studi komparatif sistematika teoretik dan …
Post on 23-Nov-2021
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI KOMPARATIF SISTEMATIKA
TEORETIK DAN APLIKATIF PSIKOTERAPI SUFI
AL-GHAZA>LI> DENGAN RATIONAL EMOTIVE
BEHAVIOR THERAPY ALBERT ELLIS
Disertasi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor Pengkajian Islam dalam bidang Psikologi Islam
Oleh
Ghoza>li>
NIM. 31151200000081
Pembimbing
Prof. Dr. Achmad Mubarok , M.A
Prof. Dr. Asep Usman Ismail MAg
KONSENTRASI PSIKOLOGI ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIEF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
i
PRAKATA
Segala puji saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat karunia dan
rahmat Nya, saya dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Studi Komparatif
Sistematika Psikoterapi Sufi Al-Ghazali dengan Rational Emotive Behavir Therapy
(REBT) Albert Ellis” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAWA beserta segenap keluarga
dan sahabat pilihannya.
Ucapan terima kasih serta penghargaan yang setingi-tingginya kepada Prof.
Dr. Achmad Mubarak, MA, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, MAg. selaku promotor 1
dan 2, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan perhatian, bimbingan,
arahan kepada saya dalam penyusunan disertasi ini hingga selesai, semoga menjadi
amal shaleh di sisi Allah SWT. Dan kepada dewan penguji; Prof..Dr. Masykuri
Abdillah, Prof. Dr. Amtsal Bakhtiar, MA, Dr. Zainun Kamal MA, Prof. Dr. Zulkifli,
terima kasih atas masukannya yang sangat berharga, serta Prof. Dr. Mulyadi
Kertanegara, MA, Prof. Dr. Asif H. Pranata, dan Prof. Dr. Abdul Mujib. M.Si
selaku pembimbing 1 dan 2 awal, Mudah-mudahan curahan ilmu serta jerih
payahnya selama proses bimbingan dicatat sebagai amal shaleh oleh Allah SWT.
Kepada Prof. Dede Rosyada MA, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Prof Masykuri Abdillah MA, selaku Direktur Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa buku ini dapat diselesaikan berkat motivasi dan
dukungan serta arahan, koreksi dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua saya H. Ali dan Hj. A. Nanik atas jerih payah, perjuangan dan
pengorbanannya yang tanpa pamrih berupa dukungan, kebanggaan dan doa dalam
setiap ibadahnya, serta harta benda hanya untuk membekali saya dengan
pengetahuan dan agama, dan terima sebesar-besarrnya karena telah menjadi figur
dan teladan dalam menjalani kehidupan yang penuh kesederhanan, menjunjung
tinggi kehormatan dan mengedepankan kejujuran dalam segala hal.
Selanjutnya kepada Istri tercinta Meitina Ventini yang telah memberikan dukungan
dan bantuan baik moril maupun materiil, semoga dengan bantuan Allah saya dapat
segera membalas semua kebaikannya, disamping itu juga dukungan doa dari ibu
mertua Martini Nadzir, serta motivasi dari anak-anak saya Akbar Nurfitriantoro,
Anita Dwi Kurniawati, Muhammad Farhan Dziaulhaq untuk segera menyelesaikan
disertasi, tanpa dorongan mereka disertasi ini tidak akan pernah terselesaikan.
Terima kasih atas semua kasih sayang dan penghormatannya, saya bangga dan
bersyukur karena telah hadir menjadi bagian dari kehidupan saya, semoga kelak
kalian menjadi orang-orang sukses yang penuh integritas, jujur, amanah serta
berguna untuk agama, keluarga, masyarakat bahkan untuk bangsanya.
Demikian juga ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.
Dr. Sawitri Sadarjoen, Psikolog, Urip Purwono PhD, Dr. Gimmy Prathama, M.Si,
Iman Setiadi Arief, M.Si yang telah memberikan pelatihan tentang materi
ii
konseling dan sikoterapi REBT, CBT, Psychosexual Therapy, Positive
Psychotherapy, Marriage Counseling yang diselenggarakan oleh Liberia Insani dan
SAUH. Serta seluruh dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki kontribusi besar dalam memberikan
arahan dan masukan baik secara langsung maupun tidak langsung saat pembekalan
materi dikelas, bimbingan pengajuan proposal, dan sharing akademik, verifikasi-
verifikasi maupun ujian work in progress I, II, serta ujian komprehensif,
diantaranya yang terhormat Prof. Dr. Atho Mudzhar, MSPD, Prof. Dr. Didin
Syaefudin, MA, Dr. Fuad Jabali, MA, Prof. Suwito, MA, Prof. Dr. Yusuf Rahman,
MA, dan lain-lain.
Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada
keluarga besar di Jember terutama untuk adik sekaligus kakak bagi saya, Muhamad
Ali (Cak Amat), bahkan tidak jarang seringkali berperan sebagai orang tua,
khususnya disaat saya sedang mengalami kesulitan secara finansial, semoga
senantiasa menjadi pribadi yang jujur, rendah hati, sederhana, dan penuh empati,
begitu pula harapan saya untuk istri tercintanya (Rani), semoga Allah
memanjangkan usia kalian dalam kesehatan, keberkahan dan kebahagiaan. Kepada
Ipar dan adik-adik saya yang baik hati, Mas Gufron dan Khalisah Ali (Dholis),
Bachrul dan Noer Imamah Ali (Im), semoga Allah senantiasa memberikan
keberkahan dalam keluarga kalian, menjadi suami shaleh dan istri shalehah, dan
semoga bentuk usahanya diberikan kemudahan dan kesuksesan yang besar dalam
waktu dekat. Fathimiah Ali (Mia) mudah-mudahan cepat lulus dan bisa
melanjutkan ke jenjang S3, serta Allah segerakan kesuksesan yang besar dibidang
akademik maupun di dunia karirmu, sehingga kelak dapat membanggakan dan
dibanggakan keluarga besar. Dan calon-calon ilmuan serta pemimpin yang jenius
dan amanah di masa depan; Shaloom Syahr Banu Az-Zahra, Ahmad Pasha
Avicenna, Muhammad Azzam Mehrabian, Salwa Shaquilla Ramadhani,
Muhammad Javad Noer Bach, Quinsha Abigail Noer Bach, semoga Allah
menganugerahkan kalian dengan usia yang panjang dan berkah, sehat walafiat,
kecemerlangan dalam berpikir, keluasan hati, kejujuran, keluhuran budi, dan
senantiasa dalam lindungan dan keridhaan Allah dan RasulNya.
Kepada Direktur Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Pascasarjana
Universitas Indonesia Dr. Muhammad Luthfi Z, dan seluruh dosen pengajar dan
pegawai akademik khususnya untuk Kajian Islam dan Psikologi, Prof Reni Akbar
Hawadi, Psikolog. Sahabat karib saya Dr Thobieb al-Asyhar, Cholil Nafis Ph.D, Dr.
Hanief Saha Ghafur, Dr. Hendra Kurniawan, Dr Aliah Purwakania Hasan, Gagan
Hartana, M.Psi, Dr. Ida Sajida, Kepada Kaprodi Psikologi Universitas Paramadina,
Bapak Handrix Chris Haryanto M.A. beserta seluruh dosen psikologi Paramadina,
Dr. Ayu Nindyawati, Psi, Dr. Fatchiah Kertamuda MSc, Alfikalia, MSi, Tia
Rahmania, M.Psi, Dinar Syaputra, S.Psi, M.Psi serta kawan-kawan seperjuangan
dalam Forum Pegiat Psikologi Sufi dan Islam (FPPSI) Universitas Indonesia; Riki,
Rizki, pak Rakimin al-Jawi, Agung, Roy, Huda, Azizah, Ihya, Akbar, Nurul, Irfandi
(Fandi) dan lain-lain semoga segala asa dan cita mulia kita bersama akan segera
terealisasi dalam waktu dekat.
iii
Kepada keluarga besar (alm) Kak Suud dan bang Hasyim beserta keluarga, Ibrahim
bin Yahya dan Fifi beserta keluarga, Ali bin Yahya dan Eva beserta keluarga,
terima kasih yang tak terhingga atas semua perhatian, dukungan dan bantuannya
selama saya menjalani masa-masa kuliah, semoga Allah membalas semua
kebaikannya.
Keluarga besar Om Zul dan tante Rina, Om Pur dan tante Nen sekeluarga, mas
Andi dan mba Susi sekeluarga, Uda Reinaldi Abu Dzar dan uni Vani sekeluarga,
mas Riki dan uni Diana sekeluarga, uda M. Savitri dan linda sekeluarga, da Bob dan
sekeluarga.
Last but not least, kepada Staff administrasi dan pegawai akademik
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Mba Vemi, Mas Adam Hesa, Mas Arif, saya mengucapkan banyak terima kasih
atas bantuan, pelayanannya, informasi-informasinya serta dorongannya untuk
segera terselesaikan.
Jakarta, April 2019
Penulis
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
ARAB - LATIN
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah
sebagai berikut:
A. Konsonan
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h{ = ح
kh = خ
d = د
dh = ذ r = ر
z = ز
s = س
sh = ش
s{ = ص
d{ = ض
t{ = ط
z{ = ظ
ع = ‘
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م n = ن
h = ه
w = و
y = ي
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fath}ah A A
Kasrah I I
D}ammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama Fath}ah dan ya Ai a dan i ... ى
Fath}ah dan wau Au a dan w ... و
Contoh:
س ين ول H}usain : ح h}aul : ح
C. Maddah
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fathah dan alif a> a dan garis di atas ــــا
Kasrah dan ya i> i dan garis di atas ــــي
D}ammah dan wau u> u dan garis di atas ــــو
vi
D. Ta’ Marbu>t}ah (ة)
Transliterasi ta’ marbu>t}ah ditulis dengan “h” baik dirangkai dengan kata
sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah (مرأة) madrasah ( )مدرسة
Contoh:
al-Madi>nat al-Munawwarah : المدينة المنورة
E . Shaddah
Shaddah/tashdi>d pada transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang
sama dengan huruf yang bershaddah itu.
Contoh:
nazzala : نزل
F. Kata Sandang
Kata sandang “الـ” dilambangkan berdasarkan huruf yang mengikutinya, jika diikuti
huruf shamsiyah maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis “al” jika
diikuti dengan huruf qamariyah. Selanjutnya ا ل ditulis lengkap baik menghadapi
al-Qamariyah, contoh kata al-Qamar (القمر) maupun al-Shamsiyah seperti kata al-
Rajulu (الرجل)
`Contoh:
al-Qalam : القلم al-Shams : الشمس
G. Pengecualian Transliterasi
Pedoman transliterasi ini tidak digunakan untuk kata-kata bahasa arab yang telah
lazim digunakan di dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa
Indonesia, seperti lafal الله, asma>’ al-h}usna> dan Ibn.
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
PRAKATA ii
PEDOMAN TRANSLITERASI iii
ABSTRAK iv
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan Penelitian 15
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan 17
D. Tujuan Penelitian 20
E. Manfaat Penelitian 20
F. Signifikansi Penelitian 21
G. Metodologi Penelitian 22
H. Sistematika Pembahasan 24
BAB II . SISTEMATIKA TEORITIK DAN PRAKTIK RATIONAL
EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)
A. Biografi singkat Albert Ellis 28
B. Filosofi dasar Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) 28
C. Domain Pendekatan REBT 29
D. Pandangan tentang Manusia 33
E. Teori Kepribadian 34
F. Kesehatan Mental 36
G. Peran dan Tanggung Jawab Terapis 37
H. Hubungan klien dan terapis 37
I. Tujuan terapi REBT 38
J. Konsep Abnormalitas. 39
K. Tahap dan Langkah-langkah dalam REBT 40
L. Penerapan; teknik-teknik terapeutik 41
BAB III CORAK PSIKOLOGI AL-GHAZALI DAN
PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT JIWA DAN PSIKOTERAPI
ISLAM ABAD PERTENGAHAN
A. Biografi Al-Ghazali 48
B. Karya-karya al-Ghazali di Bidang Psikologi dan Psikoterapi 49
C. Pengembaraan Intelektual al-Ghazali 49
D. Corak Psikologi Sufi Al-Ghazali 53
viii
E. Perkembangan Rumah Sakit Jiwa (Bimaristan) dan
Psikoterapi Islam Abad Pertengahan 57
BAB IV. SISTEMATIKA TEORETIK DAN APLIKATIF
PSIKOTERAPI SUFI AL-GHAZALI
A. Definisi Psikoterapi Sufi 89
B. Komponen Psikoterapi Sufi 95
C. Landasan Filosofis Psikoterapi Sufi 95
D. Sistematika Teoretik Psikoterapi Sufi Al-Ghazali 106
E. Sistematika Aplikatif Psikoterapi Sufi Al-Ghazali 142
BAB V. STUDI KOMPARATIF PSIKOTERAPI SUFI AL-GHAZALI
DENGAN REBT ALBERT ELLIS
A. Filosofi Dasar 175
B. Domain Pendekatan Psikoterapi 177
C. Model Pendekatan 184
D. Peran dan Tanggung Jawab Terapis 185
E. Hubungan antara klien-terapis 187
F. Tahapan terapeutik 189
G. Tujuan Psikoterapi 192
H. Konsep-konsep Utama 196
1. Pandangan tentang Manusia 196
2. Teori dan Tipologi Kepribadian 196
3. Kesehatan Jiwa 200
4. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa (Abnormalitas) 205
5. Standar Abnormalitas 207
6. Klasifikasi Gangguan Jiwa 209
7. Penerapan: Teknik Psikoterapi 216
8. Sasaran dan Target 217
BAB VI. PENUTUP
A. KESIMPULAN 235
B. SARAN 236
DAFTAR PUSTAKA 237
GLOSARIUM 250
INDEKS 273 LAMPIRAN 290
CURRICULUM VITAE 317
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelusuran akar historis tentang perkembangan psikoterapi dari masa
Yunani klasik hingga abad modern, merupakan karakteristik model pembahasan
dalam berbagai sumber literatur psikoterapi mainstream. Sebuah tradisi
psikoterapi yang pernah berkembang pada masa yunani klasik, dipelopori oleh
Hipocrates (460 SM) dan Galen (130-200 M), kemudian disusul dengan terjadinya
abad demonologi 1 di dunia Eropa (Dark-Ages). 2 Selama abad demonologi,
perkembangan teori dan aplikasi di bidang psikoterapi mengalami antiklimaks.
