pengembangan modul mengasuh berkesadaaran …eprints.upgris.ac.id/452/1/2018 laporan hibah...
Post on 09-May-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kode/ Nama Rumpun: 391/Psikologi Umum
LAPORAN
HIBAH KOMPETITIF PUPT
PENGEMBANGAN MODUL MENGASUH BERKESADAARAN
BERDASARKAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
Oleh:
Dr. Arri Handayani,S.Psi., M.Si 0610107401
Padmi Dhyah Yulianti,S.Psi., M.Psi, Psikolog 0621078002
Agus Setiawan,S.Pd., M.Pd 0610088402
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2018
RINGKASAN
Kebutuhan untuk memberikan pola asuh yang tepat kepada anak-anak semakin tidak terelakkan lagi. Perubahan peradaban dan teknologi yang begitu cepat memerlukan strategi tepat agar anak mampu menjalani kehidupan secara efektif, diantaranya melalui mindful parenting. Pada penelitian ini, peneliti akan memformulasikan draft modul mengasuh berkesadaran berdasarkan tahap perkembangan keluarga yang diimplementasikan pada kelompok terbatas. Kegiatan yang dilakukan meliputi Penyusunan kerangka/ desain modul, validasi ahli, revisi desain, Uji coba I, revisi dan penyusunan laporan hasil uji coba.
Berdasarkan dari hasil expert judgement diperoleh hasil bahwa modul yang telah disusun dapat digunakan namun harus dilakukan beberapa revisi. Berdasarkan hasil analisis proses penerapan modul pola asuh berkesadaran yang telah diujicobakan secara terbatas kepada Ibu-ibu kelompok PKK Desa Candirejo yang berjumlah 20 orang peserta, membuktikan bahwa modul ini mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan para peserta dalam memberikan pola asuh yang berkesadaran kepada anak.
Kata Kunci : Pengembangan Modul, Mindful Parenting, Tahap Perkembangan Keluarga
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Baik, atas perkenanNya penulis
dapat menyelesaiakan laporan penelitian dengan Judul Pengembangan Modul Mengasuh
berkesadaran Berdasarkan Tahap Perkembanagan Keluarga. Penelitian ini memiliki tujuan
yaitu melengkapi pengamalan tri dharma perguruan tinggi yaitu berkaitan dengan dharma
penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa tahapan seperti merancang modul, melakukan
uji pada ahli media dan ahli perkembangan serta melakukan uji coba secara terbatas.
Peneliti pada kesempatan ini menyampaikan rasa hormat dan penghargaan yang tinggi
kepada beberpa pihak yang turut serta baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat
dalam penelitian ini. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Muhdi,SH.,M.Hum selalju Rektor Universitas PGRI Semarang
2. Bapak Ir. Suwarno Widodo,M.Si selalu Ketua LPPAM Universitas PGRI Semarang
3. Drs. Agus Suharno, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas PGRI
Semarang
4. Serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan anmanya satu persatu yang telah
membantu penelitian ini.
Tim peneliti sudah secara maksimal melakukan proses penelitian sesuai dengan
tahap penelitian Research and Development. Namun demikian, kami menyadari masih ada
beberapa hal yang menjadi keterbatasan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi
pembaca dan penegmabangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi umum dan psikologi
keluarga.
Semarang, Juni 2018
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................... ii RINGKASAN................................................................................................................... iii KATA PENGANTAR...................................................................................................... iv DAFTAR ISI..................................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 3 1.3 Keutamaan Penelitian.................................................................................................. 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Penelitian...........................................................................................5 2.2 Peta Jalan Penelitian..................................................................................................... 15 2.3 Penelitian sebelumnya...................................................................................................16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian............................................................................................................. 18 3.2 Variabel Penelitian ....................................................................................................... 18 3.3 Prosedur Penelitian........................................................................................................ 19 3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................. 20 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek........................................................................................................... 37 4.2 Hasil Penelitian ..............................................................................................................41 4.3 Pembahasan ....................................................................................................................47
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................57 5.2 Saran............................................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN..........................................................................................................................60
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berbagai permasalahan dan dampak yang muncul terkait penerapan pola asuh yang
kurang tepat kepada anak tentu sangat mengkhawatirkan. Berbagai kajian telah dilakukan untuk
mengembangkan dan memformulasikan pola asuh yang efektif, sehingga anak-anak akan dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal. Pola asuh yang memberikan dan mendorong kebebasan
dalam menyampaikan ide/ gagasan/ pendapatnya namun tetap bertanggungjawab terhadap
keputusan yang telah diambil serta menerima dan memberikan kehangatan kepada anak-anak
perlu untuk disosialisasikan, Lebih lanjut pola asuh yang demikian terbukti memberikan dampak
positif terhadap perkembangan dan prestasi anak-anak di sekolah. (Bibi et. all., 2013; Seth &
Ghormode, 2013).
Kebutuhan untuk memberikan pola asuh yang tepat kepada anak-anak semakin tidak
terelakkan lagi. Perubahan peradaban dan teknologi yang begitu cepat memerlukan strategi tepat
agar anak mampu menjalani kehidupan secara efektif, diantaranya melalui mindful parenting.
