untuk pengembangan sistem ... -...
Post on 30-Mar-2019
269 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayahnya Kami dapat penyelesaikan Laporan Akhir
Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk Pengembangan
Sistem Transportasi Darat Yang berkelanjutan (sustainable land transport
system development) pada Unit Layanan Pengadaan Badan Pengembangan dan
Penelitian Perhubungan Darat.
Dalam Laporan Akhir ini Kami uraikan 6 (enam) BAB yang terdiri dari
Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Pelaksanaan Studi, Hasil
Pengumpulan Data, Rencana Analisis & Hasil Yang Akan dicapai, dan
Kesimpulan dan Saran yang Kami susun secara terperinci.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini,
diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan harapan semoga
Laporan Akhir Ini akan menjadi Laporan Akhir terbaik sehingga Pihak
Pemberi Kerja memberikan kepercayaan kepada Kami untuk menangani
pekerjaan Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk
Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang berkelanjutan (sustainable
land transport system development) pada Unit Layanan Pengadaan Badan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat, Kementerian
Perhubungan Republik Indonesia.
Demikian Laporan Akhir ini disampaikan, semoga bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Jakarta, November 2013
PT. AKSA INTERNUSA PUTRA
H. EDDY FAUZI, Ph.DDirektur Utama
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
i
ABSTRAK
Tujuan studi adalah tersusunnya Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor
yang optimal untuk mendukung tersedianya pengembangan Sistem
Transportasi Darat (LLAJ) yang berkelanjutan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Telah dilakukan proses
penyelenggaraan studi sesuai panduan metode studi dengan batasan bahwa
Pajak Kendaraan Bermotor seperti dikemukakan dalam tujuan studi adalah
Pajak Kendaraan Bermotor sesuai UU 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Dalam hal ini PKB merupakan salah satu dari 4 jenis Pajak
Daerah dengan kewenangan penyelenggaraannya pada Pemerintah Daerah.
Dalam perspektif PKB dalam hubungan dengan APBD, bahwa PKB pada 6
lokasi wilayah studi tahun 2012 memberikan kontrikusi rata-rata terhadap PAD
28% dan Pajak Daerah 31%. Dan perannya PKB dalam belanja modal
khususnya pada urusan LLAJ 0,29%, sedangkan pada urusan jalan dan
jembatan mencapai 18%. Rendahnya alokasi belanja modal adalah karena
kebijakan belanja Pemerintah Daerah lebih dominan pada non Belanja Modal
disamping belum maksimalnya mengupayakan tambahan bagi hasil dari pajak
pusat dan memperoleh DAU. Keadaan ini berakibat, belanja modal tidak dapat
memenuhi kebutuhan minimal. Oleh karena itu disarankan agar menerapkan
kebijakan Earmarking PKB untuk urusan LLAJ dan urusan Jalan dan Jembatan
dengan skema pembiayaan 10-20% atas penerimaan PKB dan penerimaan
BBNKB serta PBBKB yang diarahkan bagi belanja modal kedua urusan
tersebut setiap tahunnya.
Kebijakan selanjutnya pembaharuan basis PKB untuk mendukung penerimaan
Pajak Daerah dan antisipasi munculnya persoalan dari penggunaan KB serta
penerapan “prinsip keadilan dalam pajak yaitu pembaharuan basis pajak.
Pembaharuan tersebut pada unsur-unsur basis pajak sebagai pengembangan
skema pajak KB yaitu pengembangan basis pajak pada unsure kerusakan jalan
menjadi jenis/type/ukuran/berat KB ; Pengembangan basis pajak pada unsure
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
ii
pencemaran lingkungan (udara) menjadi unsure jenis/type/ukuran daya mesin,
unsur jenis/macam energi yang dipakai KB dan umur KB dan pengembangan
unsur basis pajak pada pembobotan hanya pada kerusakan jalan dan atau
pencemaran adalah perlu diuraikan sesuai banyaknya unsur-unsur basis pajak
sebagaimana diatas.
Penerapan unsur-unsur basis PKB tersebut diatas sebagai pembaharuan dari
unsur-unsur skema PKB yang ada sekarang, dan lebih lanjut menuntut
dukungan regulasi/keputusan Menteri Dalam Negeri serta dukungan
Kementerian perhubungan dalam mensupervisi Dinas Perhubungan Daerah
mengembangkan rekayasa lalulintas (Manajemen lalulintas) yang bersinergi
dengan pelaksanaan PKB sebagai salah satu instrument operasional pula untuk
meningkatkan kinerja lalulintas dan angkutan jalan serta partisipasi
masyarakat.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
iii
ABSTRACT
Study are drafting Motor Vehicle Tax Scheme Implementation optimal to provide
support of the development of Land Transport System ( LLAJ ) sustainable .
In order to achieve these objectives . Study the implementation process has been
carried out in accordance with the method of study guides that limit motor vehicle
tax as proposed in the study are in accordance Motor Vehicle Tax Act No. 28 of
2009 on Regional Taxes and Levies . In this case CBA is one of four types of
local taxes to the local government authorities in the implementation . PKB in
perspective in relation to the budget , that the location of PKB on 6 study areas in
2012 gave an average kontrikusi to PAD 28 % and 31 % local taxes . PKB and its
role in capital spending especially on matters LLAJ 0.29 % , while the affairs of
the road and bridge reaches 18 % . The low capex is due to Government spending
policy is more dominant in non capital expenditures in addition to not seek the
maximum additional tax revenue from the center and obtain DAU . This situation
resulted , capital expenditure can not meet the minimum requirements . Therefore,
it is suggested that CLA Earmarking policy for LLAJ affairs and the affairs of the
Road and Bridge financing schemes 10-20 % on receipt and acceptance BBNKB
PKB and PBBKB directed to the affairs of both capital expenditures annually .
The next policy renewal collective basis to support regional tax revenues and
anticipated the emergence of the issue of the use of family planning and the
application of the " principle of fairness in the tax reform tax base . The renewal
of the elements of the tax base as the development of the tax scheme KB tax base
development on the damage element of a kind / type / size / weight of KB ;
Development tax basis on elements of environmental pollution ( air ) into the
element type / type / size of engine power , the element type / kind of energy used
and the age KB KB and development elements of the tax base in the weighting
only on road damage and or contamination is described according to the number
necessary elements of the tax base as above.
Application of the elements mentioned above as a basis CBA renewal of the
elements of the existing schemes agreements , and more demanding regulatory
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
iv
support / decision of the Minister of the Interior and the Ministry of transportation
support in supervising the Regional Transportation Agency to develop traffic
engineering ( traffic management ) are together with the implementation of the
CBA as well as one of the instruments to improve operational performance and
road traffic and public participation.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN BAB I-1
A. Latar Belakang BAB I-1
1. Dasar Hukum BAB I-9
2. Gambaran Umum BAB I-12
3. Alasan Kegiatan dilaksanakan BAB I-13
B. Ruang Lingkup BAB I-13
C. Batasan Kegiatan BAB I-14
D. Penerima Manfaat BAB I-14
E. Maksud dan Tujuan BAB I-14
F. Indikator Keluaran dan Keluaran BAB I-15
G. Cara Pelaksanaan Kegiatan BAB I-15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II-1
A. Pendekatan Operasional BAB II-1
1. Pendekatan Operasional BAB II-1
B. Gambaran Umum Pajak BAB II-2
1. Definisi Pajak BAB II-2
2. Unsur-Unsur Pajak BAB II-7
3. Jenis Pajak dari segi Pemungutannya BAB II-8
4. Pajak Daerah BAB II-9
5. Fungsi Pajak BAB II-13
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
iii
6. Syarat Pemungutan Pajak BAB II-15
7. Azas Pemungutan BAB II-16
8. Azaz Pengenaan Pajak BAB II-19
9. Teori Pemungutan BAB II-22
10. Pajak Berdasarkan Wujudnya BAB II-23
C. Pajak Kendaraan Bermotor BAB II-24
1. Pengertian PKB BAB II-24
2. Fungsi Pajak Kendaraan Bermotor BAB II-27
3. Hubungan Sarana dan Prasarana Publik BAB II-27
4. Tarif PKB BAB II-28
D. Sistem Transportasi Darat Berkelanjutan BAB II-31
1. Pengertian BAB II-31
2. Tujuan Sistrandat BAB II-31
3. Kerangka Pikir Sistrandat BAB II-32
4. Pengembangan Sistrandat Yang Berkelanjutan BAB II-36
5. Pedoman Penyelenggaraan BAB II-36
6. Pelaksana Penyelenggaraan BAB II-40
7. Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang
Berkelanjutan BAB II-43
E. Hubungan Skema Pajak Kendaraan Bermotor dalam
Pengembangan Sistem Transportasi Darat BAB II-54
1. Pengertian Hubungan BAB II-54
2. Perspektif PKB Memandang Sistrandat BAB II-55
3. Perspektif Sistrandat dalam Memandang PKB BAB II-55
4. Pemahaman Pengembangan Sistrandat Berkelanjutan
Berkaitan dengan skema penerapan PKB BAB II-56
5. Pemahaman Skema Penerapan PKB untuk
Pengembangan Sistrandat yang berkelanjutan BAB II-57
6. Pertimbangan dan Formula BAB II-57
7. Pemotretan Hubungan Skema Penerapan PKB
Untuk Pengembangan Sistrandat yang berkelanjutan BAB II-59
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
iv
BAB III METODE PELAKSANAAN STUDI BAB III-1
A. Alur Pikir BAB III-1
B. Pengumpulan Data BAB III-4
1. Pengumpulan data Sekunder BAB III-4
2. Pengumpulan data Primer BAB III-6
3. Focus Group Discussion BAB III-6
4. Studi Literatur BAB III-7
5. Validasi Data BAB III-7
BAB IV HASIL PENGUMPULAN DATA BAB IV-1
A. Gambaran Wilayah Studi BAB IV-1
1. Kota Medan BAB IV-1
2. Provinsi Jawa Barat BAB IV-3
3. Provinsi Jawa Timur BAB IV-5
4. Provinsi Bali BAB IV-6
5. Provinsi Kalimantan Timur BAB IV-8
6. Provinsi Sulawesi Selatan BAB IV-9
B. Gambaran Tarif PKB, BBNKB, PBBKB di Wilayah Studi BAB IV-10
C. PKB dalam APBD Tahun 2012 BAB IV-11
D. Pandangan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kondisi
Dan Kinerja Transportasi Darat BAB IV-28
E. Kebijakan Desentralisasi Fisikal, Kebijakan Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah BAB IV-68
F. Aspek Kebijakan PKB di beberapa Negara BAB IV-76
G. Pencemaran Lingkungan Hidup di beberapa Kota Besar
Di Indonesia BAB IV-81
BAB V PEMBAHASAN BAB V-1
A. Arah Pembahasan BAB V-1
B. Peran PKB dalam PAD dan Alokasi Belanja Modal BAB V-1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
v
C. Pajak Kendaraan Bermotor dalam APBD tahun 2012 BAB V-26
D. Pembahasan Skema Penerapan PKB Dewasa ini dalam
Hubungan dengan Kondisi Transportasi Jalan BAB V-38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI-1
A. Kesimpulan BAB VI-1
B. Saran BAB VI-4
Daftar Pustaka
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 PKB dalam APBD Sumatera Utara Tahun 2012 Bab IV-13
Tabel 4.2 PKB dalam APBD Jawa Barat Tahun 2012 Bab IV-15
Tabel 4.3 PKB dalam APBD Jawa Timur Tahun 2012 Bab IV-17
Tabel 4.4 PKB dalam APBD Bali Tahun 2012 Bab IV-19
Tabel 4.5 PKB dalam APBD Kalimantan Timur Tahun 2012 Bab IV-21
Tabel 5.1 Persen Kontribusi antar Elemen dalam APBD Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2012 Bab V-2
Tabel 5.2 Persen Kontribusi antar Elemen dalam APBD Provinsi
Jawa Barat Tahun 2012 Bab V-6
Tabel 5.3 Persen Kontribusi antar Elemen dalam APBD Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012 Bab V-10
Tabel 5.4 Persen Kontribusi antar Elemen dalam APBD Provinsi
Bali Tahun 2012 Bab V-14
Tabel 5.5 Persen Kontribusi antar Elemen dalam APBD Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2012 Bab V-18
Tabel 5.6 Persen Kontribusi antar Elemen dalam APBD Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2012 Bab V-22
Tabel 5.7 PKB dalam APBD Sumatera Utara Tahun 2012 Bab V-27
Tabel 5.8 PKB dalam APBD Jawa Barat Tahun 2012 Bab V-29
Tabel 5.9 PKB dalam APBD Jawa Timur Tahun 2012 Bab V-31
Tabel 5.10 PKB dalam APBD Bali Tahun 2012 Bab V-33
Tabel 5.11 PKB dalam APBD Kalimantan Timur Tahun 2012 Bab V-35
Tabel 5.12 PKB dalam APBD Sulawesi Selatan Tahun 2012 Bab V-37
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Jenis Pajak Daerah Bab II – 10
Gambar 2.2 Jenis Retribusi Daerah Bab II – 11
Gambar 2.3 Kerangka Pikir Sistrandat Bab II – 33
Gambar 2.4 Perspektif Ekonomi dan Hukum atas PKB Bab II – 56
Gambar 2.5 Skema Penerapan PKB Bab II – 57
Gambar 2.6 Pengembangan Sistrandat Yang Berkelanjutan Bab II – 59
Gambar 2.7 Hubungan Skema Penerapan PKB untuk Pengembangan
Sistrandat Yang Berkelanjutan Bab II – 60
Gambar 3.1 Alur Pikir Studi Penerapan PKB untuk mendukung
Pengembangan Sistrandat Bab II – 62
Gambar 3.2 Pola Pikir Studi Penerapan PKB untuk mendukung
Pengembangan Sistrandat Bab II – 63
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem Transportasi Darat merupakan bagian dari Tataran Transportasi
Nasional dalam Sistranas adalah tatanan transportasi darat yang secara
kesisteman terdiri dari Transportasi Jalan, Transportasi Kereta Api,
Transportasi Sungai dan Danau serta Transportasi Penyeberangan yang
masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana serta fasillitas
keselamatan yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak
dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi
yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan
barang yang terus berkembang secara dinamis.
Dalam Transportasi Jalan, diantaranya terdapat 6 unsur pokok, yaitu :
1. Manusia, yang membutuhkan transportasi
2. Barang, yang diperlukan manusia
3. Kendaraan, sebagai sarana transportasi
4. Jalan, sebagai prasarana transportasi
5. Organisasi, sebagai pengelola transportasi
6. Regulasi
Perpindahan itu sendiri dilandasi akibat proses interaksi manusia karena
adanya hukum keterbatasan, yang mayoritas keterbatasan tersebut adalah
keterbatasan produksi, ruang pekerjaan dan bahan baku yang tidak selalu
tersedia secara merata di muka bumi. Selain itu, faktor geografis bumi yang
membatasi potensi dan sumber daya alam juga merupakan salah satu aspek
pertimbangan dalam hukum keterbatasan. Adanya alasan hukum
keterbatasan tersebut, komunitas struktur manusia telah terbagi dalam 2
kelompok fungsi kerja, yaitu kelompok produsen dan kelompok konsumen.
Interaksi yang akhirnya terjadi diantara kedua kelompok tersebut akan
menimbulkan suatu perpindahan atau pergerakan. Efek dari adanya
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 2
kebutuhan perpindahan / pergerakan orang dan barang, akan menimbulkan
suatu tuntutan untuk penyediaan prasarana dan sarana pergerakan supaya
tercipta suatu pergerakan yang berlangsung dengan kondisi aman, nyaman
dan lancar, serta ekonomis dari segi waktu dan biaya.
Pada akhirnya, kebutuhan akan transportasi bukan hanya suatu kebutuhan
yang bersifat alamiah saja, melainkan diperlukan adanya suatu sistem yang
baik supaya tujuan pergerakan di atas dapat di capai. Sistem ini telah
mewujudkan suatu bentuk pelayanan melalui berbagai sarana pergerakan
menistik yang hampir menjangkau kesemua jaringan wilayah di muka bumi
ini. Dengan demikian, saat ini, melalui sistem transportasi moderen bukan
hal yang sukar untuk menjangkau pusat aktivitas manusia dari berbagai
sudut pergerakan.
Perkembangan teknologi pergerakan pun telah mengalami kemajuan yang
sangat pesat dalam kurun satu abad ini. Berbagai jenis moda telah tersedia,
dengan berbagai keunggulan dan kelengkapan sarana.
Dari hal tersebut di atas terlihat bahwa kualitas dan perkembangan teknologi
sarana dan prasarana transportasi sangat mempengaruhi kelancaran
kebutuhan perpindahan. Oleh karena itu, terdapat suatu hubungan yang
sangat kuat diantara aktivitas manusia dan transportasi. Seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, transportasi dalam kehidupan
masyarakat modern merupakan satu kesatuan rantai kehidupan yang
berpengaruh dalam pembangunan baik segi ekonomi, sosial budaya maupun
politik.
Fungsi sarana dan prasarana transportasi dalam menopang kebutuhan
aktivitas manusia secara lebih terperinici dapat di definisikan sebagai berikut
:
1. Mempercepat suatu pergerakan angkutan barang/orang sebagai salah satu
tuntutan dari semakin majunya aktivitas manusia.
2. Mengurangi tahanan terhadap gerakan.
3. Mengurangi kemungkinan kerusakan barang/orang yang diangkut.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 3
Untuk mendukung sistim transportasi darat yang terencana dan terarah,
Kementerian Perhubungan Darat membuat Studi Skema Penerapan Pajak
Kendaraan Bermotor Untuk Pengembangan Sistim Transportasi Darat
Yang Berkelanjutan (Sustainable Land Transport System Development).
Dalam rangka Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor di atas, Pengembangan
Sistim Transportasi Darat berkaitan dengan peraturan sistem penerapan
pajak kendaraan bermotor.
Penyelenggaraan Pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah
kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak
mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan
perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa
penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian,
pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus didasarkan pada
Undang-Undang.
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi
kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 4
Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak kabupaten/kota. Selain itu,
kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak
lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Undang-Undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk
kesebelas jenis Pajak tersebut. Terkait dengan Retribusi, Undang-Undang
tersebut hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis Retribusi
yang dapat dipungut Daerah. Baik provinsi maupun kabupaten/kota diberi
kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah.
Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,
Selanjutnya, peraturan pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan
mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 11 (sebelas) jenis Pajak
tersebut dan menetapkan 27 (dua puluh tujuh) jenis Retribusi yang dapat
dipungut oleh Daerah serta menetapkan tarif Pajak yang seragam terhadap
seluruh jenis Pajak provinsi.
Hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki
peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar
pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana
alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh
kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk
mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan
penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat
menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut.
Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada
jenis pungutan Pajak dan Retribusi baru yang dapat dipungut oleh Daerah.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 5
Oleh karena itu, hampir semua pungutan baru yang ditetapkan oleh Daerah
memberikan dampak yang kurang baik terhadap iklim investasi. Banyak
pungutan Daerah yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena tumpang
tindih dengan pungutan pusat dan merintangi arus barang dan jasa
antardaerah. Untuk daerah provinsi, jenis Pajak yang ditetapkan dalam
Undang-Undang tersebut telah memberikan sumbangan yang besar terhadap
APBD. Namun, karena tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan
tarif Pajak, provinsi tidak dapat menyesuaikan penerimaan pajaknya.
Dengan demikian, ketergantungan provinsi terhadap dana alokasi dari pusat
masih tetap tinggi. Keadaan tersebut juga mendorong provinsi untuk
mengenakan pungutan Retribusi baru yang bertentangan dengan kriteria
yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Pada dasarnya kecenderungan Daerah untuk menciptakan berbagai pungutan
yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan bertentangan
dengan kepentingan umum dapat diatasi oleh Pemerintah dengan melakukan
pengawasan terhadap setiap Peraturan Daerah yang mengatur Pajak dan
Retribusi tersebut. Undang-undang memberikan kewenangan kepada
Pemerintah untuk membatalkan setiap Peraturan Daerah yang bertentangan
dengan Undang-Undang dan kepentingan umum. Peraturan Daerah yang
mengatur Pajak dan Retribusi dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja
sejak ditetapkan harus disampaikan kepada Pemerintah. Dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Pemerintah dapat membatalkan Peraturan
Daerah yang mengatur Pajak dan Retribusi.
Dalam kenyataannya, pengawasan terhadap Peraturan Daerah tersebut tidak
dapat berjalan secara efektif. Banyak Daerah yang tidak menyampaikan
Peraturan Daerah kepada Pemerintah dan beberapa Daerah masih tetap
memberlakukan Peraturan Daerah yang telah dibatalkan oleh Pemerintah.
Tidak efektifnya pengawasan tersebut karena Undang-Undang yang ada
tidak mengatur sanksi terhadap Daerah yang melanggar ketentuan tersebut
dan sistem pengawasan yang bersifat represif. Peraturan Daerah dapat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 6
langsung dilaksanakan oleh Daerah tanpa mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari Pemerintah.
Pengaturan kewenangan perpajakan dan retribusi yang ada saat ini kurang
mendukung pelaksanaan otonomi Daerah. Pemberian kewenangan yang
semakin besar kepada Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat seharusnya diikuti dengan pemberian
kewenangan yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. Basis pajak
kabupaten dan kota yang sangat terbatas dan tidak adanya kewenangan
provinsi dalam penetapan tarif pajaknya mengakibatkan Daerah selalu
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya
Ketergantungan Daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari
pusat dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas Daerah.
Pemerintah Daerah tidak terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara
efisien dan masyarakat setempat tidak ingin mengontrol anggaran Daerah
karena merasa tidak dibebani dengan Pajak dan Retribusi.
Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah,
Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam
perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut dilakukan dengan
memperluas basis pajak Daerah dan memberikan kewenangan kepada
Daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak tersebut dilakukan
sesuai dengan prinsip pajak yang baik. Pajak dan Retribusi tidak
menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah dan kegiatan ekspor-
impor. Pungutan seperti Retribusi atas izin masuk kota, Retribusi atas
pengeluaran/pengiriman barang dari suatu daerah ke daerah lain dan
pungutan atas kegiatan ekspor-impor tidak dapat dijadikan sebagai objek
Pajak atau Retribusi. Berdasarkan pertimbangan tersebut perluasan basis
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 7
pajak Daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada,
mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis Pajak baru.
Pajak terdiri atas : Pajak provinsi dan Pajak kabupaten/kota.
Jenis Pajak provinsi terdiri atas : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak
Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas :
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame; Pajak
Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir,
Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor, termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor beroda
beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan
yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage)
sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
Dikecualikan
1 Kereta api
2 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan pertahanan dan
keamanan Negara
3 Kendaraan bermotor yang dimiliki kedutaan, konsulat, perwakilan Negara
asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah dan
4 kendaraan bermotor yang dimiliki oleh pabrikan atau importer yang
semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan tidak untuk di jual.
Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya
yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan
teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah
suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor
yang bersangkutan, termasuk alatalat berat dan alat-alat besar yang dalam
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 8
operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara
permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau
perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar,
hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan
bahan bakar kendaraan bermotor.
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau
gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.
Perluasan basis pajak yang sudah ada dilakukan untuk Pajak Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diperluas hingga
mencakup kendaraan Pemerintah, sebagai Pajak kabupaten/kota serta Pajak
Rokok yang merupakan Pajak baru bagi provinsi. Berkaitan dengan
pemberian kewenangan dalam penetapan tarif untuk menghindari penetapan
tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara
berlebihan, Daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak
dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, untuk
menghindari perang tarif pajak antardaerah untuk objek pajak yang mudah
bergerak, seperti kendaraan bermotor, dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan juga
tarif minimum untuk Pajak Kendaraan Bermotor.
Pengaturan tarif demikian diperkirakan juga masih memberikan peluang
bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya ke daerah lain yang
beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini Nilai
Jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan
seragam secara nasional. Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai dengan beban pajak yang
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 9
ditanggungnya dan pertimbangan tertentu, Menteri Dalam Negeri dapat
menyerahkan kewenangan penetapan Nilai Jual Kendaraan Bermotor kepada
Daerah. Selain itu, kebijakan tarif Pajak Kendaraan Bermotor juga diarahkan
untuk mengurangi tingkat kemacetan di daerah perkotaan dengan
memberikan kewenangan Daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif
untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya.
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan
yang berkaitan dengan Pajak tersebut. Pajak Penerangan Jalan sebagian
dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor
sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta
peningkatan moda dan sarana transportasi umum.
Dengan perluasan basis pajak dan retribusi yang disertai dengan pemberian
kewenangan dalam penetapan tarif tersebut, jenis pajak yang dapat dipungut
oleh Daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Selanjutnya,
untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah, mekanisme
pengawasan diubah dari represif menjadi preventif.
Setiap Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan
harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Selain itu,
terhadap Daerah yang menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau
pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi.
1. Dasar Hukum
a. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan
b. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
c. Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
d. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 10
e. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
f. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen
dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan
Lalu Lintas.
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2012 tentang
Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2006 tentang
Perhitungan Dasar Pengenanan Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2006.
j. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Angkutan
Multimoda
k. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak
Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah
atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak
l. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 6 Tahun 2002 tentang
Pengujian Kendaraan Bermotor
m. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
n. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 112 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5038);
o. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3527);
p. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4593);
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 11
q. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 86 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4655);
r. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 1993
tentang Persyaratan Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan
Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan, Karoseri dan
Bak Muatan serta Komponen-komponennya;
s. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993
tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor;
t. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2004
tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor;
u. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang
Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
v. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (Lembaran Daerah Kota
Surabaya Tahun 2004 Nomor 2/E);
w. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Surabaya
Tahun 2008 Nomor 8 Tambahan Lembaran Daerah Kota
Surabaya Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2009 (Lembaran Daerah
Kota Surabaya Tahun 2009 Nomor 12 Tambahan Lembaran
Daerah Kota Surabaya Nomor 12).
x. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 27 Tahun 2011
Tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
y. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintah yang menjadi Kewenangan
Kabupaten Badung
z. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 Tentang
Retribusi Pelayanan dan Izin Dibidang Perhubungan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 12
2. Gambaran Umum
Transportasi (angkutan) jalan sebagai salah satu moda transportasi
tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang
ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu
mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik
yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan
memadukan moda transportasi lainnya. Transportasi jalan selalu
diharapkan dapat dikembangkan potensinya dan ditingkatkan
peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun
internasional, sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak
pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk
mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu untuk
menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai
pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Moda
transportasi jalan merupakan salah satu angkutan yang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat terutama masyarakat perkotaan
yang mobilitasnya cukup tinggi. Seiring dengan pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor dan perkembangan teknologi
kendaraan, namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan,
maka timbul berbagai permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan
diantaranya adalah kemacetan, ketertiban, keamanan dan
keselamatan berlalu lintas. Lalu lintas angkutan jalan sangat
dipengaruhi oleh faktor disiplin pelaku transportasi, perangkat
peraturan yang jelas serta fasilitas pendukung penyelenggaraan
transportasi itu sendiri. Fasilitas-fasilitas dimaksud meliputi rambu,
marka, parkir di dalam ruang milik jalan, parkir diluar milik jalan,
trotoar, laju sepeda motor, tempat penyeberangan, fasilitas pejalan
kaki dan lain sebagainya. Saat ini pembangunan sarana dan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 13
prasaran transportasi darat menyerap anggaran pembangunan
nasional cukup besar, seperti pembangunan jalan, jembatan,
penerangan jalan, dan lain-lain. Dana pembangunan dari APBN ini
didapatkan sebagian besar dari pembayaran pajak. Dengan
meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor dipastikan potensi
pembayaran pajak dari kendaraan bermotor akan semakin
meningkat. Permasalahan yang ada saat ini adalah adanya
desentralisasi bidang perpajakan kepada daerah, sehingga
pengelolaan pajak kendaraan bermotor akan bergantung kepada
masing-masing kepala daerah dalam mengalokasikan dana
pembangunan transportasi. Dengan adanya potensi dana besar dari
perpajakan kendaraan bermotor seharusnya pembangunan
transportasi darat mendapat perhatian khusus karena dengan
meningkatnya pembangunan infrastruktur transportasi darat
diharapkan dapat memperlancar arus kendaraan dan hasil akhirnya
adalah peningkatan daya saing ekonomi masyarakat dan
meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
3. Alasan Kegiatan Dilaksanakan
Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk
Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang Berkelanjutan
(Sustainable Land Transport System Development) dilaksanakan
untuk memberikan acuan dalam usulan pembuatan skema
perpajakan dalam mengalokasikan anggaran pembangunan sistem
transportasi darat.
B. Ruang Lingkup
1) Menginventarisir peraturan dan perundangan mengenai
perpajakan kendaraan bermotor di Kabupaten/Kota.
2) Melakukan inventarisasi alokasi pendanaan terhadap kontribusi
pembangunan transportasi darat dari pajak kendaraan bermotor.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 14
3) Melakukan inventarisasi kebutuhan pembangunan sistem
transportasi darat.
4) Melakukan analisa dan evaluasi terhadap sinkronisasi pendapatan
perpajakan kendaraan bermotor dan kebutuhan pembangunan
sistem transportasi darat.
5) Menyusun rekomendasi skema perpajakan kendaraan bermotor
yang ideal bagi rencana pembangunan sistem transportasi darat di
Indonesia.
6) Melakukan studi literatur/benchmarking dari negara lain.
7) Lokasi obyek studi ini akan dilaksanakan di Kutai Kertanegara,
Badung, Medan, Makassar, Surabaya, dan Bandung.
C. Batasan Kegiatan
Penyusunan Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor
Untuk Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang Berkelanjutan
(Sustainable Land Transport System Development) dilakukan dalam
koridor skema perpajakan kendaraan bermotor yang dapat digunakan
untuk pembangunan sistem transportasi darat.
D. Penerima Manfaat
Manfaat dari studi ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh peneliti
Badan Litbang Perhubungan, Steakholder terkait, dan masyarakat.
E. Maksud Dan Tujuan
1. Maksud Kegiatan
Maksud studi ini adalah melakukan analisis dan evaluasi
skema perpajakan kendaraan bermotor untuk mendukung
pembangunan sistem transportasi darat.
2. Tujuan Kegiatan
Tujuan studi adalah tersusunnya skema penerapan pajak
kendaraan bermotor yang optimal untuk mendukung
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 15
tersedianya pengembangan sistem transportasi darat yang
berkelanjutan.
F. Indikator Keluaran Dan Keluaran
1. Indikator Keluaran
1 (Satu) Paket Laporan
2. Keluaran
Tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan
pendahuluan, laporan interim, rancangan laporan akhir dan
laporan akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan Studi
Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk
Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang
Berkelanjutan (Sustainable Land Transport System
Development) beserta laporan ringkas.
G. Cara Pelaksanaan Kegiatan
1. Metode Pelaksanaan
Kegiatan studi ini dilaksanakan melalui serangkaian
kegiatan antara lain menyusun desain survei, melakukan
inventarisasi kebijakan, melakukan survei lapangan pada
wilayah/lokasi survey, pengolahan data dan analisis.
2. Tahapan Kegiatan
a. Laporan Pendahuluan
Laporan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan,
yang meliputi pendahuluan, metodologi dan
pendekatan teori yang diterapkan dalam penelitian,
gambaran umum, rencana kerja, jadwal kegiatan dan
alat yang dipakai dalam pengumpulan data baik data
primer maupun data sekunder.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB I - 16
b. Laporan Antara
Dalam laporan ini selain berisi tentang Pendahuluan,
metodologi dan pendekatan teori yang dilengkapi
dengan hasil pengumpulan data, dan disertai dengan
rencana laporan akhir.
c. Rancangan Laporan Akhir
Isi dari rancangan laporan akhir yaitu hasil analisa
seluruh data yang masuk, dikaitkan dengan maksud
dan tujuan penelitian, serta ada kesimpulan dan
rekomendasi yang dihasilkan.
d. Laporan Akhir dan Laporan Ringkas
Laporan ini adalah koreksi dari rancangan laporan
akhir, setelah melalui pembahasan dan kesepakatan
dengan Tim Pengarah.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDEKATAN OPERASIONAL
1. Pendekatan Operasional
Di dalam operasional pelaksanaan studi dilakukan pendekatan
antara lain :
a. Brain Storming dan Roundtable discussion Internal tenaga
ahli konsultan, untuk memperoleh pemahaman dan
persamaan persepsi studi yang akan dikerjakan
b. Melakukan Technical Meeting dengan Tim Teknis Pemberi
Tugas, untuk mendapatkan arahan dan pemahaman output
dan outcome yang diharapkan dari pekerjaan studi
dimaksud
c. Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan
dan referensi yang berkaitan dengan studi yang akan
dilaksanakan.
d. Melakukan Desk Study dan Pengumpulan data sekundair
yang diterbitkan instansi terkait, seperti Kementerian
Perhubungan Keuangan (Direktorat Jendral Pajak dan
Direktorat Jendaral Anggaran), Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bapennas), Biro Pusat Statistik
(BPS), serta para pemangku kepentingan (Stake Holder)
transportasi darat
e. Melakukan pengumpulan data primer melalui survey ke
lokasi sampling yang ditentukan dengan menggunakan
metode kuesionair dan wawancara yang terstruktur
f. Melakukan kompilasi, editing, dan verifikasi data hasil
survey
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 2
g. Melakukan analisis berdasarkan data primer dan sekunder
yang telah diolah sebagai informasi yang kredibel untuk
kepentingan studi
h. Menyusun dan melakukan pembahasan laporan
pendahuluan (Inception Report) dan laporan antara (Interim
Report)
i. Melakukan seminar terbatas atau Roundtable Discussion
dengan para pemangku kepentingan (Stake Holder) untuk
memperoleh pendapat dan saran yang diperlukan untuk
penyempurnaan hasil studi
j. Menyusun draft laporan akhir (Draft Final Report) dan
melakukan pembahasan dengan tim teknis pemberi tugas,
untuk memperoleh bahan penyempurnaan hasil studi
k. Menyusun laporan akhir (Final Report) hasil studi berikut
rekomendasi yang disampaikan kepada pemberi tugas
B. GAMBARAN UMUM PAJAK
1. DEFINISI PAJAK
Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ajeg”, yang berarti
pungutan teratur pada waktu tertentu. Pa-ajeg berarti pungutan teratur
terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani
untuk diserahkan kepada raja atau pengurus desa. Besar kecilnya
bagian yang diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan
semata yang berkembang pada saat itu (Soemarsaid Moertono dalam
M. Bakhrudin Effendi). Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006 :
21).
Pajak merupakan sumber pembiayaan suatu negara, untuk
menyelenggarakan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
penerimaan dari sektor pajak adalah sumber pembiayaan yang sangat
diandalkan oleh karena itu pemungutan pajak di Negara Kesatuan
Republik indonesia telah beberapa kali dilakukan reformasi perpajakan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 3
sehingga pemungutan pajak dapat dilaksanakan dengan cita-cita
bangsa Indonesia yag mengarah pada sistim sederhana, adil, efektif
dan efisien yang dapat menggerakkan peran serta masyarakat dalam
pembiayaan pembangunan .
Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk,
dan pendapatan pungutan ekspor.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang
dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Rifhi Siddiq
Pajak adalah iuran yang dipaksakan pemerintahan suatu negara
dalam periode tertentu kepada wajib pajak yang bersifat wajib dan
harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara dan bentuk balas
jasanya tidak langsung
Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 4
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk membiayaipublic
investment'
Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu,
tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan
DEFINISI PAJAK MENURUT BEBERAPA AHLI EKONOMI
Sejak pajak mulai diperhitungkan sebagai salah satu pemasukan paling
penting bagi sebuah negara, banyak ahli ekonomi mengemukakan
pendapatnya tentang definisi tentang pajak. Berikut adalah definisi
yang dikemukakan beberapa ahli ekonomi :
Leroy Beaulieu,
Seorang sarjana dari Perancis, dalam bukunya yang berjudul Traite de
la Science des Finances, 1906 mengemukakan “
“ Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah.”
Deutsche Reichs Abgaben Ordnung ( RAO – 1919 ),
Mendefinisikan pajak sebagai bantuan uang secara insidental atau
secara periodik (tanpa kontra prestasi ) yang dipungut oleh badan yang
bersifat umum (nagara) untuk memperoleh pendapatan ketika terjadi
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 5
suatu tatbestand ( sasaran pemajakan) karena undang – undang telah
menimbulkan utang pajak.
Prof. Edwin R.A Seligman
Dalam Essay Taxation ( New York, 1925 ) menyatakan :“ Tax is
compulsory Contribution from the person, to the goverment to defray
the expenses incurred in the common interest of all, without reference
to special benefit conferred.”
Banyak yang keberatan atas kalimat “ without reference “ karena
bagaimana pun juga uang pajak tersebut digunakan untuk produksi
barang dan jasa, sementara “benefit” yang diperoleh akan diberikan
kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukan apalagi secara
perorangan.
