kumpulan data2 skripsirepository.usd.ac.id/22501/2/011124034_full.pdf · 2018. 3. 23. · daftar...

102
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK OLEH KELUARGA-KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES PAULUS PAROKI ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK YANG BERIMAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh : Tiovilla Kleden NIM : 011124034 PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN KEKHUSUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK

    OLEH KELUARGA-KELUARGA KATOLIK

    DI LINGKUNGAN ST. YOHANES PAULUS

    PAROKI ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA

    DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK YANG BERIMAN

    SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

    Oleh :

    Tiovilla Kleden

    NIM : 011124034

    PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN

    KEKHUSUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

    JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2007

  • ii

  • iii

  • iv

    PESEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan kepada: Keluarga di Kalimantan-Barat

    dan Keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki

    St.Antonius Kotabaru Yogyakarta

  • v

    HALAMAN MOTTO

    “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu

    dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”

    (Kej 2:24)

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

    termuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

    dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaiman layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 26 Maret 2007 Tiovilla Kleden

  • vii

    ABSTRAK

    Judul skripsi adalah “PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK UNTUK KELUARGA-KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PAULUS PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA DALAM MENGHAYATI DAN MEWUJUDKAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK”. Judul ini dipilih bertitik tolak dari situasi keluarga Katolik yang sedang menghadapi berbagai tantangan hidup yang berdampak pada munculnya persoalan-persoalan rumah tangga. Sebab dari satu sisi yang utama, keluarga-keluarga dipanggil untuk menegakkan Kerajaan Allah juga dalam keluarga, dari sisi lain keluarga-keluarga dihadapkan pada tantangan (tawaran, godaan dan cobaan) masuk dalam kerajaan duniawi.

    Pembimbing dan pedoman hidup keluarga Katolik adalah anugerah Roh Kudus yang dicurahkan ke dalam hati suami-istri dalam sakramen perkawinan. Oleh karena itu dalam persekutuan yang erat antara Roh Kudus dan GerejaNya suami-istri dipanggil untuk mengamalkan dan mewujudkan pengabdiaannya sebagai suami-istri dalam iman, harapan dan cinta kasih.

    Spiritualitas keluarga akan tetap menjadi suatu teori apabila tidak dihayati dan diwujudnyatakan dalam hidup setiap keluarga. Namun demikian perlu disadari bahwa untuk mewujudkan spiritualitas keluarga, setiap keluarga perlu secara terus menerus menghayati dan mewujudkan nilai-nilai spiritualitas perkawinan mereka dengan penuh kesabaran dan penuh keuletan dalam hidup konkret.

    Untuk memjawab permasalahan tersebut penulis menguraikan skripsi ini menjadi lima bab. Bab I berupa pendahuluan yang akan menguraikan pokok latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, kajian pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II memaparkan penghayatan spiritualitas perkawinan katolik. Selanjutnya bab III membahas gambaran keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, Yogyakarta di dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan. Berkaitan dengan topik tersebut akan dijelaskan tentang gambaran umum lingkungan St.Yohanes Paulus dan penelitian sederhana keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus Kotabaru Yogyakarta dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan Katolik Bab IV akan membahas katekese keluarga sebagai jalan untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas perkawinan Katolik. Bab V kesimpulan dan saran keseluruhan isi karya tulis berdasarkan pengolahan dan pemikiran yang menyeluruh.

  • viii

    ABSTRACT

    The title of the thesis is “THE CHATOLIC MARRIAGE SPIRITUALITY COMPREHENSION BY CATHOLIC FAMILIES IS SAINT YOHANES PAULUS PARISH NEIGHBORHOOD SAINT ANTONIUS KOTABARU – YOGYAKARTA IN REALIZING FAMILIES CATHOLIC THE BELIFE.” This title has been chosen toward the situation of Catholic families who have faced a lot of life challenge and gave impacts to the family problems. Because of the first main part, the Catholic families has been faced toward the life offer, temptation, and teasing in the profane kingdom. The guidance and basic life of Catholic families are the blessing of the holy spirit that is blessed inside husband and wife’s heart in the marriage sacrament. Moreover, in the federation which has connected the power of the holy spirit and God’s churches, the couples are called to practice and realize the serving activities as husband and wife in faith, hopes, and affection. The family spirituality will become only a theory if it can’t be comprehended and realized in the every family life. But, there must be understood that for realizing family spirituality, every family must comprehend and realize their marriage spiritually value every time with a great passion and afford in the daily life. To answer the problems, the author has published the thesis into 5 chapters. Chapter I is the Introduction which will explain the back ground of the study, methodology of the problem, the objectives of the study, writing methods, and writing systematic. In Chapter II, the writer will explain the Catholic marriage spiritually comprehension for Catholic families in Saint Yohanes Paulus Parish neighborhood – Saint Antonius Kotabaru Yogyakarta. Furthermore, in Chapter III the writer will discuss the picture of Catholic families in Saint Yohanes Paulus Parish neighborhood– Saint Antonius Kotabaru Yogyakarta in comprehending and realizing marriage spirituality. In Chapter IV, the writer will discuss family catechism as the way out to increase the Catholic marriage spirituality comprehension. In chapter V, the writer will show the conclusion and the suggestion. All the thesis materials have been written based on the idea and the writer’s effort.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan yang memberi dan memelihara kehidupan

    kepada semua orang, karena atas anugerah dan bimbingannyalah penulis akhirnya

    dapat menyelesaikan skripsi ini, setelah melewati perjalanan panjang yang cukup

    melelahkan. Namun dalam situasi seperti itulah penulis pada akhirnya sungguh

    dapat merasakan karya Roh Tuhan dalam hidup penulis.

    Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar sarjana pendidikan program studi ilmu pendidikan kekhususan

    pendidikan agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Skripsi ini ingin membantu para keluarga-keluarga Katolik di lingkungan

    St.Yohanes Paulus, Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta, agar semakin

    mampu mengahayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinannya dalam

    menghadapi tantangan jaman yang terus merongrong kehidupan setiap manusia

    tak terkecuali keluarga.

    Dengan segala usaha dan kemampuan, serta dukungan dari semua pihak

    yang berupa petunjuk, nasehat, saran, dan bimbingan serta kesadaran akan

    bimbingan Allah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada

    kesempatan ini penulis dengan rasa bahagia menghaturkan terima kasih yang

    mendalam kepada:

    1. Drs. F.X. Heryatno W.W. SJ. M.Ed selaku dosen pembimbing utama dan

    sebagai dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu untuk

    membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dan yang

    telah banyak memberi semangat kepada penulis.

    2. Yoseph Kristianto, SFK selaku dosen penguji II yang telah meluangkan

    waktunya untuk menjadi dosen penguji II.

    3. YH. Bintang Nusantara, SFK yang telah bersedia meluangkan waktu sebagai

    dosen penguji III.

  • x

    4. M. K Sudarmo selaku ketua lingkungan St.Yohanes Paulus, Paroki

    St.Antonius Kotabaru Yogyakarta, yang telah memberikan ijin kepada penulis

    untuk melakukan penelitian sederhana kepada para keluarga-keluarga Katolik.

    5. Mas Wondo selaku sekretaris lingkungan St.Yohanes Paulus, yang telah

    memberikan data tentang situasi umum lingkungan St.Yohanes Paulus dan

    data keluarga-keluarga Katolik sehingga terselesainya skripsi ini.

    6. Para keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus yang tak bisa

    penulis sebutkan namanya masing-masing, yang telah meluangkan waktunya

    untuk diwawancarai.

    7. Bapak dan ibu yang ada di Kal-Bar yang telah mendukung dan menyemangati

    penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini.

    8. Teman-temanku yang telah memberikan dukungan bagi terselesainya skripsi

    ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

    dan memerlukan kritik dan saran yang membantu dan membangun. Akhirnya

    penulis berharap agar skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mereka yang

    memiliki perhatian pada karya pastoral Gereja pada umumnya dan katekese

    keluarga pada khususnya.

    Yogyakarta, 26 Maret 2007

    Penulis

    Tiovilla Kleden

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv

    HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi

    ABSTRAK ....................................................................................................... vii

    ABSTRACT..................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

    DAFTAR ISI.................................................................................................... xi

    DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiv

    BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1

    A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

    B. Rumusan Permasalahan ............................................................................. 4

    C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 5

    D. Kajian Pustaka............................................................................................ 5

    E. Metode Penulisan ....................................................................................... 6

    F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 6

    BAB II PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK.. 8

    A. Pengertian Spiritualitas dan Spiritualitas Perkawinan Katolik .................. 9

    1. Pengertian Spiritualitas ........................................................................ 9

    2. Spiritualitas Perkawinan Katolik ......................................................... 11

    B. Gambaran Keluarga Katolik yang Menghayati Spiritualitas Perkawinan . 17

    C. Makna Spiritualitas Perkawinan Katolik untuk Keluarga-Keluarga Katolik 19

    1. Fides (makna kesetiaan)....................................................................... 20

    2. Bonum prolis (makna prokreatif) ......................................................... 21

    3. Sacramentum........................................................................................ 23

  • xii

    BAB III GAMBARAN KELUARGA-KELUARGA KATOLIK DI

    LINGKUNGAN ST. YOHANES PAULUS PAROKI ST.

    ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA DI DALAM

    MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK YANG BERIMAN . 25

    A. Gambaran Umum Lingkungan St.Yohanes Paulus.................................... 27

    B. Penelitian Sederhana Keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes

    Paulus dalam Mewujudkan Keluarga Katolik Yang Beriman ................... 30

    1. Pengantar Penelitian............................................................................. 30

    2. Laporan Hasil Penelitian ...................................................................... 36

    3. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 38

    4. Rangkuman .......................................................................................... 43

    BAB IV KATEKESE KELUARGA SEBAGAI JALAN UNTUK

    MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS

    PERKAWINAN KATOLIK MELALUI METODE SCP ................ 46

    A. Pengertian Katekese Keluarga ................................................................... 48

    1. Pengertian Katekese Keluarga ............................................................. 48

    2. Tujuan Katekese Keluarga ................................................................... 49

    3. Isi Katekese .......................................................................................... 49

    B. Kekhasan Katekese Keluarga..................................................................... 51

    C. Metode Katekese........................................................................................ 52

    D. Model Shared Christian Praxis ................................................................. 53

    1. Shared .................................................................................................. 54

    2. Christian............................................................................................... 55

    3. Praxis ................................................................................................... 56

    E. Langkah-langkah Shared Christian Praxis ................................................ 57

    F. Usulan Tema Katekese Keluarga ............................................................... 61

    1. Alasan Pemilihan Tema ....................................................................... 63

    2. Gambaran Pelaksanaan Katekese......................................................... 64

    3. Matriks Katekese.................................................................................. 65

    4. Contoh Persiapan Katekese.................................................................. 67

  • xiii

    BAB V PENUTUP........................................................................................... 76

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 76

    B. Saran........................................................................................................... 79

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80

    LAMPIRAN..................................................................................................... 83

    1. Panduan pertanyaan wawancara .......................................................... (1)

    2. Identitas responden .............................................................................. (2)

    3. Waktu pelaksanaan wawancara............................................................ (3)

    4. Hasil wawancara dengan responden .................................................... (4)

    5. Surat ijin penelitian .............................................................................. (5)

    6. Dokumen Familiaris Consortio ........................................................... (6)

    7. Cerita “Pengalaman Ibu Masri” ........................................................... (7)

  • xiv

    DAFTAR SINGKATAN

    A. Daftar Singkatan Kitab Suci Dalam skripsi ini singkatan Kitab Suci mengikuti daftar singkatan dari Direktorat

    Jendral Bimas Katolik Departeman Agama Republik Indonesia, Ed, Kitab suci

    Perjanjian Baru: Dengan Pengantar dan Cacatan Singkat, (Ende:Arnoldus

    1995/1996.

