pemanfaatan teknik in vitro untuk penyaringan tanaman tahan salin
Post on 05-Mar-2016
15 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 1/20
MAKALAH SEMINAR UMUM
PEMANFAATAN TEKNIK IN VITRO UNTUK PENYARINGAN TANAMAN
TAHAN SALIN
DISUSUN OLEH:
RIZA LUTHFIAH
09/281774/PN/11595
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 2/20
i
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH SEMINAR UMUM
Pemanfaatan Teknik In Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
Disusun oleh:
Nama : Riza Luthfiah
NIM : 09/281774/PN/11595
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Makalah Seminar Umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan mata
kuliah pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada
Menyetujui
Pembimbing Utama
Tanda tangan Tanggal
Rani Agustina W., S.P., M.P., Ph.D. ....................................... ……………….....
Mengetahui :
Komisi Seminar Umum
Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P....................................... ……………….....
Mengetahui :
Ketua Jurusan
Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M.Sc ………………………............. ……………….....
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 3/20
ii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan .......................................................................................................... i
Kata Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
Abstraksi ............................................................................................................................. 1
I. Pendahuluan ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................... 3
II. Budidaya Jaringan Tanaman ........................................................................................ 4
III. Penyaringan Ketahanan Cekaman Salinitas Secara In Vitro ....................................... 6
IV. Kesimpulan .................................................................................................................. 12
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 13
Lampiran ............................................................................................................................. 16
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 4/20
1
PEMANFAATAN TEKNIK IN VITRO UNTUK PENYARINGAN TANAMAN
TAHAN SALIN
ABSTRAKSI
Lingkungan yang heterogen dan perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim merupakan permasalahan
di bidang pertanian yang dapat menimbulkan cekaman. Cekaman abiotik yang paling berpengaruh
besar pada produktivitas dan kualitas panen tanaman budidaya adalah cekaman salinitas karena dapat
menurunkan kualitas dan produktivitas komoditas pertanian. Manipulasi iklim dan reklamasi lahan
dapat saja dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat cekaman yang dialami tanaman budidaya,
namun keputusan tersebut menjadi tidak ekonomis karena membutuhkan biaya yang cukup besar.
Manipulasi tanaman dapat menjadi solusi masalah ini. Metode pemuliaan tanaman konvensional sering
digunakan untuk mendapatkan jenis tanaman baru yang memiliki ketahanan cekaman salinitas namun
sering tidak efisien. Melalui pendekatan bioteknologi, salah satunya adalah budidaya jaringan tanaman
dapat dijadikan alternatif dalam membantu usaha tujuan pemuliaan tanaman mendapatkan tanaman
tahan cekaman salinitas. Seleksi secara in vitro dapat dilakukan dengan penentuan lethal dosis cekaman
garam, penyaringan ketahanan cekaman salinitas, dan regenerasi serta evaluasi hasil tanaman yang
tahan cekaman salinitas.
Kata kunci: seleksi, in vitro, salinitas
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan yang heterogen dan perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim merupakan
permasalahan di bidang pertanian yang dapat menimbulkan cekaman. Hanya 10% lahan didunia yang dikategorikan sebagai lahan bebas cekaman. Sebagian besar tanaman budidaya
yang tumbuh di lapangan sering dihadapkan pada berbagai cekaman abiotik. Cekaman
abiotik yang mungkin dialami setiap tanaman budidaya yaitu cekaman kekeringan, salinitas,
genangan, suhu ekstrim, dan logam berbahaya. Cekaman abiotik tersebut mampu mengurangi
hasil dan menghambat pertumbuhan tanaman budidaya (Roy et al., 2011).
Cekaman abiotik yang paling berpengaruh besar pada produktivitas dan kualitas panen
tanaman budidaya adalah cekaman salinitas karena dapat menurunkan kualitas dan
produktivitas komoditas pertanian. Meningkatnya salinitas pada tanah menyebabkan
peningkatan konsentrasi Na+ dan Cl- pada tajuk tanaman yang berakibat pada penurunan
pertumbuhan tanaman. Dalam proses fisiologi tanaman, Na+ dan Cl- mempengaruhi
pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman menjadi kekeringan, sedangkan
Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen. Sementara
penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan
penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas. Hal ini akan mengakibatkankeracunan pada tanaman dan pada akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 5/20
2
tanaman. Tiap-tiap tanaman memiliki ketahanan masing-masing terhadap senyawa garam,
tanggapan tersebut merupakan respon fisologis dan biokimia dari tanaman (Foth, 1990).