Paparan tentang sejarah perkembangan psikoterapi kemudian melompat jauh
sekitar lima belas abad setelahnya (missing link), sekaligus menandai terjadinya
sebuah revolusi moral dalam dunia psikoterapi yang diprakarsai oleh William
Tuke (1732-1822.M), Philippe Pinel (1745-1826. M), Eli Todd (1769-1833), dan
lainnya pada abad ke XIII.
Perspektif historis diatas, mengindikasikan sebuah generalisasi terjadinya
abad demonologi secara besar-besaran diseluruh dunia, sehingga dunia timur
termasuk Islam seolah-olah juga mengalami fenomena yang serupa dengan dunia
Barat. Sumber sejarah tentang perkembangan psikoterapi yang menjadi acuan
utama dalam berbagai literatur mainstream diatas, menunjukkan adanya sikap
apriori, ahistoris serta semangat romantisme yang berlebihan. Sebuah sikap
1Demonologi adalah sebuah keyakinan tentang adanya kekuatan roh jahat, seperti
setan atau iblis, yang dapat merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan tubuhnya.
Contoh-contoh pemikiran demonologis terdapat dalam berbagai manuskrip Babilonia,
Cina, Mesir dan Yunani kuno. Davison, Gerald, John M., Ann M Kring Neal. Abnormal Psychology. (New Jersey: John Wiley & Son, 2004), 8
2Abad kegelapan di Eropa ini seringkali dikaitkan dengan kemunduran dalam agama
Kristen, sebagai akibat dari legitimatisi berkembangnya sistem teokrasi pada zaman
pertengahan, sehingga memasung kreatifitas dan pemikiran para penganutnya. Namun
generalisasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, karena banyak pakar dibidang
ilmu kedokteran, filosof Arab-Kristiani maupun Yahudi yang hidup di wilayah kekuasaan
Islam pada abad pertengahan yang banyak mempengaruhi pemikiran para dokter dan
filosof muslim, di antaranya adalah; Ibn Rabban al-T}abari (Guru dari Abu Bakar al-Razi
yang kemudian memeluk agama Islam), Yohanna Ibn Haylan (Filosof sekaligus guru dari
al-Farabi), Abu Sahl al-Masihi (1010 M) seorang dokter sekaligus filosof yang juga
merupakan guru dari Ibn Sina), Abu al-Faraj ‘Abdullah Ibn al-T}oyyib (1043), ia menulis
berbagai komentar tentang sejumlah karya Aristoteles temasuk rhetoric, yang
diterjemahkan menjadi tafsi>r kita>b al-khita>bah, Ibn al-‘Aynzarb (1153.M) seorang dokter
Yahudi yang membuka praktik astrologi untuk membiayai hidupnya. Kemampuannya
dikenal luas sehingga kemudian ia diminta untuk melayani para khalifah. Lihat Makdisi,
George A. Cita Humanisme Islam: Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam
dan Pengaruhnya terhadap Renaisance Barat. (Jakrata: PT.Serambi Ilmu Semesta, 2005),
387-400.
2
ignorance dari para ilmuan Barat yang pada hakikatnya justru mengabaikan
sebuah kontribusi besar yang bersifat komplementer bagi kemajuan dunia
konseling dan psikoterapi yang berbasis moral. Terkait dengan sikap ignorance
dan ahistoris diatas, Benyamin Harris menegaskan bahwa,
“Pada dasarnya sejarah bersifat netral, artinya ahli sejarah menyeleksi kejadian mana yang dilaporkan dan mereka memilih penafsiran analitis yang saling bertentangan. Mereka membuat pilihan subyektif tentang apa yang penting dan apa yang tidak, pilihan yang mempengaruhi bagaimana orang memandang masa kini dan masa lalu. Begitu juga halnya dengan psikologi, sejarah psikologi memainkan peranan yang sama: yaitu memperkuat status quo psikologi dan mendiskreditkan perlawanan terhadap psikologi mainstream. Dengan memuja psikologi sebagai sebuah disiplin yang sangat ilmiah, berkembang maju dalam pola yang linear dalam menolong masyarakat melalui penelitian yang bebas nilai, sejarah ini mengabaikan peran faktor ideologis dan politis dalam evolusi psikologi.” 3
Sikap apriori dan ahistoris diatas, salah satunya dapat dijumpai dalam sebuah
pernyataan yang di kemukakan oleh Mc Leod bahwa,
"Sampai sejauh ini, wacana Konseling dan Psikoterapi hanya terkonsentrasi pada pendekatan Kristiani (Pastoral), dan Yahudi. Penting untuk diketahui, bahwa hingga saat ini, tidak tampak adanya upaya pengembangan konseling atau psikoterapi yang sistematik dalam perspektif Islam, Hindu, maupun Sikh."4
Sementara, jika merunut kembali kronologi historis perkembangan psikoterapi,
konseling 5 dan dan rumah sakit jiwa dalam berbagai literatur sejarah, yang
berawal sejak era klasik hingga munculnya reformasi penanganan kesehatan
mental pada abad renaissance, akan ditemukan sebuah perbedaan yang sangat
mencolok dalam sejarah perkembangannya yang terjadi di dunia Islam dan dunia
Barat.
3 Lihat Dennis Fox, Isaac Prilleltensky. Psikologi Kritis: Metanalisis Psikologi
Modern. (Jakarta: Teraju, 2005), 31-33. 4Mc Leod, John. An Introduction to Counseling (Open University Press, 2003), 410 5Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah konseling dan psikoterapi secara
bergantian, karena pada dasarnya keduanya memiliki persamaan secara teoritik maupun
praktik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nelson-Jones (1982), bahwa baik konseling
maupun psikoterapi, keduanya sama-sama:
b. Didasarkan pada aplikasi dan prinsip psikologi,
c. Menggunakan berbagai model teoritik dan menekankan pada kebutuhan untuk: menilai
klien sebagai “pribadi”, mendengarkan secara empatik, meningkatkan kapasitas untuk
membatu diri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Bahkan dengan tegas
Nelson-Jones menyatakan bahwa membedakan keduanya adalah sesuatu yang
tidak esensial dan akan selalu menjadi perdebatan dan polemik, karena baik
secara prinsip maupun teoritik, keduanya tidak dapat dibedakan. Nelson and R
Jones. The Theory and Practice of Counseling Psychology. (London: Holt, Rinehart
and Winston, 1982), 57.
Diantara tokoh penting lainnya yang menyamakan antara konseling dan psikoterapi
adalah; Rogers, Truax, Carchuff, dan Paterson.
3
Dalam dunia Barat, awal mula terjadinya abad demonologi ditengarai terjadi
setelah kematian Galen (130-200 M)6 seorang ilmuwan besar dibidang kedokteran
dan psikologi berkebangsaan Yunani.7 Selama beberapa abad dalam kemunduran
tersebut, peradaban Yunani dan Romawi berangsur-angsur runtuh, 8 dan
mengawali munculnya negara teokrasi yang sangat kaku, puritan, dan stagnan.
Keadaan ini terus berlanjut hingga munculnya reformasi psikoterapi pada tahun
1793 yang diprakarsai oleh Philippe Pinel (1745-1828) di sebuah asylum La Bicetre di kota Paris Perancis, 9 dan tokoh-tokoh setelahnya. Sebuah revolusi
penting dalam dunia kesehatan mental yang dianggap telah mereformasi secara
radikal teknik-teknik psikoterapi yang cenderung demonologis dan tidak
manusiawi pada abad-abad sebelumnya. Sehingga dapat diperkirakan bahwa
kekosongan dan stagnansi dalam dunia kedokteran dan psikologi yang terjadi di
dunia Eropa selama masa kegelapan berjalan lebih dari 1400 tahun.
Disaat peradaban Eropa sedang mengalami kemunduran dan keruntuhan,
Dunia Arab justru bangkit dan mengambil alih kontrol dan peradaban dunia
hingga mencapai puncak kejayaannya pada masa daulah Abbasiah dibawah
kepimpinan Harun al-Rasyid (786-809M). Khalifah Harun al-Rasyid
memanfaatkan kekayaannya untuk membangun lembaga pendidikan kedokteran
dan farmasi, ia juga membangun kurang lebih 60 Bimaristan (rumah sakit jiwa)
yang tersebar dibeberapa negara Islam, dan tidak kurang dari 800 dokter
bersertifikat yang telah ditugaskan. Disamping itu, ia juga membangun Bayt al-
Hikmah, sebuah institusi pendidikan sekaligus tempat berkumpulnya para
ilmuwan dari lintas agama, multi disiplin dan berasal dari berbagai belahan dunia
untuk mengembangkan keilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Sementara pada
masa putranya al-Makmun (813-833M), sangat menggalakkan program
penerjemahan buku-buku berbahasa asing, seperti teks-teks Yunani kuno,
Romawi, Syiria, dan Persia yang bertulis tangan kedalam bahasa arab. Bahkan ia
6Dalam dunia Islam, ajaran Galen terus berkembang. Sebagai contoh, dokter Persia
al-Razi (865-925.M) mendirikan suatu unit penanganan penyakit mental di Bagdad dan
merupakan pelopor praktisi psikoterapi. Lihat pernyataan selengkapnya dalam Gerald
Davison, John M Neal, and Ann M Kring. Abnormal Psychology. (John wiley and Son.
2004), 9. 7Dalam dunia Islam, ajaran Galen terus berkembang. Sebagai contoh, dokter Persia
al-Razi (865-925.M) mendirikan suatu unit penanganan penyakit mental di Bagdad dan
merupakan pelopor praktisi psikoterapi. Lihat pernyataan selengkapnya dalam Gerald
Davison, John M Neal, and Ann M Kring. Abnormal Psychology. (John wiley and Son.
2004), 9. 8Dengan jatuhnya kekaisaran Roma, menandai berawalnya abad kegelapan di dunia
Barat dalam segala segala dimensinya, hingga berakhir pada era renaisance. 9 Phililipe Pinel dianggap sebagai perintis psikoterapi atau penanganan kesehatan
mental yang berbasis moral dan lebih manusiawi. Lihat sejarah psikologi dalam beberapa
literatur berikut ini; S. Jefrey Nevid. Ratus, Beverly Green. Psikologi Abnormal, Jilid.1
(Jakarta: PT. Erlangsa 2002), 12. Robert G Meyer, Paul Salmon. Abnormal Psychology.
Second edition (Sage. 1998), 20. Gerald Davison. John M., Ann M Kring Neal. Abnormal Psychology. (John wiley and Son. 2004),18. Selling, L.S. Men against madness. (New
York: Greenberg. 1940), 72. Weiner, D.B. Le geste de Pinel: The hystory of Psychiatric Myth. M.S. Micale and R. Porte (Eds). Discovering the hystory of psychiatry. (NY:
Oxford. 1994),7. Hothersall, David. History of Psychology, Third Edition. (McGraw-hill,
Inc. 1995), 266. Lihat pula gambar. 6 pada lampiran.
