manajemen sekolah unggulan - islamic university
Post on 01-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(9)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(10)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(11)
Manajemen Sekolah Unggulan
Dr. H. Lukman Hakim
Kelompok Studi Penulisan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(12)
Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KDT) Manajemen Sekolah Unggulan Dr. H Lukman Hakim © Kelompok Studi Penulisan Terbitan I Desember 2017 ISBN : 9786025055812 Tata Letak : Timlak Cover : Ansori Penerbit Kelompok Studi Penulisan Perumahan Garuda III Rt. 12 No. 22 Jalan Kebun Daging - Bagan Pete Kota Jambi 36129 Dicetak oleh Percetakan CV. Timur Laut Aksara (Isi diluar tanggung jawab percetakan)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(13)
Sambutan Penerbit
Dalam kurun dekade terakhir, kebutuhan akan pemimpin yang inovatif dan berwawasan organisasi maju menjadi kebutuhan mendesak seiring kian meningkatnya kompetisi antar lembaga dalam upaya memajukan lembaganya agar mampu menjadi yang terdepan, termasuk lembaga pendidikan yang secara keorganisasian merupakan sebuah lembaga yang mesti memiliki pondasi manajemen dengan daya inovasi yang kuat, dan sistem pelayanan yang prima.
Sekolah, sebagai lembaga pendidikan pada akhirnya harus mempersiapkan diri menjadi sekolah dengan manajemen yang unggul jika ingin menghasilkan lulusan berkualitas. Menjadi sekolah dengan manajemen unggul akan berarti harus dimulai dengan memiliki kepala sekolah yang juga unggul dan mempunyai kemampuan manajerial yang baik, tujuannya tidak lain agar kepala sekolah mampu membawa sekolah yang dipimpin menjadi sekolah maju, mampu mewujudkan visi dan misi sekolah dengan strategi-strategi inovatif dari kepala sekolah.
Manajemen Sekolah Unggulan adalah pilihan kami untuk dihadirkan kepada pembaca. Niat menghadirkannya untuk memperkaya keilmuan kita mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kepemimpinan dan gagasan inovatif memajukan Sekolah. Kami berharap, buku ini bisa menjadi referensi bagi seluruh tenaga pendidik di penjuru tanah air untuk memulai gerakan membangun sekolah dengan manajemen yang unggul. Selamat membaca.
Jambi, 20 November 2017 Kelompok Studi Penulisan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(14)
Sambutan Penulis
Alhamdulillah, Puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T atas selesainya buku ini, dan shalawat beriring salam penulis haturkan ke hadirat Rasulullah Muhammad S.A.W, sosok mulia yang menjadi inspirasi seluruh pemimpin di muka bumi.
Sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi dan harmonisasi ke lintas pihak. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Dengan kata lain, kepala sekolah dengan kemampuan manajerial yang unggul, akan mampu membawa sekolahnya kearah kesuksesan.
Berangkat dari pemikiran di atas, penelitian ini dilakukan, dan diterbitkan dalam bentuk buku berjudul “Manajemen Sekolah Unggulan”. Penelitian yang penulis lakukan mengambil lokasi di Provinsi Jambi dengan beberapa sampel Madrasah. Penulis berharap, capaian-capaian dalam buku ini tidak sekedar menjadi wacana hampa yang tinggal dalam memori ingatan kita, kemudian menjadi sejarah yang berhenti di lampu merah peradaban.
Lebih dari itu, penulis berharap, buku ini bisa menjadi media komunikasi antara sekolah dan penggunanya, serta menjadi masukan penting dalam membangun sekolah yang lebih maju dan berdaya saing. Akhirnya penulis mengucapkan, selamat membaca. Ucapan terimakasih yang dalam penulis sampakan kepada para pihak yang terlibat dalam penerbitan buku ini. Semoga menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin.
Jambi, 10 November 2017
PENULIS
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(15)
DAFTAR ISI
Pengantar Penerbit i
Sambutan Penulis iii
Daftar Isi 1
Catatan Penyunting 4
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN; GAMBARAN UMUM PRAKTIK MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH
A. Perbaikan Manajemen Sekolah, Suatu Keniscayaan. 13
B. Manajemen dan Arti Penting Perubahan ………… 15
C. Peran Pemimpin dalam Organisasi ……………… 19
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah. ………………… 22
BAGIAN KEDUA MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN; SUATU PENGENALAN AWAL 31
A. Evektifitas Kerja dalam Manajemen Sekolah ……………………………. 31
B. Menggagas Manajemen Sekolah Unggulan ………………….…………… 34
C. Tujuan Penulisan dan Sasaran……………... 36 1. Tujuan Penulisan ……………………………….. 36 2. Sasaran Pengembangan ………………………. 37
BAGIAN KETIGA MENGURAI BENANG MERAH SEPUTAR MANAJEMEN SEKOLAH
A. Gambaran Umum Manajemen Sekolah ………. 45 B. Mengurai Masalah dan Memberi Solusi……… 49
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(16)
C. Konstruksi Berpikir Perbaikan Manajemen Sekolah ………………………………….. 53
D. Pengembangan Manajemen Sekolah ………….. 59
BAGIAN KEEMPAT
PRINSIP-PRINSIP PENTING MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
A. Prinsip-prinsip Sekolah Unggulan ……………. 65
1. Pemahanam Mengenai Efektivitas Kerja… 67 2. Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja Pegawai …………………………………… 74
B. Membangun Kecerdasan Emosional…………… 76 C. Meningkatkan Motivasi Kerja ………………….. 78 D. Pengetahuan Manajerial Kepala Sekolah …… 83 E. Faktor Lain yang Mendukung … ………………… 95 F. Pengembangan Model; …………………………….. 98 G. Pendalaman Materi Kepemimpinan ………...... 106
1. Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan. 106 2. Gaya Kepemimpinan ………………………….. 111 3. Mengenal Sndiri Kemampuan Pemimpin 117
BAGIAN KELIMA PENELITIAN TENTANG EEFEKTIVITAS FAKTOR PENTING PENGEMBANGAN MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
A. Efektifitas Kerja dan Variabel-variabel pendukung Model Manajamen Sekolah Unggulan. ……………………………………………… 127
B. Analisa Matematis Hasil Penelitian …………………….. 133
C. Pengujian Penelitian ………………………………………….. 138
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(17)
D. Analisis Konspetual Penelitian ………………… 139 E. Capaian Penelitian …………………………………… 146 F. Relevansi Penelitian lainnya……………………….. 147
BAGIAN KEENAM
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN MODEL, APLIKASI DAN REPLIKASI
A. Aplikasi Penelitian dalam Manajemen Unggul 154 B. Skema Model Manajemen Sekolah Unggulan.. 159 C. Aplikasi Model Manajemen Sekolah Unggulan 161 D. Tantangan dlm penerapan manajemen unggul167
Daftar Pustaka 171 Lampiran 179 Biodata Penulis 183
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(18)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(19)
”Permasalahan umum dalam pola
layanan pendidikan, terutama pada
layanan pendidikan di sekolah adalah
faktor ketersediaan sumber daya
manusia maupun tata kelola sekolah.
Hal ini disadari bahwa kebutuhan
sumber daya manusia lebih banyak
ditentukan oleh kualifikasi khusus para
pengajar dan kemampuan manajerial
pimpinannya”
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(20)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(21)
Sekolah harus lebih berani menerapkan manajemen sekolah baru
yang lebih aspiratif dan humanis
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(22)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(23)
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN; GAMBARAN UMUM PRAKTIK MANAJERIAL
KEPALA SEKOLAH
A. Perbaikan Manajemen Sekolah, Suatu Keniscayaan.
TIDAK satupun pimpinan organisasi yang
menghendaki organisasi yang dipimpinnya mengalami
stagnasi bahkan kegagalan. Sebaliknya, keberhasilan
berupa tercapainya tujuan organisasi adalah harapan
seluruh pekerja, pemimpin organisasi bahkan mungkin
termasuk pengguna dari manfaat organisasi tersebut
yakni masyarakat pengguna.
Demikian pula halnya dengan sekolah, kepala sekolah
sebagai pimpinan lembaga sekolah dengan seluruh
tanggung jawab dan kemampuannya menginginkan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(24)
sekolah yang dipimpinnya mencapai puncak prestasi
tertinggi, pengakuan publik, hingga dalam bentuk yang
paling praktis adalah akreditasi ataupun pengakuan dari
instansi atas terhadap kualitas sekolah.
Sesungguhnya, reformasi yang didengungkan pada
1998 lalu membawa angin perubahan besar bagi proses
pembangunan di Indonesia. termasuk bidang pendidikan.
Reformasi birokrasi ikut menyentuh sekolah agar
mereformasi tata kelola agar lebih baik dan produktif.
Reformasi kultural berimplikasi pada munculnya
perubahan kultural sekolah yang semula berciri birokratis
semata menjadi lebih aspiratif. Perbaikan kurikulum
dengan penambahan muatan lokal merupakan ciri
kemajuan pendidikan yang lebih memperhatikan aspek
lokalitas, pemberdayaan sumberdaya sekolah yang lebih
peka terhadap IPTEK merupakan respon dari reformasi
ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berjalan cukup
cepat.
Perubahan paradigma pengelolaan sekolah semakin
lebih menguat pasca diberlakukannya otonomi daerah
yang secara tidak langsung telah ikut memberikan peluang
kepada sekolah untuk ikut berbenah dan menentukan
sendiri arah pengembangan sekolah dengan tetap
mengacu pada undang-undang sistem pendidikan
nasional. Pengelolaan sekolah, selanjutnya tidak mutlak
menjadi tanggung jawab penyelenggara sekolah semata,
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(25)
dimana pelibatan masyarakat lewat komite sekolah
semakin memperkuat penyelenggara sekolah untuk secara
bersama-sama dengan masyarakat memikirkan arah
pengembangan sekolah.
B. Manajemen dan Arti Penting Perubahan
Saat ini dunia tengah memasuki era golobalisasi. Era
ini ditandai dengan perubahan-perubahan besar dan
membawa implikasi pada berbagai tatanan kehidupan.
Dunia perdagangan dengan pasar modern telah masuk ke
pintu-pintu negara hingga daerah terpencil ikut
merasakan dampak pasar bebas. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi terus berkembang bahkan
perkembangan IPTEK dalam beberapa dasawarsa ke
depan cenderung tanpa hambatan. Perubahan global akan
memicu perubahan budaya, dan perubahan ini sejatinya
memang diperlukan sesuai dengan dinamika kehidupan
manusia, hanya saja akan menjadi bencana jika tidak
diikuti kesiapan sumberdaya dalam menerima efek-efek
perubahan global ini.
Dapat dicontohkan dengan kemajuan tekhnologi
melalui sistem digitalisasi yang mewarnai semua lini saat
ini. Kemajuan pada tekhnologi digitalisasi jika tidak diikuti
dengan kemampuan sumberdaya yang mengerti
tekhnologi informatika hanya akan melahirkan
manajemen yang kacau dan gagal. Sistem pasar modern
yang tidak memerlukan tempat dan ruang akan terhenti
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(26)
jika ditangani pelaku yang hanya mengerti metode pasar
konvensional.
Persaingan bisnis juga demikian. Pelaku bisnis
tradisional akan terlindas oleh pelaku bisnis modern yang
lebih inovatif dan kompetitif. Manajemen bisnis mutakhir
cenderung mengelola sumberdaya manusia pekerja tidak
hanya dengan ilmu pengetahuan dan tekhnolgi semata,
namun termasuk pula pengetahuan kontemporer yang
berorientasi pada kekuatan inovasi dan gagasan yang
beberapa di antaranya akan berhubungan dengan
kecerdasan emosional, pola kerja, hingga kemampuan
manajerial pemimpin.
Termasuk dalam bidang pendidikan, perubahan
global yang terjadi kini harus diikuti dengan
mempersiapkan diri dengan manajemen perubahan
penyelenggaraan lembaga pendidikan berupa kesiapan
sumberdaya manusia yang siap menghadapi berbagai
perubahan tanpa kenal waktu. Sumberdaya yang tidak
siap akan kalah, sebaliknya sumberdaya yang kuat dan
kompetitif akan hadir menjadi pemenang.
Mamaknai perubahan adalah membangun paradigma
baru dalam menghadapi perubahan-perubahan global
berikut menyiapkan strategi dalam menguasai perubahan.
Untuk itu, sebagai bagian dari masyarakat perubahan,
sekolah tentu tak bisa menghindarkan diri dari
hubungan perubahan global. Berbagai perubahan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(27)
lingkungan strategis global terus terjadi karena kemajuan
di bidang Ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pengetahuan
tentang manajemen perubahan menjadi sangat penting
sebagai langkah antisipatif untuk persiapan-persiapan
perubahan yang mengarah pada diperlukannya alat-alat
manajemen yang lebih baru.
Paling kurang, pengetahuan tentang manajemen
perubahan menghendaki adanya kesiapan sumberdaya
manusia yang bersinggungan dengan kegiatan manajemen
agar siap, adaptif dan mampu survive dengan perubahan
yang terjadi. Selanjutnya, kesiapan sumberdaya akan
berimplikasi pada kesiapan manajemen baru yang
tangguh dan kompetitif.
Sondang P. Siagian dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia (2002) menjelaskan bahwa manajemen perlu
memiliki kemampuan analisis dan antisipasi perubahan
yang diperlukan. Analisis dan antisipasi tersebut penting
karena tidak ada perubahan tanpa ongkos yang harus
dipikul disamping manfaat yang diharapkan dapat
diperoleh.
Penting untuk mengenalkan manajemen perubahan
karena banyak dari Pegawai dalam suatu organisasi
menolak terjadinya perubahan. Menurut Sondang
selanjutnya, penolakan tersebut terbagi dalam tiga
kelompok yaitu yang bersifat rasional, emosional dan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(28)
sosialogikal1. Pertimbangan dari kelompok rasional yang
digunakan oleh karyawan antara lain dengan argumen:
a. Perlunya waktu melaksanakan berbagai penyesuaian
b. Kemungkinan keharusan mempelajari situasi dan tugas baru
c. Kondisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengna situasi lama
d. Beban tambahan yang harus dipikul, dan
e. Perbedaan interprestasi tentang bentuk, sifat dan dampak perubahan yang terjadi2.
Sekalipun akan terjadi penolakan, namun kesiapan
kepala sekolah sebagai pimpinan harus dipikirkan sejak
awal mengingat menuju manajemen sekolah unggulan
diperlukan tata kelola baru yang lebih unggul dan
kompetitif
Melihat cakupan luasnya tugas sekolah di era
globalisasi, maka kepala sekolah dihadapkan pada
berbagai keadaan dan tantangan dalam memimpin
organisasi yang dipimpinnya, antara lain bagaimana
mewujudkan kemampuan sekolah yang secara nyata dan
bertanggung jawab tumbuh dengan paradigma
manajemen baru, yang didukung oleh kualitas sumber
daya manusia yang prima untuk mengelola sumber daya
sekolah berikut sarana serta prasaranaya sehingga
1 Sondan P Siagian Manajemen Sumberdaya Manusia 313
2 Ibid 313
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(29)
mampu meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan sekolah dengan strategi pelayanan dan
pemberdayaan.
Kepala Sekolah dituntut untuk bersikap proaktif
dengan mengandalkan kepemimpinan yang berkualitas
untuk membangkitkan semangat kerja dari para
bawahannya, mampu menggerakkan para staf untuk
berperan aktif dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan
sekolah serta mampu menjadi kreator, inovator dan
fasilitator dalam rangka efektifitas penyelenggaraan,
pelayanan sekolah, pelaksanaan proses pendidikan hingga
pelayanan kepada masyarakat pengguna.
Konsep yang sedemikian ini menuntut kualitas
kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah
semakin tinggi pula. Seorang kepala sekolah tidak
cukup hanya mengandalkan intuisi belaka, tetapi
harus didukung oleh kemampuan intelektual dan
keahlian yang memadai, ketajaman visi, kemampuan
menyelesaikan misi, serta kecakapan yang dipenuh etika
dan moral yang baik.
Kepala Sekolah akan ikut menentukan keberhasilan
organisasi sekolah. Keberhasilan tersebut dapat dilihat
dari beberapa kriteria antara lain, semakin meningkatnya
peminat yang menggunakan jasa dan pelayanan sekolah,
membaiknya kualitas lulusan, tingkat kesejahteraan
pegawai hingga kepuasaan masyarakat pengguna sekolah.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(30)
C. Peran Pemimpin dalam Organisasi
Keberhasilan kerja dalam suatu unit kerja
merupakan suatu sistem yang memberikan gambaran
tentang efektivitas kerja suatu institusi. Tingkatan
efektivitas kerja juga dapat menggambarkan kinerja, oleh
sebab itu penting untuk dilakukan evaluasi tingkat
efektivitas.
Bahwa keberhasilan kerja ini merupakan kerja suatu
sistem akan merujuk pada peran sistem untuk ikut
memberikan andil dalam artian keterlibatan pemimpin
yang memberikan pengaruh bagi terselenggaranya sistem
yang efektif adalah mutlak diperlukan.
Di sisi lain, peranan pemimpin dalam suatu
organisasi merupakan permasalahan umum yang kerap
ditemui sebagai landasan berjalan tidaknya efektivitas
suatu organisasi. Untuk itu tantangan pada seorang
pemimpin menjadi faktor penentu. Tantangan
kepemimpinan menurut Posner mengisyaratkan peran
pemimpin ke dalam lima kategori, yaitu: mencontohkan
cara, menginspirasikan visi personal, menantang proses,
memungkinkan orang lain untuk bertindak, dan
mempengaruhi jiwa.3
Secara khusus dalam kaitan pola manajerial pada
institusi sekolah, indikator efektivitas layanan sekolah
3 Posner Kouzes, Leadership the Challenge, Tantangan Kepemimpinan,
ed. 3. (Jakarta: Erlangga, 2004), p. 13.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(31)
banyak ditentukan oleh faktor-faktor teknis dan non-
teknis. Faktor teknis mencakup kecakapan dalam
keterampilan administrasi dan substansi layanan
pendidikan khusus pada hirarki organisasi yakni,
kepemimpinan, administratif, pengajaran, konsultatif, dan
koordinasinya.
Selain itu terdapat faktor-faktor non teknis yang
berkaitan dengan situasi dan kondisi dalam menciptakan
kinerja, antara lain iklim organisasi, komunikasi
interpersonal, motivasi kerja, kedisiplinan, dan lain
sebagainya. Efektivitas kerja dapat memiliki perspektif
bahwa:
(1). Sebuah tindakan efektif bila mencapai tujuan
khusus yang ditetapkan, dan
(2). Menjadi efektif berarti melakukan konsentrasi
ulang pada apa yang menjadi tugas sampingan
yang tidak perlu.4
Dalam kontek perspektifnya jelas bahwa efektifitas
adalah tindakan efektif bila mencapai tujuan khusus yang
ditetapkan, dan menjadi efektif berarti melakukan
konsentrasi ulang pada apa yang menjadi tugas sampingan
yang tidak perlu. Menurut Richard bahwa efektivitas
4 Hadley Beare., Brian J. Caldwell., dan Ross H. Milikkan, Creating an
Excellent School: Some New Managemen Techniques (New York: Rouledge, 1989), pp. 11 - 13.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(32)
adalah konsistensi kerja yang tinggi untuk mencapai
tujuan-tujuan yang ditetapkan.5
Dalam konteks organisasi efektivitas adalah salah
satu konsep organisasi yang paling meresap luas dalam
kaitan dalam partisipasi anggota dalam kelangsungan
organisasi. Robbins mendefinisikan efektivitas sebagai
tingkat pencapaian tujuan yang dapat diwujudkan oleh
suatu organisasi.6
Wujud efektivitas kerja pimpinan dalam skala
organisasi oleh Mullins, dapat dijelaskan bahwa efektivitas
dalam layanannya akan dipengaruhi oleh kemampuan
kepemimpinan, kelompok-kelompok target hubungan, dan
motivasi kerja sebagai jalur kesatuan individual.
Sedangkan pada jalur lingkungan organisasi, maka sistem
kerja dan struktur organisasi akan dipengaruhi aspek
kemampuan finansial, lingkungan fisik, dan teknologi.
Keselarasan antara jalur individual dan jalur lingkungan
organisasi secara optimal mampu memberikan tingkat
efektivitas kerja yang lebih baik.7
Hal di atas memberikan petunjuk bahwa aspek
kepemimpinan dan aspek iklim organisasi dapat secara
5 Richard H. Hall, Organizations, Processes, and Outcomes (New Jersey:
Prentice-Hall, Inc., 1991), p. 259. 6 Stephen P. Robbins, Organization Theory: Structure, Design and
Application (New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1990), p. 49. 7 Laurie J. Mullins, Management and Organizational Behaviour (New
Jersey: Prentice-Hall, 2005), p. 959.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(33)
langsung mempengaruhi efektivitas organisasi. Walaupun
begitu, aspek individual yakni motivasi kerja dapat
merupakan suatu pemicu dalam menciptakan lingkungan
kerja yang dinamis dan kemampuan kerja individual
untuk mencapai efektivitas yang optimal. Dalam
manajemen pendidikan, tinggi rendahnya mutu
pendidikan disebabkan berbagai faktor antara lain yaitu
sarana, prasarana, kurikulum, kualitas guru, kualitas
kepala sekolah dan partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan. Memperhatikan bahwa masalah pendidikan
ini rumit maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu
kajian ilmiah tentang efektivitas kerja kepala sekolah.
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Permasalahan umum dalam pola layanan pendidikan,
terutama pada layanan pendidikan di Madrasah adalah
faktor ketersediaan sumber daya manusia sebagai
pengajar maupun dalam manajerial sekolah. Hal ini
disadari bahwa kebutuhan sumber daya manusia lebih
banyak ditentukan oleh kualifikasi khusus para pengajar
dan pimpinan (manajerialnya).
Kondisi pendidikan di Jambi tidak luput dari
permasalahan menyangkut manajerial kepala sekolah, hal
ini bahkan menjadi perhatian Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah SMP/MTs di Jambi yang menggelar pertemuan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(34)
tiap bulan sekali untuk meningkatkan mutu kepala
sekolah di Jambi.8
Kegiatan digelar untuk meningkatkan efektivitas
kepemimpinan kepala sekolah. Dalam tiap pertemuan
berbagai materi untuk meningkatkan mutu kepala
sekolah. Mulai dari kebijakan umum tentang mutu,
pengenalan sistem induksi guru, pengembangan
kurikulum, mikro dan team teaching, observasi, kunjungan
kelas, penilaian kinerja guru, penilaian berbasis kelas, dan
identifikasi masalah.
Materi yang dibahas juga menyangkut penilaian
berbasis kelas, keterampilan ICT, efektivitas
kepemimpinan kepala sekolah, dan proses pengembangan
sekolah. Materi lainnya adalah tentang pengelolaan
keuangan sekolah, peran orang tua dan masyarakat,
penelitian tindakan sekolah, tugas kelompok menyusun
PTS, kajian gugus MGMP, menyusun program untuk
melakukan kegiatan on-service, menyusun instrumen,
sepervisi klinis, dan menyusun laporan hasil study visit.
Dengan banyaknya masalah yang dibahas, maka makin
banyak pengetahuan kepala sekolah tentang
pengembangan sekolah bermutu. Ke depan kepala sekolah
menjadi pemimpin manajemen sekolah yang baik.
8 “Tingkatkan Mutu, MKKS SMP Gelar 16 Pertemuan”, Jambi Ekspres,
Jumat, 12 Februari 2010, p. 3.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(35)
Sehingga, diharapkan sekolah-sekolah di Kota Jambi siap
menjadikan sekolah berkualitas.
Upaya pencitraan kepemimpinan kepala sekolah
sebagai pemimpin seharusnya dapat melakukan pekerjaan
tersebut, namun demikian kenyataan yang dijumpai
banyak kepala sekolah di Jambi yang masih terkendala
dalam mencapai efektivitas kerja di instutisi yang
dipimpinnya.