Manipulasi iklim dan reklamasi lahan seperti penanggulangan salinitas dalam jangka
pendek secara teknis dengan irigasi meggunakan air tawar ( fresh-water ) dan pemberian
kalium (K) dapat saja dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat cekaman yang dialami
tanaman budidaya, namun keputusan tersebut menjadi tidak ekonomis karena membutuhkan
biaya yang cukup besar. Solusi yang ekonomis yaitu dengan menanam tanaman yang mampu
bertahan dengan cekaman di lahan tersebut dan tetap produktif sehingga tetap didapat hasil
yang sesuai. Manipulasi tanaman budidaya dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman,
diharapkan mampu meningkatkan secara signifikan toleransi cekaman abiotik tanaman
budidaya (Malik et al., 2010).
Untuk mendapatkan manipulasi tanaman tahan cekaman melalui metode pemuliaan
tanaman konvensional dapat melalui persilangan antar tetua yang memiliki sifat baik, namun
metode pemuliaan konvensional tersebut tidak efektif karena masih sering terjadi kegagalan
dalam pencapaian tujuan tanaman yang diinginkan. Kekurangan lainnya yaitu membutuhkan
biaya yang besar, waktu yang lama, sumber genetik yang banyak, areal yang luas, serta faktor
lingkungan dan faktor pembatas lain yang dapat menghambat proses tersebut (Koc et al.,
2009).
Untuk mengatasi masalah-masalah dalam pemuliaan tanaman konvensional maka
dilakukan pendekatan menggunakan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman seperti
pemanfaatan rekayasa genetika dan seleksi secara in vitro. Rekayasa genetika dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik
menggunakan transformasi gen (pemindahan gen atau penyisipan gen) ke dalam suatu
tanaman target. Walau demikian, ada beberapa hal faktor penghambat terbesar yang
membatasi pelaksanaannya seperti adanya silencing of transgene (tidak terekspresinya gen
yang disisipkan ke tanaman target), dan rendahnya frekuensi keberhasilan dari transformasi
tersebut. Teknik budidaya jaringan tanaman kemudian muncul sebagai alternatif yang lebih
layak dan hemat untuk mengembangkan tanaman yang tahan terhadap cekaman abiotik
(Perez-Clemente & Gomez-Cadenas, 2012).
Budidaya jaringan tanaman telah banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman
terutama dalam seleksi ketahanan cekaman biotik dan abiotik (Koc et al., 2009). Munir
(2009) juga menyatakan bahwa melalui seleksi secara in vitro, maka karakter-karakter
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 6/20
3
agronomi dan ketahanan terhadap suatu cekaman tersebut dapat diisolasi dalam waktu
singkat dan kondisi yang stabil.
Melalui budidaya jaringan tanaman diharapkan mampu membantu tujuan pemuliaan
tanaman untuk mendapatkan tanaman tahan cekaman salinitas karena pengaruh salinitas yang
sangat merugikan di bidang budidaya pertanian. Budidaya jaringan tanaman dimanfaatkan
sebagai salah satu cara untuk melakukan penyaringan ketahanan cekaman salinitas pada
tanaman budidaya. Cekaman salinitas pada tanaman budidaya yang ditumbuhkan dalam in
vitro dapat menurunkan kemampuan regenerasi, menghambat pertumbuhan tunas dan akar,
menurunkan berat kering planlet, dan mengurangi jumlah tunas yang tumbuh (Mohamed et
al., 2011).
B. Tujuan
1. Mengetahui salah satu metode yang dapat membantu tujuan pemuliaan tanaman
untuk mendapatkan tanaman tahan salin,
2.
Mengetahui peran budidaya jaringan tanaman secara umum dalam bidang pertanian
dan pemuliaan tanaman khususnya, dan
3. Mengetahui kelebihan teknik in vitro dalam tujuan pemuliaan tanaman.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 7/20
4
II. BUDIDAYA JARINGAN TANAMAN
Budidaya jaringan tanaman adalah budidaya sel, jaringan, organ, atau seluruh bagian
tanaman secara in vitro dalam kondisi lingkungan yang aseptik dan terkendali serta
kebutuhan nutrisi yang tersedia dengan cukup. Tanaman yang dihasilkan dari budidaya
jaringan akan sama persis dengan tanaman yng dijadikan bahan biakan. Kondisi lingkungan
yang terkendali akan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan bahan biakan secara optimal (Hussain et al., 2012).