4
juga menggaji penerjemah-penerjemah yang ahli dibidangnya dari penganut
agama lain.10
Dengan kata lain, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan psikologi dan
psikoterapi di dunia Islam justru mencapai puncaknya pada abad-abad
pertengahan. Tradisi pemikiran dan kejayaan Yunani dan Romawi seblumnya
justru tumbuh subur dan berkembang pesat di dunia Islam. Gagasan Hipocrates11
atau Galen12 tentang psikoterapi misalnya, dapat dijumpai dalam teori dan praktik
yang dikembangkan oleh para sufi dan terapis muslim, seperti Abu Bakar al-Ra>zi,
Ibn Sina, Al-Ghaza>li 13 , Fakhruddin al-Ra>zi, dan lain-lainnya. Melalui karya-
karyanya, diketahui bahwa para sufi telah banyak mengelaborasi, mengembangkan
dan mengaplikasikan secara turun-temurun teori dan aplikasi psikologi secara
umum dengan cara membuat sinergi antara teori warisan Yunani klasik tersebut
dengan khazanah keislaman.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa para sufi
dan terapis muslim merupakan pelopor revolusi konseling dan psikoterapi yang
berpengalaman dan memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan dunia
10 Lihat Jalal al-Din al-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, ditahqiq Ahmad Ibrahim Zahwah
& Sa‘id ibn Ahmad al-‘Aidrusi (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 2006), h. 246. 11Hipocrates lahir pada tahun 460 SM, ia adalah seorang ahli di bidang kedokteran
pada zamannya. Dalam menjalankan praktik medisnya, ia sangat mengedapankan standar
keilmiahan yang ketat, ia seringkali berseberangan dengan model pengobatan dimasa itu
yang bersifat klenik dan superstisi. Sehingga tidak jarang ia menerapkan teknik-teknik
terapeutik yang berkembang kemudian pada masa modern. Salah satunya, ketika
memberikan resep, ia menganjurkan pasiennya untuk melakukan diet atau pantangan
terhadap beberapa makanan, beristirahat, menggunakan terapi musik, dan sebagainya. Di
samping itu, orientasi penanganannya lebih diarahkan atau berpusat kepada pasien bukan
pada penyakitnya, sehingga metode yang dikembangkannya lebih dikenal dengan metode
penyembuhan holistik. Lihat Hothersall, David. History of Psychology. Third Edition
(McGraw-hill, Inc. 1995), 15-21. 12Galen (130-200 M), banyak mengembangkan ilmu psikologi yang bersifat teoritis
maupun aplikatif diantaranya, teknik-terapeutik, teori kepribadian yang dikembangkan
bedasarkan humors (cairan tubuh). Lihat Hothersall, David. History of Psychology. Third
Edition (McGraw-hill, Inc. 1995), 15-21. Lihat tabel 2 pada lampiran tentang konsep
humors Hipocrates, Empedokles, Galen yang dikomparasikan dengan konsep Humors yang
dikembangkan oleh Fakhruddin al-Razi. 13Sharif (1968): “Modern philosophical thought really began with the speculation of
Descartes (17th Century). Muslim philosophy had penetrated deep into the West much
before Descartes’ time, and most of the work of Al-Ghazali had been translated into Latin
before the middle of the twelfth century; since then, he exercised a considerable influence
on Jewish and Christian scholasticism.”
He continues; “… There is no acknowledgment by Descartes of his indebtedness (direct or indirect) to any Muslim thinker and yet it is difficult to believe that he did not know Al-Ghazali’s general position and was not influenced by it through the Latin scholastics. [Al Ghazali was an 11th-century Muslim psychologist, psychotherapist,
philosopher, and doctor] … This most amazing resemblance between the two works makes George Henry Lewis say in his Biographical History of Philosophies (1845-46), that ‘had any translation of … (Al Ghazali’s treatise) Al-Munqidh min al-Dalal [Saving Oneself
from Going Astray] existed in the days of Descartes, everyone would have cried out
against the plagiarism’.” Sharif M.M. The History of Muslim Philosophy, Lahore: Sang-R-
Meel Press, 1968
5
penanganan kesehatan jiwa, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syed Ibrahim
bahwa orang Arab (muslim) membawa semangat pencerahan dalam bidang
psikoterapi. Mereka tidak terpengaruh dengan teori-teori dan keyakinan
demonologis yang berkembang didunia Kristen (Barat). Sehingga membuat
mereka mampu melakukan observasi dengan jernih dan logis dalam memberikan
intervensi terhadap kasus gangguan kejiwaan.14
Lynn Wilcox, seorang murshid sufi sekaligus profesor psikologi pada
California State University USA, mengatakan bahwa sufisme merupakan sebuah
teknik psikoterapi sekaligus sebuah metode untuk mencapai puncak kemampuan
yang dianugerahkan kepada semua manusia sejak dilahirkan. Secara tegas ia juga
menambahkan bahwa sufisme adalah psikoterapi dalam arti sejatinya.15
Sejak berabad-abad yang silam, dalam upayanya untuk mendukung sebuah
penanganan kesehatan jiwa yang efektif dan efisien bagi kliennya, para sufi telah
banyak mengembangkan metode psikodiagnostik untuk memudahkan dalam
melakukan sebuah intervensi terhadap para kliennya, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Najjar,16 bahwa para sufi umumnya sangat cermat dalam
melakukan sebuah psikodiagnosa serta sangat piawai dalam
mengaplikasikan teknik-teknik psikoterapi.
Salah satu contohnya adalah metode insight, melalui metode ini, para
sufi dapat memberikan sebuah pemahaman diri yang positif dan
menjelaskan bagaimana cara mencapai kesempurnaan jiwa (psychological perfection) serta memperbaharui keimanan khususnya bagi mereka yang
memiliki jiwa-jiwa lemah yang sangat rentan terhadap berbagai gangguan-
gangguan kejiwaan maupun spiritual, untuk melakukan penyucian jiwa
(tazkiya al-nafs), penyerahan diri kepada Allah, menanamkan sikap
tawakkal, jujur, dan keimanan. Dimensi inilah yang menjadi andalan dalam
psikoterapi sufistik. Namun demikian seringkali diabaikan efektifitasnya
dalam psikologi mainstream.
Dalam hal ini, William James adalah orang yang pertama mengemukakan
tentang pentingnya terapi keagamaan atau keimanan yang digali dari khazanah
timur, ia mengatakan bahwa tidak diragukan lagi bahwa teknik terapi terbaik bagi
kesehatan mental adalah dengan meningkatkan keimanan kepada Tuhan, sebab
hanya dengan keimanan seseorang dapat membentengi individu dari berbagai
stressor dan gangguan yang akan terjadi.17
Senada dengan apa yang diungkapan oleh William James, Carl Gustav Jung
juga menyatakan bahwa, "Sudah barang tentu nilai-nilai spiritual memiliki
pengaruh dalam psikoterapi. Menurut Jung, diantara para pasien yang telah
14 Lihat Syed Ibrahim B. Islamic Medicine: 1000 years ahead of it times.
(http//www.irfiweb.org.2002), 8. Lihat juga pada lampiran “Psikoterapi dari masa ke
masa” sebuah perspektif sejarah yang komprehensif selama rentang sejarah dalam dunia
Islam dan non-Islam. 15 Lynn Wilcox. Criticism of Islamic Psychology. (Boston: Shambala Publication Inc.
2001) 57. 16 Amir, Najjar. Al-Tasawwuf al-Nafs. (Cairo: Al-Hay’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah
li al-Kita>b. 2002), 73 17Najati. al-Dirasa>t al-Nafsiah ‘inda al-Ulama>’ al-Muslimin. (Da>r al-Syuru>q, 1993),
283
6
menginjak umur pertengahan (di atas empat puluh tahun) dapat disembuhkan
kecuali mereka yang telah kehilangan nilai-nilai agama. Salah seorang diantara
para pasien tersebut tidak ada yang lebih siap untuk tersembuhkan melebihi
kesiapannya melalui pandangan keagamaan.
Dalam sumber yang sama, Weatherhead juga memperkuat pandangan Jung
tentang nilai-nilai agama (spiritulaitas) dalam psikoterapi. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, ia menjelaskan bahwa aspek spiritualitas inilah yang
menjadikan agama memiliki nilai tambah dalam menerapi berbagai penyakit,
gangguan, dan krisis psikologis.18
Terkait dengan pentingnya dimensi spiritualitas agama dalam psikoterapi,
telah terbukti dalam berbagai penelitian, salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan di Universitas Michigan. Dimana tingkat gangguan depresi dan
kecemasan pada orang-orang yang taat beragama berada pada level terendah.
Penemuan lainnya, yang dilakukan Universitas Rush di Chicago menyebutkan
bahwa, tingkat kematian dini di kalangan orang-orang yang beribadah dan berdoa
secara teratur, lebih rendah sekitar 25% dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki keyakinan agama.19
Oleh karenanya, tidak berlebihan jika kemudian Robert Freger melalui sebuah
analoginya menyebutkan bahwa, praktik sufisme adalah semacam obat, sedangkan
sang murshid adalah terapisnya. Semua manusia, pada umumnya sakit secara
spiritual sepanjang mereka tidak menjalani kehidupan sesuai kemampuannya
sebagai seorang klien yang mencari jalan kesempurnaan. Sedangkan akar dari
segala bentuk gangguan psikologis berawal dari keterpisahan dari Tuhan.20
Para ahli sejarah sepakat bahwa akar historis psikologi sufi atau psikologi
Islam, jauh melampaui psikologi modern. Dalam hal ini, kontribusi Islam dimulai
sejak 14 abad yang lalu dalam berbagai ragam kebudayaan dan peradaban,
termasuk didalamnya berupa karya seni, literatur, kedokteran, psikologi dan
sebagainya. Jejak tersebut dapat ditelusuri melalui hasil-hasil tulisan para sufi
yang luar biasa besar kontribusinya dalam menginspirasi dan menyokong
kemajuan ilmu pengetahuan modern.
Menurut Wilcox, para sufi telah menorehkan ribuan tulisan dan karya yang
bertautan dengan semua aspek tingkah laku manusia dan hanya sebagian saja yang
telah diterjemahkan kedalam bahasa inggris atau sampai pada kita. Para sufi juga
menjelaskan tentang psikologi manusia secara holistik sejak seribu tahun silam,
sebelum psikologi sendiri menjadi obyek yang terpisah dan independen. Namun,
arti sejati dari tulisan mereka hanya dapat ditangguk oleh orang-orang yang telah
menerima pencahayaan sejati dari hasil bimbingan profesional seorang terapis
sufi.21
18Amir Najjar, Al-Tas}awwuf al-Nafs. (Cairo:Al-Hay’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li
al-Kita>b. 2002), 32 19 http://www.harunyahya.com. 20Robert, Frager. Heart, Self & Soul: The Sufi Psychology of Growth, Balance, and
Harmony. (Wheaton:Theological Publishing House, 1999), 295-297. 21Lynn Wilcox. Criticism of Islamic Psychology, 17.
7
Salah satu bukti nyata kontribusi Islam lainnya bagi penanganan kesehatan
jiwa adalah banyaknya bermunculan Bimaristan (rumah sakit jiwa atau asylum),22
yang didirikan pada Abad ke VIII dan abad-abad setelahnya, seperti; Bimaristan
al-Muqtadir di kota Bagdad,23 Bimaristan di kota Fes (Maroko),24 Bimaristan di
Divrigi (Turki), 25 Bimaristan Qalaon di Mesir, 26 Bimaristan yang dibangun
disekitar komplek istana Bayazid II (Turki) 27 , Bimaristan di kota Damaskus,
Bimaristan di Aleppo, serta masih banyak Bimaristan lainnya yang tumbuh subur
di dunia Islam pada abad ke XV dan abad-abad setelahnya.
Bimaristan di kompleks Bayazid II misalnya, banyak mengembangkan
teknik-teknik psikoterapi yang berakar dari tradisi-tradisi yang berkembang di
masanya, diantaranya: penggunaan teknik terapi musik, penggunaan aroma
(aromatherapy), dan terapi air (hydrotherapy). Sehingga banyak menginspirasi
pembangunan dan metode penanganan di asylum yang di bangun pada abad-abad
setelahnya di dunia Eropa.28
Selain itu sejak abad ke X, bimaristan di Dunia Islam telah menerapkan kode
etik profesionalisme yang sangat ketat bagi para terapis, dokter ataupun praktisi
medis lainnya. Penerapan kode etik profesionalisme di atas, telah berlaku sejak
awal-awal perkembangan bimaristan di dunia Islam, seperti pada Bimaristan al-
Muqtadir, dimana para terapis diwajibkan untuk memiliki lisensi resmi yang
diatur oleh pengawai instansi pemerintahan yang disebut Muhtasib (Jenderal
Pengawas). Para dokter dalam hal ini memberikan tes lisan sekaligus ujian
praktikum, jika berhasil, maka para muhtasib kemudian meminta calon dokter
22Secara leksikal, penggunaan istilah asylum menunjuk pada beberapa makna yaitu;
suaka, tempat tahanan politik, tempat isolasi atau barak untuk perawatan pasien dengan
gangguan kejiwaan pada abad pertengahan. Adapun dalam penelitian ini, istilah asylum
digunakan mengacu pada makna yang terakhir, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Davison, at al (Abnormal Psychology, 2005)12, yaitu tempat pengungsian yang disiapkan
untuk penempatan dan perawatan terhadap orang dengan gangguan kejiwaan. Dalam
tradisi penanganan kesehatan pada abad pertengahan Islam, bangunan asylum ini menyatu
atau berada di dalam bangunan rumah sakit umum yang dikenal dengan Bimaristan. 23Sebuah Rumah sakit tertua yang di bangun pada tahun 705 M, pada masa transisi
kekhalifahan Umayyah antara Abdul Malik (pendiri dome of the rock di Jerussalem) dan
Al- Walid I. Lihat George A. Makdisi. Cita Humanisme Islam: Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisance Barat. (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2005), 387. 24Dibangun pada abad ke VIII oleh Raja Idris, seorang raja yang mendirikan kota Fes
pada tahun 808. George A. Makdisi. Cita Humanisme Islam: Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisance Barat, 387.
