proses identifikasi anak berkebutuhan khusus...
Post on 09-Jan-2020
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROSES IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Intan Nawangwulan
NIM: 151134068
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur skripsi ini peneliti persembahkan untuk:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya dalam
hidupku.
2. Orang tuaku, Bapak Gunawan Supriyono dan Ibu Neni K yang telah
memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan
waktunya.
3. Adikku Giri Nugroho, Tiara Ayu Ningtyas, dan Vina Anatoli Sarah yang
selalu memberiku penghibur, semangat, dan doa.
4. Seseorang yang spesial dalam hidup saya Edhin Tio Wityasmoro yang selalu
memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan meluangkan waktu untuk
berbagai hal yang kulakukan khususnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Dosen pembimbingku, Ibu Laura dan Ibu Erlita yang selalu membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Sahabat seperjuangan skripsi, Gea, Zindy, Afri, Sasa, Evita, Tiwi, Refika, dan
Novi yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Sahabat-sahabatku Afriyanda, Ardika Gea Prabawati, Frigita Zindy Isadona,
dan Irsalina Santi Khasanah yang selalu memberikan bantuan dan semangat.
8. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan
berbagai pengalaman dan kenangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila
engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras
(untuk urusan yang lain).
Dan hanyalah kepada Tuhamu lah engkau berharap
(QS.AL-Insyirah,6-8)
“Man Jadda Wajada”
“Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil”
“Hidup itu seperti wayang, dimana kamu menjadi dalang atas
naskah semesta yang dituliskan oleh Tuhanmu”
(Sujiwo Tedjo)
“Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgahsana
Tuhan meskipun ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang
meratap”
(Kahlil Gibran)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Juli 2019
Peneliti
Intan Nawangwulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertan datangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Intan Nawangwulan
Nomor Mahasiswa : 151134068
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“PROSES IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola
dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 10 Juli 2019
Yang menyatakan
Intan Nawangwulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
“PROSES IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF
Intan Nawangwulan
Universitas Sanata Dharma
2019
Identifikasi merupakan upaya untuk mengenali yang diduga memiliki
kebutuhan khusus. Pengenalan atau identifikasi anak berkebutuhan khusus
merupakan proses yang paling penting karena menentukan langkah selanjutnya
dalam melakukan asesmen. Proses asesmen digunakan untuk menentukan
program rencana pembelajaran yang tepat. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan
proses identifikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi pada tahun
2018/2019. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan
metode studi deskriptif, teknik pengambilan data yang digunakan yaitu
wawancara semi-terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah
kepala sekolah, guru kelas atas-kelas bawah, dan GPK. Data yang diperoleh
dianalisis dengan cara reduksi, display data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi anak berkebutuhan khusus
kurang maksimal, karena mengidentifikasi masih tergantung kepada GPK dan
psikolog. Guru belum terlalu paham tentang karakteristik anak berkebutuhan
khusus. Guru menetapkan anak tergolong anak berkebutuhan khusus pada saat
proses belajar mengajar dan tergantung pada hasil asesmen. Belum semua guru
mengikuti pelatihan dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Unit Layanan
Disabilitas untuk menganai anak berkebutuhan khusus, sehingga guru yang belum
mengikuti pelatihan mendapatkan informasi dari guru yang sudah mengikuti
pelatihan dan GPK. Selain minimnya informasi tentang anak berkebutuhan
khusus, guru juga mengalami kesulitan karena orang tua siswa masih
merahasiakan kondisi siswa,seperti kondisi fisik, mental, sosial, dan emosioanl
sehingga membuat guru sulit untuk mengidentifikasi dan memantau
perkembangan anak.
Kata kunci: proses identifikasi anak berkebutuhan khusus, studi deskriptif,
sekolah inklusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
IDENTIFICATION PROCCES OF CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS IN
INCLUSIVE SCHOOL: DESCRPTIVE STUDY
Intan Nawangwulan
Universitas Sanata Dharma
2019
Identification is one of methods to recognize students that tend to have
special needs. Children with special needs recognition or identification is the
most essential fundamental before processing the next step in doing assessment.
Assessment process is used to decide the appropriate learning method program.
The purpose of this research was to describe the Identification procces of children
with special needs in Yogyakarta in 2018/2019. This research was qualitative
research by using descriptive study method. Data sampling methods was using
semi-structured interview, observation, and documentation. The method subjects
were school principal, lower-class teacher, upper-class teacher, and GPK
(teacher). The collected data was analyzed using reduction, data display and
conclusion.
The research showed that the identification process of children with special
needs were not optimal because it also depended on the teacher (GPK) and
psychologist. The teacher still learnt about the characteristic of children with
special needs so the teacher identified the children with special needs during the
learning process and based on the assessment result. Only some teachers joined
related seminars about children with special needs as a result the teachers who
did not attend the seminar would get the information from other teachers. Beside
the fact of the limited information about children with special needs, the teachers
got another issue because of the parents. The parents tended to hide the real
condition of their child so it was hard for the teachers to indentify and monitor the
children development.
Keywords: special needs identification children procces, descriptive study,
inclusive school.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti penjatkan kehadirat ALLAH SWT kerena rahmat dan
hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul
“Proses Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi: Studi
Deskripstif”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyusun skripsi ini,
sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Oleh karena itu, dengan segenap
hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S. Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
3. Kintan Limiansih, M. Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
4. Laurensia Aptik Evanjeli, S. Psi., M. A selaku Dosen Pembimbing I yang
telah membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam
menjalankan skripsi ini sehingga selesai.
5. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S. Psi., M. Psi selaku Dosen Pembimbing II
yang telah membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam
perjalanan skripsi ini hingga selesai.
6. Kepala Sekolah salah satu Sekolah Dasar Inklusi di Yogyakarta yang telah
mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan lancar.
7. Guru Sekolah Dasar Inklusi di Yogyakarta yang sudah membantu dan
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
9. Orang tuaku, Bapak Gunawan dan Ibu Neni yang telah memberikan doa,
kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan waktunya.
10. Adikku Giri Nugroho, Tiara Ayu Ningtyas, dan Vina Anatoli Sarah yang
selalu memberiku penghibur, semangat, dan doa.
11. Seseorang yang spesial dalam hidup saya Edhin Tio Wityasmoro yang selalu
memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan meluangkan waktu untuk
berbagai hal yang kulakukan khususnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Sahabat seperjuangan skripsi, Gea, Zindy, Afri, Sasa, Evita, Tiwi, Refika, dan
Novi yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
13. Sahabat-sahabatku Afriyanda, Ardika Gea Prabawati, Frigita Zindy Isadona,
Ardya Sita Pramesti dan Irsalina Santi Khasanah yang selalu memberikan
bantuan dan semangat.
14. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan
berbagai pengalaman dan kenangan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekaligus
menjadi sumber belajar bagi peneliti yang memiliki tujuan mengembangkan
pendidikan inklusi.
Yogyakarta, 10 Juli 2019
Peneliti
Intan Nawangwulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................ vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
E. Asumsi Penelitian ................................................................................ 6
F. Definisi Oprasional .............................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 8
A. Kajian Teori ......................................................................................... 8
1. Anak Berkebutuhan Khusus ........................................................... 8
2. Pendidikan Inklusi .......................................................................... 13
3. Sekolah Dasar Inklusi .................................................................... 16
4. Penyelenggaraan Sekolah Inklusi .................................................. 17
5. Identifikasi ..................................................................................... 25
B. Hasil Penelitian Relevan ...................................................................... 31
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 35
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 37
B. Setting Penelitian ................................................................................. 37
C. Desain Penelitian .................................................................................. 38
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 43
E. Intrumen Penelitian .............................................................................. 46
F. Kredibilitas dan Transferabilitas .......................................................... 50
1. Kredibilitas ..................................................................................... 50
2. Transferabilitas ............................................................................... 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 54
A. Deskripsi Penelitian ............................................................................. 54
1. Deskripsi Narasumber .................................................................... 55
B. Hasil Penelitian .................................................................................... 60
1. Hasil Wawancara ........................................................................... 60
2. Hasil Observasi .............................................................................. 64
3. Hasil Dokumentasi ......................................................................... 65
C. Pembahasan .......................................................................................... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 72
A. Kesimpulan .......................................................................................... 72
B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 73
C. Saran ..................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75
LAMPIRAN ..................................................................................................... 77
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR BAGAN
Gambar 2.1 Bagan Literature Map................................................................... 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ....................................................................... 47
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Observasi .......................................................................... 49
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Dokumentasi ..................................................................... 49
Tabel 4.4 Hasil Observasi ................................................................................ 64
Tabel 4.5 Hasil Dokumentasi ........................................................................... 65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ..................................................................... 78
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ........................... 79
Lampiran 3. Reduksi Hasil Wawancarn........................................................... 80
Lampiran 4. Reduksi Hasil Observasi .............................................................. 102
Lampiran 5. Reduksi Dokumentasi .................................................................. 103
Lampiran 6. Display Data Observasi, Wawancara, Dokumentasi ................... 104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pendidikan inklusi, guru di sekolah reguler perlu
dibekali berbagai pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus. Di
antaranya mengetahui siapa dan bagaimana anak berkebutuhan khusus
serta karakteristiknya. Dengan pengetahuan tersebut, guru diharapkan
mampu melakukan identifikasi, peserta didik di sekolah, maupun di
masyarakat sekitar sekolah. Identifikasi anak berkebutuhan khusus
diperlukan agar keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin.
Selanjutnya, program pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka
dapat diberikan. Pelayanan tersebut dapat berupa penanganan medis,
terapi, dan pelayanan pendidikan dengan tujuan mengembangkan potensi
mereka.
Identifikasi adalah langkah strategis karena dengan data yang
bukan hanya sekedar informasi tetapi sebagai acuan bahan guru yang
nantinya dapat melayani kebutuhan anak yang pada dasarnya memang
memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Data tersebut akan membantu
guru untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran, melakukan analisis
intruksional, menyusun strategi pembelajaran, memilih media yang akan
dipakai, dan merancang evaluasi yang tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, guru
diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan anak,
di antaranya adalah kelainan fisik, mental, intelektual, sosial dan emosi.
Masing- masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus atau karakteristik
yang dapat digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi anak dengan
kebutuhan pendidikan khusus. Pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan
khusus terdapat daftar pernyataan yang berisi gejala-gejala yang nampak
pada anak untuk setiap jenis kelainan. Dengan mengamati anak yang
mengalami gejala tersebut, guru dapat menentukan anak yang
membutuhkan layanan khusus. Alat ini sifatnya masih sederhana, sebatas
melihat gejala yang nampak. Sedangkan untuk mendiagnosis yang secara
menyeluruh dan mendalam, dibutuhkan tenaga profesional yang
berwenang, seperti dokter anak dan psikolog. Jika sekolah tidak tersedia
tenaga profesional maka dengan alat identifikasi guru, tenaga pendidikan
dan orang tua dapat melakukan identifikasi.
Guru dapat melakukan proses identifikasi anak berkebutuhan
khusus secara tepat, sehingga guru dapat merumuskan langkah penangan
yang sesuai, serta melakukan bentuk intervensi secara tepat. Proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus yang keliru dapat berdampak pada
pemberian penanganan yang keliru, sehingga dikhawatirkan
perkembangan anak tidak tercapai secara optimal. Dalam proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus untuk memetakan ada tidaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
anak berkebutuhan khusus di sekolah dan jenis permasalahnnya, serta
dibutuhkan upaya melakukan identifikasi sejauh mana penangan yang
sudah dilakukan oleh guru terhadap anak berkebutuhan khusus.
Dari proses identifikasi dapat menjadi bahan penanganan anak
lebih lanjut yang disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik, dan potensi
anak. Secara khusus proses identifikasi anak berkebutuhan khusus
dimaksudkan untuk beberapa keperluan, antara lain penjaringan,
pengalihtanganan, klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan
kemajuan pembelajaran.
Sekolah Dasar (SD) dan Mardasah Ibtidaiyaah (MI) yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi akan terjadi perubahan praktis yang
memberi kesempatan kepada semua siswa anak dengan latar belakang dan
kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama (Kustawan, 2013: 61).
Sekolah Dasar Inklusi juga diselenggarakan di Yogyakarta dan Sleman.
Sekolah yang ditunjuk dianggap mampu untuk menyelenggarakan sekolah
inklusi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sulistianingsih pada
tahun 2017 mengenai survey penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di
Wilayah Kota Yogyakarta menunjukkan proses identifikasi anak
berkebutuhan khusus dilakukan dengan kegiatan observasi berdasarkan
kegiatan belajar di dalam kelas dan berkerja sama dengan Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta. Hasil dari proses identifikasi yang dilakukan
guru dijadikan sebagai penyusunan program pembelajaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing anak terkait hambatan
yang dialami.
Salah satu sekolah inklusi berdasarkan penelitian terdahulu oleh
Sulistianingsih tahun 2017 di Yogyakarta adalah SD Cinta Kasih, SD
Cinta Kasih sudah melakukan proses identifikasi anak berkebutuhan
khusus. SD Cinta Kasih mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus saat
proses mengajar di dalam kelas dan dibantu oleh GPK untuk mengetahui
hambatan atau kondisi siswa saat menerima pembelajaran. Hasil proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan guru dan GPK
dijadikan sebagai menyusun program pembelajaran yang akan disesuaikan
dengan kondisi siswa. Peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui proses identifikasi anak berkebutuhan khusus.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wanuri pada tahun
2018 mengenai permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di SD
Harapan Mulia Wilayah Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus belum maksimal karena guru dan
tenaga kependidikan saat mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus
tidak didampingi GPK. Guru mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus
dilihat dari kondisi fisik, proses pembelajaran di dalam kelas dan laporan
dari orang tua mengenai kondisi anak. Proses yang diteliti dengan sejuah
mana sekolah inklusi melakukan proses identifikasi anak berkebutuhan
khusus. Berakar dari latar belakang yang disebutkan di atas, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
melakukan penelitian dengan judul “Proses Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi: Studi Deskriptif”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, rumusan
masalah penelitian ini sebagai berikut: “ Bagaimana proses identifikasi
anak berkebutuhan khusus disekolah inklusi?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan proses identifikasi anak berkebutuhan
khusus disekolah inklusi.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, peneliti ini diharapkan dapat menguraikan proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus disekolah inklusi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Peneliti memperoleh pengalaman langsung mengenai proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
b. Bagi Guru
Guru mendapatkan informasi tentang proses identifikasi anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
c. Bagi Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah mendapatkan data tentang proses identifikasi anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
E. ASUMSI PENELITIAN
Identifikasi merupakan salah satu bentuk informasi atau data
apakah seseorang mengalami penyimpangan dalam pertumbuhan atau
perkembangan dibandingkan dengan anak reguler. Hasil identifikasi
digunakan untuk menyusun program pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi diharapkan mampu
menerapkan aspek sekolah dasar inklusi dengan baik. Berdasarkan hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wanuri tahun 2018, sekolah
inklusi di SD Harapan Mulia Kabupaten Bantul serta penelitian
Sulistianingsih tahun 2017 sekolah inklusi di SD Cinta Kasih sudah
melakukan proses identifikasi anak berkebutuhan khusus. Asumsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
penelitian ini adalah proses identifikasi anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusi dilakukan oleh guru dan GPK.
F. DEFINISI OPRASIONAL
1. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang berupaya menjangkau
semua anak tanpa memandang kelianan fisik maupun mental.
2. Sekolah inklusi adalah sekolah yang menerima semua anak tanpa
memandang kemampuan, kelainan fisik, kesehatan maupun latar
belakang sosial, ekomoni, dan agama.
3. Identifikasi adalah usaha guru kelas, tenaga pendidikan atau orang tua
untuk mengetahui apakah anak mengalami gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan dibandingkan dengan anak reguler.
4. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
mengalami kelaianan atau penyimpangan baik secara fisik, mental-
intelektual, sosial, dan emosional dalam proses pertumbuhan atau
perkembangan dibandingkan dengan anak-anak pada seusianya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Kustawan dan Hermawan (2013: 151) mengatakan bahwa anak
berkebutuhan khusus merupakan orang yang mengalami kelainan/
menyimpang fisik atau mental yang menggangu dan merupakan rintangan
dan hambatan untuk melakukan aktifitas secara layak. Ilahi (2013: 137)
mengungkapkan bahwa anak berkebutuhan khusus bukan berarti anak
yang kelainan fisik atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan
yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda.
Keberagaman dalam setiap pribadi anak berkaitan dengan perbedaan
kebutuhan yang sangat esensial dalam menunjang masa depan terutama
kebutuhan untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli, anak berkebutuhan
khusus merupakan anak yang mengalami kelainan/ menyimpang fisik,
melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dengan keberagaman yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
berbeda. Sehingga anak berkebutuhan khusus membutuhkan pendidikan
yang sesuai dengan segala hambatan dan kebutuhan masing-masing.
b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Ilham (2013: 140) mengungkapkan bahwa anak berkebutuhan
khusus yang bersifat menetap (permanen) adalah anak yang memiliki
hambatan belajar dan perkembangan akibat langsung karena kecacatan,
atau bawaan sejak lahir, misalnya tunanetra, tunarungu, tunadaksa,
tunagrahita, lamban belajar, anak berbakat, anak berkesulitan belajar,
gangguan berkomunikasi, tunalaras, atau gangguan emosi dan perilaku.
Efendi (2006: 92-140) menjelaskan beberapa kategori anak
berkebutuhan khusus, yaitu:
a. Tunanetra
Anak yang mengalami gangguan penglihatan seperti kebutaan
menyeluruh atau sebagian, walaupun telah diberi pertolongan dengan
alat-alat bantu khusus dan low vision adalah anak yang memiliki
hambatan dalam penglihatan , tetapi masih dapat membaca huruf yang
bercetak tebal dan menggunakan alat bantu penglihatan atau tidak.
b. Tunarungu
Anak yang mengalami kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengaran, sehingga tidak mampu berkomunikasi secara verbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
walaupun sudah diberi alat bantu pendengaran. Anak yang mengalami
kelainan suara, artikulasi atau pengucapan atau kelancaran bicara dapat
mengakibatkan terjadinya penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa,
atau fungsi bahasa.
c. Tunagrahita
Anak yang kecerdasaanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan inteligensi dan tidak cakapan dalam komunikasi sosial.
Tunagrahita diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1) Tunagrahita ringan, memiliki IQ antara 68-52 dan masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
2) Tunagrahita sedang, memiliki IQ 54-40 dan masih sulit untuk
belajar seperti belajar menulis, membaca, berhitung.
3) Tunagrahita berat, memiliki IQ 39-25. Tunagrahita sangat berat
memilki IQ di bawah 24, memerlukan bantuan perawatan
secara total, baik dalam hal mandi maupun makan.
d. Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota
gerak (tulang, sendi, otot). Kondisi dapat disebabkan oleh penyakit,
kecelakaan atau disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Tunadaksa
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1) Tunadaksa ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas,
dan dapat mengurus diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2) Tunadaksa sedang, membutuhkan bantuan untuk latihan
berbicara, berjalan, mengurus diri.