Faktor kepala sekolah sebagai pimpinan organisasi
kaitannya dengan perkembangan kepemimpinan
sebagaimana dijelaskan oleh Mullins berdasarkan hasil
riset oleh Development Dimensions International (DDI),
belum ada keyakinan staf terhadap kemampuan
pemimpin mereka untuk mengarahkan organisasi di masa
depan.9
Hasil survai DDI menemukan bahwa para pemimpin
dari berbagai tingkatan membutuhkan pengembangan inti
dari keterampilan memimpin. Kepemimpinan di masa
depan diharapkan dapat melepaskan beban berat dari
tugas untuk memerintah dan mengontrol yang menjadi
dasar kepemimpinan secara khirarki.
Berdasarkan uraian di atas maka faktor
kepemimpinan dalam organisasi sekolah ditentukan oleh
faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan
9 Ibid., p. 314.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(36)
dalam mengelola organisasi dalam pencapaian target-
target organisasi. Untuk itu penulis dalam buku ini juga
mendadakan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas kerja kepala sekolah dengan
mengambil pendekatan pada organisasi sekolah berbasis
agama Islam yaitu madrasah. Hal ini lebih dilandasi oleh
perspektif bahwa sekolah berbasis madrasah belum
secara optimal melakukan penerapan-penerapan model
organisasi yang akurat dalam implementasinya.
Lebih jauh lagi, kepemimpinan kepala sekolah
menjadi penting dibahas secara khusus karena kepala
sekolah merupakan faktor penentu dan penting dalam
pelaksanaan manajemen sekolah unggulan.
Beberapa fungsi utama dan peran kepala sekolah
dalam menjalankan roda organisasi sekolah dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Sebagai sentral manejerial yang menghubungkan
fungsi-fungsi manajemen sekolah
2. Kepala sekolah berperan sebagai penggerak
utama yang merespon kerja staf/ bawahan dan
mendelegasikan tugas-tugas yang harus
dikerjakan seluruh pegawai
3. Merupakan sosok yang mencerminkan karakter
dari sekolah yang dipimpinnya sehingga kepala
sekolah terlebih dahulu harus mengasah dan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(37)
menguatkan kapasitasnya sebagai pemimpin agar
citra sekolah yang terbangun dapat hadir secara
ideal.
4. Pusat birokrasi sekolah yang membentuk jalur
birokrasi dan membuat mekanisme keputusan.
Dengan demikian, terlihat betapa kompleksitas tugas
kepala sekolah akan membuat cara pandang tentang
manajemen sekolah unggulan harus dipersiapkan mulai
dari perangkat organisasi hingga sosok pemimpin yang
menjalankan tanggung jawab utama roda organisasi
sekolah.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(38)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(39)
Model Manajemen Sekolah ungggulan
bersifat terbuka dan luas yang tidak
saja bisa dipakai bagi sekolah, namun
lembaga lain dapat pula
menerapkannya karena unsur-unsur
manajemen sekolah unggulan
melibatkan penelitian yang
komprehensif yang tidak saja
dikhususkan bagi pengembangan
sekolah namun juga bagi pengetahuan
manajemen secara umum
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(40)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(41)
Menciptakan suasana kondusif di sekolah tidak semata diukur pada kesenangan
siswa dalam proses belajar, namun bagaimana siswa merasa bahwa mereka
mendapatkan pendidikan yang maksimal di sekolah adalah tugas baru yang mesti
dipikirkan oleh manajemen sekolah.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(42)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(43)
BAGIAN KEDUA
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN; SUATU PENGENALAN AWAL
D. Evektifitas Kerja dalam Manajemen Sekolah
Pengenalan awal Manajemen Sekolah Unggulan
berisi faktor-faktor pendukung dalam membentuk
manajemen sekolah unggul. Faktor ini dapat diringkas
dalam suatu indikator keberhasilan manajemen yakni
efektifitas kerja, dimana keefektifan kerja suatu
manajemen akan menentukan keberhasilan manajemen
secara keseluruhan.
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi efektifitas
kerja kepala sekolah dan kerja manajemen secara umum.
Berikut ini sebagian faktor yang sering muncul sebagai
faktor pengaruh dominan antara lain:
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(44)
1. Budaya organisasi,
2. Kepemimpinan,
3. Lingkungan kerja,
4. motivasi kerja,
5. perspektif kerja,
6. komunikasi interpersonal,
7. karakteristik sekolah,
8. kecerdasan emosional, dan
9. wawasan manajerial.
Selanjutnya dari faktor-faktor tersebut dapat
diidentifikasi masalah-masalah yang berkenaan dengan
efektivitas kerja kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1). Pengaruh budaya organisasi terhadap
efektivitas kerja; Bahwa budaya organisasi
merupakan prilaku organisasi yang
menunjukkan kebiasaan suatu organisasi
dalam menerapkan pr
2). Pengaruh kepemimpinan terhadap efektivitas
kerja kepala sekolah; Kepemimpinan
merupakan faktor yang sangat menentukan
terciptanya tatanan kerja yang terorganisir.
Lemahnya kepemimpinan akan memperlemah
mekanisme kerja dan dapat menghasilkan
efektivitas kerja yang buruk.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(45)
3). Pengaruh lingkungan terhadap efektivitas
kerja; lingkungan memiliki pengaruh baik
langsung maupun pengaruh tidak langsung
terhadap efektivitas kerja. Lingkungan kerja
kondusif turut mempengaruhi terciptanya
iklim kerja yang sehat sebaliknya lingkungan
yang tidak mendukung kerja akan berpengaruh
pada efektivitas kerja.
4). Pengaruh motivasi kerja terhadap efektivitas
kerja; Faktor motivasi dianggap sebagai faktor
dalam yang memiliki peran penting bagi
terciptanya hasil kerja yang optimal. Tanpa
didukung motivasi kerja, pekerjaan akan
dilakukan tidak dengan sepenuh tanggung
jawab.
5). Pengaruh perspektif kerja terhadap efektivitas
kerja; Perspektif kerja akan memicu
tercitpanya cara pandang tenaga kerja
terhadap tanggung jawabnya, suatu perspektif
kerja yang baik akan menghasilkan cara kerja
yang positif.
6). Pengaruh komunikasi interpersonal terhadap
efektivitas kerja; Komunikasi interpersonal
dibutuhkan dalam penguatan kerja tim. Tanpa
komunikasi yang baik akan menciptakan kerja
yang stagnan.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(46)
7). Pengaruh karakteristik sekolah terhadap
efektivitas kerja; Karakteristik sekolah
mencerminkan gambaran kebiasaan umum
sekolah dalam tata kelola dan pelayanan.
Karakter positif yang terbentuk akan
mempermudah dan mempercepat terciptanya
tata kelola pelayanan prima sekolah
8). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap
efektivitas kerja;Kecerdasan emosional
merupakan prasyarat penting khusunya bagi
leader dalam mengelola sekolah yang dipimpin.
Tanpa kecerdasan emosional, pemimpin akan
sulit dalam memecahkan permasalahan yang
terjadi khususnya yang berhubungan dengan
sumberdaya manusia
9). Pengaruh wawasan manajerial terhadap
efektivitas kerja; Wawasan manajerial yang
baik akan mempermudah bagi penyelenggara
sekolah untuk menjalankan manajemen
sekolah yang baik dan teratur. Tanpa
kemampuan manajerial, pelayanan akan
berjalan tanpa aturan dan menghambat
tercapainya tujuan sekolah.
Faktor-faktor di atas merupakan faktor umum
manajerial yang juga dijumpai di sekolah. Kepala sekolah
dituntut memiliki kemampuan manajerial yang baik,
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(47)
kemampuan kepemimpinan yang optimal dan kecerdasan
emosional yang terlatih mengingat kompleksitas
permasalahan di sekolah pada prinsipnya adalah
permasalahan pelayanan maka kesiapan kemampuan
kepala sekolah mesti terlebih dahulu dikuatkan. Dan hal
yang terpenting dari perbaikan manajemen sekolah
dimulai dari penguatan kapasitas kepala sekolah sebagai
pemimpin yang akan memimpin proses penyelenggaraan
sekolah.
E. Menggagas Manajemen Sekolah Unggulan
Manajemen Sekolah Unggulan didefinisikan sebagai
usaha membangun kerangka manajemen sekolah yang
unggul dari sisi tata kelola dan pelayanan dengan
memperhatikan faktor pendukung keunggulan antara
lain ; faktor kepemimpinan sekolah dan penerapan
manajemen sekolah.
Faktor tersebut di atas akan berpengaruh sangat
besar efektifitas kerja dan pencapaian kinerja. Selain itu,
sarana dan prasarana, kemampuan sumberdaya pegawai,
wawasan manajerial pimpinan dan faktor-faktor lain
akan mempengaruhi kualitas manajemen sekolah.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa sekolah yang
minim dari sarana dan prasarana akan berhasil
menerapkan manajemen sekolah unggul jika ditunjang
oleh kemampuan sumberdaya pegawai yang handal dan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(48)
pola kepemimpinan kepala sekolah yang
mereprasentasikan seorang top leader yang memiliki
kemampuan manjerial yang baik. Dalam beberapa kasus
sering ditemukan sekolah dengan kemampuan sarana
dan prasarana yang sempurna namun dinyatakan gagal
dalam pencapaian kinerja yang diindikasikan dari
pencapaian prestasi sekolah.
Ini menjadi penting untuk diteliti dan disampaikan
mengingat sistem manajemen sekolah unggulan akan
menjadi kebutuhan yang bisa diaplikasikan oleh setiap
sekolah terlebih dalam era kompetisi saat ini, dimana
sekolah tidak lagi dipandang hanya dari sisi keberadaan
lembaganya saja untuk proses keilmuan, namun sekolah
juga akan dipandang sebagai lembaga yang selain
mendidik juga memberikan jasa pendidikan dengan
pelayanan yang prima, pelayanan yang memanjakan
konsumen dengan segala kemudahan, efektif, efesien,
cepat dan tidak mengecewakan.
C. Tujuan Penulisan dan Sasaran Pengembangan.
1. Tujuan Penulisan
Penulisan dalam buku ini diarahkan pada penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas
kerja kepala sekolah antara lain kecerdasan emosional,
motivasi kerja, dan pengetahuan manajerial dalam upaya
mencari arah pengembangan manajemen sekolah
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(49)
unggulan. Karena itu penelitian faktor-faktor di atas
menjadi hal penting untuk lebih dahulu dilaksanakan
yang pada akhirnya dapat merujuk pada bagaimana
membangun model Manajemen Sekolah Unggulan yang
ideal.
Secara teoritik penelitian dalam buku ini dapat
digunakan dalam rangka memberikan kontribusi bagi
pengembangan khasanah ilmu pengetahuan bidang
manajemen pendidikan berupa gambaran tentang
hubungan kausal antara kecerdasan emosional, motivasi
kerja dan pengetahuan manajerial terhadap efektivitas
kerja. Selain itu juga memberikan gambaran empirik
tentang pengaruh kecerdasan emosional, motivasi kerja,
dan pengetahuan manajerial terhadap efektivitas kerja.
Secara praktis, bagi pengelola pendidikan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun
kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah dengan cara mereplikasikan
manajemen sekolah unggulan di setiap sekolah. Untuk
kepentingan penelitian, dapat pula digunakan menjadi
pembanding bagi peneliti lain guna mengembangkan
kajian yang lebih mendalam tentang efektivitas kerja
kepala sekolah.
Penelitian yang akan diungkap dalam buku ini
terbatas hanya pada faktor-faktor yang mempengaruhi
efektifitas kerja kepala sekolah seperti kecerdasan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(50)
emosional, motivasi kerja dan pengetahuan manajerial
terhadap efektivitas kerja sehingga bisa menjadi jalan
dalam menerapkan manajemen sekolah unggulan.
2. Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi efektifitas kerja kepala
sekolah ditujukan untuk menghasilkan sebuah desain
model manajemen sekolah unggulan dimana hasil dari
desain ini diharapkan berguna bagi sekolah-sekolah
dengan sasaran :
1. Aplikasi model kepada sekolah yang dijadikan
bahan dan tempat penelitian,
2. Replikasi di tempat lain dengan metode belajar
dari sekolah percontohan pertama tempat
manajemen sekolah ungulan diaplikasikan.
3. dapat diduplikasikan kepada lembaga lain diluar
lembaga sekolah untuk mempraktekkan sistem
manajerial yang unggul dan kompetitif.
Karena itu model manajemen sekolah ungggulan
bersifat terbuka dan luas yang tidak saja bisa dipakai bagi
sekolah, namun institusi/lembaga lain dapat
menerapkannya karena unsur-unsur manajemen sekolah
unggulan melibatkan penelitian yang komprehensif yang
tidak saja dikhususkan bagi pengembangan sekolah
namun juga manajemen secara umum dengan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(51)
mengikutsertakan hasil penelitian mengenai efektifitas
kerja dengan faktor-faktor kecerdasan emosional,
motivasi kerja, dan pengetahuan manajerial yang
merupakan komponen manajemen secara umum.
Diagram Tujuan Penelitian
SARAN PENGEMBANGAN
untuk menghasilkan sebuah desain
model manajemen sekolah unggulan
Tujuan penelitian efektifitas kerja kepala sekolah
untuk mencari gambaran tentang hubungan kausal antara kecerdasan emosional, motivasi kerja dan
pengetahuan manajerial terhadap efektivitas kerja.
APLIKASI REPLIKASI
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(52)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(53)
Efektivitas kerja kepala sekolah dapat
diukur dari sejauh mana kepala sekolah
dapat mencapai tujuan dari masing-
masing tugas yang dilakukannya.
Pemahaman tentang efektivitas dapat
ditelusuri dari pengertian efektivitas dan
pemahaman kerja kepala sekolah dapat
ditelusuri dari tugas dan tanggung jawab
kepala sekolah
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(54)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(55)
Zaman ketika inovasi sangat dibutuhkan, seorang kepala sekolah
dituntut untuk inovatif dalam mewujudkan sekolah yang
unggul dalam manjemen dan memiliki lulusan yang berkualitas
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(56)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(57)
BAGIAN KETIGA
MENGURAI BENANG MERAH SEPUTAR MANAJEMEN SEKOLAH
E. Gambaran Umum Manajemen Sekolah
Secara umum manajemen sekolah di Indonesia dapat
dikatakan relatif lebih baik dalam kurun dasawarsa
terakhir. Kondisi membaik ini lebih dimungkinkan karena
investasi pendidikan di Indonesia dengan anggaran
belanja pendidikan semakin meningkat. Maka dapat
dikatakan bahwa semakin meningkatnya kualitas lembaga
pendidikan di Indonesia bisa juga disebabkan oleh
bantuan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
yang semakin diperhatikan oleh pemerintah.
Akan tetapi, membicarakan kualitas pendidikan tidak
berhenti hanya pada peningkatan sarana dan prasarana.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(58)
manajemen lembaga pendidikan tidak pula dibatasi oleh
sistem manajemen yang terintegrasi dengan pemanfaatan
tekhnologi mutakhir, namun peningkatan kualitas
lembaga pendidikan yang terutama diindikasikan dari
tatakelola manajemen yang prima, unggul, humanis,
efektif dan efesien yang kesemuanya itu tidak hanya bisa
dimungkinkan oleh sisi finansial akan tetapi yang paling
utama adalah sumberdaya, karena itu kemampuan
manajerial pemimpin dan model manajemen yang
berkualitas adalah prasyarat utama untuk menghasilkan
manajemen sekolah unggulan.
Beberapa masalah krusial yang dihadapi oleh sekolah
dalam menjawab kebutuhan masyarakat adalah :
1. Kemudahan dalam hal pelayanan baik dari sisi
kemudahan pembiayaan, akses informasi, maupun
akses terhadap penggunaan fasilitas.
2. Kepastian kualitas lulusan yang berhubungan
dengan kulitas lulusan terhadap besaran biaya
3. Kemananan dan kenyamanan anak didik
4. Akses terhadap kemudahan birokrasi sekolah
Tingginya biaya pendidikan bagi para siswa baik
berupa biaya rutin seperti SPP terlebih sekolah swasta,
maupun biaya penunjang seperti pembelian buku-buku,
biaya kegiatan ekstra, dan biaya penunjang lain adalah
keluhan paling besar yang ditemui di tengah masyarakat.
Masyarakat kini semakin cerdas, tingginya anggaran
biaya pendidikan yang dikeluarkan negara sering tidak
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(59)
diikuti oleh berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh
orang tua berkenaan dengan biaya rutin di sekolah.
Banyak yang menginginkan perlunya sekolah gratis.
Ketika para kepala daerah menggelotorkan program
sekolah gratis yang terjadi adalah bahwa sekolah pada
kenyataannya tidak benar-benar gratis. Ada banyak
ongkos lain yang diperlukan yang terkadang tidak
berimbang dengan harapan yang ingin diraih oleh para
orang tua. Selain itu banyak hal yang memang tidak
mampu dipenuhi pemerintah secara total sehingga biaya
pendididikan yang tinggi adalah suatu keniscayaan.
Belum lagi layanan sekolah yang cenderung lemah
dalam hal berbagi informasi baik kepada anak didik
maupun kepada orang tua, informasi-informasi berkenaan
perkembangan anak didik, dan kegiatan anak dididk yang
tidak termonitor oleh orang tua karena rata-rata siswa
sekarang menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah sehingga orang tua tidak begitu mengetahui
kegiatan-kegiatan total anak, begitupun pihak sekolah juga
tidak mengetahui secara pasti apakah yang dilakukan anak
didik saat sekolah benar-benar mengikuti proses
pendidikan.
Termasuk keluhan lain megenai penggunaan fasilitas
sekolah, sekalipun ada tetapi banyak yang menyulitkan
dalam hal akses birokrasi penggunaan, izin yang berbelit,
serta waktu yang tidak koorperatif dengan kebutuhan
siswa.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(60)
Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah rasa
aman dan rasa nyaman orang tua. Akhir-akhir ini banyak
kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan. Banyak
orang tua mengeluh tidak ada jaminan dan tidak adanya
komunikasi yang meyakinkan dari pihak sekolah
mengenai keamanan anak didiik. Sekalipun kemanaan
adalah perlakuan yang relatif, namun banyak orang tua
menghendaki adanya komunikasi intensif terhadap orang
tua, bahwa anak dididk akan baik-baik saja dengan adanya
suatu sistem keamanan yang disampaikan pihak sekolah
kepada orang tua.
Bahwa yang terpenting adalah jalur komunikasi dan
informasi dari pihak sekolah cenderung pada banyak
sekolah diabaikan. Sekolah lebih banyak menunjukkan
citra kualitas dari sisi prestasi akaedemik dan kualitas-
kuantitas sarana prasarana ketimbang hal-hal insidentil
yang tidak memiliki manfaat besar untuk dianggarkan.
Inilah kelemahan fatal yang sering diabaikan oleh sekolah.
Yang paling jarang ditemukan adalah jaminan
kualitas. Sekalipun ini perkara yang absurd, namun ada
orang tua yag menginginkan pentingnya sekolah
memberikan semacam harapan akan jaminan kualitas
lulusan sehingga tamat dari sekolah bersangkutan, anak
dapat mengembangkan ilmu yang didapatnya. Menurut
mereka, jarang sekolah yang bisa memberikan jaminan ini
setidaknya memberikan harapan sekalipun harapan itu
hanya retorika.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(61)
Banyak orang tua tiba-tiba terkejut manakala
mengetahui anaknya memiliki prestasi tinggi namun gagal
dalam UAN, atau berhasil UAN dengan nilai maksimal
namun gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi yang
diimpikan. ini menjadi mimpi buruk bagi para orang tua
yang menimbulkan persepsi bahwa sekolah bukan satu-
satunya jaminan bahwa anak akan memiliki pengetahuan
yang lebih baik, atau dengan kata lain orang tua tidak lagi
total menggantungkan harapannya pada sekolah karena
kasus-kasus seperti ini banyak terjadi.
Ini tentu akan menjadi preseden buruk di kemudian
hari, belum lagi masalah lain ditemukan, anak didik yang
sangat pendiam dirumah dan tidak menampakkan tabiat
buruk tiba-tiba terdengar ikut tawuran bahkan lebih miris
lagi terjebak ke dalam pergaulan narkoba. Orang tua yang
terlanjur mempercayakan pendidikan kepada sekolah
akhirnya berpandangan bahwa sekolah tidak lagi
mereprensentasikan lembaga pendidikan ideal.
F. Mengurai Masalah dan Memberi Solusi
Tidak ada sekolah yang menginginkan anak didiknya
gagal, dan tidak satupun orang tua menginginkan anaknya
menjadi generasi yang lemah. Pihak sekolah dan orang tua
memiliki tujuan sama, harapan sama, dan impian yang
sama.
Buruknya pelayanan sekolah mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Manajemen yang tidak kondusif pada awalnya lebih
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(62)
disebabkan pencapaian kinerja yang tidak optimal. Kinerja
adalah muara dari efektifitas kerja. Semakin efektif
pelaksanaan kerja maka semakin baik pencapaian kinerja.
Jika kineja membaik, tujuan lembaga pendidikan
terealisasi maka sekolah akan menjadi teladan. Menuju
sekolah yang ideal tentu diperlukan manajemen sekolah
terpadu. Unggul dalam banyak hal dan minim dari resiko
kegagalan.
Masalah yang terjadi di banyak lembaga pendidikan
sudah dipastikan karena manajemen sekolah tidak sehat.
perlu inovasi dan perbaikan, perlu perubahan disana-sini,
penambahan, renovasi dan penggalian gagasan yang terus
menerus, dan inovatif.
Beberapa permasalah yang dapat diurai dari
melemahnya manajemen sekolah antara lain adalah:
1. Tidak ada niat perbaikan dari penyelenggara
sekolah untuk memperbaiki tata kelola dan
pelayanan di sekolah sehingga terus terjadi
pengulangan kegagalan
2. Tidak ada usaha evaluasi dari berbagai
permasalah yang terjadi maupun evaluasi
program sekolah sehingga sekolah terkesan tidak
berubah dan miskin gagasan
3. Ketidak inovatifan pemimpin sekolah yang sering
beraibat pada tidak harmonisnya manajemen
sekolah.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(63)
4. Tidak ada usaha untuk menerapkan perbaikan
manajemen yang lebih disebabkan kelemahan
sumberdaya, minimnya pengetahuan untuk itu
serta pembiayaan penelitian yang rendah.
Akibat yang paling tampak dari lemahnya
manajemen organisasi sekolah yang terutama adalah :
1. Lemahnya pelayanan sekolah yang diindikasikan
dari banyaknya keluhan masyarakat pengguna
sekolah
2. Lemahnya manajemen tidak saja terhadap
masyarakat tapi juga kepada pelaksana sekolah
yakni guru-guru, karyawan hingga anak didik.
3. Sekolah menjadi tidak berkualitas yang ditandai
dengan lemahnya prestasi akademik siswa, prestasi
– prestasi kegiatan siswa, prestasi guru, dan
prestasi sekolah secara keseluruhan.
4. Tingginya tingkat ketidaklulusan
5. Meningkatnya angka kenakalan siswa baik di
lingkungan sekolah maupun lingkungan tinggal
siswa
6. Lemahnya kualitas lulusan yang ditandai dengan
menurunnya tingkat kemampuan siswa dalam
memasuki perguruan tinggi serta ketidaksiapan
siswa mengaplikasikan ilmu yang dimiliki di tengah
masyarakat, dan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(64)
7. Tidak adanya respon posistif dari masyarakat
terhadap keberadaan sekolah yang diindikasikan
dengan : rendahnya tingkat dan animo masyarakat
untuk menyekolahkan anak di sekolah
bersangkutan, menjadikan sekolah sebagai target
akhir untuk pendidikan, menjadi pembicaraan
publik, hingga gelar-gelar minor di masyarakat.
misalnya sekolah A adalah sekolah kumpulan anak-
anak yang lemah daya pikirnya, atau sekolah B
hanya sekolah untuk kalangan atas, atau sekolah C
hanya berisi kumpulan anak-anak nakal.