25Rumah Sakit (Bimaristan) di Divrigi, Turki, dibangun pada abad ke-18. Howard R.
Turner dalam Science in Medieval Islam; An Illustrated Intruduction. 1995),142. Lihat
gambar. 1 pada lampiran. 26Dibangun pada abad ke- XIII Howard, R. Turner dalam Science in Medieval Islam;
An Illustrated Intruduction. (Austin: University of Texas Press, 1995), 143. Lihat maket
atau perencanaan pembangunannya dalam gambar.3 pada lampiran 27 Rumah sakit (Bimaristan) di komplek istana Bayazid II, dibangun pada abad ke 15.
Turner, Howard, R. dalam Science in Medieval Islam; An Illustrated Intruduction.
(Austin: University of Texas Press, 1995),142. Lihat gambar. 2 pada lampiran 28 Howard R.Turner.Science in Medieval Islam; An Illustrated Intruduction, 143-145
8
atau terapis untuk melakukan “Sumpah Hipocrates” sebelum akhirnya
mengeluarkan lisensi untuk melakukan praktek medis.29
Terkait dengan perkembangan dunia medis dan klinis di dunia Islam tersebut,
Emilie Savage-Smith30 dari St Cross College di Oxford menegaskankan bahwa,
Islam adalah peradaban pertama yang memiliki rumah sakit jiwa. Bahkan secara
tegas, Smith menambahkan bahwa rumah sakit jiwa yang berdiri di Baghdad pada
tahun 800 M itu, lebih mutakhir dibandingkan rumah sakit di Eropa Barat yang
dibangun berabab-abad setelahnya. 31 Hal ini berbanding terbalik dengan
perkembangan asylum maupun tradisi psikoterapi yang dilakukan oleh para
terapis Kristiani di Abad Pertengahan. Khususnya, ketika biara-biara Kristen,
melalui tugas misionari dan pendidikan mengambil alih peran para dokter sebagai
penyembuh dan otoritas dalam menangani gangguan mental. Sehingga dalam
praktiknya, mereka cenderung berlandaskan pada hal-hal yang bersifat superstisi,
dimana klien yang mengalami gangguan kejiwaan seringkali diidentifikasi sebagai
kerasukan (possessed), korban penyihiran atau bahkan sebagai pelaku sihir,
sehingga diperlakukan secara tidak manusiawi.
Fenomena diatas mencapai puncaknya pada Abad ke XV, tepatnya pada
tahun 1484, yakni ketika Paus Innocent VIII memerintahkan para pendeta Eropa
untuk melakukan pencarian dan perburuan besar-besaran terhadap para tukang
sihir. Dia mengirimkan dua biarawan Dominikan ke Jerman Utara sebagai
penyelidik. Dua tahun kemudian mereka menerbitkan manual lengkap dan jelas,
yang disebut dengan Malleus Mallefacarum (Palu Para Tukang Sihir), sebagai
panduan sekaligus dokumen teologis dalam perburuan tukang sihir maupun
sebagai buku teks tentang ilmu sihir oleh kaum Katolik. Bagi mereka yang
dituduh sebagai tukang sihir dan memberikan pengakuan, maka akan ditindak
dengan hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan mereka yang tidak mengakui
serta tidak menyesalinya, maka akan dieksekusi mati (disiksa, dibakar atau
ditenggelamkan-pen). Manual tersebut menjelaskan bahwa hilangnya nalar
(gangguan kognitif-pen) merupakan simptom utama kerasukan setan, sehingga
pembakaran menjadi alasan atau metode umum untuk mengusir setan dari
tubuhnya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa, selama periode ini dan
29 Syed IB. Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times. Journal for the
International Society for the History of Islamic Medicine 2002),2: 2-9 30 Emilie Savage Smith with co-author P. Pormann. Medieval Islamic Medicine.
(Edinburgh: University Press, 2007), 2. 31Perkembangan psikologi modern saat ini, mengalami kemajuan yang sangat pesat
dalam berbagai bidang termasuk dibidang konseling dan psikoterapi. Namun kemajuan
ilmu konseling dan psikoterapi (psikologi) tidak berarti bahwa secara toeri dan aplikasinya
lebih efektif dibandingkan dengan teori dan praktek psikoterapi sebelumnya, sehingga
dengan serta merta dapat mengambil jarak dengan pengetahuan-pengetahuan pada ratusan
bahkan ribuan tahun sebelumnya. Hal ini sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan
dibidang teknologi pada umumnya. Dalam hal ini, seorang konselor terkenal bernama Alex
Howard, mengatakan bahwa “Teknologi kita memang mencengangkan, dan kita dalam beberapa hal lebih cerdas dan berpengetahuan dari generasi terdahulu. Tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa kita (para konselor & terapis) lebih kooperatif, koordinatif, komunikatif, suportif, dan konstruktif satu sama lain (esensi psikoterapi). lihat penjelasan
selengkapnya dalam Alex Howard. Konseling & Psikoterapi Cara Filsafat : Dari Pythagoras Hingga Posmodernisme.(Jakarta: PT. Teraju, 2005), ix.
9
setelahnya, diperkirakan ratusan ribu wanita, pria, dan anak-anak telah dituduh,
disiksa dan dibunuh.32
Bahkan meskipun model rumah sakit jiwa (asylum) di dunia Barat telah
mengalami revolusi, namun hingga abad ke XVI, rumah sakit jiwa tersebut tidak
memiliki perawatan khusus bagi para penghuninya, bahkan cenderung
ditelantarkan. Dalam hal ini, Foucault (1965) menggambarkan fenomena diatas
dengan menyatakan bahwa,
“Banyak rumah sakit jiwa pada saat itu, menjadi tempat penampungan tidak hanya bagi para pasien dengan gangguan kejiwaan, namun juga bagi para pengemis, hal ini disebabkan karena pengemis juga dianggap sebagai masalah sosial besar. Pada abad ke XVI, Paris memiliki 30.000 dari total populasinya yang kurang dari 100.000.”
Sebaliknya, para terapis Islam pada abad pertengahan, telah menggunakan
standar keilmiahan dengan berlandaskan pada paradigma holistik yang jauh lebih
komprehensif dibandingkan dengan metodologi ilmiah dalam psikologi modern,
baik dari aspek ontologi, epistemologi dan metodologinya. Aspek ontologi
mencakup obyek materiil dan Immateriil, aspek epistemologi meliputi indera, akal
dan qalbu. Sedangkan aspek metodologi mencakup dimensi empirik (tajriby>), logis
(burha>ny>), otoritatif (baya>ny>) dan intuitif (‘irfa>ny>).33
Metode Tajriby>(Eksperimental-empirik) yaitu sebuah metode yang
digunakan oleh para sufi untuk mengamati tingkah laku yang dapat ditangkap
oleh indera melalui gejala-gejala ataupun melalui data-data yang dapat terukur
dan dapat diamati. Sedangkan metode Burhani (Logis-Demonstratif) adalah
metode yang bersumber dari akal. Adapun metode Bayani (Otoritatif/Expository)
32Gerald Davison, John M Neal, and Ann M Kring. Abnormal Psychology, 10-11 33 Metode ini dikenal pula dengan pendekatan integral atau holistik, sebuah
pendekatan yang komprehensif dibandingkan dengan pendekatan positivistik yang
dijadikan sebagai landasan dalam psikologi mainstream. Sebuah metode yang saat ini,
semakin marak dikembangkan oleh pengikut transpersonal, mazhab psikologi yang
keempat, diantaranya; Stanislav Grof mengembangkan teknik terapi Breathwork dan
Holothropic yang diadopsi dari ajaran Buddha. Lihat Stanislav Grof, Hall Zina Bennet.
The Holothropic Mind: The Three Level of Human Consciousness and how they shape our lives. (Harper Collin e-Books,1991). Jack Kornfield mengembangkan meditasi Vippasana
(Buddha), Sementara Ken Wilber mengembangkan psikologi integral yang diinspirasi oleh
ajaran Sri Airobindo (Yoga Integral) dengan mengembangkan sebuah metode integral dan
diberi nama All Quadrant All Level (AQAL Quadrant), yang digadang-gadang sebagai
mazhab kelima psikologi setelah Psikoanalisa, Behaviorisme, Humanistik, dan
Transpersonal. Baca Wilber, Ken. The Marriage of Sense and Soul: Integrating Science and Religion. (New York: Random House Inc, 1998). Baca juga Cortright, Brant. Integral Psychology; Yoga, Growth and Opening The Heart. (Albany: State University of New
York Press, 2007).
Sedangkan Robert Frager pendiri ITP (Institute of Transpersonal) bersama rekan-
rekannya dari aliran transpersonal seperti, James Fadiman mengembangkan psikologi sufi
yang juga menawarkan metode integral dalam perspektif sufisme. Robert Freger, James
Fadiman. Essential Sufism. (San Francisco: Harper San Francisco,1997). Lihat juga
Frager, Robert. Heart, Self & Soul: The Sufi Psychology of Growth, Balance, and Harmony. Wheaton:Theological Publishing House, 1999
10
menggunakan penjelasan teks atau nash keagamaan sebagai salah satu sumber
pendukung, seperti penjelasan tentang ruh, qalbu ataupun penjelasan tentang
obyek-obyek metafisis lainnya, serta yang terahir adalah metode Irfani atau intuisi
yang bersumber dari hati spiritual.34
Briffault (1919) menyatakan bahwa sering terjadi polemik terkait peletak
dasar metode eksperimen, sebagian besar beranggapan bahwa Roger Bacon adalah
pioner metode ilmiah modern. Padahal, Roger Bacon sendiri menegaskan kepada
para ilmuwan di zamannya, bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia
Arab adalah satu-satunya metode yang paling obyektif. Roger Bacon tidak lain
hanyalah perantara yang menghubungkan metode ilmu pengetahuan dari dunia
Arab kepada dunia Eropa. Dimana, kemudian pada era Roger Bacon, metode ilmu
pengetahuan tersebut mulai tersebar dan banyak dipelajari oleh masyarakat Eropa
secara luas. Secara tegas, ia kemudian menyatakan bahwa tidak ada visi dan
semangat keilmiahan masyarakat Eropa yang tidak berakar dari ilmu pengetahuan
Islam.
Selanjutnya Briffault juga menambahkan bahwa meskipun bangsa Yunani
telah menciptakan berbagai mazhab pemikiran serta mengembangkan hukum-
hukum logika. Namun, metode melakukan riset, mengkodifikasi ilmu, metode
ilmu pengetahuan yang teliti, observasi yang rinci dan mendalam, serta riset
eksperimen, adalah hal yang asing bagi bangsa Yunani. Sehingga dengan demikian
umat Islam adalah sumber peradaban Eropa yang berdiri diatas metode
eksperimen. 35 Sedangkan menurut Doland beer, para observer bangsa Yunani
hanya berjumlah dua atau tiga orang saja, namun para observer bangsa Arab,
jumlahnya sangat banyak. Bahkan dalam bidang kimia misalnya, tidak
seorangpun ahli kimia yang berasal dari Yunani, sedangkan dari dunia Islam
berjumlah ratusan.
Perkembangan metode riset dan obeservasi di dunia Islam, sudah dimulai
sejak dinasti Ummaya berdaulat, terutama sejak ekspansi Arab ke Spanyol.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Macchio Cicio (dalam Qardhawi 2005) bahwa
bangsa Arab telah mengembangkan metode riset ilmiah sejak abad kesembilan
dan selama berabad-abad lamanya mereka menerapkan metode tersebut dan
menjadi semangat ilmiah yang merupakan corak pendidikan di universitas-
universitas di Bagdad pada masa itu.36
Dalam bidang psikoterapi sufi misalnya, Najjar mengungkapkan bahwa dalam
praktiknya para sufi terlebih dahulu melakukan sebuah diagnosa sebelum
memberikan intervensi terhadap para kliennya. Para sufi menjelaskan
bagaimana teknik untuk mencapai kesempurnaan jiwa (psychological perfection), melalui pengembangan spiritualitas dan keimanan didalam
jiwa-jiwa yang lemah dan rentan serta menghimbau mereka agar
mensucikan jiwa, menyerahkan segala persoalan yang dihadapi kepada
Tuhan, mengajak mereka agar menjadi pribadi yang tawakkal, penuh
34 Ghazali, Ali., al-Asyhar, Thobib. Psikologi Islam: Pesona Tradisi Keilmuan
yangMengintegrasikan Nilai-nilai Ketuhanan dangan Sains. PT. Saadah Cipta Mandiri
bekerjasama dengan Kajian Islam dan Psikologi Universitas Indonesia. 2011 35Lihat selengkapnya Robert Briffault. The Making of Humanity. (London, G Allen
& Unwin ltd,1919) hal 160-292. 36 Yusuf Qardhawi. Distorsi sejarah Islam.(Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2005).116
11
dengan kejujuran dan keikhlasan, serta menghindari makanan yang tidak
halal. Kemudian beranjak pada sebuah intervensi kejiwaan melalui teknik
dzikir yang benar, yang dapat memberikan ketenangan kepada jiwa dan
hati. 37 Melalui diagnosa tersebut, mereka kemudian melakukan studi klinis
terhadap klien yang memiliki karakteristik perilaku abnormal dalam segala
aspeknya38 Sehinga memudahkan dan memaksimalkan mereka dalam melakukan
intervensi.