3) Tunadaksa berat, membutuhkan perawatan tetap dalam
berbicara, dan mengurus diri.
e. Tunalaras
Anak yang mengalami kelainan emosi dan perilaku. Anak
menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat
seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain disebut
tunasosial. Efendi (2006: 144) mengemukakan bahwa anak yang
mempunyai tingkah laku berlainan, tidak memiliki sikap yang dewasa,
melakukan pelanggaran norma-norma sosial dengan frekuensi yang
cukup besar, tidak/ kurang mempunyai toleransi kepada orang lain/
kelompok, serta mudah terpengaruh oleh suasana sehingga
menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri ataupun orang lain.
f. Autisme
Anak yang mengalami kelainan perkembangan sistem saraf pada
seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita dengan
gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak ingin berhubungan
lagi dengan dunia luar, gangguan perkembangan yang kompleks,
memengaruhi perilaku, akibatnya kekurangan kemampuan
komunikasi, hubungan sosial, dan emosional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
g. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)
ADHD/GPPH adalah sebuah gangguan yang muncul pada anak dan
dapat berlanjut hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan
pemusatan perhatian dan kesulitan untuk fokus, kesulitan mengontrol
perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala tersebut harus tampak
sebelum usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan.
h. Lamban Belajar
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir,
merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan
yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang
untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non
akademik.
i. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus terutama
dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau
matematika. Permasalahan tersebut diduga disebabkan karena faktor
disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi
(inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal). Anak
berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar
berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak
mengalami kesulitan yang berarti.
j. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang
mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini
tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.
k. Gifted
Gifted adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi),
kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas di usia anak-anak
seusianya, sehingga untuk mewujudkan potensi menjadi prestasi nyata
memerlukan pelayanan khusus.
2. Pendidikan Inklusi
a. Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan yang
menungkinkan anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama
dengan anak reguler di sekolah reguler. Tujuan pendidikan inklusi
adalah untuk menyeratakan anak berkebutuhan khusus dengan anak
reguler tanpa perbedaan. Kustawan dan Hermawan (2013: 5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
mengungkapkan bahwa pendidikan inklusi adalah suatu sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberi kesempatan pada seluruh
peserta didik yang memiliki kelainan dan mempunyai potensi
kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik lainnya. Sedangkan Ilahi (2013: 27) menekankan
bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan
mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di
sekolah-sekolah terdekat, di reguler bersama-sama dengan teman
seusianya.
Dari pengertian yang telah disebutkan di atas, pendidikan inklusi
adalah sekolah yang mengadopsi pendidikan untuk semua yaitu semua
anak bisa belajar di lingkungan yang sama tanpa adanya diskriminatif
untuk mewujudkan kesempatan dan saling menghargai
keanekaragaman yang bertujuan untuk mewujudkan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus
memperoleh pendidikan yang bermutu untuk mengembangkan bakat
dan minatnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. `
b. Karakteristik Pendidikan Inklusi
Ilahi (2013: 43) mengungkapkan bahwa karakter pendidikan
inklusi tentu saja sangat terbuka dan menerima tanpa syarat anak
Indonesia yang berkeinginan kuat untuk mengembangkan kreativitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dan keterampilan mereka dalam suatu wadah yang sudah direncanakan
dengan matang.
Direktorat Pendidikan Inklusi Luar Biasa (Ilahi, 2013: 44)
menyatakan pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna,
antara lain:
1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-
cara merespon keberagaman individu.
2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-
hambatan anak dalam belajar.
3) Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan
mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.
4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong
masyarakat yang terpinggirkan dari kehidupan masyarakat dan
membutuhkan layanan pendidikan khasus dalam belajar.
Hakikat pendidikan inklusi merupakan memberikan peluang
sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia untuk memperoleh
pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadai demi membangun
masa depan bangsa. Peraturan Permendiknas Nomer 70 Tahun 2009
mengatakan bahwa “sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya”
Berdasarkan pernyataan di atas, karakteristik pendidikan inklusi
merupakan layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua anak dengan potensi kecerdasan untuk mengikuti pendidikan
secara bersama - sama dengan anak reguler. Proses pendidikan
tersebut hendaknya berjalan terus menerus untuk menemukan cara-
cara dalam merespon keberagaman individu, memperdulikan
hambatan-hambatan anak dalam belajar, dan diperuntunkan bagi anak-
anak eksklusif dan membutuhkan layanan khusus dalam belajar.
c. Tujuan Pendidikan Inklusi
Ilahi (2013: 38) mengungkapkan pendidikan inklusi ditujukan pada
semua kelompok yang termarginalisasi, tetapi kebijakan dan praktik
inklusi yang menyandang cacat telah menjadi katalisator utama untuk
mengembangkan pendidikan inklusi yang efektif, fleksibel, dan
tanggap terhadap keanekaragaman gaya dan kecepatan belajar. Ilahi
(2013: 39) berpendapat bahwa tujuan pendidikan inklusi, antara lain:
1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta
didik.
Dari beberapa pengertian di atas, tujuan pendidikan inklusi adalah
pendidikan yang mempu memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memliki fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa yang memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
3. Sekolah Dasar Inklusi
Ilahi (2013: 87) menjelaskan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah
reguler yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan
siswa penyandang cacat dalam program yang sama. Sekolah harus bisa
memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan
kemampuan dari seluruh peserta didik.
Saswira (2015: 57) juga memiliki pendapat sendiri bahwa sekolah
inklusi menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa mampu bantuan
dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar siswa-siswanya
berhasil. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang sama termasuk
anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus bisa belajar di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
sekolah reguler dengan anak-anak lainnya, hal ini diharapkan dapat
memberikan dampak positif bagi seluruh peserta didik.
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, sekolah dasar
inklusi adalah sekolah dasar reguler yang menerima semua anak sebagai
peserta didik yaitu anak yang memiliki kebutuhan khusus dan anak
lainnya, sehingga mereka bisa berdampingan dan memperoleh pendidikan
yang sama pada suatu sekolah.
4. Aspek Penyelenggaraan Sekolah Inklusi
Kustawan dan Hermawan (2013: 61) menjelaskan bahwa Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan
pendidikan inklusi akan terjadi perubahan praktis yang memberi
kesempatan kepada semua anak dengan latar belakang dan kemampuan
yang berbeda untuk belajar bersama.
Kustawan dan Hermawan (2013: 90-188) memaparkan terdapat 8
(delapan) aspek yang perlu diterapkan dalam menyelenggarakan
pendidikan inklusi, antara lain:
1) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan
Semua Anak.
Kustawan dan Hermawan (2013: 90-91) mengatakan bahwa
penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun
pelajaran perlu mempertimbangkan penerimaan peserta didik baru,
sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus atau konselor)
yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan
keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus
untuk sekolah yang memiliki atau berkerjasama dengan spikolog,
maka spikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitian PPBD.
Ilahi (2013: 24) mengungkapkan bahwa pendidikan inklusi
memang mencerminkan pendidikan untuk semua tanpa terkecuali.
Sependapat dengan Ilahi, Kustawan (2013: 90) menyatakan bahwa
guru perlu memahami keberagaman anak dalam haknya untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa melihat perbedaan
fisik, intelektual, sosial, dan emosi
Kustawan dan Hermawan (2013: 91-92) mengatakan bahwa
sekolah perlu membentuk Panitia PPDB yang dilengkapi oleh Guru
Pendamping Khusus (GPK) atau konselor. Dalam proses PPDB ini
perlu dilaksanakan asesmen (asesmen awal) untuk menjaring dan
menempatkan anak berkebutuhan khusus agar sekolah dapat
mengetahui kekuatan, kelemahan, kebutuhan dan standar awal
anak berkebutuhan khusus. Asesmen dilakukan oleh guru
pendamping khusus atau konselor. Kustawan (2013: 126)
menambahkan bahwa guru pendamping untuk anak berkebutuhan
khusus biasannya memiliki latar belakang pendidikan luar biasa
atau tenaga ahli seperti spikolog.
2) Identifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Kustawan dan Herman (2013: 93) mengungkapkan bahwa
identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan
lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami
hambatan/ kelainan/ gangguan baik fisik, intelektual, mental,
emosional, dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan
yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Guru dapat
melakukan identifikasi dengan cara mengamati atau melakukan
observasi pada gejala-gejala yang nempak yaitu gejala fisik, gejala
perilaku, dan hasil belajar. Tujuan guru melakukan identifikasi
adalah untuk menghimbau informasi atau data apakah seorang
anak mengalami kelainan atau penyimpangan dalam pertumbuhan
atau perkembangan dibandingkan dengan anak-anak pada
umumnya. Hasil identifikasi digunakan sebagai dasar untuk
menusun program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
khususnya atau untuk menyusun program dan pelaksanaan
intervensi atau penanganan terapi berkaitan dengan hambatannya
(Kustawan dan Hermawan, 2013: 93-94).
Kustawan (2013: 93) memaparkan bahwa identifikasi
dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan (screening),
penglihatan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan
pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan
belajar (monitoring pupil progress)
a) Screening
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Screening meliputi kesimpulan untuk menentukan jika proses
kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-
teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan
pengajaran atau kondisi pada akhirnya asesmen yang lebih
mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas.
b) Diagnosis
Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut
kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan
berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk
dianggap menyandang disabilitas atau tidak.
c) Penentuan Program
Bagian utama dari keputusan penentuan program berkenan dengan
ramah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan
khusus yang diterima siswa, misalnya di ruang kelas pendidikan
umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang
terpisah. Tim perencanaan program atau guru dapat melakukan
penyesuaian program dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak
berkebutuhan khusus. Pelaksanaan program ini juga berkaitan
dengan tempat pelaksanaan program lebih baik dilaksanakan di
dalam ruang kelas pendidikan umum atau ruang kelas pendidikan
yang terpisah.
d) Penempatan Kurikulum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level yang
akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai
penempatan bagi guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa
penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum.
e) Evaluasi Pengajaran
Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk
melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah
diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau
kemajuan siswa secara cermat.
f) Evaluasi Program
Keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk
menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan
khusus seorang anak.
3) Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)
Kustawan (2013: 107) memaparkan bahwa kurikulum
fleksibel adalah mengakomodasikan anak dengan berbagai latar
belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan
pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keberagaman anak
agar pembelajaran relevan dengan kemampuan dan kebutuhan.
Ilahi (2013: 169) menyatakan bahwa kurikulum tidak
sekadar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dijabarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan
yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh
terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat
tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah
laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang
berkepribadian luhur.
4) Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah
Anak
Kustawan (2013: 111) menyatakan bahwa bahan ajar atau
materi pembelajaran (instructional materials) fleksibel atau ramah
anak secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang
disesuaikan dengan kebutuhan atau hambatan dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Ilahi (2013:
172-173) memaparkan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar
yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun
atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide
pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan.
5) Penataan Kelas Ramah Anak
Kustawan (2013: 113) mengemukakan bahwa lingkungan
ruang kelas dapat mempengaruh terhadap hal yang dipelajari siswa,
keharusan para guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis
ruang kelas ini akan memungkinkan mereka untuk mengantisipasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
atau menjelaskan permasalahan yang dialami oleh seorang siswa.
Pengelolaan ruang kelas meliputi (a) penataan unsur fisik seperti
penggunaan dinding, lebar ruangan, dan pencahayaan, (b) rutinitas
ruang kelas untuk kegiatan akademis maupun non-akademis, (c)
iklim ruang ruang kelas atau sikap terhadap perbedaan individual,
(d) pengelolaan perilaku, seperti peraturan kelas dan
pemantauannya, (e) pemanfaatan waktu untuk kegiatan pengajaran
dan non-pengajarannya.
6) Asesmen
Kustawan (2013: 93) mengatakan bahwa anak asesmen adalah
suatu upaya seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga
kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjeringan
terhadap anak yang mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,
intelektual, sosial, emosional) dalam rangka pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Kustawan (2013: 97) mengatakan bahwa
asesmen merupakan berbagai informasi siswa berkebutuhan khusus
yang digunakan guru dalam merencanakan sebuah pembelajaran
yang efektif.
Kustawan (2013: 210-217) mengungkapkan guru dapat
berkontribusi dalam proses asesmen informasi pada enam ranah
penting pengambilan keputusan yaitu screening, diagnosis,
penempatan program, penempatan kurikulum, evalusi pengajaran,
dan evalusi program.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
7) Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Aditif
Kustawan (2013: 115-117) mengungkapkan bahwa media
pembelajaran merupakan alat bantu dalam kegiatan pembelajaran.
Bagi guru media pembelajaran sangat membantu tugasnya untuk
menyampaikan pesan-pesan atau materi pembelajaran kepada
peserta didik. Media pembelajaran harus memenuhi syarat yaitu
sesuai dengan kebutuhan anak sehingga pengetahuan yang didapat
berkembang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Terdapat
anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah reguler, maka
guru hendaknya menyesuaikan media pembelajaran yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
8) Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang
pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat,
mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh
data dan yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan
dalam memilih di antara beberapa alternatif. Karakteristik evaluasi
adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2)
memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan
informasi yang berguna, dan (4) melaporkan penyimpangan/
kelelehan untuk memperoleh remedial dari yang dapat diukur saat
itu juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
5. Identifikasi
a. Pengertian Identifikasi
Cahya (2013: 28) memaparkan bahwa identifikasi sebagai usaha
seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya)
untuk mengetahui anak mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik,
intelektual, sosial, dan emosional) dalam pertumbuhan atau
perkembangan dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-
anak normal). Habibi (2018: 153) mengatakan bahwa identifikasi
adalah kegiatan mengenal atau menandai suatu yang dimaknai sebagai
proses penjaringan atau proses menemukan kasus, yaitu menemukan
anak yang mempunyai kelainan/ masalah, atau profesi pendeteksi dini
terhadap anak usia dini dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan
anak dan kondisi kesehatan, baik fisik, psikolog, ataupun sosial.
Identifikasi dapat diketahui kondisi seorang anak, apakah pertumbuhan
dan perkembangan mengalami penyimpangan atau tidak. Jika
mengalami kelainan/penyimpangan , dapat diketahui apakah anak
tergolong (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa,
(5) tunalaras, (6) lambat belajar, (7) autis, (8) ADHD, (9) Anak
kesulitan belajar spesifik, (10) Anak gangguan komunikasi, (11)
Gifted.
Habibi (2018: 153) memaparkan bahwa identifikasi merupakan
langkah awal dan sangat penting untuk menandai munculnya kelainan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
sangat penting untuk menandai munculnya kelainan atau kesulitan
pada anak usia dini.
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, identifikasi
sebagai usaha seseorang untuk mengetahui apakah seseorang mengalami
kelainan/ penyimpangan dalam pertumbuhan/ perkembangan
dibandingkan dengan anak lain seusianya.
b. Tujuan Identifikasi
Budyartati (2016: 44-45) memaparkan bahwa untuk mengetahui
informasi anak mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual,
sosial, dan emosional) dalam pertumbuhan perkembangan
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal),
yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk menyusun program
pembelajaran sesuai keadaan dan kebutuhan, kemudian akan dilakukan
assessment yang hasilnya dijadikan dasar untuk penyusunan program
pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi dan dalam upaya
menanggulangi problem belajar pada anak, kegiatan identifikasi anak
berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu sebagai
berikut:
1) Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan
alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. Identifikasi
berfungsi menandai anak-anak yang menunjukkan gelaja-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
gejala seperti: sering sakit-sakitan, mudah mengantuk di dalam
kelas, sulit berkonsentrasi, lamban dalam menerima pelajaran,
prestasi belajar selalu di bawah rata-rata kelas, ataupun
kesulitan untuk dibaca. Proses tersebut dapat membantu
mengetahui anak-anak yang mengalami kelainan/
penyimpangan tertentu sehingga tergolong anak berkebutuhan
khusus.
Dengan identifikasi, guru orang tua, ataupun tenaga
professional terkait, dapat dilakukan kegiatan penjaringan
secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk penanganan
lebih lanjut.
2) Pengalihtanganan (referal)
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga profesional lain
untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan
disebut proses pengalihtanganan (referal). Jika tenaga
professional tidak tersedia, maka dapat dibantu ke tenaga lain
yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB).
Gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan
selanjutnya anak-anak yang teridentifikasi dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, anak yang
perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga professional) untuk
memperoleh pemeriksaan labih lanjut, misalnya: psikolog,
dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan terapih, kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
ditangani oleh guru. Kedua, anak yang tidak perlu dirujuk ke
ahli lain dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam
bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.
3) Klasifikasi
Kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan anak
yang telah dirujuk ketenaga profesional benar-benar
memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat
diberi pelayanan pendidikan khusus. Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh tenaga profesional akan ditemukan masalah
yang perlu ditangani lebih lanjut, misalnya: pengobatan, terapi,
atau latihan-latihan khusus, sehingga guru akan berkomunikasi
kepada orang tua siswa.
Guru tidak mengobati atau memberi terapi sendiri tetapi
memfasilitasi dan meneruskan kepada orang tua tentang
kondisi anak. Guru hanya memberikan pelayanan pendidikan
sesuai dengan kondisi anak. Jika tidak ditemukan tanda-tanda
yang cukup kuat bahwa anak memerlukan penanganan lebih
lanjut, anak dapat dikembalikan ke kelas untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.
4) Perencanaan Pembelajaran
Identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program
pengajaran (PPI) yang didasarkan pada hasil pemeriksaan para
ahli yang telah diklasifikasi sesuai dengan kebutuhan khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
masing-masing anak. Setiap jenis dan tingkat kelainan anak
berkebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang
berbeda antara satu dengan yang lain.
5) Pemantauan kemajuan belajar anak
Kemajuan belajar dipantau untuk mengetahui apakah
program pembelajaran yang diberikan berhasil atau tidak.
Dalam kurun waktu tertentu, anak yang tidak mengalami
kemajuan yang signifikasi, perlu ditinjau kembali beberapa
aspek yang berkaitan, misalnya: diagnosis yang telah dibuat
tepat atau tidak, program pembelajaran individual (PPI),
bimbingan belajar khusus yang dibuat sesuai atau tidak, serta
metode pembelajaran yang digunakan sesuai atau tidak.
c. Pelaksanaan Identifikasi
1) Sasaran Identifikasi
Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah seluruh anak usia
pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Adapun secara khusus, sasaran
identifikasi anak berkebutuhan khusus, antara lain:
a) Anak yang sudah bersekolah di sekolah reguler
Seluruh peserta didik yang ada di sekolah tersebut untuk
mencari anak-anak yang memerlukan pelayanan pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
khusus. Anak yang termasuk dalam proses identifikasi, perlu
dilakukan langkah-langkah untuk pemberian bantuan
pendidikan khusus sesuai kebutuhan.
b) Anak yang baru masuk di sekolah reguler
Seluruh peserta didik yang ada di sekolah untuk mencari anak
berkebutuhan khusus yang memerlukan pelayanan pendidikan
khusus. Anak yang termasuk dalam proses identifikasi, perlu
diberikan tindakan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya.
c) Anak yang belum atau tidak bersekolah
Tim khusus bekerjasama dengan Kepala Desa/Kelurahan, atau
Ketua RW dan RT setempat untuk melakukan pendataan anak
berkebutuhan khusus usia sekolah dilingkungan setempat yang
belum bersekolah.
