makalah mk (bankruptcy)
Post on 16-Jan-2016
548 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BANKRUPTCY, REORGANIZATION AND LIQUIDATION
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah Manajemen Keuangan 2
Yang dibina oleh Ibu Dyah Aju Wardhani
Oleh :
1. Cindy Ayu Prastika (120422425987)
2. Dora Fasna Awi (120422426002)
3. Yohanes Bosco Janwar P. (120422426000)
OFFERING Q
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
NOVEMBER 2014
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebangkrutan.........................................................................................5
2.2 Pengertian Reorganisasi...........................................................................................6
2.3 Pengertian Likuidasi................................................................................................7
2.4 Pengertian Financial Distress dan indikasinya.......................................................8
2.5 Reorganization in Bankruptcy.................................................................................12
2.6 Likuidasi dalam Kebangkrutan................................................................................15
2.7 Analisis Model Prediksi Kebangkrutan...................................................................17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan perusahaan untuk bertahan selama masa-masa sulit sering sering susah
membedakan antara likuidasi paksa terhadap rehabilitasi dan akhirnya sukses. Pemahaman
kebangkrutan juga penting untuk eksekutif perusahaan yang sehat, karena mereka harus tahu
yang terbaik untuk mengambil tindakan ketika pelanggan atau pemasok menghadapi ancaman
kebangkrutan. Keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan
ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi
yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang
diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi
perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva
yang dimiliki.
Kegagalan bisnis yang paling terjadi karena sejumlah faktor yang berhubungan untuk
membuat bisnis berkelanjutan. Selanjutnya, kasus studi menunjukkan bahwa kesulitan keuangan
yang biasanya merupakan hasil dari serangkaian kesalahan, dan kelemahan yang saling terkait
yang dapat dikaitkan secara langsung atau tidak langsung kepada manajemen. Tanda-tanda
kesulitan keuangan umumnya terlihat dalam analisis rasio jauh sebelum perusahaan benar-benar
gagal, dan peneliti menggunakan analisis rasio untuk memprediksi probabilitas bahwa suatu
perusahaan tertentu akan bangkrut.
Perusahaan mungkin akan termotivasi untuk mempunyai banyak unit kegiatan yang
merupakan unit-unit usaha yang berdiri sendiri ( independent ), atau mungkin juga bisa
merupakan suatu bagian yang hanya sebagai pelaksana keputusan-keputusan “ kantor pusat “.
Bentuk apapun yang kemungkinan akan ditempuh oleh perusahaan, suatu saat perusahaan pasti
akan menghadapi suatu permasalahan dalam hal kesulitan dalam bidang pengendalian unit-unit
usahanya, misalnya adanya keanekaragaman dari unit usaha yang dijalankan oleh perusahaan,
trade-off antara kecepatan pengambilan keputusan dan pengendalian. Adanya permasalahan-
permasalahan ini, kemungkinan besar akan mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan
restrukturisasi.
3
Sebaliknya, ada kecenderungan bahwa kegiatan operasi perusahaan tidak selamanya
mampu untuk mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi di
pasar. Apabila kondisi semacam ini yang dihadapi oleh perusahaan, maka sudah dapat dipastikan
bahwa perusahaan akan mengalami kesulitan di bidang keuangan, karena pendapatan dari
kegiatan operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi biaya operasinya. Hal ini kemudian
mendorong perusahaan untuk memperkecil kegiatan operasinya.
Beragam permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dalam kegiatan operasi bisnisnya
seperti dikemukakan diatas, sangat berkaitan dengan masalah-masalah seputar Restrukturisasi,
Reorganisasi, dan Likuidasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari kebangkrutan?
2. Apa pengertian dari reorganisasi?
3. Apa pengertian dari likuidasi?
4. Bagaimana penerapan financial distress?
5. Bagaimana penerapan reorganisasi di dalam kebangkrutan?
6. Bagaimana penerapan likuidasi di dalam kebangkrutan?
7. Bagaimana prinsip prediction model di dalam kebangkrutan?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis mengambil tujuan makalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan pengertian dari kebangkrutan, reorganisasi dan likuidasi.
