case komplit
DESCRIPTION
fvcdfTRANSCRIPT
Presentasi Kasus Kepada Yth
Indra Ihsan Bapak/Ibu dr…………………
Rabu, 23 maret 2011
TB PARU POST PRIMER PADA ANAK
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua didunia yang sampai saat ini
masih menjadi masalah kesehatan global dan Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah
India dan Cina. Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7 juta kematian karena
TB pada tahun 2006 1.2. TB masih merupakan penyakit yang sering menyebabkan kesakitan
dan kematian pada anak. Selama tahun 2000 diperkirakan 884.000 (10.7%) kasus terjadi pada
anak usia < 15 tahun2. Tuberkulosis anak merupakan penyakit penting di negara berkembang
karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi. 3
TB paru post primer atau dikenal juga dengan adult type tuberculosis jarang dijumpai
pada anak, insiden berkisar antara 5-10% dari kasus TB pada anak.4 TB paru jenis ini
berkembang dari reaktivasi fokus dorman pada TB paru primer atau melalui proses reinfeksi.
Proses reaktivasi dan reinfeksi dapat dipicu oleh menurunnya sistem imunitas tubuh seperti
adanya malnutrisi, keganasan , HIV, diabetes ataupun gagal ginjal. 5.6
TB paru post primer tergolong TB paru berat, ditandai dengan adanya nekrosis
kaseosa dan pembentukan kavitas.7 Adanya kavitas menandakan terdapatnya populasi basil
Mycobacterium Tuberculosa yang tinggi dan beresiko sebagai sumber penularan 6. TB paru
post primer pada anak harus segera diberi pengobatan untuk memberantas mata rantai
penularan , mengurangi tingkat keparahan penyakit dan kematian. 8
Kasus
Seorang anak perempuan, MF, berumur 8 tahun 1 bulan, dirawat di bangsal anak
RSUP Dr. M. Djamil selama 15 hari (16-30 Desember 2010). Alloanamnesis didapatkan dari
ayah dan ibu kandung. Keluhan utama, demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang, nafsu makan berkurang sejak 6 bulan sebelum masuk
rumah sakit, anak makan nasi 1x sehari dan hanya mampu menghabiskan ½ porsi, anak lebih
suka makan mie instant (hampir setiap hari). Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit anak
sama sekali tidak mau makan dan hanya mau minum teh manis. Berat badan semakin turun
1
sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, berat badan tertinggi 18 kg ditimbang 6 bulan
yang lalu. Batuk sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, berdahak, warna kuning
kehijauan, tidak berdarah. Berkeringat malam sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, setiap hari, tidak tinggi, hilang timbul,
tidak berkeringat, tidak menggigil. Mual muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang
tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama ada ( nenek dari pihak ibu), tidak ada
riwayat bepergian ke daerah endemis malaria. Tidak ada riwayat nyeri dan pembengkakan
sendi. Buang air kecil (BAK) jumlah, frekuensi, dan warna biasa, tidak ada riwayat nyeri saat
BAK, tidak ada riwayat keluar batu saat BAK. Buang air besar konsistensi dan warna biasa
terakhir 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Anak dirawat di RSUD Kerinci 14 hari sebelum masuk rumah sakit selama 6 hari
karena demam dan berat badan makin turun. Anak pulang paksa, saat pulang anak diberi obat
puyer penurun panas, obat batuk dan antibiotik. Selama dirumah anak masih demam dan
tidak mau makan, akhirnya keluarga memutuskan untuk mambawa anak ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
Nenek menderita batuk lama, meninggal satu tahun yang lalu, baru diketauhi
menderita TB paru saat dirawat satu tahun yang lalu, mempunyai riwayat batuk berdarah,
tidak pernah mendapat pengobatan TB sering berkontak dengan pasien sejak lahir. Tidak ada
anggota keluarga lain atau tetangga yang menderita batuk lama.
Pasien merupakan anak tunggal, kehamilan cukup bulan, selama hamil ibu tidak
pernah menderita penyakit berat. Lahir spontan, ditolong dukun, berat badan lahir tidak
ditimbang, panjang badan tidak diukur, langsung menangis. Anak pernah mendapat imunisasi
usia 2 bulan , didaerah lengan atas, bekas suntikan bengkak dan memerah, anak demam,
anak tidak pernah lagi di imunisasi karena orang tua takut anak akan demam setelah di
imunisasi.
