004 140,5 1.007 231,8

2005 106,3 887 262,4

2006 114,0 887.625,4

2007 127,3 1.003 259,7

Sumber : BPS Serang, Banten (2007)

Sementara jika dilihat dari perkembangan konsumsi udang nasional yang

dilakukan dengan metoda produksi nasional ditambah impor dikurangi ekspor,

maka dapat dilihat pada tahun 2003, tingkat konsumsi nasional udang tercatat

276.607 ton, yang kemudian menurun menjadi 243.556 ton pada tahun 2004.

Tingkat konsumsi tersebut, menunjukkan bahwa selain sebagai komoditas pasar

internasional, udang windu memiliki peluang yang sangat baik untuk memenuhi

permintaan pasar domestik. Apalagi, seiring dengan perkembangan perekonomian

Indonesia yang diperkirakan membaik pada tahun-tahun yang akan datang,

sehingga memberikan peluang yang cukup besar bagi petambak udang karena

dengan terjadinya perbaikan perekonomian akan meningkatkan daya beli

masyarakat terhadap udang dan konsumsi udang pada masyarakat Indonesia akan

meningkat. Perkembangan konsumsi lokal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Nasional Udang Tahun 2003 – 2007

Tahun Produksi ( Ton )

Ekspor ( Ton )

Impor ( Ton )

Konsumsi ( Ton )

2003 368.190 93.043 1.460 276.607

2004 375.776 140.158 7.938 243.556

2005 416.000 106.300 14.956 324.656

2006 360.000 114.000 13.450 259.450

2007 365.750 121.250 8.083 252.583

Jumlah 1.885.716 574.751 45.887 1.356.852

Sumber : BPS Serang, Banten (2007)

Semakin banyak permintaan konsumsi terhadap udang windu di pasar,

mengakibatkaan adanya persaingan yang ketat antara petambak dalam

4

berproduksi. Dalam menghadapi hal ini diperlukan setrategi pemasaran yang tepat

agar dapat bersaing dengan petambak lainnya dan dapat memperluas pasar. Salah

satu cara untuk dapat memperluas pasar yaitu dengan mengefektifkan pemasaran

yang efesiensi dan memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, melalui

efesiensi pemasaran ini, harga udang windu akan meningkat dan akhirnya akan

meningkatkan keuntungan petambak udang windu yang terlibat.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Serang berjumlah 347.042 jiwa dan dapat digolongkan dalam

kelas Kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas Kota, Kota

Sedang adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000

jiwa. Luas wilayah Kabupaten Serang 2.492 Ha dan Desa Panimbang merupakan

salah satu Desa yang terdapat di Kabupaten Serang, Banten.

Desa Panimbang merupakan salah satu desa yang memiliki lahan subur di

di Kabupaten Serang, Sehingga sebagian lahannya digunakan untuk pertanian.

Disamping itu, Desa Panimbang memiliki pantai yang terbentang sepanjang 84,23

kilometer. Dalam hal ini yang menjadi pembahasan adalah salah satu sektor

migas, yaitu sektor perikanan, Khususnya pada perikanan tambak. Kondisi ini

dapat dilihat dari potensi tambak yang telah dimanfaatkan secara sempurna di

Propinsi Banten. Sehingga tidak heran sebagian besar horeka (Hotel, Restoran,

Kafe) di Banten memberikan harga yang cukup tinggi bagi hasil perikanan

tangkap dan perikanan budidaya yang dilakukan masyarakat serta dijual pada

pedagang pengumpul di masing-masing wilayah. Besarnya potensi ini tida dapat

dimanfaatkan bagi sebagian besar masyarakat Serang, Khususnya yang ada di

Desa Panimbang. Hal ini terkait dengan masih maraknya penggunaan induk dari

alam yang sebagian besar tidak seragam sehingga berdampak pada penurunan

produktivitas udang windu yang dihasilkan.

Udang windu merupakan jenis udang yang potensial dan merupakan

komoditas unggulan di sektor perikanan, sebagian besar petambak di Desa

Panimbang masih menggunakan tambak tradisional yang dibangun pada lahan

pasang surut dekat rawa hutan bakau, sehingga sangat rentan dengan penyebaran

virus yang tidak jarang menyebabkan kematian pada udang windu, sementara

tingginya permintaan udang windu pada horeka berbanding terbalik dengan

5

penerimaan petambak. Sebagai contoh, untuk harga jual udang windu di Desa

Panimbang, Serang, Banten dengan size 30 (30 ekor per kilogram) ditingkat

petambak sebagai produsen Rp 70.000 sedangkan ditingkat pedagang pengecer

sebesar Rp 85.000, sehingga

Harga udang windu dapat bersifat fluktuatif, karena komoditas ini termasuk

komoditas ekspor sehingga cukup tergantung pada nilai dolar terhadap rupiah.

Selain itu, fluktuasi pada permintaan dapat juga terjadi karena panjangnya rantai

pemasaran yang harus dilalui, kurangnya informasi pasar, yang dibutuhkan pelaku

pasar yang terlibat dalam aktifitas pemasaran. Begitu pula ketidak tepatan dalam

menentukan peluang pasar dan segmentasi pasar terhadap komoditas udang windu

yang bersifat segmented. Kondisi ini tentu saja akan menyebabkan timbulnya

marjin di tingkat petambak dan konsumen akhir,

posisi petambak udang windu sebagai produsen yang

paling tidak diuntungkan, disebabkan adanya perbedaan harga yang diterima

antara petambak dan pedagang pengecer yang jauh berbeda. Dalam hal ini

petambak udang windu tidak dapat berbuat banyak, karena petambak hanya

sebagai penerima harga (price taker), sehingga peranan pedang pengecer lebih

menonjol dan keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer lebih besar dari

keuntungan yang diterima petambak dan permasalahan ini menyebabkan kerugian

bagi petambak.

Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mengetahui seberapa besar marjin

yang terjadi akibat proses pemasaran terhadap komoditas udang windu dan

seberapa efesien saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang,

Serang, Banten. Selain itu, di perjelas dengan alat analisis pemasaran melalui

pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan studi kasus di Desa

Panimbang, Serang, Banten. Dari pendekatan ini dapat diketahui fungsi-fungsi

yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang,

Serang, Banten.

1. Bagaimana pemasaran Udang Windu dari petani produsen sampai konsumen

akhir di Desa Panimbang Serang, Banten?

Berdasarkan uraian, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

2. Bagaimana lembaga-lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi

pemasaran tersebut?

6

3. Bagaimana struktur pasar dan Perilaku Pasar yang terjadi ?

4. Bagaimana Keragaan Pasar pada setiap saluran pemasaran?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

1. Menganalisis saluran pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang

2. Menganalisis lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi

pemasaran tersebut

3. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pemasaran Udang Windu di Desa

Panimbang

4. Menganalisis efisiensi pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang

1.4. Ruang lingkup dan Manfaat Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi kegiatan sistem pemasaran Udang Windu

yang ditinjau dari saluran pemasaran, lembaga dan fungsi pemasarann, analisis

struktur dan perilaku pasar, analisis keragaan pasar yang meliputi marjin, farmer’s

share dan rasio keuntungan dan biaya pemasaran. Pengamatan juga dilakukan

terhadap kegiatan budidaya udang windu seperti budidaya pembesaran yang siap

dipanen untuk dipasarkan serta menganalisis usaha pemasaran udang windu.

Pada analisis saluran pemasaran udang windu difokuskan pada sistem

pemasaran udang windu di Desa Panimbang Serang, Banten. Hal ini dilakukan

karena keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki oleh peneliti. Untuk analisis

sistem pemasaran dilakukan dengan cara mengambil sampel rata-rata dari

petambak dengan penggunaan beberapa kreteria yang mendasar. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat sebagai masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi

kelompok tani di Desa Panimbang, Serang, Banten dalam memilih rantai

pemasaran udang windu. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan memberikan

tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan dan dapat menjadi

masukan bagi para pengambil kebijakan.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Komoditas Udang Windu

Udang windu merupakan komoditas perikanan dari Penaeus monodon dan

salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang potensial untuk

dikembangkan. Klasifikasi udang menurut Mujiman (1989) adalah sebagai

berikut:

Phylum : Arthopoda

Sub Phylum : Mandibulata

Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Nantantia

Famili : Penaeidea

Genus : Penaeus

Budidaya udang adalah kegiatan usaha pemeliharaan/pembesaran udang

mulai ukuran benih sampai ukuran layak untuk dikonsumsi (Mujiman 1989).

2.2. Morfologi Udang Windu

Bebarapa udang tambak yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah

udang windu yang lebih dikenal sebagai Penaeus monodon, sedangkan beberapa

jenis udang laut yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan

komoditi ekspor antara lain adalah Penaeus setiperus (udang putih), Penaeus

Aztecus (udang coklat), dan Penaeus duorarum (udang kesumba).

Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan

bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax

yang terdiri dari 13 ruas, yaitu lima ruas di bagian kepala dan delapan ruas di

bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari enam ruas, tiap-tiap ruas

(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas

pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas empat lembar dan satu telson

yang berbentuk runcing.

Sementara bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala bagian depan

meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau

rostrum. Untuk bagian badan tertutup oleh enam ruas, yang satu sama lainnya

8

dihubungkan oleh selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (Pleopoda) yang

melekat pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas

keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (Uropoda).

Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang

disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (Intestine) yang

bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas keenam.

2.3 Sifat dan Karakteristik Udang Windu

Terdapat beberapa sifat dan karakteristik udang windu yang perlu untuk

diketahui. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pembudidayaan dan

dalam jangka panjang akan membahayakan keselamatan udang secara missal.

Diantara sifat dan karaktristik udang antara lain :

1. Sifat Nokturnal, yaitu sifat inatang yang aktif mencari makanan pada saat

malam hari. sedangkan pada siang hari lebih digunakan untuk beristirahat

dengan cara membenamkan diri ke dalam lumpur atau menempel pada

suatu benda. Dan dalam kondisi normal udang pada siang hari jarang

menampakkan diri.

2. Sifat kanibalisme, yaitu sifat saling memakan ketika terjadi kontak antara

sesame udang. Kondisi ini biasanya terjadi pada udang sehat denagn

mangsa udang lain yang seang ganti kulit.

3. Ganti kulit, yaitu kondisi ini terjadi pada setiap udang ketika ingin tumbuh

menjadi ukuran yang lebih besar, sehingga harus membuang kulit lama

yang cukup keras. udang muda biasanya lebih sering melakukan

pergantian kulit dibandingkan dengan udang dewasa.

2.4. Siklus Hidup Udang windu

Udang windu merupakan spesies Penaeus monodon, dimana udang windu

dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang windu muda bermigrasi ke daerah

pantai. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas menjadi bagian dari

zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan

perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari dangkal. Perairan dangkal ini

memiliki kandungan nutrisi, salinitas dan suhu yang sangat bervariasi

dibandingkan dengan laut lepas. Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari,

9

udang dewasa kembali ke lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin,

perkawinan dan pemijahan terjadi.

2.5. Panen dan Pasca Panen

Panen akan dilakukan pada saat usia pemeliharaan 3-4 bulan, yang

harus diperhatikan adlah mutu dan kualitas udang windu yang akan berpindah ke

tangan konsumen. Hal ini dilakukan agar pembelian dapat berlangsung secara

kontiniu. kualitas udang dapat dilihat dari ukuran udang, semakin besar udang

maka semakin menjanjikan. Berkulit keras, bersih, licin, dan tidak terdapat cacat

pada tubuh udang, udang dalam kondisi segar, atau masih hidup maka harga yang

ditetapkan juga akan semakin tinggi. selain dari beberapa persyaratan ini, maka

udang akan ditolok khususnya oleh cold storage sebagai penampung komoditas

hasil perikanan. Waktu panen udang, pada umumnya dilakukan pada malam hari.

Hal ini terkait dengan sifat udang yang mencari makan pada malam hari dan

bergerak dipermukaan sekitar tambak, sehingga alat yang digunakan dalam panen

tidak begitu sulit mencari keberadaan udang

2.6. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian tentang saluran dan sistem pemasaran yang pernah

dilakukan sebelumnya :

Simamora (2007), Mengenai Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa

Suka Baru Buring, Kecamatan Panengahan, Kabupaten Lampung Selatan,

Propinsi Lampung. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat jalur tataniaga

yaitu : 1) Petani-PPD-Grosir I-Pengecer-Konsumen, 2) Petani-PPD-Grosir II-

Pedagang Pengecer-Konsumen, 3) Petani-PPD-Grosir 1-Grosir II-Pedagang

Pengecer-Konsumen, 4) Petani-Konsumen lokal. Dalam penelitian ini dapat

dihasilkan bahwa saluran satu merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari

jumlah marjin, biaya, dan keuntungan maka karena keuntungan lebih besar,

marjin lebih kecil dan juga biaya lebih kecil. Rasio keuntungan terhadap biaya

saluran satu mempunyai nilai yang paling besar yaitu Rp 3,39 dan berada pada

tingkat pengecer 3,39 yang artinya setiap Rp 1,00 per kilogram biaya pemasaran

yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3,39 per kilogram.

Dari ketiga saluran tersebut, terlihat bahwa petani selalu menjual hasil panennya

10

kepada pedagang pengumpu dengan cara memberitahukan terlebih dahulu pada

pedagang pengumpul waktu panen. Setelah itu pedagang pengumpul

mentranformasikan kembali produk kepada pedagang pengecer dan seterusnya.

Sehinga dalam penelitian ini dapat dihasilkan bahwa saluran pemasaran satu

merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari jumlah marjin, biaya, dan

keuntungan, karena keuntungan lebih besar, marjin lebih kecil dan juga biaya

lebih kecil.

Melani (2002), Studi mengenai saluran pemasaran Ikan Koi di Kecamatan

Cisaat, Sukabumi menunjukkan bahwa saluran pemasaran Ikan Koi melibatkan

tengkulak kampung, tengkulak pasar, dan pedagang eceran. Rantai pemasaran

yang panjang diakibatkan oleh daerah pemasaran yang jauh, semakin jauh daerah

pemasaran akan melibatkan banyaknya lembaga pemasaran yang terkait.

Bertambahnya jarak daerah pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat,

maka biaya pemasaran tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk

menetapkan harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan

keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga

jual petani dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang

rendah. Dari saluran pemasaran ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Sukabumi

melibatkan beberapa lembaga pemasara diantaranya tengkulak, pedagang

pengumpul dan pedagang pengecer. Jauhnya Daerah pemasaran bagi petani Ikan

Koi, sehingga melibatkan beberapa lembaga pemasaran dan mengeluarkan biaya

pemasaran yang tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan

harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan

yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga jual petani

dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang rendah.