Selain itu, mereka juga berhasil mengembangkan teknik-teknik terapeutik
yang berorientasi pada pembinaan moral bagi penderita sakit jiwa, seperti dengan
terapi musik dan sebagainya. Hal inilah yang kemudian membuat Hossein Nasr39
mengklaim bahwa dalam sejarahnya, kehadiran Islam menjadi semacam terapi
yang mampu melepaskan simpul gangguan (keburukan) yang menjerat kebeningan
jiwa. Karena dalam aplikasinya, para terapis sufi memanfaatkan mediasi ruh yang
menentramkan jiwa, serta memberinya cahaya yang terpancar dari-Nya, sesuatu
yang tak bisa dilakukan oleh psikoterapi modern.
Bahkan menurut Carnevali dan Masilo (2007), terminologi psikoterapi sendiri
pertama kali diciptakan oleh Abu Bakar al-Razi, sebuah istilah yang kemudian
diterjemahkan dari bahasa arab tathbi>b nafsa>ni yang berarti terapi psikis.
Selengkaponya mereka mengatakan,
“The word “psychotherapy” could have been created by al-Razī with the expression tathbi>b nafsānī, which could mean “psychic therapy”, even if actually the term nafs means “soul”.40
Oleh karena itu, tidak mengherankan, jika sebagian besar prinsip-prinsip
dasar dalam teknik-teknik psikoterapi modern, pernah dikembangkan dan
dipraktekkan oleh para sufi terdahulu, diantaranya seperti; teknik tafsir al-ah}lam
(analisis mimpi), teknik mudhakarah (Abreaksi), tahdzi>b al-akhlaq (Modifikasi perilaku) maupun pada teknik-teknik tazkiyah al-fikr (purifikasi kognitif).
Dimana teknik-teknik tersebut dapat ditemui pada teknik-teknik interpretasi atau
37Amir, Najjar. Al-Ilmu al-Nafsi al-S}ufiyyah. Cairo: Da>r al-Ma’a>rif, 1997 38 Dalam hal ini, istilah perilaku abnormal lebih luas psikologi abnormal sendiri
mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang perilaku abnormal dibandingkan studi
tentang gangguan mental, cabang psikologi ini lebih dikenal dengan psikologi abnormal,
yakni sebuah kajian yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara
menolong orang-orang yang mengalaminya. S. Jefrey Nevid. Ratus, Beverly Green.
Psikologi Abnormal. Jilid.1 (Jakarta: PT. Erlangga 2002), 4. Begitu juga halnya dalam
terminologi psikologi Islam, penggunaan istilah gangguan mental didalam psikologi sufi
atau Islam, merupakan sebentuk inkonsistensi, karena aspek psikologis (al-nafs) dalam
sufisme mencakup domain akal (intellect), hati (heart) dan ruh (spirit), sementara aspek
mental merupakan proses kognitif atau akal, sebagaimana dalam kamus psikologi, bahwa
definisi mental berhubungan dengan pikiran, akal dan ingatan. Lihat CP. Chaplin, Kamus Psikologi, (Jakarta: PT. Rajawali, 1999).75
39Amir, Najjar. Al-Tas}awwuf al-Nafs (Cairo:Al-Hay’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li
al-Kita>b. 2002), 74. 40 Journal of The International Society For The History Of Islamic Medicine
(JISHIM). Vol.6-7 No.11-12-13-14 April / October 2007-2008
12
analisis mimpi, teknik katarsis maupun teknik memodifikasi perilaku. 41
Sedangkan teknik tazkiyah al-fikr (purifikasi kognitif), dapat dijumpai pada
teknik inti dari terapi perilaku kognitif (CBT) yang dikenal dengan teknik
restrukturisasi kognitif. Dalam hal ini, Idris Shah menyatakan bahwa:
“We may think that the West pioneered certain psychological ideas. In reality the 'discoveries' of Freud and Jung are to be found in Al-Ghazzali and Ibn Arabi, who died in the twelfth century, and in the other great thinkers of the time.42
Diantara tokoh sufi yang memiliki kontribusi besar bagi pengembangan teori
dan aplikasi psikoterapi dan konseling sufi adalah al-Ghaza>li> (450 H-1058 M-
505H/1111M). Teori dan aplikasi psikoterapi sufi al-Ghaza>li> memiliki banyak
kesamaan dengan REBT (Rational, Emotive, Behavior Therapy) yang
dikembangkan oleh Albert Ellis. 43 Sebuah pendekatan psikoterapi yang paling
banyak digunakan dan paling berpengaruh abad ini.
Menurut Ellis terjadinya gangguan mental disebabkan oleh adanya
keterlibatan tigal hal sekaligus, yaitu; rasio, emosi dan perilaku (REBT). Dengan
kata lain, saat individu berpikir, maka pada saat yang sama ia juga merasa
sekaligus bertindak, ketika ia bertindak maka ia juga berpikir dan merasa. Begitu
juga sebaliknya, ketika ia merasa, ia juga berberpikir sekaligus bertindak.
Sehingga ketiganya tidak pernah terlapas dalam menghadapi masalah.
Oleh karena itu Ellis juga menggunakannya sebagai metode terapi untuk
mengatasi gangguan tersebut dengan cara membantu individu untuk
mengeliminasi segala bentuk pemikiran yang bersifat irrasional dan
menggantikannya dengan pemikiran yang lebih rasional. Dalam hal ini, mengutip
pernyataan Epictatus, Ellis mengatakan,
“People are not disturbed by things, but by the view they take of them.”44
Sebagaimana halnya Ellis, Al-Ghazali juga sangat menekankan pada dimensi
yang hampir sama namun dengan terminologi dan karakteristik yang berbeda,
yaitu; Ilmu (Knowledge), Ha>l (Mental State), dan Amal (Action). Dimana dalam
41 Sebuah teknik andalan dari terapi perilaku yang kemudian diadopsi dan
dikembangkan oleh Aaron T Beck, ke dalam CBT (Cognitive Behavior Therapy). Lihat
Martin, G., & Pear, J. Behavior modification: What it is and how to do it. Eighth Edition.
Upper Saddle River, NJ: (Pearson Prentice Hall, 2007),74-111. 42Selengkapnya lihat Idris Shah, Learning How To Learn Psychology and Spirituality
in the Sufi Way, (USA: Penguine Compass), 1978. 43 Sebuah endowrsement dari Psychology today untuk karya Albert Ellis yang
berjudul How to Stubbornly Refuse to make Yourself Miserable About Anything- yes anything, menyatakan bahwa tak seorang pun, yang telah menimbulkan pengaruh yang
luar biasa besar terhadap psikoterapi modern seperti Albert Ellis, bahkan Sigmund Freud.
Adapun American Psychological Association (APA) menyebutnya sebagai Psikoterapis
kedua paling berpengaruh Abad ke 21-melampaui Sigmund Freud – dan psikoterapis
pertama yang paling berpengaruh menurut Canadian Psychological Assocition (CPA).
Baca selengkapnya dalam How to Stubbornly Refuse to make Yourself Miserable About Anything- yes anything. (New York: Citadel Press Book, 2006)
44 Epstein, Robert. The Prince of Reason. Psychology today.com published on
January 1, 2001.
13
kitab ihya ulum al-din, al-Ghazali menyatakan bahwa penyebab penyakit hati
(amra>d al-qulu>b) dan gangguan jiwa (asqa>m al-nufu>s) diantaranya, seperti marah,
diakibatkan oleh pandangan yang keliru (irrasional) tentang sikap pemarah yang
dianggapnya sebagai ekspresi kejantanan, keperkasaan, kekuasaan, kewibawaan,
dan anggapan-anggapan irrasional lainnya yang bersumber dari pemikiran dan
rasio (akal) yang lemah.45
Jika sasaran REBT bertujuan untuk mengubah semua pemikiran irrasional
menjadi rasional, maka berbeda dengan psikoterapi sufi al-Ghazali, psikoterapi
sufi al-Ghazali memiliki cakupan yang jauh lebih luas. Dimana tujuannya adalah;
Pertama, Mengubah sebagian pemikiran Irrasional (ghairu maqul) menjadi
Rasional (maqul), seperti; pada kasus phobia, dan takut mati (karo>hiyatu al-maut), dan semacamnya. Kedua. Mengubah sebagian pemikiran atau perasaan tidak
realistik (ghair waqiiy) menjadi realistik, seperti; pada gangguan al-ghuru>r (delusi), thu>l al-amal (panjang angan-angan) dan sebagainya.
Ketiga, Mengubah semua pemikiran atau perbuatan yang buruk (Syarr) menjadi perbuatan yang baik (Khair), seperti; tamak, zina, kecanduan alkohol dan
zat adiktif lainnya atau segala bentuk maksiat pada umumnya, dan lain
sebagainya. Keempat, Mengubah semua keyakinan yang salah (bathil) menjadi
benar (haqq), seperti; Fasik, kufur, syirik dan semacamnya.
Adapun teknik-teknik terapi yang dikembangkan al-Ghazali antara lain;
teknik al-Qissah (Story telling), teknik sama’ (listening/music therapy), Membaca
al-quran (Bibliotherapy), teknik ta’ri>f al-‘uyu>b al-Nafsi (Identification of Self
weaknesses), teknik Murabathah (Self perseverance) yang mencakup;
Musharathah (Self provision), Muraqabah (Self control), Muhasabah (Self
accounting), Muaqabah (Self Punishing), Mujahadah (Self striving), dan
Mu`atabah (Self reproach). Bahkan konsep dasar dari teknik desensitisasi
sistematik dan sejenisnya yang dikembangkan oleh Wolpe 46 pun lazim
dipraktekkan oleh al-Ghaza>li>. Dalam melakukan perbaikan perilaku (tahzi>b al-akhla>q) digunakannya untuk menerapi perilaku-perilaku negatif, al-Ghazali
teknik mudha>ddah bi al-daf’ah maupun teknik mudha>ddah bi al-tadri>j, 47
disamping teknik lainnya seperti Mudha>karah, Tazkiyah al-fikr (purifikasi
kognitif), disamping teknik-teknik terapeutik lainnya seperti s}alat, dhikir,
tafakkur, doa, hidrotherapy48 dan sebagainya.
45 Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya ulum al-din, (Beirut, Lebanon: Da>r al-fikr. 1993/1414
H) hal. 163-164
46 Joseph Wolpe mengembangkan beberapa teknik terapi dalam pendekatan
behavioral, diantaranya, desensitization systematic, reciprocal inhibition, dan lain-lainnya.
Lihat Joseph Wolpe. Psychotherapy by reciprocal inhibition. (Stanford, CA: Stanford
University Press, 1979). 67 47Al-Ghaza>li> dalam kitab Miza>n al- amal (CD. Maktabah Syamilah, ver. 2.8) 48 Dalam manuskrip Persia, Jami menggambarkan bagaimana tradisi awal
hidrotherapy yang berkembang dan dilakukan di kolam pemandian relaksasi di istana-
istana raja maupun di pusat-pusat kota pada abad pertengahan. Turner, Howard, R. dalam
Science in Medieval Islam; An Illustrated Intruduction. (Austin: University of Texas
Press, 1995), 161. Lihat gambar.4 pada lampiran.
14
Ide utama al-Ghaza>li> tentang modifikasi perilaku adalah dengan melibatkan
aspek; Ilmu (Knowledge), Ha>l (psychological state) dan Amal (Action).49 Menurut
al-Ghaza>li> pola dan proses ketiganya sangat efektif untuk memodifikasi perilaku
(tahzi>b al-akhla>q). Hal ini karena dengan melibatkan aspek kognitif, afektif dan
behavioral, individu dapat mengetahui sisi negatif perilaku buruk serta sisi positif
dan manfaat perilaku baik. Selain itu, ia juga perlu mengetahui pentingnya usaha
memperbaiki perilakunya. Ketiga komponen tersebut seringkali digunakan al-
Ghaza>li> secara bersamaan dalam memodifikasi perilaku atau karakter negatif.