Phillip E. Taylor
Dalam bukunya yang berjudul The Economics of Public Finance, 1984
mengganti kata “without reference “ menjadi “ with little reference “
Mr. Dr. N.J Fieldmann
Dalam bukunya yang berjudul De overheidsmiddelen van Indonesia,
Leiden ( 1949 ) memberikan batasan bahwa pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa ( menurut norma –
norma yang ditetapkannya secara umum ), tanpa adanya kontra –
prestasi, dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran –
pengeluaran umum.
Prof. Dr. M.J.H Smeets
Dalam bukunya de Economische Betekenis der Belastingen, 1951
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma –
norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra –
prestasi yang dapat ditunjukkan dalam kasus yang bersifat individual
yang maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 6
Dr. Soeparman Soemahamidjaja
Ddalam disertasinya yang berjudul “ Pajak Berdasarkan Asas Gotong
– Royong “, Universitas Padjajaran, Bandung, 1964, menyatakan
bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Prof. Dr. P.J.A Adriani
Beliau pernah menjabat guru besar hukum pajak pada Universitas
Amsterdam dan pemimpin International Bureau of Fiscal
Documentation di Amsterdam mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan,
tanpa mendapat prestasi kembaliyang langsung dapat ditunjuk dan
yang kegunaanya untuk membayai pengeluaran umum terkait dengan
tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.”
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H
Dalam bukunya Dasar – Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan,
mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapat jasa – jasa
timbal yang langsung dapat dirasakan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dalam perspektif ekonomi Pajak dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini
memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi
menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 7
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan
masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang
yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara
mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus
dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan
hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus
berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian
hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak
sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983, telah diubah
dengan UU No.9 Tahun 1994, UU No.16 Tahun 2000,UU No.28
Tahun 2007 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU
No.16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang .
Pajak adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat'
2. UNSUR – UNSUR PAJAK
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian
secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta
ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah
iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-
unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 8
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai
dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan
"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dalam undang-undang."
Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi
perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya,
orang yang taat membayar Pajak Kendaraan Bermotor akan melalui
jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak
kendaraan bermotor.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan
apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat
dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
3. JENIS PAJAK DARI SEGI PEMUNGUTANNYA
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua
jenis yaitu:
a. PAJAK PUSAT :
Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
terdiri dari:
1) Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 9
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah
terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009.
3) BeaMaterai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
4) Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan
5) Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang
Cukai
b. PAJAK DAERAH
Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Undang-Undang ini,
dikelompokkan jenis - jenis Pajak Daerah dan Retribusi
Daerahyang dapat dipungut oleh daerah yaitu 16 jenis, meliputi 5
jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah propinsi dan yang
dapat dipungut oleh daerah kabupaten/kota adalah sebanyak 11
jenis. Sedangkan Retribusi yang dapat dipungut oleh Pemerintah
Daerah adalah 30 jenis, meliputi 14 jenis Retribusi Jasa Umum, 11
jenis Retribusi Jasa Usaha, dan 5 jenis Retribusi Perizinan Tertentu.
Jenis-jenis Pajak Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 dapat dilihat pada tabel2.1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 10
Tabel 2.1
Jenis Pajak Daerah
Provinsi Kabupaten / kota
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Wallet
10. PBB Pedesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
Sumber :Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Jenis Pajak Daerah bersifat limitatif (closed-list), yang berarti bahwa
Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak dapat
memungut pajak selain yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak tersebut
sebagai pajak daerah provinsi dan pajak kabupaten/kota didasarkan pada
pertimbangan, antara lain yaitu mobilitas objek pajak.
Retribusi Daerah
Retribusi Daerah dapat dikelompokkan kedalam 3(tiga) golongan, yaitu
Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.
1. Retribusi Jasa Umum adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan atau
diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 11
2. Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal dan atau/dan/atau
b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum dapat disediakan
secara memadai oleh pihak swasta
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan atas pelayanan perizinan
tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan
ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
pelestarian lingkungan.
Jenis-jenis Retribusi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 adalah sebagaimana tercantum pada tabel 2.2
Tabel 2.2
JENIS RETRIBUSI DAERAH
Jasa Umum Jasa Usaha Perizinan Tertentu
1. Retribusi Pelayanan
Kesehatan
2. Retribusi Persampahan/
Kebersihan
3. Retribusi KTP dan Akte
Catatan Sipil
4. Retribusi Pemakaman/
Pengabuan Mayat
5. Retribusi Parkir di Tepi
Jalan Umum
6. Retribusi Pelayanan
Pasar
7. Retribusi Pengujian
1. Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah
2. Retribusi Pasar Grosir
dan/atau Pertokoan
3. Retribusi Tempat Pelelangan
4. Retribusi Terminal
5. Retribusi Tempat Khusus
Parkir
6. Retribusi Tempat
Penginapan/ Pesanggrahan/
Villa
7. Retribusi Rumah Potong
Hewan
1. Retribusi
IzinMendirikan
Bangunan
2. Retribusi IzinTempat
Penjualan Minuman
Beralkohol
3. Retribusi Izin
Gangguan
4. Retribusi IzinTrayek
5. Retribusi Izin Usaha
Perikanan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 12
Kendaraan Bermotor
8. Retribusi Pemeriksaan
Alat Pemadam
Kebakaran
9. Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Peta
10. Retribusi Pelayanan
Tera/Tera Ulang
11. Retribusi Penyedotan
Kakus
12. Retribusi Pengolahan
Limbah Cair
13. Retribusi Pelayanan
Pendidikan
14. Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi
8. Retribusi Pelayanan
Kepelabuhanan
9. Retribusi Tempat Rekreasi
dan Olah Raga
10. Retribusi Penyeberangan di
Air
11. Retribusi Penjualan Produksi
Usaha Daerah
Sumber: UU Nomor 28 tahun 2009
Sama halnya dengan Pajak Daerah, jenis Retribusi Daerah juga bersifat limitatif
(closed-list), artinya bahwa Pemerintah Daerah tidak dapat memungut jenis
retribusi selain 30 jenis retribusi tersebut diatas. Meskipun demikian, untuk
mengantisipasi perkembangan penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada
Daerah dan menyesuaikan dengan ketentuan sektoral, dimungkinkan untuk
dilakukannya penambahan jenis Retribusi Daerah yang akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah. Penentuan jenis Retribusi Jasa Umum dan Retribusi
Perizinan Tertentu yang dapat dipungut oleh Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
didasarkan pada urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sasuai peraturan perundang-undangan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 13
1) Pajak Provinsi terdiri dari:
a) Pajak Kendaraan Bermotor;
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d) Pajak Air Permukaan; dan
e) Pajak Rokok.
2) Pajak Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a) Pajak Hotel;
b) Pajak Restoran;
c) Pajak Hiburan;
d) Pajak Reklame;
e) Pajak Penerangan Jalan;
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g) Pajak Parkir;
h) Pajak Air Tanah;
i) Pajak Sarang Burung Walet;
j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
4. FUNGSI PAJAK
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi Anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 14
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti
belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain
sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan
dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri
dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun
ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun
luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara
lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 15
5. SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang.
Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan Pajak Harus Adil
Seperti halnya produk hukumpajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat
sebagai wajib pajak
3) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran
b. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang".
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Undang-
Undang tentang pajak, yaitu:
1) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan
Undang-Undang tersebut harus dijamin kelancarannya
2) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum
3) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak
c.Pemungutan Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,
perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 16
kepentingan masyarakatdan menghambat lajunya usaha masyarakat
pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
d.Pemungutan Pajak Harus Efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
e.Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib
pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga
akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk
meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika
sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar
pajak.
Contoh:
Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macamtarif
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,
yaitu 10%
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang
berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
6. ASAS PEMUNGUTAN
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 17
a. Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations
dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
1) Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan
atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus
sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif
terhadap wajib pajak.
2) Asas Certainty (asas kepastian hukum):
semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga
bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
3) AsasConvinience of Payment (asas pemungutan pajak
yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus
dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru
menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak
menerima hadiah.
4) Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis):
biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin,
jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih
besar dari hasil pemungutan pajak.
b. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah
sebagai berikut:
1) Asas daya pikul:
besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan
besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi
penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 18
2) Asas manfaat:
pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan umum.
3) Asas kesejahteraan:
pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4) Asas kesamaan:
dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah
yang sama (diperlakukan sama).
5) Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak
diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
c. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah
sebagai berikut:
1) Asas politik finansial:
pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai
sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara.
2) Asas ekonomi:
penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak
pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
3) Asas keadilan:
pungutan pajak berlaku secara umum tanpa
diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan
sama pula.
4) Asas administrasi:
menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan,
dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 19
(bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya
pajak.
5) Asas yuridis:
Segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-
Undang.
7. ASAS PENGENAAN PAJAK
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang
pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai
keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-
ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa
segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-
undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan,
diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh
negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam
menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk
pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan
oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
a. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan
(domicile/residence principle):berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan
perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang
bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak
dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak
itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini,
dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 20
pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara
itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide
income concept).
b. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan
yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang
pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang
berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan
mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang
memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan
pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka
dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak
oleh pemerintah Indonesia.
c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam
asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh
penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan
dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal.
Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak
berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara
menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan
pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau
kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu
pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua
asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 21
kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek
yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan
berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas
domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas
nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi
objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas
sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu
apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara
itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau
menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap
penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income),
sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan
pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang
diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang
bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja,
tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas
domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan
asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
1) Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek
pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas
domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem
perpajakannya. Indonesia juga menganut asas
kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan
yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk
orang pribadi.
2) Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk
(resident individual) menggunakan asas domisili, di mana
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 22
berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepangberkewajiban
membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan
yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di
luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-
resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri
berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap
penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
3) Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun
swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas
seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber
penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri,
hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada
di Australia.
8. TEORI PEMUNGUTAN
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan
pajak, yaitu:
a. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk
melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan
jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan
tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi
diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap
sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang
karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
b. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah
adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk
kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat
kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus
dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya
bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 23
daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan
lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
9. PAJAK BERDASARKAN WUJUDNYA
Pajak dibedakan menjadi:
a. Pajak langsung
Adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada
wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
b. Pajak tidak langsung
Adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai
sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung
dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan
sebagainya.
10. KONDISI PENERIMAAN PAJAK PUSAT SAAT INI
Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan
realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012
naik sebesar 92,53 Trilyun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %.
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan
pajak 2012 per jenis pajak :
a. Pajak Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN dan PPnBM) Rp336,05 triliun
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96 triliun
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun
atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun
2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari
rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67
triliun. Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk,
dan pendapatan pungutan ekspor.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 24
Sebagai catatan untuk Pajak Bumi Dan Bangunan dan BPHTP dialihkan
kepada Pemerintah Daerah mulai 1 Januari 2010 sampai 31 Desember
2013.
C. PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
1. Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor dipungut oleh Pemerintah Daerah yang
obyeknya adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor termasuk dalam pengertian kendaraan selengkapnya
adalah sebagai berikut ;
a. Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau
penguasaan Kendaraan Bermotor.
b. Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda
beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan
darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan
ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT
7 (tujuh Gross Tonnage).
c. Dikecualikan dari pengertian Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
1) Kereta Api;
2) Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
3) Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai
kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas
timbal balik dan lembaga-lembaga internasional
yangmemperolehfasilitaspembebasanpajakdari Pemerintah;
dan
4) Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah.
d. Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau
Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 25
e. Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau
Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor.
f. Dalamhal Wajib Pajak Badan, kewajiban perpajakannya
diwakili oleh Pengurus atau kuasa Badan tersebut.
g. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil
perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor; dan
b. Bobotyang mencerminkansecara relatif tingkat
kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat
penggunaan Kendaraan Bermotor.
h. Khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar
jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta
kendaraan di air, dasar pengenaan Pajak
KendaraanBermotoradalahNilaiJual Kendaraan bermotor.
i. Bobot sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan
dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar
dari 1 (satu), dengan pengertian sebagai berikut:
1) koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan
Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas
toleransi; dan
2) koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan
Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas
toleransi.
j. Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan
Harga Pasaran Umum atas suatu Kendaraan Bermotor.
k. Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai
sumber data yang akurat.
l. Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan berdasarkan Harga Pasaran
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 26
Umum pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak
sebelumnya.
m. Dalam hal Harga Pasaran Umum suatu Kendaraan Bermotor
tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor dapat
ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:
1) Harga Kendaraan Bermotor dengan isi silinder dan/atau
satuan tenaga yang sama;
2) penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau
pribadi;
3) harga Kendaraan Bermotor dengan merek Kendaraan
Bermotor yang sama;
4) harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan
Kendaraan Bermotor yang sama;
5) harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat Kendaraan
Bermotor;
6) harga Kendaraan Bermotor dengan Kendaraan Bermotor
sejenis; dan
7) harga KendaraanBermotorberdasarkan dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
n. Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung
berdasarkan faktor-faktor:
1) tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah
sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;
2) jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan
menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis
bahan bakar lainnya; dan
3) jenis, penggunaan, tahun pembuatan, danciri-
ciri mesin Kendaraan Bermotor yang dibedakan
berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi
silinder.
o. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 27
(4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dinyatakan
dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari
Menteri Keuangan.
p. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditinjau kembali
setiap tahun.
2. Fungsi Pajak Kendaraan Bermotor
Dalam membiayai semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh
daerah, termasuk diantaranya berupa pembangunan maka maka
pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan
fungsi mengatur (reguleren) .
Pertama, pajak mempunyai fungsi anggaran sudah barang tentu
penerimaan pajak kendaraan bermotor untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran daerah yang bersifat rutin seperti gaji
pegawai, belanja barang, pemeliharaandan lain sebagainya.Kedua
pajak mempunyai fungsi mengatur (reguleiren), artinya pemerintah
daerah dapat mengatur pertumbuhan ekonominya melalui kebijakan
pajak. Dengan fungsi mengatur pajak dapat dipergunakan alat
untuk mencapai tujuan, misalnya dalam rangka menggiring
penanaman modal ,baik dalam negeri maupun luar negeri,
pemerintah daerah memberikan berbagai fasilitas berupa
keringanan pajak kepada investor.Dengan fasilitas keringanan
pajak tentu saja akan memberikan daya tarik bagi investor untuk
datang dan menanamkan modal di daerah tersebut
3. Hubungan Sarana Dan Prasarana Publik
Sebagaimana dalam memori penjelasnan atas Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan
restribusi daerah pendapatan pajak kendaraan bermotor dinyatakan
bahwa penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 28
yang berkaitan dengan pajak tersebut yaitu pajak kendaraan
bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau
pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi
umum.
Dari hasil pajak kendaraan bermotor ini juga dan Bea Balik nama
Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten /kota sebesar 30
% (tiga puluh persen ).
4. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
a. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai
berikut:
1) untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling
rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi
sebesar 2% (dua persen);
2) untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan
seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling
rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar
10% (sepuluh persen).
b. Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama
dan/atau alamat yang sama.
c. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum,
ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan,
lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1%
(satu persen).
d. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat- alat
besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma
satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua
persen).
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 29
e. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Besaran Pokok Pajak Kendaraan Bermotor:
1) Besaran pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang
dihitung dengancara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dengan dasar pengenaan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9).
2) Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di
wilayah daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar.
3) Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan
dengan penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
4) Pemungutan pajak tahun berikutnya dilakukan di kas
daerah atau bank yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Masa Pajak Kendaraan Bermotor:
1) Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk Masa Pajak 12
(dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat
pendaftaran Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kendaraan Bermotor dibayar sekaligus di muka.
3) Untuk Pajak Kendaraan Bermotor yang karena keadaan kahar
(force majeure) Masa Pajaknya tidak sampai 12 (dua belas)
bulan, dapat dilakukan restitusi atas pajak yang sudah
dibayar untuk porsi Masa Pajak yang belum dilalui.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
restitusi diatur dengan Peraturan Gubernur.
5) Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit
10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota, dialokasikan untukpembangunandan/atau
pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 30
Obyek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
1) Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah
penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.
2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan
bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di
semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang
dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross
Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a) kereta api;
b) Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c) Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai
kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas
timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari
Pemerintah; dan
d) objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah.
4) Penguasaan Kendaraan Bermotor melebihi 12 (dua belas)
bulan dapat dianggap sebagai penyerahan.
5) Penguasaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tidak termasuk penguasaan Kendaraan Bermotor
karena perjanjian sewa beli.
6) Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan
Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di
Indonesia, kecuali:
a) Untukdipakaisendiriolehorang pribadi yang
bersangkutan;
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 31
b) untuk diperdagangkan;
c) untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean
Indonesia; dan
d) digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan
kegiatan olahraga bertaraf internasional.
7) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c
tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak
dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.
f. Kemudahan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Kendaraan
Angkutan Umum Dewasa Ini.
1) Untuk kendaraan angkutan umum dan angkutan barang
diberikan keringanan-keringanan yang lebih rendah dari tarif
kendaraan bermotor lainnya dimaksudkan untuk memberi
perangsang bagi pengusaha untuk meningkatkan pelayanan
dan pengembangan usaha. Keringan tarif pajak kendaraan
bermotor ini ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah
provinsi.
2) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk Kendaraan
Angkutan UmumOrang di Provinsi Jawa Timur diberikan
keringanan tarif pajak PKB sebesar 60% dari pajak yang
berlaku (keringanan 40%) sesuai Pergub Provinsi Jawa
Timur No. 39 tahun 2012.
D. SISTEM TRANSPORTASI DARAT BERKELANJUTAN
1. Pengertian
Sistrandat merupakan bagian dari Tataran Transportasi
Nasional dalam Sistranas adalah tatanan transportasi darat yang
secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan Transportasi
Kereta Api, Transportasi Sungai dan Danau serta transportasi
Penyeberangan yang masing-masing terdiri dari sarana Dan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 32
prasarana serta fasillitas keselamatan yang saling berinteraksi
dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir
membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang
efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang
dan barang yang terus berkembang secara dinamis.
2. Tujuan Sistrandat
Tujuan Sistrandat ini sebagai bagian dari tujuan Sistranas.
Terwujudnya transportasi darat yang berkemampuan kuat
menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika
pembangunan, mobilitas Manuasia dan Barang membantu
terciptanya pola distribusi nasional, serta mendukung
pengembangan Wilayah, Sosial Berdaya kehidupan masyarakat
dan berbangsa dalam rangka perwujutan Wawasan Nusantara
dan perwujudan Ketahanan Nasional yang kuat.
3. Kerangka Pikir Sistrandat
Pemotretan kerangka pikir Sistrandat. adalah mengacu pada
kerangka pikir Sistranas (Kep Menhub No. 49 thn 2005
tentang Sistranas) dan hal-hal yang berkaitan dengan landasan,
Asas dan Kebijakan tidak diuraikan disini, namun dipandang
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Sistranas dalam
mengemukakan Kerangka Pikir Sistrandat ini
Uraian Kerangka Pikir Sistrandat dan Pengembangan
Sistrandat dibagi dalam urutan sbb. :
a. Unsur-unsur dan elemen Sistrandat
b. Faktor-faktor fundamental penyelenggaraan Sistranas
c. Permintaan akan layanan jasa, diantisipasi dengan
penyediaan jasa melalui operasi, perawatansuatu Rencana
baik jangka endek, menengah dan jangka panjang
d. Instrumental Input.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 33
e. Lingkungan Strategi.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 34
Gambar 2.3 Kerangka PikirSistem Transportasi Darat (SISTRANDAT)
LINGSTRA (DN,LN)
INSTRUMENTAL INPUT:UU’45, UU Pajak Dll, RENC. PEMB.NAS.
RENCANAPENYELENGGARAAN PEMB. &
OPERASI
PROSESPENYELENGGARAAN PEMB.&
OPERASI
PERMINTAANAKAN
LAYANAN JASA
TUJUANSISTRANAS
FAKTOR-FAKTORFUNDAMENTAL
PENYELENGGARAAN
DANA REGULASI SDM KELEMBAGAAN WILAYAH (LAHAN) IPTEK MANAJEMEN
UNSUR-UNSUR :
TransportasiJalan
TransportasiSDP
Transportasi KA
ELEMEN-ELEMEN :
JaringanPrasarana
JaringanPelayanan
FasilitasKeselamatan
SISTRANDAT KINERJA DANLAYANAN JASABERKUALITAS
TUJUANSISTRANDAT
SISTRANAS
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 35
a. Unsur – Unsur dan Elemen Sistrandat
1) Unsur-unsur meliputi
a) Transportasi jalan
b) Transportasi SDP
c) Transportasi KA
2) Elemen-elemen dari unsur tersebut dalam konsep dasar
meliputi :
a) Jaringan prasarana yang diantaranya adalah jalan, ruang
bebas, terminal/Stasiun/Darmaga/ rel/ alur pelayaran
ASDP.
b) Jaringan pelayananyang diantaranya adalah Sarana
(kendaraan bermotor, lokomotif, kereta api, kapal ASDP),
rute/trayek/lintasan angkutan.
c) Fasilitas keselamatan diantaranya rambu-rambu LL,
marka jalan, trafik light, pengujian KB, jembatan
timbang, persinyalan, lekomunikasi dan Navigasi.
b. Faktor-faktor Fundamental
Penyelenggaraan pembangunan, operasi dan pemeliharaan serta
pengusahaan unsur dan elemen sistranas yaitu;
1) Dana atau capital
2) Regulasi baik peraturan perundang-undangan maupun sampai
kepada aturan tatakerja, sispro dan standar etika dan moral
3) SDM yang diantaranya berkaitan dengan kompetensi,
profesimalitas, Diklat Pengembangan SDM dan pengadaan SDM
sesuai kriteria azas tugas dan fungsi dalam organisasi.
4) Kelembagaan dalam Sistrandat, yang diantaranya kelembagan
pemerintah (Regulator), kelembagaan BUMN, Kelembagaan
Koperasi, kelembagaan usaha swasta, kelembagaan keluarga dan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 36
private, kelembagaan asfaliasi-asosiasi baik profesi maupun
bisnis, kelembagaan pendidikan dan pelatihan serta riset.
5) Wilayah (Lahan) dalam Sistrandat yang diantaranya Tata Ruang
wilayah Nasional, Tata Ruang Provinsi, Tata Ruang Kabupaten-
Kota, kemudian lahan milik Negara, Milik Usaha Swasta, Milik
Masyarakat dan lembaga-lembga social/keagamaan
6) IPTEK dalam Sistrandat diantaranya kemajuan dan penguasaaan
Ilmu Penegetahuan dan Tehnologi Transportasi khususnya Dalam
Negeri yang dapat diterapkan dengan bermanfaat tinggi, sumber-
sumber IPTEK baik pada ilmuwan, innovator, laboratorium
(pusat riset) maupun alih pengetahuan dapat berlangsung baik
dalam masyarakat serta alih pengetahuan dari Negara
maju/modern ke dalam negeri.
7) Manajemen dalam Sistrandat diantaranya kualitas pengambilan
keputusan, Rencana yang relistik dan akurat, membangun disiplin
dan ketertiban serta pengendalian dan pengawasan.
c. Rencana Pembangunan, Operasi dan pelayanan serta pengusahaan harus
disiapkan panduan untuk penerapannya dengan menggunakan sumber
daya yang dapat dikuasai dalam rangka penyediaan jasa Transportasi
Darat yang dibutuhkan atau diminta baik volume dan kualitasnya
sebagai bagian pencapaian tujuan Sistrandat.
d. Instrumental Input, mempunyai peran yang sangat penting dalam
penyelenggaraan Sistrandat karena input dibutuhkan perannya yang
sesuai untuk proses penyelenggaraan Sistrandat yang diinginkan, oleh
karena input tsb tidak berada dalam Sub ordinat dan penyelenggaraan
Sistem transportasi seperti UU pajak, UU sector lain, PERDA dll maka
dibutuhkan koordinasi dan komitmen dalam menyelaraskan kepentingan
kepentingan Mikro dan Makro Nasional.
e. Lingkungan strategis , baik dalam negeri dan luar negeri. Dalam negeri
seperti keadaan energy (BBM, Gas dll) musim hujan dan kemarau,
kependudukan, lingkungan hidup (ancaman pencemaran) kedaan sosial
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 37
budaya dan politik, pasar uang dan barang, kredit dan bunga, serta
koropsi dll. Pada lingkungan strategi Luar Negeri diantaranya
perdagangan bebas ASEAN tahun 2012, terutama barang-barang impor,
persaingan yang ketat dengan Negara ASEAN Khususnya masih tinggi,
ketergantungan pada produk2 IPTEK dan produksi industry Negara
maju, keterbukaan yang semakin luas dan kekuatan globalisasi dalam
investasi tehnologi komunikasi dan Pariwisata (Wisman Manca Negara)
dll
4. Pengembangan Sistrandat yang berkelanjutan.
a. Pengembangan atau pembangunan sebagai upaya menyelenggarakan
peningkatan kapasitas (volume) dan kualitas baik piranti keras maupun
lunak yang sesuai dinamika kebutuhan atau permintaan dengan
menggunaakan Sumber daya yng dimiliki secara efisien dan efektif.
b. Pengembangan Sistrandat yang berkelanjutan perlu dipahami adalah
terselenggaranya kegiatan sesuai rencana yang disepakati oleh para
pemangku kepentingan baik itu rencana jangka pendek, jangka
menengah dan rencana jangka panjang oleh karenanya bagimana dapat
diperoleh sumber daya khususnya yang cukupuntuk membiayai
rencana kegiatan pembangunan tersebut. Besaran alokasi pendanaan
dari APBD dan Skema pajak KB termasuk BBN KB dipandang sebagai
salah satu sumber pendanaan penting selain peran usaha swasta dan
masyarakat.
5. Pedoman Penyelenggaraan
Penyelenggaraan sistem transportasi darat khususnya sistem lalu lintas
angkutan jalan (LLAJ) harus berpedoman kepada asas:
a. Transparan
Asas transparan ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ harus terbuka dan diketahui dengan baik
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 38
oleh seluruh pemangku kepentingan (stake holder), yang meliputi para
pihak pembuat dan pelaksana kebijakan (aparatur pemerintah), pelaku
pengguna manfaat sistem LLAJ (masyarakat transportasi), ataupun pihak
yang terkena dampak sistem LLAJ (masyarakat luas), sehingga perlu dan
harus dilakukan sosialisasi dan komunikasi intensif secara berkelanjutan.
b. Akuntabel
Asas akuntabel ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ, harus dapat dipertanggungjawabkan secara
terukur (akuntabel) kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder)
dan masyarakat luas.
c. Berkelanjutan
Asas berkelanjutan ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ harus dapat dan mampu berkembang serta
tumbuh terus menerus secara berkesinambungan, dan dapat menyesuaikan
dengan dinamika perkembangan kebutuhan masyarakat dari masa ke masa
(sustainable), baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, hankam, maupun
lingkungan (environment)
d. Partisipatif
Asas partisipatif ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ harus dilakukan berdasarkan peran aktif
seluruh pemangku kepentingan dan elemen masyarakat luas untuk saling
berpartisipasi mendukung terwujudnya sistem LLAJ yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu, agar dapat dan mampu mendorong
perkembangan dan pertumbuhan perekonomian nasional, memajukan
kesejahteraan umum, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,
dengan mewujudkan etika berlalu lintas dan penegakan kepastian hukum
yang mencerminkan budaya masyarakat, yang pada akhirnya dapat dan
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa Indonesia.
e. Manfaat
Asas manfaat ini memiliki makna bahwa segala hal yang terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ harus bermanfaat bagi para pemangku
kepentingan (stake holder) dan masyarakat luas, sehingga dapat terwujud
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 39
pelayanan LLAJ yang aman, selamat, tertib, lancar, terpadu, mudah
terjangkau, dan murah.
f. Efisien dan Efektif
Asas efisien dan efektif ini memiliki makna bahwa segala hal terkait
dengan penyelenggaraan sistem LLAJ harus dilakukan secara efisien
(hemat dan tepat guna), dan efektif (tepat sasaran dan berhasil guna), sesuai
dengan sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan
sumber daaa yang tersedia.
g. Seimbang
Asas seimbang ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ harus dilaksanakan secara seimbang dan
selaras antara pemenuhan dan kebutuhan (supply vs demand), juga harus
memperhatikan dampak lingkungan yang akan timbul baik dampak
lingkungan kepada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, polusi udara dan
air, kebisingan, dll. Oleh karena itu setiap pembangunan maupun
pengembangan infrastruktur yang berdampak kepada sistem LLAJ harus
dilakukan analisis dampak lalu lintas (ANDALALIN), disamping studi
kelayakan ekonomi maupun teknis, dan setiap penggunaan sarana
kendaraan bermotor dalam sistem LLAJ harus dilakukan uji kelayakan
teknis maupun emisi gas buang.
h. Terpadu
Asas terpadu ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ harus bisa secara harmonis terpadu dengan
sistem transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi
penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, transportasi pipa atau
yang dikenal secara popular dengan istilah sistem transportasi antar moda.
Keterpaduan juga sangat diperlukan dalam penyelenggaraan sistem LLAJ
itu sendiri yang meliputi antara lain:
1) Manajemen dan Rekayasa LLAJ
2) Jaringan LLAJ
3) Jaringan jalan dan konektifitas antar moda transportasi
4) Perlengkapan jalan dan terminal
5) Analisis dampak lingkungan lalu lintas (ANDALALIN)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 40
6) Pembinaan (capacity building) sumber daya manusia (SDM)
7) Pengembangan sistem angkutan umum masal, seperti Bus Rapid
Transit (BRT)
8) Diversifikasi pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar
gas (BBG), maupun listrik
9) Keterpaduan antar kementerian/lembaga pemerintah pusat, dengan
instansi/dinas pemerintah provinsi, serta pemerintah kabupaten, dan
pemerintah kota
i. Kemandirian
Asas kemandirian ini memiliki makna bahwa segala hal terkait dengan
penyelenggaraan sistem LLAJ di Indonesia semaksimal mungkin harus
dapat dan mampu dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia dengan Sumber
Daya Manusia (SDM) Nasional, sumber daya alam (Kandungan
Komponen Lokal), dan sumber dana dalam negeri, misalnya :
1) Adaptasi dan penerapan kebijakan terkait dengan ketentuan peraturan
Internasional dan isu global, dilakukan oleh Tenaga Ahli Indonesia,
dengan membatasi pemanfaatan Tenaga Ahli Asing
2) Pembangunan dan pengembangan jaringan jalan, di lakukan dengan
teknologi,bahan material, metode kerja, dilakukan dengan sumber
daya manusia dan dukungan sumber daya alam Indonesia (Produksi
Dalam Negeri)
3) Pemanfaatan dan penggunaan sarana kendaraan bermotor (Mobil dan
Motor), disesuaikan dengan situasi dan kondiri rakyat Indonesia,
dengan memaksimalkan pemanfaatan penggunaan komponen
produksi dalam negeri.
4) Pemanfaatan dan penggunaan fasilitas penunjang teknologi informasi
dan visual untuk mendukung manajemen rekayasa LLAJ, seperti
pemantauan Area Trafic Control System (ATCS) dan lain-lain,
dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan penggunaan
komponen dalam negeri.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 41
5) Sumber dana yang digunakan untuk pengembangan sistem LLAJ
dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), dan untuk pembangunan infrastruktur
jaringan jalan yang memiliki kelayakan nilai komersial dilakukan
melalui mekanisme kemitraan pemerintah dengan swasta atau Public
Private Partnership (PPP)
6. Pelaksana Penyelenggaraan
Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam kegiatan
pelayanan langsung kepada masyarakat dlakukan oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota), badan
hukum (BUMN, BUMD, Swasta), dan masyarakat.
Penyelenggaraan LLAJ oleh pemerintah pusat dilaksanakan oleh
berbagai instansi / kementerian / lembaga yaitu sebagai berikut
a. Urusan pemerintahan di bidang jalan, oleh kementerian
negara yang bertanggung jawab di bidang jalan, yang
pada saat ini adalah kementerian pekerjaan umum
Republik Indonesia.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang jalan
meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan,
dan pengawasan prasarana jalan, meliputi :
1) Inventariasi tingkat pelayanan jalan dan
permasalahannya
2) Penyusunan rencana dan program pelaksanaannya
serta penetapan tingkat pelayanan jalan yang
diinginkan
3) Perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi
pemanfaatan ruas jalan
4) Perbaikan geometric ruas jalan dan / atau
persimpangan jalan
5) Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 42
6) Uji kelaikan fungsi jalan sesuai dengan standar
keamanan dan keselamatan berlalu lintas
7) Pengembangan sistem informasi dan komunikasi di
bidang prasarana jalan
8) Urusan pemerintahan di bidang sarana dan
prasarana LLAJ, oleh kementerian Negara yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana
LLAJ, yang pada saat ini adalah kementerian
perhubungan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang sarana
dan prasarana LLAJ, meliputi :
1) Penetapan rencana umum LLAJ
2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas
3) Persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan
bermotor
4) Perizinan angkutan umum
5) Pengembangan sistem informasi dan komunikasi di
bidang sarana dan prasarana LLAJ
6) Penyidikan terhadap pelanggaran perijinan
angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan
jalan kendaraan bermotor yang memerlukan
keahlian dan / atau peralatan khusus
b. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri
LLAJ, oleh kementerian Negara yang bertanggung
jawab di bidang industri, yang pada saat ini adalah
kementerian perindustrian Republik Indonesia.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
industri, meliputi :
1) Penyusunan rencana dan program pelaksanaan
pengembangan industri kendaraan bermotor
2) Pengembangan industri perlengkapan kendaraan
bermotor yang menjamin keamanan dan
keselamatan LLAJ
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 43
3) Pengembangan perlengkapan jalan yang menjamin
keamanan dan keselamatan LLAJ
c. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan
teknologi LLAJ, oleh kementerian Negara yang
bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi,
yang pada saat ini adalah kementerian Negara riset dan
teknologi / Badan Penelitian dan Pengembangan
Teknologi (BPPT).
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
pengembangan teknologi LLAJ, meliputi :
1) Penyusunan rencana dan program pelaksanaan
pengembangan teknologi kendaraan bermotor
2) Pengembangan teknologi perlengkapan kendaraan
bermotor yang menjamin keamanan dan
keselamatan LLAJ
3) Pengembangan teknologi perlengakapan jalan yang
menjamin ketertiban dan kelancaran LLAJ
d. Urusan pemerintahan di bidang registrasi dan
identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,
penegakan hukum, operasional manajemen, dan
rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh
kepolisian Negara Republik Indonsia. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan di bidang registrasi dan
identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,
penegakan huku, operasional manajemen dan rekayasa
lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas, meliputi :
1) Pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi
(SIM) kendaraan bermotor
2) Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 44
3) Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan
penyajian data LLAJ
4) Pengelolaan pusat pengendalian sistem informasi
dan komunikasi LLAJ
5) Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
lalu lintas
6) Penegakan hukum yang meliputi penindakan
pelanggaran dan penanganan kecelakaan lalu lintas
7) Pendidikan berlalu lintas
8) Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas
9) Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas
Penyelenggaraan LLAJ dilakukan secara terkoordinasi
oleh forum LLAJ, yang bertugas melakukan koordinasi
antar instansi penyelenggara yang memerlukan
keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan
masalah LLAJ.
7. PengembanganSistemTransportasiDaratYangBerkelanjutan
a. Pengertian
Pengembangan system transportasi darat yang berkelanjutan
(Suistainable Land Transport System Development), adalah
pengembangan system transportasi darat yang mampu tumbuh
terus menerus secara berkesinambungan dan dapat menyesuaikan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dari masa ke masa,
baik dari aspek Ekonomi, Sosial, Budaya, maupun Lingkungan
Hidup (Environment), serta pengembangan wilayah, guna
mewujudkan wawasan nusantara dan ketahanan nasional yang
kuat, serta kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
1) Pengembangan system transportasi darat yang berkelanjutan,
dipandang dari sudut ekonomi antara lain harus dapat :
a) Mendukung pertumbuhan Gross Domestic Bruto (GDP)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 45
b) Mendukung penciptaan Lapangan Kerja
c) Mendukung ketersediaan energy dengan harga yang wajar
d) Mengurangi kemacetan lalu lintas
e) Mengurangi kecelakaan lalu lintas
f) Meningkatkan ketertiban dan kelancaran lalu lintas
g) Meningkatkan keamanan, keselamatan, kenyamanan berlalu
lintas
h) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas transportasi darat
i) Meningkatkan produktifitas ekonomi
2) Dari aspek sosial antara lain harus dapat :
a) Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan masyarakat
b) Meningkatkan keamanan dan keselamatan masyarakat
pengguna transportasi darat dan pedestrian
c) Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat
d) Mengurangi dampak penurunan kesehatan masyarakat yang
diakibatkan oleh system transportasi darat
e) Mengurangi kriminalitas yang terjadi dalam system transportasi
darat
f) Menurunkan beban social masyarakat terkait dengan biaya
transport
g) Meningkatkan kemudahan dan kenyamanan hubungan social
masyarakat
3) Dari aspek lingkungan hidup antara lain harus dapat :
a) Mengurangi pencemaran atau polusi udara
b) Mengurangi tingkat kebisingan
c) Mengurangi kerusakan tata guna lahan
d) Meningkatkan penggunaan kendaraan ramah lingkungan dan
penggunaan bahan bakar non-fosil
e) Mengurangi dampak perubahan iklim (Climate Change)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 46
b. Permasalahan
Permasalahan transportasi darat yang utama adalah tidak
seimbangnya tingkat tuntutan kebutuhan (demand) masyarakat,
dengan tingkat ketersediaan (supply) sarana dan prasarana
transportasi darat yang layak, mudah, murah, tertib, teratur, lancar,
aman, dan nyaman.
