kejadian arthritis rheumatoid pada lansia di panti sosial tresna werdha minaula kendari · 2018. 9....
Post on 26-Feb-2021
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN ARTHRITIS RHEUMATOID PADA LANSIA
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
MINAULA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Keperawatan
OLEH :
RISKA ANANDA SAPUTRI
NIM. P00320014041
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
Orang tua kita adalah sebuah anugerah dalam hidup Untuk medapatkan
kesuksesan, Bagaimanapun bentuk dan rupa orang tua tapi mereka tetap
orang tua yang layak dan mesti dihormati.
Sejarah bukan hanya rangkaian cerita, ada banyak kebanggan dan harta
didalamnya cara terbaik untuk keluar dari masalah yaitu memecahkanya
Percayalah,tuhan tak pernah salah memberi rezeki ketika anda tidak pernah
melakukan kesalahan,itu artinya anda tidak pernah berani untuk mencoba
Sebuah tindakan adalah dasar dari sebuah kesuksesan
Untuk mendapatkan kesuskesan keberanianmu harus lebih besar dari pada
ketakutanmu
Kupersembahkan karya tulis ini untuk kedua orang tuaku,almamaterku
nusa bangsa dan negaraku sebagai ungkapan rasa terima kasihku
vi
ABSTRAK
Riska Ananda Saputri ( P00320014041 ) “ Gambaran Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Dipanti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari” dibawah bimbingan oleh Abdul Syukur Bau selaku
pembimbing I dan Muhaimin Saranani selaku pembimbing II ( XIII+ 6 BAB +
72 halaman + 10 tabel ). Arthritis Rheumatoid adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan
sekitarnya. Penderita nyeri sendi di seluruh dunia telah mencapi angka 355 juta
jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita nyeri sendi. Diperkirakan angka
ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi dari 25% akan mengalami
kelumpuhan. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Arthritis
Rheumatoid yaitu usia, jenis kelamin, obesitas, gaya hidup ,genetik. Rumusan
masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana gambaran Faktor-Faktor yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari dengan Tujuan untuk mengetahui gambaran Faktor-
Faktor yang mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari metode penelitian dengan pendekatan deskriptif yang
dilaksanakan pada tanggal 20-22 juli 2017. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 30 orang dan sampel diambil dengan teknik total sampling, sehingga
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang responden. Data diperoleh
dengan lembar pertanyaan (kuesioner), dengan menyebar kuesioner kepada
responden, kemudian data tersebut diolah serta disajikan dalam bentuk tabel dan
dinarasikan. Hasil penelitan ini menunjukan bahwa dari 30 responden di tinjau
dari faktor obesitas dengan Frekuensi frekuensi terendah yaitu pada kategori
faktor yang mempengaruhi sebanyak 11 orang (36,6%) dan pada kategori bukan
faktor yang mempengaruhi sebanyak 19 orang (63,3%), faktor gaya hidup dengan
Frekuensi tertinggi yaitu pada kategori fator yang mempengaruhi sebanyak 25
orang (83,3%) dan frekuensi terendah yaitu pada kategori bukan faktor yang
mempengaruhi sebanyak 5 orang (16,7%) dan faktor genetik dengan frekuensi
tertinggi yaitu pada kategori faktor yang mempengaruhi sebanyak 27 orang (90%)
dan frekuensi terendah yaitu pada kategori bukan faktor yang mempengaruhi
sebanyak 3 orang (10%). Saran bagi peneliti diharapkan menjadi bahan informasi
yang berharga pada lansia dan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat
mendukung hasil penelitian sejenis selanjutnya.
Kata Kunci : Gambaran Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Arthritis
Rheumatoid Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari
Daftar Pustaka : 33 (2005-2016)
vii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah penulis panjatkan puja dan puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memeberikan rahmat , hidayah , kesehatan , kekuatan ,
ketenangan jiwa sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya dengan judul “ Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Arthritis Rheumatoid Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari”. penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program Diploma III (DIII) pada politeknik kesehatan
kendari.
Rasa hormat, terimakasih dan penghargaan kepada Ayahanda Joni dan
ibunda tercinta Ratna Dewi ( almarhuma) yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan tiada tara yang
setulusnya, serta doanya demi kesuksesan studi yang penulis jalani selama
menuntut ilmu sampai selesainya karya tulis ini dan juga kepada kakaku
tersayang yang selalu memberikan dukungan serta motivasi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa suatu kesuksesan dan cita-cita tidak
selamanya berjalan mulus untuk mewujudkanya. Demikian pula keterbatasan
pengetahuan yang penulis miliki masih dalam proses belajar , sehingga terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Karena itu sepatutnya
penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Abdul Syukur Bau,
S.kep.,Ns.,MM selaku pembimbing 1 dan Bapak Muhaimin Saranani,
S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan
viii
waktunya untuk membimbing penulis. Selesainya karya tulis ilmiah ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes selaku direktur Poltekes Kemenes Kendari.
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin
penelitian kepada penulis.
3. Bapak Syamsuddin, SST.,MA kepala Panti Tresna Werdha Minaula
Kendari.
4. Bapak Muslimin L, A.Kep., S.pd., M.Si selaku ketua jurusan
Keperewatan Poltekes Kemenkes Kendari.
5. Ibu Asminarsih Zainal Prio, M.kep., Sp., Kom selaku penguji I, Dian
Yuniar Syanti Rahayu, SKM., M.Kep selaku penguji II, Nurfantri,
S.Kep., Ns., M.Sc selaku penguji III yang telah memberikan kritik dan
saran yang membangun demi kesuksesan penulis, serta arahan perbaikan
demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
6. Para dosen dan seluruh staf pengajar diPoltekkes Kemenkes Kendari
jurusan keperawatan atas segala ilmunya , bimbingan dan arahanya selama
penulis dalam proses hingga akhir perkuliahan.
7. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Poltekes Kemenkes Kendari jurusan
keperawatan angkatan 2014 yang telah berjuang bersama-sama dalam suka
maupun duka untuk mencapai cita-cita sebagai perawat professional.
ix
Kebersamaan yang kita lewati selama menuntut ilmu di Poltekes
Kemenkes Kendari.
8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung msupun tidak
languung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya di
Polttekes Kemenkes Kendari khususnya jurusan keperawatan serta mendapat
ridho Allah SWT.
Kendari, Juli 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Arthritis Rheumatoid...................................................... 7
B. Tinjauan Tentang Lansia .................................................................................. 27
C. Tinjauan Tentang Panti Werdha................................................................. 39
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ........................................................................................ 47
B. Krangka Konsep ........................................................................................ 48
C. Variabel Penelitian .................................................................................... 48
D. Definisi Operasional dan Kriteri Objektif ................................................. 49
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 51
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 51
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 51
D. Instrument ................................................................................................ 52
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................ 53
F. Tehnik Pengolahan .................................................................................... 54
G. Analisis Data ............................................................................................ 55
H. Penyajian Data .......................................................................................... 55
I. Etika penelitian ........................................................................................ 55
xi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 57
B. Pembahasan .............................................................................................. 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................. 71
B. Saran ......................................................................................................... 72
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Halaman
Tabel 5.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) ......................................
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari .......................................................
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari .............................................
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari .............................................
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi gambaran faktor obesitas yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari .........................
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi gambaran faktor gaya hidup yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari ........................
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi gambaran faktor genetik yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari .........................
60
61
61
62
63
63
12
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Surat Permohonan Pengambilan Data Awal
2 Surat Permintaan Persetujuan Menjadi Responden
3 Surat Pernyataan Persetujuan Responden (Informend Concent)
4 Kuesioner Penelitian
5 Surat Pengantar Penelitian Dari Institusi
6 Surat Pengantar Penelitian Dari Litbang
7 Master Tabel
8 Tabulasi Data
9 Surat Telah Melakukan Penelitian Dari Tempat Penelitian
10 Surat Keterangan Bebas Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No.14 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,
pengertian lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas. Keadaan ini di bagi menjadi dua, yaitu lanjut usia potensial dan lanjut
usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih
mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang dan jasa, sedangkan lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang
tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan
orang lain (Depdagri, 2010).
Arthritis Rheumatoid adalah penyakit inflamasi non bakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis, yang bersifat menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas,
biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan sendi
dapat mengalami masa remisi (Masa remisi : hilangnya secara lengkap atau
partial dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap
pengobatan, masa dimana penyakit dibawah kontrol. Remisi tidak selalu
berarti kesembuhan) (Muttaqin, arif. 2008).
Penyebab dari Arthritis Rheumatoid sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
2
Manurung & Raenah, 2008). Menurut Junaidi (2012), penyebab penyakit
rematik diantaranya : Genetik, Usia, Jenis kelamin, Obesitas, Gaya Hidup.
Penderita penyakit kronik seperti arthritis rheumatoid mengalami
berbagai macam gejala yang berdampak negatif terhadap kualitas hidup
mereka. Banyakusaha yang dilakukan agar pasien dengan arthritis
rheumatoid dapat merasa lebih baik dan dapat memperbaiki kualitas hidup
mereka. Pengobatan saat ini tidak hanya bertujuan mencegah atau berusaha
menyembuhkan arthritis rheumatoid, tujuan utama pengobatan juga untuk
mengurangi akibat penyakit dalam hidup pasien dengan meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi kecacatan (Pollard et al., 2005).
Pemberian terapi arthritis rheumatoid dilakukan untuk mengurangi
nyeri sendi dan bengkak, meringankan kekakuan serta mencegah kerusakan
sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan
arthritis rheumatoid yang dilakukan hanya akan mengurangi dampak
penyakit, tidak dapat memulihkan sepenuhnya. Rencana pengobatan sering
mencakup kombinasi dari istirahat, aktivitas fisik, perlindungan sendi,
penggunaan panas atau dingin untuk mengurangi rasa sakit dan terapi fisik
atau pekerjaan (Misnadiarly, 2007).
Penderita arthritis rheumatoid di seluruh dunia telah mencapai angka
355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita rheumatoid.
Diperkirakan angka initerus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi
lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. Organisasi kesehatan dunia
(WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit arthritis
3
rheumatoid. Dimana 5-10% adalah mereka yangberusia 5-20 tahun dan 20%
mereka yang berusia 55 tahun (WHO, 2010).
Di Indonesia berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% sementara di
Amerika mencapai 3%. prevalensi nyeri sendi di Indonesia mencapai 23,6 %
hingga 31,2%. Penderita nyeri sendi di seluruh dunia telah mencapi angka
355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita nyeri sendi.
Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi
dari 25% akan mengalami kelumpuhan (Meytania Utami, Haida dkk 2015).
Data yang diperoleh dari badan pusat statistik Kota Kendari jumlah
penduduk lanjut usia disulawesi tenggara tahun 2014 sebanyak 137.130 jiwa
dari jumlah penduduk 2.360.611 jiwa. Tahun 2015 jumlah lansia sebanyak
150.768 jiwa dari jumlah penduduk 2.448.081 jiwa. Dan pada tahun 2016
jumlah lansia sebanyak 157.439 dari jumlah penduduk 2.499.540 jiwa. data
tersebut menunjukan peningkatan jumlah lansia setiap tahun di Sulawesi
Tenggara (BPS kota kendari 2017).
Berdasarkan pengambilan data awal dipanti sosial tresna werdha
Minaula Kendari, tahun 2017 didapatkan data jumlah lansia sebanyak 95
orang, dengan lansia perempuan sebanyak 48 orang dan lansia laki-laki
sebanyak 47 orang. Dari data tersebut telah ditemukan sebanyak 30 orang
lansia menderita arthritis rheumatoid (PSTW Minaula kendari, 2017).
Hasil survey pendahuluan pada lansia di PSTW Minaula kendari 2-3
orang lansia mengatakan memiliki keluarga yang memiliki penyakit yang
sama, kemudian terdapat lansia yang mengalami obesitas dengan kasus
4
arthritis rheumatoid dan gaya hidup yang dimiliki oleh lansia yang masih
kurang untuk melakukan aktifitas serta kurang minatnya berolahraga.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meytania Utami, Haida dkk
(2015), menyatakan bahwa pada usia terdapat hubungan antara usia dan
kejadian penyakit artritis reumatoid, pada jenis kelamin terdapat hubungan
antara jenis kelamin dan kejadian penyakit artritis reumatoid. Pada rokok
mempengaruhi terjadinya penyakit arthritis Rheumatoid, pada gaya hidup
terdapat hubungan antara gaya hidup dan kejadian penyakit artritis reumatoid,
pada riwayat keluarga terdapat hubungan antara riwayat keluarga dan kejadian
penyakit artritis reumatoid pada masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngemplak Simongan.
Berdasrkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang, Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana
gambaran Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid
pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari?.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran faktor obesitas yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari.
b. Mengidentifikasi gambaran faktor gaya hidup yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari.
c. Mengidentifikasi gambaran faktor genetik yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
penderita sehingga dapat menentukan sikap dalam menghidari
kejadian Arthritis Rheumatoid.
b. Sebagai bahan informasi ilmiah yang dapat disajikan kejian ilmu
untuk peneliti berikutnya.
6
2. Manfaat praktis
a. Menambah wawasan yang sangat berharga bagi penulis dan
merupakan salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan pendidikan
Diploma III (DIII) Keperawatan.
b. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat
antara instansi tempat penelitian dengan Politeknik Kesehatan
Kendari.
c. Memberikan informasi dan gambaran sikap penderita tentang faktor
penyebab kejadian penyakit Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Arthritis Rheumatoid
1. Definisi Arthritis Rheumatoid
Arthritis Rheumatoid adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan
sekitarnya. Arthritis Rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai system organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi sendi
progresif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa
remisi (Adellia, 2011).
Arthritis Rheumatoid adalah penyakit inflamasi non bakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis, yang bersifat menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas,
biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan
sendi dapat mengalami masa remisi (Masa remisi : hilangnya secara
lengkap atau partial dari tanda-tanda dan gejala penyakit sebagai respon
terhadap pengobatan, masa dimana penyakit dibawah kontrol. Remisi tidak
selalu berarti kesembuhan) (Muttaqin, arif. 2008).
Arthritis Reumatoid Merupakan penyakit autoimun dengan proses
peradangan menahun yang tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan
8
sendi dan berbagai organ di luar persendian. Peradangan kronis
dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena.
Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus.
Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta
pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan
tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya
simetris (terjadi pada kedua sisi) (Misnadiarly, 2007).
2. Klasifikasi
Gordon (2002), mengklasifikasikan arthritis rheumatoid menjadi 4
tipe, yaitu:
a. Arthritis Rheumatoid klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
b. Arthritis Rheumatoid deficit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
c. Probable Arthritis Rheumatoid pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
d. Possible arthritis rheumatoid pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 3 bulan.
9
3. Etiologi
Arthritis Rheumatoid merupakan penyakit auto imun kronis yang
ditandai dengan peradangan, nyeri, kekakuan dan kerusakan sendi yang
progresif.Selain tingginya rasa sakit dan angka kematian, penderita
arthritis rheumatoid mengalami masalah dengan keuangan mereka dan
mengalami penurunan produktivitas, emosional dan keadaan sosial yang
mempengaruhi kualitas hidup mereka. Penyebab dari Arthritis Rheumatoid
sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya
adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan
infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Menurut Junaidi (2012), penyebab penyakit rematik diantaranya:
a. Genetik
Pada penyakit arthritis rheumatoid faktor genetik sangat
berpengaruh. Gen-gen tertentu yang terletak di kompleks
histokompatibilitas utama (MHC) pada kromosom 6 telah terlibat
predisposisi dan tingkat keparahan arthritis rheumatoid. Penduduk asli
Amerika dengan gen polimorfik HLA-DR9 memiliki resiko 3,5 lebih
besar terkena arthritis rheumatoid bawaan. keluarga yang memiliki
anggota keluarga terkena arthritis rheumatoid memiliki risiko lebih
tinggi dan juga memiliki sifat keluhan yang sama pada penderita
dengan gen yang sama.
10
b. Usia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup
berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkunganya (Darmojo, 2009).
Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang
menghalangi terjadinya gesekan antara tulang dan di dalam sendi
terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat
digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang berusia lanjut, lapisan
pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental,
sehingga tubuh menjadi sakit saat digerakkan dan menigkatkan risiko
arthritis rheumatoid.
c. Jenis kelamin
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan
antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang
lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana
laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan
sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan
11
menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan
perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya
tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka
bumi.
Insiden Arthritis Rheumatoid biasanya dua sampai tiga kali lebih
tinggi pada wanita dari pada pria. Timbulnya arthritis rheumatoid, baik
pada wanita dan pria tertinggi terjadi di antara pada usia enam puluhan.
Mengenai sejarah kelahiran hidup, kebanyakan penelitian telah
menemukan bahwa wanita yang tidak pernah mengalami kelahiran
hidup memiliki sedikit peningkatan risiko untuk arthritis rheumatoid.
Kemudian berdasarkan populasi Terbaru studi telah menemukan bahwa
arthritis rheumatoid kurang umum di kalangan wanita yang menyusui.
Salah satu sebab yang meningkatkan risiko arthritis rheumatoid
pada wanita adalah menstruasi. Setidaknya dua studi telah mengamati
bahwa wanita dengan menstruasi yang tidak teratur atau riwayat
menstruasi dipotong (misalnya, menopause dini) memiliki peningkatan
risiko arthritis rheumatoid.
d. Obesitas
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan
meningkatnya resiko untuk timbulnya arthritis rheumatoid baik pada
wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan
dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan arthritis rheumatoid sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
12
Secara statistik perempuan memiliki body massa index (BMI)
diatas rata-rata dimana kategori BMI pada perenmpuan Asia menurut
jurnal American Clinical Nutrition adalah antara 24 sampai dengan
26,9kg/m2. BMI di atas rata-rata mengakibatkan terjadinya
penumpukan lemak pada sendi sehingga meningkatkan tekanan
mekanik pada sendi penahan beban tubuh, khususnya lutut.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut: Menurut rumus metrik (Sugondo, S. 2009):
IMT=
Tinggi badan (m)²
Tabel 2.1: Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT Kategori
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat badan normal
≥ 23,9-30 Obesitas
Sumber: Centre for Obesity Research and Education
e. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
Gaya hidup sering digambarkan dengan kegiatan, minat dan
opini dari seseorang (activities, interests, and opinions). Gaya hidup
seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah. Seseorang
Berat badan (Kg)
13
mungkin dengan cepat mengganti model dan merek pakaiannya karena
menyesuaikan dengan perubahan hidupnya.
Cedera otot maupun sendi yang dialami sewaktu berolahraga
atau akibat aktivitas fisik yang terlalu berat, bisa menyebabkan
rheumatoid arthritis. Makanan yang mengadung purin tinggi seperti
jeroan, daging, sayuran dan seafood akan meningkatkan kadara asam
urat sehingga dapat menyebabkan penumpukan Kristal pada sendi dan
jaringan. Beberapa makanan yang menyebabkan arthritis rheumatoid
antara lain daging merah seperti kambing, sapi, kuda dan lain-lain,
seafood atau makan laut seperti udang, cumi-cumi karang, ikan teri dan
kepiting, kacang-kacangan seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang
merah, kacang hijau dan tauge, sayuran seperti kol, buncis, bayam,
jamur, daun singkong, dan kangkung, jenis jeroan seperti babat, usus,
ginjal, limfa, paru, otak dan hati.
Merokok adalah salah satu faktor resiko dari keparahan rheumatoid
arthritis pada populasi tertentu. Tetapi alasan pengaruh rokok terhadap
sinovitis belum sepenuhnya didefinisikan, tapi rokok mempengaruhi
sistem kekebalan bawaan di jalan nafas.
Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan
terjadinya kerusakan tulang rawan dan menyebabkan arthritis
rheumatoid. Selain itu, penderita arthritis rheumatoid yang bukan
perokok mengalami gejala yang lebih ringan daripada penderita rematik
14
yang perokok aktif. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan
sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada
sendi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang
rawan sendi.
2) Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang
mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
3) Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam
darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan.
4. Patofisologi
Arthritis Rheumatoid sering disebut radang selaput sinovial.
Penyebab dari Arthritis Rheumatoid masih belum jelas, tetapi produksi
faktor rheumatoid (RFS) oleh sel-sel plasma dalam sinovium dan
pembentukan lokal kompleks imun sering berperan dalam peradangan.