Mindful parenting atau dalam bahasa Indonesia dikatakan sebagai “mengasuh berkesadaran”
terkesan sedikit berbeda bahkan cenderung unik bagi banyak orang, merupakan pola hubungan
pengasuhan antara orangtua dengan anak benar-benar terjadi secara intensif dalam setiap
perististiwa kehidupan yang dilewati bersama. Mengembangkan kualitas pengasuhan, adanya
penerimaan terhadap anak, pemahaman emosional serta lebih mendengarkan anak-anak dalam
penerapan pola asuh, memiliki kontribusi dalam menurunkan tingkat stres, mereduksi sikap
agresi dan meningkatkan sikap prososial pada anak.(Duncan et. all. 2009; Cohen, 2010).
Sementara itu di sisi yang lain mengasuh anak yang berada pada masa bayi, prasekolah,
maupun masa remaja mempunyai seni yang berbeda-beda. Kondisi ini sesuai dengan tahap
perkembangan keluarga yang dialami pada keluarga tersebut. Tahap perkembangan keluarga
berkaitan dengan tugas perkembangan yang telah dicapai keluarga tersebut, yang ditentukan
berdasarkan kehadiran dan usia anak pertama. Duvall mengidentifikasi delapan tahap
perkembangan keluarga berdasarkan usia anak tertua (Murphy & Staples, 1979).
Peneliti telah melakukan penelitian tahap pertama tentang Mindful parenting berdasarkan
tahap perkembangan keluarga. Penelitian eksplorasi ini mengidentifikasi apakah keluarga pada
tahap perkembangan keluarga kedua sampai tahap kelima telah menerapkan pola asuh
berkesadaran. Pola asuh berkesadaran adalah pola asuh yang mengedepankan lima aspek, yaitu
mampu mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan penuh empati, memiliki
pemahaman dan penerimaan untuk tidak menghakimi anak, adanya kecerdasan emosi dari orang
tua, pola asuh yang bijaksana dan tidak berlebihan, serta memiliki welas asih (Kiong, 2015).
Hasil penelitian tahap pertama menyimpulkan bahwa pada empat tahap perkembangan
keluarga, mulai dari tahap kedua sampai tahap kelima telah menerapkan pola asuh berkesadaran.
Penerapan lima aspek dalam pola asuh berkesadaran memberikan kontribusi positif bagi
psikologis orang tua dan anak. Diantaranya adalah adanya perhatian dan empati orang tua
terhadap anak berdampak pada orang tua lebih paham tentang kondisi anak. Adanya kesadaran
atas emosional diri dan emosi anak akan membangun kelekatan dengan anak, yang nantinya
menjadi dasar pembentukan kompetensi sosial dan emosi saat dewasa. Selanjutnya adanya sikap
welas asih dalam keluarga, akan melahirkan anak-anak yang peduli kepada sesama dan kepada
lingkungan. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa extendeed family memiliki peran
penting dalam tahap perkembangan kedua dan ketiga. Lebih lanjut hasil penelitian ini akan
menjadi pijakan dalam memformulasikan kerangka modul mengasuh berkesadaran berdasarkan
tahap perkembangan keluarga.
Berdasarkan data hasil penelitian tahap pertama tersebut, maka peneliti akan
memformulasikan draft modul mengasuh berkesadaran berdasarkan tahap perkembangan
keluarga yang diimplementasikan pada kelompok terbatas khususnya pada orang tua di kota
Semarang.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang yang akan dicapai dalam penelitian ini secara umum, yaitu dihasilkannya
modul mengasuh berkesadaran berdasarkan tahap perkembangan keluarga. Hal ini sebagai
panduan bagi para orangtua dalam memberikan pola asuh yang tepat sesuai dengan tahapan
perkembangan keluarga. Pada tahap pertama didapatkan hasil terkait mengasuh berkesadaran
berdasarkan tahap perkembangan keluarga di Kota Semarang. Secara secara khusus tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian tahap kedua ini adalah memformulasikan draft modul mengasuh
berkesadaran berdasarkan tahap perkembangan keluarga yang diimplementasikan pada
kelompok terbatas. Lebih lanjut pada tahap ketiga, penelitian ini bertujuan untuk penyempurnaan
modul dan implementasi pada kelompok yang lebih luas.
