skripsi proses collaborative governance dalam …
Post on 16-Oct-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PROSES COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PENERAPAN
UANG ELEKTRONIK (UNIK) DI JALAN TOL KOTA MAKASSAR
Disusun Dan Diajukan Oleh
NUR CAHYA
Nomor Stambuk :105640234515
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
PROSES COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PENERAPAN
UANG ELEKTRONIK (UNIK) DI JALAN TOL KOTA MAKASSAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan Oleh
Nur Cahya
Nomor Stambuk : 105640234515
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Proses Collaborative GovernanceDalam
Penerapan Uang Elektronik (UNIK) Di Jalan
Tol Kota Makassar
Nama Mahasiswa : Nur Cahya
Nomor Stambuk : 105640234515
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Menyetujui:
Pembimbing I
Dr. Hj. Fatmawati, M.Si
Pembimbing II
Rudi Hardi, S.Sos., M.Si
Mengetahui :
Dekan
Fisipol Unismuh Makassar
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si
Ketua Jurusan
Ilmu Pemerintahan
Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si
iv
PENERIMAAN TIM
Telah diterima oleh TIM penguji skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat keputusan/undangan
menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, nomor
: 0083/FSP/A.3-VIII/II/41/2020 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana (S.1) dalam program studi Ilmu Pemerintahan di Universitas
Muhammadiyah Makassar pada hari Jumat tanggal 14 Februari 2020.
TIM PENILAI
Ketua Sekertaris
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Dr.Burhanuddin, S.Sos., M.Si
Penguji :
1. Abdul KadirAdys, SH., MM (Ketua) (…………………………)
2. Dra. Hj. St. Nurmaeta, MM (…………………………)
3. Dr. JaelanUsman, M. Si (…………………………)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Nur Cahya
Nomor Stambuk : 105640234515
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau
melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 10 November 2019
Yang menyatakan
Nur Cahya
v
ABSTRAK
NUR CAHYA, 2020. Proses Collaborative Governance Dalam Penerapan Uang
Elektronik (UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassar.Hj. Fatmawati dan Rudi Hardi
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ProsesCollaborative Governance
Dalam Penerapan Uang Elektronik (UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassar.Penelitian
ini merupakan penelitian jenis kualitatif dengan tipe Fenomenologi.Dimana jenis
data terdiri dari data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi
langsung dilapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang telah
dikumpulkan peneliti melalui dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses collaborative governanceyang
meliputi kondisi awal dengan adanya peraturan baru dari kementrian Pekerjaan
Umum Dan Perumahan Rakyat Indonesia sehingga terjadinya proses kolaborasi
dari PT Bosowa Marga Nusantara dan Perbankan dalam penerapan uang elektronik
di jalan tol kota Makassar. Desain kelembagaandalam penerapan UNIK didalam
kolaborasi bahwa Kementrian PUPR sebagai regulator, PT Bosowa Marga
Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat sebagai pelayanan operasional dan
penyedia infrastruktur, Perbankan dari bank BRI sebagai penerbit kartu UNIK yaitu
BRIZZI. Kepemimpinan dari PT Bosowa Marga Nusantara, PT Jalan tol seksi
empat dan bank BRI sudah berjalan dengan maksimal, masing-masing dari
pemangku kepentingan memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kolaborasi.
Proses kolaboratif yang diawali dialog tatap muka antara pihak PT Bosowa Marga
Nusantara dan PT jalan tol seksi empat serta perbankan sudah beberapa kali
dilakukan mengenai penerapan uang elektronik.
Kata kunci :Collaborative Governance, Uang Elektronik
KATA PENGANTAR
vi
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Proses collaborative governance Dalam Penerapan Uang
Elektronik (UNIK) Di Jalan tol Kota Makassar”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada lembaran ini penulis hendak menyampaikan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua saya, ibunda Hj. Andi Ukka dan
ayahanda H. Dangkang atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan serta do’a
yang tulus dan ikhlas yang senantiasa beliau panjatkan kepada Allah SWT sehingga
menjadi pelita terang dan semangat yang luar biasa bagi penulis dalam menggapai
cita-cita, serta seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberi semangat dan
dukungan disertai segala pengorbanan yang tulus dan ikhlas. Penulis menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat, ibu Hj. Fatmawati, M.Si selaku pembimbing I dan Rudi
Hardi, S.Sos., M.Si, selaku pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu
dan tenaganya dalam membimbing dan memberikan petunjuk yang begitu berharga
dari awal persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
vii
Penulis juga tak lupa ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, M.M selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S. IP., M. Si selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan
yang selama ini turut membantu dalam kelengkapan berkas hal-hal yang
berhubungan administrasi perkuliahan dan kegiatan akademik.
4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Pemerintahan yang telah menyumbangkan ilmunya
kepada penulis selama mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan dan
seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar yang telah banyak membantu penulis.
5. Pihak Kantor PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat yang
telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Kepada seluruh keluarga besar fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar,
terutama kepada satu angkatan 2015 Ilmu Pemerintahan terkhusus kelas
G,.Baso,Janwar, Rifki, Ardi, Mutmainnah, Ayu, Egha, Nunu, Riska, Dewi,
Dillah, Elma, Kiki, Fatma, Fahrun, Iramalita, Asti dan teman-teman kelas ku
yang tidak bisa saya sebutkan semua namanya.
Sehubungan akhir tulisan ini penulis memohon maaf kepada semua pihak
atas segala kekurangan dan kehilafan, disadari maupun yang tidak disadari.Demi
viii
kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 25 Desember 2019
Nur Cahya
DAFTAR ISI
ix
Halaman Judul
....................................................................................................................................
ii
Halaman Persetujuan
....................................................................................................................................
iii
Halaman Penerimaan Tim
....................................................................................................................................
iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
....................................................................................................................................
v
Abstrak
....................................................................................................................................
vi
Kata Pengantar
....................................................................................................................................
vii
Daftar Isi
....................................................................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
............................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
............................................................................................................
5
C. Tujuan Penelitian
............................................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian
............................................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Collaborative Governance ....................................................
7
x
B. Uang Elektronik (Unik)
............................................................................................................
23
C. Penelitian terdahulu
............................................................................................................
26
D. Kerangka Pikir
............................................................................................................
28
E. Fokus Penelitian
............................................................................................................
29
F. Deskripsi Fokus Penelitian
............................................................................................................
29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
............................................................................................................
31
B. Jenis Dan Tipe Penelitian
............................................................................................................
31
C. Sumber Data
............................................................................................................
32
D. Informan Penelitian
............................................................................................................
32
E. Teknik Pengumpulan Data
............................................................................................................
33
F. Teknik Analisis Data
............................................................................................................
33
G. Keabsahan Data
............................................................................................................
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ................................................................
38
xi
B. ProsesCollaborative Governance Dalam Penerapan Uang
Elektronik (Unik) Di Jalan Tol Kota Makassar ................................
48
C. Faktor Pendukung Dan Penghambat ProsesCollaborative
Governance Dalam Penerapan Uang Elektronik (Unik) Di Jalan Tol
Kota Makassar
............................................................................................................
61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
............................................................................................................
66
B. Saran
............................................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
70
LAMPIRAN-LAMIPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pesat teknologi selama beberapa tahun terakhir memberikan
perubahan pada seluruh aspek kehidupan serta perilaku masyarakat dalam hal
apapun selalu menginginkan kecepatan, ketepatan dan efisiensi, termasuk tuntutan
sebuah sistem pembayaran secara langsung atau instan. Perkembangan sistem
pembayaran yang terjadi kemudian tidak terlepas dari semakin besarnya volume
transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, peningkatan resiko, kompleksitas
transaksi, dan perkembangan teknologi itu sendiri.
Wujud lain dari adanya kemajuan pada bidang teknologi dimanfaatkan
untuk mengatur kecepatan arus transaksi pembayaran di jalan tol. Dengan
diciptakan beberapa sistem yang mampu menghitung serta mendeteksi banyaknya
jumlah kendaraan yang melewati jalan tol tanpa susah payah membayar kewajiban
membayar jalan tol secara manual. Beberapa diantara sistem yang diciptakan dalam
rangka mempercepat arus transaksi di berbagai negara di dunia seperti SmartTAG
di Malaysia, ERP di Singapura, ETC (Electronic Toll Collection System) di Jepang
dan masih banyak lagi sistem yang diciptakan sebagai dampak dari kemajuan
tekhnologi yang berkembang secara cepat.
Pemerintah beseta perbankan mendorong masyarakat untuk mulai beralih
bertransaksi secara non tunai. Dalam hal ini digencarkan dalam berbagai kebijakan,
salah satunya aturan 100% non tunai pada transaksi di gerbang tol dengan harapan
2
dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai serta demi meningkatkan efisiensi
perekonomian masyarakat. Dengan adanya Uang elektronik (UNIK), pengendara
tidak perlu repot untuk mencari uang, karena para pengendara cukup menempelkan
kartu pada mesin elektronik yang telah disediakan kemudian kendaraan dapat
melaju melewati gerbang tol, hanya membutuhkan waktu kurang dalam waktu 4
detik, lebih cepat dibandingkan bila membayar secara tunai. Fitur e-Toll card secara
lengkap antara lain; saldo tersimpan pada chip kartu sehingga pada saat transaksi
tidak dibutuhkan PIN atau tanda tangan, dapat diisi ulang, minimum saldo Rp.
10.000 (sepuluh ribu rupiah), maksimal saldo kartu Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)
sesuai ketentuan Bank Indonesia. Saldo yang mengendap pada kartu tidak diberikan
bunga.
Pemerintah mengharapkan dengan dikeluarkannya produk perbankan Uang
Elektronik card ini, maka berbagai kendala serta permasalahan yang timbul pada
proses transaksi pembayaran tol dapat terselesaikan dengan baik.Layanan Uang
Elektronik pada penerapannya dirasa memiliki tujuan yang dianggapbaik dalam
meminimalisir hal kemacetan di gerbang tol, mempercepat layanan transaksi,
meminimaslisir antrian dan menyelaraskan program pemerintah. Namundemikian,
terdapat berbagai kendala pada penerapan Uang Elektronik.
Dari pantauan Tribun Makassar kemacetan panjang terjadi di Gerbang Tol
Parangloe, Biringkanaya dan Tamalanrea. Antrean puluhan mobil memanjang
sekitar 600 meter, sebelum loket pembayaran dari arah Bandara Internasional
Sultan Hasanuddin. Banyak pengendara tidak mau memakai dan membeli uang
elektronik. Fenomena ini terjadi sejak otoritas pengelola Jalan Tol Sesi Empat,
3
memberlakukan ketentuan menggunakan Uang Elektronik(UNIK) sebagai alat
transaksi di TollGate. Namun, kenyataannya, masih banyak pengguna kendaraan
yang enggan dan masih takut menggunakannya (TribunMakassar.Com 2017).
Salah satu keluhan pengguna adalah pengguna kesulitan jika jumlah saldo
di dalam kartu UNIK tidak mencukupi untuk pembayaran disaat transaksi
pembayaran sedang dilakukan, maka disini akan terjadi masalah, konsumen akan
kebingungan untuk melakukan pembayaran, dan antrian mobil terus bertambah
sedangkan mobil tertahan di gerbang tol alhasil kemacetanpun tidak dapat
dihindari. Hal tersebut berimbas pada penumpukan kendaraan yang ingin
menggunakan jalan tol termasuk penumpukan di gerbang tol / pintu tol karena
proses pembayaran yang harus dilakukan oleh setiap kendaraan yang ingin masuk
dan keluar jalan tol.
Menilik permasalahan di Kota Makassar, maka Pemerintah dapat
melaksanakan Collaborative Governance dengan mengajak pihak swasta dan Bank
Indonesia ikut serta berperan dalam menyukseskan program UNIK. Demikian
halnya PT. Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat telah menjadi
mitra swasta yang strategis bagi pemerintah dalam mendorong perekonomian, dan
memberikan bantuan finansial. Terkait dengan realisasi transaksi tol non tunai,
PT.BMN bersama PT. Jalan Tol Seksi Empat, mengembangkan layanan transaksi
pembayaran UNIK untuk dijalan tol melalui peluncuran Uang Elektronik (UNIK)
yang bekerja sama dengan perbankan sebagai penerbit e-money yang dikeluarkan
oleh Bank Mandiri, Flazz yang di keluarkan oleh Bank BCA,lalu ada BRIZZI dari
Bank BRI,TapCash dari bank BNI.
4
Riset yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada Negara Meksiko
menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan penggalakan transaksi nontunai
diMeksiko adalah dukungan komitmen pemerintah yang memberikan berbagai
insentif untuk mendorong percepatan pengalihan transaksidari tunai ke nontunai.
Di antara hal yang telah dilakukan pemerintah adalah penetapan insentif pajak
untuk perbankan yang mendukung program kartu UNIK. Hal penting dari hasil riset
tersebut adalah komitmen pemerintah untuk senantiasa berkolaborasi dengan pihak
perbankan dan pihak swasta serta masyarakat.
Dalam hal ini dikemukakan pendapat Johansson (2010: 371-392) yang
mengemukakan bahwa peran dari negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam
kebijakan publik akan sangat menentukan arah perubahan dari suatu kebijakan.
Keterlibatan segenap elemen dalam proses kebijakan publik memang diharapkan
mampu membawa dampak yang positif bukan hanya bagi penyelenggaraan proses
kebijakan, melainkan lebih jauh dari itu demi mencapai kesejahteraan rakyat yang
lebih luas lagi. Dengan demikian, diasumsikan bahwa kerjasama seluruh pihak
yang terkait (Collaborative Governance)dapat mengoptimalisasi khususnya dalam
penerapan Uang Elektronik (UNIK) di Kota Makassar. Berdasarkan uraian latar
belakang diatas, maka saya merasa tertarik untuk mengangkat judul “Proses
Collaborative Governance Dalam Penerapan Uang Elektronik (UNIK) Di Jalan
Tol Kota Makassar”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
5
1. Bagaimana Proses Collaborative Governance dalam penerapan Uang Elektronik
(UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar?