Sementara dalam perpsektifnya tentang abnormalitas, al-Ghaza>li
menggunakan term al-akhla>q al-khabi>thah (karakter buruk) sebagai representasi
dari penyakit hati dan penyakit jiwa.50 Menurutnya, i’tida>l (equilibrium) dalam
berperilaku sebagai standar untuk membedakan antara sehat jiwa (psychological health) dan gangguan jiwa (Psychological disorder). Karakter yang seimbang
(i’tida>l) merupakan manifestai dari jiwa yang sehat. Sebaliknya, karakter yang
menyimpang dari kurva equilibrium (i’tida>l) 51 menunjukkan adanya gangguan
kejiwaan.52
Adapun alat ukur yang digunakan al-Ghaza>li> untuk menentukan perilaku
baik-buruk adalah dengan menggunakan Rasio dan Syariat (Aql wa Shara). Dalam
perspektif al-Ghaza>li>, akhlak adalah sebuah terminologi tentang suatu kondisi
atau lebih tepatnya disebut karakter yang telah terbentuk dalam jiwa.53 Dimana
semua perilaku lahir darinya secara mudah tanpa proses berpikir. Sehingga, jika
karakter tersebut melahirkan perilaku yang baik menurut standar akal dan syariah,
maka karakter itu disebut dengan akhlak baik. Sebaliknya, bila karakter itu
melahirkan perilaku negatif, maka kondisi tadi dinamakan dengan akhlak buruk.54 Pernyataan di atas mengimplikasikan sebuah persistensi dan konstanitas,
yang menjadi faktor utama dalam menentukan kategori sebuah karakter (akhlak).
49 Al-Ghaza>li> Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, (Beirut: al-maktabah al-Asri>yyah,1424 H.2004),
III: 41 50Al-Ghaza>li> Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, (Beirut: al-maktabah al-Asri>yyah,1424 H.2004), III:
64 51 Dalam psikologi mainstream, kurva normal adalah sebuah standar dalam
melakukan identifikasi adanya perilaku abnormal, adapun kriterianya menurut Davison,
antara lain adalah kejarangan statistik, pelanggaran norma, distress pribadi, disabilitas
atau disfungsi perilaku, dan perilaku yang tidak diharapkan (Unexpectedness). (Gerald
Davison. Neale, John M, Abnormal Psychology. (John wiley and Son. 2004), 3-5.
Sedangkan dalam Nevid, S. dkk. Kriteria atau standar abnormalitas adalah ; (a) Perilaku
yang tidak biasa (b) Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (c) Persepsi atau
interpretasi yang salah terhadap realitas (d) Berada dalam stress personal yang tidak
signifikan (e) Perilaku maldaptif dan self defeating. (f) Perilaku yang membahayakan (g)
Model Biologis. Lihat Nevid, S. Jefrey. Ratus, Beverly Green. Psikologi Abnormal, Jilid 1.
(Jakarta: Erlangsa 2002), 7. 52 Al-Ghaza>li> Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, III: 79 53Istilah akhlak dalam hal ini sinonim dengan karakter, dalam terminologi psikologi
modern karakter adalah sebuah deskripsi tentang tingkah laku yang tampak (evident) dan
bersifat evaluatif atau menitik beratkan pada nilai (baik-buruk atau benar-salah) baik
secara ekplisit maupun implisit. Berbeda dengan terminologi kepribadian yakni sistem
psikofisis yang bersifat laten yang secara spesifik menentukan penyesuaian diri dengan
lingkungannya dan bersifat devaluatif (tidak ada penilaian baik-buruk atau benar-salah). 54 Al-Ghaza>li> Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, III: 64
15
Berdasarkan hal tersebut, individu yang sesekali berperilaku negatif atau
abnormal, tidak dapat serta merta dianggap memiliki akhlak buruk (perilaku
abnormal). Sehingga, dapat disimpulkan akhlak buruk adalah sebuah perilaku
negatif yang menyimpang dari norma etika, moral dan rasio yang dilakukan secara
persisten.55 Salah satu teknik yang diterapkan al-Ghaza>li> dalam memodifikasi perilaku
adalah dengan teknik Mudhaddah atau aksi tandingan (Counter-aksi) yakni
dengan memberikan suatu respons yang berlawanan. 56 Teknik terbagi menjadi
dua, yaitu; Pertama, Mudhaddah bi al-amal (Counter-aksi dengan Aksi). Kedua,
Mudhaddah bi al-ilmi (Counter-aksi dengan ilmu), serta sub teknik masing-
masing. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa latar belakang
penelitian ini, adalah; Pertama, untuk memberikan perspektif lain berupa
informasi yang berimbang terkait dengan sejarah perkembangan psikoterapi dan
kesehatan jiwa di dunia Islam yang berlandaskan pada bukti-bukti historis
(historical evidence based). Dalam hal ini, akan dipaparkan mengenai pesatnya
perkembangan bimaristan (rumah sakit jiwa) pada abad pertengahan di dunia
Islam jauh sebelum berdirinya rumah sakit jiwa di dunia barat. Kedua, mengungkap upaya-upaya penanganan kesehatan jiwa (psikoterapi)
yang bersifat humanis pada masa kejayaan Islam (abad pertengahan) yang
dipelopori oleh para sufi maupun filosof muslim, jauh sebelum reformasi
kesehatan mental yang digagas oleh Philippe Pinel di rumah sakit jiwa La Bice>tre. Ketiga, penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan sebuah rumusan
tentang teori dan aplikasi yang sistemik dan sistematik terkait dengan psikoterapi
sufistik yang dikembangkan oleh al-Ghaza>li> pada abad pertengahan. Keempat, membuktikan relevansi psikoterapi sufi al-Ghazali melalui studi komparatif
dengan teori dan aplikasi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai
representasi pendekatan psikoterapi mainstream. Mencermati fenomena perkembangan bimaristan (rumah sakit jiwa) dan
psikoterapi yang berkembang pada abad pertengahan di dunia Islam tersebut di
atas, menarik perhatian peneliti untuk merumuskan secara sistemik dan sistematis
psikoterapi di dunia Islam khususnya konsep dan aplikasi Psikoterapi sufi al-
Ghaza>li>.
B. Permasalahan Penelitian
(a) Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diketahui bahwa
perspektif historis yang dikembangkan dalam berbagai literatur psikoterapi
mainstream, mengindikasikan sebuah sikap ahistoris dan over generalisasi
terjadinya abad demonologi secara masif dan menyebar ke seluruh dunia,
55 Kriteria atau standar syariah (Hukum agama) dan rasio yang digunakan oleh al-
Ghaza>li> hampir sama dengan standar abnormalitas yang dikembangkan oleh psikologi
mainstream,kelebihan al-Ghaza>li> memasukkan aspek syariat, disamping standar
keberfungsian dan standar equilibrium (Itidal). 56Meminjam istilah Wolpe, teknik Mudhaddah (counteraction) ini dikenal dengan
istilah reciprocal inhibition)
16
sehingga dunia timur termasuk Islam seolah-olah juga mengalami fenomena
sejarah yang serupa dengan dunia Barat.
a. Sebagian besar pakar konseling dan psikoterapi modern beranggapan bahwa
hingga saat ini belum ada upaya sistematik terkait dengan pengembangan
konseling dan psikoterapi di dunia Islam. Diantaranya adalah John Mc Leod.
Sampai sejauh ini, wacana Konseling dan Psikoterapi hanya terkonsentrasi pada pendekatan Kristiani (Pastoral), dan Yahudi. Penting untuk diketahui, bahwa hingga saat ini, tidak tampak adanya upaya pengembangan konseling atau psikoterapi yang sistematik dalam perspektif Islam, Hindu, maupun Sikh.57
b. Hampir semua literatur tentang sejarah psikopatologi dan psikoterapi
menyebutkan bahwa William Tuke (1732-1822), Philippe Pinel (1745-
1826), 58 Eli Todd (1762-1832), dan Dorothea Dix (1802-1887), 59 adalah
tokoh penggagas dan perintis utama bagi gerakan penanganan yang berbasis
pendekatan moral (manusiawi) terhadap orang yang mengalami gangguan
mental di asylum, dibandingkan dengan teknik-teknik penanganan kesehatan
mental pada abad sebelmunnya yang cenderung bersifat demonologis dengan
memperlakukan pasien secara tidak bermoral. 60 Diantara pendukungnya,
adalah;
1) Thomas Hobbs (dalam Jefrey,1964), yang mengatakan bahwa,
“......Philippe Pinel menjadikan kebebasan, egalitarian, dan persaudaraan
sebagai slogan tuntutan kepada penguasa di masa itu, untuk melepas
belenggu para penderita sakit jiwa. Perjuangan Philippe Pinel tersebut,
dicatat sebagai revolusi kesehatan mental pertama, karena setelah
peristiwa ini penanganan terhadap pasien sakit jiwa menjadi lebih
bermoral (manusiawi).61 2) Gerald Davison, et al (2004), mengatakan bahwa sejalan dengan
egalitarianisme Republik Prancis, Philippe Pinel pun meyakini bahwa para
pasien jiwa yang dirawatnya pada dasarnya adalah manusia yang harus
57 Dalam an Introduction to Counseling, (Open University Press, 2003), 410 58 Pada tahun 1793, ketika Revolusi Prancis berkecamuk, dia ditugaskan untuk
menangani Rumah Sakit Jiwa terbesar di Paris yaitu La Bice>tre. 59 Andrew Pomerantz, PSIKOLOGI KLINIS; Ilmu Pengetahuan, Praktik, dan
Budaya. Edisi ketiga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013)hal, 34-36. 60 Pada abad pertengahan, khususnya setelah Paus Innocent VIII menerbitkan buku
manual “Malles Mallefacrum” (Palu bagi para penyihir) gangguan jiwa dipercayai sebagai
akibat memiliki atau kerasukan kekuatan gaib, makhluk halus atau setan (demon). Dan
satu-satunya penanganan dilakukan adalah dengan mengusir pengaruh roh jahat, oleh
karena itu diperlukan seorang pendeta sebagai pengusir setan (exorcists). Dan seringkali
metode terapi juga dilakukan dengan kekerasan, dengan tujuan untuk mengusir roh jahat.
misalnya: Penderita dirantai, ditempatkan diruangan yang sangat sempit dan sesak, dan
tidur beralaskan jerami. Hothersall, David. History of Psychology, Third Edition
(McGraw-hill, Inc. 1995). Lihat gambar 7 pada lampiran. 61 Jefrey. Mental Healths Third Revolution, (American Journal of
Orhopsychiatry.1964), 64
17
didekati dengan kesabaran dan pengertian serta ditangani sebagai manusia
yang memiliki harga diri.62
3) Sushma dan Tavaragi (2016) juga menyatakan bahwa Philippe Pinel
adalah sang pelopor, seorang psikiater Perancis, dokter, juga dikenal
sebagai Bapak psikiatri modern, Ia melakukan revolusi besar terhadap
penanganan gangguan mental dengan menggunakan pendekatan moral
(concept of moral treatment). Pinel secara tegas menolak teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa penyakit mental disebabkan oleh
kerasukan syetan (demonic possession).Sebaliknya ia menyatakan bahwa
gangguan mental dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk stressor
psikologis atau sosial, kondisi bawaan, adanya cedera fisik atau
psikologis, maupun karena faktor hereditas. Philippe Pinel untuk pertama
kalinya dalam sejarah psikiatri pasien memperlakukan mereka secara
manusiawi, dengan membuka rantai yang mengikat tangan dan kaki
pasien yang dianggap sebagai orang gila. Momen bersejarah ini, dilakukan
untuk pertama kalinya di Asylum La Bicêtre 1798 di kota Paris.63
(b) Perumusan Masalah
Adapun permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Sistematika Teoritik dan Aplikatif Psikoterapi Albert Ellis yang
berbasis Rational Emotive Behavior Therapy ?
2. Bagaimana Sistematika Teoritik dan Aplikatif Psikoterapi sufi al-Ghazali
yang berbasis Ilmu (Knowledge), Hal (State) dan Amal (Actions) ?
3. Bagaimana hasil komparasi antara sistematika teoritik dan aplikatif
Psikoterapi sufi al-Ghazali yang berbasis Ilmu (Knowledge), Hal (State)
dan Amal (Actions) dengan Psikoterapi REB (Rational, Emotive, Behavior)
Albert Ellis?
(c) Pembatasan Masalah
Adapun untuk kepentingan keterjangkauan penelitian, maka peneliti
menfokuskan diri pada teori dan aplikasi psikoterapi sufi yang dikembangkan
oleh al-Ghaza>li> pada abad ke XI, serta teori dan aplikasi REBT (Rational
Emotive Behavior Therapy) yang dikembangkan oleh Albert Ellis sebagai
bahan komparasi untuk membuktikan relevansi penerapan psikoterapi sufi al-
Ghazali. Sedangkan terkait dengan pemaparan mengenai perkembangan
Rumah Sakit Jiwa (Bimaristan) dan fenomena psikoterapi pada masa sebelum,
sezaman, dan sesudah Al-Ghaza>li> merupakan fakta historis (arkeologis) untuk
membuktikan adanya upaya-upaya sistematik dan sebuah model psikoterapi
62 Lihat Gerald Davison, and Others, Abnormal Psychology (John Wiley & Sons,
2004), 8 63 Sushma, Meghamala. S. Tavaragi, Moral Treatment: Philippe Pinel, The
International Journal of Indian Psychology. 2016. Volume 3, Issue 2, No.8.