Sinovium normal tipis dan terdiri dari lapisan-lapisan fibroblast
synoviocytes dan makrofag. Pada penderita rheumatoid arthritis sinovium
menjadi sangat tebal dan terasa sebagai pembengkakan di sekitar sendidan
tendon. Sinovium berproliferasi ke dalam lipatan, lipatan ini kemudian
disusupi oleh berbagai sel inflamasi diantaranya polimorf yang transit
melalui jaringan ke dalam sel sendi, limfosit dan plasma sel. Lapisan sel
sinovium menjadi menebal dan hiperplastik, kejadian ini adalah tanda
proliferasi vaskuler awal arthritis rheumatoid. Peningkatan permeabilitas
15
pembuluh darah dan lapisan sinovial menyebabkan efusi sendi yang
mengandung limfosit dan polimorf yang hampir mati (Kumar, 2009).
Sinovium hiperplastik menyebar dari daerah sendi ke permukaan
tulang rawan. Penyebaran ini menyebabkan kerusakan pada sinovium dan
tulang rawan mengalami peradangan, kejadian ini menghalangi masuknya
gizi ke dalam sendi sehingga tulang rawan menjadi menipis. Fibroblast
dari sinovium berkembang biak dan tumbuh di sepanjang pembuluh darah
antara margin sinovial dan rongga tulang epifis dan merusak tulang
(Kumar, 2009).
Sistem kekebalan tubuh memiliki dua fungsi yaitu fungsi humoral
dan sel dimediasi. Komponen humoral diperlukan untuk pembentukan
antibodi. Antibodi ini diproduksi oleh sel-sel plasma yang berasal dari
limfosit B. Faktor rheumatoid sendiri belum di identifikasikan sebagai
patogen, jumlah antibodi yang beredar selalu berkolerasi dengan aktivitas
penyakit. Pasien seropositif cenderung lebih agresif dari pasien seronegatif.
Imunoglobulin dapat mengaktifkan sistem komplemen.Sistem komplemen
menguatkan respon imun dengan mendorong kemotaksis, fagositosis, dan
pelepasan limfokin oleh sel mononuklear, yang kemudian dijabarkan ke
dalam T limfosit (Dipiro et al., 2008).
Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus)
menginfeksi sendi akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu pada
membran sinovial dan terjadi peradangan yang berlangsung terusmenerus.
Peradangan ini akan menyebar ke tulang rawan kapsul fibromaligament
16
tendon. Kemudian terjadi penimbunan sel darah putih dan pembentukan
pada jaringan parut sehingga membran sinovium menjadi hiperatropi dan
menebal. Terjadinya hiperatropi dan penebalan ini menyebabkan aliran
darah yang masuk ke dalam sendi menjadi terhambat. Keadaan seperti ini
akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri
hebat dan deformitas (perubahan bentuk) (Dipiro et al., 2008).
Sendi yang paling sering terkena arthritis rheumatoid adalah sendi
tangan, pergelangan tangan dan kaki. Selain itu, siku, bahu, pinggung, lutut
dan pergelangan kaki mungkin terlibat. Peradangan kronis dengan
kurangnya program latihan yang memadai bisa berpengaruh pada hilangnya
rentang gerak, atrofi otot, kelemahan dan deformitas. Keterlibatan tangan
dan perelangan tangan adalah umum pada pasien Arthritis Rheumatoid.
Keterlibatan tangan dimanifestasikan dengan nyeri, pembengkakan,
ketidakstabilan dan atrofi dalam fase kronis. Kesulitan fungsional ditandai
dengan berkurangnya gerakan motorik halus. Deformitas tangan dapat
dilihat dengan peradangan kronis, perubahan inidapat mengubah
mekanisme fungsi tangan dan mengurangi kekuatan pegangan hal ini
membuat sulit melakukan aktivitas sehari-hari (Dipiro etal., 2008).
5. Manifestasi
Gejala umum Arthritis Rheumatoid datang dan pergi, tergantung
pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,
penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak
aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada
17
mingguminggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala
penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika
penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Muttaqin, arif.
2008).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan
ystem, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi
dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari.
Disamping itu juga manifestasi klinis Arthritis Rheumatoid sangat
bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit.
Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan
gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare,
2009).
Gejala sistemik dari Arthritis Rheumatoid adalah mudah capek,
lemah, lesu, berat badan menurun, anemia. Pola karakteristik dari
persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan,
pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu,
pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporo
mandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari
30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum (Muttaqin,
arif. 2008).
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
18
a. Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
synovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada
saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b. Stadium destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada
jaringan synovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai
adanya kontraksi tendon.
c. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif
dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada
penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat
reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut.Persendian yang
teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cenderung
menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi
dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi
deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh
ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap
lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer& Bare, 2009).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius
terjadi pada lanjut usia menurut Gordon (2002), yaitu : sendi terasa kaku
pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku,
pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak
setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan
19
dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan
demam, dapat terjadi berulang.
6. Pemeriksaan penunjang
Faktor rheumatoid (RF) merupakan auto antibodi yang ditujukan
dari bagian Fc dari IgG. Faktor rheumatoid adalah tes diagnostik dan
prognostik dalam rheumatoid arthritis. Titer tinggi IgM RF relatif spesifik
untuk diagnosa Arthritis Rheumatoid dalam konteks polyarthritis kronis,
dan selama beberapa dekade kriteria serolosis tunggal banyak digunakan
dalam diagnosis Arthritis Rheumatoid. Arthritis Rheumatoid merupakan
penyakit variabel yang berkaitan dengan ukuran hasil seperti status
fungsional atau penilaian radiologis kerusakan sendi (Gordon, 2002).
Untuk menegakkan diagnosa, dilakukan beberapa tes diantaranya:
a. Tes Hitung Darah. Anemia biasanya terjadi pada penderita Arthritis
Rheumatoid. Jumlah ESR (Erytrocyte Sedimentation Rate) dan atau
CRP (CReaktive Protein) sebanding dengan aktivitas proses inflamasi
dan berguna dalam pemantauan pengobatan (Kumar, 2009).
b. Serologi Anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptides) positif pada awal
terjadinya Arthritis Rheumatoid, dan pada awal arthritis proses
inflamasi menunjukkan kemungkinan berkembangnya rheumatoid
arthritis. Faktor rheumatoid arthritis mempengaruhi sekitar 70% kasus
dan ANA (Anti Nuklear Antibodi) mempengaruhi sekitar 30% kasus
(Kumar, 2009).
20
c. Sinar X Sinar X berguna untk menetapkan data dasar. Hanya
pembengkakan jaringan lunak yang terlihat pada awal penyakit dan
biaanya dilakukan pada 3 bulan pertama. MRI menunjukkan erosi awal
tetapi jarang diperlukan (Kumar, 2009).
d. Aspirasi Sendi Aspirasi tampak berawaan karena adanya sel darah
putih. Jika sendi tiba-tiba menyakitkan, bisa saja pasien terkena arthritis
(Kumar, 2009).
e. Analisis Cairan Sinovial Peradangan yang mengarah pada rheumatoid
arthritis ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas
dan jumlahnya yang meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya
diambil dari sendi (lutut), untuk kemudian diperiksa dan dianalisis
tanda-tanda peradangannya (Kumar, 2009).
f. USG (Ultrasonografi) Dapat digunakan untuk memeriksa dan
mendeteksi adanya cairan abnormal di jaringan lunak sekitar sendi
(Kumar, 2009).
g. Scan Tulang Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
inflamasi pada tulang (Kumar, 2009).
h. Densitometri Dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang
yang mengindikasikan terjadinya osteoporosis (Kumar, 2009).
i. Tes Antinuklear Antibodi (ANA) Berguna untuk membedakan
diagnosis Arthritis Rheumatoid dari penyakit lupus. Pasien Arthritis
Rheumatoid memiliki hasil ANA positif (Kumar, 2009).
21
7. Penatalaksanaan
Hingga sekarang belum ada obat-obatan yang dapat menyembuhkan
penyakit rematik, kecuali penyakit rematik yang disebabkan oleh infeksi.
Obat yang tersedia hanya mengatasi gejala penyakitnya, sedangkan proses
penyakitnya tetap berlangsung. Beberapa terapi yang digunakan agar dapat
meringankan penderitaan pasien adalah sebagai berikut (Muttaqin, arif.
2008):
a. Terapi obat
Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit rematik adalah
untuk mengatasi gejala nyeri dan peradangannya. Pada beberapa kasus,
pengobatan bertujuan untuk memperlambat proses atau mengubah
perjalanan penyakit, disebut Disease Modifying Antirhematic Drugs
(DMARDs) dan obat-obatan lain untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.
Beberapa obat atau golongan obat yang dapat digunakan pada
rematik:
1) Golongan analgetik: golongan obat ini berfungsi mengatasi atau
meredakan rasa nyeri pada sendi, contohnya aspirin, obat
antiinflamasi non steroid (NSAIDs) lainnya seperti ibuprofen dan
asetaminofen.
2) Golongan kortikosteroid: obat kortikosteroid seperti prednisone,
kotison, solumedrol, dan hidrokartison banyak digunakan untuk
mengobati gejala rematik. Cara kerja kortikosteroid adalah dengan
22
mengatasi inflamasi dan menekan sistem kekebalan tubuh sehingga
reaksi radang pada rematik berkurang. Efek samping jangka pendek
kortikosteroid adalah pembengkakan, menambah nafsu makan,
menambah berat badan dan emosi yang labil. Efek samping tersebut
akan berhenti bila pemberian obat dihentikan. Efek samping jangka
panjang dari penggunaan kortikosteroid diantaranya tanda goresan
pada kulit (strie), rambut tumbuhberlebihan, tulang keropos
(osteoporosis), tekanan darah tinggi (hipertensi), kerusakan arteri
pembuluh darah, peningkatan kadar gula darah, infeksi dan katarak.
Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara bertahap,
tidak boleh secara mendadak.
b. Terapi Non-obat
Tersedia bahan alami atau herbal dan beberapa suplemen yang
dapat digunakan untuk melawan penyakit rematik. Beberapa terapi non-
obat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Suplemen dan sayuran
Obat-obat suplemen dan sayuran yang dapat dipergunakan
bagi penderita rematik adalah sebagai berikut: jus sayuran: minum
jus sayuran dapat membantu mengurangi gejala arthritis.
a) Vitamin C: menurut penelitian ahli fisiologi Dr. Robert Davis
dari Pennsylvania membuktikan bahwa penyakit arthritis
rematoid berkorelasi dengan kadar vitamin C rendah.