2. Apa faktor mendukung dan menghambat Proses Collaborative Governance
dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari rumusan masalah yang akan dijadikan inti pembahasan
maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui Proses Collaborative Governance dalam penerapan Uang
Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat Proses Collaborative
Governance dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota
Makassar
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dalam rangka
pengembangan ilmu pemerintahan melalui studi tentang Proses Collaborative
Governance pada penerapan Uang Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota
Makassar.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan praktis sebagai bahan
pertimbangan bagi pemerintah dan semua pihak yang berkompeten terkait
perumusan kebijakan dan Collaborative Governance pada penerapan Uang
6
Elektronik (UNIK), serta diharapkan menjadi referensi ilmiah bagi peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan penelitian sejenis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Collaborative Governance
1. Pengertian Collaborative Governance
Sebelum mengurai pengertian Collaborative Governance, perlu dijelaskan
terlebih dahulu pengertian governance sebab istilah governance menjadi dasar dari
konsep Collaborative Governance. Dalam studi Ilmu Pemerintahan sering muncul
istilah government dan governance, di mana kedua istilah tersebut hampir sama
namun sebenarnya memiliki makna yang berbeda satu sama lain.
Governance didefinisikan oleh Kooiman (2009:273) sebagai sebuah
konsepsi tentang interaksi dalam memerintah, di mana interaksi itu sendiri
merupakan hubungan saling menguntungkan antara dua atau lebih aktor atau
entitas. Menurut Keban (2008:38) governancemerupakan suatu sistem nilai,
kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, sosial, dan politik
dikelola melalui interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor swasta.
Sedangkan pengertian governance menurut United Nations Development
Programme (UNDP) adalah sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi,
dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa (Sedarmayanti,
2003:5)
Dengan demikian, institusi dari governance meliputi tiga domain yaitu state
(negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha) dan
society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-
masing. Menurut Sumarto (2004:2), dalam konsep governance, pemerintah hanya
8
menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor paling menentukan.
Implikasinya, peran pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa
pelayanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya
lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta
untuk ikut aktif melakukan upaya tersebut.
Collaborative governance merupakan langkah tatanan pemerintahan
yang didalamnya terdapat keterlibatan semua pihak antara government, civil
society, dan private sector dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan kerangka
egalitarianisme dan demokrasi yang melahirkan tata pemerintahan yang
mengedepakan kepentingan masyarakat. Keterlibatan pihak swasta dan masyarakat
dalam pembuatan maupun pelaksanaan kebijakan publik dibutuhkan untuk
mewujudkan good governance.
Menurut Dwiyanto (2011:251) menjelaskan secara terperinci bahwa dalam
kerjasaman kolaboratif terjadi penyampaian visi, tujuan, strategi dan aktivitas
antara pihak, mereka masing-masing tetapi memiliki otoritas untuk mengambil
keputusan secara independen dan memiliki wewenang dalam mengelola
organisasinya walaupun mereka patuh dan tunduk atas kesepakatan bersama.
Adapun pengertian Collaborative Governancetelah diuraikan oleh para
ilmuan, di antaranya dikemukakan oleh Ansell and Gash (2007:545) Collaborative
Governance merupakan salah satu tipe governance dimana aktor publik dan privat
bekerja secara bersama dengan cara khusus, menggunakan proses tertentu, untuk
menetapkan hukum dan aturan untuk menentukan publik yang baik.
9
Agranoff dan McGuire dalam uraian Chang (2009:76-77) mendefinisikan
secara khusus Collaborative Governancetelah menempatkan banyak penekanan
pada kolaborasi sukarela dan hubungan horisontal antara partisipan multi sektoral,
karena tuntutan dari klien sering melampaui kapasitas dan peran organisasi publik
tunggal, dan membutuhkan interaksi di antara berbagai organisasi yang terkait dan
terlibat dalam kegiatan publik. Berbeda halnya dengan definisi Collaborative
Governance yang dijelaskan Lemos & Agrawal (2006:297) mendefenisikan
collaborative governance tidak hanya berbatas pada stakeholders yang terdiri dari
pemerintah dan bukan pemerintah tetapi juga terbentuk atas adanya multipartner
governance yang meliputi berbagai sektor baik sector privat maupun swasta,
masyarakat dan komunitas sipil dan terbangun atas sinergi peran stakeholder dan
penyusunan rencana yang bersifat hybrid seperti halnya kerjasama publik-privat-
sosial.
Jung, et.al (2009:1) mendefinisikan Collaborative Governancesebagai
suatu proses membentuk, mengemudikan, memfasilitasi, mengoperasionalisasi dan
memonitor pengaturan organisasi lintas sektoral dalam penyelesaian masalah
kebijakan publik yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu organisasi atau
publik sendiri. Pendapat lain dari Donahue & Zeckhauser (2011:305) yang
mengemukakan Collaborative Governancebahwa pemerintahan kolaboratif dapat
dianggap sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama antara pemerintah sebagai
regulator dan pihak swasta sebagai pelaksana.
Menurut Purnomo, et.al (2018:13) menjelaskan bahwa Collaborative
Governance adalah konsep di dalam manajemen pemerintahan sebagai proses
10
fasilitasi dan pelaksanaan oleh berbagai institusi baik pemerintah, masyarakat,
maupun NGOs yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah bersama yang tidak
bisa diselesaikan oleh satu institusi pemerintah saja. Sedangkan menurut Sudarmo
(2011:102-104) pada umunya, collaboration dipandang sebagai respon organisasi
terhadap perubahan-perubahan atau pergeseran-pergeseran lingkungan kebijakan.
Pergeseran-pergeseran bisa dalam bentuk jumlah aktor kebijakan meningkat, isu-
isu semakin meluas keluar batas-batas normal, kapasitas diluar pemerintah daerah
atau kota dan pemerintah pusat umumnya semakin meningkat, dan inisiatif spontan
masyarakat semakin meluas.
Uraian beberapa definisi tersebut dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa
Collaborative Governance merupakan suatu paradigma baru dalam pemerintahan
dimana stakeholder, sector business, NGOs, dan masyarakat lainnya dilibatkan di
dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan kebijakan, dan tatakelola
pemerintahan secara umum. Orientasi dari pelibatan tersebut merupakan upaya
dalam menyelesaikan masalah besar yang tidak mungkin bisa diselesaikan oleh satu
pihak saja, akan tetapi memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, sehingga
orientasinya adalah keberhasilan dari kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan
bersama.
2. Tujuan Penerapan Collaborative Governance
Kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu hal
yang dibutuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini. Ada berbagai alasan
yang melatarbelakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi. Junaidi
(2015:8) menyebutkan bahwa Collaborative Governance tidak muncul secara tiba-
11
tiba karena hal tersebut ada disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang
mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi oleh publik.
Salah satu alasan pentingnya penerapan Collaborative Governance
dikemukakan oleh Ansell and Gash (2007:544) Collaborative Governance muncul
sebagai respon kegagalan implementasi dan tingginya biaya dan dan politisasi
regulasi. Ini dikembangkan sebagai sebuahalternatif adversarialism untuk
pluralisme kelompok kepentingan dan kegagalan akuntabilitas manajerialisme
(terutama otoritas ahli yang ditantang).
Lebih lanjut Ansell dan Grash dalam uraian Junaidi (2015:10) menyatakan
bahwa Collaborative Governance muncul secara adaptif atau dengan sengaja
diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan pentingnya konsep ini dilakukan
sebagai berikut ini:
a. Kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi
b. Konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam
c. Upaya mencari cara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik.
d. Kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan
e. Ketidakmampuan kelompok-kelompok, terutama karena pemisahan rezim-
rezim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk
menghambat keputusan
f. Mobilisasi kelompok kepentingan
g. Tingginya biaya dan politisasi regulasi
12
Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena
kompleksitas adanya saling ketergantungan dari tiap institusi. Kolaborasi juga
dianggap munucul akibat beragamnya kepentingan antar tiap kelompok sehingga
memunculkan adanya suatu kolaborasi.Dengan dilakukannya kolaborasi dapat
memobilisasi kelompok-kelompok kepentingan. Kolaborasi dianggap menjadi
solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau kegiatan yang dilakukan
oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga tersebut, selain itu kolaborasi
juga dianggap sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari suatu program
atau kegiatan.
3. Prinsip Penerapan Collaborative Governance
Seigler (2011:968-970) menguraikan delapan prinsip utama dalam
penerapan Collaborative Governance:
a. Warga masyarakat harus turut dilibatkan dalam produksi barang publik
b. Masyarakat harus mampu memobilisasi sember daya dan aset untuk
memecahkan masalah publik
c. Tenanga professional harus berbagi keahlian mereka dengan untuk
memberdayakan warga masyarakat
d. Kebijakan harus menghadirkan musyawarah publik
e. Kebijakan harus mengandung kemitraan kolaboratif yang berkelanjutan
f. Kebijakan harus strategis
g. Kebijakan harus mengubah kelembagaan untuk pemberdayaan masyarakat dan
pemecahan masalah publik
h. Kebijakan harus mengandung akuntabilitas.
13
4. Model dan Proses Collaborative Governance
Secara lebih praktis, beberapailmuan sudah merumuskan model kerangka
kerja dari Collaborative Governance tersebut, misalnya model yang memulai
proses collaboration dari negosiasi, komitmen dan pelaksanaan yang dinaungi oleh
assessment. Dalam operasionalnya negosiasi berarti proses bargaining antar aktor
yang akan terlibat di dalam collaboration dan setelah terjadi negosiasi makaakan
muncul komitmen dari masing-masing aktor atas apa yangakan dilakukan di dalam
kerjasama tersebut. Sementara proses pelaksanaan merupakan bentuk
pengejawantahan dari komitmen bersama yang telah diambil melalui keterlibatan
seluruh aktor dan interkasi antar aktor (Purnomo, et.al, 2018:15).
Menurut Ansell dan Gash (dalam Fawwaz ,2017). Model Collaborative
governance memiliki empat variabel luas yaitu:
1. Kondisi awal
Kondisi awal dalam suatu kolaborasi dipengaruhi oleh beberapa fenomena,
yaitu para stakeholders memiliki kepentingan dan visi bersama yang ingin dicapai,
sejarah kerjasama dimasa lalu, saling menghormati kerjasama yang terjalin,
kepercayaan masing-masing stakeholders, ketidakseimbangan kekuatan, sumber
daya, dan pengetahuan.
2. Desain Kelembagaan
Pemimpin meminta para pemangku kepentingan untuk terlibat dalam
negoisasi itikat baik dan mengeksplorasi, kompromi dan perolehan bersama.
Collaborative governance sebagai konsensus yang berorientasi meskipun
menunjukkan bahwa konsensus tidak selalu tercapai. Masalahnya di sini apakah
14
semua kolaboratif harus memerlukan konsensus. Masalah desain kelembagaan
penggunaan tenggang waktu melemah merupakan sifat berkelanjutan kolaborasi
secara tidak sengaja mengurangi insentif kerjasama jangka panjang. Desain
Kelembagaan berkaitan dengan tata cara dan peraturan dasar dalam kolaborasi
untuk prosedural proses kolaborasi yang legal, transparansi proses, inklusivitas
partisipan, dan eksklusivitas forum.
3. Kepemimpinan
Kepemimpinan penting untuk merangkul, memberdayakan dan melibatkan
para pemangku kepentingan dan memobilisasi untuk kesuksesan kolaborasi.
Konflik yang tinggi dan kepercayaan rendah memiliki insentif untuk berpartisipasi
maka collaborative governance dapat melanjutkan layanan perantara antara
stakeholder yang menerima layanan. Ketersediaan para pemimpin cenderung
bergantung sesuai dengan keadaan setempat. Implikasi kemungkinan kerjasama
yang efektif mungkin terhambat oleh kurangnya kepemimpinan. Kepemimpinan
fasilitatif berkaitan dengan musyawarah yang dilakukan oleh stakeholders,
penetapan aturan-aturan dasar yang jelas, membangun kepercayaan, memfasilitasi
dialog antar stakeholders dan pembagian keuntungan bersama.
4. Proses Kolaboratif
Proses kolaboratif ini merupakan variable yang penting, dimana proses
kolaboratif diawali dengan dialog tatap muka yang berkaitan dengan kepercayaan
yang baik, setelah melakukan dialog tatap muka dengan baik maka akan terbangun
suatu kepercayaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap komitmen dalam
proses kolaborasi, setelah komitmen para stakeholders tinggi akan terjadi suatu
15
pemahaman bersama dalam perumusan masalah, identifikasi nilai-nilai, dan misi
yang jelas. Setelah para stakeholders memiliki kesamaan dan kesepahaman, maka
akan menentukan rencana strategis untuk menjalankan kolaborasi.
Model selanjutnya adalah model yang cukup terkenal yang dipopulerkan
Bryson dan Crosby (2006:44-45) dengan istilah cross-sector collaboration, dimana
Collaborative Governance terdiri dari initial condition, structure andgovernance,
process, contingencies and constraints, outcomes danaccountabilies. Fokus dari
konsep ini akan mengekplorasi dari sisiprosesnya yang terdiri dari:
a. Forging agreements yang merupakankesepakatan bersama seluruh stakholders
untuk melakukan kerjasama
b. Building leadership yaitu perlu adanya kepemimpinan baik formal maupun
informal sebagai komite atau manajer darikerjasama tersebut
c. Building legitimacy dimana pentingnya membangun legitimasi dengan adanya
struktur, proses, dan strategi yang relevan dengan keadaan di sekitarnya
d. Building trust yaitu membangun kepercayaan antar stakholders yang
bekerjasama dan ini sifatnya sangat penting sekali di dalam Collaborative
Governance
e. Managing conflict yaitu mengelola konflik yang ada mengingat besarnya
kepentingan yang muncul dari masing-masing stakeholders yang terlibat di
dalam kerjasama
f. Planning tahapan yang sangat penting di dalam menentukan visi, misi, tujuan,
tahapan, pelaksanaan, keterlibatan dan peran dari masing-masing stakholders,
sehingga planning ini sangat menentukan keberhasilan dari kerjasama.