Konsep budidaya jaringan terungkap dalam teori sel yang diungkapkan oleh ahli Biologi
yaitu Schleiden dan Schwann 1838 – 1839 yang mengemukakan bahwa satu sel dapat
tumbuh sendiri walaupun terpisah dari tanaman induknya. Konsep inilah yang menyatakan bahwa satu sel akan mampu berkembang dan membentuk individu yang utuh. Pada abad XX
beberapa ahli botani membuktikan bahwa sel atau jaringan dapat ditanam secara terpisah
dalam suatu budidaya (in vitro) dan beregenerasi membentuk bagian-bagian atau organ
sehingga dapat tumbuh normal menjadi suatu individu. Kemampuan tersebut dinamakan teori
totipotensi. Konsep totipotensi ini merupakan konsep dasar dari teknik budidaya jaringan.
Pada tahun 1902, budidaya jaringan tanaman pertama kali digunakan oleh Haberlandt untuk
mempelajari morfogenesis dan sifat totipotensi dari sel-sel tanaman (Suhartati, 2008).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik budidaya jaringan tanaman tebu,
yaitu: (1) komposisi media tumbuh, (2) eksplan, (3) zat pengatur tumbuh yang sesuai, dan (4)
kondisi lingkungan budidaya. Media budidaya merupakan suatu penentu keberhasilan metode
perbanyakan tanaman melalui budidaya jaringan. Berbagai media budidaya telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dibudidayakan, seperti media WPM (Woody Plant Medium), BTM ( Broad Tree Leaves
Medium), dan Schenk-Hildebrandt untuk tanaman berkayu; media VW (Vacint-Went) untuk
tanaman anggrek; MS (Murashige-Skoog) untuk tanaman hortikultura; media Euwen untuk
tanaman kelapa; media B5 (Gamborg) untuk kultur suspense sel dan legume; media White
untuk kultur akar; media N6 untuk tanaman serealia; dan media Nitsch dan Nitsch untuk
kultur sel dan tepung sari (Nugrahani et al., 2011).
Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan menambahkan
vitamin dan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh diperlukan untuk mengatur
diferensiasi tanaman, mengatur inisiasi dan perkembangan tunas dan akar, pembelahan dan perkembangan sel. Ada beberapa zat pengatur tumbuh yang digunakam dalam budidaya
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 8/20
5
jaringan tanaman, yaitu auksin (IAA, NAA, IBA, 2,4-D), sitokinin (kinetin, BAP, zeatin, 2i-
P, thidiazuron), dan giberilin (GA3) (Nugrahani et al., 2011).
Teknik budidaya jaringan tanaman memiliki kontribusi yang besar di dunia pertanian.
Permasalahan pertanian seperti penyediaan kebutuhan bibit tanaman dapat diatasi dengan
budidaya jaringan tanaman. Budidaya jaringan tanaman juga mampu menginduksi variasi
somaklonal yang dapat memperkaya variabilitas dalam species sehingga berperan sebagai
sumber genetik baru yang stabil dalam metode pemuliaan tanaman. Tujuan pemuliaan
tanaman akan sangat dimudahkan melalui budidaya jaringan karena mampu menghasilkan
planlet/tanaman dalam waktu singkat dan jumlah yang banyak.
Hussain et al., (2012) juga menjelaskan keunggulan yang dapat dimanfaatkan dari
budidaya jaringan tanaman yaitu mampu menghsilkan varietas unggul yang bebas penyakit,
toleran terhadap cekaman abiotik, memproduksi metabolit sekunder, memiliki faktor
multiplikasi yang tinggi, faktor lingkungan yang terkendali, tanaman dapat diproduksi terus
menerus sepanjang tahun, dan menyelamatkan sumber genetik langka dari kepunahan.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 9/20
6
III. PENYARINGAN KETAHANAN CEKAMAN SALINITAS SECARA IN VITRO
Seleksi in vitro telah efektif digunakan untuk menginduksi toleransi cekaman salinitas
pada tanaman budidaya melalui penggunaan garam sebagai agen selektif sehingga
memungkinkan pemilihan atau penyaringan tanaman yang diinginkan. Pendekatan ini telah
dilakukan menggunakan sejumlah bahan tanam (kalus, embriosomatik, planlet, sel suspensi)
yang memiliki variasi ketahanan dan kemampuan dalam toleransi kadar garam yang relatif
tinggi di dalam media tanam secara in vitro. Garam yang digunakan dalam cekaman salinitas
adalah NaCl (Clemente & Cadenas, 2012).