Penggunaan dosis besar vitamin C (500-1000 mg) sehari dapat
23
menghilangkan gejala arthritis. Berikan vitamin C dalam dosis
rendah untuk menghindari iritasi pada lambung dan supaya efek
terapinya lebih lama.
b) Ikan dan minyak ikan: menurut Dr. Robert C. Atkins, penulis
New Diet Revolution prinsip dasar terapi dari arthritis haruslah
suplemen kapsul minyak ikan yang mengandung asam lemak
omega-3 yang dapat menghilangkan nyeri dan pembengkakan
pada semua jenis arthritis. Selain itu minyak ikan kod juga kaya
akan vitamin D yang membantu membangun tulang, dan
vitamin A membantu melawan peradangan. Satu sendok makan
minyak ikan setiap hari merupakan dosis yang diperlukan untuk
mendapatkan manfaatnya. Penelitian lain belum lama ini
melakukan penelitian selama 12 bulan tentang suplemen minyak
ikan pada pasien artris rematoid, dan hasilnya menunjukkan 2-6
gram minyak omega-3 setiap hari (6 kapsul minyak ikan @ 1
gram) sehari, dapat menurunkan pembengkakan dan nyeri sendi.
Ikan kaya akan omega-3 adalah ikan salmon, tuna dan sarden
(Misnadiarly, 2007).
2) Herbal
British Journal of Clinical Pharmacology melaporkan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa 82% pasien arthritis mengalami
peredaran nyeri dan pembengkakan dengan menggunakan obat-
24
obatan yang berasal dari herbal. Bahan herbal yang membantu
melawan nyeri arthritis adalah sebagai berikut:
a) Jahe dan kunyit: keduanya merupakan bahan antiinflamasi yang
sangat baik, serta dapat mengurangi nyeri dan bengkak sendi.
b) Hot chili peppers dan cayenne pepper: berefek mengurangi
peradangan pada arthritis, mengurangi pembengkakan, dan
menghilangkan nyeri.
3) Terapi panas dingin
Untuk mengurangi nyeri dan peradangan pada rematik dapat
digunakan cara dan adalah sebagai berikut:
a) Berendam dalam bak mandi dengan air hangat, terutama untuk
merendam bagian yang nyeri.
b) Kompres panas: caranya rendam handuk dalam air panas,
kemudian letakkan pada sendi yang sakit.
c) Pemanasan kering, misalnya dengan menggunakan lampu
pemanas dan lain-lain. Pada prinsipnya cara kerja terapi panas
pada rematik adalah untuk meningkatkan aliran darah ke daerah
sendi yang terserang. Dengan demikian proses radang dapat
dikurangi sehingga fungsi sendi dapat maksimal. Terapi dingin
bertujuan untuk membuat baal bagian yang terkena rematik
sehingga mengurangi nyeri, peradangan, serta kaku atau kejang
otot. Cara terapi dingin adalah dengan menggunakan kantong
25
dingin, semprotan dingin, atau minyak yang mendinginkan kulit
dan sendi (Purwoastuti, 2009).
4) Olahraga dan istirahat
Penderita rematik mau tidak mau harus menyeimbangkan
kehidupannya antara istirahat dan beraktivitas.Kalau merasa nyeri
atau pegal, pasien harus beristirahat.Namun harus diingat, istirahat
tidak boleh berlebihan karena dapat mengakibatkan kekakuan pada
otot dan sendi. Latihan dan olahraga yang dianjurkan adalah sebagai
berikut:
a) Range of motion exercises: merupakan latihan fisik yang
membantu menjaga pergerakkan normal sendi, memelihara atau
meningkatkan fleksibilitas dan menghilangkan kekakuan sendi.
b) Strengthening exercises: untuk memelihara atau meningkatkan
kekakuan otot.
c) Aerobic atau endurance exercises: untuk meningkatkan
kesehatan pembuluh darah jantung (kardiovaskuler), membantu
menjaga berat badan ideal dan memperbaiki kesehatan secara
menyeluruh (Junaidi, 2012).
5) Mobilisasi dan relaksasi
Mobilisasi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan
memperbaiki kekakuan pada sendi yang terserang rematik.Relaksasi
progesif membantu mengurangi nyeri dengan melakukan gerakan
yang melemaskan otot yang tegang.Pada relaksasi progesif, gerakan
26
yang dilakukan adalah pada satu saat mengencangkan kumpulan
otot tertentu, kemudian secara perlahan melemaskannya atau
merelaksasikannya (Junaidi, 2012).
6) Terapi rehabilitasi
Ada beberapa terapi rehabilitasi yang dibutuhkan oleh
penderita rematik adalah sebagai berikut (Junaidi, 2012):
a) Edukasi: pada edukasi ini pasien diberi informasi yang lengkap
dan benar mengenai pengobatan dan perjalanan penyakit ke
depan.
b) Fisioterapi: berbagai aktivitas latihan yang diperlukan untuk
mendapatkan gerak sendi yang baik dan optimal, agar massa
otot tetap dan stabil.
c) Okupasi: okupasi bertujuan untuk membantu pasien agar dapat
melakukan tugas sehari-hari, yakni dengan memosisikan sendi
secara baik sehingga dapat berfungsi dengan baik dan terhindar
dari gerakan berlebihan yang dapat menimbulkan nyeri.
d) Diet: diet diutamakan untuk mengurangi berat badan yang
berlebihan, dianjurkan mencapai berat badan 10-15% di bawah
ideal. Kegemukan memberikan beban tekanan pada sendi
penopang berat tubuh.
27
B. Tinjauan Tentang Lansia
1. Definisi lajut usia
Menurut UU No.14 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,
pengertian lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas. Keadaan ini di bagi menjadi dua, yaitu lanjut usia potensial dan
lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang
masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang dan jasa, sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial
adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depdagri, 2010).
Lansia bukan Suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Effendi, 2012).
Lansia adalah keadaan yang ditandai dengan kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis,
kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Effendi, 2012).
2. Batasan lanjut usia
Menurut Nugroho W (2012) ada beberapa pendapat para ahli
mengenai batasan lanjut usia diantaranya:
a) Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut
usia yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
28
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (very old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b) Menurut Koesoemanto Setyonegoro lanjut usia dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun.
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65).
3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:
a. Usia 70-75 tahun (young old)
b. Usia 75-80 tahun (old)
c. Usia lebih dari 80 tahun (very old)
c) Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap yaitu:
1) Early old age (usia 60-70 tahun)
2) advanced old age (usia 70 tahun ke atas)
3. Tipe lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah
sendiri daripada tinggal bersama anaknya, menurut Nugroho W ( 2012),
adalah :
1) Tipe arif bijaksana : Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, ramah, rendah
hati, menjadi panutan.
2) Tipe mandiri : Yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan
memenuhi undangan.
29
3) Tipe tidak puas : Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses
penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah : Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik,
mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung : Yaitu kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, minder, menyesa, pasif dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri)
(Maryam, 2011).
4. Perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Azizah (2011), perubahan yang terjadi pada lansia
antara lain:
a. Perubahan-perubahan Fisik
1) Sel
a) Lebih sedikit jumlahnya.
b) Lebih besar ukurannya.
c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya
cairan intraseluler.
d) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati.
30
e) Jumlah sel otak menurun.
f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g) Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2) Sistem Persarafan
a) Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel
saraf otaknya dalam setiap harinya).
b) Cepatnya menurun hubungan persarafan.
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stres.
d) Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan
perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
e) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem Pendengaran
a) Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun.
b) Otosklerosis akibat atrofi membran tympani.
c) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
31
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.
4) Sistem Penglihatan
a) Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c) Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam
cahaya gelap.
e) Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas
pandangannya.
f) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5) Sistem Kardiovaskuler
a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini
menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,.
Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,
mengakibatkan pusing mendadak.
32
e) Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis
akibat metabolisme yang menurun.
b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.
7) Sistem Respirasi
a) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku.
b) Menurunnya aktivitas dari silia.
c) Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman
bernafas menurun.
d) Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya
berkurang.
e) Kemampuan untuk batuk berkurang.
f) Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun
seiring dengan pertambahan usia.
8) Sistem Gastrointestinal
a) Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi
yang buruk dan gizi yang buruk.
33
b) Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf
pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan
pahit.
c) Eosephagus melebar.
d) Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Daya absorbsi melemah.
9) Sistem Reproduksi
a) Menciutnya ovari dan uterus.
b) Atrofi payudara.
c) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
d) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia asal kondisi kesehatan baik.
e) Selaput lendir vagina menurun.
10) Sistem Perkemihan
a) GinjalMerupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke
ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi
atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
b) Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang
air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi
urin pada pria.
34
11) Sistem Endokrin
a) Produksi semua hormon menurun.
b) Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya Basal Metabolic
Rate (BMR) dan menurunnya daya pertukaran zat.
c) Menurunnya produksi aldosteron.
d) Menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya,
progesteron, estrogen dan testosteron.
12) Sistem Kulit (Sistem Integumen)
a) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak.
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan
proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-
bentuk sel epidermis.
c) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
e) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan
vaskularisasi.
f) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
g) Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang
bercahaya.
h) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
13) Sistem Muskuloskletal
a) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.
35
b) Kifosis
c) Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
d) Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
e) Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
f) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil). Otot-otot
serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi
lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
g) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
14) Selain secara patologis menua juga dapat terjadi secara
patologis yaitu dengan adanya berbagai macam penyakit
diantaranya yang terkait dengan perubahan muskuloeskeletal
yaitu penyakit artritis rheumatoid.
15) Perubahan-perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (Hereditas)
5) Lingkungan
6) Kenangan (Memory)
a) Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-
hari yang lalu mencakup beberapa perubahan.
36
b) Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit,
kenangan buruk.
16) Perubahan-perubahan Psikososial
1) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh
produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan
dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia
akan mengalami kehilangankehilangan, antara lain :
a) Kehilangan finansial (income berkurang).
b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality).
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah
perawatan bergerak lebih sempit.
4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic
deprivation).
5) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
6) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
7) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
37
9) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman-teman dan keluarga.
10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
5. Permasalahan kesehatan lansia
1) Mudah jatuh, jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan
penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang
mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/ terduduk di lantai
atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka. Faktor instrinsik yang menyebabkan mudah
jatuh antara lain gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan
sistem anggota gerak, gangguan sistem saraf pusat, gangguan
penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis, vertigo dan
penyakit-penyakit sistemik. Sedangkan faktor ekstrinsik penyebab
jatuh antara lain cahaya ruangan yang kurang terang, lantai licin,
tersandungbenda, alas kaki kurang pas, tali sepatu, kursi roda dan
turun tangga.
2) Kekacauan mental akut, kekacauan mental pada lansia dapat
disebabkan oleh keracunan, penyakit infeksi dengan demam tinggi,
alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan fungsi otak
dan gangguan fungsi hati.