2) Petugas Identifikasi
Identifikasi seorang anak yang tergolong anak
berkebutuhan khusus atau bukan dapat dilakukan oleh (1) guru
kelas, (2) orang tua, atau (3) tenaga professional.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Ulfah Fatmala Rizky.
Judul penelitian adalah “Identifikasi Kebutuhan Siswa Penyandang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Disabilitas Pasca Sekolah Menengah Atas” bertujuan untuk
mengidentifikasi kebutuhan siswa dengan disabilitas pasca-SMA, baik di
sekolah inklusif atau sekolah khusus. Data diperoleh melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Metode yang digunakan adalah kualitatif
deskriptif untuk menggambarkan dan memecahkan masalah secara
sistematis, faktual, dan akurat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
kebutuhan siswa paska Sekolah Menengah Atas dari pihak sekolah harus
mempersiapkan siswa yang ingin lanjut bekerja dan bisa bersaing dengan
masyarakat umum atau bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.
Penelitian kedua dilakukan oleh Prima Linda Saswari dengan judul
penelitian yaitu “ Penerapan Identifikasi, Assessmen dan Pembelajaran
Pada Anak di Sekolah Inklusi”. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui kurangnya pengetahuan guru dan tidak adanya pedoman
pelaksanaan identifikasi terhadap anak autis. Data diperoleh melalui
wawancara dan studi dokumentasi. Metode yang digunakan oleh penulis
adalah metode kualitatif dengan prosedur penelitian yang ditempuh
melalui tiga tahapan yaitu: tahapan orientasi atau pra lapangan, tahap
ekplorasi atau pelaksanaan lapangan, dan tahap perolehan hasil penelitian.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan identifikasi di SD Banua.
Penelitihan terakhir ditulis oleh Gunarhadi dengan judul “Upaya
Peningkatan Akses Pendidikan Melalui Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus Di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen”
bertujuan untuk mengetahui jumlah anak yang teridentifikasi berkebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
khusus di Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen berdasarkan: jenis
kelainan, jenis kelamin, umur serta akses pendidikan baik yang sudah
mendapatkan maupun yang diharapkan ABK. Metode yang digunakan
adalah deskripstif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan survey.
Data diperoleh menggunakan angket, wawancara, dan dokumentasi. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan jumlah ABK sebanyak 64 anak dengan
berbagai jenis kelainan, jenis kelamin, umur. Kelainan
penglihatan/tunanetra sebesar 4 anak (6,25%), tunarungu sebesar 5 anak
(7,81%), tunagrahita sebesar 32 anak (50%), tunadaksa sebesar 8 anak
(12,5%), tunalaras sebesar 2 anak (3,13%), tunaganda sebesar 20,31%.
Jenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir seimbang, dengan
persentase jenis kelamin laki-laki sebesar 30 anak (46,88%) dan
perempuan sebesar 34 anak (53,12%). Umur dikelompokkan ke dalam
empat kelompok, yaitu 0-6 tahun sebesar 19 anak (29,69%), 7-12 tahun
sebesar 21 anak (32,81%), 13-15 tahun sebesar 13 anak (20,31%), 16-18
tahun sebesar 11 anak (17,19%). Selain itu akses/layanan pendidikan bagi
ABK meliputi akses yang sudah diperoleh ABK usia 7-18 tahun dan akses
yang diharapkan ABK usia 0-18 tahun. ABK usia 7-18 tahun sejumlah 45
anak, sebesar 33 anak (73,33%) belum mendapat pendidikan. ABK usia 0-
18 tahun yang mengharapkan akses/layanan sebesar 49 anak, SLB sebesar
21 anak (42,85%), inklusi sebesar 8 anak (16,33%), lainnya (asrama,
bantuan dana, operasi, ketrampilan) sebesar 20 anak (40,82%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Penelitian yang sudah disebutkan di atas memiliki relevansi dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Peneliti pertama sampai
ketiga sama-sama membahas tentang identifikasi anak berkebutuhan
khusus, lalu penelitian ini juga membahas tentang identifikasi anak
berkebutuhan khusus. Penelitian kedua menggunakan teknik wawancara
dan observasi, sama dengan peneliti yang akan dilakukan ini. Penelitian
ketiga membahas identifikasi di Kabupaten Sragen, hal tersebut juga
relevan terhadap penelitian yang akan diteliti.
Ketiga penelitian tersebut memberikan relevansi kepada peneliti
yang akan dilakukan proses identifikasi anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusi khususnya di wilayah Yogyakarta. Penelitian ini juga
melanjutkan penelitian yang terdahulu terkait survei penyelenggaraan
sekolah inklusi di wilayah Yogyakarta. Penelitian terdahulu telah
dijabarkan bahwa terdapat 22% penyelenggaraan sekolah inklusi yang
telah memenuhi aspek sekolah inklusi dan menerapkan aspek-apek
sekolah inklusi di wilayah Yogyakarta yang telah melakukan proses
identikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Peneliti
melakukan penelitian mengenai proses identifikasi anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada
penelitian ini terkait dengan daftar sekolah yang menerapkan pendidikan
inklusi di wilayah Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Di bawah ini digambarkan dengan bagan bagaimana hubungan
antara ketiga penelitian yang relevan di atas dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti dalam bentuk literatur map.
Ulfah Fatmala Rizky Ahmad Sofyan Gunarhadi
Identifikasi Kebutuhan Penerapan Identifikasi Upaya Peningkatan
Siswa Penyandang Assessmen dan Akses Pendidikan
Disabilitas Paska Pembelajaran pada Melalui Identifikasi
Sekolah Menengah Anak Autis di Sekolah Anak Berkebutuhan
Atas Dasar Khusus di Kecamatan
Sidoharjo Kabupaten
Sragen
Identifikasi kebutuhan Identifikasi Assessmen Aspek Pendidikan
Siswa Penyandang dan Pembelajaran Melalui Identifikasi
Disabilitas Sekolah pada Anak Autis Anak Berkebutuhan
Menengah Atas di Sekolah Dasar Khusus di Kecamatan
Sidoarjo Kabupaten
Sragen
Intan Nawangwulan
“Proses Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi: Studi
Deskriptif
Gambar 2.1 Bagan Literatur
C. Kerangka Berpikir
Identifikasi sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun
tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui anak mengalami kelainan/
penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional) dalam pertumbuhan/
perkembangan akan bandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-
anak normal) (Cahya, 2013: 28). Dalam mewujudkan hal tersebut perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
adanya partisipasi yang mendukung untuk keberhasilan anak berkebutuhan
khusus. Penyelenggarakan pendidikan inklusi dan menanggulangi problem
belajar pada anak, kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus
dilakukan untuk lima keperluan (1) Penjaringan (screening), (2)
Pengalihtanganan (referal), (3) Klasifikasi, (4) Perencanaan Pembelajaran,
(5) Pemantauan kemajuan belajar anak.
Peneliti terdorong untuk melakukan wawancara kepada guru-guru
yang berada di Wilayah Yogyakarta untuk mengetahui permasalahan-
permasalahan yang terjadi. Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis
dan digunakan untuk mendeskripsikan permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada semua pihak
yang berkepentingan dalam menyelengarakan sekolah dasar inklusi agar
dapat memperbaiki dan menekan masalah yang terjadi. Berdasarkan uraian
di atas, peneliti mengambil judul “ Proses Identfikasi Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Inklusi: Studi Deskripstif”.
Peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah, guru kelas
I, IV, dan GBK di SD Cinta Kasih. Pernyataan wawancara berjumlah 10
butir pertanyaan yang berpedoman dengan aspek identifikasi anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, karena peneliti memilih
wawancara terstruktur sehingga pertanyaan sesuai dengan yang di buat
oleh peneliti. Observasi berbentuk catatan anekdot. Observasi dilakukan di
Wilayah sekolah dan guru kelas mengenai penerapan identifikasi anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Sedangkan dokumentasi berupa
lembar daftar dokumentasi ada tidaknya dalam menerapkan identifikasi
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
Hasil dari ketiga teknik pengimpulan data kemudian diolah dengan
teknik triangulasi data sehingga dapat disimpulkan bahwa proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dan
mendeskripsikan proses identifikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah
inklusi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai proses identifikasi anak berkebutuhan khusus
di sekolah dasar inklusi wilayah Yogyakarta menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif. Bahruddin (2014: 9) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang dapat dijelaskan dan menganalisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
penemena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi
seseorang atau kelompok.
Sugiyono (2011: 9) menjelaskan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai intrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan penelitian terhadap fenomena alamiah tentang penerapan
identifikasi anak berkebutuhan khusus yang ada terkait delapan aspek
penyelenggaraan sekolah inklusi di Sekolah Dasar Yogyakarta.
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di sekolah dasar inklusi wilayah Yogyakarta dan
Kabupaten Sleman. Peneliti melakukan penelitian di SD Mekar Jaya,
SD Cinta Kasih, SD Pagi Cerah, SD Harapan Muliya. Pemilihan
sekolah dasar inklusi ini berdasarkan pada hasil penelitian terdahulu
mengenai “Penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah Yogyakarta”
yang dilakukan oleh Sulistianingsih pada tahun 2017. Dari hasil
penelitian tersebut, peneliti memilih sekolah dasar inklusi dalam
menerapkan identifikasi anak berkebutuhan khusus.
2. Waktu penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Penelitian ini dilaksanakan dari Juni 2018 sampai dengan Juli 2019.
Berikut ini jadwal pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Tahun 2018 Tahun 2019
Jun
i
Juli
Ag
ust
us
Sep
tem
ber
Ok
tob
er
No
vem
ber
Des
emb
er
Jan
uar
i
Feb
ruar
i
Mar
et
Ap
ril
Mei
Jun
i
Juli
1. Permohonan ijin
2. Penyusunan
proposal
3. Pelaksanaan
penelitian
(wawancara,
observasi, dan
studi
dokumentasi)
4. mengolah data
5. Penyusun
laporan
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan metode deskriptif kualitatif dengan
wawancara semi-terstruktur. Nazir (2014: 184) mengungkapkan bahwa
pelitian deskriptif dikatakan sebagai suatu metode dalam meneliti suatu
sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Emzir (2012: 14) mengatakan secara umum tahapan penelitian
kualitatif:
1. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus
Topik-topik peneliti biasanya teridentifikasi berdasarkan
pengalam, observasi pada setting penelitian dan bacaan tentang
topik tersebut. Pada tahap pertama, peneliti membaca skripsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wanuri pada tahun 2018
mengenai permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di SD
Harapan Mulia Kabupaten Bantul. Hasil yang didapat dari
penelitian sebelumnya adalah proses identifikasi anak
berkebutuhan khusus belum maksimal karena guru dan tenaga
kependidikan saat mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus
tidak didampingi GPK.
2. Melakukan tinjauan pustaka.
Tujuan pustaka bertujuan untuk mengidentifikasi informasi
penting yang relevan dengan studi dan untuk menulis suatu
pertanyaan penelitian (rumusan masalah). Pada tahap kedua,
peneliti melakukan tinjauan pustaka dengan membaca buku yang
berkaitan dengan identifikasi anak berkebutuhan khusus dan
membaca hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu dan informasi-informasi yang didapatkan dari buku
pustaka, peneliti memfokuskan topik penelitian pada penerapan
identifikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
3. Mengelola jalan masuk lapangan dan menjaga hubungan baik di
lapangan
Pemilihan lapangan penelitian harus konsisten dengan topik
penelitian. Peneliti hendak mengidentifikasi suatu lapangan studi,
peneliti harus mempersiapkan dan memperkenalkan dirinya dan
hakikatnya studi kepada pengelola sekolah. Setelah mendapatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
ijin dari lembaga partisipan. Peneliti diharapkan mempu menjaga
komunikasi dan hubungan yang baik dengan partisipan.
Pada tahap ketiga, peneliti menentukan tempat penelitian
yang didasarkan pada sekolah dasar inklusi dalam proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus. Sekolah dasar inklusi
dalam proses identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah SD
Mekar Jaya, SD Cinta Kasih, SD Pagi Cerah, dan SD Harapan
Mulia untuk melakukan penelitian dengan membawa surat
pengantar dari universitas.
4. Pemilihan partisipan
Dilihat dari jenis pertanyaan yang akan diajukan, peneliti memilih
partisipan yang dapat menyediakan informasi penting mengenai
studi tersebut. Pada tahap keempat, peneliti memilih empat
narasumber yang dapat memberikan inforasi berkaitan dengan
topik penelitian. keempat narasumber ini adalah Kepala Sekolah,
Guru Kelas I, Guru Kelas IV, dan GPK. Pemilihan keempat
narasumber dikarenakan narasumber sudah lama mengajar di SD
Cinta kasih dan sudah tahu bagaimana cara melakukan proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus.
5. Menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan yang didasarkan pada
topik penelitian.
Dengan menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan yang
didasarkan pada topik penelitian ini membantu peneliti untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
fokus dalam pengumpulan data dan memungkinkan pengumpulkan
data dalam cara sistematis. Pada tahap kelima, sebelumnya
mengumpulkan data lapangan, peneliti terdahulu menyusun
instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan wawancara, daftar
observasi, daftar dokumentasi.
6. Pengumpulan data.
Pada tahap keenam, peneliti mengumpulkan data dengan cara:
a. Wawancara semi-terstruktur, wawancara ini bertujuan untuk
mengetahui penerapan identifikasi anak berkebutuhan khusus
secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancara dimintai
pendapat, dan ide-idenya. Peneliti menggunakan perekam suara
untuk merekam pembicaraan dengan narasumber dan menulis
isi pembicaraan dengan menggunakan buku catatan.
b. Observasi nonpartisipan yaitu peneliti menjadi penonton atau
penyaksi terhadap suatu gejala atau kejadian yang menjadi
topik penelitian. dengan kata lain, dijelaskan bahwa peneliti
tidak berinteraksi atau mempengaruhi objek yang diamati.
Observasi ini digunakan untuk memperoleh data mengenai
penerapan identifikasi anak berkebutuhan khusus di sekolah
inklusi di SD Cinta Kasih.
c. Dokumentasi, dimana peneliti mengambil dan mengumpulkan
foto-foto dan dokumen-dokumen terkait penerapan identifikasi
anak berkebutuhan khusus di SD”Cinta Kasih”. Foto-foto ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
diambil dengan menggunakan alat bantu yaitu kamera
handphone.
7. Dilakukan analisis data melalui membaca dan mereview data
(catatan observasi dan transkip wawancara) untuk mendeteksi
tema-tema dan pola-pola yang muncul. Pada tahap ketujuh, peneliti
menggunakan teknik analisis data dengan Model Miles dan
Huberman untuk mengelola data yang ada. Model Miles dan
Huberman ini merupakan salah satu model analisis data dengan
menggunakan tiga tahapan tiga tahapan yaitu reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan.
8. Interpretasi dan disseminasi hasil, dimana hasil data yang
didapatkan kemudian dirangkum dan dijelaskan dalam bentuk
naratif. Pada tahap ini, peneliti menuliskan data hasil penelitian
bentuk deskripsi.
Dalam penelitian jenis ini, peneliti menggunakan desain peneliti
deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan
secara mendalam dalam penerapan identikasi anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2014: 62) memaparkan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama peneliti adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti ini adalah wawancara dan studi dokumentasi.
1. Wawancara
Melalui wawancara, peneliti dapat menggali berbagai informasi
secara rinci sesuai dengan tujuan peneliti tentang permasalahan yang
dihadapi oleh SD dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi.
Peneliti datang ke sekolah secara langsung, memohon ijin, dan
menjelaskan tujuan dilakukan wawancara kepada narasumber.
Narasumber wawancara pada peneliti ini adalah kepala sekolah, guru
kelas bawah, guru kelas atas yang terdiri guru kelas I, guru kelas IV
dan GPK. Narasumber dan peneliti telah sepakat menentukan waktu
dan tempat berlangsungnya wawancara, peneliti dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sesuia dengan tujuan peneliti.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk wawancara semi-
terstruktur. Sugiyono (2011: 138) mengatakan bahwa wawancara
semi-terstruktur merupakan wawancara yang digunakan untuk
mengumpulkan data dengan membuat pertanyaan-pertanyaan secara
lisan. Sugiyono (2012: 188) memaparkan bahwa wawancara semi-
terstruktur dalam peneliti menggunakan runtutan pertanyaan yang
sudah dibuat oleh peneliti.
Sugiyono (2012: 320) mengungkapkan langkah-langkah
wawancara semi-terstruktur adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
a. Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan.
b. Menyiapkan pokok-pokok masalah untuk mengumpulkan data
pembicara.
c. Mengawali atau membuka alur wawancara.
d. Melangsungkan alur wawancara.
e. Mengkomfirmasikan hasil wawancara dan mengakhirinya.
f. Menuliskan wawancara ke dalam catatan lapangan.
g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah
diperoleh.
Wawancara yang dilakukan peneliti bertujuan untuk mencari
informasi mengenai penerapan identifikasi anak berkebutuhan khusus.
Untuk mendapatkan informasi yang mendalam, peneliti melakukan
wawancara dan bertanya langsung kepada informan. Informasi dalam
penelitian ini meliputi : a) kepala sekolah, b) Guru kelas I, c) guru
kelas III, d) GPK di SD Cinta Kasih. Dalam pelaksanaan wawancara,
peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada kepala sekolah kemudian
meminta ijin kepada informan yaitu guru kelas I, II dan GPK serta
membuat kesepakatan mengenai waktu dan tempat wawancara.
Penelitian ini akan menggunakan perekam suara untuk merekan
pembicaraan dengan informan dan menulis isi pembicaraan dengan
menggunakan buku catatan. Setelah selesai melakukan wawancara,
peneliti menuliskan kembali hasil wawancara ke dalam transkip
wawancara. Dari kegiatan ini, peneliti berharap memperoleh informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
yang mendalam berdasarkan jawaban atau pendapat yang telah
disampaikan oleh partisipan.
2. Observasi
Sugiyono (2012: 145) menyatakan bahwa observasi atau
pengamatan merupakan teknik mengumpulan data dengan cara
melakukan proses pengamatan terhadap orang atau objek-objek
lainnya. Observasi adalah suatu proses mengamatan bagian dalam
melakukan oleh peneliti dengan mengambil bagian kehidupan orang-
orang yang akan diobservasikan.