Secara umum persepsi masyarakat terhadap sistem transportasi
darat saat ini antara lain adalah sebagai berikut :
1) Di perkotaan setiap hari kerja terjadi kepadatan bahkan
kemacetan LLAJ, karena semakin bertambah banyaknya jumlah
kendaraan bermotor terutama mobil pribadi dan sepeda motor,
yang kurang diimbangi dengan pembangunan dan
pengembangan prasarana jalan serta fasilitas penunjang LLAJ.
2) Kepadatan dan kemacetan LLAJ juga terjadi pada jalur
transportasi darat antar kota / kabupaten / provinsi, terutama
pada hari libur akhir pekan dan hari libur nasional, bahkan
terjadi kemacetan total pada saat menjelang hari raya Idul Fitri
(lebaran), serta menjelang hari natal dan tahun baru (liburan
akhir tahun).
3) Kesemrawutan dan pelanggaran LLAJ sering terjadi, seperti :
a) Kendaraan berhenti atau parkir di ruas jalan atau badan
jalan, meskipun sudah diberi rambu rambu tanda larangan
berhenti / parkir
b) Kendaraan pindah lajur dan melanggar marka jalan karena
ingin mendahului kendaraan lain
c) Kendaraan menerobos tanda lampu pengatur lalu lintas
(Trafic Light) pada saat menunjukkan warna merah yang
seharusnya kendaraan berhenti
d) Pelanggaran penggunaan ruas dan badan jalan serta trotoar
untuk kegiatan pedagang “kaki lima” atau kegiatan lainnya
yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi jalan dan trotoar
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 47
e) Perlanggaran pemanfaatan lajur cepat untuk kendaraan
mobil yang diserobot oleh sepeda motor, dan juga
pelanggaran oleh mobil pribadi dan sepeda motor
menyerobot masuk ke lajur jalan khusus untuk BRT atau
“Bus way”
4) Jumlah kendaraan mobil pribadi bertambah banyak dengan
pertumbuhan di atas 10% setiap tahun, dan diantaranya banyak
mobil mewah dengan cilinder mesin (cc) yang besar dan boros
bahan bakar, meskipun kurang efektif dan efisien untuk
digunakan di dalam kota dengan lalu lintas yang padat dan atau
macet.
5) Populasi jumlah kendaraan sepeda motor meningkat sangat
pesat, dikarenakan masyarakat mencari solusi praktis terhadap
kebutuhan transportasi darat yang murah dan mudah, meskipun
kurang mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, dan
kenyamanan.
6) Banyak pelanggaran terhadap batasan jumlah / volume dan atau
berat muatan baik orang maupun barang, baik kendaraan umum
(bus, metromini, mikrolet), kendaraan angkutan barang (truk,
mobil box), maupun kendaraan pribadi (sedan, suv,mpv) serta
sepeda motor, yang dapat mengakibatkan kerusakan ruas jalan
dan atau terjadinya kecelakaan LLAJ.
7) Buruknya sistem angkutan umum perkotaan yang bertumpu
kepada angkutan buskota, minibus (metro mini), dan mikrolet,
serta belum memadainya angkutan umum taxi, yang dinilai
kurang aman dan tarif relatif kurang terjangkau oleh masyarakat
menengah bawah.
8) Belum memadainya sistem transportasi angkutan umum masal,
baik Mass Rapid Transit (MRT) yang berbasis pada angkutan
kereta api, maupun Bus Rapid Transit (BRT) yang berbasis pada
angkutan bus dengan lajur jalan khusus (Bus way).
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 48
9) Masih terbatasnya pemasangan rambu rambu lalu lintas, marka
jalan, dan lampu pengatur lalu lintas (Trafic Light), dan Area
Trafic Control System (ATCS), serta lampu penerangan jalan
umum (PJU). Pada saat hujan seringkali fasilitas LLAJ tersebut
sering tidak berfungsi sehingga mengakibatkan kemacetan
bahkan sering mengakibatkan kecelakaan lalu lintas
10) Rendahnya kualitas jalan umum yang sering rusak terutama
pada saat musim hujan akibat genangan air hujan yang
dikarenakan buruknya sistem drainase jalan. Kerusakan jalan
yang tidak segera diperbaiki sering menyebabkan kecelakaan
lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa.
11) Tidak disiplinnya pengemudi angkutan umum maupun mobil
pribadi dan sepeda motor, serta kurang tegasnya penindakan
penegakan hukum, sehingga mengakibatkan pelanggaran LLAJ
terjadi secara berulang ulang.
12) Pesatnya pertumbuhan bangunan komersial seperti perkantoran,
pertokoan, hotel, mall, pabrik, pergudangan dan lain – lain,
tanpa diimbangi dengan pengembangan prasarana jalan, dan
mengakibatkan dampak lalu lintas yang timbul, sangat dirasakan
semakin menambah kepadatan dan atau kemacetan LLAJ.
13) Pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) yang bersubsidi
(premium dan solar) oleh masyarakat melampau target yang
diprakirakan oleh pemerintah, karena harga BBM bersubsidi
tersebut yang relatif murah merupakan salah satu faktor pemicu
pertumbuhan penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor,
sehingga disamping sangat serius membebani APBN, juga
secara tidak langsung mendorong pesatnya pertumbuhan
penggunaan kendaraan pribadi yang pada gilirannya
menimbulkan problem kemacetan LLAJ.
14) Kemacetan LLAJ yang berkepanjangan menyebabkan tidak
seimbangnya waktu tempuh dengan jarak tempuh, seringkali
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 49
untuk menempuh jarak 10 kilometer diperlukan waktu tempuh
lebih dari satu jam, hal ini sangat tidak efektif dan efisien
15) Polusi pencemaran udara semakin buruk sebagai akibat terlalu
banyaknya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang
berasal dari fosil, serta tingginya emisi gas buang CO2 yang
dikarenakan banyaknya kendaraan umum maupun pribadi yang
tidak layak uji emisi gas buang, namun tetap dioperasionalkan.
c. Penyebab Permasalahan
Penyebab permasalahan transportasi seperti yang dipersepsikan
masyarakat tersebut di atas antara lain sebagai berikut :
1) Pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang cukup tinggi menyebabkan kebutuhan prasarana
dan sarana transportasi untuk mobilitas angkutan barang maupun
penumpang secara nasional meningkat sangat pesat.
Populasi jumlah penduduk tanpa diimbangi dengan pemerataan
pembangunan dan kesempatan kerja diseluruh wilayah Indonesia,
menyebabkan arus urbanisasi penduduk dari pedesaan atau kota
kecil ke kota – kota besar meningkat sangat tajam, dan mengingat
kesempatan kerja dan lapangan kerja di perkotaan pada
umumnya adalah perdagangan dan industri yang sangat
memerlukan mobilitas tinggi baik orang maupun barang, maka
diperlukan sistem transportasi darat yang mampu mendukung
mobilitas orang maupun barang tersebut baik kuantitas maupun
kualitas sesuai kebutuhan masyarakat.
2) Pertumbuhan populasi dan perekonomian di perkotaan yang
sangat pesat ini, mengakibatkan perubahan tata ruang dan
peruntukkan lahan, yang pada gilirannya berdampak kepada
perubahan sistem LLAJ, dimana masyarakat harus memenuhi
dan dipenuhi kebutuhannya akan sistem transportasi yang layak,
mudah, murah, tertib, selamat, aman, dan nyaman.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 50
3) Kebutuhan sistem transportasi darat yang baik yang sangat
diperlukan masyarakat tersebut yang senantiasa terus
berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi dan jumlah
serta sebaran penduduk di perkotaan, terlambat diantisipasi dan
kurang dapat diprediksi oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, kota), sehingga
pemerintah tidak mampu membangun dan mengembangkan
sistem transportasi darat yang berkelanjutan (suistainable)
dengan baik, yang seharusnya sejak dini terencana dengan baik
dan direalisasikan pembangunannya secara tepat waktu sesuai
kebutuhan masyarakat.
Ketidakmampuan pemerintah untuk membangun dan
mengembangkan sistem transportasi darat yang berkelanjutan
(suistainable) yang seharusnya berbasis kepada sistem
transportasi umum masal (MRT dan BRT), dan karena desakan
kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi untuk menunjang
mobilitas dan aktifitasnya, maka masyarakat mencari solusi
sendiri dengan cara memiliki dan menggunakan kendaraan
pribadi sesuai kemampuan ekonominya, dimana bagi golongan
menengah atas dengan cara memiliki dan menggunakan mobil
pribadi, dan bagi masyarakat golongan menengah bawah dengan
cara memiliki dan menggunakan sepeda motor.
4) Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian
nasional dan pendapatan masyarakat, serta kecenderungan dan
potensi masyarakat untuk memiliki kendaraan (mobil dan atau
sepeda motor), maka membuka peluang bagi industri otomotif
untuk meningkatkan volume penjualannya sesuai kebutuhan
pasar (market) berdasarkan prinsip “demand-supply”, sehingga
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia (mobil dan
sepeda motor) meningkat sangat pesat.
Ironisnya disatu sisi pemerintah tidak mampu membangun dan
mengembangkan sistem transportasi umum masal atau “Mass
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 51
Rapid Transit” karena keterbatasan APBN dan APBD, namun
disisi lain seolah – olah pemerintah mendorong masyarakat untuk
semakin mudah memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi
(mobil dan sepeda motor), dengan cara mensubsidi harga BBm
yang menelan anggaran cukup besar dan semakin mendorong
kepemilikan dan penggunaan kendaraan (mobil dan sepeda
motor) pribadi bahkan dengan ukuran silinder mesin (cc) yang
besar dan boros penggunaan BBM meskipun kurang efektif yang
efisien untuk digunakan di perkotaan.
5) Pesatnya pertumbuhan perekonomian, industri, perdagangan, dan
populasi, serta pendapatan penduduk perkotaan memicu pesatnya
pertumbuhan bangunan komersial seperti perkantoran, pertokoan,
mall, hotel, pabrik, pergudangan dan lain – lain, dan karena
keterbatasan lahan maka sering terjadi perubahan tata ruang dan
peruntukan lahan tidak secara terencana dengan baik, bahkan
tanpa dilakukan analisis dampak lalu lintas (ANDALALIN) atau
mengabaikan dampak lalu lintas yang diprediksi akan terjadi
yaitu terjadinya kemacetan LLAJ, yang pada gilirannya
menyebabkan pemborosan pemanfaatan BBM dan polusi
pencemaran udara yang berdampak kepada terganggunya
kesehatan masyarakat.
6) Kepadatan dan kemacetan LLAJ yang berkepanjangan dan seolah
tidak kunjung dapat teratasi dengan baik, serta menyebabkan
masyarakat stress secara kejiwaan, dan cenderung berlaku tidak
tertib serta melanggar aturan LLAj, dan karena kurangnya
profesionalisme SDM aparatur pemerintah dan lemahnya
penegakan hukum, maka pelanggaran – pelanggaran LLAJ
tersebut secara meluas terjadi setiap hari dan seolah – olah terjadi
pembiaran terhadap pelanggaran ketertiban masyarakat (civil
society).
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 52
d. Pemecahan Permasalahan
Pemecahan permasalahan yang harus dilakukan meskipun
pelaksanaannya tidak mudah, antara lain sebagai berikut :
1) Perencanaan sistem transportasi darat yang berkelanjutan harus
dilakukan dengan baik sejak dini, dan harus memiliki kemampuan
untuk mengantisipasi dan memprediksi perkembangan kebutuhan
masyarakat terhadap sistem transportasi darat, khususnya
kebutuhan akan sistem transportasi umum masal atau Mass Rapid
Transit yang layak, mudah, murah, tertib, lancar, selamat, aman,
dan nyaman.
2) Menekan kecenderungan populasi kepemilikan dan penggunaan
kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor), melalui mekanisme
fiskal atau perpajakan, restribusi, permbatasan kapasitas silinder
(cc) mesin kendaraan, dan secara bertahap menghapus atau
menghilangkan subsidi BBM.
3) Memperketat uji emisi gas buang CO2, serta memperketat uji
kelayakan teknis kendaraan umum maupun pribadi.
4) Diversifikasi penggunaan BBM fosil dengan BBG, listrik, serta
sumber energi terbaru seperti Biofuel dan Solar Cell yang lebih
ramah lingkungan.
5) Membangun dan mengembangankan sistem jaringan jalan, dan
mengurai titik – titik rawan kemacetan dengan menghilangkan
perpotongan sebidang LLAJ, maupun kereta api, dengan
menbangun “flyover” maupun “underpass”, serta meningkatkan
kualitas jalan dan sistem drainase jalan.
6) Memperbanyak pemasangan rambu – rambu LLAJ, dan marka
jalan, serta lampu tanda pengatur LLAJ (Trafic Light), serta
meningkatkan manajemen rekayasa lalu lintas, antara lain melalui
pengoperasian Area Trafic Control Sistem (ATCS) pada semua
persilangan ruas jalan yang rawan kemacetan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 53
7) Melarang dan menindak tegas penggunaan ruas jalan, badan jalan,
dan trotoar untuk kegiatan pedagang kaki lima dan kegiatan lain
yang tidak sesuai dan mengganggu kelancaran LLAJ, termasuk
parkir kendaraan di tempat yang seharusnya dilarang untuk parkir.
8) Meningkatkan profesionalisme SDM aparatur pemerintah, serta
penegakan hukum dan penindakan terhadap pelanggaran terhadap
ketertiban LLAJ, melalui peningkatan kemampuan (capacity
building), serta pemberian “reward” dan “punishment” yang jelas
dan tegas.
9) Menghapus subsidi BBM dan mengalihkan anggarannya untuk
membangun dan mengembangkan infrastruktur LLAJ.
10) Mengurangi kecenderungan arus urbanisasi masyarakat
pedesaan ke perkotaan, dengan lebih memeratakan pembangunan
perekonomian dan kesempatan kerja di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
11) Merencanakan tata ruang dan peruntukan lahan dengan baik
sejak dini, dan mengawasi dengan ketat realisasi pemanfaatannya,
serta melakukan analisis dampak lalu lintas (ANDALALIN) pada
setiap pembangunan dan atau pengembangan infrastruktur dan atau
bangunan gedung atau perumahan yang berpotensi menimbulkan
dampak lalu lintas.
e. Anggaran Pendukung Sistem LLAJ
Untuk pengembangan sistem transportasi darat khususnya sistem
LLAJ yang berkelanjutan (Suistainable), diperlukan anggaran rutin
dan anggaran pembangunan yang disediakan melalui APBN dan
APBD yang antara lain bersumber dari hasil pungutan pajak
khususnya pajak kendaraan bermotor
1) Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan
dan / atau penguasaan kendaraan bermotor, yang sejalan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 54
dengan pemungutan pajak kendaraan bermotor, juga bea
balik nama kendaraan bermotor, dan pajak bahan bakar
kendaraan bermotor, yang kesemuanya merupakan pajak
daerah yang saling berkaitan dan merupakan potensi
penerimaan daerah yang cukup besar, dan pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkan undang-
undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah, yang diubah dengan undang-undang nomor
34 tahun 2000, dan terakhir diubah dengan undang-undang
Republik Indonesia nomor 28 tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah.
2) Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat,
dan digerakan oleh peralatan teknis berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan
bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan
alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda
dan motor, dan tidak melekat secara permanen, serta
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air
3) Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah hasil
perkalian dari 2 (dua) unsur pokok :
1) Nilai jual kendaraan bermotor, dan
2) Bobot yang mencerminkan secara relative tingkat
kerusakan jalan dan / atau pencemaran lingkungan akibat
penggunaan kendaraan bermotor.
Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar
jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 55
kendaraan di air-, dasar pengenaan pajak kendaraan
bermotor adalah nilai jual kendaraan bermotor.
4) Pemanfaatan pajak kendaraan bermotor
Pajak kendaraan bermotor hasilnya tidak secara otomatis
dimanfaatkan untuk pembiayaan pengembangan sistem
LLAJ yang berkaitan langsung dengan kendaraan bermotor,
namun bersama sama dengan hasil pajak lainnya merupakan
penerimaan hasil pajak daerah, yang kemudian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dirumuskan
pemanfaatkannya di dalam APBD yang terbagi dalam
sektor, sub sektor, program, dan kegiatan.
5) Skema penerapan pajak kendaraan bermotor
Skema penerapan pajak kendaraan bermotor untuk
pengembangan sistem LLAJ di tiap-tiap daerah provinsi,
kabupaten, dan kota sangat beragam, meskipun ada
peraturan perundang-undangan yang merupakan
pedomannya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan
karakteristik masing-masing daerah, baik dari aspek
ekonomi, sosial, budaya, geografis, dan lain sebagainya.
E. HUBUNGAN SKEMA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM
PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT
1. Pengertian Hubungan
Merupakan interelasi kepentingan fungsional yang dapat saling
mempengaruhi satu sama lain yaitu dalam pengalihan sebagian penghasilan
(sebagian kekayaan) individu dan Badan dari Sistem Transdat kepada Negara
dan sebaliknya pemberian alokasi anggaran pendanaan dalam APBD untuk
pengembangan dan pemeliharaan serta operasi pelayanan Sistrandat;
Beberapa aspek Hubungan dapat dibagi atas hal-hal yang akan dijelaskan
sebagai berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 56
a. Perspektip PKB dalam memandang Sistem Transdat;
b. Perspektip Sistem Transdat dalam memandang Pajak KB (PKB);
c. Apa Pengembangan Sistrandat berkelanjutan berhubungan dengan
Skema Penerapan Pajak KB (PKB);
d. Memahami apa Skema Penerapan PKB dalam kaitannya dengan
Pengembangan Sistrandat;
2. Perspektip PKB Memandang Sistrandat Sebagai Berikut
a. Bahwa Sistrandat pada hal-hal yang berkaitan dengan kendaraan
bermotor (elemen sarana unsur dari jaringan pelayanan) adalah di
pandang sebagai subjek dan objek pajak. Dalam hal ini wajib
melakukan setoran pajak KB sesuai Peraturan Gubernur Kepala
Daerah sebagai pelaksanaan dari Peraturan dan Ketetapan diatasnya;
b. Kemudian dalam perspektip Pendapatan Negara bahwa penerimaan
setoran PKB adalah salah satu sumber pendapatan dan peningkatan
kemampuan Negara dalam menopang pengeluaran rutin dan
penyediaan barang dan jasa publik.
c. Dalam perspektip hukum adalah suatu perikatan yang timbul adanya
ketentuan Gubernur yang menimbulkan kewajiban warga Negara
untuk menyetorkan sejumlah dana kepada Pemerintah yang
berkekuatan memaksa dan berkonsekuensi hukum.
3. Perspektip Sistrandat Dalam Memandang PKB
a. Dalam perspektip Sistrandat bahwa Penyetoran PKB akan
menimbulkan peralihan sumber daya system Trandat ke Negara
dengan pemahaman bahwa berkurangnya kemampuan Individu atau
Badan dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan
barang dan jasa serta investasi. Dalam hal ini selalu diharapkan
adanya keringanan besaran setoran pajak KB sampai pada adanya
penghapusan Pajak KB dimaksud.
b. Dalam Perspektip jumlah KB yang besar dan cenderung
pertumbuhannya tetap tinggi pula, maka seiring dengan itu jumlah
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 57
pendapatan dari PKB dan pertumbuhannya juga berkembang pesat
sehingga dipandang bahwa ada peningkatan yang signifikan juga pada
alokasi anggaran pengeluaran (dlm APBD) untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan dan pemeliharaan elemen-elemen system
transportasi darat yang masih dinilai kurang mencukupi
Gambar 2.4 Perspektip Ekonomi dan Hukum atas PKB
4. Pemahaman Pengembangan Sistrandat Berkelanjutan Berkaitan Dengan
SkemaPenerapan Pajak Kendaraan Bermotor
a. Pengembangan Sistem Transportasi Darat merupakan upaya
menggunakan sumberdaya untuk menyelenggarakan rencana
pengembangan transportasi darat baik melalui investasi (termasuk
anggaran dari APBD), operasi dan pemeliharaan maupun
pengusahaannya;
b. Skema penerapan PKB dipandang dapat mendukung penguatan
sumberdaya pengembangan Sistrandat tersebut termasuk prioritas
alokasi APBD;
c. Dalam kaitan mendukung pengembangan sumber daya Sistrandat
yang berkelanjutan berarti adanya suatu skema penerapan PKB yang
PerspektipEkonomi
PeralihansumberdayadariSistrandatke Negara
Pemahaman
BerkurangnyakemampuanindividudanBadandalammenguasaisumberdayaSistrandatuntukkepentinganpenguasaanba
rangdanjasasertainvestasi
Bertambahkemampuankeuangan Negara (APBD)
olehpenyediaanbarangdanjasapublic
danbiayarutinPemerintah
PerspektipHukum
Suatuperikatan yang timbulkarenaadanya PERDA yangmenimbulkankewajibansubyekpajakuntukmenyetorsejumlahpengh
asilankepada Negara yangmempunyaikekuatanuntukmemaksadanberkonsekuensihukum
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 58
mampu mendukung sumber daya pengembangan Sistrandat dalam
periode-periode jangka waktu menengah dan atau jangka panjang.
5. Pemahaman Skema Penerapan PKB Untuk Pengembangan Sistem
Transportasi Darat Yang Berkelanjutan
a. Skema Penerapan Pajak KB merupakan Pembagian sebagian beban
keuangan Negara kepada Individu dan Badan yang memiliki dan atau
menguasai KB melalui adanya pertimbangan-pertimbangan dan
formula tertentu yang diimplementasikan dalam menghitung DPPKB,
Tarif PKB termasuk Tarif Pajak Progresif, Besaran PKB dan
pemberian keringanan Pajak KB. Demikian juga pada perhitungan
Tarif BBN-KB, NIlai jual KB dan penghitungan besaran BBN-KB
yang selanjutnya ditetapkan sebagai bagian beban tersebut pada
pemilik KB kepada pemilik KB sebagai wajib pajak kendaraaan
bermotor dengan berlandaskan Peraturan Perundang-undangan yang
ditindaklanjuti dengan Perda setiap tahunnya.
Gambar 2.5. Skema Penerapan PKB
6. Pertimbangan dan formula
a. Pertimbangan:
1) Adanya kerusakan jalan dan lingkungan atas penggunaan KB
dengan bobot tertentu kadar relatif kerusakan dimaksud.
2) Nilai jual KB berdasarkan harga pasar umum untuk setiap
tahunnya.
Skema Penerapan PKBPembagian sebagian bebanpengeluaran keuangan negarakepada individu dan badan melaluiadanya pertumbangan dan formulatertentu yang diimplementasikanpada unsur-unsur penghitunganbesaran PKB dan besaran BBN-ICB.
PKB Dasar PKB: WJKB dan Bobot Tarif pajak termasuk pajak progresif. Keringanan pajak Besaran PKB
BBNKB Tarif BBNKB: dengan tataran
pengenaan Besaraan BBN-KB: tarif X dasar
pengenaan BBN-KB (nilai jual)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 59
3) Perbedaan pengenaan tarif PKB untuk kendaraan pribadi,
kendaraan umum, dan kendaraan bermotor milik Pemerintah.
4) Pengenaan tarif pajak progresi pada KB milik pribadi.
5) Keringanan pengenaan pajak KB untuk kendaraan umum.
b. Formula umum perhitungan besaran PKB dan BBN-KB
1) Perhitungan besaran PKB
a) Kendaraan bermotor bukan umum: tarif X dasar pengenaan
PKB X % keringanan pajak
b) Kendaraan bermotor untuk umum: tarif X dasar pengenaan
PKB X % keringanan pajak (“60%”)
2) Perhitungan pajak progresif yang berurutan ke 1 sd 5 lebih
(dengan kenaikan 0,50% untuk setiap tambahan KB).
a) Tarif nilai jual KB.
3) Perhitungan besaran BBN-KB: tarif X dasar pengenaan BBN-
KB (nilai jual)
Pengembangan sistem transportasi darat yang berkelanjutan
merupakan upaya menggunakan sumber daya untuk melaksanakan
rencana pembangunan (investasi), pemeliharaan, dan operasi
pelayanan jasa transportasi darat serta pengusahaannya secara
bertahap dan berkelanjutan baik dalam jangka menengah dan jangka
panjang.
Masalah utama yang dihadapi dalam melaksanakan rencana yang
berkelanjutan tersebut adalah kekurangan sumber daya yang
diantaranya ketidakcukupan dana/anggaran/modal sehingga upaya
menggali dan memobilisasi sumber daya tersebut termasuk
dukungan suatu skema penerapan pajak KB sebagai proses awal
penting untuk mewujudkan tujuan sitrandat yang diharapkan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 60
Gambar 2.6. Pengembangan Sistrandat yang Berkelanjutan
7. Pemotretan Hubungan Skema Penerapan PKB Untuk Pengembangan
Sistrandat Yang Berkelanjutan.
a. Bentuk hubungan yang dimaksud dapat terlihat pada gambar 5.4
yang terbagi atas:
1) Hubungan langsung
Dalam hubungan langsung bahwa dengan adanya
perubahan pembagian sebagian beban pengeluaran
Pemerintah kepada pemilikk KB (elemen pelaku
sistrandat) melalui skema penerapan PKB, maka akan
terjadi pula perubahan/tidak ada perubahan pengurangan
nilai penghasilan dan kekayaan dari pemilik atau yang
menguasai KB sehingga dapat berdampak pada
kontribusi peningkatan kekuatan sumber daya (modal-
dana) bagi pengembangan sistrandat.
Skema Penerapan PKBUntuk Driving Force
Penguatan Sumber DayaIndividu dan BadanSubyek Pajak sekaligusPelaku PengembanganSistrandat
Upaya Mencari Pendanaan(Sumber Daya)
Pengembangaan Sistrandat.
Mendapatkan alokasianggaran APBD/APBN
PelaksanaanPengembangan SecaraBertahap
Rencana PengembanganJangka Menengah danPanjang
TujuanPengembangan
Sistrandat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB II - 61
Gambar 2.7. Hubungan Skema Penerapan Pajak KB Untuk Pengembangan Sistrandat
yang Berkelanjutan
2) Hubungan Tidak Langsung
Dalam hubungan tidak langsung bahwa skema
penerapan PKB adalah memengaruhi besarnya
penerimaan/pendapatan daerah dari PKB dalam
APBD. Kemudian dari rencana pengeluaran dalam
APBD, dialokasikan pendanaan/anggaran untuk
pembangunan/pengembangan unsur-unsur sistrandat.
Besar/kecilnya alokasi anggaran tersebut dipandang
sebagai salah satu sumber pendanaan penting untuk
kontribusi dalam memenuhi kebutuhan sumber daya
(dana) dalam pengembangan sistrandat sesuai rencana
dan pelaksanaan pengembangan baik untuk bersifat
jangka menengah atau jangka panjang.
Penerimaan PajakSebagai Pendapatan
Daerah
Hubungan TidakLangsung
Alokasi PengeluaranAPBD
Skema Penerapan PajakKB dan BBN-KB SebagaiPembagian SebagianBeban Keuangan Negarakepada Pemilik KB,melalui perhitungan: DPPKB Tarif KB Tarif BBN-KB Besaran % Keringanan KB Besaran PKB Besaran BBN-KB
Hubungan LangsungTidak Ada Perubahan
NilaiKekayaan/Penghasilanatau ada Pengurangan
NilaiKekayaan/Penghasilan
Individu atau BadanSebagai Elemen
Sitrandat
Pemenuhan KebutuhanSumber Daya (Dana)
Untuk PengembanganSistrandat
Rencana danPelaksanaan
PengembanganSistrandat
Terwujudnya TujuanSistrandat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 1
BAB IIIMETODE PELAKSANAAN STUDI
A. Alur Pikir
Alur pikir dalam pelaksanaan studi Penerapan Pajak KendaraanBermotor, diuraikan sebagai berikut :1. Pajak Kendaraan Bermotor, merupakan salah satu Pajak Daerah
disamping adanya jenis pajak daerah lainnya yang berkaitan dengankendaraan bermotor yaitu Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor(BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Ketigajenis pajak ini berperan penting dalam penerimaan pajak daerah danAPBD;
2. PKB dan kedua jenis pajak daerah tersebut serta APBD mempunyaihubungan dengan upaya pengembangan Sistem Transportasi Darat(khusus LLAJ, jalan dan jembatan) di Wilayah Propinsi yangbersangkutan.
3. Sejauhmana hubungan dimaksud, yaitu hubungan penyelenggaraanPKB dengan penyelenggaraan Sistrandat (Transportasi Jalan) sertahubungan Pajak Daerah (PKB, BBNKB, dan PBBKB) dengan APBD perludilakukan pemotretannya, selanjutnya dilakukan pengkajianlatarbelakang atau kebijakan yang menimbulkan rendahnya kinerjaSistem Transportasi Jalan (LLAJ);
4. Melalui proses pengkajian tersebut, dapat menemukan konseppengembangan kebijakan mengenai alokasi belanja modal atauskema belanja modal APBD untuk mendukung pengembangan LLAJ,jalan dan jembatan yang berkelanjutan setiap tahunnya;
5. Sejalan dengan itu, dapat pula mendapatkan konsep pengembangankebijakan skema PKB melalui pengembangan skema pada basis(varian) PKB;
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 2
Lebih lanjut alur pikir ini dapat dilihat pada bagan berikut ini :
Alur Pikir Studi Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor untuk
mendukung Pengembangan Sistrandat
APBD PENGEMBANGAN SISTEMTRANSPORTASI DARAT (LLAJ,
JALAN DAN JEMBATAN)
PKB, BBNKB DANPBBKB
(PAJAK DAERAH)
HUBUNGANAPBD DAN
PKB, BBNKBDAN PBBKB
STUDIKEPUSTAKAAN,
DANPENGUMPULAN
DATA
HUBUNGANPENYELENGGARAAN
SISTRANDATDENGAN
PENYELENGGARAANPKB
KONDISI HUBUNGAN DEWASA INI
PENGKAJIAN LATAR BELAKANGATAU KEBIJAKAN YANG
MENIMBULKAN KINERJA RENDAH
PENGEMBANGANKEBIJAKAN ALOKASI
BELANJA MODAL (SKEMABELANJA MODAL UNTUK
LLAJ, JALAN DANJEMBATAN)
PENGEMBANGANKEBIJAKAN BASIS PAJAKKB (SKEMA BASIS PKB)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 3
A. POLA PIKIR
Gambar 3.2 Pola Pikir Studi Penerapan Pajak KB untuk mendukungPengembangan Sistrandat
KondisiDewasa ini
SistemTransportasiDarat
Skema PajakKendaraanBermotor
Instrumental Input UU no. 22 th 2009 UU no. 32 th 2004 UU no. 38 th 2004 UU no. 28 th 2009 Per Mendagri No 9 Th 2007
SUBYEK Kem. PHb Kem PU Kem LH Ditjen Pajak Ditjen Anggr Bappenas BPS Kemdagri dan
Pemda Masyarakat
Transportasi
OBYEK Sumber Daya
PengembanganSistrandat
Skema Pajak KendBermotor
Pungutan-pungutan yangberkaitan kegiatanKB
Penerimaan pajakKB dan pungutanlainnya
Alokasi APBN /APBD untuksistrandat
DampakLingkungan
METODE Deskriptif /
Skenario Analisis
sebab-akibat Analisis
Kebijakan
Output Tersusun hasil
studi terkaitkorelasi pajakkendaraanbermotor dgpengembang-an systemtransportasidarat yangberkelanjutan
Rekomendasi
Outcome
PengembanganSistrandat yangdidukung olehSkema PajakKendaraanBermotor
EnviromentalInput Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan Politik, Sosial & Budaya Otonomi daerah Urbanisasi Pertumbuhan jumlah penduduk Globalisasi & Industrialisasi Perkembangan industry otomotif Peningkatan pendapatan masyarakat
PROSES
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 4
B. PENGUMPULAN DATA
Secara umum, tata cara pengumpulan atau mendapatkan data, dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu data sekunder dan data primer. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan berupa data
pustaka dari peraturan perundang-undangan atau peraturan lainnya,
serta pelaporan-pelaporan dan data lainnya yang didapat melalui media
elektronik atau instansi terkait. Sedangkan data primer adalah data yang
dikumpulkan secara langsung dari hasil survey atau pengamatan
lapangan.
Pada studi ini, pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data
pustaka atau mengunjungi instansi terkait untuk data sekunder dan
melakukan kunjungan langsung ke instansi terkait untuk pengambilan
data primer melalui metode Checklist, Questioner, format-format/
formulir, wawancara mendalam dan Fokus Group Discussion (FGD).
Konsultan berpendapat semakin lengkap dokumen yang diperoleh
konsultan maka semakin sempurnalah hasil studi yang
direkomendasikan, oleh karenanya selain data-data yang didapat dari
data sekunder dan primer perlu pengamatan lapangan (observasi).
1. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan
mengunjungi instansi terkait dikelompokan sebagai berikut :
a. Kementerian Perhubungan.
b. Kementerian Pekerjaan Umum
c. Badan Litbang Perhubungan.
d. Direktorat Jenderal Pajak.
e. Direktorat Jenderal Anggaran.
f. Dispenda Provinsi.
g. Dinas Perhubungan Provinsi.
h. Masyarakat Transportasi.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 5
Sedangkan data sekunder yang diharapkan untuk dapat
dikumpulkan meliputi, antara lain :
a. Peraturan perundang-undangan untuk transportasi darat dan
perpajakan kendaraan bermotor.
b. Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari perundang-
undangan tersebut di atas.
c. Peraturan Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum
yang berkaitan dengan bidang transportasi darat.
d. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Darat, yang berkaitan
dengan peraturan pelaksanaan dari peraturan pemerintah dan
peraturan menteri.
e. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi/ kabupaten/ kota yang
berkaitan dengan bidang perpajakan kendaraan bermotor.
Sedangkan data peraturan perundang-undangan yang
diharapkan untuk dikumpulkan berupa data pustaka antara lain
Peraturan Perundangan yang terkait dengan pekerjaan Studi
Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk
Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang Berkelanjutan
(Sustainable Land Transport System Development), antara lain
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
4) Undang-Undang 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2012
Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 6
2. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan Data Primer yang dilakukan dengan wawancara
dan quitioner dengan mengunjungi pihak – pihak yang terkait
dikelompokan sebagai berikut :
a. Dispenda Provinsi
b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
c. Dinas Perhubungan Provinsi
d. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
e. Organda / Perusahaan Angkutan Provinsi
f. Masyarakat di wilayah studi Medan, Bandung, Surabaya,
Kutai dan Badung.
Pada masyarakat, penelitian ini menggunakan sampel 50
responden, sesuai pendapat Frankel dan Wallen (L. R. Aritonang
R, 2005:132) yang mengatakan bahwa untuk penelitian deskriptif,
sampel sebanyak 50 responden tergolong essensial (dengan tingkat
keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%). Teknik Puposive
Sampling dipakai dengan 50 responden pada setiap lokasi survey.
Menurut Sugiyono (2010: 218) : Teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu, yakni sumber data
dianggap paling tau tentang apa yang diharapkan sehingga
mempermudah penelitian menjejah obyek atau situasi sosial yang
sedang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan
sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan
informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada
banyaknya sampel sumber data.
3. Focus Group Discussion (FGD)
Konsultan akan melakukan Focus Group Discussion (FGD)
pada provinsi yang dihadiri oleh pihak terkait saat melakukan
pengumpulan data. Diskusi dalam FGD dimaksudkan untuk
menggali permasalahan-permasalahan dan tantangan yang
terkait dengan Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB III - 7
Bermotor Untuk Pengembangan Sistem Transportasi Darat
Yang Berkelanjutan (Sustainable Land Transport System
Development).
4. Studi Literatur
Konsultan akan melakukan desk study terhadap kebijakan,
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta hasil-
hasil studi/ kegiatan yang telah dilaksanakan baik di dalam
negeri maupun di luar negeri, di dalam negeri antara lain di
lingkungan Kementerian Perhubungan maupun di luar
lingkungan Kementerian Perhubungan antara lain Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri yang berkaitan
dengan Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor
Untuk Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang
Berkelanjutan (Sustainable Land Transport System
Development).