1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan penelitian ini memiliki keutamaan,
diantaranya: (a) pola asuh berkesadaran yang dikembangkan mengacu pada pola asuh yang
mampu mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan penuh empati, mengasuh
dengan memiliki pemahaman dan penerimaan untuk tidak menghakimi, mengasuh yang dapat
mengatur emosi atau memiliki kecerdasan emosional, mengasuh yang bijaksana dan tidak
berlebihan, serta mengasuh dengan memiliki welas asih. Dengan demikian, interaksi antara
orangtua dan anak akan terjadi dalam kondisi yang “aman” dan nyaman bagi tumbuh kembang
anak, (b) dengan adanya penelitian ini akan dihasilkan modul mengasuh berkesadaran
berdasarkan tahap perkembangan keluarga, sehingga akan memudahkan para orangtua dalam
memberikan pola asuh yang tepat kepada anak-anak. Hal ini karena mempertimbangkan sisi
positif dan negative pengasuhan yang permisif dan otoriter. (c) Hasil penelitian ini akan
memberikan panduan dalam pola pengasuhan terhadap anak, yaitu mengasuh yang berkesadaran
yang nantinya diharapkan mampu melahirkan generasi yang sehat, baik secara fisik maupun
psikis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. State Of The Art Penelitian
Pada bagian pendahuluan disampaikan bahwa penelitian tentang pola asuh terhadap anak,
khususnya yang ada di Indonesia masih terbatas untuk mengetahui hubungan ataupun pengaruh
suatu variabel tertentu dengan variabel yang lain. Sedangkan untuk pengembangan pola asuh,
terutama mengasuh yang berkesadaran masih sangat terbatas. Kondisi-kondisi demikian
memberikan tantangan bagi peneliti untuk mengembangkan pola asuh yang berkesadaran
berdasarkan tahap perkembangan keluarga. Dalam pengembangan modul mengasuh
berkesadaran berdasarkan tahap perkembangan keluarga ini mengacu pada model mindful
parenting yang dikembangkan oleh Kiong (2015).
A. Mengasuh Berkesadaran
1. Pengertian mengasuh berkesadaran
Melly Kiong (2016) menjelaskan bahwa “parenting“ diartikan sebagai “pola mengasuh”
yaitu orangtua mengasuh anak-anaknya agar tumbuh menjadi pribadi-pribadi unggul. “mindful”
adalah “berkesadaran, eling..“ atau yang mengacu pada orang yang selalu menjaga
kesadarannya dari pikiran, ucapan, dan semua perilaku yang kurang pantas. Pendekatan
berkesadaran (mindful) dalam mengasuh anak (parenting) adalah salah satu metode yang
disarankan untuk membangun hubungan yang aman/secure antara orang tua dan anak (Siegel
dan Hartzell, 2003).
2. Aspek mengasuh berkesadaran
Ducan et al ( 2009), Baer et al (2006), Brown dan Ryan (2003), Kabat-Zinn (1994, 2003)
menjelaskan bahwa model mengasuh berkesadaran terdiri dari lima segmen atau aspek yaitu:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan empati
Perhatian yang benar dan kesadaran (eling) untuk menerima pengalaman saat ini (present
moment) merupakan hal utama dari hidup berkesadaran (Baer et.al, 2006; Brown dan Ryan
2003) dan juga untuk parenting yang efektif.Orangtua memberikan fungsi pelindung untuk anak-
anak yang membutuhkan perasaan aman dan menjaga mereka dari perasaan bahaya (Fonagy dan
Target 1997, Siegel 2001). Orang tua yang mempraktikkan konsep mendengar dan berbicara
secara eling/ berkesadaran, akan lebih sensitif terhadap isi percakapan dan lebih memahami serta
mengerti anak dari perubahan nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Selain itu orangtua
lebih mampu mendeteksi kebutuhan anak dan makna yang disampaikan anak.Orangtua dapat
menangkap makna tersembunyi dibalik kalimat-kalimat yang diucapkan anak, atau perubahan
bahasa tubuh yang ditampilkan anak. Apalagi untuk anak usia remaja-pemuda/i, mendengarkan
dengan penuh perhatian sangat penting karena orangtua tidak bisa memantau secara fisik
perilaku mereka. Sebagian besar informasi yang dikumpulkan orangtua adalah hanya melalui
laporan lisan dan bukan- pengamatan secara langsung (Smetana et.al. 2006). Orangtua perlu
memahami pikiran dan perasaan remaja sehingga orangtua akan menjadi lebih akurat, lebih
mengerti kondisi mereka, bahkan dapat mengurangi konflik serta perselisihan (Hastingsdan
Grusec, 1998). Paling utama adalah orangtua telah membangun keberanian anak untuk lebih
terbuka dengan komunikasi dua arah (Smetana et.al. 2006). Berbicara dengan menggunakan
empati adalah cara orangtua secara penuh kesadaran tidak menggunakan kata-kata mengancam,
intimidasi, kekerasan, dan harass. Orangtua selalu mengungkapan buah pikiran dengan kata-kata
yang berempati. Berempati berarti menempatkan diri pada posisi anak dan merasakan apa yang
mereka rasakan. Dengan demikian, kata-kata yang diungkapkan adalah kata-kata yang dengan
penuh kesadaran dapat mewakili pikiran dan perasaan mereka.
b. Pemahamanan dan penerimaan untuk tidak menghakimi diri sendiri dan anak
Pikiran manusia cukup rumit dan mahir membuat penilaian di alam bawah sadar (Bargh
dan Chartrand, 1999). Anak sering memiliki persepsi atas atribut (penilaian) dan kompetensi
yang sangat tergantung apa yang ada dalam benak orangtuanya akan mempengaruhi harapan
mereka, nilai-nilai, dan akhirnya ke perilaku anak mereka (Jacobs dan Eccles 1992; Jacobs et. al,
2005). Orangtua melalui pesan perilaku dan pesan verbalnya, menekankan dan
mengomunikasikan keyakinan mereka tentang atribut dan kompetensi yang harus diterima dan
dimiliki anak mereka.Pola seperti ini dapat bisa karena keinginan orangtua agar anak mereka
seperti yang mereka inginkan.Meskipun bahkan terkadang sangat tidak realistis untuk anak nya
(Goodnow, 1985).