Gigi pertama tumbuh pada umur 8 bulan, anak sudah bisa tengkurap pada umur 4
bulan, duduk umur 8 bulan, berdiri umur 10 bulan, berjalan umur 11 bulan, bicara 13 bulan,
membaca dan menulis usia 5,5 tahun. Saat ini anak duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar.
Pasien mendapat air susu ibu (ASI) sejak lahir sampai umur 2 tahun, buah biskuit
sejak umur 4 bulan, bubur susu sejak umur 6 bulan, nasi tim sejak umur 9 bulan. Anak
mendapat nasi biasa sejak umur 12 bulan, sebelum sakit anak makan 3x sehari ½-1 porsi
2
dengan ikan 3-4x seminggu, tempe 1x seminggu dan telur 2x seminggu, daging 1-2x
sebulan, jarang mengkonsumsi buah, sayur dan susu. Kesan kualitas dan kuantitas makanan
kurang.
Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan
Ayah pasien berumur 34 tahun, pendidikan SLTA, pekerjaan pegawai negri dengan
penghasilan ± Rp. 800 ribu perbulan, tinggi badan 141 cm. Ibu berumur 30 tahun, pendidikan
tamat SLTP, pekerjaan ibu rumah tangga, tinggi badan 145 cm. Rumah semipermanen,
berlantai semen, dinding terbuat dari papan dan atap dari seng. Ruang tamu menyatu dengan
ruang keluarga dan ruang makan, memiliki 2 kamar tidur. Ventilasi dan sirkulasi udara
kurang, didalam kamar hanya ada 1 jendela berukuran 50x50cm. Sumber air minum dari
sumur gali dibelakang rumah. Keluarga pasien belum mempunyai kamar mandi sendiri,
aktivitas MCK dilakukan disungai dekat rumah. Pekarangan rumah sempit, sampah dibakar.
Kesan higiene dan sanitasi lingkungan kurang.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
apatis, tekanan darah 100/70 mmHg, laju denyut nadi 140x/menit, laju nafas 26 x/menit, suhu
tubuh 36,80C. Tidak ada oedem. Tinggi badan (TB) 109 cm dan berat badan (BB) 12 kg,
berat badan menurut umur (BB/U) 46.15%, tinggi badan menurut umur (TB/U) 84.5%, berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) 63.15%, kesan status gizi buruk. Kulit teraba hangat,
keriput, lemak subkutis tipis, turgor kembali lambat. Teraba pembesaran kelenjar getah
bening regio koli dextra dan sinistra, multipel, ukuran bervariasi mulai 2x1x1cm sampai
0,5x0,5x0,5, mobile, tidak nyeri tekan, tidak konfluen. Mata cekung, konjungtiva sub anemis,
sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 mm, reflek cahaya +/+ normal. Tonsil T1-T1
tidak hiperemis, faring tidak hiperemis. Mukosa mulut dan bibir kering, lidah tidak kotor,
pinggir tidak hiperemis. Kaku kuduk tidak ada. Bentuk dada normal, gerakan dada simetris,
fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi sonor, suara nafas vesikuler, ronki dan whizing
tidak ada, suara amforis tidak ada. Jantung irama teratur, bising tidak ada. Perut tidak
distensi, hepar dan lien tidak teraba, tidak ditemukan sudamina, perkusi timpani, bising usus
(+) normal. Tidak ditemukan gibbus pada punggung. Anggota gerak akral hangat, refilling
kapiler baik, oedem pretibia -/-, reflek fisiologis +/+ normal, reflek patologis Babinski -/-,
Chaddok -/-, Gordon -/-, Scafer -/-, Oppenheim -/- dan tanda rangsang meningeal Brudzinski
I, II dan Kerniq tidak ada.
3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah :Hemoglobin 10.2 gr/dl, leukosit 7.600/mm3, hitung jenis 0/0/3/72/18/7, LED: 60
mm/jam1, hematokrit : 32%, eritrosit : 4.46 juta/mm3, trombosit : 501.000/mm3.
Gambaran darah tepi normositik, normokrom.