Haris (2003) Penelitian yang dilakukan di Pasar Porda Juwana, Kecamatan

Juwana, Kabupaten Pati dengan judul Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng

menghasilkan beberapa informasi penting diantaranya terkait dengan pola saluran

pemasaran di daerah setempat, yaitu bandar, grosir dalam daerah, dan pengecer

luar daerah. Masing-masing lembaga pemasaran menyalurkan ikan bandeng dari

produsen petani ke konsumen. Saluran yang terbentuk dibedakan menjadi dua

aliran, yaitu saluran pemasaran dalam daerah Kabupaten Pati dan saluran

11

pemasaran luar daerah Kabupaten Pati. Diantara saluran pemasaran dalam daerah,

yaitu :

I. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir

II. Petani – Bandar – Pengecer dalam daerah – Konsumen akhir III. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen Lembaga

Dan polasuran pemasaran yang terbentuk di luar daerah Kabupaten Pati, yaitu : I. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir

II. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen lembaga Selain itu analisis fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam proses

pemasaran adalah fungsi pertukaran antara petani, bandar, dan grosir. Biasanya,

para bandar di daerah setempat menawarkan jasa pelelangan kepada petani dalam

mematok komisi 3 – 5 persen dari petani dan grosir. Tidak jarang bandar

melakukan penjualan dengan grosir luar daerah untuk menjual panennya karena

pasokan tidak dapat lagi ditampung oleh grosir dalam daerah. Untuk menghemat

biaya pemasaran, bandar melakukan penjualan kepada grosir luar daerah ketika

tiba saat panen sekitar empat bulan sekali, sehingga ikan bandeng yang dipasok

dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini terkait dengan besarnya biaya transportasi

yang harus dikeluarkan bandar pada saat distribusi berlangsung. Pada saluran

pertama pemasaran dalam daerah, bandar memperoleh marjin pemasaran dari

komisi yang diberikan petani sebesar tiga persen. Hal ini dapat dilihat dari harga

ikan ukuran 5 – 7 ekor per kilogram dengan harga rata – rata Rp 6.200,00 menjadi

6.014,00 dipotong dengan biaya jasa pelelangan yang ditetapkan bandar pada

petani atas jasa pelelangan. Kemudian dijual kembali dengan pedagang grosir

sebesar Rp 7.200,00 sehingga marjin yang diperoleh pedagang grosir sebesar Rp

1.000,00. Begitu juga dengan saluran II dan III pada pemasaran dalam daerah

serta saluran I dan II pada saluran pemasaran luar Kabupaten Pati. Berbicara

marjin pasti terkait dengan keuntungan yang diperoleh masing – masing lembaga

pemasaran. Contoh pasara saluran I pada pemasaran dalam daerah Kabupaten

Pati, yaitu biaya pemasaran yang harus dikeluarkan petani terdiri dari biaya

angkut Rp 20,00 per kilogram atas sewa mobil, biaya retribusi angkutan Rp 1,00

per kilogram, pembayaran komisi 186,00 per kilogram, sehingga total biaya yang

dikeluarkan petani Rp 207, 00 per kilogram, dan keuntungan pun diperoleh dari

pengurangan antara marjin dengan biaya yang harus dikeluarkan. Keuntungan

12

bandar Rp 155,54, keuntungan grosir Rp 955,00 dan total keuntungan yang

diperoleh dalam satu saluran penuh sekitar Rp 1.110,54. pada saluran I, distribusi

marjin dan farmer’s share yang diperoleh cukup tinggi sebesar Rp 83,35 persen

karena penjualan yang dilakukan grosir pada konsumen lebih banya dengan

jumlah pembeli sedikit sehingga harga pun lebih tinggi dibandingkan penjualan

yang dilakukan kepada pedagang pengecer. Hal ini menunjukkan adanya

keuntungan bagi petani karena persentase harga jual yang cukup tinggi.

Sitompul (2007) Analisis usahatani dan tataniaga ikan hias mas koki

oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani,

pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobbies. Harga jual anakan

Ikan mas koki oranda ditingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar

antara Rp 130 sampai dengan Rp 150/ekor. Harga jual Ikan mas koki oranda

ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800

sampai dengan Rp 900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke

pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor,

sedangkan ditingkat pedagang pngecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp

2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada

pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 persen. Pada pola 3, rata-rata

harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga

yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer

share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3 persen

merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena

saluran tataniaga ikan hias mas koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s

share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran

pemasaran dan meningkatkan kualitas produknya.

13

2.7. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian tentang efisiensi saluran pemasaran udang windu

yang dikaji adalah saluran pemasaran dan fungsi-fungsi masing-masing lembaga

pemasaran dalam saluran pemasaran udang windu, struktur pasar yang terbentuk

pada setiap tingkat lembaga pemasaran, perilaku para pelaku pasar, dan keragaan

pasar yang diukur melalui margin pemasaran, bagian harga yang diterima petani,

rasio keuntungan dan biaya, serta keterpaduan pasar. Secara umum pemasaran

komoditas agribisnis belum mengarah kepada bentuk pasar yang efisien secara

keseluruhan, mengingat saluran tataniaga yang terbentuk menghasilkan margin

yang kurang merata, penentuan harga umumnya merugikan petani, dimana

penentuan harga dilakukan oleh lembaga pemasaran diatasnya dan petani hanya

bertindak sebagai penerima harga (Price taker).

Berdasrkan hasil penelitian-penelitian di atas, ada kesamaan dalam analisis

saluran pemasaran yaitu persamaan dalam penggunaan alat analisis untuk

menganalisis sistem pemasaran dan efisiensi saluran pemasaran. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi kasus, tempat serta

lokasi dilakukannya penelitian. Perbedaan lain terletak pada komoditas yang

diteliti adalah komoditas perikan tambak udang windu (Penaeus monodon) yang

merupakan salh satu komoditas unggulan dan tergantung pada fluktuasi mata uang

asing.

14

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Pemasaran

Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa pemasaran pertanian

adalah mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan

perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dan barang-barang

kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk

didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari

barang yang ditujukkan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberi

kepuasan yang lebih kepada konsumennya. Azzaino (1983) menyatakan bahwa

pemasaran disebut suatu proses pertukaran yang meliputi kegiatan pemindahan

barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran suatu proses sosial

dimana individu-individu atau kelompok-kelompok mendapatkan apa yang

dibutuhkan dan yang diinginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran

produk-produk yang bernilai.

Pemasaran merupakan kegiatan aliran barang dan jasa dari produsen ke

konsumen dengan tujuan untuk memberi kepuasan kepada konsumen. Untuk

menganalisis saluran pemasaran dapat dilkaukan tiga pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Fungsi (Functional approach); merupakan pendekatan yang

mempelajari fungsi-fungsi yang ada dalam lembaga pemasaran yang terlibat

dalam tataniaga suatu komoditi. Pendekatan fungsi terdiri dari fungsi

pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi fisik meliputi

penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas yang meliputi

standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi

pasar.

2. Pendekatan kelembagaan (Institutional approach), pendekatan kelembagaan ini

berguna untuk mempelajari atau mengamati peranan masing-masing lembaga

pemasaran dalam kegiatan pemasaran yang terdiri dari produsen, bandar,

pengecer, konsumen, dan lain-lain.

3. Pendekatan perilaku (Behavioral system approach), pendekatan ini merupakan

pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang

15

ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga

pemasaran. Pemasaran produk pertanian merupakan pemasaran produk yang

memerlukan penangan yang intesif hingga sampai ketangan konsumen. Hl ini

disebabkan oleh karaktristik produk pertanian yang mudah rusak,

membutuhkan ruang, di produksi dalm jumlah besar, dan lain sebagainya. Oleh

karena itu, dibutuhkan integrasi berbagai pihak agar produk yang dipasarkan

sampai ke tangan konsumen tanpa mengurangi kualitas produk yang

dihasilkan.

3.1.2 Lembaga-lembaga pemasaran

Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran

adalah badan-badan yang bertanggungjawab menyelenggarakan kegiatan atau

fungsi pemasaran dimana barang harus bergerak dari produsen sampai ke

konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang

perantara dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah

menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen

semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga

pemasaran berupa marjin pemasaran.

Limbong dan Sitorus (1987) dalam pemasaran barang atau jasa terlibat

beberapa lembaga pemasaran mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara

dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa

sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat

diharapkan kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa

tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga pemasaran merupakan

suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan

melakukan fungsi– fungsi pemasaran yang berusaha untuk memperlancar arus

barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai

kegiatan/aktifitas. Lembaga–lembaga pemasaran tersebut juga berfungsi sebagai

sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Dalam sistem tataniaga

terdapat lembaga-lembaga tataniaga yang cukup penting yaitu:

1. Pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli atau mengumpulkan

barang–barang hasil pertanian dari produsen kemudian memasarkan dalam

16

partai besar kepada pedagang lain. Dalam hal ini pedagang pengumpul

bisanya ada disetiap desa.

2. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli dari pedagang pengumpul

dalam partai besar dan mendistribusikan kesetiap pedagang pengecer atupun

ke pasar.

3. Pengecer yaitu pedagang yang membeli barang dari pedagang besar dan

mendistribusikannya barang secara langsung ke konsumen akhir.

3.1.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran

Pendekatan fungsi menurut Khols dan Uhl (1985) adalah suatu pendekatan

yang mempelajari bagaimana system pemasaran dilakukan. Pendekatan ini untuk

menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam proses pemasaran untuk

beberapa aspek , sehingga seluruh proses pemasaran dapat memberikan gambaran

yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdisri dari :

1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindaha hak

milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fugsi pertukaran meliputi (a)

kegiatan pembelian dan (b) kegiatan penjualan. Pembelian merupakan kegiatan

melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang,

menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikut i

mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran tataniaga

yang paling sesuai.

2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang

dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, waktu dan bentuk. Fungsi ini

meliputi (a) penyimpanan, untuk menbuat komoditas selalu ada ketika

dibutuhkan konsumen, (b) pengolahan, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan nilai tambah dari produk tersebut, sehingga kepuasan, kebutuhan

konsumen dapat terpenuhi, (c) pengangkutan, pemindahan, merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan barang dari suatu tempat

ketempat lain, yang akan memudahkan konsumen mendapatkan barang

tersebut.

3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang mendukung dalam kegiatan

pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas

meliputi (a) fungsi standarisasi dan grading,merupakan fungsi mempermudah

17

pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya

pemasaran dan memperluas pasar, (b) fungsi penanggungan risiko, merupakan

fungsi menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang

disebabkan risiko, (c) fungsi pembayaran, merupakan kegiatan pembayaran

dalam bentuk uang untuk memperlancar proses tataniaga, dan (d) informasi

pasar, merupakan kegiatan dengan mengumpulkan sejumlah data sehingga

proses pemasaran menjadi lebih sempurna.

3.1.4 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan cara atau sistem untuk menyampakai

produk yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran

pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen (petani),

pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang antar kota dan lain sebagainya.

Menurut Sudiono (2001), lembaga pemasaran menurut penguasaan

terhadap komoditi yang diperjual belikan dapat dibedakan atas tiga :

1. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen, makelar

(broker, selling broker, buying broker)

2. Lembaga yang memiliki dan menguasai komodi-komodi pertanian yang

diperjualbelikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan

importir.

3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komodi-komodi

pertanian yang diperjualbelikan. Seperti perusahan perusahaan yang

menyediakan fasilitas-fasilitas ternsportasi, asuransi pemasaran dan

perusahaan penentu kualitas produk pertanian (Surveyor).

Sehingga terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam

memilih saluran pemasaran yaitu:

1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli

potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan

pembeli.

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat

barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut

untuk memenuhi pesanan atau pasar.

18

3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan,

kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan

pelayanan penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga

perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan

pertimbangan biaya.

Banyaknya lembaga yang terlibat dalam suatu saluran pemasaran

dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen, sifat komoditas, skal produksi,

dan kekuatan modal yang dimiliki (Saefuddin dan Hanafiah 1986 ). Saluran

pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa akan sangat menentukan nilai

keuntungan suatu prodak dan berpengaruh terhadap pembagian penerimaan yang

diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalamnya. Pada

umumnya, semakin pendek saluran pemasaran akan memberikan keuntungan

yang lebih besar dibandingkan saluran pemasaran yang panjang. Lembaga yang

terlibat dalam pemasaran udang windu dari petambak sampai konsumen akhir

diantaranya, pedagang pengumpul, pedagang besar, perusahaan ekspor, konsumen

lembaga. Saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1 :

Gambar 1. Saluran Pemasaran Komoditi Pertanian Sumber : (Khols dan Downey, 1985)

Pedagang desa di pasar lokal

Agen Perantara

Pedagang pengecer (retailers)

Pedagang besar (Wholesalers)

Agen Processor

Konsumen

Petani

19

3.1.5 Struktur Pasar

Struktur pasar (Market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan

pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam

suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau

concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan

sebagainya (Limbong, 1997). Pada struktur pasar dijelaskan bagaimana perilaku

penjual dan pembeli yang terlibat (Market conduct) dan selanjutnya akan

menunjukkan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (Market

performance) yang ada di dalam sistem tataniaga tersebut.

Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi,

institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar.

Struktur pasar dicirikan oleh : (1) jumlah dan ukuran pasar, (2) diferensiasi

produk, (3) kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) pengetahuan partisipan tentang

biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Tabel 4 menyajikan

karakteristik struktur pasar.

Tabel 4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah Perusahaan

Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli

Banyak Homogen Persaingan Murni Persaingan Murni

Banyak Diferensiasi Persaingan Persaingan

Sedikit Homogen Monopolistik Monopolistik

Sedikit Diferensiasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni

Satu Unik Oligopoli diferensiasi Oligopsoni

Monopoli Diferensiasi

Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) struktur pasar produk perikanan

yang banyak dijumpai dalam praktek adalah pasar persaingan monolistik dan

oligopoli, dimana struktur pasar produk pertanian cendrung berada pada pasar

20

persaingan tidak sempurna, baik berupa monopoli, oligopoli, maupun pasar

persaingan monopolistik. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal:

1. Bagaimana pangsa pasar (Market share) yang dimiliki petani umumnya

sangat kecil, sehingga petani dalam pemasaran produk pertanian bertindak

penerima harga (Price taker).

2. Produk pertanian pada umumnya diproduksi secara massal dan homogen,

sehingga apabila petani menaikkan harga komoditi yang akan dihasilkan

menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi komodi yang

dihasilkan petani lainnya.

3. Komoditi yang dihasilkan mudah rusak (Perishable), sehingga harus

secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga.

4. Lokasi produksi terpencil dan sulit tercapai oleh alat tranportasi yang

mudah dan cepat.

5. Petani kekurangan informasi harga dan kualitan dan kuantitas yang

diinginkan konsumen, sehingga petani mudah diperdaya lembaga-lembaga

pemasaran yang berhubungan dengan petani langsung.

6. Adanya kredit dan pinjaman dari lembaga pemasaran kepada petani yang

bersifat meningkat.

3.1.6 Perilaku Pasar

Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar

tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam

menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan,

pembelian, penentuan harga, dan strategi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat

dari proses pembentukan harga dan stabilitas harga, serta ada tidaknya praktek

jujur dari lembaga yang terlibat dalam tataniaga (Azzaino 1982).

Menurut Asmarantaka (1999), bahwa perilaku pasar ada tiga cara yaitu : (1)

penentuan harga dan setting level of output; menetapkan penentuan harga tidak

berpengaruh terhadap perusahaan lain, melainkan ditetapkan secara bersama-sama

oleh penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga, (2) product

promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan, (3) predatory

and exlusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong

perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini berusaha menguasai

21

bahan baku, sehingga perusahaan pesaing tidak berproduksi dengan menggunakan

bahan baku yang sama.

Perilaku pasar terkait dengan tindak tanduk serta langkah yang

diimplementasikan oleh penjual saat memasarkan. Tindakan yang dilakukan

dapat berpengaruh pada penetapan harga dan keragaan pasar di daerah yang

menjadi fokus penelitian. Perikalaku pasar dapat mencerminkan aliran suatu

produk mulai dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Pada umumnya

perilaku pasar tercermin pada saat beroprasi. Seperti saat penentuan harga,

sosialisasi, penetapan pangsa pasar, serta aktifitas transaksi di pasar. Terdapat tiga

cara mengenal perilaku pasar, yaitu :

1. Penentuan Harga dan Setting of Output : Penentuan harga yang dilakukan

tanpa mempengaruhi perusahaan lain. Penetapan ini dilakukan secara bersama

– sama dengan para penjual yang lain, dan penetapan harga yang dilakukan

dipimpin oleh pemimpin harga.

