prak_jessica kezia harel_13.70.0098_c1_unika soegijapranata
Post on 05-Dec-2015
17 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan di dalam praktikum ini antara lain alat pengering (oven), stirrer,
plate stirrer, dan sentrifuge
1.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu biomassa spirulina yang
sudah kering, akuades dan dekstrin.
1.2. Metode
1
Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)
2
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya
pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
3
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :
dekstrin = 1 : 1
4
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg /ml )=OD 615−0,474(OD 652)
5,34×
110−2
Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )
g (berat biomasa)
5
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg /ml )=OD 615−0,474(OD 652)
5,34×
110−2
Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )
g (berat biomasa)
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Pengamatan FikosianinKeterangan warna :+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua
Kel
Beratbiomassa kering(g)
Jumlah aquadesyang
ditambahkan(ml)
Total filtratyang
diperoleh
OD 615
OD 652
KF(mg/ml)
Yield(mg/ml)
Warna
Sebelum di oven
Sesudah di oven
C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,960 +++ +C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ ++
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat dilihat bahwa nilai OD pada panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm berbeda. Dapat dilihat nilai OD pada panjang
gelombang 615 nm lebih besar dibandingkan dengan nilai OD pada panjang gelombang
652 nm. Nilai OD pada panjang gelombang 615 nm yang paling tinggi didapatkan pada
kelompok C1 dengan nilai sebesar 0,1490 dan yang terendah adalah kelompok C4
dengan nilai sebesar 0,1410. Nilai OD pada panjang gelombang 652 nm yang paling
besar adalah kelompok C2 dan yang terendah terdapat pada kelompok C1. Perbedaan
nilai OD ini berpengaruh terhadap nilai konsentrasi fikosianin dan yield yang
dihasilkan. Dapat dilihat bahwa konsentrasi fikosianin yang paling tinggi adalah
kelompok C1 dengan nilai sebesar 2,280 mg/ml dan yang terendah pada kelompok C4
dengan nilai sebesar 2,114 mg/ml. Begitupun dengan yield yang dihasilkan sama
dengan konsentrasi fikosianin yaitu nilai terbesar ada pada kelompok C1 dan terendah
pada kelompok C4. Dari tabel 1 ini dapat dilihat juga perubahan warna yang terjadi
pada fikosianin yang dihasilkan. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh jumlah dekstrin
yang ditambahkan ke dalam supernatan yang dihasilkan. Untuk kelompok C1 – C3
menggunakan dekstrin sebanyak 8 gram sedangkan untuk kelompok C4 dan C5
menggunakan dekstrin sebanyak 9 gram. Perubahan warna yang terjadi pada kelompok
C1 – C3 adalah dari warna biru tua menjadi warna biru muda sedangkan untuk
kelompok C4 dan C5 terjadi perubahan dari warna biru menjadi warna biru muda.
6
3. PEMBAHASAN
Mikroalga merupakan penghasil energi alami yang berasal dari perairan. Pertumbuhan
mikroalga ini sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, salinitas, cahaya, karbondioksida dan
oksigen serta ketersediaan nutrisi yang cukup (Duangsee, 2009). Mikroalga banyak
dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada industri pangan karena mikroalga memiliki
phycobiliprotein yang dapat memberikan berbagai macam warna yang berbeda seperti
contohnya phycocyanin yang akan memberikan warna biru cerah, phycoerythrin yang
memberikan warna merah dan allophycocyanin yang akan memberikan warna hijau
kebiru-biruan (Santiago-Santos et al., 2004). Hal ini juga dikemukakan oleh Zhang et
al. (2015) dalam jurnal penelitian “Extraction and Separation of Phycocyanin from
Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt” bahwa Spirulina
mengandung phycobiliprotein yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
phycoerythrin, allophycocyanin, dan phycocyanin. Fikosianin sendiri biasanya
digunakan sebagai bahan pewarna alami dalam industri pangan maupun kosmetik.
Kemudian di dalam jurnal penelitian dengan judul “Effect of Blue Green Microalgae
(Spirulina) On Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm (Bombyx mori L.)” oleh
Kumar et al. (2009) dikatakan bahwa spirulina atau blue green algae mengandung 18
asam amino, glutamin, asparagin, asam piruvat dan berbagai vitamin seperti biotin,
tokoferol, thiamin, riboflavin dan lain sebagainya.
Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi fikosianin dari mikroalga. Fikosianin ini
merupakan pigmen penghasil warna biru yang alami dan umumnya digunakan untuk
industri makanan permen karet, dairy product dan pembuatan jelly. Pada umumnya
fikosianin dapat diperoleh dari Spirulina platensis, Aphanothece halophytica,
Synechococcus sp. IO 9201 dan Nostoc sp. (Berns & MacColl, 1989). Dalam praktikum
ini bahan yang digunakan adalah Spirulina yang merupakan mikroorganisme yang
termasuk ke dalam kelompok alga biru hijau karena memiliki filamen yang berwarna
hijau kebiruan. Untuk dapat tumbuh dengan maksimal Spirulina sp. ini membutuhkan
suhu, suplai cahaya dan nutrient yang cukup besar. Oleh karena itu berdasarkan syarat
pertumbuhan tersebut maka Spirulina paling cocok tumbuh di daerah tropis. Suhu
6
7
optimal untuk pertumbuhan Spirulina adalah 35°C – 38°C (Zarrouk, 1966). Dalam
pertumbuhannya Spirulina juga membutuhkan cahaya dan CO2 yang cukup untuk dapat
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen. Adapun pH juga menentukan pertumbuhan
Spirulina ini dimana pH optimum adalah antara 8 – 11 dengan kandungan senyawa
karbonat-bikarbonat yang tinggi.
Selain fikosianin, Spirulina juga memiliki kandungan pigmen yang lainnya seperti
halnya klorofil sebanyak lebih dari 1 mg/g sedangkan kandungan fikosianin dalam
Spirulina sendiri bisa mencapai hingga lebih dari 15% bergantung dari spesies Spirulina
yang digunakan dalam pengisolasian (Ngakou et al., 2012). Spirulina juga memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi sekitar 50% hingga 70% dari berat keringnya
(Ciferri, 1983). Hal ini dikemukakan juga oleh Tang & Suter (2011) di dalam jurnal
berjudul “Vitamin A, Nutrition, and Health Values of Algae : Spirulina, Chlorella, and
Dunaliella” bahwa spirulina mengandung protein yang tinggi yaitu sekitar 60–70% dari
berat keringnya. Spirulina juga mengandung banyak asam amino esensial yang tinggi.
Biomassa sel Spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air atau larutan
buffer jika dibandingkan dengan pelarut non polar. Besar kecilnya keberadaan
fikosianin yang terkandung di dalam biomassa sel tergantung dari banyak sedikitnya
suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina (Boussiba, 1980). Adapun menurut
Diharmi (2001), pigmen yang terdapat di dalam Spirulina dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelas yaitu klorofil a sebesar 1,7% dari berat sel, karotenoid dan xantofil
sebesar 0,5% dari berat sel dan fikobiliprotein yang terdiri dari 20% protein seluler dan
merupakan pigmen yang paling dominan dalam Spirulina.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan selama proses penyimpanan Spirulina ini.
Selama penyimpanan dapat terjadi perubahan warna dari fikosianin yaitu warna akan
memudar sebesar 30% pada hari ke 5 penyimpanan dan akan berubah menjadi bening
setelah disimpan selama 15 hari pada suhu kamar (Patil et al., 2006). Untuk mencegah
perubahan warna tersebut bisa ditambahkan dekstrin yang berfungsi untuk menerangkan
pigmen fikosianin dalam Spirulina selama penyimpanan. Adapun dekstrin menurut
Patel et al. (2005) merupakan polisakarida yang dibuat dari hidrolisa pati yang diatur
oleh enzim tertentu ataupun hidrolisa oleh asam. Dekstrin ini mudah larut di dalam air,
8
mudah terdispersi, tidak kental serta lebih stabil jika dibandingkan dengan pati. Secara
fisik dekstrin berwarna putih hingga kuning. Dekstrin juga mempunyai viskositas yang
relatif rendah sehingga menguntungkan dalam pemakaiannya yang biasa dimanfaatkan
sebagai bahan pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat meningkatkan berat
produk serta memerangkap senyawa penting untuk mempertahankan stabilitasnya
(Wiyono, 2007).
Menurut jurnal “Extraction and Purification of C-phycocyanin from dry Spirulina
Powder and Evaluating Its Antioxidant, Anticoagulant and Prevention of DNA Damage
Activity” oleh Kamble et al. (2013) salah satu usaha yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kandungan phycobiliproteins dari Spirulina bubuk adalah dengan
melakukan proses ekstraksi dan purifikasi dari Spirulina. Untuk purifikasi yang baik
dapat dipakai agen presipitat seperti PEG, ethanol acetone, TCA dan amonium sulfat.
