pendarahan post partum
Post on 07-Aug-2015
406 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Postpartum Hemorrhage (PPH)
BAB I - PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
Pendarahan postpartum, kehilangan lebih dari 500ml darah setelah melahirkan terjadi pada
18% kelahiran dan merupakan morbiditas maternal paling umum di negara maju. Meskipun
faktor resiko dan strategi pencegahan secara jelas didokumentasikan, tidak semua kasus dapat
dihindari. Atonia uteri merupakan kasus PPH yang paling banyak namun dapat dikelola dengan
uterine massage bersamaan dengan pemberian oksitosin, prostaglandin, dan alkaloid ergot.
Retensio placenta merupakan penyebab yang jarang dan membutuhkan pemeriksaan plasenta,
pemeriksaan rongga rahim, dan penghapusan secara manual jaringan tersebut. PPH yang
diakibatkan oleh trauma jalan lahir meliputi laserasi, ruptur uterus dan inversio uterus. Pada
kasus PPH disebabkan masalah koagulopati memerlukan transfusi faktor pembekuan terhadap
faktor yang mengalami defisiensi. Deteksi dini, evaluasi yang sistematis dan pengobatan, dan
resusitasi cariran yang cepat dapat meminimalkan komplikasi yang dapat timbul dari pedarahan
postpartrum.1
1.2 Tujuan.
a) Memperdalam ilmu pada proses anamnesis dengan betul untuk mendapatkan maklumat
yang tepat dan benar sehingga memperoleh diagnosis yang tepat.
b) Mempelajari gambaran klinis serta komplikasinya.
c) Mempelajari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terlibat dalam
mendapatkan diagnosa pasti.
d) Mempelajari agen etiologi penyebab terjadinya perdarahan postpartum dan patofisiologi
sehingga timbulnya kelainan yang diduga.
e) Mempelajari penatalaksanaan yang perlu dilakukan terhadap kasus ini.
f) Mengetahui langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.
1
BAB II - PEMBAHASAN
SKENARIO
Jam 15.30 Ny. D melahirkan seorang bayi laki-laki yaitu anaknya yang ketiga. Persalinannya
berjalan lancar. Jam 16.10 ketika perawat memeriksanya, pasien berada dalam keadaan kurang
sadar dan pucat. T 90/70 mmHg, N 100/menit P 20x/menit, S 37 oC. Fundus uteri setinggi,
konsistensi kenyal. Dari vagina tampak mengalir darah.
HIPOTESIS
Ny. D dengan penurunan kesadaran dan tampak pucat disertai perdarahan pervaginam, 40 menit
setelah melahirkan menderita postpartum hemorrhage (PPH) et causa atoni uteri.
2.1 – DEFINISI
Postpartum Hemorrhage : Pendarahan eksessif ( kehilangan darah melebihi 500mL) setelah
melahirkan.2
2.2 – ANAMNESIS
Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis antara
lain: mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien, membantu
menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu menentukan
penatalaksanaan selanjutnya. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah
pasien dengan diagnosa penyakit tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas
pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit pasien serta riwayat penyakit keluarga.
Anamnesis terbagi kepada dua yaitu :
I. Anamnesis Umum :
Identitas penderita:
Nama, alamat dan usia pasien dan suami pasien.
Pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien.
Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.
II. Anamnesis Khusus :
2
Keluhan utama : Ny. D dengan pendarahan pervaginam 40 menit setelah melahirkan,
mengalami penurunan kesadaran dan tampak pucat.
Keluhan tambahan :
Riwayat Obstetri
Riwayat persalinan sekarang:
Apakah persalinan normal (pervaginam) atau sectio caesarea?
Kapan pasien selamat melahirkan yang dinyatakan dalam tanggal dan jam.
Apakah persalinan berjalan lancar? Di mana dan siapa yang membantu saat
melahirkan?
Apakah placenta sudah selamat dilahirkan atau belum?
Pendarahan: Pendarahan banyak? Berapa lama terjadi pendarahan? Apakah pada
saat awal postkehamilan, terdapat pendarahan (ringan, berat, sedang)? Berwarna
merah segar? Disertai gumpalan atau tidak? Apakah ada tanda-tanda syok seperti
pusing, changes in vision, palpitasi, fatigue/lemah, ortostatis, syncope, dan
presyncope.
Mendeteksi tanda-tanda infeksi :
Apakah ada penetrasi pada vagina setelah melahirkan? (tampon, jari, benda asing
lainnya atau hubungan seksual)3
Riwayat persalinan dahulu :
Pasien sudah berapa kali hamil? Sudah berapa kali bersalin? Berapa berat anak saat
dilahirkan? Perempuan atau lelaki dan ditanya usianya kini.
Kalau persalinan dengan sectio caesarea, diketahui apa alasannya.
Apakah pernah mengalami PPH pada kehamilan sebelumnya?
Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu? (Polyhydramnion, infeksi,
pendarahan di vagina, abnormalitas placenta)
Apakah pada kehamilan sebelumnya sudah pernah keguguran – berapa kali, dan
usia kehamilan pada saat itu.3
Riwayat Obat-obatan :
Menanyakan apakah ada mengkonsumsi obat-obatan, diet supplement, dan vitamin
yang berhubungan seperti antikoagulan, platelet inhibitor, uterine relaxant, dan
antihipertensi.