2. Menjelaskan penerapan dari financial distress.
3. Menjelaskan penerapan reorganisasi di dalam kebangkrutan.
4. Menjelaskan penerapan likuidasi di dalam kebangkrutan.
5. Menjelaskan prinsip prediction model di dalam kebangkrutan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kebangkrutan
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan
operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Drs. A. Abdurrachman
dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, kebangkrutan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak
mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya dan bersedia
dinyatakan bangkrut.
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar
Adnan dan Eha Kurniasih, 2000:137): yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan
kegagalan keuangan (financial failure). Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa
perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini
berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan
lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut
jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat
pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus
kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan
Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap
gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal
memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar
terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang
disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran
kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah
kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca
konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
5
Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan
atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-
kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana
untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh
perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa
digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,
karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang
mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum
sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat
adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor
ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.
2.2 Pengertian Reorganisasi
Istilah reorganisasi berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mampu bertahan diri dan atau memperkecil/mengurangi skala usahanya agar perusahaan tidak
mengalami kesulitan di bidang keuangan dalam situasi ekonomi yang kurang menguntungkan.
Asumsi dasar mengapa perusahaan melakukan reorganisasi adalah bahwa perusahaan
masih mempunyai kemampuan operasional yang cukup baik dalam situasi ekonomi yang kurang
menguntungkan. Hal ini umumnya ditekankan pada adanya efisiensi biaya ( khususnya biaya
tetap ) yang ada pada struktur biaya perusahaan. Adanya penekanan pada efisiensi biaya yang
sifatnya tetap ini dalam istilah reorganisasi disebut sebagai reorganisasi finansial.
Apabila penekanan pada efisiensi biaya sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan,
maka perusahaan sudah saatnya untuk melakukan reorganisasi operasional. Reorganisasi
operasional ini dilakukan dalam rangka untuk mengganti mesin-mesin maupun peralatan-
peralatan yang penggunaan jauh lebih efisien, mengurangi tenaga kerja dan melakukan
pemangkasan biaya-biaya yang semestinya tidak perlu terjadi.
Tentunya pengambilan keputusan untuk melakukan reorganisasi operasional ini akan
membawa dampak yang cukup besar bagi perusahaan, yakni timbulnya konsekuensi akan
kebutuhan dana yang cukup besar pada saat-saat awal dilakukannya reorganisasi.
6
Dalam reorganisasi finansial sering dibarengi dengan upaya konsolidasi, yaitu membuat
perusahaan jadi lebih “ ramping “ secara operasional. Reorganisasi dan konsolidasi dilakukan
dengan cara :
a. Melakukan penghematan biaya, artinya pengeluaran-pengeluaran yang tidak penting,
ditunda atau dibatalkan.
b. Menjual aktiva-aktiva yang tidak diperlukan.
c. Divisi ( unit bisnis ) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabung.
d. Menunda rencana ekspansi sampai dengan situasi dinilai lebih menguntungkan.
e. Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah hutang ( kalau dapat dikurangi dari hasil
penjualan aktiva yang tidak diperlukan ), dan menjaga likuiditas. Dalam jangka pendek
mungkin sekali profitabilitas dikorbankan ( profitabilitas terpaksa negatif ).
2.3 Pengertian Likuidasi
Upaya terakhir yang biasa ditempuh oleh pihak manajemen perusahaan, apabila cara
restrukturisasi maupun reorganisasi perusahaan telah dilakukan dalam menghadapi situasi
ekonomi yang tidak menguntungkan serta menghindari perusahaan mengalami kesulitan di
bidang keuangan sacara terus menerus adalah “ likuidasi “. Artinya cara likuidasi ini akan
menjadi upaya terakhir yang harus ditempuh oleh manajemen perusahaan, apabila para kreditur
berpendapat bahwa prospek perusahaan sudah tidak lagi dipandang menguntungkan, walaupun
adanya tambahan modal kerja atau merubah kredit menjadi penyertaan. Dalam posisi ini, para
kreditur akan lebih menyukai perusahaan untuk dilikuidir saja.
