modernisasi kurikulum dalam pendidikan...
Post on 02-Feb-2018
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODERNISASI KURIKULUM
DALAM PENDIDIKAN AGAMA
Oleh: Mi’rojul Huda
AbstractIslamic education can basically be implemented in every human beingaccording to its environment, which in theory can be centered educationin the five centers of Islamic education, namely: family, education, housesof worship, community, and mass media. In a study conducted in thecollege curriculum is a very important component for the curriculum;directions, goals, and all associated with the implementation of educationcan be measured and measuring the success rate. Teachers as vanguardmust have the ability to read and interpret the curriculum is well able tomake the direction of a teacher planning, digging source, defineprocesses, and evaluate the process that has been implemented.
Key Words: Modernization, Curriculum, Education
PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai salah satu wujud kegiatan yang dapat membantu
pertumbuhan seluruh unsur kepribadian manusia secara seimbang ke-arah yang
positif, telah lama menjadi perhatian. Sehingga dari kegiatan tersebut
bermunculan teori-teori serta konsep-konsep baru yang saling mendukung
maupun sebaliknya. Rumusan-rumusan teori serta konsep tentang pendidikan
memiliki banyak sudut pandang; ada yang mengkaji dari sudut pandang difinisi,
ada yang mengkaji dari sudut pandang proses, ada yang mengkaji dari sudut
pandang hasil, dan lain-lain. Pada sudut pandang proses pendidikan akan di
kelompokkan dalam dua jalur pendidikan yakni: jalur pendidikan sekolah dan
jalur pendidikan luar sekolah yang meliputi pendidikan keluarga, pondok
pesantren dan masyarakat (lingkungan tempat tinggal).
Dalam masalah ini Soebahar (2002: 115-128) menyebutkan lebih rinci
tentang Panca Pusat pendidikan yang meliputi:
1) Keluarga
2) Perguruan
3) Rumah ibadah
4) Masyarakat, dan
5) Media massa
Bertolak dari Panca Pusat pendidikan tersebut, maka dapat diputuskan
bahwa perguruan adalah merupakan pusat pendidikan sekolah (formal) yang lahir
dan berkembang dari pemikiran efesiensi dan efektifitas dalam prosesnya. Dengan
demikian ia memiliki baberapa perangkat yang harus tersedia, baik perangkat
keras (hard ware) sebagaimana sarana fisik maupun perangkat lunak (soft ware)
sebagaimana kurikulum pendidikan yang di dalamnya memuat komponen-
komponen terorganisir dari proses pendidikan yang mana “pendidikan berintikan
interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta
didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.” (Sukmadinata, 2000: 1).
Berikutnya terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara lembaga
perguruan dan ke-empat lembaga pendidikan yang lain terletak pada:
1) Pendidikan formal memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang
tersusun secara sitematis, jelas dan rinci.
2) Pendidikan formal dilaksanakan secara formal dan terencana, ada pengawasan
dan ada pula penilaian.
3) Pendidikan formal diberikan oleh guru yang memiliki ilmu pengetahuan serta
ketrampilan khusus dalam bidang pendidikan.
4) Interaksi pendidikan formal berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan
fasilitas dan alat serta aturan-aturan tertentu (Sukmadinata, 2000: 2).
Dalam pendidikan formal kurikulum menjadi bagian yang sangat penting,
karena di dalamnya memuat komponen-komponen berikut:
1) Tujuan; yaitu sesuatu yang ingin dicapai dalam proses belajar-mengajar
(Tafsir 2000: 54),
2) Isi; yaitu materi yang hendak disajikan, disesuaikan dengan tujuan yang ada
pada tujuan pengajaran yang telah ditetapkan baik secara umum maupun
dalam bagian-bagian kecil yang dirumuskan dalam rencana pengajaran,
3) Proses Belajar Mengajar (PBM); yaitu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan
siswa dalam dalam pembelajaran, dan
4) Evaluasi; yaitu penentuan hasil atas tujuan yang telah ditetapkan.
Keempat komponen kurikulum ini memiliki kaitan yang sangat erat
terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan di lembaga formal keguruan. Sebab
dengan penterjemahan kurikulum dan penerapan yang tepat akan sangat
membantu tercapainya tujuan pendidikan, terlebih dengan matangnya isi
pengajaran, efektifnya Proses Belajar Mengajar, serta baiknya mutu evaluasi.
PEMBAHASAN
Tinjauan tentang Kurikulum
Kurikulum sebagai bahagian penting dalam mempersiapkan dan merencana-
kan berbagai kegiatan dan berbagai langkah dalam Proses Belajar dan Mengajar
(PBM), perlu mendapat perhatian lebih. Karena di dalamnya memuat komponen-
komponen pendidikan yang komplit meliputi : tujuan, isi, proses serta evaluasi.
