upaya meningkatkan dialog antar umat beriman … · 2018. 3. 27. · berkompeten soal agama seperti...
Post on 24-Nov-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM
MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK
PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT
MELALUI KATEKESE
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Henrika Jamlean
NIM: 051124041
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tuaku yang mengajari aku akan makna
hidup, sumber inspirasiku: Selestinus Jamlean dan Lambertina Fangohoy,
Nenek: Walburga Fangohoy,
Adik-adik: Welhelmus Jamlean & Viktorianus Jamlean,
umat di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang.
v
MOTTO
Kerjakanlah hal-hal kecil dengan cinta yang besar (Ibu Teresa).
Tanda kemurahan hati Illahi adalah damai dalam wajah kita,
dalam mata kita; damai dalam kegembiraan kita,
dalam sapaan hangat kita (Ibu Teresa).
Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman
Buah iman adalah kasih. Buah kasih adalah pelayanan,
Buah pelayanan adalah kedamaian (Ibu Teresa).
vi
vii
viii
ABSTRAK
Judul skripsi UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT MELALUI KATEKESE dipilih berdasarkan pada keprihatinan penulis akan situasi masyarakat saat ini di mana sangat rentan terjadi konflik karena adanya pluralitas, terutama pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Kenyataan menunjukkan bahwa keanekaragaman suku, agama, dan budaya di Cikampek sering menimbulkan ketegangan dan silang pendapat. Adanya pemahaman umat yang keliru tentang hakikat dialog antar umat beriman membuat mereka tidak ingin bergaul dengan orang lain yang berbeda suku, agama, dan budayanya. Umat masih memahami dialog antar umat beriman sebagai debat teologis sehingga menurut mereka yang berhak untuk ikut ambil bagian dalam dialog adalah orang-orang yang berkompeten soal agama seperti para pemuka agama. Bertitik tolak pada kenyataan ini, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang dalam dialog antar umat beriman melalui katekese.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek dan katekese macam apa yang dapat membantu umat dalam memahami dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam dialog antar umat beriman. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu wawancara terhadap umat di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang telah dilakukan. Di samping itu, studi pustaka juga diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran untuk direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan bagi umat.
Hasil akhir menunjukkan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan oleh umat stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan mereka dalam dialog antar umat beriman adalah dengan katekese model Shared Christian Praxis. Dialog antar umat beriman yang dimaksud adalah suatu gerakan atau aksi bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup bersama. Katekese model Shared Christian Praxis merupakan suatu model katekese yang bersifat dialogis partisipatif yang berdasar pada pengalaman hidup umat sebagai peserta sehingga melibatkan umat secara aktif dalam proses katekese. Oleh karena itu, umat perlu mengikuti katekese dengan model ini. Untuk keperluan itu penulis menawarkan suatu program katekese model Shared Christian Praxis, sekaligus dengan penjabarannya.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is EFFORTS TO INCREASE THE INTERFAITH DIALOGUE IN PLURAL SOCIETY IN THE ST. MARY STATION OF CIKAMPEK IN THE CHRIST THE KING PARISH OF KARAWANG IN WEST JAVA THROUGH CATECHESIS. It is chosen based on the author’s concern on the recent situation, which is vulnerable for conflict caused by plurality especially the understanding and the involvement of people of St. Mary Station of Cikampek in interfaith dialogue among the faithful. The fact indicates that the diversity of tribes, religion, and culture in Cikampek often creates tension and discord. The existence of a false understanding of people about the nature of dialogue between the faithful makes them not want to associate with others of different ethnicity, religion, and culture. The people still understand the dialogue between the faithful as a theological debate, so they who are entitled to take part in the dialogue are people who are competent about religion such as religious leaders. Starting from this fact, the thesis is intended to help people of St. Mary station of Cikampek of Christ the King Parish of Karawang increasing their understanding and involvement in interfaith dialogue through the catechesis.
The key issue of this thesis is to know the understanding and the involvement of people in the interfaith dialogue in the St. Mary Station of Cikampek and what kind of catechesis can assist people in understanding and increasing their involvement in the interfaith dialogue. To study this problem requires accurate data. Therefore, interviews with people in the St. Maria Station of Cikampek of Christ the King Parish of Karawang should be done. In addition, the literature study is also required to obtain ideas for reflection as a contribution for the people.
The final result shows that a way that can be done by people of St. Mary Station of Cikampek of Christ the King Parish of Karawang to enhance their understanding and involvement in interfaith dialogue is by doing some catechetical program with Shared Christian Praxis model. The dialogue among believers is a movement or communal action to realize the values of the Kingdom of God in the daily life. Shared Christian Praxis is a dialogical participatory model of catechesis based on life experience of people as participants so that people actively engage in the process of the catechesis. Therefore, people need to follow this model catechesis. For this purpose, the author offers a catechetical programs of Shared Christian Praxis model.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas
rahmat cinta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN
DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA
CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT
MELALUI KATEKESE.
Skripsi ini diilhami oleh hasil refleksi penulis saat pelaksanaan Karya
Bakti Paroki di stasi St. Maria Cikampek, terutama atas pemahaman dan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman.
Pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman dari
refleksi penulis menunjukkan masih hanya sebatas dialog pengetahuan atau
seminar tentang agama saja. Dalam kehidupan bersama baik dalam masyarakat
maupun dalam hidup dengan umat yang seiman, kadang pluralitas menjadi sumber
ketegangan dan silang pendapat. Adanya pandangan yang keliru ini menyebabkan
mereka memandang bahwa yang dapat terlibat di dalam dialog antar umat beriman
hanyalah para pemuka agama karena mereka dipandang lebih tahu tentang ajaran-
ajaran agama. Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria
Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xi
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan
setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen pembimbing utama yang
telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis
dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan
sehingga penulis diteguhkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji II yang telah memberikan motivasi pada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum. selaku dosen penguji III yang
telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan, serta mendampingi
penulis dalam mempertanggung-jawabkan skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan
membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh
karyawan yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini.
6. Pastor Agustinus Made, OSC selaku Pastor Paroki Kristus Raja Karawang
yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di stasi St.
Maria Cikampek.
xii
7. Bapak Teddy Haryono selaku ketua stasi, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengadakan penelitian di stasi St. Maria Cikampek.
8. Bapak Hariyadi sekeluarga yang telah bersedia memberikan seluruh waktu dan
perhatiannya bagi penulis selama penelitian. Terima kasih atas kerjasama,
dukungan, saran dan cintanya yang begitu luar biasa bagi penulis selama
melaksanakan penelitian di stasi St. Maria Cikampek.
9. Para ketua lingkungan di stasi St. Maria Cikampek yang telah menerima
penulis di lingkungan dan mendukung pelaksanaan penelitian. Terima kasih
atas kerjasama dan bantuannya selama ini.
10. Bapak Yohanes sekeluarga, keluarga Bapak F.X. Songo Triyanto, dan
keluarga Bapak Mulyadi yang telah memberikan semangat dan dukungan,
masukan dan informasi kepada penulis demi kelengkapan skripsi ini. Terima
kasih atas cinta yang begitu luar biasa yang meneguhkan penulis dalam
penulisan skripsi ini.
11. Veronica Dwi Lestari dan Mas Agus Murjoko yang telah mengorbankan
waktu dan tenaga membantu penulis dalam pengumpulan data skripsi ini.
12. Umat di stasi Cikampek yang telah menerima penulis dengan penuh cinta.
Terima kasih atas segalanya, kebersamaan dengan umat di stasi ini sungguh
sangat memperkembangkan saya.
13. Bapak, mama, nenek, adik-adik, dan semua keluarga yang memberikan
semangat dan dukungan moral, material, dan spiritual selama penulis
menempuh studi di Yogyakarta.
xiii
14. Lisnawati br Pinem, Sr. Katarina Da Duka, FSE, Sr. Natalia Situmorang,
KYM, Lie Ce Hong, Maria Anastasia Rao, Odete Soares Maia, Magdalena
Mada Hede, Fr. Donatus Naikofi, CMM, Agustina Eri Susanti, Christina Desi
Priandari, Almatia Nuri Kristanti, Cyriaka Putik Nandra, dan Kristina yang
telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis selama belajar hingga
penyelesaian skripsi ini.
15. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2005/2006 yang turut
berperan dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis untuk
menjadi seorang pewarta di tengah zaman yang penuh tantangan ini.
16. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga budi
baik yang telah diberikan kepada penulis membawa berkah dan rahmat.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
menghargai dan memberi apresiasi bagi siapapun yang memberi masukan demi
perbaikan skripsi ini dan pengembangan diri penulis selanjutnya. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan.
Yogyakarta, 11 September 2009
Penulis
Henrika Jamlean
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................ vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xviii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Permasalahan ..................................................................... 7
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 7
D. Manfaat Penulisan ............................................................................. 8
E. Metode Penulisan ............................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 8
BAB II. DIALOG UMAT BERIMAN DALAM GEREJA KATOLIK ......... 10
A. Hakikat Dialog dalam Tugas Perutusan Gereja ................................ 10
1. Dialog sebagai Wujud Kesaksian dan Tugas Perutusan Gereja ........................................................................................... 11
2. Dialog sebagai Misi Penginjilan Gereja ....................................... 11
3. Dialog sebagai Usaha Mewujudkan kerajaan Allah ..................... 12
B. Pengertian Dialog Antar Umat Beriman ........................................... 12
C. Tujuan Dialog Antar Umat Beriman ................................................. 16
D. Subyek Dialog Antar Umat Beriman ................................................ 18
E. Hambatan-hambatan dalam Dialog Antar Umat Beriman ................. 20
xv
F. Syarat-syarat Dialog Antar Umat Beriman ........................................ 22
1. Adanya Rasa Cinta ........................................................................ 22
2. Kerendahan Hati ............................................................................ 23
3. Kepercayaan .................................................................................. 24
4. Harapan .......................................................................................... 25
5. Melibatkan Pemikiran Kritis ......................................................... 25
G. Elemen-elemen yang Harus Ada dalam Dialog Antar Umat Beriman ......................................................................... 26
1. Perbedaan ...................................................................................... 26
2. Keyakinan ..................................................................................... 27
3. Kesaksian pada Partner Dialog tentang Keyakinan dan Pengalaman Religius Kita ............................................................ 28
4. Keterbukaan Hati untuk Mendengarkan dan Belajar dari Pengalaman dan Keyakinan Partner Dialog ................................. 29
H. Bentuk-bentuk Dialog ....................................................................... 30
1. Dialog Kehidupan .......................................................................... 30
2. Dialog Karya .................................................................................. 31
3. Dialog Pandangan Teologis ........................................................... 32
4. Dialog Pengalaman Keagamaan/Spiritual ..................................... 32
I. Perkembangan Dialog Antar Umat Beriman dalam Gereja Katolik Sampai Saat Ini ................................................................................. 33
BAB III. PEMAHAMAN UMAT AKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DAN PELAKSANAANNYA DI STASI ST. MARIA
CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG ................ 38
A. Gambaran Stasi St. Maria Cikampek ................................................ 38
1. Latar Belakang Berdirinya Stasi St. Maria Cikampek .................. 38
2. Jumlah dan Perkembangan Umat Stasi St. Maria Cikampek ........ 40
a. Lingkungan A. Yani ................................................................... 41
b. Lingkungan Pegadungan ............................................................ 42
c. Lingkungan Pondok Melati ........................................................ 42
d. Lingkungan Permata Regency .................................................... 43
e. Lingkungan Eka Mas .................................................................. 43
f. Lingkungan Rawa Mas ................................................................ 43
xvi
B. Penelitian tentang Pemahaman dan Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman ................. 44
1. Latar Belakang ............................................................................... 44
2. Rumusan Permasalahan ................................................................. 47
3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 47
4. Metodologi Penelitian .................................................................... 47
a. Jenis Penelitian ......................................................................... 48
b. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 49
c. Responden Penelitian ............................................................... 49
d. Variabel yang Diteliti ............................................................... 50
e. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 50
f. Teknik Analisis Data ................................................................ 52
5. Laporan dan Pembahasan Hasil ..................................................... 53
a. Responden ................................................................................. 53
b. Pemahaman Umat akan Dialog Antar Umat Beriman dalam Masyarakat Plural ..................................................................... 55
c. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman ..................................................... 60
d. Katekese sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman .................................................................................... 66
6. Kesimpulan Hasil Penelitian ......................................................... 71
7. Hal-hal yang Mendukung dan Menghambat Penelitian ................ 73
BAB IV. KATEKESE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN ............................................................. 75
A. Katekese dan Evangelisasi ................................................................ 76
B. Hakikat dan Tujuan Katekese yang Dialogis .................................... 77
1. Hakikat Katekese yang Dialogis .................................................... 77
2. Tujuan Katekese ............................................................................ 81
C. Katekese Umat sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Umat Beriman dalam Masyarakat Plural .......................................... 84
1. Perkembangan Katekese Umat ...................................................... 84
2. Keunggulan Katekese Umat .......................................................... 88
xvii
3. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese yang Dialogis .................................................................................. 89
D. Usulan Program Katekese untuk Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman ................................................................................... 92
1. Pemikiran Dasar ............................................................................ 92
2. Matriks Usulan Program Katekese ................................................ 97
3. Contoh Persiapan Program Katekese bagi Umat dengan Model Shared Christian Praxis ................................................................ 104
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 117
A. Kesimpulan ....................................................................................... 117
B. Saran .................................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 122
LAMPIRAN .................................................................................................... 126
Lampiran 1: Peta Stasi St. Maria Cikampek .......................................... (1)
Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Pelaksanaan Penelitian ............... (2)
Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Stasi ........................................................................... (4)
Lampiran 4: Pedoman Pertanyaan Wawancara ..................................... (5)
Lampiran 5: Hasil Wawancara .............................................................. (6)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Daftar Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama
Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985,
hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA: Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.
AG: Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner
Gereja, 7 Desember 1965.
CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang
katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
DCG: Directorium Catechisticum Generale, Direktorium Kateketik
Umum yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci para Klerus, 11
April 1971.
DP: Dialogue Proclamation, Dokumen Kongregasi Evangelisasi
Bangsa-Bangsa dan Sekretariat untuk Dialog Antar Umat Beriman,
19 Mei 1991.
xix
EN: Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI
tentang Karya Pewartaan dalam Zaman Modern, 8 Desember 1975.
GDC: General Directory for Catechesis, Pedoman Umum untuk
Katekese, dikeluarkan oleh Kongregasi Suci Para Klerus, 1997.
NA: Nostra Aetate, Deklarasi Konsili Vatikan II tentang Hubungan
Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen, 28 Oktober 1965.
RM: Redemptoris Missio, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang
Amanat Misioner Gereja, 7 Desember 1990.
C. Singkatan Lain
Art: Artikel
APP: Aksi Puasa Pembangunan
FABC: Federation of Asian Bishop’s Conferences
HAK: Hubungan Antaragama dan Kepercayaan
IPPAK: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
KBG: Komunitas Basis Gerejani
KBP: Karya Bakti Paroki
KK: Kepala Keluarga
KU: Katekese Umat
KWI: Konferensi Waligereja Indonesia
MAWI: Majelis Agung Waligereja
Muspar: Musyawarah Pastoral
NTT: Nusa Tenggara Timur
xx
OSC: Ordo Sanctae Crucis, Ordo Salib Suci
PKKI: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
Prodi: Program Studi
PUSKAT: Pusat Kateketik
PUSPAS: Pusat Pastoral
SARA: Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan
SAV: Studio Audio Visual
SJ: Societas Jesus, Serikat Yesus
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini, penulis membahas mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan, manfaat, metode, dan sistematika penulisan skripsi.
A. Latar Belakang
Indonesia terdiri dari beribu pulau dengan beribu budaya. Pluralitas budaya
ini rentan terhadap konflik. Hal ini telah menjadi kenyataan di beberapa tempat di
Indonesia seperti di Sampit, Ambon, Poso, dan Timika. Padahal sejak awal kita
sekolah telah diperkenalkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang berarti meskipun
berbeda tetapi tetap satu. Sejak dini telah diajari bahwa kita senantiasa hidup
bersama dengan orang-orang yang memiliki budaya dan agama yang berbeda.
Pepatah “tak kenal maka tak sayang” mengarahkan kita untuk saling mengenal, agar
rasa sayang tumbuh. Meskipun sudah diusahakan sejak dini, mengapa persoalan
pluralitas masih saja muncul?
Gereja Indonesia juga ditantang untuk menyikapi pluralitas walaupun dalam
kenyataan umat Katolik di Indonesia merupakan minoritas. Selain pluralitas agama
dalam hidup bersama umat beriman lain, umat Katolik di Indonesia seperti yang kita
ketahui datang dari berbagai macam suku, budaya, dan bahasa. Adanya perbedaan
latar belakang ini tentu saja mempengaruhi umat dalam menghayati hidup
berimannya. Contohnya cara menghayati iman Katolik umat yang berbudaya Jawa
tentu berbeda dengan orang Flores. Demikian juga penghayatan iman orang Flores
pasti berbeda dengan orang Batak. Sehubungan dengan hal ini, Gereja Indonesia
2
khususnya pada 10 tahun terakhir ini berusaha semakin menyadari tugas
perutusannya di tengah masyarakat Indonesia yang plural. Dari Sidang Agung KWI
– Umat 1995, yang diadakan dalam rangka merayakan pesta emas Kemerdekaan
Indonesia, keluar tekad ini: Gereja Katolik Indonesia ingin menjadi Gereja yang
sungguh memasyarakat dengan semboyan “100% Katolik, 100% Indonesia”.
Stasi St. Maria Cikampek sebagai bagian dari Paroki Kristus Raja Karawang
juga menghadapi permasalahan yang sama. Umat di stasi ini kebanyakan merupakan
pendatang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Flores, Jawa, Sumatera, Ambon,
dan daerah-daerah lainnya. Umat yang datang dari berbagai latar belakang suku dan
budaya tentu saja memiliki penghayatan hidup beriman yang berbeda satu sama
lainnya. Selain itu, dalam hidup bermasyarakat umat Katolik merupakan minoritas
yang hidup bersama penduduk setempat; orang Sunda yang beragama Islam. Situasi
hidup yang plural ini merupakan kekayaan tetapi sekaligus menjadi tantangan dalam
penghayatan hidup umat beriman.
Dari pengalaman hidup bersama umat di stasi St. Maria Cikampek, Paroki
Kristus Raja Karawang, Jawa Barat selama pelaksanaan Karya Bakti Paroki (KBP),
penulis mengalami dan merasakan sendiri bagaimana pluralitas tersebut berpengaruh
dalam hidup beriman di mana kadang membawa ketegangan dalam tubuh umat
sendiri. Ada perkumpulan umat berdasarkan suku yang bersifat eksklusif sehingga
kadang menimbulkan ketegangan dan silang pendapat. Selain itu, umat Katolik
mengalami permasalahan dengan hidup doa dalam kebersamaan dengan umat
beriman lain antara lain: umat belum dapat melaksanakan kegiatan doa dan latihan
koor karena dilarang oleh masyarakat setempat serta ijin pendirian Gereja yang
dipersulit sehingga sampai saat ini masih terus diperjuangkan.
3
Situasi hidup jemaat sekarang sangat dipengaruhi oleh eksistensi agama,
budaya, maupun sosial ekonomi yang plural. Untuk menyikapi adanya pluralitas
dalam hidup bersama agar tidak menyebabkan konflik maka sikap yang sangat tepat
untuk menyikapinya adalah dengan dialog. Namun, dialog seperti apakah yang
dapat kita laksanakan? Dialog yang dimaksud dalam hal ini bukan semata-mata
dalam arti komunikasi atau percakapan dalam hidup sehari-hari tetapi merupakan
dialog yang mampu mendukung dan memperkembangkan iman tiap pribadi manusia.
Suatu dialog yang menjadi cara hidup dalam membangun hidup bersama dalam
komunitas, di mana para pelaku atau subyek dari dialog harus mampu menjadi
bagian dari orang lain.
Keprihatinan Gereja Katolik akan dialog menemukan inspirasi dasarnya dari
Konsili Vatikan II. Keprihatinan akan dialog untuk tingkat Asia kemudian
dikembangkan dalam sidang 180 uskup se-Asia di Manila pada bulan November
1970. Kesadaran para uskup untuk berdialog dikembangkan dalam dokumen-
dokumen FABC. Menurut dokumen tersebut, ada tiga bidang dialog yang harus
digeluti Gereja Asia dalam tugas perutusannya yakni dialog dengan agama-agama
Asia, dialog dengan kebudayaan-kebudayaan Asia, dan dialog dengan masalah-
masalah kemiskinan orang Asia.
Dialog sendiri memiliki berbagai macam arti. Dalam Dialogue Proclamation,
art. 9 membedakan dialog dalam tiga macam arti. Pertama, dalam hidup sehari-hari
sebagai komunikasi timbal balik. Tujuan komunikasi ini dapat berupa sekedar saling
tukar informasi atau untuk meraih kesepakatan atau menjalin persatuan. Kedua lebih
berkaitan dengan tugas evangelisasi yang harus dijalankan dengan semangat dialogis.
Dalam arti ini dipandang sebagai sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, terbuka,
4
dan suka mendengarkan orang lain. Pengertian dialog yang ketiga dipahami sebagai
dialog hubungan antaragama yang positif dan konstruktif. Hubungan ini
dilangsungkan dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan umat dari agama lain,
yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya, dalam ketaatan
kepada kebenaran dan hormat kepada kebebasan. Dialog yang sebenarnya dijalankan
dalam lingkup kebenaran dan kebebasan. Dialog sejati tidak hanya memperjuangkan
kerjasama dan sikap terbuka, melainkan juga memurnikan dan mendorong untuk
menggapai kebenaran dan kehidupan, kesucian, keadilan, kasih, perdamaian, serta
aneka dimensi Kerajaan Allah.
Pada kurun waktu sesudah Konsili Vatikan II sampai tahun 1970-an,
perhatian Gereja Indonesia tercurah pada usaha-usaha membangun dialog, baik
dengan gereja Kristen maupun dengan agama-agama bukan Kristen. Tahun 1970-
1975 keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog agama-agama mulai menemukan
bentuknya yang makin konkret, terutama dalam kebijakan-kebijakan pastoral dan
aneka pertemuan teologis. Pada tahun 1970 MAWI mengeluarkan Pedoman Kerja
Umat Katolik Indonesia yang pada bab II secara khusus berbicara mengenai masalah
kerjasama antaragama.
Sampai saat ini Gereja Katolik Indonesia terus mencari jalan terbaik untuk
menjalin dialog dengan kaum beriman lain (Ligoy, 1997: 131). Usaha ini dilakukan
dengan senantiasa menghubungkan dialog dengan tugas perutusan Gereja untuk
mewartakan kabar gembira dalam kehidupan bermasyarakat. Evangelisasi
merupakan esensi panggilan dan pengutusan Gereja yang mempunyai maksud untuk
melanjutkan, memperkembangkan, dan memajukan seluruh misi Gereja di tengah
bangsa-bangsa yang kenyataan hidupnya bersifat makin plural, terus berubah, dan
5
berkembang. Maksud dari evangelisasi disini bukan berarti mengkristenkan orang
tetapi membantu umat untuk menghayati dan mewujudkan imannya secara baru.
Arah evangelisasi baru adalah untuk meningkatkan kualitas hidup jemaat. Oleh
karena itu, evangelisasi sebagai tugas perutusan Gereja perlu dilakukan dengan
semangat dialogis melalui sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, dan mau
mendengarkan orang lain yang berbeda dengan kita. Tema umum APP tahun 2009
yang berlaku secara nasional “Pemberdayaan Hubungan Antar Umat Beriman”
merupakan salah satu contoh keterlibatan Gereja Indonesia untuk membantu
meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat Katolik dalam dialog dengan umat
beriman lain.
Mewartakan kabar gembira dalam kehidupan bermasyarakat merupakan
panggilan bagi semua orang beriman kristiani, termasuk umat di stasi St. Maria
Cikampek ini. Dalam hidup bersama yang begitu plural, umat Katolik di stasi ini
dipanggil untuk dapat melaksanakan tugas pewartaannya dalam hidup bersama
tersebut. Tugas ini dapat dilaksanakan melalui dialog antar umat beriman.
Dalam pembahasan skripsi ini, penulis memilih istilah dialog antar umat
beriman bukan dialog antar umat beragama. Penulis sengaja tidak menggunakan
istilah dialog antar umat beragama karena dalam hidup sehari-hari teristimewa di
Cikampek, istilah ini sering diartikan sebagai dialog pengetahuan, seminar, atau
debat tentang permasalahan keagamaan. Hal ini tidak sesuai dengan amanat
konferensi para uskup se-Asia yang menekankan bahwa dialog perlu dikembangkan
dalam tiga matra, yakni dialog antar-agama, dialog antar-budaya, dan dialog dengan
orang miskin dan menderita. Oleh karena itu, dialog antar umat beriman lebih dari
pada sekedar debat teologis tetapi menjadi suatu cara hidup, aksi atau gerakan
6
bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Inilah bentuk dialog
yang dimaksudkan penulis dan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Katekese sebagai bagian utuh pastoral Gereja memiliki hubungan erat dengan
evangelisasi baru. Menurut Catechesi Tradendae, art. 18, katekese merupakan salah
satu momen penting dari evangelisasi. Arah utama seluruh kegiatan pastoral Gereja
adalah pembangunan jemaat. Sebagai bagian pastoral Gereja, salah satu tujuan utama
katekese adalah pengembangan hidup jemaat agar secara bersama-sama ikut
berjuang mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup manusia.
Katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk pewartaan Gereja
yang bertujuan membantu orang beriman agar makin terlibat dalam dinamika hidup
menggereja dan memasyarakat baik secara pribadi maupun kelompok (Adisusanto,
2000: 1). Katekese yang sungguh-sungguh berfungsi sebagai pewartaan dan
pendidikan iman juga akan mampu melaksanakan peranannya dalam menumbuhkan
kepekaan sosial. Dengan kata lain, katekese yang dilaksanakan perlu membina orang
beriman, terutama kaum awam agar aktif melibatkan diri dalam persoalan-persoalan
sosial, politis, ekonomi, demi perkembangan masyarakat terutama mereka yang
sangat membutuhkan bantuan.
Melihat pentingnya mewujudkan dialog antar umat beriman dalam
masyarakat yang plural seperti sekarang ini, maka katekese sebagai bagian dari tugas
pastoral Gereja hendaknya dapat membantu menciptakan dialog sejati yang tidak
hanya memperjuangkan kerjasama dan sikap terbuka, tetapi juga memurnikan dan
mendorong umat untuk menggapai kebenaran, kesucian, keadilan, kasih,
perdamaian, serta aneka dimensi Kerajaan Allah. Oleh karena itu, pelaksanaan
katekese di stasi St. Maria Cikampek hendaknya dapat membantu meningkatkan
7
pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Maka,
sehubungan dengan itu penulis mengambil judul UPAYA MENINGKATKAN
DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG
PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA
KARAWANG JAWA BARAT MELALUI KATEKESE.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan
yang diangkat dalam skripsi sebagai berikut:
1. Apa hakikat dan tujuan dialog antar umat beriman yang dilaksanakan oleh
Gereja?
2. Bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog
antar umat beriman dan sejauhmana keterlibatannya?
3. Katekese macam apa yang dapat meningkatkan dialog antar umat beriman di
tengah masyarakat yang plural?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan hakikat dan tujuan dialog antar umat beriman yang dilaksanakan
oleh Gereja
2. Untuk menggali dan mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat stasi St.
Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman
3. Memaparkan gambaran katekese yang dapat meningkatkan dialog umat
beriman dalam masyarakat plural
8
4. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Prodi
IPPAK-USD
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi penulis dan pembaca mengenai
dialog antar umat beriman dan katekese.
2. Untuk membantu umat di stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja
Karawang dalam meningkatkan pemahaman dan keterlibatan mereka dalam
dialog antar umat beriman di tengah masyarakat yang plural.
3. Memberikan inspirasi bagi para katekis dan guru agama dalam mengembangkan
program katekese yang membangun dialog sehingga umat dapat semakin
termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman.
F. Metode Penulisan
Pada bab I dan II skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif yang
analitis melalui studi pustaka. Yang dimaksudkan dengan metode analitis deskriptif
adalah suatu cara penulisan yang dilakukan dengan landasan pengalaman dan kajian
teori yang disertai dengan analisis permasalahan yang akan dibahas. Untuk bab III
penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dan studi pustaka. Bab IV dan V
menggunakan metode deskriptif analitis, reflektif, dan interpretasi melalui studi
pustaka.
9
G. Sistematika Penulisan
Tulisan ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat
Beriman Dalam Masyarakat Yang Plural Di Stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus
Raja Karawang Jawa Barat Melalui Katekese” dan dikembangkan menjadi lima bab.
Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode, dan sistematika
penulisan.
Dalam bab II penulis memaparkan mengenai pengertian, hakikat dialog
dalam tugas perutusan Gereja, pengertian dialog menurut para ahli, tujuan, syarat,
bentuk-bentuk, hambatan-hambatan dalam dialog, dan perkembangan dialog antar
umat beriman dalam Gereja Indonesia sampai saat ini.
Pada bab III, penulis melakukan penelitian tentang pemahaman dan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Bab ini
dibagi menjadi dua bagian besar yakni gambaran stasi St. Maria Cikampek dan
penelitian tentang pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam
dialog antar umat beriman.
Dalam bab IV penulis menjelaskan arti dan tujuan katekese secara umum,
menemukan model katekese yang dialogis, dan usulan program katekese sebagai
solusi dari penulis untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St.
Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Bagian ini ditutup dengan satu
contoh persiapan program katekese dengan model Shared Christian Praxis.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil studi penulis
melalui penulisan skripsi ini. Bab ini ditutup dengan saran dari penulis demi
10
peningkatan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam
dialog antar umat beriman.
BAB II
DIALOG UMAT BERIMAN DALAM GEREJA KATOLIK
Di Indonesia dewasa ini semakin disadari bahwa sesungguhnya masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas berbagai suku bangsa,
bahasa, budaya, agama, dan lain-lain. Pluralitas yang kita alami sebagai kenyataan
sering menjadi pemicu konflik dan ketegangan dalam hidup bermasyarakat dan
hidup bersama. Sebagai contoh adanya berbagai konflik di Indonesia yang
disebabkan isu SARA seperti konflik antara masyarakat Kalimantan dengan suku
Madura, kerusuhan atas nama agama yang terjadi di Ambon, pembakaran gereja-
gereja di Situbondo, dll. Oleh karena itu, untuk menjembatani berbagai perbedaan
tersebut di atas maka dialog perlu diadakan sebagai suatu cara hidup dalam
berkomunitas, dalam hidup bersama.
Untuk lebih memahami dialog antar umat beriman maka pada bab II ini
penulis membahas hakikat dialog dalam tugas perutusan Gereja, pengertian dialog,
elemen-elemen yang harus ada dalam dialog, tujuan dialog, subyek dialog, syarat-
syarat dialog, bentuk-bentuk dialog, hambatan-hambatan dalam dialog, dan akhirnya
ditutup dengan perkembangan dialog umat beriman dalam Gereja Indonesia sampai
saat ini.
A. Hakikat Dialog dalam Tugas Perutusan Gereja
Hakikat dialog dalam tugas perutusan Gereja dipandang sebagai wujud
kesaksian perutusan Gereja, sebagai bagian misi penginjilan Gereja, dan sebagai
usaha membangun Kerajaan Allah.
12
1. Dialog sebagai Wujud Kesaksian dan Perutusan Gereja
Dokumen Gereja seperti Ad Gentes dan Redemptoris Missio tidak
memandang dialog sebagai sarana misi, melainkan menggaris-bawahi bahwa hidup
bersama dalam kerjasama dan dialog dapat menjadi wujud kesaksian sebagai orang
Kristen. Dalam hal ini Konsili Vatikan II menarik konsekuensi berupa kewajiban
konkret yang diungkapkan dalam pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
Agar mereka mampu memberi kesaksian tentang Kristus secara berhasil, kaum Kristiani harus bergabung dengan orang zamannya dengan hormat dan kasih, dan mengakui diri sendiri sebagai anggota-anggota kelompok orang-orang, di antara siapa mereka hidup. Mereka harus berbagi dalam kehidupan kultural dan sosial dengan pelbagai hubungan dan urusan kehidupan insan. Karena itu mereka harus mengenal tradisi religius dan kultural orang lain, bahagia menemukan dan siap sedia menghormati benih-benih sabda yang tersembunyi dalam diri mereka … Seperti Kristus sendiri … demikian pula para murid-Nya harus mengenal orang-orang di antara siapa mereka hidup. Mereka harus menjalin hubungan dengan orang-orang itu, belajar dengan dialog yang tulus dan sabar, tentang kekayaan apa yang dilimpahkan Allah kepada bangsa-bangsa di bumi ini. Sekalipun mereka harus mencoba menerangi kekayaan ini dengan cahaya Injil, membebaskannya dan membawanya ke dalam Kerajaan Allah Sang Penyelamat (AG, art. 11, 41; bdk. AA, art. 14, 29). Dialog tidak dipandang sebagai strategi kristenisasi, tetapi sebagai wujud
konkret meneladan hidup Yesus Kristus (AG, art. 11-12, bdk. RM, art. 42-43). Lewat
dialog, Gereja ingin agar Kristus makin dicintai dan mengajak manusia mencintai
sesama. Dalam kesaksiannya lewat dialog Gereja membantu umat manusia untuk
bertobat dengan mengusahakan keadilan dan perdamaian.
2. Dialog sebagai Misi Penginjilan Gereja
Redemptoris Missio, art. 55 menegaskan bahwa dialog antaragama
merupakan bagian dari misi penginjilan Gereja serta menjadi salah satu
13
pengungkapan penginjilan Gereja. Penginjilan bertujuan mempertobatkan dalam arti
penerimaan bebas kabar baik Allah dan menjadi anggota Gereja. Dialog sebaliknya,
mengandaikan pertobatan dalam arti kembali kepada hati Allah dalam kasih dan
ketaatan pada kehendak-Nya. Dengan demikian, dialog tidak bertentangan dengan
perutusan Gereja bila dipahami sebagai sarana dan metode untuk saling memperkaya
dan saling mengenal.
3. Dialog sebagai Usaha Mewujudkan Kerajaan Allah
Dialog merupakan salah satu wujud konkret partisipasi Gereja dalam
membangun Kerajaan Allah. RM, art. 12 menjelaskan Kerajaan Allah sebagai wujud
keselamatan yang sudah dipersiapkan oleh Allah dalam Perjanjian Lama,
dilaksanakan oleh Kristus, dan di dalam Kristus, serta diberikan kepada semua orang
oleh Gereja yang berkarya dan berdoa demi perwujudannya secara sempurna dan
pasti. Kerajaan Allah bukanlah suatu kenyataan eksklusif bagi orang-orang tertentu
saja tetapi diperuntukkan bagi semua umat manusia. Hal ini telah ditunjukkan oleh
Kristus sendiri selama Ia berkarya di dunia. Dengan demikian, Kerajaan Allah harus
menjadi wawasan misioner Gereja. Eksistensi Gereja pertama-tama untuk mengabdi
Kerajaan Allah dan melayani manusia. Atas dasar inilah Gereja senantiasa
memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kasih, perdamaian, dan seterusnya
(Gal 5:22-23). Dalam dialog, tema-tema Kerajaan Allah tentang kasih, keadilan, dan
perdamaian telah membangkitkan pemikiran yang baru bahwa arti keselamatan tidak
lagi disempitkan pada peranan Gereja dengan segala kebijakan pastoralnya, tetapi
pada partisipasi seluruh umat manusia.
