penggunaan bentuk kebahasaan disfemia pada berita
Post on 30-Nov-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN BENTUK KEBAHASAAN DISFEMIA PADA BERITA
POLITIK DALAM SURAT KABAR FAJAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh
Andi Sosila Kamaruddin
105331113916
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Passokku Resomu, Pegau‟i Malempu,e Nennia Tettokko Ritotomu, Namutajeng
Pamasena Dewatae.
Artinya : Bulatkan Tekad, Kerjakan dengan Kejujuran dan Berdiri di atas takdir,
dan Mengharap Ridhonya Allah
( A S K )
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, atas Rahmat dan Hidayah-Nya, Saya dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Karya sederhana ini saya persembahkan untuk :
1. Ibu dan Bapakku, yang telah mendukungku, memberiku motivasi dalam
segala hal serta memberikan kasih sayang teramat besar yang tak mungkin
bisa ku balas dengan apapun.
2. Kakakku yang selama ini memberiku semangat, serta motivasi hidup
3. Bapak Zainuddin dan ibu Nurhaena yang telah banyak membantu, dan
tiada hentinya membimbing saya.
4. Untuk semua keluarga yang selalu sayang dan mendoakan agar cepat
sarjana.
ABSTRAK
Sosila, 2020. Penggunaan Bentuk Kebahasaan Disfemia Pada Berita Politik
dalam Surat Kabar Fajar. Skripsi. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing I Munirah dan Pembimbing II Rosdiana.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk kebahasaan disfemia
pada berita politik dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020 dan Nilai rasa yang
terkandung dalam penggunaan bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik
dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020. Metode penelitian ini penelitian
deskriptif kualitatif yang memberikan data yang akurat tentang penggunaan
kebahasan disfemia dan nilai rasa disfemia. Sumber data diperoleh dari proses
pelaksanaan teknik pengumpulan data, dengan teknik membaca secara berulang –
ulang dengan mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang diteliti.
Teknik analisis data yang dilakukan agar data yang telah diperoleh dapat di
analisis dengan reduksi data, interpertasi data dan verifikasi data.
Hasil penelitian ini berupa Bentuk pemakaian disfemia pada berita politik
dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020, ditemukan klasifikasi disfemia menjadi
tiga, yaitu ; (1) berupa kata seperti kata menjegal, mengantongi, sengketa,
merebut, disusupi, bermain, genjot, segel, tantang, tuding, godok, anjlok, dan
ancam, (2) berupa frase seperti frase masuk meja, scenario bubar dan panaskan
mesin, dan (3) berupa ungkapan seperti ungkapan gigit jari. Nilai rasa yang
terkandung dalam bentuk disfemia pada berita politik dalam surat kabar Fajar
edisi Maret 2020, ada lima nilai rasa yaitu ; (1) Menyeramkan, seperti disusupi,
genjot godok, liar, dikecilkan, digantungnya, mengerucut, panaskan mesin, (2)
mengerikan seperti kata mengantongi, bermain, segel, ancam, cuek, dan digaet.
(3) Menakutkan, seperti kata menjegal, sengketa, goyah, skenario bubar, dan
masuk meja. (4) Menjijikan seperti kata ; Gigit jari, (5) Menguatkan seperti kata
merebut, dituding dan tantang.
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan
kebahasaan disfemia dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020. Banyak kata yang
termasuk dalam disfemia dan mempunyai nilai rasa yang berbeda.
Kata Kunci : Bentuk Kebahasaan Disfemia, Berita Politik, Surat Kabar Fajar
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Sebagai manusia ciptaan Allah Subhanahuwata’ala sudah sepatutnya penulis
memanjatkan kehadirat-Nya karena atas segala limpahan rahmat dan karunia serta
kenikmatan yang diberikan kepada penulis. Nikmat Allah itu sangat banyak dan
melimpah. Bahkan jika penulis ingin melukiskan nikmat Allah
Subhanahuwata’ala menggunakan semua ranting pohon yang ada di dunia
sebagai penanya dan seluruh air laut sebagai tintanya, maka ranting – ranting
pohon dan air laut akan habis dan belum cukup untuk menuliskan nikmat-Nya
tersebut. Semoga nikmat Sang Pencipta Selalu dilimpahkan kepada hamba-Nya
yang senantiasa berbuat baik dan bermanfaat.
Salawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Rasullulah
Sallallahualaihiwasalam. Manusia yang menjadi revolusioner Islam yang telah
menggulung tikar – tikar kebatilan dan membentangkan permadani – permadani
Islam hingga saat ini. Nabi yang telah membawa misi risalah Islam sehingga
penulis dapat membedakanantara haq dan yang batil. Sehingga, kejahilannya tidak
dirasakan lagi oleh umat manusia di zaman yang digital ini.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana (S-1),
Proposal ini bersifat penelitian. Skripsi ini juga dibuat agar dapat memberi
pengetahuan kepada pembaca mengenai “Penggunanaan Bentuk Kebahasaan
Disfemia Pada Berita Politik dalam Surat Kabar Fajar”.
iii
Teristimewah ucapan terima kasih tidak terhingga kepada orang tua saya
tercinta yakni Andi Kamaruddin dan Murniati yang telah melahirkan, mengasuh,
memelihara, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang serta
pengorbanan yang tak terhitung sejak dalam kandungan hingga saat ini. Terima
kasih juga kepada kakak saya yakni Andi Mattanete Kamaruddin yang selalu
memberikan perhatian, doa, semangat dan motivasi baik moral maupun material
yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih pula kepada dosen pembimbing I dan II yakni Dr.
Munirah, M.Pd dan Rosdiana, S.Pd., M.Pd. yang senantiasa memberikan
bimbingan, arahan, serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga
selesainya. Tak lupa pula juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
H. Abdul Rahman Rahim, M.M., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar,
Erwin Akib.,M. Pd., Ph. D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar dan Dr. Munirah, M. Pd., ketua Program
Studi Bahasa dan Sastra Indonesia serta seluruh dosen dan para staf pegawai
dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian
ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Ucapan terima Kasih penulis haturkan kepada teman-teman saya yang telah
meluangkan dan kesempatannya untuk memberikan saran dan masukan serta
semangat dalam penyusunan Skripsi ini.. Kata sempurna tidak pantas penulis
sandang karena tidak ada gading yang tak retak. Hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih
iv
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari pembaca. Harapan penulis, semoga skripsi
ini dapat memberikan setitik ilmu dan manfaat bagi para pembaca pada umumnya
dan penulis pada khususnya.
Makassar, Maret 2020
Penulis
v
DAFTAR ISI
SAMPUL
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 7
A. Kajian Pustaka ................................................................................. 7
1. Peneletian Relevan .................................................................... 7
2. Pengertian Bahasa ..................................................................... 11
3. Semantik .................................................................................... 13
4. Hakikat Makna......... ................................................................. ... 16
5. Perubahan Makna ...................................................................... 17
6. Disfemia .................................................................................... 22
7. BeritaPolitik................................................................................. 33
B. Kerangka Pikir ................................................................................ 36
BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 37
A. Rancangan Penelitian ...................................................................... 37
vi
B. Definisi Istilah ................................................................................. 37
C. Data dan Sumber Data .................................................................... 38
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 39
E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 43
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Wacana Berita Politik dalam Surat Kabar Fajar 43
2. Bentuk – Bentuk Pemakaian Disfemia ....................................... 44
3. Bentuk Nilai Rasa Disfemia ........................................................ 57
B. Pembahasan ...................................................................................... 71
BAB V PENUTUP ................................................................................ 75
A. Kesimpulan ...................................................................................... 75
B. Saran ................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 77
LAMPIRAN ......................................................................................... 79
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surat kabar adalah salah satu ragam dari ruang lingkup jurnalisme
cetak. Surat kabar juga merupakan salah satu sumber informasi tertulis
yang memuat berbagai peristiwa. Berita dalam surat kabar diperuntukkan
untuk umum yang menyangkut kepentingan umum dan informasi yang
menyangkut mengenai kejadian di masyarakat pada khalayak sehingga
khalayak dapat menerima informasi atau berita dari berbagai peristiwa
yang terjadi. Ciri – ciri surat kabar menurut Sumadiria (2017:138) yaitu
publisitas yang menyangkut penyebaran kepada publik, perioditas
menyangkut keteraturan terbitnya surat kabar, universalitas yakni surat
kabar harus memuat berita mengenai kejadian – kejadian di seluruh dunia
dengan aspek kehidupan manusia, aktualisasi yaitu menyangkut kecepatan
penyampaian laporan mengenai kejadian yang terjadi dalam masyarakat.
Pada zaman moderen ini jurnalistik tidak hanya mengelola berita
tetapi bersifat menghibur, mendidik, dan memengaruhi agar khalayak
melakukan kegiatan tertentu. Dalam penyampaian sebuah berita surat
kabar menggunakan berbagai bentuk kebahasaan. Bahasa yang digunakan
dalam surat kabar biasanya mengutamakan kemenarikan bahasa agar
pembaca atau khalayak tertarik untuk membacanya. Wartawan dapat
menampilkan berita yang memiliki nilai kebahasaan yang menarik seperti
2
menggunakan ungkapan- ungkapan yang maknanya halus maupun makna
kasar ataupun memberikan makna penegasan pada kata yang bersifat
biasa.
Pengemasan bahasa dalam menginterpretasikan berita sangat
berpengaruh pada kenyamanan masyarakat dalam membaca atau
mendengar berita. Keingintahuan masyarakat untuk terus menyimak berita
dan membentuk persepsi, akan tercipta sesuai dengan tata bahasa dalam
berita. “Pandangan kita dibentuk oleh bahasa, dan karena bahasa berbeda
pandangan kita tentang dunia pun berbeda “ Sumadiria (2017:6).
Kararteristik penulisan berita inilah yang harus dipenuhi oleh setiap media,
khususnya media cetak yang memiliki kekuatan dan pemberitaan melalui
bahasa dalam tulisan saja di lengkapi gambar, tanpa adanya keterangan
berita berupa gambar bergrak ataupun audio..
Pemakaian bahasa dalam berita pada media cetak baik majalah
ataupun surat kabar, sudah selayaknya dikemas dengan pemilihan bahasa
yang menarik dan berkarakter. Penulisan berita pada media massa
umumnya memiliki kekhasan bahasa dalam menyampaikan informasi.
Salah satu kekhasan tersebut karena seringkali dijumpai pemakaian
disfemia dalam berita politik pada surat kabar.
Menurut Chaer (2014:50) gejala ditampilkannya kata-kata atau
bentuk-bentuk yang memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan
dari pada yang akan digantikkannya disebut penghalusan (eufemia).
Kebalikan dari eufemia adalah disfemia yang biasa disebut pengasaran,
3
yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau berrmaka
biasa dengan kata yang maknanya kasar. Disfemia biasanya banyak
ditemukan dalam berita kasus, hukum, kriminal, dan politik. Salah satu
kekhasan wacana politik dalam surat kabar adalah seringnya muncul
bentuk pengasaran bahasa atau disebut dengan disfemia
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik meneliti
permasalahan ini. Penelitian ini menganalisis Penggunaan Bentuk
Kebahasaan Disfemia pada Berita Politik dalam Surat Kabar Fajar. Alasan
peneliti memilih Surat Kabar karena surat kabar pada tahun 2019 menjadi
polemik di masyarakat Sulawesi Selatan karena adanya pemilihan calon
anggota Legislatif. Calon anggota Legislatif pada Tahun 2019 khususnya
di Kabupaten Bone saya menilai banyak bahasa Calon anggota menjajikan
kesejahteraan rakyat. Dari bahasa tersebut saya menilai bahasa dan janji
yang di lontarkan oleh calon anggota legislatif tersebut mengandung
bahasa – bahasa politik. Maka dari itu saya mengangkat Surat Kabar
dalam kolom Berita Politik.
Surat Kabar Fajar merupakan salah satu Penerbit media Cetak
yaitu surat kabar yang ada di Makassar. Fajar adalah surat kabar harian
yang terbit di Sulawesi Selatan. Surat kabar ini termasuk salam grup Jawa
Pos. Kantor Pusatnya terletak di Kota Makassar. Berkat kepedulian harian
Fajar terhadap tata ruang disulawesi selatan, Harian Fajar mendapat
Penghargaan Media Cetak terbaik Advokasi Tata Ruang. Harian Fajar juga
pernah mendapat penghargaan penghargaan media cetak yang baik di
4
Makassar. Fajar juga sering melakukan Pelatihan Jurnalistik terhadap
Masyarakat. Jadi, peneliti mengambil Surat Kabar Fajar karena Sudah
banyak mendapat penghargaan baik dari tata ruang maupun percetakan.
Surat kabar ini juga sangat dikenal dalam masyarakat.
Alasan peneliti mengambil bentuk kebahasaan disfemia pada berita
politik karena dalam berita politik biasanya banyak didapatkan
penggunaan kata yang bentuk kebahasaanya mengandung disfemia atau
pengasaran. Efek yang ditimbulkan dari pemakaian disfemia ditengah
masyarakat menjadikan sesuatu yang diberitakan terdengar lebih buruk.
Selain itu, penggunaan bentuk disfemia dapat mengubah pola pikir
masyarakat, sedangkan kaitannya dengan kesantunan berbahasa, efek
pemakaiannya membuat pola berbahasa masyarakat menjadi kasar. Oleh
karena itu, penggunaan disfemia pada berita politik dalam surat kabar
Fajar ini menarik penulis untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk
kebahasaan disfemia yang digunakan, dan nilai rasa yang ditimbulkan.
Hasil Penelitian ini diharapkan membantu Pendidikan dan
masyarakat, untuk memahami pola berbahasa yang santun, dan memahami
mana kata yang maknanya halus tanpa terpengaruh dengan penggunaan
kebahasaan disfemia pada surat kabar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, ada dua rumusan masalah yang
dibahas :
5
1. Bagaimana bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik dalam
surat kabar Fajar ?
2. Nilai rasa yang terkandung dalam penggunaan bentuk kebahasaan
disfemia pada berita politik dalam surat kabar Fajar ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini berupa :
1. Mengindentifikasi penggunaan bentuk kebahasaan disfemia pada
berita politik dalam surat kabar Fajar.
2. Mendeskripsikan nilai rasa yang terkandung dalam penggunaan
bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik dalam surat kabar
Fajar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan
wawasan dan kontribusi kepada pembaca tentang ilmu bahasa
(linguistik) dan pengembangan ilmu semantik khususnya dalam
penggunaan bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik dalam
surat kabar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
6
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai
pemakaian disfemia dan nilai rasa yang terkandung di dalamnya.
