peminatan kesehatan lingkungan program studi...
Post on 02-Mar-2019
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONTAMINASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA PANGAN JAJANAN
ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN CAKUNG TAHUN
2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM)
Oleh:
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh
NIM: 1112101000082
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M / 1438 H
PER}TYATAAI\I PERSETUJUAI\I
Judul Skripsi
KONTAMINASI BAKTENI ESCHERICHA COLI P AJ'A PAI\IGAI\i
JAJANAIT ANAK SEKOLAH (PJAS) Dr SEKOLAIT DASAR
KECAMATAI\I CAKUNG TAIIT]N 2016
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakafta, Maret20l7
Disusun Oleh:
Hanifatun Nisa Ath Thoriooh
NM: 1112101000082
Mengetatrui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. ElaLaelasari, S.KM, M.Kes Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes
NIP. 197210022006042401 NrP. 19650808 198803 r 002
PAMTIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN IUASYAIU{IL{T
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UMVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAI{ JAIA{RTA
IIAI\MIATIIN I\IISA ATII TIIORIQOH
NIM: 1112101m0082
KONTAMINASI BAKTERI ESCHEMCHIA COLI P N)APAIYGAI{
JAJANAI\I ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR
KECAMATAI\I CAKT]NG TAHT]N 2OT5
Jakarta Apil20l7
Catur Rosidati. S.KM. M.KMI\IP: 197$210 200801 2 018
Penguii II
r* reJ"i"#.lLsi197102212fi)s01 200,4
NIP: 19751121 200003 I 004
LEMBA.R PERI\[Y^A,TA-AI\[
Dengan ini saya rnenyatakan .bdrwa:
l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran
dan Iknu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UhI) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Gmq Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3- Jikadikemudian haxi terbukti bahwakaryaini bukao hasil karyaasli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanlsi yang be.rlaku di Fakultas Kedokter€ndan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri runD Syarif Hidayatullah Jakarta.
lu
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHTAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Februari 2017
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh, NIM: 1112101000082
Kontaminasi Bakteri Escherichia coli Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) Di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
(xvi + 119 halaman, 12 tabel, 8 grafik, 1 gambar, 4 bagan, 24 lampiran)
ABSTRAK
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap
saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar sehingga tidak menjadi
media penularan penyakit. Kecamatan Cakung merupakan daerah dengan kejadian
diare tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun di Jakarta Timur pada bulan
Januari-Juni 2016 dengan 373 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui
bahwa 87% makanan jajanan di sekolah dasar Kecamatan Cakung positif
terkontaminasi bakteri E.coli.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi bakteri Escherichia
coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan
Cakung tahun 2016. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
Sampel penelitian ini berjumlah 60 penjamah makanan yang diambil dengan cara
cluster sampling. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat
menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 45% PJAS positif
terkontaminasi bakteri E.coli. Kontaminasi bakteri E.coli pada makanan
berhubungan dengan praktik menggunakan alat bantu penyajian makanan (p =
0,044), tempat menyimpan makanan matang (p = 0,007) dan cara penyajian (p =
0,02). Namun, kontaminasi bakteri E.coli tidak berhubungan dengan praktik
mencuci tangan dengan sabun (p = 1,00), cara pencucian peralatan (p = 0,783),
jenis sarana berjualan (p = 0,775), dan keberadan fasilitas sanitasi (1,00).
Pihak sekolah disarankan untuk melakukan pendataan pedagang yang
berjualan di sekitar sekolah serta melakukan pembinaan dan pemberdayaan
dengan memberikan stimulan berupa kelengkapan sarana berjualan, seperti
penyediaan fasilitas sanitasi dan tempat sampah. Selain itu, pedagang makanan
jajanan disarankan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar tempat
pengolahan makanan agar menghindari terjadinya kontaminasi bakteri maupun
agen penyakit lain yang dapat masuk ke dalam makanan.
Kata kunci : Escherichia coli, higiene, makanan jajanan, sanitasi
Daftar Bacaan: 125 (1989 – 2016)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
DEPARTEMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, February 2017
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh, NIM: 1112101000082
Contamination of Escherichia coli Bacteria Among School-Food Snacks at
Elementary School in Cakung Subdistrict 2016
( xvi + 119 pages, 12 tables, 8 graphs,1 image, 4 charts, 24 appendixs)
ABSTRACT
Food is a basic need for human which is needed anytime and require good
management, so that can’t be a media transmission of disease. Cakung Subdistrict
is area with the highest diarrhea incidences among group of 5-9 years old children
in East Jakarta with 373 cases on January-June 2016. Based on previous survey,
87% of school-food snacks at elementary school in Cakung Subdistrict possitive
contaminated with E.coli bacteria.
This study aims to determine the contamination of Escherichia coli among
school-food snack at elementary school in Cakung districts 2016. The study used
cross sectional design. The samples were 60 food handler which taken by cluster
sampling. Data analysis was performed with univariate and bivariate by using chi
square test.
The results of this study showed that 45% school-food snacks are positive
contaminated with E.coli. Contamination of E.coli in school-food snacks are
associated with practice of using tools in serving food (p = 0,044), place to store
cooked food (p = 0,007), and food serving (p = 0,02). However, contamination of
E.coli in school-food snacks are not associated with practice of hand washing
using soap (p = 1,00), washing equipments (p = 0,783), type of vendors (p =
0,775), and sanitation facilities (1,00).
Schools are recommended to collect food vendor seller around school
environment and create empowerment by giving stimulant, such as provide
sanitation facilities and garbage. In addition, street-food vendors are
recommended to observe personal hygiene and environment of food processing in
order to avoid contamination of bacteria and other agents that can get into food.
Key words: Escherichia coli, hygiene, street food, sanitation
References: 125 (1989 – 2016)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 10 Juni 1994
Agama : Islam
Alamat Rumah : Komp. SBS Blok CD 1 No. 5 Rt 05/Rw 08,
Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi
Email : hanifatunnisa10@gmail.com
Telepon/Hp : 021 – 8857718 / 081808157745
Pendidikan Formal
1998 – 2000 : TK Al – Inayah, Kota Bekasi
2000 – 2006 : SDIT Al – Husnayain, Kota Bekasi
2006 – 2009 : SMPN 5 Kota Bekasi
2009 – 2012 : SMAN 2 Kota Bekasi
2012 – 2017 : S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program
Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2012 – 2014 : Anggota Divisi Keputrian, Komisariat Dakwah
(KomDa) Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2015 – 2016 : Anggota Divisi Forum Kajian dan Edukasi
(Fokasi), Environmental Health Student
Association (ENVIHSA) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Kerja
2015 : Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas
Pondok Ranji, Tangerang Selatan
2016 : Praktik Kerja Lapangan (PKL) di bagian
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
(ADKL) Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan kasih sayang yang diberikan penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016” dapat
terselesaikan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan laporan ini, diantaranya:
1. Kedua orang tua penulis, H. Nur S. Buchori, M.Si dan Hj. Kurniasih, serta
kedua adik, Fiqih dan Ussy, yang telah memberikan dukungan dan doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ela Laelasari, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II
serta Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan saran dan arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
5. Ibu Ninu, Bapak Sudarko, Mas Husen, dan petugas bagian kesling Puskesmas
Kecamatan Cakung lainnya yang telah memberikan izin penelitian dan
membantu dalam pengumpulan data skripsi.
6. Ibu Fitri, Mba Yulia dan petugas instalasi biologi lingkungan BBTKLPP
Jaakarta lainnya yang telah membantu dalam proses pengujian sampel
makanan jajanan.
7. Seluruh dosen-dosen Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat yang
telah memberikan ilmu dan pengalaman baru selama kuliah.
8. Teman-teman kosan hijau, Ukhty dan Tantri yang telah memberikan semangat
dan dukungan selama penyusunan skripsi.
9. Seluruh teman-teman Kesehatan Lingkungan 2012 dan Kesehatan Masyarakat
2012 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan
skripsi.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dan memberi masukan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi perbaikan skripsi ini.
Bekasi, Februari 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Pernyataan Persetujuan.......................................................................................................i
Lembar Pernyataan............................................................................................................iii
Abstrak.................................................................................................................................iv
Daftar Riwayat Hidup........................................................................................................vi
Kata Pengantar..................................................................................................................vii
Daftar Isi..............................................................................................................................ix
Daftar Tabel........................................................................................................................xi
Daftar Grafik.....................................................................................................................xii
Daftar Gambar..................................................................................................................xiii
Daftar Bagan......................................................................................................................xiv
Daftar Istilah.......................................................................................................................xv
Daftar Lampiran...............................................................................................................xvi
Bab I Pendahuluan .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4 Tujuan ..................................................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................................. 6
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................................. 6
1.5 Manfaat ................................................................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 8
Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 9
2.1 Kontaminasi Makanan ............................................................................................ 9
2.2 Escherichia coli .................................................................................................... 10
2.3 Faktor Higiene Sanitasi Makanan yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri
E.coli 15
2.3.1 Higiene Sanitasi Penjamah Makanan ............................................................ 16
2.3.2 Higiene Sanitasi Peralatan Penanganan Makanan ......................................... 19
2.3.3 Higene Sanitasi Sarana Penjaja ..................................................................... 20
2.3.4 Higiene Sanitasi pada Rantai Makanan ......................................................... 23
2.4 Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) .................................................................. 29
2.5 Metode Pengujian Bakteri E.coli pada Makanan .................................................. 31
2.6 Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease) ................................................ 37
2.7 Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease)............................ 39
x
2.8 Kerangka Teori ..................................................................................................... 44
Bab III Kerangka Konsep, Definisi Operasional, Hipotesis .......................................... 46
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................. 46
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................. 47
3.3 Hipotesis ............................................................................................................... 49
Bab IV Metode Penelitian ................................................................................................. 50
4.1 Desain Penelitian .................................................................................................. 50
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................... 50
4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................................. 50
4.4 Teknik Pengambilan Sampel ................................................................................ 52
4.5 Pengumpulan Data ................................................................................................ 56
4.5.1 Data Primer .................................................................................................... 56
4.5.2 Data Sekunder ............................................................................................... 59
4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................................. 59
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................................ 60
4.7.1 Uji Validitas ................................................................................................... 60
4.7.2 Uji Reliabilitas ............................................................................................... 61
4.8 Pengolahan Data ................................................................................................... 61
4.9 Analisis Data ......................................................................................................... 62
Bab V Hasil Penelitian ...................................................................................................... 64
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................................... 64
5.2 Analisis Univariat ................................................................................................. 65
5.3 Analisis Bivariat ................................................................................................... 71
Bab VI Pembahasan .......................................................................................................... 78
6.1 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 78
6.2 Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016.......................................................... 79
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri Escherichia coli
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun
2016 ...............................................................................................................................84
Bab VII Simpulan dan Saran ......................................................................................... 110
7.1 Simpulan ............................................................................................................. 110
7.2 Saran ................................................................................................................... 111
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 112
Lampiran...........................................................................................................................120
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan ................................................................... 24
Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan Makanan Jadi/Masak ........................................................... 28
Tabel 2.3 Klasifikasi Foodborne Disease Berdasarkan Jenis Mikroorganisme .................. 38
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................................ 47
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel ................................................................................... 51
Tabel 5.1 Hubungan antara Praktik Mencuci Tangan dengan Sabun dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016.................... 71
Tabel 5.2 Hubungan antara Praktik Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan dengan
Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
............................................................................................................................................. 72
Tabel 5.3 Hubungan antara Cara Pencucian Peralatan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli
pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ........................................... 73
Tabel 5.4 Hubungan antara Jenis Sarana Berjualan dengan Kontaminasi E.coli pada PJAS
di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ............................................................. 74
Tabel 5.5 Hubungan antara Keberadaan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri
E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ................................ 75
Tabel 5.6 Hubungan antara Tempat Menyimpan Makanan dengan Kontaminasi Bakteri
E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ................................ 76
Tabel 5.7 Hubungan antara Cara Penyajian Makanan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli
pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ........................................... 77
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ................................... 65
Grafik 5.2 Distribusi Praktik Mencuci Tangan dengan Sabun pada Penjamah Makanan di
Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ................................................................. 66
Grafik 5.3 Distribusi Praktik Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan Pada PJAS di
Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ................................................................. 67
Grafik 5.4 Distribusi Cara Pencucian Peralatan Pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan
Cakung Tahun 2016 ............................................................................................................ 67
Grafik 5.5 Distribusi Jenis Sarana Berjualan pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan
Cakung Tahun 2016 ............................................................................................................ 68
Grafik 5.6 Distribusi Keberadaan Fasilitas Sanitasi pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung Tahun 2016.......................................................................................... 69
Grafik 5.7 Distribusi Tempat Menyimpan Makanan Matang pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung Tahun 2016.......................................................................................... 69
Grafik 5.8 Distribusi Cara Penyajian pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung
Tahun 2016 .......................................................................................................................... 70
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jalur Migrasi Kontaminasi E.coli .................................................................... 11
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................................... 45
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................... 46
Bagan 4.1 Penentuan Lokasi Penelitian .............................................................................. 53
Bagan 4.2 Penentuan Jumlah Sampel yang Diambil ........................................................... 54
xv
DAFTAR ISTILAH
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
BTP : Bahan Tambahan Pangan
FAO : Food and Agricultural Organization
FIFO : First In First Out
FEFO : First Expired First Out
GMP : Good Manufacturing Practice
KLB : Kejadian Luar Biasa
PJAS : Pangan Jajanan Anak Sekolah
TPM : Tempat Pengolahan Makanan
WHO : World Health Organization
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Output Penelitian
3. Dokumentasi Penelitian
4. Surat Izin Studi Pendahuluan
5. Surat Izin Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
1 Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan manusia setiap
saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar dapat bermanfaat bagi
tubuh. Masalah makanan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian khusus
dalam penyelenggaraan kesehatan secara keseluruhan (Chusna, 2013). Keamanan
pangan merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Makanan dapat menjadi media penularan penyakit bagi manusia apabila
terkontaminasi oleh patogen yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan
(foodborne disease), dimana kasus yang paling sering ditemui adalah diare
(Ruchiyat, 2007).
Prevalensi kejadian diare di Indonesia pada kelompok umur 5 – 14 tahun sebesar
9% di tahun 2007 (Kemenkes RI, 2011). Di Provinsi DKI Jakarta tahun 2014,
prevalensi kejadian diare pada kelompok umur 5 – 9 tahun sebesar 2,57%. Wilayah
dengan angka kesakitan diare tertinggi yaitu Jakarta Timur dengan jumlah kejadian
diare mencapai 5.972 kasus di tahun 2014 pada kelompok umur 5 – 9 tahun.
Kecamatan Cakung merupakan lokasi di Jakarta Timur dengan angka kejadian diare
tertinggi pada kelompok umur 5 – 9 tahun selama bulan Januari sampai Juni 2016
dengan jumlah 373 kasus (Surveilans Dinkes DKI, 2016).
Penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi makanan masih banyak ditemukan
sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia. Menurut WHO (2006), sebanyak
70% kejadian diare di negara berkembang disebabkan karena makanan yang
terkontaminasi patogen. Jenis kontaminan yang terdapat pada makanan berupa
bakteri, virus, parasit, bahan-bahan kimia, serta toksin yang dihasilkan oleh makanan
2
itu sendiri (WHO, 2015). Menurut BPOM (2012), kontaminasi pada makanan paling
banyak disebabkan oleh cemaran bakteri sebesar 74,9%, sedangkan penyebab
lainnya adalah penggunaan BTP berlebih berupa pewarna makanan 15,7% dan
penggunaan bahan berbahaya sebesar 9% (Kemenkes, 2015). Salah satu bakteri
penyebab diare yang paling banyak ditemui adalah adanya kontaminasi dari
Escherichia coli pada makanan atau sumber air yang digunakan dalam mengolah
makanan (Setyorini, 2013). Menurut WHO (2006), bakteri E.coli merupakan
mikroorganisme patogen yang sering ditemukan pada anak yang mengalami diare
akut di negara berkembang dengan persentase sebesar 10-20%, sedangkan bakteri
lainnya yaitu Vibrio cholera sebesar 5-10% dan Salmonella sebesar 1-5%.
Anak sekolah merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit
melalui makanan, dimana makanan yang dikonsumsi dibeli di kantin sekolah atau
penjaja kaki lima (WHO, 2006). Kantin sekolah merupakan pelayanan khusus yang
menyediakan makanan dan minuman untuk para siswa dan staf sekolah lainnya, di
suatu tempat yang biasanya merupakan bagian dari bangunan sekolah (Suteki dan
Karwanto, 2014). Sedangkan pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang
menawarkan barang untuk dijual di atas trotoar atau di tepi jalan, di sekitar pusat
perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat
pendidikan, baik secara menetap ataup setengah menetap, berstatus tidak resmi atau
setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore, maupun malam hari (Setyowati,
2004). Berdasarkan jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM), kontaminasi E.coli
pada makanan paling banyak ditemukan pada pedagang kaki lima sebanyak 40,7%,
sedangkan tempat lainnya antara lain jasa boga 38,2%, hotel 33,3%, warung 32,9%,
rumah makan 31,3%, dan industri makanan 21,3% (Djaja, 2008).
3
Makanan jajanan yang dijual oleh di kantin sekolah dan pedagang kaki lima
banyak disukai karena rasanya, harganya yang murah dan tersedia setiap saat
(Odonkor et.al, 2011). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya angka
kesakitan diare disebabkan karena tidak mencuci tangan setelah buang air besar,
tidak mencuci tangan sebelum memasak dan membeli makanan jajanan yang dijual
oleh pedagang kaki lima (Muhonjal et.al, 2014). Berdasarkan Food and Agricultural
Organization (FAO), sebanyak 2,5 juta orang memakan makanan jajanan setiap
harinya, oleh karena itu praktik pengolahan makanan oleh penjamah makanan
berperan penting dalam keamanan makanan jajanan itu sendiri (Gadi et. al, 2013).
Kejadian penyakit bawaan makanan lainnya dapat terjadi akibat buruknya praktik
personal hygiene pedagang yang menjual makanan jajanan di sekolah, tempat
penginapan maupun rumah sakit (Odonkor et.al, 2011).
Penjamah makanan merupakan karier atau dapat menjadi media penularan dari
bakteri enteric patogen (Muhonjal et.al, 2014). Menurut Bhaskar et.al (2004)
personal hygiene yang buruk dapat memfasilitasi terjadinya proses kontaminasi
bakteri patogen dari lingkungan ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang
dimakan. Selain itu, kondisi lingkungan di sekitar tempat berjualan, seperti adanya
saluran pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah dan genangan air akan
membuat lalat maupun binatang vektor penyakit lainnya dapat mengkontaminasi
makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima tersebut (Chumber et.al, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan Odonkor et.al (2011) praktik personal hygiene
dan environmental hygiene yang buruk, proses penyimpanan, persiapan, dan
pengolahan makanan dan minuman yang tidak tepat, serta peralatan memasak yang
tidak bersih juga dapat menyebabkan terjadinya kejadian penyakit bawaan makanan.
4
Kontaminasi bakteri E.coli pada makanan dapat menyebabkan diare bagi
manusia. Kontaminasi E.coli pada makanan dapat berasal dari buruknya higiene
sanitasi penjamah makanan, peralatan pengolahan makanan, kondisi sarana penjaja,
hingga cara penyajian makanan. Makanan yang dijual di kantin sekolah maupun
pedagang kaki lima di sekitar sekolah dasar dapat berpotensi menyebabkan kejadian
penyakit bawaan makanan akibat kontaminasi E.coli, karena perilaku dan kondisi
higiene sanitasi makanan yang buruk. Anak sekolah merupakan usia yang rentan
terhadap penyakit, sehingga jika kondisi makanan yang dikonsumsi tidak baik akan
mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk itu peneliti
tertarik untuk meneliti kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Makanan jajanan yang terkontaminasi patogen dapat menjadi media penularan
penyakit bagi anak sekolah jika penjamah makanan tidak melakukan praktik
pengolahan makanan dengan benar. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa
87% makanan jajanan yang dijual di sekitar sekolah dasar Kecamatan Cakung positif
terkontaminasi oleh bakteri E.coli. Hal ini dapat disebabkan karena buruknya praktik
pengolahan makanan, dimana sebanyak 84% penjamah makanan belum melakukan
praktik mencuci tangan dengan sabun, 56% penjamah makanan tidak melakukan
cara pencucian peralatan yang memenuhi syarat, 84% penjamah makanan tidak
memiliki fasilitas sanitasi dan tempat menyimpan makanan yang memenuhi syarat,
serta 76% cara penyajian makanan tidak memenuhi syarat. Belum ada penelitian
mengenai kontaminasi bakteri E.coli terkait dengan faktor higiene sanitasi makanan
di Kecamatan Cakung. Untuk itu, peneliti tertarik untuk meneliti kontaminasi bakteri
5
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana distribusi kontaminasi bakteri Escherichia coli, praktik mencuci
tangan dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara
pencucian peralatan, jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat
menyimpan makanan matang dan cara penyajian pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?
2. Bagaimana hubungan antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan
kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?
3. Bagaimana hubungan antara menggunakan alat bantu penyajian makanan
dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?
4. Bagaimana hubungan antara cara pencucian peralatan dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?
5. Bagaimana hubungan antara jenis sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016?
6. Bagaimana hubungan antara keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?
6
7. Bagaimana hubungan antara tempat menyimpan makanan matang dengan
kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?
8. Bagaimana hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi kontaminasi bakteri Escherichia coli, praktik mencuci
tangan dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara
pencucian peralatan, jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat
menyimpan makanan matang dan cara penyajian pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
2. Diketahuinya hubungan antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan
kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
3. Diketahuinya hubungan antara menggunakan alat bantu penyajian makanan
dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
4. Diketahuinya hubungan antara cara pencucian peralatan dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
7
5. Diketahuinya hubungan antara jenis sarana berjualan dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
6. Diketahuinya hubungan antara keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
7. Diketahuinya hubungan antara tempat menyimpan makanan matang dengan
kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
8. Diketahuinya hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016.
1.5 Manfaat
1. Bagi Sekolah Dasar
Sebagai informasi mengenai higiene sanitasi makanan sehingga dapat dilakukan
pengawasan pada pedagang PJAS di sekitar sekolah untuk menghindari dampak
kejadian foodborne disease.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan mengenai PJAS serta
melakukan pengawasan dan penyuluhan kepada pedagang terkait dengan higiene
sanitasi makanan.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan untuk melakukan pengembangan penelitian selanjutnya
mengenai higiene sanitasi makanan.
8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi bakteri Escherichia coli
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung
tahun 2016. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan menggunakan
desain cross-sectional yang dilakukan pada bulan November-Desember 2016.
Sampel pada penelitian ini adalah pedagang makanan yang berjualan di kantin
maupun sekitar sekolah dasar di Kecamatan Cakung antara pukul 08.00–11.00 yang
berjumlah 60 penjamah makanan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara dan observasi mengenai faktor higiene dan sanitasi
makanan yang mengacu pada Kepmenkes No. 942 Tahun 2003 serta pengujian
laboratorium secara kualitatif untuk mengetahui kontaminasi bakteri E.coli pada
makanan jajanan yang dijual. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Puskesmas
Kecamatan Cakung untuk mengetahui daftar sekolah dasar dan pedagang makanan
jajanan yang berjualan di sekitar sekolah dasar tersebut.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2 Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Kontaminasi Makanan
Kontaminasi makanan adalah terdapatnya benda-benda asing (bahan biologi,
kimia atau fisik) yang tidak dikehendaki dalam makanan secara tidak sengaja dari
suatu produk atau benda dan peralatan yang digunakan dalam produksi
(Purnawijayanti, 2001). Kontaminasi makanan mempunyai peranan yang sangat
besar dalam kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan
akibat masuknya agen penyakit yang masuk ke dalam makanan. Sumber kontaminasi
makanan yang paling utama berasal dari pekerja, peralatan, sampah, serangga, tikus,
dan faktor lingkungan seperti udara dan air. dari seluruh sumber kontaminasi
makanan tersebut pekerja adalah yang paling besar pengaruh kontaminasinya
(Setyorini, 2013).
Beberapa jenis agen yang dapat mengontaminasi makanan antara lain (Aswar,
2001):
1. Golongan Mikroorganisme
Golongan mikroorganisme yang dapat mengontaminasi makanan antara lain
bakteri dan jamur. Beberapa jenis bakteri seperti Klebisela sp dan Escherichia
coli dapat menimbulkan penyakit diare, Salmonella sp dapat menimbulkan
penyakit tifoid dan Streptococcus dapat menimbulkan penyakit scarlet fever atau
score throat.
10
2. Golongan Fisik
Golongan fisik yang dapat mengontaminasi makanan berasal dari potongan
gelas, serangga, kaca, dan kerikil. Untuk itu perlu dilakukan penyortiran sebelum
makanan disajikan.
3. Golongan Kimia
Kontaminasi makanan akibat zat kimia biasanya terjadi karena kecelakaan
atau kelalaian, misalnya meletakkan insektisida berdekatan dengan bumbu dapur.
Selain itu, pembungkus makanan yang terbuat dari logam dapat menyebabkan
keracunan makanan karena zat kimia dalam logam tersebut. Jenis zat kimia yang
sering mencemari makanan adalah arsen, kadmium, dan tembaga.
4. Golongan Parasit
Berbagai jenis cacing dan amuba merupakan salah satu golongan parasit
yang dapat mengontaminasi makanan. Cacing dapat menimbulkan penyakit
kecacingan, sedangkan amuba dapat menimbulkan penyakit disentri.
2.2 Escherichia coli
Escherichia coli atau biasa disingkat E.coli adalah salah satu jenis spesies
utama bakteri gram negatif berbentuk batang dan tidak berkapsul. Beberapa bakteri
dari kelompok ini tidak dapat bergerak sedangkan lainnya dapat bergerak baik
dengan flagella polar atau peritrichous, secara keseluruhan kelompok ini mempunyai
sifat mampu tumbuh secara aerobik maupun anaerobik (aerobik fakultatif) pada
beraneka macam karbohidrat (Buckle dkk, 1989). Bakteri ini merupakan anggota
dari famili Enterobacteriaceae dengan panjang ukuran sel sebesar 2,0-6,0 µm dan
lebar 1,1-1,5 µm. Bakteri ini juga dikenal bersifat komensial maupun berpotensi
patogen (Arisman, 2009).