14
B. Pengertian Dialog Antar Umat Beriman
Muhammad Wahyuni Nafis (1998: 96) dengan menekankan kembali
pemikiran Swidler mengartikan dialog sebagai perbincangan dua orang atau lebih
yang masing-masing memiliki pandangan yang berbeda, yang tujuan utamanya
adalah saling belajar antar peserta dialog sehingga masing-masing peserta bisa saja
mengubah pandangannya dan meningkat pengalaman religiusnya. Kemampuan
untuk belajar sesuatu yang baru merupakan kunci dialog. Dialog yang menjembatani
jurang di antara kita tidak tergantung kepada persetujuan berdasarkan pemikiran
yang umum, melainkan kesadaran bahwa perbedaan-perbedaan adalah hal yang
dapat dipelajari. Gadamer menekankan bahwa dialog bukan sesuatu yang kita
ciptakan tetapi kita terlibat di dalamnya, dan merupakan percakapan di mana tidak
ada yang memimpin atau dipimpin (Mega Hidayati, 2008: 54). Pemimpin di sini
berarti mereka yang mengontrol percakapan, sehingga memungkinkan percakapan
direkayasa dan hasilnya dapat diketahui sebelum percakapan berlangsung.
Freire (1985: 73) mendefinisikan dialog sebagai suatu bentuk perjumpaan
sesama manusia, dengan perantaraan dunia, dalam rangka menamai dunia. Jika
dalam mengucapkan kata-katanya sendiri manusia dapat mengubah dunia dengan
menamainya, maka dialog menegaskan dirinya sebagai sarana seseorang
memperoleh maknanya sebagai manusia. Mengucapkan kata sejati bagi Freire berarti
mencipta dunia secara baru. Dengan kata lain, Freire mendefinisikan dialog sebagai
upaya transformasi membangun dunia yang baru. Dominasi yang tersirat dalam
dialog haruslah dominasi terhadap dunia mereka yang mengikuti dialog, yakni
penguasaan atas dunia bagi pembebasan manusia. Oleh karena itu, menurut Freire
15
dialog yang baik adalah dialog yang memperjuangkan keadilan bagi kaum lemah,
miskin, dan tertindas.
Pandangan para ahli tentang dialog tersebut sejalan dengan pandangan
Gereja. Dokumen sekretariat pasca Konsili Vatikan II, DP, art. 9 membedakan dialog
dalam tiga macam arti. Arti pertama dalam tingkat manusiawi sehari-hari, sebagai
komunikasi timbal balik. Tujuan komunikasi ini dapat berupa sekedar tukar menukar
informasi, atau untuk meraih kesepakatan, atau menjalin persatuan. Arti kedua lebih
berkaitan dengan tugas evangelisasi yang harus dijalankan dalam semangat dialogis.
Dialog dalam arti ini dipahami sebagai sikap hormat, penuh persahabatan, ramah,
terbuka, suka mendengarkan orang lain. Arti ketiga dialog dipandang sebagai
hubungan antaragama yang positif dan konstruktif. Hubungan ini dilangsungkan
dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan umat dari agama-agama lain, yang
diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya.
Armada Riyanto (1995: 103) dengan menekankan pemikiran Paus Yohanes
Paulus II dalam Dialogue Leads to Genuine Conversion no. 46, melihat dialog dalam
level paling mendalam yang pada prinsipnya ialah dialog keselamatan. Dialog
keselamatan ialah dialog yang terus-menerus berusaha menemukan, memperjelas,
dan memahami tanda-tanda Allah dalam persatuan manusia sepanjang masa. Dialog
keselamatan merupakan sharing keselamatan. Dalam dialog ini, mereka yang terlibat
di dalamnya diajak untuk saling membagikan pengalaman keselamatannya.
Dalam pertemuan di Madras tahun 1982, Para Uskup Katolik Roma di Asia
membuat satu konsensus yang disetujui para pemimpin agama di India sebagai
berikut:
16
Karena agama-agama, seperti Gereja, harus melayani dunia, dialog antaragama tidak bisa terbatas pada masalah religius tetapi harus mencakup semua dimensi kehidupan: ekonomi, sosial, politik, budaya, dan agama. Komitmen semua agama adalah untuk perwujudan kehidupan yang menyeluruh bagi umat manusia sehingga mereka bisa saling mengisi dan menemukan urgensi dan relevansi dialog di semua tingkatan (Knitter, 2002: 229).
Demikianlah dialog sebagai suatu transformasi menuju pembangunan dunia yang
baru hendaknya tidak hanya terbatas pada masalah religius saja, tetapi melibatkan
seluruh dimensi kehidupan manusia karena pewartaan tidak mungkin tanpa
keterlibatan untuk mengubah, dan tidak ada perubahan tanpa tindakan.
Setelah membaca pandangan beberapa ahli dan Gereja tentang dialog, maka
penulis sendiri memahami hakikat dialog umat beriman sebagai perjumpaan antar
manusia yang memiliki hati dijiwai oleh roh Allah sendiri untuk mengubah dunia.
Bagi penulis, dialog tidak hanya cukup sekedar tukar menukar pendapat,
pengetahuan, dan sharing iman saja tetapi lebih dari itu mengandaikan adanya hati,
kepedulian dari peserta dialog untuk dapat mengubah dunia, menjembatani
perbedaan-perbedaan yang ada dalam dunia saat ini, mengusahakan suatu dunia di
mana Allah meraja di dalamnya, di mana semua orang dapat mengalami cinta kasih
Allah tanpa kecuali. Mengutip pemikiran dari Freire (1985: 71):
Jika kita mencoba menganalisa dialog sebagai suatu gejala manusiawi, kita akan menemukan sesuatu yang merupakan hakikat dialog itu sendiri: kata. Namun kata itu lebih dari sekedar alat yang memungkinkan dialog dilakukan; oleh karenanya kita harus mencari unsur-unsur pembentuknya. Di dalam kata kita menemukan dua dimensi, refleksi dan tindakan, dalam suatu interaksi yang sangat mendasar hingga bila salah satunya dikorbankan - meskipun hanya sebagian – seketika itu yang lain dirugikan. Tidak ada kata sejati yang pada saat bersamaan juga tidak merupakan sebuah praksis. Dengan demikian, mengucapkan sebuah kata sejati adalah mengubah dunia.
17
Dengan demikian mau dikatakan bahwa, dialog melibatkan dua dimensi yakni
refleksi dan tindakan. Dalam suatu interaksi, bila salah satunya dikorbankan
meskipun hanya sebagian; maka yang lainnya dirugikan; sehingga dialog tersebut
menjadi tidak bermakna sama sekali. Jika dalam sebuah dialog dihilangkan dimensi
tindakannya, dengan sendirinya refleksi akan dirugikan, sehingga dialog tersebut
menjadi tidak bermakna sama sekali.
C. Tujuan Dialog Antar Umat Beriman
Untuk mendalami tujuan dari dialog antar umat beriman, penulis terinspirasi
oleh tulisan Swidler dalam Death Or Dialogue? Swidler (1990: 62) menyatakan
bahwa tujuan dari dialog adalah untuk belajar dan dengan demikian menjadi
berubah. Dalam dialog, kita belajar lebih dan lebih lagi tentang partner kita dan
dalam prosesnya menghilangkan kekeliruan pemahaman kita tentang mereka yang
sebelumnya kita miliki. Dalam dialog, partner kita juga menjadi semacam cermin
dan dalam menanggapi berbagai pertanyaan dari partner dialog kita dapat melihat ke
dalam diri, tradisi kita yang mana sebelumnya tidak dapat kita lakukan. Dengan
mendengarkan pandangan partner dialog, kita belajar banyak tentang bagaimana
keberadaan kita di dunia. Atau dengan kata lain bagaimana kita berrelasi dan
berpengaruh bagi orang lain. Sebagai contoh, hanya dalam dialog dengan budaya
lainlah saya dapat sungguh mengenal budaya saya sendiri. Ketika saya tinggal di
Yogyakarta selama kurang lebih empat tahun inilah saya dapat melihat dan
merasakan kesamaan dan perbedaan antara budaya orang Kei, budaya saya sendiri
dengan budaya Jawa khususnya Yogyakarta.
18
Dalam dialog, pemahaman kita, pemahaman partner dialog dan segala hal
yang ada di sekitarnya mengalami suatu perubahan. Sikap kepada diri sendiri dan
kepada orang lain, dan tingkah laku kita menjadi lebih baik. Dengan kata lain, dalam
dialog semua pelakunya mengalami suatu transformasi. Swidler (1990: 63) dengan
menegaskan pemikiran John Cobb menyatakan bahwa sangat penting dalam dialog
bahwa kita berusaha mengenal partner dialog dengan sungguh-sungguh dan mencoba
untuk memahami dan bersimpati kepada mereka. Dalam dialog kita belajar apa yang
dimiliki oleh partner dialog dalam kehidupan bersama, perbedaan-perbedaan yang
mereka miliki, menjembatani antipati dan kesalah-pahaman, agar dalam hidup
bersama kita menjadi lebih dekat, merasakan, dan bertindak dalam basis hidup
bersama. Dalam masyarakat kita yang plural, dialog membantu kita untuk
memahami perbedaan-perbedaan yang ada sehingga kita dapat saling mengerti, lebih
dekat, dan dapat bertindak dalam basis hidup bersama.
Dialog menemukan dasarnya pada teladan Allah sendiri. “Allah telah
mengutus Putera-Nya ke dunia, bukan untuk mengadili dunia, melainkan agar dunia
diselamatkan oleh-Nya” (Yoh 3:17). Penyelamatan Allah lewat Putera-Nya
merupakan dialog Allah kepada manusia. Wahyu Ilahi menunjukkan dengan jelas
hubungan dialogis antara Allah dengan manusia, tidak hanya searah dari Allah
kepada manusia. Wahyu Allah kepada manusia meminta jawaban dan keputusan
manusia. Maka proses karya penyelamatan Allah merupakan proses dialogis menuju
Allah sendiri. Dengan demikian, Gereja sebagai penerus karya penyelamatan Allah
didesak untuk meneladan tindakan Allah yakni menggalang dialog dengan dunia dan
manusia.
19
Dalam dokumen Sikap Gereja Terhadap Para Penganut Agama Lain
diungkapkan bahwa Gereja membuka dirinya bagi dialog untuk tetap setia pada
manusia (Secretariat for Non Christians, 2007: 12). Dalam dialog antar pribadi
orang mengalami keterbatasan masing-masing dan juga kemungkinan mengatasinya.
Dalam dialog, orang akan menemukan bahwa ia tidak memiliki kebenaran secara
sempurna dan menyeluruh, melainkan dapat melangkah bersama dengan orang lain
menuju sasaran itu. Peneguhan satu sama lain, koreksi timbal balik, dan pertukaran
persaudaraan membawa para peserta kepada dialog yang membawa kepada
kematangan lebih besar yang pada akhirnya melahirkan persekutuan antar pribadi.
Pengalaman dan pandangan keagamaan dengan sendirinya dapat dimurnikan dan
diperkaya dalam proses pertemuan ini.
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan dialog antar
umat beriman dalam masyarakat yang plural adalah agar orang mendapatkan
pemahaman yang baru, memiliki perubahan sikap, dan kemudian melakukan suatu
gerakan atau aksi bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup
bersama. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang dimaksud adalah terciptanya perdamaian,
keadilan, kebebasan, kasih, persaudaraan, dan lain-lain. Ini merupakan suatu
panggilan bagi semua orang beriman untuk mengusahakan terwujudnya nilai-nilai
Kerajaan Allah tersebut dalam hidup bersama.
D. Subyek Dialog Antar Umat Beriman
Menjadi sebuah pertanyaan yang penting adalah siapa yang bisa mengambil
bagian dalam dialog antar umat beriman? Pertanyaan ini penting karena sebelum
20
Konsili Vatikan II, Gereja memandang bahwa yang boleh berdialog hanyalah para
pemimpin atau pemuka agama saja. Dialog bukanlah suatu konsep semata tetapi
merupakan fakta yang terjadi dalam hidup sehari-hari masyarakat kita yang plural.
Dalam kebersamaannya dengan orang lain semua orang membutuhkan dialog.
Swidler (1990: 60) memandang bahwa yang berhak untuk menjadi subyek atau
pelaku dialog bukan hanya pemimpin atau pemuka agama, hierarki, melainkan
semua orang beriman, bahkan mereka yang termasuk dalam kelompok umat biasa.
Yang terpenting adalah bahwa dialog harus melibatkan semua umat tanpa
membedakan status, pangkat, atau jabatan penting dalam sebuah komunitas.
Menurut Swidler, yang perlu dimiliki oleh para pelaku dialog adalah suatu
sikap terbuka untuk belajar dari orang lain pengetahuan tentang tradisi imannya
sendiri, serta memiliki tujuan, dan kebutuhan untuk dialog yang sama dengan partner
dialog yang memiliki tradisi berbeda. Untuk itu keterbukaan untuk belajar dari orang
lain merupakan kuncinya. Dialog harus bertolak dari kerendahan hati bahwa saya
tidak memiliki pengetahuan akan segala sesuatu dan oleh karena itu saya mau
terbuka untuk belajar dari orang lain. Ia (1990: 61) menegaskan bahwa hanya orang
yang mengerti dan memahami secara sungguh-sungguh pokok ajaran dan kebenaran
iman dari agamanya sendirilah yang mampu untuk berdialog dengan orang lain
secara lebih mendalam. Tidak ada ketidaktahuan atau pengetahuan yang mutlak.
Tidak seorang pun mengetahui segalanya, sama seperti juga tak seorang pun tidak
tahu apa-apa. Oleh karena itu hanya orang-orang yang memiliki pemahaman tentang
kebenaran yang tidak dogmatislah yang mampu untuk berdialog karena yang mutlak
di dunia ini hanya satu yakni Tuhan sendiri.
21
Sejalan dengan pemikiran Swidler, Konsili Vatikan II juga menekankan
keterlibatan semua umat beriman dalam melaksanakan tugas perutusannya. AA, art.
16 menekankan pentingnya kerasulan yang harus dijalankan oleh setiap orang secara
pribadi dan secara melimpah mengalir dari sumber hidup kristiani yang sejati.
Hendaknya umat Katolik berusaha bekerjasama dengan semua orang yang beritikad
baik, untuk memajukan apapun yang benar, apapun yang adil, apapun yang suci,
apapun yang manis (AA, art. 14). Mengenai tugas perutusan tersebut AG, art. 11
menyatakan sebagai berikut:
… sebab segenap Umat beriman kristiani, di mana pun mereka hidup, melalui teladan hidup serta kesaksian lisan mereka wajib menampilkan manusia baru… dengan demikian sesama akan memandang perbuatan-perbuatan mereka dan memuliakan Bapa. Supaya kesaksian mereka akan Kristus dapat memperbuahkan hasil, hendaklah mereka dengan penghargaan dan cinta kasih menggabungkan diri dengan sesama, menyadari diri sebagai anggota masyarakat di lingkungan mereka, dan ikut serta dalam kehidupan budaya dan sosial melalui aneka cara pergaulan hidup manusiawi dan pelbagai kegiatan. Tugas perutusan dari semua orang kristiani untuk sunggguh-sungguh
berusaha mewartakan Injil kepada semua orang, salah satunya dengan
menggabungkan diri dengan sesama melalui dialog antar umat beriman. Dengan
demikian, dialog sebagai fakta yang terjadi dalam masyarakat kita yang plural
menjadi tanggung-jawab semua umat beriman tanpa kecuali.
E. Hambatan-Hambatan dalam Dialog Antar Umat Beriman
Kita sadari bahwa dialog sebagai komunikasi dalam tingkat manusiawi atau
tukar menukar informasi saja tidak mudah, apalagi dalam dialog antar umat beriman.
22
Menurut DP, art. 52 hambatan-hambatan dalam dialog antar umat beriman umumnya
menyentuh faktor-faktor manusiawi, antara lain:
1. Tidak cukup memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang agama-agama lain secara benar dan seimbang akan menyebabkan kurangnya penghargaan dan sekaligus akan mudah memunculkan sikap-sikap curiga yang berlebihan.
2. Perbedaan kebudayaan karena tingkat pendidikan yang tidak sama, juga masalah bahasa yang sangat peka dalam kelompok-kelompok tertentu.
3. Faktor-faktor sosial politik dan beban ingatan traumatis akan konflik-konflik dalam sejarah.
4. Pemahaman yang salah mengenai beberapa istilah yang biasa muncul dalam dialog, misalnya pertobatan, pembabtisan, dialog, dan seterusnya.
5. Merasa diri paling sempurna, sehingga memunculkan sikap-sikap defensif dan agresif.
6. Kurang yakin terhadap nilai-nilai dialog antar umat beriman; sejumlah orang menganggapnya sebagai suatu tugas khusus para ahli, atau melihat dialog sebagai salah satu tanda kelemahan atau malahan pengkhianatan iman.
7. Kecenderungan untuk berpolemik bila mengungkapkan keyakinan gagasannya.
8. Permasalahan zaman sekarang ini, misalnya bertumbuhnya materialisme, sekularisme, sikap acuh tak acuh dalam hidup, dan banyaknya sekte-sekte keagamaan fundamentalis yang menimbulkan kebingungan dan memunculkan persoalan-persoalan tertentu.
9. Sikap tidak toleran yang kerap kali diperparah oleh faktor-faktor politik, ekonomi, ras, etnis, dan aneka kesenjangan lainnya.
Hambatan-hambatan di atas menurut DP, art. 53 muncul karena kurangnya
pemahaman mengenai hakikat dialog yang sejati dan tujuan hakiki dari dialog.
F. Syarat-Syarat Dialog Antar Umat Beriman
Dialog antar umat beriman dalam masyarakat yang plural perlu senantiasa
diusahakan. Agar dialog antar umat beriman dapat terwujud maka dibutuhkan syarat-
syarat tertentu. Freire (1985: 74-80) memaparkan bahwa suatu dialog yang ideal
23
haruslah memenuhi syarat-syarat yakni adanya rasa cinta, kerendahan hati,
keyakinan, harapan, dan melibatkan pemikiran kritis.
1. Adanya Rasa Cinta
Dialog tidak dapat berlangsung tanpa adanya rasa cinta yang mendalam
terhadap dunia dan sesama manusia. Cinta sekaligus menjadi dasar dari dialog, serta
dialog itu sendiri (Freire, 1985: 74). Karena cinta merupakan suatu laku keberanian,
maka cinta adalah pemihakan kepada orang lain. Penamaan dunia dalam dialog
selalu menyertakan cinta dengan berbasis kemandirian bukan ketergantungan. Cinta
yang kreatif, mendorong ke arah hidup dan bukan ke arah kematian dan perusakan.
Cinta tidak boleh sentimental dan tidak boleh dijadikan sebagai alat manipulasi.
Cinta harus melahirkan tindakan-tindakan pembebasan berikutnya. Jika saya tidak
mencintai dunia, saya tidak mencintai kehidupan, jika saya tidak mencintai sesama
manusia saya tidak dapat memasuki dialog (Freire, 1985: 75).
Suatu dialog akan menjadi dialog yang sesungguhnya bila peserta dialog
memahami sesamanya sebagaimana dia memahami dirinya sendiri, mengenal partner
dialog bukan sebagai obyek, melainkan sebagai aku, yaitu diriku sendiri. Kanisius
(2006: 99) dengan menekankan kembali pemikiran Pannikar menyatakan bahwa
dialog hanya terjadi bila para peserta dialog dalam berkomunikasi, mengenal, dan
mencintai yang lain sebagai dirinya sendiri. Dialog melihat yang lainnya bukan
sebagai orang luar, penolong yang kebetulan, tetapi sebagai yang sungguh-sungguh
diperlukan untuk bersama menemukan kebenaran karena kita bukanlah suatu pribadi
yang dapat berdiri sendiri. Dialog antar umat beriman bukan semata-mata suatu
24
kegiatan akademis atau intelektual, tetapi suatu tindakan rohani yang melibatkan
iman, harapan, dan kasih. Oleh karena itu, dialog harus dimaknai sebagai suatu sikap
religius: mencintai Allah melampaui segala hal dan mencintai sesama seperti saya
mencintai diriku sendiri.
2. Kerendahan Hati
Dialog sebagai perjumpaan antar sesama manusia dibebani tugas bersama
untuk belajar dan berbuat. Dialog antar umat beriman yang sejati tidak akan terwujud
bila para pelakunya tidak memiliki sikap kerendahan hati untuk mau belajar dari
orang lain. Menurut Gadamer, orang yang berpengalaman bukanlah mereka yang
tahu lebih banyak sebagaimana pemikiran umum, tetapi orang yang dapat membuka
dirinya pada pengalaman baru, dan mampu belajar dari pengalaman tersebut (Mega
Hidayati, 2008: 37). Para peserta dialog harus memandang lawan bicaranya sebagai
teman yang juga ingin menyumbangkan pandangan yang bernilai bagi kehidupan
manusia, tidak memandangnya sebagai lawan yang ingin menyerang pandangannya
demi menunjukkan bahwa dirinya memiliki pandangan yang lebih bernilai dari orang
lain. Dalam dialog tidak ada orang yang bijak ataupun bodoh, yang ada adalah
orang-orang yang terus mencoba, secara bersama-sama belajar lebih banyak dari apa
yang sekarang mereka ketahui.
3. Kepercayaan
Mendasarkan dirinya atas cinta, kerendahan hati, dan keyakinan maka dialog
akan menjadi sebuah bentuk hubungan horizontal di mana sikap saling mempercayai
25
di antara pelakunya merupakan suatu konsekuensi yang masuk akal (Freire, 1985:
77). Dialog antar umat beriman menuntut adanya keyakinan yang mendalam
terhadap diri manusia, keyakinan pada kemampuan manusia untuk membuat dan
membuat kembali, untuk mencipta dan mencipta kembali, keyakinan pada fitrahnya
untuk menjadi manusia seutuhnya. Dengan demikian, untuk dapat mengikuti dialog
orang harus yakin pada dirinya sendiri sehingga bisa percaya kepada orang lain.
Keyakinan terhadap diri manusia adalah sebuah prasyarat a priori bagi dialog.
Manusia dialogis percaya pada orang lain bahkan sebelum ia bertatap muka
dengannya. Tanpa adanya kepercayaan terhadap sesama manusia, dialog hanyalah
sebuah omong kosong saja. Cinta palsu, kerendahan hati palsu, dan keyakinan yang
lemah terhadap diri manusia tidak akan membuahkan rasa saling percaya.
Kepercayaan bergantung pada kenyataan di mana suatu pihak menunjukkan kepada
pihak lain tujuannya yang murni dan konkrit. Hal ini tidak akan terjadi bila kata-kata
peserta dialog tidak sejalan dengan tindakannnya (Freire, 1985: 78).
4. Harapan
Harapan berakar pada ketidaksempurnaan manusia, di mana mereka secara
terus-menerus melakukan usaha pencarian, pencarian yang hanya dapat dilakukan
bersama dengan orang lain (Freire, 1985: 78). Adanya dehumanisasi sebagai akibat
tatanan yang tidak adil bukan merupakan sebab untuk berputus asa, tetapi justru
untuk berharap, yang menumbuhkan usaha terus menerus untuk mencapai
kemanusiaan sejati. Jika para peserta dialog tidak mengharapkan apa-apa sebagai
26
hasil dari dialog mereka, maka pertemuan itu akan menjadi sesuatu yang kosong,
hampa, birokratis, dan menjemukan.
5. Melibatkan Pemikiran Kritis
Dialog sejati akan terwujud dengan melibatkan pemikiran-pemikiran kritis
yang melihat suatu hubungan tak terpisahkan antara manusia dan dunia, yang
memandang realitas sebagai proses perubahan, tidak memisahkan dirinya dari
tindakan, tetapi senantiasa bergumul dengan masalah-masalah keduniawian, dan
tanpa gentar menghadapi resiko (Freire, 1985: 78). Pemikiran kritis yang
dimaksudkan di sini adalah cara pandang dari para peserta dialog untuk kritis
melihat realitas yang terjadi dalam masyarakat dan berani untuk secara bersama-
sama mengadakan pembaharuan ke arah hidup yang lebih baik. Kanisius (2006: 98)
dengan menekankan kembali pemikiran Panikkar menyatakan bahwa agar dialog
antar umat beriman dapat menjadi suatu dialog yang sejati maka harus dimulai
dengan mempertanyakan diri saya sendiri dan relativitas kepercayaan-kepercayaan
saya, dengan menerima berbagai tantangan perubahan, pertobatan, dan resiko
tergugatnya pola-pola tradisional saya. Dalam dialog antar umat beriman, peserta
harus masuk ke kedalaman dirinya sendiri, mengoreksi dan mengkritik dirinya, dan
menyiapkan tempat yang semestinya bagi yang lainnya untuk masuk dan menyelam
ke dasar dirinya. Dialog antar umat beriman mengajak kita untuk merenungi secara
mendalam, tanpa manipulasi, diri kita sendiri, sejarah kita, agama kita (iman
terdalam), dan menjumpai sesama dalam diri kita sendiri sehingga bersama-sama
mengupayakan suatu transformasi, pembangunan dunia baru yang lebih baik.
27
G. Elemen-elemen yang Harus Ada dalam Dialog Antar Umat Beriman
Knitter dalam “Interreligious Dialogue: What? Why? Who?” memandang
bahwa dalam dialog orang akan bertemu dengan orang lain dan mempercayainya
ketika berbicara, belajar darinya, dan bekerja dengan orang yang lain tersebut. Ia
adalah seorang profesor teologi di Xavier University, Cincinnati, dan seorang
promotor yang giat mengembangkan dialog yang efektif antar umat Kristen dan umat
non Kristen. Melalui pengalamannya, Knitter (1990: 19) menemukan empat elemen
penting yang harus ada dalam dialog yakni perbedaan, kepercayaan, kesaksian, dan
pengetahuan.
1. Perbedaan
Ada kehidupan dalam perbedaan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa pluralitas
itu ada, baik pluralitas budaya, suku, tradisi, kepercayaan, bahasa, dll (Knitter, 1990:
21). Kita hidup bersama dalam perbedaan, dan berbeda dalam kebersamaan. Bahasa
atau tafsiran dari agama akan mempengaruhi pengalaman iman yang kita miliki. Jika
tafsirannya berbeda maka pengalamannya juga akan berbeda. Oleh karena itu kita
tidak dapat menghakimi kebenaran dari praktek dan keyakinan suatu agama melalui
sudut pandang agama kita sendiri. Oleh karena itu, sangatlah tidak adil bahwa kita
menilai keyakinan orang lain dari kacamata kita sendiri saja. Dalam perbedaan orang
dapat saling berbagi sehingga bisa saling memperkaya dalam kehidupan masyarakat
yang plural.
28
2. Keyakinan
Dalam kenyataan pluralitas, kita memiliki suatu harapan, suatu keyakinan
bahwa kita dapat berdialog dengan orang lain tanpa dihalangi oleh perbedaan-
perbedaan yang ada (Knitter, 1990: 22). Hal ini merupakan kesungguhan dan
tindakan iman. Kenyataan dari pluralitas yang membuat kita berbeda dapat berperan
penting untuk inter relasi dalam hidup bersama di mana dengan adanya pluralitas
tersebut semakin memperkaya dan memperkembangkan hidup personal dan komunal
kita. Melalui percakapan dengan orang lain, kita akan menjadi lebih dekat. Dengan
membagikan pengalaman iman yang kita miliki dan menerima pengalaman iman dari
orang lain, kita terbantu untuk berkembang dalam pengertian akan kenyataan dan
pencarian akan kebenaran. Untuk memperkembangkan dan menyelamatkan dunia
kita harus merangkul perbedaan yang ada. Pluralitas adalah sebuah pertanggung-
jawaban dan pilihan keberhasilan karena kita berkembang menjadi lebih baik sebagai
pribadi, sebagai komunitas, masyarakat, sebagai budaya, dan sebagai sebuah
kebudayaan dunia untuk memperkaya hidup personal dan komunal kita. Oleh karena
itu, kita diajak untuk dengan sungguh-sungguh mengadakan pass over menyebrangi
keberbedaan dari yang lain, dengan melampaui paradigma dan visi kita, dan
mendirikan yang baru, berbagi dasar di mana kita dapat sungguh-sungguh mengerti
orang lain, budaya atau agama lain tanpa tekanan. Untuk menyebrangi keberbedaan
tersebut kita membutuhkan sebuah jembatan, dan itu hanya dapat ditemukan,
diciptakan, dan dibangun melalui proses dan tindakan yang dilakukan dalam dialog.
29
3. Kesaksian pada Partner Dialog tentang Keyakinan dan Pengalaman Religius
Kita
Dalam dialog interreligius kita harus berbicara tentang pengalaman religius,
pengalaman iman (Knitter, 1990: 23). Pengalaman tentang kebenaran religius seperti
semua kebenaran, tidak dapat hanya “untuk saya” atau untuk diri kita sendiri. Kita
ingin agar partner dialog melihat apa yang kita miliki, pengalaman iman kita,
menyentuh hidup mereka, dan mengubahnya seperti yang telah kita alami. Dalam
pengalaman religius, kebenaran selalu universal; bukan untuk satu orang saja.
Kesaksian bisa diambil dalam bentuk-bentuk lain, dan hadir dalam tingkat yang
berbeda. Dalam dialog kita memberikan kesaksian untuk memperkembangkan bukan
untuk menyelamatkan. Kautsar Azhari Noer (1998: 281) dengan menekankan
kembali pemikiran Dunne mengatakan bahwa suatu usaha melintasi (passing over)
dari satu budaya ke budaya yang lain, dari satu agama ke agama yang lain, harus
diikuti dengan suatu proses kembali, kembali dengan wawasan baru kepada budaya
sendiri, cara hidup sendiri, agama sendiri. Dialog tidak bermaksud menawarkan
pertobatan bagi yang lainnya, tetapi sebaliknya mengajak untuk semakin yakin
dalam komitmen akan keyakinan kita masing-masing.
4. Keterbukaan Hati untuk Mendengarkan dan Belajar dari Pengalaman dan
Keyakinan Partner Dialog
Kesaksian tidak akan sampai kecuali disertai dengan mendengarkan dan
mempelajari. Kemampuan untuk mendengarkan sangat diperlukan dalam dialog.
Kita harus, sekali lagi belajar dari orang lain, sehingga mereka dapat menunjukkan
30
kepada kita penyimpangan dari pemahaman kita akan kebenaran. Untuk itu, setiap
pertemuan interreligius menyatakan bagaimana sangat berbedanya kita dan seberapa
besar pemahaman kepada orang lain yang ternyata sangat kurang dan kadang
ditutupi oleh pemikiran kita; kita akan selalu melihatnya, lebih dari luar, melalui
agama lain. Knitter (1990: 25) dengan menekankan pemikiran David Tracy dalam
Analogical Imagination mengajak kita untuk membiarkan imajinasi bebas bermain
dalam usaha menyeberangi atau dalam bahasa John S. Dunne passing over
perbedaan-perbedaan dalam agama-agama lain. Dengan masuk ke dalam perbedaan-
perbedaan tersebut, kita akan menemukan bahwa apa yang semula asing dan
mungkin mengancam, sekarang menjadi sebuah undangan. Manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, dalam pencarian
akan kebenaran, kita membutuhkan orang lain. Orang lain bukanlah pihak luar atau
penolong yang kebetulan, tetapi sebagai yang sungguh-sungguh dibutuhkan untuk
menyingkapkan kemungkinan baru, kebenaran yang baru.
H. Bentuk-Bentuk Dialog
Dialog memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk dialog antar lain
dialog kehidupan, dialog karya, dialog pandangan teologis, dan dialog pengalaman
keagamaan/spiritual.
1. Dialog Kehidupan
Dialog kehidupan diperuntukkan bagi semua orang dan sekaligus merupakan
level dialog yang paling mendasar sebab ciri kehidupan bersama sehari-hari dalam
31
masyarakat majemuk yang paling umum dan mendasar adalah ciri dialogis. Mgr.
Ignatius Suharyo (2009: 83) mendefinisikan dialog kehidupan sebagai cara
bertindak, suatu sikap, semangat yang membimbing perilaku seseorang. Di dalam
dialog kehidupan terkandung perhatian dan keterbukaan untuk menerima orang lain.
Dalam kehidupan bersama sehari-hari orang mengalami berbagai pengalaman yang
khas baik suka maupun duka. Setelah mengalami pengalaman tersebut orang
tergerak untuk membagikan pengalamannya kepada orang lain. Saling terlibat dalam
pengalaman orang lain berlangsung dalam suatu wujud kehidupan yang dialogis.
Dialog kehidupan tidak langsung menyentuh perspektif agama atau iman.
Dialog ini lebih digerakkan oleh sikap-sikap solider dan kebersamaan yang melekat.
Walaupun begitu, sebagai orang beriman, solidaritas dan kebersamaan dalam hidup
sehari-hari tidak mungkin dilepas ataupun dipisahkan dari kehidupan penghayatan
iman mereka. Setiap pengikut Kristus diajak untuk menghayati dialog kehidupannya
dalam semangat Injili. Artinya, setiap pengikut Kristus harus mengungkapkan nilai-
nilai Injili dalam tugas dan karyanya sehari-hari, dalam situasi apapun, baik sebagai
minoritas maupun mayoritas, serta dalam segala bidang kehidupan. Bagi penulis
sendiri, dialog kehidupan ini sangatlah penting karena sarat akan makna. Dialog
kehidupan merupakan suatu cara untuk menumbuhkan sikap kepedulian kepada
sesama dan lingkungan dalam dunia dewasa ini yang penuh dengan ketidakadilan
dan kemiskinan. Dalam dialog kehidupan, semua orang tanpa terkecuali terlibat
untuk memperjuangkan sebuah dunia baru yang digerakkan oleh cinta dan rasa
saling memiliki sebagai saudara.
32
2. Dialog Karya
Dialog karya yang dimaksud adalah kerjasama yang lebih intens dan
mendalam dengan para pengikut agama-agama lain (Armada Riyanto, 1998: 110).