Membantu pembaca menafsirkan makna yang terkandung dalam
pemakaian disfemia pada berita politik dalam surat kabar Fajar.
b. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini juga bisa menjadi acuan bagi mahasiswa
memiliki sikap kritis dan kreatif terhadap pemakaian disfemia dan
penggunaan bahasa. Selanjutnya penelitian ini juga mampu menjadi
gambaran bagi mahasiswa untuk mempelajari lebih dalam ilmu
semantik khususnya disfemia yang terdapat pada surat kabar.
c. Bagi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan oleh guru bahasa indonesia
sebagai bahan ajar dalam menjelaskan nilai rasa yang terkandung
dalam bentuk pemakaian disfemia kepada peserta didik.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Relevan
Kajian penelitian yang relevan sebagai pebanding dan sekaligus
sebagai referensi yang autentik dari sebuah penelitian . suatu penelitian
dapat diketahui keasliannya dengan melihat hasil penelitian
sebelumnya. Berikut beberapa hasil penelitian yang dilakukan
sebelumnya :
Budiawan (2016) menemukan penggunaan disfemia pada judul
berita nasional di TV One dengan pawartos Ngayogyakarta di Jogja tv
yaitu (1) penggunaan disfemia hanya berada pada tataran kata saja. (2)
nilai rasa pada judul berita di TV One dapat diklasifikasikan menjadi 4
jenis, sedangkan nilai rasa pada judul berita di Jogja TV dapat
diklasifikasikan menjadi 2 saja. (3) disfemia pada TV One muncul
dalam 5 topik berita, sedangkan dalam berita di Jogja TV ditemukan 3
macam topik . (4) penggunaan disfemia pada berita di TV One lebih
banyak, lebih ditonjolkan, dan menyerang langsung obyek yang
diberitakannya , sedangkan bentuk disfemia pada berita di Jogja TV
tidak.
Listiana (2018) melakukan penelitian berjudul “Pemakaian
Disfemia pada Rubrik Bola Nasional pada Tabloid Bola”. Hasil yang
8
ditemukan ada tiga. Pertama, bentuk kebahasaan disfemia yang
ditemukan berupa kata, bentuk kebahasaan berupa kata terbagi menjadi
empat yaitu ,kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata
majemuk. Kedua, nilai rasa yang ditemukan di dalamnya ada lima
yaitu, menyeramkan, menakutkan, mengerikan, menjijikan,
menguatkan untuk menunjukkan kekasaran. Ketiga, tujuan penggunaan
disfemia adalah untuk menunjukkan usaha, menunjukkan perilaku,
menunjukkan kejengkelan, dan menguatkan makna.
Persamaan antara peneliti ini dengan Listiana yaitu sama-sama
menganalisis makna disfemia dan nilai rasa disfemia. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada sumber dan
kajian penelitian. Sumber penelitian ini adalah berita politik pada surat
kabar Fajar.
Rifa‟i (2012) meneliti “ Analisis Disfemia dalam Tajuk Kencana
Koran Kompas edisi Januari 2011 serta Implikasinya dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Penelitian Rifa‟i bertujuan
untuk mengetahui bentuk-bentuk perubahan makna disfemia dalam
tajuk kencana Kompas edisi Januari 2011. Hasil penelitian dinilai
memiliki relevansi yang baik sebagai bentuk implikasi dalam kegiatan
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini menggunakan
kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan
dengan mengacu pada teori- teori perubahan disfemia. Penulisan
menggunakan metode triangulasi untuk menhuji keabsahan data. Hasil
9
penelitian membuktikan bahwa bentuk – bentuk disfemia dalam tajuk
kecana terdiri dari bentuk kata, frasa dan ungkapan. Hasil penelitian ini
juga mempunyai implikasi positif terhadap pembelajaran. Hal ini
didasari kriteria yang ada di dalam penelitian ini sudah sejalan dengan
kompetensi dasar yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
Penelitian ini dengan penelitian Rifa‟i memiliki persamaan, yaitu
meneliti dengan fokus penelitian disfemia mengenai bentuk disfemia.
Perbedaan penelitian ini dengan peneliti Rifa‟i, yaitu penelitian Rifa‟i
meneliti tentang bentuk disfemia pada taiuk kencana koran Kompas dan
implikasinya pada pembelajaran di SMA. Sedangkan Penelitian ini
mengkaji penggunaan bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik
dalam surat kabar Fajar dan nilai rasa yang adapada bentuk kebahasaan
disfemia.
Persamaan antara peneliti ini dengan Istiana yaitu sama-sama
menganalisis makna disfemia. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya terletak pada sumber dan kajian penelitian.
Sumber penelitian ini adalah berita politik pada surat kabar Fajar.
Hadi Saputro (2015) meneliti “Bentuk Pengasaran (disfemia)
dalam Bahasa Indonesia pada Wacana Politik di Media Cetak dan
Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”.
Berdasalkan hasil peneliti ditemukan, Pertama, bentuk disfemia dilihat
dari nilai rasa yaitu nilai rasa menguatkan, menakutkan, menyeramkan,
10
dan mengerikan. Kedua, jenis kalimat yang muncul ada tiga kategori
kalimat, yaitu ; kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh. Ketiga,
bentuk pengasaran bahasa dapat menjadi pembelajaran guru bahasa
indonesia dalam pembelajaran penggunaan bahasa, seperti penggunaan
diksi, kalimat efektif dan etika berbahasa.
Persamaan antara peneliti ini dengan peneliti lain yaitu sama-sama
menganalisis makna disfemia. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya terletak pada sumber dan kajian penelitian.
Sumber penelitian ini adalah berita politik pada surat kabar Fajar.
Erviana Dewi (2018) meneliti dengan judul Disfemia pada
Komentar Akun Instagram Mimi Peri. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk disfemia pada komentar akun instagram
mimi.peri. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Objek penelitian ini ungkapan disfemia pada komentar akun instagram
mimi.peri. Data penelitian adalah kata, frasa, dan kalimat yang
mengandung disfemia pada komentar akun instagram mimi.peri. Data
yang di analisis dalam penelitian ini berjumlah 29 data. Sumber data
penelitian ini adalah komentar pada akun instagram mimi.peri.
Pengumpulan data penelitian dengan metode simak dan catat, yakni
membaca komentar akun instagram mimi.peri selanjutnya dilakukan
pencatatan kata, frasa, dan kalimat yang mengandung disfemia. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis isi (content
analisys). Hasil penelitian menunjukkan bentuk disfemia pada komentar
11
akun instagram berupa kata, frasa, dan kalimat. (1) Bentuk disfemia
berupa kata: banci, anjing, iblis, pelakor, bencong, kuntilanak, najis,
dajjal, bangsat, kiamat, tai, dan siluman. (2) Bentuk disfemia berupa
frasa: setan manusia, pengikut dajjal, kayak babi, mirip setan, banci
bertitit, kayak orang gila, iblis betina, dan buluk banget. (3) Bentuk
disfemia berupa kalimat: aku menetas jadi peri, itu muka apa rosokan?,
irungmu kaya kupu-kupu, putri terkutuk 2018, manusia laknat penyebar
virus perusak generasi bangsa, kayak burung merak, cantiknya ngalahin
ratu iblis, mukanya jaman old, dan pergi ke wc cium tai.
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa bentuk penggunaan
disfemia dari nilai rasa yaitu nilai rasa menguatkan, menakutkan,
menyeramkan, dan mengerikan.
Penelitian ini dengan penelitian Erviana memiliki persamaan yang
terletak pada nilai rasa disfemia, tetapi Erviana hanya menggunakan
tiga bentuk nilai rasa disfemia dan tidak mengklasifikasikan bentuk -
bentuk disfemia. Sedangkan penelitian ini menggunakan lima nilai rasa
disfemia dan mengkalisifikasikan disfemia.
2. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia.
Karena bahasa merupakan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan
satu sama lain. Itulah mengapa bahasa menjadi beberapa faktor krusial
dalam kehidupan masyarakat ada beberpa pengertian bahasa menurut
para ahli. Syamsuddin (2017:5) bahasa memiliki dua pengertian.
12
Pertama, bahasa ialah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran serta
perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk
memengaruhi serta dipengaruhi. Kedua, bahasa ialah tanda yang jelas
dari kepribadian yang baik ataupun yang buruk, tanda yang jelas dari
keluarga serta bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Tarigan (2013:7) beliau memberikan dua defenisi bahasa. Pertama
bahasa ialah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga sistem
generatif. Kedua bahasa ialah seperangkat lambang – lambang mana
suka ataupun simbil-simbol arbirter.
Santoso (2016:1) bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia secara sadar.
Kridalaksana dalam Chaer (2014:32) menyatatakan bahwa bahasa
adalah suatu sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk
berkomunikasi oleh kelompok manusia. Menurut Chaer (2014:34)
bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbirter yang digunakan oleh
para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk
oleh suatu aturan, kaidah atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata
bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Bila aturan, kaidah, atau
pola ini dilanggar, maka komunikasi dapat terganggu. Lambang yang
digunakan dalam sistem bahasa adalah berupa bunyi, yaitu yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Karena lambang yang digunakan
berupa bunyi, maka yang dianggap primer di dalam bahasa adalah
13
bahasa yang diucapkan, atau yang sering disebut bahasa lisan. Karena
itu pula, bahasa tulisan, yang walaupun dalam dunia modern sangat
penting, hanyalah bersifat sekunder. Bahasa tulisan sesungguhnya tidak
lain adalah rekaman visual, dalam bentuk huruf-huruf dan tanda-tanda
baca dari bahasa lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi
dan alat untuk berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat
ucap manusia yang terkontrol dalam keadaan sadar.
3. Semantik
Kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang
objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan satu tataran
linguistik. Kalau istilah ini tetap dipakai tentu harus diingat bahwa
status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi, dan
sintaksis adalah tidak sama, sebab secara hierarkial satuan bahasa yang
disebut wacana, dibangun oleh kalimat, satuan kalimat dibangun oleh
klausa, satuan klausa dibangun oleh frase, satuan frase dibangun oleh
kata, satuan kata dibangun oleh morfem, satuan morfem dibangun oleh
fonem, dan akhirnya satuan fonem dibangun oleh fon atau bunyi. Dari
bangun membangun itu, kita bisa bertanya dimana letak semantik?
Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada diseluruh atau
disemua tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Chomsky dalam
Chaer (2014:285) menyatakan betapa pentingnya semantik dalam
linguistik, maka studi semantik sebagai bagian dri studi linguistik
14
menjadi semarak. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal,
melainkan menjadi objek nyang setaraf denagan bidang – bidang srudi
linguistik lainnya
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang
berarti tanda atau lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut
sebagai menandai atau melambangkan. Semantik merupakan cabang
linguistik yang mempelajari makna yang terkandung dalam bahasa.
Menurut Kridalaksana (2014:186) menjelaskan pengertian semantik
yaitu bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna
ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara.
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang
digunakan untuk bidang linguistikyang mempelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan
kata lain semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang
mempelajari tentang makna atau arti. Semantik Mengandung studi
tentang makna yang merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya
bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki
tingkat tertentu. Maksudnya apabila komponen bunyi menduduki
pertama, tata bahasa pada tingkat kedua sedangkan komponen makna
menduduki tingkat yang terakhir. Hubungan ketiga komponen tersebut
karena bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak mengacu
pada lambang – lambang yang memiliki tatanan bahasa memiliki
15
bentuk dan hubungan yang mengasosiasikan adanya makna
(Aminuddin, 2013:24).
Tarigan (2015:10) Semantik adalah menelaah lambang atau tanda
yang menyatakan makna, hubungan makna satu dengan yang lain, dan
pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat.
Menurut Chaer (2014:45) Dalam semantik yang dibahas adalah
hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut,
serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada diluar
bahasa. Sedangkan menurut Djajasudarma (2012:20) menyatakan
bahwa semantik adalah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu
menutut sistem penggolongan.
Berdasarkan defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang
makna kata dan makna kalimat serta sebagai alat dalam memberikan
simbol pengetahuan pada kosakata dari suatu bahasa dan strukturnya
untuk mengembangkan arti yang lebih terperinci sehingga dapat
dikomunikasikan dalam bahasa. Semantik pada dasarnya sanagat
bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna bahasa
dipengaruhi oleh konteks diluar bahasa, benda, objek dan peristiwa
yang ada di dalam semsta. Kedua, kajian makna bahasa ditemukan oleh
konteks bahasa, yakni oleh aturan kebahasaan suatu bahasa.
4. Hakikat Makna
16
Banyak teori tentang makna telah dikemukakan para ahli.
mengungkapkan makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam
pikiran pendengaran atau pembaca karena ransangan aspek. Aspek bentuk
adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindera yaitu melihat atau
mendengar. Pada waktu seseorang berteriak “tolong” timbul reaksi dalam
fifkiran kita “ada seseorang yang membutuhkan pertolongan”. Jadi
bentuknya adalah “tolong” dan maknanya adalah “reaksi seseorang yang
mendengar”. Hal ini senada dengan makna dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2014:703) makna diartikan (1) arti; (2) pembaca atau penulis;
(3) pengertian yang diberikan kepada bentuk kebahasaan. Menurut
Ferdinand de Saussure dalam Chaer (2014:286) setiap tanda linguistik atau
tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau
“yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtunan bunyi, dan
komponen signifie atau “yang diartikan “wujudnya berupa pengertian atau
konsep (yang dimiliki oleh signifian).
Makna itu sendiri berada di balik kata, tetapi dari tataran Morfologi lebih
merupakan studi untuk menmukan kesatuan artibukan mempelajari makna
itu sendiri (Sugiono 2015:254). Pateda (2010:79) mengemukakan bahwa
istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.
Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.
Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2010:82) mengemukakan bahwa
makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian
17
Aminuddin (2015:55) menyatakan bahwa makna adalah hubungan antara
bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama pemakai bahasa
dengan dunia luar sehingga dapat saling dimengerti. Dari batasan
pengertian itu dapat diketahui tiga pokok yang tercakup didalamnya. (1)
Makna adalah hasil hubungan antara bahasa dan dunia luar. (2) Penentuan
hubungan terjadi karena kesepakatan pemakai, serta (3) Perwujudan
makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat
saling dimengerti.
Berdasarkan berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan makna adalah
maksud pembicara atau penulis yang diberikan kepada bentuk berupa kata,
gabungan kata, maupun satuan yang lebih besar lainnya berdasarkan
konteks pemakaian, situasi yang melatari, dan intonasi.
5. Perubahan Makna
Kridalaksana dalam chaer , (2014:193) mengatakan perubahan
makna adalah kata dalam sejarah suatu bahasa dan dalam kontak dengan
bahasa-bahasa lain. Menurut Tukiran dalam Hasibuan, (2014:49)
menjelaskan perubahan makna yang menyangkut banyak hal. Perubahan
makna yang dimaksud di sini meliputi: pelemahan, pembatasan,
penggantian, penggeseran, perluasan dan juga kekaburan makna.
Djajasudarma, (2012:76) mengatakan perubahan makna seperti
dinyatakan terdahulu bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan
makna antara lain sebagai akiba,jnt perkembangan bahasa.
18
Chaer (2014:310) secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem
tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat
berubah. Maksudnya, dalam masa yang relatif singkat, makna sebuah kata
akan tetap sama, tidak berubah, tetapi dalam waktu yang relatif lama ada
kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan ini
tidak berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa,
melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata sja, yang disebabkan oleh
beberapa faktor, antar lain :
a. Perkembangan dalam bidang ilmu teknologi
Adanya perkembangan konsep keilmuan dan teknologi dapat
menyebabkan sebuah kata yang pada mulanya bermakna A menjadi
bermkna B atau bermakna C . Umpanya, kata sastra pada mulanya
bermakna tulisan, huruf lalu bermakna bacaan, kemudian berubah lagi
menjadi makna buku yang baik isinya dan baik pula bahsanya.
Selanjutnya berkembang lagi menjadi karya bahasa yang bersifat
imaginatif dan kreatif. Perubahan makna kata sastra seperti yang kita
sebutkan itu adalah karena berkembangnya atau berubahnya konsep
tentang sastra itu dalam ilmu susastra. Perkembangan dalam bidang
teknologi juga menyebabkan terjadinya perubahan makna kata.