5. Validasi Data
Validasi data dilakukan untuk melihat akurasi dan kecukupan
data untuk mendukung analisa dan evaluasi dapat berhasil
dengan baik. Dalam rangka itu ditempuh beberapa cara yang
diantaranya melalui teknik ilmiah Focus Group Discussion,
klarifikasi dengan para pemangku kepentingan dan tim
pendamping studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan Darat Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 1
BAB IV
HASIL PENGUMPULAN DATA
A. Gambaran Wilayah Studi
1. Medan (Sumatera Utara)
Peta Wilayah
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini
merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu
gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang
bagi para wisatawan.
Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera,
Indonesia dan ber ibukota di Medan
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100°
Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km².
Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
Pesisir Timur
Pegunungan Bukit Barisan
Pesisir Barat
Medan&Sumut
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 2
Kepulauan Nias
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat
perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih
lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan
wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah
lainnya. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini termasuk
residentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.
Di wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di
pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong
konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir,
merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya
kepada danau ini.
Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi
penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh.
Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam
budaya dan Bahasa Minangkabau.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 3
2. Provinsi Jawa Barat
Peta Wilayah
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat
sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km
sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia
setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Sedangkan
wilayah Bandung Raya (Wilayah Metropolitan Bandung) merupakan
metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan
Gerbangkertosusila (Gerbangkertosusilo). Di kota yang bersejarah ini,
berdiri sebuah perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische
Hoogeschool te Bandoeng - TH Bandung, sekarang Institut Teknologi
Bandung - ITB), menjadi ajang pertempuran di masa kemerdekaan, serta
pernah menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika1955, suatu
pertemuan yang menyuarakan semangat anti kolonialisme, bahkan Perdana
MenteriIndiaJawaharlal Nehru dalam pidatonya mengatakan bahwa
Bandung adalah ibu kotanya Asia-Afrika.
Pada tahun 1990 kota Bandung menjadi salah satu kota paling aman di
dunia berdasarkan survei majalah Time.
Bandung & Jawa Barat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 4
Kota kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada jaman
dulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon-pohon dan
bunga-bunga yang tumbuh di sana. Selain itu Bandung dahulunya disebut
juga dengan Parijs van Java karena keindahannya. Selain itu kota
Bandung juga dikenal sebagai kota belanja, dengan mall dan factory
outlet yang banyak tersebar di kota ini, dan saat ini berangsur-angsur kota
Bandung juga menjadi kota wisata kuliner. Dan pada tahun 2007, British
Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif se-
Asia Timur. Saat ini kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan
utama pariwisata dan pendidikan
Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di
Kota Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi
Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah
Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa
Barat. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk
terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan
langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara
Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan
berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat. Saat ini terdapat
wacana untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi
Pasundan, dengan memperhatikan aspek historis wilayah ini.[4][5] Namun
hal ini mendapatkan penentangan dari wilayah Jawa Barat lainnya seperti
Cirebon dimana tokoh masyarakat asal Cirebon menyatakan bahwa jika
nama Jawa Barat diganti dengan nama Pasundan seperti yang berusaha
digulirkan oleh Bapak Soeria Kartalegawa tahun 1947 di Bandung maka
Cirebon akan segera memisahkan diri dari Jawa Barat, karena nama
"Pasundan" berarti (Tanah Sunda) dinilai tidak merepresentasikan
keberagaman Jawa Barat yang sejak dahulu telah dihuni juga oleh Suku
Betawi dan Suku Cirebon serta telah dikuatkan dengan keberadaan
Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 yang mengakui
adanya tiga suku asli di Jawa Barat yaitu Suku Betawi yang
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 5
berbahasaMelayu dialek Betawi, Suku Sunda yang berbahasa Sunda dan
Suku Cirebon yang berbahasa Bahasa Cirebon (dengan keberagaman
dialeknya).
3. Provinsi Jawa Timur
Peta Wilayah
Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya
merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, dengan jumlah
penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan
pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia
timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya
yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan
bangsa Indonesia dari penjajah. Kata Surabaya konon berasal dari cerita
mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya
menjadi kota Surabaya.
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa,
Indonesia. Ibukota terletak di Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan
Surabaya&Jatim
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 6
jumlah penduduknya 37.476.757 jiwa (2010). Jawa Timur memiliki
wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah
penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur
berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia
di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga
meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah
pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan
Nusa Barung).
Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki
signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85%
terhadap Produk Domestik Bruto nasional.
4. Provinsi Bali
Peta Wilayah
Kabupaten Badung adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi
Bali, Indonesia. Daerah ini yang juga meliputi Kuta dan Nusa Dua adalah
Badung &Bali
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 7
sebuah obyek wisata yang terkenal. Ibu kotanya berada di Mangupura,
dahulu berada di Denpasar. Pada tahun 1999 terjadi kerusuhan besar di
mana Kantor Bupati Badung di Denpasar dibakar sampai rata dengan
tanah.
Kabupaten Badung saat ini dipimpin oleh seorang Bupati yang saat ini
dijabat oleh Anak Agung Gde Agung yang berasal dari daerah Mengwi,
dan sebagai Wakil Bupati yaitu I Ketut Sudikerta.
Kabupaten Badung berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah
utara, Kabupaten Tabanan di barat dan Kabupaten Bangli, Gianyar serta
kota Denpasar di sebelah timur.
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan
nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain
terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau
yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa
Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota
provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini.
Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali
terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-
budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali
juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 8
5. Provinsi Kalimantan Timur
Peta Wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Tenggarong.
Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km² dan
luas perairan kurang lebih 4.097 km² yang dibagi dalam 18 wilayah
kecamatan dan 225 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk mencapai
626.286 jiwa (hasil sensus penduduk tahun 2010).
Secara geografis Kabupaten Kutai Kartanegara terletak antara 115°26'28"
BT - 117°36'43" BT dan 1°28'21" LU - 1°08'06" LS dengan batas
administratif sebagai berikut:
- Utara : Kabupaten Malinau
- Selatan : Kabupaten Penajam Paser Utara
- Barat :Kabupaten Kutai Barat
- Timur :Kabupaten Kutai Timur, Kota Bontang dan Selat Makassar
Kalimantan Timur atau biasa disingkat Kaltim adalah sebuah provinsi
Indonesia di Pulau Kalimantan bagian ujung timur yang berbatasan dengan
Malaysia, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi. Luas
Kutai Kartanagara &Kaltim
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 9
total Kaltim adalah 245.238 km² dan populasi sebesar 3.6 juta. Kaltim
merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk terendah keempat di
nusantara. Ibukotanya adalah Samarinda.
Sebelum pemekaran Provinsi Kalimantan Utara, Kaltim merupakan
provinsi terluas kedua di Indonesia, dengan luas sekitar satu setengah kali
Pulau Jawa dan Madura atau 11% dari total luas wilayah Indonesia.
6. Provinsi Sulawesi Selatan
Peta Wilayah
Kota Makassar (Makassar: kadang dieja Macassar, Mangkasar; dari
1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau
Ujung Pandang) adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota
provinsi Sulawesi Selatan. Kotamadya ini adalah kota terbesar pada
5°8′LU 119°25′BTKoordinat: 5°8′LU 119°25′BT, di pesisir barat daya
pulau Sulawesi, berhadapan dengan Selat Makassar.
Makasar &Sulsel
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 10
Makassar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten
Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur
dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Kota ini tergolong salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek
pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa
yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota
Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan
Tionghoa. Makanan khas Makassar yang umum dijumpai seperti Coto
Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Kue Tori, Palubutung, Pisang Ijo, Sop
Saudara dan Sop Konro.
Makassar memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan penduduk sebesar
kurang lebih 1,4 juta jiwa.
Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di
bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut
Ujungpandang.
Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan
116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km². Provinsi
ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk
Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut
Flores di selatan.
B. Gambaran Tarif PKB, BBNKB, PBBKB di Wilayah Studi
1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor PKB
Tarif Pajak ini meliputi Pemilik Pribadi Pertama, Pemilik Kendaraan
Umum, KB Alat Berat, PKB untuk kepemilikan kedua, PKB untuk
kepemilikan ketiga, PKB untuk kepemilikan keempat, PKB untuk
kepemilikan kelima dst, Tarif PKB/Perda/TNI/Polri/Pemadam
Kebakaran/Sosial kenyamanan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 11
2. Tarif Pajak BBNKB dan PBBKB
Tarif pajak ini meliputi Penyerahan Pertama KB, Penyerahan Kedua
KB, Penyerahan Pertama KB Alat-alat Berat & Besar, Penyerahan
Kedua KB Alat-alat Berat & Besar.
C. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dalam APBD Tahun 2012
1. Sumatera Utara
a. Pajak Asli Daerah Sumatera Utara, meliputi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) disamping Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah dan
Pendapatan lain, dengan gambaran sebagai berikut :
1) Pajak Kendaraan Bermotor Rp. 1.211,4 milyar
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp. 1.808,9 milyar
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp. 587,6 milyar
4) Retribusi Daerah Rp. 33,5
5) Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah Rp. 263,8 milyar
6) Pendapatan Lain Rp. 118,7 milyar
No Tarif PKB Sumut Jabar Jatim Bali Kaltim Sulsel1 Pemilik Pribadi Pertama (%) 1,75 1,75 1,50 1,50 1,50 1,502 Pemilik Kendaraan Umum (%) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,003 KB Alat Berat (%) 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,204 PKB untuk kepemilikan kedua (%) 2,00 2,25 2,00 2,00 2,00 2,505 PKB untuk kepemilikan ketiga (%) 2,50 2,75 2,50 2,50 2,50 2,506 PKB untuk kepemilikan keempat (%) 3,00 3,25 3,00 3,00 3,00 4,507 PKB untuk kepemilikan kelima dst (%) 3,50 3,75 3,50 3,50 3,50 5,50
8 Tarif PKB / Perda / TNI / Polri / PemadamKebakaran / Sosial Keagamaan (%) 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
Sumut Jabar Jatim Bali Kaltim Sulsel1 Penyerahan Pertama KB (%) 15,0 10,0 15,0 15,0 15,0 12,52 Penyerahan Kedua dst KB (%) 1,00 1,00 1,00 0,50 1,00 1,003 Penyerahan Pertama KB Alat2 Berat&Besar (%) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,754 Penyerahan Kedua KB Alat2 Berat & Besar (%) 0,075 0,075 0,075 0,075 0,075 0,075
10,0 5,0 10,0 10,0 7,5 7,5Tarif PBBKB (%)
Tarif BBNKB
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 12
b. Pada belanja modal dalam hubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan menunjukkan :
1) Urusan LLAJ Rp. 4,8 milyar
2) Urusan Jalan dan Jembatan Rp. 612,5 milyar
Adapun dalam 3 tahun terakhir ini Pendapatan Asli Daerah ini,
dengan perkembangan rata-rata 26% dan belanja modal secara
proporsional dengan peningkatan PAD tersebut. Sementara itu
secara nasional belanja modal seluruh provinsi rata-rata mencapai
20%.
Lebih lanjut gambaran PKB dalam APBD tahun 2012 dapat di lihat
dalam tabel 4.1 sebagaimana berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 13
Tabel 4.1PKB dalam APBD Sumatera Utara tahun 2012
Dalam MilyarRupiah
1 Pendapatan Daerah 7.201,8a. PAD 4.052,1
1). Pajak Daerah 3.636,1a. PKB 1.211,4b. BBNKB 1.808,9c. PBBKB 587,6d. Air dll 28,2
2). Retribusi Daerah 33,53). Hasil BUMD dan
Pengelolaan AsetDaerah
263,8
4). Lain-Lain 118,7
b. Dana Perimbangan 3.124,21). Bagi Hasil Pajak 1.979,12). DAU 1.103,43). DAK 41,6
c. Lain-Lain Pendapatan 25,6
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 7.633,6Khusus belanja modal pada :
a. Perhubungan 71,2b. Transportasi Jalan
(LLAJ)4,8
c. Jalan dan Jembatan 612,5
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 14
2. Jawa Barat
a. Pajak Asli Daerah Jawa Barat, meliputi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) disamping Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah dan
Pendapatan Lain, dengan gambaran sebagai berikut
1) Pajak Kendaraan Bermotor Rp. 3.622,1 milyar
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp. 4.061,1 milyar
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp. 1.423,2 milyar
4) Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah Rp. 237,4 milyar
5) Pendapatan Lain Rp. 95,5 milyar
b. Pada belanja modal dalam hubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan menunjukkan :
1) Urusan LLAJ Rp. 5.8 milyar
2) Urusan Jalan dan Jembatan Rp. 393,4 milyar
Adapun dalam 3 tahun terakhir ini Pendapatan Asli Daerah ini,
perkembangan rata-rata 30% dan belanja modal hanya mencapai
7% dibawah rata-rata belanja modal provinsi seluruh Indonesia.
Lebih lanjut gambaran PKB dalam APBD tahun 2012 dapat di lihat
dalam tabel 4.2 sebagaimana berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 15
Tabel 4.2PKB dalam APBD Jawa Barat tahun 2012
Dalam MilyarRupiah
1 Pendapatan Daerah 16.878,1a. PAD 9.244,9
1). Pajak Daerah 9.149,2a. PKB 3.622,1b. BBNKB 4.061,1c. PBBKB 1.423,2d. Air dll 42,2
2). Retribusi Daerah 5,13). Hasil BUMD dan
Pengelolaan AsetDaerah
237,4
4). Lain-Lain 95,5
b. Dana Perimbangan 2.832,71). Bagi Hasil Pajak 1.514,42). DAU 1.270,03). DAK 48,4
c. Lain-Lain Pendapatan 4.062,5
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 16.922,5Khusus belanja modal pada :
a. Perhubungan 152,2b. Transportasi Jalan
(LLAJ)5,8
c. Jalan dan Jembatan 393,4
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 16
3. Jawa Timur
a. Pajak Asli Daerah Jawa Timur, meliputi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) disamping Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah dan
Pendapatan lain, dengan gambaran sebagai berikut :
1) Pajak Kendaraan Bermotor Rp. 3.287,1 milyar
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp. 3.138,0 milyar
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp. 1.365,5 milyar
4) Retribusi Daerah Rp. 118,8
5) Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah Rp. 328,4 milyar
6) Pendapatan Lain Rp. 1.204,8 milyar
b. Pada belanja modal dalam hubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan menunjukkan :
1) Urusan LLAJ Rp. 12,6 milyar
2) Urusan Jalan dan Jembatan Rp. 247,1 milyar
Adapun dalam 3 tahun terakhir ini Pendapatan Asli Daerah
berkembang rata-rata mencapai 50% dan belanja modal mencapai
20,54% diatas sedikit rata-rata belanja modal provinsi seluruh
Indonesia.
Lebih lanjut gambaran PKB dalam APBD tahun 2012 dapat di lihat
dalam tabel 4.3 sebagaimana berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 17
Tabel 4.3PKB dalam APBD Jawa Timur tahun 2012
Dalam MilyarRupiah
1 Pendapatan Daerah 15.541,6a. PAD 9.724,6
1). Pajak Daerah 7.816,6a. PKB 3.287,1b. BBNKB 3.138,0c. PBBKB 1.365,5d. Air dll 25,9
2). Retribusi Daerah 118,83). Hasil BUMD dan
Pengelolaan AsetDaerah
352,9
4). Lain-Lain 1.435,9
b. Dana Perimbangan 3.069,01). Bagi Hasil Pajak 1.524,02). DAU 1.491,63). DAK 53,5
c. Lain-Lain Pendapatan 2.748,0
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 15.311,5Khusus belanja modal pada :
a. Perhubungan 46,8b. Transportasi Jalan
(LLAJ)12,6
c. Jalan dan Jembatan 247,1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 18
4. Bali
a. Pajak Asli Daerah Bali, meliputi Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) disamping
Retribusi Daerah Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah dan
Pendapatan lain, dengan gambaran sebagai berikut :
1) Pajak Kendaraan Bermotor Rp. 622,8 milyar
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp. 963,2 milyar
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp. 222,7 milyar
4) Retribusi Daerah Rp. 50,5
5) Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah Rp. 76,7 milyar
6) Pendapatan Lain Rp. 101,5 milyar
b. Pada belanja modal dalam hubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan menunjukkan :
1) Urusan LLAJ Rp. 21,0 milyar
2) Urusan Jalan dan Jembatan Rp. 144,6 milyar
Adapun dalam 3 tahun terakhir ini Pendapatan Asli Daerah
berkembang rata-rata mencapai 39% dan belanja modal mencapai
62%. Sementara itu belanja modal rata-rata provinsi seluruh
Indonesia.
Lebih lanjut gambaran PKB dalam APBD tahun 2012 dapat di lihat
dalam tabel 4.4 sebagaimana berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 19
Tabel 4.4PKB dalam APBD Bali tahun 2012
Dalam MilyarRupiah
1 Pendapatan Daerah 3.633,1a. PAD 2.042,1
1). Pajak Daerah 1.813,3a. PKB 622,8b. BBNKB 963,2c. PBBKB 222,7d. Air dll 1,8
2). Retribusi Daerah 50,53). Hasil BUMD dan
Pengelolaan AsetDaerah
76,7
4). Lain-Lain 101,5
b. Dana Perimbangan 1.468,01). Bagi Hasil Pajak 739,92). DAU 694,13). DAK 34,0
c. Lain-Lain Pendapatan 123,0
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 3.562,7Khusus belanja modal pada :
a. Perhubungan 36,8b. Transportasi Jalan
(LLAJ)21,0
c. Jalan dan Jembatan 144,6
c. Kemudahan yang ditemui dilapangan, Tarif Pajak KendaraanBermotor Umum Orang sebesar 60 % dari tarif Pajak KendaraanBermotor yang berlaku.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 20
5. Kalimantan Timur
a. Pajak Asli Daerah Kalimantan Timur, meliputi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) disamping Retribusi Daerah, Hasil
BUMD/Pengelolaan Aset Daerah dan Pendapatan lain, dengan
gambaran sebagai berikut :
1) Pajak Kendaraan Bermotor Rp. 628,5 milyar
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp. 1.093,4 milyar
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp. 2.758,7 milyar
4) Retribusi Daerah Rp. 22,5 milyar
5) Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah Rp. 207,8 milyar
6) Pendapatan Lain Rp. 692,8 milyar
b. Pada belanja modal dalam hubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan menunjukkan :
1) Urusan LLAJ Rp. 9,4 milyar
2) Urusan Jalan dan Jembatan Rp. 1.741,3 milyar
Adapun dalam 3 tahun terakhir ini Pendapatan Asli Daerah dengan
perkembangan rata-rata 54% dan belanja modal mencapai 40,5%.
di atas perkembangan rata-rata modal provinsi seluruh Indonesia.
Lebih lanjut gambaran PKB dalam APBD tahun 2012 dapat di lihat
dalam tabel 4.5 sebagaimana berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 21
Tabel 4.5PKB dalam APBD Kalimantan Timur tahun 2012
Dalam MilyarRupiah
1 Pendapatan Daerah 11.904,2a. PAD 5.409,4
1). Pajak Daerah 4.486,4a. PKB 628,5b. BBNKB 1.093,4c. PBBKB 2.758,7d. Air dll 5,8
2). Retribusi Daerah 22,53). Hasil BUMD dan
Pengelolaan AsetDaerah
207,8
4). Lain-Lain 692,8
b. Dana Perimbangan 6.071,61). Bagi Hasil Pajak 5.984,32). DAU 52,63). DAK 34,6
c. Lain-Lain Pendapatan 404,9
3. Belanja Daerah Keseluruhan : 11.339,8Khusus belanja modal pada :
a. Perhubungan 442,3b. Transportasi Jalan
(LLAJ)9,4
c. Jalan dan Jembatan 1.741,3
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 22
6. Sulawesi Selatan
a. Pajak Asli Daerah Sulawesi Selatan, meliputi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) disamping Retribusi Daerah, Hasil
BUMD/Pengelolaan Aset Daerah dan Pendapatan lain, dengan
gambaran sebagai berikut :
1) Pajak Kendaraan Bermotor Rp. 609,6 milyar
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp. 1.036,9 milyar
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp. 365,6 milyar
4) Retribusi Daerah Rp. 123,8
5) Hasil BUMD/Pengelolaan Aset Daerah Rp. 64,9 milyar
6) Pendapatan Lain Rp. 57,3 milyar
b. Pada belanja modal dalam hubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan menunjukkan :
1) Urusan LLAJ Rp. 17,7 milyar
2) Urusan Jalan dan Jembatan Rp. 346,3 milyar
Adapun dalam 3 tahun terakhir ini Pendapatan Asli Daerah
berkembang rata-rata mencapai 23% dan belanja modal cenderung
menurun mencapai 4,7%. Sementara itu perkembangan
penerimaan PKB , BBNKB dan PBBKB bertambah mencapai 17-
25%.
Lebih lanjut gambaran PKB dalam APBD tahun 2012 dapat di lihat
dalam tabel 4.5 sebagaimana berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 23
Tabel 4.6PKB dalam APBD Sulawesi Selatan tahun 2012
Dalam MilyarRupiah
1 Pendapatan Daerah 4.601,3a. PAD 2.348,6
1). Pajak Daerah 2.102,4a. PKB 609,6b. BBNKB 1.036,9c. PBBKB 365,6d. Air dll 90,3
2). Retribusi Daerah 123,83). Hasil BUMD dan
Pengelolaan Aset Daerah 64,94). Lain-Lain 57,3
b. Dana Perimbangan 1.323,81). Bagi Hasil Pajak 284,12). DAU 996,93). DAK 42,7
c. Lain-Lain Pendapatan 928,8
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 4.760,9Khusus belanja modal pada :
a. Perhubungan 49,9b. Transportasi Jalan 17,7c. Jalan dan Jembatan 346,3
7. Persandingan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada 6
(enam) propinsi yang distudi
Dalam aspek Pajak Daerah yaitu PKB, BBNKB dan PBBKB serta BelanjaModal pada urusan LLAJ, urusan Jalan dan Jembatan dapat terlihat sbb. :a. Pajak Daerah
1) Provinsi JABAR mencapai Rp. 9.149,2 Milyar2) Provinsi JATIM mencapai Rp. 7.816,6 Milyar3) Provinsi SUMUT mencapai Rp. 3.636,1 Milyar
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 24
4) Provinsi KALTIM mencapai Rp. 4.486,4 Milyar5) Provinsi SULSEL mencapai Rp. 2.102,4 Milyar6) Provinsi BALI mencapai Rp. 1.813,3 Milyar
1) PKBa) Provinsi JABAR mencapai Rp. 3.622,1 Milyarb) Provinsi JATIM mencapai Rp. 3.287,1 Milyarc) Provinsi SUMUT mencapai Rp. 1.211,4 Milyard) Provinsi BALI mencapai Rp. 622,8 Milyare) Provinsi KALTIM mencapai Rp. 628,5 Milyarf) Provinsi SULSEL mencapai Rp. 609,6 Milyar
2) BBNKBa) Provinsi JABAR mencapai Rp. 4.061,1 Milyarb) Provinsi JATIM mencapai Rp. 3.138,0 Milyarc) Provinsi SUMUT mencapai Rp. 1.808,9 Milyard) Provinsi KALTIM mencapai Rp. 1.093,4 Milyare) Provinsi SULSEL mencapai Rp. 1.036,9 Milyarf) Provinsi BALI mencapai Rp. 963,2 Milyar
3) PBBKBa) Provinsi KALTIM mencapai Rp. 2.758,7 Milyarb) Provinsi JABAR mencapai Rp. 1.432,2 Milyarc) Provinsi JATIM mencapai Rp. 1.365,5 Milyard) Provinsi SUMUT mencapai Rp. 587,6 Milyare) Provinsi SULSEL mencapai Rp. 365,6 Milyarf) Provinsi BALI mencapai Rp. 222,7 Milyar
b. Belanja Modal1) Urusan LLAJ
a) Provinsi BALI mencapai Rp. 21,0 Milyarb) Provinsi SULSEL mencapai Rp. 17,7 Milyarc) Provinsi JATIM mencapai Rp. 12,6 Milyard) Provinsi KALTIM mencapai Rp. 9,4 Milyare) Provinsi JABAR mencapai Rp. 5,1 Milyarf) Provinsi SUMUT mencapai RP. 4,8 Milyar
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 25
2) Urusan Jalan dan Jembatana) Provinsi KALTIM mencapai Rp. 1.741,3 Milyarb) Provinsi JABAR mencapai Rp. 660,5 Milyarc) Provinsi SUMUT mencapai Rp. 612,5 Milyard) Provinsi SULSEL mencapai Rp. 346,3 Milyare) Provinsi JATIM mencapai Rp. 247,1 Milyarf) Provinsi BALI mencapai Rp. 144,6 Milyar
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 26
PERSANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) 6 LOKASI PROVINSI SURVEY TAHUN 2012
No. Item Sumut Jabar Jatim Bali Kaltim Sulsel1 Pendapatan 7,201.8 16,878.1 15,541.6 3,633.1 11,904.2 4,601.4
A PAD 4,052.1 9,244.9 9,724.2 2,042.1 5,409.4 2,348.71 Pajak Daerah 3,636.1 9,149.2 7,816.6 1,813.3 4,486.4 2,102.4
a PKB 1,211.4 3,622.1 3,287.1 622.8 628.5 609.6b BBNKB 1,808.9 4,061.1 3,138.0 963.2 1,093.4 1,036.9c PBBKB 587.6 1,423.2 1,365.5 222.7 2,758.7 365.6d Air, dll 28.2 42.2 25.9 1.8 5.8 90.3
2 Restribusi Daerah 33.5 5.1 118.8 50.5 22.5 123.93 Hasil BUMD & Pengelolaan Aset
Daerah263.8 0.0 352.9 76.7 207.8 65.0
4 Lain – Lain 118.7 95.5 1,435.9 101.5 692.8 57.4B Dana Perimbangan & Transfer 3,124.5 2,832.7 3,069.0 1,468.0 6,071.6 1,323.9
1 Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak 1,979.1 1,514.4 1,524.0 739.9 5,984.3 284.22 DAU 1,103.4 1,270.0 1,491.6 694.1 52.6 996.93 DAK 41.6 48.4 53.5 34.0 34.6 42.8
C Lain – Lain Pendapatan 25.6 4,062.5 2,748.4 123.0 404.9 928.82 Belanja Daerah 7,633.6 16,922.5 15,311.5 3,562.7 11,339.8 4,760.9
A Belanja Modal1 Perhubungan 71.2 152.2 46.8 36.8 442.3 49.92 LLAJ 4.8 5.1 12.6 21.0 9.4 17.73 PU Bina Marga (Jalan dan
Jembatan)612.5 660.5 247.1 144.6 1,741.3 346.3
B Lain – Lain (Belanja Langsung danTidak Langsung)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 27
1 Belanja Tidak Langsung 5,319.1 13,648.4 9,633.6 2,377.5 6,699.2 3,376.32 Belanja Langsung 2,314.5 3,274.1 5,678.0 1,185.3 4,640.5 1,384.6
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 28
D. Pandangan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kondisi dan Kinerja
Transportasi Darat
Pandangan dan penilaian masyarakat terhadap kondisi dan kinerja transportasi darat
ini dikumpulkan dari survey yang dilakukan di kota kota 6 (enam) provinsi lokasi
sample, yaitu di a. Kota Makasar, Provinsi Sulawesi Selatan;
b. Kota Samarinda/Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur;
c. Kota Denpasar/Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
d. Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur;
e. Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat;
f. Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara
Pada garis besarnya ada 3 (tiga) hal pokok yang ditanyakan kepada responden di
masing-masing lokasi sample tersebut, yaitu (i) Penilaian masyarakat tentang sistem
jaringan lalulintas dan angkutan jalan (LLAJ), (ii) Kondisi lalulintas angkutan jalan
((LLAJ) dan (iii) Tata ruang wilayah/kota, dampak lalu lintas dan pelayanan
masyarakat. Hasil tabulasi data dari ketiga hal tersebut akan diuraikan secara rinci
dalam 5 (lima) bagian pula.
1. Sistem Jaringan Lalulintas dan Angkutan Jalan.
1.a. Sistem Jaringan Lalin Terhubung dengan Stasiun KA, Pelabuhan dan Bandara
Tabel 1.a Sistem Jaringan LLAJ Terhubung dg Terminal, Stasiun KA, Pelabuhan dan Bandara di 6Wilayah Provinsi
No ProvinsiTerhubung Sgt
BaikTerhubung
BaikCukup
TerhubungKurang
TerhubungTidak
TerhubungTotal
R % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 1 2 6 12 16 33 13 25 14 28 50 100,00
2 SulseL 1 2 9 18 19 38 11 22 10 20 50 100,00
3 Bali 2 4 23 46 13 26 5 10 7 14 50 100,00
4 Jatim 22 44 12 24 6 12 5 10 5 10 50 100,00
5 Jabar 2 4 20 40 12 24 13 26 3 6 50 100,00
6 Sumut 15 30 10 20 10 20 8 16 7 14 50 100,00
Total 43 14,3% 80 26,7% 76 25,3% 55 18,3% 46 15,3% 300 100,00
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 29
Table 1.a di atas menunjukan bahwa sistem jaringan di Provinsi Bali, Jatim dan
Sumut kondisinya terhubung dengan baik dan sangat baik angkanya relative tinggi,
yaitu di atas 50 %; sedangkan provinsi lain, seperti Kaltim, Sulsel dan Jabar, angka
persentase terhubung baik dan sangat baik relative rendah, yaitu di bawah 50 %.
Bahkan pada provinsi Kaltim dan Sulsel, angka terhubung dengan baik dan sangat
baik rendah sekali, yaitu di bawah 20 %. Provinsi Kaltim kondisi kurang terhubung
dan tidak terhubung angkanya sangat besar, yaitu 53 %.
1.b. Pengaturan Sistem LLAJ di masing masing privinsi sample.
Dalam hal Pengaturan sistem LLAJ, secara total persentase sangat baik dan baik
angkanya relative lebih rendah dibanding dengan kurang baik dan tidak baik. Artinya
rata rata di 6 provinsi sample pengaturan sistem LLAJnya kurang baik dan tidak
baik. Khusus untuk Provinsi Bali temuan menunjukan kebalikannya, yaitu persentase
baik dan sangat baik angkanya relative baik, 50 %, Dan penilaian masyarakat tentang
pengaturan sistem LLAJ dengan kondisi terburuk terdapat pada Provinsi Jatim
dengan angka 78 % dan Provinsi Kaltim72 %. Untuk jelasnya lihat Table 1.b
Pengaturan Sistem LLAJ di provinsi lokasi sample
Table 1.b Pengaturan Sistem LLAJ di Provinsi Lokasi Sample
No ProvinsiSangat
Baik BaikCukupBaik
KurangBaik Tidak Baik Total
R % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 1 2 4 8 9 18 30 60 6 12 50 100,00
2 SulseL 0 0 7 14 15 30 25 50 3 6 50 100,00
3 Bali 2 4 24 48 17 34 5 10 2 4 50 100,00
4 Jatim 1 2 4 8 6 13 16 33 23 45 50 100,00
5 Jabar 0 0 20 40 21 42 8 16 1 2 50 100,00
6 Sumut 5 10 9 18 15 30 15 30 6 12 50 100,00
Total 9 3,0% 68 22,7% 83 27,7% 99 33,0% 41 13,7% 300 100,00
1.c Kondisi Jaringan Prasarana Jalan di 6 Provinsi Lokasi Sample
Kondisi jaringan prasarana jalan di 6 provinsi lokasi sample, juga beragam seperti
yang ditunjukan pada table sebelumnya. Secara total persentase sangat baik dan baik
angkanya relative lebih rendah dibanding dengan kurang baik dan tidak baik. Artinya
rata rata di 6 provinsi sample pengaturan sistem LLAJnya kurang baik dan tidak
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 30
baik. Bila ditinjau perprovinsi, kondisi Provinsi Jabar dan Bali kondisi jaringan
prasarana jalan menurut penilaian masyarakat angkanya lebih tinggi di banding
provinsi lain.
Kondisi prasaana jalan yang dipandang oleh masyarakat kurang baik dan tidak baik,
terdapat di Provinsi Kaltim yang angkanya mencapai 74 %, menyusul di bawahnya
Provinsi Jatim 66 %. Suatu hal yang menarik dari data ini adalah, Provinsi Kaltim,
khusus Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang mempunyai dana
PAD dan dana Perimbangan Daerah yang relative tinggi tapi kondisi jaringan
prasarana jalannya dinilai masyarakatnya lebih banyak yang kurang baik dan tidak
baik. Untuk jelasnya lihat Tabel 1.c berikut ini
Table 1.c Kondisi Jaringan Prasarana jalan di 6 Provinsi Sample
No Provinsi Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Total
R % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 1 2 4 8 8 16 26 52 11 22 50 100,00
2 SulseL 1 2 9 18 14 28 20 40 6 12 50 100,00
3 Bali 5 10 17 34 20 40 6 12 2 4 50 100,00
4 Jatim 0 0 2 4 15 30 14 28 19 38 50 100,00
5 Jabar 0 0 13 26 22 44 13 26 2 4 50 100,00
6 Sumut 18 36 17 34 9 18 4 8 2 4 50 100,00
Total 25 8,3% 62 20,7% 88 29,3% 83 27,7% 42 14,0% 300 100,00
1.d. Kondisi Rambu Lalu Lintas di 6 Provinsi Lokasi Sample
Kondisi rambu lalu lintas (lalin) di 6 provinsi lokasi sample, juga berbeda beda
seperti yang ditunjukan pada table sebelumnya. Secara total persentase sangat baik
dan baik angkanya juga relative lebih rendah dibanding dengan kurang baik dan
tidak baik. Artinya rata rata di 6 provinsi sample kondisi rambu rambu lalinnya lebih
banyak dalam kondisi kurang baik dan tidak baik. Secara spesifik, kondisi rambu
rambu lalin di Provinsi Bali jauh lebih baik di banding 5 provinsi lainnya. Di
Provinsi Bali, menurut penilaian masyarakat, angka sangat baik dan baik mencapai
54 %, sedangkan provinsi lain, angkanya di bawah 40 %. Bahkan pada Provinsi
Sulsel dan Kaltim angkanya hanya 10 % dan 10 % saja.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 31
Kondisi rambu rambu lalin yang angka persentase kurang baik dan tidak baik lebih
tinggi terdapat pada Provinsi Kaltim 54 %, Provinsi Sulsel 52 % dan Provinsi Jatim
46 %. Sedangkan provinsi Jabar persentase angkanya relative sama. Untuk jelasnya
lihat Tabel 1.d berikut ini
Tabel 1.d Kondisi Rambu Rambu Lalin dan Marka Jalan di 6 Provinsi
Lokasi Sample
No Provinsi Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 0 0 6 12 17 34 19 38 8 16 50 100,00
2 SulseL 0 0 5 10 19 38 22 44 4 8 50 100,00
3 Bali 5 10 22 44 15 30 8 16 0 0 50 100,00
4 Jatim 3 6 5 10 19 38 5 10 18 36 50 100,00
5 Jabar 0 0 16 32 17 34 15 30 2 4 50 100,00
6 Sumut 6 12 14 28 15 30 9 18 6 12 50 100,00
Total 14 4,7% 68 22,7% 102 34,0% 78 26,0% 38 12,7% 300 100,00
1.e. Kondisi Sistem Kendaraan Angkutan Umum di 6 Provinsi Lokasi Sample
Kondisi sistem kendaraan angkutan umum rambu lalu lintas (lalin) di 6 provinsi
lokasi sample, sama dengan table sebelumnya, yaitu secara total 6 (enam) provinsi
lokasi sample persentase sangat baik dan baik angkanya jauh lebih rendah dibanding
dengan kurang baik dan tidak baik. Artinya rata rata di 6 provinsi sample kondisi
sistem kendaraan angkutan umum lebih banyak dalam kondisi kurang baik dan tidak
baik dibandingkan kondisi baik dan sangat baik. Secara khusus, kondisi sistem
kendaraan angkutan umum Provinsi Bali dan Jabar lebih baik di banding 4 provinsi
lainnya. Di Provinsi Bali, menurut penilaian masyarakat, angka sangat baik mencapai
16 %, jauh di atas provinsi lainnya.
Kondisi sistem angkutan umum yang angka persentase kurang baik dan tidak baik
lebih jauh tinggi di banding sangat baik dan baik terdapat di Provinsi Sulsel 74 %,
Provinsi Jatim 66 %, Provinsi Sumut 62 % dan Provinsi Kaltim 56 %. Untuk
jelasnya lihat Tabel 1.e berikut ini
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 32
Table 1.e Kondisi Sistem Kendaraan Angkutan Umum di 6 Provinsi Sample
No Provinsi Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 2 4 6 12 14 28 23 46 5 10 50 100,00
2 SulseL 0 0 5 10 8 16 26 52 11 22 50 100,00
3 Bali 8 16 10 20 13 26 15 30 4 8 50 100,00
4 Jatim 2 4 7 14 8 16 21 42 12 24 50 100,00
5 Jabar 0 0 19 38 19 38 10 20 2 4 50 100,00
6 Sumut 4 8 7 14 8 16 16 32 15 30 50 100,00
Total 16 5,3% 54 18,0% 70 23,3% 111 37,0% 49 16,3% 300 100
2. Kondisi Lalu lintas Angkutan Jalan
2.a. Kondisi LLAJ di 6 Provinsi Lokasi Sample
Kondisi LLAJ di 6 provinsi lokasi sample relative sama dengan tabel
sebelumnya, yaitu rata rata di 6 provinsi lokasi sample sama, kondisi negative
relative tinggi persentasenya dibanding kondisi positivenya. Seperti tampak
dalam Tabel berikut, Kondisi lalulintas padat dan macet angkanya mencapai 80
%. Bahkan persentase kondisi llaj yang tidak baik dan macet mencapai 24,3 %.