3
Riwayat Haid :
Ditanyakan berapa umur pasien saat menarche?
Riwayat Perkawinan:
Sudah berapa kali menikah?
Penikahan sekarang sudah berapa lama?
Riwayat penyakit pasien:
Ditanyakan apakah pasien mempunyai riwayat penyakit lain seperti Diabetes
Mellitus, hipertensi, allergi, asma dan lain-lain lagi.
Apakah pernah transfusi darah? Sebab transfusi darah?
Ditanyakan apakah sebelum kehamilan ada riwayat bedah uteri seperti myomectomi
dan lain-lain.
Riwayat penyakit keluarga:
Ditanyakan apakah dalam keluarga ada menderita kelainan perdarahan.3
2.3 – PEMERIKSAAN
2.3.1 – PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dengan pendarahan postpartum (PPH) harus ditangani seperti semua kasus
kegawatan resusitasi, dengan pemeriksaan riwayat dan fisik yang dilakukan bersamaan dengan
acute life support algorithm.Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah menilai tahap kesadaran
pasien, kemudian melihat sekiranya ada tanda-tanda syok hipovolemik akibat pendarahan.
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab pendarahan yang
terjadi. Organ sistem yang penting untuk dinilai termasuk sistem pulmonal (mencari adanya
pulmonary edema), sistem kardiovaskuler (murmur jantung, takikardi,kekuatan denyut nadi
perifer) dan sistem neurologis (perubahan status mental dari hipovolemia). Selain itu, kulit juga
harus diperiksa untuk petekiae, darah yang mengalir dari suatu tusukan kulit, yang dapat
menunjukkan koagulopati, atau tanda berbintik-bintik yang menunjukkan suatu hipovolemia
berat.
Penilaian status generalis
i. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sedang atau berat.
4
ii. Kesadaran : (compos mentis, somnolen dll, ) dari kasus didapatkan pasien mengalami
penurunan kesadaran.
iii. Pemeriksaan tanda vital.
- Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu
tubuh, tinggi badan, berat badan.
- Dari kasus didapatkan :tekanan darah 90/70 mmHg (↓), denyut nadi 100x/menit
(takikardia), pernapasan 20x/menit, dan suhu badan 37oC. 4
Penilaian Sistematis
i. Pemeriksaan Thoraks : Mendeteksi apakah ada kelainan bunyi jantung, dan kelainan
bunyi pernapasan di paru. 4
ii. Pemeriksaan Abdominal :
- Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Menilai nyeri dan lunak
(berkaitan retensio placenta, ruptur atau endometritis), distensi abdomen, uterus yang
teraba pada pusat (kemungkinan atonia uteri), kelebihan distensi kandung kemih yang
bisa teraba pada perabaan abdomen dapat menunjukkan kemungkinan adanya
halangan pada kontraksi uteri.
- Tinggi Fundus Uteri (TFU) : Tinggi fundus uteri secara umum didefinisikan sebagai
jarak antara dari bagian atas uterus sehingga symphisis pubis yang diuukur dalam cm.
Menentukan tinggi fundus uteri adalah untuk memperkirakan usia kehamilan
berdasarkan parameter tertentu (umbilicus, prosessus xyphoideus, dan tepi atas
symphisis pubis). Ukuran dapat berbeda sekiranya pasien tinggi/kurus, pendek/gemuk,
kandung kemih yang penuh, dan multigravida. Keadaan abnormal pada TFU dapat
menunjukkan Intrauterine growth retardation (IUGR), macrosomia, oligohydramnion,
polyhydramnion, dan fibroid uteri.5
Gambar 1 : Tinggi fundus uteri sesuai kehamilan5
5
iii. Pemeriksaan In Speculo :
1. Pemeriksaan In speculo menggunakan speculum dan speculum yang sering
digunakan adalah Speculum Sims dan Speculum Graves.
2. Pemeriksaan dengan Speculum Sims memberikan visualisasi yang lebih baik, namun
karena ada dua buah (atas dan bawah), maka harus menggunakan dua tangan.
Sedangkan speculum Graves cukup dipegang dengan satu tangan sehingga tangan
satunya dapat melakukan tindakan. Penggunaan speculum Sims sering memerlukan
asisten.
3. Cara pemasangan Speculum Graves :
- Setelah vulva dan vagina dibersihkan, kedua labium majora disibakkan
kesamping dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri.
- Dengan tangan kanan, speculum yang sterildimasukkan ke dalam introitus
vagina secara miring. Dalam keadaan tertutup, speculum perlahan-lahan
dimasukkan ke dalam vagina, setelah masuk kira-kira 2/3nya, speculum diputar
sehingga daun speculum terletak di atas dan di bawah, lalu secara perlahan daun
speculum dibuka. Setelah menemukan cervix, speculum didorong lebih dalam
sehingga daun speculum terletak di fornix anterior dan posterior.
4. Cara pemasangan Speculum Sims :
- Tangan kiri pemeriksa menyibakkan labia majora, tangan kanan memegang
speculum bawah lalu dimasukkan ke dalam vaginasecara perlahan dengan posisi
miring. Setelah daun speculu masuk 2/3 nya, speculum diputar sehingga terletak
di bawah, lalu dimasukkan seluruhnya hingga mencapai fornix posterior.
