analis kladistik berdasar karakter morfologi ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan...

16
54 ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI UNTUK STUDI FILOGENI: CONTOH KASUS PADA CONIDAE (GASTROPODA: MOLLUSCA) Oleh Ucu Yanu Arbi 1) ABSTRACT CLADISTIC ANALYSIS BASED ON MORPHOLOGICAL CHARACTERS FOR PHYLOGENY STUDY: THE CASE STUDY ON CONIDAE (GASTROPODA: MOLLUSCA). Phylogenetic taxonomy or cladistics is a classification system based on evolutionary history of an organism with other organisms, so that the process of evolution can be reconstructed. The main principle of the classification system is that only the unique characters of the adjacent group owned by descendants of an ancestor that was used in classifying organisms and secondly the reconstruction is based on group monophyly. So, the purpose of the use of this method is to classify organisms and reconstruct the phylogenetic relationship based on the character encoding. Similarities and differences in the characters shown by a certain code lead to a tracing ancestors of each species. Several methods to reconstruct the phylogeny tree using qualitative data base are Maximum Parsimony and Maximum Likelihood. Study phylogeny based on morphological characters has a fundamental weakness which ultimately requires molecular characters to cover up these weaknesses. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu taksonomi memperlihatkan ada tiga buah pemahaman tentang taksonomi yang telah dikenal luas, yaitu taksonomi numerik, biologi evolusi dan sistematik filogeni. Taksonomi system numerik mengelompokan suatu unit taksonomi dengan metode numerik ke dalam taksa tertentu berdasarkan karakter yang dimiliki, dimana tujuannya utamanya adalah menghasilkan klasifikasi yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi. Sistematik filogeni (phylogenetic taxonomy) yang biasa disebut dengan kladistik awalnya dikembangkan oleh Willi Hennig (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Dasar pemikirannya adalah berdasarkan sejarah evolusi dari suatu organisme dengan organisme lainnya, sehingga proses evolusi tersebut dapat direkonstruksi (Briggs, 2003; Crandall et al., 2008; Goldstein et al., 2007; 2009; Kirkendale & 1) UPT Loka Konservasi Biota Laut, LIPI Bitung Oseana, Volume XLI, Nomor 3 Tahun 2016 : 54 - 69 ISSN 0216-1877

Upload: others

Post on 27-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

54

ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI UNTUK STUDI FILOGENI: CONTOH KASUS PADA CONIDAE

(GASTROPODA: MOLLUSCA)

Oleh

Ucu Yanu Arbi 1)

ABSTRACT

CLADISTIC ANALYSIS BASED ON MORPHOLOGICAL CHARACTERS FOR PHYLOGENY STUDY: THE CASE STUDY ON CONIDAE (GASTROPODA: MOLLUSCA). Phylogenetic taxonomy or cladistics is a classification system based on evolutionary history of an organism with other organisms, so that the process of evolution can be reconstructed. The main principle of the classification system is that only the unique characters of the adjacent group owned by descendants of an ancestor that was used in classifying organisms and secondly the reconstruction is based on group monophyly. So, the purpose of the use of this method is to classify organisms and reconstruct the phylogenetic relationship based on the character encoding. Similarities and differences in the characters shown by a certain code lead to a tracing ancestors of each species. Several methods to reconstruct the phylogeny tree using qualitative data base are Maximum Parsimony and Maximum Likelihood. Study phylogeny based on morphological characters has a fundamental weakness which ultimately requires molecular characters to cover up these weaknesses.

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu taksonomi memperlihatkan ada tiga buah pemahaman tentang taksonomi yang telah dikenal luas, yaitu taksonomi numerik, biologi evolusi dan sistematik filogeni. Taksonomi system numerik mengelompokan suatu unit taksonomi dengan metode numerik ke dalam taksa tertentu berdasarkan karakter yang dimiliki, dimana tujuannya utamanya adalah menghasilkan klasifikasi

yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi. Sistematik filogeni (phylogenetic taxonomy) yang biasa disebut dengan kladistik awalnya dikembangkan oleh Willi Hennig (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Dasar pemikirannya adalah berdasarkan sejarah evolusi dari suatu organisme dengan organisme lainnya, sehingga proses evolusi tersebut dapat direkonstruksi (Briggs, 2003; Crandall et al., 2008; Goldstein et al., 2007; 2009; Kirkendale &

1) UPT Loka Konservasi Biota Laut, LIPI Bitung

Oseana, Volume XLI, Nomor 3 Tahun 2016 : 54 - 69 ISSN 0216-1877

Page 2: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

55

Meyer, 2004). Hubungan kekerabatannya akan dipahami apabila proses evolusi selama pembentukan spesies dapat dideteksi dan direkam (Bird et al., 2007). Prinsip utama dalam sistematik filogeni adalah bahwa hanya karakter-karakter unik (shared derived characters) dari kelompok yang berdekatan yang dimiliki oleh keturunannya dari satu moyang (apomorfi) yang benar digunakan dalam mengelompokkan organisme, dan bahwa rekostruksi didasarkan pada kelompok-kelompok monofili (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Kelompok monofili merupakan semua keturunan dari suatu takson leluhur yang dikelompokkan secara bersama-sama.

Teori ilmiah ditetapkan berdasarkan pengujian empiris terhadap pengamatan fisik yang diuji dengan kecocokan logisnya dengan data yang tersedia. Keterujian empiris tersebut tidak hanya sesuai dengan data yang teramati, tetapi juga harus dapat diuji keabsahannya (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Dapat diuji artinya bahwa hipotesis tersebut membuat prediksi mengenai apa bukti teramati yang akan konsisten dan apa yang tidak akan sesuai dengan hipotesis. Kecocokan sederhana tidaklah cukup sebagai bukti ilmiah. Sebuah penjelasan ilmiah harus membuat prediksi yang berisiko, yang harus ada bila teori tersebut dianggap benar, serta beberapa teori lain harus pula membuat prediksi yang sesuai.