Efisiensi dari metode ekstraksi yang dilakukan dapat dilihat dari konsentrasi dan rasio
dari hasil isolasi C-PC. C-PC yang didapatkan dari Spirulina platensis menunjukkan
adanya aktivitas antioksidan in vitro oleh nitrit oksida. Dari hasil penelitian juga dapat
menunjukkan adanya aktivitas antikoagulasi yang didapatkan dari agen antikoagulasi di
dalam heparin. C-PC ini juga berkontribusi dalam mencegah penghancuran DNA oleh
OH-.
Langkah awal dalam melakukan isolasi pigmen fikosianin adalah sebanyak 8 gram
biomassa Spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk dilarutkan dengan akuades
dengan perbandingan 1 : 10 (8 gr : 80 ml). Langkah ini sesuai dengan Bhaskar et al.
(2005) yang menyatakan bahwa Spirulina sp. lebih mudah larut di dalam pelarut polar
seperti air dan larutan buffer. Kemudian langkah selanjutnya yaitu biomassa diaduk di
atas stirrer selama kurang lebih 2 jam. Fungsi pengadukan ini yaitu untuk memudahkan
pemisahan fikosianin dari Spirulina (Hartayanie & Rika, 2011). Selanjutnya larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh
endapan dan supernatan. Tujuan dilakukannya sentrifugasi adalah agar dapat
memisahkan fikosianin dari Spirulina secara sempurna. Kemudian supernatan yang
dihasilkan dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat volume yang didapat dari semua
filtrat yang didapatkan untuk menjadi total filtrat yang diperoleh. Kemudian, dari filtrat
tersebut diambil 1 ml untuk diencerkan hingga pengenceran 10-2. Langkah berikutnya
9
yaitu mengukur kadar fikosianin menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm. Pengukuran fikosianin dengan spektrofotometer ini
digunakan untuk dapat mengetahui kemurnian dari fikosianin yang dihasilkan dengan
rasio absorbansi yang digunakan (Vonshak, 1986). Setelah didapatkan kadar
fikosianinnya maka dapat dihitung konsentrasi fikosianin menggunakan rumus :
KF= OD615-0,474 (OD652)5,34
x faktor pengencer
Semua alga memiliki kemampuan dalam menangkap gelombang cahaya.
Phycobiliproteins mampu menyerap cahaya dalam gelombang yang panjang seperti
halnya yang dikemukakan dalam jurnal “Phycocyanin Sensitizes Both Photosystem I
and Photosystem II in Cryptophyte Chroomonas CCMP270 Cells” oleh van der Weij-
De Wit et al. (2008). Dalam penelitian ini digunakan panjang gelombang 400 dan 582
nm untuk menganalisa PC645. Hasilnya menunjukkan bahwa energi yang terdapat di
dalam PC645 yang berasal dari Chroomonas ini mampu di transfer dengan baik kepada
PSI dan PSII yang merupakan sumber dari fikosianin di dalam Chroomonas.
Setelah dilakukan pengukuran kadar fikosianin selanjutnya supernatan tersebut
ditambahkan dengan dekstrin dengan perbandingan 1 : 1. Tujuan dari penambahan
dekstrin ini adalah untuk mempercepat pengeringan, mengurangi kerusakan pigmen
akibat panas, meningkatkan total padatan serta untuk memperbesar volume. Setelah
ditambahkan selanjutnya dilakukan pencampuran secara merata hingga tidak ada
gumpalan dekstrin lagi di dalam supernatan agar tercampur secara sempurna. Setelah
tercampur rata maka campuran tersebut dituangkan ke dalam wadah yang telah dilapisi
plastik kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 45°C dan dikeringkan hingga
kadar air mencapai kurang lebih 7%. Menurut MacColl (1983) tujuan utama dari proses
pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air bebas yang masih dapat digunakan
oleh bakteri agar tidak dapat merusak fikosianin. Setelah proses pengeringan maka akan
terbentuk adonan kering yang gempal. Oleh karena itu, adonan tersebut harus
dihancurkan hingga menjadi bubuk dengan cara ditumbuk.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa nilai absorbansi untuk panjang gelombang
615 nm berkisar antara 0,1410 – 0,1490 dan untuk panjang gelombang 652 nm
10
didapatkan nilai absorbansi kisaran antara 0,0575 – 0,0594. Menurut Fox (1991),
metode absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan sehingga apabila
larutan semakin keruh maka hal itu menunjukkan bahwa konsentrasi larutan sangat
besar. Nilai KF dan nilai yield dari fikosianin sangat dipengaruhi oleh optical density
(OD) sedangkan nilai OD ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan
larutan. Nilai KF berkisar antara 2,114 – 2,280 sedangkan nilai yield berkisar mulai dari
14,798 sampai dengan 15,960.