Andaikata cara likuidasi ini sudah menjadi keputusan, maka para kreditur akan sepakat
bahwa pembayaran kewajiban perusahaan hendaknya dilakukan dengan cara yang
menguntungkan bagi kedua belah pihak, yakni antara kreditur dengan debitur. Salah satu bentuk
penyelesaian kewajiban finansial perusahaan yang harus dipenuhi bisa menggunakan cara “
composition “. Composition merupakan bentuk penyelesaian kewajiban finansial perusahaan
sebagai debitur kepada kreditur dengan memberikan keringanan dalam hal penghapusan denda,
penghapusan bunga atau bahkan sampai dengan pengurangan pokok tagihan dari jumlah yang
seharusnya diselesaikan.
Umumnya kesulitan keuangan yang akan dialami oleh suatu perusahaan dapat
diprediksikan di masa mendatang dengan menggunakan beberapa indikator keuangan sebagai
7
ukuran kinerja keuangan perusahaan dari waktu ke waktu. Sebagai misal, apabila rasio keuangan
dalam bentuk debt to equity ratio mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, akan merupakan
sinyal yang kuat terhadap kelangsungan hidup ( survival ) perusahaan di masa mendatang.
Artinya kemungkinan terjadi kebangkrutan ( bankcruptcy ) akan menjadi semakin besar bagi
perusahaan. Demikian juga apabila rasio rentabilitas modal sendiri menunjukkan kecenderungan
penurunan, hal ini juga merupakan indikasi kebangkrutan perusahaan di masa mendatang.
Perbandingan satu indikator ( rasio keuangan ) antara perusahaan yang bangkrut
(bankcruptcy ) dan yang survive disebut sebagai “ univariate model “. Pemikirannya adalah
bahwa mestinya terdapat perilaku yang berbeda antara perusahaan yang bangkrut dan yang
survive.
Dari penjelasan diatas, dapatlah dikatakan bahwa kecenderungan rasio keuangan sebagai
indikator keuangan perusahaan dapat dipergunakan sebagai salah cara untuk menilai tingkat
kesehatan keuangan perusahaan dan sekaligus juga dapat dipergunakan untuk memprediksikan
kebangkrutan ( bankcruptcy ) suatu perusahaan di masa-masa mendatang.
Altman ( 1972 ) dalam penelitiannya telah menggabungkan berbagai rasio keuangan
kedalam suatu model yang disebut sebagai “ multivariate model “ dengan menggunakan teknik
diskriminan untuk memprediksi apakah suatu perusahaan akan bangkrut atau tidak.
2.4 Pengertian Financial Distress dan indikasinya
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan
adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi
kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk
mengetahui kondisi keuangan perusahaan dan mengantisipasi kondisi yang menyebabkan
kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.
Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress merupakan suatu kondisi dimana
keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang krisis. Dengan kata lain financial
distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya. Sedangkan kesulitan keuangan merupakan kesulitan
likuiditas sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasinya dengan baik
(Trijadi, 1999). Kesulitan keuangan dapat diartikan dalam beberapa kategori yaitu sebagai
berikut :
8
1. Economic Failure, yaitu kegagalan ekonomi yang berarti bahwa pendapatan perusahaan
tidak dapat menutup biayanya sendiri. Ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya
modal.
2. Bussines Failure, didefenisikan sebagai usaha yang menghentikan operasinya dengan
akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan dengan akibat kerugian bagi
kreditur, dan kemudian dikatakan gagal meskipun tidak melalui kebangkrutan secara
normal.
3. Technical insolvency, sebuah perusahaan dapat dinilai mengalami kesulitan keuangan
apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo.
4. Technical insolvency ini menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara
dimana pada suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi
kewajibannya dan tetap beroperasi.
5. Insolvency in bankcrupy, sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami kesulitan
keuangan bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari asset
perusahaan.
6. Legal Bankcrupy, sebuah perusahaan dikatakan sebagai bangkrut secara hukum, kecuali
diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
Indikasi terjadinya kesulitan keuangan atau financial distress dapat diketahui dari kinerja
keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan dapat diperoleh dari informasi akuntansi yang
berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan mengenai posisi
kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan serta infromasi lainnya yang diperlukan oleh
pemakai informasi akuntansi. Menurut standar akuntansi keuangan (2007) laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain yang
berkaitan dengan laporan tersebut.