11
Salah satu bakteri indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi makanan
adalah bakteri Escherichia coli (Purwiyatno, 2009). Bakteri indikator merupakan
bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kontaminasi feses manusia
atau hewan, dimana bakteri tersebut merupakan organisme komensial dalam
saluran pencernaan manusia maupun hewan. Sehingga bakteri tersebut dapat
menunjukkan tingkat kebersihan dan kemungkinan adanya patogen. Bakteri E.coli
merupakan salah satu jenis bakteri coliform fecal yang secara normal tidak terdapat
dalam air maupun makanan, oleh karena itu adanya bakteri tersebut dalam air atau
makanan, melainkan akan dieksresikan keluar tubuh manusia melalui tinja.
Sehingga adanya E.coli pada makanan atau minuman mengindikasikan telah terjadi
kontaminasi tinja (Fathonah, 2005).
Jalur migrasi kontaminasi bakteri E.coli dari makanan ke manusia dapat
dilihat pada gambar berikut:
Sumber: Pruss-Ustun dkk (2008)
Gambar 2.1 Jalur Migrasi Kontaminasi E.coli
12
Berdasarkan gambar 2.1 diketahui bahwa bakteri E.coli berasal dari tinja
manusia maupun hewan yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur
fekal-oral. Bakteri tersebut akan menempel pada tangan manusia jika manusia
tersebut tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Selain itu,
keberadaan toilet dan saluran pembuangan limbah juga dapat menjadi media
penyebaran bakteri E.coli apabila saluran tersebut mencemari air tanah maupun air
permukaan yang digunakan manusia untuk air minum, mencuci bahan makanan dan
memasak. Keberadaan vektor seperti lalat juga dapat menjadi vektor mekanik media
penularan bakteri E.coli ketika lalat yang membawa bakteri pada tubuhnya tersebut
hinggap pada makanan yang akan dikonsumsi manusia. Sehingga manusia yang
mengonsumsi makanan tersebut akan menderita penyakit bawaan makanan, seperti
diare.
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal
yang penting untuk mengetahui cara mengendalikan keberadaan mikroorganisme
dalam makanan (Sudarna dan Swacita, 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan E.coli pada makanan antara lain:
1. Suhu
Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme adalah suhu. Suhu dapat memengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme dalam dua cara, yaitu jika suhu naik maka kecepatan
metabolisme naik dan pertumbuhan menjadi cepat, sedangkan jika suhu turun
maka kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan menjadi lambat.
Suhu yang optimum merupakan suhu yang paling baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya mikroorganisme
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu 1) Psikrofil, bakteri yang dapat tumbuh
13
pada suhu 0-20oC; 2) Mesofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 25-40
oC;
3) Termofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu >50 o
C (Abrar, 2013).
Bakteri golongan Enterobacteriaceae termasuk strain E.coli memiliki suhu
optimum pertumbuhan 37 o
C. Bakteri ini merupakan jenis bakteri tahan panas,
dimana mampu tumbuh hingga pada suhu 44 o
C dan memiliki suhu minimum
untuk pertumbuhan hingga lebih dari 7-8 oC (Baylis dkk, 2011).
2. pH
pH merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri.
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri tersebut berkaitan dengan aktivitas
enzim, dimana enzim tersebut dibutuhkan oleh beberapa bakteri untuk
mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Jika
dalam suatu medium atau lingkungan tidak memiliki pH yang optimum maka
kerja enzim-enzim tersebut akan terganggu dan pertumbuhan bakteri itu sendiri
juga akan terganggu (Suriani dkk, 2013). Berdasarkan derajat keasaman, bakteri
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu asidofilik (pH <5,5), netrofilik (pH
6,0-8,0), dan alkalofilik (pH >8,5) (Jawetz dan Adelberg, 2005). pH optimum
untuk pertumbuhan bakteri ini yaitu antara 7-7,5. Sedangkan pH minimum
pertumbuhan adalah 4 dan pH maksimum pertumbuhan adalah 9 (Faridz dkk,
2007).
3. Kelembaban
Kelembaban berhubungan dengan aktivitas air (Aw). Apabila pangan yang
mempunyai nilai Aw rendah dan ditempatkan pada lingkungan dengan
kelembaban yang relatif tinggi akan mudah menyerap air. Sehingga semakin
banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai Aw dan pangan akan mudah
dirusak oleh bakteri. Sedangkan pangan yang mempunyai nilai Aw tinggi jika
14
ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban yang rendah akan
mengalami kehilangan air dan menyebabkan nilai Aw akan menurun serta
mengakibatkan mutu pangan menjadi menurun pula (Zulaikhah, 2005).
4. Ketersediaan Oksigen
Oksigen merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dalam
pertumbuhan bakteri. Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dibedakan
menjadi empat kelompok, antara lain (Zulfa, 2011):
a.) Aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.
b.) Anaerob, yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.
c.) Anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa
adanya oksigen.
d.) Mikroearofil, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi
yang lebih rendah dari pada konsentrasi oksigen yang normal di udara.
E.coli termasuk ke dalam bakteri yang bersifat anaerob fakultatif
berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen.
5. Aktivitas Air
Jumlah air di dalam pangan yang digunakan oleh bakteri untuk
pertumbuhannya ditunjukkan oleh aktivitas air. Aktivitas air ini digunakan oleh
bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. Air tersebut berperan dalam reaksi
metabolik dalam sel dan keluar sel. Masing-masing bakteri membutuhkan
jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan
berkembang biak pada media dengan aktivitas air tinggi (Sudarna dan Swacita,
15
2009). Kadar air minimum untuk pertumbuhan bakteri E.coli adalah 0,96
(Faridz dkk, 2007).
6. Nutrisi
Bakteri memerlukan nutrisi sebagai sumber energi serta pembuatan bahan
struktural tubuhnya dan protoplasma. Nutrisi yang berperan penting dalam
pertumbuhan bakteri yaitu asam amino, untuk sintesis protein; purin dan
pirimidin untuk sintesis asam nukleat; dan vitamin, seperti thiamin, flavine
ribosom dan asam nikotinat untuk sintesis enzim (Forythe dan Hayes, 1998).
E.coli secara normal dapat ditemukan dalam usus besar manusia dan dapat
ditemukan pada feses dalam jumlah besar secara nornal. Namun, terdapat 2 golongan
E.coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu golongan Entero
Toxigenik Escherichia coli dan golongan Entero Invasive Escherichia coli. (Sofiana,
2009). E.coli yang terdapat dalam makanan dan minuman merupakan indikator
sanitasi, dimana makanan dan minuman tersebut terkontaminasi oleh feses manusia
(Lestari dkk, 2015). Kontaminasi E.coli pada makanan dan minuman disebabkan
karena penanganan makanan dan minuman yang kurang baik oleh penjamah
makanan (Susanna dkk, 2003).
2.3 Faktor Higiene Sanitasi Makanan yang Berhubungan dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli
Kontaminasi bakteri E.coli pada makanan dapat disebabkan oleh kondisi
higiene dan sanitasi yang kurang baik saat proses pengolahan makanan. Higiene
makanan adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya
pada usaha kesehatan/kebersihan dan keutuhan makanan itu sendiri. Sedangkan
sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari makanan
16
itu sendiri, proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, sampai penyajian
hingga makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen (Yuliastri
dan Yulianto, 2013). Menurut Kepmenkes 942 tahun 2003, higiene sanitasi
merupakan upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan. Manfaat dari penerapan higiene dan sanitasi makanan, antara
lain (Nuryani, 2015):
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan.
2. Mencegah konsumen dari penyakit.
3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli.
4. Mengurangi kerusakan makanan atau pemborosan makanan.
2.3.1 Higiene Sanitasi Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Higiene sanitasi
penjamah makanan merupakan kunci kebersihan dan kualitas makanan yang aman
dan sehat. Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan
penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain (Kemenkes
RI, 2003):
1) Tidak menderita penyakit mudah menular misal: batuk, pilek, influenza, diare,
penyakit perut sejenisnya
2) Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya)
3) Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian
4) Memakai celemek, dan tutup kepala
17
5) Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
6) Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas
tangan;
7) Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau
bagian lainnya)
8) Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau
tanpa menutup mulut atau hidung
Menurut (Rachmawati dkk, 2015), aspek higiene sanitasi penjamah makanan
yang mempengaruhi kontaminasi bakteri E.coli pada makanan, antara lain:
1. Mencuci Tangan dengan Sabun
Mencuci tangan merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan
penyakit infeksi. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan
bakteri maupun virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan.
Mencuci tangan tidak hanya dilakukan ketika tangan tampak kotor, namun
mencuci tangan dianjurkan pada saat menyiapkan makanan, sebelum makan,
sebelum memberi makan pada anak, setelah buang air besar dan setelah
membersihkan anus anak (Luby dkk, 2011). Pencucian dengan sabun dan
pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang
banyak mengandung mikroorganisme (Rosidi dkk, 2010).
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk
menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman (Kemenkes RI, 2014).
Menurut WHO (2009), mencuci tangan dilakukan dengan durasi antara 40-60
detik, dimulai dengan membasahkan tangan dengan air mengalir, kemudian
memberikan sabun pada seluruh permukaan tangan, menggosok telapak tangan,
18
membersihkan sela-sela jari dan punggung tangan, membersihkan kuku dan ibu
jari, membilas tangan dengan air mengalir, dan terakhir mengeringkan tangan
dengan lap atau handuk yang bersih.
2. Penggunaan Alat Bantu Penyajian Makanan
Alat bantu digunakan untuk mengambil makanan matang atau melakukan
pengemasan makanan agar tidak terjadi kontak langsung dengan tangan
penjamah makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum
terjadinya kontaminasi makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan
akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam makanan,
terutama makanan jadi. Selain itu, menurut Moehyi (1992) memegang makanan
secara langsung selain tampak tidak etis, juga akan mengurangi kepercayaan
pelanggan.
3. Kebersihan Kuku dan Tangan
Kuku merupakan salah satu media yang dapat dengan mudah menyebarkan
bakteri. Penjamah makanan harus memiliki kuku yang pendek dan bersih. Kuku
yang kotor dan panjang dapat membawa telur cacing atau bakteri patogen yang
dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan. Memotong kuku sebaiknya
dilakukan minimal satu kali seminggu dengan pemotong kuku dan hindari
kebiasaan menggigit kuku (Kemenkes RI, 2011).
4. Tidak Menderita Penyakit Diare
Penjamah makanan dapat menjadi sumber pencemaran terhadap makanan,
terutama apabila penjamah makanan sedang menderita suatu penyakit atau karier.
Salah satu bakteri penyebab diare adalah E.coli. Penjamah makanan yang tidak
mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dapat berpotensi untuk
memindahkan bakteri yang terdapat pada tangan ke makanan dan menyebabkan
19
kontaminasi pada makanan tersebut (Pujiati dkk, 2015). Penjamah makanan
harus dalam keadaan sehat dan harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala dua kali setahun. Jika sakit, sebaiknya penjamah makanan tidak bekerja
langsung pada proses pengolahan dan penyajian makanan (Kemenkes RI, 2011).
2.3.2 Higiene Sanitasi Peralatan Penanganan Makanan
Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene
sanitasi, yaitu (Kemenkes RI, 2003):
1) Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun, lalu
dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
2) Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas
pencemaran.
3) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali
pakai.
Peralatan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan.
Hal ini dapat terjadi karena air yang digunakan untuk mencuci peralatan tersebut
sudah tercemar atau cara pencucian yang tidak benar. Pencucian alat pengolahan
dengan menggunakan air yang kotor dapat menyebabkan mikroba yang berasal
dari air pencuci dapat menempel pada alat tersebut. Sisa-sisa makanan yang
masih menempel pada alat juga dapat menyebabkan pertumbuhan
mikroorganisme yang cukup tinggi. Sanitasi yang dilakukan terhadap alat
meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti
dengan perlakuan sanitasi menggunakan germisidal. Untuk membantu proses
20
pembersihan, peralatan dicuci menggunakan air dan detergen. Penggunaan
detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan
lemak, mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya.
Detergen yang digunakan untuk mencuci alat pengolahan tidak boleh bersifat
korosif (BPOM RI, 2008).
Menurut Kemenkes RI (2011) pencucian peralatan harus menggunakan
sabun/detergen, air panas dan air bersih serta memberikan sanitizer berupa
larutan kaporit 50 ppm atau iodophor 12,5 ppm. Langkah-langkah pencucian
peralatan yang baik menurut Washington State Departement of Health (2013),
yaitu dengan membersihkan bak tempat pencucian peralatan, membuang sisa
makanan yang menempel pada peralatan ke tempat sampah, membilas peralatan
dengan air, memberikan sabun, kemudian bilas dengan air bersih, memberikan
sanitizer dan terakhir tiriskan peralatan hingga kering dan diletakkan pada tempat
yang bersih dan terlindung dari pencemaran. Penggunaan sikat dan sponges
untuk mencuci peralatan dapat membantu menghilangkan sisa makanan maupun
material deposit lainnya yang terdapat pada peralatan penanganan makanan.
2.3.3 Higene Sanitasi Sarana Penjaja
Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. Makanan jajanan yang dijajakan
dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi makanan dari pencemaran. Menurut Kemenkes RI (2003) sarana
penjaja makanan jajanan harus memenuhi persyaratan, yaitu makanan yang
dijajakan harus terlindungi dari debu dan pencemaran, konstruksi sarana penjaja
harus mudah dibersihkan, serta tersedia tempat untuk air bersih, penyimpanan
21
bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan,
tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), dan tempat sampah.
Lokasi pengolahan makanan yang berdekatan dengan sumber pencemaran
sangat rentan menyebabkan makanan terkontaminasi oleh patogen yang berada di
lingkungan sekitar. Lokasi berjualan yang dekat dengan tempat pembuangan
sampah, jalan raya dan saluran pembuangan limbah dapat memengaruhi
kontaminasi makanan karena adanya vektor penyakit, seperti lalat atau kecoa yang
dapat membawa patogen penyakit. Tempat pembuangan sampah merupakan media
tempat berkembangbiaknya lalat. Sehingga jarak tempat pembuangan sampah
dengan tempat berjualan perlu diperhatikan untuk mencegah terkontaminasinya
makanan akibat patogen yang dibawa oleh vektor penyakit. Menurut (Kusumawati
dan Yudhastuti, 2013), jarak lokasi berjualan dengan sumber pencemar minimal
lebih dari 100 m.
Sarana penjaja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kontaminasi E.coli. Sarana penjaja mencakup beberapa aspek berikut:
1. Jenis Sarana Berjualan
Jenis sarana berjualan dapat memengaruhi keamanan makanan yang
dijualnya. Terdapat 2 jenis cara berjualan makanan jajanan, yaitu dengan
bergerak (ambulatory) dan tidak bergerak (stationary). Pedagang makanan
jajanan yang berjualan dengan bergerak (ambulatory) menggunakan sarana
berupa gerobak, baik yang didorong, menggunakan sepeda, motor ataupun
mobil, atau pedagang tersebut berkeliling sambil membawa dagangannya.
Sementara pedagang makanan jajanan yang berjualan dengan cara tidak
bergerak (stationary) menggunakan sarana bangunan semi permanen seperti
22
bangunan kantin maupun kios kecil (WHO, 2010). Penjaja makanan yang
menggunakan sarana berupa bangunan kantin biasanya memiliki praktik
higiene penanganan dan penyimpanan makanan, sarana dan fasilitas sanitasi
serta sanitasi tempat dan peralatan yang lebih baik daripada penjaja yang
berjualan di luar/pedagang keliling (Yasmin dan Madanijah, 2010).
2. Tempat Penyimpanan Makanan Matang
Makanan matang perlu disimpan pada tempat yang tertutup dan terhindar
dari debu, vektor penyakit maupun sumber tercemar lainnya yang dapat
berpotensi menyebabkan kontaminasi pada makanan. Untuk makanan yang
disajikan dalam keadaan panas, sebaiknya suhu tempat menyimpan makanan
matang tersebut pada suhu 60oC atau lebih, sedangkan untuk makanan yang
akan disajikan dalam keadaan dingin, tempat menyimpan makanan matang
sebaiknya diletakkan pada suhu kurang dari 7oC (FAO , 2009).
3. Keberadaan Tempat Sampah
Tempat sampah diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi
sampah, namun harus dalam jumlah yang cukup, tertutup dan tidak bocor
sehingga sampah tidak mudah tercecer keluar dan menimbulkan bau tidak
sedap serta dapat mengundang lalat atau kecoa yang berpotensi
mengakibatkan kontaminasi pada makanan. Sampah yang dihasilkan dari
proses pengolahan makanan disimpan dalam wadah khusus yang kedap air
dan memiliki tutup. Sebaiknya tempat sampah diberi alas kantong plastik dan
dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering (Laelasari, 2015).
4. Keberadaan Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi merupakan sarana pendukung yang harus ada, supaya
kondisi higiene sanitasi dapat terlaksana dengan baik. Fasilitas sanitasi
23
meliputi tempat untuk mencuci tangan, alat dan bahan baku. Keberadaan
tempat cuci tangan, peralatan dan bahan baku diperlukan untuk mencegah
kontaminasi bakteri E.coli ke makanan yang akan diolah. Tempat cuci tangan,
peralatan dan bahan baku perlu diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau
dan dekat dengan tempat bekerja. Jumlahnya juga perlu disesuaikan dengan
jumlah pengguna serta dilengkapi dengan air mengalir dan sabun (Kemenkes
RI, 2011).
2.3.4 Higiene Sanitasi pada Rantai Makanan
1) Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan dapat dibedakan dalam 3 golongan, yaitu bahan makanan
mentah, makanan terolah dan makanan siap santap. Bahan makanan mentah
merupakan bahan makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan,
seperti daging, telur, ikan, tepung dan biji-bijian. Makanan terolah yaitu
makanan yang sudah dapat langsung dimakan untuk proses pengolahan
makanan lebih lanjut, seperti tahu, tempe, kornet dan ikan kaleng. Sedangkan
makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan,
seperti bakso, ayam goreng dan mie kuah (Nuryani, 2015).
Bahan makanan yang akan digunakan perlu memenuhi persyaratan, seperti
bahan makanan harus dalam keadaan baik, segar, tidak rusak/berubah bentuk,
warna dan rasa, tidak berbau, tidak berjamur, menggunakan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) yang memenuhi persyaratan, serta untuk makanan kemasan perlu
mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan
tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluarsa, dan kemasan digunakan
hanya untuk satu kali penggunaan (Kemenkes RI, 2011). Bahan baku
pembuatan makanan umumnya berasal dari bahan pangan segar, dimana
24
karakteristik dari bahan pangan segar yaitu mudah mengalami kerusakan akibat
berbagai cemaran yang bersifat fisik, kimia, maupun mikrobiologi (Laelasari,
2015).
2) Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan
makanan dan produk pangan yang diolah. Tata cara penyimpanan bahan
makanan yang baik untuk diterapkan antara lain (Kemenkes RI, 2011):
a) Terdapat tempat penyimpanan bahan pangan, tempat penyimpanan
makanan jadi yang akan disajikan, tempat penyimpanan bahan baku bukan
pangan dan tempat penyimpanan peralatan.
b) Tempat penyimpanan bahan mentah termasuk bumbu dan BTP harus
terpisah dengan produk atau makanan yang siap disajikan.
c) Penyimpanan bahan pangan dan produk pangan harus sesuai dengan suhu
penyimpanan yang dianjurkan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan
No Jenis Bahan
Makanan
Digunakan Dalam Waktu
≤ 3 Hari 4 – 7 Hari >7 Hari
1 Daging, ikan, udang
dan olahannya
-5o s/d 0
oC -10
o s/d -
5oC
>-10oC
2 Telor, susu dan
olahannya
5o s/d 7
oC -5
o s/d 0
oC >-5
oC
3 Sayur, buah dan
minuman
10oC 10
oC 10
oC
4 Tepung dan biji 25oC atau
suhu ruang
25oC atau
suhu ruang
25oC atau
suhu ruang
d) Jika menyimpan makanan mentah dan matang dalam lemari pendingin
yang sama, maka simpanlah:
1. Daging yang tidak beku dan akan segera dimasak pada rak paling
bawah dan dikemas dalam wadah tertutup atau kantung plastik.
25
2. Telur pada rak yang telah disediakan. Telur dicuci terlebih dahulu
sebelum disimpan.
3. Sayuran dan buah di rak tengah.
4. Makanan matang pada rak paling atas dikemas dalam wadah tertutup
atau kantung plastik.
e) Semua makanan matang dan mudah rusak disimpan pada suhu dingin
(<5oC). Jangan menyimpan makanan terlalu lama meskipun di dalam
lemari pendingin. Panaskan kembali makanan yang akan disajikan
setelah disimpan di dalam lemari pendingin.
f) Hindari terlalu sering membuka lemari pendingin. Jika lemari pendingin
sering dibuka, suhu di dalamnya tidak terjaga dengan baik, terutama di
daerah beriklim panas.
g) Sediakan tempat khusus untuk menyimpan bahan-bahan bukan pangan
seperti bahan pencuci peralatan dan minyak tanah. Bahan berbahaya
seperti pembasmi serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan berbahaya
lainnya tidak boleh disimpan di tempat pengolahan makanan.
h) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama
seperti serangga, binatang pengerat, burung dan mikroba, serta harus ada
sirkulasi udara yang cukup.
3) Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan merupakan proses pengubahan bentuk dari bahan
mentah menjadi makanan masak/siap santap. Tujuan pengiolahan makanan ini
adalah untuk memudahkan pencernaan, bebas dari bibit penyakit,
menambahkan rasa, meningkatkan wujud dari makanan yang akan dimasak dan
meningkatkan penampilan makanan tersebut (Napitupulu, 2012). Proses
26
pengolahan makanan ini harus memperhatikan kaidah cara pengolahan
makanan yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah Good Manufacturing
Practice (GMP) (WHO, 1993).
Tata cara pengolahan pangan dapat dilakukan sebagai berikut (Kemenkes
RI, 2011):
a) Semua jenis pangan segar harus dicuci dengan air bersih yang mengalir
sebelum diolah.
b) Pencairan pangan beku dilakukan dalam wadah tertutup atau dengan
menggunakan air mengalir. Pangan yang sudah tidak beku harus segera
dimasak, tidak boleh dibekukan kembali, karena pembekuan berulang
akan menyebabkan pangan mudah ditumbuhi mikroba.
c) Masaklah bahan panagn terutama daging, unggas , telur dan pangan asal
laut dengan sempurna sampai seluruhnya terpapar panas. Untuk daging
dan unggas pastikan bahwa semua bagian daging tidak berwarna merah
muda lagi.
d) Masaklah pangan seperti sup dan pangan lain yang direbus sampai
mendidih selama sedikitnya 1 menit.
e) Jika harus memanaskan, panaskan kembali makanan matang sampai
panasnya menyeluruh.
4) Pengangkutan/Distribusi Makanan
Kegiatan distribusi adalah melakukan perpindahan bahan/produk makanan
yang berasal dari tempat pengolahan untuk disampaikan kepada konsumen
(Laelasari, 2015). Untuk mencegah terjadinya pencemaran makanan, maka
perlu diperhatikan pengangkutan/distribusi makanan yang baik. Dalam proses
pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari proses persiapan,
27
pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri (Nuryani, 2015).
Pengangkutan makanan perlu memperhatikan hal-hal berikut (Kemenkes RI,
2011):
a) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)
b) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan
harus selalu higienis
c) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan tertup
d) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan
jumlah makanan yang akan ditempatkan
e) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair
f) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar
makanan tetap panas pada suhu 60oC atau tetap dingin pada suhu 40
oC
5) Penyimpanan Makanan Matang
Makanan yang telah matang perlu disimpan dengan memperhatikan hal-hal
berikut (Kemenkes RI, 2011):
a) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first
expired first out (FEFO), yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan
yang mendekati masa kadaluarsa dikonsumsi terlebih dahulu
b) Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis
makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi
berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air
c) Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah
d) Makanan jadi yang disimpan harus memperhatikan suhu penyimpanan,
dapat dilihat pada tabel 2.2.
28
Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan Makanan Jadi/Masak
No Jenis Makanan
Suhu Penyimpanan
Disajikan
dalam waktu
lama
Akan
segera
disajikan
Belum
segera
disajikan
1 Makanan kering 25o s/d 30
oC
2 Makanan basah
(berkuah) >60
oC -10
oC
3 Makanan cepat basi
(santan, telur, susu) ≥65,5
oC -5
o s/d -1
oC
4 Makanan yang
disajikan dingin 5
o s/d 10
oC <10
oC
6) Penyajian Makanan
Proses pengemasan dan penyaian makanan yang baik dan benar akan
berperan dalam menjaga mutu dan keamanan hasil olahan pangan, serta
meningkatkan nilai estetika. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan
tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan. Makanan
jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.
Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam
keadaan bersih dan tidak mencemari makanan (Kemenkes RI, 2003). Proses
pengemasan dan penyajian makanan dapat dilakukan sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2011):
a) Menjaga makanan dalam keadaan tertutup,
b) Jangan membiarkan makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam.
c) Simpan segera semua makanan yang cepat rusak dalam lemari
pendingin (< 5oC).
d) Pertahankan suhu makanan > 60oC sebelum disajikan.
e) Jangan menyimpan makanan terlalu lama dalam lemari pendingin.
29
f) Jangan biarkan makanan beku mencair pada suhu ruang.
g) Tidak menggunakan kemasan dari kertas/plastik bekas, koran bekas, dan
kertas bekas fotokopi. Kertas/plastik tersebut mengandung timbal dan
kemungkinan cemaran bakteri patogen yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan.
h) Tidak menggunakan kemasan plastik berwarna yang tidak semestinya,
seperti menggunakan kantong kresek untuk membawa makanan
gorengan atau makanan basah lainnya.
i) Tidak menggunakan sterofoam untuk mewadahi makanan yang panas,
dimana akan berbahaya karena terbuat dari butiran-butiran styrene, yang
diproses dengan menggunakan benzena yang merupakan zat yang bisa
menimbulkan penyakit.