16
Proses kolaborasi yang dimaksud adalah Collaborative Governance yang
didefinisikan sebagai proses dan struktur dalam pembuatan keputusan kebijakan
publik dan manajemen yang melibatkan masyarakat secara konstruktif dalam batas-
batas lembaga-lembaga publik, tingkatan pemerintahan dan/atau masyarakat,
swasta dan masyarakat sipil untuk melaksanakan kepentingan umum yang tidak
bisa dicapai tanpa pelibatan pihak swasta dan masyarakat (Emerson, Nabatchi &
Balogh, 2011: 2).
Proses dari suatu kolaborasi dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Suatu
tahapan model kolaborasi menjadi penting untuk diperhatikan sebagai strategi
dalam aspek pengelolaan suatu urusan publik. Meskipun proses kolaboratif sulit
untuk dilaksanakan karena karakter dari tiap stakeholder yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Ansell dan Grash (2007:558-561) menguraikan proses Collaborative
Governancesebagai berikut:
a. Face to face dialogue
Semua bentuk Collaborative Governance dibangun dari dialog tatap muka
secara langsung dari tiap stakeholder yang terlibat. Sebagaimana Collaborative
Governance yang berorientasikan proses, dialog secara langsung sangat penting
dalam rangka mengidentifikasi peluang dan keuntungan bersama. Dialog secara
tatap muka langsung bukanlah semata-mata merupakan negoisasi yang ala
kadarnya. Dialog secara langsung ini dapat meminimalisir antagonisme dan
disrespect dari antar stakeholder yang terlibat. Sehingga, stakeholder dapat
bekerjasama sesuai dengan tujuan dan kebermanfaatan bersama.
b. Trust building
17
Buruknya rasa percaya antar stakeholder memang merupakan hal yang
lumrah di awal proses kolaborasi. Kolaborasi memang bukan semata tentang
negoisasi antar stakeholder, namun lebih dari itu merupakan upaya untuk saling
membangun kepercayaan satu dengan yang lainnya. Membangun kepercayaan
perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses kolaborasi pertama dilakukan. Hal
ini diupayakan agar para stakeholder tidak mengalami egosentrisme antar institusi.
Oleh karenanya, dalam membangunan kepercayaan ini, diperlukan pemimpin yang
mampu menyadari akan pentingnya kolaborasi.
c. Commitment to process
Komitmen tentunya memiliki relasi yang kuat dalam proses kolaborasi.
Komitmen merupakan motivasi untuk terlibat atau berpartisipasi dalam
Collaborative Governance. Komitmen yang kuat dari setiap stakeholder diperlukan
untuk mencegah resiko dari proses kolaborasi. Meskipun komitmen memang
merupakan hal yang rumit dalam kolaborasi. Komitmen merupakan tanggung
jawab dari stakeholder supaya memandang relasi yang dilakukan sebagai hal yang
baru dan tanggungjawab tersebut perlu dikembangkan.
d. Share Understanding
Pada poin yang sama dalam proses kolaborasi, stakeholder yang terlibat
harus saling berbagi pemahaman mengenai apa yang dapat mereka capai melalui
kolaborasi yang dilakukan. Saling berbagai pemahaman ini dapat digambarkan
sebagai misi bersama, tujuan bersama, obketivitas umum, visi bersama, ideologi
yang sama, dan lain-lain. saling berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadat
kesepakatan bersama untuk memaknai dan mengartikan suatu masalah.
18
e. Intermediate outcomes
Hasil lanjutan dari proses kolaborasi terwujud dalam bentuk output atau
keluaran yang nyata. Hal ini merupakan hasil proses yang kritis dan esensial dalam
mengembangkan momentum yang dapat membimbing demi keberhasilan suatu
kolaborasi. Intermediate outcomes ini muncul apabila tujuan yang mungkin dan
memberikan keuntungan dari kolaborasi yang mana secara relatif konkrit dan ketika
“small wins” dari suatu kolaborasi dapat dimungkinkan terjadi.
Teori proses kolaborasi dari Emerson, Nabatchi, & Balogh (2011: 1-29),
teori ini menganalisis komponen kolaborasi secara komprehensif. Teori proses
kolaborasi atau Collaborative Governance Regime (CGR) menjelaskan secara rinci
bagaimana proses kolaborasi yang bersifat dinamis dan bersiklus, dengan
menghasilkan tindakan-tindakan dan dampak sementara, sebelum mengarah pada
dampak utama, serta adaptasi terhadap dampak sementara.Berbagai komponen
yang menjadi proses kolaborasi diuraikan sebagai berikut:
a. Dinamika kolaborasi
Beberapa ilmuan menggambarkan proses kolaborasi sebagai sebuah
tahapan linier yang terjadi dari waktu ke waktu dimulai dari pendefinisian masalah
menuju setting agenda hingga implementasi. Berlawanan dengan Ansell dan Gash
(2008) serta Thomson dan Perry (2006), Emerson (2013) melihat dinamika proses
kolaborasi sebagai siklus interaksi yang oriteratif. Emerson fokus pada tiga
komponen interaksi dari dinamika kolaborasi.Komponen tersebut antara lain;
penggerakan prinsip bersama (principled engagement), motivasi bersama (shared
19
motivation) dan kapasitas untuk melakukan tindakan bersama (capacity for joint
action).
1. Penggerakan pinsip bersama
Penggerakan prinsip bersama merupakan hal yang terjadi terus-menerus
dalam kolaborasi. Beberapa hal seperti dialog tatap muka, atau melalui perantara
teknologi adalah cara untuk menggerakan prinsip bersama. Di dalam komponen ini
terdapat penegasan kembali tujuan bersama, pembentukan dan pengembangan
prinsip-prinsip bersama, yang sering diungkap dalam berbagai perspektif actor
yang terlibat. Oleh karna itu, penyatuan prinsip merupakan inti dari hal ini
(Emerson, Nabatchi, & Balogh, 2011:10).
Karakteristik masing-masing aktor, merupakan elemen kunci yang
memepengaruhi seberapa baik prinsip bersama berjalan. Langkah awal kritis adalah
bagaimana pemerintah memilih aktor yang akan terlibat dalam kolaborasi.
Selanjutnya, setelah kolaborasi berkembang, penambahan aktor pun dimungkinkan.
Kemudian barulah kegiatan penggerakan prinsip bersama terwujud.
2. Motivasi bersama
Motivasi bersama hampir sama dengan dimensi proses kolaborasi yang
diungkapkan oleh Ansell dan Gash kecuali legitimasi. Motivasi bersama
menekankan pada elemen interpersonal dan relasional dari dinamika kolaborasi
yang kadang disebut sebagai modal social.komponen ini diinsiasi oleh penggerakan
prinsip bersama yang merupakan hasil jangka menengah. Namun menurut Huxham
dan Vangen dalam Emerson, Nabatchi, & Balogh (2011) motivasi bersama juga
memperkuat dan meningkatkan proses penggerakan prinsip bersama. Emerson,
20
Nabatchi, & Balogh (2011:13) mengartikan motivasi bersama sebagai siklus
penguatan diri yang terdiri dari empat elemen saling menguntungkan diantaranya :
kepercayaan bersama, pemahaman bersama, legitimasi internal, dan komitmen.
3. Kapasitas untuk melakukan tindakan bersama
Tujuan kolaborasi adalah untuk menghasilkan outcome yang diinginkan
bersama yang tidak dapat dicapai secara individu atau oleh satu aktor saja. Hal ini
dikarenakan kolaborasi melibatkan aktivitas kooperatif untuk meningkatkan
kapasitas diri dan orang lain dalam mencapai tujuan bersama. Dengan demikian,
CGR harus menghasilkan kapasitas baru bagi masing-masing aktor untuk bertindak
bersama yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Seringkali beberapa aktor
kolaborasi tidak punya kapasitas untuk bertindak bersama, karena adanya
perbedaan dan ketimpangan kekuatan. Oleh karena itu, definisi dari kapasitas atau
berbagai hasil elemen-elemen lintas fungsional untuk menghasilkan tindakan yang
efektif, karena adanya kapasitas yang memadai dari aktor (Emerson, Nabatchi dan
Balogh, 2012).
Dalam hal ini, kapasitas untuk melakukan tindakan bersama
dikonseptualisasikan dalam kerangka yang merupakan kombinasi dari empat
elemen penting diantaranya : prosuder dan kesepakatan institusi, kepemimpinan,
pengetahuan dan sumber daya. Elemen-elemen tersebut harus memadai dalam
mencapai tujuan yang telah disepakati. Kapasitas untuk melakukan tindakan
bersama seringkali dipandang sebagai hasil dari interaksi penggerakan prinsip
bersama dan motivasi bersama. Namun perkembangan kapasitas untuk melakukan
tindakan bersama juga dapat memperkuat motivasi bersama dan penggerakan
21
prinsip bersama yang memastikan tindakan dan dampak kolaborasi yang lebih
efektif.
Pada dasarnya kapasitas untuk melakukan tindakan bersama merupakan hal
krusial dan merupakan tantangan utama kolaborasi, karena selalu terdapat
perbedaan karakteristik dan kekuatan antar actor. Kejelasan prosedur dan
kesepakatan bersama yang dituangkan dalam bentuk legal-formal, pengaruh
kepemimpinan, manajemen pengetahuan, serta manajemen sumber daya
merupakan elemen-elemen yang memepengaruhi baik tidaknya kapasitas dari para
aktor, sehingga menjadi mampu melakukan tindakan bersama. Namun, melihat
penjelasan pada masing-masing elemen, terdapat pengaruh yang muncul dari
komponen sebelumnya, yaitu penggerakan prinsip bersama, dan motivasi bersama.
Kesimpulan akhir dari dinamika kolaborasi ini adalah baik tidaknya
dinamika ditentukan oleh tiga komponen, yaitu penggerakan prinsip bersama,
motivasi bersama, dan kapasitas untuk melakukan tindakan bersama, yang
didalamnya terdapat berbagai elemen. Dinamika yang ada berbentuk siklus, dimana
masing-masing komponen saling mempengaruhi begitu juga elemen-elemennya
dan tidak dipungkiri bahwa elemen tersebut dapat mempengaruhi elemn lintas
komponen.
b. Tindakan-tindakan kolaborasi
Tindakan kolaborasi dilatarbelakangi oleh pemikiran mengenai sulit
tercapainya tujuan jika hanya satu kelompok atau organisasi yang bertindak sendiri
(Agranoff & Mc Guire, 2003).Tindakan-tindakan dalam kolaborasi merupakan inti
dari kerangka collaborative governance. Menurut Innes dan Booher dalam
22
Emerson (2012) tindakan-tindakan kolaborasi merupakan hasil utama dari proses
kolaborasi linier yang terkadang dikaitkan dengan dampak.
Tindakan kolaborasi yang efektif harus diungkapkan secara tersirat dengan
perumusan tujuan yang jelas (Donahue, 2004). Hal ini dikarenakan akan sulit
melakukan tindakan kolaborasi jika tujuan yang ingin dicapai dari kolaborasi itu
sendiri tidak dibuat secara eksplisit. Tindakan-tindakan kolaborasi pada prakteknya
sangat beragam seperti pemberdayaan masyarakat, penetapan proses perijinan,
pengumpulan sumber daya, monitoring sistem/praktik manajemen baru, dan lain
sebagainya. Kemudian, hasil daripada tindakan ini secara lansung membawa
dampak sementara yang mengarah kembali pada dinamika kolaborasi, dan dampak
jangka panjang.
Menurut Huxam dalam emerson (2011), beberapa tindakan kolaborasi
memiliki tujuan sangat luas seperti penentuan langkah strategis dalam isu/bidang
kebijkan. Namun banyak pula tindakan kolaborasi yang memiliki tujuan sempit
seperti proyek pengumpulan dan analisis informasi spesifik. Tindakan kolaborasi
ada yang dapat dilakukan secara sekaligus oleh seluruh stakeholders ada pula yang
hanya bisa dilakukan oleh stakeholder tertentu sesuai dengan kapasitas masing-
masing stakeholder.
c. Dampak serta adaptasi proses kolaborasi
Dampak dalam CGR yang dimaksud adalah dampak sementara yang
ditimbulkan selama proses kolaborasi. Karakteristik dampak ada yang diharapkan,
yang tidak diharapkan, serta tidak terduga.Dampak yang diharapkan adalah “small-
wins” yaitu hasil-hasil positif yang terus memberlangsungkan semangat para actor,
23
Sedangkan dampak yang tidak diharapkan seperti kendala-kendala dalam
pelaksanaan kolaborasi. Dampak tidak terduga juga dapat muncul secara langsung
maupun tidak pada proses kolaborasi.
Berbagai dampak tersebut menghasilkan umpan balik atau feedbacks, yang
kemudian di adaptasi oleh kolaborasi. Adaptasi yang dimaksud adalah bagaimana
kolaborasi menyikapi feedback dari masing-masing aktor yang ada.Adaptasi yang
baik adalah yang sekiranya dapat dilakukan oleh seluruh aktor kolaborasi, artinya
tidak ada pengaruh kepentingan organisasi di atas kolaborasi, sehingga
menyebabkan terjadinya usaha mengambil mafaat kolaborasi secara lebih untuk
kepentingan organisasi sendiri. Adaptasi harus berdasarkan apa yang menjadi
kebutuhan utama untuk dirubah di dalam kolaborasi, sehingga dari hal tersebut
dapat menjaga kemajuan.
B. Uang Elektronik (UNIK)
Uang Elektronik merupakan sebuah program dalam bentuk layanan
pembayaran tol secara elektronik yang berupa kartu elektronik digunakan untuk
melakukan pembayaran masuk jalan tol disebagian daerah Indonesia (Gita,2017).
