segera bertindak segera sukses!
Post on 14-Jan-2017
66 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Ahmad Madu
SEBUAH INSPIRASI UNTUK HIDUP LEBIH BAHAGIA.
CHAPTER -3:
SEGERA BERTINDAK, SEGERA SUKSES
Saya mempunyai sebuah teka-teki
yang menarik. Ada dua ekor katak yang
tetap hidup di suatu batu besar di ko-
lam yang mengering. Kedua katak itu
telah diberitahu bahwa untuk selamat
maka mereka perlu meloncat dari atas
batu itu menuju ke kolam lain yang ma-
sih berair. Salah satu katak menyadari
hal itu, sementara rekannya tidak ber-
pikir hal itu perlu. Katak itu memutus-
kan akan meloncat. Dan di akhir cerita
ini, ada katak yang mati. Pertanyaan-
nya, berapakah katak yang akhirnya
mati di atas batu itu? Hm.. jika Anda
pernah membaca cerita serupa, mung-
kin bias menebak. Tetapi, buat Anda
yang penasaran, maka jawaban yang
benar adalah.. Kedua katak tersebut
akhirnya mati.
1
Cerita diatas menjadi pengantar
tulisan saya di episode kali ini, So.. mari
kita bahas sobat!
Pasti yang jadi pertanyaan, men-
gapa katak pertama juga mati ya? Nah,
kalau Anda membaca baik-baik cerita
diatas, jelas sekali bahwa katak per-
tama ternyata hanya “memutuskan
akan meloncat”, baru
“akan” loh.., tidak tahu
kapan loncatnya he-
hehe.. Padahal mereka
sudah diberitahu jika
ingin selamat harus
meloncat!
Teka-teki ini meng-
gambarkan dengan je-
las tentang problem manusia yang ban-
yak terjadi di sebuah organisasi. Dalam
hal ini, jika saja semua orang mau
bertindak dari apa yang diketahuinya,
secara sadar dengan komitmen yang
tinggi, mungkin saja akan banyak
menuai keberhasilan. Namun saat men-
gambil keputusan, yang ada dalam piki-
ran kita adalah “sebuah resiko”. Dan
saking benar-benar dipikirkannya se-
buah keputusan, sampai akhirnya kita
pun tidak berbuat apa-apa. Ini sama
halnya dengan Anda yang ingin mela-
mar orang yang Anda suka untuk men-
jadi pasangan hidup. Namun karena ke-
banyakan pertimbangan, hasilnya Anda
menjadi korban “tikung” dari orang lain
yang justru lebih matang untuk men-
gambil keputusan. Sosok yang Anda in-
car selama ini untuk dijadikan
pasangan hidup, ternyata le-
bih memilih orang lain di
banding Anda. Dan Anda
hanya meratapi kesedihan
berkepanjangan. (Bukan pen-
galaman pribadi loh, hanya
sebuah metafora saja.. he-
hehe)
Sebenarnya dalam beberapa pelati-
han saya, seringkali diakhir training
saya menuliskan sebuah kalimat yang
belum selesai. Bunyi kalimat yang saya
tulis adalah… “Berani karena benar,
malu karena…………......................................”
Dan menarik sekali, secara spon-
tan, kebanyakan peserta akan langsung
berteriak “Malu karena salah!”. Me-
mang ada sebuah pepatah kita yang
bunyinya, “Berani karena benar, takut
2
karena salah”. Tapi… biasanya peserta
saya lantas terdiam sambil mengang-
gukkan kepala ketika bunyi kalimat leng-
kapnya adalah, “Berani karena benar,
malu karena tidak berbuat apapun”.
Inilah kenyataan yang perlu dipa-
hami oleh kita semua. Mari terus bela-
jar untuk mengambil keputusan serta
berani mengam-
b i l r e s i k o .
H h m m … N a-
mun, seringkali
s a y a j u g a
ditanya lebih lan-
jut, “jadi bagai-
mana saya tahu
kalau keputusan
yang saya ambil
itu tidak keliru ya? “. Jujur saja, saya ti-
dak bisa menjawab pertanyaan yang de-
mikian. Sebab, satu-satunya cara untuk
tahu keliru atau tidak adalah dengan
mencoba. Demikian pula ketika Robert
Kiyosaki, penulis buku terkenal “Rich
Dad, Poor Dad” menceritakan tentang
bagaimana pengalaman membuatnya
bijak, yang ia pelajari dari ayahnya yang
kaya. Robert Kiyosaki bicara bahwa diri-
nya pernah gagal tetapi justru semakin
banyak kegagalan yang ia alami, se-
makin ia belajar dan berkembang. Hal
yang sama juga diceritakan oleh inves-
tor terkenal sekaligus sangat ditakuti,
yaitu George Soros. Ia mengatakan jus-
tru pengalaman serta kesalahan mau-
pun kegagalan yang ia alami malahan
membuatnya bijak dan lebih handal da-
lam melakukan investasi.