- Kemudian speculum bawah dipegang dengan tangan kiri sedangkan tangan
kanan memegang speculum atas. Speculum atas dimasukkan dalam vagina
6
secara mendatar sehingga mencapai fornix anterior. Jika akan melakukan
tindakan, maka salah satu daun speculum dipegang oleh asisten.
5. Pengamatan dengan Speculum :
- Apabila cervix uteri tertutup oleh lendir atrau darah, maka dibersihkan dengan
kapas yang sudah direndam cairan antiseptik.
- Cairan yang menutupi cervix diperhatikan volumenya, konsistensinya, warna,
berbau atau tidak.
- Apabila cervix sudah terlihat jelas, diperhatikan dengan cermat warna
mukosanya (hiperemik, anemic, livide), serta adanya kelainan seperti erosi,
laserasi, sikatriks polip, tumor dan lain-lain.
- Setelah pengamatan dengan speculum selesai, speculum ditarik secara perlahan
sambil memerhatikan dinding vagina.
- Dinding vagina diperhatikan warnanya, adanya petecchiae, varices, ulcerasi,
granulasi, ulcerasi, laserasi, fistula, tumor, penonjolan dinding vagina karena
kendor (cystocele, rectocele)
iv. Pemeriksaan Bimanual : Palpasi bimanual pada uterus dapat menunjukkan
kemungkinan atonia, pembesaran rahim, atau sejumlah besar darah yang terkumpul.
Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan kemungkinan terdapatnya hematoma di vagina
atau panggul. Selain itu, penting untuk menilai apakah cervix terbuka atau tertutup.
v. Pemeriksaan Placenta : Memeriksa plasenta untuk menilai apakah ada bagian plasenta
yang tersisa dan belum dikeluarkan yang menunjukkan kemungkinan ada sisa plasenta.4
2.3.2 – PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan darah lengkap/ Complete blood counts (CBC) :
- Pemeriksaan Hb dan Ht sangat membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah,
namun pada pasien dengan perdarahan akut, ukuran Hb dan Ht memerlukan waktu
sehingga beberapa jam untuk menunjukkan jumlah kehilangan darah dan platelet count.
- Mengetahui jumlah leukosit dan trombosit.
- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi (crossmatch) harus dilakukan sejak periode
antenatal yang sangat membantu sekiranya transfusi darah diperlukan.
7
Coagulation Laboratory Studies :
- Peningkatan PT , aPTT dan INR (International Normalized Ratio) dapat menunjukkan
adanya kelainan pembekuan darah atau koagulopati.
Fibrinogen Level :
- Kadar fibrinogen sering meningkat sehingga 300-600 mg/dl pada kehamilan. Nilai
normal atau kadar yang rendah memungkinkan sesuatu koagulopati.
Pemeriksaan Elektrolit.
- Memeriksa apakah ada gangguan pada elektrolit seperti hipokalsemia, hipokalemia, dan
hipomagnesemia. Pemeriksaan diperlukan sebagai dasar untuk membandingkan antara
sebelum dan setelah dilakukan resusitasi cairan atau resusitasi darah.
BUN/Kreatinin
- Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengidentifikasi apakah ada kegagalan pada
ginjal sebagai suatu komplikasi syok. Jika nilai BUN meningkat selama atau setelah
resusitasi cairan, pertimbangkan suatu hemolisis yang terjadi dari komplikasi.6
Pemeriksaan Radiologi.
Ultrasonografi
- Secara umum, ultrasonografi pelvik (transabdominal/transvaginal) sangat membantu
untuk melihat adanya sisaplasenta yang besar, hematoma, atau abnormalitas intrauterin
yang lainnya. Sisa plasenta dan hematoma dapat terlihat identik, namun dapat dibedakan
antara satu lainnya dengan menggunakan Doppler USG di mana hematoma tampak
avaskule sedangkan pada sisa plasenta dapat terlihat adanya aliran darah persisten dari
uterus. Pemeriksaan abdominal FAST (focused assessment with sonography in trauma)
dapat membantu mengidentifikasi cairan dalam peritoneal yang dapat disebabkan oleh
perdarahan.
CT-Scan: memperlihatkan gambaran detail terhadap hematoma pelvis, luka persalinan sectio
Caesarea, dan sisa plasenta.
MRI : membantu mengidentifikasi hematoma dan abses pada intrauterin atau ekstrauterin
yang tidak dapat dilihat jelas oleh USG atau CT-scan 6
2.4 – Klasifikasi Postpartum Hemorrhage (PPH)
8
Pendarahan postpartum adalah pendarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai
(setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu cervix membuka kurang
dari 4cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II di mana cervix sudah membuka
lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III
persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhirnya dengan pengeluaran plasenta.