Pengguna uang elektronik hanya perlu menempelkan kartu untuk membayar uang
tol dalam waktu 4 detik, lebih cepat dibandingkan bila membayar secara tunai yang
membutuhkan waktu 7 detik. Penggunaan uang elektronik juga mengurangi biaya
operasional karena hanya diperlukan biaya untuk mengumpulkan, menyetor, dan
memindahkan uang tunai.
Selain menjadi langkah awal dalam modernisasi pengumpulan uang,
penggunaan uang elektronik juga dimaksudkan untuk mengurangi pelanggaran
24
(moralhazard) karena petugas tol tidak menerima pembayaran secara langsung dan
terutama jumlah kendaraan yang semakin lama semakin menumpuk akibat sistem
tunai di gerbang tol yang akan menyebabkan kemacetan dan kepadatan gerbang tol
cukup sulit untuk diuraikan.
Uang elektronik berfungsi mengurangi adanya kesalahan-kesalahan seperti
pemberian uang kembalian yang kurang, lalu adanya uang palsu, dengan
meningkatnya kendaraan yang akan keluar, tentu saja penjaga tol harus dengan
sigap dan cepat dalam melaksanakan tugasnya yaitu menerima uang dari pengguna
tol. Jika uangnya bukanlah uang pas, tentu saja penjaga harus mengembalikannya
yang terkadang memakan waktu lama.
Instrumen pembayaran non tunai atau uang elektronik (e-money) Bank of
International Settlement (BIS) mendefinisikan e-money sebagai produk stored
value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang (monetary value) 4 disimpan secara
elektronik dalam suatu peralatan elektronik yang dimiliki seseorang. E-money
menurut Peraturan Bank Indonesia Uang Elektronik Sebagai Instrumen
Pembayaran Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
Tahun 2018 tentang Uang Elektronik (“PBI 20/2018”) mendefinisikan Uang
Elektronik (electronic money) sebagai instrumen pembayaran yang memenuhi
unsur sebagai berikut:
a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit
b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip
25
c. Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan..
1. Tujuan Menggunakan Uang Elektronik
Adapun tujuan menggunakan uang elektronik atau e-toll card, Diantara
manfaat menggunakan produk uang elektronik sebagai berikut:
a. Untuk memberikan pelayanan kepada pengguna jalan tol yang efektif, efisien,
aman dan nyaman
b. Mempermudah aksesibilitas jalan tol
c. Memangkas waktu layanan transaksi di gerbang tol
d. Upaya mengatasi kemacetan di gerbang tol akibat tingginya volume lalu lintas
kendaraan.
2. Fitur-fitur Uang Elektronik
Adapun fitur-fitur uang elektronik sebagai berikut:
a. Saldo tersimpan pada chip kartu sehingga pada saat transaksi tidak
dibutuhkan PIN atau tanda tangan.
b. Dapat diisi ulang (Top Up)
c. Minimum saldo kartu Rp. 10.000,-
d. Maksimal saldo kartu Rp. 1.000.000,- (sesuai ketetuan Bank Indonesia)
e. Saldo mengendap pada kartu tidak diberikan bunga.
C. Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelusuran data pustaka, diketahui bahwa penelitian dengan
topik “Collaborative Governance” telah diteliti oleh beberapa mahasiswa yang
26
hasil penelitiannya relevan untuk dibandingkan dengan penelitian ini. Hasil
penelitian tersebut antara lain, Pertama, hasil penelitian Sururi (2018) dengan judul
“Collaborative Governance sebagai Inovasi Kebijakan Strategis (Studi Revitalisasi
Kawasan Wisata Cagar Budaya Banten Lama)”. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa terdapat 3 (tiga) isu yang menjadi prioritas dan strategis yang harus
dilakukan dalam proses Collaborative Governance dalam revitalisasi kawasan
wisata cagar budaya Banten Lama yaitu dimensi struktural birokrasi, sosialisasi
revitalisasi dan relokasi pedagang kaki lima yang tergabung dalam Paguyuban
Pedagang Keraton Surososwan Banten Lama.
Kedua, hasil penelitian Kurniasih, et.al (2017) dengan judul “Collaborative
Governance dalam Penguatan Kelembagaan Program Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurangnya partisipasi
masyarakat dan pelaksanaan program yang masih bercorak top-down membuat
kinerja kelembagaan pada program SLBM di Kabupaten Banyumas masih belum
optimal. Upaya penguatan kelembagaan ke arah interaksi sosial melalui kerjasama
kolaboratif di antara segenap stakeholders penting dilakukan untuk membuat
pelaksanaan program berbasis masyarakat lebih efektif sesuai harapan masyarakat.
Ketiga, hasil penelitian Purnomo (2018). Dengan judul “Collaborative
Governance dalam Tata Kelola Hutan Berbasis Masyarakat”. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pegelolaan sumber daya hutan (SDH) menjadi masalah,
perubahan paradigma ini dilakukan dengan beberapa alasan seperti, kegagalan
Negara mengelola SDH secara adil dan berkelanjutan. Kedua, pengelolaan SDH
yang lebih mendorong industri besar tetapi meminggirkan masyarakat. Ketiga, tata
27
kelola SDH yang ternyata belum mampu mengurangi pembalakan liar,
perdagangan kayu illegal dan alih fungsi lahan hutan secara massif.
D. Kerangka Pikir
Collaborative governance terus berkembang dalam dunia pemerintahan
karena adanya kompleksitas dan saling ketergantungan antara institusi dimana
masalah publik sangat sulit ditangani oleh satu instansi pemerintah saja, maka
sangat diperlukan adanya kolaborasi agar masalah publik tersebut dapat teratasi
dengan lebih baik.
Kolaborasi dilakukan dalam beberapa tahapan dan bentuk. Suatu tahapan
proses kolaborasi menjadi penting untuk diperhatikan sebagai strategi dalam aspek
pengelolaan suatu urusan publik. Menurut Ansell & Gash (2007) ada beberapa
bentuk dan tahapan dalam proses collaborative governance memiliki empat
variabel yang meliputi Kondisi Awal, Kepemimpinan, Desain Kelembagaan dan
Proses Kolaboratif. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kajian
teori yang telah diuraikan, maka skema kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Proses Collaborative Governance Dalam
Penerapan Uang Elektronik (UNIK) Di Jalan
Tol Kota Makassar
PT Bosowa Marga Nusantara, PT Jalan Tol
Seksi Empat dan Perbankan
28
E. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini tentang bagaimana Proses Collaborative Governance
dalam penerapan Uang Elektronik di Jalan Tol Kota Makassar, dengan indikator
Kondisi Awal,Desain Kelembagaan, Kepemimpinan,dan Proses Kolaboratif serta
faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dan pendukung dari Collaborative
Governance dalam penerapan Uang Elektronik di jalan tol Kota Makassar.
Teori Ansell & Gash (2007)
Indikator Proses
Collaborative Governance :
1. Kondisi Awal
2. Desain Kelembagaan
3. Kepemimpinan
4. Proses Kolaboratif
Keberhasilan DalamPenerapan Uang Elektronik
(UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassar
Faktor Pendukung :
1. OtoritasPemerint
ah Adanya
Permen
16/PRT/M/2017
Tentang
Transaksi Tol
Non Tunai Di
Jalan Tol
2. Adanya
Teknologi Mesin
Gerbang Tol
Otomatis dan
Kartu UNIK
Faktor Penghambat :
1. Keterbatasan
Penyedia Kartu
2. Kurangnya
Pemahaman
Maysrakat
Mengenai
UNIK
3. Adanya antrian
digardu isi
ulang UNIK
29
F. Deskripsi Fokus Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir penelitian sebelumya, maka yang menjadi fokus
penelitian ini yaitu menggunakan Model Proses Collaborative governance yang
memiliki empat variabel yaitu:
1. Kondisi awal
Kondisi awal suatu kolaborasi dalam Penerapan Uang Elektronik (UNIK)
dipengaruhi oleh beberapa fenomena dari PT.Bosowa Marga Nusantara (BMN) dan
Perbankan memiliki kepentingan dan visi bersama yang ingin dicapai, Saling
menghormati kerjasama yang terjalin, Kepercayaan masing-masingdari pihak
PT.Bosowa Marga Nusantara (BMN) dan Perbankan..
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan berkaitan dengan musyawarah yang dilakukan oleh
PT.Bosowa Marga Nusantara (BMN) dan Perbankan, dalam penetapan aturan-
aturan dasar yang jelas, memfasilitasi dialog antar PT.Bosowa Marga Nusantara
(BMN) dan Perbankan mengenai pembagian keuntungan bersama dalam penerapan
Uang Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar.
3. Desain Kelembagaan
Desain Kelembagaan berkaitan dengan tata cara dan peraturan dasar dalam
kolaborasi PT.Bosowa Marga Nusantara (BMN) dan Perbankan dalam Penerapan
Uang Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar sesuai dengan prosedural.
4. Proses Kolaboratif
Proses kolaboratif diawali dengan dialog tatap muka antara PT.Bosowa Marga
Nusantara (BMN) dan Perbankan yang berkaitan dengan kepercayaan yang baik,
30
maka akan terbangun suatu kepercayaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap
komitmen dalam proses kolaborasi, setelah komitmen antara PT.Bosowa Marga
Nusantara (BMN) dan Perbankan akan terjadi suatu pemahaman bersama dalam
perumusan masalah dalam menjalankan kolaborasi dalam penerapan Uang
Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar.
5. Faktor pendukung merupakan hal-hal yang dapat menunjang pelaksanaan
Collaborative Governance sehingga tercapainya penerapan Uang Elektronik
(UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar.
6. Faktor penghambat merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan terhambatnya
pelaksanaan Collaborative Governance sehingga tidak terlaksana secara
maksimal.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 2 (dua) bulan terhitung
setelah pelaksanaan seminar proposal dan lokasi penelitian dilaksanakan di kantor
PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat tepatnya di Kota
Makassar dengan alasan ingin mengetahui proses kolaborasi dalam penerapan
Uang Elektronik (UNIK) di jalan tol Kota Makassar.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
suatu proses penelitian yang menghasilkan deskripsi dari orang-orang atau
perilaku dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan. Salah satu ciri
penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif dimana data di rangkumkan
melalui keterangan dan bukan angka.
2. Tipe penelitian
Tipe Penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian Fenomenologi yang
dimana melalui metode penelitian kualitatif yaitu memberikan gambaran
tentang masalah yang diteliti terkait Collaborative Governance dalam
penerapan Uang Elekrtonik (UNIK) dilaksanakan di Jalan Tol Kota
Makassar.
32
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari narasumber atau
informan dengan melalui wawancara. Dalam hal ini Peneliti melakukan
wawancara langsung untuk mendapatkan hasil atau data yang valid dari
informan secara langsung agar dapat mendeskripsikan hasil penelitian
secara komprehensif.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang sudah tersedia, yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara atau
diperoleh dari catatan pihak lain. Data sekunder merupakan pelengkap bagi
data primer yaitu diperoleh dari sumber penelitian atau mempelajari
referensi yang memiliki hubungan dengan objek penelitian.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi yang diteliti.Penentuan informan dilakukan
secara purposive sampling, artinya memilih langsung informan yang lebih
mengetahui masalah yang diteliti. Informan yang dimaksud adalah Kepala Gerbang
Tol, RM Dana Ritel dan Masyarakat/Pengguna Kartu Unik. Berikut diuraikan
daftar informan penelitian dalam tabel sebagai berikut:
33
Tabel. 3.1 Informan Penelitian
No. Nama Insial Jabatan Jumlah
1 Alimin Laupe AL Kepala Gerbang Tol 1
2 Aldita Septrina Gobel AS RM Dana Ritel 1
3 Nawir NA Penguuna Kartu UNIK 1
4 Dangkang DA Pengguna Kartu UNIK 1
5 Angga Murti AM Pengguna Kartu UNIK 1
Total Informan 5
E. TeknikPengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan digunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi dalam hal ini adalah pengamatan secara langsung terhadap objek
yang diteliti terkait Collaborative Governance dalam penerapan Uang Elektronik
(UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar, sehingga dapat diuraikan dalam bentuk
laporan penelitian ilmiah ini.
2. Wawancara
Dalam proses wawancara, peneliti berusaha mendapatkan informasi lebih
mendalam yang ada pada objek penelitian, sehingga peneliti lebih mudah
menentukan variabel atau masalah yang harus diteliti (Sugiyono, 2012:197).
Wawancara ditujukan kepada pihak yang mewakili berbagai elemen collaborative
govenace yang ada dalam objek penelitian.
34
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitian. Dokumentasi dapat dibedakan menjadi dokumen primer
(dokumen yang ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa), dan
dokumen sekunder (jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya
ditulis oleh peneliti).
F. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah model interaktif dari Miles dan
Huberman (Sugiyono, 2012: 246-252), yakni analisis data dilakukan saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data dalam periode
tertentu. Teknik analisis data tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,
mencari bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik
seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
2. Data Display (Penyajian Data)
Langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori dan yang sering digunakan untuk menyajikan data dalam
35
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan
mendisplaykan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.
G. Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data penelitian ini dilakukan melalui tahap
pengecekan kredibilitas data dengan teknik triangulation yaitu mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dengan triangulasi sumber,
metode dan teori (Moleong, 2001:330).Adapun model triangulasi yang digunakan
adalah memberchek, yaitu proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data. Untuk menguji kredibilitas suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu :
1. Triangulasi
36
Pengujian kebenaran informasi dengan berbagai cara dan berbagai kondisi
berupa pengujian kebenaran serta akurasi data harus dengan berbagai cara. Hal ini
dilakukan dengan tiga triangulasi, yaitu :
a. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain
melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi
terlibat, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan
atau tulisan pribadi dan gambar atau fotoyang berkaitan
dengancollaborative governance. Masing-masing cara itu akan
menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan
memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena yang
diteliti.
b. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang
sama.Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
Serta dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.
c. Triangulasi waktu yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik melihat
kondisi sikologis informan yang dinilai berdasarkan waktu wawancara
antara pagi, siang ataupun sore hari.