Pemanfaatan budidaya jaringan dalam usaha pemuliaan tanaman untuk menghasilkan
tanaman yang tahan terhadap beberapa cekaman abiotik terutama cekaman salinitas telahterbukti pada banyak species antara lain Nicotiana sylvestris (Dix and Street, 1975),
Nicotiana tabacum (Nabors et al., 1975), Medicago sativa (Croughan et al., 1978),
Saccharum spp. (Liu & Yeh, 1982), Oryza sativa (Croughan et al., 1981), and Cicer
arietinum (Pandey & Ganapathy, 1984). Tanaman toleran NaCl juga telah berhasil
diregenerasi pada Nicotiana tabacum (Nabors et al., 1980), Haploid Datura innoxia (Tyagi et
al., 1981), Kickxia ramosissima (Mathur et al., 1980), Saccharum spp. (Liu & Yeh, 1984)
and Linum usitatissimum (Mchughen & Swartz, 1984).
Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan kriteria tanaman yang tahan cekaman
salinitas yaitu penentuan lethal dosis (LD), penyaringan ketahanan, dan regenerasi. Dalam
metode seleksi in vitro hal yang paling penting adalah menentukan standar ketahanan sel
dengan mencari dosis garam yang menyebabkan lethal dosis 50% (LD50). Apabila dalam
sebuah percobaan budidaya jaringan telah diketahui dosis garam yang menyebabkan LD50,
maka penentuan sel tahan dapat lebih mudah diketahui. Dengan cara mengidentifikasi sel
yang memiliki persetase hidup lebih dari 50% pada dosis garam LD50
(Yuliani, 2009).
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 10/20
7
Gambar 3.1. Penentuan lethal dosis (LD50) terhadap cekaman salinitas pada tanaman tebu.
Respon pertumbuhan kalus empat klon tebu (BL 35, PS 561, PS 851, dan PSCo) terhadap
pemberian lima dosis garam NaCl (0%; 0,5%; 1%; dan 1,5%) secara in vitro (Yuliani, 2009).
Pada tahap penentuan dosis garam, kalus yang berhasil diperbanyak dari setiap klon yang
telah terbentuk sempurna digunakan sebagai bahan untuk menentukan dosis garam LD50.
Pada tahap ini dilihat pengaruh dosis garam pada pertumbuhan kalus yang berhasil
diperbanyak dari setiap klon. Selain itu dilihat dosis garam yang menyebabkan ± 50% kalus
mati (Yuliani, 2009).
Kalus tebu didapatkan dari dosis tertinggi 1,5% dan dosis yang sering digunakan dalam
perakitan tebu tahan garam adalah 0,5 dan 1,0 % (Stavarek dan Rains, 1984). Jenis garam
yang digunakan adalah NaCl karena telah banyak digunakan pada pengembangan berbagai
tanaman tahan salin diantaranya tembakau dan padi (Jaiwal et al., 1997). Pada media seleksi
tidak ditambahkan zat pengatur tumbuh karena menurut McHughen & Swartz (1984) dapat
menyebabkan respon sel kalus yang toleran lebih sensitif terhadap garam akibat dari
meningkatnya laju metabolisme yang pada akhirnya berpengaruh pada meningkatnya
penyerapan garam.
Perbedaan nilai LD50 setiap klon tebu menggambarkan tingkat gangguan pertumbuhan
dan perkembangan yang disebabkan dosis garam tertentu akan berbeda pada satu klon dengan
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 11/20
8
Kalus klon BL-35 pada minggu pertama berwarna putih dan bertekstur friable (A1) tetapi
pada minggu terakhir berwarna kecoklatan (A2); kalus klon PS921 pada minggu pertama
berwarna putih dan bertekstur kompak (B1), pada minggu terakhir berwarna putihkecoklatan dengan tekstur friable (B2); kalus klon PSCo minggu pertama berwarna putih
kekuningan dan bertekstur kompak (C1), dan pada minggu terakhir berwarna hitam (C2);
kalus klon PS851 pada minggu pertama berwarna putih kecoklatan dan bertekstur friable
(D1),pada minggu terakhir berwarna putih kehitaman(D2) (Nurwendah, 2011).
klon lainnya, karena faktor genetik akan sangat mempengaruhi kemampuan sel dalam
menanggapi kondisi lingkungan tempat tumbuh sel kalus yang tercekam. Nilai LD50 didapat
dari hasil uji probit, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengembangan klon tebu
tahan salin untuk masing-masing klon (Yuliani, 2009).