Sebelum memahami kurikulum secara utuh terlebih dahulu perlu mengkaji
kurikulum tersebut dari beberapa sisi, di antaranya:
1. Difinisi Kurikulum
Di dalam UUSPN (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Nomor
2 tahun 1989 pasal 1 ayat 9 menyebutkan bahwasannya: Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan Kegiatan Belajar Mengajar
(Depdikbud, 1989: 3)
Menurut Sujana (2002: 2), kurikulum lebih dari sekedar rencana
pelajaran, tetapi juga semua kegiatan siswa dari semua pengalaman belajar
siswa di sekolah, yang mempengaruhi pribadi siswa sepanjang menjadi
tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pada bagian lain Arifin (2000: 85) juga memberikan difinisi tentang
kurikulum yang meliputi segala mata pelajaran dan juga semua pengalaman
yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang dilakukan oleh anak didik.
Memahami beberapa difinisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
kurikulum adalah:
a) Kurikulum adalah rencana program pengajaran atau pendidikan yang akan
diberikan kepada peserta didik.
b) Kurikulum adalah proses yang harus dilakukan dalam Kegiatan Belajar
Mengajar oleh guru dan siswa peserta didik.
c) Evaluasi terhadap pencapaian tujuan dalam pendidikan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian kurikulum bukanlah sekedar daftar nama dari susunan
mata pelajaran beserta GBPP (Garis-garis Besar Pedoman Pendidikan) belaka,
namun ia memiliki dua bagian penting yang meliputi kegiatan ko kurikuler
(kegiatan-kegiatan wajib yang harus diberikan kepada siswa) dan ekstra
kurikuler (kegiatan-kegiatan tambahan yang dapat diberikan pada siswa).
Selain itu untuk kelengkapannya, kurikulum haruslah memiliki
kesesuaian atau relevansi. Kesesesuaian yang dimaksud adalah:
a) Kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan yang ada dan terjadi di masyarakat.
b) Kesesuaian kurikulum dengan komponen-komponen kurikulum.
Penjelasan tentang komponen kurikulum sesuai dengan pembahasan pada
Bab I, sebagaimana pendapat Ahmat Tafsir 2000: 54, yang menyebutkan empat
komponen yang terdiri dari; Tujuan, isi, Proses serta Evaluasi. Maka pendapat
ini dapat di padukan dengan pendapat Ralph W. Taylor (1949) dalam Nasution
(2001: 18) yang menyebutkan tentang empat komponen kurikulum dengan
perincian sebagai berikut: (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar
mengajar, dan (4) evaluasi atau penilaian.
1.a. Komponen Tujuan dalam kurikulum
Tujuan yaitu sesuatu yang ingin dicapai dalam proses belajar
mengajar. Tujuan pada mulanya bersifat umum yang meliputi keseluruhan
dalam suatu unit atau lebih dikenal dengan istilah (TPU). Dalam
operasionalnya TPU tersebut yang pada mulanya bersifat umum dibagi-
bagi menjadi unit-unit yang lebih kecil yang dapat dirumuskan dalam
rencana pengajaran (lesson plan). Pembagian ke dalam unit yang lebih
kecil ini disebut (TPK). Perumusan TPU dan TPK ini lazim disebut
dengan Persiapan mengajar, yang mana tujuan yang ada tersebut
menunjukkan sesuatu yang hendak dicapai dan dituju dalam proses belajar
mengajar.
Untuk memperjelas tujuan tersebut, dapat ditampilkan sistematika
hirarki tujuan kurikulum Indonesia (Dimyati dan Mujiono, 1994: 275)
JENJANG TUJUAN DOKUMEN PENANGGUNG JAWAB
Tujuan PendidikanUUSPN dan
GBHN
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
Tujuan kelembagaanKurikulum tiap
lembagaKepala Sekolah
Tujuan kurikuler GBPP*)Guru mata pelajaran /
bidang studi / kelas
Tujuan Pengajaran GBPP*) dan
rancangan
pembelajaran
Guru
*) Saat ini dapat dibaca (diterjemahkan) dengan Silabus KTSP/KBK
Tabel 01 : Sistematika hirarki tujuan kurikulum di Indonesia
1.b. Komponen Isi/ Bahan pelajaran
Bahan Pelajaran adalah isi yang diberikan kepada siswa saat
berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini siswa
diantarkan kepada tujuan pengajaran (Sudjana, 1991: 67), tujuan yang
dimaksud adalah sesuai dengan yang ditetapkan baik secara umum
maupun dalam bagian–bagian kecil yang dirumuskan dalam rencana
pengajaran.