Sasaran yang hendak diraih yakni pembangunan manusia dan peningkatan martabat
manusia. Masalah-masalah besar yang dihadapi umat manusia saat ini menjadi
pendorong adanya dialog karya antar pengikut agama-agama. Bentuk dialog
semacam ini biasanya berlangsung dalam konteks organisasi lokal, nasional, ataupun
internasional. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja secara konkret dan resmi terlibat
dalam dialog karya dan mendesak umatnya, mulai dari kelompok yang paling kecil
sampai keuskupan, untuk mengusahakan dialog karya yang bertumpu pada
kerjasama dalam karya-karya. Menghadapi dunia yang berada dalam penderitaan,
kelaparan, pemukiman yang tidak manusiawi, distribusi kekayaan yang tidak adil,
dan perusakan lingkungan, maka dialog karya dapat menjadi titik tolak tindakan
bersama, suatu aksi global untuk membangun dunia baru.
3. Dialog Pandangan Teologis
Dialog ini biasanya dilakukan oleh para ahli. Sebenarnya dialog pandangan
teologis ini tidak hanya dikhususkan untuk para ahli melainkan juga untuk siapa saja
yang memiliki kemampuan untuk itu. Tetapi karena menyangkut soal-soal teologis
yang rumit maka lebih tepat dilakukan oleh para ahli. Dalam dialog teologis, orang
diajak untuk menggumuli, memperdalam, dan memperkaya warisan-warisan
keagamaan masing-masing, serta sekaligus diajak untuk menerapkan pandangan-
pandangan teologis dalam menyikapi persoalan-persoalan yang dihadapi umat
33
manusia pada umumnya (Armada Riyanto, 1998: 112). Dialog semacam ini biasanya
terjadi bila partner dialog sudah mempunyai visinya sendiri mengenai dunia dan
berpegang teguh pada suatu ajaran atau agama yang mengilhaminya untuk bertindak.
Karenanya, dialog ini membutuhkan visi yang mantap. Dialog teologis lebih mudah
terlaksana di dalam masyarakat yang majemuk, di mana berbagai tradisi dan
ideologi hidup berdampingan dan saling berhubungan. Dialog pandangan teologis
tidak dan tidak boleh berpretensi apa-apa, kecuali untuk saling memahami
pandangan teologis dan penghayatan terhadap nilai-nilai rohani agama masing-
masing. Dialog pandangan teologis tidak boleh dimaksudkan untuk menyerang
pandangan sesama partner dialog. Dialog teologis meminta keterbukaan dari setiap
peserta untuk menerima dan mengadakan pembaruan-pembaruan yang makin sesuai
dengan nilai-nilai rohaninya.
4. Dialog Pengalaman Keagamaan/Spiritual
Dialog pengalaman keagamaan atau dialog iman merupakan dialog tingkat
tinggi. Dialog pengalaman keagamaan/dialog spiritual tidak dapat dipisahkan dari
dialog teologis karena dialog spiritual selalu terkait dengan masalah-masalah
teologis. Dialog ini bertujuan untuk mencari makna terdalam bagi kehidupan
manusia yang sangat berharga, memperkaya, dan memperdalam pengalaman
spiritual bagi kehidupan (Armada Riyanto, 1998: 113). Dialog pengalaman iman
bermaksud untuk saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai
tertinggi dan cita-cita rohani masing-masing pribadi. Dalam dialog ini, pribadi-
pribadi yang berakar dalam tradisi kegamaan masing-masing berbagi pengalaman
34
doa, kontemplasi, meditasi, bahkan pengalaman iman dalam arti yang lebih
mendalam misalnya pengalaman mistik. Mereka juga saling membagikan kewajiban
serta ungkapan-ungkapan dan cara-cara mereka dalam mencari Yang Absolut. Oleh
sebab itu, dialog pengalaman keagamaan sangat mengandaikan iman yang mantap
dan mendalam. Bentuk dialog yang semacam ini dapat saling memperkaya dan
menghasilkan kerjasama yang bermanfaat untuk memajukan dan memelihara nilai-
nilai tertinggi dan cita-cita rohani manusia.
I. Perkembangan Dialog Umat Beriman dalam Gereja Indonesia Sampai Saat
Ini
Gereja sebagai umat Allah tak diragukan lagi sudah terlibat dalam dialog
dengan saudara-saudara beriman lain sejak lama. Dialog itu berupa dialog
kehidupan, di mana setiap orang Kristen berjumpa dan bergumul dalam kehidupan
sehari-hari bersama dengan umat beriman lainnya. Armada Riyanto (1998: 122)
memaparkan bahwa pada kurun waktu sesudah Konsili Vatikan II sampai tahun
1970-an, perhatian Gereja Indonesia terarah pada usaha-usaha untuk berdialog
dengan Gereja-Gereja Kristen yang lain maupun dengan agama-agama bukan
Kristen. Tetapi pada umumnya, penekanan dialog pertama-tama lebih diarahkan
pada usaha ekumenisme, biarpun begitu usaha untuk berdialog dengan umat lain
yang bukan Kristen tidak diabaikan. Hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama
dan kepercayaan lain dimulai secara konkret dengan pendirian PWI Ekumene pada
tahun 1966. PWI Ekumene inilah yang mewakili MAWI (sekarang KWI) dalam
masalah-masalah hubungan antar agama dan kepercayaan.
35
Pada tahun yang sama (1966) MAWI juga mendukung dan meminta Roma
menyusun Directorium De Re Oecumenica untuk daerah-daerah misi. Menyusul
pada tahun 1968, diadakan terjemahan Alkitab Ekumenis. Pada tahun 1966, MAWI
meminta kepada para provinsial dan pembesar tarekat atau ordo untuk menunjuk
atau mendidik seorang ahli dalam hal agama Islam. Ini dilakukan Gereja untuk
menegaskan komitmen penghargaan dan penghormatan yang dialogis kepada agama-
agama besar di lingkungan sekelilingnya sesuai dengan amanat dokumen Nostra
Aetate dari Konsili Vatikan II (Armada Riyanto, 1995: 122).
Pada periode tahun 1970-1975, keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog
agama-agama mulai menemukan bentuknya yang makin konkret, terutama lewat
kebijakan-kebijakan pastoral dan berbagai pertemuan dialogis. Pada tahun 1970,
MAWI mengeluarkan Pedoman Kerja Umat Katolik Indonesia yang pada bab II
secara khusus berbicara mengenai masalah kerjasama antaragama. Nama PWI
Ekumene kemudian diubah menjadi PWI hubungan antaragama dan kepercayaan
(HAK) pada tahun 1975. Dengan digantikannya nama ekumene menjadi HAK
menunjukkan keterlibatan Gereja dalam dialog mengalami perkembangan yang baru.
Perkembangan baru ini menjadi konkret dengan dibentuknya Tim Forum
Antaragama yang menjadi bagian dari PWI HAK. Tim ini bertugas secara sistematis
menggalang usaha-usaha menuju dialog agama lewat berbagai kegiatan studi,
pertemuan, dan lain-lain (Armada Riyanto, 1995: 123).
Periode berikutnya sampai tahun 1980, PWI HAK semakin menampakkan
peran yang mantap untuk mewujudkan keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog
agama-agama. Tahun 1978, diterbitkan selebaran yang memuat informasi tentang
36
hubungan antar agama dan kepercayaan. Menyusul tahun 1979, buletin dari
Sekretariat PWI HAK hadir dua bulan sekali. Tahun 1980, disetujui Garis
Kebijaksanaan PWI HAK yang berisi tujuan lingkup tugas pokok dan usaha-usaha
yang ditempuh untuk meningkatkan keterlibatan Gereja dalam dialog, baik secara
nasional maupun internasional. Antara lain dipromosikan usaha mengembangkan
konsientisasi untuk berdialog dengan umat beragama lain dan penganut kepercayaan
baik di tingkat nasional maupun di tingkat keuskupan. Perkembangan penting
lainnya terjadi pada tahun 1980 dengan disetujuinya pengangkatan penghubung PWI
HAK di tingkat keuskupan. Gambaran tugasnya antara lain mengusahakan
berkembangnya kesadaran berdialog pada umat. Di tahun 1985, MAWI menerbitkan
suatu buku pedoman hubungan Gereja dan Negara bagi umat Katolik yakni; Umat
Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila. Diungkapkan secara tegas bahwa
salah satu alasan utama para Uskup Indonesia menerbitkan dokumen ini adalah
keinginan untuk memelihara dan meningkatkan 3 matra kerukunan yakni kerukunan
umat seagama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan umat beragama
dengan pemerintah (Armada Riyanto, 1995: 124).
Sampai saat ini Gereja terus mengusahakan dialog dengan umat beriman lain.
Umat sendiri juga telah cukup banyak memiliki kesadaran untuk berdialog dengan
umat beragama lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai forum dialog yang
diikuti oleh umat. Salah satu contohnya adalah kelompok Tikar Pandan yang
merupakan salah satu forum dialog kaum muda di Yogyakarta. Anggota-anggota
yang terlibat di dalamnya berasal dari berbagai agama, budaya, dan bahasa. Contoh
lainnya adalah siaran mimbar agama Katolik yang di produksi SAV PUSKAT yang
37
banyak mengangkat tema perdamaian dan dialog lintas agama. Tema umum Aksi
Puasa Pembangunan tahun ini yakni “Pemberdayaan Hubungan Antar Umat
Beriman” membantu meningkatkan semangat berdialog umat Katolik. Tema-tema
tersebut kemudian dikembangkan dalam judul-judul pertemuan katekese yang
bermaksud membantu umat Katolik untuk meningkatkan pemahaman dan
keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Hal ini menunjukkan bahwa
Gereja Indonesia sampai saat ini terus berusaha terlibat dalam usaha
mengembangkan dialog antar umat beriman.
Penulis sendiri memandang bahwa dialog merupakan suatu kebutuhan
eksistensial dari semua manusia dan oleh karena itu harus terus diperjuangkan.
Apalagi dengan melihat keadaan dunia saat ini di mana terdapat berbagai penderitaan
manusia dan adanya kerusakan ekologi. Dialog sebagai suatu upaya transformasi
menuju pembangunan dunia yang baru haruslah melibatkan keprihatinan bersama
akan kesejahteraan manusia dan ekologi. Oleh karena itu, menurut penulis dialog
yang saat ini harus diusahakan adalah dialog aksi; suatu dialog yang bertanggung-
jawab secara global, di mana umat Kristen dan orang lain bekerjasama bagi
pembangunan integral dan pembebasan manusia dengan cara peduli pada
kesejahteraan manusia dan ekologi. Menurut Knitter dialog yang menuntut
tanggung-jawab global adalah suatu dialog yang didasarkan pada suatu komitmen
bersama untuk mengembangkan kesejahteraan manusia dan ekologi (Knitter, 2002:
259). Dengan demikian suatu dialog bisa lebih bermanfaat kalau didasarkan dan
dituntun oleh suatu komitmen awal atau setidaknya komitmen serentak dari upaya
bersama untuk mencapai kesejahteraan manusia dan ekologi. Jadi, kalau dialog studi
38
atau berbagi pengalaman kita tidak dimasukkan dalam dialog aksi, maka sesuatu
yang dapat meningkatkan efektifitas mereka akan hilang. Salah satu contoh tindakan
atau aksi bersama yang baru saja dilaksanakan adalah ajakan kepada seluruh warga
dunia untuk mematikan listrik selama satu jam dari Pkl. 21.00-22.00 WIB pada hari
Sabtu, 28 Maret 2009.
BAB III
PEMAHAMAN UMAT AKAN DIALOG UMAT BERIMAN
DAN PELAKSANAANNYA DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK
PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG
Pada bab III ini penulis memaparkan situasi nyata tentang pemahaman dan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Untuk
mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam
dialog antar umat beriman maka penulis mengadakan suatu penelitian. Pembahasan
pada bab III ini penulis bagi menjadi dua sub bab yakni gambaran umum stasi St.
Maria Cikampek, dan penelitian tentang pemahaman dan keterlibatan umat dalam
dialog antar umat beriman. Pada sub bab pertama, penulis memaparkan gambaran
umum stasi St. Maria Cikampek yang terdiri dari latar belakang berdirinya stasi St.
Maria Cikampek dan perkembangan umat sampai saat ini. Dalam sub bab kedua
penulis memaparkan latar belakang penelitian, pembahasan, kesimpulan hasil
penelitian, serta hal-hal yang mendukung dan menghambat penulis dalam
melaksanakan penelitian ini.
A. Gambaran Stasi St. Maria Cikampek
Berikut ini adalah penulis akan mengemukakan mengenai gambaran stasi St.
Maria Cikampek. Pembahasan tentang gambaran stasi St. Maria ini akan dibagi
dalam dua bagian besar yakni latar belakang berdirinya stasi, jumlah, dan
perkembangan umat sampai saat ini.
40
1. Latar Belakang Berdirinya Stasi St. Maria Cikampek
Stasi St. Maria Cikampek masuk wilayah gerejawi Paroki Kristus Raja
Karawang yang berbatasan langsung dengan Paroki Salib Suci Purwakarta dan
Paroki Bunda Pembantu Abdi Pamanukan. Terbentuknya stasi St. Maria Cikampek
merupakan peningkatan wilayah St. Maria seiring dengan perkembangan jumlah
umat Katolik yang cukup pesat serta jarak dengan gereja induk yang relatif jauh.
Oleh karena itu, sejarah berdirinya stasi St. Maria Cikampek tidak dapat dilepaskan
dari perjalanan wilayah St. Maria (Panitia 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang,
2007: 24-27).
Stasi St. Maria Cikampek bermula dari berdirinya Kring Dawuan tahun 1970
yang dikoordinasi oleh Ibu Y.B. Tukimin. Kegiatan doa bersama dilakukan secara
rutin di rumah orang tua Ibu Tukimin. Seiring berjalannya waktu rumah tersebut
disepakati sebagai Kapel Dawuan. Dawuan adalah kelurahan di sebelah barat
Cikampek. Pada tahun 1972, umat Katolik berkembang sampai ke Cikampek. Pada
tahun 1983, dibentuk pengurus Kring St. Maria yang melayani daerah mulai Rel
Kereta Api Klari, Kosambi, sampai dengan sebelah timur Cikampek yakni Cilamaya.
Tahun 1995 Pastor Paskasius Bekatmo, OSC yang bertugas sebagai pastor pembantu
di Paroki Karawang mulai melakukan pemekaran wilayah sesuai dengan kebijakan
komunitas basis yang digariskan dalam Buku Kuning Keuskupan Bandung. Kring
atau Lingkungan St. Maria kemudian dibagi menjadi enam lingkungan. Pada tahun
1997, secara resmi Kring St. Maria ditingkatkan statusnya menjadi Wilayah St.
Maria dengan ketua Bapak Teddy Haryono.
Terbentuknya stasi merupakan kerinduan umat Katolik di Cikampek akan
pelayanan pastoral, baik kategorial maupun teritorial yang lebih besar. Hal ini
41
disebabkan karena jauhnya wilayah Cikampek dari pusat Paroki Karawang. Jumlah
umat yang semakin bertambah mendorong perlunya pembangunan gedung gereja
sebagai sarana ibadat. Keinginan ini terungkap dalam berbagai pertemuan baik di
stasi maupun di paroki. Keinginan umat di Cikampek sejalan dengan perkembangan
di dewan pastoral paroki (DPP) Karawang yang mengemban amanat musyawarah
paroki (Muspar) tahun 2000, yakni meningkatkan pelayanan umat yang berada jauh
dari pusat kegiatan paroki. Dengan jumlah umat yang terus tumbuh dan berkembang,
akhirnya pada tanggal 3 Mei 2001 wilayah St. Maria ditingkatkan statusnya menjadi
stasi St. Maria Cikampek. Pada tanggal 16 Februari 2003, umat Katolik stasi St.
Maria Cikampek diizinkan oleh pengembang Kawasan Industri Kota Bukit Indah
untuk menggunakan sarana Gudang Berikat sebagai tempat ibadah. Mulanya
Perayaan Ekaristi hanya dilaksanakan dua kali dalam sebulan pada minggu pertama
dan ketiga. Tidak memerlukan waktu lama, pada tanggal 9 Maret 2003, Pastor Yoyo
Yohakim, OSC mengumumkan bahwa mulai minggu itu stasi St. Maria Cikampek
dapat melaksanakan Misa Kudus setiap minggu. Pada tahun 2006, manajemen PT
Besland Pertiwi memberikan hadiah istimewa penyediaan lokasi berupa tanah seluas
5.000 m2 di lingkungan Kota Bukit Indah yang difungsikan sebagai fasilitas tempat
ibadah umat Katolik. Panitia pembangunan gereja sudah dibentuk dan setelah
mengalami proses yang panjang selama ± 10 tahun akhirnya izin pembangunan
gedung gereja didapatkan dan pembangunan gereja sudah dimulai. Sebuah
perjalanan panjang yang mencerminkan kokohnya persaudaraan umat dan indahnya
kebersamaan.
42
2. Jumlah dan Perkembangan Umat Stasi St. Maria Cikampek
Cikampek merupakan kota kecil yang dilalui jalur strategis pantura dari
Jakarta menuju wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Cikampek pula terdapat
persimpangan rel kereta api antara Jakarta-Bandung dan Jakarta-Cirebon. Setiap
mendekati hari raya lebaran, Cikampek selalu menjadi langganan layar kaca.
Penduduk Cikampek sebagian besar adalah orang Sunda yang beragama Islam.
Selain itu, masih banyak kaum migran yang datang dari berbagai daerah di Indonesia
seperti Sumatera, Jawa, NTT, Ambon, dan Tionghoa yang beragama Katolik. Umat
yang datang dari berbagai latar belakang suku dan budaya tentu saja memiliki cara
penghayatan hidup beriman yang berbeda satu sama lainnya. Situasi hidup yang
plural ini merupakan suatu kekayaan dan sekaligus menjadi tantangan dalam
penghayatan hidup beriman khususnya dalam dialog antar umat beriman.
Situasi penduduk secara khusus umat Katolik yang ada di stasi St. Maria
Cikampek ini kurang lebih sama dengan situasi umat yang ada di paroki pada
umumnya di mana umatnya terdiri dari masyarakat yang heterogen, baik dari segi
etnis, budaya, dan pekerjaan. Jumlah yang sedikit dalam komposisi jumlah penduduk
tidak membuat warga Katolik di wilayah ini merasa minder, bahkan mereka cukup
aktif terlibat dalam masyarakat, beberapa di antaranya juga ada yang dipercayai
untuk menduduki beberapa jabatan penting dalam masyarakat seperti dalam
kepengurusan RT atau RW. Hanya saja beberapa lingkungan sampai saat ini masih
menemui kendala untuk melakukan kegiatan bersama seperti koor dan doa bersama
karena dilarang oleh masyarakat setempat.
Stasi St. Maria Cikampek sendiri terbagi dalam 6 lingkungan dengan jumlah
umat sebanyak 776 jiwa (Jamlean, 2008: 7-8). Perinciannya sebagai berikut:
43
a. Lingkungan A. Yani
Umat di lingkungan A. Yani ini berjumlah 17 KK dengan 63 jiwa (Jamlean,
2008: 7). Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang Tionghoa yang bekerja
sebagai pedagang dan pengusaha. Selain itu, ada juga umat yang berasal dari Jawa
dan Batak. Karena kesibukan umat maka kegiatan di lingkungan ini kurang berjalan
dengan baik. Walaupun begitu, ada beberapa umat yang rela memberikan tempat
untuk doa atau latihan koor bagi lingkungan-lingkungan lain yang tidak bisa
mengadakan kegiatan karena dilarang oleh masyarakat setempat.
b. Lingkungan Pegadungan
Lingkungan ini merupakan lingkungan yang daerahnya paling luas dan jauh
dari pusat kota Cikampek sehingga cukup sulit untuk dijangkau transportasi umum.
Kebanyakan umat di lingkungan ini berasal dari Flores, Kupang, dan Jawa dengan
jumlah umat 36 KK atau 129 jiwa (Jamlean, 2008: 7). Umat di lingkungan ini
banyak bekerja sebagai karyawan dan satpam di pabrik-pabrik yang berada di
Cikampek dan Jakarta. Karena letak tempat kerja yang jauh menyebabkan yang aktif
dalam kegiatan lingkungan kebanyakan adalah ibu-ibu. Walaupun begitu kegiatan-
kegiatan lingkungan berjalan cukup baik.
c. Lingkungan Pondok Melati
Lingkungan Pondok Melati merupakan lingkungan yang sebagian besar
umatnya berasal dari Jawa dan Batak dengan jumlah 36 KK atau 157 jiwa (Jamlean,
2008: 7). Umat di lingkungan ini kebanyakan adalah keluarga-keluarga muda.
Lingkungan ini merupakan salah satu lingkungan di stasi St. Maria Cikampek yang
44
kegiatannya berjalan dengan baik karena didukung oleh masyarakat setempat. Jarak
dari satu rumah ke rumah yang lain juga dekat karena semuanya berada dalam satu
kompleks perumahan sehingga kegiatan lingkungan dapat berjalan dengan lancar.
d. Lingkungan Permata Regency
Jumlah umat lingkungan ini adalah 16 KK atau 57 jiwa (Jamlean, 2008: 8)
dengan sebagian besar umatnya berasal dari Batak. Penduduk di daerah perumahan
ini mayoritas berasal dari Sumatera baik yang beragama Protestan maupun Katolik.
Kegiatan-kegiatan lingkungan juga berjalan dengan cukup baik. Hanya saja umat
masih was-was untuk mengadakan latihan koor atau kegiatan-kegiatan kerohanian
yang melibatkan banyak orang karena tidak disetujui oleh penduduk di daerah
perkampungan sekitar. Oleh karena itu, umat lingkungan sering mengadakan latihan
koor di lingkungan lain.
e. Lingkungan Eka Mas
Jarak rumah umat di lingkungan ini cukup berjauhan satu sama lain dan
daerahnya berada dekat dengan perkampungan penduduk sehingga semua kegiatan
yang bersifat rohani tidak dapat berjalan sama sekali. Bahkan pernah terjadi ada
rumah umat yang dilempari dengan batu karena mengadakan latihan koor. Untuk
menyiasati hal tersebut maka umat lingkungan ini sering mengadakan kegiatan doa
dan latihan koor di rumah umat yang berada di lingkungan A. Yani dan Rawa Mas.
Sebagian besar umat yang berada di lingkungan ini berasal dari Flores dan Kupang
dengan jumlah umat sebanyak 56 KK atau 201 jiwa (Jamlean, 2008: 8).
45
f. Lingkungan Rawa Mas
Lingkungan Rawa Mas merupakan lingkungan yang berada di pusat kota
Cikampek dengan jumlah umatnya 51 KK atau 169 jiwa (Jamlean, 2008: 8).
Sebagian besar umat lingkungan ini berasal dari Jawa dan Tionghoa yang bekerja
sebagai pengusaha, kontraktor, dan karyawan sehingga ekonomi mereka dapat
dikatakan sangat baik. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan lingkungan juga berjalan
dengan sangat baik karena jarak rumah umat yang berdekatan serta kondisi
masyarakat sekitar yang mendukung.
B. Penelitian tentang Pemahaman dan Keterlibatan Umat Stasi St. Maria
Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman.
1. Latar Belakang
Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kurangnya
pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman. Dari
pengalaman selama KBP di stasi St. Maria Cikampek penulis melihat dan mengalami
sendiri adanya kesalah-pahaman yang menyebabkan konflik dan silang pendapat
baik dalam tubuh umat sendiri maupun dalam kehidupan bersama masyarakat
setempat. Latar belakang umat yang berasal dari berbagai suku, adat, dan budaya
menjadi suatu kekayaan sekaligus faktor yang menyebabkan terjadinya perpecahan.
Adanya persaingan di antara umat untuk menjadi yang terbaik dalam melaksanakan
tugas-tugas Gereja juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keharmonisan
hidup bersama. Selain itu, umat Katolik di Cikampek yang hidup bersama umat
beriman lain teristimewa umat Islam yang mayoritas, sampai saat ini masih kesulitan
46
untuk melaksanakan kegiatan keagamaan seperti doa dan latihan koor karena
dilarang oleh masyarakat setempat. Pelarangan ini menyebabkan sebagian umat
cenderung menutup diri untuk bergaul dengan umat yang beragama Islam.
Dari pengalaman dan sharing dengan umat selama KBP, penulis memperoleh
kesan bahwa pemahaman umat akan dialog antar umat beriman masih terbatas pada
seminar atau debat teologis. Kebanyakan umat lebih memahami dialog antar umat
beriman sebagai dialog eksternal dengan umat beragama lain yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan saja. Hal ini tidak sesuai dengan pengertian dialog pada
zaman sekarang seperti yang telah penulis bahas dalam bab dua di mana dialog antar
umat beriman dipandang sebagai suatu gerakan atau aksi bersama untuk
mewujudkan cinta kasih Kerajaan Allah. Sebagai suatu aksi bersama untuk
mewujudkan cinta kasih Kerajaan Allah maka dialog antar umat beriman harus
dijadikan sebagai jalan kehidupan yang dikembangkan dalam tiga matra kerukunan
yaitu kerukunan antar umat seagama (internal), antar umat yang berbeda agama
(eksternal), dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Mega Hidayati
(2008: 53) dengan menegaskan pandangan Gadamer memandang dialog sebagai
jalan kehidupan berarti dialog membuat kita betah di mana pun berada dan
menyadarkan kita untuk bersahabat dengan yang lain, karena kita semua berkumpul
sebagai komunitas orang bebas. Dialog sebagai way of life lebih dari sekedar debat
teologis atau masalah-masalah religius saja tetapi melibatkan seluruh dimensi
kehidupan manusia. Apalagi adanya pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan
ekologi saat ini menjadi suatu panggilan bagi semua orang untuk terlibat dalam
dialog global. Semua umat beriman dipanggil untuk mewujudkan suatu dialog aksi;
memperjuangkan kesejahteraan manusia dan ekologi. Tema APP 2009 dari
47
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) yang berlaku secara nasional yakni
“Pemberdayaan Hubungan Antar Umat Beriman” merupakan suatu peluang yang
baik bagi umat beriman khususnya di stasi St. Maria Cikampek untuk menyadari
tanggung-jawabnya membangun kehidupan bersama secara terbuka dalam kerjasama
dan kebersamaan antar umat seagama dan yang berbeda agama. Dengan adanya tema
APP 2009 ini diharapkan umat Katolik menyadari perlunya peningkatan wawasan
iman secara terus menerus sehingga kehidupan umat Katolik sungguh-sungguh
tampak dalam dialog kehidupan di tengah-tengah pluralitas hidup bermasyarakat.
Selain itu diharapkan adanya kesadaran dan tanggung-jawab sosial bersama untuk
ikut mengatasi konflik sosial berlatar belakang agama dan masalah kemiskinan
dengan membangun usaha-usaha kooperatif lintas agama berdasarkan kasih. Dengan
demikian diharapkan penghayatan hidup keagamaan bisa menjadi solusi dari
persoalan kemanusiaan.
Oleh sebab itu, pada sub bab ini penulis mengadakan suatu penelitian tentang
pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman dalam
masyarakat plural serta keterlibatan mereka dalam dialog itu sendiri. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pemahaman umat akan dialog antar umat
beriman dan keterlibatan mereka dalam berdialog baik dengan umat yang seiman
maupun yang berbeda keyakinannya. Dengan mengetahui pemahaman dan
keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman diharapkan penulis bersama
dengan umat dapat bekerjasama menemukan permasalahan atau hambatan yang
dialami serta bentuk dialog yang sesuai dengan keadaan umat stasi St. Maria
Cikampek sehingga dapat ditemukan suatu upaya katekese yang dapat membantu
umat dalam mengembangkan dialog antar umat beriman.
48
2. Rumusan Permasalahan
Adapun rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar
umat beriman dalam masyarakat plural?
b. Sejauhmana keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat
beriman?
c. Katekese seperti apakah yang menarik dan dapat membantu umat dalam
meningkatkan dialog antar umat beriman?
3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan
hakikat dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural.
b. Untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam
dialog antar umat beriman.
c. Untuk mengetahui model katekese seperti apa yang menarik dan dapat membantu
umat dalam meningkatkan dialog antar umat beriman.
4. Metodologi Penelitian
Uraian mengenai metodologi penelitian ini mencakup beberapa hal antara
lain jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, variabel
penelitian, teknik pengumpulan data, serta laporan dan pembahasan hasil penelitian.
49
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu
penelitian naturalistik atau alamiah dan etnografi. Disebut penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah atau natural setting,
sedangkan etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk
penelitian bidang antropologi budaya (Sugiyono, 2008: 8). Moleong (1989: 3)
dengan menekankan kembali pemikiran Bogdan dan Taylor mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan dua cara yakni wawancara dan observasi.
Dalam penelitian kualitatif peneliti dengan teknik pengumpulan data observasi dan
wawancara harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian peneliti
kualitatif harus mengenal betul orang yang memberikan data. Wawancara juga dapat
membantu penulis untuk sungguh merasakan emosi narasumber, sehingga dapat
diketahui kejujuran responden saat menjawab pertanyaan yang diberikan.
Adapun alasan penulis memilih jenis penelitian ini karena metode penelitian
kualitatif memandang manusia sebagai instrumen utama. Penulis setuju dengan
pemikiran para ahli yang mengatakan bahwa metode yang kita gunakan untuk
menyelidiki subyek akan mempengaruhi cara kita memandang mereka (Arief
Furchan, 1992: 22). Dengan demikian jika subyek kita ubah menjadi angka-angka
statistik maka kita akan kehilangan sifat subyektif dari perilaku manusia. Melalui
metode penelitian kualitatif kita dapat mengenal orang (subyek) secara pribadi dan
melihat mereka mengembangkan definisinya tentang dunia ini. Latar alamiah yang
50
mengharuskan penulis untuk terlibat secara langsung dalam proses penelitian
menjadi suatu tantangan tersendiri untuk berproses bersama umat di mana penelitian
diadakan dan menyesuaikan diri dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.
Dengan berproses bersama umat di mana penelitian diadakan, kita dapat merasakan
apa yang mereka alami dalam pergulatan hidup mereka sehari-hari. Kita dapat
mempelajari pengalaman kelompok-kelompok dan pengalaman-pengalaman yang
mungkin belum kita ketahui sama sekali. Penekanan metode kualitatif pada kualitas
dengan lebih mementingkan proses dari pada hasil penelitian memungkinkan kita
untuk menyelidiki konsep-konsep sebagai suatu kenyataan yang jika dipisah-
pisahkan antar konteks satu dan lainnya tidak akan dapat dipahami. Berkaitan dengan
hal ini maka sebelum menggali keterlibatan umat dalam dialog umat beriman dan
katekese seperti apa yang menarik dan membantu umat dalam dialog antar umat
beriman, penulis mempelajari keadaan awal umat dengan menggali pemahaman
mereka akan hakikat dan makna dialog antar umat beriman.
b. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21-26 Mei 2009 di stasi St. Maria
Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang.
c. Responden Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi responden penelitian adalah umat di stasi
St. Maria Cikampek. Untuk jumlah responden yang diwawancarai ditentukan
minimal 15 orang dengan pertimbangan bahwa bila data yang didapat dari responden
dianggap telah memadai dan dari responden selanjutnya tidak lagi diperoleh
51
informasi baru maka jumlah responden akan dibatasi pada jumlah tersebut.
Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling (sample bertujuan)
karena berorientasi pada prinsip kualitas atau kecukupan informasi dan data. Teknik
purposive sampling adalah cara pemilihan sample sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling
tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.
d. Variabel yang Diteliti
Ada tiga variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini yakni pemahaman
umat akan dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural, keterlibatan umat
stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman, serta katekese sebagai
upaya untuk meningkatkan dialog antar umat beriman. Berikut ini adalah tabel dari
variabel yang diteliti.
Tabel 1. Variabel yang Diteliti
No Variabel Nomor Item Jumlah
1 Pemahaman Umat Akan Dialog
Antar Umat Beriman
1, 2, 3, 4, 5 5
2 Keterlibatan Umat Dalam Dialog
Antar Umat Beriman
6, 7, 8, 9 4
3 Katekese sebagai Upaya
Meningkatkan Dialog Antar Umat
Beriman
10, 11, 12 3
Jumlah 12
52
e. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan
penelitian, ada beberapa cara yang digunakan oleh penulis dan disesuaikan dengan
jenis penelitian kualitatif yaitu wawancara dan pengamatan secara langsung dengan
cara ikut terlibat dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh umat dan bertukar
pikiran dengan mereka. Adapun alasan memilih metode ini karena membantu penulis
terlibat langsung bertukar pikiran dengan umat sehingga dapat memahami
pandangan umat tentang dialog antar umat beriman. Wawancara juga membuka
kemungkinan untuk memberikan pertanyaan terbuka sehingga membantu penulis
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang responden dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa
ditemukan dalam observasi. Untuk wawancara, penulis sengaja memilih beberapa
umat yang merupakan tokoh yang terlibat aktif baik di stasi maupun dalam
masyarakat dengan pertimbangan bahwa mereka mempunyai banyak pengalaman
tentang latar penelitian ini. Sebagai informan dengan kebaikan dan kesukarelaannya,
mereka dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai,
sikap, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian ini. Selama proses
penelitian penulis melakukan pengamatan dan tanggapan penulis sendiri yang
dituangkan dalam catatan lapangan.
Moleong (2007: 186) dengan mengagas pemikiran Lincoln dan Guba
mendefenisikan wawancara sebagai percakapan yang dilakukan oleh dua pihak
dengan maksud tertentu yang bertujuan mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan memverifikasi,
mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
53
pengecekan anggota. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung
(face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan
data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.
Sesuai dengan jenisnya, penulis memakai jenis wawancara seperti yang
dikatakan oleh Sugiyono (2008: 233) yakni wawancara berstruktur dan wawancara
tidak berstruktur. Wawancara berstruktur yaitu wawancara dengan mengajukan
secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun sebelumnya. Yang
dimaksud dengan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh
susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Biasanya pertanyaan
muncul secara spontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika
melakukan wawancara. Dengan teknik ini diharapkan terjadi komunikasi langsung,
luwes dan fleksibel, serta terbuka sehingga informasi yang didapat lebih banyak dan
luas.
Adapun alat yang digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap dalam
wawancara adalah panduan pertanyaan, perekam suara, dan kamera digital. Penulis
juga menggunakan studi dokumen dalam pengolahan hasil penelitian.
f. Teknik Analisis Data
Moleong (2007: 280) mendefinisikan analisis data sebagai proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja. Pengertian
analisis data menurut Sugiyono (2008: 244) adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
54
bahan-bahan lain, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data
dilakukan dalam suatu proses yang berarti bahwa pelaksanaannya sudah mulai
dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah
meninggalkan lapangan penelitian.
Untuk analisis data, penulis menggunakan model yang dikemukakan oleh
Miles dan Huberman yang terbagi dalam tiga tahap yakni reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi data (Sugiyono, 2008: 246). Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya, sedangkan yang tidak penting dibuang. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila
diperlukan. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay atau
menyajikan data. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Selanjutnya digunakan
teknik penarikan kesimpulan dan verifikasi. Teknik ini disebut juga teknik
interpretasi data.
5. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dilaporkan hasil penelitian dan pembahasannya yang
akan disajikan secara berurutan bertitik tolak pada tabel variabel penelitian yang
diungkap seperti tercantum pada tabel 1, variabel penelitian yang diungkap.