Penambahan dekstrin dibagi dalam dua kelompok yaitu untuk kelompok C1 – C3
menggunakan dekstrin sebanyak 8 gram sedangkan untuk kelompok C4 dan C5
menggunakan dekstrin sebanyak 9 gram. Hal ini terlihat sangat berpengaruh terhadap
warna dari fikosianin sebelum di oven. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa
warna sebelum di oven untuk kelompok C1 – C3 berwarna biru tua sedangkan untuk
kelompok C4 dan C5 berwarna biru. Kemudian setelah dioven dan dikeringkan ternyata
fikosianin dari semua kelompok telah berubah warna menjadi biru muda. Hal ini telah
sesuai dengan pernyataan Mishra et al. (2008) bahwa warna dari fikosianin akan
memudar sebesar 30% setelah penyimpanan selama 5 hari dan akan menjadi bening
setelah penyimpanan 15 hari di dalam suhu 35°C. Warna yang pucat ini disebabkan
oleh penambahan bubuk dekstrin dalam konsentrasi yang tinggi (Brekelman &
Lagarias, 1986). Namun dari hasil pengamatan ternyata tidak nampak perbedaan yang
nyata dalam penambahan dekstrin terhadap perubahan warna fikosianin. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya kesalahan dalam mengamati warna dari fikosianin setelah di
oven atau bisa dikarenakan pencampuran dekstrin yang tidak merata.
4. KESIMPULAN
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi pH, suhu, salinitas, cahaya dan suplai oksigen.
Spirulina dapat menghasilkan pigmen fikosianin yang berwarna biru.
Spirulina paling cocok tumbuh pada kondisi tropis.
Suhu optimal untuk Spirulina adalah 35°C - 38°C.
pH optimum bagi Spirulina yaitu antara 8 – 11.
Kandungan protein dalam Spirulina yaitu sekitar 50 – 70 % dari berat keringnya.
Pigmen fikosianin larut dalam pelarut polar seperti air.
Pengukuran konsentrasi fikosianin secara kuantitatif dapat dilakukan menggunakan
spektrofotometri dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Besar kecil nya konsentrasi fikosianin tergantung dari suplai nitrogen.
Fungsi penambahan dekstrin adalah supaya mempercepat pengeringan, mengurangi
kerusakan pigmen akibat panas, meningkatkan total padatan serta untuk
memperbesar volume.
Nilai OD memengaruhi hasil dari konsentrasi fikosianin dan nilai yield.
Konsentrasi fikosianin dan nilai yield berbanding lurus dengan nilai OD.
Semakin banyak dekstrin yang ditambahkan ke dalam fikosianin maka warna
fikosianin akan semakin memudar.
Semarang, 7 Oktober 2015
Praktikan, Asisten Dosen
Jessica Kezia Harel Ferdyanto Juwono
13.70.0098
11
5. DAFTAR PUSTAKA
Berns, D.S. and MacColl, R. (1989). Phycocyanin in physical-chemical studies. Chemical reviews. 89 : 807-825.
Bhaskar, S.U., Gopalaswamy, G. and Raghu, R. A. (2005). Simple method for efficient extraction and purification of C-Phycocyanin from Spirulina platensis Geitler. Indian Journal of Experimental Biology. 43(3): 277-279.
Boussiba S and Richmond A. (1980). c-Phycocianin as a storage protein in the blue-green alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.
Ciferri, O. (1983). Spirulina, the edible micoorganism. Microbiology Reviews. 47 : 551–578.
Diharmi A. (2001). Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikrolaga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Duangsee, Rachen. Natapas Phoopat. Suwayd Ningsamond. 2009. Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature. Food Innovation Asia Conference 2009, Bangkok, Thailand.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
G. Patil, S. Chethana and A. S. Sridevi. (2006). “Method to obtain C-phycocyanin of high purity”, Raghavarao Journal of Chromatography A., vol. 1127, pp 76-81.