2. Kebijakan atau Aturan Promosi Produk (Product Promotion Policy) : yaitu

promosi yang dilakukan penjual dengan cara mengikuti pemasaran atau

membuka stand produk atas nama perusahaan.

3. Peredatory and Exlusivenary Tactics : Strategi ini tidak cukup sehat karena

perusahaan yang satu berusaha untuk mengeluarkan perusahaan yang lain dari

pasar dengan menetapkan harga dibawah biaya marjin, sehingga perusahaan

lain tidak dapat melakukan kompetisi tersebut. Selain itu, cara lain juga dapat

dilakukan dengan menguasai bahan baku yang akan mengakibatkan

perusahaan lain tidak dapat menggunakan sumber bahan baku yang sama.

3.1.7 Keragaan Pasar

Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku

pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume

produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem

tataniaga (Dahl dan Hammond 1977). Menurut Sudiyono ( 2001 ) keragaan pasar

adalah hasil keputusan akhir yang diambil adalah hubungannya dengan proses

tawar menawar dan persaingan pasar.

Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari: harga dan penyebarannya

ditingkat produsen dan ditingkat pasar, marjin pemasarn dan penybarannya pada

22

setiap tingkat harga. Selain itu analisis terhadap keragaan pasar dapat didekati

melalui analisis perkembangan harga, elastisitas tansmisi dan integrasi pasar.

3.1.8 Efisiensi Pemasaran

Pemasaran yang efesien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam

sistem pemasaran, dimana sistem pemasarn memberikan kepuasan kepada setiap

pihak-pihak yang terlibat produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga pemasaran .

Menurut Sudiono (2001) untuk mengukur efesiensi pemasaran dapat dilakukan

pendekatanstruktur, keragaan, dan tingkahlaku pasar. Upaya perbaikan efesiensi

pemasaran dapat dilakukan dengan meningkatkan output pemasaran dan

mengurangi biaya pemasaran.

Menurut Sudiyono (2001) secara sederhana konsep efisiensi ini didekati

dengan rasio output-input, suatu proses pemasarn dikatakan efesien apabila :

1. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit.

2. Output meningkat sedanngkan input yang digunakan tetap konstan.

3. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan, tetapi laju kenaikan output

lebih cepat dari pada input

4. Output dan input sama mengalami penurunan, tetapi penurunan output lebih

lambat dari pada input.

Efesiensi pemasarn dapat dibedakan atas efesiensi teknis (operasional) dan

efesiensi ekonomis (harga). Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) efesiensi

teknis berarti pengendalian fisik daripada produk dan dalam ”term” ini mencakup

dalam hal-hal: prosedur, teknis, dan besarnya skala operasi, dengan tujuan

penghematan fisik seperti mengurangi kurusakan (Waste), mencegah merosotnya

mutu produk dan penghematan tenaga kerja. Sedangkan dalam pengukuran

efesiensi ekonomis maka marjin pemasaran sering dipakai sebagai alat ukur.

3.1.8.1 Marjin Pemasaran

Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen

dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai

nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen

sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik

produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi.

23

Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke

konsumen disebut sebagai biaya tataniaga.

Menurut Dahl dan Hammond (1977) mendefenisikan marjin pemasaran

sebagai perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer

(Pr). Marjin pemasaran menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat

pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin pemasaran

(Value of marketing margin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran

dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian

marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Pendekatan terhadap nilai marjin pemasaran dapat melalui return to factor

(Marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya pemasaran, yang merupakan balas

jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang

diberikan untuk lancarnya proses pemasaran dan input-input lainnya, serta dengan

pendekatan return to institution (Marketing charge), yaitu pendekatan melalui

lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran atau

pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir,

agen, dan pengecer.

Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi

yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan

perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat

konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, akan

semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen.

Secara grafis marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 2 :

Harga Sr

Pr Sf

C A Pf Dr

B Df

0 Qr, f

Gambar 2. Hubungan Antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan Terhadap Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Pemasaran

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

24

Keterangan :

A = Nilai marjin pemasaran((Pr-Pf).Qr,f) B = Marketing cost and Marketing charge C = Marjin pemasaran (Pr-Pf) Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer Pf = Harga di tingkat petani Sr = Supply di tingkat pengecer (Derived supply) Sf = Supply di tingkat petani (Primary supply) Dr = Demand di tingkat pengecer (Derived demand) Df = Demand di tingkat petani (Primary demand) Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat

dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga pemasaran

yang terlibat. Rendahnya biaya pemasaran suatu komoditi belum tentu dapat

mencerminkan efisiensi yang tinggi.

3.1.8.2 Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan

pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (Farmer’s

share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima

lembaga pemasaran sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan

Sitorus 1987).

3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C)

Berdasarkan nilai marjin pemasaran yang diperoleh dapat diketahui tingkat

rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio

ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran

yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai

rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Limbong dan Sitorus 1987) :

Rasio Keuntungan/Biaya (%) = %100)(

)( xCiPemasaranBiaya

iKeuntungan π

Rasio keuntungan dan biaya pemasaran adalah besarnya keuntungan yang

diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin

meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional

sistem pemasaran akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987).

25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk

memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga dalam

proses tersebut terjadi pemindaha kepemilikian. Dalam memasarkan suatu

komoditi baik barang atau jasa akan melibatkan beberapa faktor pemasaran,

anatara lain sistem pemasaran dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat

melakukan fungsi pemasaran dan serta struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar

yang menentukan tingkat harga suatu komoditi.

Sistem pemasaran merupakan segala aktivitas yang diperlukan dalam

pemindahan hak miliki dan menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa

dan fungsi-fungsi pemasaran dalam menjalankan distribusi barang dari produsen

ke konsumen. Saluran pemasaran udang windu dari Desa Panimbang, Serang,

Banten melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petambak, pedagang

pengumpul pedagang pengecer dan eksportir. Fungsi-fungsi pemasaran udang

windu dari Desa Panimbang, Serang, Banten dianalisis melalui pendekatan serba

fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar

dapat diketahui dengan melibatkan jumlah penjualan dan pembelian, informasi

pasar, jenis transaksi yang terjadi dan hambatan keluar masuk pasar. Perilaku

pasar dapat diketahui dengan melihat praktek penjualan dan pembelian, penentuan

harga, cara pembayaran dan kerjasama antar lembaga, sedangkan keragaan pasar

dapat diketahui dengan melihat marjin pemasaran dan keterpaduan pasar.

Berdasarkan teori pemasaran khususnya tentang efesiensi pemasaran yang

berdampak pada peningkatan keuntungan petani dan lembaga pemasaran yang

terlibat serta dalam rangka merangsang industri perikananagar kondusif, maka

peneliti perlu mengkaji tentang bagai mana pola saluran pemasaran udang windu

dari Desa Pnimbang, Serang, Banten nilai dari marjin pemasaran yang terbentuk

dari setiap fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran serta

dilihat dari struktur dan prilaku pasar, dan keterpaduan pasar yang terjadi dilihat

dari pembentukan harga yag terjadi akibat pembentukan harga antara lembaga

pemasaran yang satu dengan lainnya. Kerangka pemikiran yang melandasi

penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 3.

26

Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional, Analisis Efisiensi Pemsaran Udang Windu ( Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten )

Petani Udang Windu

Adanya perbedaan harga yang cukup besar antara harga jual udang windu di tingkat petani dan harga jual udang windu di tingkat konsumen

Analisis Kualitatif 1. Saluran Pemasaran dan

Lembaga Pemasaran 2. Fungsi-fungsi Pemsaran 3. Struktur Pemsaran 4. Keragaan Pemasaran

Analisis Kuantitaf 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer’s Share 3. Rasio Keuntungan dan Biaya

Efisiensi Pemasaran

Efesiensi Operasional 1. Marjin Tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio keuntungan dan Biaya

Saluran Pemasaran yang Efisien

27

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Panimbang, Serang, Banten pada aktivitas

Kelompok Tani udang windu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Panimbang, Serang, Banten

merupakan salah satu daerah produksi udang windu yang berkembang. Penelitian

dilakukan pada bulan Desember 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah

disiapkan dengan tehnik wawancara langsung kepada petani serta lembaga-

lembaga tataniaga yang terlibat seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer,

dan konsumen lembaga. Data sekunder dari instansi yang terkait dengan masalah

penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Perikanan dan

Peternakan Kesambi Serang, Banten, serta buku-buku literatur yang terkait

lainnya. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk analisis lembaga dan saluran pemasaran, data yang dikumpulkan

meliputi:

a. Tingkat petani, yaitu: - Karakteristik petani: Umur, pendidikan dan pengalaman bertani. - Gambaran usahatani: Jumlah produksi, luas panen, tehnik serta peralatan

yang digunakan serta luas lahan. - Cara penjualan produk. - Tujuan penjualan produk (dijual kemana).

b. Tingkat pedagang perantara, yaitu : - Karakteristik pedagang: Umur, tingkat pendididikan, pengalaman

berdagang. - Cara pembelian produk: Sumber pembelian produk, frekuensi pembelian

dan jumlah yang dibeli, serta harga beli produk. - Tujuan penjualan produk (dijual kemana) - Volume penjualan dan harga jual.

28

2. Untuk menganalisis fungsi-fungsi pemasaran, dianalisis berdasarkan fungsi-

fungsi ditiap lembaga pemasaran. Data-data yang dikumpulkan meliputi :

1) Fungsi pertukaran :

a. Petani :

- Jumlah atau volume penjualan kepada pedagang

- Frekuensi penjualan

- Proses penjualan

b. Pedagang :

- Jumlah pembelian dari petani atau pedagang lain

- Frekuensi pembelian

- Jumlah/volume penjualan ke pedagang lain atau ke konsumen

- Frekuensi penjualan

2) Fungsi Fisik

a. Petani :

- Jumlah produk yang disimpan

- Lokasi penyimpanan hasil panen

- Lama penyimpanan.

- Biaya penyimpanan

- Biaya trasnportasi atau pengangkutan

b. Pedagang :

- Jumlah produk yang disimpan

- Lokasi penyimpanan produk

- Lama penyimpanan

- Biaya penyimpanan

- Biaya trasnportasi

- Alat transportasi yang digunakan

- Biaya pengolahan

- Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengolahan

3) Fungsi fasilitas

a. Petani :

- Proses penyortiran dan grading

- Jumlah yang disortir

29

- Pembiayaan (persiapan lahan sampai panen)

- Biaya pengangkutan

- Biaya penyimpanan

- Biaya penyusutan

- Resiko yang ditanggung petani

- Sumber informasi pasar

- Cara memperoleh informasi pasar

b. Pedagang :

- Proses penyortiran dan grading

- Biaya-biaya yang dikeluarkan : biaya pengangkutan, biaya

penyimpanan, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya

penyusutan, biaya tenaga kerja dan lain-lain.

- Resiko usaha yang ditanggung pedagang

- Sumber informasi pasar

- Cara memperoleh informasi pasar

3. Untuk menganalisis struktur pasar, data yang dikumpulkan meliputi :

- Jumlah pelaku yang terlibat (jumlah pembeli dan penjual)

- Keragaman produk : Klasifikasi mutu udang windu

- Hambatan keluar masuk pasar:

Hambatan yang dialami petani

Hambatan yang dialami pedagang pengumpul

Hambatan yang dialami oleh pedagang besar

Hambatan yang dialami oleh pedagang pengecer

Modal yang diperlukan oleh masing-masing lembaga tataniaga

Jumlah pesaing dipasar

- Informasi pasar:

Sumber informasi pasar/harga

Cara memperoleh informasi harga ditingkat petani dan pedagang

Sarana informasi yang digunakan

30

4. Untuk menganalisis perilaku pasar data yang diperlukan adalah:

- Praktek pembelian dan penjualan antar lembaga-lembaga tataniaga

- Sistem penentuan harga

- Cara pembayaran harga dari pedagang ke petani

- Cara pembayaran harga diantara lembaga pemasaran

- Praktek kerjasama antar lembaga pemasaran

5. Untuk menganalisis margin pemasaran dan farmer’s share data yang

dikumpulkan adalah:

- Harga jual dari petani

- Harga beli dari pedagang pengumpul

- Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul

- Keuntungan pedagang pengumpul

- Harga jual dari pedagang pengumpul

- Harga beli dari pedagang besar

- Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang besar

- Keuntungan pedagang besar

- Harga jual dari pedagang besar

- Harga beli dari pedagang pengecer

- Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer

- Keuntungan pedagang pengecer

- Harga jual dari pedagang pengecer ke konsumen

6. Untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, data yang dikumpulkan

meliputi :

- Kondisi geografis daerah penelitian

- Tata guna lahan

- Sarana dan prasarana di daerah penelitian

- Kelembagaan Desa Kesambi Serang, Banten

- Keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

31

4.3. Metode Penentuan Responden

Produk yang diteliti adalah komoditas perikanan, tepatnya Udang Windu

(Penaeus monodon). Komoditas ini dapat dikatakan umggulan di Desa

Panimbang, Serang, Banten sehingga memudahkan akan kebutuhan data dan

informasi yang akan diperoleh dari lokasi tempat penelitian yang telah disurvei

sebelumnya. Metode penentuan populasi berdasarkan petambak yang berada

dalam satu komoditas dengan kepemilikan lahan yang seragam. Anggota

komoditas tersebut menggunakan empat petak dalam dua hektar lahan yang

dimiliki. Pemilihan responden petambak udang windu dilakukan dengan cara

keputusan (Judgement sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak

20 petambak dan tambak yang digunakan merupakan tambak tradisional sebagian

petambak menggunakan polikultur pada empat petak tambak, lima orang

pedagang pengumpul, serta tujuh orang pedagang pengecer. Penentuan responden

pada saluran pemasaran dilakukan dengan penelusuran saluran pemasaran mulai

dari tingkat petambak sampai ke tingkat konsumen akhir.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Proses analisis data kualitatif

menggambarkan secara deskriptif saluran tataniaga , fungsi-fungsi pemasaran

serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan analisis data kuantitatif dipergunakan

untuk menganalisis besaran margin tataniaga, farmer share dan rasio keuntungan

dan biaya. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan adalah berupa kalkulator,

program komputer dan tabulasi data.

4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran

Analisis saluran pemasaran komoditas udang windu (Penaeus monodon)

diamati melalui beberapa lembaga pemasaran yang turut berkontribusi pada

penyaluran atau transformasi hasil panen dari produsen ke konsumen akahir.

Saluran pemasaran yang diteliti meliputi produsen, pedagang pengumpul,

pedagang pengecer, konsumen lembaga, dan konsumen rumah tangga. Banyaknya

lembaga yang berkontribusi pada aktifitas pemasaran akan berpengaruh terhadap

penerimaan pendapatan yang diterima oleh masing – masing lembaga tersebut.

32

4.4.2 Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran

Fungsi-fungsi pemasaran dapat dilihat dari masing-masing fungsi yang

dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan udang windu dari

produsen ke konsumen akhir. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh

lembaga pemasaran meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas.