Misalnya, dulu kapal – kapal menggunakan layar untuk dapat
bergerak. Oleh karena itu muncullah istilah berlayar dengan makna
melakukan perjalanan dengan kapal atau perahu yang digerakkan
tenaga layar. Namun meskipun tenaga penggerak kapal sudah diganti
19
dengan mesin uap, mesin diesel, mesin turbo, tetapi kata berlayar
masih tetap digunakan untuk menyebut perjalanan di air itu.
b. Perkembangan Sosial Budaya
Perkembangan dalam masyarakat berkenan dengan sikap sosial
dan budaya, juga menyebabkan terjadinya perubahan makna. Kata
saudara misalnya pada mulaya berarti seperut atau orang yang lahir
dari kandungan yang sama. Tetapi kini kata saudara digunakan juga
untuk menyebut orang lain sebagai kata sapaan, sederajat baik usia
maupun kedudukan sosial.
c. Perbedaan Bidang Pemakaian
Kosakata memiliki makna yang hanya dikenal dalam bidang
tertentu oleh pemakaian sehari – hari dapat digunakan atau dipakai
dalam bidang lain dan menjadi kosakata umum.dengan demikian
terjadilah sebuah perubahan dari bidang tertentu kebidang yang lain.
Misalnya kata membajak yang berasal dari bidang pertanian, seperti
pada frase membajak sawah, kini telah biasa digunakan dalam bidang
lain dengan makna melakukan kekerasan atau paksaan untuk
memperoleh keuntungan seperti tampak dalam frase membajak
pesawat dan kaset bajakan.
d. Pertukaran Tanggapan indra
Gejala yang berhubungan dengan bunyi atau suara maka
ditangkap manusia dengan indra pendengaran. Selanjutnya segala hal
yang ada di dunia berupa wujud yang dapat dilihat ditangkap
20
menggunakan indra penglihatan yakni mata. Namun, dalam
perkembangan pemakaian bahasa banyak terjadi pertukaran
pemakaian alat indra untuk menangkap gejala yang terjadi di sekitar
manusia yang diutarakan lewat bahasa. Misalnya, rasa pedas yang
seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa lidah menjadi di tanggap
oleh alat pendengar yaitu telinga, seperti dalam ujaran kata-katanya
sangat pedas.
e. Adanya Asosiasi
Makna yang baru muncul berkaitan dengan hal atau peristiwa
lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Misalnya kata amplop yang
berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat, maka asalnya
adalah‟ sampul surat‟. Kedalam amplop itu selain bisa dimasukkan
surat tetapi bisa juga dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena
itu dalam kalimat “Beri saja amplop maka semua urusanmu itu beres”.
Dalam kalimat tersebut amplop yang dimaksudkan bukanlah surat
melainkan berisi uang yang berarti sogokan.
Aminuddin (2003:134) menyatakan bahwa keberadaan makna
dalam suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari kualitas pengalaman,
perkembangan ilmu pengetahuan, maupun tingkat sosial sosial budaya
masyarakat pemakainya. Dengan kata lain, perubahan makna suatu bahasa
dipengaruhi oleh perkembangan dan budaya masyarakat pemakainya.
Perubahan makna dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1) Meluas
21
Makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau
leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah “makna”, tetapi
kemudian karena berbagai faktor menjadi makna lain.
2) Menyempit
Perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata yang mulanya mempunyai makna yang cukup luas kemudian
berubah menjadi terbatas.
3) Perubahan Total
Makna perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna
sebuah kata dari makna aslinya.
4) Penghalusan (Eufemia)
Perubahan makna penghalusan adalah gejala ditampilkannya kata-
kata atau bentuk nentuk tang dianggap memiliki makna yang lebih
halus.atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Misalnya kata
penjara atau bui diganti dengan ungkapan yang lebih halus yaitu
Lembaga.
5) Pengasaran (Disfemia)
Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran atau disfemia, yaitu
usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa
dengan kata yang maknanya kasar.
6. Disfemia
a. Hakikat Disfemia
22
Menurut Chaer (2014:144) kebalikan penghalusan adalah
pengasaran atau disfemia, yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya
halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau
gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang
tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan, misalnya, kata atau
ungkapan, masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah seperti dalam
kalimat Liem Swie King sudah masuk kotak, kata mencaplok dipakai untuk
mengganti mengambil dengan begitu saja seperti dalam kalimat “Dengan
seenaknya Israel mencaplok wilayah Mesir itu”.
Namun banyak juga kata yang sebenarnya bernilai kasar tetapi sengaja
digunakan untuk lebih memberi tekanan tanpa terasa kekasarannya. Misal,
kata mencuri yang dipakai dalam kalimat “Kontingen Suriname berhasil
mencuri satu medali emas dalam kolam renang”. Padahal sebenarnya
perbuatan mencuri adalah salah satu tindak kejahatan. Wijana (2011:79)
mengungkapkan bahwa disfemia merupakan penggunaan bentuk-bentuk
kebahasan yang dimiliki nilai rasa tidak sopan atau yang ditabukan. Kata-
kata yang memilik komponen semantis yang negatif dapat digunakan oleh
penutur untuk menyerang orang lain. Penggunaannya menimbulkan sebuah
penekanan atau pemberi nilai tambah yang kasar terhadap suatu bahasa.
Penyampaian yang bernilai kasar tersebut akan memperjelas makna atau
maksud dari tuturan yang disampaikan.
Disfemia biasanya digunakan oleh orang dalam situasi yang tidak
ramah atau untuk menghujat atau menyatakan kejengkelan seseorang.
23
Bentuk disfemia sering digunakan oleh seseorang dengan tujuan untuk lebih
menarik perhatian orang lain. Dalam kehidupan sehari – hari, bentuk
disfemia sering dilakukan dalam percakapan biasa, namun lebih sering
digunakan dalam berita-berita atau surat kabar. Pemakaian disfemia pada
surat kabar sering digunakan oleh penulis maupun redaksi sebagian bentuk
kreatif yang bertujuan untuk mengeraskan kata atau memberi kesan yang
mencekam sehingga isi bacaan memiliki makna yang dapat menarik minat
pembaca.
b. Bentuk Disfemia
Menurut Ramlan (2016:27) bentuk kebahsaan merupakan bentuk-
bentuk baik arti leksikal maupun gramatikal. Penggunaan bentuk
kebahasaan disfemia terdapat dalam bentuk-bentuk :
1) Kata
Kata adalah unit bahasa yang terdiri dari satu atau beberapa lafal
yang diucapkan atau dipresentasi secara tertulis. Kata berfungsi
pembawa makna utama. Kata juga terdiri dari satu atau beberapa
moerfem dan merupakan unit terkecil dalam kalimat yang
penggunaanya bisa independen atau penggabungan dari dua kata atau
tiga unit kata. Beberpa para ahli berpendapat :
Menurut Tata Bahasawan dalam Chaer (2014:162) kata adalah
satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan
huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Chaer
(2014:163) berpendapat bahwa kata merupakan bentuk yang kedalam
24
mempunyai susunan fonologi yang stabil dan tidak berubah, dan keluar
mempunyai kemungkinan mobilitas dalam kalimat.
Menurut Ramlan (2016:33) kata sebagai satuan bahasa yang
terkecil dapat diucapkan secara berdikari. Maksud berdikari bahwa
satuan bahasa terkecil yang memiliki sifat bebas, merdeka, independen,
lepas, dan mandiri. Kata tersebut merupakan unsur elemen dalam suatu
bahasa yang berbentuk lisan maupun tulis sebagai realisasi pikiran atau
perasaan dan memiliki arti yang dapat digunakan dalam berbahasa. Dari
defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan terkecil
yang dapat berdiri sendiri yang mempunyai arti. Chaer (2014: 114)
mencontohkan bentuk disfemia berupa kata, yaitu kata mendepak dan
mencaplok.
(a) Dia berhasil mendepak Bapak A dari kedudukannya. Kata
mendepak merupakan disfemia untuk mengganti kata mengeluarkan.
(b) Dengan seenaknya Isra el mencaplok wilayah Mesir.Kata
mencaplok merupakan disfemia untuk mengganti “mengambil dengan
begitu saja”.
2) Frase
Menurut Chaer (2014:222) frase adalah satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga
disebut gabungan kata yangmengisi salah satu fungsi sintaksis dalam
kalimat. Satu hal yang perlu diingat, karena frase itu mengisi salah satu
fungsi sintaksis, maka satu unsur frase itu tidak dapat dipindahkan
25
“sendirian”. Jika ingin dipindahkan, maka harus dipindahkan secara
keseluruhan sebagai satu kesatuan.
Hockett dalam Hastuti (2014:14) frase adalah kontruksi yang terdiri
atas dua kata atau lebih sebagai unsurnya. Namun defenisi ini banyak
yang tidak setuju oleh kaum tranfomasi karena frase dapat saja terdiri
dari satu kata, asalkan dari satu morfem. Dengan demikian menurut
soeparno defenisi frase adalah suatu kontruksi gramatikal yang secara
potensial terdiri atas dua kata atau lebih, yang merupakan unsur dari
suatu klausa dan tidak bermakna proposisi.
Berdasarkan kelas unsur menurut Soeparno dalam Hastuti (2014:15)
frase dapat dibedakan atas frase nomina, frase verba, frase adjektiva,frase
numeralia, frase preposisi, dan frasa konjungsi.
(a) Frasa Nomina adalah frasa yang intinya kata benda. Contoh :
Rumah ini milik bapak Hasan
(b) Frasa Verba adalah frasa yang memiliki unsur pusat berupa kata
kerja dan ditandai dengan adanya afiks verba. Frasa verba dapat
ditambahkan imbuhan kata „sedang‟ untuk verba aktif dan kata
„sudah‟ untuk verba yang menyatakan keadaan. Frasa verba tidak
dapat diberikan imbuhan kata „sangat‟ dan biasanya menduduki fungsi
sebagai predikat dalam suatu kalimat. Contoh : dia berjalan memutari
kompleks
(c) Frasa adjektiva adalah frasa yang memiliki unsur pusat berupa kata
sifat. Unsur dalam frasa adjektiva dapat diberikan imbuhan ter- (untuk
26
mewakili kata paling). Biasanya menduduki fungsi sebagai predikat
dalam suatu kalimat. Contoh : Panci itu sangat panas.
(d) Frase Numeralia merupakan frasa yang memiliki unsur pusat
berupa kata numeralia atau kata kata yang menyatakan suatu bilangan
atau jumlah tertentu. Contoh : Tiga Puluh tangkai Bunga
(e) Frase Preposisi adalah frasa yang ditandai dengan adanya preposisi
atau kata depan sebagai penunjuk/indikator dan diikuti kata atau
kelompok kata, yang bukan klausa, yang berdiri sebagai petanda.
Contoh : di depan rumah
(f) Frasa konjungsi adalah frasa yang ditandai dengan adanya
konjungsi atau kata penghubung. Contoh : mereka terdiam.
3) Ungkapan
Nurhayati (2016:9) Ungkapan adalah kelompok kata yang
menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi
kabur). Untuk dapat mengetahui apakah kata itu termasuk ungkapan atau
tidak, maka harus ada konteks kalimat selanjutnya. Menurut Pateda
(2001:230) meskipun antara idiom dan ungkapan terdapat perbedaan
nuansa makna , hal yang berhubungan dengan idiom telah dimasukkan
kedalam pengertian ungkapan.
Jadi dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
ungkapan atau idiom adalah gabungan kata yang membentuk arti baru
yang tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya . Contoh bentuk
kebahasaan yang berupa frasa. Lim Swi King sudah masuk kotak, Chaer
27
(2007:154) ungkapan pada sudah masuk kotak itu termasuk kasar, karena
biasanya yang dimasukkan kedalam kotak itu adalah barang atau benda.
Ungkapan masuk kotak menggantikan kata kalah yang lazim digunakan.
c. Kelas Kata Bahasa Indonesia
Menurut Chaer (2014:166-167) istilah lain untuk penggunaan
klasifikasi kata yaitu penggolongan kata. Chaer mengatakan bahwa kelas kata
dapat diklasifikasikan menjadi verba, nomina, dan adjektiva. Sedangkan
menurut Ramlan (2016:43) mengatakan bahwa kelas kata adalah perangkat
kata yang sedikit banyak berperilaku sintaksis. Subkelas kata adalah bagian
dari suatu perangkat kata yang berperilaku sintaksis sama. Kridalaksana
(2016:51) membagi kelas kata menjadi tiga, dilihat dari bentuknya dalam
bahasa indonesia.
1) Verba
Kridalaksana (2016:51) membagi verba menjadi dua yaitu verba
dasar bebas dan verba turunan. Verba dasar bebas yaitu verba yang berupa
morfem atau kata dasar , yang belum mendapat imbuhan. Contohnya
makan, minum, jalan, dan sebagainya. Sedangkan verba turunan adalah
verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau
berupa panduan leksem. Sebagai bentuk turunan dapat ditemukan :
(a) Verba berafiks : Bermain
(b) Verba reduplikasi : jalan – jalan
(c) Verba proses gabung : tersenyum-senyum
(d) Verba majemuk : Cuci mata
28
2) Adjektiva
Adjektiva adalah kata yang menerangkan kata benda. Adjektiva
adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk :
(a) Bergabung dengan partikel tidak
(b) Mendampingi nomina,
(c) Didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak,
(d) Mempunyai ciri-ciri morfologis, atau
(e) Dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an seperti
kehadiran dari kata dasar hadir , kemalaman dari kata dasar
malam.
Dilihat dari bentuknya adjektiva dibedakan menjadi :
(1) Adjektiva dasar yaitu kata yang dapat diuji dengan kata sangat
dan lebih. Misalnya : Mahal, jahat, jauh
(2) Adjektiva turunan terbagi menjadi adjektiva turunan berafiks
misalnya, terhormat. Sedangkan adjektiva turunan
bereduplikasi misalnya, elok-elok.
3) Nomina
Menurut Ramlan (2014:163) nomina adalah kelas kata yang dapat
berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa. Nomina secara sintaksis
tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak,
mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Dilihat dari
bentuknya nomina dibedakan menjadi :
29
(a) Nomina dasar contonya : buku, radio, batu , pulpen dan
sebagainya. Dapat dilihat bahwa kata yang tertera pada contoh diatas
merupakan kata benda
(b) Nomina turunan terbagi menjadi, nomina berafiks dan nomina
bereduplikasi. Contohnya : keuangan (afiks) dan rumah-rumah
(reduplikasi).
d. Bentuk Nilai Rasa Disfemia
Menurut Masri, dkk (2017:74-77) menyatakan bahwa dilihat dari nilai
rasa disfemia dalam surat kabar cenderung, menuju pada nilai rasa yang
dianggap menyeramkan (seram), menakutkan, menguatkan, menjijikkan, dan
mengerikan. Makna emotif adalah muatan nilai rasa pada makna yang dibawa
oleh suatu kata. Nilai rasa itu bersifat positif (spontan, hormat, dan baik.) dan
dapat bersifat negatif (kasar, tidak sopan, dan porno). Dicontohkan oleh Pateda
(2001:29-30) kata buaya yang muncul pada urutan “kata kamu seorang buaya
darat”. Kata buaya menimbulkan perasaan yang tidak enak jika didengar. Hal
tersebut karena kata buaya dihubungkan dengan perilaku yang buas dan
dianggap sebagai suatu penghinaan. Beberapa nilai yang di ungkapkan oleh
Masri,dkk (2017:17-18) yakni ;
1. Menyeramkan
Nilai rasa menggambarkan tentang sesuatu hal atau suasana atau
keadaan yang menyeramkan. Contoh : Pelaku bejat Asnawi di tengah
30
lapangan membuat geram Afrizal. Kata geram tersebut memiliki nilai rasa
menyeramkan karena merujuk pada perlakuan seseorang di tengah
lapangan.