Klasifikasi pada postpartum hemorrhagic (PPH) :
i. Pendarahan Postpartum Primer: Pendarahan melebihi 500ml setelah persalinan dalam
24 jam pertama kelahiran.
ii. Pendarahan Postpartum Sekunder : Pendarahan pasca persalinan yang terjadi setelah
24 jam pertama kehamilan7
Klasifikasi pendarahan berdasarkan kehilangan darah :
i. Minor : kehilangan darah sekitar 500-1000ml
ii. Major : kehilangan darah > 1000 ml
Rerbagi lagi kepada : - Moderate : kehilangan darah sebanyak 1000-2000ml
- Severe : kehilangan darah >2000ml7
2. 5 DIAGNOSIS
2.5.1 – WORKING DIAGNOSIS
Working diagnosis : Postpartum Hemorrhage (PPH) primer et causa Atoni Uteri
Kriteria diagnostik yang digunakan untuk menegakkan diagnosa :
o Perdarahan banyak yang berlangsung terus menerus segera setelah bayi lahir.
o Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar dari kemaluan terus-menerus.
o Pada pemeriksaan obstetrik, apabila ditemukan kontraksi uterus yang menurun, dan
uterus yang membesar setelah melahirkan, yaitu dengan palpasi teraba abdomen yang
lunak (soft) adalah kemungkinan atonia uteri. Sedangkan bila ada perlukaan maka pada
pemeriksaan didapatkan perabaan abdomen yang keras (firm) yang menunjukkan
kontraksi uterus baik.
9
o Pemeriksaan dalam dilakukan bila keadaan telah diperbaiki dengan dilakukan eksplorasi
vagina, uterus dan in spekulo untukmengetahui keadaan kontraksi uterus, adanya luka
jalan lahir dan adanya sisa plasenta.
2.5.2 – DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Tabel 1: Diagnosis Banding PPH
Diagnosis Banding Gejala dan Tanda Utama Gejala lainnya
Trauma jalan lahir/“Trauma”
- Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.
- Uterus berkontraksi baik, teraba keras
- Plasenta lengkap
- Pucat - Lemah- Menggigil
Inversio Uteri/ “Traction”
- Uterus tidak teraba- Lumen vagina terisi massa- Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
- Neurogenik syok- Pucat dan limbung
Koagulopati / “Thrombin”
- Apabila tidak ditemukan luka jalan lahir, sisa plasenta, atau penyebab lainnya, diduga ada suatu koagulopati.
- Pada pemeriksaan sering ditemukan : hipofibrinogenemia, trombositopenia
- ITP, DIC, HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count).
Retained Placenta Fragments/ “Tissue”
- Placenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
- Perdarahan segera
- Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)Late postpartum hemorrhagePerdarahan postpartum sekunder
- Sub-involusi uterus- Nyeri tekan perut bawah pada
uterus- Perdarahan- Lokhia mukopurulen dan berbau
- Anemia- Demam
Retensio plasenta/ “Tissue”
- Plasenta belum lahir setelah 30 menit
- Perdarahan segera- Uterus berkontraksi dan keras
- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
- Inversio uteri akibat tarikan
- Perdarahan lanjutan
10
Bagan 1: Algorithma diagnosis PPH8
2.6 – EPIDEMIOLOGI
Tabel 2: Penyebab tersering dari PPH1
11
Perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam adalah penyebab paling umum
perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua transfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan. Di negara kurang
berkembang PPH merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfuse, dan kurangnya
layanan operasi.
Perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah setelah anak lahir meningkat insidennya
pada kehamilan dengan pembesaran rahim yang berlebihan seperti pada kehamilan ganda,
hidramnion, anak terlalu besar ataupun pada rahim yang melemah daya kontraksinya seperti
pada grandemultipara, interval kehamilan yang pendek, atau pada kehamilan usia lanjut, induksi
partus dengan oksitosin, his yang terlalu kuat sehingga anak dilahirkan terlalu cepat dan
sebagainya.
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang
kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.
Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala
tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan
akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi.
2.7 – ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Penyebab PPH dikenal sebagai 4T yaitu Tone, Tissue, Trauma dan Thrombin. Terdapat beberapa
faktor resiko bagi wanita untuk terjadinya PPH akibat salah satu atau lebih dari keempat T
tersebut. Walaupun demikian, 2/3 dari kasus perdarahan postpartum terjadi pada wanita yang
tidak memiliki resiko.
Tabel 3: Etiologi dan faktor resiko PPH4,6,9,10,11
Etiologi Faktor Resiko
Kontraksi uterus abnormal
Overdistensi uterus Polihidramnion Kehamilan ganda Makrosomia
12
(Tone) / Atonia Uteri
Kelelahan otot uterus Persalinan yang cepat Persalinan lama Paritas tinggi
Infeksi intramnion Demam Ketuban pecah
Kelainan funsional atau anatomi uterus
Uterus fibroid Plasenta previa Anomaly uterus
Sisa konsepsi (Tissue)
Sisa konsepsi (retained Placenta Fragments)
Plasenta lahir tidak lengkap
Plasenta yang abnormal Jaringan parut/sikatriks/scar uterus akibat operasi sebelumnya
Sisa kotiledon atau lobus suksenturiata
Paritas tinggi Abnormal plasenta saat USG
Sisa bekuan darah Atonia uteriLuka jalan lahir/Trauma genitalia (Trauma)
Laserasi cervix, vagina atau perineum
Persalinan presipitatus Persalinan pervaginan operatif
Perpanjangan laserasi saat SC .