Dalam dalam hal ini, peneliti menggunakan jenis observasi non-
partisipan untuk mengumpulkan data. Emzir (2012: 41)
mengemukakan bahwa observasi non partisipan adalah peneliti
menjadi penonton atau penyaksi terhadap suatu gejala atau kejadian
yang menjadi topik penelitian. observasi ini digunakan untuk
memperoleh data mengenai penerapan identifikasi anak berkebutuhan
khusus di SD Cinta Kasih.
3. Studi Dokumentasi
Sugiyono (2012: 326) mengungkapkan bahwa dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data yang berperan dalam penelitian
ini. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa, dokumen berbentuk
tulisan, gambar, atau kaya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen dalam bentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
gambar misalnya, foto, gambar hidup (video), dan sketsa. Dokumen ini
dipergunakan peniliti untuk melengkapi data suati informasi yang
dikumpulkan dari hasil wawancara. Data atau informasi yang
dikumpulkan dari bahan-bahan dokumentasi yang ada di lapangan
dapat dijadikan bahan dalam pengecekan keabsenan data.
E. Instrumen Peneliti
Sugiyono (2012: 222) memaparkan bahwa yang menjadi instrumen
atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri. Peneliti harus paham terhadap
metode kualitatif, menguasai teori dan wawasan terhadap bidang yang
diteliti, serta memiliki kesiapan untuk memasuki lapangan. Ciri khas
penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan, dimana
pengamat memungkinkan melihat dan mengamati sendiri dari situasi yang
mungkin terjadi.
Dalam pengambilan data di lapangan, peneliti dibantu oleh
pedoman wawancara, pedoman observasi, dan alat dokumentasi. Hal ini
dilakukan peneliti untuk memudahkan dalam pengambilan data
pengumpulan data. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan instrument
sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti berfungsi
sebagai pedoman pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber
agar topik pembicaraan tidak menyimpang dari fokus pembicaraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Pedoman wawancara berisi pertanyaan panduan bagi peneliti untuk
memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dihadapi sekolah
dasar inklusi dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.
Berikut ini adalah pedoman wawancara yang akan digunakan peneliti.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara
Aspek Indikator Pertanyaan Pokok
Identifikasi
Anak
Berkebutuhan
Khusus
Mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus
(penjaringan)
Bagaimana cara
sekolah
mengidentifikasi tipe
anak berkebutuhan
khusus?
Berapa kali sekolah
melakukan identifikasi
anak berkebutuhan
khusus dalam 1
semester?
Apakah sekolah sudah
menggunakan alat
identifikasi untuk
mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus?
Apakah saat identifikasi
anak berkebutuhan
khusus di dampingi
GBK atau psikologi?
Mengetahui lama
identifikasi anak
berkebutuhan khusus
(penjaringan)
Berapa lama sekolah
mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus
setelah PPDB?
Observasi terhadap
anak berkebutuhan
khusus (penjaringan)
Berapa kali sekolah
melakukan observasi
untuk mengetahui anak
berkebutuhan khusus?
Mengetahui kriteria
anak berkebutuhan
khusus (klasifikasi)
Bagaimana cara guru
melihat kritria-kriteria
anak berkebutuhan
khusus?
Apakah sekolah,
menggunakan kriteria
anak berkebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
khusus dan berapa
kriteria untuk
menetapkan anak
tersebut tipe anak
berkebutuhan khusus?
Mengetahui kendala
guru (klasifikasi)
Apa saja kendala guru
dalam mengidentifikasi
anak berkebutuhan
khusus?
Upaya penanganan
lebih lanjut untuk anak
berkebutuhan khusus
(pengalihtanganan)
Apakah sekolah
menyediakan
penanganan untuk anak
berkebutuhan khusus?
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang mengidentitikasi anak berkebutuhan khusus. Aspek yang
diamati adalah identifikasi anak berkebutuhan khusus untuk
mengetahui ada atau tidaknya data yang menunjukkan bahwa sekolah
telah melakukan identifikasi kepada anak berkebutuhan khusus dalam
upaya mengetahui tipe anak berkebutuhan khusus apa yang disandang
anak tersebut.
Kisi-kisi pedoman observasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.3 Pedoman Observasi
Aspek Indikator Catatan
Anekdot
Identifikasi
Anak
Berkebutuhan
Khusus
Melalukan identifikasi anak
berkebutuhan khusus
Upaya pengalih tangan anak
berkebutuhan khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Menentukan kriteria anak
berkebutuhan khusus
3. Studi Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk melengkapi penggunaan
teknik wawancara serta meningkatkan kredibilitas hasil penelitian.
Dokumentasi pada penelitian ini dilakukan pada dokumen-dokumen
dan foro-foto yang berkaitan dengan identifikasi anak berkebutuhan
khusus.
Tabel 3.4 Studi Dokumentasi
Aspek Daftar Dokumen Keterangan Deskripsi
Ya Tidak
Identifikasi
Anak
Berkebutuhan
Khsus
Informasi
Perkembangan Anak
Data Orang Tua/ Wali
Murid
Alat Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak yang
Teridentifikasi dan
Memerlukan Pelayanan
Khusus
F. Kredibilitas dan Transferabilitas
1. Kredibilitas
Pemeriksaan keabsenan penelitian ini dapat menggunakan
triangulasi pada sumber-sumber data yang berbeda. Sugiyono (2012:
365) Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari beberapa teknik pengumpulan data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
bersifat menggabungkan dari beberapa teknik pengumpulan data dan
sumber yang telah ada. Penelitian ini menggunakan dua macam
triangulasi yaitu triangulasi teknik dan triagulasi sumber.
Sugiyono (2012: 369) mengungkapkan bahwa triangulasi dalam
pengujian kredibilitas data padat diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Teknik triangulasi yang
dapat digunakan peneliti adalah triangulasi sumber, triangulasi teknik,
dan triangulasi waktu.
a. Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data, dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Pada peneliti ini, peneliti mencari informasi dari tiga
narasumber yang berbeda yaitu kepala sekolah, guru kelas I, guru
kelas II. Data yang didapatkan dari ketiga narasumber tersebut
kemudian diproses untuk menarik kesimpulan.
b. Triangulasi teknik untuk menguji yang dilakukan untuk menguji
kreadibilitas dan dilakukan dengan cara mengecek data kepada
narasumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Peneliti
menggunakan tiga teknik pengecekan data dengan wawancara
semi-terstruktur, observasi non pastisipan, dan dokumentasi.
2. Triangulasi waktu untuk melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi, dan dokumentasi dalam situasi yang berbeda. Wawancara,
observasi, dan dokumentasi dilaksanakan dengan waktu yang telah
disepakati dengan narasumber. Peneliti tidak melakukan triangulasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
waktu, triangulasi yang dilakukan adalah triangulasi sumber dan
teknik.
3. Transferabilitas
Sugiyono (2012: 373) mengatakan bahwa transferabilitas
merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif, dimana
validitas eksternal menunjukkan derajat ketetapan atau dapat
diterapkan hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut
diambil. Dengan demikian, pembaca akan lebih banyak memiliki
peluang untuk menstranfer sendiri hasil temuan penelitian ke dalam
kasus atau situasi lain yang mirip yang telah dibacanya. Peneliti
melalukan transbilitas dengan mengeneralisasi hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi dari ketiga narasumber untuk
mendapatkan kesimpulan.
G. Teknik Analisis Data
Peneliti yang melakukan analisis terhadap data yang telah diperolah
untuk mendapatkan hasil penelitian. Sugiyono (2012: 333) menyatakan
bahwa analisis data adalah proses mencapai dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lainnya, sehingga dapat mudah dipahami dan
dapat diinformasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih yang lebih penting dan akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Analisis data dengan menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan, dan verifikasi data pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Peneliti melakukan reduksi data dengan cara memilih data penting
dan sesuai dengan fokus penelitian. Dalam melakukan reduksi data
dapat diartikan sebagai upaya merangkum dan memilih hal-hal pokok
serta lebih fokus data yang relevan dengan permasalahan yang akan
diujikan. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan pada hasil
observasi dan hasil wawancara. Hasil wawancara dan dokumentasi
direduksi dengan memilih data yang penting dan sesuai dengan fokus
penelitian berdasarkan identifikasi anak berkebutuhan khusus.
2. Penyajian Data
Setelah data di reduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan
data. Data dapat lebih terorganisir dan tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan mudah untuk dipahami. Peneliti membuat display data
dari kesimpulan reduksi observasi dan kesimpulan reduksi wawancara
dengan berdasarkan identifikasi anak berkebutuhan khusus.
3. Verifikasi data
Penarikan kesimpulan dapat dilakukan mulai dari awal penelitian
hingga proses akhir. Dalam hal ini, kesimpulan awal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dikemukakan atau disampaikan masih bersifat sementara dan dapat
mengalami perubahan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Pada
tahap ini, peneliti menuliskan hasil kesimpulan dalam bentuk
deskripsi. Hasil kesimpulan ini merupakan temuan baru yang belum
pernah ada.
BAB IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian
Peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan metode studi deskriptif
yang berjudul “Proses Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Inklusi: Studi Deskriptif”. Peneliti melakukan penelitian pada bulan Maret
2019 sampai Juli 2019. Pada bulan April 2019, peneliti melakukan satu
kali observasi pada aspek identifikasi anak berkebutuhan khusus saat
proses belajar mengajar. SD Cinta Kasih melakukan observasi pada
tanggal 9 April 2019. Penelitian ini dilaksanakan bersama dengan anggota
kelompok studi penelitian. Peneliti melaksanakan penelitian diawali
dengan meminta surat pengantar dari Sekretariat Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Universitas Sanata Dharma yang digunakan untuk perizinan
penelitain kepada kepala sekolah di SD Mekar Jaya, SD Cinta Kasih, SD
Pagi Cerah, dan SD Harapan Mulia untuk melakukan penelitian. Peneliti
menyusun instrument wawancara, dokumentasi, dan observasi yang
ditujukan kepada kepala sekolah, GPK, dan guru kelas.
Peneliti melakukan wawancara secara bertahap pada SD Mekar Jaya
kepada guru pendamping khusus (GPK) pada tanggal 5 April 2019, kepala
sekolah dan guru kelas I pada tanggal 12 April 2019. SD Cinta Kasih
kepada guru kelas I dan kepala sekolah pada tanggal 9 April 2019, guru
kelas IV dan GPK pada tanggal 11 April 2019. SD Pagi Cerah kepada
guru pendaping khusus (GPK) dan guru kelas II pada tanggal 29 Maret
2019, kepala sekolah dan guru kelas IV pada tanggal 30 Maret 2019. SD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Harapan Mulia kepada guru kelas II pada tanggal 28 Maret 2019, guru
kelasVI pada tanggal 2 April 2019, guru pendamping khusus pada tanggal
9 April 2019, dan kepala sekolah pada tanggal 12 April 2019. Teknik
wawancara yang dilakukan oleh peneliti di SD Cinta Kasih adalah
wawancara semi terstruktur bedasarkan instrument wawancara yang telah
dibuat oleh peneliti studi menggunakan alat perekam dan catatan untuk
merekan informasi dari narasumber. Kemudian peneliti melakukan teknik
pengumpulan data observasi menggunakan lembar observasi berupa
catatan anekdot serta teknik pengumpulan data dokumentasi menggunakan
lembar dokumentasi berupa checklist. Informasi yang didapatkan
menggunakan teknik wawancara, peneliti mentranskripkan dalam bentuk
verbatim dengan tidak merubah, menambah, mengurangi informasi
maupun ekspresi, gerak tubuh, dan keadaan dari narasumber sesuai dengan
hasil wawancara yang telah direkam. Setiap hasil wawancara, observasi,
dan dokumentasi yang telah diolah, peneliti memfokuskan pada
identifikasi anak berkebutuhan khusus, kemudian peneliti membuat
display atau penyajian data dengan teks naratif langkah selanjutnya,
peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
1. Deskripsi Narasumber
a. SD Mekar Jaya
1) Narasumber Pertama
Narasumber yang pertama merupakan guru pendamping
khusus (GPK) di SD Mekar Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
2) Narasumber Kedua
Narasumber yang kedua merupakan kepala sekolah di SD
Mekar Jaya.
3) Narasumber Ketiga
Narasumber ketiga merupakan guru kelas I di SD Mekar
Jaya.
b. SD Cinta Kasih
1) Narasumber Pertama
Narasumber yang pertama merupakan kepala sekolah
bernama Bapak Sabar nama disamarkan, merupakan kepala
sekolah di SD Cinta Kasih, Bapak Sumaryata merupakan
lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
2) Narasumber Kedua
Narasumber kedua merupakan guru kelas I bernama Ibu
Tukiyem nama disamarkan, merupakan guru kelas I di SD Cinta
Kasih, Ibu Tukiyem merupakan lulusan S1 Pendidikan Guru
Sekolah Dasar dan sama sekali tidak pernah mengetahui
bagaimana cara mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.
Ketika peneliti melakukan wawancara, Ibu Tukiyem banyak
yang tidak mengetahui dengan alasan belum belajar banyak hal
tentang anak berkebutuhan khusus.
3) Narasumber Ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Narasumber ketiga merupakan guru kelas IV bernama Ibu
Waginem nama disamarkan, Merupakan guru di SD Cinta
Kasih, Ibu Waginem merupakan lulusan S1 Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. Ibu Waginem awalnya merupakan salah satu
Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD Cinta Kasih, namun
karena keterbatasan guru akhirnya Ibu Waginem mendapat tugas
menjadi guru kelas IV.
4) Narasumber Keempat
Narasumber keempat merupakan guru pendamping khusus
(GPK) bernama Ibu Chan nama disamarkan, merupakan Guru
Pendamping Khusus di SD Cinta Kasih sejak 2017. Ibu Chan
merupakan lulusan S1 Bimbingan Konseling yang juga
merangkap menjadi Guru Pendamping Khusus di SD Cinta
Kasih, namun karena sekolah keterbatasan petugas perpustakaan
akhirnya Ibu Chan mendapatkan tugas menjadi petugas
perpustakaan.
c. SD Pagi Cerah
1) Narasumber Pertama
Narasumber pertama merupakan guru pendamping khusus
(GPK) bernama Ibu Mawar nama disamarkan, merupakan guru
pendaping khusus di SD Pagi Cerah. Ibu Mawar merupakan
lulusan S1 Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
2) Narasumber Kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Narasumber kedua merupakan guru kelas II bernama Ibu
Yura nama disamarkan, merupakan guru kelas II di SD Pagi
Cerah. Ibu Yura merupakan lulusan S1 Pendidikan Luar Biasa.
3) Narasumber Ketiga
Narasumber ketiga merupakan kepala sekolah bernama
Bapak Anang nama disamarkan, merupakan kepala sekolah di
SD Pagi Cerah.
4) Narasumber Keempat
Narasumber keempat merupakan guru kelas IV bernama
Ibu Suni nama disamarkan, merupakan guru kelas IV di SD Pagi
Cerah.
d. SD Harapan Mulia
1) Narasumber Pertama
Narasumber pertama merupakan guru kelas II bernama Ibu
Utin nama disamarkan, merupakan guru kelas II di SD Harapan
Mulia. Inu Utin merupakan lulusan S1.
2) Narasumber Kedua
Narasumber kedua merupakan guru kelas VI bernama
Bapak Anto nama disamarkan, merupaka guru kelas VI di SD
Harapan Mulia. Bapak Anto merupakan lulusan S1.
3) Narasumber Ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Narasumber ketiga merupakan guru pendamping khusus (GPK)
bernama Ibu Ike nama disamarkan, merupakan guru
pendamping khusus (GPK) di SD Harapan Mulia. Ibu Ike
merupakan lulusan S1 Pendidikan Luar Biasa.
4) Narasumber Keempat
Narasumber keempat merupakan kepala sekolah di SD
Harapan Mulia bernama Ibu Susan nama disamarkan,
merupakan kepala sekolah di SD Hapan Mulia. Ibu susan
merupakan lulusan S1.
B. Hasil Penelitian
1. Wawancara
Wawancara dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara
semi terstruktur terhadap 4 orang narasumber kunci yang dilakukan di
SD Cinta Kasih. Narasumber yang berhasil diwawancarai secara
intensif dengan menggunakan nama samaran yaitu Ibu/Bapak Sabar,
Tukiyem, Waginem, Chan. Wawancara dengan narasumber dengan
nama samaran Sabar dan Chan dilaksanakan hari Selasa, 9 April 2019
dengan waktu yang berbeda, narasumber dengan nama samaran
Tukiyem dan Waginem dilaksanakan hari Kamis, 11 April 2019
dengan waktu yang berbeda. Data yang didapat melalui wawancara,
dilengkapi dengan data hasil observasi langsung yang dilakukan
rentang waktu bulan April 2019. Data hasil diperkuat melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
wawancara dan observasi, maka dilakukan penelusuran terhadap
dokumen dan arsip yang ada. Semua data hasil penelitian ini diuraikan
berdasarkan fokus pertanyaan penelitian sebagai berikut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, identifikasi
anak berkebutuhan khusus dilakukan oleh guru kelas dan guru
pendamping khusus. Kepala sekolah mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus hanya dilihat dari kondisi fisik siswa, tidak ada
kondisi fisik tertentu yang ada di SD Cinta Kasih. Setelah siswa
diterima akan dilakukan asesmen bersama dengan Unit Layanan
Disabilitas, “Ya pertama tu kita liat anaknya udah keliatan, dari
fisiknya udah keliatan, terus kalo nanti udah diterima nanti kita
adakan asesmen bersama dengan Unit Layanan Disabilitas yang
sekarang di komplek SD “Cinta Kasih”, ULD unit layanan disabilitas.
dilakukan dua kali setiap semester di bulan Agustus dan September.
anak yang disinyalir ke arah iu nanti kita aesmen. Kita belum punya
intrumennya ya karena itu yang bisa menggunakan dan yang bisa
mengartikan menterjemakan itu memang orang tertentu psikiater,
psikolog kita biasanya kerjasama yang ada ULD. Proses identifikasi
ya didampingi GPK dan oleh orangtuanya, jadi kalo ada sesuatu tu
orangtuanya tau” (W1.WKSb.09042019.1-4). Guru Pendamping
Khusus menyatakan proses identifikasi anak berkebutuhan khusus
dapat dilihat berdasarkan kondisi fisiknya “identifikasi ya prosesnya
yang pertama anak harus dibawa, kemudian ada asesemen yang jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
dari psikolog atau pihak yang berwenang menyatakan anak itu adalah
anak berkebutuhan khusus, kalau anak dibawa itu sudah bisa lihat
kondisi fisiknya yang jelas anak tunadaksa” (W1.GPKa.05042019.1).
Guru kelas IV juga menambahkan informasi bahwa identifikasi anak
berkebutuhan khusus yang dilakukan oleh guru dapat dilihat dari
kemampuan kognitifnya dan kondisi fisik, “ kan ada anak yang samar-
samar kebutuhannya tidak terlihat. Secara fisik bagus, badan bagus,
Cuma ternyata kebutuhannya masuk dalam slow leaner. Ada yang
secara fisik utuh ya tapi ternyata kemarin diaajak komunikasi tidak
bisa. Dalam proses pembelajaran dilakukan selama 3 bulan, saat guru
akan memberikan soal yang mendasar dan sama, kemudian diberikan
tes yang levelnya sama. Disitu kita sudah bisa melihat anak mana
saja”.(W3.GK4b.11042019.1).