KARAKTER DAN PENGKODEAN KARAKTER

Karakter merupakan dasar untuk penentuan persamaan atau perbedaan

spesies. Persamaan dan perbedaan karakter menuntun ke sebuah perunutan leluhur dari masing-masing spesies. Beberapa karakter dari beberapa spesies yang dianalisa hubungan kekerabatannya ada kalanya memiliki persamaan, sehingga memunculkan teori leluhur bersama universal. Teori leluhur bersama universal dikombinasi dengan pengetahuan biologis modern, dipakai untuk menarik prediksi. Prediksi-prediksi ini kemudian dibandingkan dengan dunia nyata untuk melihat bagaimana teori ini saat dicocokkan dengan bukti yang teramati. Dalam setiap kasus tetap ada kemungkinan bahwa prediksi-prediksi ini akan berlawanan dengan bukti empiris. Bila leluhur bersama universal tidak akurat maka sangat mungkin bahwa prediksinya akan gagal. Prediksi yang disahkan secara empiris ini memberikan bukti yang kuat untuk leluhur bersama atas alasan ini. Leluhur bersama adalah sebuah teori deskriptif umum yang membahas asal usul genetik makhluk hidup. Teori ini secara spesifik mempostulasikan bahwa semua biota yang diketahui di bumi adalah terkait secara genealogi, dalam cara yang sama seperti sepupu atau saudara terkait satu sama lain (Ubaidillah & Sutrisno, 2009).

Bila spesies yang ditemukan banyak yang memiliki karakteristik gabungan dari beragam kelompok, maka akan timbul banyak masalah. Sebagai contoh, burung dapat saja memiliki kelenjar susu atau rambut, sebagian mamalia bisa saja memiliki bulu, ikan atau amfibi tertentu dapat saja memiliki gigi terdiferensiasi yang hanya dimiliki oleh mamalia. Pohon filogenetis dari semua kehidupan memberikan nilai rendah dari sinyal filogenetis (struktur

Page 3: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

56

hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003). Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki bersarang. Secara matematis, sebuah hirarki bersarang adalah hasil dari korelasi spesifik antara karakter atau organisme tertentu. Saat tingkat evolusi cepat, karakter menjadi tersebar secara acak satu sama lain, dan korelasi melemah. Walau demikian, karakter juga dapat anti korelasi adalah mungkin bagi mereka berkorelasi dalam arah yang berlawanan dari apa yang dihasilkan hirarki bersarang (Archie, 1989; Faith & Cranston, 1991; Hillis, 1991; Hillis & Huelsenbeck, 1994; Klassen et al., 1991). Pengamatan pola anti korelasi demikian akan menjadi sebab keruntuhan teori evolusi, tanpa perlu melihat pada tingkat

evolusioner (Williams & Reid, 2004).

Karakter-karakter yang telah didapatkan selanjutnya dilakukan pembobotan (priori character weighting) untuk mendapatkan pohon filogeni yang paling mendekati gambaran kekerabatan taksa di alam (parsimoni). Pembobotan terhadap setiap karakter memerlukan asumsi yang cermat. Pembobotan karakter dapat menghasilkan karakter yang bersifat biner maupun multistate (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Karakter yang bersifat multistate atau memiliki banyak turunan akan berpengaruh pada panjang pohon filogeni, yaitu lebih panjang daripada pohon filogeni yang dihasilkan daripada karakter biner.

Gambar 1. Ukuran yang dipakai secara luas untuk struktur hirarkis kladistik adalah indeks konsistensi (CI). Nilai pasti CI tergantung pada jumlah taksa dalam pohon filogenetis yang diteliti. Nilai CI yang tinggi menunjukkan derajat tinggi struktur hirarkis (Klassen et al., 1991).

Page 4: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

57

Sebagai contoh Gambar 1 menggambarkan ukuran struktur hirarkis kladistik berdasarkan indeks konsistensi atau Consistency Index (CI) berdasarkan hasil penelitian Klassen et al. (1991). CI 0,2 diperkirakan berasal dari data acak 20 taksa. Sedangkan 0,3 merupakan nilai yang sangat signifikan secara statistik. Paling menarik pada poin tersebut adalah fakta bahwa CI 0,1 dari 20 taksa juga sangat signifikan secara statistik, namun terlalu rendah, yang menunjukkan struktur anti kladistik. Apabila CI bernilai nol, berarti matrik yang dihasilkan konsisten. Batas ketidakkonsistensian diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI). Semakin besar jumlah sampel, maka nilai RI akan semakin tinggi, dan semakin besar CI maka berakibat semakin besar nilai CR. Bila matriks bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan masih dapat diterima. Klassen et al. (1991) mengambil 75 nilai CI dari kladogram dan menemukan bagaimana kesemuanya sangat signifikan secara statistik setelah menghitung CR nya. Kladogram yang dipakai mulai dari 5 hingga 49 taksa (spesies berbeda). Tiga dari 75 kladogram jatuh dalam batas kepercayaan 95% dari data acak, yang artinya mereka tidak dapat dibedakan dari data acak. Semua sisanya merupakan nilai CI yang memiliki signifikansi yang tinggi secara statistic, dan tidak satupun menunjukkan nilai signifikansi yang rendah serta tidak ada yang menunjukkan pola anti hirarkis maupun anti korelasi. Studi tersebut dilakukan sebelum ada ukuran signifikansi statistik yang memungkinkan untuk dapat menyingkirkan kladogram yang buruk.