2. Mengerikan
Nilai rasa mengerikan menggambarkan tentang hal-hal lazim yang
mengerikan dan tidak lazim dilakukan oleh manusia. Contohnya : Seorang
Pelajar dianiaya oleh orang yang tak dikenal di trotoar jalan. Kata dianiaya
memiliki nilai rasa mengerika karenamerujuk pada tindakan seseorang
yang mengerikan kepada orang lain.
3. Menakutkan
Nilai rasa menakutkan menggambarkan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan mahluk gaib yang ditakuti manusia.
4. Menjijikkan
Nilai rasa menjijikkan menggambarkan hal-hal yang jorok, yang
apabila diucapkan seseorang akan mendapatkan celaan. Contohnya :
banyaknya kudis dalam persepakbolaan makassar terungkap. Kata kudis
merupakan hal yang menjijikkan karena merupakan penyakit kulit yang
jorok.
5. Menguatkan
Nilai rasa menguatkan merupakan nilai rasa yang lebih banyak
memberikan tekanan pada hal tertentu. Pemakaian disfemia ini hanya
untuk menguatkan saja. Contohnya : PSM membantai Persija dengan Skor
31
4-1. Kata membantai merupakan kata yang menguatkan dari kata asal
mengalahkan .
Shipley (dalam Chaer, 2014: 101) menyatakan makna emotif
adalah, “makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap
pembicara mengenai atau terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan”.
Misalnya, kata kerbau yang muncul pada urutan kata engkau kerbau. Kata
kerbau menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar atau
mengandung makna emotif. Hal tersebut karena kata kerbau dihubungkan
dengan perilaku malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang
yang mendengarnya merasa tersinggung dan perasaannya tidak enak.
Begitu juga dengan kata meninggal, mati, tewas, dan mampus yang
memiliki makna emotif yang berbeda-beda, tetapi memiliki makna
kognitif yang sama yaitu „tidak lagi bernyawa‟. Orang yang membaca atau
mendengar urutan kata Si Ali mampus memperlihatkan perasaan orang
yang menuliskannya atau mengucapkannya. Selain itu, juga menimbulkan
perasaan tertentu pada pembaca atau pendengar.
Senada dengan contoh di atas, Keraf (2014:160) mencontohkan
kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, dan berpulang. Kata-kata
tersebut memiliki denotasi yang sama, yaitu „peristiwa di mana jiwa
seseorang telah meninggalkan badannya‟. Akan tetapi, kata meninggal,
wafat, dan berpulang mempunyai makna emotif tertentu, yaitu
mengandung nilai kesopanan atau dianggap lebih sopan. Berbeda lagi
dengan kata mangkat yang memiliki makna emotif lain, yaitu mengandung
32
nilai kebesaran, sedangkan kata gugur mengandung nilai keagungan dan
keluhuran.
Contoh yang sama juga diungkapkan Pateda (2010: 224) bahwa
kata meninggal bernilai rasa lebih halus jika dibandingkan dengan kata
mati. Begitu juga dengan kata korupsi yang bernilai rasa lebih keras
daripada urutan kata menggelapkan uang. Contoh lain adalah kata hamil
dengan kata bunting. Kedua kata tersebut mengandung makna yang sama.
Akan tetapi, kata hamil bernilai lebih halus dibandingkan dengan kata
bunting. Seseorang dapat mengatakan atau menuliskan sapi saya sudah
hamil atau sapi saya sudah bunting. Akan tetapi, sangat janggal kalau
seseorang mengatakan atau menuliskan istri bupati telah bunting.
Keraf (2014: 29) menyatakan makna emotif adalah, “suatu jenis
makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional”.
Selanjutnya, makna emotif dipakai karena pembicara ingin menimbulkan
perasaan setuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang, dan
sebagainya. Selain itu, juga untuk memperlihatkan perasaan yang
dipendam penulis atau pembicara. Pengertian yang sama juga diungkapkan
Pateda (2010: 102) makna emotif adalah, “makna yang terdapat dalam
kata yang menimbulkan emosi”. Misalnya, dalam bahasa Indonesia
terdapat kata-kata peti es, dipetieskan, dan kotak dengan urutan katanya
masuk kotak. Kata–kata tersebut dipakai dalam kalimat Usulmu akan kami
petieskan; Saran rakyat hanya dipetieskan; Si Dul masuk kotak setelah
beberapa tahun menjadi kepala kantor tertentu di Batam. Urutan kata
33
kami petieskan, dipetieskan, dan masuk kotak, menimbulkan efek emotif
bagi orang yang terkena perlakuan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan pengertian makna emotif
adalah nilai rasa pada makna kata atau frasa yang ditautkan atau
ditentukan oleh perasaan, dapat bersifat positif (baik, sopan, hormat, dan
sakral) atau negatif (kasar, jelek, kotor, tidak sopan, dan porno) yang dapat
menimbulkan emosi. Dengan kata lain, nilai rasa ada karena makna suatu
kata atau frasa. Kaitannya dengan disfemia, juga diartikan sebagai makna
yang timbul akibat adanya reaksi pembicara terhadap apa yang dipikirkan
atau dirasakan.
7. Berita Politik
Kata Politik adalah sangat tua dan ada dalam setiap kosa kata setiap orang.
Ia menembusi waktu dan karna sering di pakai dia sangat jadi samar dan umum.
Politik bersifat serba hadir dalam multi makna. Banyak defenisi yang sudah
dirumuskan Lesswell dan wenstein dalam Ardial (2017:23) merumuskan formula
bahwa politik ialah siapa yang memperoleh apa, kapan dan bagaiman cara. Selain
itu politik juga dipahami sebagai nilai-nilai oleh orang yang berwenang,
kekuasaan dan pemegang kekuasaan. Pengaruh dan tindakan diarahkan untuk
mempertahankan dan memperluas tindakan lainnya. Lewat media kita bisa
memperoleh informasi dabn pesan tentang lingkungan sosial dan politik.
Semua pesan yang mengandung muatan politik dapat membentuk atau
mempetahankan citra politik dan pendapat umum. Media massa dapat
34
menyampaikan pesan aneka ragam dan aktual tentang lingkungan sosial politik.
Surat kabar dapat menjadi medium untuk mengetahui berbagai peristiwa politik
yang aktual yang terjadi seluruh penjuru dunia.
B. Kerangka Pikir
Alur penelitian ini dimulai dengan pemahaman dalam tataran ilmu
bahasa yang terbagi menjadi empat yaitu, fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik. Dari beberapa bagian tersebut yang paling mengacu pada penelitian
ini adalah semantik. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Semantik adalah
cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna yang terkandung pada
suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dalam mengucapkan bentuk
kata yang maknanya kasar disebut pengasaran atau disfemia.
Disfemia merupakan suatu ungkapan dengan konotasi kasar, tidak
sopan, atau menyakitkan hati mengenai sesuatu atau seseorang karena alasan-
alasan tertentu. Selain itu, disfemia biasanya digunakan untuk menunjukkan
kejengkelan. Bentuk pemakaian disfemia dapat dipakai dalam penulisan opini
sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan. Hal itu mengingat bahwa
pengertian opini adalah anggapan, pendirian atau pendapat yang
mengungkapkan suatu sikap, seperti sikap tidak setuju yang diikuti dengan rasa
benci, jengkel, dan marah. Berita Politik pada surat kabar Fajar merupakan
halaman yang khusus memuat tentang gagasan politik. Semua pesan yang
mengandung muatan politik dapat membentuk atau mempetahankan citra
politik dan pendapat umum. Media massa dapat menyampaikan pesan aneka
35
ragam dan aktual tentang lingkungan sosial politik. Dengan demikian, bentuk
pemakaian disfemia dimungkinkan dapat ditemukan dalam berita politik surat
kabar Fajar. Surat kabar Fajar sudah memiliki tempat tersendiri di hati
masyarakat Makassar. Banyak kaum cendekiawan, tokoh masyarakat, ahli, atau
pejabat yang menantikan berita politik pada surat kabar ini.
Disfemia berarti menggunakan dengan sengaja suatu ungkapan atau
kata-kata yang bermakna kasar dan tidak sopan. Selain itu, disfemia
bersinonim dengan ungkapan-ungkapan yang menyakitkan hati atau
menjijikkan, kasar atau tidak sopan, vulgar, tabu, dan tidak senonoh. Dengan
kata lain, pemakaian disfemia adalah upaya penggantian (kata atau bentuk lain)
yang bernilai rasa positif atau netral dengan kata lain yang dinilai bernilai rasa
kasar atau negatif. Dengan demikian, disfemia erat kaitannya dengan nilai rasa,
yaitu makna yang dibawa suatu kata.
Disfemia adalah pengganti dari kata-kata halus, sopan atau ramah, atau
ungkapan secara kasar dan tidak sopan atau tidak ramah. Selain itu, pengertian
disfemia adalah ungkapan yang kasar sebagai pengganti ungkapan yang halus
atau yang tidak menyinggung perasaan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
disfemia merupakan kebalikan dari eufemisme Dengan demikian, disfemia
dapat dicari penggantinya, yaitu berupa kata atau ungkapan yang lebih halus,
lebih sopan, dan lebih ramah.
Berikut penulis sajikan kerangka pikir penelitian yang berjudul
“Penggunaan Bentuk Kebahasaan Disfemia pada Berita Politik dalam Surat
Kabar.
36
Semantik
Perubahan Makna
Wacana Berita Politik
Disfemia
Klasifikasi
Disfemia
Bentuk Nilai
Rasa
Disfemia
Menyeramkan Mengerikan Menakutkan Menjijikkan Menguatkan
37
Bagan Kerangka Pikir
Temuan
Hasil
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang terangkai dalam suatu
kalimat menjadi satu kesatuan bahasa. Bahwa deskriptif kualitatif artinya yang
dianalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tetntang hubungan
antar variabel. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek yang diteliti
berdasarkan faktor-faktor kebahasaan. Dengan kata lain penelitian deskriptif
kualitatif bertujuan untuk melukiskan, menggambarkan, dan mendeskripsikan
secara nyata fakta-fakta yang diteliti.
B. Definisi Istilah
1. Bahasa merupakan bahasa merupakan lambang bunyi dan alat untuk
berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat ucap.
2. Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang
makna kata dan makna kalimat serta sebagai alat dalam memberikan
simbol pengetahuan pada kosakata dari suatu bahasa dan strukturnya
untuk mengembangkan arti yang lebih terperinci sehingga dapat
dikomunikasikan dalam bahasa.
3. Makna adalah maksud pembicara atau penulis yang diberikan kepada
bentuk berupa kata, gabungan kata, maupun satuan yang
38
lebih besar lainnya berdasarkan konteks pemakaian, situasi yang
melatari, dan intonasi.
4. Disfemia, yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus
atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar.
5. Surat Kabar adalah merupakan media massa yang mempunyai
peran penting dalam masyarakat, karena dapatmenyajikan berita
yang baru terjadi
6. Berita politik adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat
C. Data dan Sumber Data
Menurut Sudaryanto (1993:3) data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan
jadi (lawan dari bahan mentah), yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan
(bahan mentah). Adapun data pada penelitian ini berupa kalimat yang memiliki
bentuk-bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik surat kabar Fajar. Sumber
data dalam penelitian menurut Arikontu (2007:129) adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh
Menurut Sugiyono (2009:173) menyatakan bahwa sumber data dibedakan
menjadi dua, yaitu : sumber primer dan sumber sekunder. Sumber data primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengepul data.
39
Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah sumber data primer dan
sumber data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sember data primer dalam penelitian ini berbentuk dokemen yang
berupa berita politik dalam surat kabar Fajar . Sedangkan
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah teori-teori yang
berasal dari buku-buku penunjang dan penelitian yang relevan dengan objek
penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara untuk
mengumpulkan data dari berbagai sumber data yang telah ditentukan. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik catat
Menurut Mahsun (2012:90)
1. Metode Simak
Metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh
data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak
disini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi
juga dalam penggunaan bahasa secara tertulis.
2. Teknik Catat
teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika
menerapkan metode simak. Teknik catat merupakan penyediaan data
40
dengan cara mencatat data-data yang dijadikan objek penelitian. Dalam hal
ini pengumpulan data yang dilakukan dengan menyimak pemakaian
bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik. Teknik catat merupakan
teknik lanjutan dari merode simak, yaitu dilakukan dengan pencatatan
hasil penyimakan penggunaan bahasa. Teknik catat digunakan untuk
mencatat kalimat yang didalamnya mengandung bentuk disfemia pada
berita politik dalam surat kabar Fajar.
E. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh maka selanjutnya dia bdakan analisis data.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data
kualitatif. Analisis data kualitatif terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari berita politik dalam surat kabar
yang telah dibaca berulang- ulang di ambil hal-hal yang penting
yang sesuai dengan apa yang menjadi permasalahan dalam
penelitian. Dalam proses reduksi peneliti melakukan pemilihan data
yang relevan yang mengarah pada pemecahan masalah sehingga
mampu mendapatkan gambaran hasil penelitian.
2. Interpertasi Data
Setelah melakukan reduksi, kemudian interpertasi data,
yakni menyajikan data melalui deskripsi yang jelas dan bermakna
agar data yang akan dideskripsikan mudah unruk dianalis dan
41
dibaca dalam ungkapan-ungkapan yang menunjukkan penggunaan
disfemia pada berita politik dalam surat kabar.
3. Verifikasi data
Tahapan akhir dari teknik analisis data dalam penelitian ini
adalah verifikasi atau penarikan kesimpulan . verivfikasi dilakukan
dengan kesimpulan mengenai data yang telah direduksi.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Wacana Berita Politik dalam Surat Kabar Fajar
Bahasa yang digunakan dalam surat kabar mengutamakan kemenarikan
bahasa agar pembaca atau pembeli surat kabar mau untuk membacanya . Menurut
Rohmadi (2017:27) berita merupakan informasi atas kejadian yang disampaikan
kepada orang lain, kejadian yang disampaikan berupa kejadian kejadian yang unik
dan menarik. Wartawan menampilkan berita yang memiliki nilai kebahasaan yang
menarik seperi menggunakan ungkapan – ungkapan yang maknanya kasar atau
memberikan kesan penegasan pada kata yang bersifat biasa.
Wacana politik dalam surat kabar adalah salah satu jenis wacana yang
didalamnya berisi hal yang berkaitan dengan dunia politik yakni pembicaraan
tentang kekuasaan, pengaruh, dan pembicaraan otoritas. Salah satu kekhasan
wacana politik dalam surat kabar adalah muncul bentuk pengasaran bahasa atau
disebut disfemia. Bentuk kebahasaan disfemia dalam berita politik pada surat
kabar fajar berupa bentuk kata, frase, dan ungkapan. Dalam bentuk frase seperti
menjual nama, bentuk ungkapan seperti kucing dalam karung. Komponen yang
negatif tersebut merupakan komponen semantis yang negatif atau dapat dikatakan
sebagai istilah kasar. Mengasarkan makna dengan tujuan tertentu, bisa saja
bertujuan menyerang orang lain, menyatakan rasa jengkel, dan menyatakan rasa
44
marah. Penggunaanya menggunakan sebuah penekanan atau pemberi nilai
tambah yang kasar terhadap suatu bahasa.
