ruptur uretra

16
RUPTUR URETRA I. Pendahuluan Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaan kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan pada fraktur pelvis akan terjadi pula cedera uretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada uretra perempuan. 1,2 Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury), dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan daerah genitalia. Angka kematian sekitar 20 % kasus fraktur pelvis akibat robekan pada vena dan arteri dalam rongga pelvis. 2 Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakan tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra posterior. Dilaporkan, cedera pada urethra posterior sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral dan meningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera urethra prostatomembranaceus 1

Upload: etigenx

Post on 06-Aug-2015

1.690 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: ruptur uretra

RUPTUR URETRA

I. Pendahuluan

Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh

karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70%

dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaan

kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra

akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan pada fraktur pelvis akan terjadi pula cedera

uretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada uretra perempuan.1,2

Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury),

dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan

cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan

daerah genitalia. Angka kematian sekitar 20 % kasus fraktur pelvis akibat robekan pada

vena dan arteri dalam rongga pelvis.2

Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakan

tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra posterior.

Dilaporkan, cedera pada urethra posterior sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral dan

meningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera urethra

prostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simple ( 25%), ruptur parsial ( 25%)

dan ruptur komplit ( 50%).2

II. Anatomi

Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal, sehingga proses

patologi seperti obstruksi, radang, dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga

abdomen, tetapi gejalanya dan tandanya mungkin tampak di perut menembus peritoneum

parietal belakang. Gajala dan tanda jarang disertai tanda rangsang peritoneum. Arteri

renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end artery) sehingga

penyumbatan pada arteri atau cabangnya mengakibatkan infark ginjal. Dinding ureter

mempunyai lapisan otot yang kuat, yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai

nyeri yang sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung

dengan lapisan otot dinding pielumdi sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-bulidi

1

Page 2: ruptur uretra

sebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara

miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter.

Sistem pendarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal,

gonad, dan buli-buli.3

Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria

sampai keluar tubuh, yang berfungsi untuk menyalurkan urin dari vesika urinaria hingga

meatus bermuara ke meatus urinarius externus.4

Secara anatomis, urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars

posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai

dari perbatasan dengan buli-buli, orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra

postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra

membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan

prostat membran pada arkus anterior pubis. Urethra membranaceus terdapat pada ujung

anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah

melewati membran perineum. Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior,

berjalan di sepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra

pendulosa di sepanjang uretra anterior. Ductus dari glandula Cowper bermuara di urethra

bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan di sepanjang penis dimana berakhir pada

fossa naviculare dan meatus urethra eksternus.2,5

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan

buli – buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antara

uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi

oleh sistem simpatis sehingga pada saat buli – buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter

uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat

diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan

tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra pada pria sekitar 8 inci (20 cm),

2

Page 3: ruptur uretra

Gambar 1: Potongan sagital organ pelvis pada pria dan perempuan.5

sedangkan pada uretra wanita sekitar 11/2 inci (4cm), yang berada di bawah simfisis

pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar

pariuretra, diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra,

terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra

eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di

dalam buli – buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesica

melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra

eksterna.3,4

III. Etiologi

Terjadinya ruptur uretra dapat disebabkan oleh cedera eksternal yang meliputi

fraktur pelvis atau cedera tarikan ( shearing injury). Selain itu, juga dapat disebabkan

oleh cedera iatrogenik, seperti akibat pemasangan kateter, businasi, dan bedah

endoskopi.3,7

Ruptur uretra anterior biasanya terjadi karena trauma tumpul (paling sering) atau

trauma tusuk. Dan terdapat sekitar 85% kasus rupture uretra anterior pars bulbosa akibat

trauma tumpul.11

3

Page 4: ruptur uretra

1. Fraktur pelvis

Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis. Yang menurut

kejadiannya, terbagi atas 3 tipe, yaitu :

Cedera akibat kompresi anterior-posterior

Cedera akibat kompresi lateral

Cedera tarikan vertikal.