Pembiaran kondisi sekolah sebagaimana adanya
adalah tindakan kejahatan pendidikan yang tidak dapat
dimaafkan. Penyelenggara sekolah harus melakukan usaha
perbaikan melalui tindakan konstruktif agar martabat
sekolah bisa dikembalikan. Penyelenggara sekolah – yang
dalam hal ini adalah ketua yayasan bagi sekolah swasta,
dan pejabat berkompeten di sekolah negeri- harus
melakukan restrukturisasi manajemen dan jika diperlukan
mengganti para pelaksana di lapangan dengan
sumberdaya yang unggul dan lebih memadai.
Manajemen sekolah unggulan adalah suatu model
yang bisa diterapkan untuk menghasilkan suatu perbaikan
lembaga pendidikan yang nyaris mati suri dan gagal
tujuan. Perencanaan manajemen sekolah unggulan dapat
dimulai dari komponen kebijakan paling rendah hingga
kebijakan tertinggi. melibatkan pegawai dari mulai
cleaning servsce hingga kepala sekolah sebagai manajer
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(65)
utama. Manajemen sekolah unggulan juga mengarah pada
perbaikan sikap, dari peraturan kelas hingga sikap
penyelenggara sekolah di tengah masyarakat.
Beberapa langkah yang mesti dilakukan dalam
rangkan membuat sekolah memiliki citra positif di tengah
masayarakat karena kualitasnya adalah :
1. Mengevaluasi kelemahan – kelemahan dalam
proses penyelenggaraan sekolah dari unsur
pimpinan hingga pegawai paling rendah.
2. Mengevaluasi metode pengajaran, metode kerja
pegawai, tata kelola layanan ke masyarakat,
hingga mengevaluasi kinerja sekolah secara
keseluruhan dan kinerja kepala sekolah sebagai
manajer secara khusus
3. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan finansial,
kebijakan-kebijakan mengenai kesiswaan,
peraturan-peraturan sekolah, norma pegawai, dll.
4. Mengadakan penelitian – penelitian penting
dalam menghasilkan manajemen yang berkualitas
dan terpadu
5. Menerapkan dan membangun sistemen
manajemen sekolah unggulan yang sesuai dengan
kemampuan dan budaya sekolah.
6. Mengajak komite sekolah, orang tua, para
stakeholder untuk mencari rumusan baru
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(66)
pengembangan sekolah agar lebih maju dan
menjadi sekolah berkualitas.
Langkah-langkah perbaikan ini, yang terutama
adalah mencari kelemahan pengelolaan untuk mencari
rumusan perbaikan pengelolaan. Maka dari itu, perbaikan
pengelolaan sekolah dengan manajemen sekolah unggulan
harus melewati tahap-tahap penelitian terhadap masalah
yang terjadi di sekolah bersangkutan. Dalam penerapan
manajemen sekolah unggulan akan berbeda antara satu
sekolah dan sekolah lainnya. Manajemen sekolah unggulan
lebih menerapkan prinsip-prinsip penting dan langkah-
langkah yang diperlukan oleh pihak sekolah untuk
mengembangkan model manajemen sesuai kultur sekolah
dan sesuai kemampuan sekolah.
G. Konstruksi Berpikir Perbaikan Manajemen Sekolah
Tidak ada sekolah yang benar-benar dianggap gagal
dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga
pendidikan. Masalah yang timbul lebih banyak berbentuk
kekecewaan akan kepuasan masyarakat pengguna. Di satu
sisi penyelenggara sekolah seperti kekurangan energi
antara menghidupi sekolah sambil menghidupi kebutuhan
finansial. Ini masalah klasik yang terjadi dimana-mana.
Keluhan kesejahteraan kerap dijawab pemerintah
dengan berbagai program yang meningkatkan
kesejahteraan tenaga penyelenggara sekolah khusunya
guru, dari mulai program sertifikasi untuk kesejahteraan
pelaksana, hingga dana BOS untuk kesejahteraan lembaga.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(67)
Hasilnya, berhasil bagi yang mampu membaca tujuan
tujuan dimaksud dan gagal bagi yang belum mengerti ke
arah mana sekolah harus dikembangkan.
Konstruksi berpikir perbaikan manajemen sekolah
dapat dimulai dari mengevaluasi segenap permasalahan
yang terjadi, pendapat internal, isu yang berkembang
hingga catatan administrasi yang dapat diurai sebagai
berikut :
1. Memetakan kelemahan manajemen yang dapat
dilihat dari munculnya gejala gejala gagal
manajemen sekolah antara lain seperti; tidak
terciptanya koordinasi antara pimpinan dan
bawahan, staf dan staf lainnya, guru dan anak didik,
dan antar lembaga sekolah dengan lembaga
vertikal.
2. Memetakan kelemahan administratif seperti tidak
tersedianya pencatatan data base sekolah yang baik
dan up to date,
3. Memetakan penyebab kelemahan kualitas lulusan
berupa tidak adanya evaluasi yang terstruktur
dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan
4. Memetakan masalah berupa isu yang berkembang
di masyarakat akan keberadaan sekolah yang
dianggap tidak menjalankan manajemen pelayanan
yang baik.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(68)
Beberapa contoh pemetaan masalah diatas dapat
dilakukan pihak sekolah manakala melihat situasi atau
gejala mulai buruknya manajemen sekolah.
Selanjutnya, pimpinan atau kepala sekolah dapat
membentuk tim khusus untuk menginventarisir masalah
manajemen pelayanan yang terjadi untuk kemudian
membuat langkah-langkah taktis perbaikan manajemen
antara lain :
1. Membentuk tim khusus yang bertugas mengurai
persoalan manajemen pelayanan dan meneliti
model pelayanan yang akan diterapkan
2. Melakukan perbaikan sumberdaya sementara yang
dapat mengantisipasi tidak meluasnya persoalan
manajamen sekolah yang buruk
3. Melakukan studi perbandingan ke lembaga lembaga
yang dianggap memiliki prestasi manajemen yang
baik untuk diaplikasikan ke sekolah.
4. Membangun komunikasi kepada para pihak
terutama komite sekolah untuk secara bersama
membangun model pelayanan manajemen yang
baik dan prima.
5. Menerapkan manajemen sekolah unggulan yang
disesuaikan dengan karakter sekolah dan budaya
organisasi.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(69)
H. Pengembangan Manajemen Sekolah
Pengembangan manajemen sekolah menuju
manajemen sekolah unggulan bukanlah pekerjaan mudah
dan sekali jadi. Ia akan melewati proses panjang dan bisa
saja menghadapi tantangan baik dari dalam lingkungan
maupun luar lingkungan. Tantangan dari dalam biasanya
disebabkan ketidak siapan staf menerima perubahan atau
sulitnya staf utuk bangkit dari budaya organisasi.
Karena itu proses pengembangan manajemen
sekolah harus dilakukan kepala sekolah dengan benar-
benar penuh kesabaran. Beberapa tahapan yang harus
dilakukan dalam proses pengembangan manajemen
sekolah yaitu :
1. Membangun komunikasi kepada para pihak
termasuk staf, atasan, dan sesama penyelenggara
sekolah. Komunikasi para pihak dimaksudkan
menjelaskan berbagai rancangan dan gagasan
mengenai perubahan manajemen yang penting
dilakukan dengan mengajukan masterplan
manajemen baru, meminta masukan, mencari
dukungan, dan secara bersama mengarahkan
terjadinya usaha untuk menggagas bersama-sama
pola manajemen baru dimaksud. Untuk tahap ini,
yang perlu dipersiapkan kepala sekolah adalah :
gambaran umum permasalahan manajemen
penyelenggaraan sekolah, berisi database prestasi
sekolaha, kelemahan sekolah, kekuatan dan potensi
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(70)
sekolah, kemampuan sumberdaya, tantangan ke
depan dan hal lain yang mendukung perlunya
penataan ulang manajemen penyelenggaraan
sekolah.
2. Melakukan diskusi dan pertemuan rutin serta
membangun kesepemahaman sesama untuk
mengembangkan manajemen baru yang diharapkan
mampu menunjang produktifitas sekolah. Pada
tahapan ini, kepals sekolah sebagai agen perubahan
merespon segala masukan dan memberi peluang
kepada seluruh bawahan untuk ikut berpartisipasi
memberikan gagasan terbaik bagi kemajuan
sekolah
3. Menganalisis kemampuan sumberdaya pegawai
berdasarkan pendidikan, kemampuan, dan
wawasan serta membangitkan motivasi kerja
pegawai lewat program manajemen baru yang lebih
menjanjikan kemajuan bersama.
4. Membina tim dengan pelatihan-pelatihan penting
sebagai prasyarat kesiapan sumberdaya antara lain
pelatihan kemampuan manajerial, kedisiplinan,
pelatihan motivasi kerja, pelatihan tekhnis seperti
administrasi tata kelola, hingga pelatihan yang
berhubungan dengan peningkatan kapasitas tim.
5. Setelah tahapan pertama dilalui, penutup dari
rangkaian proses awal ini adalah melaksanakan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(71)
Evaluasi untuk mencari umpan blaik bagi langkah
selanjutnya.
Konstruksi Berpikir
Perbaikan Manajemen Sekolah
Memetakan kelemahan Manajemen sekolah
Memetakan kelemahan administratif pelayanan sekolah
Memetakan penyebab kelemahan
kualitas lulusan
Memetakan isu yg berkembang
akan keberadaan sekolah
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(72)
Proses Pengembangan/ Perbaikan
Manajemen Sekolah
Membangun komunikasi kepada para
pihak termasuk staf, atasan, dan sesama penyelenggara sekolah.
Melakukan diskusi dan pertemuan rutin serta membangun kesepemahaman sesama untuk mengembangkan manajemen baru yang diharapkan mampu menunjang produktifitas sekolah
Menganalisis kemampuan sumberdaya pegawai berdasarkan pendidikan, kemampuan, dan wawasan
Membina tim dengan pelatihan-pelatihan penting sebagai prasyarat kesiapan sumberdaya
Evaluasi dan Monitoring
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(73)
Teori kepuasan layanan sekolah akan
berujung pada kepuasan pelanggan.
Masyarakat pengguna yang menentukan
kualitas suatu produk atau output.
Salah satu manfaat dari kepuasan
layanan ini adalah dapat membentuk
terciptanya kesetiaan pelanggan untuk
terus menggunakan produk lembaga.
Maka kepuasan pelanggan menjadi cita-
cita penting dalam proses pelayanan
sekolah.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(74)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(75)
Seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki kecapakan dan kecerdasan
emosional yang baik dalam memimpin lembaga sekolah
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(76)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(77)
BAGIAN KEEMPAT
PRINSIP-PRINSIP PENTING MANAJEMEN
SEKOLAH UNGGULAN
H. Prinsip-prinsip Manajemen Sekolah Unggulan
Upaya membangun manajemen sekolah unggulan
bukanlah proses sekali jadi. Harus dilakukan dengan
berbagai pendekatan dari mulai menegakkan prinsip-
prinsip dasar, membangun metode, membuat model
hingga menerapkannya pada sekolah yang membutuhkan
sentuhan manajemen unggul.
Dalam buku ini, penulis cenderung memulai dari
pendekatan utama yang sangat penting dalam
membangun manajemen sekolah unggulan dengan usaha
awal teriptanya knerja (pencapaian kerja) yang optimal
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(78)
dengan indikator efektifitas kerja yang optimal. Maka
membangun manajemen sekolah unggulan harus
didahului dengan menciptakan efektifitas kerja di
lingkungan sekolah yang optimal. Efektifitas kerja disini
menyeluruh, dari mulai pimpinan hingga pegawai
pelaksana, dari mulai top leader hingga unit pelaksana
terkecil.
Merujuk dari berbagai penelitian mutakhir para ahli
bahwa efektifitas kerja bukan hanya merupakan ukuran
kuantitatif, tapi juga mengenai kualitas kerja, maka
efektifitas kerja merupakan studi penting yang harus
disampaikan secara dalam dan tuntas dalam buku ini
dengan menjelaskan faktor-faktir yang mempengaruhi
efektifitas kerja dan memberikan gambaran utuh
mengenai pola hubungan antara berbagai faktor yang
mempengaruhi efektifitas kerja.
Seorang Kepala sekolah harus memiliki pengetahuan
manajerial yang mumpuni untuk menghasilkan efektivitas
kerja optimal. Pengetahuan manjerial yang tinggi tidak
akan berguna jika para pegawai tidak memiliki motivasi
kerja yang tinggi.
Begitupun motivasi kerja yang tinggi ditambah
kemampuan manajerial pimpinan yang hebat akan tidak
berarti di tangan para pegawai yang memiliki kecerdasan
emosional yang rendah. Pola hubungan ini, merupakan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(79)
suatu hubungan yang saling membutuhkan dan
melengkapi. Dapat dikatakan bahwa manajemen sekolah
unggulan harus terjadi dengan memodifikasi berbagai
faktor ysng mempengaruhi pencapaian kinerja dan
mereduksikannya jadi suatu tatakelola ideal. Tata kelola
ideal inilah yang akhirnya dapat dikatakan sebagai suatu
prinsip dasar manajemen sekolah unggulan.
1. Pemahanam Mengenai Efektivitas Kerja
Pengertian efektivitas yang dikemukakan para ahli
dari berbagai bidang ilmu pengetahuan memberi makna
yang berbeda, sesuai sudut pandang dan pemahaman
masing-masing. Menurut Patron dan Sawicki, efektivitas
adalah sebuah kriteria evaluasi tentang pengukuran
keberhasilan dari suatu kebijakan atau perencanaan
dibandingkan dengan akibat atau hasil yang diharapkan.10
Menurut Mukhtar, dkk11 Pengukuran Efektifitas
(effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu pekerjaan
mencapai hasil sesuai yang diharapkan (barang atau
pelayanan) tanpa mempertimbangkan efesiensi. Ukuran
efektifitas (effectiveness) adalah suatu kriteria untuk
menyeleksi berbagai alternatif untuk dijadikan
rekomendasi didasarkan pertimbangan apakah alternatif
10 Carl V. Patron dan David S. Sawicki, Basic Method of Policy Analysis
and Planning (Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1986), p. 157. 11
Mukhtar, dkk, Desain Pelatihan Produktif (Jambi, KSP 2016) P 24
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(80)
yang direkomendasikan tersebut memberi hasil yang
maksimal, lepas dari pertimbangan efesiensi.
Ukuran efesiensi (efficiency): adalah untuk
menyeleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan
rekomendasi didasarkan pada pertimbangan apakah
alternatif yang direkomendasikan tersebut membuahkan
hasil rasio efektifitas biayanya lebih tinggi dari batas
tertentu (efesiensi marginal).
Efektivitas juga merupakan salah satu konsep
organisasi yang paling meresap luas dalam kaitan dengan
partisipasi anggota dalam kelangsungan organisasi.
Robbins mendefinisikan efektivitas sebagai tingkat
pencapaian tujuan yang dapat diwujudkan oleh suatu
organisasi.12
Hal ini juga selaras dengan pernyataan Koontz dan
Weihrich, bahwa efektivitas adalah pencapaian tujuan
”effectiveness is the achievement of objectives”. Pencapaian
tujuan yang dimaksud adalah pemenuhan kriteria atas
suatu produk yang dihasilkan.13
Prokopenko mengatakan, “Effectivenness us the
degree to which goals are attained”.14 Karakteristik
12 Stephen P. Robbins, Organization Theory: Structure, Design and
Aplication (New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1990), p. 49. 13 Harold Koonts dan Heinz Weihrich, Management (Singapore: McGraw-Hill, 1988), p. 8. 14 Josep Prokopenko, Productivity Management, A Practical Handbook
(Swicherland: Inter-national Labour Organization, 1987), p. 5.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(81)
efektivitas dalam hal ini adalah pencapaian tujuan. Kontz
dan Weincrich juga mengatakan hal yang sama bahwa
“Effectiveness is the achievement of objectives”.15 Kedua
pernyataan ini menunjukkan bahwa efektivitas diukur dan
pencapaian tujuan dan sesuatu kegiatan yang dilakukan.
Sedangkan Stoner dan Freeman, effectiveness, in
contrast, is ability to choose appropriate, yakni
kesanggupan untuk memilih yang tepat. Definisi ini lebih
spesifik menunjuk kepada kesanggupan seseorang untuk
memilih dari berbagai sumber daya yang tersedia seperti
sumber daya material, peralatan, kesempatan dan
informasi.
Efektifitas merupakan suatu gambaran tingkat
keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran
yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan antara nilai-
nilai yang bervariasi.16 Hal tersebut juga sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan Sedarmayanti, Efektifitas
merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektifitas
ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah
penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama.
Apabila efesiensi dikaitkan dengan efektifitas maka
15 Kontz dan Weihrich, loc. cit. 16
Mukhtar, dkk, Desain Pelatihan Produktif (Jambi, KSP 2016) P 24
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(82)
walaupun terjadi peningkatan efektifitas belum tentu
efesiensi meningkat.17
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya
efektivitas Sekolah/ kepala Sekolah secara organisasional
menurut Mullins dijelaskan bahwa efektivitas organisasi
dalam layanannya akan dipengaruhi oleh kemampuan
kepemimpinan, kelompok-kelompok target hubungan, dan
motivasi kerja sebagai jalur kesatuan individual.
Sedangkan pada jalur lingkungan organisasi, maka sistem
kerja dan struktur organisasi akan dipengaruhi aspek
kemampuan finansial, lingkungan fisik dan teknologi.
Keselarasan antara jalur individual dan jalur lingkungan
organisasi secara optimal mampu memberikan tingkat
efektivitas kerja yang lebih baik.18
Hal di atas memberikan petunjuk bahwa aspek
kepemimpinan dan aspek iklim organisasi dapat secara
langsung mempengaruhi efektivitas organisasi. Walaupun
begitu, aspek individual yakni motivasi kerja dapat
merupakan suatu pemicu dalam menciptakan lingkungan
kerja yang dinamis dan kemampuan kerja individual
untuk mencapai efektivitas yang optimal.
Keefektifan organisasi sekolah adalah untuk
mengukur sampai seberapa jauh memadainya sasaran
17
Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja (Bandung:
Mandar Maju, 2009), hal. 59 18 Laurie J. Mullins, Management and Organizational Behavior (New
Jersey: Prentice-Hall, 2005), p. 959.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(83)
organisasi, dan seberapa baik organisasi mencapai sasaran
itu. Robbins, mengatakan bahwa keefektifan diukur oleh
kemampuan organisasi memanfaatkan lingkungannya
dalam rangka memperoleh sumber daya yang langka dan
berharga.19 Namun Buhler, mendefinisikan efektivitas itu
sendiri sebagai suatu ukuran tingkatan out put yang
didapatkan dibandingkan dengan out put yang
ditargetkan.20
Berdasarkan uraian teori-teori tentang efektivitas,
maka dapat disintesis bahwa yang dimaksud efektivitas
adalah kemampuan suatu organisasi untuk
mengoptimalkan sumber daya secara efisien dalam
mencapai tujuan dari kepuasan dalam proses kerja.
Berkaitan dengan kerja kepala sekolah, maka
kategori kepemimpinan dalam menunjang efektivitas
menjadi sentral kekuatan manajemen. Ruang lingkup kerja
kepala sekolah adalah sebagai tanggung jawab jabatan
manajerial. Menurut Yulk, taksonomi tugas dan tanggung
jawab jabatan manajerial tersebut terdiri dari supervisi,
perencanaan dan pengorganisasian, pengambilan
keputusan, monitoring indikator, pengawasan,
perwakilan, pengkoordinasian, pengkonsultasian, dan
pengadministrasian.
19 Robbins, op. cit., p. 230. 20 Buhler Patricia, Alpha Teach Yourself, Management Skill dalam 24
jam, Ed. 1 (Jakarta: Prenada, 2004), p. 21.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(84)
Sejalan dengan tugas dan tanggung jawab
manajerial yang dikemukakan oleh Yulk di atas, Wagner III
dan Hollenbeck, Managers are people who plan,
organizem, direct, and control in order to manage
organizations and organizational units.21 Manajer adalah
orang yang merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan dan mengawasi dalam mengawasi unit
organisasi. Hal ini berarti tugas manajer adalah
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan
mengawasi.
Menurut Steer, management as the process of
planning, organizing, directing, and controlling activities of
etrplolees in combination with other organizational
resources to accomplish stated organizational goals.22
Kegiatan dalam manajemen adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan
pegawai. Semua kegiatan ini dilakukan dan dirancang
dalam mencapai tujuan organisasi dengan memanfaatkan
sumber daya organisasi. Hal ini berarti bahwa tugas dan
tanggung jawab pengelolaan dalam adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
21 Jhon A. Wagner. III dan John R. Hollenbeck, Management of
Organization Behavior (New Jersey: Prentice Hall. Inc. 1995), p. 52. 22 Richard M. Steer., Gerardo R. Ungson., dan Richard T. Mowday,
Management Effective Organization An Introduction (Massachusets: Kent Publishing Company, 1985), p. 29.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(85)
Pengertian manajemen menurut Griffin adalah
“Management is a set of activities including planning,
leading and decision making, leading, organizing and
controlling with aim of achieving organizational goals in
efficient and effective manner”.23 Pernyataan ini
menunjukkan bahwa kegiatan manajemen adalah
perencanaan, pengarahan, pengambilan keputusan,
pengorganisasian, dan pengawasan. Semua kegiatan ini
dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan penyelenggaraan sekolah.
Stoner dan Freeman mengatakan, management is
the proces of planning organization, leading and controlling
the work of organization members and of using resources to
each stated organizational goals.24 Pernyataan di atas juga
menunjukkan bahwa karakteristik kegiatan manajemen
mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan.
Kepala sekolah bertugas mengelola semua kegiatan
pendidikan mulai dari kegiatan administratif, pengajaran,
keuangan, kurikulum, sarana dan prasarana. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan yang melahirkan siswa
yang memiliki kemampuan/kepandaian, kepala sekolah
harus mengaktifkan semua kegiatan sekolah dengan
23 Ricky R. Griffin, Management (Boston: Houghthon Miffilin Co. 1996), p. 5. 24 James Stoner dan R. Edward Freeman, Management (New Jersey:
Prentice Hall, 1992), p. 4.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(86)
efektif dan efisien. Ia harus mampu mengatur personil
sekolah, menjamin kegiatan sekolah berjalan dengan baik,
menggunakan dana sekolah secara efektif, efisien dan
terbuka. Ia harus mengakomodasi masukan dan saran
orang tua, dan berbagai kegiatan lainnya. Untuk
memberikan pendidikan yang tepat kepada siswa dan
melayani guru dengan baik, kepala sekolah harus bekerja
dengan efektif.
Efektivitas kerja kepala sekolah dapat diukur dari
sejauh mana kepala sekolah dapat mencapai tujuan dari
masing-masing tugas yang dilakukannya. Pemahaman
tentang efektivitas dapat ditelusuri dari pengertian
efektivitas dan pemahaman kerja kepala sekolah dapat
ditelusuri dari tugas dan tanggung jawab kepala sekolah.
Dari deskripsi konseptual di atas maka dapat
disintesis bahwa, yang dimaksud dengan efektivitas kerja
adalah pencapaian tujuan dari tugas dan fungsi dalam
mengoptimalkan sumber daya secara efisien selama
proses kerja. Proses pengoptimalisasian sumberdaya
merupakan suatu bentuk kerja yang secara khusus
menjadi domain kepala sekolah.
2. Kecerdasan Emosional dan Motivasi Kerja Pegawai
a. Membangun Kecerdasan Emosional
Menurut Segel, emosi berperan penting dalam
kehidupan. Banyak bukti yang menyatakan bahwa
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(87)
perasaan adalah sumberdaya yang terampuh yang kita
miliki. Emosi adalah penyambung hidup bagi kesadaran
diri dan kelangsungan diri yang secara mendalam
menghubungkan kita dengan diri kita sendiri dan dengan
orang lain serta alam dan kosmos. Emosi memberitahu
kita tentang hal-hal yang paling utama bagi kita
masyarakat, nilai-nilai, kegiatan dan kebutuhan yang
memberi kita motivasi, semangat, kendali diri dan
kegigihan.25
Menurut Krug dan Cass, “Basic emotions that in
organisms described as adaptive behavior related to
biological processes, such as: acceptance, fear, anger, joy,
sadness, anticipation and surprise.”26 emosi dasar yang
muncul dalam organisme digambarkan sebagai perilaku
adaptif yang berkaitan proses biologis, seperti:
penerimaan, kekhawatiran, kemarahan, kesenangan,
kesedihan, antisipasi dan kejutanSeorang yang dalam
keadaan tenang akan menerima informasi dengan baik,
tetapi seorang yang dalam keadaan khawatir akan
menunjukkan sikap kecurigaan atau kecemasan yang
tinggi, seseorang yang sedang marah seringkali bertindak
tidak terarah dan berbahaya. Sebaliknya seseorang dalam
keadaan senang akan terbuka dan mudah diajak bicara.
