reasearch surya
Post on 20-Dec-2015
18 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Hubungan Tingkat Keparahan Maloklusi Dengan Status Karies Gigi Pada Anak Usia 12 Tahun di Kota Gorontalo
Surya Hariyadi
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi MasyarakatFakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Abstrak
Tujuan: untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi pada anak usia 12 tahun di kota Gorontalo. Metode: Penelitian ini merupakan pilot pathfinder survey dengan jenis penelitian observasional analitik. Penelitian ini mencakup anak usia 12 tahun di kecamatan Kota Timur, kecamatan Kota Tengah, kecamatan Kota Utara, dan kecamatan Sipatana di Kota Gorontalo. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan rongga mulut untuk memperoleh data tingkat keparahan maloklusi (indeks OFI) dan status karies gigi (DMF-T). Hasil: Sebanyak 150 sampel dalam penelitian ini, yang terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan yang berjumlah 75 orang (50%). Ada hubungan signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi dimana nilai p=0,006 (p<0,05). Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi.
Kata Kunci: Tingkat keparahan maloklusi, status karies gigi, anak-anak
PENDAHULUAN
Kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia masih kurang pendapat
perhatian bagi sebagian besar
masyarakatnya. Hal ini tercermin
dari masih tingginya angka
prevalensi masalah kesehatan gigi
dan mulut. Masalah kesehatan gigi
dan mulut yang masih tinggi angka
kejadiannya di Indonesia
diantaranya karies, penyakit
periodontal dan maloklusi.
Maloklusi adalah suatu keadaan
oklusi yang abnormal. Maloklusi
bukan merupakan suatu penyakit
melainkan suatu keadaan
abnormal. Berbeda halnya dengan
karies dan penyakit periodontal
yang memberikan keluhan rasa
sakit, maloklusi tidak memberikan
keluhan sakit. Hal ini menyebabkan
1
maloklusi terkadang diabaikan oleh
sebagian penderitanya. Maloklusi
juga diabaikan karena bagi
sebagian orang hal tersebut tidak
perlu dirawat.1,2
Maloklusi bervariasi dari satu
negara ke negara lain. Insiden
yang dilaporkan bervarisi antara
39% - 93%, ini membuktikan
bahwa mayoritas anak-anak
memiliki gigi yang tidak beraturan
dan hubungan oklusal kurang ideal,
begitupula karies gigi. Di Indonesia
prevelansi karies gigi diperkirakan
60-80% dari jumlah penduduk
Indonesia. Berdasarkan survey
kesehatan gigi yang dilakukan
pada daerah kota anak umur 8
tahun mempunyai prevelansi karies
45,2%, rata-rata 0,84, anak umur
12 tahun sebesar 76,62% rata-rata
2,21 sedangkan anak umur 14
tahun mempunyai prevelansi
kariesnya 73,2 dan rata-rata
2,69.1,2
Menurut Wijayakusuma yang
dikutip Dewi pada tahun 2004,
anak-anak dan remaja adalah
kelompok yang paling rentan
mengalami karies gigi. Sedangkan
pada penelitian Girsang tahun
2008 yang dikutip Widasari
menjelaskan bahwa indeks debris,
kalkulus, oral hygiene serta DMF-T
lebih tinggi pada anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa.3
Dikarenakan anak tidak mendapatkan
informasi tentang kesehatan gigi oleh karena
beberapa alasan seperti keterbatasan akses,
yang merupakan kerugian yang alami maka
sangat diperlukan tenaga ahli yang
professional. Studi epidemiologi telah
mempelajari tentang prevalensi dari
maloklusi di berbagai negara dengan
perbedaan umur dan jenis kelamin, namun
masih sangat sedikit anak-anak
mendapatkan perhatian akan hal ini.4
Menurut World Health Organization
(WHO) maloklusi adalah cacat atau
gangguan fungsional yang dapat menjadi
hambatan bagi kesehatan fisik maupun
emosional dari pasien yang memerlukan
perawatan.5 Kelainan maloklusi dapat
menyebabkan terjadinya masalah untuk
pasien yaitu, diskriminasi sosial karena
masalah penampilan dan estetik wajah atau
dento-fasial; masalah dengan fungsi oral,
termasuk adanya masalah dalam pergerakan
2
rahang (inkoordinasi otot atau rasa nyeri),
Temporomandibular Joint Dysfunction
(TMD), masalah mastikasi, penelanan, dan
berbicara; serta terjadi resiko lebih tinggi
terhadap trauma, penyakit periodontal, dan
karies.5
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya mayoritas anak-anak memiliki
gigi yang tidak beraturan begitu pula halnya
dengan karies gigi. Anak khususnya
memiliki keterbatasan dalam hal informasi
kesehatan gigi sehingga kemampuan mereka
dalam menjaga kesehatan giginya pun
berkurang.