2.4 Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dapat langsung
dimakan serta dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima atau penjaja
lainnya di pinggir jalan maupun di tempat sejenisnya (FAO, 2016). Sedangkan
menurut Kemenkes RI (2003) makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang
diolah oleh pengerajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
makan/restoran dan hotel. Makanan jajanan memberikan banyak keuntungan, antara
lain menyediakan makanan yang murah untuk masyarakat kota maupun desa,
menyediakan berbagai jenis makanan yang bervariasi dan menarik, dapat
menghasilkan keuntungan bagi penjual dan dapat memberikan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan bisnis dengan modal yang kecil (WHO, 1996).
30
Salah satu tempat yang menjual makanan jajanan adalah sekolah. Makanan
jajanan yang terdapat di sekolah berasal dari kantin sekolah dan pedagang diluar
sekolah. Jenis pangan yang dijual di kantin sekolah atau pedagang di luar sekolah
sangat beragam dan dapat dikelompokkan sebagai berikut (BPOM RI, 2012):
a) Makanan Sepinggan
Makanan sepinggan merupakan makanan kelompok utama yang bersifat
mengenyangkan dan dapat menggantikan makanan utama. Makanan ini dikenal
dengan istilah “jajanan berat”. Contoh makanan jenis ini, yaitu bakso, mie
ayam, nasi goreng, gado-gado, lontong sayur, siomay, ketoprak dan soto ayam.
b) Camilan/Snack
Makanan camilan/snack merupakan makanan yang dikonsumsi di luar
makanan utama. Makanan camilan terdiri dari dua jenis, yaitu camilan basah,
seperti gorengan, lemper, donat, jelly, dan kue lapis; dan camilan kering, seperti
keripik, biskuit, kue kering, dan permen.
c) Minuman
Minuman yang dijual merupakan minuman yang disajikan dalam gelas yang
siap untuk diminum. Contoh jenis ini adalah es teh manis, es jeruk, es cendol,
es campur, dan es doger.
d) Buah
Buah yang dijual merupkanan jenis buah yang siap dikonsumsi. Jika
merupakan buah berkulit yang harus dikupas dan atau dipotong, maka disajikan
dalam bentuk sudah dikupas dan dipotong. Contoh buah utuh antara lain
manggis, jeruk dan pisang. Sedangkan contoh buah potong antara lain melon,
nanas, dan pepaya.
31
2.5 Metode Pengujian Bakteri E.coli pada Makanan
a) Total Plate Count (TPC)
Total Plate Count (TPC) atau dikenal juga dengan Angka Lempeng Total
(ALT) merupakan metode pengujian bakteri pada makanan, dimana
menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati
secara visual dan dihitung, interpretasi hasil berupa angka dalam koloni (cfu) per
ml/g atau koloni/100 ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang,
cara tetes dan cara sebar (BPOM RI, 2008). Total Plate Count (TPC) merupakan
indikator umum yang menggambarkan derajat kontaminasi makanan (Puspandari
dan Isnawati, 2015).
Kelebihan dari metode ini antara lain, beberapa mikroba dapat dihitung
sekaligus, hanya sel mikroba hidup yang dapat dihitung, dan dapat digunakan
untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin
berasal dari mikroba yang memiliki penampang spesifik. Namun, kelemahan dari
metode ini, yaitu hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang
sebenarnya karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni,
media dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah yang
berbeda pula, mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada media padat
dan membentuk koloni yang kompak, jelas dan tidak menyebar, serta
memerlukan persiapan dan waktu inkubasi yang relatif lama hingga pertumbuhan
koloni dapat dihitung (Fardiaz, 1992).
Prosedur pemeriksaan bakteri E.coli pada makanan dengan metode TPC
menurut APHA 2001 adalah sebagai berikut (Da Silva et. al, 2012):
1) Persiapan sampel dan inokulasi
32
Sebanyak 25 gram sampel makanan atau 250 ml sampel minuman
diambil dan dilarutkan dalam 225 ml air peptone. Setelah itu dilakukan
pengenceran dan memasukkan larutan tersebut ke dalam tabung reaksi
dengan konsentrasi larutan untuk masing-masing tabung sebesar 10-1
,
10-2
, dan 10-3
. Kemudian dilakukan inokulasi sampel dalam tabung
reaksi tersebut ke dalam cawan petri yang telah berisi media agar Violet
Red Bile (VRB).
2) Inkubasi dan perhitungan koloni
Media agar VRB hasil inokulasi sampel kemudian diinkubasi pada
suhu 36oC selama 18 – 24 jam. Setelah 18 – 24 jam, ambil cawan petri
yang berisi 15 -150 koloni dan hitung koloni dalam media agar VRB
yang berwarna merah keunguan dengan diameter 0,5 mm atau lebih.
3) Uji penegasan
Untuk memastikan bahwa koloni tersebut merupakan bakteri E.coli
maka dilakukan inokulasi kembali koloni yang terdapat pada cawan
petri tersebut ke dalam tabung berisi media Brilliant Green Bile Broth
(BGB). Kemudian diinkubasi kembali pada suhu 35,5oC selama 24 – 26
jam dan periksa apakah terbentuk gas dalam tabung tersebut. Apabila
terbentuk gas, maka dilakukan pengujian gram, oksidasi, dan indol.
Hasil dalam uji penegasan untuk bakteri E.coli diperoleh jika hasil
pengujian gram menunjukkan negatif, uji oksidasi negatif dan uji indol
positif.
4) Perhitungan hasil
Setelah diketahui bahwa bakteri yang diperiksa merupakan E.coli,
kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni berdasarkan persentasi
33
koloni yang terkonfirmasi sebagai bakteri E.coli. Misalnya, jika pada
hasil pengenceran sampel dengan konsentrasi 10-4
didapatkan 65 koloni
dimana, 4 dari 5 koloni (80%) diketahui merupakan bakteri E.coli
setelah dilakukan uji penegasan, maka perhitungannya adalah 65 x 0,8 x
104= 520.000 CFU/g = 5,4 x 10
5CFU/g.
b) Most Probable Number (MPN)
Most Probable Number (MPN) merupakan metode pengujian bakteri pada
makanan menggunakan media cair dengan tiga replikasi dan hasil akhir berupa
kekeruhan atau perubahan warna dan atau pembentukan gas yang juga dapat
diamati secara visual dan interpretasi hasil dengan merujuk kepada tabel MPN.
Metode MPN biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam
contoh yang berbentuk cair. Metode ini dikenal dengan 2 cara, yaitu metode 3
tabung dan metode 5 tabung (BPOM RI, 2008).
Metode MPN memiliki beberapa kelebihan, antara lain metode MPN dapat
dibuat sangat peka dengan penggunaan volume inokulum contoh yang lebih
besar dari 1,0 ml/tabung, metode MPN dapat dipakai di lapangan, media
pertumbuhan yang selektif dapat digunakan untuk menghitung jenis
mikroorganisme yang ingin diperiksa serta pelaksanaan metode MPN ini
sederhana dan cepat. Sedangkan kelemahan dari metode MPN ini adalah untuk
mendapatkan hasil yang valid, maka diperlukan banyak pengulangan (Harmita,
2006).
34
Langkah-langkah untuk melakukan pemeriksaan bakteri E.coli pada
makanan dengan menggunakan metode MPN menurut APHA 2001 adalah
sebagai berikut (Da Silva et. al, 2012):
1) Persiapan sampel dan inokulasi
Sebanyak 25 gram sampel makanan atau 25 ml sampel minuman
dilarutkan dalam 225 ml air peptone 0,1% atau buffer Butterfield’s
Phospate (pengenceran 10-1
). Setelah itu dilakukan pengenceran dan
memasukkan larutan tersebut ke dalam tabung reaksi dengan
konsentrasi larutan untuk masing-masing tabung sebesar 10-1
, 10-2
, dan
10-3
. Kemudian dilakukan inokulasi sampel dalam masing-masing
tabung reaksi tersebut ke tabung reaksi lain yang telah berisi media
berupa larutan Lauryl Sulfate Tryptose (LST) sebanyak 1 ml.
2) Inkubasi untuk uji presumtif
Tabung reaksi yang berisi larutan LST hasil inokulasi sampel
kemudian diinkubasi pada suhu 35,5oC selama 24 – 26 jam dan
perhatikan apakah terdapat gas yang terbentuk, apabila terdapat tabung
rekasi yang tidak terbentuk gas, maka dilakukan inkubasi kembali
selama 24 jam.
3) Uji penegasan
Dari masing-masing tabung reaksi yang terbentuk gas, ambil 1 ose
sampel dari dalam tabung tersebut dan inokulasi pada larutan BGB.
Kemudian tabung reaksi yang berisi larutan BGB diinkubasi pada suhu
35,5oC selama 24 – 26 jam dan periksa apakah terbentuk gas. Jika
terbentuk gas maka mengindikasikan hasil yang positif.
35
4) Uji pelengkap
Pada tabung reaksi yang berisi larutan BGB dan terbentuk gas,
kemudian diambil 1 ose sampel dan ditanam pada cawan petri yang
berisi agar Levine’s Eosin Methylene Blue (L-EMB). Inkubasi cawan
petri tersebut pada suhu 36oC selama 24 – 26 jam. Setelah itu akan
tumbuh koloni bakteri yang kemudian ditanam kembali pada tabung
reaksi yang berisi Plate Count Agar (PCA) dan inkubasi pada suhu 36oC
selama 24 – 26 jam. Setelah diinkubasi, maka dilakukan serangkaian uji
biokimia sebagai berikut:
a. Masukkan 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA ke
dalam tabung reaksi yang berisi Koser’s Citrate Broth atau
Simmons Citrate Agar. Lalu inkubasi pada suhu 36oC selama 96
– 98 jam.
b. Masukkan 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA ke
dalam tabung reaksi yang berisi MR-VP Broth. Lalu inkubasi
pada suhu 36oC selama 48 – 50 jam (VP) atau pada suhu 36
oC
selama 96 – 98 jam (MR).
c. Masukkan 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA ke
dalam tabung reaksi yang berisi Tryptone (Tryptophane) Broth.
Lalu inkubasi pada suhu 36oC selama 24 – 26 jam.
d. Ambil 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA dan
letakkan pada kaca preparat untuk dilakukan pewarnaan gram.
Jika hasil uji citrate, VP dan pewarnaan gram menunjukkan hasil
negatif, serta uji MR dan indol menunjukkan hasil positif, maka dapat
dikonfirmasi bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri E.coli.
36
c) Presence – Absence (P/A) Testing
Metode Presence-Absence (P/A) merupakan modifikasi sederhana dari
metode MPN. Penyederhanaan dilakukan dengan menggunakan satu porsi besar
dalam botol kultur tunggal untuk mendapatkan informasi kualitatif, yaitu ada
tidaknya mikroba. Metode ini dikembangkan dengan penambahan substrat
fluorogenic dapat digunakan untuk menumbuhkan dan membedakan bakteri
E.coli dari bakteri lainnya (Indriani, 2010). Pengujian bakteri E.coli pada
makanan dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung substrat
berupa fluorogenic dan chromogenic, dimana bertujuan untuk mengetahui jenis
mikroorganisme dengan mengidentifikasi aktivitas enzim spesifik yang dimiliki
oleh mikroorganisme tersebut (Merck, 2004).
Kelebihan dari metode P/A ini antara lain dapat mendeteksi keberadaan
bakteri E.coli secara simultan, prosedurnya lebih mudah dan cepat daripada
pengujian TLP maupun MPN, lebih murah karena tidak memerlukan
bahan/material yang banyak dan proses inkubasi dapat dilakukan dilapangan
(Merck, 2004). Namun, kelemahan dari metode ini adalah apabila hasilnya
positif maka tidak ada informasi secara kuantitatif tentang tingkat kontaminasi
yang terjadi dan sensitivitas dari metode ini sangat tergantung pada jumlah
sampel yang dianalisa (Indriani, 2010).
Langkah-langkah untuk melakukan uji bakteri E.coli pada makanan dengan
media Fluorocult LMX Broth adalah sebagai berikut (Merck, 2004):
1. Pembuatan larutan Fluorocult LMX dan inokulasi bakteri
Larutan Fluorocult LMX dibuat dengan melarutkan 17 gram
Fluorocult LMX dengan 1 liter aquades. Kemudian dicampurkan dengan
menggunakan hotplate dan masukkan sebanyak 20 ml ke dalam tabung
37
reaksi. Sebanyak 25 gram sampel makanan yang akan diperiksa
dilarutkan dengan aquades kemudian masukkan sebanyak 5 ml ke dalam
tabung reaksi yang berisi larutan Fluorocult LMX, sedangkan untuk
sampel minuman masukkan sebanyak 10 ml.
2. Inkubasi dan uji penegasan
Sampel yang telah diinokulasi ke dalam tabung reaksi yang berisi
larutan Fluorocult LMX kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
36oC. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri E.coli pada sampel yang
diuji tersebut, teteskan reagen kovacs sebanyak 5 – 10 tetes.
3. Interpretasi hasil
Setelah diteteskan reagen kovacs maka tabung reaksi yang terbentuk
cincin berwarna merah menandakan bahwa sampel dalam tabung reaksi
tersebut positif mengandung bakteri E.coli. Sedangkan apabila tidak
terbentuk cincin berwarna merah, maka negatif mengandung E.coli.
2.6 Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease)
Penyakit bawaan makanan adalah suatu penyakit yang biasanya bersifat toksik
maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh
melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi (WHO, 2006). Sedangkan menurut
Arisman (2009) penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang ditularkan melalui
makanan, tanpa memperdulikan apakah mikroorganisme, baik bakteri, virus maupun
parasit tersebut menghasilkan racun atau tidak.
Jenis penyakit bawaan makanan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu penyakit
yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk parasit yang menginvasi dan
bermultiplikasi dalam tubuh; penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
mikroorganisme yang berkembang biak dalam saluran pencernaan; dan penyakit
38
yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bahan
kimiawi yang beracun atau mengandung toksin alami yang dihasilkan oleh
miikroorganisme dalam makanan yang dikonsumsi (Sockett, 2001). Makanan dapat
terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia
dan vektor. Apabila racun tersebut tidak dapat diuraikan, akan terjadi bioakumulasi
dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan (Sumantri, 2013).
Menurut Missouri SPHL (2015), foodborne disease yang disebabkan oleh
mikroorganisme dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Klasifikasi Foodborne Disease Berdasarkan Jenis Mikroorganisme
Onset Gejala Utama Mikroorganisme Penyebab
6 – 24 Jam Kram perut, diare, mual dan
muntah
Bacillus cereus
Clostridium perferingens
10 – 72 Jam Kram perut, diare, mual dan
muntah
(muntah lebih sering terjadi
pada anak, sedangkan diare
lebih sering terjadi pada orang
dewasa)
Noroviruses
12 – 72 Jam Kram perut, diare (dapat
berdarah atau berlendir),
demam, menggigil, tidak enak
badan dan sakit kepala
Salmonella sp
Shigella sp
E.coli pathogen
Vibrio sp
Yersinia sp
Campylobacter sp
Aeromonas atau Plesiomonas
sp
3 Hari – 6
Minggu
Diare kronis, lemas, sakit
perut, kelelahan, dan
penurunan berat badan
Giardia lamblia
1 – 6 Jam Mual, muntah, kram perut,
diare
Bacillus cereus
Staphylococcus aureus
24 – 72 Jam Mual, muntah, demam, sakit
perut, diare berair
Rotaviruses
2 – 30 Hari Mual, sakit perut dank ram,
muntah (pada anak), diare
berair (pada orang dewasa),
demam
Cryptosporidium parvum
3 Hari – Beberapa
Bulan
Sakit perut, diare berdarah,
sakit kepala, konstipasi namun
Entamoeba histolytica
39
Onset Gejala Utama Mikroorganisme Penyebab
diselingi diare, mudah
mengantuk
1 – 11 Hari Diare berkepanjangan hingga 7
minggu, kelelahan, kram,
penurunan berat badan, dan
anorexia
Cylospora cayetanensis
3 – 30 Hari Diare lebih dari 1 minggu,
gejala gangguan saluran
pernafasan
Adenoviruses (tipe 40 dan 41)
Terjadinya penyakit bawaan makanan jika terdapat 3 hal berikut (Hartono,
2006):
b. Jumlah bakteri dalam makanan harus cukup banyak dan dapat bertahan hidup
setelah dimasak atau disimpan.
c. Bakteri dalam makanan harus berkembang biak dan mencapai jumlah yang
cukup atau menghasilkan toksin dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan
penyakit.
d. Bakteri harus masuk ke tempat pengolahan makanan atau terdapat dalam bahan
mentah maupun peralatan dan permukaan tempat pengolahan makanan, serta
tangan tangan yang tidak dicuci.
2.7 Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease)
Makanan yang terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli dapat
menimbulkan berbagai penyakit bagi orang yang mengkonsumsinya. Untuk itulah
diperlukan upaya-upaya pencegahan kontaminasi terhadap makanan. Menurut WHO
(2006), terdapat 5 cara menjaga keamanan makanan dari aspek penjamah makanan,
antara lain:
a. Menjaga Kebersihan (Keep Clean)
Berbagai jenis bakteri patogen dapat ditemukan pada tanah, air, hewan dan
manusia. Bakteri tersebut terbawa oleh tangan dan terdapat pada kain lap
40
maupun peralatan pengolahan makanan, seperti talenan yang dapat
menyebabkan perpindahan bakteri ke makanan sehingga terjadi penyakit
bawaan makanan. Untuk itulah diperlukan praktik kebersihan dalam melakukan
pengolahan makanan, antara lain:
1) Mencuci tangan sebelum dan selama persiapan pengolahan makanan.
2) Mencuci tangan setelah dari toilet.
3) Mencuci dan mensterilkan area permukaan tempat pengolahan makanan
dan peralatan pengolahan makanan.
4) Menjaga area tempat pengolahan makanan dari serangga, hewan
peliharaan maupun binatang lainnya.
b. Memisahkan Bahan Mentah dengan Makanan Matang (Seperate Raw and
Cooked)
Bahan makanan mentah seperti daging, telur, dan ikan dapat mengandung
mikroorganisme berbahaya yang dapat berpindah ke makanan lainnya selama
proses pengolahan dan penyimpanan makanan. Untuk itu perlu diperhatikan
hal-hal berikut:
1) Memisahkan daging, telur dan ikan mentah dari makanan lain.
2) Menggunakan peralatan yang berbeda dalam melakukan pengolahan
makanan, seperti pisau dan talenan yang berbeda.
3) Melakukan penyimpanan pada kontainer yang berbeda untuk menghindari
kontak antara bahan mentah dengan makanan matang.
c. Memasak dengan Sempurna (Cook Thoroughly)
Memasak dengan cara yang benar dapat membunuh hampir semua jenis
bakteri yang berbahaya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memasak
41
makanan hingga temperatur 70oC akan menyebabkan makanan lebih aman
untuk dikonsumsi. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Memasak makanan dengan sempurna, khususnya daging, unggas, telur
dan seafood.
2) Untuk makanan yang berkuah, pastikan suhu pemasakan hingga mencapai
70oC. Sedangkan untuk daging dan unggas, pastikan sudah berubah warna
(tidak berwarna merah muda).
3) Melakukan pemanasan makanan kembali dengan sempurna
d. Menjaga Temperatur Makanan (Keep Food At Safe Temperature)
Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat jika makanan disimpan pada
suhu ruang. Pertumbuhan bakteri dapat terhambat dan berhenti pada suhu
dibawah 5oC atau diatas 60
oC. Namun, beberapa jenis bakteri dapat mampu
hidup hingga suhu di bawah 5oC. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Jangan meninggalkan makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam.
2) Simpan makanan yang mudah busuk pada suhu dibawah 5oC.
3) Menjaga makanan yang disajikan dalam keadaan panas pada suhu diatas
600C.
4) Tidak menyimpan makanan sisa terlalu lama (lebih dari 3 hari)
5) Tidak melakukan pemanasan pada makanan lebih dari satu kali.
6) Tidak mencairkan makanan beku pada suhu ruang.
e. Menggunakan Air dan Bahan Makanan yang Bersih (Use Safe Water and
Raw Materials)
Bahan mentah, termasuk air dan es dapat terkontaminasi oleh bakteri
patogen dan bahan kimia. Toksin kimia dapat terbentuk pada makanan yang
rusak dan berjamur. Dengan mencuci dan memilih bahan makanan yang benar
42
dapat mengurangi risiko kejadian foodborne disease. Hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
1) Menggunakan air bersih dalam mengolah makanan.
2) Memilih bahan makanan segar dan utuh.
3) Memilih produk makanan kemasan yang aman, seperti susu yang
terpasteurisasi.
4) Mencuci buah dan sayuran, terutama jika dikonsumsi dalam keadaan
mentah.
5) Tidak menggunakan makanan yang telah melewati batas kadaluarsa.
Selain dari aspek penjamah makanan, upaya pencegahan terhadap penyakit
bawaan makanan juga dapat dilakukan oleh konsumen itu sendiri. Menurut
Kemenkes (2015) terdapat lima kunci keamanan pangan untuk anak sekolah, antara
lain:
a. Kenali Pangan yang Aman
Pangan yang aman merupakan pangan yang bebas dari bahaya biologis,
kimia dan benda lainnya. Ketiga jenis bahaya tersebut dapat mencemari pangan
dan akan menyebabkan penyakit apabila dikonsumsi.
b. Beli Pangan yang Aman
Pangan yang akan dibeli harus dipilih dengan tepat sehingga aman dari
bahaya biologis, kimia, maupun benda lain. Sebelum membeli pangan, perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1) Beli pangan di tempat yang bersih
2) Beli dari penjual yang sehat dan bersih
3) Pilih makanan yang telah dimasak
4) Beli pangan yang dipajang, disimpan dan disajikan dengan baik
43
5) Konsumsi pangan secara benar
c. Baca Label dengan Seksama
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada
pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian
kemasan pangan. Informasi pada label yang tercantum di kemasan sangat
penting untuk diperhatikan, sehingga pangan yang dibeli sesuai dengan apa
yang diinginkan konsumen.
d. Jaga Kebersihan
Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit dapat ditemukan di tanah, air,
hewan, dan manusia. Selain itu bakteri tersebut juga dapat terbawa oleh udara
atau melalui tangan, lap, dan peralatan makan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah bakteri tersebut mencemari makanan yang akan
dimakan adalah dengan mencuci tangan. Mencuci tangan yang paling baik
menggunakan sabun dan air yang mengalir.
e. Catat Apa yang Ditemui
Setelah mengenali makanan jajanan yang aman, siswa sekolah dapat
melaporkan apa yang ditemukan sehari-hari di sekolah mengenai pangan
jajanan yang dijual melalui notifikasi elektronik, yaitu sistem informasi antara
komunitas sekolah dengan BPOM untuk menginformasikan secara cepat
berbagai hal terkait dengan keamanan pangan jajanan anak sekolah baik yang
sifatnya positif maupun negatif.
44
2.8 Kerangka Teori
Foodborne disease merupakan penyakit yang disebabkan akibat mengonsumsi
makanan yang terkontaminasi oleh patogen, baik berupa bakteri, virus maupun
parasit. Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh kondisi higiene dan
sanitasi yang kurang saat proses pengelolaan makanan. Kondisi higiene sanitasi
tersebut meliputi, higiene sanitasi penjamah makanan, peralatan peralatan
penanganan makanan, sarana penjaja dan rantai makanan.
Higiene sanitasi penjamah makanan mencakup aspek mencuci tangan dengan
sabun (Sneed dkk, 2015), menggunakan alat bantu saat mengambil makanan
(Susanna dkk, 2003), kebersihan kuku dan tangan (Yunaenah, 2009), serta tidak
menderita diare (Pujiati dkk, 2015). Higiene sanitasi peralatan makanan mencakup
aspek cara pencucian peralatan (Aristin dkk, 2014). Higiene sanitasi sarana penjaja
meliputi jenis sarana berjualan, tempat penyimpanan makanan matang, keberadaan
tempat sampah dan keberadaan fasilitas sanitasi (Mugampoza dkk, 2013; Yunus dkk,
2015). Sedangkan higiene sanitasi pada rantai makann mencakup aspek pemilihan
bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan, distribusi/pengangkutan,
penyimpanan makanan matang dan cara penyajian (Laelasari, 2015; Kemenkes RI,
2011).
