laporan bab 1-5
Post on 22-Dec-2015
37 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan Nasional.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit disamping penyembuhan dan pemulihan
kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
kualitas sumber daya manusia yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya
saing manusia. ( Noor,Nur Nasry.2007).
Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan individu
dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan
perilaku masyarakat dapat merugikan kesehatan baik masyarakat di pedesaan maupun
perkotaan yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dibidang kesehatan, ekonomi, maupun teknologi. Kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadap kesehatan tersebut adalah penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga,
kondisi rumah dan kondisi lingkungan pemukiman (Depkes RI , 2007)
Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Millennium Development
Goals (MDGs) yang disepakati seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, menetapkan
bahwa pada tahun 2015 separuh dari penduduk dunia yang saat ini belum mendapatkan
akses terhadap sanitasi dasar (jamban) harus mendapatkannya. Sedangkan pada tahun 2025
seluruh penduduk dunia harus mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar. Penetapan ini
mendorong pentingnya program untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
perlunya pemilikan dan penggunaan jamban (Depkes RI , 2007).
Bheramari merupakan salah satu desa dari 28 desa yang terletak di Kecamatan
Nangapanda – Kabupaten Ende, dengan jumlah penduduk sebanyak 965 jiwa dan jumlah
Kepala Keluarga (KK) sebanyak 245 KK, dimana 365 jiwa adalah bertani, 32 jiwa adalah
nelayan, 13 jiwa adalah pegawai swasta, 6 jiwa PNS, 9 jiwa usaha dagang dan 413 adalah
lain-lain. Masyarakat sebagian tinggal di pinggir pantai dan sisanya berada bukit dimana
mempunyai kebiasaan Buang Air Besar (BAB) di pinggir pantai dan di kali. Berdasarkan
data sanitasi dasar yang diperoleh dari puskesmas setempat bahwa kasus yang paling tinggi
1
adalah diare yaitu sebanyak 30% ,Disentri 5%, Tifus 10% dan Kecacingan 15% (Polindes
Bheramari, 2015)
Berdasarkan data pada maret 2015, terdapat 28% penduduk yang menggunakan
jamban keluarga (darurat), 31 % yang menggunakan jamban pribadi (layak) dan 41% yang
tidak memiliki jamban kelurga.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian
dengan mengambil judul tentang “ UPAYA MENGATASI MASALAH SANITASI
LINGKUNGAN MELALUI PROGRAM JAMBAN DI DESA BHERAMARI – KEC.
NANGAPANDA MENGGUNAKAN METODE CLTS“
1.2 Profil Desa
1. Sejarah Pembentukan Desa
Pada tahun 1979 terbentuknya desa Bheramari yang diawali dengan
musyawarah oleh para mosalaki, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat yang
ada di kampung Nangakeo, Pauwawa, Mbotu Ramba dan Nio Maga. Dalam
pertemuan tersebut terjadi perbedaan pendapat tentang pemberian nama, karena mosa
laki dari kampung Nangakeo dan Pauwawa mengusulkan nama desa Bheramari dan
mosalaki dari kampung Mbotu Ramba dan Nio Maga mengusulkan nama desa
Jenggarangga. Mosalaki dari kedua kubu masing-masing mempertahankan kedua
nama tersebut, akhirnya pertemuan diakhiri tanpa ada kata sepakat.
Beberapa minggu kemudian para mosalaki, tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh
masyarakat berkumpulkan kembali untuk melakukan perundingan lagi tentang nama
desa tersebut. Di dalam perundingan tersebut terjadi lagi perdebatan dimana kampung
Nangakeo dan Pauwawa tetap mempertahankan nama desa Bheramari untuk dijadikan
nama desa dengan alasan bahwa keempat kampung tersebut masih memiliki
keturunan dari Bheramari. Akhirnya para mosalaki, tokoh-tokoh agama dan tokoh-
tokoh masyarakat dari kedua kubu tersebut sepakat memberikan nama desa
Bheramari. Desa Bheramri dipimpin oleh beberapa kepala desa yaitu :
pada tahun 1979 - 1984 dipimpin oleh H.Abdullah H.M Jaru.