55
a. Responden
Jumlah responden yang penulis wawancarai berjumlah 25 orang. Sebelumnya
penulis merencanakan mewawancarai minimal 15 orang responden. Dengan
demikian, ada penambahan 10 orang dari yang direncanakan sebelumnya. Adapun
perincian identitas responden tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Identitas Responden (N = 25)
Keterangan Jumlah Prosentase
15 60 %
A. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan 10 40 %
Jumlah 25 100 %
B. Status
3 12 %
6 24 %
6 24 %
2 8 %
3 12 %
Mudika
Tokoh Masyarakat
Dewan Stasi
Prodiakon
Ketua Lingkungan
Umat 5 20 %
Jumlah 25 100 %
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah total responden yang diwawancarai
berjumlah 25 orang. Mereka merupakan dewan stasi dan tokoh umat di stasi St.
Maria Cikampek. Responden laki-laki adalah responden yang paling banyak dengan
jumlah 15 orang (60%). Responden yang perempuan berjumlah 10 orang (40%).
Responden yang paling banyak merupakan dewan stasi dan tokoh masyarakat yakni
masing-masing 6 orang (24%). Responden dari komunitas prodiakon merupakan
responden yang paling sedikit yakni 2 orang (8%).
56
Dalam prosesnya, ada responden yang diwawancarai secara bersama dan ada
juga yang diwawancarai sendiri-sendiri. Responden yang diwawancarai bersama ada
9 orang tetapi dilaksanakan dalam waktu yang berbeda yakni 5 orang saat pertemuan
di lingkungan Pondok Melati dan 4 orang pada saat pertemuan bersama umat di
lingkungan Rawa Mas. Sedangkan 16 responden lainnya diwawancarai sendiri-
sendiri. Dengan demikian, responden bertambah 10 orang dari yang direncanakan
sebelumnya.
Pada langkah persiapan penelitian, penulis merencanakan untuk
mewawancarai Pastor Agustinus Made, OSC selaku pastor Paroki Kristus Raja
Karawang, tetapi karena jadwal beliau yang padat harus melayani 2 paroki yakni
Karawang dan Purwakarta maka wawancara dengan pastor paroki tidak jadi
dilakukan. Selain itu, beliau baru dilantik sebagai pastor paroki beberapa hari
sebelum penulis mengadakan penelitian sehingga belum terlalu tahu akan keadaan
stasi ini. Atas kebijaksanaan dari dewan stasi penulis kemudian mewawancarai umat
yang dipandang lebih mengenal keadaan stasi Cikampek.
b. Pemahaman Umat Stasi St. Maria Cikampek akan Dialog Antar Umat
Beriman dalam Masyarakat Plural
Untuk mengetahui bagaimana pemahaman dan keterlibatan umat stasi St.
Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman maka pada bagian pertama
penelitian ini, penulis menggali pemahaman umat akan dialog antar umat beriman
dalam masyarakat plural. Berikut ini adalah tabel jawaban responden yang sudah
penulis rangkum dari hasil wawancara :
57
Tabel 3. Pemahaman Umat akan Dialog Antar Umat Beriman dalam
Masyarakat Plural (N = 25)
No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase
1. Apakah anda sudah
akrab dengan istilah
dialog antar umat
beriman?
Belum. Yang sering
didengar adalah dialog
antar umat beragama.
25 100 %
Di Televisi. 18 72 %
Saat mengikuti Mudika. 3 12 %
Saat Pendalaman Iman
Masa Prapaskah. 2 8 %
2. Bila pernah, pada saat
atau kegiatan apa anda
mengenal istilah
tersebut?
Di Sekolah. 2 8 %
Cara berkomunikasi antar
umat beriman. 4 16 %
Sharing kehidupan atau
sharing bersama. 9 36 %
Jawaban tidak sesuai
dengan pertanyaan yang
diajukan. 6 24 %
Mengungkapkan keimanan
kita kepada umat yang
beragama lain. 4 16 %
3. Menurut anda, apa arti
dari dialog antar umat
beriman?
Tidak tahu. 2 8 %
Memecahkan suatu
masalah. 1 4 %
Kerukunan dan kedamaian
serta memperluas
wawasan. 22 88 %
4. Apa maksud dan tujuan
dialog antar umat
beriman menurut anda?
Mendalami ajaran agama
kita. 2 8 %
58
Semua. 15 60 % 5. Siapa yang bertanggung-
jawab dalam dialog antar
umat beriman?
Pimpinan Gereja/Dewan
stasi. 10 40 %
Dari tabel diatas diperoleh gambaran pemahaman umat stasi St. Maria
Cikampek tentang dialog antar umat beriman sebagai berikut:
Pada item no 1, semua responden menyatakan bahwa mereka belum pernah
mendengar istilah dialog antar umat beriman. Yang sering mereka dengar adalah
istilah dialog antar umat beragama. 18 responden (72%) mengatakan bahwa mereka
mendengar istilah dialog antar umat beragama dari televisi. Responden paling sedikit
(2 orang atau 8%) mendengar istilah tersebut saat pendalaman iman masa prapaskah
dan dari sekolah.
Dari item no 3, responden paling banyak yakni 9 orang (36%) memahami
dialog antar umat beriman sebagai cara berkomunikasi antar umat beriman.
Responden paling sedikit yakni 2 orang (8%) tidak tahu apa itu dialog antar umat
beriman. 22 responden (88%) pada item no 4 menyatakan bahwa maksud dan tujuan
dialog antar umat beriman adalah untuk mempererat tali persaudaraan dan
memperluas wawasan. Sedangkan responden paling sedikit yakni 1 orang (4%)
menyatakan bahwa tujuan dialog antar umat beriman adalah untuk memecahkan
masalah.
Semua responden yang penulis wawancarai mengakui bahwa selama ini
mereka belum pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman. Istilah yang
sering mereka dengar adalah dialog antar umat beragama. Dari tabel hasil wawancara
di atas dapat dilihat bahwa para responden memahami hakikat dialog antar umat
59
beriman sesuai dengan pengalaman dan pemahamannya masing-masing. Responden
paling banyak yakni 9 orang memahami dialog antar umat beriman sebagai sharing
kehidupan atau sharing bersama. Sharing kehidupan atau sharing bersama yang
mereka maksudkan adalah sharing saat pendalaman iman, suatu bentuk dialog antar
umat yang seiman. Pengertian dialog antar umat beriman seperti ini bukanlah yang
dimaksudkan oleh penulis. Dialog antar umat beriman merupakan suatu bentuk
dialog yang tidak terbatas pada dialog pengetahuan atau teologis saja, tetapi lebih
dari itu merupakan suatu komunikasi pengalaman iman antar umat beragama. Suatu
bentuk dialog di mana, tidak ada pengkotak-kotakkan antara agama satu dengan
agama lainnya. Maka dialog antar umat beriman memang sungguh diharapkan untuk
membangun masyarakat yang plural, meningkatkan kerukunan supaya ada gerakan
bersama, mengupayakan suatu transformasi, pembangunan dunia baru yang lebih
baik. Dialog mengandaikan adanya hati dari setiap peserta, keberpihakan pada kaum
lemah, miskin dan tertindas, kepedulian pada lingkungan sekitar, kepedulian untuk
dapat mengubah dunia; menjembatani semua perbedaan dan mengusahakan suatu
dunia di mana Allah meraja di dalamnya dan semua orang dapat merasakan kasih-
Nya tanpa kecuali.
Seperti yang diungkapkan oleh para responden bahwa yang hendak dicapai
dalam dialog antar umat beriman yakni kerukunan dan kedamaian antar semua
pemeluk agama. Mengenai hakikat dan tujuan dialog antar umat beriman, Pak Felix,
salah satu responden yang penulis wawancarai mengatakan demikian:
… dialog antar umat beriman itu untuk mengenalkan satu sama lain. Kita membuka diri ini lho saya ke umat lain, seperti ini saya. Dasarnya adalah ingin memperkenalkan diri apa adanya biar kita diterima dan kita juga bisa ikut bergabung, biar tidak ada pemisahan, saling memberi dan menerima untuk menuju ke kehidupan bagaimana yang terbaik bukan saya yang terbaik.
60
Harus berani memberi dan menerima. Semua orang itu kan tidak ada yang sempurna, untuk itulah kita harus saling mengisi.
Penulis sangat tertarik dengan pernyataan tersebut. Kalimat tersebut kalau dilihat
sekilas sangat sederhana tetapi kalau direnungkan memiliki makna yang dalam.
Dialog antar umat beriman merupakan suatu cara untuk memperkenalkan diri,
menunjukkan kepada orang lain apa yang kita miliki, baik budaya, adat, ajaran
agama, membuka diri dan hati kita kepada orang lain yang berbeda suku, agama, dan
budayanya. Dengan keterbukaan, setiap orang akan bergaul dengan semua orang lain
tanpa kecuali dengan maksud memahaminya, saling mengerti, saling menghargai,
dan membantu dalam membangun hidup bersama. Ada pepatah yang mengatakan,
tak kenal maka tak sayang. Dengan saling membuka diri, mengenal antara satu
dengan yang lain maka dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
Dalam hal mewujudkan kehidupan antar umat beriman yang harmonis,
sebagian besar responden sudah menyadari bahwa yang bertanggung-jawab adalah
semua umat tanpa kecuali. Sebagian kecilnya masih memahami bahwa dialog antar
umat beriman merupakan debat teologis sehingga yang bertanggung jawab adalah
orang yang tahu soal agama, dalam hal ini para pimpinan Gereja. Ini merupakan
pandangan lama sebelum Konsili Vatikan II yang keliru dan harus diubah. Dialog
bukanlah suatu konsep semata tetapi merupakan fakta yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Salah seorang teolog Gereja, Swidler (1990: 60) mengemukakan bahwa
yang berhak untuk menjadi subyek dialog bukan hanya para pemuka agama tetapi
semua orang beriman tanpa kecuali. Dialog antar umat beriman sebagai gerakan
bersama untuk membangun hidup yang lebih baik bukan hanya menjadi tanggung
61
jawab orang-orang yang berkuasa saja, tetapi menjadi suatu panggilan bagi semua
orang beriman.
Sebagai orang beriman, kita tidak hanya cukup berhenti pada mengimani apa
yang kita yakini, tetapi juga mencintai, dan melaksanakannya. Menciptakan
kerukunan dan kedamaian antar semua anggota masyarakat merupakan tanggung-
jawab dari semua orang beriman tanpa kecuali. Dialog antar umat beriman
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan nyata sehari-
hari. Dialog menjadi bagian dari kehidupan, di mana hanya melalui dan dalam dialog
itulah orang dapat menghayati keberadaannya sebagai seorang manusia dan dapat
lebih berkembang.
c. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat
Beriman
Ada yang mengatakan bahwa teori yang tidak disertai dengan praktek hanya
berhenti pada rumusan teori belaka. Oleh karena itu, penulis juga merasa bahwa
sangat tidak lengkap jika hanya meneliti tentang pemahaman umat akan dialog antar
umat beriman saja. Maka, supaya penelitian ini menjadi semakin lengkap, penulis
pada bagian ini menggali sejauhmana keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek
dalam dialog antar umat beriman. Melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui
sejauhmana tema APP memotivasi umat untuk terlibat dalam dialog antar umat
beriman. Hal ini sangat penting karena sebagai calon katekis, penulis juga bisa
mengetahui seberapa besar keberhasilan dari katekese dalam memotivasi umat untuk
terlibat dalam hidup menggereja dan bermasyarakat.
62
Tabel 4. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog
Antar Umat Beriman ( N = 25)
No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase
Sering. Dialog dengan
Mudika.
3 12 %
Sering. Pendalaman iman dan
koor.
10 40 %
Belum pernah karena selama
ini tidak ada seminar tentang
dialog antar umat beragama.
6 24 %
Pernah, dengan mengikuti
ekumene.
2 8 %
6. Apakah anda
pernah atau sering
terlibat dalam
dialog antar umat
beriman? Bentuk
dialog seperti
apakah yang anda
ikuti?
Sering. Dialog dalam hidup
sehari-hari.
4 16 %
Dialog tentang agama
masing-masing.
10 40 %
Komunikasi antar sesama
umat stasi agar kegiatan
gereja lancar. Pendalaman
Iman.
11 44 %
7. Menurut anda,
bentuk dialog
seperti apakah yang
paling cocok untuk
dilaksanakan di
stasi St. Maria
Cikampek? Olahraga dan kerja bakti. 4 16 %
Adanya pandangan
kristenisasi dari umat beriman
lain.
1 4 %
Ingin menang sendiri, malas
untuk terlibat.
8 32 %
Dewan stasi kurang
merangkul umat.
1 4 %
8. Hambatan-
hambatan apa yang
dialami oleh anda
dalam dialog antar
umat beriman?
Waktu berkumpul yang
kurang.
3 12 %
63
Jarak rumah umat yang
berjauhan.
1 4 %
Kekurangan tenaga yang
kompeten untuk dialog antar
agama.
1 4 %
Pandangan negatif umat yang
memandang kita pindah ke
Gereja lain bila ikut ekumene.
2 8 %
Umat belum menyadari
pentingnya dialog.
1 4 %
Tidak ada. 4 16 %
Jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan.
3 12 %
Ada pertemuan rutin
lingkungan untuk berdoa
bersama.
16 64 % 9. Hal-hal apa saja
yang dapat
mendukung
terlaksananya
dialog antar umat
beriman di stasi St.
Maria Cikampek?
Ada banyak kegiatan bersama
di masyarakat seperti
olahraga, kerja bakti,
posyandu, arisan ibu-ibu se-
RT, dll
9 36 %
Berdasarkan tabel 4 di atas responden paling banyak yakni 10 orang (40%)
mengatakan bahwa mereka telah sering mengikuti dialog antar umat beriman.
Adapun bentuk dialog yang sering mereka ikuti adalah pendalaman iman dan koor
lingkungan. Sedangkan responden paling sedikit (2 orang atau 8%) mengatakan
bahwa mereka pernah mengikuti dialog antar umat beriman yakni ekumene, atau
bentuk dialog antara Katolik dan Kristen. Pada item no 7, 11 responden (44%)
64
mengatakan bahwa bentuk dialog yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St.
Maria Cikampek adalah komunikasi antar sesama umat agar kegiatan Gereja dapat
berjalan dengan baik. Komunikasi ini menurut mereka dapat diusahakan melalui
pendalaman iman secara rutin. Sedangkan 4 responden (16%) mengatakan bahwa
bentuk dialog yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek
adalah olahraga dan kerja bakti. Pada item no 8 (32%) dapat dilihat bahwa 8
responden mengatakan hambatan-hambatan yang mereka alami dalam dialog antar
umat beriman adalah ingin menang sendiri dan malas untuk terlibat. Pada item no 9,
16 responden (64%) mengatakan bahwa yang dapat mendukung pelaksanaan dialog
antar umat beriman di stasi ini adalah adanya pertemuan rutin lingkungan untuk
berdoa dan latihan koor bersama. 9 responden lainnya mengatakan bahwa kegiatan
bersama di masyarakat seperti olahraga, kerja bakti, posyandu, arisan ibu-ibu se-RT
dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi ini.
Mengenai keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman, banyak
responden mengatakan bahwa mereka sering terlibat dalam dialog umat beriman,
yakni dengan mengikuti pendalaman iman dan koor lingkungan. Selain itu, ada juga
yang mengatakan bahwa mereka selama ini belum pernah mengikuti dialog antar
umat beriman karena tidak ada seminar tentang hal tersebut di stasi. Ketika ditanya
bentuk dialog seperti apa yang cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria
Cikampek ini, banyak responden mengatakan komunikasi antar sesama umat stasi
(pendalaman iman) dan dialog tentang agama masing-masing (seminar). Mengenai
hambatan yang dialami dalam dialog, banyak responden mengatakan ingin menang
sendiri dan malas untuk terlibat menjadi hambatan umat stasi dalam melaksanakan
dialog antar umat beriman.
65
Dari jawaban-jawaban responden tersebut, penulis mendapat kesan bahwa
pemahaman para responden mengenai dialog antar umat beriman belum mendalam,
masih sebatas dialog antar sesama umat yang seiman dan dialog teologis atau
pengetahuan saja. Dari sharing bersama umat, penulis menemukan bahwa
sebenarnya dialog antar umat beriman sudah dilaksanakan oleh umat stasi St. Maria
Cikampek dalam hidup mereka sehari-hari di masyarakat. Hanya saja mereka tidak
mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan dalam hidup sehari-hari itu merupakan
dialog antar umat beriman. Bentuk dialog yang selama ini dilaksanakan oleh umat di
stasi ini adalah dialog kehidupan. Dialog ini mereka laksanakan dalam kehidupan
mereka sehari-hari lewat kepeduliaannya pada sesama dengan mengunjungi orang
sakit, membantu mencarikan pekerjaan bagi yang menganggur, membantu
membayar uang sekolah dari anak yang orang tuanya tidak mampu, membantu
memberi makan saat pembangunan mesjid, ikut kerja bakti membersihkan
lingkungan sekitar, membantu korban banjir, mendonorkan darah bagi tetangga yang
membutuhkan, dan masih banyak lagi. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas bisa
menjadi basis untuk dialog antar umat beriman. Hidup bersama bukan membicarakan
tentang agama tetapi bagaimana bertindak bersama untuk hidup yang lebih baik.
Inilah dialog antar umat beriman, suatu gerakan bersama yang digerakkan oleh cinta
kasih tanpa melihat adanya perbedaan agama, suku, dan budaya. Seperti yang
diungkapkan Knitter (2008: 21) dialog yang paling membuahkan hasil bukan ketika
orang mendiskusikan tentang perbedaan atau persamaan dalam hal doktrin,
melainkan ketika berbagai tradisi agama itu berjuang bersama untuk memahami,
menghadapi, dan mengatasi penderitaan, entah penderitaan akibat kemiskinan,
66
penindasan, penyakit, atau penderitaan yang disebabkan oleh umat manusia terhadap
lingkungan alam yang sesungguhnya menjadi tempat tinggal kita.
Selain dialog kehidupan, ada juga beberapa umat yang sudah mulai terlibat
dalam ekumene, suatu bentuk dialog antar Gereja Katolik dan Kristen. Tetapi bentuk
dialog yang terakhir ini mengalami hambatan yang datang dari umat lain yakni
adanya prasangka dan gosip yang mengatakan bahwa mengikuti ekumene berarti
pindah ke gereja lain. Seperti yang disharingkan oleh salah satu responden yang aktif
sebagai prodiakon bahwa saat ini beliau sedikit berhati-hati dalam mengikuti
kegiatan ekumene karena adanya hambatan dari umat. Pandangan lama yang
menganggap bahwa kita harus bergaul hanya dengan sesama yang beragama Katolik
saja masih ada sehingga sangat sulit untuk berbaur dengan umat beragama lain,
teristimewa umat Kristen. Padahal dari sharing umat yang terlibat dalam ekumene
tersebut banyak manfaat yang mereka dapatkan dari kegiatan ekumene seperti
pengetahuan dalam membaca Kitab Suci dan kreatifitas dalam memimpin
pendalaman iman. Penulis dalam sharing bersama dengan umat saat observasi juga
menemukan bahwa banyak umat mengalami kendala yakni pandangan saudara
beriman lain yang menganggap karya amal atau sosial gereja sebagai tindakan
kristenisasi. Selain itu dalam pelaksanaan dialog antar umat yang seiman di stasi ini
masih ada kendala yakni rasa sukuisme dan egoisme dari umat.
Hal-hal yang mendukung terlaksananya dialog di stasi St. Maria Cikampek
menurut para responden adalah adanya pertemuan rutin lingkungan untuk berdoa
bersama. Selain itu, ada banyak kegiatan dalam masyarakat yang mendukung
terlaksananya dialog seperti kerja bakti, posyandu, arisan ibu-ibu se-RT, olahraga
bersama, dan lain-lain. Dari pengamatan penulis sendiri, hal lain yang mendukung
67
adalah adanya semangat dari umat untuk terlibat. Dari kunjungan penulis kepada
umat, mereka mengatakan bahwa keinginan untuk aktif terlibat sangat tinggi hanya
saja selama ini belum ada orang yang memberikan dorongan. Selain itu, masih ada
sebagian umat yang merasa minder untuk terlibat baik dalam hidup menggereja
maupun dalam masyarakat karena merasa memiliki latar belakang pendidikan dan
ekonomi yang lebih rendah dari yang lain. Oleh karena itu, umat perlu diberikan
motivasi dan dukungan semangat untuk terlibat di dalam dialog antar umat beriman.
d. Katekese sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman
Pada bagian ini penulis mengajak para responden untuk menyumbangkan
usul dan sarannya tentang upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan dialog
antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek ini. Adapun kegiatan yang lebih
difokuskan untuk meningkatkan dialog antar umat beriman adalah katekese.
Alasannya karena kegiatan pendalaman iman atau katekese merupakan kegiatan rutin
yang dilaksanakan oleh tiap lingkungan di stasi ini. Selain itu, katekese atau
pendalaman iman dapat membantu umat dalam memahami dialog antar umat
beriman dan makin aktif terlibat di dalamnya karena diangkat dari pengalaman hidup
sehari-hari sehingga lebih mudah untuk dimengerti. Berikut ini adalah laporan hasil
wawancara yang telah penulis rangkum dalam tabel di bawah ini dan disertai dengan
pembahasannya:
Tabel 5. Katekese sebagai Upaya Meningkatkan Dialog
Antar Umat Beriman (N = 25)
No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase
10. Apa usul dan saran Ada pertemuan-pertemuan 20 80 %
68
rutin seperti pendalaman
iman atau seminar di stasi
yang membahas tentang
dialog antar umat beriman.
Diadakan acara olahraga
dan kesenian.
3 12 %
dari anda agar umat
dapat lebih
termotivasi untuk
terlibat dalam dialog
antar umat beriman?
Kunjungan dari pimpinan
gereja/dewan stasi kepada
umat.
2 8 %
Belum karena saat APP
kemarin tidak ada kegiatan
pendalaman iman.
11 44 %
Pernah, saat pendalaman
iman masa prapaskah.
1 4 %
Belum pernah karena di
stasi belum diadakan
kegiatan dialog agama.
3 12 %
11. Apakah anda pernah
mengikuti kegiatan
katekese yang
membahas/mendalami
tentang dialog antar
umat beriman?
Jawaban tidak sesuai
dengan pertanyaan yang
diajukan.
10 40 %
Memakai media yang
menarik seperti film atau
cerita.
4 16 %
Bingung bagaimana
caranya memproses
katekese yang menarik.
13 52 %
Pemimpin pendalaman
imannya dapat menguasai
proses.
1 4 %
Ada buku panduannya. 1 4 %
12. Menurut anda,
program katekese
seperti apakah yang
dapat membantu
meningkatkan
keterlibatan umat stasi
St. Maria Cikampek
dalam dialog antar
umat beriman?
Yang tidak hanya berupa 1 4 %
69
tafsir Kitab Suci saja.
Kalau kita punya motivasi
mau tahu maka tetap
datang walau tidak
menarik.
5 20 %
Berdasarkan tabel diatas pada item no 10, 20 responden (80%) memberikan
usulan agar umat stasi St. Maria Cikampek dapat lebih termotivasi untuk terlibat
dalam dialog antar umat beriman maka perlu diadakan pertemuan-pertemuan rutin
di stasi yang membahas tentang dialog antar umat beriman. 3 (12%) responden
lainnya mengusulkan untuk diadakan kegiatan olahraga dan kesenian. Untuk item no
11, 11 responden (44%) mengatakan bahwa mereka belum pernah mengikuti
katekese yang membahas atau mendalami tentang dialog antar umat beriman karena
di lingkungan mereka tidak diadakan kegiatan pendalaman iman. 1 orang responden
(4%) mengatakan bahwa ia pernah mengikuti katekese yang membahas dialog antar
umat beriman yakni saat masa prapaskah yang lalu.
Pada item no 12, 13 responden mengatakan bahwa mereka bingung
bagaimana caranya agar katekese dapat menarik bagi umat. Sedangkan responden
paling sedikit, masing-masing 1 responden (4%) mengatakan bahwa cara memproses
katekese agar menarik bagi umat adalah dengan membuat buku panduan, pemimpin
pendalaman imannya harus menguasai bahan, dan tidak hanya berupa tafsir Kitab
suci saja.
Saat para responden diminta untuk memberikan usul dan saran agar umat
stasi St. Maria Cikampek dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar
umat beriman, banyak responden mengusulkan agar diadakan pertemuan-pertemuan
70
rutin yang membahas tentang dialog antar umat beriman seperti pendalaman iman
atau seminar. Usulan lainnya adalah agar diadakan kegiatan-kegiatan seperti
olahraga, kesenian, dan kunjungan pimpinan Gereja atau dewan stasi. Para
responden yang penulis wawancarai sebagian besar mengatakan bahwa perlu
diadakan pendalaman iman yang membahas tentang dialog antar umat beriman tetapi
yang lebih variatif dan menarik. Menurut mereka pendalaman iman yang selama ini
diadakan kurang menarik dan monoton sehingga umat menjadi bosan dan
mengantuk. Salah seorang prodiakon di stasi ketika penulis wawancarai mengatakan
bahwa memang selama ini ada masukan dari umat bahwa pendalaman iman yang
dilaksanakan terlalu monoton karena kebanyakan hanya mengikuti teks atau buku
panduan yang telah disediakan. Selain itu, proses pendalaman iman lebih banyak
berisi tafsir Kitab Suci sehingga belum terlalu menyentuh pengalaman hidup mereka.
Ketika ditanya apakah sudah pernah mengikuti katekese yang membahas
tentang dialog antar umat beriman, awalnya para responden mengalami kebingungan
untuk menjawab pertanyaan ini. Hal ini disebabkan karena umat tidak memahami
apa itu katekese. Mereka mengira bahwa katekese adalah pertemuan dengan para
katekis dan berhubung di stasi ini tidak ada katekis maka mereka katakan belum
pernah mengikutinya. Setelah penulis jelaskan bahwa pendalaman iman yang sering
mereka ikuti selama ini adalah juga merupakan katekese, baru semuanya mengatakan
sudah pernah ikut tetapi yang membahas tentang dialog antar umat beriman ada yang
sudah pernah dan ada yang belum. Ini menjadi suatu refleksi bagi penulis sendiri
dalam membuat soal-soal penelitian agar lain kali tidak menggunakan istilah-istilah
asing karena bisa saja bagi kita sudah familiar tetapi bagi umat awam merupakan
71
suatu hal yang baru. Selain itu, menjadi suatu keprihatinan juga bagi penulis bahwa
umat sama sekali tidak memahami apa itu katekese.
Banyak responden penelitian yang mengakui bahwa mereka belum pernah
mengikuti katekese yang membahas atau mendalami tentang dialog antar umat
beriman. Hal ini disebabkan karena saat prapaskah yang lalu di lingkungan sengaja
tidak diadakan kegiatan pendalaman iman karena menjadi penanggung-jawab segala
kegiatan yang berkaitan dengan perayaan Paskah. Mulai dari tahun lalu, saat
menjelang perayaan Paskah di stasi ini selalu diadakan kegiatan-kegiatan amal dan
Ekaristi yang kepanitiannya biasanya diserahkan kepada lingkungan. Hal ini secara
tidak langsung menjadi persaingan antar lingkungan untuk menjadi yang terbaik
sehingga dapat dimengerti kalau umat lingkungan yang ditunjuk sebagai panitia lebih
fokus untuk menyiapkan semuanya dan mengambil kebijakan untuk tidak
melaksanakan pendalaman iman. Kenyataan ini menjadi suatu keprihatinan bagi
penulis bahwa umat ternyata lebih mengutamakan pujian atas suksesnya tugas
mereka sebagai panitia perayaan Paskah dari pada mengikuti pendalaman iman saat
prapaskah. Dari sini juga penulis menemukan pokok permasalahan mengapa banyak
responden tidak memahami hakikat dialog antar umat beriman karena memang saat
prapaskah lalu mereka tidak mengikuti pendalaman iman. Maka dapat dimengerti
kalau mereka belum pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman.
Ketika para responden diminta untuk memberikan usulan tentang program
katekese seperti apa yang menurut mereka dapat membantu umat untuk terlibat
dalam dialog antar umat beriman. Banyak responden yang mengatakan bahwa
mereka sendiri bingung bagaimana cara membuat program katekese yang menarik
bagi umat. Mereka balik bertanya kepada penulis untuk memberikan masukan
72
bagaimana cara memproses katekese yang menarik. Ada juga responden yang
mengatakan bahwa kalau memang kita memiliki motivasi untuk tahu maka biarpun
katekese tersebut tidak menarik, kita akan tetap datang. Responden yang mengatakan
hal ini pada umumnya adalah orang-orang tua.
Dari wawancara dan sharing umat tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa umat sangat senang dan mendukung untuk diadakannya kegiatan-kegiatan
seperti pendalaman iman yang mendalami dialog antar umat beriman tetapi dengan
kemasan yang berbeda. Maksudnya bahwa proses pendalaman iman tersebut bersifat
kontekstual dan dikemas dengan menggunakan media atau sarana yang menarik,
tidak hanya berupa tafsir Kitab Suci saja.
Usulan lain yang diajukan umat adalah hendaknya diadakan kunjungan ke
lingkungan-lingkungan seperti yang dilakukan oleh penulis, dan seminar yang
membahas tentang dialog antar umat beriman. Untuk usulan yang terakhir ini setelah
didiskusikan dengan dewan stasi sedikit mengalami kesulitan untuk dilaksanakan
karena tidak ada tenaga-tenaga yang berkompeten untuk membantu terlaksananya
seminar tersebut. Selain itu, dewan stasi kesulitan untuk mencari narasumber dalam
seminar. Walaupun begitu, dewan stasi akan tetap berusaha agar kelak seminar
tentang dialog antar umat beriman dapat dilaksanakan di stasi ini.
6. Kesimpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman umat
stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman masih belum
mendalam. Kebanyakan umat masih memahami dialog antar umat beriman sebagai
sharing antar umat yang seiman dan dialog pengetahuan saja. Hal ini tidak sejalan
73
dengan hakikat dialog antar umat beriman yang penulis maksudkan. Dialog antar
umat beriman lebih dalam maknanya dari pada hanya sekedar dialog antar umat
beragama. Dialog antar umat beriman merupakan suatu komunikasi umat beriman di
mana tidak melihat perbedaan-perbedaan yang ada, suatu gerakan bersama yang
digerakkan oleh cinta kasih untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia.
Umat stasi St. Maria Cikampek selama ini sudah terlibat dalam dialog antar
umat beriman melalui keterlibatan mereka dalam hidup sehari-hari bersama yang
lain. Bentuk dialog yang sudah dilaksanakan di stasi ini adalah dialog kehidupan,
suatu bentuk dialog yang digerakkan oleh rasa solider dan kebersamaan. Hanya saja
mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan sehari-hari itu adalah juga
merupakan dialog antar umat beriman. Selain dialog kehidupan, masih ada bentuk-
bentuk dialog yang lain seperti dialog karya, dialog pandangan teologis, dan dialog
pengalaman keagamaan atau spiritual.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi
St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman maka perlu dibuat suatu
program katekese yang membahas mengenai dialog antar umat beriman. Untuk
usulan bagaimana memproses katekese yang menarik, penulis menemukan bahwa
banyak responden kebingungan untuk membuat katekese yang menarik bagi umat.
Memang sebelumnya saat masa prapaskah ada pendalaman iman yang membahas
tentang dialog antar umat beriman tetapi tidak menarik dan terlalu teoritis sehingga
belum terlalu menyentuh kehidupan umat. Hal ini kebanyakan disebabkan karena
pendamping pendalaman iman kurang kreatif dalam memimpin pertemuan
pendalaman iman. Dengan memperhatikan adanya kendala-kendala tersebut,
menurut penulis jika pihak stasi mau turun tangan dengan mengadakan kursus bagi
74
para pendamping pendalaman iman maka akan sangat membantu. Selain itu, dengan
adanya sharing dan usulan dari umat tersebut menjadi suatu masukan bagi penulis
untuk membuat usulan program katekese di bab empat nanti.
7. Hal-hal Yang Mendukung dan Menghambat Penelitian
Dalam proses menentukan umat yang akan menjadi responden penelitian,
sebenarnya penulis telah mempersiapkan sebaik mungkin dengan perhitungan yang
proporsional sesuai dengan jumlah umat tiap lingkungan tetapi dalam prakteknya
malah mengalami kesulitan. Ada banyak hal yang menyebabkan umat tidak mau
menjadi responden penelitian antara lain pengetahuan dan waktu.
Pada faktor pertama, penulis mendapat tanggapan dari responden yang
mengatakan secara spontan bahwa pertanyaan yang penulis ajukan susah. Umat
merasa kesulitan karena menurut mereka istilah dialog antar umat beriman masih
asing bagi mereka. Mereka lebih akrab dengan istilah dialog antar umat beragama.
Awalnya banyak tokoh umat yang tidak mau diwawancarai dengan alasan takut salah
dan pengetahuannya tentang topik yang di bahas masih kurang. Setelah penulis
memberikan pengertian bahwa yang dibutuhkan bukanlah jawaban yang salah atau
benar tetapi sesuai dengan kenyataan yang dialami dalam hidup sehari-hari barulah
mereka mau untuk diwawancarai. Faktor kedua yang menghambat pelaksanaan
penelitian ini adalah waktu. Karena kebanyakan umat lingkungan bekerja sampai
sore hari maka baru bisa ditemui saat malam. Untuk mengatasinya, penulis
menghubungi ketua-ketua lingkungan untuk diadakan pertemuan sehingga bisa
langsung diadakan wawancara saat itu.
75
Hal teknis lain adalah persiapan dari penulis sendiri dalam mengadakan
penelitian terutama dalam sarana pendukung. Penulis sendiri menyadari keterbatasan
dana sehingga hasil penelitian ini tidak maksimal. Tetapi dalam keterbatasan
tersebut, penulis tetap berusaha semaksimal mungkin dengan menggunakan sarana-
sarana yang ada.
Pada persiapan penelitian, penulis merencanakan untuk membuat video
rekaman dari wawancara. Tetapi dalam pelaksanaannya penulis merasa sedikit
kecewa karena hasilnya jauh sekali dari yang diharapkan. Karena wawancara
kebanyakan diadakan pada malam hari maka hasil rekaman video kebanyakan gelap
sehingga hanya terdengar suaranya tanpa dapat dikenali wajah dari responden yang
diwawancarai. Hal ini mungkin dikarenakan kualitas kamera yang dipakai tidak
terlalu bagus. Meskipun banyak kendala dan permasalahan yang dialami selama
penelitian ini, penulis tetap berusaha untuk menemukan nilai positif yakni menjadi
pendorong bagi penulis untuk tetap bersemangat dan tidak mudah putus asa.