Malposisi Deep engagement
Ruptura uteri Operasi uterus sebelumnya Inversio uteri Paritas tinggi
Fundal plasentaGangguan koagulasi/ koagulopati/ (Thrombin)
Kelainan yang telah ada sebelumnya: Hemofilia A Penyakit Von Willebrand
Didapat saat kehamilan : ITP Trombositopenia pada PEB DIC Preeklampsia IUFD Infeksi berat Solusio plasenta Emboli cairan ketuban Terapi antikoagulan
Riwayat koagulopati herediter Riwayat gangguan hepar
Memar Peningkatan tekanan darah IUFD Demam, peningkatan leukosit HAP Kolaps
Riwayat bekuan darah
2.8 – PATOFISIOLOGI
13
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalahterjadinya pendarahan.
Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga
lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk
menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai
anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehinggatiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah
partus, denganadanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan
menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan
menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan11
2.9 – MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang sering didapatkan dari PPH berupa perdarahan pervaginam yang terus-
menerus setelah bayi lahir yang seterusnya menimbulkan tanda-tanda syok Perdarahan yang
cepat ini menunjukkan konbinasi tingginya uterine blood flow (UBF) dan penyebab tersering
dari PPH yaitu atonia uteri. Perdarahan sering terlihat dari introitus vagina. Bahkan setelah
melahirkan, darah dapat terkumpul pada suatu atonia uterus. Dalam hal ini, saiz uteri dan tonus
uterus harus dimonitor sepanjang Kala III (juga disebut kala IV) yang dapat dilakukan dengan
massage fundus uteri. Jika penyebab adalah bukan atonia uteri, perdarahan yang terjadi lebih
lambat, dan tanda-tanda syok hipovolemik dapat timbul dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tanda-tanda syok akibat perdarahan4,10,11 :
Ansietas: syok kehilangan banyak vol. darah kompensasi S.S.simpatis p. neurologis anxietas (cemas)
Fatigue: syok kehilangan banyak vol. darah suplai darah ke jaringan ↓ pembentukan ATP ↓ kurang energi lemah
Kepucatan: syok kehilangan banyak vol. darah mempertahankan perfusi ke organ vital suplai darah kepermukaan kulit ↓ tampak pucat
14
Kehausan yang hebat: syok kehilangan banyak vol. darah baroreseptor p. darah stimulasi rasa haus
Hipotensi: syok kehilangan banyak vol. darah venous return ↓ stroke volume ↓ tekanan darah ↓ (hipotensi)
Takikardi: syok kehilangan banyak vol. darah kurang perfusi ke jaringan baroreseptor kompensasi s. saraf simpatis peningkatan denyut nadi (takikardi)
Takipnea: syok kehilangan banyak vol. darah kurang suplai oksigen kompensasi s.s. simpatis peningkatan f. napas (takipnea)
Ekstremitas dingin: syok kehilangan banyak vol. darah vasokontriksi perifer aliran darah ke kulit ↓ panas berkurang (dingin)
Sianotik: syok kehilangan banyak vol. darah 02 ↓ CO2 ↑ sianotik
Tabel 4: Clinical finding in Hypovolemia4,6,9.
2.10 – PENATALAKSANAAN
Setelah persalinan, kedua ibu dan bayi harus ditangani dengan benar. PPH merupakan suatu
kasus kegawatan dan prinsip dasar penatalaksanaan pada pasien dengan PPH adalah untuk
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada PPH primer
dengan kehilangan darah 500-1000 ml (tanpa tanda-tanda syok) secara dasar ditangani dengan
memonitor pasien dengan ketat, infus IV, pemeriksaan CBC sebagai langkah resusitasi. Namun,
pada pasien dengan PPH primer dengan perdarahan sekitar 1000 ml dan terus-menerus (atau
dengan tanda-tanda syok, takikardia atau lain-lain) harus segera ditangani penuh (full protocol)
untuk mendapatkan resusitasi dan homeostasis.
15
Penatalaksanaan pada PPH harus mencakup sekurangnya 4 komponen yaitu :
i. Komunikasi
Tabel 5: Komunikasi - Siapa yang perlu diinformasikan apabila ada pasien dengan PPH.7
Who should be informed when the woman presents with PPH?
Minor PPH(Blood loss 500-1000 ml, no clinical
shock)
Major PPH (Blood loss of more than 1000 ml, continuing to
bleed with clinical shock)- Alert the midwife-in-charge- Alert first-line obstetric and
anaesthetic staff trained in the management of PPH
- Call experienced midwife- Call obstetric middle grade and alert consustant- Call anaesthetic middle grade and alert consultant- Alert consultant clinical haematologist on call- Alert blood transfusion laboratory- Call porters for delivery of specimen/blood- Alert one member of team (nurse) to record events, fluids,
drugs, and vital sign
ii. Resusitasi7
Suatu Primary Survey terhadap pasien dengan perdarahan berat harus mengikuti langkah
‘ABCs’, dengan dilakukan evaluasi dan resusitasi secara bersamaan di mana resusitasi dilakukan
bersamaan dengan mencari penyebab perdarahan
Tabel 6: Primary Survey dengan langkah ‘ABCs’
‘A’ – Assess
Airway
‘B’ – Assess
Breathing
A high concentration of oxygen (10–15 litres/minute) via a facemask should be administered, regardless maternal oxygen concentration. If the airway is compromised owing to impaired conscious level, anaesthetic assistance should be sought urgently.Usually, level of consciousness and airway control improve rapidly once the circulating volume is restored.