Pada fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya lebih

stabil bila dibandingkan dengan fraktur tipe III dengan tipe tarikan vertical. Pada fraktur

tipe III ini seringkali akibat jatuh dari ketinggian, paling berbahaya dan bersifat tidak

stabil. Fraktur pelvis tidak stabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai

kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga

salah satu sisi lebih ke depan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra

posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral

pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika.7

2. Cedera tarikan ( shearing injury)

Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra di sepanjang pars

membranaceus (5-10%). Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi

ke superior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan di sepanjang urethra

posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat

tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan

tarikan pada urethra pars membranaceus.7

3. Cedera uretra karena pemasangan kateter

Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau

bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi

urin dengan atau tanpa darah dapat lebih meluas. Pada ekstravasasi ini, mudah timbul

infiltrate urin yang mengakibatkan sellulitis dan septisemia bila terjadi infeksi.3

IV. Klasifikasi

Berdasarkan anatomi, rupture uretra dibagi menjadi:3

1. Rupture uretra posterior

4

Page 5: ruptur uretra

Terletak di proksimal diafragma urogenital, hampir selalu disertai

fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars

membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke cranial

bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat di diafragma

urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada

rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum

robek sehingga buli-bulidan prostat terlepas ke kranial.3

2. Rupture uretra anterior

Terletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen,

yaitu:8

_ Bulbous urethra

_ Pendulous urethra

_ Fossa navicularis

Namun, yang paling sering terjadi adalah rupture uretra pada pars

bulbosa yang disebabkan oleh Saddle Injury, dimana robekan uretra terjadi

antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.3

Gambar 2: Uretra pada laki-laki.6

Menurut Collpinto dan McCallum tahun 1977 cedera uretra posterior dapat

diklasifikasikan berdasarkan luas dari cederanya, menjadi:1,10,11

5

Page 6: ruptur uretra

♦ Tipe I : Cedera tarikan uretra

♦ Tipe II : Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria

♦ Tipe III : Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria

V. Diagnosis

Dapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata pada

pelvis atau perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui untuk

mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya hematuria.

1. Ruptur uretra posterior

Rupture uretra posterior harus dicurigai jika terdapat tanda fraktur pelvis.12

- Perdarahan per uretra

Merupakan tanda utama dari rupture uretra posterior, ditemukan pada

37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah,

setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah

dilakukan pencitraan (uretrografi). Darah di introitus vagina ditemukan pada 80%

penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.12

- Retensi urin 12

- Pada pameriksaan Rectal Tuse didapatkan Floating prostat yakni prostat seperti

mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital.12

- Pada pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan terdapat fraktur

pelvis.12

6

Page 7: ruptur uretra

2. Ruptur uretra anterior

Trauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis, pars pendulans,

dan pars bulbosa.12

Pada ruptur uretra anterior, didapatkan:12, 14

- Perdarahan per-uretra/ hematuri.

- Kadang terjadi retensi urine.

- Hematom kupu-kupu/butterfly hematom/ jejas perineum.

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus

spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan

fasia Colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urin

keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat

hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi

urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga

skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran

7

Page 8: ruptur uretra

seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-

kupu.14,15

8

Page 9: ruptur uretra

Gambar 3: Ruptur uretra pars anterior

dengan perdarahan per uretra,

dan hematom kupu-kupu

VI. Penanganan

Pertama kali yang perlu

dilakukan dalam mengatasi kegawatan

yang mungkin timbul setelah trauma

utamanya gangguan

hemodinamik .Syok sering terjadi

akibat perdarahan rongga pelvis. Bila hal ini terjadi, maka ditangani dengan pemberian

cairan maupun transfuse darah, obat-obat koagulansia, analgetik dan antibiotika.9,10

Terdapat beberapa kontroversi akan penaganan ruptur urethra posterior akibat

fraktur pelvis, pilihan penanganan yang dapat dilakukan yaitu :

- Realignment primer

Awalnya teknik ini dilakukan repair secara open dengan mengeluarkan

hematom, jaringan dan melakukan jahitan secara langsung. Teknik ini tidak dilakukan

lagi karena dilaporkan menimbulkan banyak kehilangan darah selama operasi,

meningkatkan impotensi, striktur dan inkontinensia. Kemudian teknik ini berubah

yaitu melakukan stenting dengan kateter secara indirect maupun endoskopik tanpa

melakukan jahitan atau diseksi pelvis.1,2

Diskontinuitas uretra dapat dijembatani dengan beberapa variasi. Dapat

dilakukan open sistostomy dan melihat buli-buli untuk adanya kemungkinan rupture,

bila cedera penyerta lainnya tidak massif dapat dilakukan realignment. Pertama

kateter uretra dimasukkan dengan panduan jari kedalam buli-buli. Kemudian

dilakukan perabaan pada anterior prostat sehingga kateter dapat diposisikan.Bila hal

ini gagal dapat dilakukan dengan sistoskopi fleksibel. Ada pula yang menggunakan

teknik dengan memasang tube sonde no 8 secara antegrade sampai tube keluar di

meatus kemudian diikatkan dengan kateter utnuk kembali dimasukkan ke buli-buli.