Urin dan feses dalam batas normal
DAFTAR MASALAH
1. Demam Lama
2. Gizi Buruk Tipe Marasmik dengan dehidrasi
3. Imunisasi Tidak Lengkap
4. Anemia
DIAGNOSIS KERJA
1. Tersangka TB Paru
DD/: Demam Tifoid
2. Gizi buruk tipe marasmik (kondisi III)
3. Anemia normositik normokrom ec penyakit kronik
TATALAKSANA
1. Observasi demam lama
Diagnostik
- Tersangka TB Paru
o Mountoux test
o Rontgen Thorax AP dan lateral
o BTA Sputum
o Biakan Sputum
- Demam Tifoid
o Pemeriksaan Widal
o Kultur Empedu
2. Gizi buruk tipe marasmik (kondisi III)
Diagnostik
- Protein total, albumin, globulin
4
- Elektrolit, GDR
- Kholesterol
Terapeutik
- Larutan gula pasir 10% 50 ml
- Resomal 60 cc tiap 30 menit selama 2 jam I. Dilanjutkan dengan resomal
60 cc , selang seling dengan F75 125 cc untuk 10 jam berikutnya
- Ampisilin 4x600 mg IV
- Gentamisin 1x80 mg IV
- Vitamin A 200.000 IU
- Vitamin B complex 2x1 tablet
- Zink 1x20 mg
3. Anemia normositik normokrom
Diagnostik : Pemeriksaan darah lengkap
4. Imunisasi tidak lengkap
Terapeutik : Melengkapi imunisasi
Edukasi : Pentingnya imunisasi dan jadwal pemberianya
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan protein total : 6,2 mg/dl, albumin 2,3 mg/dl, globulin 3,9 mg/dl kesan
Hipo albuminemia
Gula darah sewaktu : 95 mg/dl, kesan dalam batas normal
Kadar natrium: 135 mmol/l, kalium 4,5 mmol/l, kesan dalam batas normal
Widal: STO: 1/160 STH 1/160
Pemantauan
Pada 12 jam rawatan
Selama 2 jam pertama setelah anak di rawat, dilakukan pemberian resomal 60 cc per
NGT tiap setengah jam dan dilakukan pemantaun ketat. Kondisi anak selama pemberian
resomal cukup stabil, toleransi minum baik, tidak ada muntah atuapun diare , laju nadi rata-
rata 134-128 x/menit, nafas 22-24 x / menit. Selanjutnya diberikan formula 75 sebanyak 125
cc selang seling dengan resomal 60 cc tiap setengah jam sampai 10 jam berikutnya. Anak
toleran terhadap formula 75, tidak ada muntah dan diare dan vital sign dalam batas normal.
5
Setelah 12 jam rawatan rehidrasi tercapai, anak sadar, tidak ada diare dan muntah,
BAK ada, laju nadi 114x/mnt, nafas 26x/mnt, TD 100/60 MmHg, BB: 12,5 kg, mata tidak
cekung, air mata ada, turgor kembali cepat. Selanjutnya F75 diberikan setiap 4 jam.
Rawatan hari ke-2
Anak demam, tidak tinggi, batuk masih ada, makanan cair masuk personde, toleransi
minum baik (tidak ada muntah dan diare), sesak nafas tidak ada, BAB sudah keluar. Keadaan
umum sedang, anak sadar, laju nadi 112 kali permenit, laju nafas 26 kali permenit, suhu
37,8ºC, tekanan darah 100/60 MmHg, berat badan 12.5 kg. Mata konjungtiva sub anemis,
sklera tidak ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising
usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan perbaikan.
Anak diberi terapi F75 8x150 cc, Ampisilin 4x600 mg IV, gentamisin 1x80 mg IV,
asam folat 1x5 mg PO, Vitamin B complex 2x1 tablet , Vitamin C 2x1 tablet, Zink 1x20 mg
PO, dan Paracetamol 125 mg PO (T>38,5oC). Berdasarkan perhitungan pediatric nutrional
care (PNC), saat ini anak mendapat kalori 900 kkal dan baru memenuhi 80% RDA
berdasarkan berat badan absolut atau 52.6% dari RDA berdasarkan berat badan ideal.