Berbagai pihak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan
keputusan untuk melakukan aktifitas investasi dan pendanaan, baik pihak internal maupun
eksternal perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal
distress seperti penundaan pengiriman barang, masalah kualitas produk, tagihan dari bank dan
lain sebagainya yang menyebabkan perubahan terhadap biaya operasi sehingga perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. Indikasi awal terjadinya financial distress
9
diperbankan dapat diketahui dari laporan keuangan bank yang sudah diterbitkan oleh bank
tersebut, terutama laporan laba rugi dimana perusahaan perbankan mengalami laba bersih negatif
dan mengalami negatif spread akibat rendahnya biaya bunga pinjaman daripada bunga
simpanan. Spread merupakan selisih antara tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan
(Budisantosa dan Triandaru, 2006). Besar kecilnya spread disuatu bank dapat dijadikan indikator
tingkat efisiensi atau kinerja suatu bank.
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan perbankan merupakan salah satu
sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.
Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang tepat,
data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan
ekonomis. Platt dan Platt (2002) menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan
mengalami financial distress adalah:
1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya
kebangkrutan.
2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih
mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.
3. Memberikan tanda peringatan dini/awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan
datang.
Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisa untuk membantu mengevaluasi laporan
keuangan perusahaan dengan menggabung-gabungkan angka-angka didalam atau antara laba-
rugi dan neraca. Analisis terhadap rasio keuangan perusahaan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi keuangan secara sistematis dan memberikan proses penilaian yang bertujuan
untuk mengevaluasi posisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan pada masa lalu dan saat
sekarang. Salah satu tujuan analisis keuangan itu adalah untuk memperkirakan
kelangsunganmhidup perusahaan atau tingkat kebangkrutan perusahaan. Kelangsungan hidup
suatu perusahaan merupakan salah satu aspek penting untuk diketahui dan diharapkan oleh
semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan (Harnanto, 1987).
Rasio adalah suatu rumusan secara sistematis dari hubungan atau korelasi antara suatu
jumlah dengan jumlah tertentu lainnya. Analisis rasio merupakan suatu teknik analisa yang
dalam banyak hal mampu memberikan pertunjuk atau indikator dan gejala-gejala yang timbul
10
disekitar kondisi yang melingkupinya. Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2007) ada
5 macam analisis: (1) Rasio Likuiditas, (2) Rasio Aktivitas, (3) Rasio Solvabilitas, (4) Rasio
Profitabilitas dan (5) Rasio Pasar. Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk menganalisis
atau memprediksi kebangkrutan dan financial distress agar manajemen dapat mengambil
tindakan untuk mencegah kondisi yang tidak diinginkan. Prediksi financial distress perlu untuk
dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini
diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada
kebangkrutan.
Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak (Almilia, 2003).
Pihak – pihak yang menggunakan model tersebut meliputi :
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress menpunyai
relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan
memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang
telah diberikan.
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai
kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan
bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi
kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini
menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan
perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antitrust
regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor
dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan
menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung
(kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan
adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari
kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari
kebangkrutan.
11
2.5 Reorganization in Bankruptcy
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Kepailitan NO.40 Tahun 1998, dapat ditarik
kesimpulan bahwa syarat-syarat agar suatu perusahaan dapat dikatakan pailit adalah sebagai
berikut :
a. Mempunyai 2 atau lebihkreditur,
b. Tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Persyarata memiliki 2 atau lebih kreditur menegaskan bahwa dalam kepailitan yang
menjadi batasannya dalah jumlah kreditur yang mempunyai 2 tau lebih, jadi bukanlah
jumlah piutangnya.
Reorganisasi perusahaan berarti juga menyusun ulang organisasi yang dapat dibedakan :
1. Reorganisasi yuridis, terjadi apabila ada perubahan bentuk perusahaan. Misalnya
perusahaan perseorangan diubah menjadi Perseroan Terbatas.
2. Reorganisasi struktral, yaitu penyusunan kembali struktur organisasi. Misalnya struktur
organisasi fungsional diubah menjadi struktur organisasi garis.