Sebuah penafsiran kladistik evolusioner yang ketat mengeluarkan kemungkinan menemukan leluhur sejati, hanya bentuk peralihan dapat ditentukan secara positif (Foighil et al., 2011). Bukti non kontroversi satu-satunya dari hubungan leluhur-keturunan adalah pengamatan kelahiran, dan didukung oleh catatan fosil. Bentuk peralihan tidak perlu sama persis dengan leluhur yang diramalkan karena hampir mustahil sama persis. Hanya karena pertimbangan kemungkinan, bentuk peralihan yang ditemukan bukanlah leluhur sejati dari spesies modern manapun, tapi akan paling berhubungan dengan leluhur yang diramalkan. Jadi, bentuk peralihan yang ditemukan akan memiliki karakter turunan tambahan yang menunjukkan mereka merupakan bentuk peralihan. Karena pertimbangan ini, saat sebuah fosil peralihan baru dan penting ditemukan, paleontolog yang hati-hati akan mencatat bahwa spesies peralihan pada studi mungkin bukan leluhur, namun “wakil dari leluhur bersama” atau sebuah sister group evolusioner. Semakin sedikit karakter turunan tambahan yang dimiliki sebuah fosil peralihan, semakin tinggi kemungkinan kalau fosil peralihan ini leluhur yang sejati (Ubaidillah & Sutrisno, 2009).

MAXIMUM PARSIMONY DAN MAXIMUM LIKELIHOOD

Beberapa metode untuk merekonstruksi pohon filogeni yang menggunakan dasar data kualitatif diantaranya adalah Maximum Parsimony dan Maximum Likelihood (Meyer, 2003; Nakano & Ozawa, 2006). Dasar metode

Page 5: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

58

Maximum Parsimony adalah penggunaan suatu karakter (titik nukleotida atau asam amino) dan jarak terdekat yang mengacu pada status karakter (titik nukleotida atau asam amino) untuk digunakan sebagai pohon yang terbaik. Maximum Parsimony pertama kali digunakan untuk membuat pohon evolusi dari sekuen asam amino (Eck & Dayhoff, 1966), kemudian dikembangkan untuk data sekuen asam nukleat (Fitch, 1971). Empat atau lebih alignment sekuen asam nukleat dianalisa, dan asam nukleat dari nenek moyang taksa tersebut dicari secara terpisah untuk setiap posisi dari sebuah topologi dengan asumsi bahwa perubahan mutasi terjadi ke semua arah di antara keempat basa asam nukleat. Jumlah perubahan yang paling kecil yang menerangkan keseluruhan proses evolusi untuk topologi ini kemudian dihitung. Perhitungan dilakukan untuk mencari semua pohon yang berpotensial paling benar dan topologi yang memerlukan jumlah perubahan yang paling sedikitlah yang paling baik untuk dipilih. Jika tidak ada pergantian secara berulang (tidak ada homoplasi) pada setiap posisi asam nukleat dan jumlah asam nukleat yang dianalisis jumlahnya besar, biasanya Maximum Parsimony ini menghasilkan pohon yang mendekati kebenaran (Teske et al., 2007). Kelemahan utama dari Maximum Parsimony adalah tidak memberikan hasil yang konsisten terhadap berbagai model evolusi yang digunakan. Jadi, meskipun ditambahkan data, kemungkinan mendapatkan hasil yang salah tetap ada.

Metode Maximum likelihood atau kemiripan maksimum adalah pencarian nilai maksimum untuk analisis suatu

karakter tertentu yang dikonfigurasi antar sekuens gen atau protein dalam penelitian untuk mencari nilai kemiripan yang terbesar pada pohon yang ditentukan. Metode ini pada dasarnya merupakan sebuah teknik statistik kokoh dan efektif serta telah digunakan dalam semua bidang ilmiah. Dasar pemikiran metode ini adalah memaksimumkan topologi likelihood yang dihasilkan oleh model substitusi tertentu dan pohon yang dipilih pada hasil akhir adalah maksimum likelihood yang mempunyai nilai paling tinggi. Parameter yang diperhatikan bukan topologi melainkan panjang cabang untuk setiap topologi dan likelihood dimaksimalkan untuk mengestimasi panjang cabang. Pinsip dari likelihood adalah peluang yang sering terjadi merupakan yang lebih disukai. Kelemahannya, memerlukan model evolusi secara eksplisit. Analisis membutuhkan waktu yang banyak dan sering kali muncul dua nilai dari satu pohon yang dihasilkan, sehingga sulit menyimpulkan apakah nilai yang diperoleh adalah nilai yang maksimum (Ubaidillah & Sutrisno, 2009).

Banyak estimator statistik yang telah dikenal sesungguhnya merupakan aplikasi dari estimator maximum likelihood. Sebagai contoh, rata-rata sampel biasa adalah sebuah pendekatan rata-rata dari distribusi Gaussian dan kecocokan kuadrat terkecil dari sebuah garis pada sekumpulan, keduanya sejatinya adalah estimator maximum likelihood (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Maximum likelihood juga dapat dipakai untuk menemukan tingkat evolusi langsung dari data dan menentukan pohon kekerabatan yang paling baik

Page 6: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

59

yang dapat dihasilkan oleh data, artinya bahwa maximum likelihood mencari pohon dan parameter evolusioner yang menghasilkan data teramati dengan kemungkinan paling besar. Tidak seperti parsimony, ML mencari pohon-pohon dengan jumlah konflik karakter terduga yang memberikan tingkat evolusioner yang diambil dari data, bahkan kalau tingkat tersebut tinggi. ML merupakan metode yang sangat komputasional dan membutuhkan banyak waktu (Ubaidillah & Sutrisno, 2009).