Pada hakekatnya bahan pengajaran adalah isi dari bidang studi
yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang
digunakannya. Namun secara umum sifat bahan pelajaran dapat dibedakan
menjadi beberapa kategori, yakni; fakta (yang dapat dipelajari melalui
informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, dan istilah yang dapat
dipelajari dengan cara menghafal), konsep (klasifikasi dari pola yang
bersamaan dalam maksud maupun pengertian=hukum), peristiwa, benda
yang wujudnya dapat ditangkap oleh panca indra manusia.
Oleh karena antara bahan pengajaran dan tujuan harus sesuai,
maka menurut Sujana (1991: 69–70) terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menetapkan bahan pengajaran, yaitu:
a) Bahan harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan
b) Bahan yang ditulis dalam perencanaan mengajar, terbatas pada konsep
saja, atau berbentuk garis besar bahan tidak pula diuraikan terinci.
c) Menetapkan bahan pengajaran harus serasi dengan urutan tujuan.
d) Urutan bahan harus memperhatikan kesinambungan (kontinuitas).
e) Bahan disusun dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari yang
mudah menuju yang sulit, dari yang konkrit menuju yang abstrak,.
Dengan cara ini diharapkan siswa mudah memahaminya.
f) Sifat bahan ada yang factual (konkrit dan mudah diingat), dan ada pula
yang konseptual yang berisikan konsep-konsep abstrak serta
memerlukan penmahaman. Tentunya mempelajari bahan yang bersifat
factual akan lebih mudah disbanding mempelajari bahan yang
konseptual.
Perkembangan pembahasan selanjutnya adalah tentang macam isi
pengajaran yang meliputi:
a) Bidang keagamaan
b) Bidang moral/ kesusilaan
c) Bidang keindahan/estetika
d) Bidang social
e) Bidang sivics/kewarganegaraan
f) Bidang kecerdasan/intelektual
g) Bidang ketrampilan
h) Bidang jasmani
1.c. Komponen Metode atau Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah gabungan kegiatan anak belajar dan
guru mengajar yang tidak terpisahkan (Tafsir, 2000: 55). Metode atau
proses belajar mengajar harus mengandung potensi yang bersifat
mengarah materi pengajaran kepada tujuan pendidikan yang hendak
dicapai (Arifin, 2000: 198)
Dengan penekanan pada adanya hubungan timbal balik antara guru
pengajar dan anak belajar yang dibarengi dengan materi pengajaran, maka
dibutuhkanlah situasi yang dapat mendukung dalam prosesnya. Oleh sebab
itu diperlukan kesiapan antara masing-masing bagian yang meliputi:
a. Guru
Guru yang mengajar menurut Glesser dalam Syarif (1992: 21)
harus memiliki empat kompetensi, yakni:
a) Menguasai bahan pelajaran
b) Kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa
c) Kemampuan melaksaanakan proses pengajaran
d) Kemampuan mengukur hasil belajar siswa
Sedangkan menurut Sudjana dalam Syarif (1992: 21–22) ada
sepuluh kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:
a) Menguasai bahan
b) Mengelola program belajar mengajar
c) Mengelola kelas
d) Menggunakan media/sumber belajar
e) Menguasai landasan pendidikan
f) Mengelola interaksi belajar mengajar
g) Menilai prestasi belajar
h) Menguasai fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan
i) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
j) Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan
pengajaran.
Dari kedua pendapat tersebut, pada dasarnya pendapat Nana
Sudjana memang lebih lengkap, akan tetapi rincian tersebut untuk
sementara dalam proses interaksi di kelas pendapat Glesser kiranya
telah cukup dijadikan panduan, sedang selanjutnya dapat dikonsultasi-
kan dengan potensi pengembangan yang ditawarkan oleh Nana
Sudjana.
b. Siswa
Dalam proses belajar mengajar siswa juga memegang peranan
yang sangat penting, sehingga kesiapan siswa secara individu maupun
kelompok akan sangat mempengaruhi pada berhasil tidaknya proses
yang dilalui guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1.d. Komponen Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan kurikuler berupa penilaian untuk
mengetahui kebarhasilan tujuan proses belajar mengajar yang sudah
dirumuskan (Depag RI, 2001: 17). Oleh karena evaluasi adalah merupakan
sebuah alat pengukur, maka diperlukan persiapan-persiapan khusus untuk
suatu tindakan evaluasi yang dapat dibagi dalam beberapa step, yaitu:
a) Merumuskan tujuan evaluasi
b) Menetapkan aspek-aspek yang dinlai
c) Menetapkan metode
d) Menyiapkan alat-alat (Nurkancana dan Sumartana, 1986: 18)
Evaluasi yang telah dilakukan, hasilnya dapat digunakan untuk
menentukan relevan atau tidaknya antara isi dengan tujuan. Jika hasil
penilaian diketahui tingkat pencapaiannya rendah, maka kita harus
memeriksa proses belajar mengajarnya, perlu pula dipertimbangkan
kembali isi pengajaran, bahkan kita perlu pula merevisi tujuan yang
kurang jelas atau terlalu dalam, mungkin pula kita harus melihat kembali
tehnik serta alat evaluasi yang mungkin kurang valid dan kurang reliable.