2. Analisis Kasus Negatif
Analisis kasus yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kasus yang
sebenarnya dalam jangka waktu tertentu apabila pada waktu itu tidak di
temukan lagi data yang lain atau data yang bertentangan maka data yang
37
diperoleh dianggap benar dan di jadikan sebagai referensi dari berbagai media
atau penelitian.
3. Menggunakan Bahan Referensi
Hal ini dilakukan dengan cara memperlihatkan bukti berupa gambar ataupun
suara rekaman antara peneliti dan informan penelitian sehingga ada yang bukti
yang jelas atau kongkret bahwa peneliti betul-betul terjun langsung
kelapangan atau lokasi penelitian untuk melakukan penelitian dan data yang
dikumpulkan adalah data berdasarkan penelitian bukan hanya asumsi peneliti
atau opini.
4. Mengadakan membercheck
Tujuan memberchek adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data
yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya telah valid,
sehingga semakin kredibel dan dapat dipercaya, tetapi apabila data yang
ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh
pemberi data maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan
apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya dan
harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Gambaran Umum Kota Makassar
Kota Makassar merupakan salah satu pemerintahan kota dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi,
sebagaimana yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1959 Nomor 74 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822.
Kota Makassar menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor
94), dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 Daerah
Tingkat II Kotapraja Makassar diubah menjadi Daerah Tingkat II Kotamadya
Makassar.
Kota Makassar yang pada tanggal 31 Agustus 1971 berubah nama menjadi
Ujung Pandang, wilayahnya dimekarkan dari 21 km2 menjadi 175,77 km2 dengan
mengadopsi sebagian wilayah kabupaten lain yaitu Gowa, Maros, dan Pangkajene
Kepulauan, hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971
tentang Perubahan batas-batas daerah Kotamadya Makassar dan Kabupaten Gowa,
Maros dan Pangkajene dan Kepulauan, lingkup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pada perkembangan, nama Kota Makassar dikembalikan lagi berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan NamaKotamadya
39
Ujung Pandang menjadi Kota Makassar, hal ini atas keinginan masyarakat yang
didukung DPRD Tk. II Ujung Pandang saat itu, serta masukan dari kalangan
budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum dan pelaku bisnis. Hingga
Tahun 2013 Kota Makassar telah berusia 406 tahun sesuai Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 2000 yang menetapkan hari jadi Kota Makassar tanggal 9 Nopember 1607,
terus berbenah diri menjadi sebuah Kota Dunia yang berperan tidak hanya sebagai
pusat perdagangan dan jasa tetapi juga sebagai pusat kegiatan industri, pusat
kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan edu-entertainment, pusat pelayanan
pendidikan dan kesehatan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat,
laut maupun udara.
Secara administratif Kota Makassar memiliki 15 kecamatan, yaitu
Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan
Rappocini, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Wajo,
Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan
Panakkukang, Kecamatan Manggala, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan
Tamalanrea, dan Kecamatan Kepulauan Sangkarrang. Adapun untuk administratif
lainnya, Kota 50 Makassar tercatat memiliki 153 kelurahan, 996 RW dan 4.964 RT
(BPS, 2017). Untuk pembagian administratif, Kota Makassar dengan luas wilayah
175,77 km2 terbagi atas 15 wilayah kecamatan.
Wilayah yang terluas adalah Kecamatan Biringkanaya dengan 48,22 km2
dan 27,43% luas keseluruhan Kota Makassar. Wilayah terkecil adalah Kecamatan
Kepulauan Sangkarrang dengan 1,54 km2 dan 0,88% luas keseluruhan Kota
Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 8 berikut.Rincian luas
40
masing-masing kecamatan, diperbandingkan dengan persentase luas wilayah Kota
Makassar sebagai berikut :
Tabel.4.1.Luas Wilayah dan Presentase terhadap Luas Wilayah Menurut
Kecamatan diKota Makassar tahun 2017
No Kecamatan Luas Area (km2) Persentase
1 Mariso 1,82 1,04 2 Mamajang 2,25 1,28 3 Tamalate 20,21 11,50 4 Rappocini 9,23 5,25 5 Makassar 2,52 1,43 6 Ujung Pandang 2,63 1,50 7 Wajo 1,99 1.13 8 Bontoala 2,10 1,19 9 Ujung Tanah 4,40 2,50 10 Tallo 5,83 3,32 11 Panakukang 17,05 9,70 12 Manggala 14,14 13,73 13 Biringkanaya 48,22 27,43 14 Talamanrea 32,84 18,11 15 Kepulauan Sangkarrang 1,54 0,88
TOTAL 175,77 100,00
Sumber : Makassar Dalam Angka 2017,BPS 2017
Kondisi Fisik Wilayah
Kota Makassar secara topografi berada pada dataran rendah dengan
ketinggian bervariasi antara 1-22 meter di atas permukaan laut (BPS, 2017). Daerah
pesisir di sebelah timur yang cenderung datar antara 1-4 meter di 51 atas permukaan
laut, sedangkan pada sebelah utara dan barat wilayah cenderung variatif antara 1-
22 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim Kota Makassarsecara umum
ditandai dengan hari hujan dan curah hujan relatif tinggi, dan dipengaruhi oleh
angin musim dan wilayahnya berbatasan langsung dengan Selat Makassar.
Gambar.4.1
Peta Administrasi Kota Makassar
41
Sumber :RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030
Letak dan Kondisi Geografis
Kota Makassar yang merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan terletak
di Pantai Barat pulau Sulawesi berada dalam titik koordinat 119° 18’ 30,18" sampai
dengan 119°32'31,03" BT dan 5°00' 30,18" sampai dengan 5°14’ 6,49" LS. Sesuai
dengan karakteristik fisik dan perkembangannya.
Kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan terluas diantara
kecamatan-kecamatan lain yang ada di Kota Makassar, luasnya 48,22 km2 atau
sekitar 27,43% dari luas keseluruhan Kota Makassar dan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Maros. Topografi wilayah kecamatan ini mulai dari dataran
rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian elevasi 1-19 m di atas permukaan
laut. Potensi sumberdaya alam yang ada di kecamatan ini antara lain di sektor
pertanian dan perikanan.
Berdasarkan data BPS (2013), di subsektor pertanian, luas lahan
peruntukannya sebagai lahan sawah yakni 657 ha dan lahan tegalan 284 ha.
Subsektor perikanan darat, luas lahan peruntukan sebagai tambak 479 ha dengan
produksi 149,80 ton. Secara umum, Pantai Kecamatan Biringkanaya sebagian besar
merupakan pantai berlumpur dan bervegetasi mangrove serta merupakan pantai
yang landai.Hanya sebagian kecil pantai ini tergolong cadas.Dilihat dari segi
stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relative stabil dan tenang, namun
cenderung maju ke arah laut akibat sedimentasi dari Sungai Mandai.Di samping itu
42
juga tampak adanya gejala abrasi sepanjang sekitar 30 m di perkampungan nelayan
Kelurahan Untia.
Kecamatan Tamalanrea adalah Kecamatan terluas kedua sesudah
Kecamatan Biringkanaya, dengan luas 31,84 km2 . Jumlah penduduk 89.143
jiwa.Topografi wilayah kecamatan dimulai dari dataran rendah hingga dataran
tinggi dengan ketinggian elevasi 1-22 m di atas permukaan laut. Penggunaan lahan
di kecamatan ini sangat bervariasi mulai permukiman, perkantoran, pertokoan
hingga gedung pendidikan. Salah satunya adalah Universitas sebagai universitas
terbesar di Kawasan Indonesia Timur. Ke arah selatan kecamatan ini mengalir
Sungai Tallo sehingga masyarakat yang bermukim di sekitar tepi sungai memiliki
tambak. Selain di tepi Sungai Tallo, kawasan tambak juga ditemukan di sisi utara
kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut. Pantai Kecamatan Tamalanrea
merupakan pantai yang berbatasan dengan laut dan bagian muara Sungai
Tallo.Sebagian besar tipe pantai di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dan
bervegetasi mangrove serta merupakan pantai yang landai.Namun demikian
terdapat pula pantai cadas di sebelah selatan Lantebung (Kelurahan ParangLoe).
2. Gambaran Umum Jalan Tol Kota Makassar
Gambar 4.2 Peta Jalan Tol Kota Makassar
Sumber : Paparan Jalan Tol Pettarani
43
Terdapat tiga ruas jalan tol yang ada di Makassar hingga saat ini, yaitu: 1.
Jalan TolReformasi atau Tol Ujung Pandang seksi 1 dan seksi 2; 2. Jalan Tol Ir.
Sutami atau TolMakassar Seksi 4. Namun untuk memudahkan dalam perhitungan
ruas Tol yang ada diMakassar maka hanya akan dibagi menjadi dua nama yaitu Tol
Reformasi dan Tol Ir. Sutami. Jalan Tol Reformasi dibangun pada era Orde Baru
dan beroperasi pada tahun1998 dengan masa konsesi selama 49 tahun (1994 sampai
2043) dengan panjang jalan 6.05 Km. Jalan TolIr. Sutami dibangun pada era
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan beroperasi pada tahun 2008 dengan masa
konsesi selama 35 tahun (2006 sampai 2041) dengan panjang jalan11,6 Km.
Kemudian dalam esai ini akan lebih membahas terkait Jalan Tol Ir. Sutami
karena merupakan Jalan Tol yang paling baru yang ada di Makassar hingga saat ini
serta aksesnya yang menghubungkan Jalan Tol Proklamasi ke Bandara Sultan
Hasanuddin. Akan tetapi bahasan mengenai dampak dan rencana terkait
aksesibilitas serta ketersediaan prasarana Jalan Tol akan tetap terkait dengan Jalan
Tol yang sudah ada yaitu Tol Reformasi.
Dalam dokumen Rencana Transportasi sesuai dengan RPJM lima tahunan
Departemen Pekerjaan Umum (DPU 2005-2009) perkembangan Jalan Tol di
Makassar adalah dibangunnya Jalan Tol Sektor IV sepanjang ±11 Km oleh pihak
swasta. Jalan Tol ini sangat penting dalam hal menghubungkan antara Kota
Makassar ke arah Bandara SultanHasanuddin yang berada di sebelah utara Kota
Makassar ke arah Kabupaten Maros.
Kota Makassar yang dipilih sebagai pusat pertumbuhan baru di kawasan
timur Indonesia atau Center Point of Indonesia (CPI) yang pada tahun 2010 kala itu
44
digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menggunakan kemampuan
aksesibilitas Tol Sektor IV ini sebagai penghubung antara Pelabuhan Makassar dan
Bandara Makassar.
3. Gambaran Umum PT.Bosowa Marga Nusantara Dan PT.Jalan Tol Seksi
Empat
Pengembangan jalan tol strategis PT Marga Utama Nusantara memainkan
peran penting dalam mempercepat infrastuktur jalan di Indonesia. Dengan
infrastuktur jalan yang lebih baik, dan kemudahan akses ke distribusi barang dan
jasa, Perusahaan bertujuan untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi
Negara. Untuk mencapai tujuannya, Perusahaan terus mengembangkan jaringan
jalan dengan memperoleh rute jalan tol strategis dan potensial yang baru. Selain itu,
Perusahaan juga akan terlibat dalam kegiatan operasional dalam layanan tol yang
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan teknologi modern untuk
meningkatkan nilai-nilai perusahaan. Didirikan pada tahun 2007 sebagai anak
perusahaan infrastuktur jalan.Perushaan mulai dengan mengembangkan jalan di
Makassasr, memperluas jalur jalan tol BSD, hingga membangun Jembatan Tallo II
di Makassar.
PT Marga Utama Nusantara (MUN) adalah unit bisnis strategis perusahaan.
MUN adalah perusahaan induk dari 2 anak perusahaan, 1 perusahaan asosiasi, dan
1 anak perusahaan tidak langsung dalam manajemen jalan tol, yaitu PT BSD, PT
BMN, PT JTSE dan PT JLB MUN bekerja sama dengan Capital Advisor Partners
Asia Pte Ltd (Cap Asia), swasta perusahaan investasi yang berspesialisasi dalam
sektor investasi di Asia Tenggara. Dengan kerjasama ini, Cap Asia melalui CIIF
45
Infrastructure Holdings Sdn Bhd (Sebelumnya dikenal sebagai Robust Success Sdn
Bhd). Kerjasama dengan Cap Asia akan memperkuat modal MUN. diharapkan
dapat menghasilkan sinergi dan kinerja optimal yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan.
Jalan tol PT Bosowa Marga Nusantara (BMN) menyediakan akses
langsung dari Makassar ( kota terbesar di Indonesia Timur ) ke pelabuhan. Jalan tol
sepanjang 5,95 km menghubungkan pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar dan
Jalan AP Pettarani (Flyover Urip Sumoharjo). Jalan tol BMN juga terhubung ke
jalan tol JTSE (Jalan Tol Seksi Empat) ditengah jalan.Operasi komersialnya
dimulai pada 1998.Sepanjang 2015, Volume lalu lintas harian rata-rata adalah
57.232 kendaraan, peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Lalu lintas tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) dari
1998-2015 adalah 8,4%.
PT Jalan Tol Seksi Empat (JTSE) jalan tol JTSE menyediakan akses
langsung dari Makassar (kota terbesar di Indosnesia Timur) ke bandara. Jalan tol
11,57 km menghubungkan jembatan Tallo ke persimpangan Mandai Makassar,
Menyediakan akses ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin serta jalan tol
jalan Nasional ke Maros. Operasi komersialnya dimulai pada 2008.Sepanjang 2015,
Volume lalu lintas harian rata-rata selama 2015 adalah 42.423 kendaraan.Angka ini
mewakili peningkatan 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Lalu lintas
tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) dari 1998-2015 adalah 16,8%.
Visi dan misi PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat :
46
Visi : Menjadi perusahaan jalan tol swasta terkemuka di Indonesia dengan
fokus pada pengembangan jalan tol strategis.
Misi: Untuk memberikan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan
dan meningkatkan nilai pemegang saham melalui efisiensi
operasional dan penyediaan layanan kelas atas.