Tahap selanjutnya setelah ditemukan dosis garam yaitu melakukan penyaringan ketahanan
cekaman salinitas. Penyaringan ketahanan cekaman salinitas dapat dilakukan melalui
beberapa cara yaitu penyaringan pada tahap kalus Saccharum spp. (Nurwendah, 2011), lemon
(Singh et al., 2002), dan Citrus aurantium L. (Koc et al., 2009); penyaringan pada tahap
planlet Saccharum officinarum L. (Karpe et al., 2012), Citrus sinensis L. Obseck (Ben-
Hayyim dan Yehudit, 1989), dan Fragraria x ananassa Duch. (Husaini dan Abdin, 2008);
perkecambahan benih pada Vigna mungo Var. Pu-19 (Kapoor dan Srivastava, 2010); penyaringan menggunakan eksplan mata tunas pada Cucumis sativus L. (Malik et al., 2010),
penggunaan eksplan hipokotil dan kotiledon Solanum lycopersicum L. (Mohamed et al.,
2011), dan penggunaan mata tunas pucuk Solanum tuberosum L. (Aghaei et al., 2008).
BL-35 PS921
PSCo PS851
Gambar 3.2. Perkembangan kalus tebu yang ditanam pada media dengan cekaman NaCl
(Nurwendah, 2011)
A1 A2 B1
B2
C2C1 D1 D2
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 12/20
9
Gambar di atas menunjukkan penyaringan salinitas pada tahap kalus yang mampu
menghasilkan kalus tahan cekaman salinitas yang ditunjukkan dari persentase kematian kalus
pada media yang mengandung dosis salinitas berbeda-beda. Kalus yang mati berwarna
kehitaman yang berarti kalus tersebut tidak tahan terhadap cekaman salinitas.
Grafik 3.1. Respon 14 kultivar terhadap tiga konsentrasi garam pada media penyaringan
(Mangala et al., 2008)
Grafik di atas merupakan hasil penelitian Mangala et al., (2008) yang menunjukkan
respon yang dialami 14 kultivar kacang tanah yang dilakukan penyaringan ketahanan
salinitas secara in vitro. Penyaringan tersebut menghasilkan toleransi cekaman tiap kultivar
yang berbeda-beda yang ditunjukkan dengan persentase kultivar yang mampu bertahan pada
tahap penyaringan ini. Persentase paling tinggi untuk kultivar yang hidup menunjukkan
bahwa tingkat toleransi terhadap cekaman salinitas juga tinggi dan mampu bertahan pada
kondisi salin hingga batas tertentu
Gambar 3.3. Penyaringan ketahanan eksplan tomat menggunakan hipokotil (A-B) dankotiledon (C-D) pada dosis NaCl yang berbeda-beda secara in vitro (Mohamed et al., 2011)
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 13/20
10
Histogram 3.1. Kenampakan pertumbuhan dua macam eksplan tomat yang ditanam dalam
media dengan dosis NaCl yang berbeda (Mohamed et al., 2011)
Gambar dan histogram di atas menunjukkan bahwa planlet yang berasal dari kotiledon
yang ditanam di media NaCl memiliki kenampakan pertumbuhan yang lebih baik daripada planlet yang berasal dari hipokotil. Jumlah tunas, panjang tunas, berat segar, dan berat kering
pada planlet yang berasal dari kotiledon memiliki nilai yang lebih tinggi daripada planlet
yang berasal dari hipokotil tomat.
Gambar 3.4. Respon kultivar kentang Concord (kultivar sensitif)-kiri dan kultival kentang
Kennebec (kultivar toleran)-kanan pada konsentrasi NaCl yang berbeda (Aghaei, 2008).
Gambar di atas menunjukkan perbedaan pertumbuhan antara dua kultivar kentang yang
memiliki sifat toleran dan rentan terhadap salinitas. Pada dosis NaCl yang tinggi (120 mM)
keduanya mengalami hambatan pertumbuhan yaitu pertumbuhan tunas terhambat dan planletmenjadi kerdil, namun pada tanaman kentang yang rentan terhadap salinitas, hambatan
pertumbuhan sudah terjadi mulai penambahan dosis rendah NaCl (30 mM).
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 14/20
11
Gambar 3.5. Perbedaan pertumbuhan planlet tebu yang ditanam pada media dengan dosis
cekaman NaCl yang berbeda-beda (Shomeili et al., 2011)
Planlet tebu yang ditanam di media yang mengandung dosis NaCl berbeda-beda juga
menujukkan adanya perbedaan pertumbuhan yaitu tinggi tunas, panjang akar, dan banyak
tunas yang dapat terbentuk dari kalus yang diregenerasikan.