3. Reorganisasi financial, merupakan capital restructuring yang menyangkut perubahan
menyeluruh dari struktur modal karena perusahaan telah atau sangat cenderung untuk
insovable. Tujuan reorganisasi financial adalah untuk menyehatkan kembali permodalan
perusahaan .
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan
operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insovabilitas. Kegagalan dalam arti ekonomi dapat
berupa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi bebannya
sendiri, hal ini berarti tingkat labanya lebih kecil daripada biaya modalnya atau nilai sekarang
dari arus kas perusahaan lebih kecil daripada kewajiban. Bahkan kegagalan dapat berarti apabila
tingkat pendapatan atas biaya histris dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal
perusahaan. Kegagalan keuangan dapat diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara
dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada 2 bentuk yaitu:
1. Insolvensi tekhnis,
2. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan.
12
Insolvensi tekhnis adalah perusahaan dianggap gagal apabila perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi apabila suatu perusahaan gagal
memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar
terhadap utang lancar yang sudah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva
yang disyaratkan. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan
dalam ukuran yang sebagai kekayaan bersihnegatif daam nerca konvensional atau nilai sekarang
dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Kebangkrutan dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan
atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-
kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana
untuk menjalankan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai perusahaan tidak dapat
dicapai yaitu profit,sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bias digunakan untuk
mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi bias ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Menurut Bambang Riyanto factor-faktor penyebab kegagalan usaha adalah dibagi
menjadi 2 yaitu factor ekstern dan intern. Factor intern berasala dari dalam perusahaan itu sendiri
baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan. Factor keuangan sendiri yaitu hutang yang
terlalu besar sehingga menjadi beban tetap yang berat bagi perusahaan, adanya kewajiban jangka
pendek yang lebih besar dari aktiva lancar perusahaan, lambatnya pengumpulan piutang atau
banyaknya bad debt, kesalahan dalam kebijakan deviden dan tidak cukupnya dana penyusutan.
Sedangkan untuk factor non ekonomi dapat berupa adanya kesalahan-kesalahan dalam pemilihan
lokasi usaha, penentuan produk yang dihasilkan dan penentuan skala usaha, kurang baiknya
struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pemimpin perusahaan, adanya manajerial
incompetent. Sedangkan factor ekstern adalah berasal dari luar perusahaan itu sendiri dan berada
diluar jangkauan atau control pimpinan yaitu adanya persaingan ketat dan hebat, berkurangnya
permintaan produk yang dihasilkan serta turunnya harga.
Menurut Drs. A. Abdurrachman, reorganisasi pada umumnya adalah pengaturan atau
perbaikan mengenai susunan capital suatu perseroan,biasanya yang meliputi penarikan kembali
semua efek yang belum diselesaikan dan penggantiannya dengan efek yang baru.pada khususnya
adalah suatu recapitalization mengenai suatu perseroan yang jatuh bangkrut yang menetapkan
13
bahwa para pemegang saham, pemegang obligasi dan para kreditur menyetujui satu sama lain
bahwa akan menyerahkan kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya dan membentuk
suatu perseroan yang baru untuk menyelesaikan hutang-hutang perseroan yang lama dan
melanjutkan usaha-usahanya.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa reorganisasi adalah situasi dimana
aktiva dari perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dinyatakan dalam nilai pasar dan
penyusunan kembali struktur permodalan perusahaan untuk mencerminkan tiap perubahan pada
sisi aktiva. Dalam reorganisasi, perusahaan berjalan terus sedangkan pada kepailitan perusahaan
dilikuidasi akan sirna. Jika nilai perusahaan going concern lebih tinggi dibandingkan nilai
perusahaan dilikuidasi maka
Pilihan reorganisasi atau restrukturisasi layak dilakukan. Dalam situasi ini operasi
perusahaan akan dilakukan perbaikan-perbaikan terutama perbaikan struktur modalnya. Trustee
(curator) dapat ditunjuk untuk melakukan atau menjalankan reorganisasi tersebut. Rencana
reorganisasi berdasarkan pada prinsip keadilan dan kelayakan. Prinsip keadilan berarti semua
pihak harus diperlakukan secara adil(fair). Prinsip kelayakan berarti rencana yang dibuat harus
layak (bias) dilakukan. Sebagai contoh jika perusahaan mempunyai beban hutang terlalu tinggi
sedangkan kemampuan penjualan sangat kecil, maka reorganisasi tidak layak dilakukan.