Saat ini dilakukan matoux test .Pemeriksaan kholesterol total 106 mg/dl. Expertise
rontgen thorax AP dan Lateral, Tampak infiltrat di perihiler dan parakardial dikedua lapangan
paru, kalsifikasi (-), konsolidasi (+), Kavitas (+). Cor dalam batas normal, Sinus dan
diafragma baik. Kesan suspek TB paru.
Rawatan hari ke-4
Demam tidak ada, batuk masih ada, makanan cair masuk personde, toleransi baik
(tidak ada muntah dan diare), sesak nafas tidak ada, Keadaan umum sedang, anak sadar, laju
nadi 108 kali permenit, laju nafas 26 kali permenit, suhu 36.80C, tekanan darah 100/60
mmHg, berat badan 12.8 kg. Mata konjungtiva subanemis, sklera tidak ikterik. Jantung dan
paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising usus + normal. Ekstremitas
akral hangat, perfusi baik. Kesan peningkatan berat badan. Anak diberi terapi F75 6x220 cc
per oral jika bersisa berikan personde , terapi lain dilanjutkan. Saat ini anak mendapat kalori
990 kkal dan memenuhi 86% RDA berdasarkan berat badan absolut atau 57.89 % dari RDA
berdasarkan berat badan ideal
6
Rawatan hati ke-5
Demam tidak ada, batuk masih ada berkurang dari sebelumnya. Anak mengatakan
bosan dengan formula 75 dan minta makan nasi biasa, orangtua memberi anak makan sate
dan bisa dihabiskan setengah porsi, toleransi baik (tidak ada muntah ataupun diare). Keadaan
umum sedang, anak sadar, laju nadi 110 kali permenit, laju nafas 26 kali permenit, suhu
370C, tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 13.2 kg. Mata konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising
usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Anak dicoba diberikan diet makanan
lunak tinggi kalori tinggi protein (ML TKTP) 1500 kkal, memenuhi 86% RDA berdasarkan
berat badan absolut atau 57.89 % dari RDA berdasarkan berat badan ideal, terapi lain
dilanjutkan.
Hasil tes mantoux didapatkan indurasi 18 mm. BTA sputum I (+), BTA sputum II (-),
BTA sputum III (-), saat ini ditegakan diagnosis TB paru dan. Anak diberikan obat anti
tuberkulosis yaitu INH 1 X 125 mg, Rifampisin 1 X 175 mg, Pyrazinamid 1 x 300 mg,
Etambutol 1 X 250 mg, dan vitamin B6 1 x 10 mg.
Rawatan hari ke-7
Demam tidak ada, batuk masih ada, nafsu makan baik, anak bisa menghabiskan
makanan sesuai porsi yang diberikan, muntah tidak ada. Keadaan umum tampak sakit ringan,
anak sadar, laju nadi 106 kali permenit, laju nafas 24 kali permenit, suhu 370C, tekanan darah
100/60 mmHg, berat badan 13.5 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising usus + normal.
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Anak diberikan diet ML TKTP dengan kalori dinaikan
menjadi 1700 kkal (99% dari RDA), gentamisin stop, terapi lain dilanjutkan.
Rawatan hari ke 14
Demam tidak ada, batuk tidak ada, anak sudah aktif, nafsu makan baik. Keadaan
umum baik, anak sadar, laju nadi 110 kali permenit, laju nafas 24 kali permenit, suhu 36.8 0C,
tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 14 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising usus +
normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. kesan perbaikan. Saat ini anak mendapat
terapi MLTKTP 1700 kkal dan OAT hari ke 10.
7
Orang tua minta anak dibawa pulang karena bapak harus kembali masuk kerja.
Diberikan penjelasan dan edukasi kepada keluarga tentang penyakit anak dan keharusan
minum obat secara teratur serta efek samping pengobatan. Anak dianjurkan kontrol ke
poliklinik IKA RSUP Dr. M. Djamil dan diberikan OAT untuk 20 hari kedepan.