REKONSTRUKSI POHON FILOGENI

Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk merekonstruksi sebuah pohon filogeni (Barraclough & Nee, 2001; Barber et al., 2002). Metode matriks jarak merupakan metode yang paling popular dalam memperoleh pohon filogeni. Semua metode jarak mentransformasi data karakter yang dimasukkan menjadi matriks jarak sepasang, satu jarak untuk tiap pasangan yang mungkin dari taksa yang dipelajari. Metode matrik jarak berbeda dengan kladistik, karena informasi mengenai karakter turunan dan karakter primitif telah hilang selama transformasi. Metode jarak mendekati penarikan filogenetika terbatas sebagai suatu masalah statistik, dan biasanya berdasarkan data molekuler. Namun demikian, metode-metode matriks jarak dapat dipandang sebagai pendekatan ke metode kladistik, dan beberapa dari metode ini secara matematis merujuk pada pohon yang benar saat data ditambahkan lebih banyak (Ubaidillah & Sutrisno, 2009).

Matrik jarak paling sederhana adalah jumlah perbedaan karakter antara dua taksa (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Banyak cara untuk menghitung jarak barisan molekuler, dan paling berusaha untuk membenarkan kemungkinan perubahan jamak pada satu tempat dalam evolusi. Metode-metode untuk menghitung jarak antara barisan biasanya dinamakan sesuai penemunya, seperti parameter dua Kimura (K2P), Jukes-Cantor (JC), Tamura-Nei (TN), Hasegawa, Kishino, dan Yano (HKY) dan Felsenstein 1984 (F84). Terdapat beberapa kriteria berbasis jarak dan algoritma yang dapat dipakai untuk menentukan pohon filogenetik dari data. Kriteria Evolusi minimum (Minimum Evolution-ME) mencari pohon dimana jumlah semua panjang cabang terkecil. Kriteria kuadrat terkecil ditimbang dan tanpa ditimbang menghitung perbedaan antara jarak pasangan yang diamati dan jarak pasangan yang dihitung dari panjang cabang dari pohon. Kuadrat terkecil kemudian mencari pohon yang meminimalkan kuadrat perbedaan tersebut. Metode kuadrat terkecil termasuk yang paling memuaskan secara statistik dan akan memusat pada pohon yang benar seiring bertambahnya data dimasukkan dalam analisis Algoritma NJ (Neighbour Joining) merupakan pendekatan kuadrat terkecil dan metode evolusi minimum yang sangat cepat. Bila matriks jarak adalah sebuah deksripsi pasti dari pohon sesungguhnya, maka NJ terjamin untuk menyusun ulang pohon yang benar. Algoritma pengelompok UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Means) juga sangat cepat yang berdasarkan pada anggapan yang lemah bahwa tingkat evolusi adalah sama pada semua jalur

Page 7: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

60

keturunan. UPGMA merupakan metode tertua dan pertama kali digunakan dalam rekonstruksi pohon filogeni. Konsepnya adalah indeks p-distance terkecil antar pasangan organisme akan digunakan untuk menggabungkan kedua organisme tersebut dalam 1 kelompok filogenetik (disebut juga “clade”), biasanya hanya dipakai sebatas sebagai alat instruksional saja.

KELEMAHAN PENGGUNAAN KARAKTER MORFOLOGI

Terdapat beberapa kelemahan analisa filogeni berdasarkan karakter morfologi (Geiger & Thacker, 2005; Lee & Boulding, 2009), antara lain berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Karakter-karakter berkaitan: masing-masing karakter yang dipakai dalam analisis secara optimal harus independen, yang hanya dapat ditelusuri secara genetik. Karakter-karakter yang terkait kuat secara fungsional lebih dianggap sebagai karakter tunggal. Ada tes statistik yang dapat membantu mengkontrol korelasi karakter yang tidak dikenali, seperti block bootstrap dan jackknife.

2. Konvergensi struktural sejati: struktur-struktur yang telah mengalami evolusi konvergen dapat secara artifisial berujung pada topologi pohon yang salah. Memasukkan lebih banyak karakter dalam analisis juga membantu mengatasi efek konvergen ini.

3. Pembalikan karakter: karakter yang kembali ke keadaan leluhur

memberikan tantangan yang sama dengan konvergensi, hal ini juga hanya bias dibuktikan dengan karakter molekuler. Karena DNA dan RNA hanya memiliki empat keadaan karakter berbeda yang secara khusus mengalami pembalikan evolusi.

4. Karakter yang hilang: pewarisan yang telah mengalami karakter yang hilang (seperti paus dan kakinya) dapat juga memberi masalah kladistik, terutama berdasar karakter morfologi. Seringkali, bila sebuah analisis kladistik menunjukkan dengan kuat bahwa sebuah karakter tertentu telah hilang dalam evolusi, yang terbaik untuk mendapatkan karakter ini dalam analisis genetik resolusi tinggi dalam garis keturunan itu.

5. Karakter yang terlewatkan: fosil yang tidak lengkap adalah bermasalah, karena dapat tidak menunjukkan karakter-karakter penting sehingga diperlukan fosil yang lebih baik untuk memperoleh jawabannya.