Langkah-langkah reorganisasi :
a. Menentukan nilai perusahaan, menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat
kapitalisasi.
b. Menentukan struktur modal yang baru, struktur modal bertujuan mengurangi beban tetap
(bunga) agar perusahaan bias beroperasi denganlebih fleksibel. Untuk mengurangi beban
tetap tesebut total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa
operasi perusahaan akan berhasil maka likuidasi merupakan alternative satu-satunya yang
mungkin dilakukan oleh perusahaan .
Likuidasi adalah proses dimana sebuah perusahaan sebagai suatu badan hokum berhenti
beroperasi dengan cara mengakhiri hidup perusahaan tersebut. Proses demikian dapat dimulai
atas permintaan para kreditor karena perusahaan dianggap telah bangkrut. Orang yang ditunjuk
sebagai likuidator menjual seluruh asset perusahaan seharga nilai realisasinya nanti. Jika dana
hasil penjualan aktiva tidak mencukupi untuk membayar kreditor para kreditor istimewa para
kreditor istimewa akan dibayar terlebih dahulu baru kemudian para pemberi pinjaman biasa
14
dibayar dengan pembagian yang merata. Jika ada dana sisa ini akan dibagikan secara merata
kepada para pemegang saham. Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Melalui penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan,
2. Melalui kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.
2.6 Likuidasi dalam Kebangkrutan
Likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai
suatu perusahaan. Likuidasi lebih menekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai
suatu badan hukum dengan segala hak-hak dan kewajiban. Likuidasi atau pembubaran
perusahaan senantiasa berakibat penutupan usaha akan tetapi likuidasi tidak selalu berarti
perusahaan bangkrut. Likuidasi mempunyai tiga arti yaitu (info Bank, 1997:98):
1. Realisasi tunai
2. Pengakhiran usaha dengan cara pengkonversian aset-asetnya menjadi uang tunai dan
pendistribusian hasil tersebut. Yang pertama kepada direktur sesuai urutan yang
diutamakan dan sisanya kalau ada ke para pemilik perusahaan sesuai proporsi
kepemilikannya.
3. Suatu cara penyembuhan yang tersedia bagi debitur yang tidak bisa membayar
kewajiban-kewajibannya (insolvent). Likuidasi bertujuan dasar realisasi aset-asetnya dan
likuidasi kewajiban-kewajibannya ketimbang kesinambungan usaha, sebagaimana yang
biasa terjadi dalam reorganisasi. Insolvency menunjukkan pada ketidakmampuan debitur
membayar kewajiban-kewajibannya yang sudah jatuh tempo.
Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu yang pertama adalah melalui
penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan, dan yang kedua melalui
kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.
1. Likuidasi penyerahan adalah prodesur informal untuk melikuidir hutang, bagi kreditur
cara ini lebih menguntungkan dibanding kepailitan formal karena mereka menerima lebih
banyak. Dilakukan transfer kepemilikan aktiva kepada pihak ketiga yang
disebut assignee atau trustee. Assignee diinstruksikan untuk menjual aktiva itu baik di
bawah tangan atau melalui lelang umum dan hasilnya dibagikan kepada kreditur secara
pro-rata.
15
2. Likuidasi kepailitan diatur dalam Undang-undang kepailitan yang mempunyai tiga fungsi
penting, yaitu melindungi kreditur dari kemungkinan penipuan oleh debitur, pembagian
aktiva debitur secara adil kepada para kreditur, menghapuskan semua kewajiban debitur
sehingga yang bersangkutan dapat mulai usaha baru tanpa harus dibebani hutang
terdahulu.
Selain dari kedua cara tersebut, proses likuidasi juga bisa dilakukan secara formal
ataupun tidak formal. Proses likuidasi tidak formal dilakukan perusahaan dengan pertimbangan
biaya lebih murah, aktivitas lebih sederhana, kreditor mendapatkan uangnya lebih banyak dan
lebih cepat. Sedangkan untuk proses likuidasi formal melibatkan pihak ketiga seperti pengadilan.