45
Kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Higiene Sanitasi Penjamah
Makanan:
- Mencuci tangan dengan
sabun
- Menggunakan alat bantu
penyajian makanan
- Kebersihan kuku dan
tangan
- Tidak menderita diare
Higiene Sanitasi Peralatan
Penanganan Makanan:
- Cara pencucian peralatan
Higiene Sanitasi Sarana
Penjaja:
- Jenis sarana berjualan
- Tempat menyimpan
makanan matang
- Keberadaan tempat
sampah
- Keberadaan fasilitas
sanitasi
Higiene Sanitasi Pada
Rantai Makanan:
- Pemilihan bahan
makanan
- Penyimpanan bahan
makanan
- Pengolahan makanan
- Pengangkutan
- Penyimpanan makanan
matang
- Cara penyajian
Kontaminasi Bakteri
E.coli pada makanan
jajanan
Kejadian Foodborne
Disease
46
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3 Bab III Kerangka Konsep, Definisi Operasional, Hipotesis
3.1 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini variabel dependen yang diteliti adalah keberadaan bakteri
E.coli pada makanan jajanan, sedangkan variabel independen yang diteliti antara lain,
praktik mencuci tangan dengan sabun; menggunakan alat bantu penyajian makanan;
cara pencucian peralatan; jenis sarana berjualan; tempat menyimpan makanan matang;
dan cara penyajian. Sedangkan variabel-variabel lainnya, seperti kebersihan kuku dan
tangan; tidak menderita diare; keberadaan tempat sampah; pemilihan bahan makanan;
penyimpanan bahan makanan; pengolahan; dan pengangkutan/distribusi tidak diteliti
karena homogen. Kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Higiene Sanitasi Penjamah Makanan:
- Mencuci tangan dengan sabun
- Menggunakan alat bantu penyajian
makanan
Higiene Sanitasi Peralatan
Penanganan Makanan:
- Cara pencucian peralatan
Higiene Sanitasi Sarana Penjaja:
- Jenis sarana berjualan
- Keberadaan fasilitas sanitasi
- Tempat menyimpan makanan matang
Higiene Sanitasi Pada Rantai
Makanan:
- Cara penyajian
Kontaminasi Bakteri
E.coli pada makanan
jajanan
47
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Kontaminasi
bakteri E.coli pada
makanan jajanan
Adanya kandungan
bakteri E.coli pada
makanan jajanan yang
dijual
Uji kualitatif
laboratorium
Fluorocult LMX
Broth
0. Positif
1. Negatif
Nominal
2. Mencuci tangan
dengan sabun
Kegiatan membersihkan
tangan dan jari dengan
menggunakan sabun dan
air mengalir sebelum
mengolah makanan dan
setelah buang air besar
Wawancara Kuesioner 0. Tidak
1. Ya
Ordinal
3. Menggunakan alat
bantu penyajian
makanan
Kegiatan mengambil
atau mengemas
makanan menggunakan
penjepit, sendok, garpu,
tusukan atau alat bantu
lainnya.
Wawancara dan
observasi
Kuesioner 0. Tidak
1. Ya
Ordinal
4. Cara pencucian
peralatan
Kegiatan membersihkan
peralatan penanganan
makanan
Wawancara dan
observasi
Kuesioner 0. Tidak memenuhi syarat (jika
dimasukkan ke dalam ember
berisi air dan tidak menggunakan
sabun)
1. Memenuhi syarat (jika dicuci
dengan air mengalir dan sabun)
Ordinal
5. Jenis sarana
berjualan
Jenis sarana yang
digunakan penjamah
makanan untuk menjual
makanan jajanan
Observasi Kuesioner 0. Gerobak keliling
1. Bangunan kantin/kios
Ordinal
6. Keberadaan Adanya tempat untuk Wawancara dan Kuesioner 0. Tidak memenuhi syarat (jika tidak Ordinal
48
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
fasilitas sanitasi mencuci tangan,
peralatan dan bahan
makanan yang
dilengkapi dengan air
mengalir dan sabun
Observasi terdapat tempat untuk mencuci
tangan, peralatan dan bahan
makanan yang dilengkapi dengan
air mengalir dan sabun)
1. Memenuhi syarat (jika terdapat
tempat untuk mencuci tangan,
peralatan dan bahan makanan
yang dilengkapi dengan air
mengalir dan sabun)
7. Tempat
menyimpan
makanan matang
Keadaan wadah atau
tempat yang digunakan
untuk menyimpan
makanan matang
Wawancara dan
Observasi
Kuesioner 0. Tidak memenuhi syarat (jika
makanan diletakkan pada tempat
terbuka dan tidak bebas dari debu,
vektor penyakit dan sumber
pencemar lain)
1. Memenuhi syarat (jika makanan
diletakkan pada tempat tertutup
dan bebas dari debu, vektor
penyakit dan sumber pencemar
lain)
Ordinal
8. Cara penyajian Kegiatan penempatan
makanan yang telah
diolah saat akan dijual
ke konsumen
Wawancara dan
observasi
Kuesioner 0. Tidak memenuhi syarat (jika
makanan disajikan dengan kondisi
terbuka dan pembungkus
makanan yang digunakan tidak
bersih dan dapat mencemari
makanan)
1. Memenuhi syarat (jika makanan
disajikan dengan kondisi tertutup
dan pembungkus yang digunakan
bersih dan tidak mencemari
makanan)
Ordinal
49
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
2. Ada hubungan antara menggunakan alat bantu penyajian makanan dengan
kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
3. Ada hubungan antara cara pencucian peralatan dengan kontaminasi bakteri
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016.
4. Ada hubungan antara jenis sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016.
5. Ada hubungan antara keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri
Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016.
6. Ada hubungan antara tempat menyimpan makanan matang dengan kontaminasi
bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah
Kecamatan Cakung tahun 2016.
7. Ada hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung
tahun 2016.
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
4 Bab IV Metode Penelitian
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik dengan menggunakan
desain cross-sectional. Desain ini dipilih karena pengukuran variabel dependen dan
variabel independen dilakukan pada saat yang bersamaan dan bertujuan untuk
mencari hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada penjual makanan jajanan di sekolah dasar yang
terdapat di Kecamatan Cakung pada bulan November – Desember 2016. Sedangkan
pengujian E.coli pada penelitian ini dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Jakarta.
4.3 Populasi dan Sampel
a) Populasi dan Sampel Penjamah Makanan
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pedagang makanan jajanan yang
berjualan di sekitar sekolah dasar di Kecamatan Cakung tahun 2016. Jumlah
sampel pada penelitian ini sebesar 60 pedagang makanan yang didapatkan
berdasarkan hasil perhitungan besar sampel sebagai berikut:
n =
√ ( ) √ ( ) ( )
( )
Keterangan:
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
51
P1 : Proporsi makanan jajanan yang terkontaminasi bakteri E.coli pada
variabel higiene sanitasi yang tidak memenuhi syarat
P2 : Proporsi makanan jajanan yang terkontaminasi bakteri E.coli pada
variabel higiene sanitasi yang memenuhi syarat
P : Rata-rata proporsi pada populasi (P1+P2 /2)
Z1-a/2 : Derajat kemaknaan (95% = 1,96)
Z1-B : Kekuatan uji (80% = 0,84)
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Penjamah Makanan
No Variabel P1 P2 n
1 Higiene sanitasi
penjamah makanan
(Yunus dkk, 2015)
0,583 0,053 11
2 Higiene sanitasi tempat
pengolahan makanan
(Yunus dkk, 2015)
0,545 0,1 17
3 Higiene sanitasi
peralatan pengolahan
makanan (Pratiwi, 2014)
0,095 0,143 714
4 Higiene sanitasi sarana
penjaja (Tambekar et.al,
2009)
0,83 0,16 8
5 Cara penyajian makanan
(Kurniadi dkk, 2013)
0,93 0,067 4
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui jumlah besar sampel yang tertinggi sebesar
714, namun pada penelitian ini diketahui jumlah populasi penjamah makanan
hanya 147 sehingga besar sampel yang diambil sebanyak 17 yang kemudian
jumlah tersebut dibagi dengan proporsi makanan jajanan yang tidak
terkontaminasi bakteri E.coli pada penelitian Atmiati (2012), yaitu sebesar
0,567. Sehingga besar sampel adalah sebagai berikut:
n’ = 7
567 = 30 responden
Karena pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling
maka 30 sampel x Design Effect (Deff=2), sehingga 30 x 2 = 60 responden.
52
b) Populasi dan Sampel Makanan
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh makanan jajanan yang dijual di
sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016. Sampel makanan pada penelitian ini
sebanyak 60 makanan jajanan, dimana menggunakan perbandingan 1:1, yaitu
mengambil 1 jenis makanan jajanan dari 1 penjamah makanan. Jenis makanan
jajanan yang diambil merupakan jenis makanan sepinggan (jajanan berat),
camilan/snack, dan minuman sesuai dengan pengelompokkan jenis makanan yang
ditentukan oleh BPOM.
4.4 Teknik Pengambilan Sampel
a) Pengambilan Sampel Penjamah Makanan
Teknik pengambilan sampel penjamah makanan pada penelitian ini
menggunakan cluster sampling. Cluster sampling dipilih karena subjek penelitian
berada pada area geografis yang luas (Walizer dan Wienir, 1978). Kecamatan
Cakung secara umum dapat dibagi menjadi 3 cluster, yaitu area pemukiman,
kawasan industri besar dan kawasan industri kecil. Penentuan lokasi kelurahan
dipilih secara acak mewakili masing-masing cluster, sehingga lokasi yang dipilih
pada penelitian ini berada pada Kelurahan Cakung Timur, Pulo Gebang dan
Ujung Menteng. Penentuan lokasi penelititan ini dapat dilihat pada bagan 4.1.
53
Bagan 4.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Kriteria sampel yang diteliti adalah sebagai berikut:
a. Merupakan pedagang makanan jajanan yang berjualan di sekitar sekolah
dasar di Kelurahan Cakung Timur, Pulo Gebang dan Ujung Menteng.
b. Merupakan pedagang makanan jajanan yang telah berjualan minimal 3
bulan terakhir, hal ini dikarenakan anak-anak yang sering mengonsumsi
makanan jajanan dalam 3 bulan terakhir menunjukkan hubungan yang
bermakna dengan kejadian diare pada anak sekolah (Ruchiyat, 2007).
c. Merupakan pedagang makanan jajanan yang berjualan baik di dalam
maupun di luar sekolah.
d. Merupakan pedagang yang berjualan antara jam 08.00-11.00, hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pengambilan
data pada responden yang sama karena pedagang yang berjualan di luar
sekolah kemungkinan berkeliling ke sekolah lain.
Kecamatan Cakung
Kelurahan
Penggilingan
Kelurahan
Jatinegara
Kelurahan
Ujung Menteng
Kelurahan
Rawa Terate
Kelurahan
Cakung Timur
Kelurahan Pulo
Gebang
Kelurahan
Cakung Barat
Area Kawasan
Industri Besar
Area Kawasan
Industri Kecil Area Pemukiman
54
Berdasarkan hasil observasi jumlah populasi pedagang makanan jajanan di
sekolah yang ada di wilayah Kelurahan Cakung Timur, Pulo Gebang dan Ujung
Menteng yang memenuhi kriteria sebesar 147 pedagang. Jumlah populasi
pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cakung Timur, Pulo Gebang dan Ujung
Menteng masing-masing sebesar 43, 49, dan 55 pedagang. Jumlah responden
yang akan diambil pada penelitian ini sebanyak 60 pedagang jajanan. Sehingga
penentuan jumlah sampel yang diambil di masing-masing kelurahan adalah
sebagai berikut:
Bagan 4.2 Penentuan Jumlah Sampel yang Diambil
b) Pengambilan Sampel Makanan
Pengambilan sampel makanan pada penelitian ini dilakukan pada pukul
09.00 – 10.00 pagi. Makanan jajanan yang diambil pada penelitian ini meliputi
jenis makanan sepinggan (jajanan berat), seperti nasi goreng, bihun, soto ayam,
siomay, nasi uduk, bakso, roti bakar, dan spageti; camilan/snack, seperti keripik,
gorengan, donat, agar-agar, cilor, cilok, takoyaki, bolu, cimin, kerak telor, sate
Total pedagang yang
memenuhi kriteria = 147
Kelurahan
Cakung Timur
43
47 x 60
= 18 responden
Kelurahan Pulo
Gebang
49
47 x 60
= 20 responden
Kelurahan
Ujung Menteng
55
47 x 60
= 22 responden
55
sosis, puding, martabak, cakwe, dan pempek; serta minuman, seperti es teh, es
sirsak, dan es cokelat.
Cara pengambilan sampel makanan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Persiapan dan Pengambilan sampel
Kondisi lingkungan saat pengambilan sampel makanan harus dalam
keadaan steril. Meja yang menjadi tempat untuk memasukkan sampel ke
dalam wadah sampel dilakukan sterilisasi dengan menggunakan alkohol
70% untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri lain
yang tidak diinginkan. Pengambilan sampel makanan dilakukan dengan
mengambil sebanyak 25 gram untuk jenis makanan padat dan sebanyak 10
ml untuk jenis minuman/makanan yang mengandung cairan. Untuk jenis
makanan padat yang dibakar seperti sate sosis, bagian yang diambil bukan
bagian yang telah gosong. Hal ini dikarenakan pada bagian gosong kadar
air akan berkurang sehingga bakteri tidak dapat tumbuh (Sudarna dan
Swacita, 2009). Sedangkan pada jenis sampel makanan yang mengandung
cairan, seperti bakso dan soto ayam, maka yang diambil adalah kuahnya.
Sampel pada jenis makanan padat, dicampurkan dengan aquades
sebelum dimasukkan ke botol kaca sampel. Setelah itu, ambil sebanyak 5
ml sampel makanan jajanan dan dimasukkan ke dalam botol kaca sampel
bening yang telah berisi media larutan fluorocult LMX dengan
menggunakan sendok steril. Setelah dimasukkan, wadah sampel kemudian
ditutup rapat dan diberikan label nama makanan dan nama penjual. Proses
memasukkan makanan ke dalam wadah sampel dilakukan dekat dengan
pembakar spirtus untuk menjaga sampel tetap dalam keadaan steril.
56
2) Cold Chain (Rantai Dingin)
Cold chain bertujuan untuk menjaga suhu agar sampel tetap terjaga
selama proses distribusi dari lokasi tempat pengambilan sampel ke
laboratorium. Wadah yang telah terisi sampel kemudian dimasukkan
kedalam ice box yang didalamnya sudah terisi ice pack agar menjaga
sampel tetap dalam keadaan awet hingga dibawa ke laboratorium. Suhu
dalam ice box tersebut harus dijaga untuk tetap pada temperatur 8oC. Hal
ini disebabkan karena pada suhu lebih dari 8oC, dimungkinkan ada bakteri
lain yang ikut tumbuh dalam media sampel. Sampel yang telah diambil
harus sesegera mungkin dibawa ke laboratorium, karena bakteri dapat
berkembangbiak dalam jumlah banyak dalam waktu lebih dari 6 jam.
4.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer yang
didaptkan dengan melakukan wawancara, observasi dan pengujian laboratorium serta
data sekunder yang didapatkan dari Puskesmas Kecamatan Cakung. Aspek higiene
sanitasi makanan yang dilakukan wawancara dan observasi meliputi praktik mencuci
tangan dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara pencucian
peralatan, jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat menyimpan
makanan matang dan cara penyajian. Sedangkan pengujian laboratorium dilakukan
untuk mengetahui kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan.
4.5.1 Data Primer
Data primer pada penelitian ini berupa data mengenai faktor higiene sanitasi
makanan dan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan yang diperoleh
melalui wawancara, observasi dan pengujian laboratorium.
57
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari
seseorang sasaran penelitian dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan
orang tersebut (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini wawancara dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara berupa kuesioner dengan tipe
pertanyaan tertutup. Aspek yang diwawancara meliputi mencakup praktik
mencuci tangan dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan,
jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat penyimpanan
makanan matang, dan cara penyajian yang mengacu Kepmenkes No. 942 tahun
2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
Namun, aspek persyaratan yang diambil hanya yang sesuai dan relevan dengan
penelitian ini. Kegiatan wawancara tersebut dilakukan pada saat responden
tidak sedang melakukan kegiatan pelayanan makanan pada konsumen.
2. Observasi
Observasi merupakan suatu prosedur yang meliputi melihat, mendengar,
dan mencatat sejumlah taraf aktivitas tertentu atau situasi yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini observasi
dilakukan dengan melakukan pengamatan pada responden meliputi aspek praktik
menggunakan alat bantu saat mengambil makanan, jenis sarana berjualan,
keberadaan fasilitas sanitasi, tempat penyimpanan makanan matang, dan cara
penyajian. Lembar observasi dibuat dengan mengacu pada ketentuan Kepmenkes
No. 942 tahun 2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan. Kegiatan observasi tersebut dilakukan pada saat responden sedang
melakukan kegiatan pelayanan makanan pada konsumen, yaitu pada pukul 09.00-
58
10.00, dimana waktu tersebut merupakan waktu istirahat siswa sekolah dasar.
Observasi ini merupakan metode untuk triangulasi verifikasi terhadap wawancara
yang telah dilakukan, apakah jawaban responden sesuai dengan hasil observasi
yang dilakukan peneliti.
3. Biomonitoring Sampel Makanan
Langkah-langkah biomonitoring sampel makanan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan alat dan bahan
a) Larutan Alkohol 70%
b) Kapas
c) Pembakar spirtus dan korek api
d) Sendok steril
e) Label dan alat tulis
f) Wadah sampel steril
g) Ice box
h) Tabung reaksi
i) Fluorocult LMX Broth
j) Timbangan analis
k) Hotplate
l) Gelas ukur
m) Autoklaf
n) Aquades
o) ose
p) Reagen kovacs
2. Pembuatan larutan fluorocult LMX
a) Melakukan penimbangan sebanyak 17 gram fluorocult LMX broth
dengan timbangan analis.
b) Melarutkan 17 gram fluorocult LMX broth ke dalam 1 liter aquadest.
c) Memanaskan dan mencampurkan larutan tersebut dengan menggunakan
hot plate.
d) Masukan larutan LMX yang telah tercampur ke dalam wadah sampel
sebanyak 20 ml.
e) Melakukan sterilisasi wadah sampel dengan menggunakan autoklaf
dengan suhu 121oC selama 15 menit.
59
3. Pengujian Laboratorium
a) Sampel yang telah dibawa ke laboratorium, kemudian diinkubasi pada
suhu 36oC selama 24 jam.
b) Setelah diinkubasi, ambil sebanyak 1 ose sampel dan dipindahkan pada
tabung reaksi yang berisi media LMX.
c) Mambahkan reagen kovacs ke dalam tabung reaksi tersebut sebanyak 5-
10 tetes.
d) Mengamati perubahan warna yang terjadi, jika terbentuk cincin merah
maka sampel tersebut positif mengandung bakteri E.coli. Sedangkan
jika tidak terbentuk cincin merah maka sampel tersebut negatif
mengandung bakteri E.coli.
4.5.2 Data Sekunder
Data sekunder pada penelitan ini berupa data mengenai alamat sekolah
dasar dan data pedagang makanan jajanan di Kecamatan Cakung yang diperoleh
dari Puskesmas Kecamatan Cakung.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner yang berisi
tentang variabel yang diteliti, seperti praktik mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara pencucian peralatan, jenis sarana
berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat penyimpanan makanan matang, dan
cara penyajian. Untuk pemeriksaan bakteri E.coli pada makanan dilakukan dengan
uji kualitatif laboratorium menggunakan media Fluorocult LMX Broth.
60
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.7.1 Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila
instrumen tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran (Matondang, 2009).
Untuk mengetahui validitas suatu item pada kuesioner sebagai instumen
pengukuran, dapat diketahui dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r
tabel. Apabila nilai r hitung > r tabel maka dapat dikatakan bahwa item pada
kuesioner tersebut dinyatakan valid. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan pada
30 responden dengan total 22 item pertanyaan. Dari hasil uji validitas didapatkan
sebagian besar item kuesioner memiliki nilai r hitung (pada kolom Corrected Item-
Total Correlation) > r tabel (0,3610). Sedangkan pada item pertanyaan yang nilai r
hitung nya < r tabel, dilakukan perbaikan redaksi bentuk pertanyaannya sehingga
dapat dipahami lebih baik oleh responden.
Validitas untuk pengujian laboratorium dapat dilakukan dengan memastikan
bahwa waktu pengujian sampel tidak berjarak terlalu lama dari waktu pengambilan
sampel, karena jika waktu pengujian dan pengambilan sampel berjarak terlalu lama
dimungkinkan dapat memengaruhi hasil. Selain itu, petugas untuk memeriksa
sampel adalah petugas yang sudah memiliki kompetensi untuk pengujian bakteri
E.coli pada makanan. Reagen yang digunakan untuk pengujian bakteri E.coli
merupakan reagen yang spesifik dapat mendeteksi keberadaan bakteri E.coli pada
sampel. Dalam penelitian ini reagen yang digunakan adalah reagen kovacs. Reagen
kovacs digunakan untuk mendeteksi keberadaan indole yang merupakan produk
61
hasil akhir dari bakteri oksidasi dari asam amino dan tryptophan, dimana reagen
kovacs digunakan untuk uji indole bakteri E.coli. Sampel yang positif mengandung
E.coli akan terbentuk cincin merah pada tabung reaksi (Dalynn, 2014).
4.7.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama,
diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subyek memang belum berubah (Matondang, 2009).
Untuk mengetahui reliabilitas suatu item pada kuesioner sebagai instumen
pengukuran, dapat diketahui dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r
tabel. Apabila nilai r hitung > r tabel maka dapat dikatakan bahwa item pada
kuesioner tersebut dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini
diketahui bahwa nilai r hitung pada kolom Cronbach’s Alpha sebesar 0,687.
Sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
reliabel karena nilai r hitung > r tabel (0,3610).
Reliabilitas untuk pengujian laboratorium pada penelitian ini yaitu pada saat
pembacaan hasil pengukuran dilakukan oleh 2 orang, yaitu dari pihak laboran dan
peneliti sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian dan konsistensi
pembacaan hasil pengukuran pada sampel yang sama oleh pengamat yang berbeda.
4.8 Pengolahan Data
a. Data Coding
Merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi kode pada masing-
masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data yang dilakukan pada
saat mengembangkan instrumen penelitian.
62
b. Data Editing
Merupakan kegiatan pengecekan isian kuesioner pada saat di lapangan, apakah
jawaban pada kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.
c. Data Entry
Merupakan kegiatan memasukkan data dari kuesioner ke dalam program
komputer atau fasilitas analisis data.
d. Data Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry, apakah ada
kesalahan atau tidak.
4.9 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
masing-masing variabel dependen dan variabel independen yang disajikan dalam
bentuk persentase dengan menggunakan grafik. Variabel yang diteliti meliputi
kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan, praktik mencuci tangan dengan
sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara pencucian peralatan,
jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat penyimpanan
makanan matang, dan cara penyajian.
b. Analisis Bivariat
Merupakan analisis yang dilakukan untuk menghubungkan antara variabel
dependen dengan variabel independen yang disajikan dengan menggunakan
tabel. Hasil dari analisis bivariat ini berupa Pvalue, dimana jika Pvalue ≤ 0,05
artinya ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen,
sedangkan jika Pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen. Jenis uji yang digunakan adalah chi
63
square. Variabel yang diteliti meliputi hubungan antara praktik mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara pencucian
peralatan, jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat
penyimpanan makanan matang dan cara penyajian dengan kontaminasi bakteri
E.coli pada makanan jajanan.
64
BAB V
HASIL PENELITIAN
5 Bab V Hasil Penelitian
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Cakung merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Jakarta
Timur. Luas dari Kecamatan Cakung adalah 4.248,08 ha dengan jumlah penduduk
sebanyak 212.044 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk di Kecamatan Cakung
sebesar 2,63% per tahun. Kecamatan Cakung terdiri dari 7 kelurahan, yaitu
Kelurahan Ujung Menteng, Kelurahan Pulo Gebang, Kelurahan Cakung Timur,
Kelurahan Cakung Barat, Kelurahan Penggilingan, Kelurahan Jatinegara dan
Kelurahan Rawa Terate. Batas wilayah Kecamatan Cakung antara lain:
- Utara : Kecamatan Cilincing
- Timur : Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi
- Selatan : Kecamatan Duren Sawit
- Barat : Pulo Gadung
Kecamatan Cakung merupakan salah satu kawasan khusus industri, karena
kegiatan di sektor industri sangat dominan. Di Kecamatan Cakung terdapat industri
besar berupa pabrik-pabrik besar maupun industri kecil berupa industri rumah tangga
yang menghasilkan berbagai macam produk. Penggunaan lahan di Kecamatan
Cakung yang terbesar adalah berupa kawasan perumahan sebanyak 45,27% serta
kawasan industri seluas 24,33%.
65
5.2 Analisis Univariat
1. Distribusi Kontaminasi Bakteri E.Coli Pada Makanan Jajanan
Grafik 5.1 Distribusi Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa sebagian besar makanan jajanan
yang dijual di SD Kecamatan Cakung tahun 2016 negatif terkontaminasi bakteri
E.coli dengan persentase sebesar 55%.
Positif Negatif
Kontaminasi 45 55
0
10
20
30
40
50
60
Pe
rse
nta
se
66
2. Distribusi Praktik Mencuci Tangan Dengan Sabun
Grafik 5.2 Distribusi Praktik Mencuci Tangan dengan Sabun pada
Penjamah Makanan di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa sebagian besar penjamah
makanan tidak melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun pada saat
akan mengolah makanan dan sebelum buang air besar dengan persentase
sebesar 70%.
Tidak Ya
Mencuci Tangandengan Sabun
70 30
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pe
rse
nta
se
67
3) Distribusi Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan
Grafik 5.3 Distribusi Praktik Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan
Pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa sebagian besar penjamah
makanan menggunakan alat bantu saat akan menyajikan makanan dengan
persentase sebesar 80%.
4) Distribusi Cara Pencucian Peralatan
Grafik 5.4 Distribusi Cara Pencucian Peralatan Pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung Tahun 2016
Tidak Ya
Menggunakan AlatBantu Penyajian
Makanan20 80
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pe
rse
nta
se
TidakMemenuhi
Syarat
MemenuhiSyarat
Cara PencucianPeralatan
66,7 33,3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pe
rse
nta
se
68
Berdasarkan grafik 5.4 diketahui bahwa cara pencucian peralatan yang
dilakukan oleh penjamah makanan tidak memenuhi syarat dengan persentase
sebesar 66,7%.
5) Distribusi Jenis Sarana Berjualan
Grafik 5.5 Distribusi Jenis Sarana Berjualan pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung Tahun 2016
Berdasarkan grafik 5.5 diketahui bahwa sebagian besar penjamah
makanan berjualan menggunakan sarana berupa bangunan kantin/kios dengan
persentase sebesar 51,7%.
Gerobak KelilingBangunan
Kantin/Kios
Jenis SaranaBerjualan
48,3 51,7
46
47
48
49
50
51
52P
ers
en
tase
69
6) Distibusi Keberadaan Fasilitas Sanitasi
Grafik 5.6 Distribusi Keberadaan Fasilitas Sanitasi pada PJAS di Sekolah
Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Berdasarkan grafik 5.6 diketahui bahwa sebagian besar penjual
makanan jajanan memiliki fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi syarat
dengan persentase sebesar 60%.