Penyaringan ketahanan cekaman salinitas yang memanfaatkan teknik budidaya jaringan
memberikan keunggulan tertentu terutama masalah waktu karena dapat dilakukan sepanjang
tahun tanpa mengenal musim dan ketepatan pengaruh salinitas terhadap komoditas target
karena kondisi lingkungan yang stabil. Keberhasilan dari penyaringan ketahanan cekaman
salinitas pada tanaman budidaya diharapkan menghasilkan planlet yang dapat dikembangkan
menjadi tanaman tahan salin yang mampu hidup dan dibudidayakan di lahan salin.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 15/20
12
IV. KESIMPULAN
1. Budidaya jaringan tanaman telah banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman
terutama dalam seleksi ketahanan abiotik karena karakter-karakter agronomi dan
ketahanan terhadap suatu cekaman tersebut dapat diisolasi dalam waktu singkat dan
kondisi yang stabil,
2.
Cekaman abiotik yang paling penting adalah cekaman salinitas karena dapat menurunkan
kemampuan regenerasi, menghambat pertumbuhan tunas dan akar, menurunkan berat
kering planlet, dan mengurangi jumlah tunas yang tumbuh pada tanaman yang ditanam
secara in vitro, dan
3. Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan kriteria tanaman yang tahan cekaman
salinitas yaitu penentuan lethal dosis (LD), penyaringan, dan regenerasi sehingga
menghasilkan planlet yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi tanaman tahan salin
yang mampu hidup dan dibudidayakan di lahan salin.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 16/20
13
DAFTAR PUSTAKA
Aghaei, K., A.A. Ehsanpour, G. Balali, dan A. Mostajeran. 2008. In vitro screening of potato
(Solanum tuberosum L.) cultivars for salt tolerance using physiological parameters
and RAPD analysis. Eurasian Journal Agriculture and Environment Science 3: 159 –
164.
Ben-Hayyim, G., dan G. Yehudit. 1989. Planlet regeneration from a NaCl-selected-salt-
tolerant callus culture of Shamouti orange (Citrus sinensis L. Osbeck). Plant Cell
Reports 8: 680 – 683.
Croughan, T.P., Stavarek, S.J., dan D. W. Rains. 1981. In vitro development of salt resisitant
plants. Journal of Envir. and Exper. Bot. 21:317-324.
Dix, P.J., dan H. E. Street. 1975. Sodium chloride-resistant cultured cell lines from Nicotiana
sylvestris and Capsicum annuum. Journal of Plant Sciences 26:159-165.
Foth, H.D. 1990. Fundamental of Soil Science. John Wiley and Sons, New York.
Husaini, A.M., dan M.A. Abdin. 2008. Development of transgenic strawberry (Fragaria x
ananassa Duch.) plants tolerant to salt stress. Journal of Plant Science 174: 446 –
455.
Hussain, A., I.A. Qarshi, H. Nazir, dan I. Ullah. 2012. Plant Tissue Culture: Current Status
and Opportunities. In Tech. <http://creativecommons.org/licenses/by/3.0>. Diakses
pada tanggal 22 April 2013.
Jaiwal, P.K., Singh, R.P., dan A.Gulati. 1997. Strategies for Improving Salt Tolerance in
Higher Plants. Science Publishers, Inc., United States America.
Kapoor, K., dan A. Srivastava. 2010. Assesment of salinity tolerance of Vigna mungo var.Pu-
19 using ex vitro and in vitro methods. Asian Journal of Biotechnology 2: 73 – 85.
Karpe, A., A.A. Nikam, K.P. Chimote, S.B. Kalwade, P.G. Kawar, H. Babu, R.M.
Devarumath, dan P. Suprasanna. 2012. Differential responses to salinity stress of
two varieties (CoC 671 and Co 86032) of sugarcane (Saccharum officinarum L.).
African Journal of Biotechnology 11: 9028 – 9035.
Koc, N.K., B. Bas, M. Koc, dan M. Kusek. Investigations of in vitro selection for salt tolerant
lines in Sour Orange (Citrus aurantium L.). Journal of Biotechnology 8: 155 – 159.
Liu, M. C., 1984. Sugarcane In: W. R. Sharp, D. A. Evans, P. V. Ammirato dan Y. Yamada
(Editors), Handbook of Plant Cell Culture 2, Crop Species. Macmillan, New York.