So.. memang Hidup ada-
lah serangkaian resiko.
Setiap saat kita selalu di-
tantang untuk mengam-
bil resiko. Tanpa sadar,
kita sendiri adalah se-
buah produk dari proses
pengambi lan res iko
yang luar biasa. Kita
bisa seperti sekarang pun karena
berbagai pengambilan resiko.
Sobat, Apakah Anda pernah mem-
baca buku “Who Moved My Cheese?”
karya Spencer Johnson yang Spektaku-
ler? Buku ini berkisah tentang dua ekor
tikus yakni Sniff dan Scurry serta dua
kurcaci yakni Hem dan Hew yang setiap
hari pekerjaannya mencari keju di se-
buah labirin. Dikisahkan suatu ketika,
3
mereka menemukan keju dalam jumlah
yang cukup banyak di suatu tempat
yang disebut stasiun C. Kemudian mem-
peroleh keju di stasiun C akhirnya mem-
buat dua kurcaci makin lama makin ma-
las dan enggan pergi ke tempat lain.
Bencana datang tatkala keju di stasiun
C tiba-tiba menghilang. Para tikus da-
pat beradaptasi dengan cepat atas ben-
cana tersebut. Na-
mun, Hem dan Hew,
para kurcaci yang
mirip manusia ini, jus-
tru paling sulit mener-
ima kenyataan dan
terus bertanya “Who
Moved My Cheese?”
Bahkan berminggu-minggu setelah ken-
yataan bahwa keju di stasiun C tidak
akan pernah kembali lagi, mereka ma-
sih terus berusaha memperolehnya di
stasiun C. Nah, yang paling menarik
adalah kisah bagaimana Hew, kurcaci
yang kurus akhirnya memutuskan per-
gi untuk mencoba mencari keju-keju di
antara lorong labirin-labirin yang gelap
dan menakutkan hingga pada akhirnya
Hew menemukan keju di stasiun yang
lain. Sedangkan si Hem hanya terus
menunggu di stasiun C dengan hara-
pan besar bahwa keju akan melimpah
kembali.
Cerita ini pada dasarnya sebenarnya
menceritakan tentang kita, yakni sosok
yang telah terbiasa bekerja dengan
pola yang sama dan sulit keluar dari ke-
biasaan kita karena satu hal, yaitu takut
atau khawatir. Disinilah
saya ingin menekankan
suatu aspek yang saya
sedang geluti kurang le-
bih 2 tahun ini, yakni
masalah emosional ma-
nusia. Bahkan saya per-
caya masalah emosional
seringkali memainkan per-
anan yang jauh lebih besar daripada ra-
sional manusia. Seringkali secara ra-
sional, kita tahu bahwa kita harus beru-
bah, harus melakukan sesuatu yang le-
bih baik dan harus bertindak. Namun,
emosi kita seringkali menghalangi kita
ataupun justru mengarahkan diri kita
pada tindakan yang lain.
Mungkin saja di antara kita ada yang
baru bert indak ket ika kepepet .
Makanya ada istilah “The Power of KE-
4
PEPET”. Baru pada detik-detik kepepet
itu, kita berusaha menunjukkan bahwa
kita mampu memberikan sesuatu.
Seperti anekdot dari karyawan saat
ditanya, “Sejak kapan kamu mulai
bekerja?” Sang karyawan dengan cepat
menanggapi, “Sejak Boss saya mengan-
cam untuk memecat saya!”. Hohoho…
rasanya jika kita hanya mengandalkan
kepepet saja, banyak waktu yang ter-
buang banyak. Padahal bisa saja kita se-
gera merealisasikan apa yang seha-
rusnya kita lakukan. Jika sudah tahu be-
nar, mengapa menunggu?
Pada akhir tulisan ini, alangkah lebih bai-
knya, kita bersama-sama segera mere-
alisasikan apa yang seharusnya kita la-
kukan. Jika kita memang sadar ingin
maju dan bergerak kearah hidup yang
lebih baik. Mungkin ada kalanya kita ban-
yak menunda, tapi waktu tidak akan
menunggu kita. Yang jelas, Anda boleh
mengabaikan tulisan ini, jika Anda tidak
peduli soal kenaikan karir dalam hidup
Anda.
Hidup memang penuh dengan resiko.
Tetapi tetaplah Antusias dalam men-
jalani semua prosesnya. “Tidak ada
hal-hal besar yang bisa dicapai tanpa
antusias” –Ralph Waldo Emerson
Have A Great Day!
Ahmad Madu
5
top related