    B. Daftar Singkatan Dokumen Resmi Gereja CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II

    tentang Katekese Masa Kini, tanggal 16 Oktober 1979.

    DCG : Directorium Catechisticum Generale, Konggresi Suci Para Klerus

    tentang Pedoman Umum Katekese, tanggal 11 April 1971.

    FC : Familiaris Concortio, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II tentang

    Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modren, tanggal 22 November 1981.

    GS

    : Gaudium et Spes, Kontitusi Pastoral Dokumen Konsili Vatikan II

    tantang Gereja Dalam Dunia Modern.

    KHK : Kitab Hukum Kanonik

    LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Dokumen Konsili Vatikan II

    tentang Gereja

    C. Daftar Singkatan Umum CT : Catechesi Tradendae

    DCG : Directorium Catechisticum Generale

    Ef : Efesus

    GS : Gaudium et Spes

    Kan : Kanon

    Kej : Kejadian

    Luk : Lukas

    Mat : Matius

  • xv

    Mark : Markus

    PKKI : Pekan Komunikasi Kateketik Indonesia

    SCP : Shared Christian Praxis

    St : Santo

    Yoh : Yohanes

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Perkembangan zaman tidak akan pernah berhenti, permasalahan

    keluargapun tidak akan pernah habis. Setiap perubahan jaman membawa akibat

    positif dan negatif bagi masyarakat tidak terkecuali keluarga. Perubahan-

    perubahan yang meliputi hampir seluruh segi kehidupan itu berlangsung sangat

    cepat dan menimbulkan ketegangan bagi manusia dan dalam keluarga sebagai

    masyarakat kecil. Pertanyaan sekarang adalah: bagaimana keluarga dapat berdiri

    teguh mempertahankan keutuhan dan perannya dalam jaman yang terus

    berkembang, karena kehidupan keluarga dari generasi ke generasi akan ikut

    berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan jaman.

    Jika keluarga berdiri kokoh dengan identitasnya dan menjalankan peranannya

    sesuai dengan ajaran gereja, maka perubahan apapun yang dialami tidak akan

    menjadi batu sandungan keluarga Katolik tersebut.

    Dengan bergulirnya perubahan zaman keluarga-keluarga Katolik di

    lingkungan St.Yohanes Paulus juga menghadapi berbagai tantangan hidup yang

    berdampak pada munculnya persoalan-persoalan rumah tangga. Sebab dari satu

    sisi yang utama, keluarga-keluarga dipanggil untuk menegakkan Kerajaan Allah

    juga dalam keluarga, dari sisi lain keluarga-keluarga dihadapkan pada tantangan

    tawaran, godaan dan cobaan masuk dalam kerajaan duniawi.

  • 2

    Kualitas keluarga sangat dituntut untuk menghadapi berbagai tuntutan

    jaman, karena apapun ancaman atau akibat perkembangan jaman bagi keluarga

    adalah tanggung jawab dan tugas keluarga untuk mempersiapkan pribadi-pribadi

    yang merupakan anggota masyarakat dan anggota gereja. Oleh sebab itu tanggung

    jawab keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati spiritualitas perkawinan

    masih sangat perlu dikembangkan secara terus menerus dan berkesinambungan,

    agar cinta kasih antar suami-istri, antar orang tua dan anak, antar sanak saudara,

    membuat keluarga menjadi komunitas cinta yang semakin dalam dan kuat.

    Setiap pribadi yang ada atau dipercayakan kepada keluarga patut dihargai

    dan dihormati karena melalui keluarga Allah melaksanakan pengembangan umat-

    Nya. Keluarga mempunyai tanggung jawab untuk mencintai dan mendidik anak-

    anak yang dipercayakan kepada mereka. Sebagai generasi baru anak-anak perlu

    didampingi baik moral maupun spiritual sehingga mereka menjadi anggota

    masyarakat dan Gereja yang lebih baik dan lebih siap dalam menghadapi

    tantangan jaman.

    Melihat kenyataan ini Gereja tidak bisa menutup mata terhadap keadaan

    yang terjadi didalam keluarga Katolik yang merupakan Gereja kecil. Gereja

    mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan menolong kelangsungan hidup

    keluarga Katolik terutama menyadari peranannya bagi Gereja dan dunia dengan

    berbagai usaha.

    Dengan demikian diharapkan para suami-istri dalam menanggapi panggilan

    Allah untuk menjadi keluarga Katolik, yang sering kali digambarkan sebagai

    hubungan Kristus dengan Gereja-Nya. Karena di dalam Kristus ada kekuatan Roh

  • 3

    Kudus yang menggerakkan para suami-istri untuk selalu hidup berdasarkan

    kekuatan Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang dapat mengaktualisasikan seluruh

    hidupnya sehingga bertumpu pada Allah, dan bila para suami-istri hidup di dalam

    Allah berarti para suami-istri harus membangun hidup yang harmonis dan erat

    dengan Allah sehingga para suami-istri akan dikuatkan oleh Roh Kudus di dalam

    mengembangkan hidupnya.

    Kehadiran Allah dalam keluarga merupakan aspek yang hendak dituju

    melalui spiritualitas keluarga. Namun perlu diingat bahwa menyadari dan

    mewujudkan kehadiran Allah dalam keluarga bukanlah suatu hal yang mudah.

    Dari diri mereka dituntut sikap percaya, pengampunan, keberanian, ketekunan dan

    kesabaran untuk mewujudkan sakramen perkawinan di tengah kompleksitas

    kehidupan mereka. Agar hubungan suami-istri sungguh-sungguh menghadirkan

    apa yang di simbolkan itu, dibutuhkan spiritualitas perkawinan. Adapun

    spiritualitas perkawinan yaitu iman, harapan dan kasih Ilahi, yang mendorong dan

    memperkuat mereka yang kawin agar mereka mampu mewujudkan sakramen

    perkawinan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa spiritualitas merupakan sikap

    dasar yang menjiwai keluarga Katolik dalam menghayati dan mewujudkan

    panggilan hidup mereka.

    Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk mempelajari dan lebih

    mendalami tentang penghayatan spiritualitas perkawinan ini untuk membantu para

    suami-istri dalam mengingkatkan kembali akan janji perkawinan dan

    memberikan motivasi/dorongan kepada keluarga-keluarga Katolik yang

    mengalami krisis dalam perkawinan mereka. Penulis merasa tertarik untuk

  • 4

    mempelajarinya karena hal ini sangat penting tetapi sering kali kurang disadari

    oleh keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus. Hal ini penulis

    tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Penghayatan Spiritualitas

    Perkawinan Katolik Oleh Keluarga-Keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes

    Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta dalam Mewujudkan Keluarga

    Katolik Yang Beriman”. Alasan penulis memilih judul ini yaitu: Perkawinan

    adalah sakramen. Yang terpenting disini adalah bagaimana para suami-istri

    merealisasikan janji perkawinan mereka dalam sakramen dengan kehidupan

    sehari-hari secara konkret dengan dasar iman yang tulus. Kasih Kristus yang

    menjadi dasar hidup suami-istri dalam sakramen perkawinan mereka. Maka dari

    itu, kasih Kristus disalurkan kepada suami-istri melalui mereka sendiri yaitu

    mereka sendirilah yang menjadi tanda atau sakramen satu bagi yang lain. Dengan

    demikian diharapkan para suami-istri akan berusaha untuk mampu mewujudkan

    kasih Kristus dalam perkawinan mereka. Kristus adalah dasar hidup yang paling

    kuat untuk hidup perkawinan mereka.

    B. Rumusan Permasalahan

    Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut di atas, maka permasalahan

    dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. Bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang spiritualitas perkawinan?

    2. Bagaimana keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus

    memahami spiritualitas perkawinan?

  • 5

    3. Apa saja permasalahan yang mereka hadapi dalam menghayati dan

    mewujudkan spiritualitas perkawinannya?

    4. Apakah melalui usaha katekese dapat menemukan pemecahan dari setiap

    persoalaan yang mereka hadapi dalam menghayati spiritualitas perkawinan?

    C. Tujuan Penulisan

    Dengan memperhatikan latar belakang dan permasalahan yang telah di

    sajikan di atas, maka tujuan penulisan proposal ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan Gereja Katolik tentang

    spiritualitas perkawinan.

    2. Untuk mendalami hakekat dan makna spiritualitas perkawinan Katolik.

    3. Untuk menemukan usaha yang telah keluarga-keluarga Katolik dalam

    menghayati spiritualitas perkawinan.

    4. Melalui katekese keluarga-keluarga Katolik mampu mewujudkan

    spiritualitas perkawinan.

    5. Guna memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) pada

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta.

    D. Manfaat Penulisan

    Sumbangan pemikiran ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

    1. Membantu para keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes

    Paulus, untuk lebih tanggap bahwa panggilan hidup sebagai keluarga

  • 6

    Katolik yang dialami perlu disikapi dengan baik sehingga dapat dihayati

    dan ditekuni dengan lebih bersemangat dalam mewujudkan keluarga

    Katolik melalui spiritualitas keluarga.

    2. Memberikan gambaran bagi keluarga kristiani agar dapat mengembangkan

    diri dengan setia dan tekun dalam menanggapi panggilan hidup sebagai

    suami-istri.

    3. Bagi penulis manfaat yang dapat dipetik adalah penulis semakin diperkaya

    (pengetahuan dan wawasan) tentang spiritualitas perkawinan Katolik.

    E. Metode Penulisan

    Dalam penulisan skripsi ini menggunakan dua metode pendekatan yaitu

    melalui wawancara dengan 10 (sepuluh) responden di lingkungan St. Yohanes

    Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, serta studi kepustakaan yang saya peroleh

    sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman yang dapat membantu demi

    tercapainya penulisan skiripsi ini.

    F. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang akan diuraikan sebagai

    berikut: bab I, berupa pendahuluan yang akan menguraikan pokok latar belakang

    penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, kajian pustaka, metode

    penulisan dan sistematika penulisan.