Sementara itu dalam melakukan evaluasi guru diharuskan
menyesuaikan antara materi evaluasi dengan rumusan butir soal yang
dijabarkan dalam tujuan pendidikan. Dengan demikian perlu dilakukan
kegiatan berupa menderetkan semua TIK/TPK dalam tabel persiapan yang
memuat pula aspek tingkah laku.Tabel ini digunakan untuk mengadakan
identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati.
Tabel persiapan ini sangat dibutuhkan dalam semua bidang
pendidikan terlebih pendidikan agama yang lebih menekankan pada aspek
moralitas dalam kehidupan humaniora.
Contoh tabel tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana
(1991: 92) berikut ini:
No. LANGKAH JENIS KEGIATAN
1
2
5
Persiapan
Pelaksanaan
Evaluasi
1. Menciptakan kondisi belajar
2. Penyajian, tahap guru menyampaikan
bahan materi pelajaran
3. Asosiasi/komparasi, memberikan
kesempatan pada siswa untuk
membandingkan dan menghubungkan
materi
4. Generalisasi/kesimpulan, memberikan
tugas pada siswa untuk membuat
kesimpulan
5. Mengadakan penilain terhadap siswa
Tabel 02: Materi pembuatan persiapan mengajar
2. Kurikulum Pendidikan Islam
Karena kurikulum pendidikan pada dasarnya mempunyai pengembangan
pada masing-masing tingkat lembaga maka unsur kebijakan lembaga sangat
berperan dalam menentukannya. Namun meski demikian acuan penerapan
kurikulum haruslah berpedoman pada kurikulum Nasional.
Demikian pula sebagaimana kolom sistematika hirarki kurikulum
tergambar jelas bahwa proses interaksi dalam kelas sangat ditentukan oleh guru
dalam menterjemahkan butir-butir tujuan penjabaran GBPP, bukan lantas
berarti program dapat disusun sesuai dengan kehendak guru. Melainkan harus
mencerminkan pada landasan pijak yang ada.
Demikian pula kurikulum Pendidikan Islam pasca diterbitkannya Surat
Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) pada tahun 1975, tentang
peningkatan mutu pendidika pada Madrasah.
Dalam Surat Keputusan Bersama tersebut dijabarkan bahwasannya
Madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama
Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30 %
di samping mata pelajaran umum.
Untuk merealisasikan Surat Keputusan Bersama tersebut, Departemen
Agama pada tahun 1976 mengeluarkan kurikulum sebagai standart untuk
dijadikan acuan oleh Madrasah yang bertujuan untuk menyeragamkan
madrasah dalam bidang studi agama, baik kualitas maupun kuantitasnya
(Hasbullah, 1996: 74).
Keseragaman yang dimaksud sesuai dengan konsep keilmuan dan
keimanan sebagaimana ditetapkan dalam Q.S. Al-Mujadalah ayat 11 yang
berbunyi:
یرفع هللا الذ ین امنوا منكم والذ ین او تو االعلم د رجات
Artinya: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.”
Pencapaian target keseimbangan keilmuan dan keimanan membutuhkan
pedoman operasional pendidikan Islam dengan beberapa persyaratan yang
ditetapkan dalam dunia akademik, yang meliputi:
a) Memiliki obyek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan Islami
meskipun memerlukan ilmu enunjang dari yang non Islami.
b) Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi hipotesa serta teori dalam lingkup
kependidikan Islami yang bersumber pada ajaran Islam.
c) Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan
ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam, beserta sistem pendekatan
pendekatan yang seirama dengan corak keislaman sebagai kultur.
d) Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitasyang
tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama
lain dan menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat. (Arifin,
1993: 21)
Upaya yang tiada hentinya untuk selalu membuat terobosan dalam
bidang kependidikan agama Islam sesuai dengan semboyan yang seharusnya
menjadi dasar dan etos kerja tenaga pendidik Islam, yakni Q.S. Al-Ra’du, 11)
yang berbunyi:
ان هللا ال یغیر ما بقوم حتي یغیروا ما باْنفسھم
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum,
sehingga mereka sendiri mengubahnya.”