Kepala sekolah mengungkapkan bahwa setelah melihat kondisi
fisik kemudian dilakukan asesmen oleh GPK, psikolog, ULD (Unit
Pelayanan Disabilitas) dan universitas yang bekerja sama dengan
sekolah. Sekolah saat mengidentifikasi tidak menggunakan alat
identifikasi tetapi diserahkan kepada psikolog dan puskesmas. “Nanti
kalau udah diterima nanti kita adakan asesmen bersmaa dengan ULD,
anak yang disinyalir kearah itu nanti kita asesmen. Kita belum punya
instrument yak arena itu yang bisa menggunakan dan yang bisa
mengartikan menterjemahkan itu memang orang tertentu spikiater,
spikolog kita biasanya kerjasama yang ada ULD itu”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
(W1.WKSb.09042019.2). Guru kelas kelas IV mengungkapkan sudah
mendapatkan alat identifikasi tetapi belum terlalu paham “alat
identifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan
khusus sudah ada, alat itu berupa kolom-kolom mbak, tetapi sekolah
belum bisa menggunakan karena belum terlalu paham.
(W3.GK4b.11042019.2). kepala sekolah juga menambahkan informasi
bahwa untuk memutuskan anak mengalami kelainan fisik
membutuhkan waktu 3 bulan “ya nanti pas KMB itu kan kelihatan,
biasanya itu 3 bulan baru kami bisa putuskan anak itu anak
berkebutuhan khusus atau bukan, selama 3 bulan guru mengamati ya
mbak” (W1.WKSb.09042019.5).
Ada berbagai kriteria atau tipe anak berkebutuhan khusus yang
dilakukan guru setelah melakukan identifikasi terhadap anak
berkebutuhan khusus. Guru kelas 4 mengatakan bahwa ”ya dilihat dari
kemampuannya anak, kemampuan kan tidak sama dengan anak yang
biasa dan tingkah lakuknya kadang emosi tidak bisa dikendalikan.
Sekolah menggunakan kriteria anak berkebutuhan khusus , kriteria
untuk menentapkan anak berkebutuhan khusus baru slowleaner dan
low vision” (W3.GK4b.11042019.7-10). Guru Pendamping khusus
menambahkan informasi bahwa “guru melihat kriteria anak
berkebutuhan khusus setelah PPDB kita melalui proses KMB, dalam
KMB itu kita lihat anak ini cara duduknya bagaimana, ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
dipanggil respon atau tidak, tingkah laku, sosial bagaimana”
(W1.GPKa.05042019.3-8).
Ada berbagai kendala yang dilakukan guru dalam mengidentifikasi
anak berkebutuhan khusus. Guru Pendamping khusus ngatakan
kendala yang dihadapi guru orang tua siswa yang tidak mau menerima
bahwa anaknya anak berkebutuhan khusus “sebenarnya kendala kami
tu di orang tua siswa, orang tua tidak mau jujur bahwa anaknya itu
kurang atau memiliki keterbatasan, paling ya malu po ya mbak.
Biasanya anak berkebutuhan khusus tu di anggap kaya idot to,
padahal ki ya engak. Kita sudah berusaha supaya orang tua bisa
menerima kondisi anaknya tapi tetap saja ada yang tetap ngeyel
bahwa anaknya seperti anak biasa. Emang disini tu ankanya sehat
semua mbak, tapi disini banyak anak yang kurang nangkap mbak
dalam pembelajaran. Kami sudah bingung mbak harus ngobrol
bagaimana lagi untuk memberi pengertian kepada orang tua siswa.
Orang tua siswa juga kadang ada yang tidak memberikan perhatian
saat di rumah. Anak-anak yang sekolah disini kan menengah ke bawah
mbak, jadi banyak orang tua yang tidak memperhatikan anaknya di
rumah,” (W4.GPKb.11042019.9-10)
2. Observasi
Tabel 4.1 Daftar Observasi
Aspek Indikator Catatan Anekdot Identifikasi Anak
Berkebutuhan
Khusus
Melalukan
identifikasi
anak
berkebutuhan
Di SD Cinta Kasih identifikasi anak
berkebutuhan khusus dilakukan oleh GPK
dan psikolog. Saat mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus sudah terlihat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
khusus kondisi fisik anak, tetapi sekolah tidak
langsung menetapkan sebagai anak
berkebutuhan khusus, sehingga dibantu
oleh GPK, psikolog, ULD, dan
Universitas Negri Yogyakarta yang sudah
bekerja sama sengan sekolah. Guru
mengidentifikasi dilihat dari proses
belajar mengajar di kelas. Guru kelas
melakukan identifikasi saat pembelajaran
mulai berlangsung dan dilihat dari
bagaimana siswa mengikuti pelajaran.
Dalam mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus guru kelas hanya
mencatat, mengamati, dan memberikan
soal dengan soal yang sama, sehingga
akan mengetahui kemampuan anak
sampai mana. Namun apabila ada siswa
yang sejak PPDB sudah membawa
keterangan bahwa siswa tersebut anak
berkebutuhan khusus maka tidak
diperlukan lagi identifikasi dari guru dan
akan langsung diikutkan dalam asesmen
lebih lanjut.
Upaya
pengalih
tangan anak
berkebutuhan
khusus
Penanganan atau pengalihtangan terhadap
anak berkebutuhan khusus akan di tangani
oleh guru kelas atau dengan psikolog, jika
anak berkebutuhan khusus tergolong
ringan makan akan ditangani oleh guru
kelas, sedangkan anak berkebutuhan
khusus yang tergolong berat akan
dialihtangankan ke psikolog atau
puskesmas. Menentukan
kriteria anak
berkebutuhan
khusus
Pengetahuan guru tentang kriteria anak
berkebutuhan khusus sangat minim, guru
hanya mendapatkan kriteria anak
berkebutuhan khusus dari guru yang
sudah mengikuti diklat sehingga dapat
mengetahui sedikit tentang kriteria anak
berkebutuhan khusus.
3. Dokumentasi
Berikut ini akan disajikan daftar dokumentasi berdasarkan identifikasi
anak berkebutuhan khusus di SD Cinta Kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 4.2 Daftar Dokumen
Aspek yang
diamati
Daftar Dokumen Ya
Tidak
Keterangan
Identifikasi
Anak
Berkebutuhan
Khsus
Informasi Perkembangan Anak Sekolah
mengumpulkan
informasi
perkembangan anak
setiap tiga bulan
sekali dan dilaporkan
ke dinas pendidikan.
Data Orang Tua/ Wali Murid Sekolah memiliki
data orang tua dari
anak berkebutuhan
khusus.
Alat Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus
Sekolah
menggunakan alat
identifikasi dalam
mengidentifikasi
anak berkebutuhan
khusus saat PPDB.
Anak yang Teridentifikasi dan
Memerlukan Pelayanan Khusus
Sekolah memiliki
data anak yang
teridentifikasi anak
berkebutuhan khusus.
C. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SD Mekar Jaya,
Cinta Kasih, Pagi Cerah, dan Harapan Mulia sudah melaksanakan proses
identifikasi anak berkebutuhan khusus. Identifikasi anak berkebutuhan
khusus bertujuan agar dapat mengetahui karakter dan kemampuan siswa
sehingga hasil identifikasi (penjaringan) dapat digunakan sebagai dasar
dalam memberikan pelayanan yang tepat untuk anak. SD Cinta Kasih
menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, tidak ada pengecualian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
tipe anak berkebutuhan khusus tertentu akan ditolak oleh pihak sekolah.
SD Mekar Jaya, SD Pagi Cerah, dan SD Harapan Mulia menerima semua
tipe anak berkebutuhan khusus tanpa pengecualian. Pihak sekolah terbuka
terhadap keberagaman dalam menerima semua tipe anak berkebutuhan
khusus dalam haknya untuk mendapatkan pendidikan yang smaa dengan
peserta didik lainnya. Hal senada dengan pernyataan Kustawan (2013: 90)
memaparkan bahwa guru peru memahami keberagaman anak dalam
haknya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa melihat
perbedaan fisik, intelektual, sosial, dan emosi.
Pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus di SD Cinta
Kasih terhadap calon peserta didik didampingi oleh Guru Pendamping
Khusus (GPK), sehingga untuk calon peserta didik baru yang diidentifikasi
memiliki kebutuhan khusus oleh GPK atau konselor. Sementara Kustawan
(2013: 91-92) berpendapat bahwa asesmen awal dilakukan oleh GPK atau
konselor dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus untuk
menjaring dan menempatkan anak berkebutuhan khusus agar bersekolah
dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan standar awal anak
berkebutuhan khusus tersebut. Pelaksanaan asesmen awal dilakukan di SD
Cinta Kasih dilakukan oleh guru yang hadir dengan melihat kondisi fisik
dan isi dari formulir pendaftaran yang berisi riwayat penyakit dan kelainan
yang dimiliki oleh calon peserta didik baru. SD Mekar Jaya, SD Pagi
Cerah, dan SD Harapan Mulia melaksanakan identifikasi di sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
melihat kondisi fisik anak secara langsung dan informasi orang tua
mengenai calon peseta didik.
Hal tersebut sudah sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
kustawan (2013: 91) memaparkan bahwa penerimaan peserta didik baru
terkait siswa berkebutuhan khusus perlu diberikan pedoman tersendiri,
seperti menyerahkan hasil pemeriksaan dari dokter umum atau dokter
spesial.
GPK atau konselor sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus karena dengan dilakukan asesmen sedini mungkin
akan lebih mempermudah GPK maupun guru kelas dalam menangani anak
berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah. SD Cinta Kasih memiliki
satu Guru Pendamping Khusus (GPK) yang ditugaskan oleh dinas
pendidikan, hadir ke sekolah satu minggu dua kali di setiap hari selasa dan
jumat. GPK ini masih berkuliah di salah satu Universitas yang ada di
Yogyakarta. GPK ini lebih banyak mendampingi anak berkebutuhan
khusus di kelas bawah, sedangkan di kelas atas ada guru kelas yang sudah
lama menangani anak berkebutuhan khusus. Guru pendamping ini tidak
memiliki latar belakang pendidikan maupun penanganan anak
berkebutuhan khusus karena pendidikan yang masih di tempah adalah
Program Studi Bimbingan Konseling. Sementara hal berbeda dengan yang
diungkapkan oleh Kustawan (2013: 126) mengungkapkan bahwa guru
pendamping untuk anak berkebutuhan khusus biasanya memiliki latar
belakang pendidikan luar biasa atau tenaga ahli lainnya seperti psikolog.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Latar belakang pendidikan yang dimiliki guru pendamping tentunya
pempengaruhi cara guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus.
GPK yang memiliki latar belakang pendidikan luar biasa dapat
memberikan bantuan kepada guru kelas dengan membuat program untuk
serta dalam melakukan intervensi (penanganan) terhadap anak
berkebutuhan khusus. Hal ini tentunya akan meringankan tugas guru
kelas.Tidak semua guru di SD Cinta Kasih memiliki atau ilmu menangani
anak berebutuhan khusus. Guru yang pernah mengikuti pelatihan untuk
anak berkebutuhan khusus empat guru dan sisanya belum mengikuti
pelatihan anak berkebutuhan khusus.
Ketika calon peserta didik seudah diterima oleh pihak sekolah,
peserta didik akan mengikuti kegiatan pembelajaran dikelas. Seiring
dengan berjalannya waktu, guru dapat memiliki kecurigaan terhadap
peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Kecurigaan yang dimiliki
guru perlu dibuktikan dengan melakukan identifikasi. Identifikasi di SD
Cinta Kasih dilakukan oleh guru kelas. Identifikasi tersebut dapat
dilakukan dengan melihat kemampuan kognitif, kondisi fisik peserta didik,
dan laporan dari orang tua peserta didik mengenai kelainan atau kebutuhan
yang dialami oleh anak. Identifikasi kondisi fisik anak berkebutuhan
khusus dapat dilakukan dengan melihat secara langsung menggunakan
indera manusia (indera penglihatan dan indera pendengaran), sedangkan
identifikasi kognitif anak dilakukan saat kegiatan pembelajaran. Hal ini
sejalan dengan pendapat Kustawan (2013: 93) mengatakan bahwa guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dapat melakukan identifikasi dengan mengamati atau melakukan observasi
pada gejala-gejala yang nampak yaitu berupa gejala fisik, gejala perilaku,
dan gejala hasil belajar. Kustawan (2013: 93) menambahkan bahwa
dengan identifikasi, guru (pendidik) dan tenaga kependidikan dapat
mengupayakan pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan khusus masing-masing Anak Berkebutuhan Khusus.
Tujuan dari identifikasi adalah untuk mengetahui keadaan,
kemampuan dan latar belakang anak yang menjadi bekal bagi guru dalam
menentukan cara mengajar guru kelas serta upaya yang dapat diusahakan
oleh guru maupun GPK dalam mengenai anak berkebutuhan khusus.
Kustawan (2013: 93-94) mengungkapkan bahwa tujuan guru dalam
melakukan identifikasi adalah untuk menghimbau informasi atau data
apakah seorang anak mengalami kelaian atau penyimpangan dalam
pertumbuhan atau perkembangan dibandingkan dengan anak-anak pada
umunya. Hasil identifikasi digunakan sebagai dasar untuk menyusun
program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan khususnya atau untuk
menyusun program dan pelaksanaan intervensi atau penangan atau terapi
berkaitan dengan hambatannya. Sesuai dengan ungkapan Kustakawan,
hasil identifikasi digunakan oleh guru kelas sebagai pandian untuk
menyusun program-program khusus untuk anak berkebutuhan khusus
seperti menambah waktu bimbingan individu dan guru dapat menentukan
cara mengajar sebagai acuan bagiannya untuk menyampaikan materi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
SD Cinta Kasih melakukan proses asesmen dengan mendatangkan
tim khusus asesmen atau psikolog. Pelaksanaan asesmen ini sesuai dnegan
pengertian asesmen menurut Kustawan (2013: 93) mengatakan bahwa
anak asesmen adalah suatu upaya seseorang (orang tua, guru, maupun
tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjeringan
terhadap anak yang mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,
intelektual, sosial, emosional) dalam rangka pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Hal ini berarti bahwa sekolah telah berupaya
untuk memberikan salah satu pelayanan yang optimal bagi anak
berkebutuhan khusus dengan melakukan penjaringan terhadap peserta
didik yang telah diidentifikasi oleh guru kelas melalui kegiatan asesmen.
Seluruh proses dan hasil asesmen diserahkan kepada psikolog.
Guru hanya mengetahui siapa saja yang masuk daftar anak berkebutuhan
khusus. Guru kelas yang peneliti wawancarai menyatakan tidak
mengetahui secara rinci hasil asesmen yang telah dilakukan. Kondisi
seperti ini tidak sesuai dengan tujuan dilakukan asesmen yang
diungkapkan oleh Kustawan (2013: 97) mengatakan bahwa asesmen
merupakan berbagai informasi siswa berkebutuhan khusus yang digunakan
guru dalam merencanakan sebuah pembelajaran yang efektif. Informasi
tersebut diharapkan dapat menjadi dasar dalam memberikan pelayanan
yang berorientasi pada kebutuhan dan karakteristik anak. Sementara dalam
dokumen hasil asesmen berisi perkembangan anak dalam fisik, kognitif,
dan sikap anak berkebutuhan khusus. Dokumen ini juga menjelaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
penanganan yang tepat dilakukan oleh guru dan orang tua atau terapi
dalam meningkatkan perkembangan anak berkebutuhan khusus. Dokumen
hasil asesmen ini sangat membantu bagi guru kelas maupun guru
pembimbing khusus dalam menyusun program ataupun melakukan
penanganan terhadap masing-masing anak berkebutuhan khusus. Guru
belum memanfaatkan hasil asesmen tersebut untuk menyusun program
pembelajaran dan penanganan yang disesuaikan dengan karakteristik serta
kemampuan masing-masing anak berkebutuhan khusus. Guru melakukan
pemantauan kemajuan hasil belajar peserta didik di kelas dengan melihat
perkembangan anak, apakah ada peningkatan atau tidak. Pemantauan ini
bisa dilihat dari kemampuan anak dalam memahami materi saat
pembelajaran, pengamatan sikap anak dalam keseharian dan hasil ulangan
anak.
Melihat dari hasil pemantauan kemajuan tersebut, guru membuat
keputusan untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak
berkebutuhan khusus. Layanan pendidikan yang diberikan oleh guru dapat
berupa program khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Guru kelas
mempunyai program khusus yang berbeda untuk menangani anak
berkebutuhan khusus yang ada di dalam kelas. Guru kelas memberikan
layanan bagi anak berkebutuhan khusus seperti: menambahkan waktu
belajar dan memberikan bimbingan ketika anak berkebutuhan khusus
mengerjakan soal, melakukan pendampingan ketika anak yang lain
mengerjakan latihan soal, guru mengulangi matari yang telah disampaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
sampai siswa memahami materi tersebut, semua siswa diminta untuk
mengerjakan soal yang telah disiapkan oleh guru dari berbagai mata
pelajaran dan melakukan tanya jawab mengenai materi tersebut. Hal ini
berguna bagi guru untuk selalu memantau perkembangan pemahaman
materi peserta didik. Perbedaan sikap guru dalam menghadapi anak
berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan lebih
khusus dengan memberikan kasih saying, kesabaran, sikap lemah lembut,
dan perhatian yang lebih kepada anak berkebutuhan khusus. Sesuai dengan
penempatan program yang telah dilakukan oleh guru, Kustawan (2013)
mengungkapkan bahwa pendapatnya mengenai penempatan program di
mata tim perencanaan program atau guru dapat melakukan penyesuaian
program dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan
khusus. Pelaksanaan program ini juga berkaitan dengan tempat
pelaksanaan program lebih baik dilaksanakan di dalam ruangan kelas
pendidikan untuk atau ruang kelas pendidikan yang terpisah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SD Mekar Jaya, SD
Cinta Kasih, SD Pagi Cerah, dan SD Harapan Mulia, kesimpulan
penelitian ini adalah dalam proses identifikasi anak berkebutuhan khusus
belum maksimal. Sekolah belum memiliki guru kelas berpendidikan luar
biasa dan GPK yang berpendidikan luar biasa, sehingga guru kelas
memiliki keterbatasan dalam menentukan karakterikstik anak
berkebutuhan khusus. Proses Identifikasi anak berkebutuhan khusus di SD
Mekar Jaya, SD Cinta Kasih, SD Pagi Cerah dan SD Harapan Mulia yang
dilakukan adalah penjaringan, proses penjaringan yang dilakukan adalah
guru dan tenaga pendidikan melakukan identifikasi dengan melihat kondisi
fisik anak secara langsung. Guru mengidentifikasi anak berkebutuhan
khusus dilakukan saat proses belajar di dalam kelas. Penjaringan dilakukan
selama 3 bulan untuk mengetahui apakah anak memiliki kebutuhan
khusus. Setelah menjaring anak yang memiliki kebutuhan khusus, guru
melakukan pengalihtanganan kepada GPK dan psikolog untuk diberikan
pelayanan pendidikan khusus. Anak yang teridentifikasi anak diberikan
fasilitas yang sesuai dengan anak berkebutuhan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
B. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyampaikan
keterbatasan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Ketika melakukan wawancara dengan GPK, GPK masih berstatus
mahasiswa. Peneliti kurang mendapatkan informasi tentang anak
berkebutuhan khusus walaupun peneliti sudah memancing narasumber
dengan pertanyaan yang mudah tatpi narasumber tetap kesulitan untuk
memberikan informasi tentang anak berkebutuhan khusus.