    Bab II memaparkan penghayatan spiritualitas perkawinan katolik yang

    terurai dalam tiga sub bagian yaitu: pengertian spiritualitas dan spiritualitas

  • 7

    perkawinan Katolik, gambaran keluarga Katolik yang menghayati spiritualitas

    perkawinan dan maknanya untuk keluarga-keluarga Katolik.

    Selanjutnya bab III membahas gambaran keluarga-keluarga Katolik di

    Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, Yogyakarta di

    dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan. Berkaitan dengan

    topik tersebut akan dijelaskan tentang gambaran umum lingkungan St.Yohanes

    Paulus dan penelitian sederhana keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati dan

    mewujudkan spiritualitas perkawinan Katolik, yang terbagi dalam tiga bagian

    yaitu pengantar penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

    Bab IV akan membahas katekese keluarga sebagai jalan untuk

    meningkatkan penghayatan spiritualitas perkawinan Katolik. Berkaitan dengan

    topik tersebut bagian pertama akan menjelaskan tentang pengertian katekese

    keluarga, tujuan dan isi katekese keluarga. Pada bagian kedua akan memaparkan

    tentang kekhasan katekese keluarga. Bagian ketiga akan menjelaskan metode

    katekese keluarga. Pada bagian keempat akan menguraikan model Shared

    Christian Praxis, berkaitan dengan topik tersebut bagian keempat akan dibagi

    menjadi empat sub bagian yaitu Shared, Christian, Praxis dan langkah-langkah

    Shared Christian Praxis. Bagian kelima akan memaparkan tentang usulan tema

    katekese keluarga. Dalam bagian kelima ini akan dibagi menjadi empat sub

    bagian yaitu alasan pemilihan tema, gambaran pelaksanaan katekese dan matriks

    program katekese keluarga. Akan disertakan juga contah persiapan katekese

    keluarga.

    Bab V kesimpulan dan saran keseluruhan isi karya tulis.

  • BAB II

    PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK

    Pada bab II ini akan dibahas tentang permasalahan keluarga dan perubahan jaman

    yang membawa akibat postif dan negatif bagi keluarga-keluarga Katolik di jaman

    sekarang ini. Di sini keluarga dituntut untuk menghadapi berbagai akibat dari perubahan

    jaman, yang membawa keluarga pada situasi yang sulit. Artinya dalam menghadapi

    tantangan jaman, para suami-istri diharapkan sungguh-sungguh menghayati spiritualitas

    dan hakikat perkawinan mereka. Untuk itu, penulis secara khusus membicarakan dan

    memaparkan secara panjang lebar dalam bab II tentang penghayatan spiritualitas

    perkawinan Katolik yang pada bab I hanya dibicarakan secara singkat.

    Dalam bab II ini penulis membagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama penulis akan

    memaparkan secara singkat pengertian spiritualitas yang akan dilanjutkan dengan

    spiritualitas perkawinan Katolik, yang terbagi dalam tiga sub bagian yaitu: perkawinan

    sebagai sumber dari misteri kasih Allah, unitas, dan tak-terputuskan (Indissolubility).

    Bagian kedua akan menggambarkan keluarga Katolik yang menghayati spiritualitas

    perkawinan. Dan bagian ketiga akan menjelaskan makna spiritualitas perkawinan Katolik

    bagi keluarga-keluarga Katolik, yang terdiri dari tiga sub bagian yaitu: Fides (makna

    kesetiaan), Bonum prolis (makna prokreatif) dan Sacramentum (makna kesatuan erat

    karena “sakramentalis” perkawinan sebagai simbol hubungan cinta kasih sempurna

    antara Kristus dan GerejaNya). Pengahayatan spiritualitas perkawinan Katolik

    merupakan tema yang akan penulis bicarakan dalam bab II ini. Yang terpenting dalam

    bab ini yakni, suami-istri diingatkan kembali bahwa perkawinan mereka sebagai sumber

  • 9

    misteri dari kasih Allah, karena dalam kenyataannya timbul krisis dalam perkawinan

    yang disebabkan suami maupun istri sering tidak lagi menyakini perkawinan sebagai

    peristiwa yang luhur dan suci.

    Tuhan itu setia di dalam cinta kasih dan mencintai masing-masing manusia secara

    pribadi, maka di dalam perkawinanpun Tuhan menuntut kesetiaan itu. Oleh karenanya

    perkawinan kristiani itu haruslah monogam, tidak terceraikan untuk seumur hidup.

    Dengan demikian, melalui bab II ini suami-istri diharapkan terbantu untuk

    menyelamatkan krisis perkawinan menuju kehidupan keluarga yang penuh kedamaian,

    cinta kasih, kesetiaan dan kebahagiaan melalui perwujudan makna spiritualitas

    perkawinan.

    A. Pengertian Spiritualitas dan Spiritualitas Perkawinan Katolik

    1. Pengertian Spiritualitas

    Istilah spiritualitas agak kabur dalam pemahaman, maka perlu dijelaskan

    terlebih dahulu bagaimana istilah tersebut dipahami, dan apa spiritualitas perkawinan

    Katolik untuk keluarga Katolik.

    Sejak tahun 70an, berkat kebangkitan kerohanian Gereja yang diseponsori oleh

    Konsili Vatikan II, pembicaraan tentang hidup dalam roh (Roma 8:4.9) atau

    spiritualitas makin mendapat tempat yang sentral di kalangan jemaat beriman.

    Meskipun sudah secara meluas dipakai, sesungguhnya kata spiritualitas belum

    tegas/utuh. Kata tersebut sudah berkembang secara subur baik di lingkungan lembaga

  • 10

    pendidikan maupun di dalam hidup beriman. Karena realitas hidup jemaat bersifat

    kompleks maka juga ada berbagai pendapat tentang arti spiritualitas.

    Telah banyak tokoh atau pengarang spiritualitas secara berbeda-beda di

    antaranya yaitu:

    a. Heryatno (2006:71-72) menyatakan bahwa makna atau arti kata spiritualitas

    dapat ditemukan di dalam konteks hidup jemaat beriman. Artinya spiritualitas

    mencakup hidup doa, penghayatan iman secara mendalam, seluruh

    pengalaman hidup, dan juga mencakup dimensi sosial politiknya.

    b. J. Darminta (2005: menegaskan bahwa spiritualitas merupakan inti iman yang

    menyatukan seluruh daya dan unsur kehidupan.

    c. A. Heuken (2002:11) menyatakan bahwa spiritualitas adalah istilah yang agak

    baru yang menandakan ‘kerohanian’ atau hidup ‘rohani’. Kata ini

    menekankan segi kebersamaan, bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua,

    yaitu ‘kesalehan’, yang menandakan hubungan orang perorangan dengan

    Allah.

    Berdasarkan pemahaman para tokoh yang telah pengertian dan makna

    spiritualitas di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa spiritualitas

    berhubungan erat dengan tindakan konkret seseorang yang berusaha

    memperkembangkan hidupnya dan hal itu dikaitkan dengan relasinya dengan Tuhan,

    sesama dan lingkungannya.

    Spiritualitas berkaitan erat dengan segi interioritas seseorang, dengan kedalaman

    hidup (jiwa), yang membentuk sikap, menentukan cara seseorang mempertimbangkan

    dan mengambil keputusan serta bertindak dan menentukan pilihan seseorang pada

  • 11

    nilai-nilai yang dipegang, diwujudkan serta dikembangkan. Dengan demikian

    spiritualitas dapat disebut cara mengamalkan seluruh kehidupan sebagai seorang

    beriman yang berusaha merancang dan menjalankan hidup ini seperti Tuhan

    menghendakinya.

    2. Spiritualitas Perkawinan Katolik

    Pembimbing dan pedoman hidup keluarga kristiani adalah anugerah Roh

    Kudus yang dicurahkan ke dalam hati suami-istri dalam sakramen perkawinan. Oleh

    karena itu dalam persekutuan yang erat antara Roh Kudus dan GerejaNya suami-istri

    dipanggil untuk mengamalkan dan mewujudkan pengabdiannya sebagai suami-istri

    dalam iman, harapan dan cinta kasih.

    a. Perkawinan sumber dari misteri kasih Allah.

    Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan Allah sendiri

    adalah kasih. Karena itu panggilan untuk mengasihi merupakan panggilan khas

    manusia. Manusia mirip dengan Allah sejauh ia menjadi manusia yang mencintai dan

    mengasihi.

    Dari relasi manusia dan Tuhan itulah bersumber ikatan yang tak terputuskan

    antara roh yang mengekspresikan diri dalam tubuh. Tubuh dihidupi oleh roh yang tak

    dapat mati. Karena itu, tubuh pria dan wanita bukanlah sekedar tubuh, melainkan

    memiliki karekter teologis (Heuken, 2002 : 17-19).

    Dari kedua ikatan itu, yakni ikatan manusia dengan Allah dan kesatuan tubuh

    dan jiwa dalam diri manusia maka lahirlah ikatan ketiga yaitu ikatan antara pribadi

  • 12

    dan institusi. Dalam ikatan ketiga ini seluruh pribadi manusia dituntut secara total

    untuk mewujudkan dan membuahkan kesetiaan. Hanya dengan demikian kesetiaan

    dapat berkembang, memberi harapan di masa depan, dan memungkinkan anak-anak

    fruit of love, untuk menaruh kepercayaan kepada manusia dan masa depannya dalam

    situasi-situasi sulit sekalipun. Maka tanggung jawab ini menjamin juga masa depan

    masyarakat yang lebih baik.

    Perkawinan adalah sebuah perjanjian timbal balik antara seorang pria dan

    seorang wanita. Pertama-tama perjanjian ini digerakkan oleh cinta kasih. Karena

    cinta dan demi cinta Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sekaligus

    Allah memanggil mereka untuk saling mencintai. Sebagaimana Allah adalah cinta

    dan hidup di dalam persekutuan cinta kasih tritunggal demikian juga Allah menaruh

    dalam hati laki-laki dan perempuan daya dan panggilan untuk mencintai dan

    membentuk persaudaraan, kesatuan dan persekutuan hidup.

    Allah sendirilah yang mendirikan perkawinan itu dan menganugerahinya

    dengan rahmat dan tujuan, maka secara kodratinya perkawinan itu suci (GS 48).

    Dengan demikian Tuhan sendirilah yang menjadi jaminan stabilitas persekutuan

    cinta kasih itu.

    Cinta kasih suami-istri merupakan dasar dari perkawinan. Ikatan pribadi

    yang mau diusahakan dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan

    penyerahan diri secara total. Salah satu ungkapan penyerahan diri itu adalah dengan

    persetubuhan yang berdasarkan cinta kasih.