Struktur Organisasi Gabungan PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan
Tol Seksi Empat Kota sebagai berikut :
Sumber : PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat 2019
4. Gambaran UmumKantor Cabang BRI Makassar Ahmad Yani
DIREKTUR
UTAMA
SEKRETARIS SUPERVISOR
OPERATIONAL
EXCELLENCE&
QSHE STAF
DOCUMENT
CONTROLLER
STAF QSHE
STAF
OPERATIONAL
EXCELLENCE
DIREKTUR TEKNIK
DAN OPERASIONAL
ASSISTANT MANAJER
OPERATIONAL &
BUSSINESS SERVICES
KEPALA
GERBANG TOL
47
Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang
terbesar di Indonesia. Bank Rakyat Indonesia Makassar Ahmad Yani merupakan
satu dari 36 kantor cabang BRI yang berada di dalam jaringan Kantor Wilayah BRI
Makassar. BRI Makassar Ahmad Yani menempati gedung yang megah, terletak di
jl.Ahmad Yani no 8 Makassar yang diresmikan pada tanggal 20 Februari 1990 oleh
menteri keuangan (menkeu) JB. Dengan lokasi bisnis perbankan yang cukup
strategis serta didukung 17 BRI Unit yang tersebar di seluruh wilayah Makassar
menjadikan BRI Makassar A.Yani sebagai lembaga keuangan bank yang selalu siap
memberikan pelayanan secara memuaskan kepada masyarakat luas sebagai bentuk
kepedulian BRI dalam peran sertanya secara aktif guna memacu pembangunan di
Sulawesi pada umumnya dan Makassar pada khususnya.
Memberikan pelayanan prima dengan fokus kepada nasabah melalui
sumber daya manusia yang profesional dan memiliki budaya berbasis kinerja
(performance-driven culture), teknologi informasi yang handal dan future ready,
dan jaringan kerja konvensional maupun digital yang produktif dengan menerapkan
prinsip operational dan risk management excellence.Memberikan keuntungan dan
manfaat yang optimal kepada pihakpihak yang berkepentingan (stakeholders)
dengan memperhatikan prinsip keuangan berkelanjutan dan praktik Good
Corporate Governance yang sangat baik.
Visi dan MisiPT. Bank Rakyat Indonesia (Persero):
48
Visi Bank Rakyat Indonesia (Persero): Menjadibank komersial terkemuka yang
selalu mengutamakan kepuasan nasabah.
Misi Bank Rakyat Indonesia (Persero):
1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan
pelayanan kepada segmen mikro, kecil, dan menengah untuk menunjang
peningkatan ekonomi masyarakat.
2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang
tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional
dengan melaksanakan praktik Good Corporate Governance.
3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
B. Proses Collaborative Governance Dalam Penerapan Uang Elektronik
(UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassar
Kementrian Pekerja Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
mengeluarkan peraturan nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Non Tunai
dijalan Tol yang diterapkan seluruh ruas tol di Indonesia, termasuk jalan tol di Kota
Makassar, jalan tol hanya melakukan transaksi non tunai. Peraturan Menteri ini
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna tol sehingga transaksi
tol menjadi lebih efektif, efisien, aman dan nyaman.Lahirnya collaborative
governance antara PT.Bosowa Marga Nusantara dan PT.Jalan Tol Seksi Empat
serta perbankan dalam penerapan UNIK di jalan tol Kota Makassar terkhususnya
di jalan tol untuk menyelesaikan persoalan kemacetan kendaraan di gerbang tol dan
49
memudahkan masyarakat untuk bertransaksi dijalan tol Kota Makassar. Adapun
model dan proses collaborative governance sebagai berikut:
1.Kondisi Awal
Kondisi awal dalam suatu kolaborasi dipengaruhi oleh beberapa fenomena,
yaitu para stakeholders memiliki kepentingan dan visi bersama yang ingin dicapai,
sejarah kerjasama dimasa lalu, saling menghormati kerjasama yang terjalin,
kepercayaan masing-masing stakeholders, ketidakseimbangan kekuatan, sumber
daya, dan pengetahuan.
Berikut hasil wawancara dengan informan AL, selaku Kepala Gerbang Tol
PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat mengenai Kondisi
awal dalam proses Collaborative Governance:
“Kondisi awal dalam tahap kolaborasi ini dipengaruhi beberapa fenomena
yang pertama pada manjemen transaksi tunai kita terbebani masalah
penyediaan uang receh atau uang pengembalian untuk konsumen disetiap
hari yang melakukan transaksi dengan uang tunai dan itu memakan waktu
yang cukup lama sehingga menimbulkan penumpukan kendaraan yang
melintasi di gerbang tol, yang kedua diberikan amanah dari pemerintah yang
tertuan dalam peraturan Menteri Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat
nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Non Tunai di jalan tol dengan
tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna tol sehingga
transaksi tol menjadi lebih efektif, efisien, aman dan nyaman, adapun
melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibawah kendali menteri PUPR
inilah sehingga diterapkan e-toll card atau Uang Elektronik (UNIK)
terkhususnya di jalan tol kota Makassar”. (Hasil wawancara informan AL
11 Desember 2019)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AL mengenai Kondisi
awal proses Collaborative Governancedalam penerapan UNIK yaitu dipengaruhi
dari beberapa fenomena yaitu para stakeholders memiliki kepentingan dan visi
bersama yang ingin dicapai yang pertama selama transaksi tunai dibebani masalah
penyediaan uang receh atau uang pengembalian untuk konsumen disetiap hari yang
50
melakukan transaksi dengan uang tunai dan itu memakan waktu yang cukup lama
sehingga menimbulkan penumpukkan kendaraan yang melintasi di gerbang tol,
yang kedua diberikan amanah dari pemerintah yang tertuan dalam peraturan
Menteri Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat nomor 16/PRT/M/2017 tentang
Transaksi Tol Non Tunai di jalan tol dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan
kepada pengguna tol sehingga transaksi tol menjadi lebih efektif, efisien, aman dan
nyaman, adapun melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibawah kendali menteri
PUPR inilah sehingga diterapkan e-toll card atau Uang Elektronik (UNIK)
terkhususnya di jalan tol kota Makassar.
Adapunhasil wawancara penulis dengan informan AS, selaku RM Dana
Ritel mengenai Kondisi awal dalam proses Collaborative Governance:
“Pada tahap kondisi awalnya bersumberdari Bank Indonesiayang
mempunyai program untuk menerapkan penggunaan kartu elektronik
secara maskimal, misalnya dari bank BRI dengan Brizzi sedangkan untuk
bank yang lain juga produknya sendiri. jadi kami selaku bank BRIturut
mendukung program pemerintah yang diistilakan gerakan non tunai dan
sekaligus mendukung program dari PUPR”. (Hasil wawancara informan AS
22 Januari 2020)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AS mengenai Kondisi
awal proses Collaborative Governancedalam penerapan UNIK dipengaruhi oleh
beberapa fenomena, yaitu para stakeholder memiliki kepentingan dan visi bersama
serta pengetahuan yang ingin dicapai yaitu Bank Indonesia mengajak semua
perbankan yang memiliki produk UNIK yang ada di Makassar dengan turut
mendukung program pemerintah yang nama nya gerakan non tunai dan sekaligus
mendukung program dari PUPR.
51
Selanjutnya untuk mengetahui kondisi awal sebelum adanya collaborative
governance terkait penerapan UNIK dijalan tol kota Makassar, maka kami
melakukan wawancara dengan sejumlah informan masyarakat salah satunya NA
yang mengemukakan bahwa :
“Sebelum adanya kartu UNIK ini, kita selalu mempersiapkan uang tunai
sesuai dengan tarif untuk melintasi gerbang tol dan biasanya terjadi antrian
panjang pada saat digerbang tol sehingga mengakibatkan kepadatan
kendaraan”.(Hasil wawancara informan NA 20 desember 2019)
Hal senada juga disampaikan informan masyarakat DA, yang
mengemukakan bahwa :
”Saya pernah melakukan perjalanan lewat tol untuk menuju ke bandara dan
pada saat itu terjadi kemacetan yang panjang sehingga saya terlambat ke
bandara, itu membuktikan bahwa sebelum adanya UNIK ini sering terjadi
kemacetan di jalan tol karena transaksi yang dilakukan oleh pelaksana jalan
tol dilakukan secara manual”.(Hasil wawancara informan DA 20 desember
2019)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan masyarakat diatas
mengenai Kondisi awal Collaborative Governancesebelum penerapan UNIK yaitu
masyarakat yang lewat dijalan tol selalu mempersiapkan uang tunaisesuai dengan
tarif untuk melintasi di gerbang tol dan biasanya terjadi antrian panjang saat
melintas gerbang tol akibat dari transaksi manual yaitu transaksi tunaimembuat
masyarakat yang lewat di jalan tol mengalami sedikit hambatan.
Berdasarkan beberapa hasil wawancara diatas bahwa kondisi awal dari
collaborative governance dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK) dijalan tol
Kota Makassar berawal adanya Peraturan baru dari Menteri Pekerja Umum dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi
Tol Non Tunai di seluruh ruas jalan tol di indonesia dengan tujuan untuk
52
meningkatkan pelayanan kepada pengguna tol sehingga transaksi tol menjadi lebih
efektif, efisien, aman dan nyaman. Para stakeholders memiliki kepentingan dan visi
bersama yang ingin dicapai, saling menghormati kerjasama yang terjalinDari pihak
PT Bosowa Marga Nusantara dan Pihak Bank BRI turut mendukung penuh program
dari pemerintah sehingga terjadi nya kolaborasi diantara pihak-pihak yang terlibat
untuk menerapkan program dari pemerintah terkait penerapan Uang Elektronik
Dijalan Tol kota Makassar untuk mempermudah para pengguna tol dalam
bertransaksi dan untuk mengurangi kemacetan ditol.
2. Desain Kelembagaan
Pemimpin meminta para pemangku kepentingan untuk terlibat dalam
negoisasi itikat baik dan mengeksplorasi, kompromi dan perolehan bersama.
Collaborative governance sebagai konsensus yang berorientasi meskipun
menunjukkan bahwa konsensus tidak selalu tercapai. Masalahnya di sini apakah
semua kolaboratif harus memerlukan konsensus. Masalah desain kelembagaan
penggunaan tenggang waktu melemah merupakan sifat berkelanjutan kolaborasi
secara tidak sengaja mengurangi insentif kerjasama jangka panjang. Desain
Kelembagaan berkaitan dengan tata cara dan peraturan dasar dalam kolaborasi
untuk prosedural proses kolaborasi yang legal, transparansi proses, inklusivitas
partisipan, dan eksklusivitas forum.
Berikut hasil wawancara penulis dengan informan AL, selaku Kepala
Gerbang Tol PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat mengenai
DesainKelembagaan :
“Mengenai desain kelembagaan PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan
Tol seksi Empat kami berperan sebagai pelayanan operasionalkepada
53
masyarakat yang lewat dijalan tol dengan menyiapkan infrastuktur berupa
gardu untuk pengisian ulang kartu UNIK, mesin serta gerbang tol otomatis
(GTO) yang kita pasang diseluruh gerbang tol kotaMakassar yakni gerbang
tol Cambaya, Kalukubodoa, Tamalanrea, Parangloe, Briringkanayya, Bira
Barat, Bira Timur, Tallo Barat dan Tallo Timur. Untuk penerbit kartu UNIK
nya itu diterbitkan oleh masing-masing perbankan antara lain BRIZZI dari
Bank BRI ,e-money yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri, Flazz yang
diterbitkan oleh Bank BCA, TapCashdari Bank BNI”. (Hasil wawancara
informan AL 11 Desember 2019)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AL mengenai Desain
Kelembagaan proses Collaborative Governance dalam penerapan UNIK dilakukan
dengan tata cara dan peraturan dasar dalam kolaborasi dari PT Bosowa Marga
Nusantara dan PT Jalan Tol seksi Empat khusunya dijalan tol sebagai pelayanan
operasional dijalan tol dan menyiapkan infrastruktur berupa gardu untuk pengisian
ulang kartu UNIK, mesin serta gerbang tol otomatis (GTO) yang diterapkan
diseluruh gerbang tol kota Makassar yakni gerbang tol Cambaya, Kalukubodoa,
Tamalanrea, Parangloe, Briringkanayya, Bira Barat, Bira Timur, Tallo Barat dan
Tallo Timur.
Adapun wawancara penulis dengan informan AS, mengenai Desain
Kelembagaan dalam proses Collaborative Governance:
“Desain Kelembagaan dalam proses kolaborasi ini bank BRI itu berperan
sebagai penerbit kartu Uang Elektronik dan kita siapkan sistem nempel atau
yang ditempel dialat sipembaca, kalau kita dari bank BRI itu namanya kartu
BRIZZI adalah Uang Elektronik yang berbentuk kartu untuk melayani dan
memproses transaksi digital yang bisa digunakan pembayaran dijalan tol
dengan menempelkan kartu ke masin pembaca dan transaksinya bisa
langsung diproses. adapun mesin yang kita simpan di gardu tol seperti mesin
top up atau mesin untuk isi ulang saldo UNIK kepada pengguna yang mau
mengisi ulang saldonya, jadi semua bank yang punya produk UNIK dia
support ke kantor tol”. (Hasil wawancara informan AS 22 Januari 2020)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AS mengenai Desain
Kelembagaan proses Collaborative Governancedalam penerapan UNIK dilakukan
54
dengan tata cara dan peraturan dasar dalam kolaborasi dari bank BRI sebagai
penerbit kartu Uang Elektronik yaitu BRIZZI adalah Uang Elektronik yang
berbentuk kartu untuk melayani dan memproses transaksi digital yang bisa
digunakan pembayaran dijalan tol dengan menempelkan kartu ke masin pembaca
dan transaksinya bisa langsung diproses, selain itu menyiapkan sistem nempel atau
yang ditempel dialat sipembaca dan di setiap gardu menyiapkan mesin top up atau
mesin untuk isi ulang saldo UNIK kepada pengguna yang mau mengisi ulang
saldonya. Dan begitupun semua bank yang punya produk UNIK dia support ke
kantor tol.