3) Mudah lelah, disebabkan oleh faktor psikologis berupa perasaan
bosan, keletihan dan depresi. Faktor organik yang menyebabkan
38
kelelahan antara lain anemia, kekurangan vitamin, osteomalasia,
kelainan metabolisme,gangguan pencernaan dan kardiovaskuler.
4) Nyeri dada, dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner,
aneurisme aorta, radang selaput jantung dan gangguan pada sistem
pernafasan.
5) Sesak nafas, terutama saat melakukan aktifitas/ kerja fisik, dapat
disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran
nafas, berat badan berlebihan dan anemia.
6) Palpitasi/ jantung berdebar-debar, dapat disebabkan oleh gangguan
irama jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit
kronis dan faktor psikologis.
7) Pembengkakan kaki bagian bawah, dapat disebabkan oleh kaki
yang lama digantung, gagal jantung, bendungan vena, kekurangan
vitamin B1,penyakit hati dan ginjal.
8) Nyeri pinggang atau punggung, dapat disebabkan oleh gangguan
sendi atau susunan sendi pada tulang belakang, gangguan
pankreas, kelainan ginjal, gangguan pada rahim, kelenjar prostat
dan otot-otot badan.
9) kelainan lensa mata, glukoma, dan peradangan saraf mata.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh kelainan
degeneratif, misalnya otosklerosis.
39
10) Sulit tidur, dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik seperti
lingkungan yang kurang tenang dan faktor intrinsik seperti gatal-
gatal, nyeri, depresi, kecemasan dan iritabilitas.
11) Sukar menahan buang air besar, dapat terjadi karena penggunaan
obat-obatanpencahar, keadaan diare, kelainan usus besar dan
saluran pencernaan.
12) Eneuresis, sukar menahan buang air kecil atau sering ngompol
dapatdisebabkan oleh penggunaan obat-obatan, radang kandung
kemih, kelainan kontrol pada kandung kemih, kelainan persyarafan
kandung kemih serta akibta faktor psikologis.
13) Penyakit kronis, gangguan saluran cerna dan faktor-faktor
sosioekonomis (Nugroho W, 2012).
C. Tinjauan Tentang Panti Werdha
a. Pengertian panti werdha
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Redaksi Kamus
Pusat Bahasa, 2016) arti dari kata panti werdha adalah rumah tempat
mengurus dan merawat orang jompo.
Panti sosial tresna werdha adalah panti sosial yang mempunyai
tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lansia terlantar agar
dapat hidup secara baik dan terawat dalam kehidupan masyarakat baik
yang berada di dalam panti maupun yang berada di luar panti.Dapat atau
tidak terpenuhinya kebutuhan manusia mejadi permasalahan dalam
kesejahteraan sosial.
40
Kesejahteraan sosial menurut PP Nomor 43 Tahun 2004, yaitu:
Kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (Bagian Peraturan
Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP, 2004).
Sebagai lembaga kesejahteraan sosial, panti werdha mempunyai
tugas pokok sebagai berikut :
1) Menyelenggarakan kegiatan penyantunan dan pelayanan sosial lansia.
2) Menyelenggarakan kegiatan penerimaan dan bimbingan kepada
lansia.
3) Menyelenggarakan koordinasi penyelenggaraan kegiatan panti sosial.
4) Melaksanakan informasi usaha kesejahteraan sosial lansia.
5) Melaksanakan pengawasan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan panti.
6) Melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan tentang lansia.
b. Pelayanan Sosial panti werdha
Menurut Kemensos RI Nomor 19 tahun 2012 tentang Pelayanan
Sosial Lansia dalam Panti , pelayanan sosial adalah proses pemberian
bantuan yang dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan lansia, sehingga yang bersangkutan mampu
melaksanakan fungsi sosialnya.
Bentuk-bentuk pelayanan sosial yang ada, menurut Depsos RI
tujuan umum dari pelayanan sosial lansia luar panti adalah meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraan lansia, sehingga mereka bisa menikmati
41
kehidupan masa tuanya secara wajar dan berguna (Departemen Sosial RI,
2012).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, adanya pelayanan sosial di panti werdha dapat
membantu lansia dalam memenuhi kebutuhannya.Sehingga dengan
terpenuhi kebutuhannya maka lansia dapat mencapai kesejahteraan
sosial. Kesejahteraan sosial di Indonesia tidak terlepas dari tangan para
tenaga kesejahteraan sosial (Depdagri, 2010).
Dalam praktik pekerjaan sosial terdapat dua jenis metode yang
digunakan untuk memberikan pelayanan sosial, yaitu metode pokok dan
metode bantu. Menurut Budhi dkk (2010), metode pokok pekerjaan
sosial terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1) Metode bimbingan sosial organisasi (social community organization
atau community development)
Bimbingan sosial organisasi adalah suatu metode dan proses
untuk membantu masyarakat agar dapat menentukan kebutuhan dan
tujuannya, serta dapat menggali dan memanfaatkan sumber yang ada
sehingga kebutuhannya terpenuhi dan tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah :
a) Programming
42
Dalam melaksanakan bimbingan sosial masyarakat perlu
diawali dengan pembuatan program kegiatan yang terdiri dari
teknik berikut :
1. Pengumpulan data yang diperlukan
2. Analisis data
3. Penilaian atau evaluasi
4. Perencanaan kegiatan atas dasar data yang terkumpul
b) Koordinasi dan Integrasi
Koordinasi dan integrasi merupakan kegiatan yang berkenaan
dengan pembagian dan pengaturan tugas serta pengintegrasian
kegiatan dengan pihak terkait. Teknik yang dilakukan meliputi :
1. Musyawarah dengan anggota masyarakat
2. Konsultasi dengan pihak terkait
3. Penyelenggaraan rapat atau pertemuan rutin
4. Pengorganisasian anggota dan kegiatan
5. Pendidikan dan promosi
c) Financing
Financing merupakan kegiatan yang berkenaan dengan
penggalian dana dan pemanfaatannya. Teknik yang ditempuh
adalah :
1. Pengumpulan dana untuk membiayai kegiatan.
2. Penggalangan kerja sama dalam rangka mencari dana atau
biaya.
3. Penggalangan kerja sama untuk membiayai kegiatan.
43
2) Metode bimbingan sosial kelompok (social group work)
Bimbingan sosial kelompok adalah serangkaian cara kerja atau
prosedur yang teratur dan sistematis yang diterapkan pekerja sosial
dalam membimbing individu yang terikat di dalam kelompok.
Teknik yang dilakukan dalam bimbingan sosial kelompok
adalah :
a) Diskusi
Diskusi merupakan percakapan informal antara dua orang
atau lebih tentang topik tertentu sehingga diperoleh kesimpulan
tentang topik yang dibicarakan.
b) Permainan peran (role playing)
Permainan peran adalah suatu teknik yang dilaksanakan
dengan memainkan peran tertentu dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk
mempraktekkan bagaimana semestinya bersikap atau bereaksi bila
dihadapkan kepada suatu masalah.
c) Studi kasus
Studi kasus adalah kumpulan dari semua bahan (informasi)
maupun fakta yang berguna untuk memberikan suatu gambaran
yang diperlukan dalam memahami orang yang terlibat dalam suatu
kasus atau permasalahan.
44
d) Brain storming
Brain storming adalah teknik untuk menyampaikan ide,
dengan cara langsung, spontan, dan cepat dalam rangka
memecahkan masalah. Semua saran ditulis dan diolah oleh
kelompok untuk dicari kesimpulannya sebagai kesepakatan
bersama.
e) Interview kelompok
Interview atau wawancara kelompok adalah wawancara yang
dilakukan dengan sekelompok anggota dengan harapan setelah
kegiatan wawancara selesai akan diperoleh bahan atau keterangan
yang berguna untuk memecahkan masalah.
Tahapan dalam proses bimbingan sosial kelompok, yaitu:
a) Tahap pengumpulan data (fact finding)
Fact finding merupakan upaya mengumpulkan data tentang
individu dan kelompok yang menjadi sasaran kerja para pekerja
sosial. Dengan demikian akan diperoleh keterangan yang lengkap
dan menjadi dasar atau bahan pertimbangan dalam membuat
diagnosis.
b) Tahap diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menentukan apa yang
menjadi masalah atau kebutuhan klien (individu dan kelompok)
berdasarkan data yang ada. Caranya yaitu dengan membuat
rencana kerja yang akan dilakukan oleh pekerja sosial untuk
45
membantu individu dan kelompok dalam memecahkan
masalahnya.
c) Tahap penyembuhan (treatment)
Treatment merupakan upaya untuk memberikan bantuan
berupa bimbingan sosial terhadap individu dan kelompok sesuai
rencana yang ada. Evaluasi secara terus-menerus perlu dilakukan
agar tindakan yang diberikan dapat efektif. Apabila hal yang
dilakukan tidak sesuai, maka dapat dibuat rencana kerja yang lebih
sesuai sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
3) Metode bimbingan sosial perorangan (social case work)
Bimbingan sosial perorangan adalah serangkaian cara kerja
atau prosedur yang teratur dan sistematik untuk menolong individu
yang mengalami permasalahan sosial sehingga semua
permasalahan tersebut dapat diatasi dengan baik dan individu yang
bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan serta
fungsi sosialnya secara lebih baik pula.
Menurut Budhi dkk (2010), metode social case work bersifat
individual, karenanya dikatakan pendekatan mikro, yaitu
membantu individu-individu yang memiliki masalah. Kajian dalam
metode social case work dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a) Bidang yang bersifat penyembuhan (problem solving) dan
konseling (therapy) yaitu bagi orang-orang yang memiliki
masalah.
46
b) Kajian yang bersifat pengembangan diri (personal
development), yaitu bagi orang-orang yang tidak memiliki
masalah, namun menginginkan adanya upaya pengembangan
diri.
47
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Artritis Reumatoid Merupakan penyakit auto imun dengan proses
peradangan menahun yang tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan
sendi dan berbagai organ di luar persendian. Peradangan kronis dipersendian
menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena, terutama di persendian
tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi) (Misnadiarly,
2007).
Menurut Junaidi (2012), penyebab penyakit rematik diantaranya:
Genetik : Pada penyakit arthritis rheumatoid faktor genetic sangat
berpengaruh. Gen-gen tertentu yang terletak di kompleks histokompatibilitas
utama (MHC) pada kromosom 6 telah terlibat predisposisi dan tingkat
keparahan arthritis rheumatoid. Obesitas: BMI di atas rata-rata mengakibatkan
terjadinya penumpukan lemak pada sendi sehingga meningkatkan tekanan
mekanik pada sendi penahan beban tubuh, khususnya lutut. Gaya Hidup: pola
hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam
kegiatan menurut minat dan pendapat yang bersangkutan.