Dan kondisi llaj dalam kategori sangat baik dan lancer angkanya sangat kecil,
yaitu hanya 3,3 % saja.
Bila dibandingkan antar provinsi lokasi, kondisi LLAJ di Provinsi Bali adalah
yang terbaik, karena persentase jawaban responden dengan jawaban sangat baik,
lancer; baik cukup lancer angkanya mencapai 44 %.. Untuk jelasnya lihat Tabel
2.a berikut ini
Tabel 2.a Kondisi LLAJ di 6 Provinsi Lokasi Sample
No ProvinsiSangat Baik,
LancarBaik, Cukup
LancarCukup Baik,
PadatKurang Baik,Sangat Padat
Tidak Baik,Macet Total
R % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 0 0 2 4 17 34 15 30 16 32 50 100,00
2 SulseL 0 0 1 2 15 30 24 48 10 20 50 100,00
3 Bali 2 4 20 40 25 50 3 6 0 0 50 100,00
4 Jatim 4 8 6 12 7 14 10 20 23 46 50 100,00
5 Jabar 1 2 14 28 16 32 10 20 9 18 50 100,00
6 Sumut 3 6 6 12 9 18 17 34 15 30 50 100,00
Total 10 3,3% 49 16,3% 89 29,7% 79 26,3% 73 24,3% 300 100,00
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 33
2.b. Perkembangan LLAJ Dalam 5 Tahun Terakhir di 6 Provinsi Lokasi Sample
Perkembangan LLAJ di 6 provinsi lokasi sample dalam 5 tahun terakhir
cenderung meningkat, tambah padat. Secara keseluruhan, perkembangan llaj
bertambah padat dan berdampak pada kurang lancernya lalulintas
persentasenya cukup tinggi, yaitu 38,7 %; dan sangat padat dan tidak lancer
persentasenya 26,7 %. Sedangkan perkembangan llaj sangat baik, semakin
lancer dan tetap lancer persentasenya kecil saja, yaitu 7,3 % dan 11,7 %.
Bila dibandingkan antar provinsi lokasi, perkembangan LLAJ di Provinsi Bali
adalah yang terbaik, karena persentase jawaban responden dengan jawaban
macet dan tidak lancer persentasenya sangat kecil, yaitu hanya 6 % dan 6 %
saja. Sedangkan pada provinsi Kaltim, Sulsel, Jatim, dan Sumut persentasenya
di atas 50 %.. Untuk jelasnya lihat Tabel berikut ini
Tabel 2.b. Perkembangan LLAJ Dalam 5 Tahun Terakhir di 6 Provinsi
No ProvinsiSangat Baik,
semakinSama Tetap
LancarTambah padatKurang Lancar
Sangat PadatTidak lancar Macet
TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 1 2 1 2 22 44 14 28 12 24 50 100,00
2 SulseL 0 0 3 6 21 42 16 32 10 20 50 100,00
3 Bali 3 6 10 20 31 62 3 6 3 6 50 100,00
4 Jatim 6 12 9 18 9 18 21 42 5 10 50 100,00
5 Jabar 1 2 8 16 23 46 11 22 7 14 50 100,00
6 Sumut 11 22 4 8 10 20 15 30 10 20 50 100,00
Total 22 7,3% 35 11,7% 116 38,7% 80 26,7% 47 15,7% 300 100,00
2.c. Kondisi Manajemen Pengaturan LLAJ di 6 Provinsi Lokasi Sample
Kondisi manajemen pengaturan LLAJ di 6 provinsi lokasi sample secara
keseluruhan, relative kurang bagus. Jawaban responden dalam kayegori jawaban
kurang baik dan tidak baik mencapai 48,6 %. Sedangkan jawaban sangat baik
dan baik persentasenya 27 %. Dan jawaban cukup baik 27,7 %
Bila dibandingkan antar provinsi lokasi, manajemen pengaturan LLAJ dengan
jawaban sangat baik persentasenya tingginya di provinsi Sumut, yaitu 30 %. Bila
digabung jawaban sangat baik dan baik, provinsi Sulsel dan kaltim
persentasenya sangat kecil, yaitu 10 % dan 8 %. Itu artinya kondisi manajemen
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 34
pengaturan LLAJ di Provinsi Sulsel dan Kaltim kinerjanya cenderung tidak
bagus. Untuk jelasnya lihat Tabel 2.c berikut ini
2.c Kondisi Manajemen Pengaturan LLAJ di Masing-Masing Wilayah Provinsi
No Provinsi Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 1 2 3 6 13 26 39 58 4 8 50 100,00
2 SulseL 2 4 3 6 12 24 31 62 2 4 50 100,00
3 Bali 3 6 20 40 20 40 6 12 1 2 50 100,00
4 Jatim 4 8 10 20 10 20 21 42 5 10 50 100,00
5 Jabar 0 0 15 30 20 40 13 26 2 4 50 100,00
6 Sumut 15 30 5 10 8 16 17 34 5 10 50 100,00
Total 25 8,3% 56 18,7% 83 27,7% 127 42,3% 19 6,3% 300 100,00
2.d. Pertambahan Jumlah Kendaraan Bermotor dalam 5 Tahun Terakhir di 6 Provinsi
Lokasi Sample
Pertambahan jumlah kendaraan bermotor dalam 5 tahun terakhir di 6 provinsi
lokasi sample mempunyai kecenderungan yang relative sama, yaitu mengalami
pertambahan banyak dan sangat banyak. Secara total pertumbuhan jumlah
kendaran dalam kategori sangat banyak dan banyak di 6 (enam) provinsi
mencapai 70,6 %. Kalau ditambah dengan jawaban bertambah cukup banyak
dan bertambah tidak banyak, persentasenya mencapai 100 %. Untuk jelasnya,
lihat Tabel 2.d berikut ini
Table 2.d Kondisi Pertambahan Jumlah Kendaraan Bermotor dalam 5Tahun Terakhir di 6 Provinsi Sample
No ProvinsiBertambah
sangat BanyakBertambah
BanyakBertambah
Cukup BanyakBertambah
Tidak BanyakTetap, TidakBertambah
TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 22 44 16 32 10 20 2 4 0 0 50 100,00
2 SulseL 14 28 20 40 12 24 4 8 0 0 50 100,00
3 Bali 13 26 16 32 18 36 3 6 0 0 50 100,00
4 Jatim 20 40 18 36 9 18 3 6 0 0 50 100,00
5 Jabar 19 38 22 44 8 16 1 2 0 0 50 100,00
6 Sumut 18 36 14 28 13 26 5 10 0 0 50 100,00
Total 106 35,3% 106 35,3% 70 23,3% 18 6,0% 0 0,0% 300 100,00
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 35
2.e. Kondisi Ketertiban dan Keselamatan LLAJ dalam 5 Tahun Terakhir di 6
Provinsi Sample
Kondisi ketertiban dan keselamatan LLAJ dalam 5 tahun terakhir di provinsi
lokasi sample secara total dengan jawaban tidak tertib sangat banyak kecelakaan
dan kurang tertib banyak kecelakaan persentasenya relative tinggi, yaitu 53,7 %
Sedangkan jawaban cukup tertib namun sedikit kecelakaan, jumlah responden
dalam menjawab pertanyaan ini 25,3 %.
Bila dibandingkan antar provinsi lokasi, kondisi ketertiban dan keselamatan
LLAJ di Provinsi Sumut agak aneh, karena di Provinsi ini jumlah responden
yang menjawab sangat tertib dan tidak ada kecelakaan persentasenya mencapai
30 %, sedangkan di 5 provinsi lain persentasenya sangat kecil dan bahkan
angkanya nol. Untuk jelasnya lihat Tabel 2.e berikut ini
Tabel 2.e Kondisi Ketertiban dan Keselamatan LLAJ dalam 5 Tahun Terakhir di Provinsi
Lokasi Sample
No Provinsi
Sangat TertibTidak Ada
Kecelakaan
Tertib Jarangkecelakaan
Cukup tertibSedikit
Kecelakaan
Kurang TertibBanyak
Kecelakaan
Tidak TertibSangat Banyak
KecelakaanTotal
R % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 0 0 3 6 16 32 28 56 3 6 50 100,00
2 SulseL 0 0 2 4 9 18 34 68 5 10 50 100,00
3 Bali 0 0 14 28 22 44 12 24 2 4 50 100,00
4 Jatim 2 4 4 8 3 6 13 26 28 56 50 100,00
5 Jabar 1 2 6 12 19 38 22 44 2 4 50 100,00
6 Sumut 15 30 16 32 7 14 8 16 4 8 50 100,00
Total 18 6,0% 45 15,0% 76 25,3% 117 39,0% 44 14,7% 300 100
3. Tata Ruang Wilayah/Kota Dampak Lalu Lintas dan Pelayanan Masyarakat
3.a. Perkembangan Tata Ruang dan LLAJ dalam 5 Tahun Terakhir di 6 Provinsi
Sample
Tata ruang dan LLAJ di 6 provinsi lokasi sample relative berkembang. Tingkat
perkembangannya secara umum dan keseluruhan berbeda-beda. Menurut
responden di 6 provinsi lokasi sample, memandang berkembang dengan tingkat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 36
lambat 27 % responden; berkembang dengan tingkat cukup pesat 28,3 %
responden; berkembang dengan tingkat pesat 22,7 % responden dan yang
mengatakan berkembang dengan tingkat sangat pesat 13,7 % responden. Adapun
yang menilai tidak berkembang dan cenderung statis presentasinya cuma 8,3 %
responden saja.
Bila dibandingkan antar provinsi lokasi, responden yang mengatakan di
kota/kabupaten lokasi sample tingkat perkembangan tata ruang dan LLAJnya
adalah sangat pesat perkembangannya, terdapat di Provinsi Sumut dengan
persentase 34 % sedangkan di lokasi provinsi sample lainnya persentase
tertinggi dalam menilai tata ruang dan LLAJ berkembang sangat pesat hanya
Provinsi Jatim, dengan jumlah responden 14 %, saja. Untuk jelasnya lihat Tabel
3.a berikut ini
Tabel 3.a Kondisi Perkembangan Tata Ruang dan LLAJ dalam 5 Tahun Terakhir di 6
Provinsi Sample
No ProvinsiBerkembangSangat Pesat
BerkembangPesat
BerkembangCukup Pesat
BerkembangTapi Lambat
Tidakberkembang,
StatisTotal
R % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 6 12 4 8 15 30 18 36 7 14 50 100,00
2 SulseL 6 12 10 20 20 40 13 26 1 2 50 100,00
3 Bali 3 6 16 32 20 40 10 20 1 2 50 100,00
4 Jatim 7 14 7 14 8 16 18 36 10 20 50 100,00
5 Jabar 2 4 14 28 13 26 15 30 6 12 50 100,00
6 Sumut 17 34 17 34 9 18 7 14 0 0 50 100,00
Total 41 13,7% 68 22,7% 85 28,3% 81 27,0% 25 8,3% 300 100,00
3.b. Dampak LLAJ Terhadap Lingkungan dalam 5 Tahun Terakhir di 6 Provinsi
Sample
Dampak LLAJ terhadap lingkungan di 6 provinsi lokasi sample relative
membahayakan atau kurang baik. Karena rsponden memilih opsi jawaban tidak
terkendali-berdampak buruk dan kurang terkendali-berdampak kurang baik
persentasnya 53 %. Dan jawaban terkendali sangat baik dan terkendali baik
persentasenya hanya 21 %. Sedangkan jawaban cukup terkendali dan berdampak
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 37
baik hanya 25,3 %. Dengan demikian rata rata dampak LLAJ terhadp di 6
provinsi lokasi lebih banyak buruknya dibanding baik.
Bila dibandingkan antar provinsi lokasi, responden yang mengatakan tidak
terkendali dan berdampak buruk fan kurang terkendali-berdampak kurang baik
terdapat cukup besar persentasenya pada Provinsi Kaltim, Sulsel dan Jatim
dengan anka 76 %, 66 % dan 66 %. Adapun provinsi yang dampaknya terkendali
dan sangat baik dengan persentase tertinggi di bandingprovinsi lain adalah
Sumut dan Jatim dengan angka 16 % dan 10 %. Untuk jelasnya lihat Tabel 3.b
berikut ini
3.b Dampak LLAJ Terhadap Lingkungan dalam 5 Tahun Terakhir di Provinsi
Sample
No ProvinsiTerkendaliSangat Baik
Terkendali,Baik
CukupTerkendali,
Baik
Kurangterkendali,
Kurang Baik
TidakTerkendali
Buruk
TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 0 0 1 2 11 22 22 44 16 32 50 100,00
2 SulseL 0 0 1 2 16 32 27 54 6 12 50 100,00
3 Bali 2 4 12 24 21 42 12 24 3 6 50 100,00
4 Jatim 5 10 7 14 5 10 15 30 18 36 50 100,00
5 Jabar 1 2 11 22 17 34 19 38 2 4 50 100,00
6 Sumut 8 16 15 30 6 12 11 22 10 20 50 100,00
Total 16 5,3% 47 15,7% 76 25,3% 106 35,3% 55 18,3% 300 100,00
3.c. Perkembangan Media Massa Terkait Tata Ruang dan dampak Lalin di Provinsi
Sample
Perkembangan media massa terkait dengan perubahan tata ruang dan dampak
lalin di 6 provinsi lokasi sample, bila diambil persentase rata rata antara jawaban
(i) sering adanya pemberitaan sangat positif, (ii) cukup sering dimuat di medi
massa dengan pemberitaan positif dan (iii) kadang kadang diberitakan dengan
pemberitaan biasa saja, dengan angka 64,4 % menunjukan bahwa pemberitaan
media massa tentang hal tersebut di atas lebih banyak berisi berita baik dan tidak
negative. Adapun jawaban sering diberitakan dengan nada negative dan sangat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 38
negative, persentase responden yang memilih jawaban ini rata rata di 6 Provinsi
lokasi sample hanya 35,6 % saja.
Gambaran umum di atas, secara khusus berbeda dengan pilihan responden pada
Provinsi Sumut, di mana persentase yang memilih jawaban dengan nada positif
lebih kecil jumlahnya dibanding jawaban dengan nada negative yang
persentasenya lebih besar. Hal menarik lagi dengan data yang terdapat pada
Tabel 3.c di bawah adalah pada provinsi Jatim, meskipun tertinggi jumlah
responden yang mengatakan sering adanya pemberitaan dengan nada sangat
positif, namun pada jawaban pilihan sering adanya pemberitaan dengan nada
sangat negative persentasenya juga lebih tinggi dibanding provinsi lain. Untuk
jelasnya lihat Tabel 3.c berikut ini.
3.c Perkembangan Media Massa Terkiat dengan Perubahan Tata Ruang danDampak
Lalin di Provinsi Lokasi sample
No Provinsi
Sering,pemberitaanSangat Positif
Cukup Sering,pemberitaan
Positif
kadang kadang,Pemberitaan
Biasa Saja
Cukup Sering,Pemberitaan
Negatif
Sering,Pemberitaan
Sangat Negatif
TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 4 8 5 10 25 50 15 30 1 2 50 100,00
2 SulseL 0 0 5 10 22 44 17 34 6 12 50 100,00
3 Bali 2 4 16 32 27 54 4 8 1 2 50 100,00
4 Jatim 8 16 15 30 6 12 11 22 10 20 50 100,00
5 Jabar 2 4 14 28 25 50 8 16 1 2 50 100,00
6 Sumut 5 10 7 14 5 10 15 30 18 36 50 100,00
Total 21 7,0% 62 20,7% 110 36,7% 70 23,3% 37 12,3% 300 100,00
3.d. Pelayanan Publik Terkait Pengurusan STNK, Bea Balik Nama dan PKB
Pada umumnya atau rata-rata di 6 provinsi lokasi, masyarakat menilai bahwa
pelayanan public terkait pengurusan STNK, BBN dan PKB di instansi yang
berwenang relative bagus. dengan persentase 65 %. Hal ini ditunjukan dengan
lebih tingginya pilihan masyarakat (65,33 %) dalam menjawab opsi jawaban
sangat baik, baik dan cukup baik dibanding jawaban kurang baik dan buruk (28 %)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 39
seperti diungkapkan dalam Table 3.d
Gambaran umum di atas bertolak belakang dengan Provinsi Sumut, di mana
persentase masyarakat yang memilih jawaban dengan nada negative (kurang baik
dan buruk) lebih besar dibanding yang memilih jawaban bersifat positif (sangat
baik, baik dan cukup baik). Angka negative 56 % berbanding angka positif44 %..
Untuk jelasnya lihat Tabel 3.d
Table 3.d Pelayanan Publik Terkait Pengurusan STNK, Bea Balik Nama PKB
No ProvinsiSangat Banyak Baik Cukup Baik Kurang Baik Buruk
TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 2 4,00 13 26,00 22 44,00 23 26,00 0 0,00 50 100,00
2 SulseL 4 8,00 16 32,00 12 24,00 9 18,00 9 18,00 50 100,00
3 Bali 3 6,00 26 52,00 16 32,00 5 10,00 0 0,00 50 100,00
4 Jatim 17 34,00 16 32,00 10 20,00 7 14,00 0 0,00 50 100,00
5 Jabar 13 26,00 27 54,00 7 14,00 2 4,00 1 2,00 50 100,00
6 Sumut 7 14,00 7 14,00 8 16,00 18 36,00 10 20,00 50 100,00
Total 4615,33
% 105 35,00% 75 25,00% 64 21,3% 20 6,7% 300 100,00
3.e. Sosialisasi dan Penyuluhan Terkait Penyelenggaraan LLAJ di Provinsi Lokasi
Sample
Pada umumnya atau rata-rata di 6 provinsi lokasi, masyarakat menilai bahwa
sosialisasi dan penyuluhan jarang dan sangat jarang dilakukan oleh instansi yang
bewenang di sector transportasi darat. Hal ini ditunjukan dengan lebih tingginya
pilihan masyarakat (69 %) dalam menjawab opsi jawaban jarang dan sangat
jarang sebagaimana diungkapkan dalam Table 3.e di bawah ini.
Meskipun gambaran umum demikian, kalau diteliti pada masing-masing
provinsi gambaran umum tersebut tidak sama pada provinsi tertentu. Pada
provinsi Sumut misalnya, pilihan masyarakat atas jawaban sangat sering, sering
dan cukup sering instansi yang berwenang melakukan sosialisasi dan
penyuluhan justru tinggi berjumlah 54 %, dan yang memilih jawaban jarang dan
sangat jarang di bawahnya, yaitu 46 %. Untuk jelasnya lihat Tabel 3.e berikut
ini.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 40
Tabel 3.e Sosialisasi dan Penyuluhan Terkait Penyelenggaraan LLAJdi Provinsi Lokasi
Sampel
No ProvinsiSangat Sering Sering Cukup Sering Jarang Sangat Jarang
TotalR % R % R % R % R % R %
1 Kaltim 3 6,00 3 6,00 3 6,00 13 26,00 28 56,00 50 100,00
2 SulseL 1 2,00 3 6,00 6 12,00 18 36,00 22 44,00 50 100,00
3 Bali 0 0,00 4 8,00 8 16,00 21 42,00 17 34,00 50 100,00
4 Jatim 3 6,00 8 16,00 2 4,00 6 12,00 31 62,00 50 100,00
5 Jabar 1 2,00 6 12,00 15 30,00 24 48,00 4 8,00 50 100,00
6 Sumut 7 14,00 15 30,00 5 10,00 4 8,00 19 38,00 50 100,00
Total 15 5,0% 39 13,0% 39 13,0% 86 28,7% 121 40,3% 300 100
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 41
E. Program Pembangunan Jalan Jembatan dan LLAJ di Wilayah Studi
1. Provinsi Jawa Barat
No PROGRAM/KEGIATAN SATUAN JUMLAH TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNGJAWAB
INSTANSITERKAIT
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 20192020
-2025
2026-
20301
Trayek AKDPa Trayek Angkutan Umum
(AKDP) Trayek
1 Kota Bogor - KotaTasikmalaya Trayek 1
2 Kota Depok - Kota CirebonTrayek 1
3 Kota Bekasi - Kota CirebonTrayek 1
4 Kota Sukabumi - Kab.Karawang Trayek 1
5 Kab. Karawang - KotaCirebon Trayek 1
6 Kota Bogor - Kab. CianjurTrayek 1
7 Kota Depok - Kab. CianjurTrayek 1
8 Kota Cirebon - Kab.Sumedang Trayek 1
9 Kota Tasikmalaya - Kab.Tasikmalaya Trayek 1
10 Kota Tasikmalaya - Kab.Ciamis Trayek 1
No PROGRAM/KEGIATAN SATUAN JUMLAHTAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWABINSTANSITERKAIT
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 20192020
-2025
2026-
2030
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 42
11Kab. Bekasi - Kab Cianjur Trayek 1
12 Kab. Bandung - KotaCimahi Trayek 1
13 Kab. Bandung Barat - KotaCimahi Trayek 1
14 Kab. Indramayu - Kab.Majalengka Trayek 1
15 Kab. Indramayu - Kab.Kuningan Trayek 1
16 Kab. Cirebon - Kab.Majalengka Trayek 1
17 Kab. Majalengka - Kab.Kuningan Trayek 1
18 Kab. Sumedang - Kab.Kuningan Trayek 1
19 Kab. Sumedang - Kab.Indramayu Trayek 1
20 Kab. Sumedang - Kab.Cirebon Trayek 1
21 Kab. Tasikmalaya - Kab.Ciamis Trayek 1
22 Kab. Tasikmalaya - KotaBanjar Trayek 1
23 Kab. Ciamis - Kota BanjarTrayek 1
24 Kota Bogor - Kab. CianjurTrayek 1
No PROGRAM/KEGIATAN SATUAN JUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGANPENANGGUNG
JAWABINSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2020-
2025
2026-
203025 Kota Bogor - Kab.
MajalengkaTrayek 1
26Kota Bogor - Kab. Bandung
Trayek 1
27 Kota Bogor - Kab.Sumedang
Trayek 1
28 Kota Bogor - KotaTasikmalaya
Trayek 1
29Kota Bogor - Kota Banjar
Trayek 1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 43
30Kota Bogor - Kab. Cirebon
Trayek 1
31Kab. Bogor - Kab. Subang
Trayek 1
32 Kota Bekasi - Kab.Indramayu
Trayek 1
33 Kab. Karawang - Kab.Kuningan
Trayek 1
34 Kab. Subang - KotaBandung
Trayek 1
35 Kab. Subang - KotaBandung
Trayek 1
36 Kab. Sumedang - Kab.Bandung
Trayek 1
37 Kab. Sumedang - Kab.Garut
Trayek 1
38 Kab. Tasikmalaya - KotaTasikmalaya
Trayek 1
39 Kab. Cianjur - Kab.Bandung
Trayek 1
No PROGRAM/KEGIATAN SATUAN JUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGANPENANGGUNG
JAWABINSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2020-
2025
2026-
2030b Angkutan Taksi1
Wilayah inti Bogor (Depok)wilayah antar jemputTangerang, Bekasi danmengantar penumpang keJakarta
Armada 4457
√ √ √ √ √
DinasPerhubungan
DinasPerhubunganProv, DinasPerhubunganKab/Kota
2
Wilayah inti Cirebon,wilayah antar jemputMajalengka, Kuningan danIndramayu
Armada 60
√ √ √
DinasPerhubungan
DinasPerhubunganProv, DinasPerhubunganKab/Kota
3
Wilayah inti Bekasi wilayahantar jemput Bogor(Depok), Tangerang, danmengantar penumpang keJakarta
Armada 5025
√ √ √ √ √
DinasPerhubungan
DinasPerhubunganProv, DinasPerhubunganKab/Kota
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 44
4 Wilayah inti Bandung Raya Armada 36
√ √ √ √ √
DinasPerhubungan
DinasPerhubunganProv, DinasPerhubunganKab/Kota
No PROGRAM/KEGIATAN SATUAN JUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGANPENANGGUNG
JAWABINSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2020-
2025
2026-
2030b
Optimalisasi danPembangunan Terminal A
1 Kab. Bogor (Citeureup) Unit 1 √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
2 Kab. Bogor (Cibinong) Unit 1 √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
3 Kab. Garut (Guntur Melati) Unit 1 √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
4 Kab. Ciamis (Banjar) Unit 1 √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
5 Kab. Sumedang(Sumedang)
Unit 1 √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
6 Kab. Kuningan (Cirendang) Unit 1 √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 45
No PROGRAM/KEGIATAN SATUAN JUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGANPENANGGUNG
JAWABINSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2020-
2025
2026-
20307
Kab. Subang (Subang)
Unit
1
√ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
8
Kab. Karawang (Cikampek)
Unit
1
√ √ √ √ √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
9
Kabupaten Indramayu
Unit
1
√ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
10
Kota Bandung(Leuwipanjang, Cicaheum)
Unit
2
√ √ √ √ √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
11
Kota Cirebon (Harjamukti)
Unit
1
√ √ √ √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
12
Kota Sukabumi (AhmadYani)
Unit
1
√ √ √ √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 46
13
Kota Bekasi (Bekasi)
Unit
1
√ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
14
Kota Tasikmalaya(Cilembang)
Unit
1
√ √ √ √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
15
Kota Bogor(Baranangsiang)
Unit
1
√ √ √ √ √ KementerianPerhubungan
KementerianPerhubungan,DinasPerhubunganProv
2. Provinsi Jawa Timur
Pengembangan Jaringan Prasarana Transportasi Wilayah di Propinsi Jawa Timur (2014, 2019, 2025, dan 2030)
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
MODA JALAN
a Peningkatan status jalan Provinsimenjadi jalan Nasional
1 Padangan-Cepu
Km 2,1 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 47
2 Kediri - Nganjuk - Bojonegoro
Km 84,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
3 Jombang - Ploso - Babat
Km 46,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
4 Mojokerto - Gedek - Lamongan
Km 44,4 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
5 Pucuk - Sekaran - Laren - Brondong
Km 25,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
6 Tanjung Bumi - Ketapang - Sotabar- Sumenep Km 100,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
7 Pamekasan - Sotabar
Km 40,2 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
8 Sampang - Ketapang
Km 38,1 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
9 Benculuk - Grajagan
Km 19,3 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
10 Purwosari - Kejayan - Pasuruan
Km 20,7 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
11 Malang - Batu - Kandangan - Pare -Jombang Km 85,6 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
12 Jember - Bondowoso - Garduatak
Km 45,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
b Peningkatan Kinerja pelayanan dankapasitas jalan provinsi sebagaijaringan jalan kolektor primer
1 Nganjuk - Bojonegoro - Ponco -Jatirogo - Batas Jawa Tengah Km 95,3 Dinas PU
BinaDinas PUKab/Kota
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 48
MargaJatim
Setempat
2 Ponco - Pakah
Km 35,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
3 Kandangan - Pulorejo - Jombang -Ploso - Babat Km 58,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
4 Mojokerto - Gedek - Lamongan
Km 44,4
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
5 Mojokerto - Mlirip - Legundi -Driyorejo - Wonokromo Km 32,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
6 Gedek - Ploso
Km 20,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
7 Padangan - Cepu
Km 2,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
8 Turen - Malang - Pendem -Kandangan - Pare - Kediri Km 100,3
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
9 Batu - Pacet - Mojosari - Krian -Legundi - Bunder Km 110,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
10 Karanglo - Pendem
Km 10,3
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
11 Pare - Pulorejo
Km 9,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
12 Pandaan - Tretes
Km 9,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
13 Purwodadi - Nongkojajar
Km 21,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATAN SATUAN
JUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 - 2026 -
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 49
2025 2030 JAWAB14 Purwosari - Kejayan - Pasuruan
Km 20,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
15 Kejayan - Tosari
Km 35,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
16 Pilang - Sukapura
Km 19,8
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
17 Lumajang - Kencong - Kasihan -Balung - Ambulu - Mangli Km 75,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
18 Kasihan - Puger
Km 7,0
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
19 Jember - Bondowoso - Situbondo
Km 50,4
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
20 Gentengkulon - Wonorekso -Regojampi Km 19,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
21 Dengok - Trenggalek
Km 43,8
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
22 Blitar - Srengat - Kediri - Nganjuk
Km 54,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
23 Arjosari - Nawangan
Km 30,0
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
24 Pacitan - Arjosari - Dengok -Ponorogo - Madiun Km 93,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
25 Maospati - Magetan - Cemorosewu
Km 28,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
26 Bangkalan - Tanjung Bumi -Ketapang - Sotobar - Sumenep -Lumbang Km 95,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 50
27 Ponorogo - Bitting
Km 15,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
28 Ngantru - Srengat
Km 9,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
29 Gemekan - Gondang - Pacet -Trawas Km 23,5
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
30 Talok - Druju - Sendangbiru
Km 41,8
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
31 Grobogan - Pondok dalom
Km 20,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
32 Balung - Rambipuji
Km 10,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
33 Situbondo - Buduan
Km 55,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
34 Maesan - Kalisat - Sempolan
Km 21,4
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
35 Genteng - Temuguru - Wonorekso
Km 15,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
36 Jajag - Bangorejo - Pasanggaran
Km 21,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
37 Benculuk - Grajagan
Km 9,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
38 Glahagung - Tegal Dlimo
Km 13,0
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 51
39 Sampang - Ketapang
Km 38,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
40 Sampang - Omben - Pamekasan
Km 38,5
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
41 Pamekasan - Sotobar
Km 40,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
c Peningkatan Kinerja Pelayanan danKapasitas Jaringan jalan StrategisProvinsi
1 Lakarsantri - Bringkang
Km 7,3
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
2
Jalan Raya Menganti (KotaSurabaya)
Km 9,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
3 Cemengkalang - Sukodono
Km 5,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
4
Sukodono - Dumus
Km 1,3
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
5 Dumus - Kletek
Km 4,0
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
6
Ploso - Batas Kab. Nganjuk
Km 8,4
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
7 Batas Kab. Jombang - Kertosono
Km 21,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
8
Blitar - Pantai Serang
Km 43,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 52
9 Jalan Bali (Blitar)
Km 0,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
10
Batas Kota Malang - BandaraAbdurrahman Saleh
Km 4,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
11 Jalan Laksda Adi Sutjipto (KotaMalang)
Km 2,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
12
Karang Ploso - Giripurwo (BatasKota Batu)
Km 4,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
13 Batas Kab. Malang - SimpangtigaJalan Brantas Km 4,4
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
14 Sukapura - Ngadisari
Km 3,9
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
15 Tempeh - Kunir
Km 13,2
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
16 Kunir - Karangrejo
Km 6,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
17 Karangrejo - Yosowilangun
Km 4,6
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
18 Asembagus - Jangkar
Km 6,7
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
19 Rogung - Torjun
Km 3,8
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
20 Sampang - RogungKm 8,9
Dinas PUBina
Marga
Dinas PUKab/KotaSetempat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 53
Jatim
21 Kedungpring - Mantup
Km 14,1
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
d Peningkatan Status JalanKabupaten menjadi Jalan Provinsi :
1 Pucuk - Sekaran - Laren - Brondong
Km 25,0
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
2 Pasanggrahan - Sarungan -Sukamade Km 21,4
Dinas PUBina
MargaJatim
Dinas PUKab/KotaSetempat
e Peningkatan Struktur Jalan untukLintasan Truk Peti Kemas
1 Gresi - Sadang - Tuban
Km 86,4 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
2 Babat - Bojonegoro - Padangan -Ngawi Km 106,5 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
3 Ngawi - Maospati - Madiun -Caruban Km 68,9 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
4 Mojokerto - Mojosari - Gempol
Km 34,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
5 Tulungagung - Blitar - Malang
Km 111,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
6 Probolinggo - Lumajang
Km 46,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
7 Jembatan Suramadu - TanjungBulu Pandan Km 26,0 BBPJN V
Dinas PUBina
MargaJatim
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 54
f Peningkatan Kinerja Pelayanan danKapasitas Prasarana TerminalPenumpang Type A
1 Terminal Pacitan di KabupatenPacitan
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
2 Terminal Seloaji di KabupatenPonorogo
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
3 Terminal Tulungagung diKabupaten Tulungagung
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
4 Terminal Tawanglun di KabupatenJember
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
5 Terminal Brawijaya dan TerminalSri Tanjung di KabupatenBanyuwangi
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
6 Terminal Ngawi di KabupatenNgawi
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
7 Terminal Kambang Putih diKabupaten Tuban
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
8 Terminal Tamanan di Kota Kediri UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
9 Terminal Patria di Kota Blitar UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
10 Terminal Arjosari di Kota Malang UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
11 Terminal Bayuangga di KotaProbolinggo
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
12 Terminal Purbaya di Kota Madiun UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
13 Terminal Purabaya dan TerminalTambak Oso Wilangun di KotaSurabaya
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
g Peningkatan Kinerja Pelayanan danKapasitas Prasarana TerminalPenumpang Type B
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 55
1 Terminal Lorok di KabupatenPacitan
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
2 Terminal Trenggalek di KabupatenTrenggalek
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
3 Terminal Pare dan TerminalPurwosari di Kabupaten Kediri
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
4 Terminal Kemanjen dan TerminalDampit di Kabupaten Malang
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
5 Terminal Arjasa dan TerminalAmbulu di Kabupaten Jember
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
6 Terminal Minakjinggo dinKabupaten Banyuwangi
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
7 Terminal Bondowoso di KabupatenBondowoso
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
8 Terminal Besuki dan TerminalPanarukan di Kabupaten Situbondo
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
9 Terminal Larangan di KabupatenSidoarjo
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
10 Terminal Anjuk Ladang danTerminal Kertosono di KabupatenNganjuk
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
11 Terminal Caruban di KabupatenMadiun
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
12 Terminal Magetan dan TerminalMaospati di Kabupaten Magetan
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
h Peningkatan Kelas PrasaranaTerminal Penumpang Type Bmenjadi Type A
1 Terminal Situbondo di KabupatenSitubondo
2 Terminal Larangan di KabupatenSidoarjo
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
3 Terminal Kepuhsari di KabupatenJombang
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 56
4 Terminal Rajegwesi di KabupatenBojonegoro
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
5 Terminal Bangkalan di KabupatenBangkalan
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
6 Terminal Minak Kocar diKabupaten Lumajang
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
7 Terminal Sumenep di KabupatenSumenep
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
8 Terminal Pandaan di KabupatenPasuruan
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
9 Terminal Paciran di KabupatenLamongan
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
10 Terminal Kertajaya di KotaMojokerto
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
11 Terminal Joyoboyo di KotaSurabaya
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
12 Terminal Batu di Kota Batu UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
i Peningkatan kelaa prasaranaterminal penumpang menjadi typeB
UnitTermi
nal2 Dishub &
LLAJ Jatim
1 Terminal Kraksan di KabupatenProbolinggo
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
2 Terminal Wingi di Kabupaten Blitar UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
j Pembangunan prasarana terminalpenumpang type B
UnitTermi
nal2
1 Terminal Sendang Biru diKabupaten Malang
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
2 Terminal Prigi di KabupatenTrenggalek
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
k Relokasi Jembatan Timbang akibatpembangunan jalan baru
UnitTermi 4
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 57
nal
1 Jembatan Timbang Mojoagung diKabupaten Jombang
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
2 Jembatan Timbang Trosobo diKabupaten Sidoarjo
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
3 Jembatan Timbang Watudodol diKabupaten Banyuwangi
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
4 Jembatan Timbang Socah diKabupaten Bangkalan
UnitTermi
nal1 Dishub &
LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
No
PROGRAM/KEGIATANSATU
ANJUMLA
H
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNG
JAWAB
INSTANSITERKAIT2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 -
20252026 -2030
l Pembanguna Jembatan TimbangBaru
UnitJT 1
1 Jembatan Timbang Jenu diKabupaten Tuban Unit
JT 1 Dishub &LLAJ Jatim
DishubKab/KotaSetempat
3. Provinsi Kalimantan Timur
NoPROGRAM/KEGIATAN SATUA
NJUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNGJAWAB
INSTANSITERKAIT2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021-
20252025-2030
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 58
a. Pengembangan Jalan Arteri dilakukanmelalui perencanaan, Studi Kelayakan/DED,dan pembangunan fisik di koridor
1 Sangatta - Sangkulirang - Batu Putih - Taliayan Km 210Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
2 Taliayan - Tj. Rejeb Km 160Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
3 Muara Wahau - Long Pahangai Km 300Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
4 Long Pahangai - Long Pujungan Km 236Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
5 Nunukan - Malinau Km 223Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
6 Tj. Selor - Long Punjungan Km 115Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
7 Malinau - Simanggaris - Long Midang Km 198Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
8Malinau - Paking - Long Semamu - LongBawan Km 75
Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
9 Long Pahangai - Sendawar - Sp. Blusuh Km 257Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
10 Tenggarong - Melak/Sendawar Km 303Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
11Jalan Baru Balikpapan - Tenggarong tidaklewat Loajanan Km 45
Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
12 Tj. Selor - Ancam Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
13 Akses ke Palaran Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
14 Akses ke Bandara Sei Siring Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
15 Akses ke Pelabuhan Mantaritip Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
16 Akses menuju kawasan industry Maloy Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
17 Akses Menuju Lintas Batas Kab. Kutai Barat Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
18 Akses Menuju Lintas Batas Kab. Malinau Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
19 Akses Menuju Lintas Batas Kab. Nunukan Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
NoPROGRAM/KEGIATAN SATUA
NJUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNGJAWAB
INSTANSITERKAIT2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021-
20252026-2030
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 59
b
Pengembangan Jembatan dilakukan melaluiperencanaan, Studi Kelayakan/DED, danpembangunan pada :
1Jembatan Simpang (Tj. Selor - Malinau) -Tarakan Paket 1
Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
2 Jembatan P. Buaya Paket 1Dinas PU.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
NoPROGRAM/KEGIATAN SATUA
NJUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNGJAWAB
INSTANSITERKAIT2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021-
20252026 -2030
c Pengembangan terminal penumpangdilakukan melalui perencanaan/DED danpembangunan fisik di:
1 Bebatu, Tana Tidung (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
2 Sebulu (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
3 Lempake Samarinda (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
4 Tenggarong (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
5 Melak (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
6 Penajam (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
7 Malinau (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
8 Kota Bangun (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
9 Sendawar (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
10 Balikpapan (Tipe B) Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda, PU
NoPROGRAM/KEGIATAN SATUA
NJUMLAH
TAHAPAN PENGEMBANGAN PENANGGUNGJAWAB
INSTANSITERKAIT2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021-
20252026-2030
d Pembangunan Sistem Terminal terpaduantara terminal penumpang denganpelabuhan Sungai
1 Pembangunan Tipe B di Bebatu, Tana Tidung Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
2 Pembangunan Tipe B di Sebulu Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 60
3 Pembangunan Tipe B di Kota Bangun Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
4 Pembangunan Tipe B di Kota Samarinda Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
e Pembangunan sistem Terminal penumpangyang dipadukan dengan park and ride
1 Pengembangan Terminal Tipe A di Samarinda Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
f Pembangunan sistem terminal penumpangyang dipadukan dengan kegiatan bisnis danlingkungan
1 Pembangunan Tipe A di Tanjung Redep Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
2 Pembangunan Tipe A di Tanjung Selor Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
3 Pembangunan Tipe A di Malinau Paket 1Dishub.Prov
Bappeda, DLLAJ,Polda
4. Provinsi Sulawesi Selatan
Transportasi Jalan
No Program / Kegiatan Satuan Jumlah
Rencana Tindak (Action Plan)2013-2014 2015-2019 2020-2025 2026-2030
I II I II III IV V I II III IV V VI I II III IV V
a Studi
1 Penyusunan Master PlanAngkatan Umum AKDP
a. Optimalisasi jaringan trayek AKDP diProvinsi Sulawesi Selatan Paket 1b. Menentukan jenis dan jumlaharmada per trayek Paket 1c. Penyuusunan peraturan gubernur Paket 1d. Implementasi peraturan gubernur Paket 1e. Evaluasi Paket 1
2 Studi PengembanganAngkutan Umum Massal
a. Perencanaan Angkutan umummassal di kawaan aglomerasi sulsel,memminasata Paket 1b. Studi sistem pengelolaan angkutanumum perkotaan/kawasan aglomerasimamminasata Paket 1c. Iplementasi rekomendasi studi Paket 1
3 Pengembangan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 61
Angkutan Barang a. Studi perencanaan jalur lintasanangkutan barang/peti kemas Paket 1
4 Peningkatan pelayanantransportasi darat
a. Penyusunan standar operasionalprosedur (SOP) dan Standar PelayananMinimum (SPM) Paket 1
c. TRANSPORTASI JALAN
No Program / Kegiatan Satuan Jumlah
Rencana Tindak (Action Plan)2013-2014 2015-2019 2020-2025 2026-2030
I II I II III IV V I II III IV V VI I II III IV V
b PengembamganPrasarana Jalan
1 Pelebaran Jalana. Ruas Jalan : Maros - Makassar(4/2UD 12m menjadi 8/2D 28m) Paket 1b. Ruas Jalan : Gowa - Makassar(2/2UD 6m menjadi 8/2D 28m) Paket 1c. Ruas Jalan : Takallar - Gowa (2/2UD6m menjadi 4/2UD 12m) Paket 1d. Ruas Jalan : Takallar - Jeneponto(2/2UD 6m menjadi 2/2UD 8m) Paket 1e. Rias Jalan : Bantaeng - Bulukumba(2/2UD 6m menjadi 2/2UD 7m) Paket 1f. Ruas Jalan : Maros - Bone (2/2UD7m menjadi 4/2UD 8m) Paket 1g. Ruas Jalan : Parepare - Majaka(2/2UD 7m menjadi 4/2UD 12m) Paket 1
2
Pembangunan danPeningkatan Jalan danJembatan
a. Ruas Jalan : Trans Sulawesi PorosMakassar - Pare-Pare Paket 1b. Ruas Jalan : Trans SulawesiParepare - Pinrang (perbatasan Sulbar) Paket 1c. Ruas Jalan : Poros Parepare -Mangkutana, perbatasan Sulteng-Malili, perbatasan Sultra Paket 1d. Ruas Jalan : Poros Maros - Bajoe,Bone Paket 1e. Ruas Jalan : Poros Makassar -Bulukumba, Watampone Paket 1f. Ruas Jalan : Poros Gowa - Malakanji- Jeneponto - Bantaeng Paket 1g. Ruas Jalan : Poros Gowa - Sinjai Paket 1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 62
h. Ruas Jalan : Barru - Soppeng Paket 1i. Ruas Jalan : Soppeng - Sengkang Paket 1j. Ruas Jalan : Makele - PerbatasanMamasa Paket 1k. Ruas Jalan : Masamba - PerbatasanMamuju Paket 1l. Pembangunan Jalan by PassMamminasata (Maros - Takalar) Paket 1
3Peningkatan kapasitasjalan
a. Studi Perencanaan jalan baru Maros- Bone Paket 1b. Studi Pendataan fasilitas prasaranatransportasi Propinsi Sulawesi Selatan Paket 1c. Studi Perencanaan jalur jalan satuarah di kawasan Mamminasata Paket 1
c
Pembangunan danPengembangan TerminalAngkutan Barang a. Kota Makassar Paket 1
b. Kabupaten Maros Paket 1c. Kota Pare-Pare Paket 1d. Kabupaten Gowa Paket 1e. Kabupaten Barru Paket 1f. Kota Palopo Paket 1g. Trans Toraja Paket 1h. Kabupaten Sinjai Paket 1
5. Provinsi Bali
No Program Satuan Jumlah 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 20192020
-2025
2026-
2030
PenanggungJawab Instansi Terkait
a Trayek Antar Moda1 Pengembangan Angkutan
Pemandu Moda Trayek BandaraNgurah Rai – Mengwitani –Ubung/Denpasar Armada −
Pemprov Bali (Cq.DinasPerhubungan)
DinasPerhubungan :Pemkot.DenpasarPemkba.Badung
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 63
2 Pengembangan AngkutanPemandu Moda Trayek BandaraBuleleng – Singaraja – Mengwitani -Ubung Armada −
Pemprov Bali (Cq.DinasPerhubungan)
DinasPerhubungan :Pemkot.DenpasarPemkba.Badung PemkabBuleleng
b1
Pengembangan Trayek AKDP
1 Trayek PelabuhanPenyebrangan Amed – Singaraja -Gilimanuk
− −Pemprov Bali (Cq.