Kontrol ulang ( setelah 1 bulan pemberian OAT)
Anak terlihat aktif, demam tidak ada, batuk tidak ada, nafsu makan membaik (anak
makan 3x sehari, bisa menghabiskan 1 piring nasi perkali), orangtua memberikan obat secara
teratur 1x sehari sebelum anak makan pagi, mual muntah tidak ada, BAB biasa, BAK
berwarna orange, jumlah biasa. Anak sudah kembali belajar di sekolah. Keadaan umum baik,
laju nadi 100 kali permenit, laju nafas 24 kali permenit, suhu 36.80C, tekanan darah 100/60
mmHg, berat badan 15 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Masih
terdapat pembesaran kelenjar getah bening regio koli dextra dan sinistra. Jantung dan paru
tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, bising
usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Diberikan terapi OAT, INH 1 X 125
mg, Rifampisin 1 X 175 mg, Pirazinamid 1 x 300 mg, Etambutol 1 X 250 mg, dan vitamin
B6 1 x 10 mg untuk 1 bulan kedepan.
Kontrol ulang ( setelah 2 bulan pemberian OAT)
Anak terlihat aktif, demam tidak ada, batuk tidak ada, nafsu makan makin membaik
mual muntah tidak ada. Keadaan umum baik, laju nadi 96 kali permenit, laju nafas 24 kali
permenit, suhu 370C, tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 15,5 kg. Mata konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen
distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, bising usus + normal. Ekstremitas akral hangat,
perfusi baik. Dilakukan pemeriksaan darah ulang dengan hasil LED 20 mm/jam, hemoglobin
12,6 gr/dl , leukosit 8200/mm3, hitung jenis 0/1/2/66/23/8, SGOT 18 IU , SGPT 26 IU.
Pemeriksaan foto thorak ulangan (AP dan lateral) didapatkan fibroinfiltrat dan
multikavitas kecil-kecil di regio perihiler kiri dan para kardial, perpadatan (+), kalsifikasi
(-). Jantung dalam batas normal, sinus dan difagma baik. Kesan proses spesifik dengan
perbaikan dibanding foto sebelumnya, dideferensial diagnosis dengan Bronkiektasis dan
dianjurkan untuk CT-Scan thorak. Terapi INH dan Rifamfisin dilanjutkan, pirazinamid dan
etambutol dihentikan.
8
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis telah dikenal sejak tahun 5.000 SM. Tuberkulosis masih merupakan
maslah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang, termasuk indonesia. Indonesia
merupakan nomor tiga tertinggi jumlah kasus TB di dunia setelah India dan Cina. Pada tahun
1993 WHO mencanangkan kedaruratan global untuk penyakit tuberkulosis akibat munculnya
kembali ( re-emergence) pada beberapa negara yang dahulunya sudah hampir terberantas.
Insiden tuberkulosis diperkirakan meningkat dari 8,8 juta pada tahun 1995 menjadi 10,2 juta
pada tahun 2000 dan 11,9 juta pada tahun 2005. 1-3
Berdasarkan Global Tuberculosis control tahun 2009 (data tahun 2007), di Indonesia
prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus,
insiden kasus baru TB BTA positif sebesar 102 per 100.000 penduduk, sedangkan kematian
TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang perhari. 9
Angka insiden tuberkulosis anak jarang didapatkan, karena belum semua kasus TB
anak terlaporkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak pertahun adalah 5-6% dari total kasus
tuberkulosis.2.9 Pada tahun 2010 triwulan 1 proporsi pasien TB anak sebesar 9%.9 Di Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang didapatkan 31,5% penderita TB
anak berusia lebih dari 5 tahun pada 2002.10
ETIOLOGI
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberkulosis. Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, famili mycobactericeae. Basil
tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang agak melengkung dengan ukuran 2-
4 um dan lebar 0.2-0,5 um. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora dan tidak
berkapsul. Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhanya lambat. Dibutuhkan waktu
18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur membutuhkan waktu 6-8
minggu. 11
9
Suhu optimal untuk tumbuh adalah pada suhu 37 OC. Jika dipanaskan akan mati pada
suhu 60 OC dalam waktu15-20 menit. Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant . Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan
radiasi sinar ultraviolet dan tahan terhadap pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap
hidup dalam periode yang panjang didalam ruangan. Dinding selnya 60% terdiri dari
komplek lemak seperti mycolic acid yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam dan
merupakan factor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.