25 Jeanne Segel, Melejitkan Kepekaan Emosional (Jakarta: Penerbit Kaifa, 1997), p.19. 26 Ronald S. Krug dan Alvah R. Cass, Behaviour Science (New York:
Spinger Verlag, 1992), p. 8.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(88)
Kondisi emosi seseorang akan menentukan tindakan dan
perilakunya ketika berhadapan dengan orang lain atau
dalam menghadapi suatu masalah.
Adanya variasi emosi berdampak pada persepsi dan
perilaku seseorang, Hurlock mengatakan bahwa emosi
mewarnai persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya serta berdampak terhadap perilaku
seseorang.27 Seorang yang dalam keadaan emosi biasanya
tidak berpikir dengan tenang. Aliran darah ke otak sangat
tinggi pada saat seorang berada dalam keadaan emosi, dan
pada kondisi ini, rasa ketidakpuasan atau
ganjalan/tekanan yang membutuhkan pemuasan atau
relaksasi. Dengan kondisi yang seperti ini dapat dipahami
bahwa persepsi seseorang dapat terganggu, sehingga
tindakan yang dilakukannya seringkali tidak seperti yang
diharapkan. Gerow mengatakan, ada empat komponen
reaksi emosi:
1). Perasaan subjektif atau pengaruh; takut,
senang, sedih atau marah,
2). Reaksi kognitif mengetahui dan mengenali apa
yang terjadi, reaksi logis,
3). Reaksi psikologis yang berkembang
mendalam, menyebabkan kelenjar, hormon
organ internal,
27 Elizabeth B. Hurlock, Personality Development (New Delhi: Tata
McGraw-Hill Publication Company Ltd. 1970), p. 203.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(89)
4). Reaksi perilaku yang dapat dilihat.
Keempat reaksi emosi ini berasal dari gangguan
atau rangsangan sosial.28 Kepala sekolah sebagai
pemimpin dan pengelola pendidikan di sekolah mendapat
rangsangan atau gangguan sosial dari siswa, guru, pegawai
sekolah, orang tua murid, lingkungan, dinas dan
masyarakat. Tiap rangsangan yang diperoleh dari orang
disekitarnya, bahkan dari lingkungan keluarganya dapat
mempengaruhi keempat komponen reaksi emosi di atas.
Jika rangsangannya positif, kepala sekolah akan bertindak
lebih tenang, tetapi bila rangsangannya negatif, kepala
sekolah akan lebih tertekan. Kepala sekolah yang dapat
mengelola rangsangan positif dan negatif ini adalah kepala
sekolah yang memiliki kecerdasan emosional.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah
metaability, yang menentukan seberapa baik seseorang
mampu menggunakan keterampilan yang dimiliki,
termasuk kemampuan intelektual yang belum
terasah/digali.29 Hal lain Goleman mengatakan, Emosional
intelligence or personal intelligence is the ability to
understand self emotion,manage emotion,motivate himself
or herself, to recognize other people emotion and to make
good relation between himself or herself with another.
28 Joseph R. Gerow, Essentrals Psychology Concept and Aplication
(New York: Harper Collins College Publishers. 1996), p. 338. 29 Daniel Goleman, Emotional Intelligence Anak, terjemahan: Alex Tri
Kantjono (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), p. 8.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(90)
Maknanya, kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi
emosi, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan
dalam berinteraksi dengan orang lain .30 McCluskey
memerinci aspek kecerdasan emosional dengan
mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
keterampilan (skill) memahami diri sendiri, motivasi, dan
empati yang merupakan predikator yang sangat kuat dan
dapat dipercaya untuk meraih keberhasilan di tempat
kerja.31 Seseorang yang mampu memahami diri,
memotivasi, dan berempati memungkinkan seseorang
tersebut menyadari diri sendiri dengan emosi orang lain
dan tindakan penyesuaian terhadap keadaan yang
ada.Menurut Cooper dan Sawaf, “emotional intellegence is
the ability to feel, understand, and implement of the power
and emotional sensitivity activity as sources of energies,
information, connections and influences that have
humunity.32 Dengan menjadi mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi dan mengenali emosi
orang lain dan membina hubungan.
30 Daniel Goleman, Working With Emotional Intelligence: Kecerdasan
Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), p. 57.
31 Alan McCluskey, Emotional Intellegence in Schools, Connected, 1997, pp. 2-3, (http: www.connected.org.learn.school.htm) diakses, 13 Juli 2011.
32 Ibid., p. 3.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(91)
Sebagaimana komponen reaksi emosi yang dialami
seseorang akibat hubungan dengan lingkungan sekitarnya,
maka emosi merupakan hasil interaksi dua pihak yaitu
individu yang mendapat rangsangan dan yang
memberikan rangsangan. Hal ini berarti bahwa seseorang
yang mendapat rangsangan emosi harus mampu
mengelola emosi diri dan terhadap orang yang
memberikan rangsangan sehingga timbul hubungan yang
baik. Terciptanya hubungan baik dan peredaran emosi di
kedua pihak yang saling bersinggungan merupakan wujud
dari kecerdasan emosional.
Berdasarkan deskripsi konseptual di atas, maka
dapat disintesis yang dimaksud dengan kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain/berempati dalam membina
hubungan dalam berinteraksi dengan orang lain.
b. Meningkatkan Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan sesuatu hal yang dimiliki
oleh seseorang dan amat penting dalam menumbuhkan,
memperkuat kesadaran, dan semangat kerja guna meraih
atau mencapai sesuatu yang sesuai dengan apa yang sudah
diinginkan atau dirumuskan oleh setiap lembaga. Oleh
karena itu berikut ini dipaparkan beberapa teori atau
rumusan-rumusan tentang motivasi yang sangat terkait
dengan keberlansungan suatu pekerjaan.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(92)
Seperti yang dikatakan oleh Greenberg dan Baron,
bahwa motivasi adalah proses yang menjelaskan seorang
individu tentang intensitas, arah, dan kegigihan berusaha
untuk mencapai suatu tujuan. Intensitas berkenaan
dengan bagaimana seseorang berusaha keras. Petunjuk
atau arah berkenaan dengan kualitas usaha dan
konsistensi sedangkan kegigihan berkenaan dengan
ukuran seberapa lama seseorang dapat menjaga
usahanya.33
Dengan demikian dapat juga dikatakan bahaa
motivasi kerja merupakan proses psikologi, dimana terjadi
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, proses belajar
dan problem solving.
Donovan mengatakan, “motivasi is a set of energetic
forces than originates both wthin as well as beyohd an
individual’s being, to intiate workrelated behavior and to
determinate its form, derection, intencity and duration”.34
Dalam terjemahan bebas, motivasi adalah sekelompok
pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
berasal baik dari dalam maupun dari luar, dapat
menimbulkan perilaku bekerja dan juga dapat
menentukan bentuk, tujuan, intensitas dan lamanya
33 Robert A. Baron dan Jerad Greenberg, Behavior in Organiation
Understanding and Ma-naging the Human Side of Work (Boston: Allyn and Bacon, 1990), p. 178.
34 J. J Donovan, Work Motivation, the Hanbook of Industrial, Work, and Organizational Psychology (London: Sage Publication, 1990), p. 53.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(93)
perilaku tersebut. Jhon mendefenisikan bahwa:
“motivation” is concerned with how behavior is activated,
maintained, directed and stoped.35
Sementra itu Ivancevich mendefinisikan bahwa:
“motivation” is the attitudes that predispose a person to act
in aspecific goal-oriented way. It is an internal state that
directs a person’s behavior.36 Artinya bahwa motivasi
merupakan sikap yang mempengaruhi seseorang untuk
bertindak dengan tujuan tertentu dan cara yang terarah.
Hal ini merupakan kondisi internal yang menuntun
seseorang untuk berperilaku atau berbuat sesuatu.
Menurut Greenberg dan Baron, motivasi adalah
seperangkat proses yang mengaktifkan, mengarahkan, dan
mempertahankan perilaku terhadap pencapaian tujuan.37
Sedangkan menurut Hadari, motivasi adalah suatu
kondisi yang mendorong atau menjadi penyebab
seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan
yang dilakukan secara sadar, meskipun tidak tertutup
kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa sesorang
mungkin saja melakukan suatu kegiatan yang tidak
disukainya. Kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang
tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan
35 Jones M. R. Nebraska, Syimposium on Motivation (Lincoln Nebraka:
University of Nebraska, 1985), p. 14. 36 John M. Ivancevicn dan Michael T Matterson, Organizational
Behavior and Management (Chicago: Irwin, 1996), p. 583. 37 Baron dan Greenberg, op. cit., p. 180.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(94)
cenderung berlangsung tidak efektif.38 Diketahui ada dua
jenis motivasi yang secara umum banyak dikaji dan
ditelaah terutama dalam perilaku organisasi, yakni:
Pertama, menurut Content theories yang berfokus
kepada “apa”, mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan individu melakukan usaha dalam kerja.
Dengan demikian pendekatan ini berusaha
mengidentifikasi kebutuhan seseorang yang relatif kuat
dan tujuan yang dikejar untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Kedua, menurut Process theories yang
memfokuskan kepada “bagaimana” langkah-langkah
individu menempatkan usaha. Dengan demikian
pendekatan ini berupaya mengidentifikasi hubungan
antara faktor-faktor yang membentuk motivasi.
Pendekatan ini juga menjelaskan bagaimana motivasi
diaktifkan, sehingga cenderung dapat menjelaskan pilihan,
keteguhan usaha yang berarti, fokusnya pada bagaimana
perilaku dimulai, diarahkan, dan dipelihara atau
dipertahankan. Dalam pengertian umum teori motivasi
kerja sebenarnya tidak banyak berbeda dengan teori
motivasi lainnya, namun perlu diketahui kalau dicermati,
sebenarnya ada satu perbedaan yang amat mendasar di
mana, teori motivasi kerja lebih bersifat spesifik, khusus 38 Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis
yang Kompetitif, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997, p. 29.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(95)
yang lebih memfokuskan pada perilaku yang berkaitan
dengan kerja dalam suatu lembaga atau organisasi
tertentu.
Jadi teori motivasi kerja selalu mencoba
menjelaskan atau menerangkan hal-hal yang hanya
menyangkut masalah pekerjaan tertentu, sebagai contoh
mengapa seseorang harus berkerja keras dan tekun
menyelesaikan suatu beban tugas (amanah) walaupun
sesulit apa pun, dengan mengorbankan semua yang
dimiliki atau mengapa ada seseorang dalam organisasi
menolak untuk promosi dan lain sebagainya. Berbicara
tentang motivasi kerja, sebenarnya dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok besar, yakni: motivasi yang
berlandaskan pada kebutukan, kesadaran, dan pemberian
dukungan atau yang sering juga dikenal dengan sebutan
penguatan (reinforcement).
Motivasi kerja menurut Baron dan Greenberg,
dalam teorinya “expectancy theory” adalah hasil dari tiga
keyakinan yang dimiliki setiap orang yang meliputi: (a)
expectancy, percaya bahwa setiap usaha akan
membuahkan hasil atau prestasi, (b) instrumentally,
percaya bahwa setiap prestasi akan dihargai atau
mendapat imbalan, dan (c) valence, penghargaan atau
imbalan bernilai bagi penerima. 39
34 Baron dan Greenberg, op. cit., p. 38.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(96)
Dalam kehidupan, manusia selalu melakukan
berbagai aktivitas atau kegiatan. Salah satu aktivitas itu
menurut As’ad diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang
disebut kerja. 40 Sebaliknya, sesuatu yang tidak bermakna
dan tidak mengandung arti, tidak dapat dikatagorikan
sebagai pekerja.
Menurut George dan Jones “work motivation can be
defined as the psychological force within a person that
determine the direction of a person’s behavior in an
organization, a person’s level of effort, and a person’s level
of percistence”.41 Artinya, bahwa motivasi kerja adalah
dorongan psikologis di dalam diri seseorang yang
menentukan arah perilaku organisasi, tingkatan upaya dan
tingkat ketekunan.
Arah perilaku merupakan perilaku seseorang dalam
bekerja sesuai dengan mekanisme dan aturan-aturan yang
sudah ditetapkan organisasi. Sedangkan tingkatan dalam
upaya menunjukkan bagaimana seseorang bekerja sesuai
dengan pilihan-pilihan perilaku dalam melaksanakan
tugas pokoknya. Dalam hal tingkatan ketekunan
menunjukkan tingkatan seseorang dalam menghadapi
berbagai hambatan, rintangan serta bagaimana
mengatasinya.
40 Moh. As’ad, Psikologi Industri (Yogyakarta: Liberty, 1990), p. 97. 41 George M, Jennifer dan Gareth R Jone, Understanding and
Managing, Second Ed (Wesley: Eddison, 1999), p. 17.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(97)
Berdasarkan deskripsi konseptual di atas, maka
dapat disintesis bahwa yang dimaksud motivasi kerja
adalah kekuatan psikologis dalam diri seseorang yang
menentukan arah perilaku dalam organisasi yang
dinyatakan sebagai tingkat ketekunan dan upaya yang
dilakukan.
3. Pengetahuan Manajerial Kepala Sekolah
Manusia mengenal suatu obyek mulai dari yang ada
di sekitar, berdasarkan pada pengetahuan yang
dimilikinya. Pengetahuan tentang objek tersebut
diperoleh melalui informasi. Krech, Crutchfield, dan
Ballachey mengatakan,42 bahwa ilustrasi dari bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan tentang sebuah objek
sangat penting dalam perkembangan sikapnya terhadap
objek itu.
Informasi yang membentuk pengetahuan tentang
suatu objek diperoleh karena ada rangsangan atau
stimulus terhadap seseorang. Namun, harus disadari
bahwa tidak semua informasi yang diperoleh seseorang
dapat menghasilkan suatu pengetahuan. Informasi yang
dapat menghasilkan suatu pengetahuan bagi seseorang
adalah informasi yang ada hubungannya dengan
42 David Krech., Richard S. Crutchfield., dan Engerton L. Ballachey,
Individual in Society (New York: McGraw-Hill Book Company, 1962), pp. 186 – 187.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(98)
pengetahuan yang tidak atau belum dimiliki oleh orang
tersebut.
Suriasumantri mengatakan,43 pengetahuan pada
hakikatnya adalah segenap apa yang diketahui manusia
tentang suatu objek tertentu. Objek dalam pengertian
tersebut dimaksudkan sebagai alam lingkungan hidup.
Sesuai dengan pendapat tersebut, Poedjawiyatno
mengemukakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu.44
Hal ini berarti bahwa pengetahuan manusia tentang
suatu objek, selain diperoleh dari informasi, juga karena
manusia rnangadakan kontak dengan lingkungan hidup
melalui alat-alat indera. Alat indera ini kadangkala dapat
menyesatkan, sehingga pengetahuan yang dapat
diandalkan bukan diturunkan dari pengalaman, melainkan
dari dunia pikiran. Oleh karena itu, Suriasumantri,
mengutip pendapat Locke yang memandang pikiran
diibaratkan sebagai alat yang menangkap dan menyimpan
pengalaman indera.45 Dengan demikian, pengetahuan
merupakan hasil dari kegiatan keilmuan yang
mengkombinasikan pendekatan rasional dan empiris.
Manusia memperoleh pengetahuan berdasarkan
kemampuan sebagai makhluk yang berpikir, merasa, dan
43 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat llmu: Sebuah Pengatar Popular
(Jakarta: Pusaka Sinar Harapan, 1995), p. 104. 44 Poedjawiyatna, Tahu dan Pengetahuan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), p. 24. 45 Suriasumantri, op. cit., p. 68.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(99)
mengindera. Pengetahuan yang diperoleh me!alui
informasi tersebut sebagai pengetahuan rasional,
sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui alat-alat
indera tersebut merupakan pengetahuan pengalaman atau
pengetahuan empiris. Selain itu, manusia juga dapat
memperoleh pengetahuan melalui intuisi dan wahyu.
Romiszowski, juga membagi taksonomi tujuan
pendidikan yang senada dengan pendapat Bloom ke dalam
empat keterampilan, yaitu: 46
1) keterampilan kognitif,
2) keterampilan psikomotor,
3) keterampilan reaktif, dan
4) keterampilan interaktif.
Bila dibandingkan dengan ranah belajar menurut
Bloom, maka keterampilan kognitif sepadan dengan ranah
belajar kognitif, keterampilan reaktif dan interaktif
sepadan dengan ranah afektif, sedangkan keterampilan
psikomotor sepadan dengan kompetensi afektif yang
terutama mengenai diri sendiri seperti memperhatikan,
memberi penilaian atau mengembangkan suatu sistem
nilai. Sedangkan keterampilan interaktif berkenaan
dengan kompetensi afektif terutama yang diperlukan
46 A. J. Romiszowski, Producing International System Lesson Planning
for Individual and Group Learning Activities (New York: Nicolash Publishing, 1994), p. 46.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(100)
dalam interaksi dengan orang lain, seperti kebiasan
berbicara, perilaku yang baik dalam pergaulan dan sifat
pemimpin.
Pengetahuan dalam kerangka proses berpikir
menurut Krech, Crutchfield, dan Ballachey merupakan
hasil belajar yang diorganisasikan secara selektif dari
sejumlah fakta, informasi serta prinsip-prinsip yang
dimilikinya dari berbagai pengalaman dengan orang lain.47
Zimbardo mengemukakan bahwa pengetahuan tidak lain
merupakan penguasaan fakta yang berkaitan dengan
memori. Memori digunakan untuk menyatakan kapasitas
mental dalam menyimpan, mengingat atau mengenali
kembali hal yang didengar, dilihat, dialami, dan dipelajari
seseorang.48
Pengetahuan menurut Bloom, et al., dirinci menjadi
sembilan aspek yang dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
(1). Pengetahuan terhadap hal-hal yang bersifat
spesifik, meliputi: a) terminologi (istilah) dan
b) fakta yang spesifik,
(2). Pengetahuan tentang kaidah atau cara
menangani sesuatu tentang hal-hal yang
spesifik, meliputi: a) konvensi/kebiasaan, b)
47 Krech, Crutchfield, dan Ballacey, op. cit., p. 2. 48 Zimbardo, Essential Psychology and Life (USA: Scot, Foresman and
Company, 1976), p. 159.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(101)
trend dan sekuensi, c) klasifikasi dan kategori,
d) kriteria, e) metodologi, dan
(3). Pengetahuan terhadap hal-hal universal dan
abstrak, meliputi: f) prinsip dan generalisasi,
dan g) teori dan struktur.49
Pengetahuan menurut revisi dari Bloom terbagi
menjadi empat tipe pengetahuan yaitu:50
(1). factual (berkaitan dengan fakta-fakta
sesungguhnya),
(2) conceptual (berkaitan dengan
konsepsi/pengertian),
(3) procedural (berkaitan dengan
pelaksanaannya),
(4) metacognitive. Masing-masing aspek dapat
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:51
Pertama, pengetahuan faktual, mempunyai ciri
pengetahuan yang tersendiri, kandungan
element tersendiri bagian kecil dari informasi
yang harus diketahui oleh siswa untuk
49 Benjamin S. Bloom et. al., Taxonomy of Educational Objectives,
Handbook I Cognitive Domain (New York: Longman, 1981), pp. 62 - 78.
50 Orin W. Anderson dan David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing (New York: Addison Wesley Longman, Inc., 2001), p. 27.
51 Ibid., pp. 27-29.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(102)
memecahkan masalah termasuk: pengetahuan
terminologi (berkaitan dengan istilah), dan
pengetahuan yang lebih spesifik dan dasar.
Sebaliknya pengetahuan konseptual adalah
pengetahuan yang lebih kompleks dan
terorganisasi, termasuk: (1) pengetahuan dari
klasifikasi dan kategori, (2) pengetahuan dari
prinsip dan generalisasi, dan (3) pengetahuan
dari teori, model dan struktur.
Kedua, pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan
sesuatu, termasuk: (1) Pengetahuan pokok
tentang keahlian khusus dan algoritma, (2)
Pengetahuan pokok tentang teknik khusus dan
metode, dan (3) Pengetahuan tentang
kriteria yang digunakan untuk menetapkan
dan atau mempertimbangkan kapan
mengerjakan sesuatu dalam domain khusus
dan disiplin.
Ketiga, pengetahuan metacognitive adalah
pengetahuan tentang kognisi secara umum
seperti kepedulian dan pengetahuan tentang
diri sendiri, meliputi: (1). Pengetahuan tentg
strategi, (2). Pengetahuan tentang tugas
kognitif termasuk konsepsi/definisi yang tepat
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(103)
dan pengetahuan kondisional/ bersyarat, dan
(3). Pengetahuan sendiri.
Dari uraian di atas, dapat diperoleh pengertian
bahwa pengetahuan pada dasarnya menunjuk pada
segala sesuatu yang diketahui seseorang mengenai istilah,
spesifikasi, klasifikasi dan kategori, prinsip dan
generalisasi, teori dan model dan struktur, keahlian
khusus dan algoritma, teknik khusus dan metode, kriteria,
strategi, definisi dan kondisional serta pengetahuan diri
sendiri.
Di dalam psikologi, pengetahuan termasuk ranah
kognitif. Menurut Bloom, et. al., pada ranah kognitif
meliputi jenjang: ingatan atau pengetahuan, pemahaman,
penerapan, atau aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.52
Pengertian pengetahuan manajerial dalam konteks dan
ruang lingkup organisasi kerja memiliki makna tingkat
kognitif dan proses berpikir pemimpin dalam
melaksanakan tugas manajerial.
Menurut Kreitner, ”the term managerial ability is the
demonstrated capacity to achieve organization objectives
with specific skills and competences. Actuality, today’s
succesfull manager needs a whole package of conceptual,
technical, administrative, and interpersonal skills”. Istilah
pengetahuan manajerial adalah mendemonstrasikan
52 Bloom, et al., op. cit., p. 73.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(104)
kapasitas untuk mencapai tujuan organisasi dengan
keterampilan dan kompetensi tertentu. Kenyataannya,
manajer yang berhasil saat ini memerlukan semua
keterampilan konseptual, teknik, administratif, dan
interpersonal.53 Dalam hal ini, pengetahuan berkaitan
dengan aspek kapasitas pengetahuan sebagai landasan
untuk bekerja.
Pengetahuan dalam kapasitas kognitif tersebut
sebagai landasan dalam manajerial oleh Kreitner, yang
mengutip tentang skill dan karakteristik, dinyatakan
bahwa setiap orang memahami lebih baik istilah ability to
manage, karakteristik tersebut adalah karakteristik dan
pengetahuan manajerial mencakup:54
(1) Kepemimpinan,
(2) Keterampilan komunikasi verbal,
(3) Komunikasi tertulis,
(4) Planning dan organisasi,
(5) Pengumpulan informasi dan pemecahan
masalah,
(6) Pengambilan keputusan,
(7) Pendelegasian dan pengawasan,
53 Robert Kreitner, Management (New Delhi: AITBS Publisher &
Distributors (Regd.), 1999), p. 34. 54 Kreitner, op. cit., p. 45.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(105)
(8) Objektivitas diri (sadar akan keterbatasan dan
kekuatan diri), dan
(9) Rujukan kesediaan dan keinginan untuk
menentukan orang lain kepada arah baru.
Dalam sebuah organisasi, lembaga, ataupun
perusahaan, untuk menjadi seorang manajer yang baik
diperlukan pengetahuan manajerial yang baik pula.
Manajer menyentuh hidup mansia dengan banyak cara.