7) Distribusi Tempat Menyimpan Makanan Matang
Grafik 5.7 Distribusi Tempat Menyimpan Makanan Matang pada PJAS di
Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Tidak MemenuhiSyarat
MemenuhiSyarat
Keberadaan FasilitasSanitasi
60 40
0
10
20
30
40
50
60
70
Pe
rse
nta
se
Tidak MemenuhiSyarat
MemenuhiSyarat
Tempat MenyimpanMakanan Matang
65 35
0
10
20
30
40
50
60
70
Pe
rse
nta
se
70
Berdasarkan grafik 5.7 diketahui bahwa sebagian besar tempat
menyimpan makanan matang tidak memenuhi syarat dengan persentase
sebesar 65%.
8) Distribusi Cara Penyajian
Grafik 5.8 Distribusi Cara Penyajian pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan
Cakung Tahun 2016
Berdasarkan grafik 5.8 diketahui bahwa sebagian besar makanan jajanan
yang disajikan tidak memenuhi syarat dengan persentase sebesar 76,7%.
Tidak MemenuhiSyarat
MemenuhiSyarat
Cara Penyajian 76,7 23,3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90P
ers
en
tase
71
5.3 Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Praktik Mencuci Tangan Dengan Sabun Dengan
Kontaminasi Bakteri E.coli
Tabel 5.1 Hubungan antara Praktik Mencuci Tangan dengan Sabun dengan
Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung
Tahun 2016
Mencuci
Tangan
dengan
Sabun
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % n %
Tidak 19 45,2 23 54,8 42 100 1,00
1,033
(0,340-3,135) Ya 8 44,4 10 55,6 18 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebesar 45,2% makanan jajanan
yang positif mengandung E.coli dijual oleh pedagang yang tidak melakukan
praktik cuci tangan dengan sabun sedangkan pada pedagang yang melakukan
praktik mencuci tangan dengan sabun sebesar 44,4% makanan jajanan yang
dijual positif mengandung E.coli. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
Pvalue sebesar 1,00, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang bermakna
antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri E.coli
pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
72
2. Hubungan Antara Praktik Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan
Dengan Kontaminasi Bakteri E.coli
Tabel 5.2 Hubungan antara Praktik Menggunakan Alat Bantu Penyajian
Makanan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung Tahun 2016
Menggunakan
Alat Bantu
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % n %
Tidak 9 75 3 25 12 100 0,044
5,00
(1,195-20,922) Ya 18 37,5 30 62,5 48 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebesar 75% makanan jajanan
yang positif mengandung E.coli dijual oleh pedagang yang tidak menggunakan
alat bantu penyajian makanan sedangkan pada pedagang yang menggunakan alat
bantu penyajian makanan sebesar 37,5% makanan jajanan yang dijual positif
mengandung E.coli. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar
0,044, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang bermakna antara
menggunakan alat bantu penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri E.coli
pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung tahun 2016. Pedagang makanan
yang tidak menggunakan alat bantu penyajian makanan berisiko 5,00 kali lebih
besar dapat menyebabkan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan yang
dijualnya.
73
3. Hubungan Antara Cara Pencucian Peralatan Dengan Kontaminasi Bakteri
E.coli
Tabel 5.3 Hubungan antara Cara Pencucian Peralatan dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Cara
Pencucian
Peralatan
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % n %
Tidak
Memenuhi
Syarat
19 47,5 21 52,5 40 100
0,783 1,357
(0,457-4,032) Memenuhi
Syarat 8 40,0 12 60,0 20 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa pedagang yang melakukan
pencucian peralatan yang tidak memenuhi syarat sebesar 47,5% makanan jajanan
yang dijual positif mengandung E.coli sedangkan pada pedagang yang
melakukan pencucian peralatan yang memenhi syarat sebesar 40% makanan
jajanan yang dijual positif mengandung E.coli. Berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan Pvalue sebesar 0,783, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan
yang bermakna antara cara pencucian peralatan dengan kontaminasi bakteri
E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.
74
4. Hubungan Antara Jenis Saran Berjualan Dengan Kontaminasi Bakteri
E.coli
Tabel 5.4 Hubungan antara Jenis Sarana Berjualan dengan Kontaminasi E.coli
pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Jenis Sarana
Berjualan
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % n %
Gerobak
keliling
12 41,4 17 58,6 29 100
0,775 0,753
(0,271-2,090) Bangunan
kantin/kios
15 48,4 16 51,6 31 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa sebesar 41,4% makanan jajanan
yang positif mengandung E.coli dijual oleh pedagang dengan sarana berjualan
berupa gerobak keliling sedangkan pada pedagang dengan sarana berjualan
berupa bangunan kantin/kios sebesar 48,4% makanan jajanan yang dijual positif
mengandung E.coli. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar
0,775, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis
sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016.
75
5. Hubungan Antara Keberadaan Fasilitas Sanitasi Dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli
Tabel 5.5 Hubungan antara Keberadaan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Keberadaan
Fasilitas
Sanitasi
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % n %
Tidak
Memenuhi
Syarat
16 44,4 20 55,6 36 100
1,00 0,945
(0,335-2,669) Memenuhi
Syarat 11 45,8 13 54,2 24 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa pedagang yang memiliki fasilitas
sanitasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 44,4% makanan jajanan yang dijual
positif mengandung E.coli sedangkan pada pedagang yang memiliki fasilitas
sanitasi yang memenhi syarat sebesar 45,8% makanan jajanan yang dijual positif
mengandung E.coli. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar
1,00, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang bermakna antara
keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di SD
Kecamatan Cakung tahun 2016.
76
6. Hubungan Antara Tempat Menyimpan Makanan Matang Dengan
Kontaminasi Bakteri E.coli
Tabel 5.6 Hubungan antara Tempat Menyimpan Makanan dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Tempat
Menyimpan
Makanan
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % n %
Tidak
Memenuhi
Syarat
23 59,0 16 41,0 39 100
0,007 6,109
(1,729-21,588) Memenuhi
Syarat 4 19,0 17 81,0 21 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pedagang yang memiliki tempat
menyimpan makanan yang tidak memenuhi syarat sebesar 59% makanan jajanan
yang dijual positif mengandung E.coli sedangkan pada pedagang yang memiliki
tempat menyimpan makanan yang memenhi syarat sebesar 19% makanan jajanan
yang dijual positif mengandung E.coli. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
Pvalue sebesar 0,007, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang bermakna
antara tempat menyimpan makanan matang dengan kontaminasi bakteri E.coli
pada PJAS di SD Kecamatan Cakung tahun 2016. Tempat menyimpan makanan
yang tidak memenuhi syarat berisiko 6,109 kali dapat menyebabkan kontaminasi
E.coli pada makanan jajanan.
77
7. Hubungan Antara Cara Penyajian Makanan Dengan Kontaminasi Bakteri
E.coli
Tabel 5.7 Hubungan antara Cara Penyajian Makanan dengan Kontaminasi
Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Cara
Penyajian
Makanan
Kontaminasi E.coli Total
Pvalue OR Positif Negatif
n % n % N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
25 54,3 21 45,7 46 100
0,020 7,143
(1,434-35,57) Memenuhi
Syarat 2 14,3 12 85,7 14 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pedagang dengan cara
penyajiaan makanan yang tidak memenuhi syarat sebesar 54,3% makanan
jajanan yang dijual positif mengandung E.coli sedangkan pada pedagang
dengan cara penyajian makanan yang memenhi syarat sebesar 14,3%
makanan jajanan yang dijual positif mengandung E.coli. Berdasarkan hasil
uji statistik didapatkan Pvalue sebesar 0,020, yang artinya pada α 5% ada
hubungan yang bermakna antara cara penyajian makanan dengan
kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung
tahun 2016. Cara penyajian yang tidak memenuhi syarat dapat berisiko
7,143 kali terkontaminasi bakteri daripada cara penyajian yang memenuhi
syarat.
78
BAB VI
PEMBAHASAN
6 Bab VI Pembahasan
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Tidak dilakukan pengujian usap dubur (rectal swab) penjamah makanan,
pengujian usap alat makan, alat masak, dan pengambilan sampel air bersih yang
digunakan untuk mengolah makanan maupun untuk mencuci peralatan
penanganan makanan. Hal ini disebabkan karena beberapa pedagang melakukan
kegiatan pengolahan makanan di rumah masing-masing dan hanya membawa
makanan matang ketika akan berjualan di sekolah. Tidak dilakukannya pengujian
tersebut mengakibatkan tidak dapat diketahui lebih jelas sumber kontaminasi
bakteri E.coli pada makanan jajanan. Untuk mengetahui praktik higiene sanitasi
makanan yang dilakukan oleh penjamah makanan, peneliti melakukan observasi
pada saat penjamah makanan sedang melakukan pengolahan sampai penyajian
makanan jajanan ke konsumen. Selain oleh peneliti sendiri, kegiatan observasi ini
juga dilakukan oleh satu orang lainnya yang membantu peneliti saat pengambilan
data. Sehingga, data hasil observasi yang telah dilakukan menjadi objektif.
2. Metode pengujian bakteri pada makanan jajanan menggunakan metode P/A
testing dengan media fluorocult LMX broth, dimana metode tersebut merupakan
jenis metode kualitatif untuk mengetahui keberadaan bakteri pada makanan. Hal
ini menyebabkan tidak dapat diketahui secara pasti kuantitas jumlah bakteri yang
terdapat pada makanan jajanan yang diperiksa. Hasil pengujian hanya diketahui
apakah makanan jajanan tersebut positif atau negatif terkontaminasi bakteri
E.coli. Untuk mengurangi bias dalam pemeriksaan, peneliti menggunakan tenaga
79
laboran yang sudah memiliki kompetensi untuk melakukan pengujian bakteri
E.coli pada makanan.
6.2 Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Konsumsi makanan yang tidak aman dapat menyebabkan terjadinya
foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi patogen maupun bahan/senyawa beracun (Anwar,
2004). Kontaminasi patogen dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu kontaminasi
langsung (direct contamination) dan kontaminasi silang (cross contamination).
Kontaminasi langsung yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam
makanan secara langsung karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja
maupun tidak disengaja. Sedangkan kontaminasi silang yaitu kontaminasi yang
terjadi secara tidak langsung akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan,
misalnya makanan yang bersentuhan dengan tangan penjamah makanan dan
peralatan yang kotor (Nurlaela, 2011).
Pada penelitian ini sampel makanan jajanan yang diperoleh berasal dari
pedagang makanan jajanan yang berjualan di sekolah dasar yang berada di
Kecamatan Cakung, baik di dalam lingkungan sekolah (kantin) maupun di luar
lingkungan sekolah dengan menggunakan sarana berjualan berupa gerobak, baik
yang didorong, menggunakan sepeda, motor ataupun mobil, atau pedagang tersebut
berkeliling sambil membawa dagangannya. Makanan jajanan yang dijual
merupakan jenis makanan sepinggan, seperti nasi goreng, bihun, soto ayam,
siomay, nasi uduk, bakso, roti bakar, dan spageti; camilan/snack, seperti keripik,
gorengan, donat, agar-agar, cilor, cilok, takoyaki, bolu, cimin, kerak telor, sate
80
sosis, puding, martabak, cakwe, dan pempek; serta minuman, seperti es teh, es
sirsak, dan es cokelat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa 55% makanan
jajanan yang dijual di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung negatif terkontaminasi
bakteri Escherichia coli. Makanan jajanan yang paling banyak positif
terkontaminasi bakteri E.coli terdapat di kelurahan Cakung Timur sebesar 40,7%.
Sedangkan pada kelurahan Pulo Gebang dan Ujung Menteng masing-masing
makanan jajanan positif terkontaminasi bakteri E.coli sebesar 29,65%.
Banyaknya makanan jajanan yang negatif terkontaminasi oleh bakteri E.coli
dapat disebabkan karena sebagian besar makanan jajanan (66,7%) dijual oleh
penjamah makanan dalam kondisi panas atau baru dimasak saat akan disajiakan ke
pembeli. Pada makanan jajanan yang dijual dalam keadaan dingin, sebagian besar
makanan jajanan (60%) positif terkontaminasi bakteri E.coli, sedangkan pada
makanan jajanan yang dijual dalam keadaan panas, hanya 37,5% makanan jajanan
yang positif terkontaminasi bakteri E.coli.
Bakteri E.coli merupakan indikator adanya pencemaran fecal dan bakteri
patogen dalam makanan dan air. Faktor temperatur dapat mempengaruhi
tumbuhnya bakteri dalam makanan. Bakteri E.coli memiliki suhu optimum
pertumbuhan 37 oC (Baylis dkk, 2011). Bakteri ini dapat bertahan selama 15 menit
pada suhu 60 oC atau 60 menit pada suhu 60
oC. Oleh karena itu, jika bahan
makanan yang terkontaminasi dengan E.coli tidak dimasak lebih dari suhu tersebut,
maka bakteri akan tetap ada (Puspita dkk, 2014). Menyimpan makanan pada suhu
rendah, bukan berarti bakteri akan mati, melainkan hanya membuat bakteri tersebut
non aktif dan bila temperatur yang diperlukan untuk tumbuhnya bakteri tersebut
memungkinkan, maka bakteri akan aktif kembali (Ningsih, 2014).
81
Selain itu, sebagian besar makanan jajanan yang diuji (85%) merupakan
jenis makanan padat seperti makanan sepinggan (jajanan berat) dan snack/camilan.
Pada jenis minuman, sebagian besar sampel yang diuji (66,7%) positif
terkontaminasi bakteri E.coli, sedangkan pada jenis makanan hanya 41,2% sampel
yang positif terkontaminasi bakteri E.coli. Dalam pertumbuhannya, bakteri
memerlukan air, sehingga makanan yang mengandung cairan lebih cepat busuk. Air
tersebut berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan keluar sel (Sudarna dan
Swacita, 2009). Makanan yang berpotensi dan berisiko tinggi terkontaminasi oleh
bakteri yaitu makanan yang disajikan dalam keadaan tidak panas, berair, serta
dalam meracik makanan tanpa menggunakan penjepit, sarung tangan atau alat
bantu lainnya (Setyorini, 2013).
Sebanyak 38,3% penjamah makanan diketahui sudah mendapatkan
penyuluhan mengenai keamanan pangan yang dilakukan oleh puskesmas dan dinas
kesehatan setempat pada tahun 2015 dan 2016. Sebagian besar makanan jajanan
(51,4%) yang dijual oleh penjamah makanan yang tidak mendapatkan penyuluhan
tentang keamanan pangan, positif terkontaminasi bakteri E.coli. Sedangkan pada
makanan jajanan yang dijual oleh penjamah makanan yang telah mendapatkan
penyuluhan tentang keamanan pangan, hanya 34,8% yang positif terkontaminasi
oleh bakteri E.coli. Penyuluhan mengenai keamanan pangan dapat meningkatkan
pengetahuan penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pengelolaan makanan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2014) diketahui bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan praktik higiene sebelum dan sesudah
penyuluhan pada pedagang di lingkungan SDN Kota Samarinda.
Faktor praktik personal hygiene yang buruk dapat memfasilitasi terjadinya
proses kontaminasi bakteri patogen dari lingkungan ke dalam tubuh manusia
82
melalui makanan yang dimakan (Bhaskar et.al, 2004). Penjamah makanan
merupakan karier yang dapat menjadi media penularan dari bakteri enteric patogen
(Muhonjal et.al, 2014). Pada penelitian ini sebagian besar penjamah makanan
(70%) belum melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun, namun 80%
penjamah makanan sudah menggunakan alat bantu, seperti penjepit, sendok atau
garpu saat akan mengambil makanan matang, sehingga terhindar dari kontak
dengan tangan secara langsung.
Faktor lingkungan, seperti adanya tempat pembuangan sampah, saluran
pembuangan limbah dan genangan air di sekitar lokasi tempat berjualan akan
membuat lalat atau vektor penyakit lainnya dapat menyebabkan kontaminasi pada
makanan (Chumber et.al, 2007). Praktik personal hygiene dan environmental
hygiene yang buruk, proses penyimpanan, persiapan, dan pengolahan makanan dan
minuman yang tidak tepat, serta peralatan memasak yang tidak bersih juga dapat
menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan (Odonkor et.al, 2011).
Pada penelitian ini sebagian besar penjamah makanan (51,7%) memiliki
sarana berjualan berupa bangunan kantin/kios, sehingga memiliki fasilitas sanitasi
untuk mencuci tangan, peralatan dan bahan makanan yang memenuhi syarat.
Sebanyak 86,2% penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa gerobak,
fasilitas sanitasi yang dimiliki tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada penjamah
makanan dengan sarana berjualan berupa bangunan kantin/kios, hanya 35,4%
fasilitas sanitasi yang dilimili tidak memenuhi syarat.
Menurut Djaja (2008) kontaminasi makanan dapat terjadi karena pengadaan
bahan makanan bukan dari pemasok resmi, pengolahan makanan kurang
memperhatikan prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), sanitasi
dapur pengolahan makanan dan tempat penyajian makanan belum memenuhi
83
persyaratan kesehatan. Kontaminasi makanan dapat bersumber dari peralatan yang
tidak bersih, bahan peralatan, cara pencucian, cara pengeringan, sterilisasi
pemeliharaan serta penyimpanan alat. Selain itu kontaminasi bakteri juga dapat
terjadi karena kontaminasi silang apabila penggunaan wadah atau alat pengolahan
dan penyimpanan dipakai bersama-sama (Wibawa, 2008).
Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh
Baluka dkk (2015) menunjukkan bahwa 87,8% makanan yang dijual di kantin dan
restoran yang terdapat di Uganda negatif terkontaminasi bakteri E.coli. Penelitian
yang dilakukan oleh Wibawa (2008) juga menunjukkan hasil yang sama, dimana
sebanyak 62,9% makanan jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang
negatif terkontaminasi oleh bakteri E.coli. Selain itu, pada penelitian Badrie dkk,
2003, sebanyak 88,9% hamburger yang dijual oleh pedangang kaki lima di
Trinidad, India negatif terkontaminasi bakteri E.coli.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kurniadi dkk (2013) yang menunjukkan bahwa 71% makanan jajanan di kantin
sekolah dasar Kecamatan Bangkinang positif terkontaminasi bakteri E.coli.
Penelitian Lestari dkk (2015) juga menunjukkan bahwa 52% jus buah di
Tembalang positif mengandung E.coli. Selain itu, pada penelitian Hanashiro dkk
(2005) diketahui bahwa 55% makanan yang dijual di sekitar rumah sakit dan
sekolah di Kota Sao Paulo Brazil positif mengandung bakteri E.coli. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Kassenborg dkk (2004) juga diketahui sebanyak
62% hamburger yang dijual di restoran di daerah Minnesota, Amerika Serikat
positif mengandung bakteri E.coli.
Untuk mencegah kontaminasi bakteri ke dalam makanan, pihak sekolah
diharapkan dapat bekerja sama dengan kelurahan dan masyarakat sekitar agar
84
mendata pedagang yang berjualan di sekitar lingkungan sekolah untuk kemudian
dapat dilakukan pembinaan dan pemberdayaan dengan memberikan stimulan
berupa kelengkapan sarana dan prasarana untuk berjualan, seperti penyediaan
fasilitas sanitasi dan tempat sampah. Selain itu, pemberian pelatihan dan
penempelan poster di kantin sekolah mengenai praktik higiene sanitasi makanan
juga dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku penjamah makanan mengenai
kemanan pangan (Rapiasih dkk, 2010).
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri Escherichia coli
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan
Cakung Tahun 2016
1) Mencuci Tangan dengan Sabun
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu bagian dari higiene dan
sanitasi penjamah makanan. Higiene dan sanitasi penjamah makanan merupakan
kunci kebersihan dan kualitas makanan yang aman dan sehat. Tangan penjamah
makanan dapat menjadi media penyebaran foodborne disease karena buruknya
praktik personal hygiene ataupun kontaminasi silang. Tangan penjamah makanan
dapat memungkinkan kontaminasi bakteri ketika tidak mencuci tangan setelah
buang air besar atau saat menyentuh bahan makanan mentah seperti daging dan
langsung mengolah bahan makanan lainnya seperti sayuran (Aycicek dkk, 2004).
Menurut Food Standards Agency (2015), untuk menghindari kontaminasi silang,
mencuci tangan diperlukan ketika akan mengolah makanan, setelah menyentuh
bahan makanan mentah, setelah buang air besar, dan setelah membuang sampah.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 70% penjamah makanan tidak
melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun. Sebagian penjamah makanan
hanya mencuci dengan air saja tanpa menggunakan sabun dan beberapa tidak
85
menggunakan air mengalir untuk mencuci tangan. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara praktik mencuci
tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di sekolah
dasar Kecamatan Cakung tahun 2016 dengan Pvalue 1,00.
Rendahnya praktik mencuci tangan dengan sabun yang dilakukan oleh
penjamah makanan dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan
pengetahuan mengenai keamanan pangan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat
pendidikan penjamah makanan, dimana 36,7% responden merupakan tamatan SD
dan 61,7% responden belum pernah menerima penyuluhan mengenai higiene
sanitasi makanan dari pihak dinas kesehatan maupun puskesmas setempat. Masih
banyaknya penjamah makanan yang belum mendapatkan penyuluhan mengenai
higiene sanitasi makanan disebabkan karena merupakan pedagang yang baru
berjualan atau pedagang musiman yang belum terdata oleh pihak
sekolah/puskesmas setempat dan hanya berjualan pada saat tertentu.
Pada penelitian ini sebagian besar penjamah makanan (51,7%) memiliki
sarana berjualan berupa bangunan kantin/kios, sehingga memiliki fasilitas
sanitasi untuk mencuci tangan, peralatan dan bahan makanan yang memenuhi
syarat. Sebanyak 86,2% penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa
gerobak, fasilitas sanitasi yang dimiliki tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada
penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa bangunan kantin/kios, hanya
35,4% fasilitas sanitasi yang dilimili tidak memenuhi syarat.
Sebanyak 48,3% responden dalam penelitian ini merupakan penjamah
makanan yang berjualan dengan sarana berupa gerobak keliling yang berjualan
berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga tidak memiliki fasilitas untuk
mencuci tangan yang memenuhi syarat. Pedagang tersebut hanya memiliki satu
86
ember yang digunakan untuk mencuci tangan dan mencuci peralatan. Sedangkan
pada penjamah makanan yang berjualan di kantin sekolah memiliki fasilitas
tempat cuci tangan yang sudah disediakan oleh pihak sekolah, sehingga mereka
dapat melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun. Beberapa sekolah yang
menjadi lokasi dalam penelitian ini memiliki tempat khusus yang diperuntukkan
untuk pedagang kaki lima berjualan yang dilengkapi juga dengan fasilitas cuci
tangan. Sabun yang digunakan untuk mencuci tangan merupakan jenis sabun
batang, sabun colek dan sabun cair yang juga digunakan untuk mencuci
peralatan.
Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara praktik
mencuci tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan
jajanan. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar penjamah makanan
(80%) sudah menggunakan alat bantu penyajian makanan berupa penjepit,
sendok, garpu dan tusukan, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara tangan
dan makanan yang dijual. Sebanyak 75% makanan jajanan yang dijual oleh
penjamah makanan yang tidak menggunakan alat bantu penyajian makanan,
positif terkontaminasi bakteri E.coli. Sedangkan pada penjamah makanan yang
menggunakan alat bantu penyajian makanan hanya 37,5% makanan jajanan yang
dijual, positif terkontaminasi bakteri E.coli.
Tangan merupakan media yang paling banyak menjadi perpindahan bakteri
dari satu tempat ke tempat lain. Praktik mencuci tangan yang benar dan efektif
dapat membantu mencegah penyebaran bakteri berbahaya dari tangan ke dalam
makanan, meja tempat pengolahan makanan, dan peralatan (Food Standards
Agency, 2015). Mencuci tangan harus menggunakan air yang mengalir dan
sabun, menggosok tangan dan kuku selama kurang lebih 20 detik. Saat mencuci
87
tangan perlu diperatikan pula menggosok ujung-ujung jari, kuku, ibu jari,
pergelangan tangan dan sela-sela tangan. Setelah itu keringkan dengan
menggunakan handuk/lap yang bersih dan kering atau menggunakan kertas
tissue. Air hangat dan sabun lebih baik dapat menghilangkan lemak, bakteri dan
kotoran. Apabila tidak terdapat air hangat, air dingin dapat dipakai untuk
mencuci tangan dengan tetap menggunakan sabun (WHO, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Burton dkk (2011) menunjukkan bahwa
mencuci tangan dengan sabun lebih efektif dalam menghilangkan bakteri pada
tangan dari pada mencuci tangan dengan air saja. Segala jenis sabun dapat
digunakan untuk mencuci tangan, baik itu sabun mandi, sabun antiseptik maupun
sabun cair. Sabun antiseptik mengandung zat antibakteri umum seperti Triklosan
yang resisten terhadap organisme tertentu (Kemenkes RI, 2014). Air yang
digunakan untuk mencuci tangan harus air yang bersih dan mengalir. Menurut
Permenkes No. 1096 tahun 2011, air tersebut juga harus memenuhi persyaratan
air bersih dan pipa penyaluran air tidak terjadi kebocoran maupun tidak
berhubungan dengan saluran pembuangan air limbah atau terkontaminasi dengan
air kotor.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggorowati
(2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara mencuci tangan
dengan kontaminasi E.coli pada jajanan di pasar tradisional sekitar Kota Klaten
dengan Pvalue sebesar 0,52. Penelitian yang dilakukan oleh Baluka dkk (2015)
juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara praktik mencuci tangan
dengan kontaminasi makanan di kantin Universitas Makarere, Uganda dengan
Pvalue >0,05.