Kota Gorontalo merupakan ibukota
Provinsi Gorontalo. Secara geografis
mempunyai luas 79,03 km3 atau 0,65 persen
dari luas Provinsi Gorontalo. Kota
Gorontalo dibagi menjadi menjadi 9
kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan.
Kecamatan dengan luas terbesar adalah
kecamatan Kota Barat. Berdasarkan posisi
geografisnya, Kota Gorontalo memiliki
batas-batas: Utara – Kecamatan Bulango
Selatan Bone Bulango, Selatan – Teluk
Tomini, Barat – Sungai Bolango Kabupaten
Gorontalo, Timur – Kecamatan Kabila
Kabupaten Bone Bulango. Jumlah penduduk
Kota Gorontalo adalah 190.492 pada tahun
2013 dengan jumlah penduduk yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 94.848 dan
berjenis kelamin perempuan sebanyak
95.644.6
Pada penelitian ini terdapat empat
kecamatan yang menjadi tempat penelitian
yaitu Kota Timur, Kota Utara, Kota Tengah
dan Sipatana. Berdasarkan data tahun
2013/2014, jumlah sekolah dasar di Kota
Timur adalah 16, Kota Utara sebanyak 9
sekolah, Kota Tengah sebanyak 14 sekolah
dan Sipatana sebanyak 10 sekolah.6
RUMUSAN MASALAH
Apakah ada hubungan tingkat
keparahan maloklusi dengan status karies
gigi pada anak usia 12 tahun di kota
Gorontalo ?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan tingkat keparahan
maloklusi dengan status karies gigi pada
anak usia 12 tahun di kota Gorontalo
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian observasional analitik dengan
desain penelitian pilot pathfinder survey.
Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan
di kota Gorontalo yaitu Sipatana, Kota
3
Tengah, Kota Timur, dan Kota Utara.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23
– 26 Maret 2015. Populasi penelitian ini
adalah murid sekolah dasar berusia 12 tahun
yang tinggal di kota Gorontalo. Jumlah
murid berusia 12 tahun yang diteliti
sebanyak 150 murid. Menurut WHO, usia
12 tahun adalah usia yang penting karena
pada usia ini anak lebih mudah diajak
berkomunikasi dan diperkirakan semua gigi
permanen telah erupsi kecuali gigi molar
tiga, serta usia tersebut merupakan
kelompok yang mudah dijangkau oleh usaha
kesehatan gigi sekolah.7
DEFENISI OPERASIONAL
1. Tingkat keparahan maloklusi
adalah suatu keadaan
abnormal yang ditandai
dengan tidak benarnya
hubungan antar lengkung di
setiap bidang atau posisi gigi
dari ringan sekali hingga
berat.
2. Status karies gigi adalah
tingkatan karies gigi
seseorang yang diukur
dengan menggunakan indeks
DMF-T
KRITERIA PENILAIAN
Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Occlusion Feature
Index (OFI). Index ini telah dikembangkan
oleh “National Institute of Dental Research”
pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan
dievaluasi oleh Poulton dan Aaronson
(1960) dalam penelitiannya.8
Ciri-ciri maloklusi yang dinilai dengan
metode ini ialah: letak gigi berjejal, kelainan
interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang
gigit, jarak gigi. kriteria penilaian dengan
memberi skor sebagai berikut :8
OFI(1) Gigi berjejal depan bawah
0 = susunan letak gigi rapi
1 = letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar
gigi insisivus satu kanan bawah
2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar
gigi insisivus satu kanan bawah
3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar
gigi insisivus satu kanan bawah
OFI(2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat
pada region gigi premolar dan molar sebelah
kanan dari arah bukal, dalam keadaan
oklusi.