Sekolah, rumah sakit, agen pemerintah dan usaha kecil
maupun besar semua memerlukan manajemen yang
sistimatis. Manajemen diartikan sebagai proses bekerja
dengan dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi dengan cara yang efisien dan etis. Manajer yang
efektif adalah pemain dalam sebuah tim yang memberi
wewenang dan mendorong orang lain yang
mengendalikan pertentangan di dalam dirinya. Setiap
manajer yang baik mempertaruhkan dirinya untuk
melaksanakan peranan pengembangan mereka.
Gambaran keahlian seorang manajer yang efektif
adalah memperjelas tujuan dan cita-cita, mendorong
partisipasi, merencanakan dan mengorganisasikan,
memiliki keahlian teknik dan administrasi, memberikan
fasilitas kerja melalui bentuk tim dan pelatihan,
menyediakan umpan balik, menjaga semuanya tetap
berjalan, mengendalikan segala sesuatu, menerapkan
tekanan yang masuk akal demi pencapaian tujuan,
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(106)
kekuasaan dan pendelegasian dan mengenali serta
memberikan penghargaan kepada yang berkemampuan
baik.
Menurut Kreitner, evolusi manajer abad 21 muncul
disebabkan oleh lingkup kerja sekarang ini sedang
mengalami perubahan yang besar dan bersifat permanen.
Organisasi dibangun kembali demi kecepatan, efisiensi,
dan fleksibilitas yang lebih besar.55 Manajemen
pengendalian dan perintah memberi peluang untuk
manajemen yang partisipatif dan pemberdayaan.
Pemimpin yang mementingkan ego digantikan oleh
pemimpin yang mementingkan pelanggan. Karyawan
perlahan-lahan dipandang sebagai pelanggan internal.
Semuanya menghasilkan kekuasaan bagi manajer baru di
abad ke - 21.
Menurut Zimbardo,56 karyawan sebagai kombinasi
perilaku, keyakinan, dan kebutuhan yang rumit. Para
manajer disarankan untuk memotivasi kemampuan kerja
dari pada hanya memintanya semata sebuah strategi
menarik dari pada mendorong. Seorang kepala sekolah, di
samping harus mampu melaksanakan proses manajemen
yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga
dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh
substansi kegiatan pendidikan.
55 Ibid., p. 57. 56 Zimbardo, op. cit., p. 126.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(107)
Koster, mengemukakan bahwa dalam konteks
MPMBS, kepala sekolah dituntut untuk memiliki
kemampuan:
(1) menjabarkan sumber daya sekolah untuk
mendukung pelaksanaan proses belajar
mengajar,
(2) kepala administrasi,
(3) sebagai manajer perencanaan dan pemimpin
pengajaran, dan
(4) mempunyai tugas untuk mengatur,
mengorganisir dan memimpin keseluruhan
pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di
sekolah.
Sebagai kepala administrasi, kepala sekolah
bertugas untuk membangun manajemen sekolah serta
bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan
manajemen dan kebijakan sekolah. Di lain pihak, Kreitner
mengemukakan lima jenis keterampilan yang dibutuhkan
oleh seorang manajer, yang mencakup:57 :
Pertama, cultural flexibility merupakan
keterampilan yang merujuk kepada kesadaran dan
kepekaan budaya, dimana seorang manajer dituntut untuk
dapat menghargai nilai keberagaman kultur yang ada di
dalam organisasinya. Kepala sekolah selaku manajer di
57 Kreitner, op. cit., pp. 126 - 136.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(108)
sekolah sangat mungkin akan dihadapkan dengan warga
sekolah, dengan latar kultur yang beragam, baik guru,
tenaga administrasi maupun siswa. Oleh karenanya,
kepala sekolah dituntut untuk dapat menghargai
keberagaman kultur ini.
Kedua, communication skill merupakan
keterampilan manajer yang berkenaan dengan
kemampuan untuk berkomunikasi, baik dalam bentuk
lisan, tulisan maupun non verbal. Keterampilan
komunikasi amat penting bagi seorang kepala sekolah,
karena hampir sebagian besar tugas dan pekerjaan kepala
sekolah senantiasa melibatkan dan berhubungan orang
lain. Komunikasi yang efektif akan sangat membantu
terhadap keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
Ketiga, human resources development skill
merupakan keterampilan manajer yang berkenaan dengan
pengembangan iklim pembelajaran (learning climate),
mendesain program pelatihan, pengembangan informasi
dan pengalaman kerja, penilaian kinerja, penyediaan
konseling karier, menciptakan perubahan organisasi, dan
penyesuaian bahan-bahan pembelajaran. Dalam perspektif
persekolahan, kepala sekolah dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam mengembangkan sumber daya
manusia yang tersedia di sekolahnya, sehingga mereka
benar-benar dapat diberdayakan dan memberikan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(109)
kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.
Keempat, creativity merupakan keterampilan
manajer yang tidak hanya berkenaan dengan
pengembangan kreativitas dirinya sendiri, akan tetapi juga
keterampilan untuk menyediakan iklim yang mendorong
semua orang untuk menjadi kreatif. Sehubungan dengan
hal ini, seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam menciptakan iklim kreativitas di
lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga
sekolah untuk mengembangkan berbagai kreativitas
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Kelima, self-management of learning merupakan
keterampilan manajer yang merujuk kepada kebutuhan
akan belajar yang berkesinambungan untuk mendapatkan
berbagai pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam hal
ini, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha
memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya.
Dari deskripsi konseptual di atas, maka dapat
disintesis bahwa yang dimaksud pengetahuan manajerial
adalah penguasaan seseorang mengenai istilah, spesifikasi,
dan klasifikasi dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen
yang dimulai dari merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan
mengendalikan (controlling).
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(110)
I. Faktor Lain yang Mendukung
Membentuk pola kerja efektif guna terciptanya
kinerja yang optimal merupakan syarat penting utama
dalam membentuk manajemen sekolah unggulan. Ini
bersifat kedalam, menyangkut sumberdaya dan untuk
tujuan mengoptimalkan potensi sumberdaya. Selain itu,
hal yang dipentingkan dalam mengusahakan terciptanya
manajemen sekolah unggulan adalah mengenai
manajemen pelayanan sekolah yang prima dan harus
digagas beriring peningkatan efektifitas kerja. Menurut
Kamus Besar Bahas Indonesia layanan adalah membantu
menyiapkan apa-apa yang diperlukan seseorang58, Maka
layanan merupakan proses persiapan yang harus
dilakukan sebelum suatu lembaga diperlukan atau
dipergunakan jasanya.
Fandi Ciptono mendefenisikan layanan adalah
melakukan sesuatu bagi orang Lain.59 Berdasarkan uraian
di atas yang dimaksud layanan dalam penelitian ini adalah
suatu sikap yang dapat mengakibatkan rasa puas atau
tidak puas yang dialami konsumen pada saat terjadinya
proses tindakan. Sementara Zeitami dalam Mukhtar dkk
mendefinisikan layanan adalah penyampaian secara
58 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Loc, Cit.,hal.797 59 Mukhtar, dkk, Tata Kelola Madrasah Kontemporer (Jambi: KSP, 2016), hal. 25.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(111)
cerdas atas harapan pelanggan60. Dengan demikian, apa
yang disampaikan oleh Zeitami merujuk pada pemberian
jasa oleh lembaga pendidikan yang disiasati sebaik
mungkin (cerdas) dengan mekanisme pelayanan yang baik
untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Beberapa Indikator pelayanan yang umum antara
lain: efektifitas pelayanan dan efesiensi, dengan harapan
terciptanya kepuasan pelanggan. Maka dalam proses
membentuk manajemen sekolah unggulan, diperlukan
strategi awal berupa meningkatkan layanan lembaga
dengan metode yang efektif dan efesien sehingga
pemenuhan kepuasan konsumen dapat terpenuhi. Siswa
dan orang tua siswa yang merupakan konsumen utama
dari lembaga pendidikan sekolah harus ditempatkan
sebagai raja sebagaimana pameo yang berkembang bahwa
pembeli adalah rasa” maka menempatkan konsumen
sebagai raja akan berarti pemenuhan segala kebutuhan
konsumen harus diikuti dengan kepuasan konsumen
sehingga lembaga memiliki citra popsitif dimata
pengguna.
Mukthar, dkk menjelaskan dampak perbandingan
antara harapan pelanggan sebelum menerima sebuah
pelayanan dengan kinerja sesungguhnya yang diperoleh
oleh pelanggan. Menurut Sudaryono dalam Mukhtar, dkk,
60 Zeithaml, Valarie A. and Bitner, Mary Jo. Service Marketing.
McGraw Hill Inc, Int’l Edition, New York, 2008, p.85
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(112)
Hasil perbandingan tersebut dapat dikelompokan menjadi
disconfirmation dan confirmation. Secara rinci hasil
dampak perbandingan meliputi pertama Positve
disconfirmation terjadi jika hasil atau kinerja lebih besar
daripada harapan, kedua Simple Confirmation terjadi bila
hasil atau kinerja sesungguhnya sama dengan harapan
konsumen, ketiga Negative disconfirmation terjadi jika
hasil atau kinerja lebih kecil daripada harapan61
Teori kepuasan layanan sekolah akan berujung pada
kepuasan pelanggan. Masyarakat pengguna yang
menentukan kualitas suatu produk atau output. Salah
satu manfaat dari kepuasan layanan ini adalah dapat
membentuk terciptanya kesetiaan pelanggan untuk terus
menggunakan produk lembaga. Maka kepuasan pelanggan
menjadi cita-cita penting dalam proses pelayanan sekolah.
Oleh karenanya lembaga pendidikan harus
merestrukturisasi internal dengan perbaiakn tatakelola,
evaluasi seluruh pegawai, untuk kemudian
mempromosikan kekuatan lembaganya ketengah
masyarakat, agar kelak bias dipertanggungjawabkan,
karena kebanyakan sekolah sering hanya membuat
pencitraan tapi gagal dalam pembuktian.
Kepuasan layanan adalah kepuasan yang menyeluruh
yang meliputi pra pelayanan pelanggan dan proses
61 Mukhtar, dkk, Tata Kelola Madrasah Kontemporer (Jambi: KSP, 2016), hal. 27.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(113)
pelayanan pelanggan. Pra pelayanan meliputi
kemampuan program pelayanan, menguasai peraturan
tenaga administrasi, memahami tata cara berinteraksi
dalam pelayanan, dan menggunakan fasilitas pelayanan
administrasi. Proses pelayanan meliputi hubungan baik
dengan atasan, rekan sekerja dan pelanggan, sarpras
layanan untuk pelanggan sekolah sesuai standar, sikap
dalam pelayanan terhadap pelanggan dan tercapainya
suatu harapan yang menimbulkan perasaan puas terhadap
pelanggan melalui pengukuran kepuasan pelanggan.62
J. Pengembangan Model; Replikasi Teori kedalam Praktik Manajerial Kepala Sekolah
1. Kecerdasan Emosional dan Efektivitas Kerja
Efektivitas kerja dalam suatu organisasi kerja
ditandai oleh pola efisiensi dan alokasi sumber daya dalam
mengoptimalkan pencapaian tujuan. Salah satu sumber
daya tersebut adalah potensi sumber daya manusia
sebagai penggerak kerja organisasi.
Menurut Mullins, kapasitas sumber daya manusia
dalam sistem kerja adalah terciptanya keselarasan antara
jalur individual dan jalur organisasi yang sinergis.63 Jalur
individual ditentukan kemampuan kerja individu.
62 Mukhtar, dkk, Tata Kelola Madrasah Kontemporer (Jambi: KSP, 2016), hal. 234. 63 Mullins, op. cit., p. 959.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(114)
Kemampuan tersebut diantaranya menyangkut
kecerdasan emosional. Menurut McKluskey, di mana
dengan kemampuan seseorang dalam memahami diri,
memotivasi dan berempati dapat menjadi prediktor yang
sangat kuat untuk meraih keberhasilan di tempat kerja.64
Sinergisme sumber daya manusia, yang dapat
diciptkana oleh pimpinan (kepala sekolah) dilandasi oleh
kemampuannya dalam pengendalian emosional sehingga
mampu meningkatkan kepercayan bawahan untuk
pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan kepala sekolah
dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk
mengoptimalkan sumber daya secara efisien akan
berdampak pada kepuasan dalam proses kerja. Tugas dan
fungsi tersebut mencakup supervisi, perencanaan dan
organisasi, pengembalian keputusan, pengawasan,
perwakilan, koordinasi, konsultasi dan administrasi.
Faktor pengendalian diri dalam proses berjalannya
organisasi lebih banyak akan mempengaruhi pendekatan
dalam menghadapi dan mengkaji permasalahan dan
pemecahan masalah dalam pencapaian target-target
organisasi. Kepala sekolah dengan kecerdasan emosional
yang tinggi akan mampu memfokuskan pola efektivitas
kerja yang lebih baik, dibandingkan pimpinan yang
memiliki kecerdasan emosional rendah. Sekaligus
kecerdasan emosional pada tingkat yang optimal mampu
64 McClueskey, op. cit., pp. 2 - 3.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(115)
meningkatkan kinerja bawahan untuk lebih berpartisipasi
dalam berjalannya organisasi.
Untuk itu faktor pengalaman sebagai kepala sekolah
akan mampu menjawab faktor-faktor permasalahan dalam
mekanisme kerja, dan di lain pihak bahwa pengalaman
kerja dan sejalan dengan pengalaman dalam menghadapi
permasalahan kerja akan lebih memiliki potensi kuat
bahwa kecerdasan emosional memiliki efek strategis
dalam menciptakan efektivitas kerja.
2. Motivasi Kerja dan Efektivitas Kerja
Efektivitas kerja yang memfokuskan pada pola
pendayagunaan sumber daya dalam menjalankan
organisasi dalam pencapaian target. Target yang ingin
dicapai beorientasi pada efisiensi sumber daya manusia,
material, produk yang dihasilkan, peralatan yang
dimanfaatkan, serta pendanaan yang dibutuhkan. Apabila
diperhatikan dalam resiko motivasi kerja, maka
penentuan pelaksanaan motivasi kerja yang tinggi sangat
menentukan sebagai titik awal sebuah pekerjaan.
Menurut Ivancevich dan Matterson, dengan
motivasi kerja, orang akan bertindak dengan tujuan
tertentu dan cara yang terarah. Kondisi internal demikian
yang menuntun seseorang berbuat sesuatu.65 Ini berarti
sesuatu yang dalam konteks penelitian ini efektivitas kerja
65 Ivancevich dan Matterson, op. cit., p. 583.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(116)
akan menjadi target yang dicapai oleh kepala sekolah.
Orientasi pencapaian tujuan dari dorongan motivasi
sangat kuat juga ditekankan oleh Greenberg dan Baron,
bahwa motivasi adalah seperangkat proses yang dimiliki
individu dalam mengaktifkan, mengarahkan, dan
mempertahankan perilaku dalam mencapai tujuan.66
Pada tahap inilah bahwa motivasi kerja seperti juga
sudah diungkapkan di atas merupakan dorongan psikologi
untuk melakukan suatu perkerjaan yang indikator terlihat
pada kebutuhan eksistensi; (keberadaannya dalam
organisasi), kebutuhan terhadap hubungan (komunikasi
denga pihak lain) dan kebutuhan perkembangan yang
mengarah kepada suatu kemajuan secara terus menerus.
Disaat seseorang Kepala sekolah sudah mampu
melakukan aktivitas dan melihat hasil kerja keras sesuai
dengan harapan atau tujuan organisasi, maka disitu juga
terlihat bahwa seseorang akan terjadi efektivitas kerjanya.
Efektivitas kerja kepala sekolah disebabkan oleh
berbagai paktor pendorong untuk melakukan suatu tugas
organisasi, terutama tugas-tugas spesifik dalam organisasi
yang dipimpin.
3. Pengetahuan Manajerial dan Efektivitas Kerja
Efektivitas kerja dalam suatu organisasi kerja
ditandai oleh pola efisiensi dan alokasi sumber daya dalam
mengoptimalkan pencapaian tujuan. Salah satu sumber 66 Greenberg dan Baron, op. cit., p. 180.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(117)
daya tersebut adalah potensi sumber daya manusia
sebagai penggerak kepemimpinan suatu organisasi.
Menurut Kreitner, pengetahuan manajerial dalam
kepemimpinan merupakan kapasitas untuk mencapai
tujuan organisasi dengan keterampilan dan kompetensi
tertentu.67 Kenyataannya, manajer yang berhasil saat ini
memerlukan semua keterampilan konseptual, teknik,
administratif, dan interpersonal. Dalam hal ini,
pengetahuan berkaitan dengan aspek kapasitas
pengetahuan sebagai landasan untuk bekerja. Untuk itu
pengetahuan manajerial menjadi pendorong, penggerak
sekaligus pemicu dalam diri seorang kepala sekolah dalam
memimpin organisasi sekolah memiliki kekuatan khusus,
yakni pengarah yang potensial.
Efektivitas yang didukung oleh sinergisme sumber
daya manusia, maka seorang manejer harus menunjukkan
pola kepemimpinan yang sinergis yang mampu
meningkatkan kepercayaan bawahan untuk pencapaian
tujuan organisasi. Kepala sekolah sebagai wujud seorang
manajer yang memiliki tugas dan fungsi dalam
mengoptimalkan sumber daya secara efisien dalam
mencapai tujuan dan kepuasan dalam proses kerja akan
lebih dalam bertugas dan berfungsi sebagai supervisi,
perencanaan dan organisasi, pengembalian keputusan,
67 Kreitner, op. cit., p. 34.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(118)
pengawasan, perwakilan, koordinasi, konsultasi dan
administrasi.
4. Kecerdasan Emosional dan Pengetahuan Manajerial
Efektivitas dalam pendayagunaan sumber daya
manusia tidak dapat dipisahkan dari faktor pengetahuan
manajerial. Dalam hubungan hirarkhis organisasi, maka
peran manajerial pada setiap tingkat struktur akan
menjadi terpengaruh oleh tinggi rendahnya kecerdasan
emosional yang dimiliki oleh setiap individu dalam
organisasi tersebut. Menurut Harlock, di dalam
kecerdasan emosional, faktor emosi mewarnai persepsi
individu terhadap diri maupun lingkungannya. Orang yang
dalam keadaan emosi biasanya tidak berpikir tenang.68
Bahkan, dijelaskan oleh Krug dan Cass, bahwa orang yang
dalam keadaan tenang akan menerima informasi dengan
baik, sebaliknya orang yang dalam keadaan khawatir akan
menunjukkan sikap kecurigaan atau kecemasan yang
tinggi.69 Keadaan seperti ini akan menjadi faktor
pengganggu persepsi seseorang sehingga informasi yang
diterima bisa terganggu.
Dipandang dari pengetahuan manajerial maka
terkait dengan adanya kecerdasan emosional akan
berpengaruh terhadap mekaniisme kepala sekolah
membangun pengetahuan manajerialnya. Kondisi emosi
68 Harlock, op. cit., p. 203. 69 Krug dan Cass, op. cit., p. 8.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(119)
yang terkontrol akan membawa persepsi yang positif
tentang manajerial kepala sekolah. Hal ini didasarkan
bahwa faktor manajerial merupakan jiwa pada masing-
masing individu.
Untuk itu pada organisasi sekolah faktor
kecerdasan emosional yang mempunyai indikator
mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi
diri, mengenali emosi orang lain/berempati dalam
membina hubungan ketika berinteraksi dengan orang lain
akan menentukan tinggi rendahnya pengetahuan
manajerial. Pengetahan manejerial seperti ini mutlak
sangat dibutuhkan seorang kepala sekolah yang ingin
menguasai suatu sistem kerja unggulan.
5. Motivasi Kerja dan Pengetahuan Manajerial
Setiap kepala sekolah memiliki keunikan tersendiri.
Sesuai dengan keunikan ini seorang memiliki motif yang
mungkin berlainan dengan orang lain sekalipun mereka
dalam perkejaan yang sama, waktu yang sama dan latar
belakang yang sama. Itulah sebabnya seseorang boleh
saja mendapat gaji yang berbeda jumlahnya tetapi masing-
masing menuntaskan pekerjaan mereka dengan
baik/efektif kerja, dan sebaliknya bisa saja mereka
memiliki yang sama tetapi tidak memiliki pencapaian
kerja yang sama seorang kepala sekolah yang memiliki
dorongan untuk mendapat kesuksesan berarti ia memiliki
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(120)
motivasi kerja yang tinggi oleh karena dorongan
pemenuhan kebutuhan dan lainnya.
Seorang kepala sekolah yang mendambakan sukses
dalam pekerjaannya yaitu dapat mencapai efektivitas
kerja, tidak dapat dipisahkan oleh penegtahuannya
tentang manajerial. Ini berarti dalam diri kepala sekolah
harus terdorong untuk menguasai pengetahuan manajeria.
Kondisi internal yang dipicu oleh motivasi kerja
memungkinkan melakukan usaha dalam kerja.
Menurut content theories, seseorang
mengidentifikasi factor-faktor yang menjadi penyebab
melakukan usaha dalam kerja, mka ia akan
mengidentifikasi kebutuhan tersebut dan akan
mengejarnya untuk memenuhinya.70 Kuatnya pengaruh
motivasi kerja terhadap pengetahuan manajerial
ditentukan oleh kuatnya pengaruh dari target yang ingin
dicapai kepala sekolah yaitu efektivitas kerja. Dengan
pengetahuan manajerial yang tinggi maka seorang kepala
sekolah akan lebih mampu memampaatkan sumberdaya
di dalam unit organisasinya.
Seorang kepala sekolah yang memiliki dorongan
untuk menciptakan efektivitas kerja maka ia akan
berusaha melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan
baik dan efektif. Jika seorang kepala sekolah tidak
melakukan tugasnya dengan baik, maka ia kenirja hasil 70 Nawawi, op. cit., p. 29.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(121)
perkerjaannya akan terganggu bahkan bisa terancam
dipecat sehingga penghasilannya akan hilang. Oleh karena
itu jika seorang kepala sekolah memiliki dorongan untuk
mendapat pengalaman pekerjaan sebagai kepala sekolah
yang sukses, maka ia akan berusaha melakukan yang
terbaik sehingga pengalamannya meningkat.
Jika seorang kepala sekolah memiliki dorongan
untuk mendapatkan prestasi dalam perkejaannya maka ia
akan berusaha bekerja dengan efektivitas kerja yang baik
sehingga kebutuhan prestasinya terpenuhi. Keterakitan ini
menunjukkan bahwa makin tinggi motivasi kerja kepala
sekolah makin tinggi pula tingkat pengetahuan
manajerialnya dan sebaliknya.
K. Pendalaman Materi Kepemimpinan
4. Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan
Pendalaman materi kepemimpinan ini dimaksudkan
sebagai tambahan pengayaan bagi kepala sekolah agar
dapat mewujudkan manajemen sekolah unggulan dengan
menguatkan kapasitas kepala sekolah menjadi seorang
pemimpin yang sesuai dengan karakter organisasi dan
sesuai harapan dari sekelompok orang yang dipimpin.
Ada banyak model kepemimpinan telah diungkapkan
para ahli, dari kepemimpinan kharismatik hingga model
kepemimpinan transformasional. Namun pengayaan
materi disini tidak dimaksudkan untuk memperkenalkan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(122)
berbagai model kepemimpinan karena pada dasarnya
model kepemimpinan bersifat sesuai peruntukan.
Misalkan pada organisasi yang dinamis mengehendaki
kepemimpinan demokratis sedangkan pada
kepemimpinan sosial masyarakat lebih pada
kepemimpinan kharismatik. Pendakatan kepemimpinan
pada pembahasan kali ini lebih diarahkan pentingnya
membangun kepemimpinan yang ideal.
Mukhtar dkk mengungkapan bahwa kepemimpinan
memiliki peranan sangat penting dalam meningkatkan
kinerja bagi pegawai agar dapat memberikan hasil kerja
yang maksimal. Kepemimpinan memiliki pengaruh
terhadap kinerja pegawai. 71.