Malik, A.B., W.G. Li, L.N. Lou, J.H. Weng, dan J.F. Chen. 2010. Biochemical/physiological
characterization and evaluation of in vitro salt tolerance in cucumber. African Journal
of Biotechnology 9: 3284 – 3292.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 17/20
14
Mathur, A.K., Ganapathy, P.S., dan Johri, B.M., 1980. Isolation of sodium chloride-tolerant
planlets of kickxia ramossissima under in vitro condition. Z. Pflanzenphysol. 99:287-
294.
Mchughen, A., dan Swartz, M. 1984. A tissue-culture derived salt-tolerant line of Flax
( Linum usitatissimum). Journal of Plant Physiology 177: 109-117.
Mohamed, A.N., M.R. Ismail, M.A. Kadir, dan H.M. Saud. 2011. In vitro performances of
hypocotyl and cotyledon explants of tomato cultivars under sodium chloride stress.
African Journal of Biotechnology 10: 8757 – 8764.
Mungala, A.J., T. Radhakrishman, dan J.R. Dobaria. 2008. In vitro screening of 123 Indian
Peanut cultivars for sodium chloride induced salinity tolerance. World Journal of
Agriculture Sciences 4: 574 – 582.
Munir, N. 2009. Biochemical characterization of in vitro salt toleranct cell lines and
regenerated plants of Sugarcane (Saccharum spp. hybrid). Disertation. Department ofBotany University of The Punjab, Pakistan.
Nabors, M.W., Daniels, A., Nabolny, L., dan Brown, C., 1975. Sodium chloride tolerant lines
of tobacco cells. Journal of Plant Sciences 4: 155-159.
Nabors, M.W., S.E. Gibbs, C.S. Berstein, dan M.E. Meis. 1980. NaCl-Tolerant tobacco plants
from cultured cells. Z. Pflanzenphysol. 97:13-17.
Nugrahani, P., Sukendah, dan Makziah. 2011. Teknik Propagasi secara In vitro. Recognition
and Mentoring Program. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jawa Timur.
Nurwendah, A. 2011. Penyaringan Ketahanan Beberapa Kalus Tebu (Saccharum spp.) Tahan
Salin. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Pandey, R., dan P.S. Ganapathy. 1984. Isolation of sodium chloride-tolerant callus line of
Cicer arietinum L. cv. BG-203. Journal of Plant Cell Reports 3:45-47.
Perez-Clemente, R.M., dan Gomez-Cadenas, A. 2012. In vitro tissue culture, a tool for the
study and breeding of plants subjected to abiotic stress conditions. In Tech.<http://creativecommons.org/licenses/by/3.0>. Diakses pada tanggal 29 April 2013.
Placide, R., C.S. Christian, dan S. Rony. 2012. Development of in vitro technique to screen
for drought tolerant banana varieties by sorbitol induced osmotic stress. African
Journal of Plant Science 6: 416 – 425.
Roy, B., S.K. Noren, A.B. Mandal, dan A.K. Basu. 2011. Genetic engineering for abiotic
stress tolerance in agricultural crops. Journal of Biotechnology 10: 1 – 22.
Shoemeili, M., M. Nabipour, dan M. Meskarbashee. 2011. Evaluation of sugarcane
(Saccharum officinarum L.) somaclonals tolerance to salinity via in vitro and in vivo.Hayati Journal of Biosciences 18: 91 – 96.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 18/20
15
Suhartati. 2008. Propagation of tissue culture on forestry plantation species. Mitra Hutan
Tanaman 3: 141 – 148.
Tyagi, A.K., A. Rashid, dan S.C. Maheshwari. 1981. Sodium chloride resisten cell line from
haploid Datura innoxia Mill. A resistant trait carried from cell to planlet and vice
cersa in vitro. Journal of Protoplasma 105:327-332.
Yuliani, E. 2009. Penentuan Dosis Lethal NaCl untuk Seleksi In Vitro Tebu (Saccharum
officinarum L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 19/20
16
LAMPIRAN
Sesi Diskusi
1.
Eni Kaeni
Tanya : kendala/permasalahan apa saja yang dialami dalam budidaya jaringan tanaman
secara umum?
Jawab :
Permasalahan secara umum dalam pelaksanaan budidaya jaringan tanaman ada empat
macam, yaitu kontaminasi, vitrifikasi, aklimatisasi, dan keragaman somaklonal.