BAB IV
KATEKESE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa pemahaman umat
stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman masih belum
mendalam. Kebanyakan umat masih memahami dialog antar umat beriman sebagai
sharing antar umat yang seiman dan dialog pengetahuan saja. Bentuk dialog yang
biasanya dilaksanakan oleh umat di stasi ini adalah dialog kehidupan. Oleh karena
itu, penulis dalam bab IV ini mengusulkan suatu program katekese untuk
meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam
dialog antar umat beriman yang disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan umat.
Program ini sekaligus menjadi masukan bagi para pendamping pendalaman iman
stasi St. Maria Cikampek yang kebingungan untuk membuat bentuk program
katekese yang menarik bagi umat.
Pembahasan pada bab IV ini penulis bagi dalam dua bagian besar yakni;
hakikat dan tujuan katekese yang dialogis, dan usulan program katekese untuk
meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman.
Bagian pertama membahas hakikat katekese yang dialogis, tujuan katekese, model-
model katekese yang dialogis, dan katekese demi meningkatkan dialog antar umat
beriman dalam masyarakat plural. Bagian kedua berisikan usulan program katekese
untuk meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar
umat beriman. Bagian ini meliputi pemikiran dasar, matriks program katekese, dan
contoh persiapan program katekese bagi umat.
77
A. Katekese dan Evangelisasi
Dalam dialog, orang kristiani dipanggil menjadi saksi Kristus, dengan
mengikuti Tuhan yang mewartakan Kerajaan Allah, yang prihatin dan berbelas kasih
kepada setiap orang. Bapa Suci Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi, art. 18
mendefinisikan penginjilan atau evangelisasi sebagai kegiatan untuk membawa kabar
baik kepada semua manusia, dan melalui semangat Injil mengubah manusia dari
dalam dan membuatnya menjadi baru. Konferensi Uskup Amerika Latin, Puebla,
Januari 1979, menerima pandangan Paus Paulus VI dan menekankan bahwa melalui
evangelisasi Gereja memberikan sumbangan dalam usaha membangun masyarakat
baru yang lebih bersaudara dan adil.
Pewartaan Injil bertujuan mempertobatkan dalam arti penerimaan bebas
kabar baik Allah dan menjadi anggota Gereja. Dialog, sebaliknya mengandaikan
pertobatan dalam arti kembali kepada hati Allah dalam kasih dan ketaatan kepada
kehendak-Nya, dengan kata lain keterbukaan terhadap kegiatan Allah (Pontifical
Council for Interrreligious Dialogue, 2007: 30). Di tengah-tengah hidup masyarakat
yang pluralis maksud evangelisasi jelas bukanlah kristenisasi tetapi penghayatan dan
perwujudan iman secara baru.
Menurut CT, art. 18, katekese merupakan salah satu momen penting dari
evangelisasi. Katekese sebagai bagian utuh pastoral Gereja memiliki hubungan erat
dengan evangelisasi. Arah evangelisasi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
jemaat atau proses revitalisasi nilai-nilai kristianitas. Arah evangelisasi tersebut juga
perlu dipahami sebagai arah katekese. Evangelisasi membantu umat supaya lebih
mengenal, mengasihi, dan mengikuti Yesus Kristus. Selain itu, mendorong umat
supaya berdasar imannya memberikan kesaksian konkret di tengah-tengah hidup
78
masyarakat agar kehadiran umat sungguh mendatangkan berkat positif bagi hidup
warga masyarakat pada umumnya. Evangelisasi tidak terbatas hanya berupa
pelayanan atau pewartaan sabda tetapi juga realisasi tugas perutusan Gereja untuk
menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Arah utama seluruh kegiatan pastoral Gereja
adalah pembangunan jemaat. Sebagai bagian pastoral Gereja, salah satu tujuan utama
katekese adalah pengembangan hidup jemaat agar secara bersama-sama ikut
berjuang mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup manusia.
B. Hakikat dan Tujuan Katekese yang Dialogis
1. Hakikat Katekese yang Dialogis
Dalam Kitab Suci terdapat sejumlah kata katekese. Arti asli katekese adalah
membuat bergema, menyebabkan sesuatu bergaung. Kata katekese ditemukan dalam
Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam Jalan Tuhan), Kis 21:21
(mengajar), Rm 2:18 (diajar), 1 Kor 14:19 (mengajar), dan Gal 6:6 (pengajaran).
Dalam konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan
pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman (Telaumbanua,
1997: 2).
Dalam CT, art. 18, Paus Yohanes Paulus II mendefenisikan katekese sebagai: … pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara sistematik dan organis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.
Dengan kata lain: katekese adalah usaha-usaha dari pihak Gereja untuk menolong
umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujud-nyatakan imannya dalam
hidup sehari-hari. Dalam rumusan ini ada tiga kata kunci yang ditekankan yaitu:
79
pembinaan iman, penyampaian ajaran Kristen secara organis dan sistematis, serta
pemenuhan hidup Kristen.
PKKI II (Lalu, 2005: 5) mendefenisikan katekese sebagai suatu komunikasi
iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat atau
kelompok. Dengan komunikasi iman para peserta katekese saling meneguhkan dan
menguatkan menuju perkembangan hidup. Katekese umat berpusat pada hidup umat:
dari, oleh, dan untuk umat. Karena itu, katekese bersifat komprehensif dalam arti
mencakup semua unsur hidup dan kegiatan umat. Di lain pihak, katekese juga
diartikan sebagai salah satu tugas pastoral Gereja dalam bidang pewartaan. DCG, art.
21 menyatakan bahwa katekese menjadi bentuk pelayanan Sabda yang dilakukan
Gereja untuk membantu manusia menghidupkan dan memperkembangkan imannya
akan Yesus Kristus sehingga menjadi iman yang matang, sadar secara aktif dalam
hidup menggereja dan memasyarakat melalui komunikasi iman antar pribadi dalam
persekutuan. Adisusanto (2000: 1) mengatakan bahwa katekese sebagai pendidikan
iman merupakan salah satu bentuk pewartaan Gereja yang bertujuan membantu
orang beriman agar makin mendalam dan makin terlibat dalam dinamika hidup
menggereja dan memasyarakat baik secara pribadi maupun kelompok.
Pada pekan studi kateketik internasional di Medellin tahun 1968 ditegaskan
bahwa kecuali menghadapi tantangan sekularisasi, perubahan pola hidup, dan
keadaan masyarakat yang semakin majemuk, katekese juga dituntut supaya
memperhatikan dimensi sosial politik hidup manusia sekarang. Solidaritas dan
keberpihakan pada kaum miskin dan menderita merupakan pilihan yang harus
ditawarkan kepada mereka semua yang terlibat aktif dalam katekese. Katekese yang
sungguh-sungguh berfungsi sebagai pewartaan dan pendidikan iman juga akan
80
mampu melaksanakan peranannya dalam menumbuhkan kepekaan sosial. Dengan
kata lain, katekese yang dilaksanakan perlu membina orang beriman, terutama kaum
awam agar mereka aktif melibatkan diri dalam persoalan-persoalan sosial, politis,
ekonomi, demi perkembangan dan kemajuan masyarakat terutama mereka yang
sangat membutuhkan bantuan.
Pada pertemuan yang pertama pada tahun 1970 di Manila (Michel, 2004: 5),
para uskup Katolik di Asia mencatat tiga unsur dari kenyataan di Asia sebagai
konteks kemasyarakatan tempat di mana iman Kristiani harus dihayati. Pertama,
umat Katolik di Asia hidup di tengah-tengah jutaan penganut keyakinan dari agama-
agama lain. Kedua, umat Katolik merupakan bagian dari kebudayaan-kebudayaan
Asia yang kuno dan kaya yang mereka warisi dan perlu mereka pelihara. Ketiga,
umat Katolik hidup dalam aneka ragam masyarakat, tempat di mana kemiskinan
yang menghancurkan dan menindas masih merupakan nasib sehari-hari dari
kebanyakan rakyat. Dengan demikian, perutusan dari gereja-gereja Asia menurut
para uskup adalah harus merupakan tugas berdialog antara Injil – umat dari Injil itu –
dengan tiga kenyataan tersebut. Atau dapat dikatakan bahwa Gereja Asia
melaksanakan tugas perutusannya dalam tiga matra dialog yakni, dialog antar-
agama, dialog antar-budaya, dan dialog dengan kaum miskin dan mereka yang
tersingkirkan.
Yesus Kristus dalam pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah selalu berdialog
dengan konteks masyarakat dan para pendengar-Nya. Yesus mempergunakan
perumpamaan, cerita, ajaran, serta berbagai hal yang muncul dan berkembang dalam
masyarakat saat itu. Yesus peka terhadap situasi sosial, politik, ketidakadilan, dan
penindasan di zaman-Nya. Kritik-Nya yang tajam terhadap para ahli-ahli taurat dan
81
orang-orang yang suka menelan rumah janda dan menodai Bait Allah dalam Luk
20:45-47 merupakan contoh-contoh yang jelas.
Pewartaan Yesus ini merupakan pewartaan yang dialogis dan transformatif,
mengubah dan membebaskan hidup. Zakheus kepala pemungut cukai bertobat
setelah disapa oleh Yesus (Luk 19:1-10). Pewartaan dialogis yang diwartakan Yesus
membawa suatu tranformasi seperti yang diungkapkan dalam Mat 11:5 “Orang buta
melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar,
orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik”.
Seperti yang telah diungkapkan oleh penulis pada bab-bab sebelumnya
bahwa dialog antar umat beriman adalah aksi bersama untuk mewujudkan cinta kasih
Kerajaan Allah di dunia. Dialog antar umat beriman merupakan suatu komunikasi
umat beriman di mana tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada, seluruh umat
beriman berjuang bersama mewujudkan suatu transformasi ke arah yang lebih baik.
Dengan demikian hakikat katekese yang dialogis adalah suatu komunikasi antar umat
beriman yang bersifat dialogis transformatif, memperjuangkan terwujudnya nilai-
nilai Kerajaan Allah di dunia.
Katekese yang dialogis dan transformatif berarti bahwa dalam
pelaksanaannya harus melalui dialog, bukan dengan jalan indoktrinasi serta
berorientasi pada terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Dialog yang
terjadi dalam katekese hendaknya bersifat multi arah, antara peserta dengan
pendamping dan yang lebih penting lagi adalah dialog antar sesama peserta.
Kesediaan untuk berdialog nampak dalam keterbukaan untuk mendengar,
kerendahan hati untuk belajar dan menerima masukan orang lain, dan bersedia untuk
mengemukakan pendapat dan pengalaman imannya. Katekese yang dialogis akan
82
sungguh mempunyai arti bagi perkembangan hidup bersama bila mengarah pada
gerakan bersama yang bersifat transformatif, suatu gerakan atau aksi bersama untuk
mengubah situasi yang ada menjadi lebih baik. Situasi menjadi lebih baik kalau
ketidakadilan sosial, kemiskinan, penderitaan, dapat dihapuskan atau dikurangi;
kalau perdamaian diperjuangkan, lingkungan hidup dilindungi dari ancaman
kehancuran dan dipelihara menjadi lingkungan bagi kehidupan bersama yang lebih
manusiawi.
2. Tujuan Katekese
Pada prinsipnya tujuan katekese adalah membantu jemaat beriman kristiani
untuk semakin percaya kepada Kristus sehingga iman umat semakin diperteguh dan
dikuatkan. Paus Yohanes Paulus II dalam CT, art. 25 menjelaskan tentang tujuan
katekese sebagai berikut:
Pada intinya katekese sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman maupun kesaksian umat Kristen di tengah masyarakat. Tujuannya ialah mendampingi umat Kristen, untuk meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putra Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Katekese bertujuan juga menyiapkan mereka untuk membela terhadap siapapun yang meminta pertanggung-jawaban atas harapan yang ada pada mereka. PKKI II yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juni s.d 5 Juli 1980 di Klender-
Jakarta (Lalu, 2005: 3-7) merumuskan tujuan katekese sebagai berikut:
1) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari
2) Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari
3) Dengan demikian kita semakin sempurna dalam iman, berharap mengamalkan cinta kasih, dan semakin dikukuhkan hidup kristiani kita
4) Pula kita makin bersatu dalam Kristus, semakin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat, dan mengokohkan Gereja semesta
83
5) Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat
Dalam uraian tugas-tugas katekese ini dapat disimpulkan tentang tujuan
katekese yakni:
Untuk mengantar orang-orang kristiani kepada iman melalui pembangunan keselamatan-Nya yang berpusat pada Yesus Kristus dan Sabda Allah yang menjadi manusia serta diterangi oleh Roh demi mengusahakan hidup sesuai dengan karya keselamatan Allah sehingga mereka mampu ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja secara terbuka dan bertanggung-jawab (DCG, art. 21). Heryatno (2008: 3-6) dengan menegaskan kembali pandangan Groome dalam
bukunya Horizon and Hopes merumuskan hakikat dan tujuan katekese sebagai
gerakan mengkomunikasikan harta kekayaan iman Gereja supaya dapat membentuk
dan membantu jemaat memperkembangkan imannya pada Yesus Kristus baik secara
personal maupun komunal demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah
kenyataan dunia.
Dalam mengkomunikasikan harta kekayaan iman Gereja, proses dan tekanan
katekese bersifat komunikatif dan partisipatif yang berlangsung dalam suasana
kekeluargaan atau dalam bahasa Elizabeth Caldwell disebut dengan homemaking.
Homemaking adalah suatu gerakan, sebuah realitas relasi, suatu tempat yang dicari
orang untuk menjadi diri sendiri dan bertanggung-jawab dalam membangun dunia.
Di dalam proses semacam ini umat diharapkan menyikapi komunikasi harta
kekayaan iman kristiani sebagai mitra untuk berefleksi dan berdialog. GDC, art. 29
menegaskan bahwa proses katekese juga berusaha untuk membentuk inti hidup dan
jati diri jemaat sehingga iman mereka betul-betul menjadi poros kehidupan. Melalui
komunikasi harta kekayaan iman dan penafsirannya, katekese berusaha menempa
kedalaman hidup jemaat. Kedalaman hidup mencakup sikap dasar, kesadaran,
84
keyakinan, dan pandangan atau nilai hidup. Usaha ini juga berarti mewujudkan
proses pembentukan atau formasi yang utuh mencakup seluruh dimensi kehidupan
umat manusia. Formasi mencakup proses sosialisasi umat ke dalam hidup
berkomunitas dan edukasi yang berlangsung secara terus menerus. Sosialisasi atau
edukasi diwujudkan melalui partisipasi dan komunikasi.
Katekese juga menekankan pentingnya life long conversion atau pertobatan
terus menerus atau semper reformanda. Perkembangan atau pertobatan jemaat yang
bersifat utuh akan memberi sumbangan penting di dalam membangun hidup Gereja
dan menata hidup bersama di masyarakat sehingga setiap orang secara bebas dapat
menjadi dirinya yang sejati. Dengan kata lain, pertobatan utuh jemaat harus menjadi
berkat positif bagi persaudaraan dan kesejahteraan bersama. Karena itu, GDC, art. 6
menegaskan pentingnya pertobatan atau metanoia seumur hidup.
Kerajaan Allah dipahami sebagai kehendak dan karya Allah untuk
menyelamatkan umat manusia. Kitab Suci Perjanjian Lama menggambarkan Allah
yang menghendaki agar semua umat manusia hidup di dalam damai sejahtera atau
shalom. Kerajaan Allah dipahami sebagai anugerah dan karya Allah tetapi juga
sebagai undangan bagi manusia untuk menjadi pejuang-pejuang demi kesejahteraan
hidup bersama. Karena itu dapat dinyatakan bahwa Kerajaan Allah sekaligus karya
Allah dan tanggapan manusia. GDC, art. 163 menggambarkan Yesus Kristus sebagai
katekis demi Kerajaan Allah. Di dalam seluruh hidup-Nya, Yesus mewartakan
sekaligus mewujudkannya. Kerajaan Allah menjadi pusat pewartaan dan karya-Nya.
Oleh karena itu, terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi inti dari segala
tujuan pastoral Gereja. Terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah harus merasuki dan
meresapi seluruh proses penyelenggaraan katekese dan kenyataan di segala bidang
85
dan segi hidup orang Kristen. Dengan demikian, katekese yang integratif
menekankan kesatuan seluruh umat sebagai murid-murid Yesus yang dipanggil
untuk mengikuti Yesus Kristus dan diutus untuk bersama-sama berjuang demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Katekese menekankan bangkitnya kesadaran
dan tindakan seluruh umat sebagai “katekis”, yang berkatekese di dalam seluruh
kenyataan hidupnya.
C. Katekese Umat Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Umat Beriman Dalam
Masyarakat Plural
1. Perkembangan Katekese Umat
Paham Katekese Umat menurut PKKI II diartikan sebagai komunikasi iman
atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) yang bertujuan untuk perjumpaan
pribadi dengan Yesus Kristus, satu-satunya pola dan komitmen penuh pesona bagi
para murid-Nya, melalui perjumpaan hati dan budi dengan saudara-saudara seiman
(Lalu, 2005: 5). Bertolak dari pertobatan hati yang mendalam, mereka ingin dijiwai
oleh semangat Injil dalam suka duka harian, dan menatap wajah Kristus dalam diri
sesama.
Subyek Katekese Umat adalah para peserta sendiri sebagai persekutuan iman
dalam kasih Kristiani, yang diharapkan berkembang melalui komunikasi
pengalaman-pengalaman situasi konkret yang dihadapi dan ditanggapi dalam iman
(Lalu, 2005: 69-71). Jalur komunikasi yang tercipta dalam Katekese Umat adalah
komunikasi yang multi arah. Semua peserta ikut ambil bagian dalam proses katekese.
Mereka berpartisipasi untuk mengemukakan pendapat, sharing pengalaman imannya,
86
saling menghargai, dan mendengarkan. Pemimpin katekese bertindak sebagai
fasilitator yang bertugas mempermudah dan membantu menciptakan suasana yang
komunikatif (Lalu, 2005: 71-73). Dalam hal ini pemimpin Katekese Umat
menghayati spiritualitas Kristus sebagai pemimpin yang mau melayani anggota-
anggotanya. Seorang pemimpin Katekese Umat tidak boleh bersikap mendoktrinasi
dan menganggap dirinya lebih tahu dari peserta yang lain. Dalam Katekese Umat
kedudukan semua peserta adalah sederajat.
Sejak dicetuskannya paham Katekese Umat tahun 1977 di Sindanglaya, Jawa
Barat pada pertemuan panitia Kateketik Keuskupan se-Indonesia (PKKI) yang
pertama, sampai saat ini telah diadakan PKKI sebanyak sembilan kali. Namun untuk
membatasi pembahasan pada skripsi ini agar lebih terfokus maka penulis hanya akan
membahas tentang hasil-hasil PKKI yang penulis nilai penting untuk ditekankan
dalam katekese untuk mewujudkan dialog antar umat beriman.
PKKI IV mengangkat tema membina iman yang terlibat dalam masyarakat.
Tema ini didasari oleh berkembangnya kesadaran bahwa Katekese Umat telah
berhasil mempererat persaudaraan dalam Gereja, tetapi persaudaraan tersebut baru
bersifat ke dalam, intern antar sesama umat Katolik (Lalu, 2005: 12). Persaudaraan
di dalam Gereja adalah tanda dan sarana atau langkah untuk mengusahakan
persaudaraan yang lebih luas dan meluas di tengah masyarakat, sesuatu yang
dilandasi oleh keadilan dan penghormatan akan hak-hak dan martabat manusia,
terutama yang lemah. Seruan yang sama telah dilontarkan oleh para uskup se-Asia
sejak sekitar tahun 1970-1974: Gereja mau mengaktualisasikan dirinya dengan
menjadi misioner dan tinggal dalam kenyataan hidup Asia yang keras. Iman yang
bercorak misioner berarti lebih memberi perhatian kepada mereka yang lemah dan
87
terdesak, mendampingi mereka untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masa
sekarang ini, dan iman yang memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup dan
kekayaan alam. Dalam PKKI IV ini disadari perlunya analisis sosial sebagai titik
tolak dan mewarnai proses Katekese Umat dalam memahami kenyataan dan
masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Kesadaran akan pentingnya iman yang memasyarakat mendorong PKKI V
untuk mengangkat kembali tema PKKI IV yaitu membina iman yang terlibat dalam
masyarakat (Lalu, 2005: 17). Disadari bahwa iman perlu dimengerti dan dihayati
sebagai iman yang memasyarakat, menyejarah dalam pergumulan hidup manusia
dalam konteksnya yang konkret. Oleh karena itu, katekese mempunyai tugas
membina dan membantu agar umat memiliki dan menghayati iman yang terlibat
dalam masyarakat.
PKKI VI bergumul dengan tema menggalakkan karya katekese di Indonesia
memperdalam permasalahan seputar Katekese Umat yang telah diolah oleh PKKI-
PKKI sebelumnya. Disadari bahwa telah banyak kegiatan Katekese Umat yang
dilaksanakan untuk mengembangkan jemaat namun perlu direfleksikan apakah
semua kegiatan itu telah sungguh membangun jemaat yang berorientasi pada
Kerajaan Allah. Jemaat yang dicita-citakan dalam PKKI VI adalah jemaat yang
mengikuti semangat Kristus, berorientasi pada Kerajaan Allah (Lalu, 2005: 27).
Jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah hadir di dunia bukan untuk dirinya,
tetapi bagi dunia. Tema-tema yang digeluti seperti penggunaan Kitab Suci dalam
katekese yang menggunakan metode analisa sosial, peran media, serta spiritualitas
katekis merupakan karya Katekese Umat yang berorientasi pada Kerajaan Allah.
88
Pada tanggal 22-28 Februari 2004 dilaksanakan PKKI VIII guna
mengevaluasi apakah Katekese Umat telah sungguh berhasil menunjang
pertumbuhan dan perkembangan Komunitas Basis Gerejani. Untuk maksud itu,
PKKI VIII membahas tentang bagaimana Katekese Umat bisa membangun
Komunitas Basis Gerejani yang lebih berdimensi sosial, politik, ekonomi, budaya,
dan sebagainya, sehingga masyarakat Indonesia dapat dibantu untuk bisa hidup lebih
adil, damai, dan sejahtera (Lalu, 2005: 38). Ditegaskan bahwa upaya Katekese Umat
dalam Komunitas Basis Gerejani dengan teologi pembebasan dan spiritualitas
keterlibatan adalah juga membebaskan sesama manusia dari ketakutan untuk
memberdayakan diri. Katekese Umat menguatkan lutut yang lemah, menopang yang
lesu, menegakkan kepala yang terkulai, dan memacu hati yang kecut. Spiritualitas
KBG adalah spiritualitas keterlibatan yang meneladani teladan Salib Yesus Kristus.
Dengan mengambil fokus pendalaman tentang masyarakat yang tertekan
sebagai tujuan kegiatan katekese di masa-masa mendatang, maka PKKI IX yang
dilaksanakan di Tomohon, Manado tanggal 17-23 Juni 2008 ini lebih tegas
menyatakan keberpihakannya pada keadaan masyarakat Indonesia yang tertekan.
Keberpihakan yang jelas itu akan dikonkretkan pula oleh Bimas Katolik Depag RI
dengan mengambil langkah nyata menyalurkan dana sekitar 75% hingga 80% untuk
pemberdayaan langsung di daerah-daerah. Dari kenyataan di lapangan, ketertekanan
dari masyarakat Indonesia dalam banyak bidang kehidupan seperti di Sumatera,
Kalimantan, Manado, Ambon, Makassar, Papua, Nusa Tenggara, dan Jawa menjadi
alasan Gereja Katolik melakukan katekese untuk memberi peneguhan, pencerahan,
serta keberanian untuk mengatasi ketertekanan itu. Tema tersebut diolah dengan
mendalami bidang kemanusiaan, hukum, dan politik.
89
2. Keunggulan Katekese Umat
Katekese Umat memiliki beberapa keunggulan yakni melibatkan peserta
secara aktif dalam proses, selalu berbicara tentang hidup nyata dalam terang Injil,
umat aktif berkomunikasi, dan yang dikomunikasikan adalah hidup nyata (Lalu,
2005: 79).
a. Katekese Umat sering disebut katekese dari umat, oleh umat, dan untuk umat.
Dalam Katekese Umat semua peserta aktif berpikir, aktif berbicara, dan aktif
mengambil keputusan. Umat menjadi subyek dalam berkatekese sehingga peserta
menjadi kreatif, kritis, dan otonom.
b. Katekese Umat selalu berbicara tentang hidup nyata dalam terang Injil sehingga
peserta disadarkan bahwa Allah hadir dan berkarya dalam hidup nyata mereka.
c. Katekese umat senantiasa mengandalkan bahwa dalam berkatekese, umat aktif
berkomunikasi. Komunikasi yang dilaksanakan adalah komunikasi tentang hidup
nyata dalam terang iman kristiani.
d. Dalam Katekese Umat, peserta berbicara dan berkomunikasi tentang hidup nyata.
Pembicaraan tentang hidup nyata membuat Katekese Umat dan Gereja sungguh
terbuka dan kontekstual. Orientasi Katekese Umat tidak hanya terbatas pada
Gereja saja tetapi pada perwujudan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup
bersama.
3. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese yang Dialogis
Sebagai suatu pendekatan, model ini menekankan proses berkatekese yang
bersifat dialogis partisipatif supaya dapat mendorong peserta, berdasar komunikasi
antara tradisi dan visi hidup mereka dengan tradisi dan visi Kristiani, sehingga baik
90
secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan
keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan
manusia (Heryatno, 1997: 1). Model katekese ini bermula dari pengalaman hidup
peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman
iman dan visi Kristiani supaya muncul pemahaman, sikap, dan kesadaran baru yang
memberi motivasi pada keterlibatan baru. Katekese dengan model Shared Christian
Praxis sangat menggaris-bawahi peran keberadaan peserta sebagai subyek yang
bebas dan bertanggung-jawab. Komunikasi yang terjadi dalam katekese bersifat
multi arah, yakni dialog tidak hanya terjadi antara peserta dengan pendamping tetapi
juga terjadi antar sesama peserta.
a. Tiga Komponen Pokok dalam Model Shared Christian Praxis
Ada tiga komponen pokok dalam model Shared Christian Praxis yakni:
praksis, Kristiani, dan shared.
1) Praksis
Praksis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan demi
tercapainya suatu transformasi kehidupan yang di dalamnya terkandung proses
kesatuan dialektis antara praktek dan teori yaitu kreativitas, antara kesadaran historis
dan refleksi kritis yakni keterlibatan baru. Praksis mempunyai tiga komponen yang
saling berkaitan yaitu: aktifitas, refleksi, dan kreativitas. Ketiga unsur pembentuk ini
berfungsi membangkitkan perkembangan imajinasi, meneguhkan kehendak, dan
mendorong praxis baru yang dapat dipertanggung-jawabkan secara etis dan moral.
91
2) Kristiani
Katekese dengan model Shared Christian Praxis mencoba mengusahakan
supaya kekayaan iman kristiani makin terjangkau, dekat, relevan, dan inspiratif
untuk kehidupan peserta pada zaman sekarang. Dengan proses itu diharapkan
kekayaan iman Gereja sepanjang sejarah berkembang menjadi pengalaman iman
jemaat pada zaman sekarang. Kekayaan iman yang ditekankan dalam model ini
meliputi dua unsur pokok yaitu pengalaman hidup Kristiani sepanjang sejarah
(tradisi) dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani
yang hidup dan sungguh dihidupi. Sedangkan visi Kristiani menggarisbawahi
tuntutan dan janji yang terkandung di dalam tradisi, tanggung-jawab, dan pengutusan
orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan
mereka. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah di dalam kehidupan manusia.
3) Shared
Istilah shared menunjuk pengertian komunikasi yang timbal balik, sikap
partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, terbuka baik untuk kedalaman diri
pribadi, kehadiran sesama maupun untuk rahmat Tuhan. Dialog di mulai dari diri
sendiri dan diungkapkan selaras dengan pengalamannya sendiri dalam suasana
persaudaraan dan cinta kasih. Istilah ini juga menekankan proses katekese yang
menekankan dialog, kebersamaan, keterlibatan, dan solidaritas. Sumarno (2007: 17)
dengan menegaskan kembali pemikiran Groome mengatakan bahwa syarat-syarat
yang perlu dalam sharing adalah cinta akan dunia dan manusia yang menjadi dasar
berkomunikasi, sikap kerendahan hati mau menerima dan memberi pengalaman
92
pribadi, pengalaman iman yang mendalam yang melibatkan kepercayaan pada
manusia lain dengan jujur dan terbuka, suasana saling berharap akan kekuatan dan
dukungan dari sesama, dan bijaksana terhadap apa yang mau disharingkan dan yang
diterima dari hasil sharing orang lain.
b. Langkah-langkah Shared Christian Praxis
Langkah-langkah dalam Shared Christian Praxis dibagi dalam lima langkah
yakni pengungkapan praxis faktual, refleksi kritis pengalaman faktual,
mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani lebih terjangkau, interpretasi dialektis
antara praksis dan visi peserta dengan tradisi dan visi kristiani, dan keterlibatan baru
demi makin terwujudnya Kerajaan Allah di dunia (Heryatno, 1997: 5-7).
1) Pengungkapan Praksis Faktual
Langkah ini mengajak para peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup
dan keterlibatan mereka entah dalam bentuk cerita, puisi, tari, nyanyian, drama
pendek, lambang, dll. Dalam proses pengungkapan itu, peserta dapat menggunakan
perasaan mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan, dan keyakinan yang
melatarbelakanginya. Dengan cara ini diharapkan peserta menjadi sadar dan bersikap
kritis pada pengalaman hidupnya sendiri. Langkah pertama ini bersifat obyektif
deskriptif yakni mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi.
2) Refleksi Kritis Pengalaman Faktual
Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis, dan kreatif
dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri maupun
93
masyarakatnya. Tujuan langkah ini adalah memperdalam refleksi dan mengantar
peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatan mereka, akan anggapan dan alasan
(pemahaman), motivasi, sumber historis (pengenangan), kepentingan, dan
konsekuensi yang disadari dan hendak diwujudkan. Langkah ini bersifat analitis
yang kritis. Dengan refleksi kritis pada pengalaman konkret peserta diharapkan
sampai pada nilai dan visinya yang pada langkah keempat akan dikonfrontasikan
dengan pengalaman iman Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani.
3) Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau
Pokok langkah ini adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani
menjadi lebih terjangkau, lebih dekat, dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang.
Pada langkah ini pada umumnya peranan pendamping mendapatkan tempatnya.
Sebagai pendamping ia diharapkan dapat membuka jalan selebar-lebarnya,
menghilangkan segala macam hambatan sehingga semua peserta mempunyai
peluang besar untuk menemukan nilai-nilai dari tradisi dan visi Kristiani.
Yang dimaksud dengan tradisi adalah iman kristiani yang sungguh dihidupi
dan diperkembangkan Gereja dalam sejarahnya. Tradisi Gereja tidak terbatas pada
pengajaran Gereja (dogma) tetapi juga merangkum Kitab Suci, spiritualitas, devosi,
kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian Gereja, liturgi, kepemimpinan, dan lain
sebagainya. Visi merefleksikan harapan dan janji, mandat dan tanggung-jawab yang
muncul dari tradisi suci yang bertujuan untuk mendorong dan meneguhkan iman
jemaat dalam keterlibatannya untuk mewujudkan kehadiran nilai-nilai Kerajaan
Allah.
94
4) Interpretasi Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan
Visi Kristiani
Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan,
memperkembangkan, dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah
ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Untuk selanjutnya pokok-pokok penting
itu dikonfrontasikan dengan hasil interpretasi tradisi dan visi kristiani dari langkah
ketiga. Dari proses konfrontasi itu diharapkan peserta dapat secara aktif menemukan
kesadaran atau sikap-sikap baru yang hendak diwujudkan. Dengan kesadaran baru
itu peserta akan lebih bersemangat dalam mewujudkan imannya dan diharapkan
supaya nilai-nilai Kerajaan Allah makin dapat dirasakan di tengah-tengah kehidupan
bersama.
5) Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia
Langkah yang terakhir ini bertujuan mendorong peserta supaya sampai pada
keputusan konkret bagaimana menghidupi iman Kristiani pada konteks hidup yang
telah dianalisa dan dipahami, direfleksi secara kritis, dinilai secara kreatif, dan
bertanggung-jawab.
D. Usulan Program Katekese untuk Meningkatkan Dialog Antar Umat
Beriman
1. Latar Belakang
Pada bagian pemikiran dasar ini, penulis menggarisbawahi kembali hasil
penelitian pada bab III. Hal ini dimaksudkan agar ada kesinambungan antara dialog
95
dalam Gereja Katolik, hasil penelitian tentang pemahaman umat akan dialog antar
umat beriman, dan usulan program katekese yang disajikan pada bagian ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang beragam
suku, adat, budaya, bahasa, dan agamanya. Oleh karena itu, Gereja Indonesia hidup
dalam kenyataan pluralitas tersebut. Umat Katolik sendiri sangat plural, berasal dari
berbagai macam latar belakang budaya, suku, dan bahasa. Stasi St. Maria Cikampek
sebagai bagian dari Paroki Kristus Raja Karawang juga mengalami hal ini. Umat di
stasi ini kebanyakan pendatang dari Jawa, Ambon, NTT, Sumatera, dan lain-lain.
Selain itu, dalam hidup bersama di masyarakat, umat Katolik berada dalam
masyarakat plural, yang berbeda agamanya pula. Di Cikampek sendiri, umat Katolik
merupakan minoritas dibandingkan dengan umat yang lain. Dalam situasi seperti
inilah umat stasi St. Maria Cikampek ditantang untuk mewujudkan imannya dalam
hidup nyata sehari-hari melalui dialog antar umat beriman. Persoalannya sekarang,
bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat
beriman dan sejauhmana keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman di
Cikampek? Hasil penelitian pada bab III memberikan informasi tentang hal ini.
Semua responden menyatakan bahwa mereka belum pernah mendengar
istilah dialog antar umat beriman. Istilah yang akrab di telinga mereka adalah dialog
antar umat beragama yang sering mereka dengar di TV. Akibatnya banyak responden
kurang memahami dialog antar umat beriman. Kebanyakan dari mereka memahami
dialog antar umat beriman sebagai cara berkomunikasi antar umat beriman yang
biasanya dilaksanakan dalam sharing atau pendalaman iman bersama. Hal ini
menunjukkan bahwa pemahaman responden akan dialog antar umat beriman masih
pada dialog pengetahuan dan sharing antar umat yang seiman. Karena adanya
96
kekeliruan dalam memahami hakikat dari dialog antar umat beriman tersebut maka
ada beberapa responden yang menilai bahwa yang berhak untuk ikut ambil bagian
dalam dialog antar umat beriman adalah para pimpinan Gereja. Umat dipandang
tidak berkompeten untuk mengikuti dialog antar umat beriman karena tidak memiliki
pengetahuan yang memadai tentang agama. Umat juga belum menyadari bahwa
selama ini mereka telah terlibat dalam dialog antar umat beriman, yakni dialog
kehidupan. Selain dialog kehidupan, masih ada bentuk-bentuk dialog yang lain
seperti dialog karya, dialog pandangan teologis, dan dialog pengalaman keagamaan
atau spiritual.