    Cinta kasih yang diikat dalam suatu perkawinan hendaknya dikembangkan

    oleh suami-istri secara terus menerus dan dengan sukarela, agar cinta kasih yang

  • 13

    dinyatakan dalam janji perkawinan semakin nyata. Cinta kasih suami-istri bersifat

    total, menyeluruh serta melibatkan seluruh pribadi dan hidup manusia. Hal ini

    meliputi seluruh aspek, misalnya persaan hati, akal budi dan kehendak

    (Budyapranata 1981:13-32).

    Dengan demikian cinta kasih yang total dan menyeluruh ini menggabungkan

    yang manusiawi dan ilahi, serta mendorong suami-istri untuk saling memberi diri

    dengan bebas. Ini diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari melalui perkataan

    dan perbuatan. Cinta kasih yang seperti ini meresapi seluruh kehidupan suami-istri

    dan mendorong mereka untuk saling menyerahkan diri dengan bebas dan

    bertanggung jawab. Misalnya, cinta kasih penyerahan diri ini terwujud dalam

    persetujuan yang bebas dan bertanggung jawab .

    b. Unitas

    Dalam Gereja Katolik, sifat hakiki perkawinan adalah unitas, artinya

    kesatuan dan monogam, sebagai berikut:

    1) Unity

    Perkawinan mempertemukan dan mempersatukan dua pribadi yang

    berbeda. Kesatuan ini tidak menghilangkan leprinadian tiap pihak tetapi saling

    melengkapi antara pria dan wanita yang telah sepakat dengan rela untuk

    bersama-sama melaksanakan seluruh rencana hidup mereka dalam hidup

    berkeluarga.

  • 14

    Membangun suatu rumah tangga berarti mengembangkan hubungan

    cinta kasih antara para anggota keluarga, baik antara suami-istri, antara orang

    tua anak mapun sesama anggota keluarga lainnya. Dengan demikian, keluarga

    Katolik dipanggil untuk melaksanakan tugas pokok ajaran Kristus yakni

    “Kasih” dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kesatuan mereka dituntut untuk

    menerima satu sama lain apa adanya, saling berbagi dan saling melengkapi

    serta saling mendukung baik dalam untung dan malang karena ketaatan

    kepada kehendak Allah yang kudus “apa yang telah dipersatulam oleh Allah,

    janganlah diceraikan oleh manusia” (Mat 19;16). Dalam perkawinan suami-

    istri mempersatukan diri dengan bebas bahkan dikukuhkan oleh kehendak

    Allah melalui sakramen.

    Kitab Kejadian 2:24 menyatakan “Sebab itu seorang laki-laki akan

    meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga

    keduanya menjadi satu daging”. Berdasarkan Kej 2:24 ini, cinta kasih suami-

    istri bersifat penuh atau utuh karena meliputi seluruh pribadi, jiwa dan raga.

    Oleh akrena itu, seorang laki-laki akan meninggalkan kedua orang tuanya

    untuk bersatu dengan istrinya. Hanya kepada seorang istri saja seorang suami

    memberikan seluruh hidupnya termasuk tubuhnya seperti terungkap dalam

    hubungan seksual. Demikian juga seorang istri memberikan seluruh diri

    termasuk tubuhnya.

  • 15

    2) Monogam

    Perkawinan monogam adalah perkawinan yang antara seorang pria dan

    seorang wanita yang ingin mempersatukan diri dan hidupnya. Dalam hal ini

    tidak dibenarkan adanya poligami atau poliandri, yaitu bahwa seorang pria

    atau seorang wanita mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang dalam

    waktu yang bersamaan.

    Pesekutuan suami-istri membutuhkan kesetiaan yang utuh dan

    dinamis. Setia berarti rela dan berani memberikan diri kepada seorang pribadi

    yang menuntut ketunggalan, yaitu hanya seorang pria dan seorang wanita

    yang mengambil bagian dalam hidupnya.

    Dengan demikian diharapkan para suami-istri saling mengasihi dengan

    kasih yang utuh dan setia. Sebab bila kasih mereka tidak utuh dan tidak setia,

    perkawinan mereka tidak layak menjadi lambang dari hubungan antara Allah

    dengan GerejaNya, yang juga bersifat utuh dan setia (GS 48-49). Karena itu

    perkawinan bersifat monogam baik secara hukum maupun secara moral.

    c. Tak-terputuskan (Indissolubility)

    Yang dimaksud dengan tak terceraikan atau indissolubilitas adalah

    perkawinan antara pria dan wanita yang telah dilangsungkan secara sah dengan

    mengungkapkan kesepakatan nikah secara bebas, penuh, dan sungguh-sungguh

    menurut tuntutan hukum (kan.1101) mempunyai akibat tetap dan tidak bisa

    diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian (Rubiatmoko,

  • 16

    2002: 12). Sifat tak terceraikan atau indissolubilitas perkawinan ini dibedakan

    menjadi dua yaitu:

    1) Indissolubilitas absoluta

    Indissolubilitas absoluta, yaitu ikatan perkawinan tidak bisa

    diputuskan oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian, misalnya perkawinan

    antara dua orang dibaptis, baik Katolik maupun Kristen (sakramen) yang

    sudah disempurnakan dengan persetubuhan (ratum et consummatum). Kanon

    1141 menerangkan bahwa perkawinan ratum dan disempurnakan dengan

    persetubuhan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun juga dan

    atas alasan apapun, selain oleh kematian. Injil Markus 10:9 juga menyatakan

    “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan

    manusia”, karena perkawinan tersebut melambangkan secara penuh dan

    sempurna hubungan kasih antara Kristus dengan GerejaNya dan tidak pernah

    meninggalkan GerejaNya, demikian juga antara suami-istri yang telah dibaptis

    tidak dapat saling memisahkan diri (Ef. 5:22-32).

    2) Indissolubilitas relativ

    Indissolubilitas relativ, berarti bahwa ikatan perkawinan tersebut

    memang tidak bisa diputuskan atas dasar consensus dan kehendak suami-istri,

    namun bisa diputuskan oleh kuasa gerejani yang berwenang atas alasan yang

    berat. Tujuan perkawinan ini baru dapat terjadi setelah terpenuhinya

    ketentuan-ketentuan yang dituntut oleh hukum, seperti dalam kanon 1142

  • 17

    untuk perkawinan ratum et non consummatum. Perkawinan ini artinya

    perkawinan yang tidak dapat disempurnakan dengan persetubuhan antara

    orang-orang yang telah dibaptis. Untuk perkawinan non sakramen ketentuan-

    ketentuan hukumnya diatur oleh kanon 1142-1149.

    B. Gambaran Keluarga Katolik yang Menghayati Spiritualitas Perkawinan

    Bagi kita perkawinan merupakan “ikatan cinta mesra dan hidup bersama yang

    diadakan oleh Sang Pencipta dan dilindungi oleh hukum-hukumNya” (Gaudium et spes,

    48). Kasih suami-istri bersumber pada cinta Ilahi, dan seharusnya diwujudkan menurut

    pola persatuan Kristus dengan GerejaNya. Perkawinan suami-istri didukung dan

    disucikan oleh Kristus Sang Penyelamat dan Gereja mempelaiNya.

    Kristus tetap menyertai suami-istri supaya mereka tetap saling mengasihi dan

    saling menyerahkan diri, dan setia untuk selamanya, seperti Kristus telah mengorbankan

    diri demi GerejaNya. Mereka harus dibimbing sungguh-sungguh menuju Allah. Mereka

    perlu dibantu dan diteguhkan untuk mengamalkan panggilan luhur sebagai ayah dan ibu.

    Demikian suami-istri dikuatkan dan seolah-olah ditahbiskan dengan sakramen khusus

    untuk menunaikan tugas mereka yang luhur. Berkat daya sakramen inilah mereka

    melaksanakan kewajiban dalam hidup berkeluarga. Semangat Kristus harus meresapi

    seluruh hidup mereka dengan iman, harapan, dan cinta kasih. Begitulah mereka saling

    menyempurnakan dan menyucikan (Gaudium et spes, 48).

    Kita semakin sadar bahwa perkawinan itu persekutuan cinta kasih antara pria dan

    wanita, yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya

    untuk selamanya. Dalam penyerahan itu suami-istri berusaha makin saling

  • 18

    menyempurnakan dan bantu-membantu. Hanya dalam suasana hormat-menghormati,

    saling menerima, saling memberi baik dalam dalam keadaan suka dan duka inilah,

    persekutuan cinta kasih itu dapat berkembang sehingga tercapai kesatuan hati yang

    dicita-citakan. Suasana ini pun merupakan dasar paling serasi untuk menerima buah-

    buah kesatuan itu, yakni keturunan.

    Tuhan bermaksud menyelamatkan manusia melalui sesamanya. Secara sangat

    konkrit ini berlangsung dalam perkawinan dan kehidupan keluarga Katolik. Suami-istri

    ditahbiskan untuk mengamalkan cinta kasih dan melanjutkan karya penyelamatan Kristus

    dalam keluarga mereka. Demikianlah rumah tangga menjadi sel hidup Gereja (ecclesiola:

    Gereja kecil).

    Daya tarik dan pengaruh cita-cita Katolik janganlah diabaikan dalam menghadapi

    kungkungan adat dan materialisme modern, yang keduanya sangat kuat. Kenyataan

    sebagaimana adanya sering masih jauh dari cita-cita itu.

    Inilah kenyataan lain yang lebih mendalam, persekutuan hidup dan cinta mereka

    yang menunju pada persekutuan hidup yang lebih luhur, yaitu bahwa hubungan suami-

    istri merupakan tanda dari hidup Kristus yang diserahkanNya demi keselamatan kita dan

    hidup kita yang harus kita serahkan kepadaNya. Saling serah diri antara suami-istri

    melambangkan kenyataan, bahwa Kristus mengorbankan diri untuk kita dan kita harus

    bersedia menjadi milikNya. Sakramen perkawinan menandakan, betapa nyatanya cinta

    kasih Allah, yang menyayangi manusia sehingga menyerahkan putraNya.

    Dengan demikian bagi suami-istri yang mau membangun “Gereja kecil” yakni

    rumah tangga, tidak pernah sumber cinta kasih Ilahi itu akan kering. Itulah warta gembira

    bagi siapa saja yang mendasari hidup berkeluarga dengan sakramen. Lalu rumah tangga

  • 19

    mereka pun akan menyampaikan warta gembira itu secara nyata bagi sesama, yaitu

    bahwa kita semua tetap dicintai Allah (Gaudium et spes, 17a.)

    C. Makna Spiritualitas Perkawinan Katolik untuk Keluarga-Keluarga Katolik

    Menurut Agustinus perkawinan kristiani mempunyai tiga makna yang luhur

    yaitu: fides (makna kesetiaan), bonum prolis (makna prokreatif), dan sacramentum

    (makna kesatuan erat karena “sakramentalis” perkawinan sebagai symbol hubungan cinta

    sempurna antara Kristus dan GerejaNya) (Purwahadiwardoyo, 1988:88). Fides adalah

    memberikan kesetiaan. Artinya para suami-istri tidak punya ikatan dengan orang lain,

    proles yaitu mendorong mereka menerima anak-anak dengan penuh cinta, memberikan

    nafkah secara layak, dan mendidik secara agamawi dan sacramentum menyatukan para

    suami-istri sehingga tak akan bercerai.