Melalui pihak ketiga, pihak-pihak yang terlibat dalam kebangkrutan bisa memperoleh
perlindungan dari pihak lainnya. Pengadilan berusaha agar pihak-pihak yang berkaitan
memperoleh perlakuan yang adil selama proses perbaikan tersebut.
Ada dua alasan secara teoritis yang mendorong perusahaan menggunakan jalur formal,
yaitu permasalahan Common Pool, dan Hold Out.
1. Common Pool. Misalkan suatu perusahaan mempunyai nilai hutang nominal sebesar total
Rp 20 milyar, yang berasal dari 10 kreditor dengan besar masing-masing adalah sama (Rp
2milyar). Nilai pasar perusahaan tersebut jika bertahan adalah Rp 15milyar. Jika
dilikuidasi, asset perusahaan bisa dijual menghasilkan kas sebesar Rp 10milyar. Misalkan
2kreditor tersebut bisa menuntut agar perusahaan dibangkrutkan.
2. Hold-Out. Misalkan pada contoh di atas perusahaan berhasil meyakinkan kreditor agar
dilakukan restrukturisasi. Hutang yang lama (yang besarnya Rp 2 milyar untuk setiap
kreditor), diganti dengan hutang baru yang nilainya lebih rendah, missal Rp 1,4 milyar
untuk setiap kreditor. Jika kreditor menyetujui usulan tersebut, total hutang menjadi Rp
14milyar. Karena nilai perusahaan jika jalan terus adalah Rp 15 milyar, maka pemegang
saham memperoleh sisa sebesar Rp 1 milyar. Perusahaan dengan demikian tidak perlu
dilikuidasi, tetapi masih bisa berjalan terus. Kreditor secara keseluruhan juga diuntungkan
(dibandingkan jika bangkrut), karena nilai Rp 14milyar lebih besar dibandingkan dengan
Rp 10milyar (jika dibangkrutkan dan dilikuidasi).
16
2.7 Analisis Model Prediksi Kebangkrutan
Analisis Model Prediksi Kebangkrutan ini, dibedakan menjadi empat macam model
sebagai berikut:
1. Model Grover
Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan
penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel
sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas
rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35
perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982
sampai 1996. Jeffrey S. Grover (2001) menghasilkan fungsi sebagai berikut:
Score = 1,650X1 + 3,404X3 – 0,016ROA + 0,057...............................................(1)
Dimana :
X1 = Working capital/Total assets
X3 = Earnings before interest and taxes/Total assets
ROA = net income/total assets
Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan bangkrut dengan skor kurang
atau sama dengan -0,02 (Z ≤ -0,02). Sedangkan nilai untuk perusahaan yang
dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut adalah lebih atau sama dengan 0,01 (Z ≥
0,01).
2. Model Altman Z-Score
Pada tahun 1968, Altman menerapkan Multiple Discriminant Analysis untuk pertama
kalinya. Analisis diskriminan yang dilakukan Altman dengan mengidentifikasikan rasio-
rasio keuangan menghasilkan suatu model yang dapat memprediksi perusahaan yang
memiliki kemungkinan tinggi untuk bangkrut dan tidak bangkrut. Fatmawati (2012)
menyatakan model prediksi ini mengalami beberapa revisi hingga menjadi persamaan
baru yang telah disesuaikan agar prediksi dapat dilakukan terhadap perusahaan swasta
dan tidak hanya sebatas perusahaan manufaktur yang telah go public. Anjum (2012)
berpendapat bahwa model ini dapat diterapkan pada ekonomi modern yang mampu
memprediksi kebangkrutan hingga satu, dua, dan tiga tahun ke depan. Pendapat senada
juga diberikan Hayes, dkk (2010) serta Odipo dan Sitati (2010) bahwa model ini
17
memiliki tingkat akurasi yang tinggi yaitu di atas 80%. Model yang dikenal sebagai
Revised Altman’s Z-Score dengan fungsi diskriminan sebagai berikut (Altman, 2000):
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,988X5 ..................................(2)
Dimana:
X1 = Working Capital / Total Asset
X2 = Retained Earnings / Total Asset
X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Asset
X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Debt
X5 = Sales / Total Asset
Model Altman Z-Score mengklasifikasikan perusahaan dengan skor < 1,23 berpotensi
untuk mengalami kebangkrutan. Skor 1,23 – 2,90 diklasifikasikan sebagai grey area,
sedangkan perusahaan dengan skor > 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak
berpotensi mengalami kebangkrutan.