Selain masalah yang memprihatinkan di atas, diperoleh juga informasi yang
menggembirakan. Banyak responden yang memandang bahwa dialog antar umat
beriman sangat penting untuk diusahakan di stasi ini. Dengan adanya pluralitas
dalam hidup bersama di Cikampek, menurut para responden dialog antar umat
beriman perlu diusahakan agar makin mempererat tali persaudaraan dan memperluas
wawasan. Banyak umat mendukung untuk dilaksanakan katekese yang membahas
tentang dialog antar umat beriman. Tetapi untuk melaksanakannya mereka kesulitan
dalam menemukan metode dan model katekese yang cocok dan menarik bagi umat.
Dalam dokumen FABC para uskup se-Asia menekankan pentingnya
mengusahakan dialog yang harus dikembangkan dalam tiga matra yakni; dialog antar
umat beragama, dialog antar budaya, dan dialog dengan kaum miskin. Dengan
demikian Gereja perlu hadir lebih konkret bagi umat dan masyarakat yang kecil dan
miskin. Adanya pluralitas dalam hidup bersama ini menjadi suatu panggilan bagi
semua umat kristiani untuk menjadi garam dan ragi Kristus di tengah dunia. Inilah
dialog antar umat beriman yang penulis maksudkan untuk dibangun oleh umat,
97
keterlibatan umat untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah melalui
kepeduliannya kepada sesama tanpa dibatasi sekat-sekat agama, budaya, dan status
sosial. Jadi, bukan hanya dialog yang berhenti pada dialog pengetahuan atau seminar
saja.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penulis mengajukan suatu program
katekese dengan tema “Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan
Kerajaan Allah dalam Masyarakat Plural”. Usulan program ini akan dilaksanakan
oleh lingkungan-lingkungan di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja
Karawang dalam jangka waktu empat bulan dengan pelaksanaannya diatur dua
minggu sekali. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat
stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang dalam dialog antar umat
beriman.
Tema katekese “Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan
Kerajaan Allah dalam Masyarakat Plural ” ini dikembangkan menjadi 4 sub tema
yaitu hakikat dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural, kerukunan antar
umat beragama sebagai wujud dialog antar umat beriman, kerukunan internal sebagai
upaya mewujudkan dialog antar umat beriman, dan mewujudkan dialog antar umat
beriman melalui pelestarian lingkungan hidup.
Pada sub tema yang pertama, penulis membahas tentang hakikat dialog antar
umat beriman. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman umat stasi St.
Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman. Materi-materi dalam tema
ini antara lain hakikat dialog antar umat beriman, tujuan dialog antar umat beriman,
dan bentuk-bentuk dialog antar umat beriman.
98
Sesuai dengan judulnya kerukunan antar umat beragama sebagai wujud
dialog antar umat beriman, maka sub tema yang kedua ini bermaksud mengajak umat
untuk menghargai dan menghormati umat yang beragama lain. Bentuk dialog yang
dapat diusahakan dalam hidup bersama tersebut adalah dialog kehidupan dan dialog
karya. Sub tema ini dibagi menjadi tiga judul pertemuan yakni agama dan
keselamatan, membangun toleransi dalam hidup bersama umat beragama lain, dan
damai itu indah.
Situasi pluralitas juga menjadi kenyataan yang ada dalam Gereja. Disadari
bahwa umat Katolik pun berasal dari beragam adat, suku, budaya, dan bahasa.
Adanya perbedaan tersebut tentu saja berpengaruh dalam hidup bersama dan dalam
penghayatan imannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk dikembangkan dialog
intern yang dibahas dalam sub judul yang ketiga; kerukunan internal sebagai upaya
mewujudkan dialog antar umat beriman. Sub tema ini dibagi menjadi tiga judul
pertemuan. Menurut penulis sendiri dengan adanya kerukunan internal maka dapat
menjadi basis yang kuat bagi umat untuk berdialog dengan umat beragama lain.
Sub tema yang keempat adalah mewujudkan dialog antar umat beriman
melalui pelestarian lingkungan hidup. Penulis memandang bahwa sangat penting
untuk diusahakan pelestarian lingkungan hidup di Cikampek karena sebagai daerah
industri, lingkungan alam di Cikampek kurang terjaga dengan baik. Hal ini dilihat
dari adanya sampah plastik yang berserakan di mana-mana. Oleh karena itu, melalui
sub tema ini umat diajak untuk peduli pada lingkungan sekitarnya. Untuk sub tema
ini akan diadakan dua kali pertemuan dengan judul alamku sayang, alamku malang,
serta menyayangi dan melestarikan lingkungan hidup.
2. Matriks Usulan Program Katekese
USULAN PROGRAM KATEKESE
Tema : Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan Kerajaan Allah dalam Masyarakat Plural
Tujuan Umum : Membantu umat stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang untuk memahami hakikat dialog antar umat
beriman yang sejati sehingga dapat meningkatkan keterlibatan mereka dalam mewujudkan Kerajaan Allah dalam hidup
bersama melalui kepedulian kepada sesama dan lingkungan hidup.
No Sub Tema Judul Pertemuan Tujuan
Pertemuan
Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan Keterangan
1.
Hakikat
Dialog Antar
Umat Beriman
dalam
Masyarakat
Plural
Dialog antar
umat beriman
dalam
masyarakat
plural
1. Membantu umat
memahami
hakikat dialog
antar umat
beriman
2. Memaknai
dialog antar
umat beriman
sebagai gerakan
bersama untuk
mewujudkan
Kerajaan Allah
dalam
masyarakat
plural
1. Hakikat dialog
antar umat beriman
dalam pandangan
para ahli dan
Gereja Katolik
2. Tujuan dialog antar
umat beriman
3. Bentuk-bentuk
dialog antar umat
beriman
- Dinamika
kelompok
- Sharing
- Diskusi
- Tanya-
jawab
- Informasi
- Spidol
- Kertas flap
- Isolasi
- Gunting
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Lembar
Pertanyaan
- Musik
instrument
1. Armada Riyanto,
F.X.E. (1995).
Dialog Agama
dalam
Pandangan
Gereja Katolik.
Yogyakarta:
Kanisius.
2. Freire, Paulo.
(1985).
Pendidikan
Kaum Tertindas.
LP3S.
3. Konsili Vatikan
II. (1993).
- Waktu 120 menit
- Untuk cerita
alangkah baiknya
bila dibuat
dramatisasi
singkat dengan
melibatkan umat
Dokumen Konsili
Vatikan II.
Jakarta: Obor.
1. Agama dan
Keselamatan
Mengajak umat
untuk menjalankan
kehidupan
keagamaannya
bukan untuk
keselamatan
pribadi melainkan
demi keselamatan
bersama
1. Penyebab
terjadinya
perpecahan di
antara pemeluk
agama
2. Keselamatan
3. Hubungan antara
agama dan
keselamatan
4. Yesus Kristus
sebagai jalan
keselamatan
5. Panggilan umat
kristiani untuk
membawa
keselamatan
- Dinamika
kelompok
- Mengamati
gambar
- Sharing
- Diskusi
- Tanya-
jawab
- Informasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Lembar
Pertanyaan
- Gambar-
gambar
tentang
kerusuhan
- Musik
instrumen
1. Matius 7: 15-23
2. Dianne Bergant,
CSA, Robert J.
Karris, OFM.
(2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru.
Yogyakarta:
Kanisius
Waktu 120 menit
2. Kerukunan
antar umat
beragama
sebagai wujud
dialog antar
umat beriman
2. Membangun
Toleransi dalam
Hidup Bersama
Umat Beragama
Lain
Peserta menyadari
pentingnya sikap
toleransi dalam
hidup bersama di
masyarakat,
sehingga tercipta
kerukunan dalam
1. Sikap toleransi
2. Toleransi dalam
hidup bersama
umat beragama lain
3. Kesulitan-kesulitan
dalam membangun
toleransi
- Sharing
- Diskusi
- Tanya-
jawab
- Informasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Lembar
Pertanyaan
- Cerita
“Marieta dan
Fatima”
1. Mrk 9 : 38-41
2. Dianne Bergant,
CSA, Robert J.
Karris, OFM.
(2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru.
Waktu 120 menit
hidup bersama. 4. Toleransi untuk
membangun
kerukunan dalam
hidup bersama
5. Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk
membangun
toleransi dalam
hidup bersama
- Musik
instrumen
Yogyakarta :
Kanisius
3. Darmawijaya, Pr,
St. (1997).
Inspirasi Hari
Minggu Tahun B
Masa Biasa.
Yogyakarta :
Kanisius
3. Damai itu Indah 1. Agar peserta
dapat menyadari
bahwa adanya
pluralisme hidup
di Indonesia
merupakan suatu
keindahan yang
patut dijaga
2. Agar peserta
dapat
mengusahakan
budaya damai
dalam
masyarakat di
mana ia berada
dengan cara
membantu
1. Situasi Indonesia
yang plural
2. Berbeda tetapi
tetap satu
3. Damai itu indah
4. Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk
membangun
budaya damai
dalam hidup
bersama
5. Aksi-aksi konkret
untuk mewujudkan
kedamaian dalam
hidup bersama
- Nonton
- Refleksi
pribadi
- Sharing
- Dinamika
kelompok
- Tanya-
jawab
- Film
“Cheng-
cheng Po”
- Spidol
- Kertas flap
- Isolasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Tape dan
kaset
instrumen
1. Lukas 10: 25-37
2. Dianne Bergant,
CSA, Robert J.
Karris, OFM.
(2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru.
Yogyakarta:
Kanisius
3. Lembaga Biblika
Indonesia.
(1981). Tafsir
Perjanjian Baru
3: Injil Lukas.
Yogyakarta:
Kanisius.
Durasi film 18
menit
sesama yang
membutuhkan
pertolongan
tanpa melihat
perbedaan-
perbedaan yang
ada.
3. Kerukunan
internal
sebagai upaya
mewujudkan
dialog antar
umat beriman
1. Iman tanpa
perbuatan adalah
sia-sia
Peserta semakin
menyadari akan
panggilan hidupnya
sebagai umat
beriman kristiani
sehinggga dapat
mewujudkan
imannya itu dalam
tindakan nyata
sehari-hari dengan
mengampuni orang
yang menyakiti
hatinya.
1. Iman
2. Kesesuaian antara
iman dan
perbuatan
3. Kesulitan-
kesulitan untuk
mewujudkan iman
dalam tindakan
nyata
4. Cara-cara
mengatasi
kesulitan
mewujudkan iman
dalam tindakan
5. Aksi-aksi konkret
untuk mewujudkan
iman dalam hidup
bersama sehari-
hari
- Sharing
- Diskusi
- Tanya-
jawab
- Informasi
- Cergam
“Bukan
Untukku”
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Lembar
pertanyaan
- Musik
Instrumen
1. Matius 23:23-26
2. Dianne Bergant,
CSA, Robert J.
Karris, OFM.
(2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru.
Yogyakarta:
Kanisius
3. Komkat KWI.
(1994). Cerita
yang patut
diperhatikan;
sarana
pembangun
sikap.
Yogyakarta:
Studio Audio
Visual PUSKAT
Cergam bisa
didramatisasikan
secara singkat
2. Menghayati
hidup iman
pribadi dalam
hidup
menggereja
dalam keluarga,
Gereja, dan
Masyarakat
Umat semakin
menyadari
pentingnya
menghayati hidup
iman pribadi
sebagai
sarana untuk
menjadi saksi
kabar gembira
Tuhan di
dalam keluarga,
Gereja, dan
Masyarakat.
1. Penghayatan hidup
beriman pribadi
2. Menghayati iman
sebagai sarana
menjadi saksi kabar
gembira Allah
dalam keluarga,
Gereja, dan
masyarakat
3. Kesulitan-kesulitan
dalam menghayati
hidup iman pribadi
4. Aksi-aksi konkret
untuk mewujudkan
iman pribadi dalam
keluarga, Gereja
dan Masyarakat
- Sharing
- Diskusi
- Tanya-
jawab
- Informasi
- Cergam
“Bercerai
Kita
Runtuh”
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Lembar
pertanyaan
- Kertas Flap
- Spidol
- Musik
Instrumen
1. Kisah Para Rasul
2: 41 – 47
2. Neuner, J. SJ
(1997). Pergi
menyertai Dia .
Jakarta:
Obor.
3. Dianne Bergant,
CSA, Robert J.
Karris, OFM.
(2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru.
Yogyakarta:
Kanisius
4. Komkat KWI.
(1994). Cerita
yang patut
diperhatikan;
sarana
pembangun
sikap.
Yogyakarta:
Studio Audio
Visual PUSKAT
3. Cinta kepada Peserta semakin 1. Pengalaman peserta - Refleksi - Cerita 1. Matius 22 : 34 –
Allah harus
terwujud pada
Cinta kepada
sesama yang
menderita
mampu memahami
dan menghayati
pentingnya
mencintai Allah,
yang terwujud
dalam cinta kepada
sesama yang
menderita,
sehingga
kelembutan Yesus
dalam mencintai
dapat menjadi
teladan kita untuk
mencintai dengan
tulus dalam hidup
sehari-hari.
dalam mengasihi
orang lain
2. Peka untuk melihat
penderitaan sesama
di sekitar kita
3. Hal-hal yang
mendorong peserta
untuk bersedia
mengasihi orang
lain, baik yang
disenangi maupun
yang dibenci
4. Yesus Kristus
sebagai teladan
untuk mengasihi
orang lain
5. Aksi-aksi konkret
sebagai bentuk
tindakan mengasihi
orang lain dalam
hidup bersama
pribadi
- Sharing
- Dinamika
kelompok
- Tanya-
jawab
“Pengemis
Tua”
- Spidol
- Kertas flap
- Isolasi
- Informasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Musik
instrumen
40
2. Leks Stefan.
(2000). Tafsir
Injil Matius.
Yogyakarta:
Kanisius
3. Dianne Bergant,
CSA, Robert J.
Karris, OFM.
(2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru.
Yogyakarta:
Kanisius
4. Sumantri Y. HP.
(1996). Angin
Barat Angin
Timur,
Kumpulan
cerita bijak,
Kanisius:
Yogyakarta
4. Mewujudkan
dialog antar
umat beriman
melalui
1. Alamku sayang,
alamku malang
Peserta sungguh
melihat dan
menyadari
keindahan alam
1. Manfaat alam bagi
hidup manusia
2. Syukur atas
kebaikan Tuhan
- Nonton
- Refleksi
pribadi
- Sharing
- Film
dokumenter
“Earth as
Our Mother”
1. Kejadian 1: 11-
12. 26-31
2. Lembaga Biblika
Indonesia.
dan manfaatnya
bagi hidup manusia
dan dengan
demikian mau
melindunginya
lewat alam yang
indah
- Dinamika
kelompok
- Tanya-
jawab
- Spidol
- Kertas flap
- Isolasi
- Informasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Musik
instrumen
(2002). Tafsiran
Alkitab
Perjanjian Lama.
Yogyakarta:
Kanisius.
pelestarian
lingkungan
hidup
2. Menyayangi dan
melestarikan
lingkungan hidup
Peserta sungguh
melihat dan
menyadari akibat
keserakahan
manusia dalam
mengeruk
kekayaan alam
sehingga dapat
mewujudkan aksi
konkret untuk
melestarikan
lingkungan hidup
1. Akibat dari
kerusakan alam
2. Tanggung-jawab
manusia untuk
memelihara
lingkungan hidup
3. Aksi konkret untuk
menjaga keutuhan
ciptaan
- Mengamati
gambar
- Refleksi
pribadi
- Sharing
- Dinamika
kelompok
- Tanya-
jawab
- Slide alam
dan
kerusakan
lingkungan
- Spidol
- Kertas flap
- Isolasi
- Informasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Musik
instrumen
1. Kejadian 3: 1-24
2. Lembaga Biblika
Indonesia.
(2002). Tafsiran
Alkitab
Perjanjian Lama.
Yogyakarta:
Kanisius.
106
3. Contoh Persiapan Program Katekese Bagi Umat dengan Model Shared
Christian Praxis
Tema : Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan Kerajaan
Allah dalam masyarakat plural
Judul : Damai itu Indah
Tujuan : Bersama pendamping, peserta diajak untuk:
2. Dapat mengusahakan budaya damai dalam masyarakat di mana ia
berada dengan cara membantu sesama yang membutuhkan
pertolongan tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada.
- Tanya-jawab
Sarana : - Film “Cheng-cheng Po”
- Spidol
- Kertas flap
- Isolasi
- Kitab Suci
- Madah Bakti
- Tape dan kaset instrumen
1. Dapat menyadari bahwa adanya pluralisme hidup di Indonesia
merupakan suatu keindahan yang patut dijaga
Metode : - Nonton
- Refleksi pribadi
- Sharing
- Dinamika kelompok
107
Sumber Bahan : - Lukas 10:25-37
- Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM. 2002. Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
- Lembaga Biblika Indonesia. 1981. Tafsir Perjanjian Baru 3: Injil
Lukas. Yogyakarta: Kanisius.
a. Pemikiran Dasar
Masyarakat Indonesia sangat majemuk secara budaya, etnis, dan agama.
Kemajemukan ini merupakan suatu kekayaan yang tidak ternilai sekaligus dapat
membawa konflik dan kekerasan. Kerusuhan Ambon, peristiwa Sampit, pembakaran
Gereja di Situbondo, konflik berdarah di Aceh dan Papua merupakan contoh-contoh
nyata yang menunjukkan bahwa pluralitas yang seharusnya menjadi kekayaan yang
menyatukan malah menjadi penyebab konflik dan perpecahan. Bertolak dari
penelitian yang dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek, penulis menemukan
bahwa pluralitas dalam hidup bersama kadang membawa perpecahan dan silang
pendapat dalam tubuh umat sendiri. Ada kelompok-kelompok berdasarkan suku yang
bersifat eksklusif dan permasalahan dalam ibadat dalam hubungan dengan umat
beriman lain menjadi contoh akibat negatif dari pemahaman umat yang salah akan
pluralitas.
Lukas 10:25-37 mengemukakan tentang ajaran Yesus untuk mengasihi
sesama tanpa syarat melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati.
Dalam perumpamaan ini diceritakan tentang orang Samaria yang menolong seorang
Yahudi yang berada dalam keadaan setengah mati karena dirampok dan dipukul.
Tindakan belas kasihan dari orang Samaria tersebut sungguh ironis karena di mata
108
bangsa Yahudi orang Samaria bukanlah “sesama”. Orang Samaria dianggap kafir
karena mereka telah hidup bersama dan menikah dengan bangsa-bangsa luar. Lewat
tokoh orang Samaria dalam perumpamaan ini Yesus ingin mengajarkan kepada kita
untuk tidak hanya mengasihi Allah tetapi juga mewujudkan kasih itu dengan
mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Bila seseorang sungguh-
sungguh mengasihi, ia tidak memerlukan dan tidak minta definisi siapakah
sesamanya. Ia tidak pernah bertanya-tanya siapa, bagaimana, kapan, dan di mana
seseorang harus dikasihinya.
Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari pluralitas
yang hidup di Indonesia merupakan suatu keindahan yang patut dijaga sehingga
dapat mengusahakan budaya damai dalam masyarakat melalui tindakan nyata
mengasihi sesama yang membutuhkan tanpa melihat perbedaan-perbedaan tersebut.
b. Pengembangan Langkah-Langkah
1) Pembukaan
a) Pengantar
Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita bersyukur dan
berterima kasih kepada Tuhan karena telah diberi kesempatan untuk bertemu dan
berkumpul bersama. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bangsa kita Indonesia
sangat kaya suku, budaya, adat, dan agama. Hal ini dapat kita rasakan dalam hidup
bermasyarakat di Cikampek ini. Kita di sini datang dari berbagai macam latar
belakang suku, budaya, adat, dan bahasa. Selain itu, dalam hidup bermasyarakat kita
juga tinggal bersama orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita. Pada
perjumpaan malam hari ini, kita akan berbagi satu sama lain pengalaman kita dalam
109
mengusahakan budaya damai dalam hidup bersama masyarakat yang plural. Yesus
mengajarkan hukum cinta kasih yakni: hendaknya kita mengasihi Tuhan Allah
dengan segenap hati, jiwa, kekuatan, dan segenap akal budi, dan mengasihi sesama
seperti mengasihi diri kita sendiri. Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin
mampu menyadari akan panggilan hidup kita sebagai seorang pengikut Kristus untuk
mengusahakan budaya damai dalam hidup bersama masyarakat melalui tindakan
konkret kita sehari-hari dengan membantu sesama yang membutuhkan tanpa melihat
perbedaan-perbedaan yang ada.
b) Lagu Pembukaan : Panggilan Tuhan (MB 456)
c) Doa pembukaan :
Allah Bapa yang Maha Pengasih, kami mengucap syukur atas keanekaragaman
bahasa, budaya, suku, adat, dan agama yang Kau anugerahkan kepada kami.
Keanekaragaman ini menjadi suatu kekayaan bagi bangsa kami. Namun dalam hidup
sehari-hari keanekaragaman yang indah ini kadang menjadi sumber konflik dan
kekerasan. Engkau telah mengajarkan kepada kami untuk mengasihi Tuhan Allah
dengan segenap hati dan kekuatan serta mengasihi sesama seperti kami mengasihi
diri kami sendiri. Oleh karena itu, buatlah kami semakin merasakan kegembiraan
dalam panggilan hidup kami sebagai umat kristiani serta semakin menyadari akan
tugas dan tanggung jawab kami, sehingga kami dapat semakin pasrah dan
menyandarkan seluruh hidup kami kepada Allah, bukan kepada hal-hal duniawi
semata, sehingga kami mampu memberi kesaksian iman dalam hidup kami sehari-
hari, khususnya dalam tugas-tugas kami baik di Gereja maupun masyarakat sekitar
kami. Akhirnya, semoga kami dapat meneladan Yesus Sang Guru iman sejati yang
110
menyerahkan nyawaNya, wafat di Salib dan yang kini mulia bersama Bapa dan Roh
Kudus sepanjang segala masa. Amin.
2) Langkah I : Mengungkapkan pengalaman hidup peserta.
a) Menonton bersama film pendek “Cheng-cheng Po”
b) Penceritaan kembali isi film: pendamping meminta salah satu peserta untuk
mencoba menceritakan kembali dengan singkat tentang isi pokok dari film
“Cheng-cheng Po”
c) Intisari film “Cheng-cheng Po”
Han, Markus, Tiara, dan Hir adalah sahabat yang duduk di bangku kelas yang
sama. Han adalah seorang Tionghoa, anak penjual bakpao. Markus adalah seorang
Papua yang beragama Katolik. Tiara dan Hir adalah orang Jawa dan beragama Islam.
Suatu hari saat pelajaran usai, Han diminta untuk menghadap wali kelasnya. Ia
diperingatkan untuk segera melunasi SPPnya karena kalau tidak dilunasi maka ia
tidak dapat mengikuti ujian. Teman-temannya ingin membantu Han dengan meminta
uang kepada orang tua mereka. Tetapi bukannya diberi uang, Tiara malah dimarahi
oleh bapaknya karena bergaul dengan teman-temannya tersebut. Ayahnya tidak suka
bila ia bergaul dengan Han yang seorang China. Markus tidak diberi uang karena
situasi keluarganya juga pas-pasan. Dalam adegan yang lain juga ditampilkan ketika
Markus yang seorang Papua bermain bersama teman-temannya yang lain. Ia diolok-
olok oleh mereka karena kulitnya yang hitam. Hir yang ingin meminta bantuan
kepada orang tuanya malah tidak jadi. Mereka kemudian mendapatkan ide untuk
membantu Han dengan bermain barongsai. Akhirnya dari pertunjukan barongsai
111
tersebut mereka dapat mengumpulkan uang untuk membayar biaya SPP Han
sehingga ia dapat mengikuti ujian.
d) Pengungkapan pengalaman : Peserta diajak untuk mendalami film tersebut dengan
tuntunan beberapa pertanyaan :
Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh Hir, Markus, dan Tiara saat ingin
membantu Han?
Mengapa Tiara dilarang ayahnya untuk bergaul dengan ketiga temannya tersebut?
Ceritakanlah pengalaman bapak-ibu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan
membangun budaya damai dalam hidup bersama di masyarakat yang terdapat
beragam suku, budaya, adat, dan agama!
e) Contoh arah rangkuman :
Dalam film tersebut keempat sahabat tersebut memiliki sikap keterbukaan dan
setia kawan. Meskipun berbeda agama, budaya, dan suku mereka tetap bersahabat
meskipun dilarang oleh ayah Tiara. Markus biar pun kulitnya hitam sehingga sering
diolok-olok teman-temannya yang lain tetap diterima oleh ketiga sahabatnya
tersebut. Dengan semangat setia kawan dan kepedulian mereka pada Han, mereka
berusaha untuk membantu Han melunasi SPPnya.
Begitupun dalam pengalaman kita sehari-hari dalam hidup bersama. Kita semua
datang dari berbagai latar belakang suku, adat, dan budaya. Juga dalam hidup
bermasyarakat, kita hidup bersama umat yang beragama lain. Adanya perbedaan
budaya, suku, adat, dan agama tersebut kadang tanpa kita sadari dapat membawa
konflik. Kadang kita membuat benteng untuk melindungi diri kita dengan cara tidak
mau bergaul dengan orang lain yang berbeda agama, suku, dan budayanya.
112
3) Langkah II :Mendalami pengalaman hidup peserta
a) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau film di atas dengan
dibantu pertanyaan sbb :
Cara mana saja yang bapak-ibu gunakan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan
untuk membangun budaya damai dalam hidup bersama di masyarakat yang
terdapat beragam suku, budaya, adat, dan agama tersebut?
b) Dari jawaban yang diungkapkan peserta, pendamping memberikan arahan
rangkuman singkat sebagai berikut:
Dalam film tadi, kita dapat melihat bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya
dari keempat sahabat tersebut tidak mempengaruhi persahabatan mereka. Mereka
tetap bersahabat meski Han adalah seorang China, Markus seorang Papua yang
kulitnya hitam dan beragama Katolik, atau pun Hir dan Tiara adalah orang Jawa dan
beragama Islam. Adanya perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang dalam
persahabatan mereka. Hal yang sama kita alami juga dalam kehidupan sehari-hari.
Kita semua hidup dalam masyarakat yang majemuk, ada yang berasal dari Batak,
Jawa, Flores, dan lain-lain. Dalam hidup bermasyarakat, kita juga hidup bersama
orang lain yang berbeda agama dan keyakinannya. Oleh karena itu, agar hidup
bersama dapat terus dipertahankan, kita perlu menyadari panggilan kita orang
kristiani untuk menjadi garam dan ragi dalam hidup bersama, menjadi pembawa
damai dalam hidup bersama di masyarakat.
4) Langkah III : Menggali pengalaman iman Kristiani
a) Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perikope langsung
dari Kitab Suci, Injil Lukas 10:25-37.
113
b) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan tuntunan
pertanyaan sebagai berikut:
Ayat mana dari perikope ini yang mengungkapkan bahwa kita harus
mengusahakan budaya damai dalam hidup sehari-hari?
Makna damai seperti apakah yang dapat dipetik dari perikope tersebut?
Sikap-sikap iman seperti apakah yang ingin ditanamkan oleh Yesus kepada kita
melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati tersebut?
c) Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti perikope
sehubungan dengan jawaban atas ketiga pertanyan di atas.
d) Pendamping memberikan tafsir dari Injil Lukas 10:25-37 dan menghubungkan
dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan misalnya:
Lukas 10:25-37 mengemukakan tentang ajaran Yesus untuk mengasihi sesama
tanpa syarat melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Dalam
perumpamaan ini diceritakan tentang orang Samaria yang menolong seorang Yahudi
yang berada dalam keadaan setengah mati karena dirampok dan dipukul. Tindakan
belas kasihan dari orang Samaria tersebut sungguh ironis karena di mata bangsa
Yahudi orang Samaria bukanlah “sesama”. Orang Samaria dianggap kafir karena
mereka telah hidup bersama dan menikah dengan bangsa-bangsa luar. Lewat tokoh
orang Samaria dalam perumpamaan ini Yesus ingin mengajarkan kepada kita untuk
tidak hanya mengasihi Allah tetapi juga mewujudkan kasih itu dengan mengasihi
orang lain seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Bila seseorang sungguh-sungguh
mengasihi, ia tidak memerlukan dan tidak minta definisi siapakah sesama baginya. Ia
114
tidak pernah bertanya-tanya siapa, bagaimana, kapan, dan di mana seseorang harus
dikasihinya.
Sebagai suatu perumpamaan, cerita mengenai orang Samaria yang baik hati
dimaksudkan untuk menentang suatu pola pikir yang salah tetapi diterima, sehingga
nilai-nilai Kerajaan Allah dapat masuk ke dalam sistem yang ketat. Hal ini dilakukan
dengan menunjukkan seorang Samaria, anggota dari kelompok yang dihina dan
dicemooh oleh orang-orang Yahudi, melakukan pelayanan kasih yang dihindari oleh
para pemimpin agama Yahudi. “Lalu datang seorang Samaria … tergeraklah
hatinya oleh belas kasihan”. Dalam injil sinoptik kata kerja ini secara istimewa
dipakai oleh Yesus. Kata “tergeraklah” dalam kalimat tersebut menyatakan adanya
perasaan yang mendalam sewaktu melihat kesusahan atau kesengsaraan hebat, suatu
rasa simpati yang tak tertahankan dan memaksa orang untuk menolong. Dengan
mencintai sesamanya orang mengalami kehidupan Allah sendiri.
Cerita ini begitu diterima seperti apa adanya, juga memberikan suatu contoh
yang hidup mengenai pemenuhan perintah kasih. Pertanyaan ahli Taurat meliputi
orang yang bukan sesamaku. Cerita Yesus menjawab bahwa tidak ada orang yang
bukan sesamanya. “Sesama” bukan soal darah atau kebangsaan atau persekutuan
keagamaan; ini ditentukan oleh sikap yang dimiliki seseorang terhadap orang lain.
Imam dan orang Lewi tahu benar mengenai perintah Allah, dan seperti ahli Taurat
pasti dapat menafsirkannya bagi orang lain. Tetapi mereka tidak memiliki tujuan
yang mendalam, sementara orang Samaria, dengan melaksanakan kasih,
menunjukkan bahwa ia mengetahui hukum.
Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin mengajak kita agar bercermin pada orang
Samaria yang baik hati tersebut. Orang Samaria yang melaksanakan perintah kasih
115
dengan membantu sesamanya tanpa memandang siapakah sesama yang ditolongnya
tersebut. Hendaknya kita bisa seperti orang Samaria tersebut dengan menjadi saudara
yang baik bagi sesama kita tanpa melihat perbedaan agama, budaya, suku, dan status
yang ada. Melalui tindakan konkret kita membantu sesama yang membutuhkan
pertolongan maka kita juga menunjukkan kasih kita kepada Allah sebagai Bapa dan
kasih kita pada diri kita sendiri.
5) Langkah IV : Menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkret.
a) Pengantar
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikap-sikap damai
seperti apa yang ingin ditanamkan Yesus kepada kita melalui perumpamaan “Orang
Samaria yang Baik hati” tersebut. Sebagai orang kristiani yang dipanggil untuk
mengikuti Kristus, kita diajak oleh-Nya untuk dapat menghayati kasih dalam hidup
nyata kita sehari-hari dalam masyarakat dengan membantu sesama yang
membutuhkan tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau status dari orang
yang membutuhkan bantuan. Dengan demikian perintah untuk mengasihi Tuhan
Allah dengan segenap kekuatan dan hati, serta mengasihi sesama seperti mengasihi
diri sendiri yang diajarkan Yesus tersebut tidak hanya berhenti pada suatu rumusan
kata-kata saja tetapi benar-benar dapat dihayati dan diwujud-nyatakan dalam hidup
konkret sehari-hari.
b) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati budaya damai dalam
hidup di lingkungan dan masyarakat, kita akan melihat situasi konkrit dunia pada
saat ini, dengan mencoba merenungkan pertanyaan-pertanyaan sbb:
116
Apakah arti perumpamaan yang diungkapkan Yesus tersebut bagi kehidupanku di
lingkungan dan di masyarakat?
Sikap-sikap mana yang bisa kita perjuangkan agar dapat menghayati dan
mewujudkan budaya damai dalam hidup bersama?
Apakah bapak-ibu semakin disadarkan, ditegur atau diteguhkan dalam panggilan
sebagai orang Kristiani?
Saat hening untuk berrefleksi secara pribadi akan pesan Injil dengan situasi konkrit
peserta dengan diiringi lagu “Damai Bersamamu”dari Chrisye dengan panduan 3
(tiga) pertanyaan diatas. Kemudian peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan
hasil renungan pribadinya itu.
c) Arah rangkuman singkat :
Yesus, Guru dan teladan iman kita telah mengajarkan kepada kita untuk
mengasihi kita seperti teladan yang telah diberikan oleh orang Samaria dalam
perumpamaan tadi; Mengasihi tanpa syarat. Hendaknya kita dapat menghayati kasih
dalam hidup bersama kita baik di lingkungan kita ini maupun dalam hidup
bermasyarakat dengan umat yang beragama lain. Tidaklah mudah bagi kita untuk
dapat melaksanakan semuanya itu dalam hidup sehari-hari. Namun, dengan
memohonkan rahmat dan kekuatan Allah sendiri akan memampukan kita untuk dapat
menghayatinya di hidup nyata dalam menggereja dan masyarakat.
6) Langkah V : Mengusahakan suatu aksi konkret.
a) Pengantar
Para bapak/ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita telah bersama-sama
menggali pengalaman kita melalui film “Cheng-cheng Po” yang mengisahkan
117
tentang persahabatan Han, Markus, Hir, dan Tiara. Melalui bacaan yang kita dengar
bersama tadi, Yesus ingin mengajak kita untuk dapat meneladani orang Samaria
yang mengasihi sesamanya tanpa syarat. Ia telah menjalankan perintah kasih tanpa
mempertanyakan siapakah sesamanya. Kita telah mendapat wawasan baru atau cara
pandang baru, semangat baru, harapan baru, kemauan untuk semakin memperbaharui
hidup kita dengan lebih menghayati semangat kasih tersebut dalam hidup bersama
baik di Gereja maupun dalam masyarakat yang berbeda agamanya. Marilah kita
sekarang memikirkan niat dan tindakan apa yang dapat kita perbuat, sebagai bentuk
penghayatan kasih dalam hidup di lingkungan kita ini dan dalam masyarakat yang
berbeda agamanya dengan kita.
b) Memikirkan niat-niat dan bentuk keterlibatan kita yang baru (pribadi, kelompok
atau bersama) untuk lebih menghayati kasih dalam hidup bersama di lingkungan
dan masyarakat sesuai dengan teladan dan ajaran yang dikehendaki oleh Kristus.