18
yang berbasis moral (humanis) bagi penanganan kesehatan jiwa pada abad
pertengahan di dunia Islam.
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berikut beberapa bukti penelitian yang mendukung tentang tema pokok
dalam penelitian ini, yang diklasifikasi ke dalam dua bagian. Pertama, hasil
penelitian yang berkaitan dengan perkembangan rumah sakit jiwa (bimaristan)
di dunia Islam pada abad pertengahan, penelitian tersebut diantaranya adalah;
1. Syed dalam "Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times",
mengemukakan bahwa para dokter dan psikolog Islam pada abad
pertengahan, telah mendirikan Bimaristan (insane asylum) dihampir
semua kota besar di dunia Islam, beberapa abad sebelum peradaban Barat
menemukannya. Diantaranya terdapat dibeberapa negara seperti;
Baghdad, kota Fes di Maroko, dan di Kairo Mesir yang dibangun pada
tahun 800 M. Kemudian pada abad ke XIII M, disusul kota Damaskus dan
Aleppo juga mendirikan rumah sakit jiwa.64
2. Savage-Smith, dalam Medieval Islamic Medicine mengungkapkan bahwa,
Islam adalah peradaban pertama yang memiliki rumah sakit jiwa. Dia juga
menambahkan bahwa, rumah sakit jiwa (Bimaristan) pertama di dunia
dibangun kekhalifahan Abbasiyah di kota Baghdad, Irak sekitar tahun 800
M. dan memiliki metode dan fasilitas yang lebih mutakhir dibandingkan
rumah sakit jiwa di Eropa Barat yang dibangun beberapa abad setelahnya.
65
Kedua, hasil penelitian yang berhubungan dengan konsep dan aplikasi
psikoterapi al-Ghaza>li, penelitian tersebut adalah,
1. Yahya Jaya,66dalam Konsep Tazkiyah al-Nafs Menurut al-Ghaza>li>: Kajian atas Ilmu Islam dan ilmu jiwa. Sebuah penelitian yang mengungkapkan
tentang konsep tazkiyah al-nafs menurut al-Ghaza>li> dalam Ihya’ ‘Ulu>m al-din yang memiliki relevansi bagi pembinaan kesehatan jiwa dizaman
modern. Namun, penelitian ini tidak banyak menggunakan analisis atau
perspektif psikologi mainstream, serta cenderung berorientasi teoritis dan
kurang aplikatif.
2. Roslee Ahmad dan Mohamed Sharif Mustaffa (2011) dalam penelitiannya
yang berjudul, “Dampak Bimbingan kelompok dengan menggunakan
pendekatan al-Ghazali (Group Guidance using al-Ghazali Approach
/GGGA) dalam mengatasi penyimpangan perilaku seksual pada siswa”.
Penelitian ini menggunakan kerangka teori yang dikembangkan oleh
Yatimah dan Mohd Tajudin (2008). Desain penelitian menggunakan
desain pre dan post test yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok
yang mendapat perlakuan dan kelompok kontrol. Penelitian ini
64Syed Ibrahim. Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times. (www.irfiweb.org,
2002), 8. 65 Emilie Savage-Smith with co-author P. Pormann, Medieval Islamic Medicine.
(Edinburgh: University Press, 2007), 8. 66Jaya Yahya. Konsep Tazkiyah al-Nafs menurut al-Ghaza>li>: Kajian atas Ilmu Islam
dan ilmu jiwa. (Jakarta: Disertasi Program Pasca Sarjana Syarif Hidayatullah, 1999).57
19
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimental.
Adapun karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah orang Melayu
dan Muslim. Mereka dipilih dengan teknik purposive dari dua sekolah
berbeda. Populasi kelompok treatmen berjumlah 215 orang, sementara
kelompok kontrol memiliki total 320 orang.
Setelah melalui proses penyaringan, 40 orang terpilih masing-masing
20 pelajar laki-laki dan 20 pelajar perempuan. 20 orang yang telah menjadi
subyek dari laki-laki dan 20 subyek perempuan untuk kedua kelompok.
Intervensi GGGA diberikan selama delapan minggu berturut-turut
sementara kelompok kontrol tidak menerima segala bentuk treatmen.
Secara keseluruhan, hasil pre-post test yang menggunakan analisis
deskriptif pada aspek perilaku, menunjukkan adanya penurunan dalam
perilaku seksual dan meningkatkan kesadaran perilaku seksual siwa.
Sementara berdasarkan hasil t tes menunjukkan semua perawatan dan
kesadaran subconstruct di seksual perilaku dalam kelompok pengobatan
menunjukkan signifikan perbedaan untuk efek pengobatan GGGA.
Sementara pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam hal pembicaraan kotor (jorok), batasan pergaulan,
memandang, batasan aurat dan tanggung jawab. Hal itu, menunjukkan
bahwa kelompok tretmen dengan menggunakan Modul GGGA
menunjukkan efek perawatan dan kesadaran perilaku seksual yang lebih
baik daripada kelompok kontrol.67
3. Ghozali (2007) dengan judul penelitian “Efektifitas Psikoterapi Sufistik
dalam mengatasi tingkat kecemasan dan Depresi pada ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS).” Didalamnya juga terdapat konsep dan aplikasi
teknik-teknik terapeutik yang dikembangkan oleh al-Ghazali. Dimana dari
hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa berdasarkan hasil
wawancara (asesmen) dengan subyek dan dampingan masing-masing
subyek secara langsung, maupun melalui catatan harian mereka pada
setiap sesi atau setiap harinya hingga pasca terapi, dapat diketahui bahwa
kedua subyek menunjukkan adanya perkembangan yang cukup signifikan.
Dimana tingkat kecemasan dan dan depresi keduanya menurun secara
berangsur-angsur hingga terapi selesai.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala HRS-A diperoleh
skore pre test untuk subyek pertama (M.F) sebesar 49 (kategori
kecemasan sangat berat) kemudian pada tahap post-tes terjadi penurunan
hingga mencapai skore 15 (kategori kecemasan ringan). Sedangkan pada
skala HRS-D diperioleh hasil 47 (kategori depresi berat) dan terjadi
penurunan secara drastis hingga mencapai angka 4 (kategori tidak ada
depresi).
Sementara subyek kedua (A.N), pada tahap pre-tes memperoleh skore
HRS-A sebesar 34 (kategori kecemasan berat) sedangkan pada skala HRS-
67 Roslee Ahmad, Mohamed Sharif Mustaffa, EFFECT OF GROUP GUIDANCE
USING AL-GHAZALI APPROACH IN HANDLING SEXUAL BEHAVIOUR DEVIATION STUDENT International Conference on Social Science and Humanity
IPEDR vol.5 (2011). IACSIT Press, Singapore
20
D memperoleh skore 38 (depresi berat), kemudian pada tahap post tes,
juga terjadi penurunan pada skore keduanya (kecemasan dan depresi)
meskipun tidak terlalu tinggi, dimana skore kecemasan menurun hingga
pada angka 21(depresi ringan) sedangkan skore HRS-D menurun pada
angka 25 (tidak ada depresi).
Sedangkan pengaruhnya terhadap sistem kekebalan tubuh ODHA,
diketahui melalui hasil tes CD4, dimana Subyek pertama (M.F) hasil pre
tes T Helper (CD4+) Abs : 206 dan hasil post tes (pasca terapi)
menunjukkan adanya peningkatan system kekebalan tubuh yang sangat
signifikan yaitu : 518. Adapun hasil pre tes subyek kedua (A.N) jumlah
CD4 nya : 206, dan hasil post tes (pasca terapi) menunjukkan adanya
peninggakatan yang kurang signifikan yaitu: 213 (masih dibawah batas
normal).68
C. Tujuan Penelitian
Peneliti dalam hal ini, mencoba untuk merespon pernyataan Mc Leod, sekaligus
memberikan pembuktian terbalik (counter proof) dengan bukti-bukti otentik
terkait dengan perkembangan psikoterapi dan asylum yang dikutip dalam berbagai
sumber literatur psikoterapi modern. Pertama, untuk menguatkan argumentasi
diatas, maka peneliti memaparkan beberapa bukti dan fakta-fakta historis terkait
dengan perkembangan Bimaristan (rumah sakit jiwa) di dunia Islam yang jauh
melampaui perkembangan asylum di Dunia Barat, baik menyangkut fasilitas
maupun penanganannya, yang telah berkembang sejak abad ke VIII, diantaranya
di kota Baghdad, Mesir, Tunisia Damaskus, Aleppo, dan negara-negara Islam
lainnya.69
Kedua, memaparkan upaya-upaya sistematika teoritik dan aplikatif
psikoterapi sufi oleh tokoh-tokoh Islam yang ditengarai telah terjadi sejak abad ke
VIII hingga Abad ke XV Masehi, jauh sebelum Philippe Pinel (1745-1828)
mereformasi dengan model penanganan kesehatan mental yang berbasis moral.
Hal ini terbukti dari beberapa teori dan praktek tokoh-tokoh psikoterapi Islam di
abad pertengahan, seperti Ibn Sina, Abu Bakar al-Razi, al-Zahrawi, Ibn Qayyim,
al-Ghazali dan tokoh-tokoh lainya yang menggunakan treatmen dan teknik-teknik
psikologis yang berbasis perbaikan moral (tahzib akhlak). Salah satunya adalah al-
Ghazali yang mengembangkan psikoterapi sufi berbasis ILHAM (Ilmu, Ha>l, dan
Amal ).
Adapun untuk mengetahui relevansi teori dan aplikasi psikoterapi sufi al-
Ghazali ini, peneliti mengkomparasikan dengan teori dan praktik psikoterapi REB
(Rational, Emotive, Behavior) yang dikembangkan oleh Albert Ellis, sebuah
pendekatan psikoterapi mainstream yang paling populer pada abad ini.
68Ghozali, Efektifitas Psikoterapi sufistik dalam mengatasi tingkat kecemasan dan
depresi yang dialami ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di PKBI Jakarta. Jakarta, 2007,
Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia. 69 Lihat Syed Ibrahim, Islamic Medicine: 1000 years ahead of its
times.(www.irfiweb.org, 2002).7
21
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat praktis bagi
para pembaca dari kalangan praktisi dan akademisi, di antaranya;
a. Melalui teori dan aplikasi psikoterapi sufi yang dikembangkan oleh al-
Ghaza>li>, diharapkan dapat dijadikan acuan bagi para akademisi atau
praktisi untuk diterapkan, dikembangkan serta dipublikasikan secara
sistemik terkait dengan teori dan aplikasi psikoterapi maupun konseling
sufistik.
b. Melalui penelitian ini pula, diharapkan dapat memberikan perspektif baru
bagi para pembaca (umum) tentang dimensi helping dalam syi’ar Islam
khususnya dalam sufisme yang terabaikan, dimana dalam peranannya para
sufi, seperti al-Ghaza>li>, mengembangkan syiar islam secara dinamis,
penuh dedikasi dan multi tasking yang meliputi beberapa aspek, yaitu;
a) Ibla>gh/Tabli>g (Teaching)
b) Qiya>dah (Leadership)
c) Ri’a >yah (Care & Guardianship)
d) Irsha>d (Guidance & Counseling)
e) Tathbi>b (Healing/ Psychotherapy)
2. Manfaat Teoritis
Disamping manfaat praktis di atas, melalui penelitian ini pula diharapkan
menjadi sumbangan teoritik bagi pengembangan indegenous psychology, eastern psychology yang lebih membumi dan memiliki paradigma integral
dalam memahami psyche sebagaimana adanya, seperti pendekatan psikoterapi
atau konseling sufistik atau semacamnya.
E. Signifikansi Penelitian
Adapun signifikansi penelitian ini dapat diklasifikasi menjadi empat hal, yaitu;
Pertama, untuk membuktikan kekeliruan kesimpulan yang dikemukakan oleh Mc
Leod (2003), Davison, et al (2004), dan Hobbs (1964) yang cenderung bersikap abai
(ignorance) dan ahistoris terhadap kontribusi dan kemajuan konseling dan
psikoterapi Islam pada abad pertengahan.
Kedua, menjabarkan tentang pentingnya pengembangan teori dan aplikasi
psikoterapi dan konseling yang berdimensi religius dan spiritual disamping
psikoterapi mainstrean bagi pengembangan konseling dan psikoterapi yang bersifat
integratif. Ketiga, penelitian ini mengungkap tentang relevansi sekaligus kelebihan
dan kelemahan teori dan aplikasi psikoterapi sufi al-Ghaza>li> yang berbasis Ilmu
(Knowledge), Hal (State) dan Amal (Action), melalui studi komparasi dengan
psikoterapi REB (Rational, Emotive Behavior) Albert Ellis.