0 = hubungan tonjol lawan lekuk1 = hubungan antara tonjol dan lekuk2 = hubungan antara tonjol lawan lekuk
OFI(3) Tumpang gigit, ukuran panjang
bagian insisal gigi insisivus bawah yang
tertutup gigi insissivus atas pada keadaan
oklusi.
4
0 = 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
1 = 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
2 = 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah
OFI(4) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-
insisal gigi insisivus atas ke permukaan
labial gigi insisivus bawah pada keadaan
oklusi.
0 = 0 - 1,5 mm1 = 1,5 - 3 mm2 = 3 mm atau lebih
Gambar 1. Gambar penilaian Occlusion Feature Index (OFI) (Sumber : Dewanto, Harkati. Aspek -
Aspek Epidemiologi Maloklusi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta)
Skor total didapat dengan
menjumlahkan skor keempat macam ciri
utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI
setiap individu berkisar antara 0-9. (OFI (1)
= 3, OFI (2,3 dan 4) masing-masing = 2).
Kriteria penilaian maloklusi adalah
sebagai berikut:
0 – 1 = maloklusi sangat ringan (slight),
tidak memerlukan perawatan
orthodonti.
2 – 3 = maloklusi ringan (mild),
ada sedikit variasi dari oklusi ideal
yang tidak perlu dirawat.
4 – 5 = maloklusi sedang (moderate),
indikasi perawatan orthodonti.
6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe),
sangat memerlukan perawatan
orthodonti.
Pengukuran status karies gigi dengan
menggunakan indeks DMF-T. Nilai DMF-T
adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi
dengan karies pada seseorang atau kelompok
orang. D (decay) berarti gigi yang
mengalami karies yang masih dapat
ditambal, sekunder karies, tambalan pecah
atau gigi dengan tumpatan sementara, diukur
dengan ada tidaknya kaitan pada sonde. M
(missing) yang berarti gigi permanen yang
telah/harus dicabut karena karies atau sisa
akar. F (filling) yang berarti gigi yang telah
ditambal atau gigi yang sedang dalam
perawatan saluran akar. Nilai DMF-T adalah
penjumlahan D+M+F.9
5
Menurut WHO terdapat 5 status
tingkat keparahan karies gigi, yaitu:9
Sangat rendah : 0,0 – 1,1
Rendah : 1,1 – 2,6
Sedang : 2,7 – 4,4
Tinggi : 4,5 – 6,5
Sangat tinggi : > 6,6
Data yang diperoleh kemudian
diolah dengan menggunakan program SPSS
17.0. Data diuji secara statistik
menggunakan uji chi-square.
JALANNYA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
bersama yang dilakukan oleh 54 orang
mahasiswa kepanitraan klinik bagian IKGM.
Kota Gorontalo ditentukan sebagai lokasi
penelitian. Penelitian ini dimulai dari
mendata jumlah sekolah dasar dan jumlah
murid sekolah dasar yang ada di Kota
Gorontalo, kemudian diinformasikan dan
meminta izin untuk melakukan penelitian
pada SD tersebut, yaitu sebanyak 24 SD dari
empat kecamatan. Pada tanggal 23 Maret
2015 seluruh peserta penelitian melakukan
survei pada 24 SD di empat kecamatan Kota
Gorontalo. Kemudian, penelitian dilakukan
pada murid kelas 1, 3, 4, dan 6. Setelah
dilakukan penelitian, didapatkan sampel
sebanyak 515 murid, kemudian untuk
memenuhi kriteria jumlah sampel
berdasarkan desain penelitian pilot
pathfinder survey berdasarkan kelompok
usia dan jenis kelamin, dilakukan
pengacakan sampel sehingga didapatkan
sampel sebanyak 150 murid, yang terdiri
dari 75 murid setiap jenis kelamin.