Penggunaan disfemia pada penggunaan berita – berita politik dalam surat
kabar Fajar ini memberikan nilai rasa yang berbeda – beda sesuai konteks kalimat
yang menyertainya dengan topik atau fakta yang disajikan. Menurut Masri, dkk
(2017:74-77) menyatakan bahwa dilihat dari nilai rasa disfemia dalam surat kabar
cenderung, menuju pada nilai rasa yang dianggap menyeramkan (seram),
menakutkan, menguatkan, menjijikkan, dan mengerikan. Makna emotif adalah
muatan nilai rasa pada makna yang dibawa oleh suatu kata. Nilai rasa itu bersifat
positif (spontan, hormat, dan baik.) dan dapat bersifat negatif (kasar, tidak sopan,
dan porno). Contohnya “kata kamu seorang buaya darat”. Kata buaya
menimbulkan perasaan yang tidak enak jika didengar. Hal tersebut karena kata
buaya dihubungkan dengan perilaku yang buas dan dianggap sebagai suatu
penghinaan.
2. Bentuk – bentuk Pemkaian Disfemia
Berikut ini pemakaian disfemia dalam berita politik dalam surat
kabar Fajar.
a. Berupa Kata
Kelompok kata dalam bahasa Indonesia di antaranya meliputi : kata
verba, kata ajektiva, dan kata nomina. Bentuk pemakaian disfemia berupa
kata yang di temukan pada berita politik surat kabar Fajar yang dipaparkan
dalam analisis di bawah ini.
45
1) Kata Verba
Menurut Kridalaksana (2010:51) kata verba adalah kata yang
biasanya digunakan sebagai predikat. Verba terdiri dari Verba Dasar (VD)
dan Verba Turunan (VT). Berikut ini adalah kata – kata yang ditemukan
pada berita politik dalam surat kabar Fajar.
(1) Ia berasumsi, Sahiruddin Malik adalah bakal calon bupati yang bisa
mengancam. Ia ada upaya seperti itu (menjegal) agar tidak maju. (01
Maret 2020)
Kata Menjegal merupakan kata yang menyatakan tindakan. Kata
Menjegal menyatakan VT sebab dari morfem bebas jegal mendapat afiks
yakni prefiks meN- dan prefiks tesebut sebagai pembentuk kata verba yang
subjeknya berperan sebagai penanggap. Dalam KBBI kata menjegal
berarti menghalangi atau menjatuhkan karier orang lain dan sebagainya.
Kata menjegal yang ada pada surat kabar Fajar secara tidak langsung
memiliki makna yang kasar.
(2) Seperti diketahui pilkada Soppeng 2015 lalu, Andi Dulli, sapaannya
maju bepasangan dengan Supriansa. Dia mengantongi dukungan
Golkar, Gerindra, PDIP, PAN, PKB dan PKS. (02 Maret 2020)
Kata mengantongi menunjukan tindakan aktiv. Mengantongi
merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tidakan yang dilakukan
oleh suatu subjek. Kata mengantongi termasuk VA karena verba yang
subjeknya berperan sebagai pelaku. Kata mengantongi menyatakan VT
berafiks sebab dari morfem bebas kantong mendapat afiks atau imbuhan
46
yakni konfisk me(N)-i sebagai penanda suatu kerja. Kantong diartikan
sebagai memasukan kedalam kantong, memperoleh, dan menerima sesuatu
yang dimasukkan kedalam kantong sejenis wadah yang melekat pada baju.
Sesuatu seperti suara tidak dapat ditempatkan pada kantong atau tidak
lazim ditempatkan di kantong sehingga memiliki makna yang tidak sopan.
(3) Sengketa Pilkada harus beres 12 hari. (03 Maret 2020)
Kata sengketa merupakan tindakan aktiv. Sengketa merupakan kata
yang menyatakan perbuatan atau tindakan yang dilakukukan oleh suatu
subjek. Sengketa dalam KBBI berarti sesuatu yang menyebabkan perbedaan
pendapat, pertengkaran, perbantahan, dan daerah yang menjadi rebutan.
Jadi sengketa dalam kata sengketa pilkada harus beres 12 hari memiliki
makna yang kurang baik.
(4) Masih komunikasi, itu hak orang juga kalau mau mengklaim dapat
merebut rekomendasi PAN. (04 Maret 2020)
Kata merebut kata yang menunjukkan tindakan. Merebut
merupakan VA, Karena subjeknya berperan sebagai pelaku dan berfrefiks
me- rebut dari kata rebut. Merebut merupakan mengambil sesuatu dengan
paksa. Dalam KBBI , kata merebut memiliki arti mengambil sesuatu dengan
kekerasan atau secara paksa, mengabil dengan kekuatan senjata , merampas.
Kata merebut pada kata diatas mempunyai makna yang kasar.
(5) Rawan disusupi, awasi kinerja Adhoc KPU. (06 Maret 2020)
Kata disusupi merpakan kata yang menunjukkan tindakan. Kata
disusupi dalam KBBI berarti dari kata dasar susup yang artinya menyusup.
47
Kata dsusupi, saya temukan di halaman www.branly.com yang menyatakan
bahwa kata disusupi berasal dari kata dasa “susup” yang berfrefiks di-I
Yang berarti ; Menyuruk (menyuluduk), masuk kedalam, masuk secara
diam – diam ke daerah musuh. Jadi kata disusupi pada kalimat, Rawan
disusupi , awasi kinerja ahdoc mempunyai makna kata yang kasar.
(6) Tommy tuding elite Nasdem Bermain. (07 Maret 2020)
Kata bermain merupakan kata yang menyatakan tindakan. Kata
bermain menyatakan VT sebab dari morfem bebas Main mendapat afiks
yakni prefiks Ber- dan prefiks tesebut sebagai pembentuk kata verba yang
subjeknya berperan sebagai penanggap.
Kata bermain dalam KBBI V (APK Android) Berarti melakukan
sesuatu untuk bersenang-senang. Jadi kata bermain pada pernyataan Tommy
tuding elite Nasdem Bermain merupakan kata yang kurang baik karena ia
menuding Nasdem bermain atau bersenang senang di partainya.
(7) Genjot Kualitas Kader Wanita. ( 08 maret 2020)
Kata genjot memiliki arti dalam kelas verba yang menyatakan
suatu tindakan dan termasuk dalam VT yang berarti mengayuh, menginjak,
menyerang dengan hebat, memukul atau menendang.
Jadi Kata Genjot dalam Kalimat Genjot Kualitas Kader Wanita
memiliki arti yang kurang baik karena kata genjot termasuk memiliki makna
yang kasar.
(8) Wawan Segel Empat Kursi Hanura. ( 09 Maret 2020)
48
Kata segel memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja yang
menyatakan suatu tindakan, keberadaan dan pengalaman jadi termasuk
dalam VT . Segel dalam KBBI berarti materai, surat kecil untuk membeli
barang – barang pembagian . Jadi kata segel pada Wawan Segel Empat
Kursi Hanura memiliki arti yang kurang baik.
(9) Sulsel Tantang DPP Balas Surat DPD I (10 Maret 2020)
Tantang merupakan kata yang mempunyai kata turunan yaitu
menantang, penantang, tantangan . Kata tantang berarti mengajak
berkelai, bertanding atau berperan, menghadapi melawan. (KBBI V APK
Android).
Kata tantang pada pernyataan Sulsel Tantang DPP Balas Surat
DPD I merupakan VT. Kata tantang pada pernyataan diatas menurut saya
mempunyai makna yang kurang baik atau terlalu kasar.
(10) NH dituding rekayasa Surat Tugas. (12 Maret 2020).
Dituding dari kata dasar tuding dalam verba (kata kerja)
merupakan kata yang menunjukkan suatu tindakan dan sikap dalam
bahasa. Kata tuding berarti miring kebawah, menikam, menembak. Kata
dituding ditambahkan perfiks- Di menjadi dituding yang berarti
dugaan,kritikan, perkiraan. Jadi kata dituding, dalam pernyataan diatas,
memiliki arti yang kurang lazim. Penggunaanya kurang tepat.
(11) Godok Skema Penantang Petahana (13 Maret 2020)
Kata Godok termasuk dalam kelas verba atau kata kerja sehingga
godok dapat menyatakan suatu tindakan keberadaan pengalaman . Arti
49
kata Godok yaitu merebus, mematangkan, mengolah (KBBI V Android).
Kata godok ini biasanya dipakai dalam kalimat seperti ; menjelang idul
fitri hampir setiap ibu rumah tangga menggodok ketupat.
Penggunaan kata Godok dalam pernyataan “Godok Skema
Penantang Petahana “ kurang tepat, karena kata godok berarti mengolah
makanan. Sedangkan pernyataan diatas tidak sedang mengolah makanan .
jadi kata Godok pada pernyataan diatas termasuk dalam disfemia.
(12) Tolak ukurnya, Kursi DPRD Sulsel Dapil Bone, dari Tiga Anjlok
Menjadi Sisa Satu. (14 Maret 2020)
Anjlok termasuk dalam Verba atau kata kerja. Kata Anjlok sebuah
Homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama
tetapi maknanya berbeda. Anjlok memiliki arti dalam kelas verba
sehingga Anjlok dapat menyatakan suatu tindakan,keberadaan,
pengalaman atau pengertian dinamis lainnya (http//id.m.wiktionary.org)
Kata Anjlok Memiliki arti : Meloncat ke bawah dari tempat
ketinggian ( dengan posisi kedua kaki sebagai tumpuan) , turun dari
posisi semula ( tentang jembatan, bangunan, dan sebagainya), keluar
dari rel ( tentang kereta api ), turun banyak dalam waktu singkat
(tentang harga, berat badan, kesehatan , dan sebagainya).
Kata anjlok dalam kalimat diatas, menurunkan yang tadinya tiga
kursi menadi satu kursi sehingga Penggunaan kata Anjlok dalam
kalimat diatas termasuk dalam disfemia.
(13) Ancam Cabut Surat Tugas (15 Maret 2020)
50
Ancam memiliki arti dalam kelas Verba atau kata kerja
sehingga kata Ancam dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan,
pengalaman atau pengertian dinamis lainnya. Kata ancam biasanya
menyatakan maksud (niat, rencana) untuk melakukan sesuatu yang
bersifat merugikan . ( https://kbbi.web.id/ancam.html )
Dalam KBBI Ancam berarti rugi, sulit, susah, celaka . jadi
penggunaan kata Ancam pada pernyataan di atas memiliki arti yang
kurang sopan atau tergolong dalam disfemia.
2) Kata Adjektiva
Adjektiva menurut Kridalaksana (2005 : 59) berupa mengungkapkan ciri –
ciri aadjektiva ini lebih terperinci, yaitu adjektiva merupakan kategori yang
memiliki kemungkinan untuk bergabung dengan partikel tidak, mendampingi
nomina, atau didampingi partikel dan dapat hadir berdampingan dengan kata
lebih, daripada, atau paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, serta
memiliki ciri morfologis. Berikut beberapa kata adjektiva dan analisisnya .
(14) Masih Liar Wakil Ketua Umum DPP Amir Uskara Mengatakan,
partainya belum menentukan usungan. (16 Maret 2020 )
Adjektiktiva Liar menyebutkan suatu sifat dari mahluk hidup seperti
binatang dan manusia. Dalam KBBI (Aplikasi Android) Liar memilki arti
tidak ada yang memilihara, tidak jinak, tidak tenang, tidak teratur , belum
beradab, tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh yang berwenang. Kalimat
kata Liar mengacu pada sifat dari usungan parpol DPP yang menunjukkan
bahwa masih tidar teraturnya usungan parpol yang dinyatakan dngan kata
51
yang tidak sopan dikarenakan kata liar menunjukkan sesuatu yang kurang
baik.
(15) Saya tidak Terima Ketika Golkar dikecilkan,katanya. (17 Maret 2020)
Kata di kecilkan yang berupa kata dasar kecil yang di afiks oleh
akhiran kan menjadi kecilkan . kata dikecilkan merupakan adjektiva karena
menunjukkan kata sifat. Kata dikecilkan yang kata dasarnya kecil dalam
KBBI (Aplikasi Android ) berarti kurang besar, muda, sedikt, sempit, tidak
penting.
Adjektiva dikecilkan pada kalimat memiliki makna yang kurang bagus
,karenakan sesorang anggota parpol merasa tidak terima jika parpolnya
dikecilkan oleh parpol lain. Jadi makna dikecilkan dalam kalimat “ Saya
Tidak Terima Ketika Golkar dikecilkan, katanya” memiliki makna yang
kurang bagus dan termasuk dalam disfemia.
(16) Digoyang Golkar, PDIP Goyah (18 Maret 2020)
Goyah merupakan kata Adjektiva. Kata Goyah dalam KBBI
(Aplikasi Android ) memiliki arti goyang karena tidak kukuh letaknya
(tentang gigi, tiag dan sebagainya), tidak teguh, tidak tetap. Makna Goyah
pada kalimat “digoyang Golkar, PDIP Goyah” merujuk pada Parpol Golkar
sedang digoyang parpol lain, tetapi Parpol PDIP yang Goyah. Pemakaian
kata Goyah Pada pernyataan diatas termasuk tidak sopan karena
penggunaan nya kurang tepat sehingga termasuk dalam disfemia.
52
(17) Mantan Wakil Wali Kota Massar ini Menyabung, pihaknya akan
menyelesikan Survei ini diakhir Maret. Dengan demikian April sudah
Mengerucut Ke Pasangan. (19 Maret 2020 )
Mengerucut terbentuk dari kata dasar Kerucut, yang diafisk oleh
imbuhan Men + Kerucut Menjadi Mengerucut Karena terjadi Peleburan
Imbuhan men bertemu dengan huruf K jadi terjadi Peleburan. Kata
Mengerucut tergolong Adjektiva karena menunjukkan kata sifat.
Mengerucut dalam KBBI ( Aplikasi Android ) berarti berbentuk seperti
kerucut, runjung, menguncup, menyempit.
Makna dari Kalimat “Mantan Wakil Wali Kota Makassar ini
Menyabung, pihaknya akan menyelesikan Survei ini diakhir Maret. Dengan
demikian April sudah Mengerucut Ke Pasangan, Kata Mengerucut
memiliki makna yang kurang bagus karena kata mengerucut biasanya
dipakai dalam bentuk, tetapi kalimat diatas menyatakan mengerecut ke
seseorang. Jadi penggunaannya kurang sopan dan termasuk dalam disfemia.
(18) Diajak Nasdem, Gerindra Cuek (21 Maret 2020)
Cuek tergolong dalam Adjektiva , Karen merupakan sifat seseorang.
Dalam KBBI (Aplikasi Android) Cuek Berarti masa bodoh, tidak acuh. Cuek
biasanya menjadi sikap sesorang yang ditunjukkan ke orang lain seperti tak
peduli atau tak menghiraukan orang lain atau sesuatu.
Pernyataan “ Diajak Nasdem, Gerindra Cuek “ bermakna bahwa
Parpol Nasdem mendekati Parpol Gerindra, Namun Gerindra lebih
menujukkan sikap Cuek atau tak peduli dengan perlakuan Nasdem. Nah ini
53
sikap ini menunjukkan sikap yang kurang baik karena menunjukkan sikap
yang tidak baik
3) Kata Nomina
Menurut Kridalaksana (2005:168 ) Nomina adalah kelas kata yang biasanya
dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa. Berikut ini adalah kata
nomina yang ditemukan dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020. .