Selanjutnya untuk mengetahui Desain Kelembagaan collobarative
governance dalam penerapan UNIK dijalan tol kota Makassar, maka kami
melakukan wawancara dengan sejumlah informan masyarakat salah satunya NA
yang mengemukakan bahwa :
“Iya kami sangat setuju adanya kerjasama dari pemerintah swasta dan
perbankan dalam penerapan UNIK ini karna dijalan tol itu disediakan gardu
untuk isi ulang kartu unik dan ada juga mesin top up nya”.(Hasil wawancara
informan NA 20 desember 2019)
Hal senada juga disampaikan informan masyarakat DA yang
mengemukakan bahwa :
“Mengenai kerja samasaya setuju dengan adanya kolaborasi pemerintah
perbankan dan swasta dalam penerapan unik, karna saling melengkapi
seperti dijalan tol yang sediakan gardu kalau kita mau isi ulang saldo dan
alat teknologinya seperti mesin yang disimpan pas digerbang tol”. (Hasil
wawancara informan DA 21 desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa adanya proses
kolaborasi dari pemerintah kementrian PUPR, PT Bosowa Marga Nusantara, PT
55
jalan tol seksi empat dan perbankan, masyarakat merasakan proses kolabarisinya
dalam penerepan unik dengan berbagai peran dari setiap pemangku kepentingan.
Berdasarkan hasil penelitian penulis di lokasi penelitian mengenai Desain
Kelembagaan proses kolaborasi berkaitan dengan tata cara dan peraturan dasar
dalam kolaborasi untuk prosedural, dari PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan
Tol Seksi Empat khusunya dijalan tol sebagai pelayanan operasional dijalan tol dan
menyiapkan infrastruktur berupa gardu untuk pengisian ulang kartu UNIK, mesin
serta gerbang tol otomatis (GTO) yang diterapkan diseluruh gerbang tol kota
Makassar yakni gerbang tol Cambaya, Kalukubodoa, Tamalanrea, Parangloe,
Briringkanayya, Bira Barat, Bira Timur, Tallo Barat dan Tallo Timur, sedangkan
bank BRI sebagai penerbit kartu Uang Elektronik yaitu BRIZZI adalah Uang
Elektronik yang berbentuk kartu untuk melayani dan memproses transaksi digital
yang bisa digunakan pembayaran dijalan tol dengan menempelkan kartu ke masin
pembaca dan transaksinya bisa langsung diproses, selain itu menyiapkan sistem
nempel atau yang ditempel dialat sipembaca dan di setiap gardu menyiapkan mesin
top up atau mesin untuk isi ulang saldo UNIK kepada pengguna yang mau mengisi
ulang saldonya. Dan begitupun semua bank yang punya produk UNIK dia support
ke kantor tol.
3.Kepemimpinan
Kepemimpinan penting untuk merangkul, memberdayakan dan melibatkan
para pemangku kepentingan dan memobilisasi untuk kesuksesan kolaborasi.
Konflik yang tinggi dan kepercayaan rendah memiliki insentif untuk berpartisipasi
maka collaborative governance dapat melanjutkan layanan perantara antara
56
stakeholder yang menerima layanan. Ketersediaan para pemimpin cenderung
bergantung sesuai dengan keadaan setempat.Implikasi kemungkinan kerjasama
yang efektif mungkin terhambat oleh kurangnya kepemimpinan. Kepemimpinan
fasilitatif berkaitan dengan musyawarah yang dilakukan oleh stakeholders,
penetapan aturan-aturan dasar yang jelas, membangun kepercayaan, memfasilitasi
dialog antar stakeholders dan pembagian keuntungan bersama.
Berikut hasil wawancara penulis dengan informan AL, selaku Kepala
Gerbang Tol PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat mengenai
Kepemimpinan :
“Kepemimpinan itu berkaitan dengan tanggung jawab jadi yang menjadi
penanggung jawab dalam penerapan unik yah badan usaha jalan tol atau PT
bosowa marga nusantara dan PT jalan tol seksi empat itu sendiri beserta
perbankan.Maasalah yang ada dijalan tol BMN yang tangani, misalnya
masalah kartu jika kartunya tidak terbaca, petugas jalan tol yang turun
tangan, itu sudah di diskusikan sebelum penerapan unik tentang kendala
kartunya.Selanjutnya masalah kemacetan antrian panjang kemarin itu
memang terjadi dikarnakan masyarakat belum sepenuhnya mempunyai
kartu jadi kendaraan bertumpuk digerbang tol transaksi tunai sedangkan
transaksi unik itu kosong, lalu kita arahakan masyarakat untuk membeli
kartu uniktetapi sebagian masyarakat tetap memilih yang transaksi
tunai.Munculnya peraturan kebijakan dari pemerintah ini menjadi solusi
bahwa penerapan pembayaran non tunai dijalan tol berlaku 10 november
2018 tidak lagi menerima transaksi tunai tetapi menggunakan kartu unik
dengan tujuan untuk mengurangi penumpukan kendaraan digerbang tol dan
memberikan kemudahan kepada pengguna untuk bertransaksi”. (Hasil
wawancara informan AL 11 Desember 2019)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AL mengenai
Kepemimpinan bahwa tanggung jawab proses Collaborative Governance berupaya
untuk mempertanggungjawabkan segala masalah yang ada di jalan tol terkait
penerapan Uang Elektronik dan sehingga mendukung penuh program pemerintah
dan mengsukseskan penerapan uang elektronik dijalan tol kota Makassar.
57
Adapun wawancara penulis dengan informan AS, mengenai Kepemimpinan
dalam proses Collaborative Governance:
“Membahas kepemimpinan itu masing-masing semua punya tanggung
jawab, kalau dari pihak BRI kartunya kita selalu siapkan disetiap gardu
ditol, kita siapkan juga kartu unik di indomaret, bisa juga cek saldo di mesin
atm BRILINK, BRI mobile dan kita siapkan juga mesin top up atau
pengisian saldo uang elektronik disetiap gardu tol, jadi tanggung jawabnya
kita selalu siap untuk menyiapkan kartu itu dan mengutamakan kemudahan
kepada pengguna dalm bertransaksi dijalan tol”. (Hasil wawancara
informan AS 22 Januari 2020)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AS mengenai
Kepemimpinan bahwa tanggung jawab proses Collaborative Governance dalam
penerapan UNIKmasing-masing mempunyai tanggung jawab dari setiap pemangku
kepentingan, pihak dari bank BRI bertanggung jawab atas ketersediaan kartu yang
disiapkan disetiap gardu ditol, indomaret, cek saldo di mesin atm BRILINK, BRI
mobile dan mesin top up atau pengisian saldo uang elektronik dengan tujuan
mengutamakan kemudahan kepada pengguna dalm bertransaksi dijalan tol.
Berdasarkan hasil penelitian penulis di lokasi penelitian mengenai
Kepemimpinan dalam penerapan UNIK dijalan tol kota Makassar memiliki
tanggung jawab masing-masing dari berbagai pihak ialah dari PT Bosowa Marga
Nusantara dan PT Jalan tol seksi empat yang paling dominan dalam hal
kepemimpinan yangmempertanggungjawabkan segala masalah yang ada di jalan
tol terkait penerapan Uang Elektronik serta mendukung penuh program pemerintah
dan mengsukseskan penerapan uang elektronik dijalan tol kota Makassarkarena
kemampuan personal setiap pemimpin berpengaruh besar terhadap jalannya suatu
proses kolaborasi. Dari pihak Bank BRI bertanggung jawab atas ketersediaan kartu
yang disiapkan disetiap gardu ditol, indomaret,cek saldo di mesin atm BRILINK,
58
BRI mobile dan mesin top up atau pengisian saldo uang elektronik dengan tujuan
mengutamakan kemudahan kepada pengguna dalm bertransaksi dijalan tol.
4.Proses Kolaboratif
Proses kolaboratif ini merupakan variable yang penting, dimana proses
kolaboratif diawali dengan dialog tatap muka yang berkaitan dengan kepercayaan
yang baik, setelah melakukan dialog tatap muka dengan baik maka akan terbangun
suatu kepercayaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap komitmen dalam
proses kolaborasi, setelah komitmen para stakeholders tinggi akan terjadi suatu
pemahaman bersama dalam perumusan masalah, identifikasi nilai-nilai, dan misi
yang jelas. Setelah para stakeholders memiliki kesamaan dan kesepahaman, maka
akan menentukan rencana strategis untuk menjalankan kolaborasi.
Berikut hasil wawancara penulis dengan informan AL, selaku Kepala
Gerbang Tol PT Bosowa Marga Nusantara dan PT Jalan Tol Seksi Empat mengenai
Proses Kolaboratif :
“Kalau dialog tatap muka dengan perbankan sudah banyak kali mengenai
penerapan UNIK dan masalah yang dihadapi kita evaluasi lagi. Adapun
pertemuan sosialisasi yang kami lakukan terkait penerapan 100% UNIK di
jalan tol Makassar kita panggil pergudangan yang punya angkutan, yang
punya taksi, pelabuhan pelindo yang punya angkutan umum itu semua kita
panggil yang selalu melintasi jalan tol”. (Hasil wawancara informan AL 11
Desember 2019)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AL mengenai Proses
Kolaboratif dalam penerapan UNIK dijalan tol kota Makassar sudah dilakukan
bebarapa kali pertemuan dengan perbankan mengenai penerapan UNIK dan
masalah yang dihadapi kita evaluasi lagi dan sudah melakukan sosialisasi dari
berbagai angkutan umum yang selalu melintasi jalan tol.
59
Adapun wawancara penulis dengan informan AS, selaku RM Dana Ritel
mengenai proses kolaboratif dalam penerapan UNIK :
“Iya pertemuan diawal implementasi itu hampir tiap minggu evaluasi terus,
jadi acaranya itu di Bank Indonesia dan memanggil semua yang perbankan
termasuk kami BRI dan ada juga Mandiri, BNI dan BCA yang punya UNIK
dan pihak pengelola tol PT bosowa marga nusantara dan PT jalan tol seksi
empat jika ada kendala kita evaluasi lagi”. (Hasil wawancara informan AS
22 Januari 2020)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan AS mengenai Proses
Kolaboratif dalam penerapan UNIK dijalan tol kota Makassar sudah dilakukan
bebarapa kali pertemuan dengan pihak pengelola tol PT bosowa marga nusantara
dan PT jalan tol seksi empat danperbankan mengenai evaluasi dan kendala yang
dihadapi.
Selanjutnya untuk mengetahui hasil Proses Kolaboratif dalam penerapan
UNIK dijalan tol kota Makassar, maka kami lakukan wawancara dengan sejumlah
informan masyarakat salah satunya NA yang mengemukakan bahwa :
“Dengan adanya kartu UNIK ini sangat mendukung, karna kartu ini sangat
memudahkan saya bertransaksi dijalan tol dan tidak mesti lagi menyiapkan
uang tunai tetapi dengan hanya membawa kartu”.(Hasil wawancara
informan NA 20 desember 2019)
Hal senada juga disampaikan informan masyarakat AM yang
mengemukakan bahwa :
“Menurut saya kartu UNIK ini memudahkan saya dijalan tol tidak lagi
menyiapkan uang tunai tetapi tergantikan dengan kartu, cukup 4 detik saja
menunggu ditempelkan kartu itulalu kita bisa lewat dan mesin layar nya
juga mendukung karna kita bisa lihatsisa saldonya”. (Hasil wawancara
informan AM 22 desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa hasil proses
kolaboratif dalam penerapan UNIK dengan adanya kartu UNIK yang digunakan
60
dijalan tol sangat memudahkan bagi pengguna UNIK untuk bertransaksi dan
mengefesienkan waktu pengguna pada saat di gerbang tol.
Berdasarkan hasil penelitian penulis di lokasi penelitian mengenai Proses
Kolaboratif dalam penerapan UNIK dijalan tol kota Makassar, Proses ini
merupakan variable yang penting, dimana proses kolaboratif diawali dengan dialog
tatap muka antara PT bosowa marga nusantara, PT jalan tol seksi empat, bank BRI
dan perbankan lainnya sudah dilakukan bebarapa kali pertemuan mengenai
penerapan UNIK dan mencari solusi masalah yang dihadapi, melakukan evaluasi
serta kendala yang dihadapi dalam proses penerapan kartu UNIK dijalan tol Kota
Makassar.Selain itu PT Bosowa Marga Nusantara melakukan sosialisasi dari
berbagai angkutan umumjalan tol seperti pergudangan yang punya angkutan besar,
yang punya taksi, pelabuhan pelindo dan yang punya angkutan umum yang selalu
melintasi jalan tol.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Collaborative Governnace
Dalam Penerapan Uang Elektronik (UNIK) di Jalan Tol Kota Makassar
Untuk mengetahui pendukung dan penghambat Collaborative Governance
Dalam Penerapan Uang Elektronik (Unik) Di Jalan Tol Kota Makassar, maka dapat
dilihat dari segala hal yang mendukung dan mendorong terjadinya Collaborative
Governance Dalam Penerapan Uang Elektronik (Unik) Di Kota Makassar.