Jika kepemimpinan memiliki pengaruh besar
terhadap kinerja pegawai, dengan demikian ketercapaian
tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pimpinan. Kepala
sekolah merupakan pejabat profesional yang ada dalam
organisasi sekolah dan bekerjasama dengan guru-guru,
staf dan pegawai lainnya dalam mendidik peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan. Kepala sekolah yang
profesional akan mengetahui kebutuhan dunia pendidikan
serta kebutuhan sekolah secara spesifik, dengan demikian
ia akan melakukan penyesuaian agar pendidikan dan
71
Mukhtar, dkk Memaksimalkan kinerja sekolah p7
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(123)
sekolah mampu untuk berkembang dan maju, sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.72
Mengingat pentingnya peran kepala sekolah yang akan
berhubungan dengan pencapaian tujuan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, maka pengetahuan ilmu
kepemimpinan menjadi mutlak harus dikuasai seorang
kepala sekolah yang menjadi nahkoda dalam menjalankan
organisasi lembaga pendidikan yang dijalankannya.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah banyak
diteliti oleh para ahli. Kepemimpinan dalam sebuah
organisasi diharapkan bisa membuat individu dalam
organisasi bisa berperilaku sesuai dengan prilaku yang
diinginkan pemimpin organisasi. Maka, seorang
pemimpin haruslah bisa memahami perilaku individu-
individu di dalam organisasi yang dipimpinnya untuk bisa
bekerja sama, maka peran pemimpin menjadi sangat
penting dalam keberhasilan organisasi yang dipimpinnya
dalam hal arahan, supportif, partisipatif dan orientasi
prestasi untuk kepuasan kerja, komitmen organisasi dan
kinerja bawahan.
Dalam sebuah organisasi bawahan bekerja selalu
tergantung pada pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki
kemampuan memimpin, maka tugas-tugas yang sangat
kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik.
72
Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan
Kepala Sekolah (Bandung: Alfabeta. 2014), hal. 49.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(124)
Gibson dalam Soegihartono mengemukakan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan
menggunakan pengaruh dan memotivasi individu untuk
mencapai tujuan organisasi.
Kemampuan disini merujuk pada penguasaan
manajerial pimpinan dan kecerdasan emosional pimpinan
dalam mengenal waqtak dan karakter bawahan, sehingga
semakin besar kemampuan yang dimiliki pimpinan akan
semakin besar puia peluang pencapaian tujuan organisasi.
Di lingkungan pendidikan khusunya sekolah, sangat
dibutuhkan kepemimpinan yang mampu menyerap
aspirasi bawahan. Model ini dikenal sebagai
kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan yang
demokratis akan terlihat dari partisipasi pemimpin dalam
mendorong bawahannya dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Kurangnya komunikasi pimpinan dengan
bawahan dalam memecahkan masalah menunjukkan tidak
ditemukannya ciri kepemimpinan demokratis. Ditemukan
pula kepala sekolah yang kurang memberikan kesempatan
kepada bawahan dalam hal mengemukakan pendapat
untuk kemajuan sekolah, kurang bisa menghargai ide yang
diberikan oleh bawahan pada saat rapat adalah ciri lain
tidak dijalankannya kepemimpinan demokratis.
Kepemimpinan kepala sekolah akan berhubungan
dengan kompetensi kepala sekolah, baik hard skill maupun
soft skills, untuk mempengaruhi seluruh sumber daya
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(125)
sekolah agar mampu mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu
memberdayakan seluruh potensi yang ada di sekolah
dengan optimal, sehingga pegawai dapat ikut merasa ikut
terlibat dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan oleh sekolah.73
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin memiliki
peranan penting dalam melaksanakan visi pendidikan.
Dalam hal ini, kepala sekolah memiliki pengaruh
signifikan terhadap kualitas praktik pengajaran dan
pencapaian belajar peserta didik di sekolah. Kepala
sekolah melaksanakan fungsi kepemimpinan yang
melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya,
dalam rangka memetakan arah pendidikan sekolah di
masa yang akan datang, mengembangkan pencapaian
kualitas sekolah yang diharapkan, memelihara fokus
perhatian terhadap proses pengajaran dan pembelajaran
yang efektif, serta membangun lingkungan belajar yang
kondusif untuk menghasilkan peserta didik yang unggul.74.
Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu tantangan
yang dihadapi bagi seorang kepala sekolah adalah
bagaimana ia dapat mengarahkan dan menggerakkan para
bawahannya agar mau bekerja sesuai dengan
73
Mukhtar, dkk Memaksimalkan kinerja Sekolah 74
Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Op. Cit., hal. 184.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(126)
kemampuannya untuk kepentingan sekolah atau
organisasi. Salah satu yang perlu dilakukan adalah
memotivasi bawahan untuk dapat melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai seorang pegawai yang
baik. Memotivasi bawahan merupakan kerja penting
seorang kepala sekolah yang dapat dimulai dengan banyak
metode yang intinya bertujuan untuk menggali informasi
sebanyak-banyaknya tentang karakter bawahan.
5. Gaya Kepemimpinan
Lias Hasibuan mengungkapkan, salah satu hal yang
harus dimiliki oleh seorang pimpinan adalah melakukan
inovasi terhadap lembaganya, yakni sebuah upaya
melakukan terobosan-terobosan baru yang positif yang
menjadikan lembaganya lebih baik dan lebih maju. Inovasi
dapat diartikan sebagai suatu proses di mana suatu objek
atau praktik baru dimunculkan ke permukaan dan
diadopsi oleh individu atau kelompok. Proses ini berawal
dari adanya temuan (invention)diikuti oleh proses
pengembangan (development), dan proses adopsi
(adoption)dan pelembagaan (institutionalization).75
Kepemimpinan tidak sekedar memberi perintah.
Merespon gejala agar bawahan mengambil tindakan
adalah efek yang dihasilkan dari model kepemimpinan
transformasional. Rahmi menjelaskan bahwa
75
Lias Hasibuan, Kurikulum & Pemikiran Pendidikan (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2010), hal. 64.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(127)
kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses di
mana pemimpin mengambil tindakan-tindakan untuk
meningkatkan kesadaran rekan kerja mereka tentang apa
yang benar dan apa yang penting, dan untuk
meningkatkan kematangan motivasi rekan kerja mereka
serta mendorong mereka untuk melampaui minat pribadi
mereka demi mencapai kemaslahatan kelompok,
organisasi, atau masyarakat.76
Kepemimpinan di lembaga pendidikan pada
rinsipnya adalah bagaimana menciptakan tatanan
pelayanan yang efektif, sinergis dan tangguh. Rahmi dalam
Menjadi Pemimpin Inovatif selanjutnya mengatakan
bahwa dalam organisasi pendidikan terdapat tujuh prinsip
utama yang dimiliki oleh pemimpin transformasional
sebagai pola dasar untuk menciptakan tatanan sinergis
dalam organisasi, antara lain:
1). Simplikasi.
Keberhasilan dari kepemimpinan pendidikan diawali
dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan
tujuan pendidikan. Kemampuan serta keterampilan
dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan
tentu saja transformasional yang dapat menjawab
“kemana kita akan melangkah?” menjadi hal yang
penting untuk diimplementasikan.
76
Sri Rahmi, Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi: Ilustrasi
di Bidang Pendidikan (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), hal. 60.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(128)
2). Motivasi.
Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari
setiap anggota organisasi pendidikan yang terlibat
tehadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua
yang perlu dilakukan. Pada saat pemimpin
transformasional dapat menciptakan suatu sinergis
di dalam organisasi pendidikan, berarti seharusnya
pemimpin transformasional dapat pula
mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi
kepada setiap pengikutnya.
3). Fasilitas.
Dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
mefasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam
organisasi pendidikan secara kelembagaan,
kelompok, ataupun individual. Hal ini akan
berdampak pada semakin bertambahnya modal
intelektual dari setiap anggota organisasi yang
terlibat di dalamnya.
4). Inovasi.
Yaitu kemampuan untuk secara berani dan
bertanggung jawab melakukan suatu perubahan
bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan
dengan perubahan yang terjadi.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(129)
5). Mobilitas.
Yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada
untuk melengkapi dan memperkuat setiap anggota
organisasi yang terlibat di dalamnya dalam mencapai
visi dan tujuan.
6). Siap siaga. dan
7). Tekad.
Yaitu tekad bulat untuk terus sampai pada akhir,
tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan
baik dan tuntas.77
Seorang kepala sekolah merupakan pimpinan dari
lembaga yang dipimpinnya. Ia tidak hanya menjadi tempat
bersandar pada bawahan dan menjadi arus utama ide
gagasan organisasi, namun seorang pemimpin adalah
sumber pertama dalam menjalankan visi misi lembaga,
sebagai sumber dari berbagai instruksi dan alamat
terakhie pemecahan masalah seluruh bawahan. Deddy
Mulyadi menjelaskan fungsi umum dari kepemimpinan
adalah :
1) Menciptakan visi.
Perbedaan seorang pemimpin dan manajer
terletak pada visinya. Kalau pemimpin selalu
mempunyai visi sedangkan seorang manajer tidak
perlu mempunyai visi.
77
Mukhtar, Dr. Muspawi, dkk, Menjadi Pemimpin Inovatif., hal. 61.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(130)
2) Mengembangkan budaya organisasi.
Dalam menjabarkan dan merealiasikan visi, para
anggota organisasi dan pemimpinnya harus
berpikir, bersikap dan berperilaku tertentu dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan berperilaku
tertentu yang sesuai dengan visi kepastian dapat
merealisasi visi lebih tinggi. Agar para
pengikutnya berpikir, bersikap, dan berperilaku
tertentu, pemimpin harus menetapkan pedoman
perilaku dalam bentuk norma-norma.
3) Menciptakan sinergi.
Konflik dalam batas tertentu memang
bermanfaat untuk menciptakan sesuatu yang
baru. Tanpa perbedaan pendapat organisasi akan
terjebak pada aktivitas rutin. Jika konflik tidak
bermanfaat dan menghabiskan energi organisasi
bahkan dapat menghancurkannya apabila
berkembang menjadi konflik destruktif. Disana
pemimpin berperan untuk mempersatukan para
pengikutnya agar mampu menciptakan sinergi
yang positif di masa mendatang.
4) Memberdayakan (Empowerment) anggota
organisasi. Pemberdayaan berarti kemampuan
untuk melakukan sesuatu atau tindakan, juga
merupakan salah satu aspek pengembangan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(131)
oragnisasi yang menyangkut pengembangan
organisasi dan sumberdaya organisasi.
5) Menciptakan perubahan.
Kepemimpinan berkaitan untuk menciptakan
perubahan dan pemimpin selalu disebut agen
perubahan.
6). Memotivasi pengikut.
Motivasi para pengikut mempunyai korelasi
dengan kinerja seseorang. Kinerja adalah fungsi
dari kemampuan dan motivasi.
7). Mewakili sistem sosial.
8). Membelajarkan organisasi.78
Banyak model kepemimpinan yang bisa diterapkan.
Namun model kepemimpinan yang paling ideal dalam
konstek kekinian terlebih di dunia pendidikan adalah
model kepemimpinan transformasional karena model
kepemimpinan ini lebih bersifat demokratis dan aspiratif.
Musypawi menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kepemimpinan transformasional ialah
kesanggupan seorang pemimpin dalam mengenali setiap
perubahan lingkungan kemudian menggerakkan bawahan
78
Deddy Mulyadi, Perilaku Organisasi & Kepemimpinan Pelayanan: Konsep
dan Aplikasi Administrasi, Manajemen, dan Organisasi Modern, (Bandung:
Alfabeta, 2015), hal. 171.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(132)
agar dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan serta
pembaharuan untuk mencapai tujuan organisasi.79
Mengenai pengertian gaya kepemimpinan, Thoha
mengemukakan “Gaya kepemimpinan adalah suatu pola
perilaku yangditunjukkan dan diketahui oleh pihak lain
ketika berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang
lain.”80
Pengertian lain dijelaskan pula oleh Karwati bahwa
gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik, atau
penampilan yang dipilih pemimpin dalam melaksanakan
tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang
pemimpin satu dengan yang lainnya berbeda, tergantung
pada situasi dan kondisi kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya
kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten
yang ditunjukkan oleh pemimpin dan ketahui pihak lain
ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-
kegiatan orang lain.81
79
Musyfawi, disertasi 80
Miftah Thoha, kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), hal. 76. 81
Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala
Sekolah: Membangun Sekolah yang Bermutu (Bandung: Alfabeta, 2013), hal.
178.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(133)
6. Mengenal Sendiri Kemampuan Pemimpin
Proses menemukenali diri berikut gaya kepemimpinan
dari seorang Kepala Sekolah perlu dilakukan sebagai
bahan awal untuk membangun konstruksi manajemen
yang baru. Bagaimana mungkin seorang kepala sekolah
mampu membaca karakter bawahan dan lingkungan
organisasi tanpa terlebih dulu ia mengenal karakternya
dalam hal gaya kepemimpinan.
Setelah mampu menemukenali karakter
kepemimpinan, seorang kepala sekolah melakukan
evaluasi dan membuat perencanaan setelah mengetahui
potensi kepemimpinannya (plus minus) dan potensi
bawahannya. Selanjutnya diadakan pemetaan untuk
membangun manajemen birokrasi yang baik. Tahap
membangun sistem birokrasi sekolah merupakan tahapan
terpenting dalam membangun manajemen sekolah
unggulan. Tahapan ini antar lain meliputi :
1. Membangun sistem administrasi yang ringkas,
efektif dan efesien.
2. Menciptakan jalur koordinasi antar staf, sesama
staf, dan atasan
3. Membuat distribusi kerja yang berimbang, sesuai
dan berdasarkan kapasitas bawahan
4. Membangun kritik dan saran secara terbuka
5. Implementasi ke bidang manajemen lainnya.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(134)
Selanjutnya kepala sekolah dapat mematangkan
Konstruksi manajemen sekolah unggulan dengan langkah
sebagai berikut :
1. Mengadakan rapat dan pertemuan kepada seluruh
staf dan majlis guru tentang perbaikan manajemen
sekolah.
2. Memotivasi staf dan para guru untuk memberikan
ide pengembangan terhadap sekolah. Teori
manajemen menurut Sondang P Siagian
menekankan pentingnya partisipasi para karyawan
dalam berbagai proses pengambilan keputusan
terutama yang menyangkut nasib, karier dan
pekerjaan mereka. Selanjutnya Sondang
menambahkan apabila para karyawan diikut
sertakan untuk membahas, menganalisis dan
menyampaikan ide mereka tentang perubahan yang
akan terjadi, dampak positifnya antara lain :
a. Timbulnya perasaan bahwa manajemen tidak
mendiktekan keinginannya saja
b. Mereka dapat mempersiapkan diri menghadapi
situasi dan tugas baru
c. Jmereka bersedia membuat komitmen baru
d. Mengurangi ketakutan terhadap ketidakpastian
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(135)
e. Pada akhirnya berakibat pada peningkatan
produktivitas kerja individu, kelompok dan
organisasi secara keseluruhan 82
3. Membangun persepsi dan paradigma baru bahwa
sekolah merupakan milik bersama yang menjadi
tanggung jawab bersama. Paradigma milik bersama
diyakini akan mampu menumbuhkan semangat
juang staf.
4. Membangun komunikasi kepada komite sekolah
dan para pihak mengenai saran dan masukan
pengembangan sekolah.
5. Membentuk tim khusus bersama kepala sekoloah
untuk merancang pola sistem manajemen terpadu
antar kebutuhan sekolah, kebutuhan pengelola,
masyarakat pengguna, guru, anak didik dan
merancangnya dalam suatu format manajemen baru
berupa manajemen sekolah unggulan.
Urgensi lain kepala sekolah agar terus mengasah
kemampuan kepemimpinannya karena kepala sekolah
dituntut mampu membuat peraturan penting dalam tata
kerja manajemen yang dibangunnya yang paling
sederhana adalah prosedur kerja.
82
Sondang P Siagian Manajemen Sumber daya Manusia, Bumi Aksara 2002 -
314
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(136)
Sondang P Siagian dalam Manajemen Sumberdaya
merumuskan bahwa prosedur kerja akan mengatur
berbagai hal :
1. Pola pengambilan keputusan
2. Pola koordinasi
3. Pola pendelegasian wewenang
4. Jalur dan saluran pertanggungjawaban
5. Pola hubungan kerja
6. Baik vertikal maupun horizontal
7. Pola, format, frekuensi dan alamat laporan
8. Mekanisme pemecahan masalah,
9. Langkah yang harus ditempuh dalam
penyelesaian tugas
10. Interkasi dengan pihak eksternal
11. Dan hal lain yang dianggap perlu83
83
Sondang P Siagian Manajemen Sumberdya Manusia, Bumi Aksara 2002 p. 11
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(137)
”Sebagian besar responden
menganggap dukungan pengetahuan
manajerial, pengetahuan secara
konseptual dan pengetahuan secara
teknik, serta pengetahuan secara
hubungan manusia di madrasah Kota
Jambi belum memadai dan memerlukan
adanya peningkatan guna
pengembangan efektivitas kerja kepala
sekolah pada saat ini”
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(138)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(139)
BAGIAN KELIMA
PENELITIAN TENTANG EEFEKTIVITAS FAKTOR PENTING PENGEMBANGAN MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
G. Efektifitas Kerja dan Variabel-variabel pendukung Model Manajamen Sekolah Unggulan.
1. Tujuan Penting Penelitian
Penelitian kuantitatif mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas kerja dalam rangka membangun
manajemen sekolah unggulan ini dilakukan untuk
mengetahui dan membuktikan pengaruh model efektivitas
kerja, ditinjau dari kecerdasan emosional, motivasi kerja,
dan pengetahuan manajerial. Secara operasional tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui
dan membuktikan hal-hal sebagai berikut:
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(140)
1. Pengaruh langsung kecerdasan emosional
terhadap efektivitas kerja.
2. Pengaruh langsung motivasi kerja terhadap
efektivitas kerja.
3. Pengaruh langsung pengetahuan manajerial
terhadap efektivitas kerja.
4. Pengaruh langsung kecerdasan emosional
terhadap pengetahuan manajerial.
5. Pengaruh langsung motivasi kerja terhadap
pengetahuan manajerial.
Dengan mengetahui adaya pengaruh ini akan
menjadi suatu wacana penting bagi pihak sekolah yang
ingin membangun manajemen sekolah unggulan bahwa
sangat dipentingkan untuk memperbaiki manjemen
sekolah terlebih dahulu dengan menguatkan faktor-faktor
yang berhubungan dengan efektifitas kerja yakni variabel-
variabel dalam penelitian ini.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di seluruh Sekolah Madrasah
tingkat Tsanawiyah (MTs) di provinsi Jambi. dilaksanakan
dalam waktu 6 (enam) bulan,. Data dalam penelitian
dikumpulkan menggunakan instrumen yang berupa
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(141)
kuesioner.84 Masing-masing kuesioner dikembangkan
dengan prosedur sebagai berikut: menyusun definisi
konseptual, menyusun defisnisi operasional, menyusun
kisi-kisi instrumen, menuslis butir instrumen, dan
melakukan kalibrasi instrumen melalui uji coba terhadap
sejumlah sampel.
3. Materi Penelitian
Efektivitas kerja adalah pencapaian tujuan dari tugas
dan fungsi dalam mengoptimalkan sumber daya secara
efisien selama proses kerja. Efektivitas kerja dalam
penelitian ini merupakan penilaian guru terhadap
pencapaian tujuan dari tugas dan fungsi kepala sekolah
dalam mengoptimalkan sumber daya secara efisien selama
proses kerja dalam bentuk skor setelah mengisi instrumen
penelitian yang mengukur:
1. Penetapan tujuan madrasah;
2. Pembagian tugas;
3. kerjasama;
4. pemanfaatan fasilitas kerja;
5. pemberian wewenang, dan
6. pengawasan.
84 Masing-masing Kuesioner pada Lampiran 1 tentang Instrumen Penelitian.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(142)
Tabel 1. Instrumen Efektivitas Kerja
No Indikator Efektivitas Kerja
Nomor Butir
1. Penetapan tujuan madrasah
1, 2, 3, 4,
2. Pembagian tugas
5,6, 7,
3. Kerjasama
8, 9, 10,11, 12,
4. Pemanfaatan fasilitas kerja
13, 14, 15,16, 17,
5. Pemberian wewenang
18, 19, 20,21, 22, 23, 24, 25,26
6. Pengawasan
27,28,29
Jumlah 29 Butir
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, berempati
dalam membina hubungan dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Dalam penelitian ini, kecerdasan emosional
dimaksudkan sebagai kemampuan seseorang yang dalam
konteksi ini adalah kepala sekolah dalam berinteraksi
dengan orang lain yang ditandai dengan: mengenali emosi
diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali
emosi orang lain/berempati, dan membina hubungan yang
tercermin dari skor yang diperolehnya setelah mengisi
instrumen penelitian.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(143)
Tabel 2. Instrumen Kecerdasan Emosional
No Indikator Kecerdasan Emosional
Nomor Butir
1. Mengenali emosi diri 1, 2, 3, 4, 5
2. Mengelola emosi diri 6, 7, 8, 9, 10
3. Memotivasi diri 11, 12, 13, 14, 15
4. Mengenali
emosi orang lain/berempati
16, 17, 18, 19, 20
5. Membina hubungan 21, 22, 23, 24, 25
Jumlah 25 Butir
Motivasi kerja adalah kekuatan psikologis dalam
diri seseorang yang menentukan arah perilaku dalam
organisasi yang dinyatakan sebagai tingkat ketekunan dan
upaya yang dilakukan.
Motivasi kerja juga merupakan penilaian diri kepala
sekolah dalam berusaha melaksanakan pekerjaannya,
meliputi: (1) pengharapan usaha untuk berhasil, (2)
penghargaan yang bernilai (valence), (3) pengaktifan
dorongan kepada tujuan bekerja, (4) pengharapan
terhadap usaha berprestasi, (5) mempertahankan
intensitas dalam berusaha, dan (6) kegigihan dalam
berusaha yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah
menjawab butir instrumen.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(144)
Tabel 3. Instrumen Motivasi Kerja
No Indikator Motivasi Kerja No. Butir
1. Pengharapan usaha untuk berhasil. 1, 2, 3, 4,
2. Penghargaan yang bernilai (valence).
5,6, 7, 8, 9, 10
3. Pengaktifan dorongan kepada tujuan bekerja.
11, 12, 13,
4. Pengharapan terhadap usaha berprestasi.
14,15, 16,
5. Mempertahankan intensitas dalam berusaha
17,18,19, 20, 21
6. Kegigihan dalam berusaha. 22,23,24,25,26
Jumlah 26 Butir
Pengetahuan manajerial adalah penguasaan
seseorang mengenai istilah, spesifikasi, dan klasifikasi
mengenai kemampuan di dalam melakukan kegiatan
manajemen. Pengetahuan manajerial merupakan
penguasaan seseorang yang dalam konteks ini adalah
kepala sekolah mengenai istilah, spesifikasi, dan klasifikasi
di dalam melakukan kegiatan manajemen dengan
menjawab sejumlah pertanyaan yang mengukur
kemampuan di dalam melakukan kegiatan manajemen,
yakni: membuat perencanaan, keterampilan
berkomunikasi, kepemimpinan, dan pendelegasian dan
pengawasan.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(145)
Tabel. 4 Instrumen Pengetahuan Manajerial
No
Indikator
Penge
tahuan
Aspek Manajerial
Jum
lah Mem
buat
Peren
canaan
Keteram
pilan
Berkomu
nikasi
Kepemi
mpinan
Penga
wasan
1
Istilah
1, 2
3, 4
5, 6
7, 8
8
2
Spesifikasi
9, 10, 11
12, 13, 14
15, 16, 17
18, 19, 20
12
3
Klasifikasi
21, 22,
23, 24
25, 26, 27
28, 29
9
Jumlah Butir
7
7
8
7
29
Butir
H. Analisa Matematis Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian maka didapat distribusi
frekuensi skor, dimana frekuensi responden terbanyak
pada kelas interval kedua dengan interval 101 sampai
dengan 108, yakni: 17 responden (28,34%). Rentang ini
merupakan distribusi skor yang berada di bawah rerata
(109,62). Ini berarti sebagian besar distribusi skor
efektivitas kerja kepala sekolah di bawah harga rerata
yaitu 32 responden (53,34%). Untuk memberikan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(146)
gambaran tentang pola distribusi data tersebut di atas,
selanjutnya dibuat gambar histogram gambar berikut.