c. Kesadaran emosional diri sendiri dan anak
Model mengasuh berkesadaran menekankan pada kapasitas orangtua atas perhatiannya
terhadap emosi dalam diri dan anaknya. Kecerdasan emosional yang baik pada gilirannya akan
men-trigger proses evaluasi otomatis (Bargh and Williams, 2007) yang menuntun pada
penetapan perilaku yang baik. Orangtua yang memahami dimensi ketiga dapat mengidentifikasi
emosi dirinya dan emosi anaknya dengan membawa perhatian yang berkesadaran pada saat
interaksi. Mereka akan dapat membuat pilihan-pilihan secara sadar tentang bagaimana
merespons, daripada selalu reaktif.
d. Pengaturan-diri dalam hubungan pengasuhan/parenting.
Pengaturan dan pengendalian diri pada dasarnya adalah proses dimana orangtua tidak
menunjukkan fluktuasi yang berlebih-lebihan terhadap suatu perilaku yang ditunjukkan oleh
anak. Orangtua sering merusak anak dengan terlalu menyanjung, terlalu membanggakan, terlalu
mengelu-elukan prestasi anak.Bahkan terlalu menghakimi, terlalu memandang remeh, serta
terlalu menyepelekan anak.Kedua ekstrim ini harus dihindari, itulah sebabnya disebut mindful
parenting.Mindful berarti juga tidak meledak-ledak, selalu tenang terkendali. Dengan melakukan
ini, orangtua akan menghindari anak dari sombong, atau angkuh, minder, atau merasa tak
mampu. Kedua hal ini seringkali kita menyebutkan dengan istilah yang rumit yakni: superiority
complex dan inferiority complex.
e. Welas asih untuk diri sendiri dan anak.
Welas asih dalam “Mengasuh Berkesadaran” menghindarkan diri dari menyalahkan diri
ketika tujuan orangtua tidak tercapai, yang kemudian memungkinkan membangun kembali
hubungan dalam mengejar tujuan orangtua. Mengembangkan welas asih dalam keluarga, akan
melahirkan anak-anak yang peduli kepada sesama, kepada lingkungan, kepada hewan, dan
kepada segala fenomena yang kurang berkenan di masyarakat.
Jadi berdasarkan dari penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa mengasuh
berkesadaran adalah metode pengasuhan dengan mengacu pada sikap, perilaku, ucapan dan
penampilan orang tua yang selalu memiliki kesadaran/eling dalam mengasuh anak sehingga
terjalin hubungan aman antara orang tua dan anak. Kondisi ini ditunjukkan dengan
mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan empati, pemahaman dan penerimaan
untuk tidak menghakimi, pengaturan emosi atau kecerdasan emosional, mengasuh dengan
bijaksana dan tidak berlebihan, dan welas asih.
B. Tahap Perkembangan Keluarga
1. Pengertian tahap perkembanan keluarga
Tahap perkembangan keluarga (Family life cycle / FLC) mencoba menjelaskan perbedaan
fundamental pada beberapa tipe keluarga dengan kehadiran anak. Menurut Mattessich & Hill
(1987) konsep tahap perkembangan keluarga digunakan untuk membandingkan variasi tuntutan
kerja keluarga ketika seseorang memasuki usia dewasa, berkaitan dengan kehadiran dan usia
anak. Konsep ini menyediakan suatu cara untuk mengkategorikan keluarga yang mengalami
peristiwa yang sama, menghadapi krisis yang sama dan mencoba untuk mencapai tugas
perkembangan yang sama.
Sesuai dengan teori tahap perkembangan keluarga dari Duvall (dikutip dari Murphy &
Staples, 1979), bahwa setiap keluarga akan berkembang melalui fase perkembangan keluarga
yaitu, (a) Keluarga pemula (juga menuju pasangan menikah atau tahap pernikahan), (b) keluarga
sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai umur 30 bulan), (c) keluarga dengan
anak usia prasekolah (anak tertua berumur 30 bulan hingga 6 tahun), (d) keluarga dengan anak
usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13 tahun), (e) Keluarga dengan anak remaja (anak
tertua berumur 13 hingga 25 tahun), (f) keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sampai anak terakhir) yang meninggalkan rumah, (g) orangtua usia
pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan), (h) keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga
menunjuk kepada anggota keluarga yang berusia lanjut atau pensiun) hingga pasangan yang
sudah mengenalinya.
Masing-masing tahap perkembangan keluarga tersebut menunjukkan tingkat tanggung
jawab yang berbeda, sehingga dapat dijadikan indikator tentang peran seseorang dalam keluarga.
