tr ruptur uretra & vu
Post on 14-Dec-2015
74 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
RUPTUR URETRA & VESICA URINARIA
ANATOMI
1. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli
dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada
saat menahan miksi.
Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra
posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada
membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :
a. Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranasea
b. Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa naviculare
1. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
2. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang
dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi
oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
5. Panjang uretra pada wanita sekitar 2,5- 3,5 cm sedangkan pada pria 17-22,5 cm.
Vaskularisasi dan aliran limfe
Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi suplai darah
dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous
menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra
pars prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang
berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian
besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars
spongiosa, sebagian besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian
besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.
Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari arteri vesikalis.
Pars medialis mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior dan cabang-cabang dari arteri
uterine, sedangkan pars kaudalis disuplai oleh arteri pudenda interna. Pembuluh darah
vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus venosus vesikalis dan vena
pudenda interna.
Innervasi
Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus
prostatikus. Uretra pars membranasea dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars
sponsiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus nervosus
uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.
2. Vesica Urinaria
Vesika urinaria (bladder) disebut juga kandung kemih terdiri atas 2 bagian, yaitu
daerah fundus dan leher kandung kemih. Bagian leher kandung kemih disebut juga
uretra posterior karena berhubungan dengan uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh
epitel transisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Di bawahnya
terdapat lapisan sub mukosa yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan
jaringan elastin . Otot polos kandung kemih adalah otot detrusor yang terdiri dari
lapisan otot longitudinal pada lapisan luar dan dalam sedangkan otot sirkuler pada bagian
tengahnya otot detrusor melanjutkan perjalanannya ke arah uretra membentuk suatu
"pipa" yang disebut bladder neck. Kandung kemih berbentuk oblik untuk menghindari
urin kembali keatas.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior
dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral
dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum
vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri
dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada
vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis
melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan
sebagai sensorik dan motorik.
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat
duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
A. RUPTUR URETRA
DEFINISI
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan
kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
ETIOLOGI
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum.
Beberapa contoh dari cedera genetalia eksterna antara lain:
Fraktur pelvis : ruptur uretra pars membranasea.
Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa.
Iatrogenik : pemasangan kateter yang salah.
Persalinan lama.
Ruptur yang spontan.
KLASIFIKASI
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1. Ruptur Uretra Posterior
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra
terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.
Etiologi
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada
uretra pars posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang
berhubungan dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi,
karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser
penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada cedera yang
berhubungan kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10%
dari fraktur pelvis tetapi hampir semua gangguan pada uretra membranasea yang
berhubungan dengan trauma tumpul terjadi bersamaan fraktur pelvis. Fraktur
yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada
cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur
pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis
menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum
pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke
kranial.
Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab
sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari
ketinggian dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko,
mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari
pada pengendara.
Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra
posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama
terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh
cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%),
kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur
pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal
ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera
organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%),
diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%).
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang
menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%.
Cedera uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi
beberapa kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6%.
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis
kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33
tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan
persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada
anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan
resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra.
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,
perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan
mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku.
Mekanisme Trauma
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser
padaprostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada
diafragma urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars
membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada
dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis oleh
diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum.
Klasifikasi
Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera uretra dalam 3 jenis:
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).
Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya
tampak memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan
diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan
ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah
proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras
meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum.
Gambaran Klinis
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada
daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan
nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan
peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah
perut bagian bawah.
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai
pada pasien yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis fraktur pelvis lebih sering
berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87% sampai 93%
kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan
dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak
bisa keluar dari kandung kemih atau memar pada perineum atau ekimosis
perineal merupakan tanda tambahan yang merujuk pada gangguan uretra. Trias
diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah
pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih.
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling
penting dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan
melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada
periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi
complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan
obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat
mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas
jauh tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat
urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya
darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk
menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan
pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat
diinprestasikan salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada
palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak ditemukan jika ligament
puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra membranasea tidak
disertai oleh pergeseran prostat.
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan
terdorong ke atas oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding
prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra
posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-
kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil.
Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin
adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk
mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan
fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan adanya
suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.
Gambaran Radiologi
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk
mendiagnosis cedera uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada
keadaan trauma. Sementara CT Scan merupakan pemeriksaan yang ideal untuk
saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam
mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis
setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan
dalam pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang
memiliki keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan
kateter suprapubik.
Penatalaksanaan
a. Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-
obat analgesik. Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat
kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak
bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram, pemasangan
kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan
organ lain, cukup dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari
kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan
kateter silicon selama 3 minggu.
b. Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan.
Kateter uretra harus dihindari.
Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase
urin. Insisi midline pada abdomen bagian bawah dibuat untuk
menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat
biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada
periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi
volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan persiapan
operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin
terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan
diinspeksi untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan
benang yang dapat diabsorpsi dan pemasangan tube sistotomi untuk
drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3 bulan.
Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan
prostat & buli-buli akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya.
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan
reparasi 2- 3 hari kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir
(railroading).
Delayed urethral reconstruction
Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan
dalam 3 bulan, diduga pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain
dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram
dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur
uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari
tulang pubis. Metode yang dipilih adalah “single-stage reconstruction”
pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah striktur dan
anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter
uretra ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan
setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas. Sebelumnya dilakukan
sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak ada
ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada
ekstravasasi atau striktur, kateter suprapubik harus dipertahankan.
Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat
perkembangan striktur.
Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki
uretra. Perdarahan dan hematoma sekitar ruptur merupakan masalah
teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi
dari immediate cystotomy dandelayed reconstruction. Walaupun
demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate
urethral realignment.
Komplikasi
Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture
prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria.
Striktur yang mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50%
dari kasus. Jika dilakukan sistotomi suprapubik, dengan pendekatan “delayed
repair” maka insidens striktur dapat dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens
impotensi setelah “primary repair”, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar 50%). Hal
ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi
uretra tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya
bersamaan dengan fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4.
Prognosis
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi
saluran kemih akan teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai.
2. Ruptur Uretra Anterior
Uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalia. Straddle
injury dapat menyebabkan laserasi atau contusion dari uretra. Instrumentasi atau
iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial.
Etiologi
Cedera uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada
pelvis dan uretra. Secara klasik, cedera uretra anterior disebabkan oleh straddle
injury atau tendangan atau pukulan pada daerah perineum, dimana uretra pars
bulbosa terjepit diantara tulang pubis dan benda tumpul. Cedera tembus uretra
(luka tembak atau luka tusuk) dapat juga menyebabkan cedera uretra anterior.
Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah trauma penis yang berat, trauma
iatrogenic dari kateterisasi, atau masuk benda asing.
Mekanisme Trauma
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior.
Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars
bulbosa paling sering (85%), karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari
tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul
pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan olehstraddle injury atau trauma
pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis
dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra.
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul
uretra anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya.
Kenyataannya, straddle injurymenimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien
tidak mencari penanganan pada saat kejadian. Pasien biasanya datang dengan
striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun.
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10%
sampai 20% dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera
pada saat berhubungan intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam
ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea.
Klasifikasi
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas
berdasarkan atas gambaran radiologi:
a. Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi
retrograde normal.
b. Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih
ada kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau
vesika urinaria.
c. Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada
kontras mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra
seluruhnya terganggu.
Gambaran Klinis
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan
skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik
cedera uretra. Bila terjadi rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa
buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah
suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh.
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena
udem atau bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam.
Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia
yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrate yang disebut
infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi.
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang
atau instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra.
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin
keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat
hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek,
ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat
menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini
memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly
hematomaatau hematoma kupu-kupu.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi
keterangan letak dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan
menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi uretra, sedangkan
kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya
ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang.
Penatalaksanaan
a. Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyakbiasanya tidak ditemukan pada straddle
injury. Jika terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan
resusitasi.Armenakas dan McAninch (1996) merencanakan skema klasifikasi
praktis yang sederhana yang membagi cedera uretra anterior berdasarkan
penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur inkomplit, dan ruptur komplit.
Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya dengan diversi
kateter uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan
penanganan pada cedera staddlemayor yang melibatkan uretra.
Pilihan utama berupa surgical repairdirekomendasikan pada luka
tembak dengan kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat
dari striktur uretra. Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma
seharusnya dibatasi karena aliran darah korpus dapat terganggu sehingga
menghambat penyembuhan spontan dari area yang mengalami kontusi.
Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka tembak uretra
dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat.
b. Penanganan Spesifik
Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya
ekstravasasi dan uretra tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien dibolehkan
untuk buang air kecil; dan jika buang air kecil normal, tanpa nyeri dan
pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan tambahan. Jika pendarahan
menetap, drainase uretra dapat dilakukan.
Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi
midline pada suprapubik dapat membuka kubah dari buli-buli supaya pipa
sistotomi suprapubik dapat disisipkan dan dibolehkan pengalihan urin
sampai laserasi uretra sembuh. Jika pada uretrogram terlihat sedikit
ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari setelah drainase kateter
suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan yang lebih
parah, drainase kateter suprapubik harus menunggu 2 sampai 3 minggu
sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang rusak dapat
menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak
memerlukan rekonstuksi bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika
tidak ada ekstravasasi. Tindakan lanjut dengan melihat laju aliran urin
akan memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra oleh striktur.
Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas
Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke
perineum, skrotum, dan abdomen bagian bawah. Drainase pada area
tersebut diindikasikan. Sistotomi suprapubik untuk pengalihan urin
diperlukan. Infeksi dan abses biasa terjadi dan memerlukan terapi
antibiotik.
Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya
sulit dan tingginya resiko timbulnya striktur.
Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan
sistouretrogram harus dilakukan untuk mengetahui tempat dan panjang
dari uretra yang mengalami cedera. Pemeriksaan ultrasound uretra dapat
membantu menggambarkan panjang dan derajat keparahan dari striktur.
Injeksi retrograde saline kombinasi dengan antegrade bladder filling akan
mengisi uretra bagian proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan
mengambarkan dengan jelas bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di
eksisi. Jaringan fibrosa padat yang terbentuk karena trauma sering
menjadi significant shadow.
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total
uretra pars bulbosa setelah straddle injury. Skar tipikal berukuran 1,5
sampai 2 cm dan harus dieksisi komplit. Uretra proksimal dan distal dapat
dimobilisasi untuk anastomosisend-to-end. Tingkat keberhasilan dari
prosedur ini lebih dari 95% dari kasus.
Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra yang ruptur
tidak disarankan dan sering kali gagal. Penyempitan parsial uretra dapat
diterapi awal dengan insisi endoskopi dengan tingkat keberhasilan tinggi.
Saat ini uretrotomi dan dilatasi berulang telah terbukti tidak efektif baik
secara klinis maupun biaya. Lebih lanjut, pasien dengan prosedur
endoskopik berulang juga sering diharuskan untuk dilakukan tindakan
rekonstruksi kompleks seperti graft. Open repair seharusnya ditunda
paling tidak beberapa minggu setelah instrumentasi untuk membiarkan
uretra stabil.
Komplikasi
Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma,
abses periuretral, fistel uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang
paling sering terjadi adalah striktur uretra.
Prognosis
Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak
memerlukan rekonstruksi bedah. Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang
baik dan infeksi urinaria dan terdapat fistel uretra, rekonstruksi dibutuhkan.
B. RUPTUR VESICA URINARIA
DEFINISI
Trauma buli-bulu atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah
yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi
buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang
mengalami cedera.
ETIOLOGI
Ruptur kandung kemih terutama terjadi sehingga akibat trauma tumpul pada
panggul, tetapi bisa juga karena trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh
senjata tajam, dan cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang panggul. Pecahan-
pecahan tulang panggul yang berasal dari fraktur dapat menusuk kandung kemih tetapi
rupture kandung kemih yang khas ialah akibat trauma tumpul pada panggul atas kandung
terisi penuh. Tenaga mendadak atas massa urinaria yang terbendung di dalam kandung
kemih yang menyebabkan rupture. Perforasi iatrogen pada kandung kemih terdapat pada
reseksi transurethral sistoskopi atau manipulasi dengan peralatan pada kandung kemih.