2. Wawancara dengan narasumber dilakukan di ruang guru saat jam
istirahat, sehingga dalam hasil rekaman menjadi bising, peneliti dan
narasumber jurang fokus dalam proses wawancara dan merasa
terganggu.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyampaikan saran untuk
penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Penelitian dapat melakukan diskusi lebih lanjut dengan narasumber
untuk memberikan informasi anak berkebutuhan khsusu sesuai dengan
topik penelitian yang sedang dibahas sehingga peneliti dapat
mengumpulkan data lebih dalam lagi sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Peneneliti sebaiknya mengajak narasumber ke tempat yang lebih
nyaman dan santai untuk melakukan proses wawancara agar hasil yang
didapatkan mampu memberikan informasi yang sebanyak mungki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar Ruzz
Media.
Bandur, B. (2006). Penelitian Kualitatif Metodologi, Desain & Teknik
Analisis Data NVIVO10. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Herdiasyah. H. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Herdiasyah. H. (2013). Wawancara, Observasi, dan Fokus Groups:
Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: Rain
Grafindo Persada.
Sugoyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugoyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Ilahi, M.T. (2013). Pendidikan Inklusi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Atmaja, J.R. (2018). Pendidikan Dan Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Desiningrum, D.R. (2016). Spikologi Anak Bekerbutuhan Khusus.
Yogyakarta: Psikosain.
Glazzard, Jonathan. (2016). Asih Asah Asuh. Yogyakarta: PT Kanisius.
Budyartati. (2016). Problematika Pembelajaran Di Sekolah Dasar.
Magetan: CV AE Media Grafika.
Cahya, LS. (2013). Adakah ABK Di Kelasku. Yogyakarta: Relasi Inti
Media.
Habibi, M. (2018). Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. Yogyakarta: CV
Budi Utama.
Pura, S. (2015). Studi Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Motivasi Menjadi Guru Sekolah Luar Biasa Di Kota Medan.
Jurnal Diversita, 1, 65-75.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Rizky, U. F. (2014). Identifiaksi Kebutuhan Siswa Penyandang Disabilitas
Pasca Sekolah Menengah Atas. Jurnal IJDS, 1, (1), 52-59.
Saswira, P. L & Rahmi, T. (2015). Efektivitas Pelatihan Be Good Teacher
On Inclusive Dalam Meningkatkan Kemampuan Identifikasi
ABK. Jurnal RAP UNP, 6, 57-67.
Peraturan pemerintahan nomer 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusi
Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Potensi
Kecerdasan atau Bakat Istimewa.
Undang-Undang Nomer 4 Thaun 2017 Tentang Perlindungan Khusus Bagi
Anak Penyandang Disabilitas.
Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2015 Tentang Standar Pendidikan
Nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 2. Surat Telah Melakukan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 3. Reduksi Hasil Wawancara
REDUKSI HASIL WAWANCARA
SD “Tadika Mesra”
SD (a)
SD “Cinta Kasih”
SD (b)
SD “Pagi Cerah”
SD (c)
SD “Harapan Mulia”
SD (d)
Narasumber 1
Subjek : Guru Pendamping
Khusus
Hari, tanggal : Jumat, 5 April 2019
Kode wawancara :
W1.GPKa.05042019
Narasumber 1
Subjek : Kepala Sekolah
Hari, tanggal : Selasa, 9 April 2019
Kode wawancara : W1.WKSb.09042019
Narasumber 1
Subjek : Guru Pendamping
Khusus (GPK) Provinsi
Hari, tanggal : Jumat, 29 Maret 2019
Kode wawancara :
W1.GPKc.29032019
Narasumber 1
Subjek : Guru Kelas 2
Hari, tanggal : Kamis, 28 Maret
2019
Kode wawancara :
W1.GK2d.28032019
Narasumber 2
Subjek : Kepala Sekolah
Hari, tanggal: Jumat, 12 April 2019
Kode wawancara :
W2.KSa.12042019
Narasumber 2
Subjek : Guru kelas 1
Hari, tanggal: Selasa, 9 April 2019
Kode wawancara : W2.GK1b.09042019
Narasumber 2
Subjek : Guru kelas 2
Hari, tanggal: Jumat, 29 Maret
2019
Kode wawancara :
W2.GK2c.29032019
Narasumber 2
Subjek : Guru kelas 6
Hari, tanggal: Selasa, 2 April
2019
Kode wawancara :
W2.GK6d.02042019
Narasumber 3
Subjek : Guru kelas 1
Hari, tanggal: Jumat, 12 April 2019
Kode wawancara:
W3.GK1a.12042019
Narasumber 3
Subjek : Guru kelas 4
Hari, tanggal: Kamis, 11 April 2019
Kode wawancara: W3.GK4b.11042019
Narasumber 3
Subjek : Kepala Sekolah
Hari, tanggal: Sabtu, 30 Maret 2019
Kode wawancara:
W3.KSc.30032019
Narasumber 3
Subjek : Guru Pendamping
Khusus
Hari, tanggal: Selasa, 9 April
2019
Kode wawancara:
W3.GPKd.09042019
Narasumber 4
Subjek : Guru Pendamping Khusus
Hari, tanggal: Kamis, 11 April 2019
Kode wawancara : W4.GPKb.11042019
Narasumber 4
Subjek : Guru Kelas 4
Hari, tanggal: Sabtu, 30 Maret 2019
Kode wawancara :
W4.GK4c.30032019
Narasumber 4
Subjek : Kepala Sekolah
Hari, tanggal: Jumat, 12 April
2019
Kode wawancara :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
W4.KSd.12042019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
REDUKSI HASIL WAWANCARA
SD “MEKAR JAYA”
Aspek yang
ditanyakan
Jawaban Narasumber Kesimpulan
Identifikasi anak
berkebutuhan khusus
Identifikasi ya prosesnnya yang pertama anak harus dibawa, kemudian
ada asesmen yg jelas dari psikolog atau pihak yg berwenang menyatakan
anak itu adalah abk, kalau anak dibawa itu sudah bisa lihat kondisi fisik
yang jelas anak tunadaksa. W1.GPKa.05042019.1-3.
Guru-guru di “SD Tadika Mesra”
mengidentifikasi dengan melihat fisik
anak dari luar kemudian diasesmen.
Terdapat anak berkebutuhan khusus
yaitu tunadaksa dan slow learner.
Iya kalau itu menonjol kebutuhannya menonjol secara umum guru dah bisa
ya langsung dikatakan oh ini berkebutuhan. Tapi kan ada anak yang samar-
samar kebutuhannya tidak kelihatan. Secara fisik bagus, badan bagus
cuman ternyata kebutuhannya masuk ke dalam slow learner. identifikasi
ya itu kan begitu mendaftar kan untuk yang berkebutuhan sudah
teridentifikasi mbak jadi kita kebutuhannya diluar yang kita mampu itu
diterima tapi ada yang tidak mampu kita sarankan untuk ke SLB, untuk yang
kita mampu menangani kita bisa terima dan itu jumlahnya terbatas. Satu
kelas itu harusnya cuma 3. ada yang perkelas mungkin tidak ada yang ABK
tapi ternyata disini semua abk ya to, terus disini yang ABKnya lebih dari 3.
Tapi untuk kelas 1 ternyata tadinya hanya 2 setelah seiring berjalannya
waktu itu kok ini disuruh nulis gak bisa, disuruh ini gak bisa, berkomunikasi
susah disarankan untuk asesmen. Jadi untuk yang sudah tampak yang sudah
ditentukan bahwa ini seperti ini. Untuk yang belum ya sambil jalan akan
tampak. Ada yang secara fisik utuh ya tapi ternyata kemarin itu diajak
komunikasi tidak bisa (kalau diajak ngomong….ha?.....ha?....apa?) nah
gitu jadi tak anggap nggak bisa komunikasi ditambah pas ada screening dari
puskesmas dia diajak ngomong-ngomong itu nggak bisa jawab nah itu kita
temui. Nah kita sarankan ke orang tua untuk asesmen. ya kita lihat dari
secara umum ya, umunya disini seperti ini tapi kok menemui lain dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
temannya nah disitu diidentifikasinya disitu tapi kalu secara tadi sudah tak
aturke nek begitu mendaftar sudah tampak ya sudah di judge ini ya kalau
belum ya tadi sambil berjalan tadi, dari proses kbm yang berjalan selama
ini.W2.KSa.12042019.1-3.
Kan keliatan mbak nanti dari luarnya saja.. kok anak ini kalo di kelas jadi
diem, atau kok dia jail sekali sema temannya begitu saja sudah keliahatan
mbak. kami kan sudah bertahun-tahun menjadi sekolah inklusi, sejak 2007,
sudah hafal.W3.GK1a.12042019.1-4.
Biasanya sekolah melakukan 2x dalam 1 semester. Sekolah ada alat
identifikasi, dulu kami ikut pelatihan jadi kami punya. Kami hanya sama
GPK saja, tapi kami juga bisa meminta bantuan yang dari ULD itu. Kami
memerlukan waktu biasannya observasi 3 bulan. W1.GPKa.05042019.2-5.
Identifikasi dilakukan 2x dalam satu
semester.
Sudah ada alat didentifikasi tetapi
belum digunakan.
Mengidentifikasi setelah PPDB
selama 3 bulan, saat mengidentifikasi
di dampingi oleh GPK dan spikolog
dari dinas dan Universitas.
Ya itu ada yang mungkin kalau dihitung dalam bulan ya sampai
pertengahan semester sekitar 3 bulan kan pengamatannya itu kan gak
langsung sekali dua kali tapi kan continue, rutin jadi kita bisa langsung
menemukan berani memastikan itu kalau setengah semester. Nanti kan
waktu mengerjakan soal itu kan bisa sambil dilihat diamati kan bisa.
W2.KSa.12042019.2.5.6.
Biasanya itu 2x .. iya mbak 2x setiap semester. 3 bulan sekali mbak.
W3.GK1a.12042019.2.5.
Guru melihat kriteria ABK setelah PPDB kita melalui proses KMB, dalam
KMB itu kita lihat anak ini cara duduknya bagaimana, ketika dipanggil
respon atau tidak, tingkah laku, sosialnya bagaimana. Karna awalnya
itukan sudah membawa hasil asesmen disitu sudah tertera, kami
menentukan kriteria ABK dari hasil asesmen tersebut. Anak yang regeuler
dan terindikasi nanti awal semester 2 akan ada asesmen yang dari dinas
bersama dengan psikologi UII nanti biasanya kami ikutkan asesmen itu.
Kalau yang reguler itu kita belum tahu, nah kita baru tahu dari proses KMB.
Ketika dalam proses KMB ini anak bermasalah lalu kami ikutkan. Tapi
Observasi dilakukan setiap hari saat
proses pembelajaran.
Kriteria anak berkebutuhan khusus di
lihat saat proses pembelajaran
berlangsung dan hasil asesmen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
kalau yang jelas2 sudah terindikasi kan sudah punya file berkebutuhan
khusus, yang belum itu di amati dalam proses KMB. Jadikan disini itu
lingkungan ekonomi sosial dibawah garis, anak2 itu akan berpengaruh
mbak dengan tingkah lakunya, dengan kognitifnya pun akan beda , nah
dari situ baru kita tahu lalu kita asesmen. nah sekolah biasanya kalau ada
anak-anak seperti itu orang tuanya dipanggil baru diberitahu besok akan ada
test untuk anak ini lalu baru bisa diketahui dari kebutuhannya itu bagaimana.
Setelah proses itu orangtua ada yang menyetujui (menerima) ada yg
responnya kurang baik, tapi kita tetap harus menyampaikan. Setelah proses
itu keluar hasilnya orang tua kita panggil lagi, diberitahu bahwa anaknya
seperti ini. Kalau orang tua tidak percaya kami persilahkan untuk
membawa kembali untuk ke psikolog.W1.GPKa.05042019.3-8.
Kalau alat belum ada banyak mbak. hanya ada satu alat itu kami dapat
ketika ikut pelatihan, tp jarang dipakai mbak. kami juga minta bantuin dari
ULD deket sini itu untuk identifikasi. Ya nanti biasanya kami amati pas
KMB itu kan kelihatan.. biasanya itu 3 bulan baru kami bisa putuskan
anak itu abk atau bukan. selama 3 bulan itu kan guru mengamati ya
mbak. nanti setiap guru itu selalu ada catatan khusus tentang anak-anak itu.
W3.GK1a.12042019.3.5.
Kendala proses identifikasi biasanya karena faktor dari gurunya sendiri
itu ada biasanya kan ada yang tidak sabar, ada yang belum paham seperti
itu. Tapi kalau ada yang paham sih maklum sudah mengerti. Kalau kendala
sih disini mungkin ya dari gurunya itu kadang ada pekerjaan lain yang
harus dikerjakan tidak hanya fokus kepada anak itu. Tapi terkadang ada
guru itu yang mencatat kegiatan anak itu setiap hari. Membuat jurnal harian.
Penanganan khusus sih biasanya ditangani dengan GPK kemudian,
biasanya kalau dia benar2 sudah susah dikendalikan kami panggil ke
kantor, diajak rembugan dengan kepala sekolah.W1.GPKa.05042019.9-10.
Kendala terdapat pada guru kelas dan
orang tua, ditangani oleh PGK dan
spikolog.
Kadang-kadang itu gak Nampak itu lho mbak, kalau secara fisik bagus tapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
REDUKSI HASIL WAWANCARA
nanti begitu masuk ke akademik kita temui ini slow learner banyak disini
yang slow learner. Saya juga tadinya bingung menangani yang seperti itu
soalnya kan nggak pernah menemi seperti itu disana kelasnya menengah
ke atas disini kan anak-anak yang sekolah disini kan menegah ke bawah,
jadi e biasanya faktornya kurang perhatian orang tua jadi yang slow
learner faktor keluarga juga mempengaruhi. W2.KSa.12042019.9.
Kendalanya apa ya mbak.. yang paling sering terjadi itu pasti orangtua
tidak terima kalau anaknya ABK. seperti tidak bisa menerima hasil
identifikasi kami. ya sudah nanti kami sampaikan secara pelan-pelan..
pak/buk anak ibu seperti ini... nanti kamu lihatkan catatan guru kelas, begitu
mbak.Penanganan khusus biasanya itu malah kita bawa keluar mbak. kami
kan punya dua ruangan itu lho mbak. kita bawa kesana kemudian GPKnya
nanti yang membimbing. ya mau gimana ya mbak, di kelas mereka tidak
bisa diatur, yasudah.... kita bawa keluar saja.. W3.GK1a.12042019.9-10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
SD “CINTA KASIH”
Aspek yang ditanyakan Jawaban Narasumber Kesimpulan
Identifikasi anak
berkebutuhan khusus
Ya pertama tu kita liat anaknya udah keliatan, dari fisiknya udah keliatan, terus
kalo nanti udah diterima nanti kita adakan asesmen bersama dengan Unit
Layanan Disabilitas yang sekarang di komplek SD Bakti itu, di IDL, ULD unit
layanan disabilitas. Itu dilakukan dua kali setiap semester di bulan Agustus dan
September hanya yang disinyalir ada tanda-tanda karena kadang-kadang kita tidak
tahu diawal-awal itu sepertinya anak itu biasa-biasa tapi nanti dibelakang
mengalami hambatan-hambatan itu lo, anak yang disinyalir ke arah iu nanti kita
aesmen. Kita belum punya intrumennya ya karena itu yang bisa menggunakan
dan yang bisa mengartikan menterjemakan itu memang orang tertentu psikiater,
psikolog kita biasanya kerjsama yang ada ULD itu. Proses identifikasi ya
didampingi GPK dan oleh orangtuanya, jadi kalo ada sesuatu tu orangtuanya
tau.W1.WKSb.09042019.1-4.
Identifikasi dilihat dari fisik anak,
dan prose pembelajaran kemudian
diasesemen.
Identifikasi dilakukan 2x dalam
satusemester.
Ada alat identifikasi tetapi guru
belum bisa menggunakan.
Proses identifikasi didampingi oleh
PGK, spikolog dari dinas dan
Universitas.
Terdapat anak berkebutuhan khusus
slowlearner
Kan kita itu gak begitu paham, saya tidak begitu paham dengan anak berkebutuhan
khusus jadi ya kita hanya melihat dari proses pembelajaran atau dilihat dari hasil
asesmen, tapi nanti kalau anak pas ada tes IQ kita ikutkan anaknya. 2 kali disetiap
semester, tapi kalau sudah ikut ya tidak ikut lagi, kan setiap tahun diberi kuota 15
anak, nah itu ananti dibagi dari kelas 1 berapa kelas 2 berapa sampai kelas 6 brp,
jadi tidak 1 kelas di ambil 15 anak. Jadi kita ratakan lah mbak. Tidak ada mbak dan
sekolah belum ada instrumennya juga mbak, jadi tahu kalau anak berkebutuhan
khusus dari orang tua engak, jadi kita umpanya pelajaran anak itu tidak bisa dan
melihat usianya juga. Ada mbak, waktu penerimaan murid baru juga ada mbak.
W2.GK1b.09042019.1-4.
Tatap muka di kelas, dalam pemahaman, nilai yang diperoleh, dan tingkah
lakunya. Indentifikasi anak dilakukan sekali dibantu dinas dan dilakukan
didalam kelas. Alat identifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi ABK
sudah ada, alat itu berupa kolom-kolom mbak, tetapi sekolah belum bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
menggunakan karena belum terlalu paham. Proses identifikasi didampingi GPK
dan dibantu oleh spikolog.W3.GK4b.11042019.1-4.
Ya itu tadi mbk, sulit to, karena tidak ada tes juga sih mbak, harusnya ada tapi kan
tidak ada, terkadang kita harus sesuai kuota jumlah siswa yang nantinya harus
masuk disini , jadi kalau kita kekurangan kuota kita juga serba salah. Iya itu kita
masalahnya di kuota mbak, jadi kalau misalnya kelas satu harus menerima 20
misalnya, tapi kita kurang dari 20 yaitu tadi kita harus sesuai dengan kuota.