Hartayanie, Laksmi and Rika Pratiwi. (2011). Optimation and Thermal Stability of Phycocyanin Powder from Spirulina platensis. UNIKA Soegijapranata. Indonesia.
Kamble, S. P., Gaikar, R. B., Padalia, R. B., and Keshav D. Shinde. (2013). Extraction and purification of C-phycocyanin from fry Spirulina powder and evaluating its antioxidant, anticoagulation and prevention of DNA damage activity. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol 3 (08), pp 149-153.
Kumar, R. V., Kumar, D., Kumar, A. And S. S. Dhami. (2009). Effect of Blue Green Micro Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm (Bombyx mori L.). Journal of Agriculture and Biological Science. Vol. 4, No, 3. ISSN 1990-6145.
Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.
Ngakou, Albert, Ridine Wague, Mbaiguinam Mbailao, Namba Fabienne. (2012). Changes in the physico-chemical properties of Spirulina platensis from three production sites in Chad. Journal of Animal & Plant Sciences Vol. 13, Issue 3: 1811-1822.
12
13
Patel, A., Mishra, S., Pawar, R. and Ghosh, P.K. (2005). Purification and characterization of C-Phycocyanin from cyanobacterial species of marine and fresh water habitat. Protein Expression and Purification. 40: 248 –255.
R. MacColl. 1983. Stability of allophycocyanin’s quaternary structure. Biochemistry biophysics. Vol. 223, pp. 24-32.
Santiago-Santos, Ma. Carmen: Teresa Ponce-Noyola; Roxana Olvera-Ramirez; Jaime Ortega-Lopez; Rosa Oivia Canizares-Villanueva. (2004). Extraction and purification of phycocyanin from Calothrix sp. Process Biochemistry. 39 : 2047 – 2052.
Tang, G. and Paolo M Suter. (2011). Vitamin A, Nutrition, and Health Values of Algae : Spirulina, Chlorella, and Dunaliella. Journal of Pharmacy and Nutrition Sciences. Vol. 1. 111-118.
T. R. Brekelman and J. C. Lagarias. (1986). Visualization of bilin-linked peptides and proteins in polyacrylamide gels. Anal Biochem. Vol. 156, pp 194-201.
Van der Weij-De Wit, C. D., Doust, A. B., van Stokkum, I.H. M., and Jan P. Dekker. (2008). Phycocyanin Sensitizes Both Photosystem I and Photosystem II in Cryptophyte Chroomonas CCMP270 Cells. Biophysical Journal. Volume 94, pg 2423-2433.
Vonshak, A. (1986). Laboratory techniques for the cultivation of microalgae. In A. Richmond (Ed.), CRC handbook of microalgae mass culture (pp. 117–143). Boca Raton, USA: CRC Press.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.
Zarrouk, C. (1966). Contribution aletude dune cyanophycee: Influnce de divers facteurs physiques et chimiques sur la croissance et la photosynthese de Spirulina maxima. PhD Thesis, Paris (in French).
Zhang, X., Zhang, F., Luo, G., Yang, S., and Danxia Wang. (2014). Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina Using Aqueous Two-phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research. Vol 3, No. 1. 15-19. China.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )
5,34 x
1
10−2
Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)
Kelompok C1
KF = 0,1490 – 0,474 (0,0575)
5,34 x
1
10−2 = 2,280 mg/ml
Yield = 2,280×56
8 = 15,960 mg/g
Kelompok C2
KF = 0,1460 – 0,474 (0,0594)
5,34 x
1
10−2 = 2,207 mg/ml
Yield = 2,207×56
8 = 15,449 mg/g
Kelompok C3
KF = 0,1437 – 0,474 (0,0574)
5,34 x
1
10−2 = 2,181 mg/ml
Yield = 2,181×56
8 = 15,267 mg/g
Kelompok C4
KF = 0,1410 – 0,474 (0,0593)
5,34 x
1
10−2 = 2,114 mg/ml
Yield = 2,114×56
8 = 14,798 mg/g
Kelompok C5
14
15
KF = 0,1440 – 0,474 (0,0588)
5,34 x
1
10−2 = 2,175 mg/ml
Yield = 2,175 × 56
8 = 15,225 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal
top related