    1. Fides (makna kesetian)

    Ciri-ciri perkawinan kristiani yang mengandung kesetiaan merupakan ukuran

    bagi suami-istri dalam membina kelanggengan hidup perkawinan mereka bersama ke

    arah iman kristiani yang semakin sempurna dan menyatu dalam hidup sehari-hari.

    Unsur pokok di dalam cinta kasih perkawinan adalah kesetiaan akan

    pasangannya dalam segala situasi baik dalam kebahagian maupun kesedihan. Cinta

    suami-istri menunjukkan kesetiaan itu juga lewat hubungan mereka yang murni,

    mengikuti norma-norma ilahi dan hukum-hukum kodrati. Kesetiaan itu juga didukung

    oleh cinta kasih suami-istri (amor coniugalis), yang teramat penting bagi perkawinan,

  • 20

    yakni cinta yang tunggal, suci dan murni seperti cinta kasih Kristus kepada Gereja

    (Ef.5:25).

    Cinta kasih suami-istri itu tidak hanya mempersatukan mereka satu sama lain,

    melainkan juga mendorong mereka kepada kesempurnaan, sampai pada cinta kepada

    Allah dan sesama (Mat 22:40). Cinta kasih itulah alasan dan motif pokok perkawinan,

    tak hanya sebagai lembaga prokreatif, malainkan juga sebagai persekutuan hidup

    seluruhnya.

    Perkawinan menjadi tempat diwujudnyatakannya kesetiaan dalam cinta kasih

    antara suami-istri. Dalam perkawinan ini suami-istri berhubungan atas dasar kesetiaan

    dalam cinta kasih. Ikatan kesetiaan ini pulalah yang membuat mereka saling

    memperkembangkan dan saling menyempurnakan.

    Kesetiaan dalam cinta kasih suami-istri ini perlu diwujudnyatakan dalam

    seluruh kehidupan perkawinan mereka. Kesetiaan dalam cinta kasih suami-istri

    hendaknya terungkap makin sempurna dalam perbuatan mereka. Untuk itu banyak

    cara yang khas dan paling mesra untuk mengungkapkan kesetiaan dalam cinta kasih

    suami-istri adalah tindakan penyerahan diri secara penuh satu sama lain.

    2. Bonum prolis (makna prokreatif)

    Cinta kasih suami-istri merupakan partisipasi istimewa dalam misteri

    kehidupan dan cinta kasih Allah sendiri. Partisipasi ini merupakan pengabdian pada

    kehidupan yang nyata secara konkret diwujudkan melalui prokreasi. Akan tetapi tidak

    terbatas pada prokreasi saja, tetapi diperkaya dan diperluas dengan semua hasil moril,

  • 21

    rohani dan adikodrati, yang oleh ayah-ibu seturut panggilan mereka disalurkan

    kepada anak-anak mereka, dan melalui anak-anak itu Gereja dan dunia.

    Sebagai pelayan kehidupan, keluarga juga berperan sebagai pembela

    kehidupan, karena dalam kehidupan setiap manusia, ia melihat Kristus sendiri. Gereja

    dan keluarga bersama-sama berjuang melawan segala macam ancaman yang merusak

    kehidupan, misalnya pengaturan aborsi.

    Dalam rencana Allah, suami-istri melalui perkawinan, dipanggil pada

    kekudusan. Dan panggilan luhur ini terpenuhi sejauh manusia berusaha menciptakan

    kondisi-kondisi yang diperlukan untuk menanggapi rencana Allah itu, sehingga

    mereka dapat menghayati spiritualitas perkawinan serta menyadari tujuannya sebagai

    pengabdian pada kehidupan.

    Suami-istri adalah penentu dan harapan masa depan bagi anak-anaknya

    sekaligus contoh iman yang baik. Maka terletak peranan suami-istri dalam membina

    keturunan mereka menuju ke arah yang lebih baik. Tanggung jawab itulah peranan

    suami-istri dalam membina keturunan mereka menuju ke arah hidup yang baik

    merupakan tugas yang berat. Meskipun tugas panggilan suami-istri sangat mulia,

    karena semua tanggung jawab yang meliputi kebutuhan rumah tangga dan segala

    kewajiban seperti mendidik anak dan bekerja. Maka suami-istri mempunyai peran

    ganda, yakni sekaligus menjadi suami dan istri dan menjadi orang tua yang baik.

    Teladan orang tua menjadi cermin anak dan lingkungan menuju kesejahteraan hidup

    yang sehat.

    Dengan demikian bagi orang tua kristiani, tugas mendidik anak-anak mendapat

    dasar dan kekuatan baru yang bersumber dari sakramentalitas perkawinan. Rahmat

  • 22

    sakramen perkawinan menghiasi orang tua kristiani dengan martabat dan panggilan

    khusus untuk mendidik anak-anak secara kristiani. Mereka dipercaya dengan

    kebijaksanaan, kekuatan, nasehat dan anugerah Roh Kudus agar dapat membantu

    anak-anak mereka bertumbuh secara manusiawi dan kristiani.

    3. Sacramentum

    Nilai tertinggi dari perkawinan adalah nilai sakramentalnya. Nilai-nilai

    tertinggi perkawinan itu dihayati oleh orang beriman sebagai karya Allah sendiri yang

    mencintai umatNya dan telah diangkat menjadi sakramen. Persatuan cinta kasih

    suami-istri melambangkan cinta kasih Kristus pada GerejaNya. Sifat sakramentalis

    perkawinan secara resmi diwujudkan sewaktu suami-istri mengikrarkan janji

    perkawinan dan sifat ini perlu dikembangkan dalam kehidupan nyata dengan saling

    mencintai dan saling menyerahkan diri secara terus menerus.

    Perkawinan kristiani disebut sacramentum karena perkawinan dilihat sebagai

    simbol kesatuan Trinitas: seperti hubungan Bapa-Putra-Roh Kudus, begitulah

    hubungan suami-istri-anak. Artinya Putra berasal dari Bapa, Roh Kudus berasal dari

    Bapa dan Putra, anak-anak berasal dari suami-istri (Purwa, 1988: 40).

    Ciri tak terceraikannya perkawinan yang diberikan oleh Kristus sebagai tanda

    yang menghasilkan rahmat. Sakramentalis perkawinan secara khusus memberikan arti

    dan menjadikan persekutuan yang memberikan rahmat sebagai sumber hidup,

    menyempurnakan serta meneguhkan cinta serta kesatuan suami-istri yang di dalami

    sebagai kesucian oleh rahmat Allah sendiri.

  • 23

    Sakramen perkawinan dan persetujuan nikah sangat erat hubungannya,

    sehingga persetujuan itu mengandung makna yang bersifat sacral. Suami-istri saling

    meneguhkan melalui janji perkawinan di hadapan Tuhan sendiri dan melalui

    sakramen perkawinan suami-istri dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab hidup

    berkeluarga dengan kesetiaan yang mereka bina. Suami-istri harus tetap ingat bahwa

    perkawinan kristiani merupakan sakramen, maka perkawinan kristiani bersifat

    monogam.

    Dengan demikian melalui kekuatan sakramen perkawinan ini suami-istri

    diharapkan mampu menghadirkan Allah dalam kehidupannya dan mampu

    mewujudkan kesetiaan dalam cinta kasih sebagai kesatuan yang tak terpisahkan,

    karena dengan kesetiaan dalam cinta kasih mereka dapat merasakan kehadiran Allah

    dalam kehidupannya

  • BAB III

    GAMBARAN KELUARGA-KELUARGA KATOLIK

    DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PAULUS PAROKI KOTABARU

    YOGYAKARTA DI DALAM MENGHAYATI DAN MEWUJUDKAN

    SPIRITUALITAS PERKAWINAN

    Spiritualitas merupakan segi hidup kita yang sangat pribadi, yakni

    mengamalkan iman akan Yesus Kristus pada masa kini, di tempat ini, bersama

    dengan orang ini dan masyarakat kita ini sebagaimana adanya. Berkat Roh Kudus

    orang beriman diikutsertakan dalam kepenuhan hidup Allah Tritunggal (Ef. 3,19).

    Artinya umat Allah dipanggil, diutus dan dikuatkan untuk ikut serta

    mengembangkan, memanusiakan atau menguduskan dunia kita ini.

    Allah meletakkan dasar perkawinan manusia dengan menciptakan laki-laki

    dan perempuan. Perbedaan itu dimaksudkan untuk saling melengkapi dan

    menyempurnakan kehidupan perkawinan mereka (Budyapranata, 1981:73).

    Dalam perkawinan usaha untuk saling menyempurnakan mendapat

    perwujudan dalam ikatan kesatuan cinta kasih yang berdasarkan persetujuan bebas

    untuk menikah. Persetujuan ini artinya bebas untuk mengadakan perkawinan.

    Meskipun manusia bebas untuk mengadakan perkawinan, tetapi tidak mempunyai

    hak untuk menentukan sifat dan hakikat dari perkawinan. Hal ini dikarenakan

    perkawinan adalah institusi ilahi, yang hakekat pokoknya telah ditetapkan oleh

    kodrat itu sendiri (Kartosiswoyo, 1979:5).

  • 26

    Melalui bab II, kita telah mengetahui dan memahami tentang spiritualitas

    keluarga-keluarga Katolik. Spiritualitas keluarga akan tetap menjadi suatu teori

    apabila tidak dihayati dan diwujudnyatakan dalam hidup setiap keluarga. Namun

    demikian perlu disadari bahwa untuk mewujudkan spiritualitas keluarga, setiap

    keluarga perlu secara terus menerus menghayati dan mewujudkan nilai-nilai

    spiritualitas perkawinan mereka dengan penuh kesabaran dan penuh keuletan

    dalam hidup konkret.

    Pada Bab III ini penulis akan membahas gambaran keluarga-keluarga

    Katolik bagaimana mereka menghayati spiritualitas perkawinan dan

    mewujudkanya di lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru,

    Yogyakarta. Bagian pertama penulis akan memaparkan secara singkat gambaran

    umum lingkungan St.Yohanes Paulus. Bagian kedua akan memaparkan penelitian

    sederhana keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki

    St.Antonius Kotabaru, Yogyakarta. Penulis membagi menjadi tiga sub bagian:

    Yang pertama pengantar penelitian, bagian ke dua hasil penelitian dan bagian

    ketiga pembahasan hasil penelitian yang dilanjutkan dengan rangkuman.