Dalam hal ini berkaitan dengan tanggung jawab tentang keberadaan anak, yang secara sosial
mempengaruhi peran domestik orang tua, khususnya dalam hal pengasuhan. Menurut Schnittger
& Bird (1990) tiap tahap merepresentasikan bahwa keluarga memulai suatu pola tingkah laku
yang berbeda. Selama kehidupan dalam tahapan keluarga tersebut, perubahan penting terjadi
tidak hanya dalam komposisi tetapi juga dalam karakteristik lain dari tiap-tiap kelompok tahapan
yang dapat diukur.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tahap perkembangan keluarga adalah tahap
keberlangsungan sebuah keluarga berkaitan dengan adanya perbedaan fundamental dengan
mengkategorikan keluarga yang mengalami peristiwa yang sama, menghadapi krisis yang sama
dan mencoba untuk mencapai tugas perkembangan yang sama, yang ditentukan berdasarkan
kehadiran dan usia anak pertama.
2. Siklus tahap perkembangan keluarga
Siklus tahap perkembangan keluarga (oleh Duvall. 1977) terdiri dari delapan tahap yaitu:
a. Tahap awal perkawinan (newly married)
Pada tahap ini pasangan baru saja menikah dan belum mempunyai anak, tahap ini
biasanya berlangsung rata-rata selama 2 tahun.Tugas pengembangan keluarga yang dihadapi
biasanya adalah penyesuaian diri dengan kehidupan keluarga yang baru dibentuk,
mempersiapkan diri untuk kehamilan dan menjadi orangtua.
b. Tahap keluarga dengan bayi (birth of the first child)
Pada tahap ini keluarga telah mempunyai bayi (sampai dengan usia 30 bulan) dapat satu
atau dua orang, biasanya tahap ini berlangsung rata-rata 2,5 tahun. Tugas pengembangan
keluarga yang dihadapi adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
bayinya, menyesuaikan penghasilan dan pengeluaran untuk merawat bayinya, menyediakan
rumah yang nyaman untuk orang tua dan bayinya.
c. Tahap keluarga dengan anak usia prasekolah (family with preschool children).
Pada tahap ini keluarga telah mempunyai anak dengan usia prasekolah (usia 30 bulan
sampai dengan 6 tahun), biasanya tahap ini berlangsung rata-rata 3,5 tahun. Tugas
pengembangan keluarga yang dihadapi adalah menyesuaikan diri dengan penghasilan dan
pengeluaran untuk keperluan anaknya, menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
d. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah (family with children in school).
Pada tahap ini keluarga telah memiliki anak dengan usia sekolah (usia 6-13 tahun),
biasanya tahap ini berlangsung rata-rata selama 7 tahun. Tugas pengembangan keluarga yang
dihadapi adalah menyiapkan diri menjadi orang tua yang baik, menyesuaikan penghasilan dan
pengeluaran tambahan membesarkan anak usia sekolah, pengaturan pengembangan fisik, sosial,
emosional, serta kecerdasan dan pendidikan anak usia sekolah.
e. Tahap keluarga dengan anak usia remaja (family with teenagers)
Pada tahap ini keluarga telah memiliki anak usia remaja (13-20 tahun), tahap ini
berlangsung rata-rata 7 tahun. Tugas pengembangan keluarga yang dihadapi adalah menjadi
orang tua yang baik, menyeimbangkan kebebasan dengan tanggungjawab dan emansipasi pada
anak remajanya, memelihara keharmonisan keluarga untuk perkembangan mental, emosional
dan kecerdasan anak remaja.
f. Tahap keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan keluarga (family as launching centre)
Pada tahap ini satu persatu anak meninggalkan keluarga. Dimulai dari anak tertua dan
diakhiri oleh anak terkecil, biasanya berlangsung rata-rata 8 tahun. Tugas pengembangan
keluarga yang dihadapi adalah mempersiapkan diri untuk ditinggal anak-anak, mempersiapkan
diri untuk berkomunikasi dengan anak-anak sebagai orang dewasa, lebih meningkatkan
hubungan suami istri dan mempersiapkan diri untuk menjadi mertua, kakek, nenek yang baik.
g. Tahap orang tua usia menengah (parent alone in middle years)
Pada tahap ini semua anak telah meninggalkan keluarga, yang tinggal hanya suami istri
dengan usia menengah (usia sampai dengan masa pensiun), rata-rata berlangsung selama 15
tahun. Tugas pengembangan keluarga yang harus dilaksanakan adalah mempersiapkan diri untuk
memasuki usia pensiun, mempersiapkan diri untuk menjadi mertua, kakek, nenek yang baik,
membangun kembali hubungan suami istri.
h. Tahap keluarga usia jompo (aging family members)
Pada tahap ini suami istri telah berusia lanjut sampai meninggal dunia (sudah memasuki
masa pensiun), berlangsung rata-rata selama 10 tahun sampai dengan 15 tahun.Tugas
pengembangan keluarga yang harus dilaksanakan adalah mempersiapkan diri untuk hidup
sendiri, mengisi masa pensiun dengan kegiatan yang bermanfaat, mengatur pengeluaran sesuai
dengan uang pensiun, mempersiapkan diri untuk kehilangan pasangan dan menghadapi penyakit
dan kelainan generatif.Untuk dapat berlangsungnya setiap tahap dari siklus kehidupan keluarga
yang baik, tiap keluarga mempunyai tugas-tugas tertentu yang harus dilaksanakannya.