Analisis fungsi-fungsi pemasaran diperlukan karena untuk mengetahui fungsi-

fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat, penghitungan

kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Dari analisis fungsi pemasaran

dapat dihitung besarnya biaya marjin pemasaran.

4.4.3 Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar

yang ada cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan

tidak sempurna dengan melihat komponen-komponen yang mengarahkan pasar ke

suatu struktur pasar tertentu. Apabila semakin banyak penjual dan pembeli dan

semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga pemasaran,

maka struktur pasar tersebut masuk dalam pasar persaingan sempurna. Sedangkan

adanya kesepakatan antar sesama pelaku pemasaran dapat menimbulkan struktur

pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna.

4.4.4 Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar udang windu yang terjadi di Desa Panimbang, Serang.

Banten dapat dianalisis dengan mengamati sistem penjualan dan pembelian,

sistem penetuan harga dan pembayaran serta kerjasama diantara lembaga

tataniaga yang terbentuk.

4.4.5 Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran diperlukan untuk melihat efisiensi pemasaran udang

windu. Marjin pemasaran dihitun bedasarkan pengurangan harga penjualan

dengan harga pembelian pada setiap lembaga pemasaran. Besarnya marjin

pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran

dan keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing lembaga pemasaran.

Secara matematik Limbong dan Sitorus (1985) merumuskan marjin

tataniaga sebagai berikut :

33

M=Ps-Pb...................................(1)

M=Ci-∏i...................................(2)

Dimana : M = Marjin pemasaran di tingkat ke-i

Ps = Harga jual di tingkat ke-i Pb = Harga beli di tingkat ke-i C = Biaya pemasaran tingkat ke-i ∏ = Keuntungan lembaga pemasaran pasar tingkat ke-i

Dengan penjumlahan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh :

Ps-Pb=Ci-∏i...........................(3)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka keuntungan lemabaga pemasaran pada

tingak ke-i adalah :

∏i=Ps-Pb-Ci..........................(4)

4.4.6 Analisis Farmer`s Share

Farmer`s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani

udang winsu dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer`s share

memiliki korelasi yang negative dengan marjin pemasaran, artinya semakin

tinnggi marjin pemasaran maka bagian harga yang diterima petani udang winsu

semakin rendah. Farmer`s share dirumuskan sebagai berikut :

%100xPkPfFs …………..…(5)

Dimana : Fs = Farmer`s share (dalam persentase) Pf = Harga di tingkat petani udang windu (Rp) Pk = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir udang windu (Rp)

4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya (Analisis L/R rasio) adalah persentase

keuntungan pemasaran terhadap biayapemasaran secara teknis (operasional) untuk

mengetahui tingkat efisiennya. Untuk mengetahui ppenyebaran rasio keuntungan

dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai

berikut :

%100/ xCiLiCRasioB ....................(6)

Keterangan :

Li : Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci : Biaya pemasaran lembaga ke-i

34

4.5 Definisi Operasional

Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam

penelitian adalah sebagai berikut:

Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-

fungsi pemasaran melalui proses pendistribusian udang windu dari produsen

ke konsumen akhir, seperti :

a) Petambak adalah sejumlah petani yang memiliki tambak uadng windu,

memproduksi dan melakukan penjualan udang windu

b) Pedagang pengecer adalah pedagang yang menerima produk dari

pedagang pengumpul dan pedagang grosir untuk kemudian dijual kepada

konsumen akhir.

c) Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian dari

petani dan menyalurkan produk kepada pedagang grosir atau langsung

menjualnya kepada pedagang pengecer.

d) Majin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi ditingkat produsen

(petambak) dan ditingkat konsumen, baik konsumen rumah tangga

maupun konsumen antar (lembaga).

e) Harga jual petani (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk (per kilogram)

yang diterima petani.

f) Harga beli ditingkat pedagang (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per

kilogram yang dibeli dari petani atau dari pedagang perantara sebelumnya.

g) Harga jual ditingkat pedagang ( Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per

kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada

konsumen akhir.

35

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah

Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak diantara 5°50' - 6°21'

Lintang Selatan dan 105°7' 106°22' Bujur Timur. Batas-batas wilayah

administrasi Kabupaten Serang, adalah:

a. sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang

c. Sebelah Selatan : Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak

d. Sebelah Barat : Kota Serang dan Selat Sunda Secara geologi, wilayah

Secara umum wilayah Kabupaten Serang berada pada ketinggian kurang

dari 500 meter dpl dan tersebar pada semua wilayah. Kemiringan tanah atau

lereng selain mempengaruhi bentuk wilayah juga mempengaruhi tingginya

perkembangan erosi

Kabupaten Serang memiliki curah hujan antara 2.000 – 4.000 mm per

tahun. curah hujan 3.814 mm dan mempunyai 177 hari hujan rata-rata per tahun

serta memiliki tekanan udara rata-rata 1.010 milibar. Iklim di wilayah Kabupaten

Pandeglang dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan Gelombang La

Nina atau El Nino (Banten Dalam Angka, 2004). Saat musim penghujan

(Nopember-Maret) cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari Samudra Hindia

sebelah Selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati

Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi oleh

Angin Timur yang menyebabkan Kabupaten Pandeglang mengalami kekeringan,

terutama di wilayah bagian Utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino. Ditinjau

dari segi geologinya, Kabupaten Serang memiliki beberapa jenis bebatuan,

diantaranya :

a. Alluvium, terdapat di daerah gunung dan pinggiran pantai

b. Diocena, terdapat di daerah bagian Barat, tepatnya di kecamatan Cimanggu

dan Cigeulis;

c. Piocena Sedimen, di bagian Selatan di daerah kecamatan Bojong, Munjul,

Cikeusik, Cigeulis, Cibaliung dan Cimanggu;

d. Miocene Limestone, disekitar Kecamatan Cimanggu bagian utara;

36

e. Belerang dan sumber air panas di Kecamatan Banjar ;

f. Kapur/karang darat dan laut di Kecamatan Labuan, Cigeulis, Cimanggu,

Cibaliung, Cikeusik dan Cadasari;

g. Serat batu gift, terdapat di Kecamatan Cigeulis. Jenis tanah yang ada di

Kabupaten Serang dapat dikelompokan dalam beberapa jenis dengan

tingkat kesuburan dari rendah sampai dengan sedang. Diantara jenis tanah

tersebut adalah

a. Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran,

Picung, Labuan dan Munjul;

b. Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu;

c. Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan

Cimanggu;

d. Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang,

Saketi, Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput,

Labuan dan Sumur;

e. Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul,

Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan

Angsana.

5.2. Gambaran Umum Demografis

Penduduk Kota Serang berdasarkan dari statistik Serang 2003 berjumlah

347.042 jiwa. Luas wilayah 2.492 Ha maka kepadatan penduduknya 112 jiwa/Ha.

Dari data kependudukan di atas maka Kota Serang dapat digolongkan dalam kelas

Kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas Kota, Kota Sedang

adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa.

Sementara rata – rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,95 persen dengan

komposisi kependudukan sbagai berikut :

1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin

Komposisi penduduk Kota Serang menurut jenis kelamin pada tahun 2003

dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki – laki sebanyak

197.000 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanya 150.042 jiwa. Dengan

demikian berdasarkan gerder seimbang dengan rasio sebesar 98,02 persen.

37

2. Komposisi penduduk berdasarkan usia.

Komposisi penduduk Kota Serang berdasar usia pada tahaun 2003 sangat

variasi dimana mayoritas penduduknya berusia 5-9 tahun sebesar 13.704 jiwa atau

sekitar 8,94 persen dan 10 – 14 tahun sebesar 18.149 jiwa atau sekitar 8.91 persen.

Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada

pada usia sekolah dasar. Sedangkan usia produktif atau usia15 – 64 tahun sebesar

166.473 jiwa atau sekitar 66.48 persen.

3. Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan

Salah satu sisi dari keberhasilan pendidikan ditandai dengan meningkatnya

partisipasi sekolah pada semua kelompok usia sekolah. Angka Partisipasi Kasar

(APK) penduduk usia SD 7-12 tahun meningkat dan 92,30 persen pada tahun

1993 menjadi 120 persen pada tahun 1997. Angka Partisipasi Murni (APM)

sebesar 86,07 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 100,19 persen pada

tahun 1997. Pada tingkat penduduk usia SLTP 13-15 tahun, APK meningkat dari

30,64 persen pada tahun 1993 menjadi 49,46 persen pada tahun 1997 sedangkan

APM AIM sebesar 23,84 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 51,72

persen pada tahun 1997. Untuk penduduk usia SLTA 16-18 tahun, APK

meningkat dan 22,75 persen pada tahun 1993 menjadi 33,32 persen pada tahun

1997 sedangkan APM sebesar 16,38 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi

33,52 persen pada tahun 1997. Keberhasilan wajib belajar terlihat secara nyata

dengan penurunan persentase penduduk yang buta huruf dan peningkatan

penduduk yang bersekolah. (Pemerintah Daerah Kabupaten Serang: Pola dasar

pembangunan daerah Kabupaten Serang tahun 1999/2000-2003/2004) Guna

membangun berbagai pola pembangunan serta dalam upaya pembangunan sumber

daya manusia (human resources development) di Kabupaten Serang juga berdiri

berbagai perguruan tinggi, antara lain; Universitas Tirtayasa, Sekolah Tinggi

Agama Islam Negeri (STAIN) Maulana Hasanuddin, Sekolah Tinggi Ilmu

Administrasi (STIA) Maulana Yusuf, Institut Agama Islam Banten (LAIB) serta

beberapa akademi setingkat D3 dan S1 pada tahun 1993 menjadi 33,32 persen

pada tahun 1997 sedangkan APM sebesar 14,38 persen pada tahun 1993

meningkat menjadi 28,52 persen pada tahun 1997.

38

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kualitas Pendidikan

No Pendidikan Usia (Tahun) Persentase (%)

1 SD >12 120

2 SLTP 13-15 49,46

3 SLTA 16-18 33,32

4 D3/S1 >17 28,52

Sumber : Badan Pusat Statistik, Serang, Banten (2004)

5.2.1 Kondisi Perekonomian Daerah

Gambaran perkembangan hasil pembangunan ekonomi di Kabupaten

Serang secara makro dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB). PDRB Kabupaten Serang pada tahun 1993 sebesar Rp. 4,299

Trilyun, sedangkan pada tahun 1996 atas harga konstans (1993) sebesar Rp. 5,419

Trilyun dan atas harga berlaku sebesar Rp. 6,539 Trilyun atau rata-rata PDRB per

tahun dari tahun 1993 sampai dengan 1996 adalah atas harga konstans Rp.

4.834.507,00 dan atas harga berlaku Rp. 5.350.204,86. Sedangkan PDRB tahun

1997 mengalami penurunan kontribusi sembilan lapangan usaha terhadap PDRB

berturut-turut menurut ranking. Dari angka-angka di atas, nampak bahwa

pembangunan ekonomi Kabupaten Serang lebih dari setengah kontribusi PDRB

didominasi lapangan usaha industri dan pengolahan sedangkan lapangan usaha

lainnya, telah dikuasai oleh sektor sekunder, seperti nampak pada kontribusi

kelompok sektor usaha rata-rata per tahun 1993-1996. Sebaran lapangan

pekerjaan kegiatan ekonomi masyarakat berdasarkan hasil susenas tahun1996

sampai dengan tahun1997 menyatakan bahwa sektor lapangan usaha utama

masyarakat Kota Serang pertanian dan perikanan 38,60 persen, industri 14,58

persen dan usaha lain 46,82 persen. Dari angka-angka di atas nampak bahwa

adanya ketidak seimbangan secara porposional, antara besaranya kontribusi tiap

lapangan usaha terhadap PDRB dengan besarnya lapangan pekerjaan utama pada

masyarakat. Tampak bahwa perekonomian Kabupaten Serang secara makro

dibangun oleh sektor sekunder, terutama industri dan pengolahan. Kegiatan

perekonomian masyarakat secara mikro masih berbasis pada sektor primer,

terutama pertanian.

39

5.1.2 Fasilitas Umum dan Sosial

Fasilitas Pendidikan

Sarana kesehatan merupakan sarana sosial yang sangat penting dalm

membentuk Sumber Daya Manusia yang sehat. Dengan luas wilayah Kabupaten

Serang 188.718,00 Hektar dan jumlah penduduk sebesar 1.638.812 jiwa pada

tahun 1996, dilayani oleh 10 unit Wahana Yankes Dasar yang tersebar di

sembilan Kecamatan di Kabupaten Serang. Untuk memberikan pelayanan

kesehatan pada masyarakat di setiap kecamatan terdapat Puskesmas dengan

jumlah seluruhnya 39 Puskesmas dan dibantu oleh 62 puskesmas Pembantu serta

29 buah Puskesmas Keliling. Sarana kesehatan ini didukung oleh 71 orang tenaga

Dokter dan 435 Bidan. Disamping itu terdapat pula 1.410 tenaga Dukun Bayi

terlatih yang sudah mendapatkan bimbingan/pengetahuan Kebidanan dari Dinas

Kesehatan Daerah Tingkat II Serang. Jenis dan jumlah sarana peribadatan di

wilayah Kota Serang sampai dengan akhir tahun 1996 meliputi:

1. Masjid 2.163 buah

2. Langgar 3.871 buah

3. Mushola 295 buah

4. Gereja 5 Buah

5. Vihara 4 buah

5.1.3 Sarana dan Prasarana Permukiman

Komponen Air Bersih

Kapasitas produksi air terpasang sampai dengan tahun 2003 sebesr 439,42

lt/dtk, yang tersebar pada beberapa instalasi pengolahan. Dari jumlah tersebut

yang terpakai hanya sebesar 76,23 persen sehingga masih terdapat sisa kapasitas

sebesar 104,44 liter/dtk yang belum dimanfaatkan. Mengingat potensi masyarakat

di Kota Serang per 31 Desember 2003 seluruhnya adalah 1.735.560 jiwa dengan

cakupan pelayanan baru mencapai 188.497 jiwa atau 10,86 persen maka

diupayakan untuk memanfaatkan kapasitas yang tersedia dengan pengembangan

jaringan distribusi pada tahun 2004 yaitu daerah Bojanegara, Kasemen dan

Kandayakan selain dengan cara mengusulkan pengembangan atau pembangunan

instalasi.

40

5.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan

Panimbang dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh seorang

sekretaris desa, tiga kepala urusan yang meliputi kepala urusan pemerintah, kepala

urusan keuangan, kepala urusan ekonomi pembangunan serta kepala urusan

kesejahteraan rakyat, tiga orang kepala RW dan lapan orang ketua RT. Dalam

menghadapi era otonomi daerah, Desa Pnimbang, Serang, Banten membentu

badan perwakilan Daerah (BPD) desa yang dipilih oleh masyarakat Panimbang

dengan cara musyawarahyang mempunyai kedudukan yang terhormat dan ditaati

oleh masyarakat Panimbang. Tokoh masyarakat ini pada umumnya berasal dari

tokoh agama (para Ulama dan Ustadz) selain itu, terdapat pula kelembagaan-

kelembagaan lain yang ada dimasyarakat Panimbang seperti, adanya kelompok

tani khususnya petambak dan kelompok tani pertaniaan. Karena Desa Panimbang

lebih condong kepesisir sehingga kelompok tani petambak lebih aktif dari tani

pertanian,

41

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responden Petambak

Pemilihan responden petambak udang windu dilakukan dengan cara

keputusan (Judgement sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak

20 orang dan tambak yang digunakan merupakan tambak tradisional dimana

masing-masing petambak memiliki kesamaann dari lahan tambak yang

diusahakan sebanyak empat petak tambak dalam dua hektar lahan. Rata-rata usia

petambak adalah di atas 28 tahun dimana petambak memiliki pengalaman

dibidang perikanan tambak. Persentase petambak udang di Desa Panimbang,

Serang. Banten berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Usia Petambak Udang Windu di Desa Panimbang

No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Petambak (Orang) Persentase (%)

1 28-34 4 14,25

2 38-44 6 29,75

3 48-54 5 25,23

4 58-64 5 25,23

5 >64 0 0,00

Jumlah 20 100

Berdasrkan Table 6 dapat diketahui bahwa masih banyak petambak udang

windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dengan usia lanjut dan masih

melakukan kegiatan budidaya udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten

selain faktor usia petambak udang windu di Desa Panimbang memiliki tingkat

pendidikan yang relative rendah, yaitu umumnya petambak hanya mengenyam

pendidikan dasar saja bahkan sebahagian besar petambak udang windu di Desa

Panimbang, tidak tamat dalam pendidikan dasar. Persentase tingkat pendidikan

petambak udang windu di Desa Panimbang dapat diliha pada Tabel 7.