Disekolah lebih dominan anak biasa untuk anak berkebutuhan khusus hanya 3%
aja. Dalam satu kelas itu tergantung mbak, yang tahun kemarin hanya 3 anak
berkebutuhan khusus, itu slowloner jadi dia itu pindahan mbak, mungkin dia gk
naik kali ya, tapi dia umurnya sudah melebihi, seharusnya dia sekarang dikelas 3
tapi dia sekarang masih dikelas 1, tapi sisa-sisa kemarin dari kelas 2 sampai kelas 6
itu komplet jadi anak berkebutuhannya banyak. Sebulan sekali tapi laporan
kedinasnya 3 bulan sekali. Cara identifikasinya dengan cara kita melihat ada
kemajuan yasudah nanti kita laporan, tapi kita identifikasi bisa kok setiap hari
kan bisa kita liat ini ada perkembangan tidak kalau sudah per 3 bulan nanti kita
laporan kedinas. Belum mbak, cuma kalau punya hasil tes IQ untuk anak
berkebutuhan khusus ya dilampirkan saat proses PPDB mbak. Iya pasti itu mbak,
spikolog pernah dateng tapi gak tentu mbak, tetapi kalau GPK pasti selalu
didampingi setiap saat mbak. W4.GPKb.11042019.1-4.
Itu nanti maksimal tiga bulan nanti disetiap tanggal kita sudah sudah biasa oh
ternyata ini yang ABK kelas ini ada. Kalo observasi oleh GPK setiap saat, kalau
sudah punya asesmen tidak usah bagi yang belum kita liat perilakunya sehairi-
hari karena anak ABK itu tidak mesti tidak mesti tidak mesti bodoh ya kadang-
kadang anak ABK itu malah kecerdasannya lebih dari anak yang normal, kita lihat
mungkin anak itu kok sepertinya ganggu temannya, usil sebenernya dia tu
cerdas…oh karna ternyata dia tu punya kesibukan tambahan. Kriteria itu kita
tinggal ngikuti dari hasil asesmen itu tinggal ngikut aja itu.
W1.WKSb.09042019.5-8.
Identifikasi setelah PPDB maksimal
bulan.
Observasi dilakukan setiap saat
waktu pembelajaran dan dilakukan
oleh GPK.
Kriteria dilihat dari anak mengikuti
pembelajaran dan dari hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Kita tu kalau dari guru baru setengah tahun baru tahu kalau anak tersebut anak
berkebutuhan khusus tapi kan kadang dari pemerintah juga dari dinas ada
pemeriksaan, jadi dikatakan anak berkebuthan khusus setelah pembelajaran
berjalan baru tahu kalau anak tersebut anak berkebutuhan khusus. Observasi
dikalukan setiap saat mbak, nanti yang biasanya melakukan obsevasi itu
GPKnya, jadi guru kelas hanya memberikan laporan kalau disetiap rapat gitu.
Kriterianya kita lihat dari hasil asesmen aja sih mbak, saya juga kurang tahu
kriteria anak berkebutuhan khusus itu bagaimana dan saya juga belum ikut diklat
jadi ya saya melihat hasil asesmen aja. W2.GK1b.09042019.5-8.
asesmen.
Sebenarnya tergantung sama wali kelas sih mbak, tapi identifikasi setelah PPDB itu
paling 10-20 menit mbak. Sekolah melakukan observasi untuk mengetahui anak
berkebutuhan khusus itu setiap saat dan setiap pembelajaran.
W3.GK4b.11042019.5-6.
Gak tentu, paling lama 1 bulan. Selama pembelajaran kan nanti keliatan yang gak
bisa kan keliatan terus kan disini sulit menerima pelajaran terus tunalaras,
disleksia juga ada jadi nanti kalau disleksia itu kan ketika dia menulis ada
kebihalangan satu huruf. W4.GPKb.11042019.5.-8.
Ya yang jelas kalau kendala guru kelas ya kalau guru kelas karena keterbatasan
wawasan tentang ABK karena terus terang ya untuk guru kelas itu pendidikan
inklusinya itu sangat minim iya sangat minim, dulu disekolahnya itu gak pernah
ada mata pelajaran seperti gitu itu lo. Yo penangannya kalau sifatnya ringan –
ringan ya kita tangani, kalau sudah agak berat ya kita rujuk ke ULD, ini di ULD
nanti kita…kita anu apa anak ini perlu di anu lagi di apa itu di observasi lagi
apakah tingkat ke-ABK-annya itu berkurang atau bertambah.
W1.WKSb.09042019.9-10.
Kendala terdapat pada guru dan
orang tua. Penanganan dilihat dari
kondisi anak jika terlalu parah akan
diberi rujukan .
Kendalanya tidak ada alat mbak kan tidak bisa memastikan anak berkebutuhan
khusus tipe ini tipe ini cuma kita melihat ciri-cirinya saja. Untuk penangannya
ya kalau ringan yang menangani wali kelas mbak tetapi kalau sudah berat ya
kita pengalihtanganan mbak ke ULD untuk dikalukan observasi lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
W2.GK1b.09042019.9-10.
Ya dilihat dari kemampuan anak, kemampuannya kan tidak sama dengan anak yang
biasa dan tingkah lakunya kadang emosi tidak bisa dikendalikan. Sekolah
menggunakan kriteria anak berkebutuhan khusus, kriteria untuk menetapkan anak
berkebutuhan khusus baru slowlearner dan low vision. Kendala dalam
mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus belum ada semuanya masih bisa
dilakukan. Anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah kan yang slowlearner
jadi penangananya memberikan soal yang beda yan lebih mudah disesuaikan
dengan kemampuan anak. W3.GK4b.11042019.7-10.
Kendalanya banyak ya mbak, tapi kalau disekolah karena kita antara murid dan
guru jadi kalau maaf sekali kalau dimarahin ya mungkin masih dimaklumin.
kendalanya gak terlalu parah, tapi kendalanya di slowloner ya dipelajaran itu
tadi mbak, kita kendalanya di dia gak bisa nangkap yang kita ajarkan kadang
anak normal sudah paham yang kita ajarkan harus menunggu anak berkebutuhan
khusus kan kasian juga mbak sama-sama bosan kan. W4.GPKb.11042019.9-10.
REDUKSI HASIL WAWANCARA
SD “PAGI CERAH”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Aspek yang
ditanyakan
Hasil Narasumber Kesimpulan
Identifikasi anak
berkebutuhan khusus
Untuk mengidentifikasi pertama anak itu memang diindentifikasi di apa dilihat
setelah dilihat diidentifikasi apakah anak itu berkebutuhan khusus atau tidak terus
selanjutnya untuk kelengkapan siswa baru yang belum diidentifikasi atau belum
diasesmen itu kita tetep nganu asesmen secara kelas. jadi secara global jadi untuk
menghindari apa ya menghindari dari orang tua kalo itu jadi semua anak kita
asesmen, terus yang berkebutuhan khusus itu nanti kita datangkan dari psikolog
dari puskesmas bekerja sama dengan UGM karena psikolognya itu mungkin dari
puskesmas, alatnya itu dari UGM sehingga nanti kita undang kesini terus anak-
anak yang sudah teridenditifikasi itu sudah jelas anak berkebutuhan khusus nanti
kita khususkan disana kita mendapat hasil dari itu hasil dari asesmen itu nanti kita
data kita ajukan atau kita laporkan ke pemerintah daerah juga.
W1.GPKc.29032019.1.4.
Identikasi dilihat dari fisik anak
kemudian diasesmen ke puskesmas.
Pertama pakai asesmen, yang kedua dengan observasi di kelas. kan bisa keliatan
kalo misalnya e ditanya pada waktu interaksi kan keliatan mana yang nyambung
mana yang enggak.W2.GK2c.29032019.1.
Pertama kita observasi mbak. Observasi dulu siswa seperti apa. Setelah observasi
ke identifikasi anak yang masuk ABK atau engga itu nanti kita undang psikolog
dari puseksmas kita bantu asesmen dari situ. Nanti kita tunggu hasilnya dari
puskesmas. Oh hasilnya seperti itu, jadi berarti anaknya berkebutuhan khusus. Jadi
ada psikolognya juga dari puskesmas.W3.KSc.30032019.1.
Pertama kita itu melakukan tanya jawab dengan orang tua, kondisi anaknya itu
seperti apa. Nah sekarang syarat yang kemaren kita berlakukan itu anaknya diajak
ke sini. Biasanya kan anak kalo pendaftaran ga diajak, tapi karena kemaren-
kemaren kecolongan banyak mbak, di sini itu ABKnya itu kan banyak jadi anaknya
disuruh ke sini terus diukur berat badannya berapa tinggi nya berapa kan kelihatan
to mbak fisiknya seperti apa. Lah itu terus kalo itu mencurigakan maksudnya kalo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
diajak ngomong, wawancara itu kan ngomong-ngomong kan mbak kalo dia itu
kesulitan apa itu saya suruh asesmen ke puskesmas. Nanti kita terima hasilnya,
kita baca kalo memang itu hasilnya masih mampu didik kita terima.
W4.GK4c.30032019.1.
Untuk sekolah itu dari awal kita identifikasi terus asesmennya sekali dalam
kurun waktu selama belajar di SD Pagi Cerah kalau anak yang pindah dari
sekolah lain pindah kesini kalau sudah membawa surat asesmen itu sudah
enggak kita asesmen lagi sudah cukup dari sekolah yang awal
itu.W1.GPKc.29032019.2.
Identifikasi dilakukan saat observasi
setiap kali pembelajaran.
Biasanya di awal tahun jadi cuma setahun sekali tapi itu untuk asesmen loh ya,
tapi kalo untuk identifikasi itu misalnya observasi tuh setiap kali pembelajaran
kan pasti ada perkembangannya apa enggak itu kan setiap kali pembelajaran
keliatan.W2.GK2c.29032019.2.6.
Awal tahun iya, observasi dulu itu kan mbak.W3.KSc.30032019.2.
Pertama waktu pendaftaran kemudian tengah semester itu kemudian kenaikan kelas
biasanya ya itu heem. W4.GK4c.30032019.2.
Nek sekolah sendiri belum ada kami namun biasanya guru ABK itu sudah hapal
ciri-ciri anak-anak yang berkebutuhan khusus gerak gerik anak berkebutuhan
khusus itu dan kami nanti kita hanya membuat laporan ke puseksmasn atau
khusus yang mengadakan asesmen. Kemarin itu habis saja tahun ini semester
kedua ini udah baru saja itu jumlah anak 20 itu kita identifikasi yang belum-belum
itu ada beberapa anak yang belum itu mungkin kelas 1 dan kelas 2 itu kita adakan
bekerja sama dengan puskesmas.W1.GPKc.29032019.3.
Sekolah tidak menggunakan alat
identifikasi.
Kalo sekolah enggak. Kami Cuma pake observasi aja.W2.GK2c.29032019.3.
Alat identifikasi itu kita udah asesmen itu mbak, Ada apa itu namanya, yang dapat
dari diklat itu namanya apa sejenis pedoman itu.W3.KSc.30032019.3.
Kebetulan enggak Cuma kita wawancara aja, tesnya kan Cuma dari anu dari
puskesmas itu ya. Wawancara dan hasil dari belajarnya
itu.W4.GK4c.30032019.3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Mm.. untuk identifikasi atau untuk asesmen itu didampingi oleh guru GPK nya
sama piskolognya yg mengadakan tes atau tes uji identifikasi
itu.W1.GPKc.29032019.4.
Identifikasi didampingi oleh GPK dan
spikolog dari puskesmas.
Kalo asesmen kami dari apa emm minta tolong puskesmas jadi psikolog tapi kalo
observasi itu ada GPKnya.W2.GK2c.29032019.4.
Ee.. nek kami e biasa ya untuk melihat anak-anak yang berkebutuhan khusus itu
kita lihat dari pertama dari kemampuan akadamik, kemampuan akademik nek
kelas 1 khususnya kelas 1 kelas 2 itu kelas rendah biasanya untuk membedakan
hurup-hurup yang agak sejenis itu dia kesulitan. Untukk membedakan hurup-hurup
sejenis itu kesulitan. Sehingga antara b d dan terus r t itu kesulitan sehinga kita
identifikasi itu terasa kesulitan untuk itu terus itu yang pertama dalam hal
akademik. Yang kedua dalam hal tingkah laku. Tingkah laku itu biasanya
hiperaktif yang kedua nek kebalikannya lagi terlalu hiperaktif dan lalu yang kedua
hanya pendiam itu malah kadang-kadang ada kelainan itu, diam yang kedua tidak
banyak bicara, diam, hiperaktif, itu terus nanti kita identifikasi terus kita
asesmennya kita lakukan tes-tes untuk mengetahui seberapa IQ nya seberapa,
apakah bisa kita didik, apakah bisa kita bisa tingkatkan. Kalo bisa ya terus kita
terima saja, kalo seandainya itu tidak biasa kita wah kesulitan untuk
mengembangkan terus pihak sekolah biasanya terus mengundang wali murid untuk
anak ini sebaiknya dimasukkan ke sekolah yang lebih berkompeten, SLB atau apa
agar anak itu lebih berkembang secara maksimal. Biasanya orang tua pertama kali
gak mau tapi setelah kita terus setiap pertemuan ajak bicara ajak bicara akhirnya
terus kita emm menyadari.W1.GPKc.29032019.1.7-8.
Kriteria dilihat dari kemampuan
akademik, tingkah laku, dilihat dari
hasil asesmen.
Oh sebenernya kalo guru itu gak boleh langsung ngejudge ini berkebutuhan khusus
atau enggak. Kami berdasarkan asesmen. Hooh jadi kalo asesmen mengatakan
anak ini lambat belajar atau low vision atau apa gitu kan baru kami oh
berkebutuhan khusus tapi kalo kesehariannya kami mengidentifikasinya dengan
emm bagaimana kemampuan anak dengan anak yang lain. Apakah bisa
mengikuti ataukah dia kesulitan. Misalnya dalam penglihatan nya atau dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
menulis,biasanya seperti itu.W2.GK2c.29032019.7-8.
Setiap saya ke sini ya saya identifikasi anaknya, karena ya keterbatasan waktu ya
mbak jadi kita tidak bisa penuh dalam mengidentidfikais setiap hari. Kriterianya
itu sebenarnya bermacam-macam, nanti kita dari awal pembelajaran kita sudah
bisa lihat kalau anak itu kesulitan dalam pembelajaran ini. Anak mengalami
kesulitan apalagi untuk yg kelas paling bawah ya kelas 1, paling belum mampu
mengenal huruf aja itu sudah anu. Terus kadang dia paham eh dia tidak paham, dia
membaca bisa tapi pahamnya itu paham untuk bacaannya itu tidak paham kadang
itu kadang juga. Tapi yang kebanyakan di sini tuh di membaca. Jadi setiap ada yg
kita ada yang kurang bisa membaca itu saya sama guru kelas itu sepulang sekolah
mengadakan kayak les gitu. Jadi dari huruf a sampe z itu ada pedomannya itu yg
tanpa mengeja itu loh mbak. Ada itu nanti, kita di sana itu tiap saya datang atau tiap
hari guru kelasnya ngedrill anaknya supaya bisa membaca. Mungkin di setiap awal
semester asal bisa baca dulu di semester satu itu. Nanti semester dua fokusnya
pemahaman bacaan jadinya. Tapi kalo nanti di akhir semster dua di kelas dua eh
satu itu nanti emm apa kelihatan banget kok tidak bisa, oh berarti ini kategori ABK
tapi kan tetep dengan prioritas ada yang ABK yang ringan dan ada juga yang berat
itu loh mbak. Tapi kalo kita di kelas dua kan kalo ABK itu tidak boleh nunggak jadi
harus naik terus. Tapi kalo sebenarnya itu yang jadi masalah di situ, tapi kalo di
SLB itu sebenarnya ga naik terus ga masalah. Tapi disini kan sekolah umum jadi ya
itu tadi ada pertimbangan. Tapi ada juga yang memang kalo anak itu bener-bener
kebangetan ga bisa baru kita tidak naikan tapi di kelas satu kita naikkan, tapi kalo
di kelas dua kita tinggal. Jadi ga nganu. karena untuk kelas satu kan kasian nanti
kalo anak di kelas 2, kelas 3 benar-benar tidak mengikuti pembelajaran ndak bisa
atau gimana. Makanya di sini sekolah kita menyarankan jika anak nya bener-bener
ga mampu, kita sarankan ke SLB. Tapi kan tidak setiap orang tua mau anaknya
sekolah di SLB. Sebenernya di SLB pun tidak apa-apa karana kalau mereka lebih
fokus keterampilan itu lebih bagus. Ada yang kemaren tuh bulu tangkis ya mbak
tingkat internasional sampe Abudabi. Kemaren abis lomba itu karena ketekunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
guru dalam melatih dan memasukan ke club itu ya mbak jadi tidak serta merta anak
ASLB itu anak yang idiot, gila. Tapi kan pemikiran orang seperti itu.
W3.KSc.30032019.5.7.
Itu waktu pendaftaran aja mbak. Tapi kalo sudah ada asesmen dari sana kita
langsung cepet-cepet ke keluarganya faktor-faktor yang mempengaruhi anaknya
seperti itu apa. Ya wawancara itu lah mbak masih sederhana. Kalo sini itu Cuma
pas pendafataran dan tanya-tanya temen yang deketnya itu pas mau masuk aja.
Kemudian kalo sudah berlanjut ya memang saya tanyakan. Kan kadang anak tuh
kalo disini do comeng ngelam terus mbak. Nah saya kan juga perlu iki ngopo yo
terus saya observasi ke orang tua kalo ada hal-hal yang mencurigakan. Maksudnya
kayak gak sewajarnya anak normal gitu oh. Kalo engga ya engga, itu juga
menyinggung poeraasaan to mbak. Makanya kalo gak terlalu maksudnya anak
menyendiri diam itu karena anaknya ada problem keluarga mbak, maaf sini tuh
banyak yang broken home juga terus lingkungan sana itu bapaknya juga banyak
yang pemabuk. Kan anaknya juga suka banget to cerita. Aku wis tau ngombe iki
loh buk terus saya haduh ko iki, mungkin faktor keluarga juga to mbak kita bisa
menyimpulkan. Sekalian observasi to mbak. Jadi ya keluarga juga sangat
mempengaruhi. Itu saya anu mbak tanya dengan riwayatnya. Riwayatnya orang tua
kan tau mbak. Misalnya dulu lahirnya gimana gimana gimana. Terus kemudian
perkembangannya. Saya sering melihat, apa itu namanya emm kayak hasil dari
posyandu itu? KAMS? Apa itu aaaaa iya itu yang itu. Dulu kelas 1 sering saya
suruh kumpulin perkembangan anaknya gimana itu. Itu kan bisa to misalnya dari
umur satu tahun perkebangan fisiknya bagaimana. Itu juga Pernah saya lakukan
seperti itu. Kalo sekolah sendiri kan belum mampu mendiagnosa sendiri tapi dari
secara global aja kita ngajak anaknya ngobrol gitu. Bisa nyambung ngga. Terus
kemudian kalo yang khusus itu gitu.W4.GK4c.30032019.9.