Berikut ini adalah pertanyaan penuntun untuk membantu peserta membuat niat-
niat:
Niat apa saja yang hendak kita lakukan untuk dapat lebih menghayati kasih dalam
hidup konkrit kita di dalam lingkungan dan dalam masyarakat?
Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat tersebut?
Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan tentang
niat-niat pribadi atau bersama yang akan dilakukan. Kemudian niat-niat kelompok
bersama, bisa dibicarakan, dan didiskusikan bersama guna menentukan niat bersama.
118
7) Penutup
a) Setelah selesai merumuskan niat-niat pribadi dan bersama, peserta diberi
kesempatan untuk hening sejenak. Sementara itu, lilin (dan Salib kalau ada) dapat
diletakkan di tengah umat untuk kemudian dinyalakan.
b) Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan
menghubungkan dengan kebutuhan dan situasi peserta. Setelah itu, doa umat
disusul secara spontan oleh para peserta yang lain. Akhir doa umat ditutup dengan
doa penutup dari pendamping yang merangkum keseluruhan langkah dalam SCP
dalam kelima langkah ini, misalnya, sebagai berikut:
c) Doa Penutup
Allah Bapa kami, sungguh tiada terkira belas kasih-Mu kepada kami. Engkau
telah menganugerahkan negara kami dengan kemajemukan budaya, agama, suku,
dan bahasa yang begitu indah. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut
semakin memperkaya kami. Kami bersyukur boleh mengalami relasi yang begitu
dalam yang Kau tunjukkan melalui permenungan hari ini. Bantulah kami, ya
Bapa, agar kami pun dapat membangun relasi yang akrab, erat, penuh pengertian,
dalam hidup bersama kami baik di lingkungan maupun dalam masyarakat kami.
Semoga kemajemukan suku, budaya, agama, dan bahasa ini membuat kami
semakin mensyukuri ciptaan-Mu, dapat menjadi sesama bagi semua orang tanpa
dibatasi oleh perbedaan-perbedaan yang ada. Kuatkanlah kami selalu agar dapat
menjadi saksi kabar gembira-Mu dengan menjadi pembawa damai bagi sesama.
Semua ini kami mohon dalam nama Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan
Pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin
d) Lagu Penutup : Alangkah Bahagianya (MB 530)
BAB V
PENUTUP
Pada bab lima ini penulis menyampaikan kesimpulan dan saran yang
diharapkan dapat berguna dalam usaha meningkatkan dialog antar umat beriman di
stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, penelitian, dan studi pustaka tentang dialog
antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang yang
ditulis dari bab I sampai bab IV, penulis menarik kesimpulan bahwa dialog antar
umat beriman sebagai sebuah aksi atau gerakan bersama untuk mewujudkan nilai-
nilai Kerajaan Allah di dunia sangat penting untuk terus diperjuangkan. Apalagi
dengan melihat situasi saat ini di mana rentan sekali terjadi konflik dan perpecahan,
baik antar suku, etnis, maupun agama.
Dengan penjelasan tentang dialog antar umat beriman dalam Gereja Katolik
pada bab II, penulis berharap kesadaran berdialog antar umat beriman di stasi St.
Maria Cikampek atau motivasi untuk terlibat lebih aktif di dalamnya semakin
meningkat. Dari penelitian yang dilakukan penulis di stasi ini, ditemukan bahwa
pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman baru
sampai pada dialog pengetahuan atau seminar saja. Hal ini dapat dilihat dalam
pembahasan hasil penelitian pada bab III. Kebanyakan umat belum memahami
bahwa dialog antar umat beriman sebenarnya telah mereka alami dan jalani dalam
120
hidup mereka sehari-hari. Ini juga yang menjadi alasan penulis untuk memilih istilah
dialog antar umat beriman, bukan dialog antar umat beragama. Istilah dialog antar
umat beragama memang telah akrab dengan umat dan selalu diartikan sebagai dialog
pengetahuan, seminar atau debat para ahli tentang berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan agama.
Dialog antar umat beriman lebih dari sekedar debat teologis saja, tetapi
merupakan suatu komunikasi pengalaman iman. Komunikasi pengalaman ini ada dan
terjadi dalam hidup sehari-hari. Dialog antar umat beriman merupakan suatu gerakan
atau aksi bersama untuk memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di
dunia. Kerajaan Allah dapat terwujud bila tercipta suasana kerukunan dan kedamaian
dalam hidup bersama, bila kelestarian lingkungan hidup dapat terus dijaga dan
dipertahankan. Dan sebagai orang beriman, kita tidak hanya cukup berhenti pada
mengimani apa yang kita yakini, tetapi juga mencintai, dan melaksanakannya. Oleh
karena itu, mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia merupakan suatu
panggilan luhur bagi semua orang beriman atau dalam bahasa Knitter dikatakan
sebagai panggilan untuk bertanggung-jawab secara global.
Katekese merupakan salah satu karya pastoral Gereja yang dapat digunakan
untuk membantu meningkatkan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman.
Melihat kenyataan yang terjadi di stasi St. Maria Cikampek, penulis memberikan
usulan program katekese dengan model Shared Christian Praxis sebagai salah satu
bentuk pendampingan untuk membantu meningkatkan keterlibatan umat dalam
dialog antar umat beriman. Katekese model Shared Christian Praxis adalah suatu
121
model katekese yang didasarkan pada pengalaman hidup peserta. Hal ini sangat
cocok bagi umat dalam meningkatkan dialog antar umat beriman di stasi ini.
Berkaitan dengan apa yang telah penulis bahas dalam skripsi ini, ada
beberapa poin penting yang dapat dijadikan sumbangan pemikiran untuk
meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat
beriman yakni:
1. Adanya keanekaragaman budaya, suku, dan istiadat di stasi St. Maria Cikampek
merupakan suatu kekayaan yang bisa menjadi ciri khas Gereja Cikampek. Bila
kemajemukan tersebut diberdayakan maka dapat memperkaya dan
memperkembangkan hidup beriman umat.
2. Dialog antar umat beriman lebih dari pada sekedar debat teologis atau seminar
tetapi menjadi bagian dalam kenyataan hidup sehari-hari, merupakan suatu
komunikasi iman. Dialog menjadi suatu aksi atau gerakan bersama untuk
mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Usaha untuk mewujudkan nilai-
nilai Kerajaan Allah di dunia merupakan tanggung-jawab semua orang beriman.
Oleh karena itu, yang berhak untuk ambil bagian di dalamnya bukan hanya para
ahli dan pemuka Gereja tetapi menjadi tanggung-jawab seluruh umat beriman
tanpa kecuali.
3. Dengan adanya situasi hidup dalam Gereja dan masyarakat yang plural maka
umat stasi St. Maria Cikampek perlu mewujudkan dialog antar umat beriman
dalam hidupnya sehari-hari. Salah satu cara untuk mewujudkan dialog antar umat
beriman adalah dengan terlibat aktif dalam dialog kehidupan dan dialog karya.
122
B. Saran
Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam setiap
bab, akhirnya penulis mencoba mengungkapkan saran-saran kepada dewan stasi St.
Maria Cikampek dan umat di stasi St. Maria Cikampek.
1. Kepada Dewan Stasi St. Maria Cikampek
a. Supaya memotivasi umat untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman melalui
keberanian untuk bergaul dengan pihak luar atau masyarakat. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada umat. Ini merupakan harapan
dari umat saat penulis mengadakan kunjungan.
b. Dewan stasi hendaknya memberi perhatian pada pelaksanaan katekese di
lingkungan-lingkungan dengan memberikan pendampingan bagi para pendamping
pendalaman iman. Dari hasil penelitian banyak sekali responden yang
mengatakan bahwa pendalaman iman kurang menarik karena kurangnya
kreatifitas pendamping dalam memandu.
2. Kepada Umat di Stasi St. Maria Cikampek
a. Meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan hidup menggereja dengan ikut terlibat
dalam kegiatan-kegiatan baik di Gereja maupun dalam masyarakat.
b. Selalu menyadari panggilannya sebagai orang beriman untuk menjadi “Garam dan
Ragi” dalam hidup bersama.
123
c. Menumbuhkan rasa persaudaraan yang tinggi dengan sesama umat yang
beragama Katolik dan umat beragama lain di lingkungan tempat tinggal serta
dimanapun berada.
Program katekese yang ada, dapat dipakai dalam usaha untuk meningkatkan
dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek. Agar program tersebut dapat
lebih efektif prosesnya, membutuhkan kreatifitas dan pengetahuan mendalam
pendamping tentang dialog antar umat beriman. Program tersebut selain dijalankan
dalam bentuk pertemuan katekese umat, dapat juga dikemas dalam bentuk rekoleksi.
Penulis berharap, program ini dapat membantu meningkatkan pemahaman dan
keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman di Cikampek sehingga dapat
tercipta kerukunan dan kedamaian dalam hidup bersama, baik dalam hidup
menggereja maupun dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F.X. (2000). Katekese dalam Tugas Perutusan Gereja. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik PUSKAT.
Arief Furchan. (1992). Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
Armada Riyanto, F.X.E. (1995). Dialog Agama dalam Pandangan Gereja Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
Bergant, Dianne & Karris, Robert. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
Freire, Paulo. (1985). Pendidikan Kaum Tertindas. LP3S. Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese.
(F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik PUSKAT. (Buku asli diterbitkan tahun 1991).
Heryatno Wono Wulung. (2008). Th. Groome, “Total Catechesis: A Vision for Now and Always”. Diktat Mata Kuliah PAK III untuk mahasiswa Semester VII, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Jamlean, Henrika. (2007). Laporan Karya Bakti Paroki. Kumpulan Laporan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa IPPAK Semester VII, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Kanisius, Silvester L. (2006). Allah dan Pluralisme Religius. Jakarta: Obor. Kautsar Azhari Noer. (1998). Passing Over Memperkaya Pengalaman Keagamaan.
Dalam Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus (ed.). Passing Over Melintasi Batas Agama, hh. 261-289. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Knitter, Paul F. (1990). Interreligious Dialogue: What? Why? Who? Dalam John. B Cobb (Ed.). Death or Dialogue, hh. 19-44. London: SCM Press & Trinity Press International.
. (2002). One Earth, Many Religion. (Nico. A. Likumahuwa, Penerjemah). Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. (Buku asli diterbitkan tahun 1995).
Kongregasi Suci Untuk Para Klerus. (1990). Directorium Catechisticum Generale. (Tom Wignyanta & Lukas Lege, Penerjemah). Ende : Nusa Indah. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1971).
. (1997). General Directory for Catechesis. (Komkat KWI, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1997).
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta: Komkat KWI. Lembaga Biblika Indonesia. (1981). Tafsir Perjanjian Baru 3: Injil Lukas.
Yogyakarta: Kanisius. Ligoy, A. (1997). Gereja Indonesia dan Dialog Antaragama. Rohani, 7, hh.128-136. Mega Hidayati. (2008). Jurang di antara Kita. Yogyakarta: Kanisius.
125
Michel, Th. (2004). Dialog Pembebasan dengan Kaum Muslim: Kepedulian terhadap Orang Miskin. No. 4. Yogyakarta: Pusat Pastoral.
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Rosdakarya. (Cetakan pertama tahun 1989).
Muhammad Wahyuni Nafis. (1998). Referensi Historis bagi Dialog Antaragama. Dalam Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus (ed.). Passing Over Melintasi Batas Agama, hh. 77-105. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Panitia 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang. (2007). 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang: 1982-2007 “Maju Bersama dalam Keanekaragaman”. Karawang: Paroki Kristus Raja Karawang. (Buku Kenangan 25 tahun Paroki Karawang yang disusun oleh Panitia Perayaan 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang).
Paulus VI. (2008). Evangelii Nuntiandi. (J. Hadiwikarta, Pr, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1975).
Pontifical Council for Interreligious Dialogue and Sacred Congregation for The Evangelization People. (1991). Dialogue and Proclamation: Reflection and Orientations on Interreligious Dialogue and the Proclamation of the Gospel of Jesus Christ. Dalam Bulletin Pontificium Consilium pro Dialogo Inter Religiones, no. 28, hh. 210-250. . (2007). Spiritualitas Dialog, Surat Kepada Ketua Konferensi Uskup. Dalam Piet Go O. Carm (Penerjemah). Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, hh. 27-32. Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1999).
Purbanegara, W.B. (2007). Cheng-cheng Po. (VCD). Yogyakarta-Indonesia: Sanggar Cantrik Persekutuan Sahabat Gloria.
Secretariat for Non-Christians. (2007). Sikap Gereja terhadap Para Penganut Agama Lain. Dalam Piet Go O. Carm (Penerjemah). Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, hh. 5-20. Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1984).
Staf Dosen Prodi IPPAK. (2006). Pedoman Penulisan Skripsi. Buku Pedoman Penulisan Skripsi untuk Prodi IPPAK. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharyo, Ignatius. (2009). The Catholic Way: Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita. Yogyakarta: Kanisius.
Sumarno, Ds. (2007). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan PAK Paroki untuk mahasiswa Semester V, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Swidler, Leonard. (1990). A Dialogue on Dialogue. Dalam John. B Cobb (Ed.). Death or Dialogue, hh. 56-78. London: SCM Press & Trinity Press International.
126
Telaumbanua, Marinus. (1997). Ilmu Kateketik: Identitas, Metode dan Peserta Katekese Gerejawi. Pematangsiantar: Fakultas Filsafat UNIKA St. Thomas.
Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawirjana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979). . (2008). Redemptoris Missio. (Frans Borgias dan Alfons. S. Suhardi, OFM, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1990).
127
LAMPIRAN
[1]
Lampiran 1: Peta Stasi St. Maria Cikampek
PETA STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG
JAWA BARAT
[2]
Lampiran 2: Surat Permohonan Izin Pelaksanaan Penelitian
[3]
[4]
LAMPIRAN 3: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Stasi
[5]
Lampiran 4: Pedoman Pertanyaan Wawancara Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman? 2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut? 3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? 4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? 5. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? 7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di
stasi St. Maria Cikampek? 8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? 9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi
St. Maria Cikampek? Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? 11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang
dialog antar umat beriman? 12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman?
[6]
Lampiran 5: Hasil Wawancara
Tanggal : 17 Mei 2009 Responden 1: Leo (Ketua MUDIKA)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum pernah. Ini pertama kalinya saya mendengar istilah tersebut. yang biasanya saya dengar adalah dialog antar umat beragama dari TV dan pelajaran di sekolah.
2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? Dialog itu merupakan suatu kontak antar umat beriman dimana umat itu berkumpul mengadakan suatu kontak, berkomunikasi membahas suatu masalah, atau kegiatan apapun. Jadi, ada yang dibahas dalam perkumpulan itu. Adapun diperoleh suatu pemecahan atau tidak, yah ketika umat beriman itu telah berkumpul dan mengadakan suatu komunikasi maka telah terjadi suatu dialog.
3. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Ketika kita sudah berkumpul tentu ada sesuatu yang akan kita bahas, sesuatu tentang iman kita. Tujuannya memecahkan masalah atau apa yang dibicarakan dalam dialog itu sendiri.
4. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Ya, semua umat beriman, tidak hanya para pastor dan suster saja.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Menurut anda, perlukah kita melaksanakan dialog antar umat beriman? Jelaskan
jawaban anda! Sangat perlu, karena banyak sekali masalah-masalah yang tidak kita anggap menjadi masalah tetapi sebenarnya tanpa kita sadari menjadi suatu masalah dalam hidup bersama.
6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering, yakni dialog dengan Mudika.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Dialog tentang agama masing-masing, misalnya kita berdialog dengan umat beragama Islam. Kita bertanya ke mereka bagaimana agama Islam dengan dasar untuk menghindari perselisihan.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Banyak mudika yang malas untuk terlibat dalam kegiatan menggereja.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek?
[7]
Ada pertemuan-pertemuan rutin sehingga dapat mendukung terlaksanannya dialog.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Diadakan acara olahraga dan kesenian sehingga umat lebih semangat.
11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman? Belum, karena memang di stasi St. Maria Cikampek selama ini belum pernah ada kegiatan dialog antaragama.
12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Kalau pendalaman iman, bagusnya memakai film atau kegiatan lain yang menarik. Jangan hanya baca Kitab Suci terus.
Responden 2: Olo Ambarita (Mudika)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum pernah. Biasanya yang saya dengar adalah dialog antar umat beragama dari TV. 2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Berbaur dengan umat yang beragama lain, jadi saya Katolik tidak hanya bergaul dengan Katolik saja.
3. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Kita saling tahu sehingga makin erat, tidak terpecah-pecah.
4. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Semua umat.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Menurut anda, perlukah kita melaksanakan dialog antar umat beriman? Jelaskan
jawaban anda! Penting banget karena dengan dialog itu kita bisa mempererat dan makin kompak. Jadi, untuk kegiatan gereja juga kita makin kuat. Apapun kegiatan gereja dapat berjalan dengan baik bila ada dialog yang baik antar sesama.
6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering. Sudah 2 bulan ini yakni dengan ikut kegiatan mudika.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Komunikasi antar sesama umat stasi biar kegiatan Gereja lebih lancar.
[8]
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Banyak mudika yang tidak mau terlibat, sibuk dengan urusan masing-masing.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada doa lingkungan dan latihan koor kalau tugas.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Ada doa dan sharing Kitab Suci tentang dialog antar umat beriman.
11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman? Belum, karena saat APP kemarin saya tidak pernah ikut doa lingkungan. Waktu itu saya masih di Medan.
12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman?
Pakai film atau nyanyiannya diiringi musik.
Responden 3: Oki (Mudika)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum pernah, yang saya dengar adalah dialog antaragama saat pelajaran di sekolah. 2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Percakapan antar umat yang membahas suatu permasalahan ataupun suatu kegiatan. Jadi harus ada tujuan yang mau dicapai.
3. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Mempererat tali persaudaraan dan memperluas wawasan kita
4. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Kita semua karena mempunyai tanggung-jawab untuk mempertanggung-jawabkan apa yang kita lakukan.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Menurut anda, perlukah kita melaksanakan dialog antar umat beriman? Jelaskan
jawaban anda! Sangat penting, karena kalau tidak ada dialog kita tidak akan pernah tahu apa maksud dan pemikiran dari orang lain.
[9]
6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering biasanya dengan ikut kegiatan mudika.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Dialog antar umat untuk pembangunan gedung gereja lebih lancar.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Kadang malas.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada doa lingkungan dan latihan koor kalau tugas.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Ada doa dan sharing Kitab Suci tentang dialog antar umat beriman.
11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman? Belum, karena di lingkungan saya tidak ada pendalaman iman saat APP kemarin.
12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Pakai film lebih menarik.
Tgl 20 Mei 2009 Responden 4: Bpk. Felix : Ketua Lingkungan Permata Regency
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Sudah berapa lama bapak tinggal di stasi St. Maria Cikampek?
Saya datang di Cikampek akhir tahun 1994. Mulai aktif dari tahun 1997 mengenal stasi pergi ke Gereja Purwakarta dulu. Waktu kesini saya masih bleng mau mencari sesama yang seiman belum ketemu. Sebelumnya tidak mengenal lingkungan sini. Kemudian saya melihat data kepemilikan rumah dan melihat nama orang-orang dan mencari yang Katolik. Setelah itu mulai diadakan pertemuan, kebetulan saat itu ada Pstr. Kamto yang sering kunjungan ke lingkungan-lingkungan. Waktu itu hanya 2 orang yang siap ketempatan yakni tempatnya bu Maria dan pak Budi ketemunya di situ. Dari situ keterlibatannya sampai sekarang.
2. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman? Belum pernah. Ini pertama kalinya saya mendengar istilah tersebut. Yang biasanya saya dengar adalah dialog antar umat beragama dari TV.
[10]
3. Melihat situasi Stasi St. Maria Cikampek yang plural, menurut bapak di stasi ini apakah sudah tercipta suasana dialog? Kalau untuk dialog antar suku, sesama yang satu stasi saya rasa sudah cukup mulai kelihatan. Waktu itu saya punya pemikiran setiap orang kan membawa background masing-masing dari daerahnya masing-masing terus ada rencana Cikampek itu mau bikin Gereja. Berhubung umat di Cikampek ini berasal dari berbagai suku dari mana saja, alangkah baiknya kalau semua yang dari asalnya itu di bawa, terus akhirnya berani menampilkan nanti akhirnya menghasilkan gereja yang luar biasa. Saya kira dia punya ciri khas khusus dari berbagai penjuru daerahnya masing-masing yang berani ditampilkan saya rasa ciri khas cikampek akan berbeda dengan gereja-gereja lain. Dan memang bisa dilihat dari kalau ke Gereja Cikampek itu lebih bagus kenapa? Walaupun saya bisa ke Gereja Karawang ataupun Purwakarta tetapi di Gereja Cikampek sendiri setelah pulang Gereja itu kita ga langsung byuur keluar, byuur pulang. Kita ada istilahnya hubungan interaksi sama sesama, bisa saling menyapa dan berbicara dengan yang lain. Sudah ada contohnya yang dari Medan sudah berani mengeluarkan saat acara-acara besar pake acara dari Medan ketika persembahan. Itu memang diberi semangat nanti kemudian dari daerah mana.
4. Apakah arti atau hakikat dialog antar umat beriman menurut anda? Menurut saya dialog antar umat beriman itu mengenalkan, istilahnya kita sebagai umat Kristiani membuka diri, ini lho saya ke umat lain, seperti ini saya, keadaan saya seperti ini. Sebenarnya dasar itu ingin memperkenalkan diri apa adanya biar kita diterima dan kita juga bisa ikut bergabung biar maksudnya sama-sama umat Tuhan tidak ada pemisahan saling memberi dan menerima untuk menuju ke kehidupan bagaimana yang terbaik, bukan saya yang terbaik. Kita kan sharing kehidupan sebenarnya, sharing bersama untuk melihat kehidupan yang bagaimana yang baik, bukan saya atau siapa yang terbaik. Harus berani memberi dan menerima. Semua orang itu kan tidak ada yang sempurna, untuk itulah kita harus saling mengisi.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering. Di lingkungan Permata Regency ini selalu ada doa dan latihan koor. Meskipun tidak rutin dilaksanakan tetapi sejauh ini berjalan dengan baik. Kalau tantangan dari luar yah konflik-konflik sich pernah ada, belum lama ini sich. Waktu itu pernah ada teguran. meski belum lama ini ada sedikit masalah tapi sudah diselesaikan. Jadi untuk sekarang ini tidak ada masalah antar umat yang beda keyakinan. Waktu itu pernah ada teguran, sampai tegur kesini tapi saya tetap nekat aja karena kita kan beribadat kepada Tuhan tidak ada istilah bersaing sama umat yang lain. Waktu sampai 3 kali tetapi selalu saya katakan bahwa saya datang disini dengan damai dan mereka menerima jadi sampai saat ini kalau kegiatan di tempat saya tidak ada masalah. Bahkan di lingkungan regency
[11]
pernah misa sampai 4 kali. Umat yang lain sich sudah mengerti karena keterbukaan kita. Memang umat saudara-saudara kita yang muslim tidak tahu. Sering berpikir bahwa kita itu mau mengadakan kristenisasi ,tetapi kalau kita terbuka, kalau mau menjadi katolik itu tidak mudah. Bukan hanya karena saya mau masuk tetapi ada tahapan-tahapan lulus dan tidaknya. Sharing kalau ketemu, pas ngobrol dipancing yah kita menyampaikan jadi mereka tau oh Katolik itu begini, seperti ini, jadi tidak terjadi salah paham.
6. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Untuk langsung terjun ke masyarakat umum kalau dari pribadi ke pribadi kita bisa langsung masuk tetapi kalau dari organisasi sedikit sulit untuk mencari cara yang paling tepat itu seperti apa. Kita bingung mau ke arah sana gimana. Dulu kita mau bangun Gereja juga sulit karena tantangan dari warga sekitar. Jadi yang ditakutkan bahwa itu asumsi masyarakat bahwa kita ingin mengadakan kristenisasi. Kepengen kearah sana cuman tahapnya pelan-pelan karena memang image mereka yang memandang negatif ketika kita menolong mereka. Masyarakat sendiri juga kadang menolak. Stasi sendiri sudah terjun walaupun diam-diam contoh seperti banjir kemarin. Jadi untuk langsung masuk ke masyarakat itu juga ada pertanyaan besar takut masyarakat setempat tersingggung. Kalau acara olahraga atau kesenian juga baik. Saya dulu mulai mengenal masyarakat sekitar seperti itu. Saya rasa dengan mengikuti acara seperti itu akan sangat efektif. Kita pelan-pelan. Dari stasi juga sudah ada kegiatan seperti PMI.
7. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada doa lingkungan dan latihan koor kalau tugas.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 8. Menurut bapak, program katekese seperti apa yang dapat membantu meningkatkan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Saya sendiri bingung yah bagaimana agar pendalaman iman lebih menarik umat. Mungkin mba Henny bisa ngasih saran soalnya umat memang kadang mengeluh kalau pendalaman imannya tidak menarik tapi saya sendiri bingung bagaimana baiknya. Maklum saya kan harus bolak-balik Cikampek-Jakarta jadi doa saja seadanya pakai panduan yang ada. Tgl 21 Mei 2009 Responden 5: Bpk. Mikhael (Ketua Lingkungan Pondok Melati) Responden 6: Bpk. Yudi (Tokoh Masyarakat) Responden 7: Bpk. Barja (Tokoh Masyarakat) Responden 8: Mas Sarji (Pendamping Mudika) Responden 9: Bpk. Bagio (Umat)
[12]
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Pak Barja: Sudah pernah dengar di TV, tapi terlibat langsung saya belum pernah. Pak Yudi: Kalau dialog antar umat beriman sendiri saya belum pernah dengar, yang sering saya dengar adalah dialog antar umat beragama. Pak Bagio: Kalau dialog antar agama saya sering dengar dulu saat mudika di Makasar. Tapi kalau dialog antar umat beriman belum. Pak Mikhael: Belum, biasanya yang saya dengar adalah dialog antar umat beragama dari TV. Mas Sarji: Belum pernah. Biasanya yah dialog antar umat beragama dari TV.
2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? Pak Yudi: Perilaku, karena orang beriman itu berdasarkan dari Alkitab, Alquran. Dia mengacu kesana, perilaku semua pemeluk agama mengacu ke kitab suci tersebut. Jadi kalau menurut saya orang itu berlaku sesuai dengan apa yang dipelajari, apa yang diajarkan. Pak Bagio: Beriman, apa yang kita imani itu harus kita amini. Kalau kita beriman tanpa mengimani apa yg kita amini maka akan mengambang. Dalam konteks ini kita harus bisa memilah-milah seperti apa iman kita yang bisa kita amini bagi masyarakat, bagi sesama terlabih bagi Tuhan kita. Mas Sarji: Saya berdialog dengan pak Mikhael untuk memajukan lingkungan ini (seiman) dimana kita mencari jalan untuk menemukan cara yang lebih baik untuk bisa memajukan lingkungan. Cara berkomunikasi untuk menemukan cara memajukan. Dialog yang tidak seiman dalam pergaulan dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang ajaran agama kita, sehigga tidak ada salah persepsi. Pak Mikhael: Di lihat dari upaya meningkatkan hubungan antar umat beriman dalam masyarakat dengan Tuhan. Di sini banyak masyarakat majemuk dari berbagai macam kehidupan yang berbeda suku, agama dan lain sebagainya, bagaimana kita mengimani iman kita jadi dasarnya iman. Iman sendiri berarti mengimani tetapi kita mengikuti atau keluar dari ajaran atau tidak. Pada dasarnya semua manusia itu beriman.
3. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Pak Barja: Untuk kerukunan. Pak Yudi: Agar ada kedamaian dalam hidup bersama. Pak Bagio: Untuk menambah pengetahuan tentang agama-agama dan bisa saling mengerti. Pak Mikhael: Mempererat tali persaudaraan. Mas Sarji: Agar hidup rukun dan damai.
4. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Pak Barja: Para pemimpin Gereja. Pak Yudi: Semua orang beriman.
[13]
Pak Bagio: Ya, semuanya dong. Jangan hanya mengharapkan dari pastor saja. Pak Mikhael: Kalau pemimpin Gereja, umat akan lebih termotivasi. Mas Sarji: Pimpinan agama yang lebih tahu tentang agama.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Menurut anda, perlukah kita melaksanakan dialog antar umat beriman? Jelaskan
jawaban anda! Pak Mikhael: Menurut saya penting agar tidak ada perbedaan. Pak Yudi: Sangat penting sekali karena berbagai macam watak, karakter, suku itu kan punya masing-masing. Oleh karena itu, apa yang terbaik, solusi yang paling baik untuk menyatukan semuanya itu adalah dialog. Memutuskan suatu masalah dengan berdialog lebih baik ketimbang kita mengedepankan prinsip kita. Kalau tidak ada dialog maka bisa kacau. Pak Barja: Yang namanya dialog itu dimana-mana penting. Masalahnya dengan berdialog akan menimbulkan keakraban. Pak Bagio: Kita sudah berkeluarga ya...contoh konkretnya aja di keluarga kalau tidak ada dialog wah...istri masak apa kita pengen apa... Kalau tidak ada dialog maka akan terjadi ketegangan. Apalagi dalam masyarakat luas. Tetapi kalau dialog lintas agama kita harus hati-hati, bisa menghargai, mencari solusi yang terbaik.
6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk dialog seperti apakah yang anda ikuti? Pak Barja: Belum pernah karena tidak ada kegiatan tersebut di stasi ini. Pak Yudi: Belum pernah karena memang selama ini tidak ada kegiatan seminar atau dialog antar agama di stasi ini. Pak Bagio: Sama dengan Pak Yudi. Pak Mikhael: Sering, kan lewat pendalaman iman dan koor. Mas Sarji: Saya juga belum pernah ikut yang dialog agama.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Pak Barja: Dialog tentang ajaran agama masing-masing. Pak Yudi: Dialog antaragama. Pak Bagio: Dialog antaragama. Pak Mikhael: Dialog Katolik dan Islam. Mas Sarji: Dialog antar sesama umat stasi agar kegiatan Gereja dapat berjalan dengan lancar contohnya melalui pendalaman iman.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Pak Barja: Memang susah kalau mau berdialog dengan orang lain yang beda dengan kita. Pak Yudi: Masih ada rasa egois, tidak mau melibatkan orang lain dalam kegiatan Gereja.
[14]
Pak Bagio: Beriman, apa yang kita imani itu harus kita amini. Kalau kita beriman tanpa mengimani apa yg kita amini maka akan mengambang. Dalam konteks ini kita harus bisa memilah-milah seperti apa iman kita yang bisa kita amini bagi masyarakat, bagi sesama terlabih bagi Tuhan kita Pak Mikhael: Umat malas untuk terlibat, tidak mau tahu akan kegiatan-kegiatan lingkungan. Mas Sarji: Umat lebih mementingkan urusannya masing-masing dari pada ikut kegiatan lingkungan.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Semua Responden: Ada doa saat-saat tertentu dan latihan koor kalau ada tugas di gereja.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Semua Responden: Ada pertemuan-pertemuan rutin seperti pendalaman iman atau seminar yang di stasi yang membahas tentang dialog antar umat beriman.
11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman?
Pak Barja, Pak Mikhael, Pak Yudi, Mas Sarji: Kami belum pernah karena saat APP kemarin kebetulan lingkungan ini yang bertugas sebagai panitia Paskah sehingga tidak ada kegiatan pendalaman iman. Jadwal untuk pendalaman iman digantikan dengan rapat persiapan perayaan Paskah Pak Bagio: Belum pernah karena memang selama ini tidak ada kegiatan dialog di stasi.
12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman?
Pak Bagio, Pak Mikhael, Pak Yudi,: Kami sendiri bingung bagaimana agar pendalaman iman bisa menarik bagi umat. Mas Sarji: Pendalaman iman yang menarik. Pak Barja: Kalau kita memang mau tahu maka tidak perlu menarik atau tidak pasti tetap datang. 23 Mei 2009 Responden 10: Pak Tri (Tokoh Masyarakat/ Pendamping Mudika Stasi)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Dialog antar umat beriman belum, kalau antar umat beragama sering saya dengar 2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut?
[15]
Dari TV dan pembicaraan orang. 3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Sharing. 4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda?
Saya rasa untuk mendalami ajaran agama kita sendiri, mendalami ajaran Kristus (Katolik), bisa mendalami arti yang sebenarnya dan ajaran-ajaran Kristus.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Bagaimana bapak melihat keterlibatan umat lingkungan dalam dialog antar umat
beriman? Untuk lingkungan kami sudah berjalan dengan pendalaman kitab suci, sebatas kita ngumpul tapi karena bahannya sudah ada jadi kesan saya masih kurang. Hanya ada tanya jawab sesuai dengan panduan jadi kurang berkenan bagi saya. Paling tidak ada orang yang lebih tahu untuk menjadi pemimpin pendalaman iman. Dari pengalaman untuk mengartikan ayat ini bisa tetapi untuk menjalani belum terlalu bisa, belum mengena.
6. Bagaimana bapak melihat relasi umat dengan masyarakat sekitar yang beragama lain? Untuk saya pribadi tidak ada kendala. Saya bisa merintis dari awal untuk menjadi lingkungan Pondok Melati dengan halangan-halangan bila diajak berkumpul pada awalnya takut di demo karena basis kita yang kecil. Tetapi lingkungan saya sendiri disini mendukung, kalau ada acara natalan bersama lingkungan mereka ikut jaga dan makan bersama.
7. Melihat situasi umat Cikampek yang plural, menurut bapak apakah telah tercipta suasana dialog di stasi ini? Kalau di stasi menurut saya kurang aktif, komunikasinya masih kurang. Strukutur organisasi juga kurang jelas bagaimana kita merangkul untuk dialog stasi yang berbagai macam. Di stasi tidak pernah menjalankan struktur yang jelas dengan tugas-tugas yang jelas juga.
8. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada banyak kegiatan di masyarakat seperti olahraga dan kerja bakti. Ini bisa mendukung kita untuk terlibat.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 9. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Kunjungan-kunjungan diaktifkan lagi. Menjalankan struktur organisasi dengan baik sesuai dengan job description yang ada.
10. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman?
[16]
Belum karena saat APP kemarin kebetulan lingkungan kami ditunjuk untuk menjadi panitia penyelenggara perayaan Paskah. Saya sendiri dipilih untuk menjadi ketuanya sehingga kegiatan pendalaman iman ditiadakan, untuk sementara kami fokus dengan persiapan perayaan Paskah. Maklum menjelang Paskah juga diadakan banyak kegiatan sosial.
11. Menurut anda, katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Pendalaman iman akan menarik bila pemimpin pendalaman iman dapat menguasai bahan yang disiapkan. Tidak hanya membaca saja.
Tgl 24 Mei 2009 Responden 11: Bpk. Bardi (Umat, satu-satunya umat Katolik di stasi ini yang dipercaya menjadi Ketua RT 07)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah bapak sudah pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman?