6. Jumlah pohon filogenetik yang tidak terlacak: untuk alasan perhitungan, ini adalah tantangan dalam merekonstruksi pohon filogeni yang paling penting untuk diatasi, terutama jika hanya mengandalkan karakter morfologi. Tujuan sebuah rekonstruksi filogeni adalah untuk menentukan pohon terbaik yang didukung oleh data karakter hasil karakterisasi. Untuk sebuah analisis dari hanya lima spesies, ada 15 pohon yang mungkin. Untuk analisis dengan 50 spesies,

Page 8: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

61

ada lebih dari 1074 pohon yang mungkin untuk dilacak yang secara komputasional mustahil. Masalah ini tidak seburuk yang dibayangkan, ada cara untuk mempermudah yaitu dengan cara memperkecil jumlah pohon yang masuk akal, misalnya memakai algoritma cabang dan batas. Beberapa metode telah dikembangkan untuk bekerja dalam masalah ini secara sukses, dan pada akhirnya komputer yang lebih kuat adalah lebih baik.

CONTOH STUDI FILOGENI PADA LIMA SPESIES CONIDAE

Contoh analisis kladistik berdasar karakter morfologi dilakukan terhadap lima spesies keong Famili Conidae (sebagai ingroup) (Gambar 2). Spesies yang dipilih untuk analisis adalah yang terdapat informasi morfologi yang cukup untuk mengkompilasi data base yang komprehensif. Terdapat

beberapa famili yang dapat digunakan sebagai outgroup untuk analisa filogeni Conidae, di antaranya adalah Turridae dan Terebridae. Turridae dan Terebridae dianggap paling dekat dengan Conidae secara morfologi. Seperti Conidae, kedua famili tersebut memiliki sejumlah besar kesamaan karakteristik, distribusi, perilaku dan preferensi habitat.

Karakterisasi berasal dari hasil pengamatan morfologi di laboratorium dan hasil penelusuran tulisan sistematis Conidae yang diterbitkan oleh penulis lain. Analisis dan perbandingan spesies diperumit oleh berbagai karakter kompleks dan kehadiran simultan karakter biner dalam genus tertentu. sehingga perlu membatasi karakter untuk taksa, kladogram dihasilkan dan digunakan secara interaktif sebagai dasar untuk analisis filogenetik. Karakter yang digunakan untuk analisis adalah karakter homologi, yaitu organ-organ tubuh yang mempunyai fungsi berbeda, tetapi mempunyai bentuk dasar yang sama.

Gambar 2. Lima spesies Famili Conidae yang dianalisa kladistik dalam studi filogeni menggunakan PAUP: A) Conus geographus; B) Conus leopardus; C) Conus striatus; D) Conus canonicus; E) Conus imperialis (Foto: U. Y. Arbi).

Page 9: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

62

Pembahasan Karakter

Karakter berasal hanya dari morfologi cangkang, mengabaikan anatomi eksternal, organ rongga mantel, radula, saluran pencernaan, sistem saraf, saluran reproduksi, anakan, ontogeni atau perkembangan, catatan fosil, habitat dan perilaku makan. Sebanyak 17 karakter dapat digunakan untuk analisis, tetapi hanya delapan karakter yang digunakan. Karakter apomorfi yang muncul di cabang-cabang terminal dikeluarkan dari matriks data.

Karakter-karakter tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam kategori, masing-masing diikuti oleh sejumlah karakter, antara lain:

Cangkang (1-2)1. Bentuk: 0 = tidak konoideum; 1 = konoideum2. Struktur: 0 = tebal; 1 = tipis

Sebagian besar Conidae memiliki bentuk konoideum, atau menyerupai kerucut. Bentuk konoideum dari cangkang adalah karakter autapomorfi (karakter yang dimiliki oleh semua takson), bentuk bukan konoideum sebagai karakter sinapomorfi (karakter yang dimiliki oleh dua atau lebih takson keturunan). Kebanyakan Conidae dalam analisa ini memiliki struktur cangkang tebal, hanya Conus geographus yang memiliki struktur cangkang tipis.

Spire (3-6)

3. Ukuran: 0 = panjang; 1 = rendah4. Kondisi: 0 = tidak datar; 1 = cukup datar5. Bentuk whorl: 0 = cembung; 1 = cekung6. Suture: 0 = halus; 1 = nodulose

Hampir semua Conidae dalam penelitian ini memiliki spire lebih rendah rendah dari body whorl. Karakter umum Conidae memiliki spire cukup datar dan bentuk spire whorl cekung. Suture halus sebagai karakter sinapomorfi dan suture nodulose sebagai karakter apomorfi (karakter spesifik yang hanya dimiliki oleh keturunan).

Body whorl (7-12)7. Ukuran: 0 = rendah; 1 = panjang8. Ujung: 0 = cembung; 1 = datar9. Sculpture atau ornamen luar cangkang: 0 = tidak ada; 1 = hadir10. Bahu: 0 = halus; 1 = tajam11. Nodulose bahu: 0 = tidak ada; 1 = hadir12. Akhir dari whorl: 0 = luas; 1 = sempit

Body whorl panjang umum ditemukan pada Conidae, karakter ini benar-benar kurang terlihat dalam outgroup. Sejumlah Conidae memiliki tepi body whorl cembung, dan lainnya datar. Umumnya, sculpture hadir menjadi rusuk-rusuk spiral di sekitar whorl, dan kadang-kadang hanya sebagian kecil. Spesies lain tidak memiliki sculpture. Bahu halus merupakan sinapomorfi dan bahu tajam seperti apomorfi. Bahu yang tajam dapat

Page 10: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

63

dipisahkan menjadi dua bentuk, nodulose dan tidak nodulose. C. geographus adalah salah satu dari lima spesies yang memiliki akhir whorl yang luas, spesies yang lain sempit.