Selanjutnya, frekuensi responden terbanyak di
bawah kelas interval ketiga dengan kelas interval 17
sampai dengan 19, yakni: 21 responden (36,00%).
Rentang ini merupakan distribusi skor yang berada di
bawah rerata (18,78).
Ini berarti secara keseluruhan sebagian besar
distribusi skor kecerdasan emosional kepala sekolah
berada di bawah harga rerata 36,00%.
Untuk memberikan gambaran tentang pola distribusi
data tersebut di atas, selanjutnya dibuat gambar
histogram sebagai berikut:
Gambar Histogram Skor Efektivitas Kerja
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(147)
Gambar . Histogram Skor Kecerdasan Emosional
Kemudian dari distribusi frekuensi skor
menjelaskan bahwa frekuensi responden terbanyak pada
kelas interval kelima dengan interval 98 sampai dengan
101, yakni: 20 responden (33,35%). Rentang ini
merupakan distribusi skor yang berada di atas rerata
(97,47). Ini berarti secara keseluruhan sebagian besar
distribusi skor motivasi kerja kepala sekolah berada di
atas harga rerata yaitu 34 responden (66,68%). Untuk
memberikan gambaran tentang pola distribusi data
tersebut di atas, selanjutnya dibuat gambar histogram
sebagai berikut:
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(148)
Gambar. Histogram Skor Motivasi Kerja
Selanjutnya frekuensi responden terbanyak pada
kelas interval ketiga dengan interval 22 sampai dengan 23,
yakni: 15 responden (25, 00%). Rentang ini merupakan
distribusi skor yang berada di bawah rerata (21,93). Ini
berarti secara keseluruhan sebagian besar distribusi skor
pengetahuan manajerial kepala sekolah berada di bawah
harga rerata yaitu 26 responden (43,33%). Untuk
memberikan gambaran tentang pola distribusi data
tersebut di atas, selanjutnya dibuat gambar histogram
sebagai berikut:
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(149)
Gambar Histogram Skor Pengetahuan Manajerial
C. Pengujian Penelitian
Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
signifikansi dari masing-masing jalur yang menjadi
hubungan kausalitas antar variabel. Fokus pengujian
adalah pada analisis jalur dengan pendekatan nilai
koefisien regresi dan keberartian korelasi.
Kelas Interval Pengetahuan Manajerial
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(150)
Tabel 5 Rangkuman Hasil Pengujian penelitian No Hipotesis
Statistik Harga Koefisien Jalur
Hasil UJi Keberartian Koefisien Jalur
Kesimpulan Uji
1 Ho : β 41 ≤ 0 H1 : β 41 > 0
ρ41= 0,206 thit= 2,067* (Ho ditolak)
Tedapat pengaruh langsung positif kecerdasan emosional terhadap efektivitas kerja yang Signifikan
2 Ho : β 42 ≤ 0 H1 : β 42 > 0
ρ42= 0,480 thit= 4,859** (Ho ditolak)
Terdapat pengaruh langsung posititf motivasi kerja terhadap efektivitas kerja yang sangat signifikan.
3 Ho : β 31 ≤ 0 H1 : β 31 > 0
ρ31= 0,320 thit= 2,606** (Ho ditolak)
Terdapat pengaruh langsung positif kecerdasan emosional terhadap pengetahuan manajerial yang sangat signifikan
4 Ho : β 32 ≤ 0 H1 : β 32 > 0
ρ32= 0,297 thit= 2,42** (Ho ditolak)
Terdapat pengaruh langsung positif motivasi kerja terhadap pengetahuan manajerial yang sangat signifikan.
5 Ho : β 43 ≤ 0 H1 : β 43 > 0
ρ43= 0,267
thit= 2,63** (Ho ditolak)
Terdapat pengaruh langsung positif pengetahuan manajerial terhadap efektivitas kerja yang sangat Signifikan
Keterangan: t (0,05) (59)= 1,67 t (0,01) (59)= 2,39
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(151)
D. Analisis Konspetual Penelitian
Berdasarkan hasil pengujian dalam penelitian ini,
seperti telah dirangkum hasil pada Tabel 5 dapat
diperoleh bahwa kelima hipotesis penelitian telah teruji.
Oleh karena seluruh hipotesis teruji, maka secara empirik
penelitian ini berhasil membuktikan teori-teori yang
mendasari dalam penyusunan kerangka teoretik guna
menarik hipotesis penelitian yang diuji melalui penelitian
ini. Dengan hasil tersebut, berarti hasil penelitian ini tidak
bertentangan dengan teori-teori yang menjadi acuan
pengajuan hipotesis penelitian.
Pada bagian ini pembahasan hasil penelitian
menjelaskan secara rasional dan teoretik tentang faktor-
faktor yang terkait dengan efektivitas kerja yang didukung
dengan data empiris. Hasil ini selanjutnya menjelaskan
tentang makna terbuktinya hipotesis penelitian yang
dihubungkan dengan teori dan penelitian sebelumnya
dalam rangka mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas kerja. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Pertama, hasil uji hipotesis pertama dapat
ditunjukkan bahwa secara terpisah data empirik
memberikan bukti bahwa terdapat pengaruh langsung
kecerdasan emosional (X1) terhadap efektivitas kerja (X4).
Hasil uji tersebut didukung bukti empirik yang signifikan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(152)
baik koefisien korelasi maupun koefisien jalur. Namun
demikian melalui pengetahuan manajerial (X3) variabel
kecerdasan emosional (X1) juga berpengaruh tidak
langsung terhadap efektivitas kerja (sebesar 5,50%).
Kenyataan dari hasil uji hipotesis pertama ini didukung
oleh konsepsi yang dikemukakan oleh Meyer &
Herscovich85; Snape & Redman86; Scholl87, bahwa peran
kecerdasan emosional dan motivasi kerja merupakan
faktor penentu dari efektivitas kerja. Kecerdasan
emosional yang tinggi akan mendukung pencapaian
efektivitas kerja seorang kepala sekolah meskipun
dukungan organisasi seperti halnya sekolah madrasah
yang minim sekali pun. Seorang kepala sekolah tetap akan
memberikan yang terbaik bagi guru-guru. Bagi kepala
sekolah dalam kepemimpinannya pengakuan dari guru-
guru dan kolega merupakan hal yang penting, bukan
semata-mata pengakuan dari organisasi institusi
madrasah saja.
85 J. P. Meyer dan Herscovitch, L., Commitment in the workplace
Toward a General Model; Human Resource Management Review, 2001)., pp: 299 – 326.
86 E. Snape dan T. Redman, “An Evaluation of a Three-Component Model of Occupational Commitment: Dimensionality and Consequences Among United Kingdom Human Resources Management Specialists. Research Report”. Journal of Applied Psychology, 88, 2003, pp; 152 – 159.
87 Scholl, R. W. Human Resources Strategies: Commitment and Control Approaches to Workforce Management (1981). Diakses, 14 Juli 2004 dari http://www.cba .uri.edu/Scholl/Notes/Commitment_Control. html.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(153)
Dengan demikian melalui uji hipotesis pertama
dalam penelitian ini berhasil dibuktikan bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh langsung terhadap
efektivitas kerja kepala sekolah.
Kedua, hasil uji hipotesis kedua dapat dibuktikan
bahwa terdapat pengaruh langsung kecerdasan emosional
terhadap pengetahuan manajerial. Hasil uji hipoteis ini
tidak bertentangan dengan teori-teori yang menjelaskan
keterkaitan antara kecerdasan emosional dengan
pengetahuan manajerial.
Kenyataan ini didukung oleh konsepsi yang
dikemukakan oleh Hurlock, bahwa variasi emosi
berdampak pada persepsi dan perilaku seseorang. Emosi
mewarnai persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya serta berdampak terhadap perilaku
seseorang.88 Seorang yang dalam keadaan emosi biasanya
tidak berpikir dengan tenang. Seorang yang dalam
keadaan tenang akan menerima informasi dengan baik.89
Keadaan demikian berarti dengan kecerdasan
emosional yang tinggi akan mendukung penguasaan
informasi seseorang dalam bentuk pengetahuan
manajerial yang tinggi pula. Dengan demikian melalui uji
hipotesis kedua dalam penelitian ini berhasil dibuktikan
88 Elizabeth B. Hurlock, Personality Development (New Delhi: Tata
McGraw-Hill Pu-blication Company Ltd. 1970), p. 203. 89 Ronald S. Krug dan Alvah R. Cass, Behaviour Science (New York:
Spinger Verlag, 1992), p. 8.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(154)
bahwa kecerdasan emosional berpengaruh langsung
terhadap efektivitas kerja kepala sekolah.
Ketiga, hasil uji hipotesis ketiga dapat dibuktikan
bahwa terdapat pengaruh langsung motivasi kerja
terhadap efektivitas kerja. Hasil uji hipoteis ini tidak
bertentangan dengan teori-teori yang menjelaskan
keterkaitan antara motivasi kerja dengan efektivitas kerja.
Kenyataan ini didukung oleh konsepsi yang dikemukakan
Rendall90 yang mengungkapkan bahwa motivasi kerja
sebagai prediktor paling kuat terhadap efektivitas kerja.
Greenberg dan Baron, memberikan batasan bahwa
motivasi adalah proses yang menjelaskan seorang
individu tentang intensitas, arah dan kegigihan berusaha
untuk mencapai suatu tujuan. 91
Ini berarti dengan motivasi kerja yang tinggi yang
dimiliki oleh kepala sekolah akan menguatkan usahanya
dalam mencapai tujuan kepemimpinannya sehingga akan
membantu di dalam mencapai efektivitas kerja di sekolah
yang dipimpin. Dengan demikian melalui uji hipotesis
ketiga dalam penelitian ini berhasil dibuktikan bahwa
motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap efektivitas
kerja kepala sekolah. 90 D.M. Randall, “The Consquences of Organizational Commitment:
Methodological Investigation” Journal of Organizational Behavior, 11, 1990, pp: 361 – 378.
91 Robert A. Baron dan Jerad Greenberg, Behavior in Organiation Understanding and Ma-naging the Human Side of Work (Boston: Allyn and Bacon, 1990), p. 178.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(155)
Keempat, hasil uji hipotesis keempat dapat
dibuktikan bahwa terdapat pengaruh langsung motivasi
kerja terhadap pengetahuan manajerial. Hasil uji hipotesis
ini tidak bertentangan dengan teori-teori yang
menjelaskan keterkaitan antara motivasi kerja dengan
pengetahuan manajerial. Kenyataan ini didukung oleh
konsepsi yang dikemukakan oleh Ivancevich bahwa,
motivasi merupakan sikap yang mempengaruhi seseorang
untuk bertindak dengan tujuan tertentu dan cara yang
terarah. Hal ini merupakan kondisi internal yang
menuntun seseorang untuk berperilaku atau berbuat
sesuatu.92 Kedudukan motivasi kerja menjadi pendorong
seseorang dalam berusaha juga dapat dilihat dari process
theories yang memfokuskan kepada “bagaimana” langkah-
langkah individu menempatkan usaha. Pendekatan ini
menjelaskan bagaimana motivasi diaktifkan, sehingga
cenderung dapat menjelaskan pilihan, keteguhan usaha
yang berarti, fokusnya pada bagaimana perilaku dimulai,
diarahkan, dan dipelihara atau dipertahankan.93
Tingginya motivasi seseorang dalam bekerja seperti
halnya seseorang yang menduduki jabatan sebagai kepala
sekolah dapat mendorong upayanya untuk berhasil yakni
92 John M. Ivancevicn dan Michael T Matterson, Organizational
Behavior and Management (Chicago: Irwin, 1996), p. 583. 93 Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis
yang Kompetitif, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997, p. 29.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(156)
efektif dalam bekerja. Keadaan ini dapat dicapai dengan
baik jika didukung oleh pengetahuannya yang tinggi
tentang manajerial. Ini berarti tujuan untuk mencapai
efektivitas kerja kepala sekolah diperlukan pengetahuan
manajerial yang baik.
Dengan demikian melalui uji hipotesis keempat
dalam penelitian ini berhasil dibuktikan bahwa motivasi
kerja berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
manajerial kepala sekolah.
Kelima, hasil uji hipotesis kelima dapat dibuktikan
bahwa terdapat pengaruh langsung pengetahuan
manajerial terhadap efektivitas kerja. Hasil uji hipotesis ini
tidak bertentangan dengan teori-teori yang menjelaskan
keterkaitan antara pengetahuan manajerial dengan
efektivitas kerja. Kenyataan ini didukung oleh konsepsi
yang dikemukakan oleh Ajzen,94 dalam penelitiannya
melaporkan bahwa efektivitas kerja kepala sekolah tidak
stabil karena dipengaruhi oleh berubah-ubahnya
tanggapan kepala sekolah terhadap pengetahuan
manajerial ditugasnya.
Tanggapan kepala madrasah terhadap pengetahuan
manajerial berdasarkan hasil analisis penyebaran
frekuensi menunjukkan secara keseluruhan sebagian
besar distribusi skor pengetahuan manajerial berada di
94 Icek Ajzen, Attituedes, Personality and Behavior. Second Edition
(New York: Open University Press 2005), p. 121.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(157)
bawah harga rerata (43,33%). Hal ini merupakan indikasi
bahwa sebagian besar responden menganggap dukungan
pengetahuan manajerial, pengetahuan secara konseptual
dan pengetahuan secara teknik, serta pengetahuan secara
hubungan manusia di madrasah Kota Jambi belum
memadai dan memerlukan adanya peningkatan guna
pengembangan efektivitas kerja kepala sekolah Jambi
pada saat ini.
Dengan demikian melalui uji hipotesis kelima
dalam penelitian ini berhasil dibuktikan bahwa
pengetahuan menajerial berpengaruh langsung terhadap
efektivitas kerja kepala sekolah.
Selain kelima hipotesis di atas, dalam penelitian ini
secara simultan (keseluruhan) juga berhasil diuji, yakni:
terdapat pengaruh kecerdasan emosional, motivasi kerja,
dan pengetahuan manajerial terhadap efektivitas kerja.
Ini berarti kecerdasan emosional, pengetahuan manajerial,
dan motivasi kerja menentukan tingginya efektivitas kerja
kepala sekolah.
E. Capaian Penelitian
Pertama; terkait dengan instrumen pengumpulan
data, analisis butir pernyataan dan penghitungan estimasi
reliabilitas setiap skala dilakukan setelah uji coba
instrumen, dan peneliti berasumsi bahwa setiap
responden dapat dianggap telah mengerti dan memahami
hal yang dimaksudkan oleh setiap butir-butir pernyataan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(158)
di dalam kuesioner. Namun demikian tetap ada skala yang
memerlukan perbaikan seperti skala motivasi kerja dan
skala efektivitas kerja kepala sekolah. Dalam skala
tersebut masih mengandung pernyataan normatif yang
dianggap sulit ditafsirkan atau dijawab oleh responden
dengan jujur.
Kedua; sampel responden, unit analisis penelitian
ini adalah kepala sekolah sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS), mereka memiliki kesetiaan ganda sebagai kepala
sekolah (kesetiaan terhadap profesi) dan sebagai pegawai
negeri sipil (kesetiaan penuh pada lembaga), sedangkan
seorang yang profesional harus dilandasi kehendak
sukarela sebagaimana diasumsikan oleh teori perilaku
terencana dari Ajzen (Buchan).95 Kelemahan penelitian ini
adalah tidak membandingkan dengan kepala sekolah yang
berstatus non PNS sehingga apabila dapat dilakukan
mungkin akan didapat kesimpulan dan informasi yang
lebih seimbang tentang kepala sekolah yang efektif kerja.
Ketiga; partisipasi responden, jika dilihat tingkat
partisipasi responden yang memberikan jawaban
terhadap kuesioner masih rendah, peneliti menyadari
bahwa partisipasi responden dapat ditingkatkan lagi
apabila peneliti langsung mendatangi responden satu
95 H. F. Buchan, “Ethical Decision Making in the Public Accounting
Professional: An Extension of Ajzen’s Theory of Planned Behavior”, Journal of Business Ethics, 61, 2005, pp: 165 – 181.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(159)
persatu (tidak diwakilkan) dan dibarengi pemberian
cinderamata yang memadai sebagai pengganti partisipasi.
F. Relevansi Penelitian lainnya
Penelitian Wallace, menyimpulkan bahwa
tanggapan positif kepala sekolah madrasah terhadap
ketersediaan kesempatan, kemudahan pengembangan
karir, dan objektivitas penilaian mempengaruhi
keterikatan psikologis dan kenyamanan kepala madrasah
dalam bentuk motivasi kerja.96
Hasil penelitian Bartol97, Vandenberg dan
Scarpello98, Cohen99 menjelaskan terjadinya saling
interaksi antar variabel penelitian yang disebabkan oleh
dinamika interaksi antar kecerdasan emosional (Blau100),
96 J. E. Wallace, “Organization and Professional Commitment in
Professional and Non-Professional Organization” Administrative Science Quarterly, 40, 1995, pp. 228 – 255.
97 E. Bartol, “Professionalism as a Predictor of Organizational Commitment, Role Stress, and Turn-over: A Multidimensional Approach”, Academy of Management Journal, 22 1979, pp. 815 – 821.
98 R. Vandenberg, dan Scarpello, “A Longitudinal Assessment of the Determinant Relationship between Employee Commitments to the Occupation and the Organization”. Journal of Organizational Behavior, 15, 1994., pp. 535 – 547.
99 A. Cohen, “Relationship Among Five Forms of Commitment: an Empirical Assessment. Journal of Organization Behavior. 20, 1999, pp. 285 – 308.
100 Blau, G. J. “Testing for a Four-Dimensional Structure of Occupational Commitment”. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 76, 2003, pp. 469 – 488.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(160)
motivasi kerja (Meyer & Allen101), pengetahuan
manajerial (Keidel102; Wimbush et. al.103; Victor &
Cullen104). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tanggapan terhadap pengetahuan manjerial berfungsi
sebagai penguat hubungan antara efektivitas kerja kepala
madrasah dengan kecerdasan emosional dan motivasi
kerja.
Dalam laporan penelitian yang disampikan oleh
Lewis,105 berkenaan dengan mencegah timbulnya konflik
antara loyalitas organisasi dan orientasi profesional,
tingginya kecerdasan emosional, pengetahuan manajerial,
dan motivasi kerja merupakan manifestasi tingginya
pemahaman kepala sekolah terhadap konsep ”dual
prestige system”, dapat menguatkan orientasi kepala
sekolah terhadap efektivitas kerja. Tingginya motivasi
kerja menunjukkan tingginya loyalitas, ini berarti
mendorong kuatnya keterikatan dan besarnya keinginan
101 J. P. Meyer, dan J. N. Allen, Commitment in the Work-Place: Theory,
Research and Application. Sage Publications. Thousand Oaks (Book Reviews by: Chait, H., N. 1998. Personner Psychology, p. 245.
102 R. W. Keidel, “Triangular Design: A New Organizational Geometry”, The Executive, 4, 1990), pp. 21 – 37.
103 J. C. Wimbush., J. M Shepard, dan S. E. Markham, “An Empirical Behavior from Multiple Levels of Analysis” Journal of Business Ethics. 16, 1997, pp. 1705 – 1716.
104 B. Victor dan J. B. Cullen, “The Organizational Bases of Ethical Work Climates”, Administrative Science Quarterly, 33, 1988, pp: 101 – 125.
105 L. S. Lewis, “On Prestige and Loyalty of University Faculty”, Administrative Science Quarterly, 11, 1967, pp. 629 – 642.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(161)
kepala sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan
organisasi sekolah.
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Lachman dan
Aranya, menyimpulkan di dalam organisasi profesional
struktur organisasi berpengaruh langsung terhadap
komitmen karir.106
106 R. Lochman dan N. Aranya, “Evaluation of Alternative Models of
Commitments and Job Attitudes of professional’, Journal of Occupational Behaviour. 7, 1986, pp. 227 – 243.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(162)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(163)
”Efektivitas kerja dapat dilakukan
melalui peningkatan kecerdasan
emosional kepala sekolah dengan
memasukkan penilaian minat, orientasi
moral dan etika profesi dan peningkatan
dukungan pengetahuan manajerial
khususnya tentang sekolah madrasah di
dalam mendorong terbangunnya otonomi
akademis. Di samping itu juga dapat
dilakukan dengan memberikan penilaian
kinerja kepala sekolah yang objektif,
membangun jejaring kerja antar kepala
melalui joint-research dan penerbitan
jurnal, serta mendorong aktualisasi
Kelompok Kerja Kepala sekolah (KKS)”
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(164)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(165)
tingginya efektivitas kerja kepala sekolah dapat dijelaskan
oleh kecerdasan emosional, motivasi kerja, dan pengetahuan manajerial.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(166)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(167)
BAGIAN KEENAM
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN MODEL, APLIKASI DAN REPLIKASI
E. Aplikasi Penelitian dalam Manajemen Unggulan
Sebelum membuat suatu model manajemen sekolah
unggulan, berikut dipaparkan kesimpulan penelitian yang
akan menjadi bahan rancang bangun awal model
manajemen unggulan dengan hasil kesimpulan penelitian
sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional (X1) berpengaruh langsung
positif terhadap efektivitas kerja.
Dengan demikian tinggi rendahnya efektivitas kerja
kepala sekolah dapat dijelaskan oleh kecerdasan
emosional. Besarnya pengaruh langsung positif
kecerdasan emosional terhadap efektivitas kerja
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(168)
adalah 7,13%. Berdasarkan temuan penelitian ini
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
yang menyatakan ”terdapat pengaruh langsung positif
kecerdasan emosional terhadap efektivitas kerja”
dapat diterima.
2. Motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap
efektifitas kerja.
Dengan demikian tinggi rendahnya efektivitas kerja
kepala sekolah dapat dijelaskan oleh motivasi kerja.
Besarnya pengaruh langsung positif motivasi kerja
terhadap efektivitas kerja adalah 23,04%.
Berdasarkan temuan penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang
menyatakan ”terdapat pengaruh langsung positif
motivasi kerja terhadap efektivitas kerja” dapat
diterima.
3. Pengetahuan manajerial berpengaruh langsung
terhadap terhadap efektivitas kerja.
Dengan demikian tinggi rendahnya efektivitas kerja
kepala sekolah dapat dijelaskan oleh pengetahuan
manajerial. Besarnya pengaruh langsung positif
penegathaun manajerial terhadap efektivitas kerja
adalah 7,13%. Berdasarkan temuan penelitian ini
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
yang menyatakan ”terdapat pengaruh langsung positif
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(169)
pengetahuan manajerial terhadap efektivitas kerja”
dapat diterima.
4. Kecerdasan emosional berpengaruh langsung
terhadap pengetahuan manajerial.
Dengan demikian tinggi rendahnya pengetahuan
manajerial kepala sekolah dapat dijelaskan oleh
kecerdasan emosional. Besarnya pengaruh langsung
positif kecerdasan emosional terhadap pengetahuan
manajerial adalah 10,24%. Berdasarkan temuan
penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian yang menyatakan ”terdapat
pengaruh langsung positif kecerdasan emosional
terhadap efektivitas kerja” dapat diterima.
5. Motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap
pengetahuan mana-jerial.
Dengan demikian tinggi rendahnya pengetahuan
manajerial kepala sekolah dapat dijelaskan oleh
motivasi kerja. Besarnya pengaruh langsung positif
motivasi kerja terhadap pengetahuan manajerial
adalah 8,82%. Berdasarkan temuan penelitian ini
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
yang menyatakan ”terdapat pengaruh langsung positif
motivasi kerja terhadap pengetahuan manajerial”
dapat diterima.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(170)
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tingginya efektivitas kerja kepala sekolah dapat dijelaskan
oleh kecerdasan emosional, motivasi kerja, dan
pengetahuan manajerial. Oleh karena itu, dengan adanya
tuntutan terhadap peningkatan profesionalitas, maka
perlu disikapi dengan memperbaiki efektivitas kerja
dengan cara meningkatkan ketiga variabel tersebut.