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui hubungan tingkat
keparahan maloklusi dengan status karies
gigi pada anak usia 12 tahun di kota
Gorontalo yang dilaksanakan tanggal 23
sampai 26 Maret 2015 dengan jumlah
sampel 150 orang, diperoleh hasil seperti
yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Distribusi nilai rata-rata OFI berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo
Karakteristik n (%)OFI(1) OFI(2) OFI(3) OFI(4) OFI
Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD
6
DMF-T = D + M + F
Jenis KelaminLaki –LakiPerempuan
75 (50)75 (50)
0,51 ± 0,620,57 ± 0,68
0,63 ± 0,690,55 ± 0,68
0,65 ± 0,690,93 ± 0,87
0,55 ± 0,790,56 ± 0,72
2,33 ± 1,452,61 ± 1,50
Total 150 (100) 0,54 ± 0,65 0,59 ± 0,69 0,79 ± 0,80 0,55 ± 1,76 2,47 ± 1,48
Tabel 1 menunjukkan distribusi nilai rata-
rata OFI berdasarkan jenis kelamin. Nilai
rata-rata OFI(1) yang lebih tinggi pada anak
perempuan yaitu sebesar 0,57±0,68. Nilai
rata-rata OFI(2) yang lebih tinggi pada anak
laki-laki sebesar 0,63±0,69. Untuk nilai rata-
rata OFI(3) lebih tinggi pada anak
perempuan yaitu sebesar 0,93±0,87.
Sedangkan nilai rata-rata OFI(4) lebih tinggi
pada anak perempuan yaitu sebesar
0,56±0,72. Secara keseluruhan nilai rata-rata
OFI pada anak perempuan lebih tinggi
(2,61±1,50) dibanding anak laki-laki
(2,33±1,45).
Tabel 2. Distribusi tingkat keparahan maloklusi berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo
Karakteristik n (%)
Tingkat Keparahan Maloklusi
Sangat Ringan
(skor 0-1)
Ringan
(skor 2--3)
Sedang
(skor 4-5)
Berat
(skor 6-9)
Jenis Kelamin
Laki –Laki
Perempuan
75 (50)
75 (50)
21 (28)
20 (26,7)
40 (53,3)
35 (46,7)
11 (14,7)
18 (24)
3 (4)
2 (2,7)
Total 150 (100) 41 (27,3) 75 (50) 29 (19,3) 5 (3,3)
Tabel 2 menunjukkan distribusi tingkat
keparahan maloklusi berdasarkan jenis
kelamin. Dapat dilihat bahwa anak laki-laki
yang paling banyak mengalami tingkat
keparahan maloklusi ringan yaitu 40 orang
(53,3%) sedangkan anak laki-laki yang
paling sedikit mengalami tingkat keparahan
maloklusi berat yaitu 3 orang (4%). anak
perempuan yang paling banyak mengalami
tingkat keparahan maloklusi ringan yaitu 35
orang (46,7%) sedangkan anak perempuan
yang paling sedikit mengalami tingkat
keparahan maloklusi berat yaitu 3 orang
(2,7%). Secara keseluruhan, tingkat
keparahan maloklusi pada anak laki-laki
lebih banyak jumlahnya daripada anak
perempuan pada kategori sangat ringan 21
orang (28%), kategori ringan 40 orang
(53,3%), dan kategori berat 3 orang (4%).
Sedangkan tingkat keparahan maloklusi
pada anak perempuan lebih banyak
7
jumlahnya daripada anak laki-laki pada kategori sedang 18 orang (24%).
Tabel 3. Distribusi nilai rata-rata DMF-T berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo
Karakteristik n (%)D M F DMF-T
Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD
Jenis Kelamin
Laki –Laki
Perempuan
75 (50)
75 (50)
1,72 ± 1,39
1,69 ± 1,48
0,03 ± 0,16
0,09 ± 0,37
0,01 ± 0,11
0,01 ± 0,11
1,76 ± 1,39
1,8 ± 1,64
Total 150 (100) 1,71 ± 1,43 0,06 ± 0,29 0,01 ± 0,11 1,78 ± 1,51
Tabel 3 menunjukkan distribusi nilai rata-
rata DMF-T berdasarkan jenis kelamin.
Nilai rata-rata D (Decay) lebih tinggi pada
anak laki-laki yaitu sebesar 1,72±1,39. Nilai
M (Missing) lebih tinggi pada anak
perempuan sebesar 0,09±0,37. Untuk nilai F
(Filling), rata-ratanya sama antara anak laki-
laki dan perempuan sebesar 0,01±0,11.
Secara keseluruhan nilai rata-rata DMF-T
pada anak perempuan lebih tinggi (1,8±1,64)
dibanding anak laki-laki (1,76±1,39).