Pada tahun 1984 - 1989 dipimpin oleh Bapak Petrus Susu.
Pada tahun 1989 - 1994 dipimpin oleh Bapak Andreas Kapo.
Pada tahun 1994 - 1999 dipimpin oleh Bapak Gregorius Gebo.
2
Pada tahun 1999 - 2003 dipimpin oleh Bapak Agustinus Tibo. Beliau menjabat
selama 4 tahun. Karena meninggal dunia, akhirnya digantikan oleh Bapak Beni
Abdullah (Sekdes) selama 2 tahun.
Pada tahun 2009 - 2015 dipimpin oleh Bapak Pare Pua Salama. (Geradus, 2015)
2. Struktur Pemerintahan Desa Bheramari
3
3. Peta Desa
Gambar 1.1 Gambar Peta Desa Bheramari
4. Letak , Luas dan Batas Wilayah
a. Luas Desa : 8.26 Ha
b. Luas Wilayah :
1. Sebelah Utara : Desa Jegharangga
2. Sebelah Selatan : Laut Sawu
3 .Sebelah Barat : Desa Ndeturea
4. Sebelah Timur : Desa Nggorea
5. Pembagian Wilayah (Dusun,RW dan RT serta Peta Desa)
6. Kondisi GeografisS
Ketinggian dari permukaan laut : 0 s/d 4 m
Banyaknya curah hujan : 3000 mm/ tahun
Topografi (dataran rendah, tinggi, pantai ) : Pantai
Suhu rata-rata : 25-30 °C
7. Sarana Dan Prasarana Transportasi
Jalan Jembatan Alat transportasi
1. Jalan Dusun
2. Jalan Desa
3. Jalan Kabupaten
4. Jalan Propinsi
5. Jalan Negara
1. Jembatan Nangalala
2. Jembatan Nangakeo
1. Sepeda
2. Sepeda motor
3. Mikrolet
4. Mobil pribadi
5. Truk
6. Perahu Layar
4
7. Perahu Dayung
8. Perahu Motor
9. Gerobak
Tabel 1.2 Sarana dan prasarana transportasi
8. Sarana Dan Prasarana Sosial Ekonomi
1. KUD
2. KCK
3. Koperasi Simpan Pinjam
4. USBP
9. Potensi Primadona Desa
1. Kopra
2. Kakao
3. Kemiri
10. Kelemahan / Kekurangan Dominan Di Desa
1. Kurangnya kepemilikan Jamban
2. Kurangnya persediaan air bersih
3. SDM masih minim
4. Masih kurangnya tenaga kesehatan masyarakat (Data Monografi, 2015)
11. Struktur BPD
5
BAB II
PERMASALAHAN, TARGET DAN LUARAN
2.1 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah yaitu
bagaimana peran Community Led Total Sanitation (CLTS) dalam perubahan perilaku
masyarakat sehingga berpengaruh pada kejadian diare, di Desa Bheramari. Rumusan
masalah tersebut dijabarkan melalui beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan CLTS dalam mengubah perilaku masyarakat?
2. Bagaimana pelaksanaan CLTS dalam menurunkan kasus diare?
3. Apakah manfaat yang diperoleh wilayah yang memperoleh CLTS ditinjau dari sisi
lingkungan?
2.2 Target dan Luaran
2.2.1 Target
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka target yang dituju adalah:
2.2.1.1 Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi
tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-
individu yang berada dalam kelompok tersebut.
2.2.1.2 Pemerintah Desa
Pemerintah desa dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh perangkat
desa. Perangkat desa sendiri terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan
perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
2.2.1.3 Pondok Bersalin Desa ( Polindes)
Pondok bersalin desa ( Polindes) adalah salah bentuk partisipasi atau peran serta
masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan
kesehatan ibu dan anak, termasuk KB yang mana tempat dan lokasinya berada di
desa. Polindes hanya dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal
di desa tersebut.Sebagai bentuk peran serta masyarakat, polindes seperti halnya
posyandu dikelola oleh pamong setempat, dalam hal ini Kepala Desa melalui
LKMDnya.