(19) Masih digantungnya rekomendasi PDIP untuk Pilwalkot Makassar
mengundang berbagai tanggapan. ( 11 Maret 2020)
Kata digantungnya yang mempunyai kata dasar gantung berarti
sangkut atau kait. Kata gantung di tambahkan imbuhan di-nya jadi
digantungnya berarti mengaiktkan pada sesuatu tinggi sehingga tidak
menjejak tanah, menahan sesuatu , dan membunuh dengan mengikat leher
dengan tali .
Kata digantungnya memiki makna yang tidak lazim . dikarenakan
kata digantungnya biasanya dipakai untuk menggantung sesuatu
seperti barang. Jadi kata digantungnya memiliki makna yang tidak
lazim.
(20) Golkar Mamuju Beri Sinyal Membelot. (22 Maret 2020 )
Kata Membelot adalah kata yang mengacu pada suatu Nomina.
Berbentuk imbuhan atau berafiks dari kata Belot menjadi Membelot
mendapat afiksasi mem- sebagai makna dari melakukan perbuatan
Nomina. Dalam KBBI (Aplikasi Android) Kata Membelot diartikan
sebagai lari (dari Pihaknya golongannya, kaumnya dan bangsanya),
54
meninggalkan agamanya. Kata Membelot pada pernyataan ini
memberikan rasa jengkel atau kecil hari karena parpol golkar memberi
sinyal yang membelot. Sehingga bermakna tidak baik pada kalimat.
Dari analisis , bentuk nomina yang dapat ditemukan disfemia
dalam mengungkapkan bahasa yang kasar bermakna berupa nomina
kepada seseorang atau sekelompok orang dengan menyatakan
kekesalan, atau sindiran yang kasar.
(21) Dari Enam Partai yang diincanrnya, Partai Besutan Muhaimin
Iskandar ini menjadi Fokus Thahar untuk digaet. (23 Maret 2020)
Kelompok kata yang unsur intinya berupa kata kerja yakni digaet.
Digaet termasuk dalam klasifikasi Nomina Kata digaet menyatakan
perbuatan atau tindakan dan mermeliki arti dalam kelas kata nomina.
Dalam KBBI (Aplikasi Android) gaet memiliki arti kait, gait, tindakan
yang mengait. Kata gaet biasanya digunakan ketika seseorang ingin
menggaet sesuatu benda tetapi pernyataan diatas dipakai untuk menggaet
suatu partai politik sehingga terdengar kasar.
b. Berupa Frase
Berdasarkan kelas unsur menurut Soeparno (2014:15) frase dapat
dibedakan atas frase nomina (FN), frase verba (FV), frase adjektiva (FA),.
Berikut ini frasa yang ditemukan pada berita politik surat kabar Fajar.
(22) Nama Andi Utta Masuk Meja Prabowo (24 Maret 2020)
Masuk Meja termasuk dalam Klarifikasi FN karena berupa
kelompok kata yakni Masuk Meja yang memiliki unsur inti kata benda
55
atau nomina yakni Meja. Kata Meja merupakan Nomina karena kata
yang mengacu pada suatu benda.
Dalam KBBI (Aplikasi Android) Meja berarti perkakas rumah
yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai
penyangganya (bermacam macam bentuk nya). Dalam penggunaannya
terdengar kurang baik jika sebuah nama masuk dalam meja. Jadi
penggunaannya terdengar kurang sopan karena meja tidak berfungsi
untuk memasukkan nama dalam meja. Jadi penggunaanya dalam
pernyataan in termasuk dalam disfemia.
(23) Mungkin juga Pilkada Mundur adalah Skenario Bubar. (28 Maret
2020)
Skenario bubar termasuk dalam klarifikasi Frasa Nomina. Karena
berupa kelompok kata yakni skenario bubar, yang memiliki unsur initi
kaa benda yaitu skenario. Skenario merujuk pada kata benda , sedangkan
bubar adalah tindakan perpisahan.
Dalam KBBI (Aplikasi Android ) Skenario berarti rencana lakon
sandiwara atau film berupa adegn demi adegan yang tertulis secara
terperinci. Sedangkan Bubar berarti bercerai berai, selesai, usai,
ditiadakan. skenario biasanya dipakai saat mau bermain lakon sehingga
bermakna kasar apabila diacukan pada sebuah Politik pilkada.
(24) Golkar Panaskan Mesin Lawan Petahana (29 Maret 2020)
Panaskan Mesin Masuk dalam klarisifikasi Frase nomina karena
berupa kelompok kata yang memiliki satu kata merujuk pada kata benda.
56
jika diartikan satu persatu panas berarti terasa terbakar atau terasa terbakar
dengan api, perubahan suhu yang tinggi. Sedangkan mesin berarti
perkakas untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang dijalankan
dengan roda, digerkkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak,
menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga dalam. Kata panas di
tambah dengan imbuhan –kan menjadi panaskan berarti mengubah suatu
suhu yang tadinya bersuhu rendah ke suhu yang lebih tinggi. (KBBI V,
Apk Android).
Kata Golkar Panaskan Mesin, Lawan Petahana Berarti Golkar siap
memanaskan mesin atau menyiapkan semua kadernya untuk melawan
petahana terutama partai politik yang memiliki kursi terbanyak.
Jadi menurut penulis kata Panaskan mesin dalam kalimat golkar
panaskan mesin, lawan petahana. Kurang tepat karena merujuk pada
pengasararan sebuah kata yang memiliki arti yang kurang baik.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk
disfemia berupa frase sterbagi dalam klasifikasi verba, ajektiva, dan
nomina. Disfemia dalam bentuk frase ini menunjukkan adanya
penekanan makna yang lebuh kepada bahasa kekasarannya. Makna
khusus lebuh terlihat dalam bentuk frase ini yang terbagi dalam Frase
Verba, Frase Nomina, Frase Adjektiiva. Namun dalam analisis ini
ditemukan klasifikasi Frase Nomina seperti Masuk Meja, Skenario
Bubar, Panaskan mesin. Dengan demikian penggunaan bentuk
57
kebahasaan disfemia dalam berita politik pada surat kabar Fajar
menggunakan bentuk frase dengan klasifikasi Nomina.
c. Berupa Ungkapan
Ungkapan atau kalimat ringkas padat yang berisi perbandingan,
perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Berikut bentuk
ungkapan yang ditemukan pada berita politik surat kabar Fajar edisi Maret
2020.
(25) Golkar terancam “Gigit Jari”di Bulukumba (30 Maret 2020 )
Dari konteksnya Gigit Jari merupakan ungkapan yang berarti
ungkapan yang mengecewakan atau ada sesuatu yang mengecewakan. Dalam
KBBI (Aplikasi Android) berarti kecewa, karena yang diharapkan tidak dapat.
Dari arti ungkpan gigit jari , Parpol Golkar dianggap akan kecewa di
Bulukumba. Dari ungkapan tersebut memiliki konotasi yang kurang baik ,
karena kecewa atau menyedihkan.
Dari Analisis,peneliti menemukan satu bentukkebahasaan disfemia dalam
klasifikasi berupa ungkapan. Kebahasaan disfemia dalam klasifikasi berupa
ungkapan digunakan dalam berita politik pada surat kabar Fajar edisi Maret 2020.
Ungkapan yang digunakan yaitu Gigit Jari. Ungkapan tersebut memberi makna
kasus dalam konteks kalimatnya. Penggunaan ungkapan dimungkinkan dengan
adanya pengungkapan bahasa yang kias dan dianggap lebih mewakili pengguna
bahasa dalam penyampaian bahasa.
1. Bentuk Nilai Rasa Disfemia
58
Menurut Masri, dkk (2017:74-77) menyatakan bahwa dilihat dari nilai rasa
disfemia dalam surat kabar cenderung, menuju pada nilai rasa yang dianggap
menyeramkan (seram), menakutkan, menguatkan, menjijikkan, dan mengerikan.
Berikut temuan nilai rasa yang ada dalam berita politik pada surat kabar Fajar.
a. Nilai rasa menyeramkan
Nilai rasa menggambarkan suatu hal atau sesuana atau keadaan yang
menyeramkan. Ditemukan pada berita politik surat kabar Fajar edisi Maret
2020.
(1) Rawan disusupi, awasi kinerja Adhoc KPU.
(1a) rawan masuk , awasi kinerja Adhoc KPU
Nilai rasa disfemia kata disusupi berupa nilai rasa menyeramkan karena
kata tersebut mengacu kepada tindakan seseorang yang bertingkah untuk
menyusup yang biasanya menuju pada tindakan negative. Dalam Data (1)
mengacu pada kinerja Adhoc KPU yang diawasi tetapi rawan untuk
seseorang untuk masuk . Makna kata rawan untuk masuk disini ditekankan
lewat kata disfemia disusupi akan berasa menyeramkan karena memiliki arti
yang mengarah ke tindakan yang negative. Disusupi memiliki arti menyusup
bias digolongkan kata yang menyeramkan . kata disusupi mengandung
makna yang kurang sopan menggantikan kata masuk yang memiliki makna
lebih sopan pada data (1a).
(2) Genjot Kualitas Kader Wanita.
(2a) Mengintensifkan Kualitas Kader Wanita.
59
Dalam data (2) genjot diartikan orang yang menggenjot yakni menginjak,
mengayuh, dan menyerang dengan hebat. Nilai rasa disfemia berupa nilai rasa
menyeramkan karena biasanya genjot dilakukan seorang yang kasar,
mengayuh sepeda, dan manginjak mesin. Ungkapan genjot menggantikan
ungkapan Mengintensifkan yang memiliki nilai rasa yang lebih halus pada
data (2).
(3) Godok Skema Penantang Petahana
(3a) Mengolah Skema Penantang Petahana
Dalam Data (3) godok dapat menyatakan suatu tindakan . Arti kata
Godok yaitu merebus, mematangkan, mengolah. Kata Godok biasaya
digunsksn untuk merebus sesuatu sepert ketupat tetapi data (3) dipakai untuk
membentuk skema. Nilai rasa yang terkandung dalam data (3) termasuk nilai
rasa yang menyeramkan karena godok skema penantang termasuk tindakan
yang terdengar kasar dan menyeramkan pada data (3). Kata godok sebaiknya
diganti dengan kata mengolah karena terdengar lebih sopan dan halus seperti
pada data (3a).
(4) Masih Liar Wakil Ketua Umum DPP Amir Uskara Mengatakan,
partainya belum menentukan usungan.
(4a) Masih tidak teratur wakil Ketua Umum DPP Amir Uskara
Mengatakan Partainya Belum Menentukan Usungan.
Dalam data (4) Liar merupakan kata yang menunjukkan tingkah laku laku
binatang atau manusia. Kata Liar berarti tidak ada yang memilihara, tidak
jinak, tidak tenang, tidak teratur , belum beradab, tidak resmi ditunjuk atau
60
diakui oleh yang berwenang. Kata liar mengandung nilai rasa disfemia yang
menyeramkan karena merupakan tindakan seseorang yang kurang baik seperti
pada kalimat (4). Pada pernyataan (4a) kata Liar diganti menjadi tidak
teratur agar pemaknaannya berubah menjadi sopan.
(5) Saya tidak Terima Ketika Golkar dikecilkan,katanya
(5a) Saya tidsak terima ketika Golkar diremehkan
Data (5) dikecilkan merupakan suatu tindakan seseorang mengecilkan
sesuatu yang merupkan tindakan yang kurang bagus. Kata dikecilkan dalam
data (5) mengandung makna yang termasuk dalam nilai rasa disfemia yang
menyeramkan karena tindakannya mengecilkan yang membuat seseorang
tersinggung. Dalam pernyataan “ Saya tidak terima ketika Golkar dikecilkan,
mengandung makna yang kurang baik karena seseorang diremehkan partainya.
Dalam data (5a) kata dikecilkan di ganti diremehkan agar terdengar lebih
sopan dan halus.
(6) Masih digantungnya rekomendasi PDIP untuk Pilwalkot Makassar
mengundang berbagai tanggapan
(6a) Masih belum jelas rekomendasi PDIP untuk Pilwalkot Makassar
mengundang berbagai tanggapan
Digantungnya nerupakan kata yang tergolong dalam disfemia
yang mempunyai nilai rasa yang menyeramkan karena merupakan tindakan
seseorang yang menggantung suatu benda atau mengaikan suatu benda,
tetapi dalam data (6) dipakai untuk menggantung suatu rekomendasi yang
merupakan bukan suatu benda yang harus di gantung, jadi mangandung nilai
61
rasa yang menyeramkan. Dalam data (6a) kata digantung mengganti kata
belum jelas agar pemaknaannya lebih sopan dan halus.
(7) Mantan Wakil Wali Kota Massar ini Menyabung, pihaknya akan
menyelesikan Survei ini diakhir Maret. Dengan demikian April sudah
Mengerucut Ke Pasangan.
(7a) Mantan Wakil Wali Kota Massar ini Menyabung, pihaknya akan
menyelesikan Survei ini diakhir Maret. Dengan demikian April
sudah Menuju Ke Pasangan.
Mengerucut terbentuk dari kata dasar Kerucut, yang diafisk oleh
imbuhan Men + Kerucut Menjadi Mengerucut Karena terjadi Peleburan
Imbuhan men bertemu dengan huruf K jadi terjadi Peleburan. Kata
Mengerucut menunjukkan kata sifat. Mengerucut berarti berbentuk seperti
kerucut, runjung, menguncup, menyempit.
Makna dari Kalimat “Mantan Wakil Wali Kota Makassar ini
Menyabung, pihaknya akan menyelesikan Survei ini diakhir Maret. Dengan
demikian April sudah Mengerucut Ke Pasangan, Kata Mengerucut
tergolong dalam disfemia dengan nilai rasa yang menyeramkan karena
mengerucut merupakan kata sifat suatu benda sehingga dalam data (7)
memiliki makna yang kurang bagus dan mengerikan. Pada data (7a) kata
Mengerucut diganti menjadi Menuju agar terdengar lebih halus.
(8) Golkar Panaskan Mesin Lawan Petahana
(8a) Golkar Bersiap lawan Petahana
62
Data (8) Panaskan Mesin merupakan suatu tindakan yang dilakukan
seseorang untuk memanaskan mesin seperti kendaraan. Kata Panaskan
mesin termasuk dalam disfemia yang mengandung nilai rasa yang
menyeramkan, karena biasanya Panaskan Mesin biasanya dipakai dalam
memanaskan mesin, tetapi ini dipakai untuk parpol jadi peneliti
menganggap penyataan diatas termasuk disfemia yang mempunyai nilai
rasa yang menyeramkan. Dalam data (8a) kata panaskan mesin, peneliti
menjadi kata Bersiap agar maknanya menjadi lebih halus dan sopan.
Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa dalam berita politik
pada surat kabar Fajar edisi maret 2020 menggunakan nilai rasa disfemia
bepruoa nilai rasa menyeramkan dengan kata disusupi, genjot, godok, liar,
dikecilkan, digantung, mengerucut dan panaskan mesin. Semuanya
berjumlah delapan bentuk nilai rasa disfemia yang menyeramkan. Nilai rasa
disfemia digunakan dalam bentuk untuk menunjukkan penekanan makna
yang negative atau kasar yang bernilai menyeramkan.