Basil tuberkulosis sulit untuk diwarnai tetapi sekali diwarnai akan mengikat zat warna dengan
kuat. Selain itu kuman terdiri dari protein yang menyebabkan nekrosis jaringan. Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak
mengandung lipid.11
FAKTOR RESIKO KEJADIAN TB PARU
Faktor resiko utama infeksi TB pada anak adalah adanya kontak dengan penderita TB
dewasa yang mempunyai BTA sputum positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau
kavitas. Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA
sputum positif akan terinfeksi TB. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit
TB. Usia juga merupakan faktor resiko TB paru. Infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia
dewasa muda. 2.3
Malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor penting peningkatan
resiko TB menjadi aktif. Berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal akan
menderita TB 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. Adanya penyakit
penyerta atau penurunan sisitem imunitas juga merupakan faktor yang memudahkan
terjadinya sakit TB. Pada infeksi HIV, Tuberkulosis diketauhi merupakan infeksi oportunistik
yang paling sering ditemukan. Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini, maka
karena sistem kekebalanya rendah, besar kemungkinan akan langsung menderita
tuberkulosis. Hal ini berbeda dengan orang normal atau mereka dengan seronegatif, karena
kuman yang masuk akan dihambat oleh reaksi imunitas. 2.7
10
PATOGENESIS TB PARU
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman TB
sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik (droplet nuclei) dapat
mencapai alveolus. Didalam alveolus terjadi reaksi inflamasi non spesifik, makrofag dalam
alveolus akan memfagositosis sebahagian besar kuman TB akan tetapi sebagian kecil kuman
TB tidak dapat dihancurkan dan berkembang biak dalam makrofag, akhirnya makrofag akan
mengalami lisis dan kuman TB akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama
koloni kuman TB dijaringan paru disebut fokus primer Ghon. 3,12
Kuman TB akan menuju kelenjar limfe melalui saluran limfe, menyebabkan
terjadinya reaksi inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) .
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis di namakan kompleks primer
(primary complex). Pada saat terbenyuk komplek primer inilah dinyatakan infeksi primer TB
telah terjadi. Waktu yang di perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap di sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB
berlangsung selama 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi , kuman tumbuh hingga mencapai
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang imunitas seluler. Hal ini ditandai dengan
timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. 3
Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif, setelah komplek primer tebentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap kuman TB sudah terbentuk. Apa yang terjadi kemudian
tergantung pada kemampuan anak untuk melawan perkembangbiakan kuman dan membatasi
proses perkijuan yang terjadi. Kemampuan tersebut berbeda-beda tergantung usia,
kemampuan protektif paling lemah dijumpai pada anak dengan usia kurang dari 3 tahun
disebabkan belum optimalnya fungsi sistem imunitas. Kemampuan tersebut juga dipengaruhi
oleh keadaan gizi, keadaan gizi yang buruk akan menurunkan sistem imunitas tubuh. Pada
sebahagian besar anak dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler
terbentuk, proliferasi kuman TB terhenti. Namun sejumlah kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma.
Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer dijaringan paru biasanya akan
mengalami resulosi sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Fibrosis dan enkapsulasi juga terjadi pada kelenjar limfe
regional tapi penyembuhan biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman
11
TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini atau disebut juga
dalam keadaan dormant.
Komplek primer dapat mengalami komplikasi, komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau dikelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis lokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat , bahagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga dijaringan paru (kavitas). kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
semula berukuran normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi partial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi disegmen distal paru. Atelektasis dapat terjadi jika obstruksi total.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa perkijuan dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelektasis. 3.5.7
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan penyebaran hematogen,
kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 3.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal dan
paru, terutama apeks paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. 3.12
Didalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhanya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak
langsung menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial
12
Gambar 1. Bagan Patogenesis Tuberkulosis
ini disebut sebagai fokus simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh penjamu
menurun, fokus simon ini dapat mengalami reaktivasi.
PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT TB
Ketika kuman Mycobacterium Tuberculosa menginfeksi jaringan paru, maka ada beberapa
proses yang dapat berkembang sesuai jumlah kuman, virulensi dan daya tahan host.
1. TB paru primer
TB paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada
tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan spesifik tehadap basil tersebut.
Proses TB paru primer diawali setelah masuknya kuman kedalam alveolus. Pembagian
tuberkulosis paru primer5
a. Tuberkulosis paru primer yang potensial
yaitu bila sudah terjadi kontak dengan kasus terbuka , tetapi uji tuberkulin masih
negatif
13
b. Tuberkulosis primer laten
Ditemukan tanda-tanda infeksi , tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketauhi.