    Pengantar penelitian ini dibagi menjadi tujuh sub bagian yaitu: latar belakang

    penelitian, rumusan masalah, jenis penelitian, teknik pengumpulan data,

    responden penelitian, waktu dan tempat penelitian, variabel penelitian. Bagian ke

    dua hasil penelitian dan bagian ketiga pembahasan data penelitian

  • 27

    A. Gambaran Umum Lingkungan St.Yohanes Paulus

    Lingkungan St.Yohanes Paulus adalah salah satu lingkungan bagian dari

    Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta. Lingkungan St.Yohanes Paulus ini, jika

    dilihat dari letak geografisnya sangat strategis. Karena letak lingkungan ini bisa

    dilalui oleh kendaraan baik mobil, motor, becak dan hanya berjarak + 800m dari

    pusat Paroki.

    Untuk memperoleh data mengenai gambaran umum di lingkungan

    St.Yohanes Paulus ini, penulis meminta ijin kepada ketua lingkungan untuk

    melakukan penelitian dengan metode wawancara. Adapun penelitian tersebut akan

    dilakukan kepada sepuluh responden. Maka penulis dianjurkan oleh ketua

    lingkungan untuk meminta langsung kepada sekretaris lingkungan yang kebetulan

    juga sebagai mudika senior di lingkungan St.Yohanes Paulus. Hal ini cukup

    banyak membantu penulis, karena beliau mengetahui tentang gambaran umat di

    lingkungan St.Yohanes Paulus sehingga dalam memperolah data penulis merasa

    sangat terbantu dan tidak mengalami kesulitan.

    Dalam menentukan kesepuluh responden, penulis mencoba untuk meminta

    bantuan kepada sekretaris lingkungan. Adapun alasannya karena beliau cukup

    mengetahui tentang usia perkawinan di bawah sepuluh tahun dan di atas sepuluh

    tahun serta mengetahui keadaan keluarga yang masih utuh dan keluarga yang

    sudah tidak utuh lagi.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris lingkungan St.Yohanes

    Paulus, penulis akhirnya dapat memperoleh data yang aktual mengenai letak

    geografis, situasi sosial ekonomi dan budaya, jumlah umat dan situasi umat,

  • 28

    kegiatan-kegiatan yang ada, serta karya-karya umat yang ada di lingkungan

    St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, Yogyakarta.

    Umat Katolik yang tinggal di lingkungan St.Yohanes Paulus sebagian besar

    berasal dari suku Jawa asli atau sering disebut sebagai masyarakat pribumi. Akan

    tetapi di lingkungan ini juga terdapat beberapa warga pendatang yang berasal dari

    berbagai macam daerah (Sumatra, Kalimantan, Papua, Flores dan Timor-Timor).

    Dalam prosentasinya bisa dikatakan bahwa 60% adalah penduduk asli dan 40%

    adalah warga pendatang. Meskipun dalam lingkungan ini terdapat beraneka suku

    dan kebudayaan, namun dalam kehidupan sehari-hari keluarga-keluarga Katolik

    tidak pernah mempersoalkan tentang latar belakang suku, ras dan budaya yang

    berbeda.

    Umat Katolik menilai perbedaan merupakan peluang bagi mereka untuk

    membangun kehidupan bersama dengan semangat persaudaraan sejati. Keadaan

    ini terbukti dengan adanya semangat solidaritas yang tinggi antara umat yang

    hidup berdampingan dengan umat yang berbudaya lain.

    Lingkungan St.Yohanes Paulus dibatasi oleh: sebelah Utara dengan rel

    kereta api Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, sebelah Barat dengan Lingkungan

    St.Yusuf Ledok Tukangan, sebelah Selatan dengan Jl. Mas Suharto, dan sebelah

    Timur dengan Tukangan.

    Latar belakang umat di lingkungan St.Yohanes Paulus adalah heterogen,

    baik dalam tingkat pendidikan, suku, budaya dan mata pencarian. Keadaan yang

    demikian berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi umat di lingkungan

    St.Yohanes Paulus. Taraf kehidupan ekonomi umat di lingkungan St.Yohanes

  • 29

    Paulus berada pada tingkat ekonomi kalangan menengah yang rata-ratanya

    sebagai pekerja swasta dan menengah ke bawah, ini dapat diukur dari pendapatan

    perharian mereka yang tidak tetap. Jika di lihat dari prosentasenya menengah

    sekitar 50% dan menengah ke bawah 50%. Mata pencarian umat di lingkungan

    St.Yohenes Paulus ini mayoritas ada yang bertoko, berjualan makanan, dan buruh

    bagunan/toko, PNS tetapi ada juga yang wiraswasta.

    Umat Lingkungan St.Yohanes Paulus berjumlah 60 KK dengan 200 jiwa

    dan mayoritas umatnya adalah orang tua. Hal ini disebabkan setelah selesai kuliah

    anak-anak muda pergi merantau untuk mencari pekerjaan. Perkembangan

    umatnya tidak tetap. Artinya umat yang dibaptis waktu bayi dan baptis dewasa

    dalam tiap tahunnya tidak menentu, dan umat yang datang dan pergi adalah para

    mahasiswa yang datang dari luar dari Yogyakarta untuk kuliah.

    Lingkungan St.Yohanes Paulus merupakan salah satu lingkungan yang

    cukup aktif di Paroki Kotabaru. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang

    rutin dilaksanakan, misalnya pada setiap malam Jumat kliwon ada ekaristi 30 hari

    sekali, sarasehan dengan romo paroki, pendalaman iman pada masa Pra-Paskah

    dan Adven, pendalaman Kitab Suci pada bulan September, rosario pada bulan Mei

    dan ibu-ibu wanita Katolik mengadakan arisan setiap bulannya.

  • 30

    B. Penelitian Sederhana Keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus

    dalam Menghayati dan Mewujudkan Spiritualitas Perkawinan Katolik

    1. Pengantar Penelitian

    Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian,

    rumusan masalah, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, responden

    penelitian, waktu dan tempat penelitian, variabel penelitian, hasil penelitian

    serta pembahasan data penelitian di lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki

    St.Antonius Kotabaru Yogyakarta.

    a. Latar Belakang Penelitian

    Sakramen perkawinan adalah tanda perjanjian antara Kristus dan

    GerejaNya. Ia memberi rahmat kepada suami-istri, agar saling mencintai

    dengan cinta, yang dengannya Kristus mencintai Gereja. Ini berarti rahmat

    sakramen menyempurnakan cinta manusiawi suami-istri, meneguhkan

    kesatuan yang tak terhapuskan dan menguduskan mereka di jalan menuju

    hidup abadi.

    Melalui cinta perkawinan, rahmat Allah diberikan kepada suami-

    istri dan anak-anak mereka. Sifat sakramental perkawinan tidak terbatas

    pada upacara saja, melainkan menyangkut hidup berkeluarga seluruhnya.

    Karena kesatuan suami-istri dengan Kristus, seluruh hidup mereka yang

    adalah satu menjadi perwujudan rahmat. Tanda rahmat ini ialah janji

    perkawinan, yang mengikat mereka untuk sehidup semati.

  • 31

    Perkawinan juga “sakramen iman”, di dalamnya dinyatakan iman

    akan Kristus sebagai dasar dan kekuatan ikatan perkawinan. Perkawinan

    dan hidup keluarga sendiri bagi umat beriman menjadi sarana

    mengungkapkan imannya dan dengan demikian juga menghayatinya.

    Keistimewaan sakramen perkawinan tidak terletak dalam bentuk

    upacaranya, tetapi dalam pengungkapan iman itu.

    Keluarga Katolik adalah tempat anak-anak menerima pewartaan

    pertama mengenai iman. Karena itu tepat sekali ia dinamakan “Gereja

    rumah tangga” satu persekutuan rahmat dan doa, satu sekolah untuk

    membina kebijakan-kebijakan manusia dan cinta kasih kristiani.

    Hal ini pula sekaligus menjadi tantangan bagi keluarga-keluarga di

    lingkungan St.Yohanes Paulus. Berdasarkan keprihatinan dan hasil

    wawancara dengan sekretaris lingkungan St.Yohanes Paulus,

    berkurangnya semangat keluarga-keluarga Katolik dalam menghadirkan

    dan mewujudkan gambaran hidup keluarga sebagai Gereja rumah tangga.

    Hal ini disebab karena kesibukan para orang tua bekerja di luar rumah

    untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

    Bahkan ada beberapa keluarga yang tergolong cukup berpengalaman

    dalam mengarungi hidup berkeluarga belum mengetahui dan memahami

    sepenuhnya peranan dan tugas serta sumber kekuatan panggilan hidup

    perkawinan.

    Yesus sendiri melalui hidupNya mengungkapkan betapa Allah

    selalu hadir dalam hidup diri keluarga-keluarga Katolik tanpa batas,

  • 32

    malalui apa yang mereka harapkan. Kehadiran Allah inipun kurang

    mereka sadari. Dalam kehidupan sehari-harinya para orang tuapun kurang

    memperhatikan perkembangan iman dan kebutuhan rohani bagi anak-

    anaknya, karena terlalu sibuk berkerja di luar rumah mencari nafkah demi

    mencukupi kebutuhan segala materi bagi keluarga.

    Kehadiran Allah dalam keluarga merupakan aspek yang hendak

    dituju melalui spiritualitas keluarga. Namun perlu diingat bahwa

    menyadari dan mewujudkan kehadiran Allah dalam keluarga bukanlah

    suatu hal yang mudah. Dari diri mereka dituntut sikap percaya,

    pengampunan, keberanian, ketekunan, kesabaran untuk mewujudkan

    sakramen perkawinan di tengah kompleksitas kehidupan mereka.

    Maka dari itu, Kristus Tuhan melimpahkan berkat-Nya atas cinta

    kasih yang beraneka ragam yang berasal dari sumber cinta kasih Ilahi, dan

    terbentuk menurut pola persatuan-Nya dengan Gereja. Sebab Allah

    menghampiri bangsa-Nya dengan perjanjian kasih dan kesetiaan, begitu

    pula sekarang Penyelamat umat manusia dan mempelai Gereja, melalui

    sakramen perkawinan menghampiri suami-istri Katolik. Oleh Karena itu

    suami-istri dikuatkan dan dikuduskan untuk tugas dan kewajiban maupun

    martabat status hidup mereka dengan sakramen yang khas.

    Dengan kekuatanNyalah mereka menunaikan tugas mereka sebagai

    suami-istri dalam keluarga. Mereka dijiwai semangat Kristus, yang

    meresapi seluruh hidup mereka dengan iman, harapan, dan cinta kasih.

  • 33

    Mereka makin mendekati kesempurnaan mereka dan makin saling

    menguduskan, dan bersama-sama makin memuliakan.

    Jadi keberadaan keluarga sebagai anggota gereja, masyarakat dan

    negara ikut mempergaruhi seluruh kehidupan. Semua keluarga harus

    mengambil peran terhadap keluarganya dan berusaha mengembangkan

    hidup beriman, agar gambaran Gereja sungguh-sungguh hadir dalam

    keluarga.