PATOFISIOLOGI
Trauma vesikaurinaria terbanyak karena kecelakaan lalu lintas/kecelakaan kerja
yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Trauma vesika
urinaria tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama bila kandung kemih penuh
atau terdapat kelainan patelegik sepetrti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga
menyebabkan rupture. Trauma vesikaurinaria tajam akibat luka trusuk atau luka tembak
lebih jarang ditemukan. Lua dapat melalui daerah suprapubik ataupun transperineal dan
penyebab lain adalah instrumentasi urologic.
Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih,
pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria
tanpa eksravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal atau
ekstraperitoneal. Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk
fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada
kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal.
KLASIFIKASI
a. Ruptur intraperitoneal
Peritoneum pariental, simfisis, promantorium, cedera dinding perut yang
mengakibatkan rupture intraperitoneal kandung kemih yang penuh, tidak terdapat
perdarahan retroperitoneal kandung kemih yang penuh, tidak terdapat perdarahan
retroperitoneal kecuali bila disebabkan patah tulang pinggul.
b. Ruptur retroperitoneal
Peritoneum parietal, simfisis, promantorium, cedera panggul yang
menyebabkan patah tulang sehingga terjadi rupture buli-buli retro ataiu
intraperitoneal. Darah dan urin di jaringan lunak di luar rongga perut, perut terbebas
darah dan urin.
c. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal
Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus kandung kemih
seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka tusuk abdominal
bawah. Hal itu akan menyebabkan intraperitoneal, ekstraperitoneal, cidera, atau
gabungan kandung kemih.
TANDA DAN GEJALA
a. Fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat
b. Abdomen bagian tempat jejas/hemato
c. Tidak bisa buang air kecil kadang keluar darah dari uretra.
d. Nyeri suprapubik
e. Ketegangan otot dinding perut bawah
f. Ekstravasasi kontras pada sistogram
g. Trauma tulang panggul
KOMPLIKASI
a. Urosepsis: Keracunan septic dari penahanan dan absorbsi substansi urin.
b. Lemah akibat anemia.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Hematokrit menurun.
b. Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pindah atau
tertekan.
PENATALAKSANAAN
Terapi cedera buli-buli tergantung pada jenis cedera, diantaranya adalah:
1. Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk
memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh
setelah 7-10 hari.
2. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari
robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak
segera dioperasi ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan
peritonitis. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis,
kemudian dipasang kateter sitostomi yang dilewatkan diluar sayatan laparotomi.
3. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain
menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter
sitotstomi. Tanpa dilakukan pembedahan, kejadian kegagalan penyembuhan luka
± 15% dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar
12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur buli-buli terdapat cedera
organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli
dan pemasangan kateter sitostomi.
KESIMPULAN
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki,
biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau “straddle injury”. Cedera uretra jarang
terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami laserasi, terpotong, atau
memar. Penatalaksaannya bermacam-macam tergantung pada derajat cedera. Menurut
anatomisnya, uretra dibedakan menjadi dua, uretra posterior terdiri atas pars prostatika dan pars
membranasea dan uretra anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan pars pendulosa. Secara klinis
trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini
karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan
serta prognosisnya.
Trauma buli-bulu atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomic buli-buli terletak di
dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi. Kemungkinan
cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila kandung kemih
penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada satu kosong, Terapi cedera buli-buli
tergantung pada jenis cederanya.
DAFTAR PUSTAKA
Kawashima A, Sandler CM, Wasserman NF, et al. 2004. Imaging Of Urethral Disease: A
Pictorial Review. Diakses pada tanggal 6 Mei 2015. Available from URL :
http://radiographics.rsna.org/content/24/suppl_1/S195.full.pdf+html
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi Keenam, Volume Dua, EGC, Jakarta
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Sagung Seto. Malang
Reksoprodjo S, et al. 2004. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. FK UI. Jakarta
Sjamsuhidajat R, Jong WM. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta
Smith JK, Kenney P. 2009. Urethra Trauma. Diakses pada tanggal 6 Mei 2015.
Available from URL : www.emedicine.com
top related