48
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :
Variabel Bebas (variabel independent) Variabel Terikat (variabel dependent)
Keterangan :
: variabel yang di teliti
: Hubungan antara variabel
C. Variabel Yang Diteliti
Variabel merupakan suatu ukuran, ciri, serta sifat yang didapatkan oleh
suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo,
2012). Dalam penelitian ini menggunakan variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel bebas (independent)
Variabel bebas (independent) adalah variabel yang mempengaruhi
variabel terikat yaitu faktor yang mempengaruhi kejadian arthritis
rheumatoid pada lansia (obesitas, genetik dan gaya hidup).
Genetik
Gaya hidup
Obesitas
Kejadian arthritis
rheumatoid pada
lansia
49
2. Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas yaitu kejadian arthritis rheumatoid pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi dan pengukuran secara cermat terhadap objek atau
fenomena (Saryono, 2013).
Lansia adalah keadaan yang ditandai dengan kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual. Kategori lansia yaitu seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Arthritis Rheumatoid adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan
sekitarnya
Penelitian ini meliputi beberapa variabel yang di teliti antara lain :
a. Obesitas adalah penumpukan lemak yang sangat tinggi di dalam tubuh
sehingga membuat berat badan berada di luar batas ideal, dengan kriteria
objektif :
1. Faktor yang mempengaruhi obesitas : Apabila nilai IMT
≥23,0 – 30 dalam kategori obesitas
50
2. Bukan Faktor yang mempengaruhi obesitas : Apabila nilai IMT
18,5-22,9, dalam kategori normal/ideal
b. Genetik adalah suatu kecenderungan genetik kearah terjadinya arthritis
rheumatoid pada keluarga lansia yang memiliki penyakit yang sama,
dengan kriteria objektif :
1. Faktor yang mempengaruhi genetik : Apabila jumlah skor
nilai jawaban responden adalah ≥ 50%
2. Bukan Faktor yang mempengaruhi genetik : Apabila jumlah skor
nilai jawaban responden adalah < 50%
c. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas,
berkaitan dengan yang dilakukan sehari-hari seperti olahraga, makanan
dan aktivitas merokok, dengan kriteria objektif :
1. Faktor yang mempengaruhi gaya hidup : Apabila jumlah skor
nilai jawaban responden adalah ≥ 50%
2. Bukan faktor yang mempengaruhi gaya hidup : Apabila jumlah skor
nilai jawaban responden adalah < 50%
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menemukan
pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada suatu masa
tertentu (Nursalam, 2014).
Pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara
objektif tentang gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Arthritis
Rheumatoid pada lansia.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini telah dilaksanankan di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 20-22 juli 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek /
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2012).
52
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari. yaitu sebanyak 30 orang lansia yang
menderita arthritis rheumatoid.
2. Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoadmodjo, 2012).
Tehnik sampling pada penelitian ini teknik pengambilan sampel
dilakukan secara total sampling dimana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2012). Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 30
sampel.
D. Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga
mudah diolah (Arikunto, 2014).
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner.
Pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini bersifat
tertutup dengan jawaban yang sudah disediakan.
53
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung
pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono dkk
2013). Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari kuesioner atau
penyebaran daftar pertanyaan dengan responden yaitu lansia yang
mengalami penyakit arthritis rheumatoid di Panti Sosial Tresna
Werdha Minula Kendari. Untuk mendapatkan data faktor-faktor yang
mempengaruhi arthritis rheumatoid dan kejadian arthritis rheumatoid
pada lansia, kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah
terdapat pilihan atau alternatif jawaban.
b. Data sekunder
Menurut Saryono dkk (2013), data sekunder adalah data yang
diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari
subjek penelitian. Data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari.
c. Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data pada penelitian ini dilakukandengan
menggunakan kuesioner tentang gambaran aktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
54
F. Tehnik Pengolahan
Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahap sebagai
berikut(Arikunto, 2014) :
a. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar pertanyaan
yang telah diisi.Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan
pengisian, dan konsistensi dari setiap jawaban.
b. Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut
kriteria tertentu.Klasifikasi umumnya ditandai dengan kode tertentu yang
biasanya berupa angka.
c. Skoring
Skoring adalah penentuan jumlah skor bila ada jawaban ya diberi skor
1 dan bila tidak diberi skor 0.
d. Tabulating
Tabulating adalah pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan
mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisa.
Proses tabulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan
metode tally, menggunakan kartu, dan menggunakan komputer (Nursalam,
2014).
55
G. Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai
tujuan, dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam mengungkap fenomena (Nursalam, 2014).
Data yang sudah dikumpulkan ditabulasi dan dikelompokkan sesuai
dengan kelompok data dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi, dengan
menggunakan presentase dengan rumus (Sugiyono, 2012) :
Kxn
fX
Keterangan
X = Persentase hasil yang dicapai
f = Frekuensi variabel yang diteliti
n = Jumlah sampel yang diteliti
K = Konstanta (100%)
H. Penyajian Data
Setelah data diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
dinarasikan.
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan
persetujuan kepada Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
Setelah peneliti mendapatkan persetujuan, kemudian dilakukan penelitian
dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:
56
1. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak
mencantumkan nama subjek pada lembar kuesioner. Lembar tersebut
hanya diberi kode nomer tertentu.
2. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden
dijamin oleh peneliti. Data hanya akan disajikan kepada kelompok tertentu
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3. Informed Consent
Lembar persetujuan akan diberikan sebelum penelitian
dilaksanakan kepada klien yang akan diteliti dengan tujuan agar responden
mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Setelah responden menyatakan
kesediaannya, maka harus menandatangani lembar persetujuan.
4. Full disclosure
Pengungkapan yang menyajikan semua informasi yang relevan.
Informasi yang diungkapkan adalah informasi minimum yang diwajibkan
ditambah dengan informasi lain yang diungkapkan secara sukarela.
57
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum lokasi penelitian
a. Sejarah
PSTW “Minaula” kendari yang dahulunya bernama sasana
Tresna Werdah ini diresmikan oleh menteri sosial RI bapak suparjo
pada tangggal 07 desember 1981. Akhirnya pada tahun 1994/1995
sasana tresna werdah “minaula” kendari dengan jumlah 100 orang dan
dalam operasionalnya bertanggung jawab kepada menteri sosial RI
melalui kepala kantor wilayah departemen sosial provinsi Sulawesi
tenggara.selanjutnya dalam era otonomi daerah PSTW minaula
kendari ini berubah menjadi UPTD PSTW “ minaula” kendari yang
bergabung dalam dinas kesehatan dan sosial provinsi Sulawesi
tenggara. Akhirnya pada tahun 2013 UPTD PSTW “minaula” kendari
bergabung dengan kementrian sosial RI dan berubah nama menjadi
UPT PSTW “minaula” kendari.
b. Visi dan Misi
Pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial
lanjut usia mengacu pada “ nawa cita” presiden RI yaitu
Visi : terwujudnya Indonesia yang berdaulat,mandiri dan
berkepribadian berdasarkan gotong royong.
58
Misi : meningkatkan kuaitas hidup manusia Indonesia melalui “
indonesia sejahtera, memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
ruang-ruang dialog antar warga.
c. Program pelayanan
1) Program home care services ( pelayanan berbasis keluarga lansia)
merupakan pelayanan pendampingan dan atau perawatan lansia
dirumah dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan
oleh keluarga, kerabat atau warga masyarakat setempat.
2) Program day care sevices ( pelayanan harian lansia ) kegiatan
terencana dengan menyediakan aktifitas yang dirancang untuk
meningkatkan kualitas hidup lansia melalui pengisisan waktu luang
pemeliharaan kesehatan,prtemanan, penambah pengetahuan dan
keterampilan.
3) Nursing care services
Bagi lanjut usia adalah dukungan yang diberikan kepada lanjut usia
dengan cara membantu mereka untuk mempertahankan
kemandirian dan kualitas hidupnya dalam suasana yang nyaman
didalam panti ( penerima manfaat dalam kondisi dependen/sangat
bergantung)
4) Pelayanan penjangkauan kedaruratan bagi lansia tindakan yang
yang mendesak dan tepat untuk menyelamatkan nyawa,menjamin
perlindungan dan memuliakan kesejahteraan lansia dalam situasi
darurat
59
5) Program family support
Setiap upaya yang ditujukan kepada lansia guna memperkuat
keberfungsian fisik ,psikologis sosial dan spiritual maupun
ekonomi dengan dukungan dan pernyataan keluarga lansia.
d. Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana
Sumber daya manusia di UPT PSTW minaula kendari :
1) Pegawai negeri sipil (PNS) berjumlah 19 orang
2) Pegawai honorer berjumlah 36 orang
Adapun sarana transportasi di UPT PSTW minaula kendari
1) Bis : 2 unit
2) Mobil operasional : 3 unit
3) Mobil ambulan : 1 unit
4) Motor operasinal : 5 unit
Panti Tresna Werdha Minaula Kendari mempunyai beberapa prasarana
yang dibangun diatas lahan -/+ 3Ha :
1) Penerima manfaat : 12 unit
2) Ruang serba guna : 1 unit
3) Ruang perawatan khusus : 1 unit
4) Ruang keterampilan : 1 unit
5) Ruang poliklinik : 1 unit
6) Ruang dapur : 1 unit
7) Ruang pemulasan jenasah : 1 unit
8) Kantor : 1 unit
60
9) Rumah dinas : 6 unit
10) Rumah jabatan : 1 unit
11) Aula : 1unit
12) Mesjid : 1 unit
13) Gudang : 1 unit
14) Kolam ikan : 6 unit
Letak geografis UPT PSTW “ minaula kendari”
1) Sebelah utara berbatasan dengan jalan poros bandara haluoleo
2) Sebelah selatan berbatasan dengan lahan perkebunan masyarakat
3) Sebelah barat dan timur berbatasan dengan rumah masyarakat
2. Karakteristik Responden
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengolahan data yang
diperoleh dari 30 responden dapat disajikan dalam bentuk tabel.
a. Umur
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Umur Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari
Umur (Tahun) Frekuensi (f) Presentase (%)
60-74 17 56,7
75-90 11 36,6
90 2 6,7
Total 30 100
Sumber : Data Primer 2017
Dari tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa dari 30 orang yang
menjadi responden dengan kategori usia, frekuensi tertinggi yaitu pada
61
usia 60-74 sebanyak 17 orang (56,7%) dan frekuensi terendah yaitu
pada usia > 90 tahun sebanyak 2 orang (6,7%).