DinasPerhubungan)
DinasPerhubungan :
PemkabKarangasem
PemkabKlungkung
PemkabGianyar
Pemkab BangliPemkot.
DenpasarPemkab Badung
PemkabTabananPemkab
JembranaPemkabSingaraja
2 Trayek PelabuhanPenyebrangan Amed – Amlapura –Semarapura – Gianyar – Denpasar –Tabanan – Negara - Gilimanuk
3 Trayek PelabuhanPenyebrangan Amed – Bangli –Tabanan - Negara - Gilimanuk
− −
4 Trayek PelabuhanPenyebrangan Amed – Padangbai –Denpasar – Badung – Tabanan –Negara - Gilimanuk − −
c Peningkatan Pelayanan AngkutanTrans Sarbagita
Badan PengelolaTrans Sarbagita
DinasPerhubungan :Pemprov. Bali
Pemkot.Denpasar
Pemkab BadungPemkabGianyarPemkabTabanan
1 Pengkajian kembali saranatransportasi pada jaringan angkutanumum Trans Sarbagita yang lebihsesuai dengan karakteristik jaringanjalan di Bali yang pada umumnyamempunyai lebar kecil denganhambatan samping yang cukup tinggi
Badan PengelolaTrans Sarbagita
DinasPerhubungan :Pemprov. Bali
Pemkot.Denpasar
Pemkab BadungPemkabGianyarPemkabTabanan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 64
2 Penataan kembaliketerpaduan antara angkutan TransSarbagita dengan moda angkutanumum di kawasan perkotaanSarbagita terutama peningkatanangkutan kota sebagai feeder transSarbagita
Badan PengelolaTrans Sarbagita
DinasPerhubungan :Pemprov. Bali
Pemkot.Denpasar
Pemkab BadungPemkabGianyarPemkabTabanan
No Program Satuan Jumlah 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 20192020
-2025
2026-
2030
PenanggungJawab Instansi Terkait
d Pengembangan angkutan umumdengan Trayek khusus MelayaniTempat-tempat Pariwisata
Pemprov Bali (Cq.Dinas
Perhubungan danDinas Pariwisata)
DinasPerhubungandan DinasPariwisata:PemkabKarangasemPemkabKlungkungPemkabGianyarPemkab BangliPemkot.DenpasarPemkab BadungPemkabTabananPemkabJembranaPemkabSingaraja
1Studi Kebijakan
Pengembangan Paket 1
2Implementasi Kebijakan
Pengembangan
e Penataan Jaringan LintasAngkutan Barang di Provinsi Bali padatiap Kabupaten/Kota
DinasPerhubungan :
PemkabKarangasem
PemkabKlungkung
Pemkab GianyarPemkab Bangli
Pemprov Bali(Cq. Dinas
Perhubungan)
1Studi Kebijakan Penataan
Jaringan − −
2Koordinasi antar
Kabupaten/Kota di tingkat provinsi − −
3 Sosialisasi − −
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 65
4 Implementasi KebijakanPenataan Jaringan
− Pemkot.Denpasar PemkabBadung PemkabTabanan Pemkab
JembranaPemkab Singaraja
aTransportasi Antarmoda
1 Studi Kelayakan PembangunanTerminal Barang di Pelabuhan
Celukan BawangPaket 1
Pemprov Bali (Cq.Dinas
Perhubungan)
Pemkab.Buleleng (cq.DinasPerhubungan2 Studi Desain Teknik Rinci (DED) Paket 1
3Studi Analisa Dampak Lingkungan
(AMDAL) Paket 1
4
Pembebasan Lahan− −
5
Pelaksanaan Pembangunan− −
f Jaringan Jalan Provinsi
1
Studi Kelayakan Pembangunan JalanTol Kuta – Denpasar – Tohpati (Kab.
Badung – Kota Denpasar)
2 Studi Desain Teknik Rinci PT. Jasa Marga BPJT- Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
- PemkotDenpasar (cq.
Dinas PU)
3Studi Analisa Dampak
Lingkungan (AMDAL)
4 Pembebasan Lahan
5Pelaksanaan
Pembangunan
6
PenyelesaianPembangunan Jalan Tol Serangan –Tanjung Benoa (Kab. Badung – KotaDenpasar) Km 10,00
PT. Jasa Marga BPJT- Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)- PemkotDenpasar (cq.Dinas PU)
7 PenyelesaianPembangunan Jalan Tol Nusa Dua –Ngurah Rai – Benoa (Kab. Badung –Kota Denpasar) Km 12,00
PT. Jasa Marga BPJT- Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)- PemkotDenpasar (cq.Dinas PU)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 66
No Program Satuan Jumlah 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 20192020
-2025
2026-
2030
PenanggungJawab Instansi Terkait
8 Pembangunan Jalan TolBandara Ngurah Rai – Kuta (Kab.Badung – Kota Denpasar) Km −
PT. Jasa Marga BPJT- Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)- PemkotDenpasar (cq.Dinas PU)
9 Pembangunan JalanAlternatif Sekitar Pura Batur (KP 3) diKab. Bangli
Km −Pemprov. Bali(Cq. Dinas PU)
Pemprov.Bangli (cq.Dinas PU)
10 6) Pembangunan JalanAlternatif Sekitar Pura Besakih (KP 3)di Kab. Karangasem
Km −Pemkab.Karangasem
Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
11 Peningkatan Ruas JalanSp. Sidan – 18 Mantra (KP 3) diKabupaten Badung
Pemkab. Badung(Cq. Dinas PU)
Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
12 Peningkatan Jalan Tamblingan –Punjungan (KP 3) di Kab. Tabanan
Pemkab. Tabanan(Cq. Dinas PU)
Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
13 10)Peningkatan/Pembangunan JalanLingkar Nusa Penida (KP 3) diluarPulau Nusa Penida
Pemkab.Klungkung (Cq.Dinas PU)
Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
14 11) Peningkatan/PembangunanJalan Lembongan – Ceningan (KP 3) –antara P. Nusa Lembongan – P. Nusa
Ceningan
Pemkab.Klungkung (Cq.Dinas PU)
Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
15 12) Peningkatan Jalan StrategisProvinsi meliputi ruas jalan menujuPura Sad Khayangan dan Pura Dang
Khayangan
Pemprov. Bali(Cq. Dinas PU)
Pemprov. Bali(cq. Dinas PU)
No.Program Satuan Jumlah 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2020-
2025
2026-
2030
PenanggungJawab Instansi Terkait
o Pembangunan Terminal secarabertahap lokasi-lokasi sebagai simpuljaringan angkutan trayek AKDPmenurut prioritas dan tingkatkepentingannya di Provinsi Bali
DinasPerhubungan
(Pemkab/Pemkot)
DinasPerhubunganPemprov. Bali- DinasPariwisata
1
Kintamani (Kab. Bangli)Unit 1
2 Puputan (Kab. Tabanan) Unit 1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 67
3 Kuta (Kab. Badung) Unit 1
4
Menanga (Kab.Karangasem)
Unit 1
5Tampaksiring (Kab.
Gianyat) Unit 1
6
Ubud (Kab. Gianyar)Unit 1
7 Selat (Kab. Karangasem) Unit 18 Kubu (Kab. Karangasem) Unit 19 Pulaki (Kab. Buleleng) Unit 1
10 Dapoap Putih Unit 1
11Besakih (Kab.
Karangasem) Unit 1
12 Ngis (Kab. Karangasem) Unit 113 Nusa Dua (Kab. Badung) Unit 1
14 Abang (Kab. Karangasem) Unit 1
15Bebandem (Kab.
Karangasem) Unit 1
16 Metro Unit 117 Pesangkan Unit 118 Rendang (Kab. Bangli) Unit 119 Munca Unit 120 Kuda (Kab. Gianyar) Unit 121 Munduk ( Kab. Jembrana) Unit 122 Umejero (Kab. Buleleng) Unit 123 Tanah Lot (Kab. Gianyar) Unit 124 Tegalalang (Kab. Gianyar) Unit 1
25
Sanur (Kab. Gianyar)Unit 1
26 Blantingan Unit 1
No Program Satuan Jumlah 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 20192020
-2025
2026-
2030
PenanggungJawab Instansi Terkait
27 Sangeh (Kab. Badung) Unit 128 Buruan (Kab. Gianyar) Unit 1
29
PecatuUnit 1
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 68
E. Kebijakan Desentralisasi Fisikal, Kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sebagai salah satu unsur dalam
mengimplementasikan kebijakan Taxing Power dalam penyelenggaraan
kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan bagi hasil pajak sebagai transfer
pusat ke daerah yang berkaitan dengan kebutuhan penyelenggaraan
kepemerintahan daerah.
Dalam hal tersebut, uraian berikut ini dikemukakan hal-hal pokok sebagai
berikut :
1. Mengenai Desentralisasi Fisikal
2. Kebijakan Belanja Transfer ke Daerah
3. Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU)
4. Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK)
5. Kebijakan mendasar dalam UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Berkenaan dengan belanja transfer ke daerah dapat terlihat skema dana bagi
hasil pajak yang terdiri dari pajak penghasilan PPh, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan Cukai Hasil Tembakan (CHT).
Dalam kaitannya dengan penguatan local taxing power dipertimbangkan hal-hal
antara lain : memperluas basis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menambah
jenis Pajak dan menaikan Retribusi Daerah.
Lebih lanjut hal-hal dimaksud diatas ini dikemukakan sebagaimana berikut ini
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 69
KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DANKEBIJAKAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Perihal Materi Kebijakan Sumber / Landasan
1. Kebijakan Desentralisasi
Fiskal
Instrumen utama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal
dilakukan melalui pemberian kewenangan kepada Pemda untuk
memungut pajak (Taxing Power) dan transfer ke daerah.
Kebijakan Taxing Power kepada daerah dilaksanakan
berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD).
Selain alokasi transfer ke daerah pemerintah memberikan hibah
kepada daerah yang bersifat bantuan untuk membiayai kegiatan
yang merupakan kewenangan Pemda sebagai dukungan
pendanaan kepada Pemda karena masih terbatasnya sumber
pendanaan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Transfer ke
daerah atau dana perimbangan terutama terdiri dari DAU, DAK
dan Pajak bagi hasil.
Nota keuangan dan
APBN 2012, Bab V
Kebijakan Desentralisasi
Fiskal RI
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 70
Perihal Materi Kebijakan Sumber / Landasan
2. Kebijakan Belanja Transfer
ke daerah
1. Kebijakan Anggaran transfer ke Daerah pada tahun 2012 di
arah untuk antara lain :
a. Meningkatkan Fiskal daerah dan mengurangi
kesenjangan Fiskal antara pusat dan daerah
b. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah
dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar
daerah.
c. Menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah
sejalan pembagian urusan pemerintah pusat dan
daerah.
2. Dana bagi hasil pajak adalah terdiri dari Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Cukai Hasil
Tembakau (CHT) .
Catatan : pada tahun 2014 dipenuhinya PBB akan menjadi
pajak Daerah.
DBH dari WPOPDNyang diserahkan ke daerah di bagi
dengan imbangan 12 % untuk kabupaten / kota dan 8 %
untuk provinsi
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 71
Perihal Materi Kebijakan Sumber / LandasanBagi Kabupaten / kota tersebut dibagi 8,4 % untuk daerah
penghasil dan 3,6%, dibagi merata untuk seluruh kabupaten /
kota dalam provinsi ybs :
Daerah penghasil berdasarkan tempat wajib pajak terdaftar dan
atau tempat kegiatan usaha wajib pajak.
Mengenai DBH PBB ditetapkan bagian daerah 90% dengan
rincian 64,8 % untuk kabupaten / kota, 16,2 % untuk provinsi
dan Biaya Pangkat (BP) 9 %, sedangkan 10 % untuk
pemerintah pusat.
Kemudian DBH CHT / DBH Cukai Hasil Tembakau Dibagi
Kepada Provinsi penghasil tembakau sebesar 2 % dari CHT.
Penerimaan CHT tersebut dibagi kepada di wilayah Provinsi
dengan imbangan 30% untuk provinsi dan 70% untuk
Kabupaten / Kota. Bagi Kabupaten/Kota dengan imbangan
40% untuk Kabupaten / Kota penghasil dan 30% untuk
Kabupaten / Kota lainnya.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 72
Perihal Materi Kebijakan Sumber / LandasanDBH CHT bersifat Specific Grant adalah digunakan untuk
mendanai A.L pembinaan industri, pembinaan lingkungan
sosial, pemberantasan barang bea cukai ilegal.
3. Kebijakan DAU Konsep dasar DAU sebagai equalizing grant agar penerimaan
DAU secara proporsional dapat seimbang dengan penerimaan
DBH dan PAD yang merupakan tolok ukur kemampuan
keuangan daerah. Sehingga daerah yang memiliki potensi
PAD yang semakin tinggi adalah kemungkinan mendapat
DAU yang semakin menurun, diantara arah kebijakan DAU
antara lain proporsi DAU kepada provinsi 10% dan 90%
kepada Kabupaten / Kota.
Selain itu distribusi tersebut (proporsi)adalah menghitung
jumlah PNSD dan celah fiskal yaitu selisih antara kebutuhan
fiskal (pendanaan) dan kapasitas fiskal.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 73
Perihal Materi Kebijakan Sumber / Landasan4. Kebijakan DAK DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan
APBN dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas.
Disamping DAK untuk mendanai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka
mendorong percepatan pembangunan daerah dan
pencapaian sasaran Nasional.
5. Kebijakan mendasar dalam
UU 28 tahun 2009 tentang
pajak daerah dan retribusi
daerah
1.
Antara lain :
Jenis pajak daerah (5 jenis pajak Provinsi dan 14 Jenis
Pajak Kabupaten ) serta jenis retribusi Jasa umum 14 Jenis,
jasa usaha 11 jenis dan Perizinan tertentu 5 jenis adalah
pajak dan retribusi yang bersifat limitif (Closer List) yang
artinya Pemda tidak dapat memungut jenis pajak dan
retribusi selain yang ditetapkan tersebut.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 74
Perihal Materi Kebijakan Sumber / LandasanKhusus penentuan jenis retribusi yang dapat di pungut daerah
provinsi, Kabupaten / Kota didasarkan pada urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan masing-masing
sesuai peraturan perundang-undangan.
2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di
bidang perpajakan dan retribusi daerah (penguatan local
taxing power) melalui antara lain :
a. Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang
ada seperti perluasan basis PKB, BBNKB, Pajak Hotel,
Pajak Restoran
b. Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah seperti
Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, Retribusi
pelayanan pendidikan, retribusi pengendalian menara
telekomunikasi dll.
c. Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak seperti
PKB, BBNKB, PBBK, Pajak hiburan, Pajak Parkir dan
Pajak Mineral bukan Logam dan Bantuan.
d. Memberikan diskresi penempatan tarif pajak kepada
Provinsi kecuali pajak Rokok.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 75
Perihal Materi Kebijakan Sumber / Landasan3. Memperbaiki system pengelolaan Pajak daerah dan retribusi
daerah melalui kebijakan bagi hasil Pajak Provinsi kepada
kabupaten / kota yang lebih pasti serta kebijakan Earmarking
bahwa sebagian hasil pajak daerah tertentu, dialokasikan
untuk membiayai kegiatan yang dapat dirasakan secara
langsung oleh pembayar pajak tersebut, kebijakan
Earmarking tersebut misalnya :
a. Sebagian pendapatan pajak penerangan jalan harus
dialokasikan untuk mendanai penyediaan sarana penerangan
jalan umum.
b. 10% dari pendapatan PKB harus dialokasikan untuk
perkembangan dan/pemeliharaan jalan serta peningkatan
moda dan sarana transportasi umum.
c. 50% dari pendapatan pajak Rokok harus dialokasikan untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan
hukum.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 76
F. Aspek Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor di Beberapa Negara
1. Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor di Singapura
a. Kebijakan Pajak
Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor terencana secara
komprehensif dan bersifat sistemik. Federal Highway Administration
US yang telah mengumpulkan informasi tentang manajemen lalu
lintas di Singapura dan negara-negara lain telah mengumpulkan
bahwa Program Road Pricing yang dikombinasikan dengan pungutan
lain-lainnya pada pemilik Kendaraan Bermotor, telah secara
dramatis mengurangi kemacet lalu lintas dan dihilangkan priode
puncaknya pada daerah pusat kota. Selain itu polusi udara telah
berkurang secara signifikan dan kegiatan usaha dan sewa dipusat
kota tidak merugi. Prestasi tersebut dikatakan kontras dengan
masalah lalu lintas di kota – kota lainnya di Asia Tenggara, seperti
Bangkok dan Jakarta. Pajak kendaraan bermotor di Singapura telah
meningkatkan pendapatan Pemerintah dan menyumbangkan 23%
dari penerimaan total pajak Pemerintah pada tahun 1992;
b. Unsur-unsur yang menjadi instrumen dan bersifat sistemik tersebut
diantaranya :
1) Jenis dan Fungsi Mobil
2) Kapasitas Mesin, daya dan klasifikasi mesin;
3) Usia Kendaraan;
4) Jenis konsumsi bahan bakar dan pengggunaan energi lainnya
5) Emisi Karbon
6) Sanksi
7) Pendaftaraan Kendaraan
8) Pugutan bahan bakar;
9) Bea Impor Kendaraan;
10) Pungutan Khusus
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 77
c. Klasifikasi Pajak kemudian dapat terlihat berkaitan dengan
kepemilikan dan penggunaan kendaraan, yaitu
1) Kepemilikan Kendaraan :
Bea Impor, Biaya Pendaftaran, Pajak Jalan (Road Tax)
tahunan dan sertifikat Hak
2) Penggunaan Kendaraan :
Pajak Bahan Bakar, Biaya Perizinan Area dan Biaya Parkir.
2. Sistem Pengelolaan Pajak Jalan Raya / Kendaraan Bermotor Di
Malaysia
a. Pendahuluan
Pajak Jalan Raya atau Ijin Kendaraan Bermotor (Lesen Kenderaan
Motor / LKM) adalah suatu ijin yang dikeluarkan untuk kendaraan
agar dapat digunakan/ dikendarai di jalan raya di Malaysia. LKM ini
dikelola/diawasi langsung oleh Jabatan Pengangkutan Jalan (JPJ)
Malaysia sesuai undang-undang angkutan jalan pasal 15 tahun 1987
yang berbunyi : tidak seorang pun yang boleh menggunakan atau
memperbolehkan suatu kendaraan bermotor dan sejenisnya tanpa
memiliki ijin kendaraan bermotor yang berlaku berdasarkan pasal
ini.
Berdasarkan undang-undang angkutan jalan tahun 1987, hal-hal
yang terkait dengan pengelolaan LKM antara lain masa berlaku,
tarif, pengembalian pembayaran pembatalan ijin dan salinan LKM
diatur juga oleh peratuaran perundang-undangan Metode Kendaraan
Bermotor (Pendaftaran dan Perijinan) tahun 1959.
b. Tarif LKM
Tarif pembayaran LKM yang dikenakan untuk setiap penerbitan
LKM adalah merupakan perolehan / penerimaan pemerintah jenis
pajak tidak langsung. Mengingat hal tersebut merupakan penerimaan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 78
pajak, tarif / besaran pembayaran LKM ditentukan oleh Kementerian
Keuangan Malaysia.
Perhitungan besarnya pembayaran LKM ditentukan sebagai berikut :
1) Daerah kendaraan yang digunakan
Besarnya tarif pembayaran LKM tergantung kepada daerah
dimana kendaraan tersebut digunakan yaitu di Semenanjung
Malaysia, Sabah, Sarawak dan Pulau Bebas Cukai. Tarif
pembayaran LKM di Semenanjung Malaysia lebih tinggi
dibandingkan tariff LKM di Sabah dan Sarawak. Untuk daerah
bebas cukai seperti di daerah Pulau Langkawi mendapatkan
subsidi 50% dari tarif LKM di Semenanjung Malaysia begitu
juga di daerah Labuan yang mendapatkan subsidi 50% dari tarif
LKM di Sabah.
2) Jenis Kegunaan Kendaraan
Perbedaan tarif pembayaran LKM juga ditentukan berdasarkan
jenis kegunaan kendaraan seperti kendaraan motor roda 2
(sepeda motor), angkutan umum (bus, taksi, mobil sewa) atau
kendaraan berat dan perdagangan (truk kecil,trailer,truk).
3) Bahan Bakar
Tarif LKM juga ditentukan berdasarkan jenis bahan bakar yang
digunakan. Secara umum, kendaraan yang menggunakan bahan
bakar premium lebih murah dibandingkan kendaraan yang
menggunakan bahan bakar solar. Dalam rangka membantu
usaha pemerintah meningkatkan penggunaan bahan bakar ramah
lingkungan, pemerintah Malaysia memberikan subsidi
pengurangan tarif LKM sebagai berikut :
Jenis Bahan Bakar Ramah Lingkungan Banyaknya
pengurangan
Diesel Hijau ......................................................................... 50%
Monogas .............................................................................. 50%
Gas Asli .............................................................................. 25%
Gas Asli yang di gunakan pada mesin diesel hijau.............. 75%
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 79
4) Kapasitas mesin kendaraan
Penetapan tarif LKM juga ditentukan kapasitas mesin
kendaraan. Kendaraan yang berkapasitas mesin rendah akan
dikenakan tarif LKM lebih murah dibandingkan kendaraan
berkapasitas mesin tinggi.
5) Pengurangan atau Pengecualian Tarif LKM
Pemerintah juga memberikan pengecualian pembayaran kepada
kategori tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan Metode Kendaraan Bermotor tahun 1959,
yaitu :
a) Kendaraan bermotor milik kerajaan.
b) 7 (tujuh) unit kendaraan bermotor yang didaftarkan atas
nama Yang Dipertuan Agong Malaysia (Sultan atau
Raja) suatu kerjaan di Malaysia.
c) Sebuah kendaraan milik anggota MPR, DPR mapun
DPRD.
d) Ambulan.
e) Kendaraan pemadam kebarakan.
f) Kendaraan milik pemerintah setempat.
Selain pengecualian pembayaran LKM kendaraan diatas,
Menteri Perhubungan Malaysia juga mempunyai wewenang
untuk memberikan pengurangan atau pengecualian LKM kepada
kendaraan milik badan / lembaga pemerintah yang bergerak
dibidang keagamaan dan sosial.
6) Pengambilan Pembayaran LKM
Berdasarkan pasal 15(1), sejumlah uang (fee) dikenakan apabila
kendaraan akan mendapatkan LKM. Untuk kendaraan pribadi,
perpanjangan LKM dibayarkan setahun sekali atau sekurang-
kurangnya enam bulan. Sementara itu, untuk kendaraan umum
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 80
ataupun kendaraan perdagangan perpanjangan LKM berlaku
selama sebulan, tiga bulan dan enam bulan.
7) Pengelolaan Hasil LKM
Semua hasil pembayaran LKM dimasukan ke dalam Kumpulan
Wang Disatukan Kerajaan (Consolidated Fund). Consolidated
Fund merupakan gabungan uang yang diperoleh pemerintah
keculai uang yang berkaitan dengan kegiatan agama Islam
seperti zakat dan infaq dan tidak dapat dikeluarkan /
dipergunakan tanpa ijin undang-undang.
Pengunaan uang hasil penerimaan LKM dan lainnya disalurkan
melalui Anggaran Tahunan yang disetujui oleh Parlemen
Malaysia.
Menteri Keuangan Malaysia bertanggung jawab terhadap setiap
penggunaan uang pemerintah Malaysia melalui Kementerian
Keuangan.
3. Sistem Pengelolaan Pajak Kendaraan Bermotor Di Beberapa Negara
a. Pada beberapa Negara seperti Belgia, Jerman, Irlandia, Norwegia,
Spanyol menjadikan emisi CO2 dalam gram perkm (gCO2/Km)
sebagai salah satu variabel penting dalam pengenaan pajak
kendaraan bermotor;
b. Kemudian Negara seperti Belgia, Hongkong, Jepang sangat
mempertimbangkan aspek isi silinder (cc) pada ukuran mesin
kendaraan bermotor dalam menghitung besaran Pajak KB
c. Di Belanda, pengenaan pajak kendaraan bermotor berdasarkan berat
dan ukuran mesin dan Pajak ini digunakan untuk memelihara
infrastruktur transportasi.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 81
d. Di beberapa negara bagian AS, biaya pendaftaran tahunan bervariasi
dari satu dengan yang lainnya seperti di Virginia besaran pajak KB
berdasarkan berat kendaraan, bukan pada nilai yang dipungut pada
surat perpanjangan pendaftaran, sebaliknya di California, pajak
pendaftaran ini dihitung dengan nilai saat ini dari kendaraan tersebut.
Akibatnya kendaraan yang lebih tua akan murah biaya
pendaftaraannya dan sebaliknya pada kendaraan yang lebih baru.
Disamping itu ada pajak kendaraan yang tidak diberlakukan pada
kendaraan untuk fungsi tertentu seperti pada pertanian yang
digunakan pada jaraktertentu (7500 mil atau kurang).
G. Pencemaran Lingkungan Hidup Di Beberapa Kota Besar Di Indonesia
Meningkatnya jumlah kendaraan, pabrik, penduduk, dan fasilitas yang
menunjang aktivitas manusia membuat tingkat polusi udara di dunia
semakin meningkat, tak terkecuali di Indonesia. Tingkat pencemaran di
Indonesia sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Terbukti dengan
Indonesia pemilik udara terpolusi tertinggi ketiga di dunia. Selain itu,
menurut World Bank, ibu kota Negara, Jakarta menjadi salah satu kota
dengan kadar polutan tertinggi setelah Beijing, New Delhi, dan Mexico
City.
Tingkat polusi udara diukur dari kadar partikel dalam udara yang disebut
PM10. Batas maksimal PM10 yang direkomendasikan WHO adalah
kurang dari 20 mikrogram/ m3.
Data WHO memasukkan 5 kota besar di Indonesia dalam pemantauan
tingkat polusi udara. Hasil menunjukkan kota Medan merupakan kota
dengan tingkat polusi tertinggi di Indonesia dengan kadar PM10 sebesar
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 82
111 mikrogram/m3 melampaui Surabaya (69 mikrogram/m3), Bandung,
Jakarta (43 mikrogram/m3), dan Pekanbaru (11 mikrogram/m3).
Polusi yang tinggi berefek negatif terhadap kesehatan, seperti anemia.
Efek negatif bagi anak-anak adalah mengalami gangguan kemampuan
berpikir, daya tangkap lambat, dan tingkat IQ rendah. Pada masa
pertumbuhan fisik akan berdampak pada gangguan pertumbuhan dan
pendengaran. Sedangkan bagi orang dewasa, dampak polusi dapat
mempengaruhi sistem reproduksi atau kesuburan, mengganggu fungsi
jantung, ginjal, dan menyebabkan penyakit stroke, serta kanker. Setiap
tahun, polusi udara menyebabkan 2 juta orang meninggal di seluruh dunia.
Efek negatif pencemaran udara juga berlaku bagi tumbuhan. Tanaman
yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara seperti SO2 dan
NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan hujan
asam. Efek air hujan dapat mempengaruhi kualitas air permukaan,
merusak tanaman, melarutkan logam-logam berat dan bersifat korosif
sehingga merusak material dan bangunan.
Anda bisa melakukan hal kecil dalam mengurangi efek polusi udara. Anda
bisa menaiki transportasi umum ke kantor, menanam pohon sebanyak-
banyaknya, dan hemat menggunakan listrik dan energi.
Jakarta, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan 5 kota besar di
Indonesia dalam hasil pemantauan polusi udara 1.082 kota di 91 negara.
Hasilnya polusi udara di kota Medan tercatat yang paling tinggi
melampaui Surabaya, Bandung, Jakarta dan Pekanbaru.
Survei tersebut dirilis WHO pada Senin 26 September 2011. Angka polusi
tersebut disusun berdasarkan laporan tahunan kadar pasrtikel udara dalam
udara yang disebut PM10.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 83
PM10 merujuk pada sebuah partikel dengan diameter 10 mikrometer atau
kurang yang bergerak di udara. Batas maksimal PM10 yang
direkomendasikan WHO adalah kurang dari 20 mikrogram PM10 per
meter kubik. Pada angka tersebut, polutan di udara dapat menyebabkan
penyakit pernafasan yang serius bagi manusia.
Menurut WHO, penyebab tingginya tingkat polusi udara bervariasi.
Industrialisasi serta penggunaan bahan bakar transportasi dan pembangkit
listrik berkualitas rendah paling banyak menjadi sumber polutan yang
berbahaya.
Data WHO menunjukkan Kanada dan Amerika Serikat memiliki kota-kota
dengan tingkat polutan terendah. Hal itu mungkin disebabkan sebagian
besar sampel diambil di kedua negara tersbut. Anehnya, negara besar
seperti Rusia hanya diketahui kadar polusi pada ibu kotanya saja, Moskow,
namun tidak dengan kota-kota lainnya seperti pada negara lain.
Seperti dilansir dari Guardian dan Huffingtonpost, Rabu (28/9/2011),
beberapa orang menuding bahwa sampling tersebut menunjukkan data
yang dimiliki WHO tidak sempurna dan seringkali berasal dari data tahun
yang berbeda-beda. Meskipun demikian, ketersediaan data adalah langkah
pertama untuk memperbaiki setiap kumpulan data yang tidak sempurna.
Rata-rata global PM10 di kota-kota dunia adalah 71 mikrogram/m3 kita.