2.2.2 Luaran atau solusi
6
Ada 3 unsur dalam upaya mengatasi masalah sanitasi lingkungan yaitu :
2.2.1.4 Pemerintahan Desa.
Salah satu target prioritas program pemerintahan Desa Bheramari, di bawa
koordinasi dinas kesehatan, pelaksanaan CLTS merupakan upaya menjaga
keberhasilan lingkungan dari tinja manusia. Dengan cara menghimbau masyarakat
membuang air besar dan air kecil di jamban.Upaya tersebut sebagai bentuk
partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan, sekaligus menjadi
tindakan preventif pemerintahan agar tidak terjadinya penyebaran berbagai macam
penyakit di masyarakat. Meskipun sebagian masyarakat telah mengetahui bahaya
BAB dan BAK sembarangan terhadap kesehatan lingkungan yang berdampak pada
kesehatan masyarakat ,tetapi besarnya biaya pembangunan jamban menjadi
penghambat masyrakat untuk membuat jamban keluarga.
Mengatasi keterbatasan anggaran peneliti menganjurkan kepada pemerintah
desa dengan menawarkan program arisan jamban keluarga (parisai panjaga). Program
parisai penjaga merupakan upaya pengadaan jamban, pada setiap rumah tangga dalam
bentuk arisan. Tujuanya agar semua rumah tangga mudah memiliki jamban. Program
parisai panjaga di targetan mencakup semua rumah tangga, khususnya bagi mereka
yang belum memiliki jamban keluarga, dalam lingkup Desa Bheramari. Dengan
adanaya program ini diharapkan memberikan keringan bagi mereka yang kurang
mampu untuk memiliki jamban keluarga sehat.
2.2.1.5 Bidang Kesehatan (Polindes Bheramari).
Upaya mengatasi masalah sanitasi lingkunganmelalui program jamban di bidang
kesehatan melalui proram CLTS :
a. Memicu perubahan perilaku buang air besar dan buang air sembarangan
menuju buang air besar dan buang air kecil di tempat terpusat dan tertutup
b. Meningkatkan akses jamban masyrakat sebagai akibat terpicunya masyrakat
untuk open defication free (ODF) kondisi di mana masyrakat tidak membuang air
besar dan air kecil tidak pada tempatnya. Maka peneliti menawarkan beberapa
cara dalam upaya mengatasi masalah sanitasi dasar kepada petugas polindes
bheramari yaitu: Melakukan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat tentang
pentingnya memiliki jamban dengan menggunakan metode CLTS atau STBM.
7
2.2.1.6 Masyarakat.
Upaya mengatasi masalah sanitasi dasar yang belum memadai yang di alami oleh
masyarakat desa bheramari saat ini, maka peneliti menawarkan solusinya yaitu:
a. Masyarakat menyadari pentingnya memiliki sanitasi dasar (jamban) agar
meminimalisir dari ganguan kesehatan berupa beberapa penyakit misalnya diare,
disenrti, tifus dan lain-lain.
b. Masyarakat memulai dengan membiasakan diri menjaga kesehatan lingkungan
dengan cara membuang air besar pada tempatnya.
8
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Pelaksanaan KKN-PPM
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu :
a. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik atau metode yang biasa dilakukan oleh peneliti
untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan
pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Pada metode
ini peneliti mengamati secara langsung tentang kondisi lingkungan secara umum
dan secara khusus setiap rumah tangga sebagian besar belum memiliki sanitasi
dasar (jamban) yang mengakibatkan perilaku masyarakat BAB sembarang tempat.
b. Wawancara
Wawancara adalah upaya yang dilakukan seseorang atau suatu pihak untuk
mendapatkan keterangan, atau pendapat mengenai sesuatu hal yang diperlukannya
untuk tujuan tertentu, dari seseorang atau pihak lain dengan cara tanya jawab. Pada
metode ini peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan pihak masarakat
dan pemerintahan desa dalam hal ini sekeretaris desa, para kepala dusun dari ketiga
dusun yang terdapat di desa bheramari .
c. Studi Literatur
Studi Literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Pada metode ini peneliti memperoleh data – data
dari berbagai sumber yaitu melalui beberapa buku refrensi dan dari internet tentang
upaya mengatasi masalah sanitasi lingkungan melalui program jamban di desa
bheramari menggunakan metode CLTS.