Kalau dialog antar umat beriman belum, yang sering saya dengar adalah dialog antar umat beragama. Untuk dialog umat beragama kadang-kadang karena waktunya yang sempit yah mungkin kita sebagai manusia yah sama aja lah. Khususnya mengenai lingkungan kita juga berbagai etnis yah, baik agama, suku, kita juga harus mengalami semuanya. Tapi lingkungan kami di RT 07 ini ada yang mengerti ada yang tidak. Tetapi sejauh ini tidak ada masalah, tidak ada yang pro dan tidak ada yang kontra. Warga juga secara spontanitas membantu masyarakat yang tidak mampu. Membantu siapapun tanpa melihat perbedaan yang ada. Kerja bakti kadang-kadang yah ada yang datang ada yang tidak.
2. Apakah arti atau hakikat dialog antar umat beriman menurut anda? Untuk mempersatukan, mencari damai, tolong menolong, membantu. Misalnya kita membantu saat membangun masjid. Di sini warga kita 62 KK, yang Katolik hanya saya sendiri. Saya juga kaget kenapa koq malah saya yang dipilih untuk menjadi ketua RT. Yah masyarakat sendiri yang menilai bukan saya.
3. Menurut anda, pentingkah kita melaksanakan dialog dengan umat beriman lain? Jelaskan jawaban anda! Sangat penting karena warga kita mungkin tingkat pendidikannya kurang memenuhi SDMnya jadi perlu diadakan pembinaan terutama masalah-masalah kekompakan antar umat beragama karena kadang-kadang masalah sosial jadi bermasalah, tapi kalau untuk masalah-masalah yang lain tidak ada.
4. Menurut bapak, siapakah yang bertanggung-jawab dalam dialog antar umat beriman? Kita semua.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman
[17]
5. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk dialog seperti apakah yang anda ikuti? Kalau untuk dialog umat beragama belum karena memang selama ini belum ada kegiatan dialog agama di stasi ini.
6. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Kalau dalam masyarakat mungkin dengan kerja bakti dan olahraga bersama. Di RT ini sering ada kegiatan kerja bakti. Saya sendiri biarpun sibuk karena harus bolak-balik Jakarta-Cikampek tetap menyempatkan diri untuk ikut.
7. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh bapak dalam melaksanakan kegiatan dialog antar umat beriman? Memerlukan waktu, kadang-kadang yang hadir separoh. Masalahnya waktu, karena tuntutan ekonomi keluarga itu penting. Tetapi bila ada kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan menarik yah warga pasti antusias.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 8. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Perlu membuat pertemuan-pertemuan yang rutin. Selain itu, kita juga harus berani untuk mendekati umat lebih dahulu.
9. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman? Kalau pendalaman iman tentang itu belum. Karena tempat kerja saya di Jakarta jadi biasanya kalau kegiatan pendalaman iman biasanya yang ikut adalah istri saya. Tetapi memang saat APP kemarin di lingkungan tidak ada pendalaman iman.
10. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Saya sendiri bingung yah, kurang tahu. Kalau selama ini yah memang biasanya kami ikut saja karena memang yang bisa untuk memimpin yah hanya yang itu saja.
Responden 12: Ibu Slamet (Aktivis gereja)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Kalau dialog antar umat beragama sich sering. Tapi kalau dialog antar umat beriman koq baru kali ini saya dengar.
2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut? Yah, biasanya di TV.
3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? Kita sharing tentang hidup kita sehari-hari.
[18]
4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Yang tadinya kita tidak tahu menjadi tahu, lebih mengenal, lebih mendalami lagi gitu.
5. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Pemimpin gereja, suster atau pastor karena di sini kita tidak punya katekis.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering. Biasanya dengan mengikuti pendalaman iman di lingkungan.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Dialog dengan umat stasi sehingga kegiatan gereja dapat berjalan dengan lancar. Kadang di sini kalau ke Gereja sudah beda lingkungan aja suka pergi begitu aja gitu, salam-salaman yang saya amati yah hanya sesama lingkungan aja. Dengan adanya pendalaman iman tadi kita pun terbantu untuk dapat terbuka.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Jarak lingkungan yang jauh, untuk ke gereja juga jauh. Dulu juga susah untuk pergi ke gereja, satu-satunya cara untuk kita berkomunikasi bisa untuk mendalami iman kita adalah di saat pendalaman iman, karena kita bisa sharing, apa yang tidak kita tahu menjadi tahu, yang tidak kenal menjadi kenal. Karena tidak mungkin kan kalau tidak ada pendalaman iman bisa saling tegur sapa. Saya sendiri juga kalau tidak ada pendalaman kitab suci itu terus terang jadi jarang untuk membaca Kitab Suci. Rumah satu dengan yang lain itu jauh.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada pertemuan di lingkungan seperti pendalaman iman dan latihan koor bersama.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Ada kegiatan-kegiatan seperti doa dan pendalaman iman.
11. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Menurut saya pendalaman iman sekarang tidak seperti dulu, umat sudah ketakutan duluan karena pemikirannya kalau pendalaman kitab suci nanti kita ditanya tentang kitab suci padahal umat sendiri jarang membaca kitab suci. Kalau sekarang kan berbeda sudah ada panduannya jadi kita tidak kesulitan lagi untuk mendalaminya. Iman itu kan susah soalnya harus timbul dari dalam hati kita yang paling mendalam. Jadi biar pun kita buat semenarik apa pun sama saja kalau orang tersebut tidak ada keinginan untuk berangkat.
[19]
Tgl 25 Mei 2009 Responden 13: Ibu Ida (Umat)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Sebenarnya sudah ada, dialog antar umat beragama, kalau umat beriman belum. 2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut?
Dari TV. 3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Kita sharing tentang kehidupan kita sehari-hari. 4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda?
Saling berbagi sesuatu yang kita punya kepada orang lain, yang kekurangan kita bagikan, pokoknya menerima dan memberilah.
5. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Kita semua.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering, yaitu ikut pendalaman iman dan koor di lingkungan.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Komunikasi antar umat biar Gereja semakin kuat. Bisa juga dengan pendalaman iman tetapi harus yang menarik.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Biasanya umat lebih mementingkan kepentingan pribadi sehingga malas untuk ikut dalam kegiatan gereja.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada pertemuan di lingkungan seperti pendalaman iman dan latihan koor bersama.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Diadakan kegiatan pendalaman iman secara rutin di lingkungan. Jadi, ada jadwal khusus untuk pendalaman iman tidak hanya kalau ingat saja.
11. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman?
[20]
Yah, saya juga kurang tahu soalnya memang yang bisa dan berani untuk pimpin pendalaman iman yah hanya sedikit.
Responden 14: Pak. Mulyadi (Mantan Prodiakon)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Kalau dialog antar umat beriman belum. Yang biasanya saya dengar adalah dialog antar umat beragam tetapi untuk dialog yang 4 mata atau 6 mata belum mengalami dan belum pernah.
2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut? Dari TV dan percakapan sehari-hari.
3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? Mengungkapkan keimanan kita kepada lawan kita (partner).
4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Berbagi pengalaman atau diadakan sharing supaya yang menjadi tahu menjadi tahu.
5. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Bisa dari pastornya, bisa dari fraternya atau diakon, atau suster. Artinya umat yang dipercaya oleh gereja untuk menyebarkan ajaran2 Kristus karena dia lebih tahu dari pada umatnya.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Belum pernah karena memang selama ini belum ada kegiatan seperti itu di stasi. Dulu memang pernah diadakan tetapi di Karawang.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Pertama mengenalkan Yesus yang sebenarnya atau perilakunya atau Yesus itu. Kadang-kadang masih awam, kata Yesus atau Gereja kita harus mencintai tetapi dalam kenyataan masih ada gap atau pembedaaan-pembedaan, ada kelompok-kelompok tertentu.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Kita kekurangan tenaga untuk mengadakan dialog. Apakah dari gereja, atau dari keuskupan saya sendiri tidak tahu. Tetapi menurut saya itu sangat penting karena kita perlu mengenal iman kita.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada kegiatan doa rutin lingkungan.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman
[21]
10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman? Dialog kan sangat penting. Supaya diadakan entah setahun sekali atau kalau bisa yah setahun 2 kali mendatangkan orang yang kompeten untuk melaksanakan kegiatan dialog. Contohnya saja sekarang dengan mengisi angket atau kuisioner yang mba Henny bagikan atau diwawancarai, kami juga menjadi lebih tahu, mendapatkan pengetahuan tentang dialog.
11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman? Belum karena tidak ada kegiatan dialog agam di stasi.
12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Kalau masalah pendalaman iman, kita tidak harus melihat menarik atau tidaknya. Kalau memang kita mau tahu akan ajaran agama maka pasti datang biarpun tidak menarik.
Tgl 26 Mei 2009 Responden 15: Ibu Maria
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum. Kalau dialog antar umat beragama sering. 2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut?
Dari TV. 3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Ditanya soal pengalaman keagamaan, iman kita. 4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda?
Yah, biar pengetahuan kita tentang agama menjadi lebih banyak. 5. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman?
Kita semua. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 6. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering dengan mengikuti koor dan doa lingkungan.
7. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Sharing umat supaya kegiatan gereja dapat berjalan dengan lancar.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Umat malas untuk terlibat dalam kegiatan gereja.
[22]
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada doa lingkungan.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Ada pertemuan rutin untuk sharing (pendalaman iman).
11. Menurut anda, katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Menurut saya kalau kita sudah ada motivasi, kepengen tahu yah kita pasti datang walau tidak menarik.
Responden 16: Ibu Tina (Umat, Sekretaris Ekumene) Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum. Biasanya dialog agama. 2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut?
Dari pendalaman iman masa prapaskah kemarin. 3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Hubungan antar umat beragama, antar satu dengan yang lain.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 4. Pengalaman ibu terlibat di Ekumene, bagaimana suka dan dukanya?
Sukanya banyak, dalam ekumene kita tidak berdiri dalam satu bendera saya Katolik atau Protestan. Tetapi kita bergabung, bersama-sama. Kalau dukanya kekompakannya agak terkendala. Tetapi masih mending mereka mau bergerak dari pada tidak sama sekali.
5. Apa saja kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam ekumene? Di ekumene banyak kegiatan sebenarnya. Kunjungan kepada mereka yang kurang aktif, jadi mau merangkul. Yang tidak mampu kita bantu yang biasanya kita sebut diakonia.
6. Menurut anda, pentingkah kita melaksanakan dialog dengan umat beriman lain? Jelaskan jawaban anda! Penting karena dengan dialog kita tidak memihak salah satu agama. Memang kita semuaa itu punya kelemahan dan kekurangan, termasuk kita Katolik juga. Orang protestan pun yang terpecah berbagai macam tetapi mereka bisa rukun. Maka kita ambil hikmahnya, nilai positifnya kita ambil.
[23]
7. Bagaimana ibu memahami dialog antar umat beriman dalam kerangka ekumene? Dialog antar umat beriman seperti apa yang ibu pahami ketika terlibat dalam ekumene? Saling menguatkan, saling meneguhkan, saat kita terjatuh dalam suatu pergumulan, dengan berbagi bersama umat beriman yang lain kita menjadi diteguhkan imannya.
8. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Ada pandangan negatif dari uamt bahwa bila kita ikut ekumene maka kita pindah ke Gereja lain.
9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada kegiatan-kegiatan seperti doa lingkungan, arisa, ibu-ibu, dll.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 10. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Ada pertemuan rutin baik doa atau pun pendalaman iman.
11. Menurut anda, katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Kalau kita ingin tahu ajaran iman kita maka tidak harus melihat menarik atau tidaknya pendalaman iman tersebut.
Responden 17: Bapak Ricky (Umat, Ketua seksi keamanan RT)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Pernah dengar tetapi dialog antar agama. Saya sendiri belum pernah ikut seminar sharing masalah itu. Dengarnya pas masih ikut mudika di Wedi. Kalau di sini jarang banget.
2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? Komunikasi iman, untuk toleransi dan saling menghargai, saling mengerti. Bisanya pertemanan kita juga kadang tidak enak oleh karena itu perlu ada dialog. Untuk saat ini dialog mah masih terjalin dengan baik, hanya saja harus ada saling pengertian antar satu dengan yang lain.
3. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Semuanya, semua umat tidak hanya tokoh masyarakat aja. Kalau hanya tokoh masyarakat saja yang ikut maka dialog tidak akan berjalan dengan baik.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 4. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti?
[24]
Sering. Dialog dengan umat Islam dalam hidup sehari-hari. Di lingkungan ini hanya saya sendiri yang Katolik, oleh karena itu kita juga harus pintar membawa diri dalam pergaulan dengan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari juga hendaknya tidak membedakan suku, agama, entah saya batak, jawa dan lain-lain. Masyarakat sekitar juga kadang nanya tentang natal, paskah, yah kita jelasin. Kadang ada yang nanya sampai mendetail. Kita ngasih tahu perbedaan antara agama Katolik dan Protestan karena banyak orang Islam yang mengira bahwa kita sama. Pernah terjadi bahwa umat Protestan mengadakan kegiatan bersifat kristenisasi, mengajak umat yang lain untuk masuk agama mereka sehingga ada kejadian masyarakat setempat marah dan merusak rumah seorang pendeta. Kita juga mengadakan kegiatan makan-makan bareng dan gotong-royong, senam dan lain-lain.
5. Menurut anda, pentingkah kita melaksanakan dialog dengan umat beriman lain? Jelaskan jawaban anda! Penting banget untuk menyatukan perbedaan tersebut. Bisanya kan orang Batak itu keras kepala ya..yang dari flores orangnya keras wataknya. Kalau jawa paling yah banyak ngalahnya. Jadi kalau tidak ada dialog yah sulit untuk menyatukannya.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 6. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Yah yang bisa yah cuma itu-itu saja, jadinya yang lain pada ikut-ikut saja. Yang penting iya, ada yang mimpin yah kita ikut aja. Mungkin dengan film, tidak cuma baca aja sehingga tidak ngantuk. Yang memimpin juga cuma baca saja, kurang kreatif dan semangat jadi buat kita yang dengar juga jadi malas dan ngantuk. Cara membangunnya juga yah kurang kreatif dan membuat kita juga jadi ngantuk. Yang sharing juga hanya itu-itu saja, termasuk saya sendiri juga kadang hanya dengar tanpa sharing.
Responden 18: Ibu Kirno (Prodiakon)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah ibu sudah akrab dengan istilah dialog umat beriman?
Sudah pernah mendengar, kalau akrab sekali sich tidak. Dengarnya di TV, kalau lingkungan warga sini belum, dialog yang secara resmi. Belum pernah dengar, dan juga belum pernah mengalaminya.
2. Apakah arti atau hakikat dialog antar umat beriman menurut anda? Di Karawang pernah, dari tingkat paroki mengadakan dialog antar umat beragama. Kalau kami di Gereja sich juga pernah berdialog dengan pendeta dalam ekumene. Saya juga sudah pernah ikut kegiatan ekumene. Saya juga baru tahu kalau itu termasuk kegiatan dialog.
[25]
3. Menurut anda, pentingkah kita melaksanakan dialog dengan umat beriman lain? Jelaskan jawaban anda! Penting karena banyak suku. Saya yang baru bergabung dalam ekumene saja sudah merasakan banyak sekali manfaat yang saya dapat.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 4. Apa saja manfaat yang ibu rasakan selama mengikuti kegiatan ekumene?
Kalau saya sebagai orang Katolik, yang saya alami ketika kecil ortu saya mengajarkan bahwa orang Katolik yah harus bergaul sama orang-orang yang katolik saja, jadi ada pengkotak-kotakan. Namun, ketika saya sudah dewasa dan sudah tua, saya bergaul bersama dengan umat Islam dan terutama dengan Kristen, saya menjadi tahu oh ternyata masih banyak yang saya belum tahu. Setelah saya baca di buku-buku Katolik juga, oh ternyata kita dianjurkan untuk bergaul keluar, yang dulunya waktu kecil berpikir bahwa tidak boleh bergaul dengan orang non Katolik, tidak hanya dengan sesama umat Katolik saja. Dengan saya keluar membuka diri, sebagai orang Katolik saya baru merasakan bahwa banyak sekali manfaatnya.
5. Menurut ibu apakah umat sudah termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman? Kalau untuk stasi saya kurang tahu, memang saya prodiakon tetapi yah kurang tahu mengenai lingkungan yang lain karena setiap lingkungan ada prodiakonnya. Kalau lingkungan pegadungan sendiri masih kurang. Saya baru bergabung dengan ekumene 1 tahun. Tapi ekumene ini sudah ada kira-kira 4 tahunan. Awalnya karena ada masalah umat Katolik dengan Protestan dan bagusnya pendeta ini datang bersharing dengan saya. Akhirnya setelah saya dan pendeta tersebut berusaha mengdakan pendekatan dengan mereka, umat yang bermasalah tersebut dapat rukun kembali. Pendeta tersebut bertanya kepada saya kenapa orang Katolik untuk ekumene sangat sulit. Saya beberapa kali ikut dan merasakan manfaatnya, tetapi ada umat yang mengatakan bahwa saya sebagai prodiakon tetapi sudah ikut gereja lain. Karena ada pemikiran bahwa orang katolik harus berkumpul hanya dengan orang Katolik saja. Saya tetap ikut dan juga menjelaskan kepada umat tetapi kemudian timbul gossip lagi jadi saya juga agak hati-hati.
6. Menurut ibu, bentuk dialog seperti apa yang cocok dengan umat di stasi St. Maria Cikampek? Dialog dengan lingkungan hidup, kalau orang lagi suka menanam pohon yach kita masuk melalui dialog mengenai lingkungan hidup. Kalau ada kerja bakti atau ronda malam, kita harus andil di dalam situ. Takutnya saya, di pandang orang wah itu orang Katolik jadi tidak usah dekat-dekat. Tapi puji Tuhan waktu saya ada acara nikahan anak saya umat Islam juga datang walaupun tidak nyampur.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman
[26]
7. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh ibu dalam melaksanakan kegiatan dialog antar umat beriman? Umat, karena ada pemikiran bahwa orang Katolik harus berkumpul hanya dengan orang Katolik saja. Kalau orang-orang tersebut datang kepada saya, saya akan jelaskan. Jadi sekarang saya juga agak hati-hati. Saya tidak menyalahkan orang lain, hanya sekarang saya berhati-hati. Pemikiran umat memang masih kuno, belum mau berpikir keluar. Padahal kalau saya lihat kalau ada pendalaman iman cuma ada ayahnya sama saya doang yang datang. Saya kadang berpikir harus pakai cara teknik apa supaya umat bisa tertarik untuk datang. Kalau saya ikut ekumene, saya bisa melihat cara-cara dari pendeta tersebut, saya bisa ambil ilmu mereka dan mempraktekkannya di lingkungan. Kami juga bertukar pikiran mengenai cara-cara yang kreatif untuk mendampingi iman umat. Dalam ekumene, kami juga tidak membawa bendera masing-masing, saya tidak menonjolkan diri saya sesbagai orang Katolik dan pendeta tersebut juga tidak menunjukkan kekristenannya. Di sana saya mendapatkan ilmu tentang Kitab Suci, bagaimana memahami ayat-ayat kitab suci.
8. Menurut ibu apakah tema APP pada tahun 2009 ini memotivasi umat untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman? Belum, karena bagaimana mereka dapat melaksanakanya, untuk datang pun tidak ada yang datang. Saya merasa apa memang kurang menarik, atau bagaimana. Cara untuk menarik itulah yang masih membuat kami bingung. Biasanya kalau sudah masuk untuk sharing, orang-orang itu maunya dengar saja. Padahal setelah pertemuan ada ibu-ibu yang datang curhat ternyata masalahnya sama dengan yangmenjadi tema pertemuan tadi. Apa mungkin umat itu malu kali yah? Saya pernah mengirimkan komuni kepada umat secara pribadi, disana malah umat lebih terbuka untuk mengungkapkan perasaannya, sampai bisa menangis. Hal ini sangat sulit untuk keluar pada saat pendalaman iman. Malah jadi bicaranya juga tidak karuan, keluar dari tema pertemuan.
Tgl 28 Mei 2009 Responden 19: Pak. Hartono (Umat)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah bapak sudah akrab dengan istilah dialog umat beriman?
Kalau akrab sich tidak, cuman saya yah kadang-kadang hadir kalau ada waktu, ada juga yang tidak hadir karena tidak ada waktu.
2. Apakah arti atau hakikat dialog antar umat beriman menurut anda? Kita memperdalam ajaran-ajaran yang kita miliki, sharing diantara umat, pengalaman-pengalaman umat yang sifatnya sesuai dengan tema.
3. Menurut anda, apakah maksud/kegunaan dari dialog antar umat beriman? Memperdalam keimanan kita supaya kita betul-betul mendalami ajaran Kristus untuk kehidupan umat semua ini.
[27]
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 4. Menurut anda apakah dialog antar umat beriman sudah berjalan di stasi ini?
Kegiatannya sudah dilaksanakan, walaupun yang hadir hanya beberapa orang tetapi sudah berjalan. Kalau di stasi ini memang kalau ada kegiatan-kegiatan meskipun hanya beberapa orang tetapi tetap berjalan.
5. Apakah tema APP 2009 ini memotivasi umat untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman? Ya, jelas sangat termotivasi dalam arti perilaku-perilaku yang awalnya tidak sesuai dengan ajaran,dengan sharing, dengan dialog yah pasti ada beban-beban yang sifatnya pribadi bias lebih berkurang.
6. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh bapak dalam melaksanakan kegiatan dialog antar umat beriman? Kadang-kadang hambatan itu berupa waktu, cuaca bisa. Tetapi hambatan itu kecillah, umumnya berjalan dengan baik.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 7. Apa usul dan saran bapak agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam dialog
antar umat beriman? Pimpinan gereja kalau bisa turun ke bawah memberikan semangat dan motivasi, syukur kalau langsung pada umat. Biasanya kalau pimpinan gereja terjun langsung umat itu antusiasnya lebih tinggi. Kalau kita mengandalkan dari umat kayaknya kurang yah.
8. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Pendalaman iman itu kan untuk memperdalam iman kita maka kita tidak perlu melihat menarik atau tidaknya pendalaman iman tersebut. Yang penting adalah semakin menguatkan iman kita.
Responden 20: Bpk. Teddy (Ketua Dewan Stasi St. Maria Cikampek) Responden 21: Bpk. Hariyadi (Dewan Stasi dan Ketua Lingkungan Rawa Mas)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Pak Teddy: Belum, biasanya yang kami dengar adalah dialog antar agama. Pak Hariyadi: Iya,biasanya sich di TV dengarnya.
2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman? Pak Teddy: Cara berkomunikasi antar semua umat beriman.
[28]
Pak Hariyadi: Kalau kembali lagi ke tema APP itu kan pemberdayaan hubungan antar umat beriman. Memang pada kenyataannya kalau kita tidak mau membuka diri seperti di lingkungan-lingkungan kan ada kegiatan seperti doa, latihan koor. Itu memang pada awalnya merupakan suatu tantangan. Ke pegadungan, umat itu kan tinggalnya di perumahan. Memang awalnya dulu itu lingkungan ini ada yang awam sekali dengan keberadaan agama Kristen. Sehingga ada semacam penolakan-penolakan. Tidak boleh mengadakan kegiatan-kegiatan. Tetapi bagaimana umat itu melibatkan diri di masyarakat, terlibat di RT, dan akhirnya cukup dikenal, akhirnya yang menyangkut hal iman atau agama orang tidak kaget lagi. Tetapi kalau misalnya orang tidak kenal kiri kanan dan tiba-tiba mengadakan kegiatan doa atau latihan koor yah tidak diterima jadi ada batasan-batasan tertentu. Setelah itu, sekarang di Pondok Mekar sepertinya sudah bisa menerima, bisa tetap mengadakan kegiatan. Umat Katolik itu kan paling ada mengadakan pembinaan iman perlu memperoleh izin. Kalau kita tidak membuka diri dari bawah maka orang juga akan bertanya-tanya ini siapa. Tapi kalau kita membuka diri, memperkenalkan diri dan memberikan pelayanan maka anggapan bahwa kita mengadakan kristenisasi tidak terjadi. Ini merupakan salah satu dasar sehingga orang menjadi mengerti. Kalau kita sudah dikenal, oh si A itu agama Katolik maka silakan aja kalau ada pertemuan. Jadi intinya adalah dalam membina hubungan itu kita harus proaktif karena kita hidup di tengah-tengah masyarakat. Suatu kebanggan pada saat peletakan batu pertama dilakukan oleh pastor dan ustaz. Ustadz juga mendoakan setelah didoakan oleh pastor.
3. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Pak Teddy: Untuk mempererat tali persaudaraan dalam hidup bersama. Jadi, kita tidak bisa menutup diri kalau kita orang Katolik walaupun hidup dimana pun karena tetangga saya di sekitar saya mereka itu tetap tidak permasalahan. Nah, jadi kita ambil itu dari kehidupan sehari-hari, jadi bukan sehari saja. Kita harus merangkul mereka, mengadakan pendekatan dengan mereka. Jadi tidak ada permasalahan yang dibicarakan, hanya dengan pendekatan itu saja. Saling menyapa. Kalau kita dikenal apapun latar belakang kita itu pasti akan dipahami. Kalau kita hidup di daerah, kalau kita tidak mau terbuka maka akan sulit. Pak Hariyadi: Untuk kerukunan dan kedamaian dalam hidup bersama.
4. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Pak Teddy: Semua umat beriman tanpa kecuali. Pak Hariyadi: Pimpinan Gereja juga perlu memperhatikan.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Pak Hariyadi: Sering, melalui berbagai kegiatan lingkungan dan Gereja seperti pendalaman iman, doa bersama, dan koor.
[29]
Pak Teddy: Sering, yakni dalam hidup sehari-hari. Kalau untuk umat kita Katolik sebetulnya tidak mempermasalahkan agama soalnya dari pihak kita sudah boleh dibilang mendalami apa yang diuraikan pihak keuskupan itu dengan sesama, dengan umat beragama lain. Kita tidak membeda-bedakan, kita berusaha untuk bersatu. Sedangkan waktu kita membuat ijin bangunan pun kita berusaha untuk membangun dalam kebersamaan. Jadi, tidak menunjukkan bahwa ini kita bangun gereja untuk orang Katolik. Tapi pada mereka-mereka yang merasa begitu, mereka tidak mengerti, mereka tidak mengerti kenapa ada Katolik dan Protestan. Tapi setelah kita menguraikan, baik misa, puasa maupun apapun kita memberitahu kepada mereka akhirnya mereka bisa menerima oh dari pihak Katolik pun ada puasa, ada apa. Jadi kita boleh dibilang menyatu dengan mereka. Mereka pun merasa bergembira, oh begitu toh orang Katolik, beda dengan Kristen. Kita menjelaskan pada hari jumat kita ada jumat untuk karyawan. Jadi kita menjelaskan kepada mereka, merangkul mereka, sama-sama supaya mereka bisa menerima, mereka merasa senang. Boleh di bilang satu kabupaten ini yang membuat gereja secara resmi hanya kita orang Katolik. Yang lainnya istilahnya yah main tembak lah, main orang penggede lah, orang atasan yang dipakai. Kita merangkul dari bawah, bersama-sama, mendekati umat yang beragama lain akhirnya terwujud juga.
6. Menurut anda, perlukah kita melaksanakan dialog dengan umat beriman lain? Jelaskan jawaban anda! Pak Teddy: Yah penting sich. Saya kepada lingkungan-lingkungan yang mengeluh deagan adanya permasalahan lingkungan bagaimana, saya selalu menerima. Ada satu umat di lingkungan kita yang diangkat menjadi RT, sebelumnya ditanyakan dulu apakah kalian tidak salah saya kan orang Katolik. Akhirnya, diterima. Dengan kemampuan-kemampuan dia, akhirnya dapat menonjolkan diri. Contohnya memberikan kain kafan. Akhirnya orang lain menyadari bahwa umat Katolik pun baik, tidak hanya membatasi diri pada umat Katolik saja. Sosial dan pendekatan dengan umat lingkungan bisa diatasi. Istrinya aktif juga di Posyandu. Jadi, satu keluarga itu membawa nama baik untuk orang Katolik. Jadi segala sesuatu yang kita lakukan dengan tulus itu menyentuh mereka. Kita menolong orang, memberikan benih yang baik tidak mungkin dibalas dengan kejahatan. Jadi, segala sesuatu harus dengan pengorbanan. Jadi, kita terlibat secara konkret, jadi tidak hanya berhenti pada teori saja. Pak Hariyadi: Yah kalau secara intern, kalau kegiatan-kegiatan lingkungan kan berjalan. Meskipun ada beberapa lingkungan yang tidak berjalan.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 7. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman?
[30]
Pak Teddy & Pak Hariyadi: Ada kegiatan bersama di masyarakat seperti olahraga, kerja bakti, dan lain-lain. Selain itu, ada pendalaman iman dan doa di lingkungan.
8. Menurut anda, katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Pak Teddy: Tidak perlu menarik, bila kita memiliki keinginan untuk mendalami iman kita maka pendalaman iman akan tetap menarik bagi kita. Pak Hariyadi: Saya sendiri bingung bagaimana caranya untuk menarik. Yang biasanya kami lakukan adalah dengan mengikuti panduan dari keuskupan. Mungkin mba Henny bisa memberikan masukan bagi kami.
Reponden 22: Bu Pius (Aktivis Gereja) Responden 23: Bu Imam (Dewan Stasi)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Bu Pius & Bu Imam: Belum. Kalau dialog antar agama sering di TV. 2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Bu Pius: Maknanya kita hidup bersama-sama dengan orang lain, agar kita saling mengenal pemahaman bagaimana kita hidup bersama sebagai umat beragama karena kita semua merupakan sama-sama ciptaan Tuhan. Bu Imam: Saling menghargai dan menghormati apalagi melihat perbedaan suku, budaya, agama yang ada.
3. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Bu Pius & Bu Imam: Semua umat.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 4. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Bu Pius: Sering, dialog yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Bu Imam: Sering, lewat pendalaman iman dan doa bersama.
5. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Bu Pius: Dialog dalam kehidupan sehari-hari, bisa dengan olahraga, kerja bakti, Posyandu, arisan, dll. Bu Imam:Iya, juga dengan bertegur sapa dengan tetangga dan orang di sekitar kita. Dengan bertegur sapa dengan tetangga, menyapa kalau ketemu pasti akan menimbulkan kesan yang baik. Saling menghargailah setiap orang tanpa melihat perbedaan jabatan, agama, kedudukan yang ada. Dengan menghargai orang lain, kita juga dihargai orang lain. Paling tidak kita bisa menunjukkan identitas kita sebagai orang Katolik, menunjukkan contoh yang baik dalam hidup bermasyarakat.
[31]
6. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Ibu Pius: Tidak ada sich, semuanya lancar-lancar saja. Dalam hidup sehari-hari kita bisa masuk dengan ikut dalam kegiatan olahraga ataupun bersama-sama berembuk kalau ada acara-acara apa. Kita juga berbagi tentang agama kita kepada mereka bila ditanyakan. Jadi, kalau kita memberitahu kan jadi lebih mengenal. Selama ini koor semua lingkungan sudah bisa, berpartisipasi dalam koor saja sudah bagus. Ibu Imam: Untuk lingkungan-lingkungan kayaknya masih susah juga, belum terlalu mengimani gitu. Umat belum terlalu menyadari. Untuk belakangan tahun ini memang lingkungan-lingkugan kurang hidup, untuk pertemuan-pertemuan juga kurang.
7. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Bu Pius & Bu Imam: Ada kegiatan bersama baik di lingkup gereja maupun dalam masyarakat.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 8. Apa usul dan saran dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam
dialog antar umat beriman? Ibu Imam: Kadang alasan dari umat entah hujan lah, repot lah, cape lah. Kita juga sudah berusaha yah untuk mengingatkan umat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Cuma caranya bagaimana agar umat tertarik untuk mengikuti kegiatan itu yang masih kita bingungkan. Ibu Pius: Kita juga kalau membuat pertemuan yang menarik juga bingung bagaimana caranya membuat pertemuan bisa menarik. Dulu pernah kita buat undangan untuk satu lingkungan tetapi tetap aja tidak ada yang datang.
Responden 24: Ibu Yutri (Sekretaris Dewan Stasi, Ketua Posyandu)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum, biasanya dialog antar agama. 2. Bila pernah, pada saat atau kegiatan apa anda mengenal istilah tersebut?
Dari TV dan percakapan sehari-hari. 3. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Tidak tahu. 4. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda?
Untuk kerukunan dan kedamaian dalam hidup bersama. 5. Menurut anda, pentingkah kita melaksanakan dialog dengan umat beriman lain?
Jelaskan jawaban anda! Masih perlu karena dialog itu merupakan kunci utama dalam hidup bersama
[32]
6. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman? Semua umat.
Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 7. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering. Dialog dalam hidup sehari-hari baik dalam kegiatan gereja maupun dalam masyarakat.
8. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Dialog antar agama.
9. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Yah, karena mereka itu kadang tidak mengerti siapa kita. Asal menyebut nama Kristen, mereka itu sudah ketakutan. Jadi kita juga menjelaskan bahwa kita berbeda, tujuan kita mendekati bukan untuk mengajak dan merangkul untuk masuk ke agama kita. Pokoknya, dalam membantu orang kita harus ikhlas, tanpa pamrih. Dengan pergaulan hidup kita, lama-lama kita diterima.
10. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada banyak kegiatan baik di Gereja maupun dalam masyarakat seperti kerja bakti, arisan, posyandu, dll.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 11. Menurut anda, katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan
keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Saya sendiri juga bingung bagaimana caranya agar pendalaman iman dapat menarik. Biasanya kami hanya menggunakan panduan dari keuskupan.
Responden 25: Ibu Yohanes (Pendamping Lektor)
Pemahaman Umat Akan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah dialog antar umat beriman?
Belum. Biasanya dialog antar agama. 2. Menurut anda, apa arti dari dialog antar umat beriman?
Komunikasi tentang agama, adat, budaya, yang menjadi kebiasaan kita biar diketahui orang lain.
3. Apa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman menurut anda? Untuk kerukunan dalam hidup bersama.
4. Siapa yang bertanggung- jawab dalam dialog antar umat beriman?
[33]
Pimpinan gereja. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman 5. Apakah anda pernah atau sering terlibat dalam dialog antar umat beriman? Bentuk
dialog seperti apakah yang anda ikuti? Sering. Dengan mengikuti koor dan doa lingkungan.
6. Menurut anda, bentuk dialog seperti apakah yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek? Dialog tentang iman kita dan dialog agama.
7. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Kalau saya pribadi tidak ada masalah, soalnya saya sering mengajak teman-teman kalau kita kumpul tidak perlu memandang kulit, suku, dan lain-lain.
8. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Ada doa lingkungan dan latihan koor.
Katekese Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 9. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang
dialog antar umat beriman? Belum karena di lingkungan kami pada masa prapaskah kemarin tidak ada pendalaman iman.
10. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? Pendalaman kitab suci, sharing-sharing iman gitu dengan film atau musik yang mendukung.
top related