Pada penelitian ini menggunakan empat tahap perkembangan keluarga meliputi tahap
kedua sampai dengan tahap kelima, yaitu keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah
bayi sampai umur 30 bulan), keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 30
bulanhingga 6 tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13
tahun), dan keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur 13 hingga 25 tahun). Hal ini
berdasarkan pertimbangan bahwa mengasuh berarti keluarga yang sudah memiliki anak dan hal
itu dimulai dari tahap perkembangan keluarga kedua.
Mengasuh berkesadaran berdasarkan tahap perkembangan keluarga artinya orang tua
selalu menjaga kesadarannya dari pikiran, ucapan, dan semua perilaku yang kurang tepat dalam
mengasuh anak sesuai tahap perkembangan keluarga. Artinya mengasuh anak ketika berusia bayi
berbeda dengan anak usia prasekolah dan tentu saja berbeda dengan anak ketika menginjak
remaja. Kondisi demikian tentu saja memerlukan pengetahuan dan ketrampilan dari para orang
tua sesuai tahap perkembangan keluarga tersebut. Misalnya pada tahap perkembangan keluarga
dengan anak bayi, orang tua mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
bayinya, pada tahap perkembangan keluarga dengan anak anak dengan usia prasekolah, orang
tua menyesuaikan diri dengan penghasilan dan pengeluaran untuk keperluan anaknya serta
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Sementara pada tahap keluarga dengan
anak usia remaja tugas pengembangan keluarga yang dihadapi adalah menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab dan emansipasi pada anak remajanya, memelihara
keharmonisan keluarga untuk perkembangan mental, emosional dan kecerdasan anak remaja.
2.2. Peta Jalan Penelitian
Gambar 1. Peta Jalan Penelitian
2.3. Penelitian sebelumnya
Sebagaimana telah dituliskan dalam peta jalan, peneliti telah melakukan studi
pendahuluan antara lain:
a. Penelitian Geurtzen (2014) menunjukkan hasil bahwa dari enam dimensi mindful parenting,
dimensi penerimaan tanpa menghakimi secara signifikan berhubungan dengan internalisasi
problem remaja. Diketahui bahwa tingginya penerimaan orang tua terhadap anak tanpa
Rencana Penelitian Selanjutnya
1. Menyusun Kerangka Model pola asuh berkesadaran pada tahap perkembangan keluarga yang telah divalidasi oleh ahli
2. Penerapan Model pola asuh berkesadaran pada tahap perkembangan keluarga yang telah teruji dan siap pakai
menghakimi berdampak terhadap sedikitnya anak-anak yang mengalami gejala depresi dan
kecemasan.
b. Hasil penelitian MacDonald, E.E. & Hastings, R.P., (2010), pada anak-anak yang
mengalami gangguan intelektual menunjukkan bahwa ayah yang lebih “sadar” dalam peran
orangtua yang tercermin dalam peningkatan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak,
berdampak terhadap kemampuan sosialisasi anak yang lebih baik.
c. Hasil penelitian Jeanette A. Cohen, A & Semple, R.J (2010) menunjukkan bahwa intervensi
pendekatan pengasuhan yang berkesadaran (mindful parenting) dapat menurunkan stress,
meningkatkan kepuasan peran sebagai orang tua, menurunkan agresifitas anak, dan
meningkatkan perilaku prososial pada anak.
d. Penelitian Tamir & Antonucci (1984) yang membuktikan bahwa pada masa awal tahap
perekembangan keluarga, orang dewasa lebih sering menggunakan dukungan sosial, tetapi
hasilnya kurang memuaskan. Selanjutnya disimpulkan bahwa tahap perkembangan keluarga
memberikan suatu alat yang penting untuk mengukur perubahan perkembangan. Dalam
banyak kasus, tahap perkembangan keluarga secara signifikan diasosiasikan dengan
perubahan psikologis dan sosial pada masa dewasa.
e. Hasil penelitian Handayani, A., dkk. (2016) memberikan hasil bahwa pada empat tahap
perkembangan keluarga, mulai dari tahap kedua sampai tahap kelima telah menerapkan pola
asuh berkesadaran. Penerapan lima aspek dalam pola asuh berkesadaran memberikan
kontribusi positif bagi psikologis orang tua dan anak. Diantaranya adalah adanya perhatian
dan empati orang tua terhadap anak berdampak pada orang tua lebih paham tentang kondisi
anak. Adanya kesadaran atas emosional diri dan emosi anak akan membangun kelekatan
dengan anak, yang nantinya menjadi dasar pembentukan kompetensi sosial dan emosi saat
dewasa. Selanjutnya adanya sikap welas asih dalam keluarga, akan melahirkan anak-anak
yang peduli kepada sesama dan kepada lingkungan. Dalam penelitian ini juga ditemukan
bahwa extendeed family memiliki peran penting dalam tahap perkembangan kedua dan
ketiga.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D) karena adanya
luaran yang dihasilkan yaitu modul mengasuh berkesadaran pada tahap perkembangan keluarga.
Penelitian Research and Development menurut Sukmadinata (2008: 164) adalah suatu proses
atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk
yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan.