3.2. Metode Penelitian / Penyelesaian Masalah
3.2.1 Pengertian Community Led Total Sanitation
Community Led Total Sanitation (CLTS) merupakan Pendekatan yang dipakai untuk
merubah perilaku hygiene sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan dikenal dengan Community Led Total Sanitation . CLTS diartikan menjadi
9
sanitasi total yang dipimpin oleh masyarakat merupakan pendekatan yang menyeluruh untuk
mencapai dan menjaga kesinambungan status Open Defication Free (ODF) suatu desa.
Pendekatan CLTS memfasilitasi masyarakat dalam menganalisis kondisi sanitasi mereka,
perilaku buang air besar mereka, dan konsekuensi dari hal-hal tersebut, dan pada akhirnya
bertujuan untuk mencapai status ODF atau Stop Buang Air Besar Sembarangan( Annisfaini.
2008)
3.2.2`Prinsip Dasar Metode CLTS
Sebagai suatu metode pendekatan CLTS mempunyai prinsip – prinsip dasar yang
harus dianut dan ditegakan dalam setiap pelaksanaannya. Prinsip dasar CLTS tersebut
yaitu :
1. Tanpa subsidi kepada masyarakat
2. Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban
3. Masyarakat sebagai pemimpin
4. Totalitas; seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan -
perencanaan – pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan Community Led Total
Sanitation tidak hanya dalam sanitasi, tetapi juga dapat di terapkan dalam hal lain
seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain – lain, yang terpenting adalah:
a. Inisiatif masyarakat
b. Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif
adalah kunci utama.
c. Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam
pendekatan ini.
d. Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya
akan muncul “natural leader”.
Perubahan dari Sistem Target Driven menjadi Community Lead Proses
Approach
CERITA SYSTEM TARGET DRIVEN CLTS
Input dari luarmasyarakat
Subsidi benda-benda untuk
jamban
Pemberdayaan
masyarakat
Model ditentukan Muncul inovasi lain dari
10
masyarakat.
Cakupan Sebagian Menyeluruh
Indikatorkeberhasilan
Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan BAB disembarang tempat
Bahan yangdigunakan
Semen, Porslain, batu bata, dan
lain-lain
Dimulai dengan bambu,
kayu, dan lainlain
Pemanfaat Yang punya uang Masyarakat yang sangat
miskin
Waktu yangdibutuhkan
Seperti yang ditargetkan oleh
proyek
Ditentukan oleh
masyarakat
Motivasi utama Subsidi / bantuan Harga diri
Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubunganpersaudaraan,
perkawanan dan lain-lain
Keberlanjutan Sulit untuk dipastikan Dipastikan oleh
masyarakat
Sangsi bilamelakukan BABsembarangan
Tidak ada Disepakati oleh
masyarakat.
Tipe monitoring Oleh proyek Oleh masyarakat (bisa harian, bulanan,mingguan)
Tabel 3.1 Perubahan dari Sistem Target Driven menjadi CLTS
3.2.3 PRA Dalam CLTS
Untuk menimbulkan dan mewujudkan suatu partisipasi aktif dalam masyarakat
dalam suatu kegiatan atau program, dikenal suatu istilah metode atau pendekatan
partispatif. Dalam CLTS pendekatan partisipatif yang dianut adalah yang dikenal
dengan istilah Partisipatory Rural Appraisel (PRA). Ada 3 (tiga) pilar utama dalam
PRA yang merupakan basis CLTS adalah :
1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan)
2. Sharing (berbagi)
3. Method (metode)
11
Ketiganya merupakan pilar kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah
mencapai tahap “sharing” dan sangat sulit untuk menerapkan metode. Perilaku dan
kebiasaan yang dimaksud dan harus berubah adalah perilaku fasilitator. Perilaku dan
kebiasaan yang harus diubah diantaranya:
• Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok
yang berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang upper lower harus dirubah
menjadi “pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru”
karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
• Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong”
masyarakat untuk menemukan sesuatu.