1. Peningkatan Efektivitas Kerja melalui
Peningkatan Kecerdasan Emosional
Efektivitas kerja dapat dilakukan melalui
peningkatan kecerdasan emosional kepala sekolah
dengan memasukkan penilaian minat, orientasi
moral dan etika profesi dan peningkatan dukungan
pengetahuan manajerial khususnya tentang sekolah
madrasah di dalam mendorong terbangunnya
otonomi akademis. Di samping itu juga dapat
dilakukan dengan memberikan penilaian kinerja
kepala sekolah yang objektif, membangun jejaring
kerja antar kepala melalui joint-research dan
penerbitan jurnal, serta mendorong aktualisasi
Kelompok Kerja Kepala sekolah (KKS).
2. Peningkatan Efektivitas Kerja melalui
Peningkatan Motivasi Kerja
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(171)
Motivasi kerja yang tinggi merupakan manifestasi
tingginya pemahaman kepala terhadap konsep posisi
ganda tersebut, dan akan melemahkan orientasi
kepala sekolah untuk bersikap profesional dalam
menjalankan tugasnya. Tingginya motivasi kerja
menggambarkan tingginya loyalitas, kuatnya
keterikatan dan besarnya keinginan kepala sekolah
untuk melibatkan diri dalam kegiatan manajerial di
sekolah. Dengan demikian untuk meningkatkan
motivasi kerja kepala sekolah dapat ditempuh
dengan cara mendorong profesionalitasnya dalam
hal, yaitu:
(1) Memahami tugas, pekerjaan dan tanggung
jawab sebagai kepala se-kolah.
(2) Memahami dan menerapkan etika mengajar.
(3) Menguasai materi ajar sesuai bidang
keahliannya.
Dengan demikian, untuk menjadi kepala sekolah,
maka calon kepala sekolah idealnya harus dapat
membuktikan terlebih dahulu kemampuan
menguasai materi dan cara mengajar.
3. Peningkatan Efektivitas Kerja melalui
Pengetahuan Manajerial
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(172)
Implikasi praktis lainnya dalam hal efektivitas kerja
kepala sekolah diperlukan upaya dari pemegang
otoritas pendidikan tentang langkah-langkah yang
lebih kongkrit, sehingga kepala sekolah dapat
meningkatkan pengetahuannya tentang manajerial,
misalnya:
(1). Peningkatan penghargaan terhadap kepala
sekolah sebagai tenaga ahli pada bidangnya,
baik dalam bentuk materi (gaji dan tunjangan),
penghargaan maupun penyediaan dana
penelitian ilmiah;
(2). Kejelasan karir dan mekanisme penilaian
kinerja, yang mencerminkan adanya penerapan
sistem merit baik untuk kenaikan pangkat
maupun jabatan fungsional, dan
(3). Memperjelas mekanisme pemberian insentif
dan kesempatan kepada kepala sekolah untuk
peningkatan kompetensi dan pengembangan
karir ke depan ke tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil
penelitian ini maka dapat disampaikan beberapa langkah
awal dalam pembuatan manajemen sekolah unggulan
anara lain, antara lain :
Pertama, bagi institusi yang berkepentingan dengan
pendidikan dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(173)
kepala sekolah perlu memberikan perhatian terhadap
kecerdasan emosional, motivasi kerja, dan pengetahuan
manajerial.
Kedua, bagi instisusi sekolah mendesak diciptakan
kondisi kompetitif dengan memberikan penghargaan bagi
sekolah yang berprestasi dalam pelaksanaan tugas
sehingga mampu memotivasi kerja kepala sekolah.
Ketiga, bagi para calon kepala sekolah sebelum
mendapatkan tugas sebagai kepala sekolah diberikan
pendidikan dan latihan yang dapat menjadi pendukung
kompetensi kepala sekolah berkenaan dengan kecerdasan
emosional, motivasi kerja, dan pengetahuan manajerial.
F. Skema Penerapan Manajemen Sekolah Unggulan.
Membangun manajemen sekolah unggulan
diartikan sebagai membuat perangkat manajemen sekolah
yang unggul dan kompetitif dari mulai penyiapan internal
hingga pelayanan kepada pengguna. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam membuat manajemen sekolah
unggulan adalah sebagai berikut.
1. Masterplan Manajemen Sekolah Unggulan.
Tujuan, sasaran, dan Target
Tujuan membangun manajemen sekolah unggulan
adalah Terciptanya manajemen sekolah yang terpadu
dan terintegrasi dengan potensi sumberdaya yang
ada, sarana dan prasarana, dan dapat memungkinkan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(174)
terciptanya sekolah yang berkualitas dengan
tatakelola manajemen yang efektiv.
Membangun sumberdaya pengelola.
Setelah menetapkan tujuan, sasaran dan target,
selanjutnya proses peberapan manajemen sekolah
unggulan diikuti dengan memangun sumberdaya
pengolal dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Memperkuat kapasitas pimpinan meliputi
pengetahuan manejerial pemimpin, dan
pengetahuan tentang efektivitas kerja,
2. Memperkuat kapasitas sumberdaya pegawai
dengan melakukan pelatihan pengelolaan
kecerdasan emosional, penggalian motivasi kerja
dan pengethauan manajerial pegawai,
3. Melakukan langkah-langkah perbaikan
manajemen sumberdaya berupa penempatan
personalia sesua dengan kapasitas dan disiplin
keilmuan.
Melakukan Evaluasi dan Monitoring
Evaluasi dan monitoring dilakukan secfara berkala dan
rutin dengan tujuan : agar dapat mengetahui
perkembangan untuk dapat mengambil langkah
perbaikan jika menemukan permasalahan di lapangan.
Bahwa proses peningkatan kapasitas sumberdaya
bukanlah merupakan proses sekali jadi melainkan
terus diasah dan diperbaiki sehingga menghasilkan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(175)
sumberdaya yang sesuai dengan harapan manajemen.
Proses evaluasi dan monitoring meliputi :
1. Kedisplinan dan tertib kerja pegawai
2. Pemanfaatan waktu dan peluang oleh pegawai
3. Cara –cara pegawai mengatasi masalah
4. Tata kerja berdasarkan administrasi kerja, dan
5. Kemampuan kerja
2. Membangun Sumberdaya unggul
Pada dasarnya, di lembaga apapun, membangun
sumberdaya pegawai merupakan pekerjaan tersulit yang
tidak saja ditemui di lembaga pendidikan, termasuk juga
di perusahaan dan instansi pemerintah.
Sekolah sebagai lembaga pelayanan pendidikan
seyogyanya memiliki sumberdaya unggul karena lembaga
pendidikan merupakan lembaga pencetak generasi bangsa
yang terdidik dan berkualitas.
Membangun sumberdaya unggul pada prinsipny
diartikan bagaimana sumberdaya pegawai menjadi tenaga
profesional yang tangguh, memiliki wawasan manajerial
yang luas, kecakapan emosional tinggi dan ditunjang oleh
motivasi kerja yang benar-benar ditujukan pad aupaya
pengabdian pada lembaga. Ini tentu sulit namun banyak
jalan dapat dilakukan jika ingin membentuk sumberdaya
unggul, tinggal kemauan dan berusaha meninggalkan
budaya lama yang lamban. Berikut tahapan membangun
sumberdaya unggul antara lain :
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(176)
1. Melaksanakan pelatihan sumberdaya yang rutin
minimal diadakan setiap bulan pada akhir
minggu dengan materi utama beruapa
kepemimpinan, pengetahuan manajerial,
motivasi kerja, kedisiplinan dan pelatihan
administrasi, birokrasi dan tatakelola kerja yang
dinamis.
2. Aplikasi langsung hasil pelatihan dengan
menerapkannya pada pola bekerja setahap demi
setahap.
3. Membangun kesadaran internal di lingkungan
sumberdaya pegawai akan arti penting komitmen
kerja dan integritas dengan cara menciptakan
rasa kepemilikan berdama terhadap lembaga
sehingga pegawai merasa ikut memiliki dan
ditindaklanjuti dengan memberikan kesemapatan
bagi pegawai untuk memberikan pemikiran bagi
kemajuan lembaga.
4. Setiap sumbang saran pegawai diterima dan
dibahas bersama, dan diterapkan untuk
dimonitoring secara bersama pula, apabila tidak
memiliki kesesuaian dapat dihentikan secara
bersama pula, dengan demikian seluruh
sumberdaya pegawai merasakan bahwa
keputusan – keputusan yang mereka buat akan
berimplikasi pada perkembangan lembaga yang
bermuara adanya usaha dari sumberdaya
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(177)
pegawai untuk membuat pemikiran – pemikiran
yang baik dan berkualtias dalam
mengembangkan lembaga.
3. Tatakelola Manajemen sekolah unggulan
Tata kelola manajemen sekolah unggulan pada
prinsipnya tidak mengubah, hanya memodifikasi,
menambah, dan memperkuat tata kelola yang sudah ada
dengan memberikan unsur-unsur tambahan berupa sifat –
sifat menajemen yang lebih tangguh terhadap perubahan,
humanis yang berarti kebijakan – kebijakan lembaga
menjadi bersahabat terhadap publik, dan efektif dalam
mencapai tujuan sebagaiman yang dikatakan Hadley Beare
sebuah tindakan dapat dikatakan efektif bila mencapai
tujuan khusus yang ditetapkan 107 .Beberapa ruang
lingkup manajemen sekolah unggulan meliputi :
1. Model admiinistrasi kerja yang memungkinkan
terciptanya administrasi yang efektif, efesien dan
singkat
2. Jalur birokrasi dan koordinasi yang
memungkinkan terbentuknya sistem birokrasi
yang efektif, humanis, cepat dan singkat
3. Pola kerja yang bisa secara cepat beradaptasi
dengan perubahan
107 Hadley Beare., Brian J. Caldwell., dan Ross H. Milikkan, Creating
an Excellent School: Some New Managemen Techniques (New York: Rouledge, 1989), pp. 11 - 13.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(178)
4. Sistem pelayanan publik yang depat, responsif,
dan tuntas dalam artian selesai secara menyeluruh
tanpa menyisakan masalah di kemudian hari.
G. Proses Penerapan Manajemen Sekolah Unggulan
Aplikasi manajemen sekolah unggulan merupakan
suatu proses yang dijalankan setelah lembaga pendidikkan
atau sekolah menyadari bahwa telah terjadi kesalahan
manajemen sehingga sekolah menjadi lamban dalam
kinerja, tidak efektif yang ditandainya rendahnya prestasi
sekolah baik prestasi berbentuk kualitas maupun
kuantitas.
Ketika menyadari ini, seorang pimpinan sekolah harus
bertindak cepat untuk sesegera mungkin membangun
suatu tata kelola manajemen baru.
Dikarenakan manajemen sekolah unggulan bersifat
partsipatif, maka kepala sekollah tidak serta merta
mengganti tata kelola yang ada, melainkan mengajak
seluruh para pihak untuk secar bersama-sama
memikirkan masa depan sekolah Langkah yang dapat
dilakukan adalah:
1. Mengundang seluruh staf dan pegawai untuk
membicarakan permasalahan sekolah dengan
metode membangun partispasi peserta rapat untuk
mengeluarkan sebanyak mungkin keluhan dan
saran.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(179)
2. Menginvetarisir seluruh masalah temuan dan
memilahnya berdasarkan model masalah yang
antara lain dapat dibedakan berdasrkan masalah
administrasi, birokrasi, personal, sarana dan
prasarana.
3. Setelah permasalahan terakumulasi, kepala sekolah
dapat membentuk tim kecil untuk merumuskan
permasalahan dan membuat formulasi peertemuan
baru untuk membangun perbaikan manajemen
skeolah.
4. Kepala sekeolah melakukan rapat bersama seluruh
pegawai dan memimpin pertemuan dengan
menerima masukan-masukan, pemikiran pemikiran
pegawai sehingga keputusan yang didapat menjadi
keputusan bersama
5. Dalam rapat membentuk tata kelola manajemen
yang baru kepala sekolah harus memberikan
masukan berupa perlunya manajemen sekolah baru
yang bersifat unggul dengan mengedepankan
prinsp-prinsip, partisipatif, kolektifitas, dan
demokratis. Ini merupakan prinsip penting dalam
merancang manajemen sekolah unggulan.
6. Kepala sekolah bersama para staf merancang
manajemen sekolah unggulan dengan
memperhatikan aspek efektifitas dimana
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(180)
manajemen yang efektif akan menentukkan
keberhasilkan manajemen sekolah. Faktor-faktor
evektifitas yang diusulkan antara lain meliputi;
penguasaan wawasan manejerial, kepemimpinan,
komitmen kerja, dan motivasi kerja.
7. Output pertemuan dapat ditindak lanjuti dengan
merancang masterplan manjemen sekolah ungulan
diikuti dengan pelatihan pelatihan peningkatan
kapasitas sumberdaya.
H. Tantangan dalam penerapan manajemen unggul
Tantangan dalam penerapan manajemen unggul
merupakan keniscayaan yang pasti terjadi. Budaya
organisasi dan perilaku motivasi kerja turut menunjang
terjadinya penolakan. Selain itu, ketidakberanian, takut
terhadap hal yang baru, tidak berani menerima risiko dan
tantangan merupakan alasan lumrah yang terjadi.
Di sini peran kepala sekolah dituntut untuk lebih
bisa menguasai keadaan. Kepala sekolah dengan
kemampuan kepemimpinan yang baik harus mampu
memberikan penjelasan dan gambaran baik buruknya
membangun manajemen baru. Selain itu, kepala sekolah
harus bisa menggiring pegawainya untuk keluar dari cara
berpikir ortodok yang lamban dan statis. Seorang kepala
sekolah yang telah terlatih dan memiliki kemampuan
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(181)
kepemimpinan yang baik harus dengan sabar
menganalisis keluhan pegawai menjadi masukan penting.
Selanjutnya jika pegawai mulai membuka
pemikiran, Kepala Sekolah memberi kesempatan kepada
pegawai-pegawai untuk memberikan masukan-masukan
pengembangan. Tugas seorang kepala sekolah terkadang
mencatat, dan terkadang pula harus menulis besar-besar
gagasan mereka sebagai sesuatu yang baik dan istimewa.
Sikap seperti ini merupakan suatu penghargaan yang
berimbas pada apreasiasi balik yang positif dari pegawai.
Secara umum, tantangan masalah yang terjadi
dalam manajemen sekolah unggulan antara lain dapat
diringkas dalam :
1. Tantangan internal;
berupa adanya kehawatiran dari para pegawai jika
keluar dari budaya manajemen organisasi yang ada
justru bisa bermuara pada kehancuran
2. Tantangan eksternal :
munculnya isue negatif dari masyarakat, pengguna
layanan sekolah bahwa manajemen baru lebih
sempit dan memberatkan.
Seorang leader harus tanggap dengan seluruh
tantangan yang terjadi. Jika point yang pertama secara
utuh telah dijelaskan metode penyelesaiannya, maka
tantangan pada point ke dua hanya bisa dijawab oleh
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(182)
waktu. Bahwa waktulah yang akan menjawab berhasil
tidaknya manajemen sekolah yang baru. Dan seorang
kepala sekolah beserta staf dan jajarannya harus
berkomitmen kuat untuk membuktikannya bahwa
manajemen sekolah unggulan yang diaplikasikan
merupakan manajemen unggulan yang dapat menjawab
kebutuhan sekolah.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(183)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(184)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(185)
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, Icek. Attituedes. Personality and Behavior. Second Edition. New York: Open University Press 2005.
Anderson, Orin W. dan David R. Krathwohl. A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc., 2001.
As’ad, Moh. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty, 1990.
Baron, Robert A. dan Jerad Greenberg. Behavior in Organiation Understanding and Managing the Human Side of Work. Boston: Allyn and Bacon, 1990.
Bartol, E. “Professionalism as a Predictor of Organizational Commitment, Role Stress, and Turn-over: A Multidimensional Approach”, Academy of Management Journal, 22 1979, pp. 815 – 821.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(186)
Beare, Hadley., Brian J. Caldwell., dan Ross H. Milikkan. Creating an Excellent School: Some New Managemen Techniques. New York: Rouledge, 1989.
Blau, G. J. “Testing for a Four-Dimensional Structure of Occupational Commitment”. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 76, 2003, pp. 469 – 488.
Bloom, Benjamin S. et. al. Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I Cognitive Domain. New York: Lon gman, 1981.
Buchan, H. F. “Ethical Decision Making in the Public Accounting Professional: An Extension of Ajzen’s Theory of Planned Behavior”, Journal of Business Ethics, 61, 2005, pp: 165 – 181.
Cohen, A. “Relationship Among Five Forms of Commitment: an Empirical Assessment. Journal of Organization Behavior. 20, 1999, pp.
285 – 308.
Gerow, Joseph R. Essentrals Psychology Concept and Aplication. New York: Harper Collins College Publishers. 1996.
Goleman, Daniel. Emotional Intelligence Anak, terjemahan: Alex Tri Kantjono. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Goleman, Daniel. Working With Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), p. 57.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(187)
Griffin, Ricky R. Management. Boston: Houghthon Miffilin Co. 1996.
Hall, Richard H. Organizations, Processes, and Outcomes. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1991.
Hurlock, Elizabeth B. Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publication Company Ltd. 1970.
Ivancevich, John M. dan Michael T Matterson. Organizational Behavior and Management. Chicago: Irwin, 1996.
Jennifer, George M. dan Gareth R Jone. Understanding and Managing, Second Ed. Wesley: Eddison, 1999.
Keidel, R. W. “Triangular Design: A New Organizational Geometry”, The Executive, 4, 1990), pp. 21 – 37.
Kontz, Harold dan Heinz Weihrich. Management. Singapore: McGraw-Hill, 1988.
Kouzes, Posner. Leadership the Challenge, Tantangan Kepemimpinan, ed. 3. Jakarta: Erlangga, 2004.
Krech., David., Richard S. Crutchfield., dan Engerton L. Ballachey. Individual in Society. New York: McGraw-Hill Book Company, 1962.
Kreitner, Robert. Management. New Delhi: AITBS Publisher & Distributors (Regd.), 1999.
Krug, Ronald S. dan Alvah R. Cass. Behaviour Science. New York: Spinger Verlag, 1992.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(188)
Lewis, L. S. “On Prestige and Loyalty of University Faculty”, Administrative Science Quarterly, 11, 1967, pp. 629 – 642.
Lochman, R. dan N. Aranya. “Evaluation of Alternative Models of Commitments and Job Attitudes of professional’, Journal of Occupational Behaviour. 7, 1986, pp. 227 – 243.
McCluskey, Alan. Emotional Intellegence in Schools, Connected, 1997, pp. 2-3, (http: www.connected.org.learn.school.htm), diakses, 13 Juli 2011.
Meyer, J. P. dan Herscovitch, L. Commitment in the workplace Toward a General Model; Human Resource Management Review, 2001.
Meyer, J. P. dan J. N. Allen. Commitment in the Work-Place: Theory, Research and Application. Sage Publications. Thousand Oaks Book Reviews by: Chait, H., N. 1998. Personner Psychology.
Mukhtar, dkk. Memaksimalkan Kinerja Sekolah.., Jambi Kelompok Studi Penulisan 2017.
Mukhtar, Muspawi, dkk. Menjadi Pemimpin Inovatif.., Jambi Kelompok Studi Penulisan 2016.
Mullins, Laurie J. Management and Organizational Behaviour. New Jersey: Prentice-Hall, 2005.
Nawawi, Hadari. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(189)
Nebraska, Jones M. R. Syimposium on Motivation. Lincoln Nebraka: University of Nebraska, 1985.
Patricia, Buhler. Alpha Teach Yourself, Management Skill dalam 24 jam, Ed. 1. Jakarta: Prenada, 2004.
Patron, Carl V dan David S. Sawicki. Basic Method of Policy Analysis and Planning. Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1986.
Poedjawiyatna. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Prokopenko, Josep. Productivity Management. A Practical Handbook Swicherland: International Labour Organization, 1987.
Randall, D. M. “The Consquences of Organizational Commitment: Methodological Investigation” Journal of Organizational Behavior, 11, 1990, pp: 361 – 378.
Robbins, Stephen P. Organization Theory: Structure, Design and Application. New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1990.
Romiszowski, A. J. Producing International System Lesson Planning for Individual and Group Learning Activities. New York: Nicolash Publishing, 1994.
Segel, Jeanne. Melejitkan Kepekaan Emosional. Jakarta: Penerbit Kaifa, 1997.
Scholl, R. W. “Human Resources Strategies: Commitment and Control Approaches to Workforce Management” (1981). http://www.cba
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(190)
.uri.edu/Scholl/Notes/ Commitment Control. html. Diakses, 14 Juli 2004.
Sondang, P. Siagian Manajemen Sumber Daya Manusia., Jakarta, Bumi Aksara 2002
Snape , E. dan T. Redman. “An Evaluation of a Three-Component Model of Occupational Commitment: Dimensionality and Consequences Among United Kingdom Human Resources Management Specialists. Research Report”. Journal of Applied Psychology, 88, 2003, pp; 152 – 159.
Steer, Richard M., Gerardo R. Ungson., dan Richard T. Mowday. Management Effective Organization An Introduction. Massachusets: Kent Publishing Company, 1985.
Stoner, James dan R. Edward Freeman, Management. New Jersey: Prentice Hall, 1992.
Sudjana. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito, 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuanitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2009.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat llmu: Sebuah Pengatar Popular. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
“Tingkatkan Mutu, MKKS SMP Gelar 16 Pertemuan”, Jambi Ekspres, Jumat, 12 Februari 2010, p. 3.
Vandenberg, R. dan Scarpello. “A Longitudinal Assessment of the Determinant Relationship between Employee Commitments to the Occupation and
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(191)
the Organization”. Journal of Organizational Behavior, 15, 1994., pp. 535 – 547.
Victor, B. dan J. B. Cullen. “The Organizational Bases of Ethical Work Climates”, Administrative Science Quarterly, 33, 1988, pp: 101 – 125.
Wagner, Joh A. III dan John R. Hollenbeck. Management of Organization Behavior. New Jersey: Prentice Hall. Inc. 1995.
Wallace, J. E. “Organization and Professional Commitment in Profes-sional and Non-Professional Organization” Administrative Science Quarterly, 40, 1995, pp. 228 – 255.
Wimbush, J. C., J. M Shepard, dan S. E. Markham. “An Empirical Behavior from Multiple Levels of Analysis” Journal of Business Ethics. 16, 1997, pp. 1705 – 1716.
Zimbardo. Essential Psychology and Life. USA: Scot, Foresman and Company, 1976.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(192)
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(193)
-BIODATA PENULIS-
Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.I., Lahir di Sarolagun Pada
17 Maret 1970. Pendidikan dasar dan menengah pertama
ditempuhnya di Sarolangun dan selesai di MTs Sarolangun pada
tahun 1987. Tingkat SLTA diselesaikan di Madrasah Aliyah Kota
Jambi.
Gelar Sarjana S1 diperolehnya dari IAIN STS Jambi
(Sekarang UIN) pada tahun 1995, S2 diperolehnya di tempat yang
sama pada tahun 2004 dan pendidikan S3 ditempuh di Universitas
Negeri Jakarta (UNJ) dan memperoleh gelar Doktor pada tahun
2012 dengan disertasi berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional,
Motivasi Kerja, dan Pengetahuan Manajerial terhadap Efektivitas
Kerja. (Studi Kausal Terhadap Kepala Madrasah Tsanawiyah di
Jambi).
Saat ini bekerja sebagai Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) STS Jambi, dan
menjabat sebagai Ketua Prodi Ekonomi Islam UIN STS Jambi.
Beberapa kali dipercaya mengadakan lawatan ke neegeri tetangga
antara lain Singapura, Malaysia, Thailand dan Bruunai Darussalam
dalam rangka Dinas Pendamping dari UIN STS Jambi dan
mengunjungi Arab Saudi program TPHD yang dibiayai Pemerintah
Provinsi Jambi. Suami dari Nuriza Laila dan Ayah dari lima orang
putra putri. Berdomisili di Jambi di Jalan Sersan Anwarbay No.52
Kota Jambi.
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGULAN
(194)
***
top related