Iran, Mongolia dan Botswana menempati rangking teratas buruknya polusi
udara.
Menurut daftar WHO, Medan adalah kota dengan polutan tertinggi di
Indonesia dengan kadar PM10 sebesar 111 mikrogram/m3. Medan
menempati peringkat ke-59 kota dengan polutan udara tertinggi dari 1.082
kota yang disurvei.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 84
Peringkat berikutnya adalah Surabaya pada peringkat ke-128 dengan kadar
PM10 sebesar 69 mikrogram/m3. Disusul oleh Bandung pada peringkat
ke-192 dengan kadar PM10 51 mikrogram/m3.
Jakarta menempati peringkat ke-238 dengan kadar PM10 sebesar 43
mikrogram/m3.
Kota terakhir di Indonesia yang disurvei WHO adalah Pekanbaru yang
menempati peringkat ke-1001 dengan kadar PM10 sebesar 11
mikrogram/m3, atau sama dengan beberapa kota di Kanada dan Amerika
Serikat seperti Edmonton, Honolulu, Quebec, dan lebih baik dibandingkan
Sydney yang menempati peringkat ke-992 dengan kadar PM10 sebesar 12
mikrogram/m3.
WHO hanya menyebutkan penyebab tingginya tingkat polusi udara
bervariasi, seperti cepatnya industrialisasi dan penggunaan bahan bakar
transportasi dan pembangkit listrik yang berkualitas rendah.
Pembakaran batubara dan kayu juga ikut menyumbang kotornya udara.
Asap pembakaran itu berkumpul dengan emisi kendaraan yang
menciptakan selimut kabut asap yang menutupi beberapa kota di dunia.
Dalam sebuah artikel di situs Hijau Indonesia, disebutkan adanya
ketidaksadaran telah hidup di kota dengan tingkat polusi yang jauh
melebihi standar internasional. Juga, selama ini, bangsa telah menghirup
udara yang mengandung benda-benda partikulat yang sangat tinggi.
Menurut WHO, banyak kota besar di dunia, termasuk Jakarta, yang
memiliki tingkat polusi PM10 rata-rata per tahun yang jauh melebihi batas
aman yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia itu. PM10 adalah benda-
benda partikulat yang ukurannya kurang dari 10 mikron. Benda-benda
partikulat ini hampir mustahil diamati dengan mata telanjang.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 85
Manusia hanya bisa melihat benda dengan berukuran sama atau di atas 40
mikron tanpa bantuan alat seperti mikroskop. Benda-benda partikulat
inilah yang bertanggung jawab terhadap berbagai masalah kesehatan di
masyarakat, seperti asma, bronkitis, kanker paru-paru, perilaku kekerasan,
dan menurunnya kecerdasan anak.
Berdasar laporan WHO, dari lima kota di Indonesia yang diamati, hanya
Pekanbaru yang memiliki standar polusi rata-rata per tahun di bawah
standar WHO sebesar 20 mikrogram per meter kubik (20 Ug/m3). Dari
data yang diambil WHO pada 2008, tingkat polusi PM10 Pekanbaru
sebesar 11 mikrogram per meter kubik (11 ug/m3). Kota-kota besar lain di
Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, memiliki
tingkat polusi yang jauh di atas batas aman WHO.
Standar polusi udara Jakarta, misalnya, yang dicatat WHO di tahun 2008
sudah mencapai 43 μg/m3 atau 200 persen di atas standar aman WHO.
Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 μg/m3 atau lebih dari 300
persen. Tahun 2010, angka ini diklaim turun walaupun masih 200 persen
di atas standar WHO menjadi 48,5 μg/m3.
Sebagian karena efek diselenggarakannya program bebas kendaraan
bermotor di Jakarta (Jakarta Car Free Day). Kota Surabaya, Bandung, dan
Medan justru memiliki kualitas udara yang lebih parah dari Jakarta.
Standar polusi PM10 di Kota Kembang mencapai rata-rata 51 μg/m3 per
tahun, sementara di Surabaya nilainya mencapai 69 μg/m3, dan Medan
mencapai 111 μg/m3 per tahun.
Angka-angka di atas memberi gambaran nyata betapa buruknya tingkat
polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air. Kondisi ini tentu saja
menggambarkan trade off yang sangat rumit mengingat sektor otomotif
sering diklaim menjadi penyumbang utama memburuknya kualitas udara.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 86
Di sisi lain, sektor otomotif juga menjadi kontributor utama pertumbuhan
ekonomi nasional, khususnya dari sektor konsumsi masyarakat.
Terlebih di tahun 2012, berdasarkan data Gaikindo, pasar mobil baru baru
saja mencetak rekor penjualan mobil hingga 1 juta unit, tertinggi dalam
sepanjang sejarah industri otomotif nasional. Selama 10 tahun terakhir,
tren penjualan kendaraan bermotor khususnya mobil memang terus
meningkat secara signifikan.
Tahun 2003, penjualan mobil masih di kisaran 354 ribu, tahun 2011
menjadi 813 ribu. Sempat terjadi sedikit fluktuasi tahun 2006 dan 2009
seiring dengan badai krisis ekonomi dunia. Dari sisi domestik, fluktuasi
tersebut berbarengan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi.
Pencapaian prestasi penjualan 1 juta unit mobil tentu patut mendapat
apresiasi tersendiri mengingat beratnya tantangan dan hambatan yang
mengadang di tahun 2012. Misalnya, mulai dari wacana kenaikan harga
BBM bersubsidi, kenaikan uang muka kredit kendaraan, serta
permasalahan buruh yang tak kunjung mereda.
Keberhasilan tersebut sekaligus mengindikasikan 100 persen pulihnya
daya beli masyarakat yang sempat terpuruk akibat krisis ekonomi.
Menggeliatnya pasar otomotif memang memberi dampak signifi kan bagi
pertumbuhan ekonomi nasional. Sayang, kenaikan laju sektor otomotif
justru kurang direspons secara optimal oleh pemerintah.
Penyediaan jalan, pengaturan perparkiran, serta transportasi publik belum
memuaskan. Beberapa proyek transportasi umum memang tengah
disiapkan meskipun masih terkendala baik birokrasi maupun teknis.
Akibatnya, kualitas udara di beberapa kota-kota besar di Indonesia terus
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 87
memburuk. Banyak kerugian yang ditimbulkan oleh terlepasnya berbagai
zat beracun dalam kendaraan bermotor ke udara.
Secara umum, dampak-dampak yang sering teridentifikasi adalah
munculnya gangguan hipertensi akibat tekanan kerja jantung yang
berlebihan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Munculnya
penyakit gangguan mata, penurunan kecerdasan, terganggunya
perkembangan mental anak, penyakit aluran pernapasan, serta dalam
jangka panjang munculnya bahaya kanker dan gangguan fungsi reproduksi
pria.
Secara teori, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan emisi gas buang melalui kebijakan fiskal dan nonfiskal.
Melalui kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengenakan mekanisme pajak
kendaraan, pajak bahan bakar, serta insentif fiskal untuk kendaraan ramah
lingkungan. Sedangkan strategi nonfiskal dapat ditempuh melalui
pengetatan standar emisi gas buang, pembatasan lalu lintas, pengembangan
bahan bakar ramah lingkungan serta peningkatan kualitas bahan bakar.
Pemikiran Untuk Melakukan Regulasi /Pajak Emisi Gas Buang (Dr Joko
Tri Haryanto)hingga kini, pemerintah sudah menerapkan standar
pengaturan emisi gas buang sebagai prasyarat di dalam perpanjangan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) setiap tahunnya. Bahkan persyaratan
mengenai emisi gas buang sudah menjadi aturan tersendiri dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Dalam Pasal 64 paragraf 1 dikatakan bahwa emisi gas buang menjadi
persyaratan laik jalan kendaraan bermotor. Pasal 65 juga menyebutkan
bahwa emisi kendaraan bermotor harus diukur berdasarkan kandungan
polutan yang dikeluarkan kendaraan bermotor serta wajib tidak melebihi
ambang batas.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 88
Berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan pengelolaan emisi gas
buang, perlu mengaji lebih dalam kemungkinan pengenaan pajak emisi gas
buang setiap tahunnya, berbarengan dengan pengenaan PKB. Dengan
pengenaan pajak emisi gas buang, nantinya tidak akan menghilangkan
kewajiban pembayaran berbagai jenis PKB lainnya, namun ada sedikit
penyesuaian di dalam sistem pemungutannya.
Pajak emisi gas buang tersebut nanti mengadopsi mekanisme insentif dan
disinsentif. Untuk kendaraan bermotor yang melebihi ambang batas emisi
gas buang akan dikenakan tarif pajak progresif. Sebaliknya, untuk
kendaraan bermotor yang mampu mengelola emisi gas buang di bawah
ambang batas akan memperoleh keringanan tarif pajak.
Pajak emisi gas buang tersebut akan dikenakan pemda dan dikelola
provinsi, berbarengan dengan pengenaan PKB di dalam STNK pemilik
kendaraan bermotor. Seyogianya pajak emisi gas buang kendaraan
bermotor ini wajib di-ear marking, untuk dikembalikan lagi bagi
pembangunan infrastruktur jalan, pemeliharaan jalan, infrastruktur
transportasi umum, pengembangan bahan bakar alternatif, pengujian emisi
serta upaya perbaikan kualitas udara yang tercemar.
Pemda yang tidak menaati aturan penggunaan dapat dikenakan sanksi dan
hukuman. Misalnya tidak mendapat alokasi dana untuk periode
selanjutnya. Indonesia dapat mencontoh Australia yang sudah menerapkan
mekanisme pajak emisi gas buang. Meskipun awalnya menuai banyak
protes khususnya dari para oposisi dan industriawan, pajak itu akan
dikenakan pada polusi yang dihasilkan korporasi.
Sekitar 350 perusahaan "produsen" polusi utama harus membayar 23 dolar
Australia atau setara 220 ribu rupiah untuk setiap ton karbon yang mereka
hasilkan. Sebagai gambaran, Australia merupakan salah satu negara
produsen polusi per kapita terparah di dunia. Dengan skema tersebut,
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB IV - 89
Australia berharap tahun 2020, polusi karbon setidaknya berkurang 159
juta ton/tahun dibanding tidak diterapkan.
Pengurangan polusi ini sama dengan melenyapkan sekitar 45 juta mobil
dari jalanan. Rencananya, setelah tiga tahun berjalan, akan ada transisi dari
pajak karbon ke skema perdagangan emisi berbasis pasar. Demi tujuan
perbaikan bersama Jakarta, rumusan tadi tentu masih bisa diperdebatkan.
Justru berbagai masukan yang konstruktif sangat dibutuhkan. Namun,
semuanya harus bermuara pada satu tujuan bersama: menciptakan
transportasi Jakarta yang bersahabat dan bermartabat.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 1
BAB V
PEMBAHASAN
A. Arah Pembahasan
1. Pembahasan dalam studi ini di bagi atas 2 (dua) bagian yaitu :
a. Pembahasan mengenai penerimaan PKB sebagai salah satu bagian dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan PAD sebagai indikator Kemandirian
Pemerintah Daerah membiayai penyelenggaraan Pemerintah
Daerah.Kemudian pembahasan alokasi pembiayaan (belanja) untuk berbagai
urusan Pemerintahan Daerah, serta kemudian pembahasan alokasi
pembiayaan (anggaran) untuk berbagai urusan pemerintahan khusus bagi
pembiayaan urusan perhubungan khususnya untuk fasilitas lalu lintas dan
angkutan jalan serta pembiayaan urusanpembangunan dan pemeliharaan
jalan dan jabatan.
b. Bagian kedua evaluasi dan pembahasan skema PKB dalam hubungannya
dengan kondisi transportasi jalan di wilayah studi serta pembahasan
beberapa skenario kebijakan skema pajak kendaraan bermotor.
2. Hasil Pembahasan
Hasil pembahasan mengenai kebijakan earmarking PKB pembiayaan dalam
Penyelenggaraan Urusan Fasilitas LLAJ dan Urusan Jalan dan Jembatan serta
kebijakan dan skema Pajak Kendaraan Bermotor.
B. Peran PKB dalam PAD dan Alokasi Belanja Modal
Pembahasan Penerimaan PKB dalam pembentukan PAD, sumber pembiayaan selain
PAD dalam APBD dan belanja Daerah termasuk belanja modal untuk urusan
Transportasi jalan (Fasilitas LAJ), urusan pembangunan dan pemeliharaan jalan
serta jembatan pada masing-masing wilayah provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat,
Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan dapat di uraikan sebagai
berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 2
1. Provinsi Sumatera Utara
a. Melalui tabel 5–1 tentang Persen kontribusi antar unsur dalam APBD
Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat sebagaimana berikut ini :
Tabel 5.1
Persen Kontribusi Antar Elemen Dalam
APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012
No PENDAPATAN & BELANJA%Thd PD
% ThdPAD
% ThdPajak
Daerah
% ThdPKB
% ThdPKB +
BBNKB+
PBBKB1 Pendapatan Daerah (PD)
a. PAD 56,261). Pajak Daerah 50,49 89,82
a. PKB 16,5 30,00 33,31b. BBNKB 24,6 44,90 49,73c. PBBKB 8,00 14,58 16,14d. Air dll 0,38 0,69 0,77
2). Retribusi Daerah 0,42 0,76 0,853). Hasil BUMD dan
Pengelolaan Aset Daerah 4,0 7,48 8,334). Lain-Lain 1,0 1,93
b. Dana Perimbangan 23,0 41,881). Bagi Hasil Pajak 7,0 13,442). DAU 15,0 27,403). DAK 0,57 1,03
c. Lain-Lain Pendapatan 22 40,23
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 104,7Khusus belanja modal pada :
a. Transportasi Jalan (LLAJ) 0,06 0,11 1,99 6,67 0,13b. Jalan dan Jembatan 8,49 15,10 16,83 50,53 16,97
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 3
Persen kontribusi antara elemen dalam APBD Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2012 dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor
(PBBKB), sebagai pajak daerah pembentukan Pendapatan Daerah (PD)
Rp. 7.332,5 Milyar rupiah yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 16,5% atau Rp. 1.211,4 milyar dalam
pendapatan daerah.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 24,6% atau Rp. 1.808,0 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 8,0% atau Rp. 587,6 milyar.
d) Peran ketiga jenis pajak ini PBK, BBNKB dan PBBKB mencapai
49,19% atau Rp. 3.607,0 milyar.
e) Unsur pajak daerah lainnya yaitu pajak air dan lain-lain yang tidak
berhubungan dengan kendaraan bermotor mencapai 0,38% atau Rp.
28,2 milyar.
2) Peran atau kontribusi unsur-unsur Pajak Asli Daerah (PAD) selain Pajak
Daerah (PD) tersebut diatas dalam pembentukan pendapatan daerah
yaitu :
a) Kontribusi dari retribusi daerah mencapai 0,42% atau Rp. 30,6
milyar, dalam pendapatan daerah.
b) Peran atau kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah
mencapai 4,0% atau Rp. 301,2 milyar.
c) Peran atau kontribusi dari penerimaan lain-lain 1,0% atau
Rp. 77,8 milyar.
3) Peran dari tiga unsur pembentuk pendapatan daerah yaitu Pajak Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Transfer Pusat ke daerah) dan lain-
lain pendapatan Daerah dapat terikat sebagai berikut :
a) Peran PAD dalam pendapatan daerah mencapai 54.91% atau Rp.
4.026,4 milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 4
b) Peran dana perimbangan (Dana Transfer Pusat ke daerah) mencapai
23.0% atau Rp. 1.686,1 milyar.
c) Peranan pendapatan lain-lain sebesar 22% atau Rp. 1.619,9 milyar.
4) Peran unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai indikator
penting dalam melihat sejauhmana kemandirian pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan-urusan kepemerintahan daerah. Unsur-unsur
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut adalah pajak Daerah (PKB,
BBNKB, PBBKB, Air dll) retribusi Daerah, hasil BUMD dan
pengelolaan aset daerah serta lain-lain pendapatan daerah dalam peran
pada pembentukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai berikut :
a) Peran pajak Daerah mencapai 89,82% atau Rp. 35,2 milyar.
b) Peran retribusi Daerah 0,76% atau Rp. 30 milyar.
c) Peran hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah mencapai 7,48%
atau Rp. 301,2 milyar.
d) Peran pendapatan lain 1,93% atau Rp. 77,8 milyar.
5) Peran unsur-unsur pajak daerah (pajak daerah yang memberikan
kontribusi 89,82% terhadap PAD) meliputi pajak kendaraan bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)dan Pajak lainnya (air dll),
memberikan kontribusi terhadap pajak daerah sebagai berikut :
a) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mencapai 33,31% atau Rp.
1.211,4 milyar dalam pajak daerah.
b) Peran BBNKB sebesar 49,73% atau Rp. 1.808,0 milyar.
c) Peran PBBKB mencapai 16,14% atau Rp. 587,6 milyar.
d) Peran pendapatan lain (air dll) 0,77% atau Rp. 28,2 milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 5
6) Persen belanja modal pada urusan LLAJ dan Jalan serta jembatan dari
belanja daerah dan belanja modal pada pajak daerah(PKB, BBNKB dan
PBBKB) dapat dilihat sebagai berikut :
a) Persentase belanja modal untuk urusan LLAJ 6,67% dan urusan
prasarana jalan dan jembatan 50,53% terhadap PKB dalam APBD.
b) Persentase belanja modal untuk urusan LLAJ 0,13% serta urusan
prasarana jalan dan jembatan 16,97% terhadap penerimaan pajak
daerah (PKB, BBNKB dan PBBKB) belanja daerah.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 6
2. Provinsi Jawa Barat
a. Melalui tabel 5-2 tentang persen kontribusi antar unsur dalam APBD
Provinsi Jawa Barat dapat dilihat sebagaimana berikut :
Tabel 5.2
Persen Kontribusi Antar Elemen Dalam
APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
No PENDAPATAN & BELANJA%Thd
PD% ThdPAD
% ThdPajak
Daerah
%ThdPKB
% ThdPKB +
BBNKB+
PBBKB1 Pendapatan Daerah (PD)
a. PAD 54,761). Pajak Daerah 54,20 91,65
a. PKB 21,45 36,28 39,58b. BBNKB 24,06 40,68 44,38c. PBBKB 8,43 14,25 15,55d. Air dll 0,24 0,42 0,45
2). Retribusi Daerah 0,29 0,61 0,663). Hasil BUMD dan 1,40 2,90 3,13
Pengelolaan Aset Daerah4). Lain-Lain 1,78 3,70 3,99
b. Dana Perimbangan 13,24 27,341). Bagi Hasil Pajak 6,0 11,222). DAU 75,1 15,533). DAK 0,33 0,59
c. Lain-Lain Pendapatan 24,96 51,53
2. Belanja Daerah Keseluruhan 100,2Khusus belanja modal pada :
a. Transportasi Jalan (LLAJ) 0,03 0,06 0,06 0,16 0,06b. Jalan dan Jembatan 2,32 4,25 4,29 10,86 4,32
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 7
Persen kontribusi antara elemen dalam APBD Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2012 dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bea Bali Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor
(PBBKB), sebagai pajak dalam pembentukan Pendapatan Daerah (PD)
Rp.16.878,1 milyar yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 21,20% atau Rp. 3.622,1 milyar dalam
pendapatan daerah.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 24,06% atau Rp. 4.061,1milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 8,43% atau Rp. 1.423,2 milyar.
d) Peran ketiga jenis pajak ini PBK, BBNKB dan PBBKB mencapai
46,02% atau Rp. 9.106,3 milyar dalam pendapatan daerah.
e) Unsur pajak daerah lainnya yaitu pajak air dan lain-lain yang tidak
berhubungan dengan kendaraan bermotor mencapai 0,24% atau Rp.
42,8 milyar.
2) Peran atau kontribusi unsur-unsur Pajak Asli Daerah (PAD) selain Pajak
Daerah(PD) tersebut diatas dalam pembentukan pendapatan daerah yaitu
:
a) Kontribusi dari retribusi daerah mencapai 0,29% atau Rp. 49,7milyar
dalam pendapatan daerah.
b) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah mencapai
1,40% atau Rp. 237,4 milyar.
c) Kontribusi dari penerimaan lain-lain dalam pajak daerah1,78% atau
Rp. 302,6 milyar dalam PAD.
3) Peran dari tiga unsur pembentuk pendapatan daerah yaitu Pajak Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan (transfer pusat ke Daerah) dan lain-
lain pendapatan daerah dapat terikat sebagai berikut :
a) Kontribusi PAD dalam pendapatan daerah mencapai 59,14% atau Rp.
9.982,9 milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 8
b) Kontribusi dana perimbangan (Dana Transfer Pusat ke Daerah)
mencapai 13,24% atau Rp. 2.235,8 milyar.
c) Kontribusi pendapatan lain-lain sebesar 24,98% atau Rp. 4.214,2
milyar dalam pendapatan Daerah.
4) Kemudian bagaimana kontribusi unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang merupakan indikator penting dalam melihat kemandirian
pemerintah daerahuntuk menyelenggarakan urusan-urusan
kepemerintahan daerah. Adapun unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tersebut yaitu pajak Daerah (PKB, BBNKB, PBBKB, Air dll)
retribusi Daerah, hasil BUMD dan pengelolaan aset Daerah serta lain-
lain pendapatan Daerah dalam peran pada pembentukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai berikut :
a) Peran pajak Daerah mencapai 91,65% atau Rp. 9.149,2milyar
terhadap PAD.
b) Kontribusi PKB 36,28% atau Rp. 3.622,1milyar.
c) Kontribusi BBNKB 40,68% atau Rp. 4.061,1 milyar
d) Kontribusi PBBKB 14,25% atau Rp. 1423,2milyar.
e) Kontribusi Pajak air dll 0,42 % atau Rp. 42,8 milyar
5) Peran unsur-unsur pajak daerah meliputi pajak kendaraan bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) terhadap penerimaan pajak daerah
:
a) Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mencapai 39,58% atau
Rp. 3.622,1 milyar.
b) Kontribusi BBNKB sebesar 44,38% atau Rp. 4.061,1 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 15,55% atau Rp. 1.423,2 milyar.
d) Kontribusi pendapatan lain (air dll) 0,45% atau Rp. 42,8milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 9
6) Persen belanja modal pada urusan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) dan urusan prasarana Jalan dan jembatan terhadap pajak daerah
(PKB, BBNKB dan PBBKB) dapat dilihat sebagai berikut :
a) Persen belanja modal urusan lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) dan
urusan jalan dengan jembatan masing-masing 0,16% dan 10,86%
terhadap PKB.
b) Persen belanja modal urusan lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) dan
urusan jalan dengan jembatan masing-masing 0,06% dan 4,32%
terhadap total penerimaan PKB, BBNKB dan PBBKB.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 10
3. Provinsi Jawa Timur
a. Melalui tabel 5–3 tentang persen kontribusi antar unsur dalam APBD
Provinsi Jawa Timur dapat dilihat sebagaimana berikut ini :
Tabel 5.3
Persen Kontribusi Antar Elemen Dalam
APBD Provinsi Jawa Timur Tahun 2012
No PENDAPATAN & BELANJA%Thd
PD% ThdPAD
% ThdPajak
Daerah
%ThdPKB
% ThdPKB +
BBNKB+
PBBKB1 Pendapatan Daerah
a. PAD 62,561). Pajak Daerah 50,29 80,37
a. PKB 21,15 33,80 42,05b. BBNKB 20,19 32,27 40,14c. PBBKB 8,78 14,03 17,46d. Air dll 0,16 0,25 0,31
2). Retribusi Daerah 0,81 1,29 1,603). Hasil BUMD dan
Pengelolaan Aset Daerah 2,18 3,44 4,174). Lain-Lain 8,03 12,65 15,32
b. Dana Perimbangan 17,38 27,371). Bagi Hasil Pajak 5,92 9,322). DAU 10,88 17,143). DAK 0,57 0,89
c. Lain-Lain Pendapatan 18,44 30,09
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 102,40Khusus belanja modal pada :
a. Transportasi Jalan (LLAJ) 0,08 0,13 0,16 0,38 0,16b. Jalan dan Jembatan 1,58 2,54 3,16 7,51 3,17
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 11
Persen kontribusi antara elemen dalam APBD Provinsi Jawa Timur Tahun
2012 dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor
(PBBKB), sebagai bagian penting dari pajak Daerahpembentukan
Pendapatan Daerah (PD) Rp. 15.541,6milyar rupiah yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 21,15% atau Rp. 3.287,1 milyar dalam
pendapatan Daerah.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 20,19% atau Rp. 3.138,0 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 8,78% atau Rp. 1.365 milyar.
d) Peran ketiga jenis pajak ini PKB, BBNKB dan PBBKB mencapai
50,12% atau Rp. 7.790,6 milyar dalam pendapatan daerah.
e) Pajak Daerah lainnya yaitu pajak air dan lain-lain yang tidak
berhubungan dengan kendaraan bermotor mencapai 0,16% atau Rp.
25,9 milyar rupiah
2) Peran unsur-unsur Pajak Asli Daerah (PAD) selain Pajak Daerah (PD)
tersebut diatas dalam pembentukan pendapatan daerah yaitu :
a) Kontribusi dari retribusi daerah mencapai 0,81% atauRp. 126,4
milyar, dalam pendapatan daerah.
b) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah mencapai
2,18% atau Rp. 328,4 milyar.
c) Kontribusi dari penerimaan lain-lain dalam pajak daerah 8,03% atau
Rp. 1.204,8milyar.
3) Peran dari tiga unsur pembentuk pendapatan daerah yaitu Pajak Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan (transfer pusat ke Daerah) dan lain-
lain pendapatan Daerah dapat terikat sebagai berikut :
a) Kontribusi PAD dalam pendapatan Daerah mencapai 62,56% atau
Rp. 9.724,6milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 12
b) Kontribusi dana perimbangan (Daerah transfer pusat ke Daerah)
mencapai 17,38% atau Rp. 2.606,7 milyar.
c) Kontribusi pendapatan lain-lain sebesar 18,44% atau Rp. 2.866,2
milyar.
4) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai indikator penting dalam melihat
sejauh mana kemandirian pemerintah daerah menyelenggarakan urusan-
urusan kepemerintahan daerah. Unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tersebut yaitu pajak daerah (PKB, BBNKB, PBBKB, Air dll)
retribusi daerah, hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah serta lain-lain
pendapatan Daerah dalam peran pada pembentukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai berikut :
a) Kontribusi pajak daerah mencapai 80,37% atau Rp. 7.816,6milyar.
b) Kontribusi PKB 33,80% atau Rp. 3.287,1 milyar.
c) Kontribusi BBNKB 32,27% atau Rp. 3.138,0 milyar.
d) Kontribusi PBBKB 14,03% atau Rp. 1365,5 milyar.
e) Kontribusi Retribusi Daerah1,29% atau Rp. 126,4 milyar.
f) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah 3,44% atau
Rp. 328 milyar
g) Pendapatan lain 12,65% atau Rp. 1.204,8 milyar
5) Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
bermotor (PBBKB), sebagai pajak dalam pembentukan Pendapatan
Daerah (PD) yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 42,05% atau Rp. 3.287,1 milyar.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 40,14% atau Rp. 3.138,0 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 17,46% atau Rp. 1.365,5 milyar.
d) Kontribusi pajak air dll 0,31% atau Rp. 25,9 milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 13
6) Persen belanja modal langsung pada urusan lalu lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ) dan Jalan serta jembatan terhadap pajak daerah(PKB,
BBNKB dan PBBKB) dapat dilihat sebagai berikut :
a) Persen belanja modal urusan lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ)
dan urusan jalan dan jembatan masing-masing 0,38% dan 7,51%
terhadap PKB.
b) Persen belanja modal urusan lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ)
dan urusan jalan dan jembatan masing-masing 0,16% dan 3,17%
terhadap total PKB, BBNKB dan PBBKB.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 14
4. Provinsi Bali
a. Melalui tabel 5–4 tentang persen kontribusi antar unsur dalam APBD
Provinsi Bali dapat dilihat sebagaimana berikut ini :
Tabel 5.4
Persen Kontribusi Antar Elemen Dalam
APBD Provinsi Bali Tahun 2012
No PENDAPATAN & BELANJA%Thd
PD% ThdPAD
% ThdPajak
Daerah
%ThdPKB
% ThdPKB +
BBNKB+
PBBKB1 Pendapatan Daerah
a. PAD 56,201). Pajak Daerah 50,17 91,00
a. PKB 17,12 31,35 34,45b. BBNKB 26,50 48,39 53,17c. PBBKB 6,11 11,15 12,25d. Air dll
2). Retribusi Daerah 1,26 1,70 1,873). Hasil BUMD dan
Pengelolaan Aset Daerah 2,70 4,12 4,394). Lain-Lain 2,72 4,12 4,40
b. Dana Perimbangan 29,77 42,811). Bagi Hasil Pajak 4,57 7,612). DAU 25,57 42,583). DAK 1,25 2,09
c. Lain-Lain Pendapatan 8,54 11,60
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 98,04Khusus belanja modal pada :
2). Transportasi Jalan(LLAJ)
0,57 1,02 1,15 3,37 1,16
3). Jalan dan Jembatan 3,99 7,10 7,94 23,15 7,96
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 15
Persen kontribusi antara elemen dalam APBD Provinsi Bali Tahun 2012
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor
(PBBKB), sebagai bagian penting dari pajak Daerah pembentukan
Pendapatan Daerah (PD) Rp. 3.633,1 milyar rupiah yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 17,12% atau Rp. 622,8 milyar dalam
pendapatan Daerah.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 26,50% atau Rp. 963,2 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 6,11% atau Rp. 222,7 milyar.
d) Peran total jenis pajak (PKB, BBNKB dan PBBKB) mencapai
63,26% atau Rp. 1.810,0milyar dalam pendapatan daerah.
e) Pajak Daerah lainnya yaitu pajak air dan lain-lain yang tidak
berhubungan dengan kendaraan bermotor relatif sangat kecil.
2) Peran unsur-unsur Pajak Asli Daerah (PAD) selain Pajak Daerah (PD)
tersebut diatas dalam pembentukan pendapatan daerah yaitu :
a) Kontribusi dari retribusi daerah mencapai 1,26% atauRp. 34,1 milyar,
dalam pendapatan daerah.
b) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah mencapai
2,70% atau Rp. 73,2 milyar.
c) Kontribusi dari penerimaan lain-lain dalam pajak daerah2,72% atau
Rp. 73,7 milyar.
3) Peran dari tiga unsur pembentuk pendapatan daerah yaitu Pajak Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan (Transfer Pusat ke Daerah) dan lain-
lain pendapatan daerah dapat terikat sebagai berikut :
a) Kontribusi PAD dalam pendapatan Daerah mencapai 69,55% atau
Rp. 1990,0milyar.
b) Kontribusi dana perimbangan (DanaTransfer Pusat ke daerah)
mencapai 29,77% atau Rp. 852,2 milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 16
c) Kontribusi pendapatan lain-lain sebesar 8,54% atau Rp. 231,8 milyar.
4) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai indikator penting dalam melihat
sejauh mana kemandirian pemerintah daerah menyelenggarakan urusan-
urusan kepemerintahan daerah. Unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tersebut yaitu pajak daerah (PKB, BBNKB, PBBKB, Air dll)
retribusi daerah, hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah serta lain-lain
pendapatan daerah dalam peran pada pembentukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai berikut :
a) Kontribusi pajak daerah mencapai 91,0% atau Rp. 1.811,6 milyar.
b) Kontribusi PKB 31,35% atau Rp. 624,9 milyar.
c) Kontribusi BBNKB 48,39% atau Rp. 963,2 milyar.
d) Kontribusi PBBKB 11,15% atau Rp. 222,7 milyar.
e) Kontribusi Retribusi Daerah1,70atau Rp. 34,1 milyar.
f) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah4,12% atau
Rp. 73,2milyar
g) Pendapatan lain 4,12% atau Rp. 231,8 milyar
5) Kontribusi pajak kendaraan bermotor (PKB), Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
bermotor (PBBKB), sebagai unsur-unsur pajak dalam Pajak Daerah yaitu
:
a) Kontribusi PKB mencapai 34,45% atau Rp. 622,8milyar.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 53,17% atau Rp. 963,2milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 12,25% atau Rp. 222,7 milyar.
d) Kontribusi pajak air dll relatif kecil atau Rp. 1,8milyar.
6) Persen Belanja modal pada urusan lalu lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Jalan dan jembatan terhadap penerimaan dari pajak daerah (PKB,
BBNKB dan PBBKB) dapat dilihat sebagai berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 17
a) Persen belanja modal urusanLLAJ : 3,37% disamping pada urusan
jalan dan Jembatan 23,15% terhadap PKB.
b) Persen belanja modal urusan LLAJ : 1,16 disamping pada urusan
jalan dan jembatan 7,96% terhadap total PKB, BBNKB dan PBBKB.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 18
5. Provinsi Kalimantan Timur
a. Melalui tabel 5–5 tentang persen kontribusi antar unsur dalam APBD
Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat sebagaimana berikut ini :
Tabel 5.5
Persen Kontribusi Antar Elemen Dalam
APBD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2012
No PENDAPATAN & BELANJA%Thd
PD% ThdPAD
% ThdPajak
Daerah
%ThdPKB
% ThdPKB +
BBNKB+
PBBKB1 Pendapatan Daerah
a. PAD 45,431). Pajak Daerah 37,68 86,07
a. PKB 6,89 12,04 13,99b. BBNKB 12,00 20,90 24,36c. PBBKB 30,30 52,91 61,48d. Air dll 0,06 0,11 0,12
2). Retribusi Daerah 0,10 0,23 0,283). Hasil BUMD dan
Pengelolaan Aset Daerah 2,44 5,18 6,264). Lain-Lain 5,54 11,74 14,18
b. Dana Perimbangan 52,68 111,631). Bagi Hasil Pajak 47,10 99,802). DAU 0,58 1,223). DAK 0,38 0,81
c. Lain-Lain Pendapatan 4,47 9,90
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 95,25Khusus belanja modal pada :
a. Transportasi Jalan LLAJ 0,08 0,18 0,22 1,59 0,22b. Jalan dan Jembatan 14,62 32,18 38,80 277 38,86
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 19
Persen kontribusi antara elemen dalam APBD Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2012 dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor
(PBBKB), sebagai pajak daerah pembentuk Pendapatan Daerah (PD) Rp.
11.904,2milyar rupiah yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 6,89% atau Rp. 628,5 milyar dalam
pendapatan Daerah.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 12,0% atau Rp. 1.093,4milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 30,30% atau Rp. 2758,7 milyar.
d) Peran ketiga jenis pajak ini (PKB, BBNKB dan PBBKB) mencapai
49,21% atau Rp. 4.480,6 milyar dalam pendapatan Daerah.
e) Pajak Daerah lainnya yaitu pajak air dan lain-lain yang tidak
berhubungan dengan kendaraan bermotor mencapai 0,06% atau Rp.
5,8 milyar rupiah
2) Peran unsur-unsur Pajak Asli Daerah (PAD) selain Pajak Daerah (PD)
tersebut diatas dalam pembentukan pendapatan daerah yaitu :
a) Kontribusi dari retribusi Daerah mencapai 0,10% atau Rp.
10,0milyar, dalam pendapatan Daerah.
b) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah mencapai
2,44% atau Rp. 222,6 milyar.
c) Kontribusi dari penerimaan lain-lain dalam pajak daerah5,54% atau
Rp. 504,5 milyar.
3) Peran dari tiga unsur pembentuk pendapatan daerah yaitu Pajak Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Transfer Pusat ke daerah) dan lain-
lain pendapatan daerah dapat terikat sebagai berikut :
a) Kontribusi PAD dalam pendapatan daerah mencapai 45,43% atau Rp.
5.409,4milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 20
b) Kontribusi Dana Perimbangan (DanaTransfer Pusat ke Daerah)
mencapai 52,68% atau Rp. 4.795,4 milyar.
c) Kontribusi pendapatan lain-lain sebesar 4,47% atau Rp. 425,4 milyar.
4) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai indikator penting dalam melihat
sejauh mana kemandirian pemerintah daerah menyelenggarakan urusan-
urusan kepemerintahan daerah. Unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tersebut yaitu pajak daerah (PKB, BBNKB, PBBKB, Air dll)
retribusi daerah, hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah serta lain-lain
pendapatan daerah dalam peran pada pembentukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai berikut :
a) Kontribusi pajak Daerah mencapai 86,07% atau Rp. 4.486,4milyar.
b) Kontribusi PKB 12,04% atau Rp. 628,5 milyar.
c) Kontribusi BBNKB 20,90%atau Rp. 1.093,4 milyar.
d) Kontribusi PBBKB 52,91%atau Rp. 2.758,7 milyar.
e) Kontribusi pajak lainnya 0,11% atau Rp. 5,8milyar
f) Kontribusi Retribusi Daerah0,23 atau Rp. 10,0 milyar.
g) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset Daerah5,18% atau
Rp. 222,6milyar
h) Kontribusi pajak lain-lain dalam PAD 11,74% atau Rp. 504,5 milyar
5) Pajak daerah sebesar Rp. 4.486,4 milyar, dibentuk dari unsur–unsur
Pajak Daerahyang memberikan kontribusi yaitu :
a) Kontribusi dari PKB 13,99% atau Rp. 628,5milyar.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 24,36% atau Rp. 1.093,4 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 61,48% atau Rp. 2.758,7 milyar.
d) Kontribusi pajak lainnya 0,12% atau Rp. 5,8 milyar.