Aperture (13-15)13. Bentuk: 0 = bulat telur; 1 = sempit14. Bibir luar: 0 = kurva; 1 = lurus15. Bibir dalam: 0 = kurva; 2 = lurus

Aperture bulat telur dan sempit biasanya berkorelasi dengan karakter sinapomorfi dan apomorfi. Jika bentuk aperture oval, bibir luar dan dalam biasanya berbentuk kurva. Dan sebaliknya jika bentuk aperture sempit, bibir luar dan dalam biasanya sempit.

Pola warna (16-17)

16. Eksterior: 0 = regular; 1 = tidak teratur17. Interior: 0 = satu warna; 1 = multi warna

Pola warna, terutama di eksterior cangkang adalah karakter tertentu dalam gastropoda.

Setelah dilakukan pengecekan menggunakan program PAUP* (Phylogenetic Analysis Using Parsimony), hanya delapan karakter yang dapat digunakan (Tabel 1), sedangkan karakter lain tidak dapat digunakan dalam analisis. PAUP* adalah salah satu program filogenetik komputasi untuk menyimpulkan pohon evolusi (filogeni). Karakter nomor 2, 6, 7, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17 adalah beberapa karakter yang tidak informatif.

Tabel 1. Karakterisari dan pengkodean karakter species Conidae dan outgroup untuk analisa.

No TaksaKarakter

1 2 3 4 5 6 7 81 Lophiotoma acuta 0 0 0 0 0 0 0 02 Terebra maculata 0 0 0 0 0 0 0 13 Conus canonicus 1 1 0 0 0 0 1 04 Conus striatus 1 1 1 1 0 1 1 05 Conus geographus 1 1 1 1 0 1 0 06 Conus leopardus 1 1 1 1 1 1 1 17 Conus imperialis 1 1 1 1 1 1 1 1

Ket.: 1 = bentuk cangkang; 2 = ukuran spire; 3 = kondisi spire; 4 = bentuk spire whorl; 5 = bentuk tepi body whorl; 6 = bahu body whorl; 7 = bentuk aperture; 8 = pola warna.

Page 11: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

64

Analisa filogeni ini dilakukan berdasar kriteria optimalitas parsimoni maksimum (memilih panjang pohon minimal). Analisis tersebut dieksekusi dengan mode pencarian heuristic. Dalam modus heuristik pilihan berikut dipertahankan: menjaga pohon terbaik saja; jumlah pohon (s) diperoleh secara bertahap; ketika beberapa pohon mulai ada, pilihan difokuskan pada pohon terbaik saja; cabang akan runtuh (menciptakan polytomi) jika panjang cabang maksimum adalah nol; kendala topologi tidak ditegakkan; menyimpan beberapa pohon; saat menyimpan N pohon terbaik, difokuskan pada pohon terbaik saja; karakter multistate diartikan sebagai polimorfisme, tetapi tidak ada karakter multistate dalam contoh ini. Dalam analisis, semua karakter dijalankan unordered, dimana semua karakter memiliki nilai yang sama, dan semua karakter adalah parsimoni-informatif.

Pembobotan karakter diterapkan karena dianggap bahwa tidak semua karakter bersifat informatif dan memiliki nilai yang dapat diprediksi. Dengan demikian, bobot berturut-turut berdasarkan Rescaled Consistency Index (RC), dengan basis berat 1, yang dieksekusi di PAUP. Nilai RC merupakan Consistency Index (CI) yang dikalikan dengan Retention Index (RI). CI umumnya digunakan untuk memperkirakan tingkat homoplasi dan sama dengan kemungkinan panjang minimum pohon / panjang pohon yang sebenarnya. Namun, RI adalah yang lebih baik memperkirakan homoplasi, karena CI tidak menghapus autopomorfi (yang

memiliki CI otomatis 1.0) dan sangat berkorelasi dengan jumlah taksa dalam satu set data.

Rooting pohon dilakukan dengan menggunakan beberapa outgroup taksa yang dianggap sister group dengan asumsi ingroup dan outgroup monofili. Kualitas data dalam studi filogeni menggunakan parsimoni dinilai dengan bootstrap 100 ulangan pada pencarian heuristik sederhana. Pemeriksaan kualitas data juga dilakukan dengan evaluasi dari jumlah pohon yang paling parsmoni. Untuk membedakan sinyal filogeni dari kekacauan acak, kecondongan distribusi panjang pohon (G1), yang dihasilkan dari 144 pohon secara acak dihasilkan dari data tersebut dicek. Dengan cara ini, struktur hirarkis dapat diukur untuk menguji apakah kelompok spesies yang dianalisa tersebut secara signifikan berbeda dari variasi acak antara taksa. Di antara pohon-pohon paling parsimoni, pohon terbaik diekstraksi dengan 50% majority-rule consensus atau aturan strict consensus. Nilai bootstrap ditunjukkan di atas masing-masing cabang. Semua cabang dengan kurang dari 50 % dukungan bootstrap dimungkinkan untuk runtuh, mengakibatkan politomi.

Semua cangkang dari Conidae (C. canonicus, C. striatus, C.geographus, C. leopardus, dan C. imperialis), Turridae (Lophiotoma acuta) dan Terebridae (Terebra maculata) didapatkan dari koleksi Museum Zoologi Bogor. Spesimen dikumpulkan di masa lalu, sebelum 1950, dari berbagai tempat dan wilayah di perairan Indonesia. Setiap spesies yang

Page 12: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

65

dianalisa terdiri dari beberapa spesimen untuk melihat konsistensi karakter, identifikasi, diagnosis dan karakterisasi menggunakan spesimen terbaik dari setiap spesies. Identifikasi material berdasarkan beberapa literatur penunjang identifikasi sampai ke tingkat jenis. Tidak tersedia spesimen type dari semua spesies yang dianalisa untuk mengkonfirmasi nama spesies.