88
Namun penelitan ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwi (2014) yang diketahui bahwa terdapat hubungan antara praktik mencuci
tangan dengan sabun dengan kontaminasi E.coli pada sambal yang disediakan di
kantin UNS dengan Pvalue sebesar 0,008. Penelitian Sneed dkk (2015) yang juga
menunjukkan bahwa penjamah makanan yang tidak mencuci tangan dengan
sabun berisiko 2,36 kali dapat mengkontaminasi makanan daripada penjamah
makanan yang mencuci tangan dengan sabun.
Oleh karena itu, mencuci tangan dengan sabun merupakan hal pokok yang
harus dilakukan oleh penjamah makanan. Mencuci tangan dengan sabun
merupakan kegiatan yang ringan dan sering disepelekan, namun efektif dalam
upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Mencuci tangan sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan sabun yang mengandung anti bakteri karena
lebih efektif membunuh kuman dibanding sabun biasa (Cahyaningsih dkk, 2009).
2) Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan
Salah satu aspek higiene sanitasi penjamah makanan lainnya adalah
menggunakan alat bantu penyajian makanan. Sentuhan tangan merupakan
penyebab yang paling umum terjadinya kontaminasi makanan. Mikroorganisme
yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan
berkembang biak dalam makanan, terutama makanan jadi. Untuk menghindari
perpindahan mikroorganisme pada tangan ke dalam makanan, diperlukan alat
bantu untuk ambil makanan. Alat bantu digunakan untuk mengambil makanan
matang atau melakukan pengemasan makanan agar tidak terjadi kontak langsung
dengan tangan penjamah makanan. Selain itu, menurut Moehyi (1992)
memegang makanan secara langsung selain tampak tidak etis, juga akan
mengurangi kepercayaan pelanggan.
89
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 80% penjamah
makanan menggunakan alat bantu saat mengambil dan menyajikan makanan
matang. Alat bantu yang paling banyak digunakan berupa penjepit. Alat bantu
lain yang digunakan, antara lain tusukan, garpu, sendok, dan sumpit.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara menggunakan alat bantu penyajian makanan dengan
kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun
2016 dengan Pvalue sebesar 0,044. Pedagang makanan yang tidak menggunakan
alat bantu penyajian makana berisiko 5,00 kali lebih besar dapat menyebabkan
kontaminasi bakteri E.coli daripada pedagang yang tidak menggunakan alat
bantu penyajian makanan matang.
Banyaknya jumlah penjamah makanan yang sudah menggunakan alat bantu
penyajian makanan disebabkan karena sebagian besar makanan merupakan jenis
makanan yang dimasak terlebih dahulu sebelum disajikan. Sehingga alat bantu
tersebut digunakan agar tangan tidak terbakar akibat mengambil makanan yang
baru matang. Beberapa penjamah makanan (38,3%) juga sudah mengikuti
pelatihan mengenai keamanan pangan yang dilakukan oleh dinas kesehatan dan
puskesmas setempat, sehingga hal tersebut dapat menambah pengetahuan
penjamah makanan tentang kemungkinan terjadinya kontaminasi akibat
menyentuh makanan langsung dengan tangan.
Menyentuh makanan dengan tangan langsung tanpa menggunakan alat
bantu dapat mingkatkan risiko terjadinya proses kontaminasi pada makanan
(Setyorini, 2013). Alat bantu yang dapat digunakan untuk mengambil makanan
antara lain penjepit, spatula jaring, sarung tangan, garpu, dan sendok (Green
dkk, 2007). Selain untuk membantu mengambil makanan matang, alat bantu
90
seperti penjepit dapat berfungsi untuk menghindari makanan kontak langsung
dengan tangan. Untuk mempermudah proses pengambilan makanan, diperlukan
ukuran penjepit yang sesuai (EATS, 2016).
Selain menggunakan penjepit atau alat bantu ambil makanan lainnya,
penjamah makanan juga dapat menggunakan sarung tangan untuk mengurangi
risiko kontaminasi bakteri dari tangan ke dalam makanan (Michaels, 2002).
Sarung tangan tidak berarti dapat menggantikan cuci tangan, tetapi hal ini
dimaksudkan untuk lebih memastikan keamanan pangan dan mencegah
kontaminasi silang. Pemakaian sarung tangan plastik atau karet digunakan
setelah mencuci tangan dengan bersih dan diganti setiap setelah menangani
makanan (Toronto Public Health, 2004). Namun, beberapa penjamah makanan
tidak menggunakan sarung tangan saat mengambil makanan dengan alasan
terganggu untuk melaksanakan pekerjaannya dan belum terbiasa (Marpaung
dkk, 2012).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Green dkk
(2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
penggunaan alat bantu penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri pada
restauran di kota Atlanta, Amerika Serikat dengan Pvalue <0,001. Penelitian
yang dilakukan oleh Badrie dkk (2003) juga menunjukkan adanya hubungan
antara penggunaan alat bantu penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri
pada pedagang kaki lima di Trinidad, India dengan Pvalue <0,01.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwi (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
menggunakan alat bantu penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri E.coli
pada makanan yang dijual di kantin UNS dengan Pvalue 1,00. Penelitian yang
91
dilakukan oleh Marlina (2007) juga menunjukkan hasil yang sama, dimana tidak
ada hubungan antara praktik menggunakan alat bantu ketika mengambil
makanan dengan kandungan E.coli pada tempe penyet di warung Tembalang
dengan Pvalue 0,276.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi bakteri dari tangan ke dalam
makanan yang akan dijual, penjamah makanan harus menggunakan alat seperti
sendok, penjepit dan garpu pada saat proses penyajian makanan ataupun
pengemasan. Penjamah makanan juga dapat menggunakan sarung tangan dari
plastik transparan yang tipis dan sekali pakai untuk menyajikan makanan jika
tidak menggunakan alat bantu (Pujiati dkk, 2015).
3) Cara Mencuci Peralatan Penanganan Makanan
Salah satu aspek higiene sanitasi peralatan yaitu cara pencucian peralatan
penanganan makanan. Peralatan merupakan salah satu media kontaminasi
bakteri ke dalam makanan. Cara pencucian peralatan yang tidak benar akan
menyebabkan bakteri yang terdapat pada peralatan berpindah pada makanan
yang akan diolah. Berdasarkan Permenkes No. 1096 tahun 2011, fasilitas
jasaboga harus memiliki tempat khusus untuk mencuci tangan, peralatan dan
bahan makanan. Peralatan pengolahan dan penanganan makanan harus dicuci
dengan menggunakan air mengalir dan sabun (EATS, 2016).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa 66,7% cara
pencucian peralatan yang dilakukan oleh penjamah makanan tidak memenuhi
syarat. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara cara pencucian peralatan penanganan makanan dengan
kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung
tahun 2016 dengan Pvalue sebesar 0,783.
92
Penjamah makanan belum melakukan praktik pencucian peralatan dengan
cara yang benar, dimana sudah menggunakan sabun, namun tidak menggunakan
air yang mengalir. Beberapa kantin yang disediakan oleh pihak sekolah dasar di
Kecamatan Cakung telah menyediakan sarana fasilitas sanitasi berupa tempat
untuk mencuci tangan, peralatan dan bahan makanan. Pada fasilitas tersebut juga
sudah disediakan sabun untuk mencuci peralatan dan sponge untuk
membersihkan sisa makanan dalam peralatan tersebut.
Sedangkan pada penjamah makanan yang berjualan diluar sekolah, sebagian
besar (73%) mencuci peralatan dengan menggunakan air pada ember yang
digunakan secara berulang kali dan diletakkan di bagian bawah gerobak, selain
untuk mencuci peralatan makan, air dalam ember tersebut juga digunakan untuk
mencuci tangan. Penjamah makanan menggunakan air pada ember untuk
mencuci peralatan dikarenakan lebih praktis dan tidak perlu sering mengambil
air pada sumber air bersih. Namun beberapa pedagang mencuci peralatan setelah
mereka sampai di rumah karena jenis makanan yang dijual adalah berupa
makanan camilan/snack yang sudang matang sebelum dijual.
Walaupun sebagian besar penjamah makanan berjualan dengan sarana
bangunan kantin/kios yang telah dilengkapi oleh fasilitas sanitasi yang
disediakan oleh pihak sekolah, beberapa diantaranya masih mencuci peralatan
menggunakan air dalam ember yang telah ditampung. Penjamah makanan
tersebut beralasan karena lebih praktis dan dapat langsung mencuci peralatan
daripada harus membawa peralatan tersebut ke fasilitas sanitasi. Selain itu,
jumlah fasilitas sanitasi yang sedikit dan tidak sebanding dengan jumlah
pedagang yang berjualan.
93
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
cara pencucian dengan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan. Hal ini
dapat disebabkan karena walaupun penjamah makanan tidak menggunakan air
mengalir saat mencuci peralatan, penjamah makanan telah menggunakan sabun
untuk mencuci peralatan tersebut. Sabun yang digunakan untuk mencuci
peralatan tersebut merupakan jenis alkali yang dapat membersihkan dan
menghilangkan sisa makanan, lemak dan minyak yang menempel pada peralatan
yang dapat berpotensi menjadi media perkembangbiakkan bakteri (Marriott dan
Gravani, 2006).
Menurut Kemenkes RI (2011) pencucian peralatan harus menggunakan
sabun/detergen, air panas dan air bersih serta memberikan sanitizer berupa
larutan kaporit 50 ppm atau iodophor 12,5 ppm. Langkah-langkah pencucian
peralatan yang baik menurut Washington State Departement of Health (2013),
yaitu dengan membersihkan bak tempat pencucian peralatan, membuang sisa
makanan yang menempel pada peralatan ke tempat sampah, membilas peralatan
dengan air, memberikan sabun, kemudian bilas dengan air bersih, memberikan
sanitizer dan terakhir tiriskan peralatan hingga kering dan diletakkan pada tempat
yang bersih dan terlindung dari pencemaran. Penggunaan sikat dan sponges
untuk mencuci peralatan dapat membantu menghilangkan sisa makanan maupun
material deposit lainnya yang terdapat pada peralatan penanganan makanan.
Kain lap/serbet yang digunakan untuk mengeringkan peralatan yang telah
dicuci harus bersih, kering, dan tidak digunakan untuk keperluan lainnya. Selain
itu kain lap/serbet harus dicuci setiap hari dan disanitasi dengan bahan sanitaiser
yang sesuai (Pratiwi, 2014). Selain itu, peralatan harus dicuci dengan
menggunakan air yang mengalir. Menurut Permenkes No. 1096 tahun 2011, air
94
tersebut juga harus memenuhi persyaratan air bersih dan pipa penyaluran air
tidak terjadi kebocoran maupun tidak berhubungan dengan saluran pembuangan
air limbah atau terkontaminasi dengan air kotor. Pedagang kaki lima diketahui
mencuci peralatan menggunakan air yang dipakai berulang-ulang. Air yang
dipakai berulang-ulang dapat berpotensi menyebabkan kontaminasi bakteri ke
dalam makanan ketika akan diolah menggunakan perlatan yang dicuci
menggunakan air yang dipakai berulang-ulang tersebut (Badrie dkk, 2003).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningsih
dkk (2009) dimana menujukkan bahwa tidak ada hubungan antara cara
pencucian peralatan dengan kontaminasi E.coli di warung makan Desa
Caturtunggal dengan Pvalue sebesar 0,481. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Atmiati (2012) menunjukkan hal yang sama, dimana tidak ada hubungan antara
kondisi sanitasi alat dengan kandungan E.coli pada es buah yang dijual oleh
pedagang kaki lima di Temanggung dengan Pvalue 0,431. Berdasarkanan
penelitian yang dilakukan oleh Schilegelova dkk (2010), menunjukkan bahwa
kontaminasi mikroba justru mengalami peningkatan setelah dilakukan praktik
pencucian peralatan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Indrawani dkk (2010)
juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara cara pencucian alat dengan
kontaminasi E.coli pada makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima di
sepanjang jalan Margonda, Depok dengan Pvalue sebesar 0,1979.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aristin dkk (2014), dimana proses pencucian peralatan pengolahan makanan
yang tidak memenuhi syarat berhubungan dengan kontaminasi bakteri pada
lalapan dengan Pvalue sebesar 0,004. Selain itu, dari penelitian yang dilakukan
oleh Wibawa (2008) diketahui bahwa ada hubungan antara higiene sanitasi
95
peralatan dengan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan di sekolah
dasar Kabupaten Tangerang dengan Pvalue sebesar 0,039. Menurut penelitian
Sofiana (2009) juga menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi peralatan
dengan kontaminasi E.coli di SD Kecamatan Tapos, Depok dengan Pvalue
sebesar 0,045.
Cara pencucian peralatan yang tidak memenuhi syarat dapat berisiko
menyebabkan kontaminasi pada makanan. Pencucian peralatan sebaiknya
dilakukan sesegera mungkin sebelum sisa makanan kering, karena makanan
kering yang menempel pada permukaan peralatan akan menjadi media yang baik
bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu, kebersihan bak pencucian juga perlu
diperhatikan karena bak yang kotor juga dapat memungkinkan terjadinya
kontaminasi antara bak dengan peralatan (Cahyaningsih dkk, 2009).
4) Jenis Sarana Berjualan
Jenis sarana berjualan merupakan salah satu aspek higiene sanitasi sarana
penjaja yang perlu diperhatikan karena jenis sarana dapat memengaruhi
keamanan makanan yang dijualnya. Terdapat 2 jenis cara berjualan makanan
jajanan, yaitu dengan bergerak (ambulatory) dan tidak bergerak (stationary).
Pedagang makanan jajanan yang berjualan dengan bergerak (ambulatory)
menggunakan sarana berupa gerobak, baik yang didorong, menggunakan sepeda,
motor ataupun mobil, atau pedagang tersebut berkeliling sambil membawa
dagangannya. Sementara pedagang makanan jajanan yang berjualan dengan cara
tidak bergerak (stationary) menggunakan sarana bangunan semi permanen
seperti bangunan kantin maupun kios kecil (WHO, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 51,7% penjamah
makanan menggunakan sarana berjualan berupa bangunan kantin dan kios. Hasil
96
uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di sekolah dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016 dengan Pvalue sebesar 0,775.
Pada penelitian ini, bangunan kantin dan kios yang menjadi sarana
berjualan berada di dalam lingkungan sekolah sedangkan penjamah makanan
yang menggunakan sarana berupa gerobak keliling berada di luar lingkungan
sekolah. Kantin merupakan suatu ruang yang berada di sekolah dimana
menyediakan makanan pilihan yang sehat untuk siswa yang dilayani oleh petugas
kantin, sedangkan kios merupakan sebuah toko kecil/warung (Sofiana, 2009).
Jenis gerobak keliling yang digunakan oleh penjamah makanan berupa gerobak
yang di dorong, menggunakan sepeda, motor serta berupa gerobak yang dipikul.
Sebagian besar penjamah makanan (83,3%) yang berjualan dengan sarana
bangunan kantin dan kios sudah dilengkapi dengan fasilitas sanitasi berupa
tempat untuk mencuci tangan, bahan baku, dan peralatan dengan sumber air
bersih yang mengalir dan sabun. Selain itu, sebagian besar penjamah makanan
(71,4%) yang berjualan dengan sarana bangunan kantin dan kios memiliki tempat
penyimpanan makanan matang yang memenuhi syarat.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar penjamah makanan
(55,2%) yang menggunakan sarana berjualan berupa gerobak keliling memiliki
pendidikan akhir SD. Sedangkan pada penjamah makanan dengan sarana
berjualan berupa bangunan kantin dan kios, sebanyak 45,7% memiliki
pendidikan akhir SMA. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap tingkatan pengetahuan dan produktivitas tenaga kerja.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka perilaku dan produktivitas juga akan
meningkat. Seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan
97
peluang motivasi, sikap, disiplin dan produktivitas yang lebih tinggi
(Notoatmodjo, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
tingkat pendidikan dengan kebersihan pada penjamah makanan. Menurut
Marsaulina (2004) menyimpulkan adanya hubungan antara kebersihan dengan
pendidikan, terutama setelah mencapai tingkat SMP.
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar penjamah makanan (88,2%)
yang berjualan dengan sarana gerobak keliling merupakan laki-laki. Sedangkan
pada penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa bangunan kantin dan
kios sebanyak 87,1% merupakan perempuan. Banyaknya jenis kelamin laki-laki
pada penjamah makanan yang menggunakan sarana berjualan gerobak keliling
dikarenakan jenis kelamin laki-laki lebih kuat daripada perempuan dalam
mendorong gerobak jualannya. Beberapa penelitian mengaitkan antara perbedaan
perilaku seseorang berdasarkan jenis kelamin. Menurut survei observasi
mengenai keamanan makanan di Amerika Serikat terhadap 2.130 penduduk
menunjukkan adanya perbedaan antara pria dan wanita dalam hal mencuci
tangan, dimana kaum wanita lebih sering mencuci tangannya daripada pria
dengan presentase sebesar 74%. Selain itu kaum wanita dinilai mempunyai
perhatian lebih terhadap higiene dan sanitasi daripada pria dikarenakan lebih
sering berhubungan dengan proses pengolahan makanan ketika berada di rumah
(Timmreck, 2005).
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa 50,9% penjamah makanan
yang berjualan dengan gerobak keliling memiliki tempat penyimpanan makanan
matang yang terbuka. Sedangkan pada penjamah makanan yang berjualan di
kantin dan kios sebagian besar (71,4%) memiliki tempat penyimpanan makanan
yang tertutup. Penjamah makanan yang menggunakan sarana berupa bangunan
98
kantin biasanya memiliki praktik higiene penanganan dan penyimpanan
makanan, sarana dan fasilitas sanitasi serta sanitasi tempat dan peralatan yang
lebih baik daripada penjamah makanan yang berjualan di luar/pedagang keliling.
Selain itu, terdapat perbedaan signifikan pengetahuan penjamah makanan yang
berjualan di luar dengan penjamah makanan yang berjualan di kantin (Yasmin
dan Madanijah, 2010).
Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara jenis sarana berjualan dengan
kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan dapat disebabkan karena pada
sebagian besar penjamah makanan (55,2%) dengan sarana berjualan gerobak
keliling, telah berjualan lebih dari 5 tahun, sehingga kemungkinan telah memiliki
pengalaman mengenai cara pengolahan makanan yang baik dan benar.
Pengalaman bekerja dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan praktik
higene sanitasi pada penjamah makanan. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja
positif maupun negatif. Pengaruh positif didapatkan ketika semakin lama bekerja
maka akan semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan
pengaruh negatif terjadi ketika pengalaman masih kurang akibat masa kerja yang
baru sebentar (Wati, 2013).
Sarana penjualan makanan jajanan memegang peranan penting untuk
mencegah kontaminasi E.coli pada makanan jajanan. Sarana berjualan makanan
jajanan sangat menentukan keberhasilan dalam pengolahan makanan jajanan
yang aman dan sehat (Riyanto dan Abdillah, 2012). Kantin sekolah berperan
untuk memenuhi kebutuhan siswa akan makanan selama di sekolah. Pada
umumnya makanan yang dijual di kantin mempunyai variasi yang sangat
beragam dengan harga yang relatif murah dan mudah dijangkau oleh siswa
(Nugroho dan Yudhastuti, 2014). Penjamah makanan yang berjualan di kantin
99
sekolah memiliki pengetahuan dan praktik keamanan yang lebih baik daripada
pedagang kaki lima (Bas et.al, 2006).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2008)
yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
sarana berjualan dengan kontaminasi E.coli di Jakarta Selatan dengan Pvalue
sebesar 0,08. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Baluka dkk (2015) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan
signifikan pada penjamah makanan di kantin dan di luar Universitas Makerere,
Uganda dengan kontaminasi E.coli dengan Pvalue < 0,05.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri E.coli ke
dalam makanan, penjamah makanan perlu mengikuti penyuluhan mengenai
keamanan pangan secara berkesinambungan, serta meningkatkan praktik sanitasi
makanan dengan memelihara tempat penyimpanan makanan. Selain itu,
penjamah makanan yang berjualan dengan sarana gerobak keliling diharapkan
dapat melengkapi fasilitas sanitasi, tempat sampah dan memastikan konstruksi
sarana yang digunakan dapat melindungi makanan dari debu, kotoran, asap serta
gangguan vektor, sepeti lalat, kecoa, dan tikus.
5) Keberadaan Fasilitas Sanitasi
Keberadaan fasilitas sanitasi merupakan salah satu aspek dari higiene
sanitasi sarana penjaja. Fasilitas sanitasi adalah sarana dan kelengkapan yang
harus tersedia untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan faktor-
faktor lingkungan fisik yang dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan.
Fasilitas sanitasi meliputi tempat untuk mencuci tangan, alat dan bahan baku.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 60% fasilitas
sanitasi yang dimiliki oleh penjamah makanan tidak memenuhi syarat, dimana
100
fasilitas sanitasi tersebut tidak dilengkapi dengan air mengalir dan sabun.
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan
fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung tahun 2016 dengan Pvalue sebesar 1,00.
Beberapa sekolah menyediakan fasilitas sanitasi berupa tempat untuk
mencuci tangan, peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air
mengalir dan sabun pada penjamah makanan yang berjualan di dalam kantin
sekolah. Namun, terdapat pula sekolah yang belum menyediakan fasilitas
sanitasi, sehingga penjamah makanan hanya menggunakan ember yang berisi air
untuk mencuci tangan dan peralatan yang dibawa dari rumah. Sedangkan pada
penjamah makanan yang berjualan dengan sarana gerobak keliling, beberapa
diantaranya tidak memiliki fasilitas sanitasi berupa tempat untuk mencuci tangan
maupun peralatan. Hal ini disebabkan karena mereka menjual jenis makanan
jajanan yang langsung dikonsumsi setelah diracik, seperti berbagai jenis es,
jagung manis, gorengan, dan nasi uduk. Namun, beberapa diantaranya memiliki
fasilitas sanitasi berupa ember yang berisi air yang digunakan untuk mencuci
tangan dan peralatan, seperti pada penjual bakso, siomay, bubur ayam dan mie
ayam.
Pada penelitian ini diketahui tidak ada hubungan antara keberadaan fasilitas
sanitasi dengan kontaminasi bakteri E.coli. Hal ini dapat disebabkan karena
walaupun penjamah makanan masih menggunakan ember yang berisi air untuk
mencuci tangan dan peralatan, beberapa pedagang tetap mengganti air dalam
ember tersebut saat terdapat sumber air bersih di lokasi berjualan. Berdasarkan
wawancara, diketahui bahwa frekuensi penggantian air dalam ember tersebut
berkisar antara 3 – 6 kali penggantian. Selain itu, beberapa penjamah makanan
101
juga memisahkan antara ember untuk mencuci tangan dengan ember untuk
mencuci peralatan, sehingga kemungkinan kontaminasi bakteri dapat berkurang.
Fasilitas sanitasi merupakan sarana pendukung yang harus ada, supaya
kondisi higiene sanitasi dapat terlaksana dengan baik. Keberadaan tempat cuci
tangan, peralatan dan bahan baku diperlukan untuk mencegah kontaminasi
bakteri E.coli ke makanan yang akan diolah. Tempat cuci tangan, peralatan dan
bahan baku perlu diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat
dengan tempat bekerja. Selain itu, jumlahnya juga perlu disesuaikan dengan
jumlah pengguna serta dilengkapi dengan air mengalir dan sabun (Kemenkes RI,
2011).
Keberadaan air bersih pada fasilitas sanitasi dapat mengurangi risiko
terjadinya kontaminasi bakteri ke dalam makanan. Air bersih yang digunakan
merupakan air mengalir yang dapat berasal dari air tanah maupun PDAM.
Apabila air bersih akan ditampung dalam ember, maka ember tersebut harus
ditutup agar tidak tercemar oleh patogen. Selain itu, air dalam ember tersebut
hanya boleh digunakan untuk sekali pakai dan tidak boleh digunakan berulang
kali. Air bersih yang bersumber dari PDAM sudah mengandung klorin yang
dapat membunuh bakteri, dimana klorin merupakan bahan kimia pembunuh
bakteri, sehingga air bersih yang sampai ke konsumen sudah bebas dari bakteri
(Marpaung dkk, 2012).
Fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat dapat mendukung peningkatan
praktik personal hygiene yang baik. Penjamah makanan yang memiliki fasilitas
sanitasi yang memenuhi syarat 1,89 kali memiliki praktik personal hygiene yang
baik daripada penjamah makanan yang memiliki fasilitas sanitasi yang tidak
memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena penjamah makanan yang memiliki
102
fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat akan tetap menjaga kebersihan diri dan
melakukan praktik penanganan makanan dengan baik (Tessema dkk, 2014).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi dkk
(2013) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan fasilitas
sanitasi dengan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan di kantin
sekolah dasar Kecamatan Bangkinang dengan Pvalue sebesar 0,053.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mugampoza dkk (2013) yang diketahui bahwa terdapat hubungan antara
keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri patogen pada makanan
dengan pvalue sebesar 0,001. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yunaenah
(2009) diketahui bahwa fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi syarat berisiko
9,214 kali dapat menyebabkan kontaminasi E.coli pada makanan jajanan
dibandingkan dengan fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat. Sedangkan pada
penelitian Suryani (2014) diketahui juga diketahui bahwa fasilitas sanitasi yang
tidak memenuhi syarat 2,046 kali berisiko menyebabkan kontaminasi bakteri
pada peralatan makan.
Untuk menghindari kontaminasi bakteri ke dalam makanan, pihak sekolah
dasar dapat menyediakan fasilitas berupa tempat untuk mencuci tangan, peralatan
dan bahan makanan yang dilengkapi dengan air mengalir dan sabun di dekat
lokasi pedagang makanan berjualan. Sehingga pedagang makanan dapat dengan
mudah mendapat akses fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat. Selain untuk
pedagang makanan, fasilitas sanitasi tersebut juga dapat digunakan oleh anak-
anak untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mengambil makanan agar
terhindar dari kontaminasi bakteri yang mungkin terdapat pada tangan
(Yunaenah, 2009).