3.2. Variabel Penelitian
a. Mengasuh berkesadaran mengacu pada sikap, perilaku, ucapan dan penampilan orang tua
yang selalu memiliki kesadaran/eling dalam mengasuh buah hati dengan konsep dasar
mengasuh berkesadaran. Selanjutnya mengasuh berkesadaran ini meliputi aspek-aspek:
mendengarkan dan berbicara dengan mindful, tidak menghakimi diri sendiri dan anak,
kesadaran emosional diri sendiri dan anak, pengaturan diri dalam hubungan parenting, welas
asih untuk diri sendiri dan anak.
b. Tahap perkembangan keluarga; adalah tahap keberlangsungan sebuah keluarga berkaitan
dengan tugas perkembangan yang telah dicapai keluarga tersebut, yang ditentukan
berdasarkan kehadiran dan usia anak pertama. Tahap perkembangan keluarga diukur
berdasarkan kehadiran dan usia anak pertama dalam sebuah keluarga.
3.3. Prosedur Pengembangan Modul Mengasuh Berkesadaran pada Tahap Perkembangan
Keluarga
Ada beberapa tahapan yang harus ditempuh selama penelitian pengembangan, antara lain
(a) studi pendahuluan, (b) perencanaan, (c) pengembangan model hipotetik, (d) penelaahan
model hipotetik, (e) revisi, (f) uji coba terbatas, (g) revisi hasil uji coba, (h) uji coba lebih luas,
(i) revisi model akhir, dan (j) disemiasi dan sosialisasi. (Borg & Gall, 2003: 271).
3.3.1. Tahun Pertama
Tahap Pertama/ tahun pertamaa, kegiatan yang dilakukan meliputi:
mengidentifikasi permasalahan dan pengumpulan data yang didapatkan orang tua dari
perwakilan setiap tahap perkembangan.
Gambar 2. Alur kegiatan penelitian pada tahun pertama
Pada tahap pertama didapatkan hasil terkait mengasuh berkesadaran berdasarkan tahap
perkembangan keluarga di Kota Semarang.
3.3.2. Tahun Kedua
Tahap kedua/ tahun kedua, kegiatan yang dilakukan meliputi: Penyusunan
kerangka/ desain modul, validasi ahli, revisi desain, Uji coba I, revisi dan penyusunan
laporan hasil uji coba.
Gambar 3. Alur kegiatan penelitian pada tahun kedua
3.3.3. Tahun Ketiga
Tahap ketiga/ tahun ketiga, kegiatan yang dilakukan meliputi: Penyusunan modul,
Uji coba II, penyempurnaan produk hasil uji coba II, serta tahap terakhir diseminasi dan
implementasi.
Gambar 4. Alur kegiatan penelitian pada tahun ketiga
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Peran metode pengumpulan data dalam penelitian sangat penting. Harapannya dengan
menggunakan metode yang tepat, maka akan diperoleh data yang relevan. Teknik pengumpulan
data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan angket, wawancara dan studi
dokumentasi.
3.4.1. Instrumen Penelitian
Guna mendapatkan data dari lapangan maka dipergunakan instrumen penelitian,
berupa angket. Adapun kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini, sebagai berikut:
SUBYEK INFORMASI YANG DIBUTUHKAN INSTRUMEN Penyusunan modul mindful parenting Uji Modul 1. Ahli materi (ahli
psikologi keluarga) 2. Ahli media
Aspek-aspek mindful parenting Penilaian mengenai modul pengembangan Penilaian mengenai model pengembangan
Lembar validasi berupa angket Lembar validasi berupa angket
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1. Anggaran Biaya
RINCIAN ANGGARAN TAHUN I, II. DAN III
No Jenis Pengeluaran Biaya Tahun
Pertama Biaya Tahun
Kedua Biaya Tahun
Ketiga
1 Gaji dan upah Rp. 7,000,000 Rp. 8,000,000 Rp. 6,000,000
2 Bahan habis pakai dan peralatan Rp. 5,900,000 Rp. 5,815,000 Rp. 4,200,000
3 Perjalanan Rp. 2,600,000 Rp. 3,200,000 Rp. 2,100,000
4 Lain-lain (publikasi, seminar, laporan
Rp. 2,000,000 Rp. 3,750,000 Rp. 7,7000,000
JUMLAH Rp. 17,500,000 Rp. 20,015,000 Rp. 20,000,000 TOTAL Rp. 57,515,000
4.2. Jadwal Penelitian
a. Jadwal Penelitian untuk Tahun Pertama
No Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyusunan proposal
2 Penyusunan instrumen
3 Pengumpulan data awal
4 Pengolahan data
5 Pelaksanaan FGD
6 Penyusunan hasil
7 Publikasi dan laporan
b. Jadwal Penelitian untuk Tahun Kedua
No Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Perencanaaan prototipe
2 Uji ahli
3 Revisi desain prototipe
4 Uji coba lapangan
5 Penyusunan laporan hasil
prototype
6 Publikasi dan laporan
c. Jadwal Penelitian untuk Tahun Ketiga
No Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Analisis hasil penelitian
tahap 1
2 Revisi uji coba lapangan
3 Uji coba lapangan kedua
4 Penyempurnaan produk
hasil uji lapangan
5 Uji pelaksanaan lapangan
6 Penyempurnaan produk
7 Deseminasi hasil dan
implementasi
8 Publikasi
DAFTAR PUSTAKA
Bibi, Farzana., et. all. 2013. Contribution of Parenting Style in Domain of Children. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS), Vol. 12, Issue 2 (May-Jun. 2013), pp 91-95. e-ISSN: 2279-0837. Diunduh melalui www.Iosrjournal.Org pada tanggal 23 April 2016.