Pembahasan KladogramKladogram ditunjukkan pada

Gambar 3 adalah hasil dari proses rekonstruksi berulang-ulang dan merupakan representasi dari pohon yang paling parsimony dari 144 percobaan. Hasil ini merupakan interpretasi terbaik dari filogeni Conidae berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1. Banyak kladogram lainnya, menggunakan kedua outgroup, mendapatkan hasil yang substansial. Kladogram menunjukkan tidak banyak karakter homoplasi. Tidak ada yang menunjukkan proses pembalikan karakter.

Gambar 3. Kladogram menggambarkan filogeni Conus (panjang = 10; CI = 0.800).

Clade 8

Spesies yang berada pada batang (clade) ini (Conus leopardus dan Conus imperialis) memiliki bentuk tepian body whorl datar [5:1]. Pada kedua spesies tersebut, pola warna cangkang eksterinal membentuk pola yang teratur [8:0].

Clade 9

Sebagian besar spesies yang berada pada batang ini memiliki bentuk tepian body whorl datar [5:1]. Bentuk aperture biasanya sempit [7:1]. Dan pola warna yang terbentuk pada bagian eksternal cangkang membentuk pola yang teratur

Page 13: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

66

[8:0]

Clade 10

Semua spesies yang berada pada batang ini memiliki spire dengan kondisi yang relatif datar [3:1]. Bentuk spire whorl pada setiap spesies adalah cekung [4:1]. Body whorl biasanya memiliki bentuk tajam dan membentuk bahu [6:1].

Clade 11

Pada batang ini, sebagian besar spesies memiliki cangkang berbentuk kerucut [1:1]. Ukuran spire cukup rendah dibandingkan dengan body whorl [2:1], dan bentuk aperture sempit [7:1]. Beberapa spesies pada batang ini memiliki pola warna yang teratur [8:0].

Tabel 2. Daftar perubahan karakter

Karakter CI Tahapan Perubahan

1 1.000 1 node_11 0 ==> 1 node_10 2 1.000 1 node_11 0 ==> 1 node_10 3 1.000 1 node_10 0 ==> 1 node_9 4 1.000 1 node_10 0 ==> 1 node_9 5 1.000 1 node_9 0 ==> 1 node_8 6 1.000 1 node_10 0 ==> 1 node_9 7 0.500 1 node_11 0 ==> 1 node_10 1 node_9 1 ==> 0 Conus geographus 8 0.500 1 node_11 0 ==> 1 Terebra maculata 1 node_9 0 ==> 1 node_8

Tabel 2. Daftar perubahan karakter Cabang Karakter Tahapan CI Change node_11 --> Terebra maculata 8 1 0.500 0 ==> 1 node_11 --> node_10 1 1 1.000 0 ==> 1 2 1 1.000 0 ==> 1 7 1 0.500 0 ==> 1 node_10 --> node_9 3 1 1.000 0 ==> 1 4 1 1.000 0 ==> 1 6 1 1.000 0 ==> 1 node_9 --> Conus geographus 7 1 0.500 1 ==> 0 node_9 --> node_8 5 1 1.000 0 ==> 1 8 1 0.500 0 ==> 1

Page 14: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

67

Tabel 4. Diagnosa Karakter

Karakter Range Tahap Min Tahap Pohon Tahap Maks CI RI RC HI fit

1 1 1 1 2 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 2 1 1 1 2 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 3 1 1 1 3 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 4 1 1 1 3 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 5 1 1 1 2 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 6 1 1 1 3 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 7 1 1 2 3 0.500 0.500 0.250 0.500 0.750 8 1 1 2 3 0.500 0.500 0.250 0.500 0.750

Dari hasil analisa, diketahui bahwa terdapat delapan karakter untuk studi filogeni dari lima spesies dari genus Conus (Conidae: gastropoda) dengan dua spesies dari Famili Turridae dan Terebridae yang digunakan untuk outgroup dalam studi tersebut. Analisis kladistik untuk studi filogeni menggunakan program PAUP menunjukkan pola kladogram yang sesuai dengan hasil analisis dari penelitian sebelumnya (Pulliandre et al., 2014).

PENUTUP

Studi filogeni berdasarkan karakter morfologi memiliki kelemahan mendasar yang pada akhirnya memerlukan karakter molekuler untuk menutupi kelemahan tersebut (Bernardi et al., 2004). Pada waktu membuat matrik karakter dan pengkodean karakter, beberapa karakter yang justru merupakan karakter kunci mungkin tidak memungkinkan untuk diobservasi, tidak lengkap, cacat, bahkan hilang.

Spesimen dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna biasanya menyebabkan sebagian karakter morfologinya tidak dapat tercatat. Antisipasi untuk masalah seperti ini memang dimungkinkan dalam pengkodean karakter, yaitu diberi tanda tanya ‘?’, dan program analisis seperti PAUP sudah dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Apabila data yang hilang jumlahnya sedikit, keberadaan tanda tanya ‘?’ tersebut memang tidak mengurangi makna dari pohon filogeni yang terbentuk. Namun apabila ternyata banyak data yang hilang dengan ditandai dengan banyaknya tanda tanya ‘?’, maka kemungkinan akan merubah makna dari pohon filogeni yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Archie, J.W. 1989. A Randomization Test for Phylogenetic Information in Systematic Data. Systematic Zoology 38: 219-252.

Barraclough, T.G. and S. Nee. 2001. Phylogenetics and Speciation.

Page 15: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

68

Trends Ecol. Evol. 16: 391-399.