103
6) Tempat Penyimpanan Makanan Matang
Keberadaan tempat penyimpanan makanan matang merupakan salah satu
aspek dari higiene sanitasi sarana penjaja dan higiene sanitasi pada rantai
makanan. tempat menyimpan makanan. Makanan matang perlu disimpan pada
tempat yang tertutup dan terhindar dari debu, vektor penyakit maupun sumber
tercemar lainnya yang dapat berpotensi menyebabkan kontaminasi pada
makanan.
Hasil penelitian menunjukkan 65% tempat penyimpanan makanan matang
yang dimiliki oleh penjamah makanan tidak memenuhi syarat, yaitu tidak
tertutup dan terbebas dari debu, lalat maupun vektor penyakit lainnya.
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara
tempat penyimpanan makanan matang dengan kontaminasi bakteri E.coli pada
PJAS di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016 dengan Pvalue sebesar
0,007. Tempat penyimpanana makanan matang yang tidak memenuhi syarat
akan berisiko 6,109 kali lebih besar dapat menyebabkan kontaminasi E.coli
pada makanan.
Tempat penyimpanan makanan matang yang digunakan oleh penjamah
makanan pada penelitian ini berupa tempat/wadah plastik yang dilengkapi oleh
tutup maupun tanpa tutup, termos es, termos nasi, etalase kaca yang tertutup
maupun terbuka, baskom, panci dan icebox. Sebagian kecil penjamah makanan
(18,3%) tidak memiliki tempat penyimpanan makanan matang dikarenakan
makanan yang mereka masak langsung dijual kepada pembeli, seperti martabak
telor, kerak telor, dan martabak manis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa pada penjamah makanan yang berjualan dengan menggunakan sarana
gerobak keliling, sebanyak 79,3% tempat penyimpanan makanan yang dimiliki
104
tidak memenuhi syarat. Pada pedagang yang menjual lebih dari satu jenis
makanan, makanan matang diletakkan pada wadah yang terpisah. Penyimpanan
makanan matang dan bahan makanan yang belum diolah juga dilakukan secara
terpisah. Sebagian besar makanan yang sudah matang disimpan pada suhu
ruang.
Makanan yang telah matang perlu disimpan dengan memperhatikan hal-hal,
seperti penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan
first expired first out (FEFO), yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan
yang mendekati masa kadaluarsa dikonsumsi terlebih dahulu; tempat atau
wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan
mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat
mengeluarkan uap air; makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan
mentah; dan penyimpanan harus memenuhi suhu penyimpanan yang telah
ditetapkan (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan penelitian Muhonjal et.al (2014)
diketahui bahwa 81% pedagang kaki lima menyimpan makanan matang pada
suhu ruang, dimana hal ini dapat berisiko terjadinya kontaminasi bakteri.
Kondisi etalase tempat penyimpanan makanan harus dalam keadaan bersih
dan tertutup. Kebersihan tempat penjualan akan menentukan mutu dan keamaan
yang dihasilkan. Menjajakan makanan dalam keadaan terbuka dapat
meningkatkan risiko tercemarnya makanan oleh lingkungan, baik melalui
udara, debu, asap kendaraan, maupun serangga (Triandini dan Handajani,
2015). Makanan yang tidak disimpan dalam keadaan tertutup dapat
mengundang binatang/serangga yang dapat mengkontaminasi makanan.
Binatang/serangga, seperti lalat ini biasanya akan membawa kuman patogen
penyakit. Lalat memiliki kebiasaan hidup di tempat kotor dan tertarik bau busuk
105
seperti sampah, sehingga kuman patogen akan ikut terbawa pada kaki dan
mulut lalat yang akan menyebabkan kontaminasi pada makanan (Atmiati,
2012).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunus dkk
(2015) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tempat penyimpanan
makanan dengan kontaminasi E.coli pada makanan di rumah makan Kota
Manado dengan Pvalue sebesar 0,006. Pada penelitian Yunaenah (2009)
diketahui bahwa ada hubungan antara penyimpanan makanan matang dengan
kontaminasi E.coli pada makanan jajanan di kantin sekolah dasar Jakarta Pusat
dengan Pvalue sebesar 0,001.
Tempat penyimpanan makanan matang harus diperhatikan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri pada makanan. Pedagang makanan
diharapkan tidak menyimpan makanan matang lebih dari 6 jam untuk
mengurangi risiko kontaminasi bakteri. Namun, jika menyimpan makanan
matang lebih dari 6 jam, pedagang makanan perlu meletakkan makanan matang
pada tempat/wadah yang tertutup, tidak dekat dengan sumber pencemaran, tidak
tercampur dengan bahan makanan lainnya dan sesuai dengan kondisi makanan
yang dijual, sehingga terhindar dari kontaminasi silang atau kontaminasi
langsung terhadap sumber pencemar (Marpaung dkk, 2012).
7) Cara Penyajian
Cara penyajian makanan merupakan salah satu aspek dari higiene sanitasi
pada rantai makanan. Menyajikan makanan dalam keadaan terbuka dapat
meningkatkan risiko tercemarnya makanan oleh lingkungan, baik melalui
udara, debu, asap kendaraan dan serangga. Makanan yang dijajakan di pinggir
106
jalan akan sangat mudah terpapar debu dan asap kendaraan (Agustina dkk,
2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76,7% cara penyajian makanan
jajanan tidak memenuhi syarat, berdasarkan uji statistik diketahui bahwa ada
hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS
di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahhun 2016 dengan Pvalue sebesar 0,02.
Cara penyajian yang tidak memenuhi syarat dapat berisiko 7,143 kali
terkontaminasi bakteri daripada cara penyajian yang memenuhi syarat.
Sebagian besar makanan jajanan (88,3%) dalam penelitian ini disajikan ke
konsumen dalam keadaan terbuka karena makanan tersebut termasuk kedalam
makanan yang siap langsung dimakan (ready to eat food). Jenis pembungkus
makanan yang paling banyak digunakan adalah plastik bening (58,3%) dan
kertas nasi warna cokelat (16,7%). Pembungkus lainnya yang digunakan adalah
sterofoam, plastik mika, gelas plastik, piring, mangkok, kertas bekas dan kertas
koran. Sebagian besar makanan (93,3%) disajikan pada waktu kurang dari 6
jam, karena pedagang tersebut hanya berjualan hingga waktu sekolah berakhir.
Berdasarkan Permenkes No. 1096 tahun 2011 prinsip penyajian makanan
antara lain setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup
agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji
makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan; makanan yang
mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat
menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi;
makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang
harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk;
makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas
107
dengan memperhatikan suhu makanan; semua yang disajikan adalah makanan
yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan; dan
pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu
tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada penjamah makanan yang
berjualan dengan sarana gerobak keliling dan sarana bangunan kantin dan kios
sebagian besar makanan dijual ke konsumen dalam keadaan terbuka dengan
masing-masing persentase sebesar 65,5% dan 64,5%. Pada penjamah makanan
yang berjualan dengan sarana gerobak keliling dan sarana bangunan kantin dan
kios, sebagian besar menggunakan plastik/mika untuk menyajikan makanan ke
konsumen dengan masing-masing persentase sebesar 62,06% dan 54,83%.
Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau
tertutup. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus
dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan (Kemenkes RI, 2003).
Penggunaan pembungkus seperti kertas untuk menyajikan makanan dapat
menjadi sumber pencemaran jika kertas tersebut tidak dalam keadaan bersih.
Selain itu, pembungkus makanan yang tidak disimpan dengan baik atau
diletakkan di atas meja dapat terpapar oleh debu maupun bahan makanan
mentah yang dapat mengkontaminasi makanan yang disajikan (Ademi dan
Rinanda, 2011).
Jeda waktu antara pengolahan dan penyajian makanan perlu diperhatikan
oleh penjamah makanan. Waktu penyimpanan dan penyajian makanan akan
memberi cukup kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak menjadi 1 juta
dalam waktu 6 jam. Hal ini akan meningkatkan kontaminasi dan jumlah bakteri
dalam makanan yang disajikan dan meningkatkan risiko konsumen untuk
108
menderita penyakit bawaan makanan (Agustina dkk, 2009). Makanan yang
akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu pengolahan, harus diatur suhunya
pada suhu dibawah 4oC atau dalam keadaan beku 0
oC. Sedangkan makanan
yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat diatur suhunya dengan suhu ruang
asal makanan segera dikonsumsi dan tidak menunggu. Apabila dilakukan
pemanasan kembali, maka makanan harus dipanaskan sampai suhu mencapai
60oC (Sofiana, 2009).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunaenah (2009) diketahui bahwa
ada hubungan antara penyajian makanan dengan kontaminasi E.coli pada
makanan jajanan di kantin sekolah dasar Jakarta pusat dengan Pvalue 0,03.
Selain itu, berdasarkan penelitian Kurniadi dkk (2013) juga menunjukkan
bahwa adanya hubungan antara penyajian makanan dengan kontaminasi E.coli
pada makanan jajanan di sekolah dasar Kecamatan Bangkinang dengan Pvalue
sebesar 0,002.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nuryani (2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara cara
penyajian dengan kontaminasi bakteri E.coli di sekolah dasar Kecamatan
Denpasar Selatan dengan Pvalue >0,05. Penelitian yang dilakukan oleh
Kurniasih dkk (2015) juga menunjukkan hal yang sama, dimana tidak ada
hubungan antara penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri E.coli di
warung makan sekitar terminal Borobudur dengan Pvalue sebesar 0,484.
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan.
Sebelum disajikan, makanan perlu diatur sedemikian rupa sehingga menarik,
menambah selera makan, terhidar dari kontaminasi dan terjaga sanitasinya.
Untuk itulah makanan jajanan harus disajikan dengan menggunakan tempat/alat
109
perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan, serta menyajikan makanan
panas tetap dalam keadaan panas dan makanan dingin tetap dalam keadaan
dingin (Ademi dan Rinanda, 2011).
110
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7 Bab VII Simpulan dan Saran
7.1 Simpulan
1. Hasil analisis univariat diketahui bahwa:
a) 45% PJAS positif terkontaminasi bakteri E.coli.
b) 70% penjamah makanan tidak melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun.
c) 80% penjamah makanan menggunakan alat bantu penyajian makanan.
d) 66,7% cara pencucian peralatan penanganan makanan tidak memenuhi syarat.
e) 51,7% penjamah makanan menggunakan sarana berjualan berupa bangunan
kantin dan kios.
f) 60% fasilitas sanitasi yang dimiliki penjamah makanan tidak memenuhi syarat
g) 65% tempat menyimpan makanan matang tidak memenuhi syarat.
h) 76,7% cara penyajian makanan tidak memenuhi syarat.
2. Tidak ada hubungan antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan
kontaminasi bakteri E.coli (p = 1,00).
3. Ada hubungan antara praktik menggunakanan alat bantu penyajian makanan dengan
kontaminasi bakteri E.coli (p = 0,044).
4. Tidak ada hubungan antara cara pencucian peralatan dengan kontaminasi bakteri
E.coli (p = 0,783).
5. Tidak ada hubungan antara jenis sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri E.coli
(p = 0,775).
6. Tidak ada hubungan antara keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri
E.coli (p = 1,00).
111
7. Ada hubungan antara tempat menyimpan makanan matang dengan kontaminasi
bakteri E.coli (p = 0,007).
8. Ada hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri E.coli (p = 0,02).
7.2 Saran
1. Pihak sekolah bekerja sama dengan dinas pendidikan kecamatan disarankan untuk
melakukan pendataan dan upaya pembinaan terhadap pedagang makanan jajanan
yang berjualan di sekitar sekolah.
2. Pihak sekolah bekerja sama dengan dinas pendidikan kecamatan setempat dan pihak
yang terkait lainnya disarankan untuk melakukan pemberdayaan dan memberikan
stimulan berupa kelengkapan sarana berjualan seperti fasilitas sanitasi, tempat
sampah, dan perlengkapan lainnya.
3. Pihak sekolah dapat menempelkan poster terkait kebersihan dan keamanan makanan
di kantin sekolah.
4. Pedagang makanan yang berjualan dengan sarana yang bergerak, seperti gerobak
keliling disarankan untuk menyimpan makanan matang dalam kondisi tertutup dan
sering mengganti air dalam ember yang digunakan untuk cuci tangan dan peralatan.
5. Pedagang makanan yang berjualan dengan sarana yang tidak bergerak, seperti kios
dan bangunan kantin disarankan untuk berkoordinasi dengan pihak sekolah agar
menyediakan kelengkapan sarana untuk berjualan seperti kulkas untuk menyimpan
makanan, peralatan pengolahan makanan dan tempat sampah yang tertutup.
6. Peneliti selanjutnya disarankan mengembangkan penelitian dengan melakukan
pemeriksaan rectal swab, usap tangan, usap peralatan dan pemeriksaan kualitas air
bersih untuk mengetahui lebih jelas sumber kontaminasi bakteri ke dalam makanan.
112
Daftar Pustaka
8 Bibliography
Abrar, 2013. Pengembangan Model Untuk Memprediksi Pengaruh Suhu Penyimpanan
Terhadap Laju Pertumbuhan Bakteri Pada Susu Segar. Jurnal Medika Veterinaria,
7(2), pp.109-12.
Ademi dan Rinanda, 2011. Deteksi Cemaran Escherichia coli pada Daging Burger Penjual
Kaki Lima di Desa Kopelma Darussalam dan Restoran Cepat Saji di Banda Aceh.
Jurnal Kedokteran Syah Kuala, 11(3), pp.134-42.
Agustina dkk, 2009. Higiene dan Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di
Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang Tahun
2009. Jurnal Publikasi Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya, pp.1-10.
Anggorowati, 2014. Hubungan Higiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah Makanan dengan
Kontaminasi Escherichia coli pada Jajanan di Pasar Tradisional Sekitar Pusat Kota
Klaten. Semarang: Universitas Diponegoro.
Anwar, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swdaya.
Arisman, 2009. Keracunan Makanan: Bahan Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
Aristin dkk, 2014. Hubungan Penyimpanan Bahan Makanan dan Pencucian Alat Makan
dengan Kualitas Bakteriologis Lalapan di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar
Selatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4(1), pp.40-44.
Aswar, 2001. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya.
Atmiati, 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Bakteri Escherichia
coli pada Jajanan Es Buah yang Dijual di Sekitar Pusat Kota Temanggung. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 1(2), pp.1047-53.
Aycicek dkk, 2004. Assessment of the Bacterial Contamination on Hands of Hospital Food
Handler. Food Control, 15, pp.253-59.
Badrie dkk, 2003. An Observational Study of Food Safety Practices by Street Vendors and
Microbiological Quality of Street-Purchased Hamburger Beef Patties in Trinidad,
West Indies. Internet Journal of Food Safety, 5(3), pp.25-31.
Baluka dkk, 2015. Hygiene Practices and Food Contamination in Managed Food Service
Facilities in Uganda. African Journal of Food Science, 9(1), pp.31-42.
Bas et.al, 2006. The Evaluation of Food Hygiene Knowledge, Attitudes and Practices of
Food Handlers in Food Businesses inTurkey. Food Control, 17, pp.317-22.
Baylis dkk, 2011. The Enterobacteriaceae and Their Significance to the Food Industry.
Brussels: International Life Sciences Institute.
Bhaskar et.al, 2004. Bacteriological Profile of Street Foods in Mangalore. Indian J. Med.
Microbiol, (22), pp.191-97.
113
BPOM RI, 2008. Melamin dalam Produk Pangan. Info POM, 9(6).
BPOM RI, 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. InfoPOM, 9(2), pp.1-12.
BPOM RI, 2008. Sistem Keamanan Pangan Terpadu Pangan Jajanan Anak Sekolah. Food
Watch, 1, pp.1-4.
BPOM RI, 2012. 5 Kunci Keamanan Pangan untuk Anak Sekolah. Jakarta: Direktorat
SPKP, BPOM RI.
BPOM RI, 2012. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012
Tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga.
Buckle dkk, 1989. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.
Burton dkk, 2011. The Effect of Handwashing with Water or Soap on Bacterial
Contamination of Hands. International Journal of Environmental Research and
Public Health, 8, pp.97-104.
Cahyaningsih dkk, 2009. Hubungan Higiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah Makanan
dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makanan di Warung Makan Desa
Caturtunggal. Berita Kedokteran Masyarakat , 25(4), pp.180-88.
Chumber et.al, 2007. Bacteriological Analysis of Street Foods in Pune. Indian J. Public
Health, 51(2), pp.114-16.
Chusna, 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sarana Sanitasi Kantin di Universitas
Negeri Semarang Tahun 2012. Unnes Journal of Public Health, 2(1), pp.1-6.
Da Silva et. al, 2012. Microbiological Examination Methods of Food and Water: A
Laboratory Manual. Florida: CRC Press.
Dalynn, 2014. [Online] Available at:
http://www.dalynn.com/dyn/ck_assets/files/tech/RK75.pdf [Accessed 20 Maret
2017].
Dinkes DKI Jakarta, 2009. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009.
Djaja, 2008. Kontaminasi E.coli pada Makanan dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) di Jakarta Selatan. Jurnal Kesehatan, 12(1).
EATS, 2016. Sanitation, Safety & Loss Prevention for Food Service Personnel. New
Jersey: Food, Beverage & Games Division of Morey's Piers.
FAO , 2009. Good Hygienic Practices in the Preparation and Sale of Street Food in
Africa. Rome: Nutrition and Consumer Protection Division FAO.
FAO, 2016. Street Foods. [Online] Available at: http://www.fao.org/fcit/food-
processing/street-foods/en/ [Accessed 23 Juni 2016].
Fardiaz, 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Faridz dkk, 2007. Analissi Jumlah Bakteri dan Keberadaan Escherichia coli pada
Pengolahan Ikan Teri Nasi di PT. Kelola Mina Laut Unit Sumenep. Embryo, 4(2),
pp.94-106.
114
Fathonah, 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: UNNES Press.
Food Standards Agency, 2015. E. coli O157 Control of Cross-Contamination. UK: Food
Standards Agency.
Forythe dan Hayes, 1998. Food Hygiene: Microbiology and HACCP. Maryland: An
Haspen Publication.
Gadi et. al, 2013. Study of Hygienic Practices of Street Food Vendors In Allahabad City,
India and Determination of Critical Control Points for Safe Street Food. The
Allahabad Farmer, 68(2), pp.1-10.
Green dkk, 2007. Factors Related to Food Worker Hand Hygiene Practice. Journal of Food
Protection, 70(3), pp.661-66.
Hanashiro dkk, 2005. Microbiological Quality of Selected Street Foods From A Restricted
Area of Sao Paulo City, Brazil. Food Control, 16, pp.439-44.
Harmita, 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Jakarta: EGC.
Hartono, 2006. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.
Indrawani dkk, 2010. Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Makanan Pedagang Kaki
Lima di Sepanjang Jalan Margonda Depok, Jawa Barat. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 5(3), pp.110-15.
Indriani, 2010. Perbandingan Metode Pengujian E.coli Secara Konvensional dan Cepat
pada Sampel Air. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Jawetz dan Adelberg, 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.
Kassenborg dkk, 2004. Farm Visits and Undercooked Hamburger as Major Risk Factors
for Sporadic Escherichia coli O157:H7 Infection: Data From A Case-Control Study
in 5 FoodNet Sites. CDC, 38(3), pp.5271-78.
Kemenkes RI, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan No. 942 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Kemenkes RI, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 Tentang
Higiene Sanitasi Jasaboga.
Kemenkes RI, 2011. Situasi Diare di indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan, 2.
Kemenkes RI, 2014. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2015. Infodatin: Situasi Pangan Jajanan Anak Sekolah. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
115
Kurniadi dkk, 2013. Faktor Kontaminasi Bakteri E.coli pada Makanan Jajanan di
Lingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Bangkinang. Jurnal Ilmu
Lingkungan, 7(1), pp.28-37.
Kurniasih dkk, 2015. Hubungan Higiene dan Sanitasi Makanan dengan Kontaminasi
Bakteri Escherichia coli dalam Makanan di Warung Makan Sekitar Terminal
Borobudur, Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(1), pp.549-58.
Kusumawati dan Yudhastuti, 2013. Higiene dan Sanitasi Makanan Nasi Krawu di
Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1), pp.38-44.
Laelasari, E., 2015. Islam dan Keamanan Pangan. Tangerang Selatan: UIN Press.
Lestari dkk, 2015. Hubungan Higiene Penjamah dengan Keberadaan Bakteri Escherichia
coli pada Minuman Jus Buah di Tembalang. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, 14(1), pp.14-20.
Luby dkk, 2011. Using Child Health Outcome to Identify Effective Measures of
Handwashing. Am. J Trop. Med. Hyg, 85(5), pp.882-92.
Marlina, 2007. Hubungan Kondisi Sanitasi dan Praktek Penjamah Makanan dengan
Kandungan Escherichia coli pada Tempe Penyet di Warung Makan Tembalang
Semarang 2007. Semarang: Universitas Diponegoro.
Marpaung dkk, 2012. Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Escherichia coli
dalam Pengolahan Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Tahun 2012. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Marriott dan Gravani, 2006. Principles of Food Sanitation: Fifth Edition. New York:
Springer.
Marsaulina, 2004. Study Tentang Pengetahuan Perilaku dan Kebersihan Penjamah
Makanan Pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta (TMII, TIJA, TMR).
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Matondang, Z., 2009. Validitas dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian. Jurnal
Tabularasa PPS Unimed, 6(1), pp.87-97.
Merck, 2004. Water Microbiological Examination. Darmstadt: Merck KGaA.
Michaels, B., 2002. Handling Money and Serving Ready to Eat Food. Food Service
Technology, 2, pp.1-3.
Missouri SPHL, 2015. Foodborne Disease Handbook. Missouri: Department of Health and
Senior Services State Public Health Laboratory.
Moehyi, S., 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasaboga. Jakarta: Bhratara.
Mugampoza dkk, 2013. Occurence of Escherichia coli and Salmonella spp. in Street
Vended Foods and General Hygienic and Trading Practices in Nakawa Division,
Uganda. American Journal of Food and Nutrition, 3(3), pp.167-75.
Muhonjal et.al, 2014. Assessment of Hygienic and Food Handling Practices Among Street
Food Vendors in Nakuru Town in Kenya. Science Journal of Public Health, 2(6),
pp.554-59.
116
Napitupulu, 2012. Kebersihan (Hygiene) dan Sanitasi Makanan di Dapur Hotel. Jurnal
Darma Agung, pp.68-72.
Ningsih, 2014. Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman, Serta Kualitas
Makanan yang Dijajakan Pedagang di Lingkungan SDN Kota Samarinda. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 10(1), pp.64-72.
Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho dan Yudhastuti, 2014. Kondisi Higiene Penjamah Makanan dan Sanitasi Kantin
di SMAN 15 Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(2), pp.166-70.
Nurlaela, E., 2011. Keamanan Pangan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi
Rumah Sakit. Media Gizi Masyarakat Indonesia, 1(1), pp.1-7.
Nuryani, 2015. Kontaminasi Escherichia coli Pada Makanan Jajanan di Kantin Sekolah
Dasar Negeri di Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. Tesis. Denpasar:
Universitas Udayana.
Odonkor et.al, 2011. Evaluation of Hygiene Practices Among Street Food Vendors in
Accra Metropolis, Ghana. Elixir Food Science, (41), pp.5807-11.
Pratiwi, 2014. Hubungan Antara Personal Higiene dan Sanitasi Makanan dengan
Kandungan E.coli pada Sambal yang Disediakan Kantin Universitas Negeri
Semarang Tahun 2012. Unnes Journal of Public Health, 3(4), pp.17-26.
Pruss-Ustun dkk, 2008. Safer Water, Better Health: Cost Benefits and Sustainability of
Interventions to Protect and Promote Health. Geneva: WHO Press.
Pujiati dkk, 2015. Higiene Perorangan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada
Tangan Penjual Rujak Cingur (Studi di Kelurahan Sumbersari Kecamatan
Sumbersari Kabupaten Jember). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, pp.1-7.
Purnawijayanti, 2001. Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Makanan. Yogyakarta: Kanisius.
Purwiyatno, 2009. Petunjuk Sederhana Memproduksi Pangan yang Aman. Jakarta: Dian
Rakyat.
Puspandari dan Isnawati, 2015. Deskripsi Hasil Uji Angka Lempeng Total (ALT) pada
Beberapa Susus Formula Bayi. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 5(2), pp.106-12.
Puspita dkk, 2014. Hubungan Praktik Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Terhadap
Cemaran Escherichia coli pada Makanan Gado-Gado di Sepanjang Jalan Kota
Manado. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Rachmawati dkk, 2015. Praktik Higien Personal dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli
Pada Tangan Penjamah Makanan (Studi pada Pedagang Kaki Lima di Jalam
Kalimantan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jemper). Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa, pp.1-7.
117
Rapiasih dkk, 2010. Pelatihan Hygiene Sanitasi dan Poster Berpengaruh Terhadap
Pengetahuan, Perilaku Penjamah Makanan, dan Kelaikan Hygiene Sanitasi di
Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 7(2), pp.64-73.
Riyanto dan Abdillah, 2012. Faktor yang Memengaruhi Kandungan E.coli Makanan
Jajanan SD di Wilayah Cimahi Selatan. MKB, 44(2), pp.77-82.
Rosidi dkk, 2010. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dan Sanitasi Makanan dengan
Kejadian Diare pada Anak SD Negeri Podo 2 Kecamatan Kedungwuni Kabupaten
Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(1), pp.76-84.
Ruchiyat, 2007. Hubungan Antara Higiene Perorangan, Frekuensi Konsumsi dan Sumber
Makanan Jajanan dengan Kejadian Diare. Naskah Publikasi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Schilegelova dkk, 2010. Microbial Contamination After Sanitation of Food Contact
Surfaces in Dairy and Meat Processing Plants. Czech Journal Food Science, 28(5),
pp.450-61.
Setyorini, 2013. Hubungan Praktek Higiene Pedagang dengan Keberadaan Eschericia Coli
Pada Rujak yang Dijual di Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang. Unnes
Journal of Public Health, 2(3), pp.1-8.
Setyowati, 2004. Penataan Pedagang Kaki Lima dengan Memanfaatkan Ruang Luar di
Pusat Kota (Kasus: Pedagang Kaki Lima di Taman Surya Surabaya). Neutron, 4(2),
pp.113-31.