Hasil dari upaya keras tersebut adalah diterbitkannya ketentuan-
ketentuan mengenai kurikulum madrasah oleh Menteri Agama RI berupa Surat
Keputusan Nomor 372 tahun 1993 tentang Kurikulum Madrasah Tsanawiyah.
Di antara bagian pokok ketentuan di atas ialah mengenai program
pengajaran, di mana setiap madrasah wajib melaksanakan kurikulum mata
pelajaran yang disusun secara nasional (kurikulum 1994) (Hasbullah, 1996:
80).
Dalam kurikulum 1994 terdapat beberapa penjelasan pokok yang berbeda
dengan kurikulum 1984, di antaranya memuat:
a) Istilah bidang studi diganti dengan mata pelajaran
b) Pendidikan agama yang semula lebih kurang 30 % menjadi hanya lebih
kurang 10 %. (Hasbullah, 1996 : 80)
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 372 tahun 1993 tanggal 22-12-
1993 tentang kurikulum pendidikan dasar berciri khas Agama Islam adalah
sebagai berikut:
No JENJANG DAN KELAS
MATA PELAJARAN
MTs
I II III
1
2
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Pendidikan agama Islam
a. Quran – Hadits
b. Aqidah Akhlaq
c. Fiqih
2
1
2
2
2
1
2
2
2
1
2
2
3
4
5
6
7
8
9
10
d. SKI
e. Bahasa Arab
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
KTK
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Bahasa Inggris
Muatan Lokal
1
3
6
6
3
6
2
2
4
2
1
3
6
6
3
6
2
2
4
2
1
3
6
6
3
6
2
2
4
2
J u m l a h 45 45 45
Tabel 03: Persebaran kurikulum berciri khas agama Islam
3. Kompetensi dalam Kurikulum Pendidikan Islam
Mengacu pada perimbangan kurikulum pendidikan Islam yang tersisa
hanya kurang lebih 10 %, diperlukan pensiasatan yang tepat terhadap agar
pencapaian harapan bahwa Lembaga Pendidikan Islam memiliki kemampuan
guna mengantarkan anak didik yang mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai kemampuan pengetahuan agama yang
mendalam.
Contoh yang dapat dikemukakan adalah dengan minimnya jumlah jam
mata pelajaran Bahasa Arab, kecil kemungkinannya seorang siswa memahami
betul dan menguasa bahasa tersebut, tanpa adanya penambahan jam belajar. Di
sisi lain penambahan jam belajar juga merupakan dilema dikarenakan akan
mengorbankan mata pelajaran lain yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan adanya konsep kompetensi kurikulum, maka pendidikan
Islam juga perlu diarahkan pada pola tersebut dengan pemahaman yang benar
serta praktek yang sesuai dengan konsep School Base management (SBM) atau
dikenal pula dengan istilek Management Berbasis Sekolah (SBM) yang di
dalamnya terdapat cirri-ciri pengelolaan sekolah secara detail effective school
yang menurut Caldwell (1988) dalam Suprat (2003: 7) sebagai berikut:
a) Sekolah punya tujuan pendidikan yang dinyatakan dengan jelas
b) Sekolah mempunyai program yang terencana, terkait dan terorganisir
dengan baik sesuai dengan kebutuhan murid.
c) Sekolah mempunyai program yang melayani murid yang memiliki
handicapt (murid dengan kebutuhan khusus)
d) Tingkat keterlibatan orang tua cukup tinggi dalam aktifitas pendidikan anak.
Ke-empat ciri di atas sangat dibutuhkan dalam mengembangkan empat
pilar Pendidikan yang mengacu pada kompetensi dalam kurikulum pendidikan
yang termuat dalam:
a) Belajar untuk mengetahui (learning to know)
b) Belajar untuk melakukan (learning to do)
c) Belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be)
d) Belajar untuk kebersamaan (learning to life together) (Balitbang Depdiknas,
: )
Mengacu pada empat pilar ini, maka pendidikan tidak lantas berarti
hanya mendudukkan siswa di kelas sebagai pendengar ceramah dari sang guru.
Tetapi lebih memberikan peran kepada para siswa untuk melakukan
improvisasi sekaligus menentukan alternatif kurikulum yang tepat `dengan
menyusun kegiatan ekstra kurikuler yang sekiranya dapat mendukung kegiatan
belajar siswa dikelas.
Contoh konkritnya adalah dengan memberikan anjuran maupun program
terencana kepada para siswa guna mencari tambahan pengetahuan ilmu
Nahwu, Fiqih dan sebagainya di luar sekolah dalam bentuk pengajian rutin
dan pondok pesantren guna menunjang kemampuan penguasaan Bahasa Arab,
Fiqih, dan semua mata pelajaran agama islam yang diajarkan di sekolah.