42

Tabel 7. Persentase Tingkat Pendidikan Petambak Udang Windu di Desa Panimbang

No Tingkat Pendidikan Jumlah Petambak (Orang) Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 11 55,35

2 Tamat SD 3 14,45

3 Tamat SLTP 3 14,45

4 Tamat SLTA 1 6,15

5 Diploma 0 0,00

6 Sarjana 2 9,05

Jumlah 20 100

Sementara berdasarkan pengalaman petambak responden yang ada di Desa

Panimbang, Serang. Banten dalam bertambak udang windu jumlah responden

petambak yang banyak pengalamannya adalah 6-10 tahun berjumlah 13 orang,

sedangkan yang petambak yang berpengalam selama 3-5 tahun sebanyak lima

responden. Responden yang memiliki pengalaman yang minim dalam kegiatan

budidaya udang windu (0-2 tahun) merupakan respon yang juga melakukan

kegiatan penangkapan ikan dilaut lepas. Data responden mengenai pengalaman

petambak udang windu di Desa Panimbang Serang. Banten dapat dilihat pada

Tabel 8

Tabel 8. Data Responden Mengenai Pengalaman Petambak Udang Windu Di Desa Panimbang

Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

0-2 2 10,00

3-5 5 25,00

6-10 13 65,00

Jumlah 20 100,00

43

6.2. Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini

sebanyak lima orang yang terbagi atas tiga bagian, yaitu pedangang pengumpul

skala besar tiga orang, pedagang pengumpul skala menengah satu orang, dan

pedagang pengumpul skala kecil satu orang, perbedaan dari masing-masing

pedagang pengumpul berdasarkan kemampuan dalam melakukan aktifitas

pembelian atau transaksi pada para petambak. Untuk pedagang pengumpul skala

besar dalam setiap transaksi pembeliannya memiliki kemampuan sebesar 4-8

kwintal yang merupakan gabungan dari petambak yang ada di Desa Panimbang,

Serang. Banten.

Sementara untuk pedang pengumpul skala menengah dalam setiap

transaksi pembelian dapat mencapai 1-4 kwintal sementara pedagang pengumpul

skala kecil hanya melakukan transaksi minimal untuk satu kwintal udang windu

bahkan kurang dari itu. Pemilihan pedagang responden dilakukan berdasarkan

pedagang yang besar pengaruhnya dilokasi penelitian. Rata-rata umur pedangang

pengumpul responden yang dilakukan dalam penelitian ini adalah masih berusia

35-50 tahun. Seluruh pedagang pengumpul udang windu yang dijadikan

responden berjenis kelamin pria. Untuk persentase umur pedagang pengumpul

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Persentase Usia Pedagang Pengumpul Udang Windu di Desa Panimbang

No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Pedagang(Orang) Persentase (%)

1 35-40 3 60

2 40-45 1 20

3 45-50 1 20

Jumlah 5 100 Karaktristik lain pada pedagang pengumpul udang windu di Desa Panimbang,

Serang. Banten adalah mobilitas yang dimiliki pedagang pengumpul cukup tinggi,

sehingga tidak jarang pedagang pengumpul sendirian dalam melakukan kegiatan

pembelian dan penjualan secara langsung ke konsumen rumah tangga. Hal ini

dilakukan agar kualitas udang windu dapat terjaga (Fresh) pada saat dijual ke

44

konsumen, proses penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul di Desa

Panimbang dengan menggunakan mobil sewaan berupa mobil pick up untuk

pesanan udang dalam jumlah yang besar, sementara pesanan udang dalam jumla

menengan pedagang pengumpul menggunakan kendaraan bermotor.

6.3. Saluran Pemasaran

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pemasaran udang windu di Desa

Panimbang, Serang, Banten dari petambak hingga konsumen akhir melibatkan

beberapa lembaga pemasaran diantaranya perusahaan (Eksportir) udang windu,

pedagang pengumpul dan pedagang penggecer. Saluran pemasaran udang windu

di Desa Panimbang hingga sampai ke konsumen akhir terdapat beberapa saluran

pemasaran diantaranya sebagai berikut dan dapat dilihat pada Gambar 3.

1) Saluran Pemasara I : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga – Konsumen Akhir

2) Saluran Pemasara II : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa-

Konsumen Akhir 3) Saluran Pemasara III : Petambak – Eksportir atau Cold Storage

Pada saluran pemasaran udang windu petambak melakukan penjualan

langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di Desa Paimbang dan ada juga

sebagian petambak yang menjualan langsung ke eksportir kerena sebelumnya

petambak telah melakukan ikatan kontrak dengan pihak eksportir. Sementara

proses pemasaran udang windu dengan cara menjual langsung dilokasi

pemanenan. Petambak terlebih dahulu mengiformasikannya kepada pedagang

pengumpul dan pihak eksportir terhadap panen yang akan dilakukan. Kemudian

setelah terjadi kesepakan maka pihak eksportir akan menjualnya langsung ke

Negara yang merupakan pasar tujuan dari perusahaan eksportir, sementara

pedagang pengumpul akan menjual kembali ke beberapa pedagang pengecer yang

ada di Serang dan ada juga yang menjual langsung ke konsumen lembaga seperti

hotel laidien, restauran riski dan beberapa eksporti komoditas udang windu.

Petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten

hanya memiliki empat petak tambak dalam dua hektar lahan, sementara tambak

yang digunakan masih tambak tradisional dan jumlah benur yang yang ditebar

45

petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten berjumlah

40.000 benur untuk empat petak tambak atau dua hektar lahan dengan hasil panen

berjumlah 800 kilogram udang windu size 30 (30 ekor udang windu per

kilogram).

I = 20 %

II = 30 %

II = 45 %

III = 35 %

Gambar 4. Saluran Pemasaran Udang Windu di Deasa Panimbang, Serang

Gambar 4 menjelaskan saluran-saluran pemasaran yang dimulai dari

petani di Desa Panimbang hingga pada konsumen akhir dan sebagian petambak

masih menjual seluruh hasil panennya kepada pedagang pengumpul dan

Eksportir. Total penjualan Udang Windu dengan kepemilikan lahan rata-rata

petambak empat petak dalam dua hektar kepada pedagang pengumpul kurang

lebih 800 kilogram per dua hektar untuk satu kali transaksi, sehingga dapat

diperoleh persentase pengguna saluran pemasaran. Jumlah petambak yang terlibat

dalam saluran pemasaran yang ada yaitu sebanyak 20 petambak. Pada saluran

pemasaran I, petani yang memilih saluran pemasaran tersebut sebanyak empat

orang atau sebesar 20 persen. Petani yang menggunakan saluran pemasaran II

sebanyak 10 orang atau sebesar 45 persen. Pada saluran pemasaran III, petani

yang menggunakan saluran pemasaran tersebut sebanyak enam orang atau sebesar

35 persen. Mengenai harga, pedagang pengumpul memperoleh informasi melalui

jaringan yang telah terjalin sebelumnya, sehingga pedagang pengumpul tersebut

juga dapat dengan cepat menentukan kemana hasil panen petambak akan dijual

atas dasar kebutuhan karena hargapun akan lebih relative tinggi, jika harga tidak

jauh berbeda, maka pedagang pengumpul akan segera mengirim hasil panen

kepada perusahaan Eksportir yang terdapat di Desa Panimbang, Serang, Banten.

Berdasarkan pengamatan dilapang, ternyata pedagang pengumpul akan

jauh lebih menguntungkan jika udang windu dijual dalam bentuk eceran

Petmbak Udang Windu

Pedagang pengumpul

Konsumen Akhir

Pedagang pengecer

Konsumen Lembaga

Eksportir/Cold Storage

46

dibandingkan harus ke pabrik atau industry olahan. Harga per kilogram ditingkat

eceran berkisar pada Rp 85.000 sedangkan ditingkat pabrik atau industry olahan

Rp 75.000 karena mengalami sortir dan grading. Oleh karena itu, pada saat udang

windu diperoleh dalam jumlah yang sedikit, tidak jarang para pedagang

pengumpul sendiri yang mengantarkan langsung kebeberapa konsumen yang

sudah lama menjadi langganan. Sebagian pedagang pengumpul tidak melakukan

kontrak pada perusahaan eksporti karena keterbatasan udang yang diperoleh dari

para petambak, sebaliknya pedagang pengumpul melakukan pada sejumlah

pelanggan yang dilakukan dalam bentuk DP (Down payment) dan sisanya akan

dibayar pada saat produk berikutnya dikirim. Sistem ini diterpkan pedagang

pengumpul agar dapat mengikat pembeli dalam jumlah yang cukup besar,

pengiriman yang berlangsung sangat tergantung pada setiap seminggu sekali.

6.4. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran diperlukan dalam kegiatan pemasaran untuk

memperlancar distribusi barang dan jasa dari tiap lembaga pemasaran yang

terlibat. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi tataniaga merupakan

kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses

penyampaian barang atau jasa. Di dalam sistem pemasaran terdapat lembaga

tataniaga yang mempunyai peranan penting dalam memperlancar fungsi-fungsi

tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi

fasilitas.

Fungsi pertukaran meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar

perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran

terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi fisik meliputi tindakan

yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan

kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan,

pengelolaan, dan pengangkutan. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi

dan grading, fungsi penanggungan resiko, pembiayaan, dan fungsi informasi

pasar. Berikut ini adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemmasaran oleh masing-

masing lembaga pemasaran.

47

6.4.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Petambak

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petambak udang windu di Desa

Panimbang, Serang, Banten adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian

dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengelolaan (pengemasan), dan fungsi

fasilitas berupa fungsi sortasi, grading/standarisasi, dan informasi pasar.

a. Fungsi pertukaran

Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petambak udang windu

meliputi pembelian dan penjualan.

1. Petambak udang windu melakukan kegiatan pembelian bibit udang windu dari

petambak pembenihan. Harga bibit udang windu ditentukan dengan tawar-

menawar yang berdasarkan harga pasar dan ukurannya. Jumlah pembelian

bibit udang windu disesuaikan dengan jumlah/kapasitas jaring yang kosong

dan modal yang dimiliki petambak udang windu.

2. Petambak udang windu menjual udang windu ke pedagang pengumpul.

Biasanya pihak petambak udang windu menawarkan udang windu ke

pedagang pengumpul. Harga ditentukan oleh kedua belah pihak dengan

berdasarkan harga pasar. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerugian pada

salah satu pihak.

3. Penjualan yang dilakukan oleh petambak udang windu adalah dengan sistem

borongan. Sistem borongan dilakukan dengan membeli seluruh udang windu

yang ada di dalam tambak. Ukuran dan kualitas yang beragam menjadi

keuntungan dan kerugian masing-masing pihak. Penentuan sistem penjualan

lebih banyak ditentukan dengan sistem borongan. Sistem penjualan satuan

ekor dilakukan dengan cara disortir untuk menyamakan ukuran dan kualitas

udang windu.

b. Fungsi fisik

Fungsi fisik yang dilakukan oleh petambak udang windu berupa fungsi

pengemasan. Pengemasan yang dilakukan petambak udang windu hanya

diberikan pada pembeli konsumen akhir. Hal itu disebabkan konsumen akhir

membeli dalam jumlah terbatas/sedikit.

48

c. Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petambak udang windu meliput i

fungsi sortasi dan informasi pasar.

1. Sortasi dilakukan untuk memisahkan udang windu sesuai dengan ukuran dan

kualitas yang diminta. Sortasi dilakukan kedua belah pihak, yaitu antara

petambak udang windu dan pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan agar

terjadi kesepakatan dalam hal kualitas, ukuran dan, harga udang windu.

2. Fungsi informasi pasar yang diperoleh petambak udang windu mengenai harga

yang berlaku di pasar. Informasi ini diperoleh dari sesama petambak dan juga

para pedagang pengumpul. Sebagian petambak ada juga yang mengecek harga

udang windu di pasar.

6.4.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul udang windu

adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik

berupa fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan (pengemasan). Fungsi

fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan

informasi pasar.

a. Fungsi pertukaran

Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul

adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

1. Pedagang pengumpul terlebih dahulu menanyakan ke para petambak udang

windu apakah mereka telah siap panen. Kemudian pedagang pengumpul

melakukan pembelian setelah melakukan kesepakatan harga. Jumlah udang

windu yang dibeli tergantung persediaan yang memenuhi standar.

2. Pedagang pengumpul kemudian membawanya kepasa pedagang pengecer

untuk di jual dan ada juga yang memasarkannya langsung kepada konsumen

akhir seperti hotel dan restoran yang ada di serang.

b. Fungsi fisik

Kegiatan fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi

fungsi pengemasan dan pengangkutan.

1. Setelah melakukan pengumpulan dan pembelian, pedagang pengumpul

melakukan pengemasan pada pukul lima subuh. Udang windu di dalam di

49

masukkan kedalam keranjang dan telah diisi es secukupnya agar kualitas

udang windu tetap terjaga.

2. Setelah dikemas, udang windu siap untuk dikirim ke pedagang pengecer.

Pengangkutan sepenuhnya ditanggung oleh pedagang pengumpul, yang

diangkut dengan mobil pick-up.

c. Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi fungsi

sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.

1. Sortasi dilakukan untuk menyamakan ukuran. Pedagang pengumpul

melakukan seleksi terhadap udang windu yang hendak dibeli. Biasanya

pedagang pengumpul lebih sering membeli udang windu dengan size 30.

Kegiatan grading dilakukan untuk menyamakan kualitas atau kelas dari udang

windu tersebut. Grading ini relatif sulit untuk dilakukan dan mempunyai

kriteria masing-masing dari pedagang pengumpul. Akan tetapi grading yang

dilakukan kebanyakan pedagang pengumpul mempunyai kriteria seperti ;

warna yang tidak pucat, sirip ekor yang tidak putus dan bentuk tubuh yang

bening.

2. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul, baik pada saat

membeli udang windu dari petambak maupun untuk biaya transportasi dibiaya

seluruhnya dari modal pedagang pengumpul, tanpa memperoleh pinjaman dari

pihak manapun.

3. Penanggungan resiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang

pengumpul. Resiko yang bisa muncul seperti menurunnya kualitas udang

pada saat perjalanan maupun dalam proses penjualan ketika terjadi penurunan

harga udang windu secara tiba-tiba.

4. Informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang pengumpul di pasar.

6.4.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer udang windu

adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik

berupa fungsi pengangkutan dan pengelolaan. Fungsi fasilitas berupa fungsi

sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.