• Bahasa tubuh atau gesture; sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa
tubuh yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau
ketrampilan yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
Gambar 3.1 Perubahan perilaku dan kebiasaan
Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi: perilaku
personal atau individual, perilaku institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau yang
berkaitan dengan profesi. Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara pikir dan bahasa tubuh) dari
fasilitator telah berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk
mengatakan tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk
melakukan sesuatu. Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah
diterapkan (proses pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara
mereka sudah ada keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan
misalnya kendala teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka
untuk mecapai perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif
pemecahan masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan,
semuanya harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
12
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL
4.1 Pembahasan
4.1.1 Tinjauan Teoritis Sanitasi Dan Jamban
4.1.1.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dlm pembudayaan hdup bersih dengan maksud
mencegah mc.bersentuhan langsung dgn kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia. Menurut who :sanitasi adalah perilaku di sengaja dalam pembudayaan hidup
bersih dengan maksud mencegh manusia bersentuhan lansung dengan kotoran dan
bahan buangan berbahaya lainya dengan harpan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.
4.1.1.2 Masalah – Maslah Kesehatan Lingkungan Dan Sanitasi
Masalah kesehatan lingkungan merupakan masalah yang kompleks untuk mengatasinya di butuhkan intergrasi dari berbagai sektor terkait. Masalah kesehatan lingkungan yang terjadi di indonesia antara lain :
1. Air bersih adalah air yang di gunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat di minum apabila telah di masak.air bersih banyak hubunganya denagan persampahan pengolahan samaph yang setiap hari di produksi olah masyarakat serta pembunagan air limbah yang lansung di alirakan pada saluaran sungai. Beberapa penyakit yang di timbulkan oleh sanitasi yang kuarang baik serta pembuangan samaph dan air limbah yang kurang baik di antaranya antara lain : Diare, Demam berdarah, Disentri, Hepatitis, Kolera, Cacingan .
2. Kesehatan pemukiman Sebenarnya penduduk dalam suatu negara merupakan suatu potensi yang dapat di manfatkan untuk pembangunan negra itu sendiri sebagai pelaksana sekaligus objek dari pembangunan.namun apabila jumlahnya terlamapau banyak dan sisi lain SDM itu sendiri tidak memadai untuk menjdi pelaksana pembangunan ,maka hal ini akan menjadi masalah karena penduduk hanya menjadi obyek pembangunanan bukan pelaksana.
3. Sampah Pertumbuhan ekonomi indonesia telah meningkatkan taraf kehidupn penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukan denagn pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasiaan lingkungan untuk keperluan industri ,bisnis dan aktivitas sosial. Pembuangan sampah yang tidak di urus dengan baik akan mengakibatkan masalah besar.
13
Karena penumpukan samapah atau membuangnya sembaranagan kekawasan terbuka dan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdamapak ke saluaran air tanah. Masalah sampah sudah satnya dilihat dari konteks nasional.kesukaran untuk mencari lokasi landifil sampah .
4. Serangga dan binatang penggangu Serangga sebagai reservoir ( habitat dan suvival ) bibit penyakit yang kemudian di sebut sebagai vektor misalanya a. Pinjal tikus untuk penyakit samapar b. Nyamuk anopheles untuk penyakit malariac. Nyamuk aides sp untuk demam berdarah
4.1.1.3 Solusi Menangani Masalah Sanitasi Dan Kesehatan Lingkungan
1. fasilitas air sehat air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :a. Syarat fisik
Bening (tak berwarna) Tidak berasa Suhu di bawah suhu udara di luarnya .
b. Syarat Bakteriologis harus bebas dari segaka bakteri terutama bakteri patogen c. Syarat kimia sesuai dengan prinsip teknlogi tepat guna di pedesaan maka air minum
yang berasaldari mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut di atas aslakan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia dan binatang.