Dengan demikian diperlukan bangunan kerjasama masyarakat agar
memberikan sumbangsihnya dalam program pendidikan nasional dengan pihak
sekolah selaku pengelola pendidikan formal. Karena dengan adanya bangunan
kerjaama tersebut sangat dimungkinkan tercapainya tujuan pendidikan nasional
berdasarkan sistem demokratisasi Pendidikan yang terjadi antara lembaga
(masyarakat) dan orang tua.
Pelaksanaan Kurikulum
Apabila mengacu pada konsep kompetensi dalam kurikulum maka
pelaksanaan kurikulum pendidikan Islam di madrasah dapat melibatkan beberapa
pihak antara siswa dalam bentuk tawaran kegiatan maupun masyarakat dan orang
tua yang dikoordinir oleh guru terlebih dalam penentuan kegiatan kegiatan ekstra.
Juga diperlukan keterlibatan beberapa kegiatan dan sarana serta prasarana
pendukung lainnya.
Komponen-komponen yang penting dalam pelaksanaan kurikulum yang
efektif meliputi: menyusun jadwal kandungan kurikulum persemester untuk tiap
pelajaran, alokasi waktu mingguan, jadwal waktu, sosialisasi kurikulum kepada
semua yang berkepentingan, orientasi guru agar mampu mengajar dengan
kurikulum baru, ujian dan evaluasi metode, dan penyediaan keperluan dasar,
menjamin tersedianya buku teks, guru bermutu, pedoman guru, alat Bantu
mengajar, bahan bacaan tambahan, dan sebagainya.
Sebagaimana pendapat Nana Sudjana (2000: 7) strategi pelaksanaan
kurikulum memnyangkut operasionalisasi kurikulum disekolah yakni:
a) Kegiatan pengajaran
b) Kegiatan administrasi supervisi
c) Kegiatan bimbingan penyuluhan
d) Kegiatan penilaian
Empat hal tersebut menunjukkan bahwasannya kurikulum menitik beratkan
pada berbagai usaha usaha yang perlu dilakukan dalam rupaya pembinaan situasi
dan proses belajar disuatu kelas/sekolah, dengan asumsi bahwa bila kurikulum
dilaksanakan dengan baik maka diharapkan akan menghasilkan output yang baik
pula.
Dan oleh sebab itu kemapanan kegiatan pendidikan Islam ditentukan oleh
beberapa hal, di antaranya:
1. Guru
Melihat fungsi guru sebagai mediator, fasilitator, motifator, dan konseptor
di kelas, maka tidak secara serta merta semua orang dapat melakukan tugas
tersebut. Karena dalam kenyataannya tidaklah semua orang memiliki
kemampuan untuk melakukannya.
Guna menunjang tugasnya pada dasarnya seorang guru dituntut untuk
melengkapi dirinya dengan beberapa syarat paedagogis, yaitu:
a) Knowledge, artinya mempunyai pengetahuan yang cukup dalam ilmu yang
diperlukan dalam pekerjaan mendidik
b) Skill, artinya seorang guru tidak hanya sekedar dapat mengajar dan
mendidik tetapi juga harus terampil dalam melaksanakan tugasnya.
c) Attitude, yaitu adanya sikap mental yang positif terhadap pekerjaan
mendidik. (Suwarno, 1988: 92)
Apabila seorang guru telah memiliki ketiga unsur tersebut maka akan
mudah baginya untuk menguasai kurikulum dengan segala komponennya, juga
menguasai bahan ajar, serta mampu menetapkan dan menjabarkan kurikulum
dalam suatu program yang lebih operasinal, sehingga ia siap mentranformasi-
kan kepada siswa.
Penjabaran ini dilakukan melalui penyusunan program pengajaran atau
rencana pengajaran yang lebih dikenal dengan satuan pelajaran. Menurut Malik
Fadjar (1993: 37) Penyelenggaraan kurikulum sekolah, yang merupakan semua
kegiatan yang dapat melancarkan pendidikan, ada beberapa kegiatan yang
harus ditangani, antara lain:
a) Penentuan kriteria penerimaan murid
b) Menyusun murid ke dalam kelompok kelas-kelas
c) Menyusun program tahunan dan semester
d) Mengadakan ulangan dan mencatat hasilnya
e) Merencanakan kegiatan ekstra
f) Menyusun daftar buku yang diperlukan
Tujuan pendidikan Islam yang lebih bersifat normative dengan
mengedepankan aspek moral dalam pelaksanaannya membutuhkan penyusunan
kurikulum yang cermat, yang di dalamnya memuat aspek tujuan, isi, proses
serta didukung oleh evaluasi.