3. Model Springate
Penelitian yang dilakukan oleh Gordon L.V Springate (1978) menghasilkan model
prediksi kebangkrutan yang dibuat dengan mengikuti prosedur model Altman. Model
prediksi kebangkrutan yang dikenal sebagai model Springate ini menggunakan 4 rasio
keuangan yang dipilih berdasarkan 19 rasio-rasio keuangan dalam berbagai literatur.
Model ini memiliki rumus sebagai berikut:
Z = 1,03 A + 3,07 B + 0,66 C +0,4 D ..............................................................( 3)
Dimana:
A = Working Capital/Total Asset
B = Net Profit before Interest and Taxes/Total Asset
C = Net Profit before Taxes/Current Liabilities
D = Sales / Total Asset
Model Springate ini mengklasifikasikan perusahaan dengan skor Z > 0,862
merupakan perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut, begitu juga sebaliknya jika
perusahaan memiliki skor Z < 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak sehat
dan berpotensi untuk bangkrut.
18
4. Model Zmijewski
Model prediksi yang dihasilkan oleh Zmijewski pada tahun 1983 merupakan hasil riset
selama 20 tahun yang ditelaah ulang. Model ini menghasilkan rumus sebagai berikut:
X = -4,3 - 4,5X1 + 5,7X2 – 0,004X3 .................................................................(4)
Dimana :
X1 = ROA (Return on Asset)
X2 = Leverage (Debt Ratio)
X3 = Likuiditas (Current Ratio)
Jika skor yang diperoleh sebuah perusahaan dari model prediksi kebangkrutan ini
melebihi 0 maka perusahaan diprediksi berpotensi mengalami
kebangkrutan. Sebaliknya, jika sebuah perusahaan memiliki skor yang kurang dari 0
maka perusahaan diprediksi tidak berpotensi untuk mengalami kebangkrutan.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebangkrutan dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini
perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena
perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau
melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat
dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk
mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,
karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang
mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum
sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat
adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor
ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.
Upaya terakhir yang biasa ditempuh oleh pihak manajemen perusahaan, apabila cara
restrukturisasi maupun reorganisasi perusahaan telah dilakukan dalam menghadapi situasi
ekonomi yang tidak menguntungkan serta menghindari perusahaan mengalami kesulitan di
bidang keuangan sacara terus menerus adalah “ likuidasi “. Artinya cara likuidasi ini akan
menjadi upaya terakhir yang harus ditempuh oleh manajemen perusahaan, apabila para kreditur
berpendapat bahwa prospek perusahaan sudah tidak lagi dipandang menguntungkan, walaupun
adanya tambahan modal kerja atau merubah kredit menjadi penyertaan. Dalam posisi ini, para
kreditur akan lebih menyukai perusahaan untuk dilikuidir saja.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ermayanti, Dwi. 2011. Kebangkrutan (Online)
http://dwiermayanti.wordpress.com/2011/06/10/kebangkrutan/ (diakses tanggal 10
November 2014)
. 2013. Restrukturisasi dan Reorganisasi (Online)
http://pajaksolusi.blogspot.com/2013/06/restrukturisasi-reorganisasi-dan.html (diakses
tanggal 10 November 2014)
. 2009. Kebangkrutan dan Reorganisasi (Online)
http://rdtloom.wordpress.com/2009/01/13/kebangkrutan-dan-reorganisasi/ (diakses
tanggal 11 November 2014)
. 2014. Analisis Prediksi Keabangkrutan (Online)
http://irmajhe.blogspot.com/2014/03/analisis-prediksi-kebangkrutan.html (diakses
tanggal 11 November 2014)
. 2013. Metode Altman Z Score. (Online)
http://www.kajianpustaka.com/2013/03/metode-altman-z-score.html (diakses tanggal 11
November 2014)
21
top related