2. Sumber-sumber air minum pada prinsipnya semua air dapat di proses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini sebagai berikut adalah a. Air hujan air hujan dapat di tampung kemudian di jadiakan air minum. Tetapi
air minum ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu dapat di jadiakan air minum yang sehat perlu di tambah klsium di dalamnya.
b. Air sungai dan danau Menurut asalanya sebagai dari air sungai dan air danau ini juga dari air hujan yang mengalir mmelalui saluran –saluaran ke dalam sungai atau danau ini.
c. Mata air yang kelur dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah.oleh karena itu air dari mata air ini belum tercemar oleh kotoran sudah dapart di jadikan air minum langsung.
d. Air sumber dangkal air ini keluar dari dalam tanah maka juga di sebut air tanah . Air berasl dari lapisan dari dalam tanah yang dangkal .
e. Air sumur dalam air ini berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah .dalamnya dari dalam permukaan tanah biasanya di atas 15 meter .oleh karena itu sebagian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk di jadikan air minum yang langsung tanpa melalui proses pengolahan.
14
4.1.2 Tinjauan Teoritis Jamban
4.1.2.1 Pengertian Jamban
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat
tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan
(Kusnoputranto, 1997)
Jamban adalah suatu tempat pembuangan hajat atau kotoran manusia. Dalam
konteks kebahasaan istilah dan penyebutan kata jamban memliki beberapa pengertian.
Dalam peraturan menteri pekerjaan umum nomor 16 /2008 tentang kebijakaan dan
strategi nasional pengembangan sistem pengolahan air limbah pemukiman tidak
disebutkan adanya istilah jamban. Namun di dalam keputusan menteri pemukiman dan
prasarana wilayah nomor 534 /2001 tentang pedoman standar pelayanaan minimal
disebutkan adanya sarana sanitasi individual dan komunal berupa jamban beserta
MCK nya.
4.1.2.2 Manfaat Dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban keluarga
sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena
jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik. Ditinjau dari
kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan
pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau. Dalam peningkatan sanitasi
jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja Jamban yang baik dan
memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :
1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan
4.1.2.3 Kriteria Jamban Sehat
Kriteria jamban sehat yaitu :
1. Jamban sebaiknya di bangun bangunan jamban terlindung panas hujan, serangga
dan binatang – binatang lain serta terlindung dari pandangan orang lain.
15
2. Tempat duduk kakus : fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat
penampungan tinja harus kuat ,mudah di bersihkan berbentuk leher angsa atau
memakai tutup yang mudah di angkat,
3. Kecukupan air bersih: jamban hendaklah di siram minimal 4-5 gayung ,bertujuan
menghindari penyebran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih.
Tidak mengotori permukaan tanah di keliling jamban tersebut.
4. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
5. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoak dan binatang-binatang
lainnya .
6. Tidak mengotori tanah di sekitarnya.
7. Tidak menimbulkan bau
8. Mudah digunakan dan dipelihara
9. Sederhana desainnya
10. Murah
11. Dapat diterima oleh pemakainya
12. Tersedia alat pembersih :
Sabun cair untuk cuci tangan sesudah BAB
Sikat lantai untuk membersihkan jamban
Sabun lantai sebagi anti kuman untuk memermudah pembersihan jaman
Menurut (Kumoro, 1998) Adapun beberapa bagian dari sanitasi
pembuangan tinja adalah sebagai berikut:
a. Rumah Kakus fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.
b. Lantai Kakus berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.
c. Tempat Duduk Kakus fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jaddi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat (Simanjuntak P, 1999 )
d. Tempat Penampungan Tinja adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan berupa lobang tanah saja.
e. Saluran Peresapan Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja
16
4.1.2.4 Jenis – Jenis Jamban
Jenis – jenis jamban antara lain :
1. Jamban cubluk (Pit Privy)adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya
dibangun dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan jamban. Fungsi dari
lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak dimungkinkan
penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini,
kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu dalam karena akan menotori
air tanah, kedalamannya sekitar 1,5-3 meter .