Uji tuberkulin masih negatif dan tidak dijumpai kelainan radiologis
c. Tuberkulosis primer yang manifest
Ditemukan uji tuberkulin positif dan terlihat kelainan radiologis
Tuberkulosisi primer cendrung sembuh sendiri, tetapi sebahagian akan menyebar
lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam
jaringan paru sendiri atau meluas ke organ lain. Selain itu tuberkulosisi primer
dapat berkembang menjadi bentuk dormant yang dapat menjadi tenang untuk
sementara atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama sekali
2. TB paru primer progresif
Merupakan komplikasi dari TB paru primer dimana terjadi perjalan dan
gambaran TB yang progresif. Terjadi pada usia < 2 tahun atau pada keadaan
imunokompromise seperti pada infeksi HIV. Hal ini berhubungan dengan gangguan
sistem imun. Anak biasanya menderita sakit yang berat. Kavitas terbentuk sebagai
akibat pembesaran fokus Ghon dengan nekrosis kaseosa pada tengah focus. Ketika
fokus ini pecah, akan terjadi kavitas dan penyebaran endobronkial dan dapat terjadi
konsolidasi bronkopneumoni pada bagian distal 5.14.15.
3. TB paru post primer
Dikenal juga sebagai TB paru sekunder, adult type tuberkulosis (TB paru tipe
dewasa), atau TB paru kronik. Insiden TB paru post primer pada anak sangat jarang,
berkisar antara 5-10% dari semua kasus TB anak. Proses TB paru post primer
sebahagian besar merupakan proses reaktivasi TB focus dormant dari infeksi TB
primer sebelumnya (endogen) atau dapat juga dari proses reinfeksi dari luar
(exogen).4.5
Reaktivasi lebih cendrung berkembang dari fokus simon didaerah apex dan
segmen superior lobus inferior . Hal ini dikarenakan karena daerah apex memiliki
tekanan oksigen yang tinggi, sehingga cocok untuk pertumbuhan kuman TB,
sedangkan segmen atas lobus inferior merupakan area dengan pembuluh limfe yang
sedikit dan pembersihan limfatik disegmen ini kurang sehingga kuman TB sukar
14
dieliminasi didaerah tersebut. Resiko reaktivasi terbesar adalah dalam 2 tahun
pertama setelah infeksi primer atau pada keadaaan dimana terjadi imunosupresi
seperti pada malnutrisi, keganasan, infeksi HIV, diabetes dan gagal ginjal.4.5.6
Proliferasi dari mikrobakteria menghasilkan nekrosis yang cepat karena
adanya hipersensintivitas sebelumnya dari infeksi primer. Hal ini dapat berhenti
spontan tapi umumnya cendrung menjadi progresif. Tergantung dari jumlah kuman,
virulensi dan imunitas. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat disekitarnya, bahagian tengah mengalami nekrosis,
menjadi lembek sehingga terbentuk jaringan kaseosa. Bila jaringan ini pecah dan
dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis , lama-
lama didndingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena
hidrolis protein, lipid, dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag dan
produksi yang berlebihan dari sitokin dan TNF. 7
Karakteristik umum TB post primer adalah adanya nekrosis kaseosa dengan
gambaran caviats, fibrosis dan destruksi parenkim paru. Kavitas merupakan hallmark
pemeriksaan radiologi pada TB post primer. Kavitas dijumpai sekitar 45% pada kasus
TB post primer. Adanya kavitas menandakan tingginya populasi basil dan merupakan
resiko tinggi penularan infeksi. Selain itu pada 41% kasus dijumpai penebalan pleura,
biasanya pada daerah apex. Efusi pleura ditemukan pada 6-18% kasus, lebih jarang
dari TB primer sedangkan limadenophaty lebih jarang yaitu 5%. Pada 63% kasus TB
post primer dapat dijumpai gambaran radiologis infeksi TB primer sebelumnya yaitu
klasifikasi fokus pada daerah parenkim, klasifikasi KGB hilus dan mediastinum,
penebalan atau kalsifikasi pleura, dan skar retikular. 4.5.14.15
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakan dengan ditemukanya M. tuberculosis pada pemeriksaan
sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan.