Pemasangan kateter secara retrograde dapat pula dilakukan dengan panduan melalui

jari pada bladder neck.1,2

9

Page 10: ruptur uretra

Pada penderita politrauma dengan fraktur pelvis yang berat paling mungkin

dilakukan teknik dengan memasukkan sistoskopi fleksibel melalui jalur suprapubik,

sistoskopi rigid melalui uretra dan kawat pemandu diantara keduanya sehingga

kateter dapat lewat melalui kawat pemandu .Pasien ditempatkan dalam posisi

litotomy rendah dengan tetap memperhatikan adanya segmen fraktur pelvis.1

Dengan stenting menggunakan kateter dilakukan lebih awal, kemungkinan

untuk timbulnya komplikasi striktur berkurang bila dibandingkan dengan hanya

memasang sistostomi saja. Keuntungan lainnya yaitu urethra yang avulse dan prostat

yang awalnya berjauhan kembali didekatkan sehingga akan memudahkan saat

dilakukan uretroplasty. Beberapa penulis menilai dengan pemasangan kateter dini

dapat memperpendek panjang striktur. Realignment ini sebaiknya dilakukan sesegera

mungkin (dalam 72 jam setelah cedera). Kateter urethra dipertahankan selama 6

minggu, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan uretrosistografi, bila tidak didapatkan

ekstravasasi maka kateter dapat dikeluarkan dengan tetap mempertahankan kateter

suprapubik.1

- Uretroplasty Primer

Repair primer dengan end-to-end anastomosis hanya dapat dilakukan pada

penderita non trauma atau tidak disertai dengan fraktur pelvis, pasien dalam keadaan

optimal dan terbukti mengalami ruptur urethra posterior.7

Standar baku dalam penanganan rekonstruksi uretra posterior adalah

kateterisasi suprapubik selama 3 bulan dan dilanjutkan anastomosis end-to-end

bulboprostatika. Setelah 3 bulan, jaringan scar pada tempat disrupsi urethra sudah

stabil dan matang menjadi indikasi untuk dilakukaknnya prosedur rekonstruksi. selain

itu cedera penyerta lainnya telah stabil dan pasien sudah rawat jalan.1

Sebelum rekonstruksi dilakukan, dilakukan pencitraan uretrosistografi

retrograde untuk mengetahui karakteristik defek uretra. Saat dilakukan pencitraan ini

pasien diminta untuk berusaha berkemih sehingga bladder neck terbuka dan defek

rupture dapat dievaluasi lebih akurat. Pemeriksaan yang lebih akurat yaitu dengan

MRI. Teknik yang digunakan yaitu transperineal, dimana pasien ditempatkan pada

posisi litotomi dan insisi midline atau flap inverted. Urethra bulbosa dibebabaskan

dan disisihkan menjauhi defek urethra ke mid-scrotum. Jaringan skar defek rupture

10

Page 11: ruptur uretra

uretra dieksisi dan urethra prostatica diidentifikasi pada apex prostat. Untuk membuat

anastomosis yang non tension atau karena ujung-ujung defek berjauhan, dapat

dilakukan beberapa maneuver seperti pemisahan krus, pubektomi inferior dan re-

routing uretra untuk mendekatkan gap.1,7

VII. Komplikasi

Komplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan komplikasi akibat

pasca uretroplasti atau cedera buli-buli. Komplikasi dini yang dapat terjadi setelah

rekonstruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan. dan

epididimitis.3

Sedangkan komplikasi lanjut yang sering terjadi, yaitu:1,2,7,9

1. Impotensi

Ditemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada cedera

uretra yang dirawat dengan pemasangan kateter. Cedera pada saraf parasimpatis penil

merupakan penyebab terjadinya impotensi setelah fraktur pelvis.

2. Inkontinesia

Insiden terjadinya inkontinensia urine rendah ( 2-4 %), dan disebabkan oleh

kerusakan pada Bladder Neck. Oleh karena itu, inkontinensia meningkat pada

penderita yang dilakukan Open Bladder Neck sebelum dilakukan operasi.

3. Striktur

Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15% penderita

terbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil ditangani dengan dilakukan penangan

secara endoskopi.

11