‘C’ – Evaluate
Circulation
Establish two 14-gauge intravenous lines; 20 ml blood sample should be taken and sent for diagnostic tests, including full blood count, coagulation screen, urea and electrolytes and cross match (4 units).The urgency and measure undertaken to resuscitate and arrest haemorrhage need to be tailored to the degree of shock.
Tabel 7: Resusitasi pada kasus PPH7
Minor PPH(Blood loss 500-1000 ml, no clinical shock)
Major PPH(Blood loss of more than 1000 ml, continuing to bleed with clinical shock)
- Intravenous access (14-gauge cannula
- Assess airway.
16
x1).- Commence
crystalloid infusion.
- Assess breathing.- Evaluate circulation- Oxygen by mask at 10–15 litres/minute.- Intravenous access (14-gauge cannula x 2, orange cannulae).- Position flat.- Keep the woman warm using appropriate available measures.- Transfuse blood as soon as possible.- Until blood is available, infuse up to 3.5 litres of warmed crystalloid Hartmann’s
solution (2 litres)and/or colloid (1–2 litres) as rapidly as required.- The best equipment available should be used to achieve RAPID WARMED
infusion of fluids.- Special blood filters should NOT be used, as they slow infusions.- Recombinant factor VIIa therapy should be based on the results of coagulation.
Tabel 8: Jenis terapi cairan yang dapat diberikan pada pasien dengan PPH7
Fluid Therapy and blood product transfusion
Crystalloid Up to 2 litres Hartmann’s solutionColloid up to 1–2 litres colloid until blood arrivesBlood Crossmatched
If crossmatched blood is still unavailable, give uncrossmatchedgroup-specific blood OR give ‘O RhD negative’ blood
Fresh frozen plasma 4 units for every 6 units of red cells or prothrombin time/activatedpartial thromboplastin time > 1.5 x normal (12–15 ml/kg or total 1 litres)
Platelets concentrates if PLT count < 50 x 109
Cryoprecipitate If fibrinogen < 1 g/l
Goals of management :
Haemoglobin > 8g/dl
Platelet count > 75 x 109/L
Prothrombin < 1.5 x mean control
Activated prothrombin times < 1.5 x mean control
Fibrinogen > 1.0 g/L.
iii. Monitor dan Investigasi
Tabel 9: Hal yang harus dperhatikan pada tahap monitor dan investigasi pasien PPH7
Minor PPH(Blood loss 500-1000 ml, no clinical shock)
Major PPH(Blood loss of more than 1000 ml, continuing to bleed with clinical shock)
17
Consider venepuncture (20 ml) for:- Group and screen- Full blood count- Coagulation screen
including fibrinogen- Pulse and blood
pressure recording every 15 minutes.
Consider venepuncture (20 ml) for:- crossmatch (4 units minimum)- full blood count- coagulation screen including fibrinogen- renal and liver function for baseline.
Monitor temperature every 15 minutes. Continuous pulse, blood pressure recording and respiratory rate (using oximeter,
ECG and automated blood pressure recording). Foley catheter to monitor urine output. Two peripheral cannulae, 14- or 16-gauge. Consider arterial line monitoring (once appropriately experienced staff available
for insertion). Consider transfer to intensive therapy unit once the bleeding is controlled or
monitoring at high dependency unit on delivery suite, if appropriate. Recording of parameters on a flow chart such as the modified obstetric early
warning system charts. Documentation of fluid balance, blood, blood products and procedures.
iv. Mencari dan Mengatasi akibat perdarahan.
Causes for PPH may be considered to relate one or more of ‘the four Ts’: “Tone” (abnormalities of uterine contraction) “Tissue” (Retained products of conception) “Trauma” (of the genital tract) “Thrombin” (abnormalities of coagulation)
c
Obat-obat yang dipakai sebagai uterotonik 7 :
Obat KeteranganOxytocin (Pitocin) Menghasilkan kontraksi rithmik uteri, dapat merangsang gravid uterus,
mempunyai efek vasopressif dan antidiuretik. Dapat digunakan untuk mengendalikan PPH. Pemakaian profilasis pada persalinan kala III dapat mengurangi kadar PPH
Methylergonovine (Methergine)
Bekerja langsung pada otot polos uteri, menyebabkan efek tetanik uterotonik yang mengurangkan perdarahan dan memperpendek persalinan kala III.
Carboprost (Hemabate)
Prostaglandin mirip F2-alfa tapi dengan durasi lebih lama dan menghasilkan kontraksi miometrium yang menginduksi homeostasis pada tempat pelekatan plasenta yang mengurangi perdarahan pasca persalinan
Misoprostol (Cystotec)
Analog sintetik prostaglandin E1
Ergonovine Digunakan untuk profilaksis dan mengobati PPH yang disebabkan atonia
18
(Ergotrate Maleate) uteri dengan menjadikan kontraksi uteri yang tegas dalam beberapa menitRecombinant factor VIIa (NovoSeven)
Activated protein yang menyebabkan thrombosis.