1. Nilai rasa mengerikan
Nilai rasa mengerikan menggambarkan tentang hal-hal lazim yang
mengerikan dan tidak lazim dilakukan oleh manusia. Berikut nilai rasa disfemia
yang mengirikan pada berita politik surat kabar fajar edisi Maret 2020.
(9) Seperti diketahui pilkada Soppeng 2015 lalu, Andi Dulli, sapaannya maju
bepasangan dengan Supriansa. Dia mengantongi dukungan Golkar,
Gerindra, PDIP, PAN, PKB dan PKS.
63
(9a) Seperti diketahui pilkada Soppeng 2015 lalu, Andi Dulli, sapaannya
maju bepasangan dengan Supriansa. Dia Mendapat dukungan Golkar,
Gerindra, PDIP, PAN, PKB dan PKS.
Data (9) Kata Mengantongi merupakan kata yang mengandung makna
sesuatu benda yang di simpan ke dalam saku atau kantong. Kata mengantongi
termasuk dalam disfemia yang termasuk dalam nilai rasa yang mengerikan
karena kalimat pada (9) menyatakan mengantongi dukungan, kata setelah
mengantongi merupakan bukan kata benda jadi kata mengantongi di nilai
mengerikan. Pada data (9a) kata mengantongi diganti menjadi mendapat
karena makna nya menunjukkan bahwa bupati Soppeng mendapat dukungan
dari berbagai parpol. Sehingga data (9a) terdengar lebih halus.
(10) Tommy tuding elite Nasdem Bermain
(10a) Tommy tuding Nasdem Bertindak
Data (10) Kata bermain merupakan kata yang menyatakan tindakan. Kata
bermain dari kata dasar main dan mendapat afiks yakni prefiks Ber. Kata
bermain berarti melakukan sesuatu permainan. Bermain merupakan tergolong
disfemia dengan nilai rasa yang mengerikan karena kata bermain biasanya
dipakai untuk melakukan suatu permainan tetapi dalam data (10) dipakai untuk
seseorang menuding parpol bertindak melakukan sesuatu. Jadi peniliti
mengganti kata Bermain menjadi Bertindak, seperti pada data (10a) agar
pemaknaannya lebih halus.
(11) Wawan Segel Empat Kursi Hanura
(11a) Wawan mendapatkan Empat Kursi Hanura
64
Bentuk segel merupakan disfemia dengan nilai rasa mengerikan, karena
kata tersebut mengacu pada benda yang tertutup oleh segel atau kunci yakni
surat, cap, atau surat rahasia. Bentuk tersebut layak digunakan pada sebuah
benda bukan kepada seseorang. Oleh karena itu kata segel bernilai rasa
mengerikan apabila digunakan pada seoarang atau manusia yang tak mungkin
disegel. Kata segel seharusnya ada dalam isrilah surat ditempatkan pada kalimat
yang secara tidak lansung memiliki makna yang kurang sopan. Menggantikan
kata Mendapatkan yang bermakna yang lebih halus terdapat pada data (11a).
(12) Ancam Cabut Surat Tugas
(12a) Teguran Cabut Surat Tugas
Kata ancam merupakan tindakan perbuatan seseorang yang menyatakan
maksud niat rencana, untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan,
menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain. Ancam, pada data (12) tergolong
dalam disfemia dengan nilai rasa yang mengerikan karena sesuatu yang
mencelakakan suatu pihak. Data (12) Ancam cabut surat tugas, bermakna
seseorang ingi menyulitkan akan mencabut surat tugas yang telah dikeluarkan
ternilai mengerikan karena merugikan satu pihak sehingga, kata ancam dalam
data (12a) diganti menjadi Teguran Cabut Surat tugas karena bermkana lebih
sopan dan tidak mengerikan.
(13) Diajak Nasdem, Gerindra Cuek
(13a) Diajak Nasdem, Gerindra Tak Peduli
Cuek merupakan sifat seseorang. Dalam KBBI (Aplikasi Android)
Cuek Berarti masa bodoh, tidak acuh. Cuek biasanya menjadi sikap
65
sesorang yang ditunjukkan ke orang lain seperti tak peduli atau tak
menghiraukan orang lain atau sesuatu. Cuek termasuk dalam disfemia yang
mempunyai nilai rasa yang mengerikan karena menunjukkan sifat yang
kurang baik.
Pernyataan “ Diajak Nasdem, Gerindra Cuek “ bermakna bahwa
Parpol Nasdem mendekati Parpol Gerindra, Namun Gerindra lebih
menujukkan sikap Cuek atau tak peduli dengan perlakuan Nasdem. Jadi
peneliti mengganti kata Cuek dengan kata tak peduli seperti pada data (13a).
(14) Dari Enam Partai yang diincanrnya, Partai Besutan Muhaimin Iskandar ini
menjadi Fokus Thahar untuk digaet.
(14a) Dari Enam Partai yang diincanrnya, Partai Besutan Muhaimin
Iskandar ini menjadi Fokus Thahar untuk diambil
Kata digaet dalam data (14) menyatakan perbuatan atau tindakan Dalam
KBBI gaet memiliki arti kait, gait, tindakan yang mengait. Kata gaet biasanya
digunakan ketika seseorang ingin menggaet sesuatu benda tetapi pernyataan
diatas dipakai untuk menggaet sesorang dalam partai politik sehingga
terdengar kasar. Digaet dalam data (14) termasuk dalam disfemia yang
mempunyai nilai rasa yang mengerikan karena merupakan tindakan seseorang
yang dinilai kurang sopan. Data (14a) mengganti kata digaet menjadi diambil
agar pemaknaannya lebih halus dan tidak terasa mengerikan.
Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa dalam berita politik
pada surat kabar Fajar edisi maret 2020 menggunakan nilai rasa disfemia
berupa nilai rasa mengerikan dengan kata mengantongi, bermain, segel,
66
ancam, cuek, dan digaet. Semuanya berjumlah enam dengan bentuk nilai rasa
disfemia yang mengerikan. Nilai rasa disfemia digunakan dalam bentuk untuk
menunjukkan penekanan makna yang negative atau kasar yang bernilai
mengerikan.
2. Nilai Rasa Menakutkan
Nilai rasa menakutkan menggambarkan tentang hal – hal yang
berhubungan dengan mahluk gaib yang ditakuti manusia atau hal – hal yang
ditakuti oleh manusia. Berikut bentuk nilai rasa yang menakutkan ditemukan
pada berita politik dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020.
(15) Ia berasumsi, Sahiruddin Malik adalah bakal calon bupati yang bisa
mengancam. Ia ada upaya seperti itu (menjegal) agar tidak maju. (01 Maret
2020)
(15a) Ia berasumsi, Sahiruddin Malik adalah bakal calon bupati yang bisa
mengancam. Ia ada upaya seperti itu (menggagalkan) agar tidak
maju.
Disfemia bentuk ini memiliki nilai rasa menakutkan karena sebuah kesan
yang ingin menjatuhkan seseorang. Data (15) kata menjegal berarti
menjatuhkan, menggagalkan, mengandaskan, melumpuhkan, mematahkan, dan
menghalangi. Kata menjegal, memiliki nilai rasa yang menakutkan karena
tindakan yang kurang baik untu menjatuhkan seseorang. Jadi peniliti dalam data
(15a) mengganti kata menjegal menjadi menggagalkan, agar terdengar lebih
halus.
67
(16) Sengketa Pilkada harus beres 12 hari. (03 Maret 2020
(16a) Permasalahan Pilkada harus beres 12 hari
Sengketa merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan yang
dilakukukan oleh suatu subjek. Sengketa dalam KBBI berarti sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, dan daerah yang
menjadi rebutan. Jadi sengketa dalam kata sengketa pilkada harus beres 12 hari
memiliki makna yang kurang baik. Kata sengketa termauk dalam disfemia yang
yang mempunyai nilai rasa yang menakutkan, karena sengketa merupakan
pertikaian, konflik, pertentangan dan permalasahan. Jadi pada data (16a) peneliti
mengganti kata sengketa menjadi permasalahan agar terdengar tidak
menakutkan dan pemaknaannya lebih halus.
(17) Tolak ukurnya, Kursi DPRD Sulsel Dapil Bone, dari Tiga Anjlok Menjadi
Sisa Satu.
(17a) Tolak ukurnya, Kursi DPRD Sulsel Dapil Bone, dari Tiga Turun
Menjadi Sisa Satu.
Kata Anjlok pada data (17) Memiliki arti : Meloncat ke bawah dari tempat
ketinggian ( dengan posisi kedua kaki sebagai tumpuan) , turun dari posisi
semula ( tentang jembatan, bangunan, dan sebagainya), keluar dari rel ( tentang
kereta api ), turun banyak dalam waktu singkat (tentang harga, berat badan,
kesehatan , dan sebagainya).
Anjlok dalam kalimat diatas, menurunkan yang tadinya tiga kursi menjadi
satu kursi sehingga Penggunaan kata Anjlok dalam kalimat diatas termasuk
dalam disfemia yang mempunyai nilai rasa yang menakutkan. Jadi peniliti pada
68
data (17a) mengganti kata anjlok menjadi Turun sehingga pemaknaannya lebih
halus dan tnilai rasa yang ditimbulkan tidak menakutkan.
(18) Digoyang Golkar, PDIP Goyah
(18a) Digoyang Golkar, PDIP Terpengaruh
Goyah memiliki arti goyang karena tidak kukuh letaknya (tentang gigi, tiang
dan sebagainya), tidak teguh, tidak tetap. Makna Goyah pada kalimat “digoyang
Golkar, PDIP Goyah” merujuk pada Parpol Golkar sedang digoyang parpol lain,
tetapi Parpol PDIP yang Goyah. Pemakaian kata Goyah Pada data (18)
termasuk tidak sopan karena penggunaannya kurang tepat sehingga termasuk
dalam disfemia dengan nilai rasa menakutkan sehingga, pada data (18a) kata
goyah diganti menjadi terpengaruh agar, pemaknaannya lebih halus dan tidak
menakutkan.
(19) Golkar Mamuju Beri Sinyal Membelot
(19a) Golkar Mamuju Beri Sinyal Buruk
Kata belot pada data (19) berafiks dari kata Belot menjadi Membelot
mendapat afiksasi mem- sebagai makna dari melakukan perbuatan Kata
Membelot diartikan sebagai lari (dari Pihaknya golongannya, kaumnya dan
bangsanya), meninggalkan agamanya. Kata Membelot pada pernyataan ini
memberikan rasa jengkel atau kecil hari karena parpol golkar memberi sinyal
yang membelot. Sehingga termasuk dalam disfemia dengan nilai rasa yang
menakutkan. Jadi peneliti pada data (19a) mengganti kata membelot menjadi
buruk agar maknanya tidak menakutkan dan lebih halus.
(20) Mungkin juga Pilkada Mundur adalah Skenario Bubar.
69
(20a) Mungkin juga Pilkada Mundur adalah Bagian dari Rencana
Disfemia pada data (20) yaitu skenario bubar, yang memiliki nilai rasa
yang menakutkan karena skenario berarti rencana sedangkan, bubar berarti
bercerai berai. Data (20) mengandung nilai rasa yang menakutkan karena
menunjukkan ketakutan seseorang akan rencanannya bubar, jadi pada data (20a)
peneliti mengganti kata skenario bubar menjadi bagian dari rencana, agar lebih
jelas dan nilai rasa yang ditimbulkan tidak menakutkan.
(21) Nama Andi Utta Masuk Meja Prabowo
(21a) Nama Andi Utta Daftar anggota Prabowo
Masuk berarti datang kedalam ruangan sedangkan Meja berarti perkakas
rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai
penyangganya (bermacam macam bentuk nya). Dalam penggunaannya terdengar
kurang baik jika sebuah nama masuk dalam meja. Termasuk dalam disfemia
yang memiliki nilai rasa yang karena meja tidak berfungsi untuk memasukkan
nama dalam meja. Penggunaanya dalam data (21) in termasuk kasar dan
menakutkan. Dalam data (21a) kata masuk meja diganti Daftar anggota agar
pemaknaanya lebih halus dan tidak menakutkan.
Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa dalam berita politik
pada surat kabar Fajar edisi maret 2020 menggunakan nilai rasa disfemia berupa
nilai rasa menakutkan dengan kata menjegal, sengketa, goyah, scenario bubar,
dan masuk meja. . Semuanya berjumlah lima dengan bentuk nilai rasa disfemia
yang menakutkan. Nilai rasa disfemia digunakan dalam bentuk untuk
70
menunjukkan penekanan makna yang negatif atau kasar yang bernilai
menakutkan.
3. Nilai Rasa Menjijikkan
Nilai rasa menjijikkan menggambarkan hal-hal yang jorok, yang apabila
diucapkan seseorang akan mendapatkan celaan
(22) Golkar terancam “Gigit Jari”di Bulukumba
(22a) Golkar terancam Kecewa di Bulikumba
Dari konteksnya Gigit Jari merupakan ungkapan yang berarti ungkapan
yang mengecewakan atau ada sesuatu yang mengecewakan. Dalam KBBI
(Aplikasi Android) berarti kecewa, karena yang diharapkan tidak dapat. Dari
arti ungkpan gigit jari , Parpol Golkar dianggap akan kecewa di Bulukumba.
Termasuk dalam disfemia yang memiliki nilai rasa yang menjijikkan karena
timbulnya celaan terhadap parpol di Bulukumba seperti pada data (22). Dalam
data (22a) peneliti mengganti kata gigit jari menjadi kevewa agar terkesan
lebih halus.
Dalam data (22), peneliti menemukan satu bentuk kebahasaan disfemia
dengan nilai rasa yang menjijikkan dalam berita politik pada surat kabar Fajar
edisi Maret 2020. kata yang digunakan yaitu gigit jari yang tergolong dalam
disfemia yang memiliki nilai rasa yang menjijikkan.
4. Nilai Rasa Menguatkan
Nilai rasa menguatkan merupakan nilai rasa yang lebih banyak
memberikan tekanan pada hal tertentu. Pemakaian disfemia ini hanya untuk
71
menguatkan saja. Berikut penggunaan nilai rasa menguatkan pada berita politik
dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020.
(23) Masih komunikasi, itu hak orang juga kalau mau mengklaim dapat
merebut rekomendasi PAN.
(23a) Masih komunikasi, itu hak orang juga kalau mau mengklaim dapat
mengambil rekomendasi PAN
Nilai rasa disfemia yang terkandung berupa nilai rasa menguatkan karena
sebuah perilku seseorang yang terjadi penekanan pada kata merebut yang
berarti mengambil sesuatu dengan kekerasan, memperoleh dengan susah
payah. Jadi pada data (23a) kata merebut menggantikan makna mengambil
yang maknanya lebih halus.
(24) Sulsel Tantang DPP Balas Surat DPD I
(24a) Sulsel Meminta DPP Balas surat DPD I
Nilai rasa disfemia yang terkandung berupa nilai rasa menguatkan karena
sebuah perilaku sulsel tantang DPP balas surat DPD I, yang memberikan
tekanan pada kata tantang. Kata tantang pada data (24) menggantikan makna
meminta yang memiliki makna yang lebih sopan.
(25) NH dituding rekayasa Surat Tugas.
(24a) NH diduga rekayasa Surat Tugas
Nilai rasa disfemia yang terkandung berupa nilai rasa yang menguatkan
pada data (24) dengan kata dituding. Dituding dari kata dasar tuding
merupakan kata yang menunjukkan suatu tindakan dan sikap dalam bahasa.