Sneed dkk, 2015. Consumer Food HandlingPractices Lead to Cross Contamination. Food
Protection Trends, 35(1), pp.36-48.
Sockett, 2001. Foodborne Disease. [Online] Available at:
http://www.answers.com/topic/food-borne-disease [Accessed 23 Juni 2016].
Sofiana, 2009. Hubungan Higiene dan Sanitasi Dengan Kontaminasi Escherichia coli
pada Jajanan di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok Tahun 2009. Universitas
Indonesia.
Sudarna dan Swacita, 2009. Higiene Makanan. Denpasar : Udayana University Press.
Sumantri, 2013. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Suriani dkk, 2013. Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Laju Pertumbuhan Lima Isolat Bakteri
Anggota Genus Pseudomonas yang Diisolasi dari Ekosistem Sungai Tercemar
Deterjen di Sekitar Kampus Universitas Brawijaya. J-Pal, 3(2), pp.58-62.
Surveilans Dinkes DKI, 2016. Sulveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta. [Online]
Available at: http://surveilans-dinkesdki.net/ [Accessed 31 Juli 2016].
Suryani, 2014. Keberadaan Angka Kuman Ikan Bawal Bakar dan Peralatan Makan Bakar.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), pp.191-96.
Susanna dkk, 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-Gado di
Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Makara Seri
Kesehatan , 7(1), pp.21-29.
118
Suteki dan Karwanto, 2014. Pelaksanaan Layanan Khusus Kantin di SMP Negeri 1 Diwek
Jombang. Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, 4(4), pp.1-7.
Tambekar et.al, 2009. Microbial Quality and Safety of Street Vended Fruit Juice: A Case
Study of Amravati City. Internet Journal of Food Safety, 10, pp.72-76.
Tessema dkk, 2014. Factors Affecting Food Handling Practices among Food Handlers of
Dangila Town Food and Drink Establishments, North West Ethiopia. BMC Public
Health, 14(571), pp.1-5.
Timmreck, 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Toronto Public Health, 2004. Food Handler Certification Program 4th Edition. Toronto:
TPH.
Triandini dan Handajani, 2015. Pengetahuan, Sikap Penjamah Makanan dan Kondisi
Higiene Sanitasi Produksi Otak-Otak Bandeng di Kabupaten Gresik. E-Journal
Boga, 4(2), pp.27-36.
Walizer dan Wienir, 1978. Research Methods and Analysis: Searching for Relationship.
New York: Harper and Row Publisher.
Washington State Departement of Health, 2013. Washington State Food and Beverage
Workers' Manual. Washington: Washington State Departement of Health.
Wati, 2013. Faktor yang Berhubungan Dengan Praktik Sanitasi Pada Pedagang Makanan
di Sekitar Wisata Pantai Logending Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Unnes
Journal of Public Health, 2(4), pp.1-10.
WHO, 1993. Food Safety. Geneva.
WHO, 1996. Essential Safety Requirements for Street-Vended Foods. Geneva: Food Safety
Unit Division of Food and Nutrition.
WHO, 2006. Five Keys to Safer Food Manual. Geneva: WHO Press.
WHO, 2006. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
WHO, 2009. Hand Hygiene: Why, How and When. Geneva: World Health Organization.
WHO, 2010. Basic Steps to Improve Safety of Street-Vended Food. Geneva: International
Food Safety Authorities Network.
WHO, 2015. Key Foodborne Diseases and Hazards. [Online] Available at:
www.who.int/foodsafety [Accessed 22 Juni 2016].
WHO, 2015. World Health Organization. [Online] Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs399/en/ [Accessed 26 Juli 2016].
Wibawa, 2008. Faktor Penentu Kontaminasi Bakteriologik pada Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 3(1), pp.3-8.
119
Yasmin dan Madanijah, 2010. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Terkait Gizi
dan Keamanan Pangan di Jakarta dan Sukabumi. Journal of Nutrition and Food,
5(3), pp.148-57.
Yuliastri dan Yulianto, 2013. Peranan Hygiene dan Sanitasi Untuk Menjaga Kualitas
Makanan dan Kepuasan Tamu di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Jurnal Khasanah
Ilmu, 4(2), pp.3-17.
Yunaenah, 2009. Kontaminasi Escherichia coli pada Makanan Jajanan di Kantin Sekolah
Dasar Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2009. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Yunus dkk, 2015. Hubungan Personal Higiene dan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi
Escherichia coli pada Makanan di Rumah Makan Padang Kota Manado dan Kota
Bitung. JIKMU, 5(2), pp.210-20.
Zulaikhah, 2005. Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Pencemaran Mikroba
pada Jamu Gendong di Kota Semarang. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Zulfa, 2011. Hubungan Higiene Personal Pedagang dan Sanitasi Makanan dengan
Keberadaan Escherichia coli pada Nasi Rames di Pasar Johar Kota Semarang.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
120
Lampiran I
KUESIONER PENELITIAN
No. Pertanyaan Jawaban Kode
A. Karakteristik Responden
A1 Nama
A2 Jenis Kelamin
A3 Umur
A4 Lama Berdagang
A5 Pendidikan Terakhir 0. Tidak Sekolah/Tidak
Tamat SD
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Universitas
A6 Sarana Berjualan 0. Gerobak/Sarana Bergerak
1. Bangunan Kantin/Kios
A7 Jenis PJAS yang dijual
A8 Lokasi Berjualan
B. Faktor Higiene Sanitasi Makanan
B1 Apakah Anda mencuci tangan
dengan sabun sebelum melakukan
kegiatan penanganan makanan?
0. Tidak
1. Ya
B2 Apakah Anda mencuci tangan
dengan sabun setelah buang air
besar?
0. Tidak
1. Ya
B3 Apakah Anda menggunakan air
yang mengalir untuk mencuci
tangan?
0. Tidak
1. Ya
B4 Apakah Anda menggunakan
penjepit atau alat lainnya saat
mengambil atau mengemas
makanan?
0. Tidak (lanjut ke B6)
1. Ya
B5 Apa jenis alat bantu yang
digunakan untuk menyajikan
makanan?
0. Penjepit
1. Sendok/garpu
2. Tusukan/lidi
3. Sarung tangan
B6 Apakah peralatan yang sudah
dipakai dicuci dengan air bersih
dan dengan sabun?
0. Tidak
1. Ya
B7 Bagaimana cara pencucian
peralatan yang digunakan untuk
mengolah makanan?
0. Dimasukkan ke dalam
ember yang berisi air
1. Dicuci dengan air
mengalir
No. Responden:
121
B8 Apakah sarana berjualan memiliki
fasilitas untuk mencuci
tangan/peralatan/bahan makanan?
0. Tidak
1. Ya
B9 Apakah fasilitas untuk mencuci
tangan/peralatan/bahan makanan
tersebut dilengkapi dengan air
mengalir dan sabun?
0. Tidak
1. Ya
B10 Apakah tersedia tempat untuk
menyimpan makanan matang?
0. Tidak
1. Ya
B11 Apa jenis tempat penyimpanan
makanan matang yang dimiliki?
0. Tempat/wadah plastik
1. Panci
2. Etalase
B12 Berapa lama jangka waktu
penyimpanan makanan matang?
0. ≤ 6 jam
1. > 6 jam
B13 Bagaimana kondisi makanan saat
disajikan ke konsumen?
0. Dingin
1. Panas
B14 Apa jenis pembungkus makanan
yang digunakan?
0. Kertas bekas/koran
1. Kertas nasi
2. Plastik/mika
3. Sterofoam
4. Piring/mangkok kaca
B15 Apakah Anda pernah mengikuti
penyuluhan/pelatihan tentang
higiene sanitasi makanan?
0. Tidak Pernah
1. Pernah
C. Observasi
C1 Penjamah makanan menggunakan
alat bantu saat mengambil
makanan
0. Tidak
1. Ya
C2 Peralatan dicuci dengan sabun dan
air bersih
0. Tidak
1. Ya
C3 Penjamah makanan mencuci
peralatan dengan air mengalir
0. Tidak
1. Ya
C4 Cara penyimpanan makanan
matang
0. Terbuka
1. Tertutup
C5 Tempat penyimpanan makanan
matang bebas dari debu, vektor
penyakit atau sumber pencemar
lainnya
0. Tidak
1. Ya
C6 Cara penyajian makanan 0. Terbuka
1. Tertutup
C7 Pembungkus yang digunakan
dalam keadaan bersih dan tidak
mencemari makanan
0. Tidak
1. Ya
122
OUTPUT
Output Uji Validitas Reliabilitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,687 22
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Jenis Sarana Berjualan 1,30 ,466 30
Cuci tangan sebelum
mengolah makanan 1,33 ,479 30
Cuci tangan setelah BAB 1,60 ,498 30
Menggunakan Air Mengalir 1,40 ,498 30
Menggunakan penjepit/alat
bantu mengambil makanan 2,00 ,000 30
Jenis Alat Bantu 1,67 ,606 30
Cuci Peralatan dengan
sabun dan air bersih 1,97 ,183 30
Cara cuci peralatan 1,20 ,407 30
Keberadaan fasilitas cuci
tangan 1,43 ,504 30
keberadaan air mengalir dan
sabun 1,23 ,430 30
Tersedia tempat menyimpan
makanan jadi 1,67 ,479 30
123
Jenis Tempat Penyimpanan
Makanan Matang 1,17 ,913 30
Waktu Penyimpanan
Makanan Matang 1,93 ,254 30
Kondisi Makanan 1,50 ,509 30
Jenis Pembungkus
Makanan 2,90 ,995 30
Penyuluhan higiene sanitasi
makanan 1,23 ,430 30
Cuci Peralatan dengan
sabun dan air bersih 1,97 ,183 30
Mencuci peralatan dengan
air mengalir 1,20 ,407 30
Penyimpanan Makanan
Matang 1,10 ,305 30
Display makanan bebas dari
debu/kotoran/vektor
penyakit
1,30 ,466 30
Cara Penyajian Makanan 1,43 ,504 30
Pembungkus makanan
bersih 1,83 ,379 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Jenis Sarana Berjualan 33,07 14,133 ,401 ,664
Cuci tangan sebelum
mengolah makanan 33,03 14,171 ,376 ,666
Cuci tangan setelah BAB 32,77 15,289 ,057 ,695
Menggunakan Air Mengalir 32,97 12,999 ,699 ,632
Menggunakan penjepit/alat
bantu mengambil makanan 32,37 15,757 ,000 ,689
Jenis Alat Bantu 32,70 14,493 ,194 ,684
Cuci Peralatan dengan
sabun dan air bersih 32,40 15,903 -,123 ,695
Cara cuci peralatan 33,17 13,730 ,618 ,648
Keberadaan fasilitas cuci
tangan 32,93 14,340 ,305 ,672
keberadaan air mengalir dan
sabun 33,13 13,637 ,609 ,647
124
Tersedia tempat menyimpan
makanan jadi 32,70 13,528 ,567 ,647
Jenis Tempat Penyimpanan
Makanan Matang 33,20 16,648 -,231 ,761
Waktu Penyimpanan
Makanan Matang 32,43 16,185 -,241 ,703
Kondisi Makanan 32,87 13,499 ,535 ,649
Jenis Pembungkus
Makanan 31,47 10,395 ,682 ,603
Penyuluhan higiene sanitasi
makanan 33,13 13,844 ,540 ,653
Cuci Peralatan dengan
sabun dan air bersih 32,40 15,903 -,123 ,695
Mencuci peralatan dengan
air mengalir 33,17 13,730 ,618 ,648
Penyimpanan Makanan
Matang 33,27 15,789 -,051 ,696
Display makanan bebas dari
debu/kotoran/vektor
penyakit
33,07 13,651 ,549 ,650
Cara Penyajian Makanan 32,93 16,064 -,139 ,713
Pembungkus makanan
bersih 32,53 16,878 -,406 ,722
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
34,37 15,757 3,970 22
125
Output Analisis Univariat
Kontaminasi E.coli
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Positif 27 45,0 45,0 45,0
Negatif 33 55,0 55,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
Cuci tangan dengan sabun
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 42 70,0 70,0 70,0
Ya 18 30,0 30,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
Menggunakan penjepit/alat bantu mengambil makanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 12 20,0 20,0 20,0
Ya 48 80,0 80,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
Cara mencuci peralatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 40 66,7 66,7 66,7
Memenuhi Syarat 20 33,3 33,3 100,0
Total 60 100,0 100,0
Jenis Sarana Berjualan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Gerobak 29 48,3 48,3 48,3
Kios/Kantin 31 51,7 51,7 100,0
Total 60 100,0 100,0
126
Fasilitas Sanitasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 36 60,0 60,0 60,0
Memenuhi Syarat 24 40,0 40,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
Tempat menyimpan makanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 39 65,0 65,0 65,0
Memenuhi Syarat 21 35,0 35,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
Cara penyajian
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 46 76,7 76,7 76,7
Memenuhi Syarat 14 23,3 23,3 100,0
Total 60 100,0 100,0
127
Output Analisis Bivariat
Crosstab
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Cuci tangan dengan sabun Tidak Count 19 23 42
% within Cuci tangan
dengan sabun 45,2% 54,8% 100,0%
Ya Count 8 10 18
% within Cuci tangan
dengan sabun 44,4% 55,6% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Cuci tangan
dengan sabun 45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,003a 1 ,955
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,003 1 ,955
Fisher's Exact Test 1,000 ,591
Linear-by-Linear Association ,003 1 ,955
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,10.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Cuci tangan
dengan sabun (Tidak / Ya) 1,033 ,340 3,135
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif 1,018 ,551 1,882
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif ,986 ,600 1,619
N of Valid Cases 60
128
Menggunakan penjepit/alat bantu mengambil makanan * Kontaminasi E.coli Crosstabulation
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Menggunakan penjepit/alat
bantu mengambil makanan
Tidak Count 9 3 12
% within Menggunakan
penjepit/alat bantu
mengambil makanan
75,0% 25,0% 100,0%
Ya Count 18 30 48
% within Menggunakan
penjepit/alat bantu
mengambil makanan
37,5% 62,5% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Menggunakan
penjepit/alat bantu
mengambil makanan
45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,455a 1 ,020
Continuity Correctionb 4,045 1 ,044
Likelihood Ratio 5,571 1 ,018
Fisher's Exact Test ,026 ,022
Linear-by-Linear Association 5,364 1 ,021
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Menggunakan penjepit/alat
bantu mengambil makanan
(Tidak / Ya)
5,000 1,195 20,922
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif 2,000 1,225 3,265
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif ,400 ,147 1,092
N of Valid Cases 60
129
Crosstab
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Cara mencuci peralatan Tidak Memenuhi
Syarat
Count 19 21 40
% within Cara
mencuci peralatan 47,5% 52,5% 100,0%
Memenuhi Syarat Count 8 12 20
% within Cara
mencuci peralatan 40,0% 60,0% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Cara
mencuci peralatan 45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,303a 1 ,582
Continuity Correctionb ,076 1 ,783
Likelihood Ratio ,304 1 ,581
Fisher's Exact Test ,784 ,393
Linear-by-Linear Association ,298 1 ,585
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Cara
mencuci peralatan (Tidak
Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
1,357 ,457 4,032
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif 1,187 ,634 2,225
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif ,875 ,550 1,391
N of Valid Cases 60
130
Jenis Sarana Berjualan * Kontaminasi E.coli Crosstabulation
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Jenis Sarana Berjualan Gerobak Count 12 17 29
% within Jenis Sarana
Berjualan 41,4% 58,6% 100,0%
Kios/Kantin Count 15 16 31
% within Jenis Sarana
Berjualan 48,4% 51,6% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Jenis Sarana
Berjualan 45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,297a 1 ,586
Continuity Correctionb ,082 1 ,775
Likelihood Ratio ,298 1 ,585
Fisher's Exact Test ,614 ,388
Linear-by-Linear Association ,292 1 ,589
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,05.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Sarana
Berjualan (Gerobak /
Kios/Kantin)
,753 ,271 2,090
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif ,855 ,486 1,505
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif 1,136 ,719 1,795
N of Valid Cases 60
131
Crosstab
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Fasilitas Sanitasi Tidak Memenuhi
Syarat
Count 16 20 36
% within Fasilitas Sanitasi 44,4% 55,6% 100,0%
Memenuhi Syarat Count 11 13 24
% within Fasilitas Sanitasi 45,8% 54,2% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Fasilitas Sanitasi 45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,011a 1 ,916
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,011 1 ,916
Fisher's Exact Test 1,000 ,562
Linear-by-Linear Association ,011 1 ,916
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Fasilitas
Sanitasi (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
,945 ,335 2,669
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif ,970 ,550 1,711
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif 1,026 ,641 1,641
N of Valid Cases 60
132
Crosstab
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Tempat menyimpan
makanan
Tidak
Memenuhi
Syarat
Count 23 16 39
% within Tempat
menyimpan makanan 59,0% 41,0% 100,0%
Memenuhi
Syarat
Count 4 17 21
% within Tempat
menyimpan makanan 19,0% 81,0% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Tempat
menyimpan makanan 45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8,792a 1 ,003
Continuity Correctionb 7,253 1 ,007
Likelihood Ratio 9,324 1 ,002
Fisher's Exact Test ,006 ,003
Linear-by-Linear Association 8,645 1 ,003
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,45.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Tempat
menyimpan makanan (Tidak
Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
6,109 1,729 21,588
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif 3,096 1,234 7,767
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif ,507 ,330 ,779
N of Valid Cases 60
133
Cara penyajian * Kontaminasi E.coli Crosstabulation
Kontaminasi E.coli
Total Positif Negatif
Cara penyajian Tidak Memenuhi Syarat Count 25 21 46
% within Cara penyajian 54,3% 45,7% 100,0%
Memenuhi Syarat Count 2 12 14
% within Cara penyajian 14,3% 85,7% 100,0%
Total Count 27 33 60
% within Cara penyajian 45,0% 55,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6,960a 1 ,008
Continuity Correctionb 5,436 1 ,020
Likelihood Ratio 7,672 1 ,006
Fisher's Exact Test ,013 ,008
Linear-by-Linear Association 6,844 1 ,009
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,30.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Cara
penyajian (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
7,143 1,434 35,572
For cohort Kontaminasi
E.coli = Positif 3,804 1,026 14,102
For cohort Kontaminasi
E.coli = Negatif ,533 ,364 ,780
N of Valid Cases 60
DOKUMENTASI
Cara penyajian makanan terbuka dan
menggunakan kertas koran
Cara penyajian makanan tertutup dan
menggunakan kertas koran
Tempat menyimpan makanan matang tertutup Tempat menyimpan makanan matang
terbuka
Fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat Fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi
syarat
Makanan jajanan yang positif
terkontaminasi bakteri E.coli
Makanan jajanan yang negatif
terkontaminasi bakteri E.coli
Penjamah makanan tidak menggunakan alat
bantu penyajian makanan
Penjamah makanan menggunakan alat bantu
penyajian makanan
Sarana berjualan bangunan kantin Sarana berjualan gerobak keliling
KEMENTERIAN AGAMAT'NIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan, Cip:utat 15412, JakxtaTelp. : (62-21)747t6718 Fax : (62-2r)'1404985Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : fkik@uinjkt.ac.id
Nomor : Un.01/Fl0/TL.00/ 99t 3 12016Lampiran : -Hal : Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Jakarta,t9,September 20 I 6
Kepada Yth.
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
di Tempat
Assalamu'alaikum Wr. W.
Bersama ini kami sampaikan, bahwa mahasiswa dibawah ini akan melakukanpenelitian tugas akhir skripsi:
Nama
NIMSemester
Program Studi
No;Hp
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh
r I 12101000082
XI (sembilan)
Kesehatan Masyarakat
:0&180815V745
Judul Skripsi : Hubungan Antara Higiene Sanitasi Makanan dengan Keberadaan
Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah(PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
Sehubungan dengan itu, mohon dapat diberikan izin kepada mahasiswa
tersebut untuk melakukan studi pendahuluan dan pengambilan data di Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur.
Demikian surat ini disampaikan, atas perhatian dan kerjasama Bapak / Ibu
kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'aloikum Wr. W.
Kes---
Dr. H. Arif Sumantri, M.196s0808 198803 r 002
J
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTADINAS KESEHATAN
SUKU DINAS KESEHAIANKOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
Jl. Matraman Raya No.218. Telp. 0218192202 Fax.021€506319JAKARTA
Kode Pos : 13310
NomorLampiran.Perihal
:
:Permohonan lzinStudi Pendahuluan
,#T/4'/?rpe fl*.or.mber 2016
KepadaYth. Dekan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan surat Saudara tanggal 15 September 2A16 Nomor :
Un.01/F10ffL.00/3589/2016 Hal : Permohonan lzin Studi Pendahuluan untukmenyelesaikan Skripsi, bagi mahasiswa Program Studi Kesehatan MasyarakatFakultas Kedokteran dan llmu Kesehatan Universitas lstam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta di wilayah Jakarta Timur. dengan Judul "Hubungan AntaruHigiene Sandasi Mahanan dengan Keberadaan Baktei Escheichia coli padaPangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasa(. di Wilayah JakartaTimur, Maka dengan ini kami sampaikan hal-halsebagaiberikut :
1. Pada prinsipnya kami tidak keberatan atas permohonan saudarayang akan dilaksanakan di wilayah Jakarta Timur pada BulanOktober 2016 dengan mengikuti semua aturan yang berlaku padaPuskesmas/l nstansi tersebut.Apabila dalam pelaksanaan kegiatan terjadi mal praktik yangdiakibatkan dari tindakan yang tidak sesuai dengan SOP ( StandartOpeia-ioiiat Prosedur ) oleh mahasiswa / institusi dan terjadipenuntutan dari pihak pasien / yang dirugikan, maka hal itumerupakan tanggung jawab mahasiswa dan institusi.Lahan binaan yang kami beilkan untuk melaksanakan kegiatantersebut adalah Puskesmas Kecamatan Cakung serta segeramenghubungi koordinator Diklit pada lnstansi tersebut denganMelampirkan Proposal Kegiatan
4. Melaporkan kembali hasil pelaksanaan kegiatan tersebut kepadaSuku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dalam bentuk LaporanKeoiatan.
3.
--FaR KdafOkterari-dan ttrfi uXes-ehdffidi
Jakarta
: Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh:1112101000082
5. Nama mahasisraNIM
Demikianlah kami sampaikan, atas perhatian dan kedasamanya diucapkanterima kasih.
Tembusan:Ka. Puskesmas Kecamatan Cakung
Ktjrniawan, M.Si. M.HKes141993121A01n23285
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EAKUIJIAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANTelp. :021-1471 6tj} Fax :021-140 49BSweusite:wwwuinjkt.ac.id;Email:fkik@uinjkt.ac.id
: Un.0l/Fl0/KM.0l .3t V,Iq1/zot6 JakartalNovember 2016
: Permohonan lzin Penelitian dan Pengambilan Data
Kepada YthKepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timurdi
Tempat
Assalamu' alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat, bersama ini kami sampaikan bahwa mahasiswa :
NomorLampiranHal
Nama
NIMSemester
Program Studi
No HP
Judul skripii
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh
I I 12101000082
lX (Sembilan)
Kesehatan Masyarakat
081808ts775Hubungan Antara Higiene Sanitasi Makanan dengan
Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Pangan
Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar
Kecamatan Cakung Tahun 2016
Sehubungan dengan itu kami mohon diberikan izin kepada mahasiswa
tersebut untuk melakukan penelitian dan pengambilan data selama Bulan Desember
20f 6 hingga Januari 2017 di wilayah Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Wassalamu' alaikum ltr. Wb.
M.Kes
--
{
r. H. Arif Sumantri,9650808 t98803 1002
JAYA. RAYA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTADINAS KESEHATAN
SUKU DINAS KESEHATANKOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
Jl. Matraman Raya No.218. Telp. 021-8192202 Fax. 021-8506319JAKARTA
Kode Pos : 13310
NomorLampiran.
- +eriirai-
Yth.
/Desember 2016
: Permehona+Pengambilan DataKepadaDekanUIN Syarif Hidayatullah JakartaFak. Kedokteran dan llmu Kesehatandi
Jakarta
Berdasarkan surat Saudara tanggal 30 November 2016 Nomor :
Un.01lF10/KM.01 .314646DA16 Hal : Pengambilan Data untuk menyelesaikanSkripsi, bagi mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas lslemNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta di wilayah Jakarta Timur. dengan Judul "Hubungan Antara Higiene Sanrfasi Makanan dengan Keb;eradaan BakteriEscherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJASI di Sekolah Dasal'Maka dengan inikamisampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pada prinsipnya kami tidak keberatan atas permohonan saudara yangakan dilaksanakan di wilayah Jakarta Timur pada Bulan Desentber2016 s.d Januari 2017 dengan mengikuti semua aturan yang berlakupada Puskesmas/l nstansi tersebut.
2. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan terjadi mal praktik yangdiakibatkan dari tindakan yang tidak sesuai dengan SOP ( StandartOperasional Prosedur ) oleh mahasiswa I institusi dan teSjadipenuntutan dari pihak pasien / yang dirugikan, maka hal itumerupakan tanggung jawab mahasiswa dan institusi.
3. Lahan binaan yang kami berikan untuk melaksanakan kegliatantersebut adalah Puskesmas Kecamatan Kecamatan - Sdkungserta segera menghubungi koordinator Diklit pada lnstansi tersebutCengan Melampirkan Proposal Keglatan
4. Melaporkan kembali hasil pelaksanaan kegiatan tersebut kepadaSuku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dalam bentuk LaporanKesiatan.
5. Nama mahasiswaNIM
Demikianlah kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkanterima kasih.
: Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh:1112101000082
Tembusan:Kepala Puskesmas Kecamatan r Cekl*ng
..+".'0. lwan Kurniawan, M.Si.M.HKes)ta i; - r- .:'- - --'
ifx -:: / !,t{ }P'1 9680 1 1 41 993 1 21 00 1 I 1 23285
\;lr,, ;.' ; 1 .r -
top related