Langkah –langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pascapersalinan :
1. Lakukan massage fundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan untuk merangsang kontrasi
uterus. Sambil melakukan massage, sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah yang dapat menghalangi
kontraksi uterus yang baik.
3. Lakukan kompresi bimanual interna, jika uterus berkontraksi, keluarkan tangan setelah 1-2
menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi, teruskan kompresi bimanual interna hingga 5
menit. Sebagian besar atonia uteri dapat teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual
tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain.
4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.
5. Berikan Metil ergometrin 0.2 mg IM/IV. Metil ergometrin yang diberikan IM akan mulai
bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian IV bila sudah
terpasang infuse sebelumnya.
6. Berikan infus cairan Ringer Laktat dan Oksitosin 20 IU/500cc. Oksitosin telah diberikan
pada waktu pentalaksanaan aktif kala III dan metil ergometrin IM. Oksitosin IV akan bekerja
segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Larutan RL akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6
langkah pertama ini, sangat mungkin bahwa ia mengalami PPH dan memerlukan penggantian
darah yang hilang secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina. Jika atoni masih lagi
tidak teratasi, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya. Pasien yang bukan di RS
harus dirujuk ke RS.
8. Buat persiapan untuk merujuk segera untuk perawatan gawat darurat di fasilitas di mana
dapat dilaksanakan bedah dan pemberian transfusi darah.
9. Teruskan cairan IV hingga ibu mencapai tempat rujukan. Berikan infuse 500cc cairan
pertama dalam waktu 10 menit. Kemudian berikan cairan tambahan sekurangnya 500cc/jam
pada jam pertama, dan 500cc/4jam pada jam-jam berikutnya namun jika sediaan cairan IV
19
tidak cukup, berikan cairan 500cc yang ketiga tersebut secara perlahan hingga sampai di
tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi.
10. Lakukan laparotomi dan pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan
ligasi A.uterina/ A. hipogastrika atau histerektomi. Pertimbangkan juga paritas, kondisi ibu
dan jumlah perdarahan.
2.11 - PENCEGAHAN
Sebagai langkah pencegahan, biasanya, sebelum pasien masuk ke ruangan persalinan,
dokter melakukan langkah pencegahan untuk mempersiapkan jika terjadinya perdarahan yang
berlebihan pasca persalinan. Langkah tersebut antara lain adalah dengan menentukan apakah
wanita hamil tadi mempunyai faktor resiko untuk terjadinya PPH (misalnya pada kasus
hydramnion). Jika pasien mempunyai golongan darah unsual, dokter seharusnya memastikan
jenis darah tersebut tersedia di bank darah. Proses persalinan harus dilakukan dengan perlahan
dan lancar, dan setelah plasenta dilahirkan, pasien harus dimonitor ketat sekurangnya 1 jam
pasca persalinan untuk melihat apakah ada perdarahan dan komplikasi lainnya.
Bukti dan penelitian yang kukuh menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan
kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum.
Penanganan aktif kala III merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
- Penanganan profilaksis dengan oksitosin dapat menurunkan insiden terjadinya PPH
sehingga 40%,
- Menyuntikkan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3
atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak mengenai pembuluh darah.
- Oksitosin merupakan drug of choice untuk mencegah PPH berbanding alkaloid ergot
dan prostaglandin karena mempunyai efek samping paling minimal.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus (uterine countertraction)
ketika uterus berkontraksi dengan baik
Mengeluarkan plasenta :
20
- Jika dengan penarikan tali pusat tadi terlihat tali pusat bertambah panjang dan terasa
adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk mengedan sedikit sementara tangan kanan
menarik tali pusat sesuai kurva jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
- Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem
hingga berjarak ± 5-10cm dari vulva.
- Bila plasenta belum lepas setelah mencoba tersebut selama 15 menit
- Suntikan ulang 10 IU Oksitosin IM
- Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh.
- Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual.
Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput ditarik secara perlahan dan sabar
untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
Massage pada dinding uteri setelah plasenta dilahirkan
- Segera setelah plasenta lahir, lakukan massage pada fundus uteri dengan menggosok
fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi
uterus baik (fundus teraba keras).
Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
- Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
- Keadaan kontraksi uterus
- Perlukaan jalan lahir
2.12 - KOMPLIKASI
Komplikasi dari PPH akibat dari penatalaksanaan yang kurang tepat antara lain adalah :
i. Syok Hemoragik
Akibat dari perdarahan berlebihan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan
sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Pada
21
kasus berat, syok hemoragik dapat menyebabkan iskemi hipofise anterior dan
keterlambatan dan gangguan laktasi pada ibu.
Occult Myocardial Ischemia dan kematian mungkin juga terjadi.