Barber, P.H., M.K. Moosa and S.R. Palumbi. 2002. Rapid Recovery of Genetic Diversity of Stomatopod Populations on Krakatau: Temporal and Spatial Scales of Marine Larval Dispersal. Proceedings of The Royal Society of London B 269: 1591-1597.

Bernardi, G., G. Bucciarelli, D. Costagliola, D.R. Robertson and J.B. Heiser. 2004. Evolution of Coral Reef Fish Thalassoma spp. (Labridae). 1. Molecular phylogeny and Biogeography. Mar. Biol. 144: 369-375.

Bird, C.E., B.S. Holland, B.W. Bowen and R.J. Toonen. 2007. Contrasting Phylogeography in Three Endemic Hawaiian Limpets (Cellana spp.) with Similar Life History. Molecular Ecology 16: 3173-3186.

Briggs, J.C. 2003. Marine Centres of Origin as Evolutionary Engines. J. Biogeog. 30: 1-18.

Connolly, S.R., D.R. Bellwood and T.P. Hughes. 2003. Indo-Pacific Biodiversity of Coral Reefs: Deviations from a Mid-domain Model. Ecology 84: 2178-2190.

Crandall, E.D., M.A. Frey, R.K. Grosberg and P.H. Barber. 2008. Contrasting Demographic History and Phylogeographical Patterns in Two Indo-Pacific Gastropods. Molecular Ecology 17: 611-626.

Eck, R.V. and M.O. Dayhoff. 1966. Atlas of Protein Sequence and Structure. National Biomedical Research Foundation, Silver Springs, Maryland.

Faith, D. P., and P. S. Cranston, 1991. Could a Cladogram this Short Have Arisen by Chance Alone?: on Permutation Tests for Cladistic Structure. Cladistics 7: 1-28

Fitch, W.M. 1971. Toward Defining the Course of Evolution: Minimum Change for a Specific Tree Tophology. Systematic Zoology 20 (4): 406-416.

Foighil, D.Ó., J. Li, T. Lee, P. Johnson, R. Evans and J.B. Burch. 2011. Conservation Genetics of a Critically Endangered Limpet Genus and Rediscovery of an Extinct Species. PlosOne 6(5): 1-9.

Geiger, D.L. and C.E. Thacker. 2005. Molecular Phylogeny of Vestigastropoda Reveals Non-monophyletic Scissurellidae, Trochoidea, and Fissurelloidea. Molluscan Research 25(1): 47-55.

Goldstein, S.J., D.R. Schiel and N.J. Gemmell. 2007. Comparative Phylogeography of Coastal Limpets Across a Marine Disjunction in New Zealand. Molecular Ecology 15: 3259-3268.

Goldstein, S.J., N.J. Gemmell and D.R. Schiel. 2009. Colonisation and Connectivity by Intertidal Limpets Among New Zealand, Chatham

Page 16: ANALIS KLADISTIK BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI ...56 hirarkis), teori evolusi akan terpatahkan (Connolly et al., 2003).Faktanya, adalah mungkin memiliki pola resiprokal dari hirarki

69

and Sub-Antartic Islands. I. Genetics connections. Marine Ecology Progress Series 388: 111-119.

Hillis, D.M. 1991. Discriminating Between Phylogenetic Signal and Random Noise in DNA Sequences. In Phylogenetic analysis of DNA sequences: 278-294.

Hillis, D.M., and J.P. Huelsenbeck, 1992. Signal, Noise, and Reliability in Molecular Phylogenetic Analyses. Journal of Heredity 83: 189-195.

Huelsenbeck, J.P. 1994. Comparing the stratigraphic record to estimates of phylogeny. Paleobiology 20: 470-483.

Kirkendale, L.A. and C.P. Meyer. 2004. Phylogeography of the Patelloida profunda group (Gastropoda: Lottidae): Diversification in a dispersal-driven marine system. Molecular Ecology 13: 2749-2762.

Klassen, G.J., R.D. Mooi, and A. Locke, 1991. Consistency indices and random data. Syst. Zool. 40: 446-457.

Lee, H.J. and E.G. Boulding. 2009. Spatial and Temporal Population Genetic Structure of Four Northeastern Pacific Littorinid Gastropods: The Effect of Mode of Larval Development on Variation at One Mitochondrial and Two Nuclear DNA Markers. Molecular Ecology 18: 2165-2184.

Meyer, C.P. 2003. Molecular systematic of cowries (Gastropoda: Cypraeidae) and diversification patterns in the tropics. Biological Journal of the Linnaean Sociesty 79: 401- 459.

Nakano, T. and T. Ozawa. 2006. Worldwide Phylogeography of Limpets of the Order Patellogastropoda: Molecular, Morphological and Palaeontological Evidence. Journal of Molluscan Studies 73: 79-99.

Pulliandre, N., P. Bouchet, T.F. Duda, S. Kauferstein, A.J. Kohn, B.M. Olivera, M. Watkins and C. Meyer. 2014. Molecular Phylogeny and Evolution of the Cone Snails (Gastropoda, Conoidea). Mol. Phylogenet. Evol. 78: 290-303.

Teske, P.R., N.P. Barker and C.D. McQuaid. 2007. Lack of Genetic Differentiation among four Sympatric Southeast African Intertidal Limpets (Siphonariidae): Phenotypic Plasticity in a Single Species?. Journal of Molluscan Studies: 1-6.

Williams, S.T. and D.G. Reid. 2004. Speciation and Diversity on Tropical Rocky Shores: A Global Phylogeny of Snails of the Genus Echinolittorina. Evolution 58: 2227-2251.

Ubaidillah, R. and H. Sutrisno. 2009. Pengantar Biosistematik: Teori dan Praktek. LIPI Press, Bogor.