Karena sifatnya yang normative maka tidak semua bentuk kegiatan
penilaian juga berdasar pada angka-angka, melainkan juga dipengaruhi oleh
perubahan sikap dan tingkah laku. Oleh karenanya muatan evaluasi yang
dilakukan oleh guru sebaiknya mengarah pada konsep moral sebagaimana tabel
berikut:
TIK
Aspek tingkah laku
Ingatan Pemahaman Aplikasi Keterangan
1. Siswa dapat
menghitung
jumlah
pembayaran
zakat emas.
2. Siswa dapat
menjelaskan
maksud istilah
istitha’ah dalam
kaitannya dengan
ibadah haji
v
v
v
v
Tabel 04: (Contoh) tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.
2. Siswa
Siswa dalam pandangan kurikulum modern bukanlah sebatas obyek didik
semata, namun ia lebih dihargai sebagai subyek yang memiliki kewenangan
untuk diajak menentukan muatan materi, sistem yang digunakan serta dapat
pula dilibatkan dalam penyusunan rumusan kegiatan dalam belajar.
Peran aktif siswa dalam belajar pada dasarnya memberikan fasilitas agar
beberapa keperluan siswa mustinya terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan siswa
dalam belajar secara hirarki oleh Maslow dalam Suwarno (1988: 82) di rinci
menjadi:
a) Kebutuhan biologis
b) Kebutuhan rasa aman
c) Kebutuhan rasa kasih saying
d) Kebutuhan rasa harga diri
e) Kebutuhan self realisasi
Berangkat dari pendapat Maslow tersebut, dapat diketahui bahwasannya
siswa juga perlu mendapat penghargaan terhadap dirinya akan segala sesuatu
yang dilakukan. Berikutnya self realisasi adalah juga merupakan bagian yang
harus terpenuhi dalam rangka aktualisasi cita, rasa dan karsa siswa. Apabila
keduanya terpenuhi maka aspek pengembangan afektif, kognitif dan
psikomotor dalam rangkaian pembelajaran juga terpenuhi.
Permasalahannya adalah sejauh mana mereka dapat diarahkan dan
dikembangkan agar tujuan pendidikan agama tercapai. Caranya adalah dengan
menetapkan tujuan pendidikan dalam koridor pendidikan akhlaq dan tingkah
laku. Penyair besar Syauqi dalam Atiyah Al-Abrosyi terj. Bustami A. Gani
dan Djohar bahri (1970: 104) menulis
فان ھموا ذھبت ْاخال قھم ذھبوا* ت انما االمم االخال ق ما بقی
Artinya: Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaqnya tetap baik * bila
akhlaq mereka sudah rusak, maka sirnalah bangsa itu.
Merujuk pada syair syauqi bahwa pendidikan akhlaq merupakan salah satu
unsur kemapanan suatu bangsa (dalam artian intrinsik) maka tidak berlebihan
jika lembaga pendidikan Islam menjadi salah satua bagia darinya. Pernyataan
ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan agama pada sekolah agama
relatif lebih tinggi dari pada yang lain.
Sementara itu untuk motivasi para siswa dalam belajar merupakan factor
yang sangat penting guna pencapaian hasil dan tujuan belajar. Karenanya
membangun motivasi siswa juga menjadi penting. Dua hal yang perlu
dimunculkan dalam membangun motivasi siswa adalah:
a) Memberikan jawaban atas segala rasa ingin tahu siswa dengan media yang
tersedia baik itu media yang ada di dalam kelas maupun di luar kelas.
Misalnya dengan memberikan jam tambahan (ekstra kurikuler pada siswa).
b) Menumbuhkan keyakinan diri akan kemampuan sendiri, dengan cara
memberikan penguatan pada siswa bahwa mereka pasti mampu
menyelesaikan tugas yang dimiliki.
Akumulasi dari dua bangunan motivasi akan berlanjut pada lahirnya
prinsip-prinsip motivasi yang meliputi:
1) Prinsip kebermaknaan, yaitu motivasi siswa yang muncul karena materi
belajar dirasakan bermakna bagi dirinya. Kebermaknaan lazimnya terkait
dengan bakat, minat, pengetahuan dan tata nilai siswa.
2) Prinsip pengetahuan dan ketrampilan, yaitu motifasi yang dibangun dari
dalam diri siswa yang telah menguasai bahan/materi pelajaran terlebih
dahulu, sehingga dia mampu memberikan penafsiran awalnya berdasar
pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan informasi dan pengalaman
yang dilaluinya dalam kegiatan belajar.