Borg, W.R., Gall, M.D. 2003. Educational Reseach: An Introduction. London: Longman,
Inc. Cohen, Jeanette A. Sawyer & Randye J. Semple. 2009. Mindful Parenting: A Call for
Research. J Child Fam Stud, Vol. 19, p. 145-151 June 2009. Diunduh melalui Springerlink.com, pada tanggal 23 April 2016.
Duncan, Larissa G, J. Douglas Coatsworth, & Mark T. Greenberg. 2009. A Model of Mindful
Parenting: Implication for Parent-Child Relationship and Prevention Research. Clin Child Fam Psychol Rev, Vol. 12, p. 255-270 May 2009. Diunduh melalui Springerlink.com, pada tanggal 23 April 2016.
From Psychology with Lovely Heart. 2014. Dampak Pengasuhan Orangtua Otoriter
terhadap Perkembangan Psikososial Anak Usia 6-12 tahun. Oleh Yanosta. Diunduh melalui psikologi-untar.blogspot.co.id. pada tanggal 24 April 2016.
Geurtzen, Naline, et. all. 2014. Association Between Mindful Parenting and Adolescents’
Internalizing Problem: Non-Judgement Acceptance of Parenting as Core Element. J Child Fam Stud Vol. 24, p. 1117-1128 February 2014. Diunduh melalui www.Springerlink.com pada tanggal 23 April 2016.
Ibu Icha. 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Artikel
Jurnal MEDTEK, Vol. 2 No. 1 April 2010. Makasar: St. Aisyah, Jurusan PKK, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makasar. Diunduh melalui ft-unm.net/medtek/Jurnal_Medtek_Vol.2_No.1_April_2010 pada tanggal 24 April 2016.
Jonhson, David W. & Frank P. Johnson. 2012. Dinamika Kelompok-Teori dan Keterampilan.
Edisi Kesembilan. Jakarta: PT. Indeks. King, Laura A., 2013. The Science of Psychology: An Appreciative View. (3th ed.). New
York: McGraw Hill. Kiong, Melly. 2015. Mindful Parenting. Kemendikbud. L. M., Tamir, & Antonucci, T.C. 1984. Self-Perception, Motivation, and Social Support
through the Family Life Course. Journal of Marriage and Family, 43, 151-160. Diunduh pada tanggal 23 Arpril 2016.
Manaf, Muzakir. 2015. Wagub: Kasus Kekerasan Anak, Imbas dari Kesalahan Pola Asuh. www.acehprov.go.id/news/read. Diunduh pada Jumat, 22 April 2015.
MacDonald, Elaine E., & Richard P. Hastings. 2008. Mindful Parenting and Care
Involvement of Father of Children with Intellectual Disabilities. J Child Fam Stud Vol. 19, p. 236-240 November 2008. Diunduh melalui www.Springerlink.com, pada 23 April 2016.
Mantiri, Gabriella Prillycia & Fitri Andriani. 2012. Pengaruh Konformitas dan Persepsi
mengenai Pola Asuh Otoriter Orangtua terhadap Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency). Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Vol. 1/ No. 2/ Juni 2012. ISSN 2301-7104. Diunduh melalui journal.unair.ac.id pada tanggal 24 April 2016.
Murphy & Staples, W.A. 1979. A Modernized Family Life Cycle Nuryati. 2015. Bulliying Terjadi karena Pola Asuh Orang Tua .
Komunitas.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional. Diunduh pada Jumat, 22 April 2015.
Pravitasari, Titis. 2012. Pengaruh Persepsi Pola Asuh Permisif Orangtua Terhadap Perilaku
Membolos. Educational Psychology Journal Vol. 1, No. 1, Februari 2012. Semarang: Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Diunduh melalui journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ejp.
Risman, Elly. 2014. Kasus Ade Sara, Dampak Salah Asuh Orangtua? .
health.kompas.com/read. Diunduh pada Jumat, 22 April 2015. Seth, Monika & Kala Ghormode. 2013. The Impact of Authoritative Parenting Style on
Educational Performance of Learners at High School Level. International Reseach Journal of Social Science Vol. 2 (10), October 2013. ISSN: 2319-3565. Diunduh melalui www.isca.in/IJSS/Archive pada tanggal 24 April 2016.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset. Van der Oord, Saskia, et. all. 2011. The Effectiveness of Mindfulness Training for Children
with ADHD and Mindful Parenting for their Parents. J Child Fam Stud, Vol 21. p. 139-147 February 2011. Diunduh melalui www.Springerlink.com pada tanggal 23 April 2016.
top related