50

a. Fungsi pertukaran

Kegiatan fungsi pemasaran yang dijalankan oleh pedagang pengecer

meliputi fungsi pembelian dan penjualan.

1. Pedagang pengecer mendapatkan udang windu langsung dari pedagang

pengumpul. Jumlah udang windu yang akan dibeli disesuaikan dengan

kebutuhan permintaan pasar. Pedagang pengecer mendapatkan langsung

udang windu dari pedagang pengumpul bertujuan untuk memperoleh kualitas

udang windu yang lebih baik.

2. Udang windu dijual ke perusahaan eksportir konsumen akhir seperti hotel

laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga,

restauran sari kuning indah, dan restauran riski

b. Fungsi Fisik

Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi fungsi

pengangkutan dan pengelolaan.

1. Pedagang pengecer tidak lagi melakukan pengangkutan karena pedagang

pengumpul mengantarkan udang windu dengan mobil pick up langsung ke

pedagang pengecer.

2. Pedagang pengecer melakukan pengelolaan dengan menempatkan udang

windu di dalam keranjang yang dilengkapi es untuk menjaga kualitas udang

windu.

c. Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan,

penanggungan resiko, dan informasi pasar.

1. Fungsi sortasi dan grading dilakukan kembali untuk menyamakan kembali

ukuran dan kualitas udang windu yang terlewatkan.

2. Pembiayaan pada saat pengangkutan dari pedagang pengumpul ditanggung

oleh pedagang pengecer dan menggunakan modal sendiri.

3. Resiko yang dialami oleh pedagang pengecer baik pada saat kerusakan dalam

perjalanan maupun pada saat harga turun menjadi tanggungan oleh pedagang

pengecer tersebut.

4. Informasi pasar tentang harga, trend, permintaan, dan penawaran diperoleh

dari sesama teman pedagang pengecer.

51

Berikut tabel rekapitulasi fungsi-fungsi tataniaga dari masing-masing

lembaga yang terlibat dalam pemasaran udang windu.

Tabel 10. Fungsi- Fungsi Lembaga Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Kabupaten Serang. Banten

Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga

Petambak Pengumpul Pengecer

Fungsi Pertukuran

- Pembelian √ √ √

- Penjualan √ √ √

Fungsi Fisik

- Penyimpanan − √ −

- Pengangkutan √ √ √

- Pengelolaan − √ √

Fungsi Fasilitas

- Sortasi − √ √

- Standarisasi − − −

- Penanggungan resiko − √

- Pembiayaan − √ √

- Informasi pasar √ √ √

Keterangan : √ = Melakukan kegiatan fungsi pemasaran − = Tidak Melakukan kegiatan fungsi pemasaran

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat fungsi pertukaran yang dilakukan

petambak melakukan fungsi pembelian dan penjualan dan fungsi fisik berupa

fungsi pengangkutan. Fungsi yang dilakukan petambak jika hasil panen dijual ke

pedagang pengumpul yang berada di Serang. Banten dengan menggunakan

kendaraan bermotor yang dimiliki petambak, dan untuk pedagang pengumpul

hampir semua fungsi pemasaran dilakukan kecuali fungsi penyimpanan. Sebagian

besar pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten tidak

melakukan fungsi standarisasi ini dikarenakan terbatasnya hasil tambak, hal ini

disebabkan petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten masih

menggunakan tambak tradisional dan dilihat dari mortalitas udang windu yang

52

cukup tinggi akibat virus dan pinyat pada udang windu. Sehingga pedagang

pengumpul menerima hasil panen petambak berapapun panen dan ukuran yang

diyhasilkan petambak

Sama hal dengan pedagang pengumpul, namun pedagang pengecer dengan

pedagang pengumpul hanya terletak pada daya tampung terhadap hasil panen para

petambak, selain itu pedagang pengecer juga hampir melakukan semua kegiatan

fungsi pemasaran, kecuali fungsi standarisasi dan penyimpanan. Fungsi

penyimpanan yang tidak dilakukan pedagang pengecer karena sebagian besar

pedagang pengecer melakukan pembelian dengan skala lebih kecil sehingga

udang windu diusahakan habis dalam sekali pemasaran

6.5 Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar (Market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan

pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam

suatu pasar (lembaga pemasaran), distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran

seperti size atau concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk (keadaan

produk), syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997).

Struktur pasar dalam hal ini dapat diamati melalui jumlah lembaga yang

terdapat pada satu pasar, konsentrasi pasar, differensiasi pasar, kemudahan keluar

masuk pasar, dan tingkat yang dimilki oleh partisipan. Lembaga-lembaga yang

terlibat dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dapat

dilihat pada sub bab berikut.

6.5.1 Jumlah Lembaga Pemasaran

Jumlah lembaga yang berkontribusi dalam pemasaran udang windu di Desa

Panimbang, Serang, Banten hingga sampai ke tangan konsumen akhir terdiri dari:

A. Petambak

Struktur pasar yang dihadapai petambak udang windu di Desa Panimbang,

Serang, Banten bersifat pasar oligopsoni, hal ini dapat dibuktikan dengan

banyaknya para petambak dibandingkan pegang pengumpul, tidak dapat

mempengaruri harga yang ada di pasar dan petambak bebas masuk keluar pasar.

Produk petambak bersipat homogen, hal ini dilihat dari keseragaman kualitas dari

produk udang windu yang dihasilkan para petambak udang windu. Informasi

53

harga yang dimiliki petambak kurang mengetahui sehingga petambak tidak

memiliki kekuatan untuk memperoleh informasi harga. Petambak mendapatkan

informasi harga dari pedagang pengumpul atau pun dari petambak lainnya, sistem

penentuan harga yang dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku

dipasar sehingga kedudukan petambak dalam saluran pemasaran sangat lemah,

petambak tidak memiliki pasisi tawar yang baik dan hanya bertindak sebagai

price taker.

B. Pedagang Pengumpul

Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul di Desa Panimbang

adalah persaingan oligopoli, karena jika dilihat dari jumlah pedagang pengumpul

sangat sedikit namun bersekala besar sehingga mempengaruhi penetapan harga

produk komoditas yang dalam hal ini adalah udang windu.

Pada dasarnya pedagang pengumpul memilki hubungan yang sangat erat

dengan petambak udang windu, setiap pedagang pengumpul telah memiliki

petambak langganan, meskipun demikian petambak mungki saja menjual produk

yang dihasilkannya kepada pedagang pengumpul lainnya yang bukan

langganannya. Jumlah pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang sedikit

bila dibandingkan dengan petambak yang ada di Desa Panimbang pedagang

pengumpul memilki peranan besar dalam mempengaruhi harga yang berlaku di

Desa Panimbang sementara informasi harga diperoleh oleh pedagang pengumpul

dari hasil survei pasar dan dari sesama pedagang pengumpul lainnya.

C. Pedagang Pengecer

Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar

oligopoli jumlah konsumen lebih sedikit dibandingkan pedagang pengecer dan

pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga pedagang

penggecer bertindak sebagi price taker. Sistem pembayaran yang berlaku pada

pedagang pengecer dalah tunai (cash), harga udang windu ditentukan berdasarkan

harga yang berlaku pada pasar tetapi pembeli dapat melakukan tawar-menar

dengan pedagang pengecer. Informasi harga yang didapat pedagang pengecer

berdasarkan survei pasar dan pedagang pengecer lainnya, selain itu pedagang

pengecer dapat denagan mudah masuk dan keluar pasar, karena tidak terdapat

hambatan bagi pedagang pengecer lain untuk memasuki pasar.

54

6.5.2 Sifat Produk

Kondisi Udang windu yang diperjual belikan oleh petambak sebagian besar

masih dalam keadaan hidup. Petambak dapat mentrnsformasikan udang windu

kebeberapa lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang mulai dari pedagang

pengumpu, pedagang pengcer, eksporti langsung dan konsumen lembaga.

Transaksi yang dilakukan petambak dengan pedagang pengumpul pada umumnya

dalam keadaan hidu. Sementara size pada udang windu dapat menetukan kemana

udang windu tersebut dipasarkan. Berdasarkan wawancara terhadap pedagang

pengumpul, bahwa udang windu dengan size 30 akan dijual kepada eksportir yang

ada di Serang, atau diluar Serang. Sedangkan yang size kurang dari 30 akn dijual

langsung ke konsumen lembaga terdekat atau konsumen lembaga yang telah

menjadi rekanan bagi para pedagang pengumpul di Desa Panimbang, Serang,

Banten. Size udang windu dapat menjadi patokan harga udang, dimana masing-

masing size memiliki silisih harga yang berbeda. Tergatung dari biaya

pendistribusianpada masing-masing lembaga dilihat dari permintaan udang windu

untuk harga beli udang windu berdasarkan ukuran dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Harga Beli Udang Windu Berdasarkan Ukuran di Masing-Masing Lembag Pemasaran di Desa Panimbang, Serang.Banten

Ukuran (Size) Hagra Beli (Rp/Kg)

Pengumpul Pengecer Konsumen

50 40.000 43.000 47.000

30 70.000 73.000 78.000

20 95.000 98.000 105.000

6.5.3 Syarat Keluar Masuk Pasar

Sebagian besar petambak memiliki keinginan untuk menjual langsung hasil

panennya kepada konsumen lembaga dan eksporti, namun keterbatasan dana dan

jaringan informasi yang minim menghambat keinginan petambak dalam

memasarkan hasil panennya tersebut. Hambatan utama yang dihadapi setiap

lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang adalah masalah permodalan.

Besaran modal yang dimiliki dapat menentukan posisi rebut tawar seseorang atau

55

komunitas tertentu dalam hal penentuan harga, begitu juga dengan hambatan

permodalan yang dihadapi oleh pedagang pengumpul dapat menentukan seberapa

besar kemampuan atau daya tampum pedagang pengumpu terhadap hasil panen

petambak. Semakin besar modal yang dimiliki pedagang pengumpul semakin

besar pula pedagang pengumpul dapat menanpung hasil panenn petambak,

sehingga tidak jarang aktifitas pemanenan yang dilakukan petambak dibiayai oleh

pedagang pengumpul agar hasil panen tersebut dijual kepada pedagang

pengumpul tersebut atau pedagang pengumpul memberi bantuan subsidi pakan

dan benur, serta pinjaman modal yang akan ditawarkan pedagang pengumpul

terhadap para petambak, selain hambatan modal yang dihadapi oleh petambak dan

pedagang pengumpul, sementara pedagang pengecer juga memiliki hambatan

yang sama yaitu dari segi madal.

Modal pedagang pengecer yang diperlihatkan untuk membiayai beberapa

hal penting termasuk dalam hal pemasaran udang windu hingga ke tangan

konsumen akhir, hanya saja modal yang dibutuhkan pedagang pengecer jauh lebih

kecil dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan kapasitas

penjualan pedagang pengecer yang juga relatif lebih kecil.

6.5.4 Informasi Pasar

Pemasaran udang windu yang dilakukan oleh lembaga pemasaran di Desa

Panimbang, Serang dapat melalui berbagai media, seperti media cetak dan

informasi anntar individu. Untuk petambak, informasi harga dan pasar dapat

diperoleh dari pedagang pengumpul atau masyarakat sekir sehingga petambak

mengetahiu dengan jelas perkembangan harga udang windu dipasaran. Sedangkan

pedagang pengumpul memperoleh informasi dari pedagang penggecer atau

pedagang pengumpul lainnya.

Perolehan informasi juga berdasarkan banyak sedikitnya permintaan

udang windu dipasar konsumen sehingga berkorelasi dengan penetapan harga.

Jika permintaan meningkat supply normal, maka harga akan meningkat,

sementara jika permintaan mengalami penurunan dan supply tetap maka harga

juga akan mengalami penurunan. Selain itu, naik turunnya permintaan terhadap

udang windu dapat pula didasari oleh kunjungan para wisatawan asing ke

56

beberapa Daerah yang menjadi tujuan berlibur, sehingga berpengaruh terhadap

permintaan udang windu pada, hotel, restoran.

6.6. Perilaku Pasar

Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar

tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam

menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan,

pembelian, penentuan harga dan strategi tataniaga (Azzaino, 1982). Perilaku pasar

dapat diamati melalui kegiatan pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh

setiap lembaga pemasaran, sistem pembayaran, sistem penentuan harga, dan

kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga.

6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian

Penjualan dan pembelian merupakan kegiatan dalam proses pemasaran

yang digunakan untuk mengalihkan barang/hak milik dari pihak penjual ke pihak

pembeli. Perpindahan hak milik atas barang merupakan suatu langkah yang

diperlukan dan resmi di dalam pemasaran yang disesuaikan dengan kesepakatan

antara penjualan dan pembeli. Kegiatan penjualan dan pembelian di setiap

lembaga pemasaran berbeda-beda.

a. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petambak

Hampir seluruh petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang

menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada di Desa

Panimbang, Serang. Banten. Jarak lokasi yang sangat dekat dapat meminimalkan

biaya pemasaran (transportasi) serta resiko yang dihadapi. Petambak udang windu

yang ada di Desa Panimbang, juga membeli atau menampung bibit udang windu

dari petambak pembenihan yang ada di Desa Panimbang.

b. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengumpul

Satu-satunya sumber pedagang pengumpul dalam mendapatkan/udang

windu adalah dari petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang. Biasanya

pedagang pengumpul mendatangi petambak untuk membeli hasil panen

petambak, atau justru sebaliknya petambak menawarkan udang windu yang siap

panen untuk dijual ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memasarkan

udang windu kepada pedagang pengecer atau eksportir.

57

c. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer udang windu membeli uadang windu dari para

pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang. Tidak seluruhnya penjual

yang ada di Serang adalah pedagang pengumpul, ada juga sebagai petambak yang

langsung menjual hasil panennya sendiri. Begitu juga dengan udang windu yang

diperjualbelikan di Serang tidak seluruhnya hasil produksi dari Desa

Panimbangan. Pedagang pengecer yang diamati dalam transaksi jual beli adalah

pedagang pengumpul yang membeli udang windu dari pedagang pengumpul dari

Desa Panimbang. Setelah Pedagang pengumpul mendapatkan udang windu,

kemudian pedagang pengecer menjualnya kepada konsumen lembaga yang ada di

Serang, hotel laidien, hotel pertama karakatau, hotel patra anyer, restauran jasa

boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski.

6.6.2 Sistem Pembayaran Harga

Pembayaran yang dilakukan pedagang pengumpul kepada petambak

dibayar dengan tunai atau angsuran, pembayaran secara tunai yang dilakukan

pedagang pengumpul dengan membayar secara keseluruhan hasil panen dari

petambak. Sedangkan pembayaran secara angsuran yang dilakukan pedagang

pengumpul dalam jangka waktu minimal satu minggu, ementara untuk

pembayaran pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer umumnya

dilakukan secara tunai. Hal ini dikarenakan skala pembelian yang dilakukan

pedagang pengecer relati kecil sehingga pembayar sering dilakukan dengan cara

tunai. Pembayaran terhadap pesanan yang dilakukan konsumen lembga kepada

pedagang pengumpul lebih sering dilakukan dengan cara angsuran hingga stok

kembali pada pesanan berikutnya.