Pada anak, kesulitan menegakan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya
jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB disekret
bronkus pasien anak lebih sedikit dari pada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru
15
primer terletak dikelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat
kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. 3.13
Kesiulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan pada anak, walaupun
batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
diambil melalui nasogastrik tube (NGT). Dahak yang representatif untuk pemeriksaan
mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulent, berwarna hijau kekuningan dengan
volume 3-5 ml.3.8
Karena alasan diatas, diagnosis TB anak tergantung pada penemuan klinis dan
radiologis, yang sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang, TB anak ditemukan karena
ditemukanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran
klinis dan pemeriksaan penunjangseperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan foto
rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin
positif, dan foto paru yang mengarah pada TB merupakan bukti kuat yang menyatakan anak
telah sakit TB. 4.14
Sebahagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama
beberapa waktu tertentu. Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat membelah. Manifestasi
klinis TB umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali TB diseminata yang dapat
berlangsung dengan cepat dan progresif. Seringkali orang tua tidak bisa menyebutkan secara
pasti kapan gejala klinis tersebut timbul. 11,14
Gejala sistemik yang sering timbul adalah demam, berkisar antara 40%-80% kasus.
Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama.
Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik dan
malaise. Pada sebahagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang
menonjol. Fokus primer TB paru pada anak umumnya tedapat didaerah parenkim yang tidak
mempunyai reseptor batuk. Gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis
regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk
berulang dapat timbul karena anak mengalami penurunan sistem imunitas. Gejala sesak
jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB
milier dan efusi pleura. 3.5.7
16
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan TB adalah :
1. Mengobati penyakit TB itu sendiri
2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat
5. Mengurangi (menurunkan) penularan TB terhadap oang lain
Pengobatan anti tuberkulosis di kelompokkan menjadi dua fase: fase yang pertama adalah
fase intensif (awal) yang bertujuan membunuh dengan cepat sebagian besar kuman dan
mencegah resistensi obat, dan fase yang kedua adalah fase lanjutan, yang bertujuan
membunuh kuman yang dormant (tidak aktif). Pada fase intensif di berikan 4 macam obat
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan di
berikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis.
17
ANALISA KASUS
Kasus TB Paru pada pasien ini tergolong TB berat dimana dijumpai infiltrat yang luas
dan kavitas pada gambaran foto thorak. Gambaran kavitas jarang dijumpai pada TB anak,
insidenya berkisar 5-10% dari semua TB anak. Kavitas pada TB anak dapat dijumpai pada
TB paru primer progresif atau pada TB paru post primer. Pada pasien ini sulit untuk
menentukan apakah kavitas berkembang dari TB paru primer atau reaktivasi ataupun
reinfeksi TB paru post primer dikarenakan tidak ada bukti riwayat anak menderita TB paru
sebelumnya. Tetapi melihat usia anak , adanya faktor mallnutrisi dan lokasi kavitas pada
daerah apek lobus inferior dapat dikatakan TB paru pada anak ini adalah TB paru post
primer.
Kasus gizi buruk sering ditemukan pada TB paru, hal ini merupakan suatu lingkaran
setan yang harus diputus. Pada pasien ini gizi buruk diduga sebagai faktor pencetus reaktivasi
ataupun reinfeksi karena menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh sehingga
menyebabkan aktifnya kembali kuman TB yang sebelumnya dalam keadaan dorman ataupun
dapat memudahkan reinfeksi dari TB dewasa disekitarnya.
Dijumpainy gambaran kavitas dan pemeriksaan BTA sputum positif merupakan tanda
bahwa anak berisiko besar sebagai sumber penularan bagi orang disekitarnya sehingga harus
diberikan pengobatan yang adekuat. Penatalaksanaan TB pada kasus ini menggunakan 4
macam obat seperti pada kasus TB dewasa. INH dan Rifamfisin diberikan selama 10 bulan,
sedangkan Pirazinamid dan Etambutol diberikan selama 2 bulan pertama.
Anak pulang pada hari ke 14 rawatan. Prognostik pasien ini cukup baik, selama
rawatan di dapatkan respon pengobatan yang baik, gejala klinis berkurang dan didapatkan
peningkatan berat badan yang signifikan (> 10% dari berat badan awal) , penurunan LED,
dan perbaikan dari foto thorak.
18