Sementara faktor penghambat dilihat dari berbagai kendala yang ditemukan dalam
proses Collaborative Governance Dalam Penerapan Uang Elektronik (Unik) Di
Jalan Tol Kota Makassar. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat diuraikan pada bagian
berikut:
1.Faktor Pendukung
61
Untuk memperoleh gambaran mengenai hal-hal yang mendukung dan
mendorong terjadinya Collaborative Governance dalam penerapan Uang
Elektronik (Unik) Di Jalan Tol Kota Makassar, maka kami melakukan wawancara
dengan informan AL selaku Kepala Gerbang Tol PT Bosowa Marga Nusantara dan
PT Jalan Tol Seksi Empat mengemukakan bahwa :
“Faktor pendukung jalannya kolaborasi ini adalah adanya peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No.16/PRT/M/2017 tentang transaksi tol non tunai di jalan tol. Permen ini
tentunya menjadi faktor utama kami dalam berkolaborasi dengan pihak
lainnya kemudian faktor pendukung selanjutnya yaitu adanyagardu
pembayaran non tunai atau gerbang tol otomatis (GTO) yang kita siapkan
dan kartu uang elektronik (UNIK) yang diterbitkan dari setiap perbankan
tanpa adanya regulasi ini kolaborasi yang dilakukan untuk memudahkan
masyarakat tidak dapat berjalan”. (Hasil wawancara dengan
informan AL 11 Desember 2019)
Hal Senada juga disampaikan informan AS selaku RM Dana Ritel yang
menyatakan bahwa :
“Yang menjadi faktor pendukung dalam kolaborasi ini adalah adanya
peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia No.16/PRT/M/2017 tentang transaksi tol non tunai di jalan
tol.Dengan adanya permen ini sangat mendorong kami untuk melakukan
kolaborasi”. (Hasil wawancara informan AS 22 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui mengenai faktor
pendukung dalam proses collaborative governance dalam penerapan Uang
Elektronik (UNIK) di jalan tol Kota Makassar adalah adanya Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.16/PRT/M/2017
tentang transaksi tol non tunai di jalan tol. Dengan adanya permen ini tentu menjadi
faktor yang dapat mendukung kolaborasi ini.Selanjutnya faktor pendukung lainnya
yaitu adanya kartu uang elektronik (UNIK) dan gardu pembayaran non tunai atau
gerbang tol otomatis (GTO).
62
Adapun wawancara penulis dengan informan NA, selaku pengguna UNIK
yang menyatakan bahwa :
“Menurut saya yang menjadi faktor pendukung jalannya kolaborasi ini
adalah pertama karna insiatif dari pemerintah itu sendiri dengan
mengeluarkan kebijakan atau peraturan kemudian yang kedua adalah saat
ini kecanggihan teknologi semakin pesat sehingga ada perangkat elektronik
seperti gerbang tol otomatis dan kartu uang elektronik”.(Hasil wawancara
informan NA 20 desember 2019).
Sebagai kesimpulan hasil wawancara dengan informan NA yaitu jalannya
kolaborasi yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan perbankan ini karena ada
nya faktor pendukung seperti kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan peraturan
tentang UNIK dan yang kedua karna era yang semakin canggih sehingga ada
sebuah alat elektronik yang disebut gerbang tol otomatis.
Berdasarkan hasil penelitian di lokasi penelitian bahwa yang menjadi faktor
pendukung dalam proses collaborative governance dalam penerapan uang
elektronik (UNIK) di jalan tol Kota Makassar adalah adanya otoritas atau
kewenangan Menteri dimana Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia No.16/PRT/M/2017 tentang transaksi tol non tunai di jalan tol.
Permen ini tentunya menjadi acuan utama dilakukannya kolaborasi antara
PT.Bosowa Marga Nusantara, PT. Jalan Tol Seksi Empat dan Perbankan.
Kemudian yang menjadi faktor pendukung yang lain juga karena adanya perangkat
elektronik yang disebut gerbang pembayaran non tunai atau Gerbang Tol Otomatis
dan kartu UNIK, perangkat elektronik inilah yang menjadi alat dalam jalannya
kolaborasi.
2. Faktor Penghambat
63
Selain faktor pendukung, faktor lain yang mempengaruhi proses
collaborative governance dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK) di jalan tol
Kota Makassar ialah faktor penghambat. Untuk menelusuri apa saja yang menjadi
faktor penghambat dalam proses collaborative governance, maka dilakukan
wawancara dengan informan AL selaku Kepala Gerbang Tol Di Jalan Tol Kota
Makassar yang menyatakan bahwa:
“Tentu dalam proses collaborative governance ini terdapat faktor yang
menjadi penghambat salah satunya adalah ketersediaan kartu dari
perbankan. Diawal penerapan UNIK 100% di jalan tol Kota Makassar
kebutuhan kartu UNIK sangat tinggi sedangkan kartu yang disiapkan sangat
terbatas dan sebagian masyarakat belum mempunyai kartu UNIK.”. (Hasil
wawancara informan AL 11 Desember 2019)
Hal senada juga disampaikan informan AS selaku RM Dana Ritel yang
mengemukakan bahwa :
“Mengenai faktor penghambat dalam proses kolaborasi pada awal
penerapan unik 100% di jalan tol itu terkait penyiapan kartunya, karna
masih banyak masyarakat yang belum punya kartu UNIK, pada hari itu
kartu yan kita siapkan di setiap gardu sudah terjual semua, jadi kita
komunikasikan kepada bank lain bahwa yang masih punya produk kartu
UNIK tolong diinves ke gardu tol”.(Hasil wawancara informan AS 22
Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan AL dan AS yaitu dalam
proses kolaborasi tentu ada yang menjadi faktor penghambat yakni salah satunya
adalah terbatasnya ketersediaan kartu UNIK pada awal tahap diterapkan 100%
pakai kartu UNIK dijalan tol. Dimana kebutuhan kartu yang sangat tinggi dan
sebgaian masyarakat belum memunyai kartu.Dengan keterbatasan inilah sehingga
terhambatnya penerapan kartu UNIK di jalan tol Kota Makassar.
Adapun wawancara penulis dengan informan NA, selaku pengguna UNIK
yang menyatakan bahwa :
64
“Menurut saya yang menjadi faktor penghambat terkait pelaksanaan kartu
UNIK ini karna kita sering terjadi antrian jika isi saldo atau top updigardu
isi ulang kartu UNIKselain itu ada masyarakat kurang paham terkait
pengisian saldo, mungkin masyarakat yang baru pertama kali mengisi
saldo”. (Hasil wawancara NA 20 desember 2019)
Sebagai kesimpulan wawancara dengan informan NA mengenai faktor
penghambat dalam proses collaborative governance bahwa terjadi antrian pada saat
pengisian saldo atau top updigardu selain itu ada masyarakat kurang paham terkait
pengisian saldo, mungkin masyarakat yang baru pertama kali melakukan pengisian
saldo.
Secara keseluruhan bahwa menjadi faktor pendukung dalam proses
collaborative governance dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK) di jalan tol
Kota Makassar adalahadanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia No.16/PRT/M/2017 tentang transaksi tol non tunai di
jalan tol. Dengan adanya otoritas atau kewenangan Menteri dimana Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.16/PRT/M/2017
tentang transaksi tol non tunai di jalan tol, Permen ini tentunya menjadi acuan
utama dilakukannya kolaborasi antara PT.Bosowa Marga Nusantara, PT. Jalan Tol
Seksi Empat dan Perbankan. Kemudian yang menjadi faktor pendukung yang lain
juga karena adanya kecanggihan teknologi sehingga melahirkan perangkat
elektronik yang disebut gardu pembayaran non tunai atau Gerbang Tol Otomatis
dan kartu UNIK yang diterbitkan oleh perbankan, perangkat elektronik inilah yang
menjadi alat bertransaksi dalam jalannya kolaborasi ini.
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam proses collaborative
governance dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK) di jalan tol Kota Makassar
65
ialah ketersediaan kartu UNIK dari perbankan Diawal penerapan UNIK 100% di
jalan tol Kota Makassar, Kebutuhan kartu UNIK sangat tinggi sedangkan kartu
yang disiapkan sangat terbatas, sebagian masyarakat belum mempunyai kartu
UNIK dan terjadi antrian saat pengisian saldo atau top up digardu isi ulang kartu
UNIK.
66
BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Proses Collaborative Governance Dalam
Penerapan Uang Elektronik (UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassar, maka dapat
disimpulan secara keseluruhan Collaborative Governance Dalam Penerapan Uang
Elektronik (UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassarberdasarkan teori Ansel & Gash
(2007) dapat dikategorikan sebagai Model collaborative governance yaitu Kondisi
awal, Desain kelembagaan, Kepemimpinan dan Proses kolaborasi menujukkan
bahwa sudah efektif bagi Proses Collaborative Governance Dalam Penerapan Uang
Elektronik (UNIK) Di Jalan Tol Kota Makassar, meskipun masih sedikit terdapat
kekeliruan dalam desain kelembagaan yang tidak melibatkan pemerintah kota
Makassar atau pemerintah daerah dalam kolaborasi terkait penerapan Uang
Elektronik di jalan tol Kota Makassar.
Faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan Uang Elektronik (UNIK)
di jalan Tol Kota Makassar.Faktor pendukung dalam proses collaborative
governance ini adalah adanya otoritas atau kewenangan menteri dimana menteri
Pekerja Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia mengeluarkan
Peraturan MenteriNo.16/PRT/M/2017 tentang transaksi tol non tunai di jalan tol.
Kemudian adanya kecanggihan teknologi berupa mesin Gerbang Tol Otomatis dan
kartu Uang Elektronik yang mendukung jalannya kolaborasi tersebut. Faktor
penghambat dalam proses collaborative governance dalam penerapan Uang
67
Elektronik di kota Makassar adalah terbatasnya ketersediaan kartu dan kurang nya
pemahaman masyarakat mengenai kartu UNIK dan terjadi antrian digardu isi ulang
kartu UNIK.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan diatas, ada beberapa
saran penulis kemukan sebagai berikut:
1. Perlu kedepannya agar pihak PT Bosowa Marga Nusantara lebih
memperhatikan pengguna unik dijalan tol, karena tidak semua elemen
masyarakat menerima dengan adanya program unik tersebut mempunyai
pro dan kontra.
2. Diharapkan kedepannya tentang pro dan kontra mengenai unik ini
dikalangan masyarakat dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan
pihak PT Bosowa Marga Nusantara kedepannya mengenai keluhan
masyarakat ketika hendak mengambil jalur darat melalui jalan tol.
3. Terkait desain kelembagaan dalam proses collaborative governance perlu
dilibatkan element dari pemerintah Kota Makassar atau pemerintah daerah
dalam penerapan Uang Elektronik di jalan tol Kota Makassar.
68
DAFTAR PUSTAKA
Ansell, C., & Gash, A. (2007). Collaborative Governance in Theory and Practice.
Berkeley: University Of California, 543-571.
Donahue, J. D. & Zeckhauser, R. J. 2011. Collaborative Governance: Private Roles
For Public Goals in Turbulent Times. Princeton, New Jersey: Princeton
University Press.
Dwiyanto, A. (2011). Manajemen Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S. (2011). An Integrative Framework for
Collaborative. Journal of Public Administration Research and Theory
Advance Access, 1-29.
Gita Putri Amalia, "Efektifitas E-Toll Oleh PT. Jasa Marga Surabaya," Universitas
Negeri Surabaya, (2017), 1.
Johansson, K., & et.al. (2010). Trends in Development Aid, Negotiation Processes
and NGO Policy Change.Voluntas , 371-92.
Jung, Y. D., Mazmanian, D., & Tang, S. Y. (2009). Collaborative Governance In
The United States and Korea: Cases In Negotiated Policy Making and
Service Delivery. School of Policy, Planing and Development .
Kurniasih, D., Setyoko, P. I., & Imron, M. (2017). Collaborative Governance
dalam Penguatan Kelembagaan Program Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat. Sosiohumaniora, Volume 19 No. 1 , 1-7.
Lemos, M. C., & Agrawal, A. (2006). Environmental Governance. Annual Review
of Environment and Resources, 31(1), 297–325.
https://doi.org/10.1146/annurev.energy.31.042605.135621
Moleong, L. J. (2001). Metodologi Penelitian Kulalitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Eektronik
Purnomo, E. P. (2018). Collaborative Governance dalam Tata Kelola Hutan
Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: LP3M UMY.
Seigler, D. (2011). Renewing Democracy by Engaging Citizen in Shared
Governance. Public AdministrationReview, 70-968.
69
Simorangkir, I. (2014). Pengantar Kebanksentralan; Teori dan Praktik di
Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Sudarmo. (2011). Isu-isu Administrasi Publik Dalam Perspektif Governance.
Surakarta: Smart Media..
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumarto, H. S. (2009). Inovasi, Partisipasi dan Good Governance; 20 Prakarsa
Inovatif dan Parsitipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sururi, A. (2018). Collaborative Governance sebagai Inovasi Kebijakan Strategis
(Studi Revitalisasi Kawasan Wisata Cagar Budaya Banten Lama).
Humanika Vol.25 No.1 , 24-36.
Tilano,Fawwaz Aldi ,dkk. Collaborative Governance Dalam Upaya Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Semarang.Administrasi
Publik.2017
Widyastuti, K., Handayani, P. W., & Wilarso, L. (2017). Tantangan dan Hambatan
Implementasi Produk Uang Elektronik di Indonesia.Jurnal Sistem Informasi
, 38-48.
70
LAMPIRAN
Wawancara Dengan Kepala Gerbang Tol PT Bosowa Marga Nusantara dan
PT Jalan Tol seksi empat
Wawancara Dengan RM Dana Ritel Kantor Cabang BRI Makassar Ahmad
Yani
71
Foto Gerbang Tol Kota Makassar
Foto Mesin Gerbang Tol Otomatis
72
Foto Gardu Tempat Isi Ulang UNIK
Wawancara Dengan Pengguna UNIK
73
Wawancara Dengan Pengguna UNIK
Wawancara Dengan Pengguna UNIK
74
75
76
77
78
79
80
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dengan Nama lengkap Nur Cahya.
Lahir di Pinrang, Tanggal 29 Maret 1997. Alamat
Jalan Sultan Hasanuddin No.116, Kelurahan Jaya,
Kecamatan Watang Sawito. Anak Pertama dari Lima
bersaudara, dari pasangan H. Dangkang dan Hj. A.
Ukka. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD 8 Unggulan Pinrang dan
selesai pada Tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 1 Pinrang dan selesai pada tahun 2012, dan selanjutnya
penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pinrang dan
selesai tahun 2015 dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada
perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH
MAKASSAR) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Program Studi
Ilmu Pemerintahan. Penulis Sangat Bersyukur, karena telah diberikan kesempatan
untuk menimbah ilmu pengetahuan yang nantinya dapat diamalkan dan
memberikan manfaat.
top related