Kata dituding ditambahkan perfiks- Di menjadi dituding yang berarti
72
dugaan,kritikan, perkiraan. Kata dituding, dalam data (24) terjadi tekanan pada
kata dituding. Jadi pada data (24a) kata dituding menggantikan makna diduga
yang memiliki makna lebih sopan.
Dari analisis bentuk nilai rasa disfemia di atas, dapat diketahui bahwa
nilai rasa menguatkan yang ada pada surat kabar fajar edisi Maret 2020
memiliki tiga kata yang termasuk dalam disfemia yang memiliki nilai rasa
yang menguatkan yaitu berupa kata merebut, dituding dan tantang. Nilai rasa
menguatkan berfungsi sebagai makna penekan yang memiliki tekanan yang
lebih kuat dan meyakinkan sehingga maksud dari sebuah kalimat atau
pernyataan akan lebih kuat maknanya dan semakin jelas apa yang dimaksudkan
di dalamnya.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil dari analisis ini, yang didapatkan dalam penggunaan kebahasaan
disfemia pada berita politik dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020. Setelah di
teliti telah menemukan beberapa kata yang termasuk dalam disfemia yang berupa
kata verba, frase, dan ungkapan serta nilai rasa yang menyeramkan, megerikan,
menakutkan, menjijikan dan menguatkan. Hal ini senada dengan rumusan
masalah peneliti yaitu : Bagaimana bentuk kebahasaan disfemia pada berita
politik dalam surat kabar Fajar, Nilai rasa yang terkandung dalam penggunaan
bentuk kebahasaan disfemia pada berita politik dalam surat kabar Fajar. Dan juga
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu, Mengindentifikasi penggunaan bentuk
kebahasaan disfemia pada berita politik dalam surat kabar Fajar .Mendeskripsikan
73
nilai rasa yang terkandung dalam penggunaan bentuk kebahasaan disfemia pada
berita politik dalam surat kabar Fajar. Data yang dikumpulkan dari berita politik
dalam surat kabar Fajar berupa pemakaian disfemia yang berjumlah 25 data. Data
tersebut diambil mulai dari 01 – 30 Maret 2020.
Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan, Menurut Chaer
(2014:144) kebalikan penghalusan adalah pengasaran atau disfemia, yaitu usaha
untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata
yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh
orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan
ditemukan bentuk disfemia, dan nilai rasa disfemia. Wijana (2011:79)
mengungkapkan bahwa disfemia merupakan penggunaan bentuk-bentuk
kebahasan yang dimiliki nilai rasa tidak sopan atau yang ditabukan. Kata-kata
yang memilik komponen semantis yang negatif dapat digunakan oleh penutur
untuk menyerang orang lain. Penggunaannya menimbulkan sebuah penekanan
atau pemberi nilai tambah yang kasar terhadap suatu bahasa. Penyampaian yang
bernilai kasar tersebut akan memperjelas makna atau maksud dari tuturan yang
disampaikan. Bentuk pemakaian tersebut Seperti yang dikatakan Ramlan
(2016:27) bentuk kebahsaan merupakan bentuk-bentuk baik arti leksikal maupun
gramatikal yang berupa kata, frasa, dan ungkapan. Penggunaan bentuk
kebahasaan disfemia seperti yang dikatakan Masri, dkk (2017:74-77) menyatakan
bahwa dilihat dari nilai rasa disfemia dalam surat kabar cenderung, menuju pada
nilai rasa yang dianggap menyeramkan (seram), menakutkan, menguatkan,
menjijikkan, dan mengerikan.
74
Hasil penelitian ini berkaitan dengan penelitian Budiawan (2016)
menemukan penggunaan disfemia pada judul berita nasional di TV One dengan
pawartos Ngayogyakarta di Jogja tv. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
Budiawan yaitu sama-sama meneliti penggunaan disfemia dan nilai rasa disfemia
tetapi perbedaanya peneliti Budiawa meneliti penggunaan disfemia di stasian tv,
dan hanya menggunakan empat nilai rasa disfemia.
Penelitian Erviana Dewi (2018) meneliti dengan judul Disfemia pada
Komentar Akun Instagram Mimi Peri. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk disfemia pada komentar akun instagram mimi.peri. Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini ungkapan
disfemia pada komentar akun instagram mimi.peri. Data penelitian adalah kata,
frasa, dan kalimat yang mengandung disfemia pada komentar akun instagram
mimi.peri. Data yang di analisis dalam penelitian ini berjumlah 29 data. Sumber
data penelitian ini adalah komentar pada akun instagram mimi.peri. Pengumpulan
data penelitian dengan metode simak dan catat, yakni membaca komentar akun
instagram mimi.peri selanjutnya dilakukan pencatatan kata, frasa, dan kalimat
yang mengandung disfemia. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis isi (content analisys). Hasil penelitian menunjukkan bentuk
disfemia pada komentar akun instagram berupa kata, frasa, dan kalimat. (1)
Bentuk disfemia berupa kata: banci, anjing, iblis, pelakor, bencong, kuntilanak,
najis, dajjal, bangsat, kiamat, tai, dan siluman. (2) Bentuk disfemia berupa frasa:
setan manusia, pengikut dajjal, kayak babi, mirip setan, banci bertitit, kayak orang
gila, iblis betina, dan buluk banget. (3) Bentuk disfemia berupa kalimat: aku
75
menetas jadi peri, itu muka apa rosokan?, irungmu kaya kupu-kupu, putri terkutuk
2018, manusia laknat penyebar virus perusak generasi bangsa, kayak burung
merak, cantiknya ngalahin ratu iblis, mukanya jaman old, dan pergi ke wc cium
tai.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Erviana terletak pada Data
penelitian, Erviana Fokus meniliti kata, frasa, dan kalimat yang mengandung
disfemia pada kolom komentar mimi peri. Sedangkan penelitin ini difokuskan
pada bentuk disfemia dan nilai rasa yang ada pada berita politik dalam surat
kabar fajar.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai bentuk kebahasaan disfemia pada
berita politik surat kabar Fajar edisi Maret 2020. Maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
1. Bentuk penggunaan kebahasaan disfemia pada berita politik dalam surat
kabar Fajar edisi Maret 2020, ditemukan klasifikasi bentuk disfemia menjadi
tiga, yaitu ; (1) berupa kata seperti kata menjegal, mengantongi, sengketa,
merebut, disusupi, bermain, genjot, segel, tantang, tuding, godok, anjlok, dan
ancam, (2) berupa frase seperti frase masuk meja, scenario bubar dan
panaskan mesin, dan (3) berupa ungkapan seperti ungkapan gigit jari.
76
2. Nilai rasa yang terkandung dalam bentuk penggunaan kebahasaan disfemia
pada berita politik dalam surat kabar Fajar edisi Maret 2020, ada lima nilai
rasa yang terkandung yaitu ; (1) Menyeramkan, seperti disusupi, genjot
godok, liar, dikecilkan, digantungnya, mengerucut, panaskan mesin, (2)
mengerikan seperti kata mengantongi, bermain, segel, ancam, cuek, dan
digaet. (3) Menakutkan, seperti kata menjegal, sengketa, goyah, skenario
bubar, dan masuk meja. (4) Menjijikan seperti kata ; Gigit jari, (5)
Menguatkan seperti kata merebut, dituding dan tantang.
76
B. Saran
Sebagai langkah terakhir dalam penulisan skripsi ini, peneliti memberikan
beberapa saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini. Saran tersebut peneliti
uraikan sebagai berikut .
1. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bentuk kebahasaan berupa
disfemia dengan klasifikasi benntuk kata, frase, dan ungkapan. Oleh
kareana itu, peneliti berharap adanya bentuk bentuk atau klasifikasi yang
lebih dalam perkembangan selanjutnya.
2. Bahasa yang menarik dalam berita digunakan bahasa disfemia dari nilai
rasa disfemia yang dianalisis ditemukan terdapat lima nilai rasa dan
peneliti berharap aka nada nilai rasa yang lebih dalam perkembangannya.
3. Hasil penelitian ini secara umum berupa penelitian kualitatif. Oleh karena
itu, tampaknya perlu dicoba mengadakan penelitian dengan pendekatan
yang berbeda.
77
DAFTAR PUSTAKA
Ali Masri, dkk. 2017. Kesinoniman Disfemisme dalam Surat Kabar. Palembang:
Lingua Jurnal Bahasa dan Sastra Volume 3.
Aminuddin. 2013. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar
Baru.
--------------. 2015. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar
Baru.
Ardial. 2017. Komunikasi Politik. Jakarta Barat: PT. Indeks Baran.
Budiawan, R Yusuf Sidiq. 2016. “Penggunaan Disfemia pada Judul Berita
Nasional di TV one dengan Pawartos Ngayogyakarta di Jogja Tv”.
Lingua Scientia. 2 (8): 203-224. Online. Jogjakarta:
(https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9919/
232-237.pdf?sequence=1). di Akses pada tanggal 23 Januari 2020.
Chaer. Abdul. 2014. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
-----------------.2014. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
-----------------2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 2 Pemahaman Ilmu tentang Makna.
Bandung: PT Rafika Aditama.
------------------------------. 2012. Semantik. Bandung: PT Rafika Aditama
Erviana, Dewi. 2018. “Penggunaan Disfemia dalam Komentar para Netizen. di
Situs Online Kompas.com pada Rubrik Politik”.Skripsi Universitas
Negeri Yogyakarta: Yogyakarta.
( Di akses pada tanggal 23 A310150024@student.ums.ac.id).
Januari 2020
Hadi, Saputro. 2015. Bentuk Pengasaran Disfemia dalam Bahasa Indonesia Pada
Wacana Politik di Media Cetak dan Iplikasinya dalam
77
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA,(Online). Tegal:
Universitas Panca Sakti Tegal FKIP.
(http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/44752/8/, diakses 09 desember 2019)
Hastuti, Hesti. 2014. Analisis Penggunaan Bentuk Kebahasaan Disfemia pada
Berita Politik Surat Kabar Salopos. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta..
Kamus Besar Bahasa Indonesia, .(http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.
diakses 09 Desember 2019)/
Keraf, Gorys. 2014. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2016. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
------------------------------. 2016. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Lestari, Triana Puji. 2013. Disfemia Pada Tabloid Bola. (Online). Yogyakarta:
Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta.
(http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/29680). Diakses 10 Desember
2019.
Mahsun, Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Ramlan. 2016. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Santoso. 2016. Pendapat Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta:
Muhammadiyah University Press.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta.
Sumadiria. 2010. Jurnalistik Indonesia. Jakarta: Alfabeta
Tarigan. 2013. Menyimak Sebagai Keterampilan Berbahasa. Jakarta. Depdikbud.
Tarigan. 2013. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Jakarta: Depdikbud.
Wijana, I Dewa Putu dan Rahmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik : Kajian
Teori dan Analisis. Surakarta: Yama Pustaka.
79
79
Tabel 1. Deskripsi Data
No Data Kalimat yang Mengandung Disfemia
1. 01 Maret 2020 Ia berasumsi, Sahiruddin Malik adalah bakal calon bupati yang
bisa mengancam. Ia ada upaya seperti itu (menjegal) agar tidak
maju
2. 02 Maret 2020 Seperti diketahui pilkada Soppeng 2015 lalu, Andi Dulli,
sapaannya maju bepasangan dengan Supriansa. Dia mengantongi
dukungan Golkar, Gerindra, PDIP, PAN, PKB dan PKS.
3. 03 Maret 2020 Sengketa Pilkada harus beres 12 hari.
4. 04 Maret 2020 Masih komunikasi, itu hak orang juga kalau mau mengklaim dapat
merebut rekomendasi PAN.
5. 06 Maret 2020 Rawan disusupi, awasi kinerja Adhoc KPU.
6. 07 Maret 2020 Tommy tuding elite Nasdem Bermain.
7. 08 Maret 2020 Genjot Kualitas Kader Wanita.
8. 09 Maret 2020 Wawan Segel Empat Kursi Hanura
9. 10 Maret 2020 Sulsel Tantang DPP Balas Surat DPD I
10. 12 Maret 2020 NH dituding rekayasa Surat Tugas
11. 13 Maret 2020 Godok Skema Penantang Petahana
12. 14 Maret 2020 Tolak ukurnya, Kursi DPRD Sulsel Dapil Bone, dari Tiga Anjlok
Menjadi Sisa Satu.
13. 15 Maret 2020 Ancam Cabut Surat Tugas
14. 16 Maret 2020 Masih Liar Wakil Ketua Umum DPP Amir Uskara Mengatakan,
partainya belum menentukan usungan
83
15.
17 Maret 2020 Saya tidak Terima Ketika Golkar dikecilkan,katanya.
16. 18 Maret 2020 Digoyang Golkar, PDIP Goyah
17. 19 Maret 2020 Mantan Wakil Wali Kota Makassar ini Menyabung, pihaknya akan
menyelesikan Survei ini diakhir Maret. Dengan demikian April
sudah Mengerucut Ke Pasangan.
18. 20 Maret 2020 Diajak Nasdem, Gerindra cuek
19. 21 Maret 2020 Masih digantungnya rekomendasi PDIP untuk Pilwalkot
Makassar mengundang berbagai tanggapan.
20. 22 Maret 2020 Golkar Mamuju Beri Sinyal Membelot
21. 23 Maret 2020 Dari Enam Partai yang diincanrnya, Partai Besutan Muhaimin
Iskandar ini menjadi Fokus Thahar untuk digaet
22.
24 Maret 2020 Nama Andi Utta Masuk Meja Prabowo
23.
28 Maret 2020 Mungkin juga Pilkada Mundur adalah Skenario Bubar.
24. 29 Maret 2020 Golkar Panaskan Mesin Lawan Petahana
25. 30 Maret 2020 Golkar terancam “Gigit Jari”di Bulukumba
82
Tabel 2. Pengelompokan Nilai Rasa Disfemia
No
Bentuk
Disfemia
Nilai Rasa Disfemia
Menyeramkan Mengerikan Menakutkan Menjijikan Menguatkan
1. Menjegal
2. Mengantongi
3. Sengketa
4. Merebut
5. Disusupi
6. Bermain
7. Genjot
8. Segel
9. Tantang
10. Tuding
11. Godok
12. Anjlok
13. Ancam
14. Liar
15. Dikecilkan
16. Goyah
83
17. Mengerucut
18. Cuek
19. Digantung
20. Membelot
21. Digaet
22. Masuk meja
23. Skenario Bubar
24. Panaskan mesin
25. Gigit jari
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama ANDI SOSILA
KAMARUDDIN dilahirkan di Ujung Lamuru Kec.
Lappariaja Kabupaten Bone pada 07 Desember 1998
Anak dari Pasangan suami istri Bapak Andi Kamaruddin
dan Ibu Murniati. Mengawali pendidikan formalnya di
TK Ujung Lamuru dan melanjutkan ke SD Inpres 3/77
Ujung Lamuru dan lulus tahun 2010. Melanjutkan di SMPN 1 Lappariaja lulus
tahun 2013. Lalu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Lamuru Kabupaten
Bone lulus tahun 2016. Pada tahun 2016, kembali melanjutkan pendidikan di
salah satu perguruan tinggi swasta, yaitu Universitas Muhammadiyah Makassar
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Diakhir studinya ia menyusun skripsi dengan judul: Penggunaan
Bentuk Kebahasaan Dispemia pada Berita Politik dalam Surat Kabar Fajar.
Yang Insya Allah Tahun ini mengantarkan penulis untuk mendapatkan gelar
Sarjana Strata Satu.
top related