Sheehan Syndrome (jarang) adalah nekrosis dari kelenjar hipofise dengan
hiponatremia berat. Pada kehamilan, kelenjar hipofise secara fisiologis membesar
seterusnya menjadikannya sangat sensitive terhadap penurunan aliran darah yang
disebabkan perdarahan masif dan syok hipovolemik. Hipofise anterior cenderung
mengalami kerusakan berbanding hipofise posterior. Kegagalan pada proses laktasi
merupakan gejala awal yang umum terjadi pada sindrom ini.
ii. Collapse of the patient
Pasien bisa pingsan akibat dari hipotensi ortostatik, anemia dan kelelahan atau fatigue
akibat kekurangan darah.
iii. Excessive Bleeding
iv. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) akibat dari pembentukan pembekuan
darah yang banyak dalam tubuh.1
2.13 – PROGNOSIS
Prognosis perdarahan postpartum biasanya baik, jika pengobatan yang tepat diberikan
kepada pasien. Prognosis juga tergantung pada penyebab dari PPH, durasi perdarahan, jumlah
kehilangan darah, kondisi komorbid pasien, dan efektivitas pengobatanJika penanangan yang
tepat lambat diberikan, komplikasi dapat timbul. Apabila terlalu banyak perdarahan yang terjadi,
mungkin berakibat fatal bagi pasien.11
BAB III - PENUTUP
3.1 - KESIMPULAN
Perdarahan pasca persalinan adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapatdiramalkan
yang merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang palig umum dari
pendarahan pasca persalinan dini yang berat (yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan)
adalah atonia uteri (kegagalan rahim untuk berkontraksisebagaimana mestinya setelah
22
melahirkan. Plasenta yang tertinggal, vagina ataumulut rahim yang terkoyak dan uterus yang
turun atau inversi, juga merupakan sebabdari pendarahan pasca persalinan. Pendarahan pasca
persalinan lanjut (terjadi lebihdari 24 jam setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan oleh infeksi,
penyusutan rahimyang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
Saat-saat setelah kelahiran bayi dan jam-jam pertama pasca persalinan adalahsaat penting
untuk pencegahan, diagnosa, dan penanganan pendarahan. Dibandingkandengan resiko-resiko
lain pada ibu seperti infeksi, maka kasus pendarahan dengancepat dapat mengancam jiwa.
Seorang ibu dengan pendarahan hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan
medis yang sesuai, termasuk pemberianobat-obatan, prosedur klinis sederhana, transfusi darah
dan atau operasi.
Di daerah atau wilayah dengan akses terbatas memperoleh perawatan petugasmedis,
transportasi dan pelayanan gawat darurat, maka keterlambatan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan menjadi hal yang biasa, sehingga resiko kematiankarena pendarahan pasca persalinan
menjadi tinggi. Semua ibu hamil harus didoronguntuk mempersiapkan kehamilan dan kesiagaan
terhadap komplikasi, dan agar melahirkan dengan bantuan seorang dokter atau bidan, yang dapat
memberikan perawatan pencegahan pendarahan pasca persalinan. Keluarga dan masyarakat
harusmengetahui tanda-tanda bahaya utama, termasuk pendarahan masa kehamilan. Semuaibu
harus dipanatau secara dekat setelah melahirkan terhadap tanda-tanda pendarahan
tidak normal, dan para pemberi perawatan harus dapat dan mampu menjamin akseske tindakan
penyelamatan hidup bilamana diperlukan.10,11
Daftar Pustaka
1. Anderson JM, Etches D, Prevention and management of postpartum hemorrhage, Journal of
American family physician (AAFP), 15th March 2007 diunduh dari :
http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p875.html, 26 Mei 2012
2. Mosby’s medical dictionary, 8th ed, 2009, diunduh dari: http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/postpartum+hemorrhage, 26 Mei 2012
23
3. Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS. Gynecology and Obstetrics: Post Partum
Hemorrhage. In:Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th Ed. New York:
McGraw Hill; 2004;682.
4. Dyne PL, Physical presentation in: Postpartum hemorrhage in Emergency Medicine clinical
presentation, May 2012 : diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/796785-
clinical#a0217, 27 Mei 2012
5. Harms RW, What’s the significance of a fundal height measurement, 25th June 2011 diunduh
dari : http://www.mayoclinic.com/health/fundal-height/AN01628, 28 Mei 2012.
6. Dyne PL, Workup in: Postpartum hemorrhage in Emergency Medicine clinical presentation,
May 2012 : diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/796785-workup, 27 Mei
2012
7. Postpartum Hemorrhage, prevention and management (Green-Top52), RCOG guidelines, 11
May 2009; diunduh dari :
http://www.rcog.org.uk/womens-health/clinical-guidance/prevention-and-management-
postpartum-haemorrhage-green-top-52, 27 Mei 2012
8. Morrison EH Anderson JM, Common peripartum emergencies, Journal of American family
physician (AAFP), November 1998 diunduh dari :
http://www.aafp.org/afp/1998/1101/p1593.html http://www.aafp.org/afp/2007/0315/
p875.html, 26 Mei 2012
9. Smith JR, Postpartum hemorrhage workup Medscape reference, 20 March 2012, diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/275038-workup#a0719, 28 Mei 2012
10. Collier J, Longmore M, Turmezei T, Mafi AR, Postartum hemorrhage in: Oxford Handbook
of clinical Specialties, 8th Ed, Oxford university press, 2008; p84-5
11. Uterine atony, in William’s Obstetrics E-book., 23rd Ed, The McGraw-Hill comp.
24
top related