kesepakatan pengertian lahan kering dalam seminar nasional pengembangan wilayah lahan kering ke 3 di...
Post on 28-Oct-2015
110 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Kesepakatan pengertian lahan kering dalam seminar nasional pengembangan wilayah lahan kering ke 3 di Lampung : (upland dan rainfed) adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (Suwardji, 2003)). Definisi yang diberikan oleh soil Survey Staffs (1998) dalam Haryati (2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl). Dari pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, lading, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang alang-alang.
LAHAN KERING
23 Maret 2007 — La An
Hingga saat ini takrif pengertian lahan kering di Indonesia belum disepakati benar. Di
dalam bahasa Inggris banyak istilah-istilah yng dipadankan dengan lahan kering seperti upland,
dryland dan unirrigated land, yang menyiratkan penggunan pertanian tadah hujan. Istilah upland
farming, dryland farming dan rainfed farming dua istilah terakhir yang digunakan untuk
pertanian di daerah bercurah hujan terbatas. Penertian upland mengandung arti lahan atasan yang
merupakan lawan kata bawahan (lowland) yang terkait dengan kondisi drainase (Tejoyuwono,
1989) dalam Suwardji (2003). Sedangkan istilah unirrigated land biasanya digunakan untuk
teknik pertanian yang tidak memiliki fasilitas irigasi. Namun pengertian lahan tidak beririgasi
tidak memisahkan pengusahaan lahan dengan system sawah tadah hujan.
Untuk menghilangkan kerancuan pengertian lahan kering dengan istilah pertanian lahan kering
Tejoyuwono (1989) dalam Suwardji (2003) menyarankan beberapa pengertian sebagai berikut:
a. untuk kawasan atau daerah yang memiliki jumlah evaporasi potensial melebihi jumlah
curah hujan actual atau daerah yang jumlah curah hujannya tidak mencukupi untuk
usaha pertanian tanpa irigasi disebut dengan “Daerah Kering”.
b. untuk lahan dengan draenase alamiah lancar dan bukan merupakan daerah dataran banjir,
rawa, lahan dengan air tanah dangkal, atau lahan basah alamiah lain istilahnya lahan
atasan atau Upland.
c. untuk lahan pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan, istilahnya lahan kering.
Kesepakatan pengertian lahan kering dalam seminar nasional pengembangan wilayah lahan
kering ke 3 di Lampung : (upland dan rainfed) adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa
penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau
air irigasi (Suwardji, 2003)). Definisi yang diberikan oleh soil Survey Staffs (1998) dalam
Haryati (2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi
air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari
dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl). Dari pengertian diatas, maka
jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok lahan kering mencakup: lahan tadah
hujan, tegalan, lading, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang
alang-alang.
Lahan kering mempunyai potensi yang cukup luas untuk dikembangkan, dengan luas yang
mencapai 52,5 juta ha (Haryati, 2002) untuk seluruh indonesia maka pengembangan sangat perlu
dilakukan. Menurut Simposium Nasional tentang Lahan Kering di Malang (1991) penggunaan
lahan untuk lahan kering berturut adalah sebagai berikut: hutan rakyat, perkebunan, tegalan,
tanah yang sedang tidak diusahakan, ladang dan padang rumput.
Pemanfaatan lahan kering untuk kepentingan pembangunan daerah ternyata banyak menghadapi
masalah dan kendala. Masalah yang utama adalah masalah fisik lahan kering banyak yang telah
rusak atau mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi rusak. Sehingga paket teknologi
yang berorientasi pada perlindungan lahan kering sangat diperlukan. Kekurangan air pada saat
musim kemarau, kahat unsur hara serta keadaan tanah yang peka terhadap erosi merupakan
kendala lingkungan yang paling dominan di kawasan lahan kering.
Masalah utama lain yang harus dihadapi didalam pemanfaatan lahan kering ini adalah
keadaan sosial ekonomi petani atau masyarakat yang menggunakan lahan kering sebagai tempat
usahanya. Pendapatan keluarga yang rendah serta kemiskinan dibanyak tempat berkolerasi
positif dengan uasaha tani di lahan kering.
Sumber:
Suwardji. 2003. Profil Wilayah Lahan Kering Propinsi NTB: Potensi, Tantangan dan strategi
Pengembangannya. Makalah Seminar Nasional FOKUSHIMITI BEW III di Mataram.
Universitas Mataram. Mataram
Pusat Peneliti Universitas Brawijaya. 1991. Penelitian dan Pengembangan Sistem Usaha Tani
Lahan Kering Yang Berkelanjutan; Proseding Simposium Nasional Malang. Universitas
Brawijaya. Malang
Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep
Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Peatihan
Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember
Haryati, Umi. 2002. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping Serta Peluang dan
Kendala Adopsinya Di Lahan Kering DAS Bagian Hulu. http://216.239.33.100/search?
q:rudyct.tripod.com/sem1_023/umi_haryti.htm+lahan+kering&hl. Diambil pada tanggal 20 Maret
2004.
top related