    Dengan demikian kesadaran akan tugas perutusan yang diterima

    dalam sakramen perkawinan akan membantu orang tua kristiani dalam

    mendidik iman bagi anak-anak dengan penuh kesungguhan dan tanggung

    jawab dihadapan Allah yang memanggil dan memberi mereka perutusan

    untuk membantu Gereja dalam diri anak-anak mereka.

    b. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah-masalah yang

    akan di bahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

    1) Apakah keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus

    sudah cukup memahami spiritualitas perkawinan?

    2) Apa saja permasalahan yang mereka hadapi dalam menghayati dan

    mewujudkan spiritualitas perkawinannya?

    3) Apa saja usaha yang telah mereka lakukan untuk menghayati

    spiritualitas perkawinan?

  • 34

    c. Jenis Penelitian

    Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif

    naturalistik. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

    memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian.

    Sedangkan naturalistik adalah penelitian yang mengungkapkan subyek

    sejauh mungkin apa adanya. Jadi penelitian kualitatif naturalistik

    menunjukan bahwa pelaksanaan penelitian dilakukan dalam situasi

    lapangan yang bersifat natural atau wajar (Moleong,1988:6).

    d. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah metode wawancara. Metode wawancara adalah percakapan dengan

    maksud tertentu. Artinya percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

    pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

    terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu

    (Moleong,1988:186). Dengan menggunakan metode wawancara ini,

    penulis ingin mengetahui bagaimana keluarga-keluarga Katolik

    memahami spiritualitas perkawinan mereka secara lebih jelas. Wawancara

    dilakukan di rumah masing-masing keluarga, hal ini dimaksudkan agar

    setiap keluarga dapat dengan leluasa mensharingkan pengalaman keluarga

    dengan bebas, tanpa curiga dan takut.

  • 35

    e. Responden Penelitian

    Responden dari kata asal “respon” atau tanggap, yaitu orang yang

    menanggapi. Dalam penelitian ini, responden yang diminta untuk

    memberikan keterangan tentang fakta yang berkaitan dengan penghayatan

    spiritualitas perkawinan Katolik adalah keluarga-keluarga Katolik di

    lingkungan St.Yohanes Paulus, yang berjumlah 10 (sepuluh) keluarga.

    Responden ini dipilih berdasarkan keadaan keluarga, artinya

    keluarga yang masih utuh dan keluarga yang sudah tidak utuh lagi.

    Keluarga yang masih utuh maksudnya adalah keluarga yang terdiri dari

    bapak, ibu dan anak dan keluarga yang sudah tidak utuh lagi maksudnya

    ialah keluarga yang istri atau suaminya sudah meninggal dunia.

    f. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian diadakan di Lingkungan St.Yohanes Paulus Kotabaru

    Yogyakarta dan waktu dilaksanakan pada bulan September 2006.

    g. Variabel Penelitian

    Variabel penelitian adalah gejala-gejala yang menunjukan variasi,

    baik dalam jenisnya maupun tingkatnya (Hadiwardoyo,1986:224).

    Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: identitas

    responden, pemahaman keluarga Katolik tentang spiritualitas perkawinan,

    permasalahan-permasalahan yang dihadapi keluarga dalam menghayati

    dan mewujudkan spiritualitas perkawinan dan usaha-usaha yang telah

  • 36

    dilakukan keluarga dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas

    perkawinan mereka.

    Variabel penelitian secara jelas diuraikan dalam empat bagian pokok

    masing-masing dalam pokok variabel penelitian dapat dilihat dalam tabel

    berikut ini:

    No Variabel Item Jumlah

    1 Identitas responden 1,2,3,4,5 5

    2 Penelitian terhadap paham spiritualitas dan

    perwujudannya

    6,7,8 3

    3 Permasalahan yang dihadapi keluarga

    Katolik dalam menghayati dan mewujudkan

    spiritualitas perkawinan

    9,10,11 3

    4 Usaha yang telah dilakukan keluarga Katolik

    dalam menghayati dan mewujudkan

    spiritualitas perkawinan mereka.

    12,13,14,15 4

    Total 15 15

    2. Laporan Hasil Penelitian

    Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan metode

    pengumpulan data yaitu wawancara, maka pada bagian ini penulis akan

    melaporkan hasil penelitiannya tersebut.

  • 37

    Responden ditentukan oleh sekretaris lingkungan. Adapun alasannya

    karena sekretaris lingkungan mengetahui mana keluarga muda (keluarga di

    bawah sepuluh tahun) dan mana keluarga sudah tua (di atas sepuluh tahun).

    Penelitian dengan metode wawancara ini berlangsung selama kurang

    lebih satu minggu dan wawancara dilakukan di rumah masing-masing

    responden agar responden lebih leluasa dan terbuka dalam menjawab setiap

    pertanyaan. Dalam melakukan wawancara penulis telah mempersiapkan daftar

    pertanyaan yang berfungsi sebagai acuan (lihat lampiran 1).

    Selama proses wawancara berlangsung penulis menemui responden

    yang terdiri dari dua pasang suami-istri, empat orang bapak dan empat orang

    ibu (lihat lampiran 2).

    Lamanya proses wawancara tiap responden berbeda-beda ada yang

    sampai satu setengah jam karena selain para responden menjawab pertanyaan

    juga bercerita panjang lebar tentang situasi kehidupan keluarganya dan ada

    juga responden hanya menjawab apa adanya dari tiap pertanyaan yang penulis

    ajukan dan hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit serta ada

    responden yang menangis ketika menjawab salah satu pertanyaan karena

    teringat akan masa lalunya.

    Waktu pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan waktu para

    responden, karena ada para responden yang bekerja sampai sore. Dan

    wawancara dilakukan pada jam empat atau jam lima bahkan ada yang jam

    enam sore. Maka dari itu penulis tidak membuat janjian terlebih dahulu

    kepada responden mengingat waktu pulang mereka tidak menentu.

  • 38

    Dalam pelaksanaan wawancara penulis mengajak salah satu teman.

    Alasannya untuk menghindari kecurigaan responden terhadap penulis ketika

    sedang melakukan wawancara dan untuk memudahkan responden dalam

    mensheringkan pengalaman mereka.

    Ketika melakukan wawancara banyak pengalaman yang penulis alami.

    Pengalamannya antara lain yaitu penulis merasa sangat diterima dan dihargai

    oleh para responden, ada beberapa responden yang tanpa merasa malu untuk

    menceritakan pengalaman hidupnya selama membina hidup berumah tangga

    bersama pasangannya, ada responden yang usia perkawinannya sudah cukup

    tua memberikan nasehat pada penulis dan pengalaman penulis pernah ditolak

    oleh salah satu responden. Alasannya karena responden mau mengikuti arisan

    WK. Pengalaman yang sangat melelahkan penulis yaitu harus bolak-balik ke

    rumah responden berulang kali karena terlalu sibuk dan harus manjat tembok

    setiap harinya serta penulis banyak belajar dari kehidupan para responden

    dalam membina hidup berumah tangga.

    3. Pembahasan Hasil Penelitian

    a. Identitas responden

    No Usia perkawinan Jumlah anak Pekerjaan Keterangan

    1 7 tahun 2 orang Wiraswasta Pasutri

    2 8 tahun 2 orang PNS Bapak

    3 18 tahun 2 orang PNS Bapak

    4 21 tahun 2 orang PNS Bapak

    5 23 tahun 2 orang PNS Ibu

  • 39

    6 30 tahun 2 orang Swasta Bapak

    7 42 tahun 5 orang Pensiunan P dan K Pasutri

    8 42 tahun 3 orang Wiraswasta Ibu

    9 46 tahun 2 orang Pensiunan ABRI Bapak

    10 47 tahun 5 orang Wiraswasta Bapak

    Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis usai perkawinan

    paling muda berusia tujuh tahun paling lama berusia empat puluh tujuh

    tahun. Jika dilihat dari usia perkawinannya di atas sepuluh tahun para

    responden telah berhasil melewati masa-masa kritis di dalam mengarungi

    bahtera rumah tangga bersama pasangannya, bahkan ada responden yang

    perkawinannya pada saat itu baru berusia lima tahun telah ditinggal oleh

    suami tapi sampai saat ini cintanya pada suami belum berubah.

    Dari sepuluh responden yang berhasil diwawancarai jumlah anak

    tiap responden berbeda-beda dari dua orang sampai dengan lima orang

    (lihat lampiran 2). Dengan jumlah anak dua orang mereka tidak terlalu

    mengalami kesulitan dalam mendampingi, mengawasi dan mendidik anak-

    anak bila dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anak lima

    orang.

    Dari sepuluh responden yang diwawancarai diantaranya termasuk

    orang-orang yang terpelajar artinya para responden ini memiliki

    pengetahuan dan wawasan yang cukup luas sehingga dalam membina

    hidup berumah tangga selalu diselesaikan secara baik-baik dan membina

    hidup berumah tangga selalu sesuai dengan ajaran Katolik. Bahkan ada

  • 40

    responden yang dulunya bekerja di pemerintahan karena peralihan dari

    orde lama ke orde yang baru responden ini dipecat dengan alasan dituduh

    sebagai anggota PKI.

    b. Paham keluarga Katolik tentang spiritualitas perkawinan

    Setiap responden mengatakan bahwa tiap keluarga Katolik

    mempunyai tujuan dan cita-cita yakni membangun keluarga yang penuh

    dengan keharmonisan dan kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan dan cita-

    cita tersebut tiap-tiap keluarga membutuhkan perjuangan, pergulatan dan

    usaha tanpa henti dalam membangun suasana penuh keharmonisan dan

    kebahagiaan baik terhadap pasangannya maupun terhadap anak-anaknya.

    Dalam perkawinan cinta kasih suami-istri diwujudkan dalam

    kesetiaan baik dalam suka dan duka, untung dan malang, bersikap lemah-

    lembut, penuh kesabaran dan penuh pengampunan bila pasangan

    melakukan suatu kesalahan tanpa menyimpannya.

    Berdasarkan pertanyaan yang diajukan penulis kepada responden

    tentang arti sakramen perkawinan tidak semuanya menjawab sesuai yang

    diharapkan. Misalnya, arti sakramen perkawinan yaitu sakramen yang

    diterima saat upacara perkawinan berlangsung. Dari seluruh responden

    yang penulis wawancarai hanya tujuh keluarga yang bisa menjawab

    dengan memuaskan mengenai arti sakramen perkawinan. Menurut mereka

    sakramen perkawinan adalah tanda dan sarana yang diberikan Allah

    kepada manusia melalui keluarga lewat suami-istri dengan demikian

  • 41

    suami-istri diharapkan selalu mencintai dan selalu setia dalam membina

    mahligai hidup rumah tangga.

    c. Permasalahan yang dihadapi keluarga Katolik dalam menghayati dan

    mewujudkan spiritualitas perkawinan

    Bagi kesepuluh responden yang berhasil penulis wawancarai

    semua mengatakan bahwa perjalanan dalam membangun hidup berumah

    tangga penuh dengan lika-liku. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari

    sebagai keluarga tak jarang pertengkaran dan perselisihan bahkan

    kejenuhan dan keputuasaan kerap kali terjadi. Hal ini disebabkan bukan

    masalah besar tapi hanya masalah kecil yang menjadi rutinitas di dalam

    rumah tangga yang sering kali memicu terjadinya konflik. Tapi hal ini bisa

    mereka selesaikan dengan kepala dingin sehingga rumah tangga yang telah

    lama mereka bina bisa bertahan lama.