3. Proses
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kurikulum adalah
proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Di sini diperlukan strategi
yang tepat yang menyangkut pada masalah bagaimana melaksanakan proses
pendidikan terhadapa tujuan pendidikan dengan melihat pada situasi dan
kondisi yang ada dan juga bagaimana agar dalam proses tersebut tidak ada
hambatan serta gangguan baik secara internal maupun eksternal yang
menyangkut kelembagaan atau lingkungan sekitarnya.
Strategi pendidikan menurut Arifin (1993: 58) pada hakikatnya adalah
pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk
mengamankan sasaran pendidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan
dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan yang ada.
Untuk mencapai hal itu strategi pendidikan dalam prosesnya dapat
menggunakan materi dan metode yang tepat. Metode tersebut adalah bahan
ajar yang terumuskan dalam satuan pelajaran dengan menggunakan beberpa
pendekatan, misalnya; pendekatan psikologis, metode mutual education dengan
memberikan contoh-contoh sejarah yang baik, metode diskusi, maupun
penyajian yang menyeluruh dengan data pendukung yang dapat diterima oleh
siswa. Dalam Q.S. Yusuf ayat 111 Allah menegaskan:
لقد كان في قصصھم عبرة الولي االلباب
Artinya: Sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka terdapat ibarat bagi
orang yang berakal.
Apabila penyajian materi di dalam kelas dirasa belum memenuhi maka
dapat diberikan jam tambahan belajar dengan cara memberikan tugas maupun
menganalisa hasil pembahasan juga dengan mencari materi pembanding di luar
kelas. Sehingga pelaksanaan kurikulum dalam kaitannya dengan metode
mengajar, alat Bantu mengajar dan penilaian dapat terlasana dengan baik.
Dengan demikian diharapkan pula terjadi keseimbangan dan keserasian
antara semua unsur dalam proses belajar mengajar sebagaimana bagan
pentahapan proses belajar yang dikemukakan oleh Zuharini dkk (- : 57)
PENUTUP
Konsep dan penerapan kurikulum pendidikan agama pada dasarnya
mengacu pada acuan dasar pelaksanaan kurikulum dengan bobot kurang lebih 10
%. Akan tetapi untuk merealisasikan kompetensinya maka ditambahkanlah dua
materi pendukung yang dipilih oleh sekolah. Kemampuan agama sangat
dibutuhkan guna menterjemahkan kurikulum pendidikan agama untuk
EVALUASISebagai Feed back
Kurikulum Tujuan
MethodeAlat Bantu Mengajar
direalisasikan pada sekolah masing-masing. Terdapat hubungan yang sangat kuat
antara penerapan kurikulum dengan tingkat keberhasilan pendidikan siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin. 1993. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan PraktisBerdasarkan Pendekatan Interdipliner). Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin. 1993. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: BumiAksara.
Arifin. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara.
Athiyah Al-Abrasyi terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahri. Dasar-dasar PokokPendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Bawani, Imam. 1987. Segi-segi Pendidikan Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Depag RI Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 2001. Kendali MutuPendidikan Agama Islam. Jakarta.
Depdikbud Kanwil Jatim, tt, UU RI Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Surabaya.
Dimyati dan Mujiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djumhur dan Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung:Pustaka Ilmu.
Hamid Syarif, A. 1992. Pengembangan Kurikulum. Biro Penerbitan danPengembangan Ilmiah, FT. IAIN Sunan Ampel, Surabaya.
Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Indidikan, Jakarta: Raja Grafinda.
Muhammad Ma’sum bin Ali, tt, Amtsilatuth Thashrif, __________,____________
Nasution. 2001. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi,Jakarta, __________
Syarifuddin, Yahya Al-Imrithi. tt. Nadlam ‘Imrithi ‘Ala Matni Al-Ajurumiyah,______________, ____________
Soebahar, Abdul Halim. 2000. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: KalamMulia.
Sudjana, Nana. 1991. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: SinarBaru.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2000. Pengembangan Kurikulum, Bandung: RosdaKarya.
Suwarno. 1988. Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Aksara Baru.
Tafsir, Ahmad. 2000. Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: RemajaRosda Karya.
Zuhairini, dkk. Tt. Metodik Khusus Pendidikan Agama (dilengkapi sistem moduldan permainan Simulasi), Surabaya: Usaha Nasional.
Refisi:
1. Belum ada keterangan mengenai penulis (artinya penulis dosen mana? Atau
aktifis? Atau dari lembaga mana/apa?)
2. Halaman 13, tepatnya pada item d kecil tutup kurung {d)}, yaitu on-note tidak
ditulis halaman dan tahun bukunya (Balitbang Depdiknas, : )
3. Apa maksud dari garis-garis pada daftar rujukan yang kami tandai dengan tinta
merah di atas?, jika memang benar begitu, oke kami mengikuti.
top related