2. Jamban leher angsa adalah jamban leher lubaang closet berbentuk lengkungan,
dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah
bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini adalah
model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan
3. Jamban Plengsengan perlu air untuk menggelontor kotoran, lubanng jamban ini
perlu juga ditutup.
4.1.2.5 Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara
pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air
3. Tidak ada sampah berserakanan
4. Rumah jamban dalam keadaan baik
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
7. Tersedia alat pembersih
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki
4.1.2.6 Transmisi Penyakit Dari Tinja
Adapu beberapa Penyakit menular yaitu :
1. Polio adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus
2. Kholera adalah penyakit infeksi saluran khusu bersifatakut yang disebabkan oleh
bakhteri fibrio
17
3. Hepatitis A dan lainnya
merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti
penyediaan jamban.Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator tercemarnya air,
dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan
manusia.Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia
sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara
lain air , tangan, seranggaa, tanah, makanan, susu serta sayuran. Menurut
Anderson dan arnstein (dalam Wagner & Lanoix, 1958) dalam buku M.
Soeparman dan suparmin 2002, terjadinya proses penularan penyakit diperlukan
faktor sebagai berikut :
a. kuman penyebab penyakit;
b. sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab;
c. cara keluar dari sumber;
d. cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial
e. cara masuk ke inang yang baru inang yang peka (susceptible)
4.2 Hasil
4.2.1 Kegiatan Lingkungan dan lanjutan
Memberikan energi bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan di bidang sanitasinya,
yaitu menjaga kesinambungan perubahan perilaku buang air besar agar tidak kembali ke kebiasaan
BAB yang lama di tempat terbuka. Community Led Total Sanitation atau Sanitasi Total Berbasis
masyarakat (CLTS / STBM) yang terpicu dengan baik membangkitkan tindakan kolektif yang cepat
yang mengurangi praktek buang air besar di tempat terbuka dengan amat cepat dan dapat mencapai
status 100% bebas dari buang air besar di tempat terbuka dalam waktu mingguan atau bulanan,
tergantung pada kesadaran masyarakat. Namun demikian, beberapa tindak lanjut adalah penting
dalam CLTS / STBM untuk memastikan bahwa CLTS / STBM dipertahankan dan perbaikan jamban
dilakukan dalam jangka waktu panjang. Identifikasi pemimpin alami dan menyemangati mereka untuk
mengambil alih dalam memastikan bahwa rencana kegiatan terlaksana dan bahwa perubahan perilaku
dapat dipertahankan merupakan kepentingan yang diutamakan.
Setelah Community Led Total Sanitation atau Sanitasi Total Berbasis masyarakat (CLTS /
STBM) tercapai, dorong masyarakat untuk membuat papan atau tanda yang menyatakan demikian. Hal
ini akan meningkatkan harga diri dan juga berguna untuk membangkitkan rasa tertarik di antara orang-
orang yang berkunjung ke desa dan mungkin tertarik untuk melakukan hal yang sama. Untuk
memastikan bahwa para warga tidak kembali ke perilaku lama setelah sanitasi total tercapai,
lingkungan dapat memutuskan untuk memberikan hukuman bagi mereka yang melanjutkan praktek
buang air besar di tempat terbuka. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat perubahan sedikit demi
18
sedikit perilaku lingkungan : setelah keluarga mulai menggunakan jamban, masyarakat akan terbiasa
dengan keamanan, kepuasan dan kenyamanan dalam menggunakan jamban, dan cenderung tidak
ingin kembali melakukan buang air besar di tempat terbuka. Perubahan perilaku ini, dan bukan
pembangunan jambannya, adalah kunci dalam daya tahan pendekatan CLTS. Bagaimanapun, jamban
lokal pertama berbiaya rendah mungkin takkan bertahan lama : dalam waktu satu tahun atau lebih
jamban tersebut kemungkinan akan penuh atau bangunannya mungkin akan runtuh. Seringkali
keluarga akan dengan spontan membangun jamban yang lebih baik dan lebih tahan lama saat hal ini
terjadi. Meskipun demikian dalam beberapa kasus, beberapa tindak lanjut akan dibutuhkan untuk
mendorong anggota lingkungan menepati janji yang pernah mereka buat.