Kontaminasi merupakan permasalahan pada eksplan maupun media tanam akibat adanya
mikroorganisme yang terbawa seperti jamur dan bakteri. Kontaminan dapat hidup didalam media tanam karena kondisi yang tidak aseptik saat menanam maupun keberadaan
mikroorganisme tersebut dalam eksplan (bersifat endogenik). Untuk daerah subtropis
terutama daerah yang memiliki empat musim, kontaminasi sangat kecil kemungkinannya
untuk terjadi karena siklus hidup mikroorganisme dapat terputus dengan kondisi iklim di
daerah tersebut, sedangkan di daerah tropis persentase terjadi kontaminasi tinggi karena
lingkungan yang cocok untuk mikroorganisme berkembang biak. Resiko yang ditimbulkan
akibat kontaminasi yaitu terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan ekplan sehingga
tujuan budidaya jaringan tanaman tidak tercapai. Vitrifikasi adalah kenampakan planlet
yang aneh dan lain daripada yang seharusnya. Vitrifikasi dapat disebabkan oleh kombinasi
media tanam. Kerugian yang ditimbulkan yaitu dapat mempengaruhi kualitas dari planlet
yang dihasilkan. Aklimatisasi merupakan pemindahan planlet ke media tanam sebenarnya
yang berupa tanah. Dalam tahap ini sering terjadi kematian planlet karena terjadi
perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim pada planlet serta morfologi planlet yang
masih lemah contohnya kondisi kelembaban, suhu, ketersediaan unsur hara, dan cahaya
yang tidak stabil; epidermis, stomata, kutikula planlet yang masih kecil dan tipis sehingga
rentan terhadap intensitas cahaya yang tinggi serta kelembaban yang rendah. Tahap
aklimatisasi membutuhkan perlakuan khusus untuk menjaga planlet agar tetap hidup.
Variasi somaklonal merupakan keragaman yang terjadi pada planlet. Variasi somaklonal
dapat terjadi pada bibit-bibit hasil produksi massal maupun penyimpanan secara in vitro.
Variasi somaklonal dapat saja menguntungkan bagi pemuliaan tanaman karena dapat
memperbesar variabilitas tetapi dalam produksi bibit secara massal diharapkan
meminimalkan variasi somaklonal supaya diperoleh keseragaman bibit yang diinginkan.
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin
http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 20/20
17
2. Fathin Nabihaty
Tanya : apa saja indikator toleransi salin pada planlet yang diuji secara in vitro?
Jawab :
Untuk mendapatkan tanaman tahan salin secara in vitro, dapat digunakan beberapa bahan
seperti benih (contohnya pada wijen), kalus (contohnya pada tebu), maupun yang sudah
berupa planlet (contohnya tebu, tomat, dan kedelai). Jika eksplan yang digunakan berupa
benih maka dapat diketahui lewat kemampuan berkecambah benih selanjutnya diukur
pertumbuhan vegetatifnya seperti tinggi tanaman, panjang akar, jumlah daun yang mampu
tumbuh pada kondisi salin. Jika eksplan berupa kalus dapat diketahui lewat
perkembangan/pertambahan kalus, warna kalus, serta persentase kalus yang mampu hidup
dalam kondisi salin. Kalus yang mampu bertahan dan tetap hidup pada media salin
selanjutnya diregenerasikan pada media normal tanpa tambahan garam karena kalus yang
tersaring merupakan kalus yang tahan salin sehingga menghasilkan planlet yang tahan
salin juga. Jika eksplan berupa planlet maka pengamatan yang dilakukan berupa
pengamatan pertumbuhan vegetatifnya yang meliputi jumlah daun, tinggi tanaman,
panjang akar, dan jumlah akar selama planlet tersebut dikondisikan dalam media salin.
Jika ada planlet yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang paling baik
didantara semua planlet yang dibandingkan maka planlet tersebut dapat disebut planlet
yang tahan salin.
3.
Nanung Apri Yudi
Tanya : berapa kali dilakukan penyaringan salinitas secara in vitro? Apakah ada pengujian
lagi di lahan?
Jawab :
Penyaringan ketahanan salinitas pada tanaman yang diuji dilakukan sekali. Dengan
kondisi lingkungan yang stabil dan terkendali diharapkan penyaringan yang dilakukan
secara in vitro memberikan hasil yang maksimal sehingga dapat langsung diaplikasikan di
lahan untuk kebutuhan produksi secara massal. Tanaman yang telah melewati tahap
penyaringan selanjutnya dilakukan aklimatisasi menjadi tanaman yang normal. Dalam
skala lapangan, tanaman tersebut tidak perlu diberi perlakuan salinitas lagi, hanya diuji
stabilitasnya selama beberapa masa tanam di beberapa tempat terpilih.
top related