6) Persen belanja modal pada urusan perhubungan urusan LLAJ dan urusan
jalan dan jembatan terhadap PKB, BBNKB dan PBBKB sebagai berikut
:
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 21
a) Persen belanja modal urusan LLAJ mencapai 1,59% disamping pada
urusan jalan dan jembatan dari PKB mencapai 277% terhadap PKB.
b) Persen belanja modal urusan LLAJ mencapai 0,22% disamping pada
urusan jalan dan jembatan mencapai 38,86% terhadap keseluruhan
PKB, BBNKB dan PBBKB.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 22
6. Provinsi Sulawesi Selatan
a. Melalui tabel 5–6 tentang persen kontribusi antar unsur dalam APBD
Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat sebagaimana berikut ini :
Tabel 5.6
Persen Kontribusi Antar Elemen Dalam
APBD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012
No PENDAPATAN & BELANJA%Thd
PD% ThdPAD
% ThdPajak
Daerah
% ThdPKB
% ThdPKB +
BBNKB+
PBBKB1 Pendapatan Daerah
a. PAD 51,041). Pajak Daerah 45,69 89,51
a. PKB 13,28 26,0 29,08b. BBNKB 22,51 44,12 49,26c. PBBKB 7,93 15,54 18,23d. Air dll 1,95 3,83 4,28
2). Retribusi Daerah 2,69 5,27 5,883). Hasil BUMD dan
Pengelolaan Aset Daerah 1,41 2,76 3,084). Lain-Lain 1,25 2,43 2,72
b. Dana Perimbangan 28,77 56,371). Bagi Hasil Pajak 6,17 12,102). DAU 21,66 42,443). DAK 0,19 1,81
c. Lain-Lain Pendapatan 20,19 39,55
2. Belanja Daerah Keseluruhan : 103,47Khusus belanja modal pada :
a. Transportasi Jalan (LLAJ) 0,39 0,76 0,85 2,90 0,84b. Jalan dan Jembatan 7,52 14,73 16,46 56,81 17,20
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 23
Persen kontribusi antara unsur elemen dalam APBD Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2012 dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Peran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor
(PBBKB), sebagai pajak daerah pembentuk Pendapatan Daerah (PD) Rp.
4.601,3milyar rupiah yaitu :
a) Kontribusi PKB mencapai 13% atau Rp. 609,6milyar.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 22,51% atau Rp. 1036,9milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 7,93% atau Rp. 365,6 milyar.
d) Kontribusi pajak lainnya dalam pajak daerah 1,95% atauRp.
90,3milyar.
e) Peran ketiga jenis pajak ini (PKB, BBNKB, dan PBBKB) mencapai
43,70% atau Rp. 2.011,0 milyar dalam pajak daerah.
2) Peran unsur-unsur Pajak Asli Daerah (PAD) selain Pajak Daerah (PD)
tersebut diatas dalam pembentukan pendapatan daerah yaitu :
a) Kontribusi dari retribusi daerah mencapai 2,69% atauRp.
123,8milyar.
b) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah mencapai
1,41% atau Rp. 64,9 milyar.
c) Kontribusi dari penerimaan lain-lain dalam pajak daerah 1,25% atau
Rp. 57,3 milyar.
3) Peran dari tiga unsur pembentuk pendapatan daerah yaitu Pajak Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Transfer Pusat ke Daerah) dan lain-
lain pendapatan daerah dapat terlihat sebagai berikut :
a) Kontribusi PAD dalam pendapatan Daerah mencapai 51,04% atau
Rp. 2.348,6 milyar.
b) Kontribusi dana perimbangan (Dana Transfer Pusat ke Daerah)
mencapai 28,77% atau Rp. 1.323,8 milyar.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 24
c) Kontribusi pendapatan lain-lain dalam pendapatan daerah sebesar
20,19% atau Rp. 928,8 milyar.
4) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai indikator penting dalam melihat
sejauhmana kemandirian pemerintah daerah menyelenggarakan urusan-
urusan kepemerintahan daerah. Unsur-unsur Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tersebut yaitu pajak Daerah (PKB, BBNKB, PBBKB, Air dll)
Retribusi Daerah, hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah serta lain-
lain pendapatan daerah dalam peran pada pembentukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai berikut :
a) Kontribusi pajak Daerah mencapai 89,51% atau Rp. 2.102,4 milyar.
b) Kontribusi PKB 26,0% atau Rp. 609,6 milyar.
c) Kontribusi BBNKB 44,12 %atau Rp. 1.036,9milyar.
d) Kontribusi PBBKB 15,54%atau Rp. 365,6 milyar.
e) Kontribusi pajak lainnya 3,83% atau Rp. 90,3 milyar dalam pajak
daerah.
f) Kontribusi Retribusi Daerah 5,88 atau Rp. 123,8 milyar.
g) Kontribusi dari hasil BUMD dan pengelolaan aset daerah 3,08% atau
Rp. 64,9 milyar
h) Kontribusi pajak lain-lain dalam pajak daerah 2,43% atau Rp. 57,3
milyar
5) Pajak daerah sebesar Rp. 2.102,4 milyar, dibentuk dari unsur–unsur
Pajak Daerah yang memberikan kontribusi yaitu :
a) Kontribusi dari PKB 29,08% atau Rp. 609,6 milyar.
b) Kontribusi BBNKB mencapai 49,26% atau Rp. 1036,9 milyar.
c) Kontribusi PBBKB mencapai 18,23% atau Rp. 365,6 milyar.
d) Kontribusi pajak lainnya 4,28% atau Rp. 90,3milyar dalam pajak
daerah.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 25
6) Persen belanja modal pada urusan LLAJ dan urusan jalan dan jembatan
terhadap PKB, BBNKB dan PBBKB sebagai berikut :
a) Persen belanja modal urusan LLAJ dan urusan jalan serta jembatan
masing-masing 2,90% dan 56,81% terhadap PKB.
b) Persen belanja modal urusan LLAJ dan urusan jalan serta jembatan
masing-masing 0,84% dan 17,20% terhadap total PKB, BBNKB dan
PBBKB
7. Persen Pola Belanja Modal Urusan LLAJ, Urusan Jalan dan Jembatan dalam
Kaitan dengan PKB, BBNKB dan PBBKB Tahun 2012 sebagai berikut :
Berdasarkan uraian data tersebut diatas dapat disimpulkan peran PKB dalam pajak
daerah (PD) dan alokasi belanja modal pada urusan LLAJ, Jalan dan Jembatan sebagai
perwujudan penting dalam sistem transportasi darat sebagai berikut :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 26
1. Peran PKB dalam penerimaan pajak daerah rata-rata di wilayah studi mencapai
32,08%, sementara itu pada BBNKB mencapai 43,51% dan PBBKB 23,62%
sehingga terlihat betapa pentingnya unsur-unsur pajak daerah ini bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Ditemukenali skema penerapan pajak PKB dalam belanja modal LLAJ rata-rata
2,5% dan pada urusan jalan dan jembatan mencapai rata-rata 25,27%. Disini terlihat
rendahnya belanja modal pada urusan LLAJ
3. Sesuai pengamatan lapangan terhadap kondisi fasilitas transportasi jalan,
pembahasan dengan unsur Pemda dan pendekatan Top Down dalam pengalokasian
anggaran, maka anggaran belanja modal sekarang sangat jauh dari kebutuhan. Atas
keadaan ini dipandang perlu penetapan dan peningkatan belanja modal minimal 5%
pada LLAJ dan 10% pada jalan dan jembatan dari penerimaan PKB sebagai suatu
kebijakan earmarking, sehingga akan meningkatkan dukungan bagi pengembangan
sistem transportasi darat (jalan, LLAJ) yang berkelanjutan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 27
C. Pembahasan Skema Penerapan PKB Dewasa ini dalam Hubungan Dengan
Kondisi Transportasi Jalan
1. Pemetaan Kinerja Strategi Penerapan Skema Pajak Kendaraan Bermotor.
Berdasarkan hasil survey, dapat ditemukenali kinerja strategis dari Sistrandat
baik dari hasil kuesioner dan pengamatan dilapangan maupun hasil diskusi,
wawancara dan dokumen-dokumen yang ada. Informasi kinerja dikelompokkan
meliputi :
a) Kelompok Operasi (Pelayanan, Keselamatan dan Pencemaran),
b) Kelompok Pembangunan dan Pemeliharaan (Pendanaan, Pengadaan, dan
pemanfaatan),
c) Kelompok Fungsi Manajemen dan Penegakan Hukum.
2. Pemetaan Kinerja Strategi Penerapan Skema Pajak Kendaraan Bermotor, dibagi
atas kelompok-kelompok yaitu :
a) Kelompok target dan realisasi Penerimaan PKB
b) Kelompok Dampak PKB
c) Kelompok Kepatuhan wajib pajak
3. Pemetaan Hubungan Kinerja Strategis Antara Penyelenggaraan Sistrandat dan
Penerapan Skema Pajak Kendaraan Bermotor.
Deteksi adanya hubungan dilakukan dengan cara tabulasi atas variabel kinerja
strategis masing-masing sebagai berikut :
Variabel Kinerja Pajak PKBVariabel Kinerja Sistrandat
1 2 3A √B √ √ √C √Catatan :
A : Penerimaan PajakB : Dampak dari PKBC : Kepatuhan membayar Pajak
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 28
1 : Pelayanan, Keselamatan, dan Pencemaran2 : Pembangunan dan Pemeliharaan Transportasi Jalan (Pendapatan,
Pengadaan, dan Pemanfaatan)3 : Fungsi Management Transportasi (LLAJ) dan Penegakan Hukum.
4. Identifikasi Dan Menemukenali Sifat Interelasi Hubungan Yang Telah
Berdampak Pada Kinerja Penyelenggaraan Sistrandat dan Pada Kinerja
Penerapan Skema PKB.
Identifikasi dan menemukenali sifat interelasi hubungan tersebut
dikelompokkan dalam hubungan yang bersifat fungsional dan non fungsional
atau dalam pengertian lain hubungan yang bersifat resiprokal, asymetris dan
simetris.
a) Identifikasi Hubungan dan Sifatnya
Hubungan antara Konsep (Variabel) Identifikasi Sifat Hub.
1. Target dan Realisasi Penerimaan PKBdengan :
a. Operasi LLAJ Hubungan Asimetris
b. Pembangunan dan PemeliharaanJalan dan Jembatan dan fasilitasLLAJ
Hubungan Resiprokal
c. Fungsi Manajemen dan PenegakanHukum
Hubungan Asimetris
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 29
Hubungan antara Konsep (Variabel) Identifikasi Sifat Hub.
2. Dampak PKB dengan :
a. Operasi LLAJ Hubungan Simetris
b. Pembangunan dan PemeliharaanJalan dan Jembatan dan fasilitasLLAJ
Hubungan Resiprokal
c. Fungsi Manajemen dan PenegakanHukum
Hubungan Asimetris
3. Kepatuhan Membayar Pajak dengan :
a. Operasi LLAJ Hubungan Asimetris
b. Pembangunan dan PemeliharaanJalan dan Jembatan dan fasilitasLLAJ
Hubungan Asimetris
c. Fungsi Manajemen dan PenegakanHukum
Hubungan Resiprokal
Lebih lanjut dilakukan identifikasi atas sifat hubungan tersebut dengan apa
yang diinginkan.
b) Pengkajian Sifat Hubungan yang terjadi dengan apa yang diharapkan
HubunganSifat
HubunganHubungan yang diharapkan
1. Target dan RealisasiPenerimaan PKB dengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
AS
R
AS
Saling mendukung atau salah
satu berperan sebagai
pendukung atau tidak ada
hubungan satu sama lainnya
secara langsung
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 30
Hubungan SifatHubungan
Hubungan yang diharapkan
2. Dampak PKB dengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
S
R
AS
Memberikan pengaruh untuk
pencapaian hasil dan outcome
atau mengeliminasi pengaruh
(dampak) negatipnya.
3. Kepatuhan membayar pajakdengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
AS
AS
R
Sikap positif ketaatan dan
kesiplinan yang kuat untuk
mendukung peran masing-
masing dengan tindakan reward
and punishment yang
signifikan.
R = Resiprokal; AS = Asimetris; S = Simetris
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 31
5. Identifikasi dan menemukenali faktor-faktor latar belakang.
a) Pengkajian Latar Belakang (Penyebab) pada sifat hubungan yang terjadi
HubunganSifat
HubunganLatar Belakang
1. Target dan RealisasiPenerimaan PKB dengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
AS
R
AS
Kepentingan peningkatanpendapat daerah lebihdiutamakan dan alokasipendanaan bagipengembangan sistrandatkurang prioritas.
Regulasi lalu lintas danangkutan jalan tidakmenempatkan Skema PKByang komprehensif sebagaisalah satu instrumenpengelolaan LLAJ ;
2. Dampak PKB dengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
S
R
AS
Skema PKB yang ada tidak
dibangun untuk membantu
memecahkan masalah
sistrandat LLAJ.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 32
HubunganSifat
HubunganHubungan yang diharapkan
3. Kepatuhan membayar pajakdengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
AS
AS
R
Penerapan reward and
punishment masih lemah
b) Evaluasi atas Kebijakan yang Melatarbelakangi Kondisi Kinerja Tersebut
Dengan Pencapaian Tujuan dan Dampaknya.
1. Pengkajian atas Faktor Latar Belakang dan Akibatnya
Identifikasi Faktor Penyebab Identifikasi Akibat yang akan dihadapi
1. Kebijakan Skema PKB lebih
mengutamakan peningkatan
pendapatan bagi PAD dan
Kebijakan Alokasi dalam Belanja
Daerah bagi Pengembangan
Sistrandat tidak mendapat prioritas
tinggi
Rendahnya kinerja sistrandat (LLAJ)
yang mengakibatkan antara lain :
biaya ekonomi angkutan jalan tinggi
(high cost ekonomi), pemborosan
BBM, resiko dan tingkat kecelakaan
tinggi, ancaman kerusakan lingkungan
meningkat dll;
2.
Kebijakan dan manajemen Lalu
Lintas Angkutan Jalan (Sistrandat)
tidak melibatkan Skema PKB
yang komprehensif sebagai salah
Kehilangan sumberdaya strategis
(driving forces) untuk Pembangunan
Sistrandat (LLAJ) yang berkelanjutan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 33
satu instrumen dalam pengelolaan
LLAJ.
3. Skema PKB yang ada tidak
dibangun untuk membantu
memecahkan masalah sistrandat
(LLAJ).
Kehilangan sumberdaya strategis
(driving forces) untuk Pembangunan
Sistrandat (LLAJ) yang
berkelanjutan. Disamping itu
pengusahaan angkutan umum orang
tidak mendapat dukungan untuk
berkembang secara sehat.
4. Penerapan reward dan punishment
masih lemah
Melemah rasa keadilan dalam
masyarakat dan dukungan masyarakat
dalam peningkatan kinerja LLAJ
kurang mencapai standar partisipasi
yang diharapkan.
D. Pembahasan Basis PKB menuju pengembangan skema PKB.
1. Identifikasi Basis PKB
Adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor, Kerusakan Jalan, Pencemaran Lingkungan
dan Bobot sesuai dengan kandungan pertimbangan masing-masing perlu dicermati
sebagai berikut :
No Basis PKB Materi Pertimbangan
1. Nilai Jual KB KB sebagai aset warga negara (subjekpajak) yang dinilai setiap tahunan olehKementerian Dalam Negeri sesuaiharga pasar untuk acuan penetapanPKB.
No Basis PKB Materi Pertimbangan
2. Kerusakan Jalan Sebagai salah satu dampak
penggunaan KB di jalan.
3. Pencemaran Lingkungan Penggunaan KB di jalan membawa
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 34
dampak terhadap pencemaran
lingkungan.
4. Bobot Mencerminkan secara relatif tingkat
kerusakan jalan dan atau pencemaran
lingkungan akibat penggunaan KB.
Bobot dinyatakan dalam koefisien
nilai 1 (satu) atau lebih besar dari 1
(satu).
Bobot dapat dipandang pula sebagai
beban yang harus ditanggung oleh
warga negara pemilik KB.
2. Pembahasan Basis PKB
a. Aspek materi pertimbangan
No Aspek Pertimbangan Aspek Keterbatasan
1. KB sebagai aset yang dimiliki
warga negara (wajib pajak)
KB sebagai produk teknologi atau
produk ekonomi yang dipengaruhi
keterbatasan “umur teknis” dan “umur
ekonomi” sehingga menentukan
kelaikan jalan/operasi dan nilai
aset/ekonominya.
No Aspek Pertimbangan Aspek Keterbatasan
2. Dampak Penggunaan KB pada
kerusakan jalan
Pemanfaatan kapasitas dan atau
standar jalan serta umur teknis jalan
dipengaruhi beban yang dipikul jalan
dari KB diantaranya sehingga semakin
tinggi/luas penggunaan KB akan
semakin tinggi pula dampak (resiko)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 35
terhadap kerusakan jalan. Pada giliran
membutuhkan biaya bagi
pemeliharaan dan perbaikan jalan
tersebut.
3. Dampak Penggunaan KB
terhadap pencemaran
lingkungan
Semakin luas penggunaan KB dan
lemahnya pengendalian KB beserta
pengendalian emisi gas buangnya.
Maka dampak pencemaran lingkungan
semakin membahayakan. Instrumen
yang dipakai terbatas pada kebijakan
bobot (koefisien) pencemaran dan atau
kerusakan jalan.
4. Bobot dapat dipandang sebagai
koefisien kerusakan dan atau
pencemaran yang menjadi
beban tanggung jawab warga
negara pemilik KB (Subjek
Pajak)
Semakin tinggi bobot maka semakin
tinggi kerusakan dan atau pencemaran,
walaupun antara berbagai jenis fungsi
KB berbeda-beda masa
penggunaannya di jalan (dalam
kilometer penggunaannya di jalan).
b. Pembahasan Keterbatasan Pertimbangan pada Basis PKB
NoKeterbatasan pada
pertimbangan basis PKBPokok Bahasan
1. Pengaruh umur teknis dan
umur ekonomis sehingga
menentukan kelayakan
operasi dan aspek ekonomi
penelitian KB.
a. Umur (Tahun KB) telah dipertimbangkan
jadi acuan dalam pasar dari harga KB. Faktor
umur (Tahun KB) dan nilai jual KB menjadi
landasan acuan/penetapan PKB oleh
Kementerian Dalam Negeri dan
pelaksanaannya dioperasionalkan dengan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 36
ketetapan Gubernur pada wilayah masing-
masing.
b. Keterbatasan fungsi dari teknis dan umur
ekonomi KB tidak dipertimbangkan lebih
lanjut untuk dilakukan penghapusan atau
scrapping atau pembatasan wilayah dan
waktu operasi/penggunaannya sehingga
tidak menimbulkan dampak negatif, terhadap
pencernaan udara dan jumlah KB yang
menimbulkan beban pada jalan
2. Keterbatasan kapasitas
kualitas (standar) jalan dan
meningkatnya beban jalan
a. Kerusakan jalan berkaitan erat diantaranya
dengan adanya beban jalan diatas standar
disain jalan. Dalam hal ini tanggung jawab
atas kerusakan tersebut dibebankan kepada
warga negara pemilik KB.
b. Upaya mengatasi beban jalan yang
meningkat adalah melalui optimasi fungsi
jalan dan rekayasa lalu lintas atau
pembatasan jumlah KB beroperasi dan atau
pengembangan kapasitas jalan
NoKeterbatasan pada
pertimbangan basis PKBPokok Bahasan
c. Jadi mencermati hal butir a diatas, maka
konsep basis pajak pada kerusakan jalan
yang menonjolkan konsep antisipasi dampak
KB dan mengabaikan mengenai apa yang
menjadi sumber dampak kerusakan tersebut.
Diantaranya jenis/berat KB, jumlah KB dan
kualitas jalan yang ditambah standar.
3. Tidak terkendalinya emisi gas a. Pencemaran lingkungan (udara) sebagai
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 37
buang dan tidak terkendalinya
penggunaan KB serta terbatas
pilihan jenis/type mesin yang
lebih hemat BBM atau
terbatasnya KB yang lebih
ramah lingkungan
dampak dari penggunaan KB di jalan
(khususnya di kota-kota besar). Dampak
pencemaran ini diletakkan sebagai tanggung
jawab atau dibebankan kepada warga negara
pemilik KB.
b. Berkaitan dengan Basis PKB yang
berorientasi pada dampak pencemaran
penggunaan PKB yang tidak sesuai dengan
prinsip keadilan dari pajak, maka perlu
dirubah orientasi tersebut. Bukan pada
dampak tapi kepada sumber pencemaran
diantaranya jenis/type ukuran mesin dan
jenis energi yang dipakai.
4. Pembebanan pencemaran KB
kepada warga negara
(pemilik) KB dengan bobot
yang berkoefisien 1 (satu)
atau lebih dari 1 (satu)
a. Terkandung konsep bahwa semakin besar
bobot maka semakin besar beban tanggung
jawab pemilik KB menanggung besaran
PKB.
b. Beban pencemaran tersebut dengan koefisien
yang hampir sama pada pemilik KB tanpa
mempertimbangkan jenis / type / ukuran
mesin KB dan jenis, energi yang dipakai.
Demikian juga koefisien pada kerusakan
jalan, tanpa mempertimbangkan bermacam
ragam jenis / berat yang ada terbatas variasi
bobot antara 1-1,2 bahkan ada yang sama
misalnya daya rusak Kendaraan Bermotor
(bus besar) dengan mobil penumpang
(sedan). Basis PKB ini menampakkan
ketidaksesuaian dengan prinsip keadilan
pajak.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 38
3. Identifikasi Pengembangan Basis dan Skema Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
a. Arah Pengembangan
Pemikiran pokok dalam pengembangan basis Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
adalah mengacu pada “Prinsip Keadilan” dan solusi persoalan berpangkal pada
sumber yang mendatangkan persoalan (dampak) tersebut.
1) Pengembangan Basis Pajak Mengenai Kerusakan Jalan
Basis PKB yang berpangkal
pada Dampak
Usul Basis PKB yang berpangkal
pada sumber dampak
Kerusakan jalan Jenis / type / ukuran / berat
kendaraan bermotor
2) Pengembangan Basis Pajak KB mengenai pencemaran lingkungan
(khusus udara)
Basis PKB yang berpangkal
pada Dampak
Usul Basis PKB yang berpangkal
pada sumber dampak
Pencemaran lingkungan
(udara)
Jenis/type/ukuran mesin
Jenis energi yang dipakai
Umur KB
3) Pengembangan Basis Pajak KB mengenai bobot (koefisien) beban
tanggung jawab warga negara atau pemilik KB.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 39
Basis PKB yang berpangkal
pada Dampak
Usul Basis PKB yang berpangkal
pada sumber dampak
Bobot diterapkan hampirsama/merata pada pemilik(objek Pajak) atas kerusakandan pencemaran. Bobotumumnya dibedakan hanya 2kelompok yaitu padakendaraan besar / alat beratberbobot 1.2 dan kendaraanjenis lain (mobil penumpangdll) diberikan bobot 1 (satu)
Bobot diterapkan berbeda-beda padaKendaraan Bermotor sesuai hal-halyaitu : Jenis/type/berat pada lebih dari 2
kelompok dari yang ada Jenis/type/ukuran mesin Pemakaian berbagai jenis energi
(bahan bakar)
b. Pengembangan Skema Penerapan PKB
1) Perspektif pengembangan skema penerapan PKB adalah pengembangan
kebijakan pemerintah mengenali basis pajak KB dalam perwujudan skema
pajak yang bertujuan menghimpun pendapatan daerah dan secara simultan
berfungsi mempengaruhi atau tindakan warga negara (subjek pajak) dalam
pengelolaan atau penggunaan KB yang dapat semakin mendukung
peningkatan kinerja LLAJ.
2) Dalam perspektif Pendapatan Daerah (APBD) kontribusi dari penerimaan
PKB cukup besar, sehingga dipandang perlu mengembangkan kebijakan
Earmarking untuk pandangan urusan LLAJ dan urusan jalan serta jembatan
yang cukup, sebagaimana hal ini telah dikemukakan di depan .
3) Dalam pengembangan skema pajak kendaraan bermotor melalui
pengembangan unsur-unsur basis pajak KB.
a. Pengembangan basis pajak pada unsur kerusakan jalan menjadi unsur
jenis/type/ukuran/berat KB. Dalam hal ini pengklasifikasian berat
(ringan, sedang, berat dan sangat berat) perlu dikaji lebih lanjut.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB V - 40
b. Pengembangan basis pajak pada unsur pencemaran lingkungan (udara)
menjadi unsur jenis/type/ukuran daya mesin, unsur jenis energi yang
dipakai dan umur KB.
c. Pengembangan basis pajak pada unsur bobot yang dikemukakan dalam
koefisien menjadi penguraian bobot sesuai unsur-unsur basis pajak
tersebut diatas. Dalam hal ini tidak lagi hanya pembobotan pada
kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan yang dinilai sebagai
dampak dari pergerakan tapi pembaharuan perspektif pada sumber pokok
dampak tersebut. Untuk perhitungan peran/kontribusi/bobot tersebut.
Selanjutnya perlu dilakukan kajian tersendiri. Ringkasan uraian diatas
dapat dilihat dalam Skema Pengembangan Kebijakan Pada Varian Basis
(Unsur) PKB yang ada dibawah ini.
Catatan sebagai Perspektif besaran bobot yang perlu di studi lebih lanjut.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB VI - 1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pajak kendaraan bermotor dalam perspektif UU 28 tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu dari 4 (empat) jenis
pajak daerah Provinsi yang pelaksanaannya dibawah kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi.
Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor dalam studi ini dibagi uraian
dan pembahasan atas 2 (dua) bagian yaitu bagian pertama pemetaan dan
pembahasan peran Pajak Kendaraan Bermotor dalam APBD baik pada sisi
pendapat (Pendapatan Asli Daerah dan Pendapat Pajak Pemerintah Provinsi)
maupun pada sisi Belanja Daerah khususnya Belanja Modal pada urusan
perhubungan, yang secara spesifik belanja modal pada urusan Lalu Lintas dan
Angkutan jalan serta belanja modal pada urusan pembangunan dan atau
pemeliharaan jalan dan jembatan. Dalam aspek kewenangan dalam urusan-urusan
tersebut berada pada Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum (Bina
Marga). Dinas PU (Bina Marga) sebagai instansi Pemerintah Daerah Provinsi
yang bertanggung jawab untuk urusan jalan dan jembatan.
Kemudian bagian kedua, pemetaan dan pembahasan skema Pajak
Kendaraan-kendaraan Bermotor baik pada unsur-unsur Basis Pajak Kendaraan
Bermotor maupun peran unsur-unsur basis Pajak Kendaraan Bermotor dalam
pembentukan skema PKB yang lebih memenuhi “prinsip keadilan pajak”.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB VI - 2
Berdasarkan hasil pengolahan data bahwa peran Pajak Kendaraan Bermotor
dalam APBD tahun 2012 adalah pada PAD dan Pajak Daerah di Provinsi Sumut :
30,00% dan 33,31% di Provinsi JABAR ; 36,28% dan 39,58%; di Provinsi
JATIM : 33,80% dan
42,05% ; di Provinsi BALI 31,35% ; 34,45%, di Provinsi KALTIM 12,04% ;
13,99% dan Provinsi SULSEL 26,0% ;29,08%. Rata-rata pada wilayah studi
(Sumut, Jabar, Jatim, Bali, Kaltim dan Sulsel) rata-rata pada kontribusi PKB pada
PAD 28% dan kontribusi PKB pada pajak daerah 31%.
Kemudian pada Belanja Modal pada urusan LLAJ, urusan jalan dan
jembatan dapat digambarkan persen terhadap PKB dan gabungan (PKB, BBNKB
dan PBBKB) di masing-masing Provinsi, yaitu persen di Provinsi Sumut ; 6,67%,
50,53% dan 0,13%, 16,97%; di Provinsi JABAR ; 0,16% ;10,86% dan 0,06%
serta 4,32% di Provinsi JATIM ; 0,38% 7,51% dan 0,16% serta 3,17% di Provinsi
Bali ; pada urusan LLAJ mencapai 3,37% dan urusan jalan dan jembatan 23,15%
kemudian 1,16% dan 7,96% : di Provinsi KALTIM pada urusan LLAJ mencapai
1,59% dan jalan dan jembatan 277% kemudian 0,22% dan 38,86% : di Provinsi
SULSEL ; 2,90% ; 56,8% serta 0,84% dan 17,20%.
Kemudian rata-rata persen belanja modal urusan LLAJ, urusan jalan dan
jembatan pada 6 wilayah studi adalah 2,51% dan 29,70% terhadap PKB, demikian
juga rata-rata persen belanja modal pada urusan LLAJ, urusan jalan dan jembatan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB VI - 3
di 6 wilayah studi adalah 0,43% dan 14,74% terhadap total penerimaan PKB,
BBNKB dan PBBKB.
Rendahnya alokasi belanja modal pada urusan LLAJ khususnya dan Belanja
Modal pada urusan jalan serta jembatan yang mana alokasi belanja modal tersebut
dibawah kebutuhan adalah sumber pokok rendahnya Kinerja Sistem Transportasi
Darat (LLAJ). Latar belakang rendahnya belanja modal tersebut berkaitan dengan
prioritas belanja daerah yang menghadapi beban pembiayaan pada belanja
pegawai, belanja barang dan jasa dan lain-lain, sehingga belanja modal mendapat
alokasi terbatas. Berkaitan dengan itu perlu dikembangkan kebijakan Earmarking
atas penerimaan pajak PKB, BBNKB dan PBBKB untuk memperkuat belanja
modal bagi urusan LLAJ minimal 5% dan urusan jalan dan jembatan juga
minimal mencapai 10% setiap tahunnya. Seiring itu Pemda perlu meminta
tambahan bagi hasil pajak pusat dan tambahan dana DAU dari pemerintah pusat
setiap tahunnya, sepanjang sumber dana lainnya (PAD) belum dapat ditingkatkan
penerimaannya (retribusi daerah, pajak air dan hasil BUMD serta pengelolaan aset
daerah).
Selanjutnya dalam pemetaan dan hasil pembahasan mengenai faktor-faktor
basis pajak dalam skema PKB berkaitan peran dari faktor-faktor basis pajak
menjadi landasan penetapan PKB. Dalam pemetaan basis pajak terlihat faktor
(unsur) nilai jual KB , faktor pembobotan atas kerusakan jalan dan
atau/pencemaran lingkungan (udara). Pernyataan persoalan pada kerusakan jalan
dan pencemaran lingkungan dipandang sebagai kelemahan unsur basis PKB
sekarang ini berlandaskan suatu dampak bukan pada sumber dampak yang
menimbulkan persoalan sehingga dinilai lemah penerapan “prinsip keadilan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB VI - 4
pajak”. Oleh karena itu diusulkan kebijakan hasil pajak kendaraan bermotor yang
semula basis kerusakan jalan dilakukan pembaharuan menjadi kebijakan
berlandaskan type/ukuran/berat kendaraan bermotor dan pembaharuan unsur
basis pencemaran lingkungan menjadi basis yang berunsur pada type/jenis/ukuran
mesin dan jenis energi yang dipakai kendaraan bermotor serta umur kendaraan.
Sejalan dengan pembaharuan unsur basis PKB tersebut maka
peran/kontribusi atau bobot perlu diuraikan sesuai dengan unsur-unsur tersebut
diatas pada kondisi masing-masing wilayah provinsi baik dalam kaitan
transportasi dalam kota maupun transportasi antar kota. Dalam menemukenali
lebih lanjut, khususnya pada pembobotan varian jenis-jenis energi yang dipakai
kendaraan bermotor ( listrik, gas, premium/pertamax, solar, solarsel ) diperlukan
kajian tersendiri terhadap (bobot/peran) dalam mendapatkan besaran bobot
dimaksud yang akan berbeda pada masing-masin provinsi.
Dalam mendukung pengusahaan angkutan umum penumpang yang
dibeberapa wilayah studi telah memberikan keringanan tarif pajak kendaraan
bermotor, dalam hal ini kebijakan ini tetap dilanjutkan dengan memberikan
keringanan yang lebih besar lagi, bilamana memungkinkan menjadi nol persen.
Untuk Mendukung pengembangan moda angkutan umum massal jenis bus,
penerapan kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor, khususnya varian berat
kendaraan bermotor dengan varian jenis -jenis energi yang digunakan hendaknya
menjadi bagian dalam penerapan manajemen rekayasa lalu lintas.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB VI - 5
B. Saran
1. Untuk mendukung pengembangan Transportasi Darat (LLAJ) yang
berkelanjutan, maka disarankan supaya dikembangkan Kebijakan
Earmarking Pajak Kendaraan Bermotor minimal sebesar 10% dari
penerimaan daerah atas Pajak Kendaraan Bermotor untuk meningkatkan
alokasi belanja modal urusan LLAJ dan belanja modal urusan jalan dan
jembatan.
2. Untuk mendukung penerimaan daerah (APBD) dari Pajak Daerah,
khusus dari PKB serta penerapan prinsip keadilan dalam PKB, maka
disarankan pengembangan dan pembaharuan basis pajak di dalam skema
PKB.
Oleh karena itu disarankan pembaharuan basis pajak pada kerusakan
jalan menjadi basis type/jenis/ukuran/berat KB serta pembaharuan basis
pajak pada pencemaran lingkungan menjadi unsur basis pajak pada
jenis/type Ukuran mesin KB dan unsur basis Jenis energi KB yang
dipakai. Pada pembobotan atas unsur-unsur Basis PKB ini tersebut
disesuaikan dengan peran/kontribusi masing-masing terhadap persoalan
yang dihadapi.
3. Untuk mengoptimalkan dukungan operasional Transportasi Darat (LLAJ)
dengan penerapan PKB tersebut. Diatas, maka perlu sinergi dengan
penyelenggaraan manajemen lalu lintas (Rekaya Lalu Lintas).
Pengelolaan kualitas jalan (sesuai standar jalan) dan Penegakan hukum
serta dukungan masyarakat.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
LAPORAN AKHIR BAB VI - 6
4. Perlu penerapan besaran Earmarking tersebut diatas ditetapkan dengan
Peraturan Daerah untuk menjamin pembiayaan pembangunan jalan yang
berkelanjutan.
5. Perlu studi lanjutan mengenai besaran bobot atau peran masing-masing
varian dari basis pajak yang ada sekarang ini untuk meningkatkan
keadilan bagi masyarakat yang membayar pajak.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Perhubungan Darat Dalam Angka,
Jakarta, 2011
Brotodiharjo, R. Santoso, 1998, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT. Refika
aditama, Bandung Indonesia
Febriani, 2011, Analisis Sistem Pengendalian Pemungutan Pajak Kendaraan
Bermotor dalam Peningkatan PAD pada Dispenda kota Singkawang,
Jurnal Eksos, Vol7,No.2, Para Bakti Pontianak
Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan
Daerah 2011, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan
Soemitro, Rochmat, 1968. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan,
Eresco, Bandung
Tinjauan Pelaksanaan Pengalihan PKB menjadi Pajak Daerah 2011,
Kementerian keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan
Waluyo & Ilyas Wirawan B, 2003, Perpajakan Indonesia Salemba Empat,
Jakarta
Anwar Salim, 2002, “Cara Menghitung Target Pajak Kendaraan Bermotor
dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor”. Beranda Majalah Berita
Pendapatan Daerah, Edisi April 2002, Halaman 16, Kolom laporan
khusus, Dispenda Propinsi Jawa Tengah, Semarang
Buku Panduan Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, Kementerian Keuangan
Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Penyuluhan
Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, 2011
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2012 tentang Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2006 tentang Perhitungan
Dasar Pengenanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2006.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Angkutan Multimoda
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah
Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar
Sendiri Oleh Wajib Pajak
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pengujian
Kendaraan Bermotor
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Retribusi
Pengujian Kendaraan Bermotor.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Nomor
5038);
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3527);
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3529);
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3530);
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Nomor
4593);
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara
Tahun 2006 Nomor 86 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4655);
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 1993 tentang
Persyaratan Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta
Gandengan, Kereta Tempelan, Karoseri dan Bak Muatan serta Komponen-
komponennya;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993 tentang
Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2004 tentang Pengujian
Tipe Kendaraan Bermotor;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pengawasan
Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2004 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Daerah (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun
2004 Nomor 2/E);
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2008 Nomor 8
Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 8) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2009
(Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2009 Nomor 12 Tambahan
Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 12).
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 27 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintah yang menjadi Kewenangan Kabupaten Badung
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Retribusi
Pelayanan dan Izin Dibidang Perhubungan
top related