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari
Pekerjaan Frekuensi (f) Presentase (%)
Laki-laki 17 56,7
Perempuan 13 43,3
Total 30 100
Sumber : Data Primer 2017
Dari tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 30 orang yang
menjadi responden dengan kategori jenis kelamin, frekuensi tertinggi yaitu
laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (55,9%) dan frekuensi terendah yaitu
perempuan sebanyak 15 orang (44,1%).
c. Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pendidikan Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari
Pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)
Tidak sekolah 13 43,3
SD 13 43,3
SMP 3 10
SMA 1 3,4
Diploma/Perguruan
tinggi - -
Total 30 100
Sumber : Data Primer 2017
Dari tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa dari 30 orang yang
menjadi responden dengan kategori tingkat pendidikan, frekuensi
tertinggi yaitu pada pendidikan tidak sekolah dan pendidikan Sekolah
62
Dasar masing-masing sebanyak 13 orang (43,3) dan frekuensi terendah
yaitu pendidikan SMA sebanyak 1 orang (3,4%).
3. Variabel Penelitian
Kegiatan penelitian ini berlangsung pada bulan juli tahun 2017 di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari untuk mengetahui Faktor-
Faktor yang mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada Lansia.
Berdasarkan data yang yang menjadi responden penelitian di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari, jumlah responden sebanyak 30 orang.
Variabel hasil penelitian ini akan disajikan dalam beberapa tabel
distribusi disertai dengan narasi atau penjelasan tabel yang terdiri dari
sebagai berikut:
a. Faktor Obesitas
Tabel Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi gambaran faktor obesitas yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari
Obesitas Frekuensi (f) Presentase (%)
Faktor yang
mempengaruhi 11 36,6
Bukan faktor yang
mempengaruhi 19 63,4
Total 30 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa dari 30
responden di tinjau dari faktor obesitas dengan frekuensi tertinggi
yaitu pada kategori bukan faktor yang mempengaruhi sebanyak 19
63
orang ( 63,3%) dan frekuensi terendah yaitu pada kategori faktor yang
mempengaruhi sebanyak 11 orang (36,6%).
b. Faktor Gaya Hidup
Tabel Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi gambaran faktor gaya hidup yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari
Gaya hidup Frekuensi (f) Presentase (%)
Faktor yang
mempengaruhi 25 83,3
Bukan Faktor yang
mempengaruhi 5 16,7
Total 30 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa dari 30
responden ditinjau dari faktor gaya hidup dengan frekuensi tertinggi
yaitu pada kategori fator yang mempengaruhi sebanyak 25 orang
(83,3%) dan frekuensi terendah yaitu pada pada kategori bukan faktor
yang mempengaruhi sebanyak 5 orang (16,7%).
c. Faktor Genetik
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi gambaran faktor genetik yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari
Genetik Frekuensi (f) Presentase (%)
Faktor yang
mempengaruhi 27 90
Bukan Faktor yang
mempengaruhi 3 10
Total 30 100
Sumber : Data Primer 2017
64
Berdasarkan tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa dari 30
responden ditinjau dari faktor genetik dengan frekuensi tertinggi yaitu
pada kategori faktor yang mempengaruhi sebanyak 27 orang (90%)
dan frekuensi terendah yaitu pada kategori bukan faktor yang
mempengaruhi sebanyak 3 orang (10%).
B. Pembahasan
Sesuai hasil penelitian diatas maka dapat di identifikasi Gambaran
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada
Lansia. Berdasarkan data yang yang menjadi responden penelitian di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari. Dengan melihat beberapa variabel
penelitian meliputi:
1. Faktor obesitas
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya arthritis rheumatoid baik pada wanita maupun
pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis
pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan arthritis rheumatoid
sendi lain (tangan atau sternoklavikula) (Junaidi, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor obesitas yang
mempengaruhi kejadian arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari, Adanya kejadian arthritis rheumatoid
yang masih ada ditemukan pada lansia dengan kategori faktor yang
mempengaruhi sebanyak 11 orang (36,6%), hal ini di pengaruhi karena
lansia memiliki riwayat obesitas saat masih muda dan juga lansia yang
65
obesitas dengan berat badan dimiliki rata-rata mengakibatkan terjadinya
penumpukan lemak pada sendi sehingga meningkatkan tekanan mekanik
pada sendi penahan beban tubuh, seperti sendi tangan, pergelangan tangan
dan kaki. Selain itu, siku, bahu, pinggung, lutut dan pergelangan kaki.
Sebagian besar menunjukkan bahwa bukan faktor yang mempengaruhi
arthritis rheumatoid sebanyak 19 orang (63,3%), hal ini dipengaruhi oleh
adanya faktor pendukung lansia yang menderita arthritis rheumatoid
memiliki riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama atau gaya
hidup lansia yang memiliki resiko terkena arthritis rheumatoid.
Pada penelitian ini yang telah dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, tentang faktor obesitas disimpulkan bahwa
bahwa bukan faktor yang mempengaruhi arthritis rheumatoid lebih
dominan tidak berpengaruh pada faktor yang mempengaruhi arthritis
rheumatoid.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh reski ayu (2015), tentang
identifikasi faktor resiko terjadinya rheumatoid arthritis pada usia lanjut.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 47 orang (100) tidak
memiliki resiko terjadinya rheumatoid arthritis. Hal ini dapat dimengerti
karena pengelolaan makanan di panti tresna werdha minaula disediakan
dan telah di atur dengan menu dan gizi yang seimbang oleh tim gizi yang
bertugas dipanti tersebut.
66
Penelitian ini sejalan juga yang dilakukan oleh Uyun Nadliroh,
2014 tentang gambaran penyakit rematik pada lansia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden (70%) memiliki status gizi
ideal yaitu 14 orang (70%), selebihnya 6 orang (30%) mengalami obesitas,
dan tidak ada yang dikategorikan kurus. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak hanya lansia yang mengalami obesitas saja yang
dapat berpengaruh terhadap penyakit rematik tetapi lansia yang memiliki
status gizi ideal juga dapat menderita rematik.
Menurut teori yang dikemukakan Junaidi (2006) rematik dapat
disebabkan oleh kegemukan atau obesitas. Kenyataannya penelitian ini
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas relatif rendah. Hal ini
berarti bahwa sebagian besar responden menderita rematik bukan
disebabkan karena masalah obesitas.
2. Faktor gaya hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
Gaya hidup sering digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini
dari seseorang (activities, interests, and opinions). Gaya hidup seseorang
biasanya tidak permanen dan cepat berubah. Seseorang mungkin dengan
67
cepat mengganti model dan merek pakaiannya karena menyesuaikan
dengan perubahan hidupnya.
Cedera otot maupun sendi yang dialami sewaktu berolahraga atau
akibat aktivitas fisik yang terlalu berat, bisa menyebabkan rheumatoid
arthritis. Makanan yang mengadung purin tinggi seperti jeroan, daging,
sayuran dan seafood akan meningkatkan kadara asam urat sehingga dapat
menyebabkan penumpukan Kristal pada sendi dan jaringan. Beberapa
makanan yang menyebabkan arthritis rheumatoid antara lain daging
merah seperti kambing, sapi, kuda dan lain-lain, seafood atau makan laut
seperti udang, cumi-cumi karang, ikan teri dan kepiting, kacang-kacangan
seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau dan
tauge, sayuran seperti kol, buncis, bayam, jamur, daun singkong, dan
kangkung, jenis jeroan seperti babat, usus, ginjal, limfa, paru, otak dan
hati.
Merokok adalah salah satu faktor resiko dari keparahan arthritis
rheumatoid pada populasi tertentu. Tetapi alasan pengaruh rokok
terhadap sinovitis belum sepenuhnya didefinisikan, tapi rokok
mempengaruhi sistem kekebalan bawaan di jalan nafas (Junaidi, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor gaya hidup yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari, sebagian besar menunjukkan bahwa
faktor yang mempengaruhi sebanyak 25 orang (83,3%). Hal ini di
pengaruhi gaya hidup dengan aktivitas yang dilakukan baik berolahraga
68
yang kurang diminati oleh lansia dan kurangnya aktivitas pergerakan
lainnya baik jalan santai dengan kurangnya program latihan yang
memadai bisa berpengaruh pada hilangnya rentang gerak, atrofi otot,
kelemahan dan deformitas yang beresiko terjadinya arthritis rheumatoid,
mengalami cidera pada persendian dapat mempengaruhi terjadinya
arthritis rheumatoid, makanan yang di komsumsi tanpa mengetahui
manfaat dan efek dari makan teresebut akan mudah memicu terjadinya
arthritis rheumatoid dan mengkomsumsi rokok secara aktif
meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan
akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan
tulang rawan yang berperan terjadinya arthritis rheumatoid.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh reski ayu (2015), tentang
identifikasi faktor resiko terjadinya rheumatoid arthritis pada usia lanjut.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan ada faktor yang
mempengaruhi terjadinya reumatoid arthritis di tinjau dari factor
pekerjaan/aktifitas yaitu sebanyak 61,71%. Hal tersebut di pengaruhi oleh
perubahan fisik akibat proses penuaan seperti perubahan pada
muskuloeskeletal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Uyun Nadliroh, 2014
tentang gambaran penyakit rematik pada lansia. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden (65%)
memiliki riwayat cidera. Riwayat cidera yang dimaksud adalah trauma
berat pada lutut yang biasanya terjadi karena aktivitas olah raga rutin dan
69
berat (umum terjadi pada olahragawan atau atlet). Dengan demikian
sebagian besar lansia dalam penelitian ini menderita rematik salah
satunya karena sebab riwayat cidera. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan Junaidi (2006) bahwa penyakit rematik dapat disebabkan
karena penderita pernah mengalami trauma berat pada lutut sampai terjadi
pembengkakan atau berdarah, seperti pada olahragawan (pemain basket,
sepak bola, pelari dan sebagainya).