Sistem pembayaran yang diterapkanp pedagang pengumpul untuk

konsumen lembaga adalah dengan keterikatan sisa pembayaran, yaitu dengan

sistem pembayaran angsuran 2-3 kali hingga dilakukan pemesanan kembalioleh

konsumen lembga, sementar antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga

(langganan) pada umumnya tidak memiliki kesepakatan mengenai keterikatan

transaksi penjualan dan pembelian. Apabila, pedagang pengumpul dianggap tidak

memiliki kesesuaian dari segi standar kualitas dan harga udang windu maka

secara bebaas konsumen lembaga dapat mencari pedagang pengumpul lain yang

58

sesuai dengan ketentuannya, terdapat tiga jenis pembayaran antara pedagang

pengumpul dan konsumen lembaga dengan uraian sebagai berikut:

a. Sistem pembayaran pedagang pengumpul kepada petambak dapat

dilakukan dengan cara tunai dan DP (Down payment) dibayar di muka.

b. Sedangkan pembayaran pedagang pengcer kepada pedagang

pengumpul dengan cara (Cash and carry), yaitu ada uang ada barang.

c. Sistem pembayaran konsumen lembaga kepada pedagang pengumpul

juga dilakukan dengan cara DP (down payment) dibayar di muka dan

sisanya akan dibayar setelah pengiriman yang dilakukan atas pesanan

selanjutnya, tidak terdapat kesepakatan apapun dalam transaksi ini,

baik kesepakatan dmengenai harga produk ataupun waktu pengiriman.

6.6.3 Penentuan Harga

Harga terbentuk dari hasil kerjasama beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Jumlah permintaan dan penawaran terhadap suatu produk dan

faktor geografis menjadi beberapa faktor penentu pembentukan harga. Harga yang

terjadi harus dapat melindungi produsen dan konsumen.

a. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Petani

Sistem penentuan harga ditingkat petambak merupakan salah satu dilema

bagi petambak udang windu yang ada di Deasa Panimbangan, Serang. Disebabkan

posisi rebut tawar ditingkat petani sangat rendah, akibatnya petambak tidak

memiliki kekuatan dalam menentukan harga udang windu ditingkat petambak

ditentukan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang terjadi di pasar.

Pada saat penelitian dilakukan harga jual udang windu ditingkat petambak kepada

pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 70.000/Kg.

b. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengumpul

Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul berdasarkan tawar-

menawar dan mekanisme pasar. Harga dipengaruhi oleh supply dan demand yang

terjadi di pasar. Demand yang tinggi dan supply yang rendah di Pasar Serang

secara otomatis akan mempengaruhi harga di tingkat pedagang pengumpul di

Desa Panimbang. Sebaliknya akan berlaku, disaat Demand yang rendah dan

supply yang tinggi di Pasar Serang akan menurunkan harga di tingkat pedagang

pengumpul. Pedagang pengumpul memiliki sedikit kekuatan tawar atau

59

bergaining position terhadap petambang udang windu di Desa, Panimbang. Hal

ini disebabkan jumlah petambak lebih banyak dari pedagang pengumpul.

Penentuan harga antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga

berdasarkan tawar-menawar dan mekanisme pasar. Harga dipengaruhi oleh

permintaan dan penawaran di pasar. Pada saat penelitian dilakukan harga jual

udang windu di tingkat pedagang pengumpul berkisar antara Rp 75.000.

c. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer

Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer berdasarkan mekanisme

pasar. Akan tetapi, pedagang pengecer memiliki posisi tawar lebih kuat dari

pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena jumlah pedagang pengecer lebih

banyak dari pedagang pengumpul. Di tingkat pedagang pengecer dan konsumen

akhir, penentuan harga ditentukan oleh pedagang pengecer yang bertindak sebagai

price maker. Pedagang pengecer sedikit lebih dominan dari konsumen dalam

penentuan harga, karena ada kerja sama diantara pedagang pengecer dalam

menetapkan standar harga di Pasar. Sehingga pedagang pengecer dapat lebih

mempermainkan harga bagi konsumen yang belum mengetahui harga pasar untuk

memperoleh keuntungan yang lebih besar. Harga yang berlaku di tingkat

pedagang pengecer berkisar anatara Rp 85.000.

6.6.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran

Kerjasama antar lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran sangat

diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam pemasaran udang

windu. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan dapat merugikan lembaga

pemasaran. Kerjasama antar lembaga pemasaran yang baik akan meminimalkan

biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran.

Kerjasama pemasaran antara petambak pembenihan dan petambak pembesaran

sudah sangat baik. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu hubungan mitra

usaha yang saling menguntungkan. Kebutuhan petambak pembesaran untuk

mendapatkan bibit udang wuindu dapat dipenuhi oleh petani pembenihan baik

secara kualitas, kuantitas dan harga yang sesuai.

Kerjasama pemasaran antara petambak udang windu dan pedagang

pengumpul juga sangat baik. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu

hubungan mitra usaha yang tidak hanya mengutamakan keuntungan akan tetapi

60

berlandaskan kekeluargaan. Hubungan kerjasama antara petambak udang windu

dan pedagang pengumpul dilakukan melalui kegiatan jual beli hasil produksi

petambak udang windu. Permainan spekulasi harga untuk menguntungkan

sepihak sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan hubungan kekeluargaan yang

sangat erat diantara petani dan pedagang pengumpul.

Kerjasama tataniaga yang terjalin antara pedagang pengumpul dengan

pedagang pengecer adalah dalam bentuk pelanggan. Pedagang pengumpul

menjual udang windu kepada pedagang pengecer.

6.7. Analisis Keragaan Pasar

Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku

pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan

volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu

sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Berdasarkan pengmatan di lokasi

penelitian sebagian besar lembaga pemasaran yang berkontribusi dalam aktifitas

penyaluran udang windu hingga ketangan konsumen akhir menggunakan

teknologo, seperti telepon seluler, dalam pembelian benur, pakan, dan obat-

obatan. Aktifitas budidaya, khususnya pada saat panen berlangsung sehingga

sangat membutuhkan tenaga kerja borongan atau tambahan, selain itu pada saat

penentuan calon pembeli atau pedagang pengumpul yang menjadi rekanan

petambak di Desa Panimbang, teknologi komukasi yang ada pada saat ini jelas

membantu kelancaran aktifiitas rutin para petambak dan lembaga pemasaran

udang windu atau produk perikanan lain.

Selain teknologi, telekomunikasi, dan transportasi, juga dilakukan

efesiensi melalui penggunaan pakan. Pada umumnya pakan diperoleh dari

pembelian secara kontinyu berupa stok atau persedian. Namun, agar dapat sedikit

menekan biaya produksi terhadap udang windu yang di budidayakan maka

kelompok petambak yang ada di Desa Panimbang melakukan kegiatan

pengelolaan terhadap pakan buatan sendiri yang digunakan untuk udang windu

lokasi pembuatan pakan tidak jauh dari lokasi tambak, sehingga tidak

memerlukan biaya angkut untuk pemberian pakan.

61

6.7.1 Marjin Pemasaran

Margin Pemasaran dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemasaran suatu

produk dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Margin pemasaran

adalah perbedaan harga yang terjadi disetiap lembaga-lembaga pemasaran.

Besarnya margin pemasaran ditentukan oleh besarnya biaya pemasaran yang

terjadi dengan besarnya keuntungan disetiap lembaga pemasaran yang terlibat

dalam kegiatan pemasaran. Biaya pemasaran udang windu terdiri dari biaya

pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya retribusi. Sedangkan keuntungan

tataniaga diukur berdasarkan dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atas biaya

yang dikeluarkan dalam penyaluran suatu produk udang windu. Terdapat beberpa

komponen biaya yang berbeda dari masing-masing pola saluran pemasaran

sehingga berdampak pada margin pemasaran pada lembaga pemasaran yang ada

pada Desa Panimbang, Kabupaten Serang, dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Komponen Biaya Pemasaran dari Masing-Masing Pola Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten

Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga

Petambak Pengumpul Pengecer

1. Saluran I - Tenaga Kerja 125 - Transportasi 20 - Es 200 75 - Sewa Lapak 14 - Retribusi 1 Total Biaya 200 200 2. Saluran II - Tenaga Kerja 125 125

- Transportasi 200 60 - Es 200 75 - Sewa Lapak 1.500 - Retribusi 500 Total Biaya 525 2.260

3. Saluran III 250 - Tenaga Kerja 150

- Transportasi 400 - Es 120 - Sewa Lapak - - Retribusi 20 Total Biaya 940

62

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa masing-masing lembaga pemasaran

memiliki kebutuhan akan biaya yang berbeda. Mulai dari pola saluran pertama,

yaitu petambak, pengumpul desa, pengecer, konsumen lembaga dan konsumen

akhir. Untuk pedagang pengumpul pada saluran ini hanya memerlukan transpotasi

berupa kendaraan bermotor untuk mengambil persediaan udang windu dari para

petambak per 800 kilogran yang di hasilkan petambak. Sedangkan pada pola

saluran kedua terdiri dari petambak, pengumpul Desa, pengecer Desa dan

konsumen Lokal Kabupaten Serang, Banten. Untuk pedagang pengecer

memerlukan biaya transportasi dalam memasarkan udang windu kebeberapa

konsumen setempat, kemudian akan kebutuhan tenaga kerja untuk pengangkutan,

es baloksebagai bahan yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran udang

windu selama proses pendistribusian berlangsung.

Pada saluran ketiga terdiri dari Petambak – Eksportir atau Cold Storage pada

umumnya pihak Eksportir sendiri yang mengambil langsung ke para petambak

sehingga para petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten tidak harus

mengeluarkan biaya untuk pemasaran hasil panen.

Berdasarkan hasil wawancara langsung pada salah satu pedagang pengecer

skala besar, bahwa dari beragam ukuran udang windu, size 30 ( 30 ekor per

kilogram) adalah ukuran yang paling banyak diminati dan dihasilkan para

petambak yang ada di Desa Panimbang, Kabupaten Serang, Banten. Sehingga

penulis mengambil size 30 sebagai contoh untuk mengetahui nilai dari marjin

pemaran yang terbentuk. Dari beberapa komponen biaya tersebut, dapat terlihat

marjin pada masing-masing tingkat harga dibeberapa lembaga pemasaran dan

dapat dilihat pada Tabel 13.

63

Tabel 13. Biaya, Marjin dan Keuntungan pemasaran dari masing-masing pola saluran pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten

LEMBAGA TATANIAGA

Saluran I Saluran 2 Saluran 3 (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%)

1. Petambak - Harga Jual 70.000 93,33 70.000 93,33 70.000 93,33 2. Pedagang Pengumpul - Harga Beli 70.000 93,33 70.000 93,33 70.000 95,89 - Biaya Pemasaran 200 2,67 525 0,7 940 1,25 - Keuntungan 4.800 6,4 4.475 5,97 4.060 5,41 - Margin Tataniaga 5.000 6,67 5.000 6,67 5.000 6,67 - Harga Jual 75.000 88,23 75.000 88,23 75.000 88,23 3. Pedagang Pengecer - Harga Beli 75.000 93,58 75.000 93,58 - Biaya Pemasaran 200 0,23 2.260 2,89 - Keuntungan 9.800 11,52 7.740 9,10 - Margin Tataniaga 10.000 11,76 10.000 11,76 - Harga Jual 85.000 100 85.000 100 Jumlah - Biaya Pemasaran 400 0.47 2.785 3,27 940 1,10 - Keuntungan 14.600 17,2 12.215 14,37 4.060 4,77 - Margin tataniaga 15.000 17,64 15.000 17,64 5.000 5,87

Pada Saluran pemasaran pertama, terdapat margin pemasaran sebesar Rp

15.000 atau sekitar 17,2 persen dari harga jual akhir dari pedagang pengecer.

Margin terbesar berada pada pedang pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 atau

sekitar 11,76 persen dari harga juual akhir. Sementara margin pemasaran yang

terkecil terdapat pada pola ini diperoleh dari pedagang pengumpul sebesar Rp

5000 atau 6,67 persen dengan biaya hanya sebesar 200 per kilogram dari 800

kilogram udang windu. Pada dasarnya, para petambak menjual dengan harga

udang size 30 Rp 70.000. Diantaranya komponen biaya yang dikeluarkan

pedagang pengumpul adalah kebutuhan es yang telah dihancurkan sebanya enam

balok es berkisar Rp 160.000 sebanyak lima balok es per 800 kilogram udang

windu, sementara ditingkat pedagang pengecer membutuhkan empat tenaga kerja

masing-masing Rp 25.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan pedagang

pengecer berkisar Rp 100.000 per 800 kilogram.

64

Kemudian transportasi atau kendaraan bermotor dengan kebutuhan biaya

bahan bakar dalam satu kali pemasaran Rp 30.000 per 800 kilogram udang windu.

Kebutuhan es balok oleh pedang pengecer sebanyak empat balok Rp 60.000 per

800 kilogram, sewa lapk untuk usaha perhari dikenakan biaya sebesar Rp 10.000

per 800 kilgram dengan biaya retribusi sebesar Rp 1.000

Pada pola saluran dua, margin terbesar diperoleh pedagang pengecer

sebesar Rp 15.000 atau 17,64 persen dari harga jual akhir dengan biaya yang jauh

lebih besar Rp 2.260 dari biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul

sebesar 525 sehingga margin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih kecil dari

perolehan pedagang pengecer dari harga jual akhir. Pada pola ini, pedagang

pengecer cukup memiliki mobilitas tinggi untuk mendistribusikan udang windu

kebeberapa konsumen lembaga pemasaran di daerah Panimbang, sehingga

menjadi suatu hal yang wajar pula terhadap margin pemasaran yang diperoleh

pedagang pengecer khususnya pada pola ini.

Pada pola saluran pemasaran ke tiga, mobilitas yang cukup tinggi

diperanankan oleh pedagang pengumpul sendiri yang mendistribusikan udang

windu kebeberapa lembaga pemasaran khususnya diluar Desa Panimbang, Seran.

Banten misalnya hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa

boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. Dimana margin yangdiperoleh

pedagang pengumpulpada pola saluran ini cukup tinggi dan sesuai dengan tingkat

mobilitasnya, yaitu sebesar Rp 5.000 atau 6,67 persen dari harga jual akhir oleh

pedagang pengumpul yang langsung kepada konsumen lembaga yang telah

melakukan pesanan

6.7.2 Farmer’s Share

Untuk mengetahui hasil pembagian harga yang di terima oleh petambak

dibandingkan dengan harga di konsumen akhir digunakan analisis Farmer’s share

dimana pengertian dari Farmer’s Share itu sendiri adalah merupakan

perbandingan harga yang diterima oleh petambak dengan harga yang di bayarkan

oleh konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase (%). Farmer’s Share

memiliki hubungan negatif dengan margin pemasaran dimana semakin tinggi

margin pemasaran, maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah.

65

Tabel 14. Persentase Farmer’s Share Pada Setiap Saluran Pemasaran

Saluran Tataniaga Farmer’s Share (%)

Saluran Pemasaran 1 93,33

Saluran Pemasaran 2 88,23

Saluran Pemasaran 3 88,23

Pada Tabel 14 tersebut diketahui farmer’s share saluran pemasaran

terbesar di peroleh petambak melalui saluran pemasaran satu, dengan persentase

sebesar 93,33 persen, sedangkan bagian terkecil diperoleh melalui saluran

pemasaran dua dan tiga dengan persentase sebesar 88,23 persen. Sehingga dapat

disimpulkan, bahwa saluran pemasaran yang menguntungkan petambak dari segi

pendapatan atau bagian yang diperoleh dari hasil pemasaran udang windu adalah

pada saluran pemasaran satu.