4.2.2 Teknik Pemicuan
Ada 2 pemicuan yang mengupayakan menagatsi sanitasi dasar yaitu :
1. Memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pribadi”
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan
alasan mengapa mereka melakukannya:
• Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung dan
kegiatan yang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
• Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat
terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau tidak
sengaja?
• Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang
mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
• Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?
Catatan :
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling terbebani
(kehilangan privacy), jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten untuk dipicu.
2. Memicu rasa “jijik” dan “takut sakit”
4.2.3 Mmm
4.2.4 mmm
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
19
5.1. Kesimpulan
1. Kurang adanya kepekaan dari pemerintah Desa terhadap upaya mengatasi sanitasi
dasar di Desa Bheramari -Kecamatan Nangapanda -Kabupaten Ende maret 2015
2. Lebih dari separoh kepala keluarga yang tidak memiliki jamban keluarga di Desa
Bheramari -Kecamatan Nangapanda -Kabupaten Ende maret 2015
3. Lebih dari separoh tingkat pendidikan kepala keluarga rendah di Desa Bheramari -
Kecamatan Nangapanda -Kabupaten Ende maret 2015.
4. Lebih dari separoh status ekonomi kepala keluarga berpendapatan rendah di Desa
Bheramari- Kecamatan Nangapanda -Kabupaten Ende maret 2015
5. Kurang adanya peranan petugas kesehatan terhadap pentingnya kepemilikan jamban
keluarga di Desa Bheramari- Kecamatan Nangapanda -Kabupaten Ende maret 2015
.
5.2. Saran
1. Perlu upaya peningkatan pengetahuan masyarakat oleh pihak pemerintahan desa
dalam memberikan penyuluhan tentang CLTS secara langsung kepada masyarakat di
desa bheramari tentang pentingnya memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat
kesehatan dirumah.
2. Perlu upaya peningkatan pengetahuan masyarakat dengan cara mensosialisasi secara
berkala oleh petugas kesehatan (Polindes Bheramari) tentang pentingnya memiliki
jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan dirumah.
3. Perlu upaya peningkatan sikap masyarakat terhadap kepemilikan jamban keluarga
dirumah dengan cara memberikan jamban percontohan yang memenuhi
syaratkesehatan.
4. Disarankan kepada pihak pemerintahan Desa untuk memberikan bantuan kepada
masyarakat yang berada pada ekonomi rendah untuk mendirikan jamban dirumah atau
dengan membuat jamban umum. Jika pemerintah Desa mengalami masalah tentang
dana, maka peneliti menganjurkan kepada pemerintah desa dengan menawarkan
program arisan jamban keluarga (parisai panjaga). Program parisai penjaga
merupakan upaya pengadaan jamban, pada setiap rumah tangga dalam bentuk arisan.
5. Diharapkan kepada seluruh petugas kesehatan untuk lebih menerapkan komunikasi
yang baik tentang pentingnya memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat
kesehatan dirumah.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Noor, Nur Nasry. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rineka
Cipta ; 2007.
2. DepKes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(Pedoman Epidemiologi Penyakit). Jakarta : Depkes RI ; 2007.
3. Geradus Gati. Sejarah Terbentuknya Desa Beramari. Ende : Bheramari, 2015
4. Data Monografi. Profil Desa: Ende : Bheramari, 2010
5. Annisfaini. 2008. Perilaku Buang Air Besar Setelah Community Led Total Sanitation
(CLTS): Studi di Dukuh Simbarlor Desa Plosokidul Kecamatan
PlosoklatenKabupaten Kediri. http : //www. library@unair.ac.id [18 Maret 2010].
6. Kusnoputronoto. Buku pegangan sanitasi total masyarakat Plan internasional :
jakarata 1997.
7. Kumoro. Rumah Kakus:Jakarta, 1998
8. Simanjuntak. Modul higyene dan sanitasi kesehatan lingkungan: Jakarta, 1999
21
top related