3. Faktor genetik
Pada penyakit arthritis rheumatoid faktor genetik sangat
berpengaruh. Gen-gen tertentu yang terletak di kompleks
histokompatibilitas utama (MHC) pada kromosom 6 telah terlibat
predisposisi dan tingkat keparahan arthritis rheumatoid. Penduduk asli
Amerika dengan gen polimorfik HLA-DR9 memiliki resiko 3,5 lebih
besar terkena arthritis rheumatoid bawaan. keluarga yang memiliki
anggota keluarga terkena arthritis rheumatoid memiliki risiko lebih tinggi
dan juga memiliki sifat keluhan yang sama pada penderita dengan gen
yang sama (Junaidi, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari, sebagian besar menunjukkan bahwa
yang mempengaruhi sebanyak 27 orang (90%), hal ini di pengaruhi
dengan di turunkannya gen pembawa sifat maka kemungkinan besar akan
mengalami arthritis rheumatoid serta faktor genetik juga berpengaruh
70
pada proses penuaan. dan keluhan yang di alami akan sama yang
dirasakan pada gen pemberi kepada penderita Arthritis Rheumatoid.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Uyun Nadliroh, 2014
tentang gambaran penyakit rematik pada lansia. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden (70%)
memiliki riwayat penyakit keturunan keluarga yang menderita rematik.
Dengan demikian sebagian besar lansia dalam penelitian ini menderita
rematik salah satunya karena sebab riwayat penyakit keturunan. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan Junaidi (2006) bahwa penyakit
rematik dapat disebabkan faktor riwayat penyakit keturunan.
71
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kendari, dapat ditari kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran faktor obesitas yang mempengaruhi kejadian Arthritis
Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
Frekuensi tertinggi yaitu pada kategori bukan faktor yang mempengaruhi
sebanyak 19 orang ( 63,3%) dan frekuensi terendah yaitu pada kategori
faktor yang mempengaruhi sebanyak 11 orang (36,6%).
2. Gambaran faktor gaya hidup yang mempengaruhi kejadian Arthritis
Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
Frekuensi tertinggi yaitu pada kategori fator yang mempengaruhi sebanyak
25 orang (83,3%) dan frekuensi terendah yaitu pada pada kategori bukan
faktor yang mempengaruhi sebanyak 5 orang (16,7%).
3. Gambaran faktor genetik yang mempengaruhi kejadian Arthritis
Rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
Frekuensi tertinggi yaitu pada kategori faktor yang mempengaruhi
sebanyak 27 orang (90%) dan frekuensi terendah yaitu pada kategori
bukan faktor yang mempengaruhi sebanyak 3 orang (10%).
72
4. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil
penelitian ini antara lain:
1. Bagi lansia dengan penyakit arthritis rheumatoid, agar selalu
mempertehankan kesehatannya dan menghindari faktor yang
mempengaruhi arthritis rheumatoid setelah mendapatkan formasi
kesehatan tersebut.
2. Bagi peneliti selanjutnya agar mengembangkan variabel penelitian ini
dengan instrument dan sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian
yang didapatkan lebih akurat.
3. Bagi pihak institusi Poltekkes Kemenkes Kendari khususnya jurusan
keperawatan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu referensi ilmu
pengetahuan dan pengembangan terhadap penulisan Karya Tulis Ilmiah
selanjutnya tentang gambaran faktor yang mempengaruhi Arthritis
Rheumatoid.
4. Kerjasama yang dilakukan oleh Poltekkes Kemenkes Kendari khususnya
jurusan Keperawatan dan Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
agar lebih meningkatkan kerjasama dan mengembangkan kerjasama baik
dalam pengembangan kajian ilmiah maupun kegiatan bakti sosial bersama
demi menigkatkan taraf kesehatan pada lansia.
5. Penelitian ini di harapkan memberikan wawasan pengetahuan kepada
lansia tentang Arthritis Rheumatoid dan di harapkan mudah di pahami
dengan kajian ilmiah yang dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adelia. 2011. Libas Rematik dan Nyeri Otot Dari Hidup Anda. Yogyakarta:
Briliant Books.
Arif, muttaqin. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
muskuloeskeletal. Jakarta. Salemba medika.
Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi VI). Jakarta : Rineka Cipta.
Azizah. 2011. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta. Graha ilmu.
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP. (2004).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia.(http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/61/968.bpkp) (diakses
diakses tanggal 28 maret 2017)
Budhi Wibhawa, Santoso T. Raharjo, & Meilany Budiarti S. (2010). Dasar-Dasar
Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.
Darmojo, Boedhi. 2009. Buku ajar giatri (ilmu kesehatan lansia edisi 4). Jakarta.
FKUI.
Depdagri. 2010. Undang-undang Nomor Republik Indonesia Nomor 13 tahun
1998 kesejahteraan lanjut usia.
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L.,et al. 2008. The seventh edition of the
benchmark evidence-based pharmacotherapy. McGraw-Hill Companies Inc.
USA.
Depsos RI. (2012). Kepmensos RI Nomor19 tahun 2012 tentang Pedoman
Pelayanan Sosial Lansia dalam Panti: Jakarta: Depsos RI.
……………...(2012). Standarisasi Pelayanan Sosial Lansia Luar Panti.Jakarta:
Depsos RI.
Badan pusat statistik. 2017.laporan lanjut usia disulawesi tenggara.kendari
Effendi, N. (2012). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC.
Gordon. 2002. Radang sendi. Jakarta. PT. Raja Grafindo.
Haida Meytania Utami, dkk. 2015. “Faktor-FaktorRisiko Arthritis Reumatoid
pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas NgemplakSimongan,
Semarang Barat.
Hungu. 2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta. Grasindo.
Junaidi, Iskandar, 2012. Rematik dan Asam Urat edisi revisi. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer.
Kumar, Pradeep., Banik, Shenhashish. 2013. Pharmacoterapy Optinons In
Rheumatoid Arhtritis. Clinnical Medicine Insights: Arthritis and
Muschuloskeletal Disorder 2013:6. Libertas Academica Ltd.
Maryam, R.Siti .2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta :
Salemba Medika.
Meytania Utami, Haida dkk. 2015. Faktor-Faktor Risiko Arthritis Reumatoid
pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Simongan,
Semarang Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang.
Misnadiarly, 2007. Rematik: Asam Urat, Hiperurisemia, Arthritis Gout. Jakarta:
PustakaObor Populer.
Notoatmodjo,S 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.Rineka Cipta.
Nugroho,W. 2012. Keperawatan Gerontik.dan Geriatrik Ed. 3 Penerbit buku
Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pollard et al., 2005.The qonsequences of rheumatoid arthritis: quality of life.
PSTW Minaula kendari. 2017. Laporan Tahunan Lansia Pstw Minaula Kendari
tahun 2017. Kota kendari
Reski ayu. 2015. identifikasi factor resiko terjadinya rheumatoid arthritis pada
usia lanjut di panti tresna werdha minaula kecamatan ranomeeto kabupaten
konawe selatan. Politeknik Kesehatan Kendari. Jurusan Keperawatan.
Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, 2013, Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta.Nuha Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. ( 2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Alfabeta.
Sugondo, S. 2009. Obesitas. Jakarta. Departemen ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran universitas Indonesia.
Suratun, Heryati, Manurung & Raenah. 2008. Klien gangguan sistem
muskuloeskeletal. Jakarta. EGC.
Uyun Nadliroh. 2014. Gambaran Penyakit Rematik Pada Lansia Di Panti Wreda
Dharma Bakti Surakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Pku
Muhammadiyah Surakarta.
Tim Redaksi Kamus Pusat Bahasa. (2016). Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka.
Lampiran 1
KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Responden
di –
Tempat
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan, maka saya :
Nama : Riska Ananda Saputri
Nim : P00320014041
Sebagai mahasiswa Politeknik Kesehatan kendari Jurusan Keperawatan,
bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang
mempengaruhi kejadian Arthritis Rheumatoid pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari.
Sehubungan dengani tu, saya mengharapkan anda dapat meluangkan
waktu untuk menjadi sampel dalam penelitian ini, apabila anda setuju anda di
persilahkan untuk menandatangani surat persetujuan sampel berikut ini. Atas
partisipasi dan kebijakan sampel saya ucapkan terimakasih,
Peneliti
Riska Ananda Saputri
Lampiran 2 :
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini tidak keberatan untuk menjadi
sampel dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan
kendari Jurusan Keperawatan dengan judul Faktor-Faktor yang mempengaruhi
kejadian Arthritis Rheumatoid pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari.
Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataan
ini dengan suka rela tanpa paksaan dari manapun, semoga dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Kendari, 2017
Responden
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
ARTHRITIS RHEUMATOID PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA MINAULA KENDARI
IdentitasResponden
NamaResponden :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status : 1.kawin, 2.Tidak kawin, 3. Duda / janda.
Petunjuk Umum Pengisian Kuesioner :
1. Bacalah pernyataan yang diberikan dengan baik sehingga dimengerti.
2. Pilihlah : Ya atau Tidak
3. Mengisi seluruh nomor pernyataan tanpa bantuan orang lain.
4. Setiap pernyataan hanya berlaku untuk satu jawaban.
5. Berilah tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang telah tersedia.
Obesitas Kurus < 18,5 Ideal 18,5-22,9 Obesitas ≥23, 0-30 Hasil
1. TB:
2. BB:
Genetik Ya Tidak
1. Apakah ada keluarga anda yang memiliki riwayat penyakit
rematik?
Gaya hidup Ya Tidak
1. Apakah anda melakukan kegiatan olahraga setiap hari?
2. Apakah anda melakukan kegiatan olahraga ≥30 menit
dalam sehari (senam, lari-lari kecil, jalan pagi dan lain-lain?
3. Apakah anda melakukan kegiatan/aktifitas sehari-hari
melakukan pekerjaan rumah, mencuci, membersihkan
ruangan temat tinggal), ≥30 menit dalam sehari ?
4. Apakah selama anda berada dipanti sering mengkomsumsi
makan makanan laut seperti udang, kepiting cumi-cumi dan
ikan teri?
5. Apakah selama anda berada dipanti sering mengkomsumsi
sering mengkomsumsi sayuran seperti kangkung, bayam
kol, buncis, daun singkong?
6. Apakah selama anda berada dipanti sering mengkomsumsi
kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang merah,
kacang hijau dan tauge?
7
Apakah selama anda berada dipanti sering mengkomsumsi
daging merah seperti kambing, sapi, kuda dan lain-lain?
8 Apakah anda mengetahui bahwa mengkomsumsi rokok
dapat menyebabkan rematik ?
9 Apakah anda sering berada di tempat yang terpapar dengan
asap rokok?
10 Apakah nyeri pada persendian yang anda alami akibat dari
mengkomsumsi rokok?
DOKUMENTASI
Proses pengukuran tinggi badan dan berat badan pada responden
Proses pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden
top related