Keempat, penelitian ini juga akan membuktikan beberapa hal, diantaranya:
1. Teori dan praktik Psikoterapi sufi telah berkembang sejak abad pertengahan
(sebuah respon sekaligus counter proof terhadap kesimpulan John, Mc
Leod). Dalam hal ini, Malik Badri, Pendiri Psikologi Klinis di Universitas
Riyadh, menegaskan bahwa,
22
“I must at once strongly state that if Muslim psychologists and psychotherapists patiently read into the rich literature of early muslim physicians and philosophical psychologists such as Ibnu Sina, al-Ghaza>li> and al-Balkhi and formulated their theories and practices along their guidance, they would have been the pioneers of the most modern forms of therapy which took the west more than 70 years to develop.”70
Bahkan Carnevali dan Masillo (2007), menduga bahwa munculnya istilah
psikoterapi, berasal dari istilah bahasa arab tathbi>b nafsa>ni (terapi psikis),
yang dikembangkan oleh Abu Bakar al-Razi. Selengkapnya mereka
mengatakan,
“The word “psychotherapy” could have been created by al-Razī with the expression tathbi>b nafsānī, which could mean “psychic therapy”, even if actually the term nafs means “soul”.71
2. Praktik konseling dan psikoterapi sufistik pada abad pertengahan
merupakan bentuk intervensi yang berlandaskan pada nilai-nilai agama
Islam, yang cenderung humanis dan bermoral, karena Islam melarang
dengan keras bentuk-bentuk penganiayaan, pembiaran dan penelantaran,
termasuk dalam hal ini, penanganan terhadap pasien dengan gangguan jiwa.
(Counter proof terhadap kesimpulan Gerald Davison, at al)
3. Konsep dasar konseling dan psikoterapi sufistik yang dikembangkan oleh
Al-Ghaza>li> pada abad pertengahan masih sangat relevan untuk diterapkan
pada konteks kekinian dan kedisinian (here and now), hal ini terbukti
dengan kelebihan sekaligus banyaknya kesamaan dengan teknik-teknik
psikoterapi Rational Emotive Behavior (REB) yang dikembangkan oleh
Albert Ellis.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, yaitu sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
dari fenomena yang terjadi. Data deskriptif yang dimaksud dapat berupa kata-
kata, gambar, dan bukan angka-angka yang disebabkan oleh adanya penerapan
metode kualitatif.72
Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif–komparatif. Metode
deskriptif dalam hal ini adalah sebuah metode yang cenderung mengacu pada
penggalian makna sehingga terjadi temuan-temuan yang kemudian disusun
menjadi suatu teori yang bersumber pada data atau bahan-bahan tulisan dari
70 Malik Badri. Successes with Islamic Counseling and Psychotherapy, Seminar
Kebangsaan Kaunseling Islam IV, (Kuala Lumpur, Dewan Muktamar Pusat Islam.1995).7-
8 71 Journal of The International Society For The History Of Islamic Medicine
(JISHIM). Vol.6-7 No.11-12-13-14 April / October 2007-2008 72 Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung, Penerbit PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2007), 4-11
23
tokoh yang bersangkutan terkait dengan topik yang dikaji. Sedangkan metode
komparatif adalah metode yang membandingkan teori dan aplikasi Psikoterapi
sufi al-Ghazali yang berbasis Ilmu (Knowledge), Hal (State) dan Amal (Actions)
dengan REBT Albert Ellis, disamping perbandingan terkait dengan
perkembangan Rumah sakit jiwa dan tokoh-tokoh psikoterapi di dunia Islam dan
Barat.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik
studi kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data
yang diinginkan agar lebih akurat.
a. Studi Literatur
Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan informasi secara lengkap terkait dengan
gagasan, konteks, pemikiran dan aplikasi dari pemikiran tersebut, sebagai
bahan acuan atau rumusan yang akan diambil dalam penelitian ini.
Sehingga dengan menggunakan teknik kajian literatur, peneliti
mendapatkan berbagai sumber data melalui buku-buku literatur primer
maupun sekunder yang berkaitan dengan masalah yang diteliti”.
Dalam hal ini, peneliti mengelaborasi konsep-konsep utama REBT dan
Psikoterapi sufi al-Ghazali tentang hakikat dan struktur jiwa, daya-daya
jiwa, perkembangan jiwa, penyakit hati dan teknik-teknik penyembuhannya
serta metode penyucian jiwa yang digali dari pemikiran al-Ghaza>li> yang
tersebar dibeberapa karyanya, diantaranya; Ihya’ Ulu>muddi>n, Ma’arij al-Quds fi mada>rij Ma’rifat al-Nafs, Kimiya’ al-Sa’a>dah, Al-Jawa>hir al-Ghaza>li> min al-Rasa>il al-imam al-Ghaza>li>, Maqa>sid al-Fala>sifah, Mi’ya>r al-ilmi,Miza>n al-amal disamping juga sumber-sumber yang bersifat sekunder
yang diperoleh dari jurnal, buku dan sumber representatif lainnya yang
mengkaji tentang pemikiran al-Ghazali.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berbentuk
tulisan, gambar maupun karya seni. Pertama, dokumen berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life history), cerita biografi,
peraturan, dan kebijakan. Kedua, dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang
berbentuk karya, misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung,
film, dan lain- lain.73
Dengan kata lain, dokumentasi adalah bukti-bukti historis yang dapat
dikumpulkan berupa; tulisan sejarah, karya tulis, catatan harian, cerita,
biografi, artefak, foto, dan lain sebagainya yang dapat dijadikan sebagai
bahan utama atau penunjang dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini, untuk memperkuat tujuan penelitian maka peneliti
menggali tentang fakta-fakta terkait dengan sejarah perkembangan
73 Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif-Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), 329
24
Bimaristan dan tokoh-tokoh psikoterapi Islam beserta gagasantang
penanganan kesehatan jiwa (Psikoterapi).
4. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan
triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus
menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai
teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Dalam hal ini Patton
(dalam Subagyo, 2014) menyatakan bahwa dengan menggunakan Trianggulasi
akan lebih banyak meningkatkan kekuatan data, dibandingkan hanya dengan
satu pendekatan saja.74
Sementara orientasi utama dari teknik triangulasi adalah bukan semata-
mata mencari kebenaran, namun lebih pada peningkatan pemahaman terhadap
apapun yang sedang diteliti dalam rumusan atau latar belakang permasalahan
penelitian, sebagaimana yang dikemukakan oleh Susan Stainback (1988)
bahwa,
The aims is not determine the truth about some social phenomena, rather the purpose of triangulation is to increase ones understanding of whatever is being investigated. 75
Menurut Denzin (1978), triangulasi meliputi empat hal, yaitu; (1).
Triangulasi sumber data, (2). Triangulasi metode (3). Triangulasi analis atau
peneliti, dan (4) Triangulasi teori atau perspektif.76 Adapun triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data, Peneliti dalam
hal ini berupaya untuk menjawab pertanyaan penelitian melalui berbagai bukti
dan fakta-fakta yang diperoleh dari sumber pengumpulan data. Dimana dalam
penelitian ini, selain menggunakan teknik studi pustaka, peneliti juga
menggunakan teknik dokumentasi berupa foto, karya tulis dan sejarah tentang
pengembangan psikoterapi dan perkembangan Rumah sakit jiwa baik di dunia
Islam dan Barat.
5. Teknik Analisa Data
Adapun untuk kepentingan analisis data, maka peneliti dalam hal ini
menggunakan beberapa metode Analisis Konten (Content analysis) yaitu
teknik analisis data yang dilakukan secara sistematis dan objektif, 77 guna
mencapai validitas dan reliabilitas, yang dibuat terkait dengan konten
pemikiran al-Ghaza>li >.78 Disamping itu, peneliti juga mengelaborasi tentang
74 Sugiyono, Metode penelitian Kombinasi, Mixed Methods (Bandung: Alfabeta,
2014), 327 75 Sugiyono, Metode penelitian Kombinasi, Mixed Methods (Bandung: Alfabeta,
2014), 327 76 Denzin, NK. Sociological Methode (New York: Mc Graw-Hill, 1978), 243 77 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rakesarasin,
1991), 49 78 Lihat Klaus Krippendorf. Content Analysis; Introduction to Its Theory and
Methodology (Sage. 1991), 87
25
konsep-konsep utama yang menjadi landasan umum psikoterapi al-Ghaza>li>
menyangkut filosofi dasar psikoterapi, konsep abnormalitas, tujuan terapi,
teknik terapi, hubungan klien dan terapis, dan proses terapeutik, yang
dirumuskan secara deskriptif dalam bentuk teori dan aplikasi psikoterapi yang
sistemik dan sistematik, kemudian dikomparasikan dengan teori dan aplikasi
psikoterapi REBT Albert Ellis untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
G. Sistematika Pembahasan
Disertasi ini terdiri atas enam bab. Masing-masing bab memuat uraian yang dibagi
kedalam beberapa sub-bab berdasarkan cakupan pembahasannya masing-masing.
Setiap sub-bab membahas tema yang terkait dengan pokok pembahasan yang
dijelaskan dalam bab bersangkutan untuk menjawab permasalahan penelitian,
melalui bukti-bukti historis serta memaparkan teori dan praktik konseling al-
Ghazali secara sistematik dan sistemik.
Bab. I Bab ini memuat sejumlah informasi terkait permasalahan penelitian, dalam
hal ini peneliti menemukan adanya ketidaksesuaian antara data dan fakta,
dimana sebagian besar pakar konseling dan psikoterapi modern
beranggapan bahwa hingga saat ini belum ada upaya sistemik terkait
dengan perkembangan konseling dan psikoterapi di dunia Islam.
Sementara dalam beberapa literatur sejarah menyebutkan sebaliknya,
bahwa praktik konseling dan psikoterapi sufistik telah berkembang pesat
pada abad pertengahan, sebuah model penangan kesehatan jiwa yang
berlandaskan pada nilai-nilai agama Islam yang cenderung humanis dan
bermoral, melampaui gagasan yang dikembangkan oleh Philippe Pinel.
Sehingga dalam bab ini, peneliti mengemukakan beberapa pertanyaan,
terkait dengan pentingnya penelitian ini dilakukan serta permasalahan
penelitian yang perlu dijawab. Pada bab ini, peneliti juga menguraikan
tentang hasil penelitian terdahulu yang relevan terkait dengan teori dan
aplikasi konseling dan psikoterapi Al-Ghazali serta relevansinya terhadap
perkembangan zaman.
Selain itu dijelaskan juga tentang urgensi dan manfaat dari penelitian ini,
serta uraian tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
terkait dengan jenis penelitian, metode dan teknik analisis yang
diperlukan.
Bab II. Berisi analisis Sistematika teoritik dan praktik Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) Albert Ellis yang mencakup: Definisi dan komponen
psikoterapi, Biografi singkat Albert Ellis, filosofi REBT, domain
pendekatan, pandangan tentang manusia, teori kepribadian ,kesehatan
mental, peran dan tanggung jawab terapis, hubungan klien dan terapis,
tujuan terapi, konsep abnormalitas, tahapan dan langkah-langkah terapi
serta penerapan teknik-teknik terapi.
Bab III. Berisi tentang biografi al-Ghazali yang mencakup karya-karya al-Ghazali
dibidang psikologi dan psikoterapi, pengembaraan intelektual al-Ghazaali
dan corak psikologi sufi al-Ghazali. Disamping itu juga sejarah
perkembangan psikoterapi dan tumah sakit jiwa di dunia Islam pada abad
pertengahan.
26
Bab IV Berisi tentang Sistematika teoritik Psikoterapi Sufi al-Ghazali,
diantaranya, Biografi al-Ghaza>li>, Karya-karya al-Ghazali tentang
Psikologi dan Psikoterapi, Corak Psikologi Sufi al-Ghazali, Ruang
lingkup, Filosofi pandangan tentang manusia, teori kepribadian, fungsi
dan energi psikis, konsep abnormalitas dan klasifikasinya serta tujuan
pikoterapi sufi al-Ghazali. Dan Sistematika Aplikatif Psikoterapi Sufi al-
Ghazali yang mencakup; Proses dan tahapan terapeutik (Therapeutic),
Asesmen dalam Psikoterapi Sufi al-Ghaza>li>, Fungsi dan Peranan Terapis
(Therapist), Kualitas terapis (Terapist), Kualitas klien, Hubungan antara
terapis dengan klien, Penerapan; teknik-teknik dan prosedur terapeutik.
Bab V Memapaparkan tentang studi komparatif tentang hasil Studi Komparatif
Sistematika Teoritik dan Aplikatif Psikoterapi Sufi al-Ghazali dengan
REBT (Rational, Emotive, Behavior Therapy) Albert Ellis, yang
mencakup;
a. Filosofi dasar Psikoterapi
b. Pandangan tentang Manusia
c. Kepribadian Manusia
d. Konsep dan Klasifikasi Abnormalitas
e. Kesehatan Jiwa dan Kesehatan Mental
f. Tujuan Psikoterapi
g. Hubungan antara klien-terapis (Therapist) h. Proses dan tahapan terapeutik (Therapeutic)
i. Penerapan: Teknik Psikoterapi
Bab VI Memuat penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Bab ini
merupakan kesimpulan umum dari hasil penelitian dan saran-saran kepada
para pihak yang berkepentingan dengan tema dan judul penelitian ini
Gambar I. 1
Kerangka Penelitian
27
top related