6.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya

Cara lain untuk mengukur effesiensi pemasaran udang windu adalah

dengan meganalisa kentungan terhadap biaya. Perhitungan ini diperlukan untuk

melihat penyebaran keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga

pemasaran terhadap setiap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga

pemasaran. Untuk melihat rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran udang

windu di Desa Panimbang, Serang. Banten dapatdilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pada Setiap Saluran Pemasaran Udang Windu di desa Panimbang, Serang, Banten.

Uraian Saluran Pemasaran

I II III

Biaya Keuntungan Rasio

400 14.600

36,5

2.785 12.215

4,59

940 4.060

4,31

66

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari ketiga saluran

pemasaran udang windu yang berada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka

saluran pemasaran yang menunjukkan efisien adalah saluran pemasaran satu. Hal

ini disebabkan oleh tingginya tingkat rasio yang diperoleh, yaitu sebesar 36,5

sehingga pada pola saluran satu menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang

dikeluarkan petambak untuk biaya pemasaran udang windu maka

akanmemperoleh hasil sebesar 36,5. Pola saluran satu membuktikan bahwa

panjangnya alur pemasaran undang windu tidak membuat pola saluran ini menjadi

tidak efisien, bahkan sebaliknya sebaran keuntungan yang diperoleh masing-

masing lembaga dapat terdistribusikan dengan baik.

6.8 Efisiensi Pemasaran

Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga

pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas

tataniaga tersebut. Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu

tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan

efisiensi. Setiap kegiatan fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya

diperhitungkan kedalam harga produk. Lembaga pemasaran menaikkan harga per

satuan kepada konsumen atau menekan harga ditingkat konsumen. Dengan

demikian efisiensi pemasaran perlu dilakukan melalui penurunan biaya

pemasaran.

Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi

operasional dan harga. Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi operasional

menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar

pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi

dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan

harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada

konsumen sebagai panduan dari pengunaan sumber daya produksi dari sisi

produksi dan tataniaga. Dengan menggunakan konsep biaya tataniaga, suatu

sistem tataniaga dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang

rendah.

Berdasarkan perhitungan efisiensi pemasaran untuk komoditas udang

windu bahwa saluran pemasaran udang windu yang efisien adalah saluran

67

pemasaran satu. Saluran pemasaran tiga dikatakan efisien karena dengan

menggunakan konsep biaya pemasaran, sistem pemasaran dilakukan dengan biaya

yang terendah. Pada saluran pemasaran tiga memiliki marjin yang terkecil.

Keuntungan terbesar diperoleh pada saluran pemasarn satu karena petambak

langsung menjual produknya kepada konsumen. Dengan demikian petambak

sebaiknya menggunakan pola saluran tataniaga satu karena ditinjau dari segi

keuntungan dan biaya dimana keuntungan yang diperoleh sangat besar sedangkan

biaya yang dikeluarkan sangat kecil. Untuk menuju ke pola saluran satu petambak

terlebih dahulu harus memiliki kekuatan berupa modal yang besar supaya dapat

mewujudkan pola saluran pemasaran satu.

68

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Terdapat tiga saluran pemasaran udang windu yang terjadi di Desa Panimbang,

Serang, Banten hingga sampai ke konsumen dapat dilihat sebagai berikut :

Saluran Pemasara I : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga – Konsumen Akhir

Saluran Pemasara II : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga

Saluran Pemasara III : Petambak – Eksportir atau Cold Storage 2. Fungsi – fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran udang windu di desa

Panimbang, Serang, Banten adalah :

a) Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Petambak

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petambak udang windu di Desa

Panimbang, Serang, Banten adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian

dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengelolaan (pengemasan), dan

fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading/standarisasi, dan informasi

pasar.

b) Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul udang windu

adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik

berupa fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan (pengemasan). Fungsi

fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan

informasi pasar.

c) Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer udang windu adalah

fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa

fungsi pengangkutan dan pengelolaan. Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi,

grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.

3. Struktur pasar dapat dilihat dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat

dalam kegiatan pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang.

Banten seperti petambak, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan

konsumen. Berdasarkan pengamatan di lapang struktur pasar yang dihadapai

69

setiap lembaga pemasaran memiliki perbedaan seperti, petambak menghadapi

struktur pasar bersifat pasar oligopsoni, sementara struktur pasar yang dihadapi

oleh pedagang pengumpul bersifat persaingan oligopoli, sedangkan struktur

pasar yang dihadapai pedagang pengecer adalah pasar oligopoli

Sementara perilaku pasar yang terjadi di Desa Panimbang, Serang, Banten

diamati melalui penjualan antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam

pemasaran udang windu dan sistem pembayaran antara lembaga yang terkait

dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten dimana ada

tiga system pembayaran yang berlaku :

Sistem pembayaran pedagang pengumpul kepada petambak dapat

dilakukan dengan cara tunai dan DP (Down payment) dibayar di muka.

Sedangkan pembayaran pedagang pengcer kepada pedagang pengumpul

dengan cara (Cash and carry), yaitu ada uang ada barang.

Sistem pembayaran konsumen lembaga kepada pedagang pengumpul juga

dilakukan dengan cara DP (Down payment) dibayar di muka dan sisanya

akan dibayar setelah pengiriman yang dilakukan atas pesanan selanjutnya,

tidak terdapat kesepakatan apapun dalam transaksi ini, baik kesepakatan

dmengenai harga produk ataupun waktu pengiriman.

4. Saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang yang efesien dapat dilihat

melalui marjin pemasaran, biaya pemasaran, peubah harga serta farmer’s share

jika dilihat dari saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang,

Serang, Banten maka dapat diketahui berdasarkan perhitungan efisiensi bahwa

saluran pemasaran yang efisien adalah saluran pemasaran satu, karena pola

saluran satu memiliki keuntungan yang tinggi dibandingkan saluran lainnya.

70

7.2 Saran

1. Petambak dapat mengatur jadwal penebaran benur dan proses panen, sehingga

tidak terjadi kelangkaan dan nilai yang rendah karena melimpahnya hasil

udang untuk memenuhi permintaan.

2. Sebaiknya para petambak di Desa Panimbang, mengikuti petambak yang

menggunakan saluran pemasaran satu, dengan nilai farmer’s share 93,33 dan

perolehan keuntungan 36,5. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pengaktifan

kembalikoperasi para petambak untuk mempertahankan harga jual udang

windu dan mempertahankan posisi tawar petambak pada saat proses

pemasaran kepada pedagang pengumpul.

71

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Haris (2003) Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng di Pasar Porda Juwana, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Dahl, C. D. Hammond, J. W., 1977. Market Place Analysis The Agryculture Industry. MC. Graw-Hill Book Company. New York.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya., 2003. Strategi Ekspor Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Hanafiah, A. M. dan A. M. Saefudin, 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Kertawi, Silthia. 2008. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole : Studi Kasus Pada Desa Ciburial, Kabupaten Garut, Jawa Barat (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Khols LR dan Uhl NJ, 1985. Marketing of Agriculture Product. The Macmillan Company. New York.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid 2. Edisi ke-9. PT Prenhalindo. Jakarta.

Limbong, W. H., Sitorus, P., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Simamora, 2007. Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung (Skripsi). Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sitompul, R.P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sitorus dan Limbong. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang. Universitas Muhammahdiyah Malang.

Melani, 2002. Saluran Pemasaran Ikan Koi, Kecamatan Cisaat, Sukabumi (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

72

Mujiman, A. 1989. Budidaya Udang Windu. Jakarta : Peneber Swadaya.

Vinifera, Nila. 2006. Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor : Studi Kasus Pada Desa Ngagel, Kabupaten Pati, Jawa Tengah (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

73

Lampiran 1. Kuisioner Pemasaran Udang Windu Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Efesiensi Pemasaran Udang Windu (Kasus : di Desa Kesambi Serang, Banten) oleh Ahmad Bangun (H34076012), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. *) coret yang tidak perlu

A. Identitas dan Karakteristik Responden ( Petani )

1. Nama : ..................................................................... 2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan* 3. Umur : ...........................tahun 4. Alamat : ...................................................................... 5. Pendidikan terakhir : SD/SLTP/SMU/Perguruan Tinggi/lainnya* 6. Pengalaman bertambak : 7. Status sebagai petamabak :

a. Pemilik penggarap b. Penyewa c. Penyakap/bagi hasil

8. Alasan menjadi petani udang windu…………………… a. Anggapan petani terhadap pekerjaan bertambak/usahataninya: Mata Pencaharian

Pokok b. Mata Pencaharian Sampingan

9. Alasan memilih budidaya udang windu a. Keuntungan lebih besar b. Pemasaran lebih mudah c. Usaha turun temurun d. Cocok untuk lahan local e. Dianjurkan pemerintah f. Lainnya………………………………………..

10. Luas lahan yang diusahakan = ………………………. Ha 11. Jumlah produksi / panen = ………………………kg/………ton 12. Berapa kali panen dalam setahun……………………………………. 13. Lama waktu panen berlangsung : 14. Apakah ktiteria panen sesuai dengan permintaan pasar? 15. Apakah jika harga di pasar turun, anda tetap melakukan kegiatan panen? 16. Alat yang digunakan dalam pemanenan :………………………………… 17. Kemana hasil panen selanjutnya ? (dijual langsungditempat/ disimpan/…………..) 18. Apakah anda mengeluarkan biaya pengangkutan? Jika ya, besarnya………… 19. Bagaimana menentukan harga jual?............................................. 20. Berapa kali dalam seminggu anda menjual udang windu? 21. Harga jual udang windu Rp……/kg. volume yang dijual………………. 22. Apakah tujuan selalu sama ? juka tidak sebutkan alternative lain…………………………. 23. Bagaimana tehnik penjualannya? (kontrak/langanan/langsung/lainnya……………...) 24. Bagaimana cara pembayarannya? (tunai/kredit/lainnya……………………………..)

74

25. Apakah bapak melakukan penghitungan/ pencatatan pembiayaan dari usahatani udang

windu ini? 26. Apakah kesulitan dalam memasarkan udang windu? ( ya/Tidak) 27. Sumber modal ( modal sendiri/dapat bantuan)

a. Besarnya modal Rp………………………. b. Jika dapat bantuan dalam bentuk………………………, jangka waktu……….tahun c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal?( ya/tidak) d. Jika ya apakah hasil panen harus dijual ke lembaga tersebut?

75

Lampiran 2. Kuisioner Pemasaran Udang Windu Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Efesiensi Pemasaran Udang Windu (Kasus : di Desa Kesambi Serang, Banten) oleh Ahmad Bangun (H34076012), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. *) coret yang tidak perlu

B. Identitas dan Karakteristik Responden ( Pedagang ) 1. Nama : 2. Golongan pedagang : 3. Umur : 4. Alamat : 5. Pendidikan : 6. Pekerjaan utama………./sampingan……………

Cara Pembelian 1. Dari mana biasanya bapak/ibu membeli udang windu?

Nama Alamat Golongan Pembayaran Keterangan (sebelum/sesudah) penerimaan barang

2. Apakah bapak selalu membeli dari orang tersebut?(ya/tidak) Jika tidak dari siapa dibeli lagi?

Nama Alamat Golongan Alasan

3. Berapa frekuensi pembelian udang windu yang bapak/ibu beli? ( tiap hari/tiap

minggu/lainnya)……………………………………. 4. Berapa volume udang windu ……………..kg ,/……ton. 5. Bagaimana menentukan kualitas udang windu yang dibeli 6. Kegiatan apa saja yang bapak/ibu lakukan

a. Pembelian f. Penggradingan b. Penjualan g. Bongkar muat c. Pengangkutan h. Penyortiran d. Pengemasan i. Penanggungan resiko e. Penyimpanan j. Retribusi

7. Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan? a. Jumlah yang disimpan………………………………..

76

b. Lama penyimpanan………………………………….. c. Cara penyimpanan……………………………………. d. Lok\asi penyimpanan………………………………..

8. Besarnya biaya yang dikeluarkan: a. Biaya : - pengangkutan………………

- Tenaga kerja………………. - Pengemasan……………….. - Penyimpanan………………. - Penyusutan…………………. - Bongkarmuat……………….. - Sortasi……………………….. - Penimbangan……………….. - Retribusi……………………. - Lain-lain……………………

9. Apakah anda melakukan standarisasi/sortasi Bila tidak dijual apakah anda mengalami kerugian? Siapa yang menanggung?

10. Apakah anda menanggung biaya resiko dari kegiatan pembelian? *Cara Penjualan 1. Kemana biasanya anda melakukan kegiatan penjualan udang windu?

Nama Alamat Golongan Pembayaran Keterangan (sebelum/sesudah) penerimaan barang

2. Apakah anda selalu menjual ke orang yang sama? Jika tidak , alternative lain: Nama Alamat Golongan alasan

3. Bagaimana cara penjualannya ? ( kontrak, langganan, langsung, lainnya……,,) 4. Bagaimana cara pembayarannya? ( tunai,kredit,lainnya…………..) 5. Berapa bayak udang windu yang anda jual………… 6. Bagaimana frekuensi penjualan udang windu ini?............. 7. Kualitas udang windu yang dijual:

a……………… b……………… c……………….

77

8. Berapa harga jual pada saat panen besar/panen kecil? Kualitas Harga pembelian/kg/ton Harga pembelian /kg/ton

Panen besar Panen kecil Panen besar Panen kecil

9. Ada berapa banyak pedagang udang windu seperti bapak disini? 10. Apakah hambatan-hambatan yang anda alami dalam memasarkan udang windu ini? 11. Manakah dari pernyataan dibawah ini yang sesuai dengan keadaan anda sekarang?

a. Pembeli sedikit, penjual banyak (ya/tidak) b. Kualitas udang windu kurang bagus(ya/tidak) c. Biaya transportasi tinggi (ya/tidak) d. Ketersediaan udang winsu kontiniu(ya/tidak)

12. Bagaimana mendapatkan informasi mengenai jumlah, harga , dan mutu udang windu yang akan dijual?

13. Apakah anda mengeluarkan biaya sewa untuk berdagang?(ya/tidak), jika ya besarnya 14. Bagaimana cara anda menetukan harga jual?

a. Berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah dengan persentase keuntungan b. Berdasarkan harga yang ditetapkan c. Tergantung pada permintaan d. Lainnya

15. Biaya yang dikeluarkan sewaktu menjual udang windu ? 16. Apakah ada perbedaan harga antara pasar atau lokasi penjualan?

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur kepada Tuhan, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam

penyelesaikan skripsi ini.

2. Ayah dan Ibu saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam

segala hal, terutama dalam doa dan nasehatnya.

3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen Evaluator pada saat seminar

proposal yang telah memberikan masukan, perencanaan, serta perbaikan

dalam penelitian.

4. Semua Dosen Ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,

terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam

perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung

5. Para petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Bantenyang

telah memberikan pengarahan sewaktu di lapang

6. Amli Ramadhana atas kesediaannya selaku Pembahas dalam Seminar.

7. Farach Hanum yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Segenap Karyawan dan Staf Pegawai di Program Sarjana Agribisnis

Penyelenggaraan Khusus yang telah membantu penulis selama ini.

9. Teman seperjuanganku Nita dan Kinza atas kerjasama dalam

menyelesaikan skripsi.

10. Semua teman-teman di Wisma Kostim (Julianto, Aulia, Muyan, Iqbal,

Adit, Anggi, Jab, Lintar, Rizal, Irfan, Ali Nasution) atas kekompakannya

dan kerjasamanya selama ini.

Bogor, Maret 2010 Ahmad Bangun