    Salah satu tujuan dalam perkawinan Katolik adalah membesarkan

    dan mendidik anak menjadi orang kristiani. Untuk itu orang tua

    mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik masalah pendidikan

    iman, pendidikan formal dan kebutuhannya sehari-hari. Intinya adalah

    bagaimana orang tua bisa menjadi teladan dan panutan bagi anak-anaknya.

    Dalam mendidik anak-anaknya tiap responden mempunyai cara

    yang berbeda-beda. Ada yang memberikan kebebasan pada anak-anaknya

    ketika menginjak usia remaja dan ada pula responden lain yang bersikap

    otoriter.

  • 42

    Dalam mendidik anak-anaknya usaha yang dilakukan oleh para

    orang tua adalah dengan tidak pernah bosan-bosannya untuk

    mengingatkan, mendampinggi, mengarahkan dan membimbing anak-

    anaknya untuk rajin berdoa, pergi ke Gereja, mengikuti PIA, dan aktif

    terlibat di mudika dengan harapan anak-anaknya mengisi waktu mereka

    dengan kegiatan-kegiatan positif.

    d. Usaha yang telah di lakukan keluarga Katolik dalam menghayati dan

    mewujudkan spiritualitas perkawinan mereka

    Untuk mewujudkan janji perkawinan tentu saja tidak selalu mulus

    jalannya, tantangan dan rintangan pasti selalu ada dalam kehidupan

    keluarga. Ungkapan-ungkapan yang muncul misalnya adanya kesalah-

    pahaman yang menyebabkan suami-istri saling diam, kebutuhan

    pendidikan anak dan masalah kebutuhan ekonomi serta masalah-masalah

    sepele yang menyebabkan mereka merasakan bahwa itu adalah tantangan

    yang harus dilalui bersama-sama dalam membina hidup berumah tangga.

    Kalau sudah terjadi hal-hal seperti tersebut di atas, maka usaha yang harus

    mereka lakukan adalah mereka harus berani mengambil sikap terbuka dan

    jujur pada pasangannya dan berusaha untuk saling mengungkapkan apa

    yang menjadi masalah, kemudian bersama-sama mencari jalan mana yang

    terbaik untuk mengambil suatu keputusan. Dengan adanya pengertian dan

    komunikasi bersama, maka diharapkan mereka dapat menemukan kembali

    apa yang diharapkan bersama pasangannya.

  • 43

    Hasil wawancara penulis dengan sepuluh responden mereka

    mengatakan sebagai orang tua sangat penting menanamkan kebiasaan

    mengikuti perayaan ekaristi sejak mereka kecil dan aktif mengikuti

    kegiatan-kegiatan yang ada didalam Gereja. Tujuannya tidak lain adalah

    agar iman mereka tumbuh dan berkembang akan Kristus sehingga kelak

    mereka mampu menghadapi segala cobaan hidup.

    Doa adalah sarana komunikasi antara manusia dengan Allah untuk

    itu mengajarkan cara berdoa kepada anak-anak sangatlah penting. Oleh

    karena itu anak-anak tidak hanya diajarkan cara berdoa saja tetapi

    bagaimana orang tuanya juga ikut ambil bagian dalam doa bersama

    tersebut. Adapun makna doa bersama yaitu mempererat hubungan antara

    anggota keluarga dan menjadi kekuatan bagi keluarga ketika dalam

    menghadapi cobaan hidup.

    Rangkuman

    Setelah penulis melakukan penelitian sederhana dan mengolah hasilnya maka

    penulis dapat menarik kesimpulan.

    Keluarga dilingkungan St.Yohanes Paulus belum seluruhnya memahami arti

    dari sakramen perkawinan Katolik. Responden yang mengerti tentang arti

    sakramen perkawinan Katolik karena jabatan mereka sebagai pengurus

    lingkungan dan para responden yang memiliki pengetahuan yang cukup luas.

    Lebih dari 50% responden kurang paham mengenai arti sakramen perkawinan

  • 44

    Katolik. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan mereka tentang perkawinan

    khususnya perkawinan Katolik.

    Dari kesepuluh responden seluruhnya menjawab dengan memadai dan sesuai

    dengan apa yang diharapkan oleh penulis tentang inti perkawinan Katolik. Inti

    dari perkawinan Katolik adalah bersifat monogam dan tak-terceraikan. Artinya

    perkawinan Katolik dilaksanakan satu kali untuk seumur hidup dan tidak boleh

    diceraikan oleh manusia kecuali oleh kematian.

    Dari hasil wawancara dengan sepuluh responden, 50% lebih mengatakan

    mereka mempunyai permasalahan. Permasalahan itu adalah kesulitan dalam

    bidang ekonomi. Hal ini di karenakan yang mncari nafkah hanya satu orang yaitu

    bapak kepala keluarga, sedangkan yang harus dinafkahi lebih dari tiga orang.

    Faktor lainnya yaitu belum adanya pekerjaan tetap atau penghasilan tetap suami

    maupun istrinya.

    Dalam membina hidup berumah tangga, bukan saja mengalami permasalahan

    dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam hal menyatukan dua orang pribadi yang

    berbeda. Perbedaan itu antara lain: perbedaan karakter, perbedaan prinsip,

    perbedaan pendidikkan, perbedaan sosial dan budaya, perbedaan latar belakang

    keluarga yang sudah tertaman dari sejak kecil. Perbedaan-perbedaan ini kerap kali

    menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, tetapi tidak sampai pada percaraian.

    Ada pertengkaran ada juga penyelesaian. Kesepuluh responden mengatakan

    bahwa dalam menyelesaikan tiap permasalahan atau pertengkaran selalu

    menomorsatukan komunikasi. Karena dengan komunikasi yang lancar dan baik

    diantara mereka dapat menyelesaikan tiap permasalahan dengan baik.

  • 45

    Komunikasi yang terjalin dengan baik dan lancar antara suami maupun

    istrinya, secara tidak langsung menghindari adanya pertengkaran atau perselisihan

    diantara keduanya. Dan hal ini juga untuk menghindari krisis cinta serta

    perceraian diantara keduanya. Karena dengan komunikasi yang terjalin dnegan

    baik dan lancar diantara keduanya dapat menyelesaikan tiap permasalahan secara

    dewasa dan matang.

    Kesepuluh responden mengatakan sebagai bentuk perwujudan iman mereka,

    mereka aktif terlibat dalam berbagai kegiatan Gerejani dan kemasyarakatan.

    Kegiatan gerejani antara lain mengikuti pendalaman iman, pendalaman Kitab

    Suci, mengikuti Rosario, mengikuti sarasehan dengan dewan paroki dan aktif

    diwanita Katolik. Sedangkan kegiatan yang diadakan oleh masyarakat antara lain

    yaitu bakti sosial dan kegiatan hari-hari besar.

    Demikianlah laporan hasil dan pembahasan penelitian yang dilaksanakan

    oleh penulis di lingkungan St.Yohanes Paulus. Maka pada bab berikutnya akan

    disampaikan mengenai katekese untuk meningkatkan iman keluarga-keluarga

    Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus sesuia dengan hasil bab III. Dengan

    penyelenggaraan katekese diharapkan keluarga Katolik sungguh-sungguh menjadi

    tempat tumbuhnya cinta kasih antara aggota keluarga, sehingga spiritualitas

    perkawinan bukan hanya sebagai suatu teori belaka tetapi bisa diwujudnyatakan

    dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat luas.

  • BAB IV

    KATEKESE KELUARGA SEBAGAI JALAN UNTUK

    MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS

    PERKAWINAN KATOLIK MELALUI METODE SHARED

    CHRISTIAN PRAXIS

    Pola kehidupan keluarga sedang berubah, modernisasi mempergaruhi

    keluarga juga. Anak-anak mendapat pendidikan yang lain dari pada orang tuanya.

    Modernisasi kehidupan keluarga tidak selalu membawa kebaikan. Bisa terjadi

    bahwa orang tua terbuka dan membicarakan masalah secara bersama-sama. Tetapi

    bisa juga terjadi bahwa anak-anak mencari jalannya sendiri, dengan anggapan

    bahwa orang tua tidak mengerti masalah anak-anaknya sehingga dalam berbagai

    pandangan hidup orang tua dan anak-anak hidup terpisah.

    Dalam masa perubahan yang kita alami, orang tua sering bingung dan

    ragu-ragu tentang bentuk pendidikan iman yang paling tepat. Usaha orang tua

    hanyalah memasukkan anak-anaknya ke sekolah Katolik. Walaupun pendidikan

    iman dilaksanakan oleh sekolah, orang tua tetap mempunyai tugas utama dan

    mulia untuk membimbing anak-anaknya lewat kehidupan dan pergaulan sehari-

    hari, sebab iman mulai dibangun dalam keluarga. Maka peranan keluarga sangat

    penting. Keluarga sebagai tempat orang mulai menghayati iman, tempat orang

    berkomunikasi dengan imannya. Tetapi menghadapi kesulitan orang tua tidak

    berani berbicara tentang iman. Ini disebabkan karena orang tua kurang ada

  • 47

    kesempatan memperdalam hidup imannya, sehingga anaknya lebih berkembang

    kehidupan imannya dari pada orang tuanya.

    Katekese keluarga adalah sarana untuk membantu keluarga kristiani dalam

    menghayati imannya. Katekese keluarga menekankan aspek komunikasi iman

    dan tukar pengalaman antara keluarga atau orang tua. Pembahasan tentang

    katekese keluarga sebagai sarana untuk membantu keluarga kristiani dalam

    menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan mereka.

    Di dalam bab III kita telah mengetahui bagaimana keluarga-keluarga

    Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus menghayati dan mewujudkan

    spiritualitas perkawinan. Spiritualitas keluarga akan tetap menjadi suatu teori

    apabila tidak dihayati dan diwujudkan dalam hidup setiap keluarga. Untuk

    meningkatkan keprihatinan itu, maka penulis akan mambahas dalam bab IV ini.

    Pada bab IV ini penulis akan membahas tentang katekese keluarga sebagai

    sarana untuk membantu keluarga kristiani dalam meningkatkan penghayatan dan

    perwujudan spiritualitas perkawinan Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus.

    Bab IV ini akan dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama akan membahas

    pengertian dan tujuan katekese keluarga