Tabel 4. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo
Variabel yang diteliti(DMF-T)
p-valueMean ± SD
Tingkat Keparahan Maloklusi
Sangat Ringan 1,76 ± 1,39Ringan 1,8 ± 1,64 0,006*
Sedang 1,36 ± 1,02Berat 1,25 ± 1,42
Total 1,54 ± 1,37
*menunjukkan hubungan yang signifikan (p ˂ 0,05)
Tabel 4 hubungan tingkat keparahan
malokusi dengan status karies gigi
menunjukkan tingkat keparahan maloklusi
dengan kategori sangat ringan memiliki nilai
DMF-T sebesar 1,76±1,39 yang artinya rata-
rata anak usia 12 tahun di kota Gorontalo
memiliki 2 gigi yang mengalami karies gigi,
gigi yang dicabut karena karies gigi dan gigi
yang ditambal. Pada tingkat tingkat
keparahan maloklusi dengan kategori ringan
memiliki nilai DMF-T sebesar 1,8±1,64
yang artinya rata-rata anak usia 12 tahun di
8
kota Gorontalo memiliki 2 gigi yang
mengalami karies gigi, gigi yang dicabut
karena karies gigi dan gigi yang ditambal.
Pada tingkat tingkat keparahan maloklusi
dengan kategori sedang memiliki nilai
DMF-T sebesar 1,36±1,02 yang artinya rata-
rata anak usia 12 tahun di kota Gorontalo
memiliki 1 gigi yang mengalami karies gigi,
gigi yang dicabut karena karies gigi dan gigi
yang ditambal. Sedangkan pada tingkat
keparahan maloklusi dengan kategori berat
memiliki nilai sebesar DMF-T 1,25±1,42
yang artinya rata-rata anak usia 12 tahun di
Kota Gorontalo memiliki 1 gigi yang
mengalami karies gigi, gigi dicabut karena
karies gigi dan gigi yang ditambal.
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai p =
0,006 (p˂0,05), yang artinya ada hubungan
yang signifikan antara tingkat keparahan
maloklusi dengan status karies gigi.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada murid
SD yang berusia 12 tahun di Kota
Gorontalo, yaitu 24 SD yang berada di
Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota
Tengah, Kecamatan Kota Timur, dan
Kecamatan Sipatana. Subjek penelitian ini
adalah murid SD berusia 12 tahun yang
bersekolah di 4 kecamatan di Kota
Gorontalo pada saat penelitian dilakukan
yang memenuhi kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti. Kemudian
didapatkan jumlah subjek penelitian 150
murid, yang terdiri dari 75 murid setiap jenis
kelamin.
Pada hasil penelitian yang dilakukan
pada murid SD di kota Gorontalo
menunjukkan nilai rata-rata OFI pada anak
perempuan (2,61±1,50) lebih tinggi
dibanding nilai rata-rata OFI anak laki-laki
(2,33±1,45). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fahad dkk.
pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa
nilai rata-rata tingkat keparahan maloklusi
pada anak perempuan lebih tinggi dibanding
nilai rata-rata tingkat keparahan maloklusi
pada anak laki-laki.10
Pada hasil penelitian yang dilakukan
pada murid SD di kota Gorontalo
menunjukkan nilai rata-rata DMF-T pada
anak perempuan lebih tinggi (1,8±1,64)
dibanding nilai rata-rata DMF-T pada anak
laki-laki (1,76±1,39). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agus Salim
yang menyatakan bahwa prevalensi karies
gigi anak perempuan sedikit lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki. Hal ini
disebabkan antara lain karena erupsi gigi
anak perempuan lebih cepat dibanding anak
9
laki-laki sehingga gigi anak perempuan
berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya
gigi anak perempuan akan lebih lama
berhubungan dengan faktor risiko terjadinya
karies.11 Dan juga sejalan dengan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013
yang menyatakan bahwa perempuan sedikit
lebih banyak yang menderita karies gigi
dibandingkan dengan laki-laki.12
Pada hasil penelitian yang dilakukan
pada murid SD di kota Gorontalo dengan
menggunakan uji chi-square diperoleh nilai
p = 0,006 (p<0,05), artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat
keparahan maloklusi dengan status karies
gigi pada murid sekolah dasar usia 12 tahun
di Kota Gorontalo. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Geikwad SS
dkk yang menyatakan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara tingkat keparahan
maloklusi dengan status karies gigi.14
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat diperoleh kesimpulan bahwa, anak
sekolah dasar usia 12 tahun di kota
Gorontalo memiliki tingkat keparahan
maloklusi yang ringan (2,47±1,48), dengan
nilai rata-rata OFI pada anak perempuan
(2,61±1,50) lebih tinggi dibanding nilai rata-
rata OFI pada anak laki-laki (2,33±1,45)
serta status karies gigi yang rendah
(1,78±1,51), dengan nilai rata-rata DMF-T
pada anak perempuan lebih tinggi (1,8±1,64)
dibanding anak laki-laki (1,76±1,39).
Terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat keparahan maloklusi dengan status
karies gigi pada anak sekolah dasar usia 12
tahun di kota Gorontalo, dengan nilai p =
0,006 (p<0,05).
SARAN
Diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk menentukan kebutuhan perawatan
maloklusi pada anak sekolah dasar di Kota
Gorontalo. Perlunya diadakan kegiatan
penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan
mulut pada anak-anak sekolah dasar di Kota
Gorontalo. Peran orangtua serta
pihak sekolah juga sangat
dibutuhkan dalam hal memberi
tambahan pengetahuan mengenai
kesehatan gigi dan mulut. Sebagai
tambahan, sebaiknya diadakan
program UKGS (Usaha Kesehatan
Gigi Sekolah) dengan melibatkan
seluruh pihak demi tercapainya
kesehatan gigi dan mulut sejak
dini.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Dewi O. Hubungan Maloklusi
dengan kualitas hidup pada
remaja SMU Kota Medan
Tahun 2007 [Tesis]. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
2008. hal. 1-4.
2. Artenio J, Paulo C, Clea A,
Luiz F. Malocclusion
prevalence and comparison
between the Angle
classification and dental
aesthetics index in scholars
in the interior of Sao Paulo
State, Brazil. Dental Press J
Orthod, Vol. 15(4): 94. 2010.
3. Widasari D. Perbedaan status
kesehatan gigi dan mulut
pada anak usia 6 sampai 12
tahun. FKG Jember: Jember.
2010. hal.3.
4. Ahmed AR Yusuf,dkk. Prevalence
of malocclusion among 12 to 15
years age group orphan children
using dental aesthetic index. The
journal of contemporary dental
practice, January - february 2013;
14(1):111-114.
5. Wilar Liefany Anastasia,dkk.
Kebutuhan perawatan orthodonsi
berdasarkan index of orthodontic
treatment need pada siswa smp
negeri 1 tareran. Jurnal e-GiGi (eG),
Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember
2014.
6. Pemerintah Kota Gorontalo. Kota
Gorontalo dalam angka tahun
2014.p.3,9,14, 58,85
7. Wala H Ch, Wicaksono DA,
Tambunan E. Gambaran
status karies gigi anak usia
11-12 tahun pada keluarga
pemegang jamkesmas di
Kelurahan Tumtangtang I
Kecamatan Tomohon
Selatan. Jurnal Unsrat. 2014:
1-8.
8. Dewanto, Harkati. Aspek-aspek
Epidemiologi Maloklusi. Gajah
Mada University Press:
Yogyakarta.
9. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S.
Survei. In: Ester M, editor.
Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta:
EGC; 2002. Pp 98-101
10. Fahad F, H. Al Sulaimani. Bolton
Analysis in Different Calsses of
Malocclusion in a Saudi Arabian
Sample. Egyptian Dental Journal.
2006;52:119-25.
11
11. Agussalim A. Gambaran
karakteristik pasien dengan
prevalensi karies gigi.
[internet]. Available from :
http://wordpress.com/2011/1
2/02/kti-jkg-pengaruh-
frekuensi-menyikat-gigi-
terhadap-tingkat-kebersihan-
mulut-pada-anak. Accesed on
15 april 2015.p:l.
12. Riset kesehatan dasar 2013.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Jakarta 2013 : 110-9.
13. Manurung AM. Hubungan
Kebutuhan Perawatan Karies
Gigi Dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Gigi
Pada Masyarakat di Kota
Pematang Siantar. [internet].
Available from :
http://repository.usu.id/bitstr
eam/123456789/6753/1/08E0
0056.pdf. Accesed on 15
April 2015.p:l.
14. Gaikwad SS, dkk. Dental caries and
its relationship to malocclusion in
permanent dentition among 12-15
years old school going children. J Int
Oral Health 2014;6(5):27-30.
12
top related