Kendala dari orang tua dan
lingkungan rumah. Penanganan
dilakukan secara cara mengawasi
setiap tingkah anak.
Emm sebenernya untuk me..mengajar tentang anak berkebutuhan itu banyak
kendalanya memang ya, tapi kami guru-guru kami sudah di.. sering ditatar
tentang bagaimana sekolah SPPI, apa yang harus dikerjakan biasnya guru-guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
sudah siap sehingga sekolah kami misalnya dibantu dengan guru yang lain emm
apa yang bukan SPPI itu mungkin kami lebih siap dalam hal menerima siswa emm
ABK itu sehingga kami ya lebih sabar lah ya hehehe lebih sabar lebih tau tentang
hal ini. Jadi orang yang lebih siap dibanding yang belum siap itu berbeda dalam
menyikapi suasana Ee.. untuk penangananya selalu ada. Menyediakan selalu kita
pantau selalu kita awasi. Kalo ada kesalahan sedikit harus kita tegur, kita benahi.
Mungkin hanya itu jadi emm semakin sebenernya itu hanya pengawasan itu yang
terpenting. Pemanatauan anak setiap harinya setiap jamnya. Kalo anak berbuat
salah, berbuat kurang anu emm menyimpang harus segera kita
benahi.hehe.W1.GPKc.29032019.9-10
Kendalanya kalo kalo observasi itu ga ada kendala Cuma kadang
mengidentifikasi saat saat dengan orang tua itu kesulitan karena ada orang tua
yang anaknya berkebutuhan khusus ada yang tidak. Istilahnya dia tidak mau
anaknya dikatakan berkebutuhan itu ada. Ya itu kadang kadang yang menyulitkan
identifikasi ya itu. Oh kalo selama ini karena klasikal, kalo kami yang
berkebutuhan khusus itu lambat belajar kalo saya ya setiap selesai pembelajaran
atau pada waktu pembelajaran temannnya sudah ada evaluasi dia tak ulangi lagi.
Jadi materinya yang belum jelas saya ulangi lagi. Mana yang belum jelas saya
ulangi lagi. Terus setiap kali sebelum pulang sekolah itu juga tak kasih e, istilahnya
saya kasih pengayaan lagi gitu di akhir jadi untuk yang low vision, kami itu
pertama dulu dia e apa yo mengeluhkan kalo gak jelas gitu kan terus dari sekolah
menyediakan kaca pembesar terus pake itu masih gak keliatan, pake senter, nah itu
sekolah menyediakan terus setelah itu sekolah berusaha menyediakan kacamata,
ternyata dia kan udah punya Cuma anaknya sendiri gak mau make, tapi kalo dari
sekolah mengusahakan apa yang memang dibutuhkan karena setiap tahun sekolah
mendapatkan beasiswa, beasiswa untuk anak berkebutuhan
khusus.W2.GK2c.29032019.9.-10.
Waktunya terbatas itu mbak. Kadang juga pas kita mau ada kegiatan. Kadang pas
saya jatahnya di sini, di SLB ada kegiatan jadi ijin ga berangkat, tapi kadang saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
ganti hari. Kalo jumat ga bisa saya ganti hari. Tapi saya usahakan selalu. Tapi yg
lainnya itu mungkin keterbatasan apa ya, anaknya itu kadang kalo di SD itu apa ya
anak ABK itu didampingi terus itu yang lain meri. Maksude opo yo “iki diwarai
terus aku ratau”. Padahal ya “kamu kan bisa saya kan Cuma ajare yang ga bisa.”
Kadang ada kecemburuan gitu mbak. Kadang kan saya berupaya untuk ngajar anak
berkebutuhan khusus. Tapi kalo mereka tanya itu ga masalah tapi kalo gitu saya ga
enak. Itu aja kalo di SD kayak gitu tapi kalo di SMP dan SMA itu ga mau
didampingi. Dia cuma di kantor atau anak minta diajari baru deh
gitu.W3.KSc.30032019.9.
Kadang ada, soalnya kan orang tua merahasiakan to anakny seperti itu. Kemarin
itu juga oh di rumah itu bisa gini gini gini tapi ternyata di sekolah gak bisa. Jadikan
dia Cuma merasa malu kalo anaknya itu ABK to. Terus kemudian saya suruh ya itu
Tadi saya suruh anaknya tes dulu. Saya juga apa emm malah tersinggung gitu to
yaudah gak usah, saya bilang gitu terus ya udah kita yang mencari untuk itu
asesmen biayanya kadang nombok juga maksudnya gini, siapa yang punya duluan
ya itu, atau kita ambil infak atau pakai pribadi. Ya itu nanti BOSS datang kan bisa
kita ambilkan dari situ. Sebenernya tuh bayar. Mm per anak tuh suruh bayar saya
suruh bayar. Soalnya kan asesmen itu dilaksanakan Cuma 3 cuma satu kali to. Bisa
akhir, bisa pertengahan semester, bisa akhir semetser, bisa pertengahan itu kita
yang melakukan sendiri itu bisa dari observasi dari hasil belajarnya anak. Itu kan
juga namanya asesmen juga. Hasilnya bagaimana Terus kita tindak lanjutnya
bagaimana. Ya itu secara Cuma anu mbak secara umum maksudnya kalo dia bener-
bener membutuhkan pendamping ya kita dampingi tetapi kita tidak kita tidak
membataskan ruang tersendiri mbak. Soalnya takutnya nanti malah dia ketinggalan
sama temen-temennya gak bisa bersosialisasi. Yang penting tuh ya untungnya
alhamdulilah anak-anak di sini mau berbaur. Ga ga wah iki iki cah ABK. Langsung
kalo ada yang membutuhkan bantuan langsung dibantu. Kalo anak-anak sini loh
kebetulan secara ga secara ga dilatih seperti itu. Toleransine
gede.W4.GK4c.30032019.9-10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
REDUKSI HASIL WAWANCARA
SD “HARAPAN MULIA”
Aspek yang
ditanyakan
Hasil Narasumber Kesimpulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Identifikasi anak
berkebutuhan
khusus
kita kan bukan lulusan PBL, kita lulusan PGSD jadi proses identifikasi abk
ketika pembelajaran. misalnya anak ini kok nulis lama seklai, mengerjakan
kok selalu terakhir,harus diajari mandiri, sehingga lama kelamaan ketahuan
akhirnya. Kemudian didata lalu diajukan ketika ada asesmen dari dinas
pendidikan atau dari lembaga yang bersedia melakukan asesmen
.W1.GK2d.28032019.1.7.
Identifikasi dilihat dari fisik anak, proses
pembelajaran kemudian di asesmen.
Terdapat anak berkebutuhan khusus
slowlearner
Jadi kalau PPDB itu orangtua dan siswa harus hadir supaya kita bisa
melihat secara fisik bagaiman anak tersebut. kalau Cuma orangtua yang
hadir kita tidak tahu bagaimana keadaan anak tersebut. ibaratnya kita
melihat kucing dalam karung. Karena kita tidak tahu anaknya seperti apa.
jadi kasihan kalau anaknya kita terima tetapi kita tidak
mampu.W2.GK6d.02042019.1.
Ya kami melakukan identifikasi untuk mengetahui siswa berkebutuhan
khusus atau tidak. Saya ikut dalam proses identifikasi. Tapikan misalnya
kita usul 20 orang tapi yang menentukan dan bayar psikologinya nanti
hanya di terima 9 , lalu misalnya juga kita usul 15 yang di asesmen Cuma 7
orang gitu mbak. Dan karena gak di asesmen semua dari dugaan kan
kahirnya tercecer karena gak di asesmen. W3.GPKd.09042019.1-10
Identifikasi kita lakukan di awal semester. Siswa baru guru baru nggih.
Klau kelas 1 benar-benar baru. Kadang-kdang orangta kurang paham
anaknya termasuk berkebutuhan khusus atau tidak. Lah ini biasanya kita
bulan-bulan juli agustus itu bapak ibu guru melakukan observasi. Nah
kalau sudah 1 bulan pembelajaran kan mulai kelihatan nah gitu ya kita
rekap kita data dari 1-6 kalau memang ada kan tiap tahun untuk asesmen
kuotanya terbatas dari unit layanan disabilitas. Kita nyari yang gratis kan
biayanya kan mahal nggih. Kan kita udah ada upt khusu untuk inklusi, kita
majukan proposal. Alhamdulilah selama 2 tahun kita ngajuin di tindak
semua untuk terakhir kemarin kita ngajukan 14. 11 ABK ada 3 mungkin
karena hanya kurang perhatian pendampingan di rumah nggih, jadi lambat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
untuk memahami pembelajaran tapi hasilnya asesmen di atas 90 itu kan
normal. W4.KSd.12042019.1-10.
Dilakukan satu kali setahun tergantung yang mengadakan darimana karena
biayanya berat dan tergantung dari pemerintah.W1.GK2d.28032019.2.
Identifikasi dilakukan setahun sekali
karena kendala biaya.
Identifikasi dilakukan satu kali setahun tergantung yang mengadakan
darimana karena biayanya berat dan tergantung dari pemerintah dan
asesmen dari psikolg UGM dan UII. W2.GK6d.02042019.2.
Kalau pas identifikasi dari UNY ada intrumen tapi klau dari sini pernah
berapa hari sekolah dan guru diundang untuk diberikan diklat dan file
instrumen untuk sekolah inklusi. W1.GK2d.28032019.3.
Identifikasi dilakukan oleh spikolog, guru
saat proses pembelajaran.
Ya kita serahkan ke ahlinya yang melakukan asesmen. Kita
mendatangkan psikolog karena sekolah tidak mampu jadi kami serahkan ke
yang lebih ahli. W2.GK6d.02042019.3.
Identifikasi dilakukan oleh psikolog tapi kalau dari guru sendiri hanya bisa
instrumen ceklis yang selebihnya nanti dilakukan oleh
psikolog.W1.GK2d.28032019.4.
Setiap anak itu pasti kita tahu karakternya seperti apa, dalam prosesnya
misalnya proses pembelajaran selama 1 bulan kita sudah tahu si A dan si B
itu seperti ini. Misalnya proses sosialisasi dengan teman-temannnya kita
dapat melihat kok ada yang beda sama anak ini. Kita data namanya lalu kita
ajukan untuk diasesmen apakah pandangan kita terhadap anak sesuai atau
tidak dari melihat hasil asesmen. Jadi guru melakukan observasi. Karena
kadang kala orangtua mendaftarkan anaknya tetapi tidak tahu apakah
anaknya ABK atau bukan. Sekolah juga tidak dapat mengetahui itu karena
sekolah negri tidak boleh melakukan tes. Jadi identifikasi dilakukan oleh
guru kelas masing-masing. W2.GK6d.02042019.4.
Mungkin beberapa bulan ya mbak saya kurang tahu, nanti langsung tanya
ke guru kelas 1. Tapi saya biasanya awal-awal semster itu sudah mulai
melakukan identifikasi. Ya observasi bisa dilihat setiap hari melalui
Observasi dilakukan saat pembelajaran dan
setiap waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
pengamatan kita sudah bisa tahu.W1.GK2d.28032019.5-6. Kriteria dilihat dari proses pebelajaran.
Jadi begini kalau memerlukan wajtu berapa lama sebenarnya kita nggak
lama satu minggu sudah cuku kita sudah bisa tahu kok ada yang ada dari
anak ini. ABK itu pasti berbeda dari anak yang lain, ada khususnya gitu.
Kita hanya mendiagnosa yang berhak itu yang mengasesmen tapi kita hanya
bisa menduga. Makanya kita lihat anaknya lalu kita ajukan. Ya observasi
bisa dilihat setiap hari selama pembelajaran.W2.GK6d.02042019.5-6.
Guru-guru di sini itu sudah mengikuti diklat dasar tentang sekolah inklusi
yang diadakan oleh dinas itu sudah ada materi tentang abk-
abk.W1.GK2d.28032019.7.
Jadi guru akan memberikan soal yang mendasar dan sama. Lalu
kemudian diberikan tes yang levelnya sama. Nah disitu kita sudah bisa
melihat anak mana saja yang masuk ke dalam kriteria-kriteria ABK
Kriteria yang digunakan itu sesuai dengan kemampuan sekolah saja,
karena tidak semua abk dapat kita tangani karena jika semuanya hampir
isinya abk pembelajaran menjadi tidak efektif. Jadi sekolah membatasi
penerimaan siswa dan ABK apa saja yang diterima di sekolah ini..
W2.GK6d.02042019.7-8.
Kendala ya tergantung anaknya itu kan kita asesmen misalnya tes IQ
tergantung mood anak saat itu juga ya kadang nanti begini terus berapa
bulan kemudian berkembang lagi begitu. Ya itu anak kadang ya
memperhatikan kadang tidak.W1.GK2d.28032019.9.
Kendala terdapat pada anak.
Tidak ada kendala. Tinggal tunjuk anak karena ini hanya proses dugaan
dengan memberikan soal kepada anak untuk dapat melihat mana yang
perlu dilakukan asesmen.W2.GK6d.02042019.9.
Dari guru kelas masing-masing itu juga kalau slow learner. Disini sendiri
ada 5 slow learner jadi namanya sekolah inklusi lebih banyak reguler
daripada inklusi khususnya di kelas. Saya slow learner belum bisa baca tulis
dengan teman-teman yang lain itu, mau diajarin apa ngebut jadi dia ngak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
mau tetapi kalau di ualng lagi pembelajaran tidak mau juga padahal harus
menyesuaikan dengan teman-teman ABK. Biasanya saya lakukan
pendekatan individu kepada anak slow learner ketika yang lain
mengerjakan. Ada juga GPK yang mendampingi siswa di perpustakaan.
W1.GK2d.28032019.10.
Jelas sekolah menyeediakan. Dengan guru GPK kalau ada disini ABK itu di
dampingi oleh 1 GPK. Nah kendalnya klau dinegeri mau tidak mau
orangtua harus menyiapkan guru GPK sendiri karena kita kekurang
guru GPK. Misalnya di kelas1 ada guru GPK tetapi disediakn oleh orangtua
murid dan guru GPK sekolah hanya mendampingi kelas
bawah.W2.GK6d.02042019.10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 4. Reduksi Hail Observasi
Reduksi Hasil Observasi
SD “Cinta Kasih”
Aspek yang
diamati
Sub Aspek yang
Diamati
Deskripsi hasil pengamatan kesimpulan
Identifikasi anak
berkebutuhan
khusus
Melalukan
identifikasi anak
berkebutuhan khusus
Proses identifikasi anak
berkebutuhan khusus guru
melihat fisik anak terlebih
dahulu dan saat proses
belajar mengajar. Siswa
yang tergolong anak
berkebutuhan khusus akan
diberi asesmen oleh GPK
dan spikolog dari
puskesmas atau universitas.
SD “Cinta Kasih”
mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus
melihat fisik anak
terlebih dahulu dan saat
mulainya proses belajar
mengajar. Anak yang
tergolong sangat berat
dialihtanganakan ke
ULD.
Upaya
pengalihtangan anak
berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus
yang tergolong ringan akan
ditangani oleh wali kelas
atau dari pihak sekolah,
sedangankan anak
berkebutuhan khusus yang
tergolong berat akan
dirujuk ke ULD.
Menentukan kriteria
anak berkebutuhan
khusus
Guru mengandalkan saat
proses belajar untuk
menetuksn kriteria anak
berkebutuhan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 5. Hasil Dokumentasi
HASIL DOKUMENTASI
Aspek yang
diamati
Daftar Dokumen Ya
Tidak
Keterangan
Identifikasi Anak
Berkebutuhan
Khsus
Informasi Perkembangan Anak Terdapat data
perkembangan siswa,
data orang tua siswa,
alat identifikasi, dan
anak yang tergolong
anak berkebutuhan
khusus
Data Orang Tua/ Wali Murid
Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus
Anak yang Teridentifikasi dan
Memerlukan Pelayanan Khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Lampiran 6 Display Data Wawancara dan Observasi
DISPLAY DATA WAWANCARA DAN OBSERVASI
Aspek yang Digali Wawancara Observasi
Mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus
Identifikasi yang dilakukan oleh guru dilihat dari
pengamatan fisik anak dan pada saat kegiatan
pembelajaran di kelas. Anak yang mengalami kesulitan
dalam menerima pembelajaran, nilai tidak mencapai
KKM dicurigai memiliki kebutuhan khusus. Guru
mengidentifikasi anak dengan melihat kondisi fisik antara
lain dari wajah, cara berkomunikasi, dan cara berjalan.
Anak yang dicurigai memiliki kebutuhan khusus
kemudian diasesmen oleh pihak sekolah.
SD “Cinta Kasih” mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus saat proses belajar
mengajar berlangsung yang berdasarkan
dari pengamatan kemudian sekolah akan
melakukan asesmen dibantu oleh GPK,
psikolog, dan Unit Pelayanan Disabilitas.
Kepala sekolah mengungkapkan bahwa tujuan dari
identifikasi adalah untuk mengetahui keadaan anak,
kemampuan anak, latar belakang anak yang menjadi
bekal untuk guru dalam menentukan pembelajaran. Guru
kelas I mengatakan tujuan dari identifikasi supaya anak
cepat tertangani melalui bimbingan khusus atau
diserahkan kepada GPK
Ada berbagai macam tindakan yang dilakukan guru
setelah melakukan identifikasi terhadap siswa yang
dicurigai memiliki kebutuhan khusus. Guru kelas I
mengungkapkan anak yang teridentifikasi kebutuhan
khusus perlu mendapat penanganan dari GPK. Guru kelas
IV mengatakan bahwa setelah dilakukan identifikasi anak
berkebutuhan khusus, guru dapat menentukan acuan
dalam menyampaikan materi. GPK mengatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
anak yang teridentifikasi anak berkebutuhan khusus perlu
mendapatkan penanganan dari guru kelas dengan
menambahkan waktu bimbingan idividu. Guru perlu
menyampaikan menganai keadaan anak berkebutuhan
khusus kepada kepala seolah dan guru-guru melalui rapat
kerja atau rapat sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
BIOGRAFI PENULIS
Intan Nawangwulan, lahir di klaten pada tanggal 24
Agustus 1996 merupakan anak pertama dari pasangan
Bapak Gunawan Bambang Supriyono dan Ibu Neni K.
Menempuh Pendidikan non formal di TK Aisyah lulus
pada tahun 2003, dilanjutkan menempuh pendidikan
formal di SD Negeri 4 Bareng Lor lulus pada tahun 2012,
dan SMA Negeri 1 Ceper lulus pada tahun 2015. Peneliti melanjutkan S1 di
Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Selama menempuh pendidikan S1 PGSD, peneliti mengikuti kegiatan
antara lain sebagai Anggota Pendamping Kelompok Acara Infisa 2017 dan
Anggota Pendamping Kelompok Parade Gamelan Anak. Masa akhir perkuliahan
ditutup dengan menulis tugas akhir skripsi dengan judul “Proses Identifikasi Anak
Berkebutuhan khusus Di Sekolah Inklusi: Studi Diskriptif”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related